BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1 KEPUASAN KERJA KEPUASAN KERJA

Download kerja dan hubungan interpersonal) berpengaruh terhadap kepuasan kerja perawat di Cina dan Swedia. ... pegawai (0,41409) lebih besar daripad...

0 downloads 338 Views 188KB Size
10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

1.1

Kepuasan Kerja Kepuasan kerja merupakan sikap umum seseorang terhadap pekerjaannya.

Seseorang yang menunjukkan sikap yang positif terhadap pekerjaan berarti orang tersebut memiliki tingkat kepuasan kerja yang tinggi, dan seseorang yang menunjukkan sikap yang negatif terhadap pekerjaannya mempunyai arti bahwa orang tersebut tidak puas dengan pekerjaannya (Robbins, 2003b). Kepuasan kerja merupakan hasil dari berbagai macam sikap yang dimiliki oleh seorang pekerja yaitu seperti kondisi kerja, upah, kestabilan pekerjaan, supervisi, hubungan sosial, kesempatan karier, penilaian kerja yang adil, dan perlakuan pimpinan (Blum dalam As’ad, 2002).

1.1.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja Wang

(2006a)

dalam

penelitiannya

mengungkapkan

karakteristik

pekerjaan intrinsik (prestasi, umpan balik, pengembangan diri, tanggungjawab dan keadilan) dan kondisi kerja ekstrinsik (gaji, pengawasan, beban kerja, kondisi kerja dan hubungan interpersonal) berpengaruh terhadap kepuasan kerja perawat di Cina dan Swedia. Sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Tirtayana (2005c) bahwa terdapat lima faktor yang teridentifikasi berkontribusi secara signifikan terhadap kepuasan kerja pegawai puskesmas di Kabupaten Karangasem yaitu faktor 10

11

kompensasi, hubungan kerja, kondisi/lingkungan kerja, tanggungjawab dan kesempatan berprestasi. Kelima faktor tersebut secara signifikan berkontribusi terhadap kepuasan kerja pegawai sebesar 64,80%. Murti (2013) dalam penelitiannya mengemukakan kepuasan kerja merupakan variabel pemediasi antara motivasi dengan kinerja pegawai yang ditunjukkan hasil pada uji statistik yaitu pengaruh total motivasi pada kinerja pegawai (0,41409) lebih besar daripada pengaruh langsung motivasi terhadap kinerja pegawai (0,052).

1.1.2 Alat Ukur Kepuasan Kerja 1.1.2.1 Kompetensi Kompetensi diartikan sebagai karakteristik dasar dari seseorang yang memungkinkannya memberikan kinerja unggul dalam pekerjaan, peran dan situasi tertentu. Kompetensi merupakan sesuatu yang digunakan untuk memprediksi tingkat kinerja dan memiliki enam karakteristik dasar yaitu keterampilan, pengetahuan, peran sosial, citra diri, watak dan motif (Boulter at all, 2003). Mengukur subvariabel kompetensi dalam penelitian ini dengan menggunakan indikator pengetahuan, motif dan kesesuaian pendidikan dengan bidang kerja. Penelitian yang dilakukan oleh Wijaya (2012a) menyatakan peningkatan kompetensi setelah penerapan Manajemen Kinerja Klinik Berbasis Tri Hita Karana (MKK-THK) yang berpengaruh terhadap peningkatan kepuasan kerja pegawai di Unit Rawat Inap Rumah Sakit Umum Bangli dengan terjadi hasil uji t sebesar 2,113 (β=0,175) p<0,05.

12

1.1.2.2 Kompensasi Kompensasi adalah semua imbalan ekstrinsik yang diterima karyawan dalam pertukaran pekerjaannya yang terdiri dari gaji pokok, insentif atau bonus, dan keuntungan (Byars & Rue, 2008). Insentif adalah penghargaan dari energi karyawan yang dimanifestasikan sebagai hasil produksi, atau suatu jasa yang dianggap sama dengan itu, yang berwujud uang, tanpa jaminan pasti dalam tiaptiap minggu atau bulan. Insentif merupakan penghasilan tambahan diberikan dalam tanggungjawab yang lebih besar dan berhasil (Ass.ad, 2002b). Ada 2 jenis insentif yang umum diberikan oleh perusahaan kepada karyawannya seperti yang diuraikan oleh Sarwoto (2000a) yaitu 1. Insentif Finansial Insentif finansial merupakan insentif yang diberikan atas hasil kerja dan biasanya diberikan dalam bentuk uang berupa bonus, komisi serta dalam bentuk jaminan sosial seperti pemberian rumah dinas, tunjangan kesehatan dan tunjangan lainnya. 2. Insentif Non Finansial Insentif non finansial dapat diberikan dalam berbagai bentuk diantaranya pemberian piagam penghargaan/tanda jasa/medali, pujian, promosi jabatan dan lain-lain. Semua imbalan yang diperoleh pegawai puskesmas dalam bentuk finansial dan jasa pelayanan sebagai penghargaan kepada pegawai yang telah memberikan kontribusi untuk mewujudkan tujuan puskesmas adalah merupakan kompensasi. Kompensasi yang tidak dikelola dengan baik, akan menyebabkan ketidakpuasan

