BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS 2.1

Download dibandingkan dengan hemodialisis terutama dalam hal perbaikan kualitas hidup pasien. Terapi ini adalah terapi yang paling ideal, karena men...

0 downloads 597 Views 484KB Size
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS

2.1 Kajian Pustaka 2.1.1

Gagal Ginjal Kronis dan Hemodialisis

2.1.1.1 Gagal Ginjal Gagal ginjal adalah suatu kondisi dimana fungsi ginjal mengalami penurunan sehingga tidak mampu lagi untuk melakukan filtrasi sisa metabolisme tubuh dan menjaga keseimbangan cairan elektrolit seperti sodium dan kalium di dalam darah atau urin. Penyakit ini terus berkembang secara perlahan hingga fungsi ginjal semakin memburuk sampai ginjal kehilangan fungsinya (Price & Wilson, 2006). Gagal ginjal di bagi menjadi 2 macam yaitu gagal ginjal akut dan gagal ginjal kronis. Gagal ginjal akut didefinisikan sebagai kemunduran fungsi ginjal secara cepat dan mendadak serta kerusakan yang progresif dalam status elektrolit, asam basa dan volume. Gagal ginjal jenis ini mempunyai angka kematian yang tinggi 40-60% karena itu diperlukan diagnosis dini, pengenalan proses yang reversibel, dan pemberian terapi yang tepat (Stein, 2001). Jenis kedua dari gagal ginjal adalah gagal ginjal kronis. Gagal ginjal ini didefinisikan sebagai kerusakan ginjal yang terjadi lebih dari 3 bulan berupa kelainan struktur ataupun fungsi dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus yang ditandai dengan kelainan

13

14

patologis, tanda kelainan ginjal, kelainan komposisi darah dan urin, atau kelainan dalam imaging test. Laju filtrasi pada gagal ginjal jenis ini biasanya kurang dari 60 ml/menit/1,73 m2 selama 3 bulan dengan atau tanpa kerusakan ginjal (Suwitra, 2006). Pada tahap akhir fase gagal ginjal kronis ini kerusakan ginjal akan berlangsung secara progresif dan irreversibel. Tubuh tidak dapat mempertahankan metabolisme dan keseimbangan

cairan

elektrolit

yang

akan

menyebabkan

uremia

(Nursalam, 2008). Keadaan ini kita sebut dengan GGT atau gagal ginjal tahap akhir (Smeltzer et al, 2008). Tahapan ini faal ginjal yang masih tersisa sudah minimal dengan laju filtrasi glomerulus kurang dari 15 ml/menit/1.73m2 (Suharyanto & Majid, 2009) maka usaha pengobatan konservatif dengan diet, pembatasan minum, obat-obatan, dan lain-lain tidak dapat memberikan pertolongan lagi. Pada stadium ini terdapat akumulasi toksin uremia dalam darah yang dapat membahayakan hidup pasien (Sumitra, 2006). Usaha yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan ini adalah dengan terapi ginjal pengganti (Raharjo dkk, 2006). Terapi pengganti yang dapat dilakukan pada pasien dengan gagal ginjal tahap akhir adalah dengan hemodialisis, dialisis peritoneal dan transplantasi ginjal. Tranplantasi ginjal selama ini menjadi terapi definitif di seluruh dunia. Manfaat transplantasi sudah jelas terbukti lebih baik dibandingkan dengan hemodialisis terutama dalam hal perbaikan kualitas hidup pasien. Terapi ini adalah terapi yang paling ideal, karena mengatasi

