BAB II SH - digilib.unimus.ac.id

6 BAB II KONSEP TEORI A. Pengertian Menurut WHO, stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau...

5 downloads 462 Views 580KB Size
BAB II KONSEP TEORI A. Pengertian Menurut WHO, stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler (Susilo, 2000). Stroke hemoragik adalah disfungsi neurologis fokal yang akut dan disebabkan oleh perdarahan primer substansi otak yang terjadi secara spontan bukan oleh karena trauma kapitis, disebabkan oleh karena pecahnya pembuluh arteri, vena, dan kapiler (Djoenaidi Widjaja et. al, 1994) yang dikutip oleh Muttaqin, 2008. Stroke hemoragik adalah stroke yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak. Stroke adalah suatu gangguan fungsi saraf akut yang disebabkan oleh karena gangguan peredaran darah otak dimana secara mendadak (dalam beberapa detik) atau secara cepat (dalam beberapa jam) timbul gejala dan tanda yang sesuai dengan daerah fokal di otak yang terganggu (Pertiwi, 2010). Stroke hemoragik adalah stroke yang terjadi akibat perdarahan intrakranial atau intraserebri meliputi perdarahan di dalam ruang

6

subarachnoid atau di dalam jaringan otak sendiri. Perdarahan ini dapat terjadi karena aterosklerosis dan hipertensi. Pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan perembesan darah ke dalam parenkim otak yang dapat mengakibatkan penekanan, pergeseran, dan pemisahan jaringan otak yang berdekatan, sehingga otak akan membengkak, jaringan otak tertekan sehingga terjadi infark otak, edema, dan mungkin herniasi otak (Pertiwi, 2010). Beberapa uraian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa stroke hemoragik adalah salah satu jenis stroke yang disebabkan karena pecahnya pembuluh darah otak yang menyebabkan gangguan peredaran darah otak sehingga menimbulkan gangguan fungsi saraf akut dimana secara mendadak dan cepat timbul gejala dan tanda yang sesuai dengan daerah fokal otak yang terganggu. B. Anatomi dan Fisiologi 1. Otak Otak manusia berisi hampir 98% jaringan saraf tubuh atau sekitar 10 miliar neuron yang menjadi kompleks secara kesatuan fungsional. Berat otak sekitar 1,4 kg dan mempunyai volume sekitar 1200 cc (71 in.3). Otak laki-laki 10% lebih besar dari perempuan dan tidak ada korelasi yang berarti antara besar otak dengan tingkat intelegensi. Seseorang dengan ukuran otak kecil (750 cc) dan ukuran otak besar (1200 cc) secara fungsional adalah sama menurut Simon & Scuster,

7

1998 (Muttaqin, 2008). Otak manusia kira-kira merupakan 2% dari berat badan orang dewasa. Otak menerima 15% dari curah jantung, memerlukan sekitar 20% pemakaian oksigen tubuh dan sekitar 400 kilokalori energi tiap harinya.

Gambar 2.1 Anatomi Otak (http://hil4ry.files.wordpress.com) 8

Gambar 2.2 Bagian-bagian Otak (http://www.google.co.id/imgres?imgurl)

Bagian-bagian otak: a. Hemisfer serebri

9

Bagian terbesar otak yang terdiri dari: korteks adalah lapisan luar yang terdiri dari sel saraf tebal sekitar 2 mm mengandung 70% dari neuron semua sistem saraf; serat saraf menghubungkan otak dengan medula spinalis; talamus adalah massa sel saraf besar yang berbentuk telur dalam substansia alba, ganglia basalis terdiri dari nukleus lenticularis, nukleus caudatus, dan beberapa ganglion yang lebih kecil; korpus kolosum adalah pita tebal serat yang menghubungkan kedua hemisfer melalui struktur ini informasi sensorik saling bertukar antara kedua hemisfer. Hemisfer serebri terbagi menjadi 4 lobus yaitu: 1) Lobus frontalis Gyrus precentralis (tepat di depan sulcus centralis) merupakan area motorik otak, tempat terdapat banyak sel saraf merangsang gerakan motorik. Terlihat dalam mental, emosi dan fungsi fisik. Bagian anterior berperan dalam kontrol tingkah laku tidak sadar seperti kepribadian, tingkah laku sosial, pendapat dan aktifitas intelektual yang kompleks. Bagian sentral dan posterior mengatur fungsi motorik. 2) Lobus parietalis Gyrus postcentralis terletak dibelakang sulcus centralis, merupakan area sensorik otak tempat apresiasi sensasi raba, tekan dan perubahan suhu ringan, dan proprioception

10

(kesadaran dalam menempatkan posisi dan aktivitas alat). Menerjemahkan input sensoris seperti stereognasis (merasakan dan mengartikan obyek yang menghubungkan sensasi dengan pengalaman dan pengetahuan). Kesadaran bagian-bagian tubuh dan pengembangan gambaran diri. 3) Lobus occipitalis Mengandung area visual otak, tempat tujuan sensasi yang datang dari mata. 4) Lobus temporalis Mengandung area auditorius, tempat tujuan sensasi yang datang dari telinga. Area bicara adalah bagian dari korteks yang berhubungan dengan semua aspek bicara (mendengar, bicara, membaca, menulis). Terletak pada hemisfer kiri pada semua orang yang dominan tangan kanan dan sebagian besar orang dominan tangan kiri. Area ini mencakup bagian bawah lobus frontalis dan bagian atas lobus temporalis yang saling berdekatan. b. Otak tengah (Mesensefalon) Otak tengah adalah struktur kecil di antara hemisfer serebri di bagian atas dan pons di bagian bawah. Berfungsi untuk memproses

