BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. SIROSIS HATI

2.2.3. Patofisiologi . Pada sirosis hati, hipertensi portal timbul dari kombinasi peningkatan vaskular intrahepatik dan peningkatan aliran darah ke si...

95 downloads 632 Views 705KB Size
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. SIROSIS HATI

Sirosis hati adalah penyakit hati yang menahun yang difus yang ditandai dengan adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan adanya proses peradangan, nekrosis sel hati yang luas, pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul. Distorsi arsitektur hati akan menimbulkan perubahan sirkulasi mikro dan makro menjadi tidak teratur akibat penambahan jaringan ikat dan nodul tersebut. (Suk TK et al 2012) Sirosis hati adalah penyakit yang irreversibel dan serius. Sirosis juga dapat menyebabkan gangguan fungsi hati secara progresif, serta merupakan penyebab utama mortalitas dan morbiditas di dunia. (Almani et al 2008) Hipertensi portal, ascites dan varises bleeding adalah komplikasi paling sering pada penderita sirosis hati. Varises esophagus memiliki dampak klinis yang sangat besar, dengan resiko mortalitas sebesar 17-42% tiap terjadinya perdarahan. Ascites, merupakan komplikasi terpenting dari sirosis lanjut dan hipertensi portal berat, sehingga dapat menyebabkan komplikasi berupa spontaneous bacterial peritonitis (SBP) dan hepatorenal syndrome (HRS). Hepatic enchepalopathy (HE) adalah komplikasi lain dari sirosis hati, dengan mortalitas sekitar 30%. Sekitar 15% dari sirosis hati pada akhirnya akan menjadi hepatocellular carcinoma (HCC). Prognosis

sirosis

hati

di

ukur

dengan

menggunakan

klassifikasi

Child-

Pugh’s.(Almani et Al 2008)

2.2. VARISES OESOFAGUS 2.2.1. Definisi Varises oesofagus adalah tampak protrusi pembuluh darah vena mulai dari distal oesofagus sampai ke proksimal akibat hipertensi porta. Hipertensi portal adalah salah satu komplikasi sirosis hati. Komplikasi hipertensi portal yang sangat berbahaya adalah perdarahan varises oesofagus. (D’

Universitas Sumatera Utara

Amico 2002 & Carbonell et al 2004). Tekanan portal di ukur secara tidak langsung melalui gradien antara wedged hepatic venous pressure dan free hepatic venous pressure gradient. Secara normal HVPG lebih kecil dari 5 mmHg. (de Franchis 2010) 2.2.2. Epidemiologi Varises dapat terbentuk pada setiap lokasi tubuler saluran cerna tetapi varises paling sering terjadi pada beberapa sentimeter dari distal oesofagus. Sekitar 50% pasien sirosis akan mengalami varises gastrooesophageal. Frekuensi varises oesofagus sekitar 30% - 70% sedangkan varises gaster sekitar 5 – 33%. Varises oesofagus akan terbentuk sebesar 5 – 8% pertahun, namun varises yang cukup besar untuk menimbulkan resiko perdarahan hanya 1-2% kasus. Sekitar 30-40% pasien dengan varises kecil akan menjadi varises besar setiap tahun sehingga akan beresiko perdarahan. (de Franchis 2010) Tabel 1: epidemiologi varises oesofagus dan korelasi antara beratnya penyakit hati dengan terbentuknya varises oesofagus.

Di kutip dari D’ Amico G, Criscuoli V, Fili D, Mocciaro F, Pagliaro L. Metaanalysis of trials for variceal bleeding. Hepatology 2002

Universitas Sumatera Utara

2.2.3. Patofisiologi Pada sirosis hati, hipertensi portal timbul dari kombinasi peningkatan vaskular intrahepatik dan peningkatan aliran darah ke sistem vena porta. Peningkatan resistensi vaskular intrahepatik akibat ketidakseimbangan antara vasodilator dan vasokontriktor.