15

seluruh jenis penurunan fungsi ginjal, Di sisi lain hemodialisis dan dialisis peritoneal hanya mengatasi akibat dari sebagian jenis penurunan fungsi ginjal sehingga pasien mempunyai tingkat ketergantungan yang tinggi terhadap tindakan ini (Susalit, 2006). Proses tranplantasi dari donor ke pasien tidak mudah dilakukan oleh tenaga medis. Proses ini perlu penjaringan dan evaluasi yang ketat. Keterbatasan jumlah donor adalah masalah utama pada transplantasi ginjal. Jumlah yang terbatas ini membuat pasien gagal ginjal tahap akhir harus dilakukan hemodialisis untuk mempertahankan kondisi klinis yang optimal hingga pasien mendapatkan donor ginjal yang sesuai (Suharyanto & Majid, 2009). 2.1.1.2 Hemodialisis Hemodialisis merupakan suatu proses yang digunakan pada pasien dalam keadaan sakit akut dan memerlukan terapi dialisis jangka pendek (beberapa hari hingga beberapa minggu) atau pasien dengan GGT yang memerlukan terapi jangka panjang atau permanen. Fungsi proses hemodialisis adalah mengeluargan zat–zat nitrogen yang toksik dari dalam darah dan mengeluarkan air yang berlebihan. Terdapat tiga prinsip yang mendasari kerja hemodialisis, yaitu: difusi, osmosis, dan ultrafiltrasi. Toksin dan zat limbah di dalam darah dikeluarkan melalui proses difusi dengan cara bergerak dari darah yang memiliki konsentrasi tinggi, ke cairan diasilat dengan konsentrasi lebih rendah. Cairan diasilat tersusun dari semua elektrolit yang penting dengan konsentrasi ekstrasel yang ideal.

16

2.1.1.3 Perubahan yang Terjadi pada Pasien Ginjal yang Menjalani Hemodialisis 2.1.1.3.1

Perubahan Fisik Tingkat keparahan tanda dan gejala bergantung seberapa banyak kerusakan pada renal dan keadaan lain yang mempengaruhi dan usia pasien. tanda dan gejala yang dapat muncul : 1.

Neurologi:

kelemahan,

fatigue,

kecemasan,

penurunan

konsentrasi, disorientasi, tremor, seizures, kelemahan pada lengan, nyeri pada telapak kaki, perubahan tingkah laku. 2.

Integumen: kulit berwarna coklat keabu-abuan, kering, kulit mudah terkelupas, pruritus, ekimosis, purpura tipis, kuku rapuh, rambut tipis.

3.

Kardiovaskular: Hipertensi, edema pitting (kaki, tangan, dan sakrum), edema periorbita, precordial friction rub, pembesaran vena pada leher, perikarditis, efusi perikardial, tamponade pericardial, hiperkalemia, hiperlipidemia.

4.

Paru-paru: krakles, sputum yang lengket dan kental, depresi refleks batuk, nyeri pleuritik, napas pendek, takipnea napas kussmaul, uremic pneumonitis, “uremic lung”.

5.

Gastrointestinal: bau ammonia, napas uremik, berasa logam, ulserasi pada mulut dan berdarah, anoreksia, mual dan muntah, hiccup,

konstipasi

pencernaan.

atau

diare,

perdarahan

pada

saluran

17

6.

Hematologi: anemia, trombositopenia.

7.

Reproduksi: amenorrhea, atropi testis, infertile, penurunan libido.

8.

Muslukoskleletal: kram otot, hilangnya kekuatan otot, renal osteodistropi, nyeri tulang, fraktur, dan foot drop. Pasien GGT adalah hasil dari kerusakan jaringan ginjal yang

permanen. Kondisi ini membuat

gangguan fisik dan psikologis

semakin terasa oleh pasien dan membuat kehidupan pasien menjadi tidak normal akibat keterbatasan yang dimiliki, sehingga akan mengganggu kehidupan sosialnya (Leung, 2003). Terapi rutin gagal ginjal yang dilakukan harus bisa diintegrasikan oleh pasien kedalam kehidupan kesehariannya. Secara umum pasien GGT menjalani terapi hemodialisis sebanyak 2-3 kali seminggu, sehingga membuat pasien akan berkurang waktu tidurnya. Proses hemodialisis yang berlangsung 4-6 jam akan membuat waktu tidur pasien kurang dari 6 jam (Nurmanawati, 2011). Gangguan tidur yang terjadi disebabkan karena anemia, hipoalbumin, hipertensi, kram otot, gangguan keseimbangan cairan elektrolit dan kondisi psikologis pasien (Sabry et al, 2010). Keadaan ini membuat pasien mengalami kelelahan dan mengalami penurunan fisik yang akan membatasi aktivitas sosialnya (Leung, 2003). Masalah nyeri kronis juga sering dikeluhkan oleh pasien gagal ginjal kronis. Nyeri kronis pada pasien gagal ginjal yang menjalani dialisis adalah akibat dari osteoporosis, osteoartritis, artritis,

