BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 RUMAH PEMOTONGAN HEWAN (RPH

Download pada RPH Pesanggaran yaitu menghindari kasus penyiksaan terhadap hewan khususnya sapi, .... Hewan dipuasakan namun tetap memberikan minum d...

1 downloads 539 Views 115KB Size
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Rumah Pemotongan Hewan (RPH) Rumah Pemotongan Hewan (RPH) merupakan bangunan atau kompleks bangunan yang dibuat menurut bagan tertentu di suatu kota yang digunakan sebagai tempat pemotongan hewan (Suardana dan Swacita 2009). Berdasarkan data dari Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Bali, di Bali tercatat terdapat 10 RPH ruminansia yang tersebar di 9 kabupaten kota yakni Pesanggaran di Denpasar, Mambal di Badung, Bona dan Temesi di Gianyar, Gubug di Tabanan, Kaliunda di Klungkung, Amlapura di Karangasem, Seririt dan Panji Anom di Buleleng, Loloan Timur di Jembrana. Rumah Pemotongan Hewan (RPH) Pesanggaran berlokasi di Jalan Raya Benoa No. 133, Wilayah

Pesanggaran,

Kelurahan

Pedungan,

Kecamatan

Denpasar

Selatan.

Untuk

pengelolaannya dilakukan oleh Dinas Peternakan, Perikanan, dan Kelautan sejak tahun 2009 dengan ternak yang disembelih yakni sapi dan babi. Jumlah penyembelihan pada sapi perhari berkisar 35-49 ekor sapi dengan asal ternak dari Kabupaten Tabanan, Gianyar, Bangli, Klungkung, Karangasem, dan Badung (Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Bali, 2012). Rumah Pemotongan Hewan (RPH) Pesanggaran terletak 5 km dari pusat kota Denpasar yang sudah tidak sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan, yang sebaiknya terletak di pinggiran kota dan tidak berdekatan dengan pemukiman padat penduduk (Badan Standarisasi Nasional, 1999). Dalam pembangunan RPH khususnya Pesanggaran harus sesuai ketentuan yang berlaku diantaranya standar lokasi, bangunan, sarana dan fasilitas teknis, sanitasi dan hygiene, tempat atau bangunan khusus untuk pemotongan hewan yang dilengkapi dengan atap, lantai dan dinding, mempunyai tempat atau kandang penampungan hewan untuk diistirahatkan dan 7

8

dilakukan pemeriksaan sebelum pemotongan (ante-mortem) serta melakukan pemeriksaan setelah pemotongan (post-mortem). Selain itu, syarat penting lainnya memiliki persediaan air bersih yang cukup, cahaya yang cukup, meja atau alat penggantung daging supaya daging tidak bersentuhan dengan lantai. Dalam menampung limbah hasil pemotongan diperlukan saluran pembuangan yang cukup baik, sehingga lantai tidak digenangi oleh air pembuangan atau air bekas cucian (Badan Standarisasi Nasional, 1999). Adapun manfaat penerapan animal welfare pada RPH Pesanggaran yaitu menghindari kasus penyiksaan terhadap hewan khususnya sapi, menghasilkan kualitas daging yang baik, dan memberikan keuntungan ekonomi. Adapun tujuan RPH selain sebagai sarana produksi daging juga bertujuan sebagai instansi pelayanan masyarakat yakni untuk menghasilkan kualitas daging yang baik dan dalam merancang tata ruang RPH perlu diperhatikan untuk menghasilkan daging kualitas baik serta tidak membahayakan masyarakat jika dikonsumsi sehingga harus memenuhi persyaratan kesehatan veteriner. Suardana dan Swacita (2009) mengatakan bahwa pendirian pembangunan RPH harus sesuai dengan ketentuan dan kriteria dasar yang berlaku diantaranya sebagai berikut : -

Tersedia tenaga dokter hewan atau petugas yang berwenang.

-

Menghindari kontak bahan bersih dengan bahan kotor.

-

Menjaga peralatan agar tetap bersih.

-

Menerapkan Good Manufacturing Practice (GMP), Sanitation Standart Operating Procedures (SSOP), dan Nomor Kontrol Veteriner (NKV).

-

Memisahkan jalur penanganan daging dengan wilayah lain.

-

Memisahkan ruang pemotongan sapi dan babi.