11

data audio visual, generasi dari respons motor somatik, pemeliharaan kesadaran. c. Pons Pons adalah massa tebal jaringan saraf yang bersambungan dengan otak tengah di atas Medula Oblongata di bawah. Mengulang informasi sensorik dan cerebellum dan talamus. Pusat motorik viseral alam bawah sadar. d. Medulla oblongata (MO) Bagian sempit jaringan saraf yang mengandung sel pusat jantung dan pernapasan yang merupakan pusat pengontrol jantung dan paru. Batang otak adalah: otak tengah, pons, dan MO yang dianggap sebagai unit fungsional. Mengulang informasi sensorik ke Talamus menuju ke bagian lain dari batang otak. Pusat regulasi otonom dari organ viseral kardiovaskuler, pernapasan, dan aktivitas sistem pencernaan. e. Cerebrum Wilayah terbesar dari otak yang terdiri dari substansia grisea (gray matter) ditemukan pada korteks serebri dan nukleus serebri. Substansia alba ( white matter) terdapat pada korteks neural dan sekitar nukleus. Berfungsi untuk: proses pikiran alam sadar, fungsi

12

intelektual; memproses dan menyimpan memori; regulasi alam sadar dan bawah sadar dari kontraksi otot rangka. f. Cerebellum Terdiri dari lobus centralis kecil dan lobus kanan dan kiri yang lebih

besar.

mengkoordinasi

Fungsi dan

utama

adalah

memperhalus

pusat

refleks

yang

gerakan

otot

untuk

mempertahankan keseimbangan dan sikap tubuh.

g. Ventrikel Serangkaian ruang yang saling berhubungan di dalam otak. Memproduksi cairan cerebrospinal. h. Cairan serebrospinal Cairan serebrospinal (CSS) atau Liquor cerebrospinal (LCS) mengisi ventrikel. CSS merupakan cairan jernih yang dibentuk dari plasma darah di dalam plexus choroideus. Sekitar 500 ml disekresi setiap hari. CSS berfungsi untuk mempertahankan volume di dalam tengkorak tetap konstan dengan meningkatkan atau menurunkan jumlah pada setiap penurunan atau peningkatan isi kranial lain, bekerja sebagai bufer yang melindungi otak dari semua gangguan, menerima produk sampah dari metabolisme otak dan mentransfernya ke dalam darah.

13

Medula spinalis bersambungan dengan medula oblongata di atas memiliki panjang 45 cm, menempati dua pertiga atas canalis vertebralis dan berakhir pada tingkat vertebrae lumbalis I dan II dan mengecil membentuk kerucut dihubungkan dengan coccygeus oleh filum terminale, pita jaringan ikat yang ditutupi oleh meningen. Hipotalamus adalah daerah sentral sel saraf

kecil tepat

dibawah talamus. Hipotalamus berhubungan dengan talamus dengan ujung saraf autonom, dengan kelenjar hipofisis melalui infundibulum. Hipofisis adalah pusat penting untuk integrasi fungsi dasar seseorang. Hipofisis merupakan bagian dari sistem endokrin, oleh karena itu berhubungan erat dengan kelenjar hipofisis, mengirimkan faktor-faktor kimia melalui infundibulum ke dalam kelenjar dan mengontrol aktivitas hormonalnya. Mengontrol jam biologis, mengatur aktivitas 24 jam, tidur, suhu, sekresi hormon. Mengontrol

nafsu

makan,

mengontrol

keseimbangan

air,

mengintegrasikan reaksi emosional. 2.

Sistem Persarafan a. Nervus Olfaktorius (Nervus Cranialis I) Nervus olfaktorius terdiri dari komponen saraf sensorik yang berfungsi untuk penciuman. b. Nervus Optikus (Nervus Cranialis II) 14

Nervus optikus terdiri dari komponen saraf sensorik untuk penglihatan. Setiap nervus mengandung sekitar satu juta serat, setiap serat berhubungan dengan batang kerucut retina. Impuls visual ditransmisikan ke area visual otak di lobus occipitalis. c. Nervus Okulomotorius (Nervus Cranialis III) Nervus okulomotorius terdiri dari komponen saraf motorik yang berfungsi untuk mengangkat kelopak mata atas, kontriksi pupil, sebagian besar gerakan ekstraokular. d. Nervus Troklearis (Nervus Cranialis IV) Nervus troklearis terdiri dari komponen saraf motorik untuk gerakan mata ke bawah dan ke dalam. e. Nervus Trigeminus (Nervus Cranialis V) Nervus trigeminus terdiri dari komponen saraf sensorik dan motorik. Komponen motorik berfungsi sebagai otot temporalis dan maseter (menutup rahang dan mengunyah) gerakan rahang ke lateral. Komponen sensorik berfungsi sebagai refleks kornea atau refleks mengedip; komponen sensorik dibawa oleh saraf kranial V, Respon motorik melalui saraf kranial VII. Mensarafi kulit wajah, dua pertiga depan kulit kepala; mukosa mata; mukosa hidung dan rongga mulut, lidah dan gigi. f. Nervus Abdusens (Nervus Cranialis VI)