18

osteodistropi ginjal, polineuropati perifer, carpal thunnel, penyakit pembuluh darah tepi, osteomeilitis, dan prosedur dialisis. Nyeri kronis pada pasien GGK ini dapat menyebabkan depresi (Davison, 2007). Penyakit GGK juga membuat kondisi kardiovaskuler pasien mengalami gangguan. Hipertensi, dislipidemia dan diabetes akan menjadi faktor resiko utama dalam perubahan endotel pembuluh darah, dan pembentukan ateroskerosis. Kondisi ini dapat memicu beberapa penyakit kardiovaskuler antara lain penyakit jantung koroner, gagal jantung, stroke dan penyakit arteri perifer. Konsekuensi yang harus diterima adalah pasien yang menderita gagal ginjal kronis akan memiliki morbiditas dan mortalitas lebih tinggi akibat gangguan kardiovaskuler (Schiffrin et al, 2007). Masalah fisik yang lain yang sering dikeluhkan pasien adalah gangguan seksual. Menurut penelitian Kastrouni et al, (2010) melaporkan bahwa masalah seksual adalah masalah yang paling utama pada pasien GGT yang menjalani hemodialisis di Yunani. Gangguan ginjal akan mempengaruhi penampilan seksual baik pada laki-laki maupun pada wanita. Hal ini disebabkan pasien mengalami perubahan hormonal akibat uremia. Selain perubahan hormonal, efek obat juga berperan dalam gangguan seksual ini. Obat yang diberikan pada pasien hemodialisis dapat menyebabkan disfungsi seksual (Leung, 2003). Hal ini

didukung

oleh

hasil

penelitian

Nurmawati

(2011)

yang

19

menyebutkan bahwa pasien yang menjalani hemodialisis mengalami masalah dalam hubungan seksual dengan pasangannya. 2.1.1.3.2

Perubahan Psikologis Perubahan fungsi secara progresif akibat penyakit ginjal yang diderita membuat pasien gagal ginjal mengalami berbagai stres psikologis. Perubahan keseharian akibat terapi yang harus dijalani, kewajiban melakukan kunjungan ke rumah sakit dan laboratorium secara rutin untuk pemeriksaan darah, dan perubahan finansial untuk biaya pengobatan membuat pasien mengalami stres dan membuat mereka tidak dapat menjalankan peran secara holistik (Purba & Moni 2012). Keadaan lainya yang membuat kondisi psikologis pasien semakin berat adalah ancaman kematian, potensial malpraktik petugas kesehatan, perasaan menjadi objek percobaan akibat seringnya diambil darah untuk pemeriksaan, stres akibat efek dari penyakit yang diderita, dan ketakutan akan diisolasi oleh lingkungan sekitar (Kastrouni et al, 2010). Kondisi tersebut akan membuat pasien dengan gagal ginjal kronis dapat mengalami depresi. Depresi yang terjadi pada pasien gagal ginjal kronis adalah multidimensional meliputi komponen fisik, psikologis dan sosial. Depresi biasanya timbul pada tahun pertama pada saat mulai dilakukan terapi hemodialisis. Kondisi ini dipicu oleh perubahan secara radikal pola hidup pasien, masalah kehilangan pekerjaan, perubahan peran di keluarga, perubahan hubungan dan

20

waktu yang terbuang untuk dialisis. Penelitian yang dilakukan oleh Asri dkk, (2006) melaporkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara dukungan sosial dan tingkat depresi pasein yang menjalani hemodialisis. Penelitian lain menunjukkan bahwa pada pasien gagal ginjal kronis yang mengalami depresi memiliki kualitas hidup yang lebih rendah jika dibandingkan dengan pasien yang tidak mengalami depresi (Son et al, 2009). Periode penyesuaian ini pasien akan mengalami ketidakberdayaan dan kehilangan kepribadian yang cukup parah (Davison, 2007). Pasien hemodialisis akan melalui tiga tahap penyesuaian secara psikologis, yaitu: 1. Periode honey moon, disebut juga periode optimis, yang ditandai adanya perbaikan fisik dan emosional, dan kesadaran pasien lebih jernih. keadaan ini diikuti dengan munculnya harapan dan kepercayaan. Muncul setelah tiga minggu penderita menjalani hemodialisis yang pertama dan berlangsung enam minggu sampai enam bulan. 2. Periode kekecewaan, rasa senang, percaya, dan harapan mulai berkurang dan kemudian menghilang. Pasien mulai sedih dan tidak berdaya. Keadaan ini berlangsung tiga sampai enam belas bulan. 3. Periode adaptasi jangka panjang (long term adaptation), masingmasing pasien menerima keterbatasan dirinya, kekurangan, dan komplikasi dari tindakan hemodialisis tersebut. Perubahan ke

