BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kehamilan Kehamilan pertumbuhan dan perkembangan janin intra uteri mulai sejak konsepsi dan berakhir pada saat permulaan persalinan (Sarwono, 2007). Menurut Sylviati (2008) lama kehamilan berlangsung sampai persalinan aterm adalah 259-293 hari dengan perhitungan sebagai berikut: a. Bayi kurang bulan jika dilahirkan dengan masa gestasi < 37 minggu (< 259 hari). b. Bayi cukup bulan jika dilahirkan dengan masa gestasi 37- 42 minggu. c. Bayi lebih bulan jika bayi dilahirkan dengan masa gestasi > 42 minggu (> 294 hari). Menurut Sarwono (2007) ditinjau dari tuanya kehamilan. kehamilan terbagi atas 3 trimester yaitu : a.
Kehamilan trimester I antara 0-12 minggu
b.
Kehamilan trimester II antara 12-28 minggu
c.
Kehamilan trimester III antara 28-40 minggu
Dalam trimester pertama organ-organ mulai dibentuk. Trimester kedua organ telah dibentuk, tetapi belum sempurna dan viabilitas janin masih diragukan. Sementara janin yang dilahirkan pada trimester terakhir telah viable (dapat hidup). Bila hasil konsepsi dikeluarkan dari kavum uteri pada kehamilan dibawah 20 minggu disebut abortus (keguguran). Bila hal tersebut terjadi dibawah 36 minggu disebut partus prematur. Kelahiran dari 38 minggu sampai 40 minggu disebut partus aterm (Sarwono, 2007).
Universitas Sumatera Utara
Tanda pasti kehamilan dapat dilihat dari gejala dan tanda yang dirasakan oleh ibu seperti amenorrhea, nausea, emesis, anoreksia dan juga gerakan janin yang sudah mulai terasa pada kehamilan 18 minggu. Tetapi juga dapat dipastikan dengan menggunakan ultrasonografi (Sarwono, 2007). 2.2. Berat Bayi Lahir Berat badan adalah suatu indikator kesehatan bayi baru lahir. Rata-rata berat bayi normal (gestasi 37-41 minggu) adalah 3000-3600 gram. Berat badan ini tergantung juga dari ras, status ekonomi orang tua, ukuran orang tua, dan paritas ibu . Secara umum berat bayi lahir rendah dan berat bayi lahir berlebih lebih besar resikonya untuk mengalami masalah (Sylviati, 2008). Masa gestasi juga merupakan indikasi kesejahteraan bayi baru lahir karena semakin cukup masa gestasi semakin baik kesejahteraan bayi. Konsep berat bayi lahir rendah tidak sama dengan prematuritas karena tidak semua berat bayi lahir rendah lahir dengan kurang bulan (Sylviati, 2008). Hubungan antara umur kehamilan dengan berat bayi lahir mencerminkan kecukupan pertumbuhan intrauterine. Penentuan hubungan ini akan memperbudah morbiditas dan mortalitas bayi. Menurut hubungan berat lahir/umur kehamilan maka berat bayi lahir dikelompokkan menjadi Sesuai Masa Kehamilan (SMK), Kecil Masa Kehamilan (KMK) dan Besar Masa Kehamilan (BMK). Klasifikasi bayi menurut masa gestasi dan umur kehamilan adalah bayi kurang bulan, bayi cukup bulan dan bayi lebih bulan. Berat lahir adalah berat bayi yang ditimbang dalam jangka waktu 1 jam pertama setelah lahir. Klasifikasi menurut berat lahir adalah Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) yaitu berat lahir < 2500 gram, bayi berat lahir normal dengan berat lahir 2500-4000 gram dan bayi berat lahir lebih dengan berat badan > 4000 gram (Sylviati, 2008). Klasifikasi bayi menurut umur kehamilan dibagi dalam 3 kelompok yaitu bayi kurang bulan adalah bayi dengan masa kehamilan kurang dari 37 minggu (259 hari), bayi cukup bulan adalah bayi dengan masa kehamilan dari 37 minggu
Universitas Sumatera Utara
sampai dengan 42 minggu (259 -293 hari), dan bayi lebih bulan adalah bayi dengan masa kehamilan mulai 42 minggu atau lebih (Sylviati, 2008). Dari pengertian di atas maka bayi dengan BBLR dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu Prematur murni dan Dismaturitas. 1.