-

Persediaan air panas, air berkhlorin, es yang cukup, listrik, dan drainase.

9

-

Pembersihan daging yang tidak boleh dilantai.

-

Harus mempunyai kelengkapan persyaratan RPH atau RPU yang memadai.

-

Bangunan serta ruangan gampang didesinfektan atau dibersihkan.

-

Sebaiknya lokasi bangunan di dekat aliran sungai atau di pinggiran kota, jauh dari pemukiman warga atau wilayah industri.

-

Mudah mendapatkan air.

-

Memperhatikan syarat konstruksi, kemiringan tanah, luas area, fondasi, kondisi tanah.

-

Memperhatikan pembuangan limbah yang baik dan benar.

-

Tegangan listrik yang cukup.

-

Memperhatikan tata ruang dan tata wilayah.

-

Mempertimbangkan sisi agama dan budaya.

-

Membatasi secara jelas ruang pemotongan, pencucian, pembersihan, pelayuan, dan sebagainya.

-

Dinding ruangan luar terhindar dari sinar matahari dan pagar agar tidak sembarang dapat masuk, permukaan dinding dapat awet dan tahan lama.

-

Lantai tidak mudah pecah, datar, dan halus.

-

Atap yang sesuai dengan kebutuhan dari baja atau beton, ventilasi yang baik.

-

Drainase dibuat agak miring untuk memudahkan cairan mengalir.

-

Kandang peristirahatan terletak dekat ruang penyembelihan.

-

Fasilitas pekerja dan petugas potong.

-

Mempunyai alat-alat penyembelihan secara lengkap (gang way, restraining box, scradle, pisau penyembelihan yang tajam).

-

Toilet.

10

Pedoman tentang pembangunan RPH dan tatacara pemotongan yang baik dan halal di Indonesia sampai saat ini adalah Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-6159-1999 tentang Rumah Pemotongan Hewan yang membahas mengenai beberapa persyaratan yang berkaitan dengan RPH termasuk persyaratan lokasi, sarana, bangunan dan tata letak sehingga diharapkan keberadaan RPH tidak menimbulkan polusi udara dan limbah yang dihasilkan tidak mengganggu masyarakat dan hewan yang disembelih dapat merasa nyaman atau stres sehingga menghasilkan kualitas daging yang bermutu baik. 2.2

Kesejahteraan Hewan (Animal Welfare) Kesejahteraan hewan (animal welfare) merupakan suatu usaha kepedulian yang

dilakukan oleh manusia untuk memberikan kenyamanan kehidupan terhadap seluruh jenis hewan. Semua manusia bertanggungjawab terhadap masing-masing hewan yang dipelihara maupun hidup bebas di alam (Hewson, 2005). Dalam teori yang dikemukakan beberapa para ahli bahwa kesejahteraan hewan merupakan ajaran mengenai kepedulian dan perlakuan manusia terhadap masing-masing hewan serta bagaimana masyarakat dapat meningkatkan kualitas hidup hewan tersebut. Setiap jenis hewan harus layak hidup bebas di alam atau hidup di lingkungan yang sesuai dengan kebutuhan, perilaku, serta karakteristik habitat alamnya. Sehubungan dengan kesejahteraan hewan, maka manusia yang berperan penting dan bertanggungjawab untuk mewujudkannya (Fraser et al., 1997). Swacita (2013) mengatakan bahwa kesejahteraan hewan memperhatikan kenyamanan, kesenangan maupun kesehatan hewan. Adapun hal - hal yang harus diperhatikan pada proses penyembelihan hewan yang menerapkan animal welfare yakni diantaranya sebagai berikut:

11

-

Penggiringan hewan dilakukan dari kandang penampungan menuju ruang potong yang berarti memperhatikan cara menggiring sapi dengan baik yang bertujuan agar sapi tidak beringas sehingga tidak mengakibatkan cedera pada petugas potong hewan, tidak ada barang atau orang yang berdiri di depan sapi yang dapat menyebabkan sapi takut bergerak, dan berdiri samping sejajar dengan paha sapi.

-

Merebahkan sapi dilakukan dengan perlahan dan tidak dibanting agar menghasilkan kualititas daging yang baik, tidak memar, serta mengikat kaki sapi dengan benar.