Peningkatan

gradient

tekanan

portocaval

menyebabkan

terbentuknya kolateral vena portosistemik yang akan menekan sistem vena porta. Drainage yang lebih dominan pada vena azygos menyebabkan terbentuknya varises oesofagus yang cenderung mudah berdarah. Varises oesofagus dapat terbentuk pada saat HVPG diatas 10 mmHg. Hipertensi portal paling baik diukur dengan menggunakan pengukuran hepatic vein pressure gradient (HVPG). Perbedaan tekanan antara sirkulasi portal dan sistemik sebesar 10-12 mmHg sangat penting dalam terbentuknya varises. Nilai normal HVPG adalah 3-5 mmHg. Pengukuran awal HPVG bermanfaat bagi sirosis compensate dan decompensate, sedangkan pengukuran secara berulang HPVG berguna untuk monitoring pengobatan dan progresivitas penyakit hati.

Gambar 1: Patofisiologi Varises Oesofagus (de Franchis 2010)

Di kutip dari de Franchis R. Revising consensus in portal hypertension: report of the Baveno V consensus workshop on methodology of diagnosis and therapy in portal hypertension. J Hepatol 2010

Universitas Sumatera Utara

2.2.4. Perjalanan alamiah varises oesofagus Pasien sirosis hati dengan tekanan portal yang normal, maka belum terbentuk varises oesofagus. Ketika tekanan portal meningkat maka secara progresif akan terbentuk varises yang kecil. Dengan berjalannya waktu, dimana terjadi peningkatan sirkulasi hiperdinamik maka aliran darah di dalam varises akan meningkat dan meningkatkan tekanan dinding. Perdarahan varises akibat ruptur yang terjadi karena tekanan dinding yang maksimal. Jika tidak dilakukan penanganan terhadap tinggi tekanan tersebut, maka merupakan faktor resiko untuk terjadinya perdarahan ulang.

Gambar 2: Perjalanan alamiah terbentuknya varises oesofagus dan terjadinya perdarahan pada pasien sirosis hati. (de Franchis 2010)

Universitas Sumatera Utara

Di kutip dari de Franchis R. Revising consensus in portal hypertension: report of the Baveno V consensus workshop on methodology of diagnosis and therapy in portal hypertension. J Hepatol 2010

Tabel 2: Ukuran besarnya varises oesofagus

Di kutip dari D’ Amico G, Criscuoli V, Fili D, Mocciaro F, Pagliaro L. Metaanalysis of trials for variceal bleeding. Hepatology 2002.

2.2.5. Diagnosis Varises oesofagus Oesofagogastroduodenoskopi merupakan gold standar untuk mendiagnosa adanya varises oesofagus. Jika pemeriksaan

gold standar tersebut tidak dapat

digunakan, maka ada prosedur diagnostik lainnya seperti USG Dopler. Meskipun pemeriksaan USG Dopler ini kurang baik, namum pemeriksaan ini dapat menggambarkan adanya varises. Alternatif lainnya dapat berupa radiografi / barium swallow, manometri dan angiografi vena porta. Oesofagogastroduodenoskopi sangat penting dalam menentukan lokasi dan ukuran varises, perdarahan akut dan berulang serta menentukan penyebab dan derajat beratnya penyakit hati.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 3: Guideline untuk diagnosa varises oesofagus

Di kutip dari D’ Amico G, Criscuoli V, Fili D, Mocciaro F, Pagliaro L. Metaanalysis of trials for variceal bleeding. Hepatology 2002.

2.2.6. Prognosis Pada beberapa studi, angka mortalitas pada episode awal dari perdarahan varises adalah sebesar 50%. Angka kematian akibat perdarahan varises ini di hubungkan dengan derajat keparahan penyakit hati. Setelah di lakukan follow-up selama 1 tahun, angka kematian akibat perdarahan varises pada Child A sebesar 5%, 25% pada Child B dan 50% pada Child C.