21

periode ini terjadi secara bertahap. Perubahan ini ditandai dengan fluktuasi perasaan pasien tentang emosi dan kesehatan dirinya (Kaplan & Sadock, 1997 ; Auer, 2002). Pasien dengan PGK harus dapat menerima fakta terapi hemodialisis akan diperlukan untuk sepanjang hidupnya. Pasien dengan PGK seringkali menyangkal apa yang sedang terjadi pada mereka pada saat awal terapi hemodialisis. Hal ini mungkin berlanjut beberapa waktu dan menghalangi beberapa pasien untuk menerima aspek-aspek penting alam pengobatan mereka. Pemberian informasi tentang penyakit mereka dan keterlibatan dalam perencanaan dan implementasi perawatan membantu pasien untuk melawan perasaanperasaan

ketergantungan

dan

menjadi

termotivasi

untuk

mempertahankan kesehatan mereka sedapat mungkin (Hudak & Gallo, 1996). Aspek emosi yang muncul pada awal pasien didiagnosis GGT adalah takut, marah, berduka, depresi dan akhirnya menerima penyakit dan menjalani terapi. Rasa takut muncul karena pasien tidak mengetahui masa depan dari penyakit dan terapi yang dijalaninya. Marah karena pasien menganggap seharusnya bukan dia yang sakit. Rasa berduka karena kehilangan fungsi organ sebelum akhirnya harus tergantung pada dialisis. Depresi terjadi akibat dari komplikasi dari terapi

yang

dijalani

pasien.

keadaan

ini

membuat

pasien

22

membutuhkan bantuan dalam beradaptasi secara biopsikososial terhadap penyakitnya (Leung, 2003). Masalah psikologis lain adalah perubahan harga diri pasien, perubahan pola hidup, perubahan nilai-nilai personal dan pola rutinitas pasien (Leung, 2003) kehilangan harapan, dendam (White & Granyer, 2001). 2.1.1.3.3

Perubahan Sosial Beberapa pasien timbul gangguan psikis seperti stres, depresi, cemas, putus asa, konflik ketergantungan, denial, frustasi, keinginan untuk bunuh diri, dan penurunan citra diri (Hudak & Galo, 1996). Selain itu, karena keterbatasan fisik yang dialaminya maka pasien pun akan mengalami perubahan peran dalam keluarga maupun peran sosial di masyarakat. Peran sosial lain yang berubah pada pasien GGK adalah perubahan

pekerjaan.

Pasien

dengan

keterbatasan

fisik

akan

mengalami penurunan kemampuan kerja. Pasien dapat mengambil cuti atau

kehilangan

pekerjaannya.

Hal

ini

akan

menimbulkan

permasalahan lain yaitu penurunan kualitas hidup pasien. Pasien GGK yang tidak mempunyai pekerjaan mempunyai penurunan skor yang sangat signifikan pada dimensi fungsi fisik, peran fisik, kesehatan umum, vitalitas, peran emosional dan peningkatan intensitas nyeri (Blake et al, 2000).

23

2.1.1.3.4

Perubahan Ekonomi Perubahan ekonomi akibat dari penyakit ginjal dan dialisis tidak hanya terjadi pada individu dan keluarga pasien. Masalah ekonomi ini juga akan berakibat kepada perekonomian negara sebagai penanggung jawab atas penduduknya. Biaya dialisis yang mahal akan membuat pengeluaran di sektor kesehatan akan meningkat. Menurut Shcieppati & Remuzzi, (2005) biaya yang harus dikeluarkan untuk setiap pasien dialisis setiap tahunnya adalah $ 52.000 (Rp 494.000.000). Biaya perawatan yang mahal membuat pasien yang harus menjalani hemodialisis di negara berkembang sebagian besar meninggal atau berhenti melakukan dialisis setelah 3 bulan menjalani terapi (Shcieppati & Remuzzi, 2005). Di sisi lain kapasitas kerja dan fisik mereka mengalami penurunan yang sangat drastis sehingga terjadi penurunan penghasilan. Individu dengan hemodialisis jangka panjang sering merasa khawatir dengan kondisi sakitnya yang tidak dapat diramalkan dan gangguan dalam kehidupannya. Mereka biasanya menghadapi masalah finansial, kesulitan dalam mempertahankan pekerjaan, dan beban yang ditimbulkan pada keluarga mereka. Asuransi kesehatan yang dimiliki akan sangat membantu mengurangi pengeluaran finansial mereka. Biaya yang harus mereka keluarkan hanya untuk membeli obat dan biaya tranportasi ke unit

24

hemodialis. Penurunan pengeluaran finansial ini akan mengurangi stres psikologis pasien.