15

Nervus abdusens terdiri dari komponen saraf motorik yang berfungsi sebagai deviasi mata ke lateral. g. Nervus Fasialis (Nervus Kraialis VII) Nervus fasialis terdiri dari komponen saraf motorik untuk otototot ekspresi wajah termasuk otot dahi, sekeliling mata serta mulut, lakrimasi dan salivasi. Komponen saraf sensorik untuk pengecapan dua pertiga depan lidah (rasa manis, asam dan asin). h. Nervus Auditorius (Nervus Cranialis VIII) Nervus auditorius memiliki dua bagian yaitu: nervus koklearis terdiri dari komponen saraf sensorik untuk pendengaran. Nervus vestibularis atau vestibulokoklearis terdiri dari saraf sensorik untuk keseimbangan dan posisi ruang.

i. Nervus Glosofaringeus (Nervus Cranialis IX) Nervus glosofaringeus terdiri dari komponen saraf motorik pada faring untuk menelan, refleks muntah dan pada parotis untuk salivasi. Komponen saraf sensorik pada faring, lidah posterior, termasuk rasa pahit. j. Nervus Vagus (Nervus Cranialis X)

16

Nervus vagus terdiri dari komponen saraf motorik pada faring, laring: untuk menelan, refleks muntah, fonasi; visera abdomen. Komponen saraf sensorik pada faring, laring: refleks muntah; visera leher, thoraks dan abdomen. k. Nervus Asesorius (Nervus Cranialis XI) Nervus asesorius terdiri dari komponen saraf motorik berfungsi pada otot sternokleidomastoideus dan bagian atas dari otot trapezius; untuk pergerakan kepala dan bahu. l. Nervus Hipoglosus (Nervus Cranialis XII) Nervus hipoglosus adalah saraf motorik untuk pergerakan lidah.

3. Sirkulasi darah otak

17

Gambar 2.3 Anatomi pembuluh darah otak (http://www.google.co.id/imgres?imgurl)

Otak menerima 17 % curah jantung dan menggunakan 20 % konsumsi oksigen total tubuh manusia untuk metabolisme aerobiknya. Otak diperdarahi oleh dua pasang arteri yaitu arteri karotis interna dan arteri vertebralis. Dalam rongga kranium, keempat arteri ini saling berhubungan dan membentuk sistem anastomosis, yaitu sirkulus Willisi (Satyanegara, 1998) yang dikutip oleh Muttaqin, 2008.

18

a. Arteri carotis communis Arteri ini mempunyai cabang yaitu arteri karotis interna dan eksterna. Arteri karotis eksterna memperdarahi wajah, tiroid, lidah dan faring. Arteri karotis interna masuk dalam tengkorak dan bercabang kira-kira setinggi kiasma optikum dan terbagi menjadi arteri cerebralis anterior dan media. b. Arteri vertebralis Arteri vertebralis merupakan cabang dari arteri subclavia pada pangkal leher, pada sambungan pons dan MO, kedua arteri vertebralis bergabung membentuk arteri basilaris yang bercabang untuk cerebellum, MO, dan pons, dan berakhir dengan terbagi menjadi arteri cerebralis posterior dextra dan sinistra. Circulus arteriosus (circulus Willisi) adalah cincin arteri pada dasar otak yang dibentuk oleh: 1) Kedua arteri cerebri anterior dan arteri communican anterior. 2) Arteri cerebri media pada tiap sisi. 3) Arteri communicans posterior (menghubungkan arteri cerebri media dan posterior pada tiap sisi). 4) Arteri cerebri posterior pada setiap sisi.

19

Normalnya hubungan arteri-arteri ini sangat baik sehingga sumbatan pada salah satunya tidak mengganggu suplai darah ke otak.

c. Arteri cerebri anterior Arteri cerebri anterior memperdarahi lobus frontalis dan parietalis, termasuk korteks somestetik dan korteks motorik. Sumbatan pada cabang utama Arteri cerebri anterior akan menimbulkan hemiplegia kontralateral yang lebih berat di bagian kaki dibandingkan bagian tangan serta bisa terjadi paralisis bilateral dan gangguan sensorik. d. Arteri cerebri media Arteri ini memperdarahi sebagian lobus frontalis, parietalis, temporalis, dan occipitalis. Sumbatan di dekat percabangan kortikal utamanya dapat menimbulkan afasia berat (hemisfer serebri dominan bahasa). Selain itu juga mengakibatkan kehilangan posisi dan diskriminasi taktil dua titik kontralateral serta hemiplegia kontralateral yang berat, terutama ekstremitas atas dan wajah. e. Arteri cerebri porterior

20

Arteri ini memperdarahi lobus occipitalis dan sebagian lobus parietalis. Arteri ini untuk area visual otak (Gibson, 2003 dan Muttaqin, 2008).

C. Etiologi Penyebab perdarahan otak yang paling umum terjadi adalah: 1. Aneurisma berry, biasanya defek kongenital. 2. Aneurisma fusiformis dari arteriosklerosis. 3. Aneurisma mikotik dari vaskulitis nekrose dan emboli sepsis. 4. Malformasi

arteriovena

(AVM),

terjadi

hubungan

persambungan pembuluh darah arteri, sehingga darah arteri langsung masuk vena. 5. Ruptur arteriol serebri, akibat hipertensi yang menimbulkan penebalan dan degenerasi pembuluh darah (Muttaqin, 2008).

