BAB II KONSEP DASAR A. Pengertian Vesikolithiasis adalah batu dalam kandung kemih dapat terbentuk ditempat atau berasal dari ginjal masuk ke dalam kandung kemih. Karena kandung kemih berkontraksi untuk mengeluarkan air kencing maka batu tertekan pada trigonum yang peka itu, maka menyebabkan sangat sakit. Bisanya terdapat sedikit hematuri dan infeksi sering menyertai keadaan ini (Pearce, 1999). Vesikolithiasis adalah bentuk deposit mineral, paling umum oksalat Ca2+ dan fosfat Ca2+. Namun asam urat dan kristal lain pembentuk batu. Meskipun batu ini dapat berbentuk dimana saja dari saluran perkemihan. Batu ini sering ditemukan pada pelvis dan koliks ginjal. Batu ini tetap disimpatik sampai keluar ke dalam uroter maupun kandung kemih sehingga aliran urine terhambat bila potensia untuk kerusakan ginjal adalah akut. (Doengoes ME, 2000). Berdasarkan definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa vesikolithiasis adalah batu yang terdapat pada kandung kemih yang terdiri atas subtans yang membentuk kristal seperti kalsium, fosfat kalsium, asam urat dan magnesium. Batu dapat menyebabkan obstruksi, infkesi atau edema saluran perkemihan sehingga aliran urine terhambat bila potensial untuk kerusakan ginjal adalah akut. B. Anatomi dan Fisiologi 1. Anatomi Vesika urinaria merupakan kantong muscular yang berfungsi untuk menampung sementara urine, terletak didalam cavum pelvis, tepat dorsal
6
os pubis. Vesika urinaria dengan os pubis dipisahkan adanya spatium rotropubic cavum retzii. Di dorsal vesika urinaria, pada laki-laki terdapat rectum dan pada wanita ada uterus, portio supravaginalis dan vagina. Bentuk dan ukuran vesika urinaria dipengaruhi oleh derajat pengisian dan organ di sekitarnya. Vesika urianaria inferior pad wanita berhadapan dengan diafragma pelvis dan pada laki-laki berhadapan dengan prostate. Pada permukaan dalam vesika urinaria terdapat dua osteum uorteris dan satu ostium urethrae. Di antara ke tiga trigonum visicae licin, rata dan melekat erat dengan banguan yang ada di superficialnya.
Di lantai
trigonum visicae terdapat musculus trigonalis, muculus ini merupakan lanjutan tunika muscularis ureter.
Musculus trigonalis ke anterior,
mengadakan kondensasi membentuk uvula visicae pada tepi otium medius prostate, atau oleh kedua bangunan tersebut secara bersamaan. Di antara kedua ostium ureteris terdapat plica interuretica yang ditimbulkan oleh lanjutan stratum longitudinale tunika muscularis ureter. Bentuk kandung kemih seperti kerucut yang dikelilingi oleh otot yang kuat, berhubungan dengan ligamentum vesika umbilikalis medius : Bagian vesika urinaria terdiri dari : a. Fundus yaitu bagian yang menghadap ke belakang dan bawah. Bagian ini terpisah dari rectum oleh spatium rectovesikale yang terisi oleh jaringan ikat duktus deferent, vesika seminalis dan prostate. b. Korpus yaitu bagian antara verteks dan fundus. c. Verteks, bagian yang ke arah muka dan berhubungan dengan ligamentum vesika umbilikalis.