2.1.2

Dukungan Sosial

2.1.2.1 Definisi Dukungan Sosial Dukungan sosial didefinisikan sebagai informasi verbal atau non verbal, saran, bantuan yang nyata atau tingkah laku yang diberikan oleh orang-orang yang akrab dengan subjek dalam lingkungan sosialnya dan hal-hal yang dapat memberikan keuntungan emosional atau berpengaruh pada tingkah laku penerimanya (Sarafino, 1998). Dalam hal ini, orang yang mendapatkan dukungan sosial akan merasa diperhatikan, dihargai, disayangi dan mendapatkan penghargaan yang positif pada dirinya. Dukungan sosial merupakan mekanisme hubungan interpersonal yang dapat melindungi seseorang dari efek stres yang buruk. Seseorang dengan sistem pendukung yang kuat, kerentanan terhadap penyakit fisik maupun mental akan rendah (Kaplan & Sadock, 1997). Dukungan sosial sangat dibutuhkan pada pasien yang sedang menjalani hemodialisis untuk membantu menyesuaikan diri dengan penyakitnya (Chan et al, 2011).

25

2.1.2.2 Bentuk Dukungan Sosial Menurut Sarafino (1998) ada 5 jenis atau dimensi dukungan sosial yaitu dukungan emosional, dukungan penghargaan, dukungan instrumental dan dukungan informatif dan dukungan dari kelompok sosial. 1. Dukungan Emosional Dukungan emosional merupakan dukungan yang diberikan orang terdekat kepada klien, sehingga klien merasa berharga, nyaman, aman, disayangi dan tidak sendiri dalam menghadapi berbagai permasalahan yang ada. Dukungan ini mencakup ungkapan ekspresi empati, kepedulian, dan perhatian terhadap orang yang bersangkutan, misalnya meyakinkan penderita bahwa mereka masih dicintai, disayangi dan diharapkan dalam keluarga, mendengarkan keluhan klien, bersikap terbuka, menunjukan sikap percaya terhadap apa yang dikeluhkan, memahami keadaan klien, ekspresi kasih sayang dan perhatian. 2. Dukungan Harga Diri Dukungan penghargaan meliputi pemberian penghargaan yang positif terhadap penderita, seperti tidak menyalahkan atas penyakit yang dideritanya, memberikan dorongan, motivasi, dan penguatan kepada penderita dalam menghadapi berbagai macam tekanan yang ada, dan memberikan perbandingan positif pada penderita bahwa mereka itu sebenarnya sama dengan orang lain.

26

3. Dukungan Instrumental Dukungan instrumental meliputi pemberian bantuan langsung kepada penderita, ketika mereka sedang membutuhkan bantuan. Seperti menyiapkan makanan ketika mereka sedang sakit, mengingatkan penderita untuk teratur minum obat, merawat ketika mereka sedang sakit, ataupun bantuan berupa materi untuk keperluan pengobatannya. Dukungan ini diperlukan klien untuk mendapatkan sarana dalam memenuhi kebutuhannya, baik kebutuhan sehari-harinya maupun kebutuhan pengobatannya. 4. Dukungan Informasional Dukungan informasional

meliputi pemberian informasi, saran dan

nasihat atas pemecahan permasalahan yang dihadapi penderita, berusaha untuk mencari berbagai informasi berkaitan dengan gagal ginjal dan hemodialisis. Dukungan ini bertujuan untuk memberikan penjelasan

tentang situasi dan segala sesuatu yang berhubungan

dengan masalah yang sedang dihadapi oleh penderita. Informasi merupakan bagian dari kekuatan untuk merubah sikap individu yang akan membuka pikiran seseorang melalui penalaran, pemikiran dan pemahaman lebih mendalam. Diharapkan dengan adanya informasi maka perubahan sikap seseorang yang menganggap dirinya tidak berdaya atas kondisi yang dihadapi dapat merubah kearah yang lebih baik dalam menghadapi penyakitnya.