-

Penyembelihan dilakukan dengan segera setelah hewan rebah dan terikat, penyembelih sapi sudah harus siap dengan tempat penampungan darah dan alat penyembelihan seperti pisau harus bersih, menggunakan pisau tajam, pisau yang cukup panjang, dan pisau dipegang dengan baik.

-

Pengulitan hewan dilakukan setelah memastikan tubuh sapi dalam keadaan benar-benar mati dengan cara melihat refleks kornea mata yang tidak bereaksi ketika disentuh. Berdasarkan prosedur yang benar maka menguliti tubuh sapi dilakukan sekitar 2 menit setelah penyembelihan. Setelah pengulitan yang merupakan proses akhir pada pemotongan hewan, maka dilakukan sanitasi RPH dan menjaga kebersihan pada daging yang akan beredar di pasaran untuk dikonsumsi oleh masyarakat. Dengan melaksanakan kesejahteraan hewan di RPH maka diharapkan daging dapat berkualitas baik sehingga masyarakat dapat mengonsumsi daging dengan perasaan tenang dan nyaman. Penerapan kesejahteraan hewan pada hewan ternak yang akan dipotong akan meningkatkan kualitas daging yang dihasilkan dan tidak menurunkan kandungan gizi serta tidak membahayakan kesehatan masyarakat yang mengkonsumsi daging.

12 1

2.3 Prosedur Penerimaan dan Penyembelihan Hewan di RPH Wahyudi (2010) mengatakan bahwa untuk memperoleh daging berkualitas baik yang berasal dari RPH maka hendaknya RPH mempunyai prosedur standar operasional sebagai pedoman serta patokan dalam penyelenggaraan fungsi RPH tersebut sebagai tempat penyembelihan, pengulitan, pelayuan dan penyediaan daging kepada konsumen. Menurut Wahyudi (2010) mengatakan bahwa prosedur kesejahteraan hewan di RPH adalah sebagai berikut: A. Prosedur Penerimaan dan Penampungan Hewan : 1. Hewan yang baru tiba di RPH diturunkan dari alat angkut dengan cara hati-hati sehingga hewan tidak menjadi stres. 2. Melakukan pemeriksaan dokumen berupa surat kesehatan hewan, surat keterangan asal hewan, surat karantina. 3. Hewan diistirahatkan terlebih dahulu pada kandang penampungan dalam jangka waktu minimal 12 jam sebelum hewan disembelih. 4. Hewan dipuasakan namun tetap memberikan minum dalam jangka waktu kurang lebih 12 jam sebelum disembelih. 5. Kesehatan hewan diperiksa sebelum dipotong atau yang disebut pemeriksaan antemortem. B. Prosedur Pemeriksaan Ante-Mortem : 1. Pemeriksaan ante-mortem dilakukan oleh dokter hewan atau petugas yang ditunjuk dalam pengawasan dokter hewan yang sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan berupa surat keputusan bupati atau walikota atau kepala dinas.

13

2. Hewan yang didiagnosa sakit maupun diduga sakit, tidak dapat dipotong atau pemotongan ditunda, adanya tindakan segera melakukan pemisahan dan ditempatkan pada kandang isolasi untuk pemeriksaan selanjutnya. 3. Hewan yang didiagnosa penyakit menular atau zoonosis, dokter hewan atau petugas yang ditunjuk dalam pengawasan dokter hewan harus segera mengambil tindakan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. C. Prosedur Persiapan Pemotongan atau Penyembelihan : 1. Ruangan proses produksi dan peralatan yang akan digunakan bersih sebelum melakukan proses penyembelihan. 2. Hewan terlebih dahulu ditimbang sebelum melakukan penyembelihan. 3. Hewan dibersihkan terlebih dahulu menggunakan air bersih atau disemprot air sebelum hewan masuk ruang penyembelihan. 4. Melakukan penggiringan hewan ternak dari kandang penampungan menuju ruang penyembelihan melalui gang way harus dengan cara yang sesuai ketentuan sehingga hewan stres. D. Prosedur Penyembelihan : 1. Hewan dapat dipingsankan atau tidak dipingsankan. 2. Hewan yang mengalami proses pemingsanan, maka ketentuan pemingsanan sesuai Fatwa MUI mengenai tata cara pemingsanan hewan. 3. Hewan yang tidak mengalami proses pemingsanan, maka ketentuan menjatuhkan hewan dapat meminimalkan rasa sakit dan stres pada hewan seperti menggunakan restrain box. 4. Hewan yang telah rebah atau telah diikat dengan aman, segera melakukan penyembelihan sesuai dengan ketentuan syariat Islam yakni memotong bagian ventral leher