Tabel 4: Prognosis pasien dengan varises oesofagus

Universitas Sumatera Utara

Di kutip dari D’ Amico G, Criscuoli V, Fili D, Mocciaro F, Pagliaro L. Metaanalysis of trials for variceal bleeding. Hepatology 2002.

2.3. NON-ENDOSKOPI DIAGNOSTIK VARISES OESOFAGUS

Sirosis hati dengan hipertensi portal dapat menyebabkan perdarahan saluran cerna bagian atas oleh karena rupturnya varises oesofagus. Data secara luas menggambarkan bahwa 50% pasien dengan sirosis akan berkembang menjadi hipertensi portal dan varises oesofagus. Prevalensi varises oesofagus pada sirosis hati sebesar 50-80%. Angka mortalitas akibat perdarahan varises oesofagus sebesar 17-57%. (Prihartini et al 1995) Pemeriksaan gold standar untuk menegakkan varises oesofagus adalah dengan menggunakan endoskopi. Namun pemeriksaan endoskopi secara periodik atau berkala sangatlah mahal dan sering dihubungkan dengan komplikasi yang dapat timbul akibat pemeriksaan endoskopi seperti perdarahan maupun perforasi. Di samping itu, tidak semua pusat pemberi pelayanan kesehatan terutama di daerah yang memiliki fasilitas endoskopi serta adanya keterbatasan kompetensi dari seorang dokter untuk melakukan pemeriksaan endoskopi. Sehingga dibutuhkan pemeriksaan (marker) non-invasive yang berhubungan dengan hipertensi portal, yang dapat mengidentifikasi adanya varises oesofagus pada penderita sirosis hati. (Prihartini et al 1995, Grace et al 1997 & D’ Amico et al 1995)

Universitas Sumatera Utara

Tabel 5. Beberapa studi mengenai parameter non-invasif sebagai prediktor varises oesofagus.

Dikutip dari Khan H,Iman N. Thrombocytopenia predicts oesophageal varices in chronic liver disease due to hepatitis B and C Virus. J. Med. Sci 2009.

2.3.1. Trombosit Trombosit

merupakan

komponen

darah

yang

mempunyai

fungsi

homeostasis.. jumlah trombosit yang ada dalam sirkulasi darah normalnya berada dalam kesetimbangan antara destruksi, dan produksi dalam sumsum tulang. Trombositopenia merupakan salah satu kelainan darah yang paling sering ditemukan pada sirosis hati. Mekanisme terjadinya trombositopenia ini secara klasik diduga akibat adanya pooling dan percepatan penghancuran trombosit akibat pembesaran dan kongesti limfa yang patologis yang disebut hipersplenisme. Namun dari pengalaman klinis, banyak pasien sirosis hati dengan splenomegali memiliki jumlah trombosit normal. Sebaliknya banyak diantara mereka mengalami trombositopenia tanpa adanya pembesaran limfa. Sehingga muncul dugaan bahwa ada mekanisme lain dalam pathogenesis terjadinya trombositopenia pada sirosis hati. (Afhal 2008)

Universitas Sumatera Utara

Trombopoesis merupakan proses yang dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti sitokin dan trombopoetin. Trombopoetin merupakan hormon glikoprotein yang dihasilkan oleh hepatosit, sedikit pada ginjal, limfa, paru, sumsum tulang dan otak. Trombopoetin adalah pengatur utama produksi trombosit. Trombopoetin bekerja dengan cara menstimulasi megakariopoesis dan maturasi trombosit. Kerusakan

hati

akan

mempengaruhi

pembentukan

trombopoetin

sehingga

mengakibatkan gangguan keseimbangan antara destruksi dan produksi trombosit dengan akibat trombositipenia. (Afdhal 2008) Hal ini dibuktikan oleh Goulis dkk yang melakukan penelitian pada 23 pasien dewasa dengan sirosis hati yang menjalani transplantasi hati dibandingkan dengan 21 pasien normal. Setelah dilakukan transplantasi hati didapatkan peningkatan jumlah trombopoetin dan jumlah trombosit yang bermakna dibandingkan saat sebelum transplantasi. (Afdhal 2008)

