BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Femur - repository.usu.ac.id

Fraktur Femur adalah rusaknya kontinuitas tulang pangkal paha yang dapat ... oleh karena itu pada kasus fraktur harus ditangani cepat, dan perlu dilak...

94 downloads 551 Views 477KB Size
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Femur Femur atau tulang paha adalah tulang terpanjang dari tubuh. Tulang itu bersendi dengan asetabulum dalam formasi persendian panggul dan dari sini menjulur medial ke lutut dan membuat sendi dengan tibia. Tulangnya berupa tulang pipa dan mempunyai sebuah batang dan dua ujung yaitu ujung atas, batang femur dan ujung bawah (Pearce, 1990).

Gambar 2.1. Tulang Femur

2.2 Fraktur 2.2.1. Defenisi Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, 2000).

Universitas Sumatera Utara

Rusaknya kontinuitas tulang ini dapat disebabkan oleh trauma langsung, kelelahan otot, kondisi-kondisi tertentu seperti degenerasi tulang / osteoporosis (Anonima , 2011). 2.2.2. Jenis jenis fraktur 1. Fraktur komplit: garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui kedua korteks tulang. 2. Fraktur tidak komplit: garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang. 3. Fraktur terbuka: bila terdapat luka yang menghubungkan tulang yang fraktur dengan udara luar atau permukaan kulit. 4. Fraktur tertutup: bilamana tidak ada luka yang menghubungkan fraktur dengan udara luar atau permukaan kulit (Rahmad, 1996).

Oblik /miring

Kominuta

Spiral

Majemuk

Gambar 2.2. Jenis - jenis fraktur 2.2.3 Fraktur Femur Fraktur Femur adalah rusaknya kontinuitas tulang pangkal paha yang dapat disebabkan oleh trauma langsung, kelelahan otot , kondisi-kondisi tertentu seperti degenerasi tulang/osteoporosis. Batang Femur dapat mengalami fraktur akibat trauma langsung, puntiran, atau pukulan pada bagian depan yang berada dalam posisi fleksi ketika kecelakaan lalu lintas (Mansjoer, 2000).

Universitas Sumatera Utara

2.2.4. Etiologi Penyebab fraktur adalah trauma yang mengenai tulang, dimana trauma tersebut kekuatannya melebihi kekuatan tulang, dan mayoritas fraktur akibat kecelakaan lalu lintas. Trauma-trauma lain adalah jatuh dari ketinggian, kecelakaan kerja, cidera olah raga. Trauma bisa terjadi secara langsung dan tidak langsung. Dikatakan langsung apabila terjadi benturan pada tulang dan mengakibatkan fraktur di tempat itu, dan secara tidak langsung apabila titik tumpu benturan dengan terjadinya fraktur berjauhan (Rahmad, 1996 ). Menurut Sachdeva (1996), penyebab fraktur dapat dibagi menjadi tiga yaitu

:

a. Cedera traumatik Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh : i. Cedera langsung berarti pukulan langsung terhadap tulang sehingga tulang pata secara spontan. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur melintang dan kerusakan pada kulit diatasnya. ii. Cedera tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari lokasi benturan, misalnya jatuh dengan tangan berjulur dan menyebabkan fraktur klavikula. iii. Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari otot yang kuat. b. Fraktur Patologik Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana dengan trauma minor dapat mengakibatkan fraktur dapat juga terjadi pada berbagai keadaan berikut :

Universitas Sumatera Utara

i. Tumor tulang (jinak atau ganas) : pertumbuhan jaringan baru yang tidak terkendali dan progresif. ii. Infeksi seperti osteomielitis : dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut atau dapat timbul sebagai salah satu proses yang progresif, lambat dan sakit nyeri. iii. Rakhitis : suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh defisiensi Vitamin D yang mempengaruhi semua jaringan skelet lain, biasanya disebabkan oleh defisiensi diet, tetapi kadang-kadang dapat disebabkan kegagalan absorbsi Vitamin D atau oleh karena asupan kalsium atau fosfat yang rendah. c. Secara spontan : disebabkan oleh stress tulang yang terus menerus misalnya pada penyakit polio dan orang yang bertugas dikemiliteran. 2.2.5 Patofisiologi Tulang yang mengalami fraktur biasanya diikuti kerusakan jaringan disekitarnya, seperti di ligamen, otot tendon, persyarafan dan pembuluh darah, oleh karena itu pada kasus fraktur harus ditangani cepat, dan perlu dilakukan tindakan operasi. Tanda dan Gejala : a.