7
Mukosa kandung kemih terdiri atas lapisan epitel transitional yang tebal (5-8 lapis sel) dengan sel-sel basal yang berbentuk torak. Permukaan mukosa
lumen
kandung
kemih
ini
mensekresi
suatu
lapisan
clicosaminoglycans, yang merupakan suatu protein yang melindungi kandung kemih dari infiltrasi bakteri atau zat-zat yang bersifat karsinogenik. (Tucker, 1993). Di bawah lapisan mukosa terdapat lapisan tunika propia yang longgar, di sini sering dijumpai serbukan tunika muskularis yang terdiri atas otot-otot polos yang tersebar merata dimana pada muara ureter dan uretra otot ini lebih padat dan membentuk spingter. Lapisan paling luar adalah lapisan sorosa, yang berupa selaput tipis dan hanya terdapat pada bagian kandung kemih yang berhubungan dengan peritoneum. Peritoneum dapat digerakan membentuk lapisan dan menjadi lurus apabila kandung kemih berisi penuh. (Syaifuddin, 1997) Gambar
8
2. Fisiologi Kandung kemih dapat mengembang dan mengempis sepertti balon karet, terletak di belakang simpisis pubis di dalam rongga pangul. Memiliki 2 fungsi yaitu sebagai tempat penyimpanan kemih sebelum meninggalkan tubuh dan dibantu oleh urethra kandung kemih berfungsi mendorong kemih keluar tubuh. Proses miksi (rangsangan berkemih) yaitu distensi kandung kemih, oleh air kemih akan merangsang stress dengan jumlah ± 250 cc sudah cukup untuk merangsang berkemih (proses miksi). Akibatnya akan terjadi refleks kontraksi dinding kandung kemih, dan pada saat yang sama terjadi relaksasi spinter internus, segera diikuti oleh relaksasi spinter eksterus, akhirnya terjadi pengosongan kandung kemih. Rangsangan yang menyebabkan kontraksi kandung kemih dan relaksasi spinter internus. Dihantarkan melalui serabut-serabut saraf para simpatis.
Kontraksi spinter eksternus secara volunter bertujuan untuk
mencegah atau menghentikan miksi, control volunter ini hanya mungkin bila saraf-sarat yang menangani kandung kemih urethra, medulla spinalis dan otak masih utuh. Bila ada kerusakan pada saraf-saraf tersebut maka akan terjadi inkontensia urine (urine keluar terus-menerus tanpa disadari) dan retensi urine (kencing tertahan). (Syaifuddin, 1997).
9
C. Etiologi/presipitasi 1. Etiologi a. Hiperkalsiuria : dimana jumlah kalsium urine berlebihan -
hiperkalsiuria
idiopatik
(melalui
hiperkalsiuria
disebabkan
masukan tinggi natrium kalsium dan protein) -
Kelebihan vitamin D atau kelebihan kalsium
b. Hiperoxaluria : adalah produksi oksalat yang berlebihan dimana diantaranya disebabkan oleh : -
Hiperoxaluria primer
-
Oral dan inhalasi, pemakaian vitamin C yang berlebihan atau dosis tinggi dalam waktu yang lama
-
Mehaoxyflurane (obat bius)
-
Hyperoxaluria ruternik
c. Hiperuritusuria : mempengaruhi pertumbuhan batu kalisum oksalat d. Penyebab terjadinya batu asam urat -
Asupan protein hewani meningkatkan ekskresi asam urat dan kalsium
-
Obat-obatan seperti : progenicid meningkatkan kadar dan ekskresi asam urat.
e. Penyebab terjadinya batu sistin jarang terjadi, umumnya herediter, bila terjadi menyebabkan dekstruksi progresif. f. Penyebab terjadinya batu struvit
10
-
Umumnya
terjadi
mikroorganisme
pada
proteus
wanita, dan
sebagai
klebsiela,
akibat
yang
innfeksi
mempoduksi
amonium konsentrasi tinggi dan akan memecah area batu ini khas membentuk batu staghorn pada pelvis ginjal. 2. Faktor predisposisi a. Faktor endogen yaitu factor genetic familial, misalnya pada : -
Hiperkalsiura primer : kelainan metabolik dini dapat berupa hiperabsorbsi reabsorbsi
kalisum
kalsium
hiperkalsiurria.
dalam
dalam
pencernaan
tubuli
ginjal
atau
penurunan
sehingga
terjadi
Batu karena hiperkalsiura primer in biasanya
didapatkan pada penderita dengan sosial ekonomi yang baik, diet protein hewani yang tinggi. -
Hiperoxaluria : suatu kelainan herediter yang diturunkan secara resersif.
