BAB II KAJIAN TEORI - repository.uksw.edu

Pelayanan pengumpulan data, ... yang dibutuhkan guru pembimbing meliputi supervisi klinis, ... dokumentasi dan bukti-bukti kerja tim...

25 downloads 638 Views 496KB Size
BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Layanan Bimbingan dan Konseling Nursalim (2002) mengungkapkan bahwa kegiatan bimbingan dan konseling disebut layanan apabila kegiatan tersebut dilakukan melalui kontak secara langsung berkenaan dengan permasalahan ataupun kepentingan tertentu yang dirasakan oleh sasaran layanan itu. Dalam Sunaryo, dkk (2008) dipaparan mengenai pelayanan dasar dan pelayanan responsif, sebagai berikut : 2.1.1

2.1.2

Pelayanan Dasar a. Bimbingan klasikal, program yang dirancang menuntut konselor untuk melakukan kontak langsung dengan para peserta didik di kelas. Kegiatan bimbingan kelas ini bisa berupa diskusi kelas atau brain storming (curah pendapat). b. Pelayanan orientasi, pelayanan ini merupakan suatu kegiatan yang memungkinkan peserta didik dapat memahami dan menyesuaikan diri dengan lingkungan baru, terutama lingkungan sekolah, untuk mempermudah atau memperlancar berperannya mereka di lingkungan baru tersebut. c. Pelayanan informasi, yaitu pemberian informasi mengenai berbagai hal yang dipandang bermanfaat bagi peserta didik melalui komunikasi langsung maupun tidak langsung (melalui media cetak maupun elektronik, seperti : buku, brosur, leaflet, majalah dan internet). d. Bimbingan kelompok, pelayanan bimbingan yang diberikan oleh konselor kepada peserta didik melalui kelompokkelompok (5 – 10 orang). Topic yang didiskusikan dalam bimbingan kelompok ini adalah masalah yang bersifat umum. e. Pelayanan pengumpulan data, merupakan kegiatan untuk mengumpulkan data atau informasi tentang pribadi peserta didik, dan lingkungan peserta didik. Pengumpulan data ini dapat dilakukan dengan berbagai instrument baik tes maupun non tes. Pelayanan Responsif a. Konseling individual dan kelompok, pemberian pelayanan konseling ini ditujukan untuk membantu peserta didik yang mengalami kesulitan, mengalami hambatan dalam mencapai tugas-tugas perkembangannya. Melalui konseling, peserta didik dibantu untuk mengidentifikasi masalah, penyebab masalah, 9

b.

c.

d.

e.

f.

g.

h.

penemuan alternatif penyelesaian masalah, dan pengambilan keputusan secara lebih tepat. Konseling ini dapat dilakukan secara individual maupun kelompok. Referral (rujukan atau alih tangan kasus), apabila konselor merasa kurang memiliki kemampuan untuk menangani masalah konseli, maka sebaiknya konselor mengalihtangankan konseli kepada pihak yang lebih berwenang, seperti psikolog, psikiater, dokter, dan kepolisian. Kolaborasi dengan guru mata pelajaran atau wali kelas. Konselor berkolaborasi dengan guru mata pelajaran atau wali kelas dalam rangka memperoleh informasi tentang peserta didik (seperti prestasi belajar, kehadiran, pribadinya), membantu menyelesaikan masalah peserta didik dan mengidentifikasi aspek-aspek bimbingan yang dapat dilakukan oeh guru mata pelajaran. Kolaborasi dengan orang tua. Konselor perlu melakukan kerja sama dengan para orang tua peserta didik. Melalui kerjasama ini memungkinkan terjadinya saling memberikan informasi, pengertian, dan tukar pikiran antar konselor dan orang tua dalam upaya mengembangkan potensi peserta didik atau menyelesaikan masalah yang dialami oleh peserta didik. Kolaborasi dengan pihak-pihak terkait di luar sekolah, yaitu berkaitan dengan upaya sekolah untuk menjalin kerjasama dengan unsur-unsur masyarakat yang dipandang relevan dengan peningkatan mutu pelayanan bimbingan. Jalinan kerjasama ini seperti dengan pihak-pihak instansi pemerintah, instansi swasta, organisasi profesi, seperti ABKIN, para ahli dalam bidang tertentu yang terkait, seperti psikolog, psikiater dan dokter, MGP (Musyawarah Guru Pembimbing) dan Depnaker. Konsultasi, konselor menerima pelayanan konsultasi bagi guru, orang tua, atau pihak pimpinan sekolah yang terkait dengan upaya membangun kesamaan persepsi dalam memberikan bimbingan kepada peserta didik, menciptakan lingkungan sekolah yang kondusif bagi perkembangan peserta didik, melakukan referral, dan menigkatkan kualitas program bimbingan dan konseling. Bimbingan teman sebaya (peer guidance/peer education). Bimbingan teman sebaya ini adalah bimbingan yang dilakukan oleh peserta didik terhadap peserta didik lainnya. Peserta didik yang menjadi pembimbing sebelumnya diberikan latihan atau pembinaan oleh konselor. Konferensi kasus, yaitu kegiatan untuk membahas permasalahan peserta didik dalam suatu pertemuan yang dihadiri oleh pihak-pihak yang dapat memberikan keterangan, kemudahan, dan komitmen bagi terentaskannya permasalahan