Nyeri hebat ditempat fraktur

b. Tak mampu menggerakkan ekstremitas bawah

Universitas Sumatera Utara

c. Diikuti tanda gejala fraktur secara umum, seperti : fungsi berubah, bengkak, sepsis pada fraktur terbuka dan deformitas

2.2.6 Diagnosis a. Anamnesis Bila tidak ada riwayat trauma, berarti fraktur patologis. Trauma harus diperinci kapan terjadinya, di mana terjadinya, jenisnya, berat-ringan trauma, arah trauma, dan posisi pasien atau ekstremitas yang bersangkutan (mekanisme trauma). Jangan lupa untuk meneliti kembali trauma di tempat lain secara sistematik dari kepala, muka, leher, dada, dan perut (Mansjoer, 2000). b. Pemeriksaan Umum Dicari kemungkinan komplikasi umum seperti syok pada fraktur multipel, fraktur pelvis, fraktur terbuka, tanda-tanda sepsis pada fraktur terbuka yang mengalami infeksi (Mansjoer, 2000). c. Pemeriksaan Fisik Menurut Rusdijas (2007), pemeriksaan fisik yang dilakukan untuk fraktur adalah: -

Look (inspeksi): bengkak, deformitas, kelainan bentuk.

-

Feel/palpasi: nyeri tekan, lokal pada tempat fraktur.

-

Movement/gerakan: gerakan aktif sakit, gerakan pasif sakit krepitasi.

d. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang yang penting untuk dilakukan adalah “pencitraan” menggunakan sinar Rontgen (X-ray) untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan kedudukan tulang, oleh karena itu minimal diperlukan 2 proyeksi

Universitas Sumatera Utara

yaitu antero posterior (AP) atau AP lateral. Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) atau indikasi untuk memperlihatkan patologi yang dicari, karena adanya superposisi. Untuk fraktur baru indikasi X-ray adalah untuk melihat jenis dan kedudukan fraktur dan karenanya perlu tampak seluruh bagian tulang (kedua ujung persendian). 2.2.7 Penatalaksanaan Fraktur Tujuan pengobatan fraktur adalah untuk menempatkan ujung-ujung dari patah tulang supaya satu sama lain saling berdekatan, selain itu menjaga agar tulang tetap menempel sebagaimana mestinya. Proses penyembuhan memerlukan waktu minimal 4 minggu, tetapi pada usia lanjut biasanya memerlukan waktu yang lebih lama. Setelah sembuh, tulang biasanya kuat dan kembali berfungsi (Corwin, 2010). Fraktur biasanya menyertai trauma. Untuk itu sangat penting untuk melakukan pemeriksaan terhadap jalan napas (airway), proses pernafasan (breathing), dan sirkulasi (circulating), apakah terjadi syok atau tidak. Bila sudah dinyatakan tidak ada masalah lagi , baru lakukan amnesis dan pemeriksaan fisik secara terperinci. Waktu terjadinya kecelakaan penting ditanyakan untuk mengetahui berapa lama sampai di RS, mengingat golden period 1-6 jam , bila lebih dari 6 jam, komplikasi infeksi semakin besar. Lakukan amnesis dan pemeriksaan fisis secara cepat , singkat dan lengkap. Kemudian, lakukan foto radiologis. Pemasangan bidai dilakukan untuk mengurangi rasa sakit dan mencegah terjadinya kerusakan yang lebih berat pada jaringan lunak selain memudahkan proses pembuatan foto (Mansjoer, 2000).

Universitas Sumatera Utara

Penatalaksanaan fraktur telah banyak mengalami perubahan dalam waktu sepuluh tahun terakhir ini. Traksi dan spica casting atau cast bracing mempunyai banyak kerugian karena waktu berbaring lebih lama, meski pun merupakan penatalaksanaan non-invasif pilihan untuk anak-anak. Oleh karena itu tindakan ini banyak dilakukan pada orang dewasa (Mansjoer, 2000). Bila keadaan penderita stabil dan luka telah diatasi, fraktur dapat dimobilisasi dengan salah satu cara dibawah ini: a. traksi Traksi adalah tahanan yang dipakai dengan berat atau alat lain untuk menangani kerusakan atau gangguan pada tulang dan otot. Tujuan traksi adalah untuk menangani fraktur, dislokasi atau spasme otot dalam usaha untuk memperbaiki deformitas dan mempercepat penyembuhan. Traksi menggunakan beban untuk menahan anggota gerak pada tempatnya. Tapi sekarang sudah jarang digunakan. Traksi longitudinal yang memadai diperlukan selama 24 jam untuk mengatasi spasme otot dan mencegah pemendekan, dan fragmen harus ditopang di posterior untuk mencegah pelengkungan. Traksi pada anak-anak dengan fraktur femur harus kurang dari 12 kg, jika penderita yang gemuk memerlukan beban yang lebih besar. b. fiksasi interna Fiksasi interna dilakukan dengan pembedahan untuk menempatkan piringan atau batang logam pada pecahan-pecahan tulang. Fiksasi interna merupakan pengobatan terbaik untuk patah tulang pinggul dan patah tulang disertai komplikasi (Djuwantoro, 1997). c.