Prematur murni adalah neonatus dengan usia kehamilan kurang dari 37 minggu dan mempunyai berat badan sesuai dengan berat badan untuk masa kehamilan, atau biasa disebut neonatus kurang bulan sesuai masa kehamilan. Penyebabnya berasal dari berbagai faktor ibu, faktor janin maupun faktor lingkungan.
2. Dismaturitas atau kecil untuk masa kehamilan adalah bayi lahir dengan berat badan kurang dari berat badan sesungguhnya untuk masa kehamilan. Hal ini karena janin mengalami gangguan pertumbuhan dalam kandungan dan merupakan bayi yang kecil untuk masa kehamilan (KMK). Bayi berat lahir rendah merupakan masalah penting dalam pengelolaannya karena mempunyai kecenderungan ke arah peningkatan terjadinya infeksi, kesukaran mengatur nafas tubuh sehingga mudah untuk menderita hipotermia. Selain itu bayi dengan Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR) mudah terserang komplikasi tertentu seperti ikterus, hipoglikemia yang dapat menyebabkan kematian. Kelompok bayi berat lahir rendah yang dapat di istilahkan dengan kelompok resiko tinggi, karena pada bayi berat lahir rendah menunjukan angka kematian dan kesehatan yang lebih tinggi dengan berat bayi lahir cukup. 2.3. Faktor-faktor yang mempengaruhi berat bayi lahir Berat badan lahir merupakan hasil interaksi dari berbagai faktor melalui suatu proses yang berlangsung selama berada dalam kandungan. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi berat bayi lahir adalah sebagai berikut : 1. Faktor Lingkungan Internal yaitu meliputi umur ibu, jarak kelahiran, paritas, kadar hemoglobin, status gizi ibu hamil, pemeriksaan kehamilan, dan penyakit pada saat kehamilan.
Universitas Sumatera Utara
2. Faktor Lingkungan Eksternal yaitu meliputi kondisi lingkungan, asupan zat gizi dan tingkat sosial ekonomi ibu hamil. 3. Faktor penggunaan sarana kesehatan yang berhubungan frekuensi pemeriksaan kehamilan atau antenatal care (ANC).
Faktor yang secara langsung atau internal mempengaruhi berat bayi lahir antara lain sebagai berikut : 1.
Usia Ibu hamil
Umur ibu erat kaitannya dengan berat bayi lahir. Kehamilan dibawah umur 16 tahun merupakan kehamilan berisiko tinggi, 2-4 kali lebih tinggi di bandingkan dengan kehamilan pada wanita yang cukup umur. Pada umur yang masih muda, perkembangan organ-organ reproduksi dan fungsi fisiologinya belum optimal. Selain itu emosi dan kejiwaannya belum cukup matang, sehingga pada saat kehamilan ibu tersebut belum dapat menanggapi kehamilannya secara sempurna dan sering terjadi komplikasi. Selain itu semakin muda usia ibu hamil, maka akan terjadi bahaya bayi lahir kurang bulan, perdarahan dan bayi lahir ringan (Poedji Rochjati, 2003). Meski kehamilan dibawah umur sangat berisiko tetapi kehamilan diatas usia 35 tahun juga tidak dianjurkan karena sangat berbahaya. Mengingat mulai usia ini sering muncul penyakit seperti hipertensi, tumor jinak peranakan, organ kandungan sudah menua dan jalan lahir telah kaku. Kesulitan dan bahaya yang akan terjadi pada kehamilan diatas usia 35 tahun ini adalah preeklamsia, ketuban pecah dini, perdarahan, persalinan tidak lancar dan berat bayi lahir rendah (Poedji Rochjati, 2003).