21

Faktor resiko pada stroke adalah: 1. Hipertensi 2. Penyakit kardiovaskuler: arteria koronaria, gagal jantung kongestif, fibrilasi atrium, penyakit jantung kongestif. 3. Kolesterol tinggi, obesitas 4. Peningkatan hematokrit (resiko infark serebral) 5. Diabetes Melitus (berkaitan dengan aterogenesis terakselerasi) 6. Kontrasepsi oral (khususnya dengan disertai hipertensi, merokok, dan kadar estrogen tinggi) 7. Penyalahgunaan obat (kokain), rokok dan alkohol (Smeltzer & Bare, 2002).

D. Patofisiologi Ada dua bentuk Cerebrovasculer accident (CVA) bleeding

22

Gambar 2.4 Stroke Hemoragik (http://cariobat.files.wordpress.com)

1. Pendarahan Intra Serebri (PIS) Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma) terutama karena hipertensi mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak, membentuk massa yang menekan jaringan otak dan menimbulkan edema otak. Peningkatan Tekanan Intra Kranial (TIK) yang terjadi cepat, dapat mengakibatkan kematian mendadak karena herniasi otak. Perdarahan intraserebri yang disebabkan hipertensi sering dijumpai di daerah putamen, talamus, pons, dan serebellum (Muttaqin, 2008). 2. Perdarahan Subarakhnoid (PSA) Perdarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma berry (AVM). Aneurisma yang pecah ini berasal dari pembuluh darah sirkulasi Willisi dan cabang-cabangnya yang terdapat di luar parenkim otak (Juwono, 1993). Pecahnya arteri dan keluarnya ke ruang subarakhnoid menyebabkan TIK meningkat mendadak, meregangnya struktur peka

23

nyeri, dan vasospasme pembuluh darah serebri yang berakibat disfungsi otak global (nyeri kepala hebat, penurunan kesadaran) maupun fokal (hemipharese, gangguan hemisensorik, afasia dan yang lainnnya). Sering pula dijumpai kaku kuduk dan tanda-tanda rangsangan selaput otak lainnya. Peningkatan TIK yang mendadak juga mengakibatkan perdarahan subhiolid pada retina dan penurunan kesadaran. Perdarahan subarakhnoid dapat mengakibatkan vasospasme pembuluh darah serebri. Vasospasme sering terjadi 3-5 hari setelah terjadinya perdarahan, mencapai puncaknya pada hari ke- 5 atau hari ke- 9, dan dapat menghilang setelah minggu ke-2 sampai dengan minggu ke-5. Timbulnya vasospasme diduga karena interaksi antara bahan-bahan yang berasal dari darah dan dilepaskan ke dalam cairan serebrospinal dengan pembuluh

arteri di ruang subarakhnoid.

Vasospasme mengakibatkan disfungsi otak global mupun fokal. Otak dapat berfungsi jika kebutuhan O2 dan glukosa otak terpenuhi. Energi yang dihasilkan di dalam sel saraf hampir seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak memiliki cadangan O2 sehingga jika terjadi kerusakan atau kekurangan aliran darah otak walau sebentar akan mengakbatkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan glukosa sebagai bahan bakar metabolisme otak, tidak boleh kurang dari 20 mg% karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25% dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai 70% akan

24

terjadi gejala disfungsi serebri. Otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi O2 melalui proses metabolik anaerob, yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah otak (Muttaqin, 2008).

E. Manifestasi Klinis Kemungkinan kecacatan yang ditimbulkan stroke menurut Purwadianto & Sampurna, 2000 adalah: 1. Daerah arteri Serebri media a. Hemiplegi kontralateral, sering disertai hemianestesi b. Hemianopsi homonim kontralateral c. Afasia bila mengenai hemisfer dominan d. Apraksi bila mengenai hemisfer nondominan 2. Daerah arteri Karotis interna a. Hemiplegi kontralateral, sering disertai hemianestesi b. Hemianopsi homonim kontralateral c. Afasia bila mengenai hemisfer dominan d. Apraksi bila mengenai hemisfer nondominan 3. Daerah arteri Serebri anterior a. Hemiplegi (dan hemianestesi) kontralateral terutama di tungkai b. Incontinentia urine c. Afasi atau apraksi tergantung hemisfer mana yang terkena 4. Daerah arteri Posterior

25

a. Hemianopsi homonim kontralateral mungkin tanpa mengenai daerah makula karena daerah ini juga diperdarahi oleh arteri Serebri media b. Nyeri talamik spontan c. Hemibalisme d. Aleksi bila mengenai hemisfer dominan 5. Daerah vertebrobasiler a. Sering fatal karena mengenai juga pusat-pusat vital di batang otak b. Hemiplegi alternans atau tetraplegi c. Kelumpuhan pseudobulbar (disartri, disfagi, emosi labil)

F. Penatalaksanaan Penatalaksanaan Umum Stroke Akut menurut Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (PERDOSSI) 2007 meliputi: 1. Penatalaksanaan di Ruang Gawat Darurat a. Evaluasi cepat dan diagnosis Oleh karena jendela terapi stroke akut sangat pendek, evaluasi dan diagnosis klinik harus cepat. Evaluasi gejala dan tanda klinik meliputi: 1) Anamnesis 2) Pemeriksaan fisik 3) Pemeriksaan neurologik dan skala stroke. 26