10

yang dialami peserta didik. Pertemuan konferensi kasus ini bersifat terbatas dan tertutup. i. Kunjungan rumah, yaitu kegiatan untuk memperoleh data atau keterangan tentang peserta didik tertentu yang sedang ditangani, dalam upaya mengentaskan masalahnya, melalui kunjungan ke rumahnya. 2.2 Konsep Dasar Supervisi Bimbingan dan Konseling Pelaksanaan program bimbingan dan konseling di sekolah masih memerlukan upaya perbaikan guna peningkatan kualitas program itu sendiri. Perbaikan kesalahan dan kelemahan tidak hanya ditujukan kepada program bimbingan dan konselingnya saja, tetapi terlebih terhadap personel yang berada di unit bimbingan dan konseling yaitu guru pembimbing atau konselor sekolah. Oleh karena itu, program bimbingan dan konseling memerlukan supervisi yang mampu menemukan kelemahan dan hambatan yang dialami saat pelaksanaan program bimbingan dan konseling. Supervisi sendiri merupakan bagian dari evaluasi program di mana di dalamnya memiliki fungsi untuk menganalisis kekurangan dan kelemahan dalam pelaksanaan program bimbingan dan konseling serta upaya untuk peningkatan kualitas program bimbingan dan konseling. Menurut Jones (dalam Nurihsan, 2005) supervisi itu mencakup dua bentuk kegiatan yaitu: 1. Sebagai

kontrol

kualitas

yang

direncanakan

untuk

memelihara,

menyelenggarakan, dan menentang perubahan, serta 2. Mengadakan perubahan, penataan, dan mengadakan perubahan perilaku.

11

Meskipun supervisi merupakan salah satu tahap penting dalam pengelolaan program bimbingan dan konseling, namun supervisi masih menghadapi berbagai masalah. Pidarta (2009) mengemukakan masalah utama supervisi bimbingan dan konseling adalah : 1. Istilah supervisor tidak ada 2. Pengadaan dan calon supervisor kurang tepat 3. Pengembangan supervisor kurang tepat 4. Ruang lingkup tugas supervisor terbatas 5. Sifat pembinaan guru termasuk guru pembimbing masih tradisional 2.2.1

Hakikat Supervisi Bimbingan dan Konseling Bernard dan Goodyear (Dunn, 2004) mendefinisikan supervisi bimbingan dan konseling sebagai berikut : An intervention that is provided by a senior member of the profession to a junior member of the same profession. This relationship is evaluative, extends over time, and has the simultaneous purposes of enhancing professional functioning of the junior member(s), monitoring the quality of professional services offered to the clients she, he, or they see(s), and serving as a gatekeeper for those who are to enter the particular profession. Definisi di atas berarti bahwa adanya kesediaan keterlibatan anggota profesi yang lebih senior kepada bawahannya dalam profesi yang sama. Hubungan ini berupa evaluasi, tidak terbatas waktu dan secara bersama bertujuan untuk meningkatkan profesionalitas jabatan pada diri