27

5. Dukungan Kelompok Sosial Dukungan dari kelompok sosial merupakan dukungan yang cukup penting. Dukungan ini akan membuat pasien merasa menjadi anggota dari kelompok yang memiliki kesamaan minat dan aktifitas sosial. Pasien akan merasa lebih nyaman karena mempunyai teman yang senasib dengannya. 2.1.2.3 Dukungan Sosial dan Kesehatan Model Stres-Health yang diungkapkan oleh Yu et al, (2007) menunjukkan bahwa

terdapat beberapa variabel yang berperan dalam

mempengaruhi tingkat kesehatan seseorang. Variabel tersebut adalah stres subjektif yang dirasakan, stres objektif, dukungan sosial, strategi koping, dan tipe kepribadian. Stres subjektif yang dirasakan seseorang akan berdampak langsung kepada kesehatannya. Sedangkan stres objektif akan mempengaruhi kesehatan secara tidak langsung. Stres objektif harus menjadi stres subjektif sehingga keberadaan stres tersebut disadari dan dirasakan oleh individu. Dukungan sosial dan tipe kepribadian dapat berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung terhadap kesehatan individu.

28

Model Stres dan kesehatan oleh Yu et al, (2007) dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 2.1 Model Stres dan Kesehatan (Yu et al, 2007).

29

2.1.2.4 Dukungan Sosial pada Pasien yang Menjalani Hemodialisis Penelitian tentang dukungan sosial pada pasien yang menjalani hemodialisis di Kota Medan oleh Lubis (2006) menyebutkan bahwa dukungan sosial yang dibutuhkan pasien berbeda dengan dukungan yang diterimanya. Dukungan yang diterima pasien jauh lebih rendah dibandingkan dengan dukungan yang dibutuhkannya. Dukungan yang rendah tersebut terdapat pada dukungan instrumental, informasional, emosional dan dukungan dari kelompok sosial.

2.1.2

Kualitas Hidup Pasien dengan Penyakit Ginjal yang Menjalani Hemodialisis WHO (1994) mendefinisikan kualitas hidup sebagai sebuah persepsi individu terhadap posisi mereka dalam kehidupan pada konteks budaya dan sistem nilai dimana mereka tinggal, dalam hubungannya dengan tujuan hidup, harapan, standar, dan fokus hidup mereka. Kualitas hidup pasien penyakit ginjal yang menjalani hemodialisis terdiri dari 19 aspek (Hays et al, 1997) yaitu: 1. Gejala/masalah yang menyertai Gejala dan masalah yang menyertai pasien penyakit ginjal adalah masalah yang menyertai setelah didiagnosis sakit ginjal. Masalah yang menyertai ini antara lain : nyeri otot, nyeri dada, kram otot, kulit gatal-gatal, kulit kering, nafas pendek (sesak), pusing, penurunan nafsu makan, gangguan eliminasi, mati rasa pada tangan dan kaki,

30

mual, permasalahan pada tempat penusukan, dan permasalahan pada tempat memasukkan kateter (pada dialisis peritoneal). 2. Efek Penyakit Ginjal Efek ini timbul sebagai konsekuensi akibat penyakit ginjal yang diderita dan sering menyusahkan pasien. Efek ini antara lain : pembatasan cairan, pembatasan diet, kemampuan bekerja disekitar rumah, kemampuan untuk melakukan perjalanan, ketergantungan terhadap petugas kesehatan, perasaan khawatir dan stres terhadap penyakit yang diderita, kehidupan seksual, dan penampilan. 3. Beban akibat Penyakit Ginjal Beban sebagai akibat penyakit ginjal sering kali dirasakan pasien. Beban akibat penyakit ini antara lain sejauh mana Penyakit ginjal yang diderita dirasakan sangat mengganggu kehidupan, banyaknya waktu yang dihabiskan, rasa frustasi terhadap penyakit, dan perasaan menjadi beban dalam keluarga. 4. Status Pekerjaan Indikator pada dimensi ini adalah apakah pasien masih aktif bekerja, dan apakah kondisi kesehatannya saat ini dapat menjaga pekerjaan pasien saat ini. 5. Fungsi Kognitif Pasien dengan penyakit ginjal yang menjalani hemodialisis sering kali mengalami penurunan fungsi kognitif. Sering kali menjadi