13

pegawai yang berdampak pada menurunnya semangat dan produktifitas kerja. Mengukur subvariabel kompensasi dalam penelitian ini menggunakan indikator jasa pelayanan yang dibagikan tepat waktu, jasa pelayanan yang dibagikan dengan adil dan transfaran. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Wijaya (2012b) bahwa menurunnya aspek

kompensasi berpengaruh terhadap menurunnya kepuasan

kerja pegawai sebesar 0,75 (21%) di Unit Rawat Inap Rumah Sakit Umum Bangli. Akan tetapi apabila konsep kompensasi diterapkan oleh manajemen RSU Bangli secara adil dan dibagikan tepat waktu maka hal tersebut akan meningkatkan kepuasan kerja pegawai.

1.1.2.3 Lingkungan Kerja Lingkungan kerja mencakup segala sesuatu yang ada disekitar tempat kerja yang berpengaruh pada pelaksanaan tugas yang terdiri dari lingkungan fisik dan lingkungan sosial (Tohardi, 2002a). Sejalan dengan penelitian Tiwari (2011a) bahwa lingkungan kerja organisasi merupakan faktor yang berkontribusi terhadap motivasi dan kepuasan kerja karyawan. Penelitian yang dilakukan oleh Tirtayana (2005d) bahwa faktor hubungan kerja (hubungan kerja dengan teman sekerja, hubungan pekerjaan dengan atasan langsung dan hubungan pekerjaan dengan kesempatan bermasyarakat), 15,06 % kontribusinya terhadap kepuasan kerja pegawai puskesmas di Kabupaten Karangasem. Lingkungan kerja meningkat sebesar 0,03 (1%) setelah penerapan MKK-

14

THK yang berpengaruh terhadap peningkatan kepuasan kerja pegawai di Unit Rawat Inap Rumah Sakit Umum Bangli (Wijaya, 2012c). Mengukur subvariabel lingkungan kerja dalam penelitian ini dengan melihat hubungan kerja antar kepala puskemas dengan pegawai puskesmas dan hubungan kerja dengan pegawai lain.

1.2

Sistem Pembagian Jasa Pelayanan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)

1.2.1 Sistem Pembagian Jasa Pelayanan JKN berdasarkan Permenkes No 28 Tahun 2014 Sistem pembagian jasa pelayanan (jaspel) JKN diatur dalam Permenkes Nomor 19 tahun 2014 yang disempurnakan pada Permenkes Nomor 28 tahun 2014. Jasa pelayanan kesehatan sesuai dengan Permenkes Nomor 28 tahun 2014 adalah jasa pelayanan kesehatan yang dimanfaatkan untuk pembayaran jasa pelayanan kesehatan perorangan oleh tenaga kesehatan dan non kesehatan yang melakukan pelayanan pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP), yang diperoleh dari dana kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dan diterima oleh FKTP dari BPJS Kesehatan. Dana Kapitasi yang diterima FKTP dapat digunakan sekurang-kurangnya 60% untuk jasa pelayanan, dan sisanya digunakan untuk biaya operasional pelayanan kesehatan. Sesuai dengan Keputusan Bupati Karangasem Nomor 331/HK/2014 tentang Alokasi Dana Kapitasi JKN pada Puskesmas di Kabupaten Karangasem bahwa dari alokasi dana kapitasi JKN di Kabupaten Karangasem ditetapkan sebesar 65% dipergunakan untuk jaspel dan 35% untuk biaya operasional pelayanan kesehatan.