14

menggunakan pisau yang sangat tajam kemudian tekan tanpa diangkat sehingga memutus saluran cerna, nafas dan pembuluh darah. 5. Proses selanjutnya dapat dilakukan jika hewan ternak dapat dipastikan mati. 6. Setelah hewan ternak dipastikan tidak bergerak lagi, memotong leher kemudian dipisahkan dari badan. 2.4

Lima Kebebasan Hewan Lima kebebasan hewan telah ditetapkan pada akhir tahun 1960-an. Pemerintah Inggris

mendirikan komisi untuk menginvestagasi bagaimana hewan diperlakukan pada pertanian. Komisi tersebut memberikan kesimpulan bahwa terdapat suatu kebutuhan untuk menetapkan kebijaksanaan mengenai perlakuan terhadap hewan. Pada awalnya, kebijaksanaan tersebut sederhana dan memfokuskan perilaku terhadap hewan di pertanian. Namun, akhirnya menjadi semakin lengkap dan kini telah memiliki jangkauan lebih luas, dan dikenal sebagai lima kebebasan hewan di seluruh dunia (Eccleston, 2009). Lima kebebasan hewan merupakan metode yang sederhana untuk pedoman evaluasi maupun menganalisa kesejahteraan hewan dan menjadi langkah yang tepat

meningkatkan

kualitas hidup pada hewan (Eccleston, 2009). Lima kebebasan hewan dapat diterapkan untuk meningkatkan kualitas hidup bagi semua hewan, langkah ini bertujuan untuk menjamin hewan yang dipelihara maupun hidup secara liar tidak akan mengalami penyiksaan. Main (2003) mengatakan bahwa lima aspek kebebasan yang diterapkan bertujuan untuk menunjang kesejahteraan hewan sebagai berikut : 1. Kebebasan dari kelaparan dan kehausan berarti memberikan makanan dan minuman yang cukup untuk kesehatan hewan.

16

2. Kebebasan dari ketidaknyamanan berarti memberikan lingkungan yang sesuai sehingga hewan dapat merasa nyaman dan senang. 3. Kebebasan dari kesakitan, cedera, dan penyakit berarti memberikan pencegahan penyakit, diagnosa yang tepat, dan penanganan kepada hewan. 4. Kebebasan untuk mengekspresikan tingkah laku dengan alamiah berarti memberikan ruang gerak yang cukup, memberikan fasilitas dan mengelompokkan sesuai jenis hewan. 5. Kebebasan dari ketakutan dan stres berarti menjamin kondisi dan penanganan yang diberikan menghindari hewan dari penderitaan mental. 2.5

UU Kesejahteraan Hewan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 mengenai Peternakan dan Kesehatan Hewan

menyatakan ketentuan bahwa untuk kepentingan kesejahteraan hewan dilakukan tindakan yang berhubungan dengan penanganan, penangkapan, pengandangan, penempatan, pemeliharaan, pengangkutan, perawatan, dan pembunuhan, serta perlakuan yang wajar dan manusiawi (Parista, 2013). Penerapan kesejahteraan hewan hendaknya dilakukan di RPH dengan memperlakukan hewan yang akan disembelih dengan perasaan kasih sayang. Adapun makna penerapan kesejahteraan hewan untuk penyediaan daging yakni sebagai berikut : 1. Sesuai dengan halal dan thoyyiban yang berarti daging dengan kualitas bagus

yang

dibolehkan untuk penyembelihan atau dikonsumsi masyarakat. 2. Menghasilkan daging yang berkualitas, layak konsumsi, aman. 3. Memenuhi perlakuan hewan secara baik dan benar. Dengan adanya Undang-Undang Peternakan dan Kesehatan Hewan akan berfungsi sebagai patokan dasar hukum untuk kesejahteraan hewan mengenai pemotongan hewan sehingga menjamin tidak terjadi adanya kasus penyiksaan terhadap hewan yang akan disembelih, tidak

17

manusiawi, juga bertentangan dengan nilai agama. Selain itu, diharapkan hewan dan daging yang dihasilkan dari proses penyembelihan berkualitas baik (Febrin, 2011).