2.
Jarak Kehamilan/Kelahiran
Menurut anjuran yang dikeluarkan oleh badan koordinasi keluarga berencana (BKKBN) jarak kelahiran yang ideal adalah 2 tahun atau lebih, kerena jarak kelahiran yang pendek akan menyebabkan seorang ibu belum cukup untuk memulihkan kondisi tubuhnya setelah melahirkan sebelumnya. Ini merupakan
Universitas Sumatera Utara
salah satu faktor penyebab kelemahan dan kematian ibu serta bayi yang dilahirkan. Risiko proses reproduksi dapat ditekan apabila jarak minimal antara kelahiran 2 tahun (Poedji Rochjati, 2003). 3.
Paritas
Paritas secara luas mencakup gravida/jumlah kehamilan, prematur/jumlah kelahiran, dan abortus/jumlah keguguran. Sedang dalam arti khusus yaitu jumlah atau banyaknya anak yang dilahirkan. Paritas dikatakan tinggi bila seorang ibu/wanita melahirkan anak ke empat atau lebih. Seorang wanita yang sudah mempunyai tiga anak dan terjadi kehamilan lagi keadaan kesehatannya akan mulai menurun, sering mengalami kurang darah (anemia), terjadi perdarahan lewat jalan lahir dan letak bayi sungsang ataupun melintang. 4.
Kadar Hemoglobin (Hb)
Kadar hemoglobin (Hb) ibu hamil sangat mempengaruhi berat bayi yang dilahirkan. Menurut Sarwono (2007), seorang ibu hamil dikatakan menderita anemia bila kadar hemoglobinnya dibawah 12 gr/dl. Data Depkes RI (2008) diketahui bahwa 24,5% ibu hamil menderita anemia. Anemia pada ibu hamil akan menambah risiko mendapatkan bayi berat lahir rendah (BBLR), risiko perdarahan sebelum dan pada saat persalinan, bahkan dapat menyebabkan kematian ibu dan bayinya, jika ibu hamil tersebut menderita anemia berat (Depkes RI, 2008). Hal ini disebabkan karena kurangnya suplai darah nutrisi akan oksigen pada plasenta yang akan berpengaruh pada fungsi plasenta terhadap janin. 5.
Status Gizi Ibu Hamil
Menurut Sunita Almatsier (2004), status gizi dapat diartikan sebagai keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi. Berdasarkan pengertian diatas status gizi ibu hamil berarti keadaan sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi sewaktu hamil. Status gizi ibu pada waktu pembuahan dan selama hamil dapat mempengaruhi pertumbuhan janin yang sedang dikandung (Solihin Pudjiadi, 2003).
Universitas Sumatera Utara
Selain itu gizi ibu hamil menentukan berat bayi yang dilahirkan, maka pemantauan gizi ibu hamil sangatlah penting dilakukan. Pengukuran antropometri merupakan salah satu cara untuk menilai status gizi ibu hamil. Ukuran antropometri ibu hamil yang paling sering digunakan adalah kenaikan berat badan ibu hamil dan ukuran lingkar lengan atas (LLA) selama kehamilan (Riskesdas, 2007). Sebagai ukuran sekaligus pengawasan bagi kecukupan gizi ibu hamil bisa di lihat dari kenaikan berat badannya. Ibu yang kurus dan selama kehamilan disertai penambahan berat badan yang rendah atau turun sampai 10 kg, mempunyai resiko paling tinggi untuk melahirkan bayi dengan BBLR. Sehingga ibu hamil harus mengalami kenaikan berat badan berkisar 11-12,5 Kg atau 20% dari berat badan sebelum hamil (Depkes RI, 2008). Sedang Lingkar Lengan Atas (LLA) adalah antropometri yang dapat menggambarkan keadaan status gizi ibu hamil dan untuk mengetahui resiko Kekurangan Energi Kalori (KEK) atau gizi kurang. Ibu yang memiliki ukuran Lingkar Lengan Atas (LLA) di bawah 23,5 cm berisiko melahirkan bayi BBLR (Depkes RI, 2008). Pengukuran LLA lebih praktis untuk mengetahui status gizi ibu hamil karena alat ukurnya sederhana dan mudah dibawa kemana saja, dan dapat dipakai untuk ibu dengan kenaikan berat badan yang ekstrim. 6.