31

lambat dalam berkata atau melakuakn sesuatu, sulit untuk berkonsentrasi, dan bingung tanpa sebab. 6. Kualitas Interaksi Sosial Aspek ini mengukur bagaimana kualitas interaksi yang dilakukan pasien dalam melakukan hubungan dengan orang lain. Pada pasien dengan penyakit ginjal tidak jarang pasien mengasingkan diri dari orang lain, mudah tersinggung, dan mengalami kesulitan dalam bergaul dengan orang lain. 7. Fungsi Seksual Aspek ini termasuk intensitas, gairah dan menikmati hubungan seksual. 8. Tidur Aspek ini mengukur bagaimana tidur pada pasien penyakit ginjal yang menjalani hemodialisis. Aspek ini termasuk kualitas tidur dan kecukupan waktu tidur. 9. Dukungan yang diperoleh Aspek ini termasuk waktu yang tersedia bersama teman dan keluarga serta dukungan yang diterima oleh pasien dari keluarga dan teman. 10. Dorongan dari staf dialisis Aspek ini termasuk dorongan yang diberikan oleh staf dialisis untuk mandiri dan beradaptasi terhadap penyakit yang diderita serta rutinitas terapi yang harus dijalani.

32

11. Kepuasan pasien Aspek ini mengukur kepuasan pasien terhadap layanan dialisis yang mereka dapatkan. 12. Fungsi fisik Aspek ini mencakup kemampuan untuk beraktifitas seperti berjalan, menaiki tangga, membungkuk, mengangkat, gerak badan dan kemampuan aktifitas berat. 13. Keterbatasan akibat masalah fisik Aspek ini mencakup seberapa besar masalah fisik yang dialami pasien mengganggu pekerjaan dan aktifitas sehari-hari, seperti memperpendek waktu untuk bekerja atau beraktifitas, keterbatasan dan kesulitan dalam beraktifitas. 14. Rasa nyeri yang dirasakan Aspek ini mencakup intensitas rasa nyeri dan pengaruhnya terhadap aktivitas normal baik didalam maupun di luar rumah. 15. Persepsi kondisi kesehatan secara umum Aspek ini mencakup pandangan pasien terhadap kondisi kesehatan sekarang, prediksi di masa yang akan datang, dan daya tahan terhadap penyakit. 16. Kesejahteraan emosional Aspek ini mencakup kesehatan mental secara umum, depresi, perasaan frustasi, kecemasan, kebiasaan mengontrol emosi, perasaan tenang dan bahagia.

33

17. Keterbatasan akibat masalah emosional Aspek ini mencakup bagaimana masalah emosional mengganggu pasien dalam beraktifitas sehari hari, seperti lebih tidak teliti dari sebelumnya. 18. Fungsi sosial Aspek ini mencakup keterbatasan berinteraksi sosial sebagai akibat dari maslah fisik dan emosional yang dialami. 19. Energi Aspek ini menggambarkan tingkat kelelahan, capek, lesu dan perasaan penuh semangat yang dialami pasien setiap waktu. (Hays et al, 1997). 2.1.3

Kualitas Hidup Pasien yang Menjalani Hemodialisis Stres fisik dan psikologis yang harus dihadapi oleh pasien GGT membuat pasien mengalami perubahan kualitas hidup (Zamanzadeh, Heidarzadeh, Oshvandi, et al, 2007). Kualitas hidup pada pasien GGT se adalah multidimensi. Terdapat interaksi yang kompleks dari beberapa faktor yang mengalami perubahan pada kehidupan pasien. Faktor-faktor tersebut antara lain : aktivitas fisik dan kemampuan bekerja, isu psikologis: meliputi kepuasan hati, kegembiraan, kemakmuran, tingkat harga diri, tekanan, kecemasan, depresi dan kesedihan. Aspek lain dalam kualitas hidup pasien GGT adalah hubungan sosial yang meliputi risiko kehilangan pekerjaan, hiburan, rekreasi, interaksi keluarga dan interaksi sosial (Kastrouni et al, 2010).