12

bawahannya, memonitoring kualitas dari layanan yang diberikan kepada klien (pseserta didik) dan melayani sebagai gatekeeper untuk mengetahui siapa yang masuk dalam profesi khusus. Definisi Bernard dan Goodyears (Dunn, 2004) fokus pada beberapa hal khusus. Watskin (Dunn, 2004) memaparkan bahwa hal yang harus diperhatikan dalam supervisi bimbingan dan konseling yaitu tujuan umum yang ingin dicapai dalam supervisi (bekerja untuk menambah profesionalitas

jabatan),

tugas-tugas

(mengevaluasi,

mengembangkan

dalam

melakukan

profesionalitas

lebih

supervisi

dalam,

dan

melayani sebagai gatekeeper). Karakteristik khusus ini mengarah pada pemahaman adanya kebutuhan supervisi untuk guru pembimbing di sekolah. Gysber dan Henderson (2006), supervisi merupakan bagian terintegral dari upaya mempromosikan pengembangan guru pembimbing serta layanan bimbingan dan konseling yang diberikan. Portman dan Henderson (Dunn) mengatakan bahwa supervisi menyediakan jalan untuk menetapkan praktik konseling yang inovatif serta membuka jalan untuk pengembangan pribadi guru pembimbing lebih jauh. Supervisi merupakan salah satu tahap penting dalam manajemen program bimbingan (Nurihsan, 2005). Unit bimbingan dan konseling merupakan bagian terintegrasi dari pendidikan oleh karena itu supervisi terhadap

layanan

bimbingan

dan

konseling

merupakan

upaya

pengembangan dan peningkatan situasi pembelajaran yang lebih kompleks

13

dimana menyangkut supervisi terhadap berbagai layanan yang diberikan oleh guru pembimbing. Crow dan Crow (dalam Nurihsan, 2005) berpendapat bahwa dalam kegiatan supervisi bimbingan, supervisor hendaknya menerima saransaran dari para konselor dalam hubungannya dengan permasalahanpermasalahan perubahan dan pengembangan kurikulum, penyesuaian kurikulum bagi siswa atau semua siswa atau siswa ke dalam program sekolah. Adapun manfaat supervisi dalam program bimbingan yang dipaparkan oleh Nurihsan (2005) ialah : a. Mengontrol kegiatan-kegiatan dari para personal bimbingan yaitu bagaimana pelaksanaan tugas dan tanggung jawab mereka masing-masing b. Mengontrol adanya kemungkinan hambatan-hambatan yang ditemui oleh para personel bimbingan dalam melaksanakan tugasnya masing-masing c. Memungkinkan dicarinya jalan keluar tehadap hambatanhambatan dan permasalahan-permasalahan yang ditemui. d. Memungkinkan terlaksananya program bimbingan secara lancar ke arah pencapaian tujuan sebagaimana yang telah ditetapkan. 2.3 Posisi Kepala Sekolah Sunaryo, dkk (2008) mengungkapkan bahwa salah satu personel Bimbingan dan Konseling ialah kepala sekolah. Kepala Sekolah sebagai penanggung jawab kegiatan pendidikan di sekolah secara menyeluruh, 14

khususnya pelayanan bimbingan dan konseling. Tugas kepala sekolah dan wakil kepala sekolah adalah mengkoordinasi segenap kegiatan yang direncanakan, diprogramkan dan berlangsung di sekolah, sehingga pelayanan pengajaran, latihan, dan bimbingan dan konseling merupakan suatu kesatuan yang terpadu, harmonis dan dinamis. Sunaryo, dkk (2008), menjelaskan mengenai tugas dan tanggung jawab kepala sekolah sebagai berikut : a. Menyediakan sarana dan prasarana, tenaga dan berbagai fasilitas lainnya untuk kemudahan bagi terlaksananya pelayanan bimbingan dan konseling yang efektif dan efisien. b. Melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap perencanaan dan pelaksanaan program, penilaian dan upaya tindak lanjut pelayanan bimbingan dan konseling. c. Mempertanggungjawabkan pelaksanaan pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah kepada pihak-pihak terkait, terutama Dinas Pendidikan yang menjadi atasannya. d. Menyediakan fasilitas, kesempatan dan dukungan dalam kegiatan kepengawasan yang dilakukan oleh pengawas sekolah bidang bimbingan dan konseling. Pidarta (2009) menyatakan bahwa dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari, kepala sekolah mempunyai lima macam posisi yaitu sebagai manajer, administrator, motor penggerak hubungan dengan masyarakat, pemimpin dan sebagai supervisor. Kepala sekolah adalah manajer terdepan dalam sistem persekolahan yang terdesentralisasi di tingkat kabupaten. Menurut teori modern, hanya manajer terdepan yang berhak menjadi supervisor. 2.4 Tujuan Supervisi Boyd (1978) megidentifikasikan beberapa tujuan supervisi bimbingan dan konseling yaitu :