Pemeriksaan Kehamilan
Pemeriksaan kehamilan bertujuan untuk mengenal dan mengidentifikasi masalah yang timbul selama kehamilan, sehingga kesehatan selama ibu hamil dapat terpelihara dan yang terpenting ibu dan bayi dalam kandungan akan baik dan sehat sampai saat persalinan. Pemeriksaan kehamilan dilakukan agar kita dapat segera mengetahui apabila terjadi gangguan / kelainan pada ibu hamil dan bayi yang dikandung, sehingga dapat segera ditolong tenaga kesehatan (Depkes RI, 2008).
Universitas Sumatera Utara
Menurut Sarwono (2007) pemeriksaan kehamilan dilakukan setelah terlambat haid sekurang-kurangnya 1 bulan, dan setelah kehamilan harus dilakukan pemeriksaan secara berkala, yaitu : a.
Setiap 4 minggu sekali selama kehamilan 28 minggu
b.
Setiap 2 minggu sekali selama kehamilan 28 – 36 minggu
c.
Setiap minggu atau satu kali seminggu selama kehamilan 36 minggu sampai masa melahirkan.
Selain dari waktu yang telah ditentukan di atas ibu harus memeriksakan diri apabila terdapat keluhan lain yang merupakan kelainan yang ditemukan. 7.
Penyakit Saat Kehamilan
Penyakit pada saat kehamilan yang dapat mempengaruhi berat bayi lahir diantaranya adalah Diabetes melitus (DM), cacar air, dan penyakit infeksi TORCH(Toxoplasma, Rubella, Cytomegalovirus dan Herpes). Penyakit DM adalah suatu penyakit dimana badan tidak sanggup menggunakan gula sebagaimana mestinya, penyebabnya adalah pankreas tidak cukup memproduksi insulin/tidak dapat menggunakan insulin yang ada. Bahaya yang timbul akibat DM diantaranya adalah bagi ibu hamil bisa mengalami keguguran, persalinan prematur, bayi lahir mati, bayi mati setelah lahir (kematian perinatal) karena bayi yang dilahirkan terlalu besar lebih dari 4000 gram dan kelainan bawaan pada bayi (Poedji Rochjati, 2003). Penyakit infeksi TORCH adalah suatu istilah jenis penyakit infeksi yaitu Toxoplasma, Rubella, Cytomegalovirus dan Herpes. Keempat jenis penyakit ini sama bahayanya bagi ibu hamil yaitu dapat menganggu janin yang dikandungnya. Bayi yang dikandung tersebut mungkin akan terkena katarak mata, tuli, Hypoplasia (gangguan pertumbuhan organ tubuh seperti jantung, paru-paru, dan limpa). Bisa juga mengakibatkan berat bayi tidak normal, keterbelakangan mental, hepatitis, radang selaput otak, radang iris mata, dan beberapa jenis penyakit lainnya (Sarwono, 2007).
Universitas Sumatera Utara
Faktor-faktor yang mempengaruhi berat bayi lahir secara tidak langsung/eksternal dapat dijelaskan sebagai berikut : 1.
Faktor lingkungan yang meliputi kebersihan dan kesehatan lingkungan serta ketinggian tempat tinggal.
2.
Faktor ekonomi dan sosial meliputi jenis pekerjaan, tingkat pendidikan dan pengetahuan ibu hamil.