4) Studi diagnostik stroke akut meliputi CT scan tanpa kontras, KGD, elektrolit darah, tes fungsi ginjal, EKG, penanda iskemik jantung, darah rutin, PT/INR, aPTT, dan saturasi oksigen. 2. Terapi Umum a. Stabilisasi jalan nafas dan pernafasan 1) Perbaikan jalan nafas dengan pemasangan pipa orofaring. 2) Pada pasien hipoksia diberi suplai oksigen b. Stabilisasi hemodinamik 1)

Berikan cairan kristaloid atau koloid intravena (hindari cairan hipotonik)

2)

Optimalisasi tekanan darah

3)

Bila tekanan darah sistolik < 120mmHg dan cairan sudah mencukupi, dapat diberikan obat-obat vasopressor.

4)

Pemantauan jantung harus dilakukan selama 24 jam pertama.

5)

Bila terdapat CHF, konsul ke kardiologi.

c. Pemeriksaan awal fisik umum 1) Tekanan darah 2) Pemeriksaan jantung 3) Pemeriksaan neurologi umum awal a) Derajat kesadaran b) Pemeriksaaan pupil dan okulomotor

27

c) Keparahan hemiparesis d. Pengendalian peninggian TIK 1) Pemantauan ketat terhadap risiko edema serebri harus dilakukan dengan memperhatikan perburukan gejala dan tanda neurologik pada hari pertama stroke 2) Monitor TIK harus dipasang pada pasien dengan GCS < 9 dan pasien yang mengalami penurunan kesadaran 3) Sasaran terapi TIK < 20 mmHg 4) Elevasi kepala 20-30º. 5) Hindari penekanan vena jugulare 6) Hindari pemberian cairan glukosa atau cairan hipotonik 7) Hindari hipertermia 8) Jaga normovolemia 9) Osmoterapi atas indikasi: manitol 0,25-0,50 gr/kgBB, selama >20 menit, diulangi setiap 4-6 jam, kalau perlu diberikan furosemide dengan dosis inisial 1 mg/kgBB IV. 10) Intubasi untuk menjaga normoventilasi. 11) Drainase ventrikuler dianjurkan pada hidrosefalus akut akibat stroke iskemik serebelar e. Pengendalian Kejang 1) Bila kejang, berikan diazepam bolus lambat IV 5-20 mg dan diikuti phenitoin loading dose 15-20 mg/kg bolus dengan kecepatan maksimum 50 mg/menit.

28

2) Pada stroke perdarahan intraserebral dapat diberikan obat antiepilepsi profilaksis, selama 1 bulan dan kemudian diturunkan dan dihentikan bila kejang tidak ada. f. Pengendalian suhu tubuh 1) Setiap penderita stroke yang disertai demam harus diobati dengan antipiretika dan diatasi penyebabnya. 2) Beri asetaminophen 650 mg bila suhu lebih dari 38,5ºC g. Pemeriksaan penunjang 1) EKG 2) Laboratorium: kimia darah, fungsi ginjal, hematologi dan faal hemostasis, KGD, analisa urin, AGDA dan elektrolit. 3) Bila curiga PSA lakukan punksi lumbal 4) Pemeriksaan radiologi seperti CT scan dan rontgen dada 3. Penatalaksanaan Umum di Ruang Rawat Inap a. Cairan 1) Berikan cairan isotonis seperti 0,9% salin , CVP pertahankan antara 5-12 mmHg. 2) Kebutuhan cairan 30 ml/kgBB. 3) Balance cairan diperhitungkan dengan mengukur produksi urin sehari ditambah pengeluaran cairan yang tidak dirasakan. 4) Elektrolit (sodium, potassium, calcium, magnesium) harus

29

selalu diperiksaa dan diganti bila terjadi kekuranngan. 5) Asidosis dan alkalosis harus dikoreksi sesuai dengan hasil GDA. 6) Hindari cairan hipotonik dan glukosa kecuali hipoglikemia. b. Nutrisi 1) Nutrisi enteral paling lambat dalam 48 jam. 2) Beri makanan lewat pipa orogastrik bila terdapat gangguan menelan atau kesadaran menurun. 3) Pada keadaan akut kebutuhan kalori 25-30 kkal/kg/hari. c. Pencegahan dan mengatasi komplikasi 1) Mobilisasi dan penilaian dini untuk mencegah komplikasi subakut (aspirasi, malnutrisi, pneumonia, DVT, emboli paru, dekubitus, komplikasi ortopedik dan fraktur) 2) Berikan antibiotik sesuai indikasi dan usahakan tes kultur dan sensitivitas kuman. 3) Pencegahan dekubitus dengan mobilisasi terbatas.

d. Penatalaksanaan medik yang lain 1) Hiperglikemia pada stroke akut harus diobati dan terjaga normoglikemia. 2) Jika gelisah dapat diberikan benzodiazepin atau obat anti cemas lainnya. 3) Analgesik dan anti muntah sesuai indikasi 30

4) Berikan H2 antagonist, apabila ada indikasi. 5) Mobilisasi bertahap bila hemodinamik dan pernafasan stabil. 6) Rehabilitasi 7) Edukasi keluarga. 8) Discharge planning

(Taufik, 2010)

G. Komplikasi Komplikasi yang sering terjadi setelah serangan stroke adalah: 1. Kejang pada pasien pasca stroke sekitar 4-8 %. 2. Trombosis Vena Dalam (TVD) sekitar 11-75 % dan Emboli Pulmonum sekitar 3-10 %. 3. Perdarahan saluran cerna sekitar 1-3 %. 4. Dekubitus. 5. Pneumonia. 6. Stress. 7. Bekuan darah. 8. Nyeri pundak dan subluxation.