-
Faktor keturunan : anggota keluarga penderita batu urine lebih banyak kemungkinan menderita penyakit yang sama dibanding dengan keluarga bukan penderita batu urine.
-
Jenis kelamin : pria lebih banyak menderita batu kandung kemih dibanding dengan wanita
-
Ras : batu kandung kemih lebih sering dijumpai di Asia dan Afrika, sedangkan di Amerika (baik kulit putih dan kulit hitam) dan Eropa jarang.
b. Faktor eksogen
11
-
Pekerjaan : pekerja kasar dan petani lebih banyak bergerak dibandingkan dengan pegawai kantor, penduduk kota yang lebih banyak duduk di waktu bekerja, ternyata lebih sedikit menderita batu ureter.
-
Air : banyak minum dapat menyebabkan diuresis, mencegah pembentukan batu. Kurang minum mengurangi diuresis, kadar substansi dalam urine meningkat, mempermudah pembentukan batu.
-
Diet : mempunyai resiko terjadinya batu
-
Keadaan sosial ekonomi : di negara maju/industri atau golongan sosial ekonomi yang tinggi lebih banyak makan protein, terutama protein hewani, juga karbohidrat dan gula, ini lebih sering menderita batu urine bagian atas.
Sedangkan pada negara
berkembang atau orang yang sering makan vegetarian dan kurang protein hewani sering menderita urine bagian bawah. -
Suhu, infeksi, obat-obatan ( Soeparman, 1999 :337 ) ( Brunner & Suddarth, 2002 :1460 ) ( www.google.com )
D. Patofisiologi Batu dalam perkemihan berasal dari obstruksi saluran kemih, baik parsial maupun lengkap. Obstruksi yang lengkap dapat berakibat menjadi hidronefrosis.
12
Batu saluran kemih merupakan kristalisasi dari mineral dari matriks seputar, seperti pus, darah, tumor atau urat. Komposisi mineral dari batu bervarriasi, kira-kira ¾ bagian dari batu adalah kalsium fosfat, asam/urine dan custine. Peningkatan konsentrasi larutan urine akibat dari intake cairan yang rendah dan juga peningkatan bahan organik akibat ISK atau urine statis, mesajikan sarang untuk pembentukan batu, ditambah adanya infeksi, meningkatkan lapisan urine yang berakibat presipitasi kalsium fosfat dan magnesium ammonium fosfat (Long, 1999 : 323). Teori pembentukan batu menurut (Soeparman, 1999 : 337) antara lain : 1. Teori inti matriks Terbentuknya batu saluran kemih memerlukan adanya substansia organic sebagai inti, terutama dari mukopolisakarida dan mukoprotein yang akan mempermuah kristalisasi dan agregasi substansi pembentuk batu. 2. Teori supersaturasi Terjadinya kejenuhan substansi pembentuk dalam urine seperti sistin, asam urat, kalisum oksalat akan mempermudah terbentuknya batu. 3. Teori presipitasi kristalisasi Perubahan pH urine akan mempengaruhi solubilitas susbtansi dalam urine yang bersifat alkali akan mengendap garam-garam fosfat. 4. Teori berkurangnya faktor penghambat Berkurangnya faktor penghambat seperti peptid, fosfat, pirofosfat, polifosfat, sitrat, magnesium, asam mukopolisakarida akan mempermudah terbentuknya batu saluran kenicng.