34

Beberapa aspek kualitas hidup yang harus dikaji pada pasien GGT yang menjalani hemodialisis adalah : kepuasan pasien, dorongan staf medis, hubungan sosial, kualitas tidur, fungsi seksual, interaksi sosial, fungsi kognitif, status pekerjaan, beban akibat penyakit, efek dari penyakit, kelelahan, fungsi sosial, kesejahteraan emosi, peran emosi, persepsi tentang kesehatannya saat ini, nyeri yang dialami, peran fisik, dan fungsi fisik (Kastrouni et al, 2010). Aspek kualitas hidup pada pasien dapat diukur menggunakan berbagai macam kuesioner. Kuesioner tersebut antara lain skala Karnofsky, WHO QOL, SF 36 dan KDQOL. Beberapa aspek yang khusus pada pasien GGT yang menjalani dialisis tidak dapat diukur dengan menggunakan

kuesioner

yang

dirancang

untuk

penyakit

umum.

Kespesifikan aspek ini dapat diukur dengan menggunakan KDQOL SF (Hays et al, 1997). Kuesioner ini terdiri dari 38 pertanyaan. Pertanyaan pada kuesioner ini terdiri dari 24 pertanyaan yang menggali kualitas hidup dan 14 pertanyaan data demografi pasien yang diperuntukkan khusus untuk pasien dengan penyakit ginjal yang menjalani dialisis. 2.1.4 Dukungan Sosial Dan Kualitas Hidup Penelitian tentang hubungan antara dukungan sosial dan derajat kesehatan seseorang sudah banyak dilakukan di dunia. Penelitian yang sudah dilakukan menunjukkan bahwa seseorang yang mendapatkan dukungan sosial yang baik mempunyai tingkat gangguan kesehatan yang rendah (Yu et al, 2007). Mekanisme kerja dukungan sosial sehingga dapat

35

bermanfaat bagi kesehatan tidak diketahui secara pasti, namun dukungan sosial dapat menurunkan tingkat stres (Kornblith et al, 2001), membuat lebih terpenuhinya kebutuhan pasien, akses yang lebih baik terhadap layanan kesehatan, meningkatkan status psikososial, status nutrisi, dan peningkatan sistem imun (Patel, Paterson, Kimmel, 2008). Penelitian lain yang dilakukan pada pasien kanker payudara oleh Kornblith, Herndon, Zuckerman et al, (2001) menunjukkan bahwa dukungan sosial dapat menjadi penahan dari efek psikososial yang timbul akibat perubahan hidup yang penuh dengan stres. Dukungan sosial yang sangat besar diperlukan untuk menurunkan efek dari gangguan psikologis yang berat. Mekanisme koping yang adaptif sangat diperlukan untuk mengatasi stres yang muncul. Moskovits et al, (1999) menyatakan bahwa pasien yang menjalani operasi saluran pencernaan dengan koping yang mal adaptif mempunyai kualitas hidup yang lebih rendah dibandingkan dengan pasien yang mempunyai koping yang adaptif. Helgeson

(2003)

menyatakan

bahwa

dukungan

struktural

menunjukkan hubungan yang linier dengan kualitas hidup pasien. Kuntz (2006) yang menyatakan bahwa dukungan sosial yang diterima pasien dapat meningkatkan kualitas hidup pasien gagal jantung kongestif. Terdapat keterkaitan antara dukungan sosial yang rendah dengan kualitas hidup yang buruk pada pasien jantung koroner (Bosworth et al, 2006).

36

2.2 Kerangka Pikir Gagal Ginjal Kronik

Penurunan Kapasitas Fisik

Penurunan Kualitas Hidup

Intervensi Medis

Penurunan fungsi psikologis Intervensi non-medis

Terapi kognitif Jaminan Kesehatan/

Terapi meditasi dan relaksioanal

Non-jaminan

Terapi eksistensial Dialisis Peritoneal

Dukungan Sosial

Hemodialisis

-

Dukungan Emosional Dukungan harga diri Dukungan informasional Dukungan instrumental Dukungan kelompok sosial

Terapi Doa Transplatasi

Peningkatan kualitas hidup pasien

: Diteliti Sumber : modifikasi dari Sarafino (1998), Yu et al, (2007), Chan et al, (2011)

37

2.3 Hipotesis 1. Terdapat hubungan antara dukungan sosial dengan kualitas hidup pada pasien hemodialisis rutin yang mempunyai jaminan kesehatan di Kota Bandung. 2. Terdapat hubungan antara dukungan sosial dengan kualitas hidup pada pasien hemodialisis rutin yang tidak mempunyai jaminan kesehatan di Kota Bandung. 3. Terdapat perbedaan kualitas hidup yang bermakna antara pasien hemodialisis rutin yang memiliki jaminan dan tanpa jaminan kesehatan di Kota Bandung.