(Badali, 2010)

31

H. Pathways Keperawatan Hipertensi, aneurisma serebral, penyakit jantung, perdarahan serebral, DM, usia lanjut, rokok, alkoholik, peningkatan kolesterol, obesitas Thrombus, Emboli, Perdarahan serebral Defisit Neurologi pada Korteks Serebri Pecahnya pembuluh darah otak

Defisit Neurologi kortek Frontalis

Defisit neurologis

Defisit neurologis

Defisit neurologis

Perdarahan Intra Kranial

gerak motorik primer

kortek parietalis

kortek temporalis

kortek oksipitalis

Darah merembes ke dalam

Hemiplegi kontralateral

parenkim otak Penekanan pada jaringan otak

Gg area bicara motorik Broca Afasia global

Kegiatan pemrosesan dan integrasi

Gg mobilitas fisik

Informasi sensorik primer

Kerusakan komunikasi verbal

Peningkatan TIK

fungsi penglihatan primer gg lapang pandang

Gg sensorik kontralateral (kesadaran, sensasi nyeri, sensasi suhu

Gg perfusi jaringan otak

ADL dibantu

pasien bed rest

Sensasi raba, sensasi tekan)

Penekanan lama

kelemahan pada nervus

daerah punggung dan bokong

Cranialis

Suplai nutrisi dan O2

Gg mobilitas fisik

gg fungsi sensorik reseptif

menurunnya reflek batuk dan menelan

ke daerah tertekan berkurang

Sensorik pendengaran melemahnya reflek mengunyah dan menelan

Resiko gg integritas

akumulasi sekret

afasia sensorik (wernieck) Resiko gg nutrisi kurang dari kebutuhan

Bersihan jalan napas tidak efektif

Kerusakan komunikasi verbal

30

33 (Dari berbagai sumber)

I. Pengkajian Fokus Menurut Doenges, 2000, data-data yang perlu dikaji antara lain 1. Identitas klien Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register, diagnose medis. 2. Keluhan utama Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi 3. Riwayat penyakit sekarang Serangan stroke hemoragik seringkali berlangsung sangat mendadak, pada saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, disamping gejala kelumpuhan separoh badan atau gangguan fungsi otak yang lain (Rochani, 2000). 4. Riwayat penyakit dahulu Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obatobat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan.

31

5. Riwayat penyakit keluarga Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes militus (Susilo, 2000). 6. Riwayat psikososial Stroke memang suatu penyakit yang sangat mahal. Biaya untuk pemeriksaan, pengobatan dan perawatan dapat mengacaukan keuangan keluarga sehingga faktor biaya ini dapat mempengaruhi stabilitas emosi dan pikiran klien dan keluarga 7. Pola-pola fungsi kesehatan a. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat: Biasanya ada riwayat perokok, penggunaan alkohol, penggunaan obat kontrasepsi oral. b. Pola nutrisi dan metabolisme: Adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual muntah pada fase akut. c. Pola eliminasi: Biasanya terjadi inkontinensia urine dan pada pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus. d. Pola aktivitas dan latihan: Adanya kesukaran untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi, mudah lelah e. Pola tidur dan istirahat: Biasanya klien mengalami kesukaran untuk istirahat karena kejang otot/nyeri otot

32

f. Pola hubungan dan peran: Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami kesukaran untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara. g. Pola persepsi dan konsep diri: Klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah, tidak kooperatif. h. Pola sensori dan kognitif: Pada pola sensori klien mengalami gangguan penglihatan/kekaburan pandangan, perabaan/sentuhan menurun pada muka dan ekstremitas yang sakit. Pada pola kognitif biasanya terjadi penurunan memori dan proses berpikir. i. Pola reproduksi seksual: Biasanya terjadi penurunan gairah seksual akibat dari beberapa pengobatan stroke, seperti obat anti kejang, anti hipertensi, antagonis histamin. j. Pola penanggulangan stress: Klien biasanya mengalami kesulitan untuk memecahkan masalah karena gangguan proses berpikir dan kesulitan berkomunikasi. k. Pola tata nilai dan kepercayaan: Klien biasanya jarang melakukan ibadah

karena

tingkah

laku

yang

tidak

stabil,

kelemahan/kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh. 8. Pemeriksaan Fisik a. Keadaan umum 1) Kesadaran: umumnya mengalami penurunan kesadaran

33

2) Tanda-tanda vital: tekanan darah meningkat, denyut nadi bervariasi 3) Suara bicara: kadang mengalami gangguan yaitu sukar dimengerti, kadang tidak bisa bicara b. Pemeriksaan integumen 1) Kulit: jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit jelek. Di samping itu perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang menonjol karena klien CVA Bleeding harus bed rest 2-3 minggu 2) Kuku: perlu dilihat adanya clubbing finger, cyanosis 3) Rambut: umumnya tidak ada kelainan c. Pemeriksaan kepala dan leher 1) Kepala: bentuk normocephalik 2) Muka: umumnya tidak simetris yaitu mencong ke salah satu sisi 3) Leher: kaku kuduk jarang terjadi d. Pemeriksaan dada