13
E. Manifestasi Klinik Tanda dan gejala Vesikolithiasis menurut Brunner & Sudarth (2002 : 1460) dan Soeparman (1999 : 337) adalah : 1. Kencing kurang lancar tiba-tiba terhenti sakit yang menjalar ke penis bila pasien merubah posisi kencing lama, pada anak-anak mereka akan berguling-guling dan menarik penis. 2. Kalau terjadi infeksi ditemukan tanda : sistitis, kadang-kadang terjadi hematuria. 3. Adanya nyeri tekan suprasimpisis karena infeksi / teraba adanya urine yang banyak (retensi). 4. Hanya pada batu besar yang dapat diraba secara bimanual. 5. Pada pria di atas 50 tahun bisanya ditemukan pembesaran prostat. 6. Demam akibat obstruksi saluran kemih memerlukan dekompensasi segera. 7. Koliks. 8. Rasa terbakar pada saat ingin kencing dan setelah kencing. F. Penatalaksanaan Tujuan dasar penatalaksanaan adalah untuk menghilangkan batu, menentukan jenis batu, mencegah kerusakan nefron, mengedalikan infeksi dan mengurangi
obstruksi
yang
terjadi.
Adapun
penatalaksanaan
pada
Vesikolithiasis menurut Soeparman ( 1999) dan Smeltser (2001) antara lain ialah : 1. Penanganan nyeri
14
Tujuan segera dari penanganan kolik renal atau reteral adalah untuk mengurangi nyeri sampai penyebabnya dapat dihilangkan : morfin diberikan untuk mencegah syok dan sinkop akibat nyeri yang luar biasa. Mandi air panas atau air hangat di area panggul dapat bermafaat.
2. Terapi nutrisi dan medikasi Terapi nutrisi berperan penitng dalam mencegah batu renal. Masukan cairan yang adekuat dan menghindari makanan tertentu dalam diet yang merupakan bahan utama pembentuk babtu (misal : kalsium) efektif untuk mencegah pembentukan batu atau lebih jauh meningkatkan ukuran batu yang telah ada. Beberapa terapi medikasi menurut jenis batunya, antara lain : a. Batu kalsium dapat diturunkan dengan diet rendah kalsium, amonium klorida atau asam asetohidroksemik (lithostat) b. Batu fosfat dapat diturunkan dengan jeli aluminium hidroksida c. Batu urat / asam urat dapat diturunkan dengan allofurinol (zyloprime). d. Batu osksalat bisa diturunkan dengan pembatasan pemasukan oksalat, terapi gelombang kejut ekstrokoproreal, pengangkatan batu perkutan atau uretroskopi . 3. Litrottipsi gelombang kejut ekstrokoproreal (ESWL) adalah prosedur non infasif yang digunakan untuk menghancurkan batu di koliks ginjal. Setelah batu tersebut pecah menjadi bagian yang kecil, seperti pasir sisasisa batu tersebut dikeluarkan secara spontan.
15
4. Metode endourologi pengangkatan batu Bidang endourologi mengembangkan ahli radiologi dan urologi untuk mengangkat batu renal tanpa pembedahan. 5. Uretroskopi Uretroskopi mencangkup visualisasi dan akses ureter dengan memasukan suatu alat uretroskop melalui sistokop. Batu dapat dihancurkan dengan mengunakan laser, lithotrispsi elektrohidrolik atau ultrasound kemudian diangkat. 6. Pelarutan batu Infus cairan kemolitik (misal : agen pembuat basa (acylabina) dan pembuat asam (acydifyng).
Untuk melarutkan batu dapat dilakukan
sebagai alternatif penanganan terapi pasien kurang beresiko terhadap terapi lain dan menolak metode lain atau mereka yang memiliki batu yang mudah larut (struvit) 7. Pengangkatan batu pada kandung kemih dengan cara : vesikolitotomi (pengangkatan batu pada kandung kemih).