2.4. Gizi pada Ibu Hamil 2.4.1.
Kebutuhan Gizi Ibu Hamil
Kehamilan menyebabkan meningkatnya
metabolisme energi, karena
itu
kebutuhan energi dan zat gizi lainnya meningkat selama kehamilan. Peningkatan energi dan zat gizi tersebut diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan janin, pertambahan besarnya organ kandungan, perubahan komposisi dan metabolisme tubuh ibu (Sarwono, 2007). Sehingga kekurangan zat gizi tertentu yang diperlukan saat hamil dapat menyebabkan janin tumbuh tidak sempurna. Bagi ibu hamil, pada dasarnya semua zat gizi memerlukan tambahan, namun yang seringkali menjadi kekurangan adalah energi protein dan beberapa mineral seperti zat besi dan kalsium. Kebutuhan energi untuk kehamilan yang normal perlu tambahan kira-kira 80.000 kalori selama masa kurang lebih 280 hari. Hal ini berarti perlu tambahan ekstra sebanyak kurang lebih 300 kalori setiap hari selama hamil (Budianto, 2009). Energi yang terkandung dalam protein ditaksir sebanyak 5180 kkal, dan lemak 36.337 Kkal. Agar energi ini bisa ditabung masih dibutuhkan tambahan energi sebanyak 26.244 Kkal, yang digunakan untuk mengubah energi yang terikat dalam makanan menjadi energi yang bisa dimetabolisir. Dengan demikian jumlah total energi yang harus tersedia selama kehamilan adalah 74.537 Kkal, dibulatkan menjadi 80.000 Kkal. Untuk memperoleh besaran energi per hari, hasil penjumlahan ini kemudian dibagi dengan angka 250 (perkiraaan lamanya kehamilan dalam hari) sehingga diperoleh angka 300 Kkal (Budianto, 2009).
Universitas Sumatera Utara
Kebutuhan energi pada trimester I menjadi 2140 kalori, pada trimester II meningkat menjadi 2200 dan pada trimester III mengalami penurunan yaitu 2020 kalori. Begitu juga dengan protein yaitu trimester I adalah 75 gram, trimester II adalah 75 gram dan trimester III adalah 70 gram. Zat besi dan mineral lainnya juga mengalami penurunan jumlah asupan setelah trimester III (Budianto, 2009). Wanita hamil harus sering makan agar memenuhi kebutuhan gizi yang meningkat. Makanan ini harus terdiri dari empat kelompok makanan utama. Kalori harus cukup memadai untuk memenuhi kebutuhan anabolok ibu dan janin, dengan 1,3 gram protein per kilogram berat badan, 35 sampai 40 persen dari keseluruhan kalori sebagai lemak, dan sisanya sebagai karbohidrat. Kebutuhan vitamin dapat dipenuhi dengan memilih makanan secara bijaksana (Budianto, 2009). Dengan demikian dalam satu hari asupan protein dapat mencapai 75-100 g (sekitar 12 % dari jumlah total kalori); atau sekitar 1,3 g/kgBB/hari (gravida mature), 1,5 g/kg BB/hari (usia 15-18 tahun), dan 1,7 g/kg BB/hari (di bawah 15 tahun). Bahan pangan yang dijadikan sumber protein sebaiknya (2/3 bagian) pangan yang bernilai biologi tinggi, seperti daging tak berlemak, ikan, telur, susu dan hasil olahannya. Protein yang berasal dari tumbuhan (nilai biologinya rendah) cukup 1/3 bagian (Budianto, 2009). Kenaikan volume darah selama kehamilan akan meningkatkan kebutuhan Fe atau Zat Besi. Jumlah Fe pada bayi baru lahir kira-kira 300 mg dan jumlah yang diperlukan ibu untuk mencegah anemia akibat meningkatnya volume darah adalah 500 mg. Selama kehamilan seorang ibu hamil menyimpan zat besi kurang lebih 1.000 mg termasuk untuk keperluan janin, plasenta dan hemoglobin ibu sendiri. Makanan rata-rata hanya memberikan sekitar sekitar 200-300 mg dari total 1000 mg yang diperlukan. Jadi wanita hamil memerlukan tambahan besi dalam jumlah 30-60 mg sehari (Budianto, 2009).