15

Pembagian jasa pelayanan pada Permenkes Nomor 28 tahun 2014, ditetapkan dengan mempertimbangkan variabel jenis ketenagaan dan/atau jabatan dan variabel kehadiran sedangkan pemerintah daerah dalam hal ini dinas kesehatan dapat menambah variabel antara lain kinerja, status kepegawaian dan masa kerja sesuai dengan kondisi daerah. Sistem yang diatur pada Permenkes Nomor 28 tahun 2014 adalah dengan memberikan poin-poin pada setiap variabel. Variabel jenis ketenagaan dan/atau jabatan diberikan poin yaitu, tenaga medis dengan poin 150, tenaga apoteker atau tenaga profesi keperawatan (Ners) dengan poin 100, tenaga kesehatan setara S1/D4 dengan poin 60, tenaga non kesehatan minimal setara D3, tenaga kesehatan setara D3, atau tenaga kesehatan dibawah D3 dengan masa kerja lebih dari 10 tahun dengan poin 40, tenaga kesehatan dibawah D3 dengan poin 25 dan tenaga non kesehatan dibawah D3 dengan poin 15. Tenaga yang merangkap tugas administratif sebagai kepala puskesmas, kepala tata usaha atau bendahara dana kapitasi JKN diberi tambahan nilai 30. Variabel kehadiran dinilai dengan hadir setiap hari kerja, diberi nilai 1 poin per hari dan terlambat hadir atau pulang sebelum waktunya yang diakumulasi sampai dengan tujuh jam, dikurangi 1 poin. Ketidakhadiran akibat sakit dan/atau penugasan keluar oleh kepala puskesmas dikecualikan dalam penilaian kehadiran tersebut. Variabel daerah yang menjadi kewenangan dinas kesehatan ditetaplan berdasarkan Surat Keputusan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Karangasem Nomor 24.a tahun 2014 tentang Alokasi Jasa Pelayanan Kesehatan Dana Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Pada Puskesmas Di Kabupaten Karangasem

16

maka diputuskan untuk menambahkan variabel daerah yang terdiri dari status kepegawaian dan masa kerja pegawai. Variabel kinerja tidak dimasukkan dalam perhitungan dengan pertimbangan sulit bagi puskesmas untuk mengukur kinerja pegawai. Padahal menurut Sarwoto (2000b), bahwa insentif adalah jenis penghargaan yang diberikan berdasarkan penilaian kinerja pegawai. Semakin tinggi tingkat kinerja pegawai, maka semakin besar pula insentif yang diberikan oleh perusahaan. Pembagian jasa pelayanan yang ditetapkan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Karangasem berdasarkan status kepegawaian yaitu Pegawai Negeri Sipil (PNS)/Capeg PNS diberi poin 15, Non Pegawai Negeri Sipil (Non PNS) diberi poin 5. Pembagian jasa pelayanan dilihat dari masa kerja pegawai yaitu pegawai yang melaksanakan tugas kurang dari atau sama dengan 2 tahun diberi poin 2, lebih dari 2 tahun sampai dengan 10 tahun diberi poin 5, lebih dari 10 tahun sampai dengan 20 tahun diberi poin 10 dan lebih dari 20 tahun diberi poin 15 (Dinkes Karangasem, 2014) Kata kunci dalam pemberian kompensasi adalah equity yang berarti keadilan dan worth yang artinya kepantasan dan kelayakan. Besaran kompensasi yang diberikan organisasi kepada karyawan tergantung kepada besaran sumbangan tenaga dan pikiran yang diberikan kepada organisasi. Untuk mencapai tingkat keadilan dan kelayakan yang lebih baik, maka perbedaan kompensasi hanya

berdasarkan

kepada

perbedaan-perbedaan

kegiatan

manajerial,

tanggungjawab, kemampuan, pengetahuan dan produktifitas (Tohardi, 2002b) Pembagian jasa pelayanan JKN sesuai Permenkes Nomor 19 dan Permenkes

17

Nomor 28 tahun 2014 disusun dengan harapan dapat memberikan tingkat keadilan dan kelayakan pagi pegawai puskesmas. Penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Jiwa Mandani, Sulawesi Tengah, ditemukan bahwa terjadi penurunan persepsi sebesar 2,6% terhadap sistem pembagian jasa pelayanan akibat dari revisi sistem pembagian jasa pelayanan. Hasil uji korelasi menunjukkan hubungan yang signifikan antara persepsi (transparansi, keadilan dan waktu) terhadap sistem jasa pelayanan. Pihak manajemen rumah sakit disarankan dalam revisi sistem pembagian jasa pelayanan haruslah melibatkan perwakilan setiap kelompok karyawan sehingga memenuhi aspek keadilan dan transparansi,

serta harus disosialisasikan sehingga

terbentuknya satu persepsi yang sama terhadap sistem pembagian jasa pelayanan pada seluruh karyawan (Nofrinaldi, 2006).