G. Komplikasi Adapun
komplikasi
yang
mungkin
muncul
pada
penderita
vesikolithiasis adalah : 1. ISK ( infeksi saluran kemih) (Tucker, 1998 : 578) 2. Hidronefrosis (long, 1998 : 323) 3. Hipertensi (Tucker, 1998 : 578) 4. Gagal ginjal (Tucker, 1998 : 578)
16
H. Pengakajian 1. Demografi : -
Usia
: paling sering didapatkan pada usia 30 sampai 50 tahun
-
Jenis kelamin
: banyak ditemukan pada pria dibandingkan wanita
-
Suku/bangsa
: banyak ditemukan pada bangsa Asia dan Afrika.
-
Pekerjaan
: orang yang pekerjaan banyak duduk / kurang aktivitas (sedentary life)
2. Riwayat penyakit sekarang Keluhan utama yang se ring terjadi pada klien batu kandung kemih adalah nyeri pada kandung kemih yang menjalar ke penis, berat ringannya tergantung pada lokasi dan besarnya batu, dapat terjadi nyeri/kolik renal. Klien dapat juga mengalami gangguan gastrointestinal dan perubahan dalam eliminasi urine. 3. Riwayat penyakit dahulu Keadaan atau penyakit-penyakit yang pernah diderita oleh penderita yuang mungkin berhubungan dengan batu saluran kemih antara lain infeksi kemih, hiperparatirodisme, penyakit inflamasi usus, gout, keadaankeadaan yang mengakibatkan hiperkaslemia, immobilisasi lama dan dehidrasi (Carpenito, 2001). 4. Riwayat penyakit keluarga Beberapa penyakti atau kelainan yang sifatnya herediter dapat menjadi penyebab terjadinya batu ginjal antara lain riwayat keluarga dengan renal
17
tubular acidosis (RTA), cystinuria, xanthinuria, dan dehidroxinadeninuria (Munver dan Preminger, 2001) 5. Pola fungsional a. Pola persepsi dan pemerliharaan kesehatan Klien bisanya tinggal pada lingkungan dengan temperatur panas dan lingkungan dengan kadar kalsium yang tinggi pada air. Terdapat riwayat penggunan alkohol, obat-obatan seperti antibiotik, anti hipertensi, natrium bikarbonat, alupurinol dan sebagainya. Aktivitas olah raga tidak penah dilakukan (Doengoes, 1999) b. Pola nutrisi dan metabolisme Adanya asupan dengan diit tinggi purin, kalisum oksalat, dan fosfat. Terdapat juga ketidakcukupan intake cairan. Klien BSK dapat mengalami mual/muntah, nyeri tekan abdomen (Doengoes, 1999). c. Pola eliminasi Pada klien BSK terdapat riwayat adanya ISK kronis, adanya obtruksi sebelumnya sehingga dapat mengalami penurunan haluaran urine, kandung kemih terasa penuh, rasa terbakar saat berkemih, sering berkemih dan adanya diare (Doengoes, 1999). d. Pola istirahat tidur Klien BSK dapat mengalami gangguan pola tidur apabila nyeri timbul pada malam hari/saat tidur (Doengoes, 1999). e. Pola aktivitas
18
Adanya riwayat keterbatasan aktivitas, pekerjaan monoton ataupun imobilisasi sehubungan dengan kondisi sebelumnya (contoh penyakit tak sembuh, cedera medulla spinalis) (Doengeos, 1999). f. Pola hubungan dan peran Didapatkan riwayat klien tentang peran dalam keluarga dan masyarakat. Interaksi dengan keluarga dan orang lain serta hubungan kerja, adakah perubahan atau ganguan (capernito, 1999). g. Pola persepsi dan konsep diri Klein dapat melaporkan adanya keresahan gugup atau kecemasan yang dirasakan sebagai akibat kurangnya pengetahuan tentang kondisi, diagnosa dan tindakan operasi (Engram, 1998). h. Pola kognitif-perseptual Didapatkan adanya keluhan nyeri, nyeri dapat akut ataupun kolik tergantung lokasi batu (Doengoes, 1999) i.