15

a. Memfasilitasi perkembangan personal dan profesional guru bimbingan dan konseling b. Mempromosikan kompetensi guru bimbingan dan konseling c. Mempromosikan akuntabilitas program bimbingan dan konseling. Baik secara sendiri-sendiri maupun kolektif. 2.5 Pendekatan dan Metode Supervisi Bimbingan dan Konseling Boyd (1978) menyebutkan 3 pendekatan supervisi bimbingan dan konseling, yaitu pendekatan psikoterapetik (the psychotherapeutic approach to Counselor Supervision), pendekatan perilaku (the behavioral approach to Counselor Supervision) dan pendekatan sistem (the system approach to Counselor Supervision). Masing-masing pendekatan ini menekankan pada tujuan dan fungsi tertentu. Pendekatan psikoterapetik menekankan pada fungsi konseling, pendekatan perilaku menekankan fungsi pelatihan dan instruksional, dan pendekatan sistem menekankan pada fungsi evaluasi dan akuntabilitas program. Pada akhirnya antara pendekatan yang satu dengan yang lainnya bukan sesuatu yang dipertentangkan, melainkan harus digunakan secara komplementer. Hal yang terjadi di lapangan yaitu tidak ada praktik supervisi guru pembimbing yang murni sepenuhnya menggunakan pendekatan tunggal. Barret dan Schimdt (dalam Dunn, 2004) menguraikan jenis supervisi yang dibutuhkan guru pembimbing meliputi supervisi klinis, supervisi pengembangan dan supervisi administratif. Tujuan dari masing-masing supervisi tersebut dapat dilihat dalam uraian di bawah ini.

16

Tujuan supervisi klinis yaitu peningkatan ketrampilan professional dan fungsi-fungsi etis guru pembimbing yang sedang menerapkan ketrampilan professional dan nilai-nilainya. Dalam setting sekolah, peluang khas pengumpulan data untuk mendukung supervisi klinis cukup tersedia, seperti rekaman langsung, observasi, studi kasus dan konsultasi. Para supervisor klinis harus seorang guru pembimbing yang berkompeten dan berfungsi di dalam praktek supervisi. Tujuan supervisi pengembangan yaitu peningkatan program bimbingan dan konseling dan pengejaran perkembangan professional guru pembimbing. Sumber data yang mendukung supervisi pengembangan adalah rekaman tujuan-tujuan dan aktivitas yang dikerjakan untuk mencapai tujuan itu dan ukuran pencapaian tujuan, rencana program dan jadwal implementasi, self report, dan survey kepuasan konsumen. Supervisi pengembangan yang terbaik diselenggarakan oleh guru pembimbing yang kompeten yang berasal dari system yang sama seperti yag disupervisi. Tujuan supervisi administratif adalah jaminan bahwa guru pembimbing mempunyai kebiasaan pekerjaan yang patut dilakukan, mematuhi hukum dan kebijakan, hubungan baik dengan staf sekolah yang lain dan orang tua dan kegiatan kependidikan lainnya secara efektif dikerjakan di sekolah. Sumber data yang mendukung supervisi administratif adalah hal-hal seperti rencana kerja, pemeliharaan arsip, dan sistem dokumentasi dan bukti-bukti kerja tim. Supervisor guru pembimbing dan administrator bisa menjadi provider supervisi ini. Dalam