Universitas Sumatera Utara
Menurut
I Dewa Nyoman Supariasa (2002) ada beberapa cara yang dapat
digunakan untuk mengetahui status gizi ibu hamil antara lain memantau pertambahan berat badan selama hamil, mengukur Lingkar Lengan Atas (LLA), dan mengukur kadar Hb. Pertambahan berat badan selama hamil sekitar 10 – 12 kg, dimana pada trimester I pertambahan kurang dari 1 kg, trimester II sekitar 3 kg, dan trimester III sekitar 6 kg. Pertambahan berat badan ini juga sekaligus bertujuan memantau pertumbuhan janin. Pengukuran LILA dimaksudkan untuk mengetahui apakah seseorang menderita Kurang Energi Kronis (KEK), sedangkan pengukuran kadar Hb untuk mengetahui kondisi ibu apakah menderita anemia gizi. 2.4.2. Lingkar Lengan Atas Antropometri yang paling sering digunakan untuk menilai status gizi yaitu LLA (Lingkar Lengan Atas). Pengukuran LLA adalah salah satu cara untuk mengetahui resiko Kekurangan Energi Kronis (KEK) pada Wanita Usia Subur (WUS). Tujuan pengukuran LLA mencakup masalah WUS baik ibu hamil maupun calon ibu, masyarakat umum dan peran petugas lintas sektoral (Depkes RI, 2008). Adapun tujuan tersebut adalah : 1. Mengetahui resiko KEK WUS, baik ibu hamil maupun calon ibu, untuk menepis wanita yang mempunyai resiko melahirkan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR). 2. Meningkatkan perhatian dan kesadaran masyarakat agar lebih berperan dalam pencegahan dan penanggulangan KEK. 3. Mengembangkan gagasan baru dikalangan masyarakat dengan tujuan peningkatan kesejahteraan ibu dan anak 4. Meningkatkan peran petugas lintas sektoral dalam upaya perbaikan gizi WUS yang menderita KEK. 5. Mengarahkan pelayanan kesehatan pada kelompok sasaran WUS yang menderita KEK.
Universitas Sumatera Utara
Ambang batas LLA WUS dengan resiko KEK di Indonesia adalah 23,5 cm. Apabila ukuran LLA kurang 23,5 cm artinya wanita tersebut mempunyai resiko KEK dan diperkirakan akan melahirkan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR). BBLR mempunyai resiko kematian, gizi kurang, gangguan pertumbuhan dan gangguan perkembangan anak (I Dewa Nyoman, 2002). 2.4.3.
Pengaruh Gizi Kurang pada Ibu Hamil
Bila ibu mengalami kekurangan gizi selama hamil akan menimbulkan masalah, baik pada ibu maupun janin, seperti diuraikan berikut ini. 1.
Terhadap Ibu
Gizi kurang pada ibu hamil dapat menyebabkan resiko dan komplikasi pada ibu antara lain: anemia, pendarahan, berat badan ibu tidak bertambah secara normal, dan terkena penyakit infeksi. 2.
Terhadap Persalinan
Pengaruh gizi kurang terhadap proses persalinan dapat mengakibatkan persalinan sulit dan lama, persalinan sebelum waktunya (prematur), pendarahan setelah persalinan, serta persalinan dengan operasi cenderung meningkat (Poedji Rochjati). 3. Terhadap Janin Kekurangan gizi pada ibu hamil dapat mempengaruhi proses pertumbuhan janin dan dapat menimbulkan keguguran, abortus, bayi lahir mati, kematian neonatal, cacat bawaan, anemia pada bayi, asfiksia intra partum (mati dalam kandungan), lahir dengan berat badan lahir rendah (Nelson, 2000).
Universitas Sumatera Utara