Pola repdoduksi dan seksual Dikaji tentang pengetahuan fungsi seksual, adakah perubahan dalam hubungan seksual karean perubahan kondisi yang dialami (Engram, 1998)
j.
Pola koping dan penanganan stress Dikaji tentang mekanisme klien terhadap stress, penyebab stressnya yang
mungkin
diketahui,
bagaimana
mengambil
keputusan.
(Capernito, 1999). k. Pola tata nilai dan kepercayan
19
Bagaimana praktek religius klien (type, frekuensi) dengan apa (siapa) klien mendapat sumber kekuatan/makna (Capernito, 1999) 6. Pemeriksaan fisik a. Tanda-tanda vital : peningkatan tekanan dan nadi, peningkatan suhu bila dijumpai infeksi b. Kulit : hangat dan kemerahan, pucat c. Abdomen : adanya nyeri tekan abdomen, distensi abdominal, penurunan atau tidak adanya bising usus. 7. Pemeriksaan Diagnostik a. Urinalisa : warna mungkin kuning, coklat gelap, berdarah : secarea umum menunjukkan SDM, SDP, kristal (sistin, asa, urat, kalsium osakat), serpihan, mineral,
bakteri, PUS :
pH mungkin asam
(peningkatan magnesium, fosfat ammonium / batu kalsium fosfat. b. Urine (24 jam) : kreatinin, asam urat, kalisum, fosfat, oksalat/sistin mungkin meningkat. c. Kusltur urine : mungkin menunjukkan ISK ((Stapylococcus Aureus, proteus, klebseila, pseudomonas) d. Survei biokimia : peningkatan kadar magnesium, kalisum, asam urat, protein, elektrolit. e. BUN/kreatinin serum dan urine : abnormal (tinggi pada serum / rendah pada
urine)
sekunder
tingginya
batu
osbtruksi
pada
ginjal
menyebabkan iskemia/nekrosis.
20
f. Kadar klorida dan bikarbonat serum : peningkatan kadar klorida dan penurunan kadar bikarbinat menunjukkan tarjadinya asidosis tubulus ginjal g. Hitung darah lengkap : SDP mungkin meningkat menunjukkan infeksi / septilumia. h. SDM : biasanya normal i. Hb/Ht : abnormal bila klien dehidrasi berat / polisitenia terjadi (mendorong
presipitasi
pemadatan)
/anemia
(peradarahan,
disfungsi/gagl ginjal) j. Hormon paratiroid : mungkin meningkat jika gagal ginjal (PTH merangsang reabsorbsi kalsium dari tulang meningkatkan sirkulasi serum dan kalsium urine k. Foto rotgen KUB : menunjukkan adanya kalkuli atau perubahan anatomic pada area ginjal dan sepanjang ureter. l. IVP : memberikan konfirmasi cepat urolithiasis seperti penyebab nyeri abdominal atau panggul.
Menunjukkan abnormalitas pada struktur
anatomic (distensi ureter) dan garis bentuk kalkuli. m. Sistouterkopi
:
visualisasi
langsung
kandung
kemih
dapat
menunjukkan batu /efek-efek obtruksi. (Doengoes, 1999)
21
I. PATHWAYS Dehidrasi
Pe↑ bahan organik akibat ISK / urine statis
Pe↑ konsentrasi larutan urine
Pe↑ kalsium, Pe↑ oksalat, Pe↑ekresi asam urat, Pe↑ ureum
Pembentukan batu Ginjal Ureter
Vesika urinaria Vesikolithiasis Obstruksi Pengeluaran urine terganggu Retensio Urine Perubahan eliminasi urine
Vesika urinaria penuh Otot detrusor berkontraksi Urine tidak dapat dikeluarkan karena adanya obstruksi
Kontraksi meningkat Menekan saraf
Nyeri Intoleran aktivitas
Gangguan pola tidur
Gangguan rasa nyaman nyeri
Bising usus me Distensi abdominal Mual muntah Resiko kekurangan cairan
Sumber
: Doengoes, (1999), Long, (1999), Brunner & Suddarth (2001) 22
J. Diagnosa Keperawatan 1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan peningkatan frekuensi atau dorongan kontraksi vesika urinaria (Doengoes, 1999) 2. Perubahan pola eliminasi urine berhubungan dengan stimulasi kandung kemih oleh batu, obtruksi mekanik, inflamasi (Doengoes, 1999) 3. Resiko tinggi defisit volume cairan berhubungan dengan mual/muntah (iritasi saraf (Doengoes, 1999). 4. Intoleran aktifitas berhubungan dengan kelemahan umum (Doengoes, 1999) 5. Gangguan pola tidur berhubungan dengan faktor internal :proses penyakit, stres psikologis, ketidakaktifan (Doengoes, 1999).