1.2.2 Sistem Pembagian Jasa Pelayanan JKN berdasarkan Sistem 54321 Sistem pembagian jasa pelayanan JKN berdasarkan sistem 54321 adalah sistem pembagian jaspel yang digunakan oleh puskesmas di Kabupaten Karangasem yang berpedoman pada SK Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Karangasem No 1061 Tahun 2005 tentang Pengalokasian Jasa Pelayanan Pada UPT Dinas Kesehatan Puskesmas di Kabupaten Karangasem. Sistem pembagian jaspel 54321 dibuat untuk dapat merangsang peningkatan mutu pelayanan dan kelancaran tugas-tugas pelayanan baik promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif serta tugas-tugas pembinaan kepada masyarakat. Sistem pembagian jaspel 54321 adalah sistem pembagian jaspel dengan

18

pemberian poin pada katagori ketenagaan sesuai dengan tingkatan beban kerja pada setiap tenaga yang bertugas di puskesmas. Poin-poin yang diberikan yaitu kepala puskesmas diberi poin 5, dokter umum PNS dan tata usaha PNS diberi poin 4, dokter gigi PNS diberi poin 3,9, PNS yang pelayanan UGD, poli dan pustu dengan pasien terbanyak diberi poin 3,7, PNS yang pelayanan diberi poin 3,5, PNS yang memegang jabatan bendahara diberi poin 3,3, PNS yang diloket diberi poin 3, PNS pemegang program non pelayanan diberi poin 2,7, dokter kontrak diberi poin 2,6, kontrak yang pelayanan dan bidan desa kontrak dengan pasien terbanyak diberi poin 2,5, kontrak yang memegang program dan bidan PTT diberi poin 2 dan sopir, cleaning service, satpam diberi poin 1,5.

1.3

Hubungan Sistem Pembagian Jasa Pelayanan dengan Kepuasan Kerja Jasa pelayanan adalah salah satu bentuk dari kompensasi. Menurut

Handoko (2001), kompensasi merupakan segala sesuatu yang diterima oleh pegawai sebagai tanda balas jasa, untuk pelaksanaan pekerjaan sehingga dapat memotivasi mereka untuk mencapai tingkat prestasi kerja yang diinginkan. Terminologi-terminologi dalam kompensasi adalah upah (wages) dan gaji (salary), insentif (incentive), tunjangan (benefit), dan fasilitas (perquisites). Kompensasi berpengaruh terhadap kepuasan dan merupakan umpan balik yang memungkinkan pegawai menyesuaikan diri terhadap perilakunya (Simamora, 2001). Insentif adalah salah satu bentuk atau komponen dari kompensasi yang diberikan oleh organisasi, seperti definisi yang dikemukakan oleh Moorehead & Griffin (2000) bahwa insentif merupakan sesuatu pemberian atau penghargaan

19

dari

organisasi

pada

seseorang

/kelompok

kerja

yang

menunjukkan

prestasi/kinerja yang baik diluar ketentuan pengupahan yang umum/gaji. Pemberian insentif atau jasa pelayanan adalah untuk dapat meningkatkan motivasi, kepuasan kerja dan kinerja pegawai. Seperti yang dikemukakan oleh Sarwoto (2000c) bahwa insentif sebagai sarana motivasi berupa perangsang atau pendorong yang dengan sengaja diberikan kepada para karyawan sehingga timbul semangat yang lebih besar dalam diri mereka untuk berprestasi bagi organisasi. Terry (1964) menyatakan bahwa insentif sebagai alat penggerak yang penting. Manusia akan cenderung lebih giat untuk berusaha jika balas jasa yang diterima dapat memberikan kepuasan terhadap apa yang diharapkan. Tiwari (2011b) dalam penelitiannya menemukan bahwa kompensasi berupa insentif merupakan faktor yang paling penting pengaruhnya terhadap kepuasan karyawan. Pemberian insentif yang sesuai kebutuhan dan layak, akan dapat meningkatkan kepuasan kerja dan meningkatkan motivasi kerja yang diikuti dengan

meningkatnya

produktifitas kerja (Tella, 2007a). Penelitian yang dilakukan di RSUD Karangasem menunjukkan bahwa pemberian finansial insentif/jasa pelayanan kepada karyawan akan berpengaruh positip dan signifikan terhadap kepuasan kerja karyawan pada RSUD Karangasem, serta semakin tinggi finansial insentif/jasa pelayanan

yang

diberikan maka tingkat kepuasan kerja karyawan semakin meningkat. Dari hasil analisis regresi linier sederhana diperoleh persamaan regresi Y=0,760 + 0,779 X, berarti setiap kenaikan 1 satuan finansial insentif akan meningkatkan kepuasan kerja karyawan sebesar 0,779 (Hindani, 2012a).

20

Penelitian yang dilakukan oleh Tirtayana (2005e) tentang analisis faktorfaktor yang berkontribusi terhadap kepuasan kerja pegawai puskesmas di Kabupaten Karangasem, menunjukkan bahwa faktor kompensasi (insentif) menempati urutan pertama yang berpengaruh terhadap kepuasan kerja pegawai puskesmas di Kabupaten Karangasem. Faktor kompensasi dengan poin eigenvalue 3,2162 dan menjelaskan sebesar 15.32% kontribusinya terhadap kepuasan kerja pegawai.