konteks

peningkatan

mutu

kinerja

profesional

guru

pembimbing, ketiga jenis pendekatan itulah yang memiliki peranan yang amat penting. Barbara et al (dalam Taufiq, 2008) kinerja guru pembimbing akan terganggu ketika supervisi adsminitratif dilakukan oleh kepala sekolah atau administrator lainnya, karena keduanya tidak memahami peran dan fungsi guru pembimbing atau standar-standar etik yang dipegang teguh oleh guru pembimbing. Dalam praktiknya di lapangan jarang menggunakan satu pendekatan tunggal seutuhnya. Pendekatan tersebut satu sama lain saling melengkapi, satu sama lain mempunyai kelebihan dan kelemahan masing-masing. Sebagaimana dikemukakan Taufiq (2008) bahwa supervisor yang “kaya

17

metodologi” diperkirakan lebih mampu menghadapi situasi yang mendesak dengan menggunakan berbagai aktivitas dan seperangkat teknik eklektik yang tepat. Supervisor dapat merespon situasi yang muncul dengan penuh percaya diri serta dapat merencanakan dan melaksanakan program supervisi dengan menggabungkan berbagai metodologi. 2.6 Kerangka Pemikiran Kegiatan Bimbingan dan Konseling di sekolah selalu memiliki layanan bimbingan dan konseling. Secara administratif program bimbingan dan konseling yang berisi berbagai layanan bimbingan dan konseling sudah tersusun dengan baik. Pertanyaannya adalah apakah layanan bimbingan dan konseling yang sudah terencana dengan baik tersebut sudah dilaksanakan dengan baik dan berkualitas. Berdasarkan hal tersebut perlu adanya supervisi dalam pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling. Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa sekolah di Salatiga, supervisi terhadap layanan bimbingan dan konseling ada yang pernah mendapatkan supervisi dan ada yang belum pernah mendapat supervisi. Sekolah yang sudah disupervisi, perlu diketahui supervisi semacam apa yang terlaksana dan apa hasil dari supervisi bagi layanan bimbingan dan konseling, dan bagi yang tidak mendapat supervisi bagaimana kualitas layanan bimbingan konseling yang diberikan di sekolah. Melalui supervisi terhadap layanan bimbingan dan konseling apakah menjamin ditemukan kelemahan dan mampu mencari jalan keluar guna peningkatan kualitas layanan bimbingan dan konseling. Pelaksanaan supervisi terhadap pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling memiliki pengaruh 18

yang sangat kuat terhadap peningkatan kualitas layanan bimbingan dan konseling di sekolah apabila dilaksanakan secara berkesinambungan dan terarah. Apabila tidak terlaksana menjadi pertanyaan besar mengenai kualitas layanan bimbingan dan konseling yang dilakukan di sekolah. Berdasarkan penelitian Baktinia (2012) yang berjudul “Pengaruh Supervisi Kepala Sekolah terhadap Kinerja Guru dan Hasil Belajar Siswa” (Studi tentang Pengaruh Supervisi Kepala Sekolah SMP terhadap Kinerja Guru dan Hasil Belajar Siswa pada SMPN di Lingkungan Dinas Pendidikan Kota Bandung), Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat (1) pengaruh positif dan signifikan dari supervisi kepala sekolah terhadap kinerja guru; (2) pengaruh positif dan signifikan dari subvariabel supervisi kepala sekolah terhadap kinerja guru; (3) pengaruh positif dan signifikan dari supervisi kepala sekolah terhadap subvariabel kinerja guru; (4) pengaruh positif dan signifikan dari kinerja guru terhadap hasil belajar siswa; (5) pengaruh positif dan signifikan dari subvariabel kinerja guru terhadap hasil belajar (6) pengaruh positif dan signifikan dari kinerja guru terhadap sub variabel hasil belajar siswa; (7) pengaruh positif dan signifikan dari supervisi kepala sekolah terhadap hasil belajar; dan (8) pengaruh positif dan signifikan dari supervisi kepala sekolah dan kinerja guru secara bersama-sama terhadap hasil belajar. Baktinia (2012) menyimpulkan bahwa supervisi kepala sekolah memberikan dampak yang penting terhadap peningkatan kinerja guru terutama untuk meningkatkan mutu proses pembelajaran dan hasil belajar siswa.

19