K. Intervensi Keperawatan 1.
Nyeri berhubungan dengan cedera jaringan sekunder terhadap batu kandung kemih dan spasme otot polos Tujuan
: rasa nyeri berkurang/hilang
KH
: Menunjukan nyeri berkurang sampai hilang, ekspresi wajah rileks, skala nyeri 3.
Intervensi
:
a. Catat lokasi, lamanya intensitas nyeri (skala nyeri 0 – 10) dan penyebarannya Rasional : membantu mengevaluasi tempat obstruksi dan kemajuan gerakan kulkus. Nyeri panggul sering menyebar, nyeri
23
tiba-tiba dan hebat dapat mencetuskan ketakutan, gelisah dan ansietas sampai tingkat berat/panic. b. Jelaskan penyebab nyeri dan pentingnya melaporkan ke staf terhadap perubahan kejadian/karakteristik nyeri Rasional : memberikan kesempatan untuk pemberian analgesic sesuai waktu (membantu meningkatkan koping klien dan dapat menurunkan ansietas. c. Berikan tindakan untuk meningkatkan kenyamanan seperti pijatan punggung, lingkungan, dan istirahat. Rasional : memberikan relaksasi, menurunkan ketegangan otot dan meningkatkan koping. d. Bantu/dorong penggunaan nafas berfokus, bimbingan imajinasi dan aktivitas terapeutik Rasional : mengarahkan kembali perhatian dan membantu dalam relaksasi otot e. Kolaborasi, berikan obat sesuai indikasi Rasional : biasanya diberikan pada episode akut untuk menurunkan kolik uretral dan meningkatkan relaksasi otot. 2.
Perubahan eleminasi berhubungan dengan stimulasi kandung kemih oleh batu, obstruksi mekanik, inflamasi. Tujuan
: klien berkemih dengan jumlah normal dan pola biasa /tidak ada gangguan
24
KH
: jumlah urine 1500 ml/jam dan pola biasa, tidak ada distensi kandung kemih dan edema
Intervensi : a. Monitor pemasukan dan pengeluaran serta karakteristik urine Rasional : Memberikan informasi tentang fungsi ginjal dan adanya komplikasi, contoh infeksi dan pendarahan. b. Tentukan pola berkemih norml klien dan perhatikan variasi Rasional : Kalkulus dapat menyebabkan eksitabilitas saraf, yang menyebabkan sensasi kebutuhan berkemih segera. c. Dorong klien untuk meningkatkan pemasukan cairan Rasionalnya
: peningkatan hidrasi membilas bakteri, darah dan
debris dan dapat membantu lewatnya batu. d. Periksa semua urine, catat adanya keluaran batu dan kerem ke laboratorium untuk dianalisa. Rasionalnya : penemuan batu meningkatkan identifikasi tipe batu dan mempengaruhi pilihan terapi. e. Selidiki keluhan kandungan kemih penuh : palpasi untuk distensi suprapubik. Rasionalnya : retensi urin dapat terjadi, menyebabkan distensi jaringan (kandung kemih atau ginjal), dan potensial resiko infeksi, gagal ginjal. f. Kolaborasi berikan obat sesuai indikasi : alupurenol (ziloprim), asetazolamid (diamox)
25
Rasionalnya
:
meningkatkan
pH
urine
(alkalinitas),
untuk
menurunkan batu asam. 3.