Pembidaian

Universitas Sumatera Utara

Pembidaian adalah suatu cara pertolongan pertama pada cedera/ trauma sistem muskuloskeletal untuk mengistirahatkan (immobilisasi) bagian tubuh kita yang mengalami cedera dengan menggunakan suatu alat yaitu benda keras yang ditempatkan di daerah sekeliling tulang (Anonimb, 2010). d. Pemasangan Gips atau Operasi Dengan Orif Gips adalah suatu bubuk campuran yang digunakan untuk membungkus secara keras daerah yang mengalami patah tulang. Pemasangan gips bertujuan untuk menyatukan kedua bagian tulang yang patah agar tak bergerak sehingga dapat menyatu dan fungsinya pulih kembali dengan cara mengimobilisasi tulang yang patah tersebut (Anonimb, 2010). e. Penyembuhan Fraktur Penyembuhan fraktur dibantu oleh pembebanan fisiologis pada tulang , sehingga dianjurkan untuk melakukan aktifitas otot dan penahanan beban secara lebih awal. Tujuan ini tercakup dalam tiga keputusan yang sederhana : reduksi, mempertahankan dan lakukan latihan. Menurut (Carter, 2003) jika satu tulang sudah patah, jaringan lunak di sekitarnya juga rusak, periosteum terpisah dari tulang, dan terjadi perdarahan yang cukup berat dan bekuan darah akan terbentuk pada daerah tersebut. Bekuan darah akan membentuk jaringan granulasi didalamnya dengan sel-sel pembentuk tulang primitif (osteogenik) dan berdiferensiasi menjadi krodoblas dan osteoblas. Krodoblas akan mensekresi posfat, yang merangsang deposisi kalsium. Terbentuk lapisan tebal (kalus) disekitar lokasi fraktur. Lapisan ini terus menebal dan meluas, bertemu dengan lapisan kalus dari fragmen tulang dan menyatu.

Universitas Sumatera Utara

Penyatuan dari kedua fragmen terus berlanjut sehingga terbentuk trebekula oleh osteoblas, yang melekat pada tulang dan meluas menyebrangi lokasi fraktur.

2.2.8 Neglected Neglected fraktur adalah yang penanganannya lebih dari 72 jam. sering terjadi akibat penanganan fraktur pada extremitas yang salah oleh bone setter Umumnya terjadi pada yang berpendidikan dan berstatus sosioekonomi yang rendahNeglected fraktur dibagi menjadi beberapa derajat, yaitu: a. Derajat 1 : fraktur yang telah terjadi antara 3 hari -3 minggu b. Derajat 2 : fraktur yang telah terjadi antara 3 minggu -3 bulan c. Derajat 3 : fraktur yang telah terjadi antara 3 bulan ± 1 tahun d. Derajat 4 : fraktur yang telah terjadi lebih dari satu tahun (Anonimd, 2011).

2.3 Tinjauan Obat 2.3.1 Ceftriaxon Cefriaxon adalah antibiotik sefalosporin generasi ketiga yang memiliki aktivitas bakterisidal yang luas dengan cara menghambat sintesis dinding sel, dan mempunyai masa kerja yang panjang. Secara in vitro memiliki aktivitas luas terhadap bakteri gram positif dan gram negatif, memiliki stabilitas yang tinggi terhadap β-laktamase baik penisilase maupun sefalosporinase yang dihasilkan bakteri gram positif dan gram negatif.

Universitas Sumatera Utara

Secara struktural cefriaxon ditunjukkan pada Gambar 2.3 berikut ini.