Gambar 3. Mekanisme trombositopenia pada hepatitis kronis. Dikutip dari Olariu M, Olariu C, Olteanu D. Thrombocytopenia in chronic hepatitis C.J. Gastrointestin Liver Dis 2010;19:381-385

Chalasani dkk, dalam studinya menemukan bahwa adanya trombositopenia (<88.000/uL) sebagai prediktor yang kuat untuk varises oesofagus. Pada tahun 2003 di Italia, Giannini dkk menemukan bahwa nilai cut-off point trombosit ≤ 112.000 u/L sebagai prediktor varises oesofagus. 2.3.2. Rasio jumlah trombosit / diameter spleen

Universitas Sumatera Utara

Rasio jumlah trombosit / diameter spleen dianggap sesuai sebagai parameter splenomegali yang berimplikasi terjadinya trombositopenia pada penderita sirosis hati, dimana ukuran diameter spleen berbanding terbalik dengan jumlah trombosit. Parameter ini di ukur dengan ultrasound, dimana pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan non-invasive dan mudah dilakukan dan merupakan pemeriksaan yang rutin dilakukan pada penderita sirosis hati. Ada beberapa studi yang mengalisis Rasio jumlah trombosit / diameter spleen sebagai prediktor varises oesofagus. Giannini dkk, dalam studinya menemukan bahwa nilai negatif predictive value Rasio jumlah trombosit / diameter spleen 909 sebesar 100%. Agha A dkk, bahwa nilai cut off 909 menunjukan nilai negatif predictive value 100% dan positif predictive value 93,8% dalam mendiagnosa varises oesofagus. Baig dkk, dengan nilai cut off 1014 menunjukkan positif dan negatif predictive value sebesar 95,4% dan 95,1%. (Sarangapani et al 2009). Nilai rasio jumlah trombosit / diameter spleen <820 merupakan prediktor independen timbulnya varises oesofagus. (Nashaat et al 2010)

2.3.3. Protrombin time (PT) Liver

mempunyai

peranan

sentral

dalam

mempertahankan

proses

haemostasis. Liver sebagai tempat sintesis semua faktor- faktor pembekuan dan yang

menghambatnya.

Kerusakan

liver

pada

penyakit

hati

kronis

dapat

menyebabkan gangguan koagulasi yang akan merusak keseimbangan antara pembekuan dan fibrinolisis. Gangguan koagulasi dapat menyebabkan terjadinya perdarahan minimal sampai dengan masif atau bahkan terjadinya trombosis. Pemanjangan protrombin time (PT) sering dihubungkan dengan keparahan gangguan liver dan ini merupakan salah satu parameter yang sering digunakan sebagai prognostik dari penyakit hati kronis seperti Child pugh atau MELD score. Pemeriksaan PT di pertimbangkan oleh karena pemeriksaannya simpel, murah, dan merupakan marker prognostik yang akurat terhadap gangguan liver dan juga merupakan prediktor perdarahan. Derajat gangguan PT merupakan cerminan rendahnya sintesis di liver yang dapat memprediksi derajatnya hipertensi portal dan adanya varises oesofagus.(Siddiqui et al 2011)

Universitas Sumatera Utara

Stojanov D.B dkk, mengatakan bahwa gangguan koagulasi dan disfungsi hepatik tidak dihubungkan dengan episode awal dari perdarahan varises. Siddiqui S.A dkk, mengatakan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara PT dan aPTT dengan perdarahan gastrointestinal. Meskipun begitu, PT dan aPTT masih tetap digunakan sebagai marker prognostik.

Universitas Sumatera Utara