Resiko tinggi defisit volume cairan berhubungan dengan mual, muntah Tujuan
: klien dapat mempertahankan keseimbangan cairan adekuat
KH
: - tekanan darah 120/85 mmHg -
nadi 60-100x/menit
-
BB dalam rentang normal
-
Membrane mukosa lembab
-
Turgor kulit baik
Intervensi : a. Monitor pemasukan dan pengeluaran cairan Rasionalnya : membantu dalam evaluasi adanya atau derajat statis atau kerusakan ginjal. b. Catat insiden muntah, diare. Perhatikan karakteristik dan frekuensi muntah/diare, jaga kejadian yang menyertai/mencetuskan Rasionalnya : pencatatan dapat membantu mengesampingkan kejadian
abdominal
lain
yang
menyebebabkan
nyeri
atau
menunjukkan kalkulus. c. Tingkatkan pemasukan cairan sampai 3-4 L/hari dalam toleransi jantung. Rasionalnya
:
mempertahankan
keseimbangan
cairan
untuk
homeostatis juga tindakan “mencuci” yang dapat membilas batu keluar.
26
d. Awasi tanda vital, evaluasi nadi, pengisian kapiler, turgor kulit dan membrane mukosa. Rasionalnya : indikator hidrasi atau volume sirkulasi dan kebutuhan intervensi. e. Berikan obat sesuai dengan indikasi : antiemetik, contoh : proklorperazin (compazin) Rasionalnya : menurunkan mual muntah 4.
Intoleran aktifitas berhubungan dengan kelemahan umum Tujuan
: pola aktivitas terpenuhi
KH
: klien menunjukkan pola aktivitas
Intervensi : a. Kaji kemempuan pasien untuk melakukan tugas Rasionalnya : mempengaruhi pilihan intervensi atau bantuan b. Berikan
lingkungan
tenang,
pertahankan
tirah
baring
bila
diindikasikan. Rasionalnya : meningkatkan istirahat dan ketenangan c. Berikan bantuan dalam aktivitas atau ambulasi bila perlu, memungkinkan pasien untuk melakukannya sebanyak mungkin. Rasionalnya : membantu bila perlu harga diri ditingkatkan bila pasien melakukan sesuatu sendiri. d. Tingkatkan tingkat aktivitas sesuai toleransi Rasionalnya : meningkatkan secara bertahap tingkat aktivitas sampai normal dan memperbaiki tonus otot atau stamina tanpa kelemahan. e. Anjurkan pasien untuk menghentikan aktivitas bila nyeri. Rasionalnya : untuk menurunkan rasa nyeri saat aktivitas
27
5.
Gangguan pola istirahat tidur berhubungan dengan nyeri abdomen Tujuan
: pasien dapat tidur dan istirahat dengan nyaman
KH
: - Pasien tidur kurang lebih 6-8 jam - Raut muka segar
Intervensi : a. Mengkaji kebutuhan tidur dan penyebab kurang tidur Rasionalnya : mengetahui permasalahan pasien dalam pemenuhan kebutuhan istirahat tidur b. Berikan tempat tidur yang nyaman dan beberapa milik pribadi bantal, guling Rasionalnya : meningkatkan kenyamanan tidur serta dukungan fisiologis atau psikologis. c. Tingkatkan regimen kenyamanan waktu tidur misal, mandi hangat dan masase. Rasionalnya : meningkatkan efek relaksasi d. Intruksikan tindakan relaksasi Rasionalnya : membantu dalam menginduksi tidur e. Dorong posisi nyaman, bantu dalam mengubah posisi Rasionalnya : perubahan posisi mengubah area tekanan dan meningkatkan istirahat.
28