Gambar 2.3.1 Struktur Cefriaxon Cefriaxon diindikasikan untuk mengobati infeksi yang disebabkan oleh bakteri yang sensitif terhadap cefriaxon antara lain: infeksi saluran pernafasan bawah (pneumonia), infeksi kulit dan struktur kulit, infeksi tulang dan sendi, infeksi intraabdominal, infeksi saluran kemih dan meningitis. Ceftriaxon memiliki waktu paruh 7-8 jam dapat diinjeksikan sekali tiap 24 jam pada dosis 15-50 mg/kg/hari. Dosis harian tunggal 1 g ceftriaxone cukup untuk mengatasi infeksi yang serius, dengan dosis 4 g sekali perhari dianjurkan untuk pengobatan meningitis (Katzung, 2007). Ceftriaxon yang terikat pada protein plasma umunya sekitar 83-96%, diekskresikan sebesar 33–67% melalui ginjal dan sebesar 35–45% melalui feses. Ceftriaxon dapat menembus sawar darah otak sehingga dapat mencapai kadar obat yang cukup tinggi dalam cairan cerebrospinal. Pemberian cefriaxon bersamaan dengan aminoglikosida dapat meningkatkan efek nefrotoksik. Pemberian bersama diuretik kuat seperti furosemida dapat mempengaruhi fungsi ginjal (Mc Evoy, 2004). Serbuk steril cefriaxone dalam vial dapat disimpan pada suhu tidak kurang 300 C dan larutan cefriaxone natrium disimpan pada suhu -200 C. Serbuk steril untuk injeksi dan larutan cefriaxone harus dikemas dalam wadah yang gelap dan terhindar dari cahaya matahari. Larutan dapat tahan selama 24 jam jika disimpan pada temperatur ruang dan 5 hari jika disimpan di lemari es suhu 50C dan 13 minggu jika dibekukan (Mc Evoy, 2004).

Universitas Sumatera Utara

2.3.2 Ketorolak Ketorolak adalah salah satu dari obat anti inflamasi non steroid (NSAID), yang biasa digunakan untuk analgesik, antipiretik dan anti inflamasi. Obat ini menghambat enzim siklooksigenase sehingga konversi asam arakidonat menjadi PG2 terganggu. Ketorolak merupakan penghambat siklooksigenase yang non selektif. Ketorolak bronkospasme,

dikontraindikasikan pasien

yang

terhadap

menderita

tukak

pasien

angioedema

peptik

aktif,

atau

perdarahan

gastrointestinal, dan pasien yang menggunakan NSAID yang lain, pasien yang menderita gangguan ginjal. Secara struktural ketorolak ditunjukkan pada Gambar 2.4 berikut ini.

Gambar 2.3.2 Struktur Ketorolak Ketorolak diserap dengan cepat dan lengkap. Bioavaibilitasnya mencapai 100 %. Ketorolak dimetabolisme di hati dengan waktu paruh plasma 3.5-9.2 jam pada dewasa muda dan 4.7-8.6 jam pada orang lanjut usia (usia 72 tahun). Kadar steady state plasma dicapai setelah diberikan dosis tiap 6 jam dalam sehari. Ketorolak diekskresikan melalui ginjal rata-rata sebesar 91.4% dan sisanya ratarata sebesar 6.1% diekskresikan melalui feses . Ketorolak akan berinteraksi bila diberikan bersamaan dengan warfarin yang dapat menyebabkan pendarahan, ACE inhibitor dapat menyebabkan semakin tingginya resiko gagal ginjal, diuretik dapat berkurang efeknya (ISFI, 2008). 2.3.3

Ranitidin

Universitas Sumatera Utara

Ranitidin merupakan antagonis histamin reseptor H 2 (antagonis H 2 ) menghambat kerja histamin pada semua reseptor H 2 yang penggunaan klinisnya ialah menghambat sekresi asam lambung, dengan menghambat secara kompetitif ikatan histamin dengan reeseptor H 2 , zat ini mengurangi konsentrasi cAMP intraseluler sehingga sekresi asam lambung juga dihambat (Mycek, 2001). Secara struktural ranitidin ditunjukkan pada gambar 2.3.3 berikut:

Gambar 2.3.3 Struktur Ranitidin Ranitidin diabsorbsi 50% setelah pemberian oral. Pada ginjal normal, volume distribusi 1,7 L/Kg sedangkan klirens kreatinin 23-25 ml/menit. Konsentrasi puncak plasma dicapai 2-3 jam setelah pemberian dosis 150 mg. absorbsi tidak dipengaruhi secara signifikan oleh makanan dan antasida. Waktu paruhnya 2,5 – 3 jam pemberian oral. Ranitidin dan metabolitnya diekskresi terutama melalui ginjal, sisanya melalui tinja. Sekitar 70% dari ranitidin yang diberikan iv dan 30% yang diberikan secara oral diekskresi dalam urin dalam bentuk asal (Mc Evoy, 2004). 2.3.4 Parasetamol Parasetamol merupakan metabolit fenacetin yang berkhasiat sebagai analgetik dan antipiretik tanpa mempengaruhi SSP atau menurunkan kesadaran serta tidak menyebabkan ketagihan. Struktur kimia parasetamol dapat dilihat pada gambar 2.3.4

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.3.4 Struktur parasetamol Daya

antipiretik

parasetamol

didasarkan

pada

rangsangan

pusat

penghantar kalor di hipotalamus, menimbulkan vasodilatasi perifer (di kulit) sehingga terjadi pengeluaran panas yang disertai banyak keringat (Tjay, 2007). Parasetamol diindikasikan untuk pengobatan demam (selesma, pilek), dan nyeri ringan hingga sedang. Parasetamol tidak diberikan kepada pasien yang mengalami kerusakan fungsi hati dan ginjal serta dengan ketergantungan akohol (ISFI, 2008). Penyerapan obat dalam saluran cerna cepat dan hampir sempurna, kadar plasma tertinggi dicapai dalam 0,5-1 jam setelah pemberian oral, dengan waktu paruh plasma 1,2-5 jam (Siswandono dan Soekardjo, 1995). Parasetamol diabsorpsi secara cepat dan sempurna di saluran gastro intestinal pada pemberian oral. Parasetamol terdistribusi secara cepat dan merata pada kebanyakan jaringan tubuh. Sekitar 25% parasetamol di dalam darah terikat pada protein plasma, dimetabolisme oleh sistem enzim mikrosomonal di dalam hati. Memilki waktu paruh plasma 1,25-3 jam, dan mungkin lebih lama pada pasien dengan kerusakan hati. Sekitar 80-85% parasetamol di dalam tubuh mengalami konjugasi terutama dengan asam glukoronat dan asam sulfat. Dieksresi melalui urin kira-kira sebanyak 85% dalam bentuk bebas dan terkonjugasi.

Universitas Sumatera Utara

Efek samping yang timbul akibat penggunaan parasetamol antara lain, reaksi hipersensitifitas, ruam kulit dan kelainan darah, kerusakan hati. Dalam keadaan overdosis, mual, muntah dan anoreksia

2.3.5 Cefadroxil Cefadroxil adalah antibiotik sefalosporin generasi pertama yang memiliki aktivitas bakterisidal yang luas dengan cara menghambat sintesis dinding sel, dan mempunyai masa kerja yang panjang. Secara in vitro memiliki aktivitas luas terhadap bakteri gram positif dan gram negatif, memiliki stabilitas yang tinggi terhadap β-laktamase baik penisilase maupun sefalosporinase yang dihasilkan bakteri gram positif dan gram negatif. Cefadroxil diindikasikan untuk mengobati infeksi yang disebabkan oleh bakteri yang sensitif terhadap cefadroxil antara lain: infeksi saluran pernafasan bawah (pneumonia), infeksi kulit dan struktur kulit, infeksi tulang dan sendi, infeksi intraabdominal, infeksi saluran kemih dan meningitis. Struktur kimia cefadroxil dapat dilihat pada gambar 2.3.5

Gambar 2.3.5 Struktur cefadroxil Sefadroksil hampir sempurna diabsorpsi di saluran cerna. Setelah pemberian dosis oral 500 mg dan 1 g, konsentrasi plasma puncak sekitar 16 dan 30 µg/mL yang dicapai pada 1,5-2 jam. Dosis bersamaan dengan makanan tidak

Universitas Sumatera Utara

menunjukkan adanya pengaruh absorpsi dari sefadroksil. Sekitar 20% dari sefadroksil berikatan dengan protein plasma. Waktu paruh sefadroksil sekitar 1,5 jam dan diperpanjang pada pasien gangguan ginjal (Sweetman, 2009). Lebih dari 90% sefadroksil diekskresikan dalam bentuk tak berubah di urin dalam 24 jam oleh filtrasi glomerular dan sekresi tubular, konsentrasi puncak di urin 1,8 mg/mL setelah dosis 500 mg (Sweetman, 2009).

Universitas Sumatera Utara