34

Pada pernafasan kadang didapatkan suara nafas terdengar ronchi, wheezing ataupun suara nafas tambahan, pernafasan tidak teratur akibat penurunan refleks batuk dan menelan.

e. Pemeriksaan abdomen Didapatkan penurunan peristaltik usus akibat bed rest yang lama, dan kadang terdapat kembung. f. Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus Kadang terdapat incontinensia atau retensio urine. g. Pemeriksaan ekstremitas Sering didapatkan kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh. h. Pemeriksaan neurologi 1) Pemeriksaan nervus cranialis Umumnya terdapat gangguan nervus cranialis VII dan XII central. 2) Pemeriksaan motorik Hampir selalu terjadi kelumpuhan/kelemahan pada salah satu sisi tubuh. 3) Pemeriksaan sensorik

35

Dapat terjadi hemihipestesi. 4) Pemeriksaan refleks Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang. Setelah beberapa hari refleks fisiologis akan muncul kembali didahului dengan refleks patologis. 9. Pemeriksaan penunjang a. CT scan: didapatkan hiperdens fokal, kadang-kadang masuk ventrikel, atau menyebar ke permukaan otak. b. MRI: untuk menunjukkan area yang mengalami hemoragik. c. Angiografi serebral: untuk mencari sumber perdarahan seperti aneurisma atau malformasi vaskuler d. Pemeriksaan foto thorax: dapat memperlihatkan keadaan jantung, apakah terdapat pembesaran ventrikel kiri yang merupakan salah satu tanda hipertensi kronis pada penderita stroke e. Sinar X Tengkorak : Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal

36

f. Elektro encephalografi / EEG: mengidentifikasi masalah didasarkan

pada

gelombang

otak

dan

mungkin

memperlihatkan daerah lesi yang spesifik. g. Pemeriksaan EKG: dapat membantu menentukan apakah terdapat disritmia, yang dapat menyebabkan stroke. Perubahan EKG lainnya yang dapat ditemukan adalah inversi gelombang T, depresi ST, dan kenaikan serta perpanjangan QT. h. Ultrasonografi

Dopler:

Mengidentifikasi

penyakit

arteriovena i. Pemeriksaan laboratorium Pungsi lumbal: pemeriksaan likuor yang merah biasanya dijumpai

pada

perdarahan

yang

masif,

sedangkan

perdarahan yang kecil biasanya warna likuor masih normal (xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama. Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang menjamin kepastian dalam menegakkan diagnosa stroke; bagaimanapun pemeriksaan darah termasuk hematokrit dan hemoglobin yang bila mengalami peningkatan dapat menunjukkan oklusi yang lebih parah; masa protrombin dan masa protrombin parsial, yang memberikan dasar dimulainya terapi antikoagulasi; dan hitung sel darah putih, yang dapat menandakan infeksi

37

seperti endokarditis bacterial sub akut. Pada keadaan tidak terjadinya peningkatan TIK, mungkin dilakukan pungsi lumbal. Jika ternyata terdapat darah dalam cairan serebrospinal yang dikeluarkan, biasanya diduga terjadi hemorrhage subarakhnoid.

J. Diagnosa 1. Gangguan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan perdarahan intracerebral. 2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparese/hemiplagia. 3. Kerusakan komunikasi verbal dan atau tertulis berhubungan dengan kerusakan sirkulasi serebral. 4. Resiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kelemahan otot mengunyah dan menelan. 5. Resiko gangguan integritas kulit yang berhubungan dengan tirah baring lama. 6. Resiko bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan menurunnya reflek batuk dan menelan.

38

K. Intervensi 1. Gangguan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan perdarahan intra cerebral Tujuan: Perfusi jaringan otak dapat tercapai secara optimal Kriteria hasil: a. Klien tidak gelisah b. Tidak ada keluhan nyeri kepala, mual, kejang. c. GCS Eye: 4, Verbal: 5, Motorik: 6 d. Pupil isokor, reflek cahaya (+) e. Tanda-tanda vital normal (N: 60-100x/mnt, S: 36-36,7oC, RR: 1620x/menit INTERVENSI

RASIONAL

1. Observasi dan catat tanda-tanda vital dan kelainan tekanan intrakranial tiap dua jam

Mengetahui setiap perubahan yang terjadi pada klien secara dini dan untuk penetapan tindakan yang tepat

2. Berikan posisi kepala lebih tinggi 15-30 dengan letak jantung (beri bantal tipis)

Mengurangi tekanan arteri dengan meningkatkan drainage vena dan memperbaiki sirkulasi serebral

3. Anjurkan kepada klien untuk bed rest total dan anjurkan klien untuk menghindari batuk dan mengejan berlebihan 4. Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian obat neuro protektor

Batuk dan mengejan dapat meningkatkan tekanan intra kranial dan potensial terjadi perdarahan ulang Memperbaiki availabel

sel

yang

masih

39

2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparese/hemiplagia. Tujuan: Klien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan kemampuannya Kriteria hasil: a. Tidak terjadi kontraktur sendi b. Bertambahnya kekuatan otot c. Klien menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas

INTERVENSI

RASIONAL

1. Kaji kemampuan secara fungsional/luasnya kerusakan awal dengan cara teratur

Mengidentifikasi kekuatan/kelemahan dan dapat memberikan informasi mengenai pemulihan

2. Lakukan gerak pasif ekstrimitas yang sakit

pada

3. Ajarkan klien untuk melakukan latihan gerak aktif pada ekstrimitas yang tidak sakit 4. Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk latihan fisik klien

Otot volunter akan kehilangan tonus dan kekuatannya bila tidak dilatih untuk digerakkan Gerakan aktif memberikan massa, tonus dan kekuatan otot serta memperbaiki fungsi jantung dan pernapasan Mempertahankan kekuatan tonus otot

40

3. Kerusakan komunikasi verbal dan atau tertulis berhubungan dengan kerusakan sirkulasi serebral. Tujuan: Mengindikasikan pemahaman tentang masalah komunikasi Kriteria hasil: a. Membuat

metode

komunikasi

dimana

kebutuhan

dapat

diekspresikan b. Menggunakan sumber-sumber dengan tepat INTERVENSI 1. Kaji tipe atau derajat disfungsi

RASIONAL Membantu menentukan daerah dan derajat kerusakan serebral yang terjadi dan kesulitan pasien dalam beberapa atau seluruh tahap proses komunikasi

2. Mintalah pasien untuk mengikuti perintah sederhana

Melakukan penilaian terhadap adanya kerusakan sensorik (afasia sensorik)

3. Tunjukkan objek dan minta pasien menyebutkan nama benda tersebut

Melakukan penilaian terhadap adanya kerusakan motorik (afasia motorik)

4. Anjurkan pengunjung/orang terdekat mempertahankan usahanya untuk berkomunikasi dengan pasien

Mengurangi isolasi sosial pasien dan meningkatkan penciptaan komunikasi yang efektif

5. Konsultasikan dengan/rujuk kepada ahli terapi wicara

Pengkajian secara individual kemampuan bicara dan sensori, motorik dan kognitif berfungsi untuk mengidentifikasi kekurangan/kebutuhan terapi

4. Resiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kelemahan otot mengunyah dan menelan. Tujuan: Tidak terjadi gangguan nutrisi

41

Kriteria hasil: a. Berat badan dapat dipertahankan/ditingkatkan b. Hb dan albumin dalam batas normal INTERVENSI

RASIONAL

1. Tentukan kemampuan klien dalam mengunyah, menelan dan reflek batuk 2. Stimulasi bibir untuk menutup dan membuka mulut secara manual dengan menekan ringan diatas bibir/dibawah dagu jika dibutuhkan 3. Anjurkan klien menggunakan sedotan meminum cairan

Untuk menetapkan jenis makanan yang akan diberikan pada klien

4. Kolaborasi dengan tim dokter untuk memberikan cairan melalui iv atau makanan melalui selang

Mungkin diperlukan untuk memberikan cairan pengganti dan juga makanan jika klien tidak mampu untuk memasukkan segala sesuatu melalui mulut

Membantu dalam melatih kembali sensori dan meningkatkan kontrol muskuler

Menguatkan otot fasial dan dan otot menelan dan menurunkan resiko terjadinya tersedak

5. Resiko gangguan integritas kulit yang berhubungan dengan tirah baring lama. Tujuan: Klien mampu mempertahankan keutuhan kulit Kriteria hasil: a. Klien mau berpartisipasi terhadap pencegahan luka b. Klien mengetahui penyebab dan cara pencegahan luka c. Tidak ada tanda-tanda kemerahan atau luka

42

INTERVENSI

RASIONAL

1. Observasi terhadap eritema dan kepucatan dan palpasi area sekitar terhadap kehangatan dan pelunakan jaringan tiap merubah posisi 2. Ubah posisi tiap 2 jam. Gunakan bantal air atau pengganjal yang lunak di bawah daerah-daerah yang menonjol

Hangat dan pelunakan adalah tanda kerusakan jaringan

3. Lakukan massage pada daerah yang menonjol yang baru mengalami tekanan pada waktu berubah posisi. Jaga kebersihan kulit 4. Anjurkan untuk melakukan latihan ROM (range of motion) dan mobilisasi jika mungkin

Menghindari tekanan meningkatkan aliran darah

dan

Menghindari kerusakan-kerusakan kapiler-kapiler

Meningkatkan semua daerah

aliran

darah

ke

6. Resiko bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan menurunnya reflek batuk dan menelan. Tujuan : Jalan nafas tetap efektif. Kriteria hasil : a. Klien tidak sesak nafas b. Tidak terdapat ronchi, wheezing ataupun suara nafas tambahan c. Tidak ada retraksi otot bantu pernafasan d. Pernafasan teratur, RR 16-20 x per menit INTERVENSI

RASIONAL

43

1. Observasi pola dan frekuensi nafas. Auskultasi suara nafas

Untuk mengetahui ada tidaknya ketidakefektifan jalan nafas

2. Ubah posisi tiap 2 jam sekali

Perubahan posisi dapat melepaskan sekret dari saluran pernafasan

3. Lakukan fisioterapi dada sesuai dengan keadaan umum klien

Agar dapat melepaskan sekret dan mengembangkan paru-paru

4. Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian O2 adekuat

Memenuhi intake O2 adekuat pada tubuh

44