BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori

2005). Yang dimaksud dengan imunisasi dasar lengkap menurut Ranuh dkk (2001), adalah pemberian imunisasi BCG 1x, hepatitis B 3x DPT...

47 downloads 887 Views 59KB Size
17

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori 1. Imunisasi Dasar a. Pengertian imunisasi Imunisasi adalah suatu cara untuk memberikan kekebalan kepada seseorang secara aktif terhadap penyakit menular (Mansjoer, 2000). Imunisasi adalah suatu cara untuk meningkatkan kesehatan seseorang secara aktif terhadap suatu antigen, sehingga bila kelak ia terpapar antigen yang serupa tidak pernah terjadi penyakit (Ranuh dkk, 2001). Imunisasi adalah pemberian vaksin untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu (Theophilus, 2007), sedangkan yang dimaksud dengan vaksin adalah suatu obat yang diberikan untuk membantu mencegah

suatu

penyakit.

Vaksin

membantu

tubuh

untuk

menghasilkan antibodi. Antibodi ini berfungsi melindungi terhadap penyakit (Theophilus, 2007). Imunisasi adalah usaha untuk memberikan kekebalan terhadap penyakit infeksi pada bayi, anak dan juga orang dewasa (Indiarti, 2008). Imunisasi merupakan reaksi antara antigen dan antibodiantibodi, yang dalam bidang ilmu imunologi merupakan kuman atau racun (toxin disebut sebagai antigen) (Riyadi, 2009).

6 17

18

Dari pengertian diatas dapat penulis simpulkan bahwa imunisasi adalah suatu usaha untuk meningkatkan kekebalan aktif seseorang terhadap suatu penyakit dengan memasukkan vaksin dalam tubuh bayi atau anak. Imunisasi dasar adalah pemberian imunisasi awal untuk mencapai kadar kekebalan diatas ambang perlindungan (Depkes, 2005). Yang dimaksud dengan imunisasi dasar lengkap menurut Ranuh dkk (2001), adalah pemberian imunisasi BCG 1x, hepatitis B 3x DPT 3x, polio 4x dan campak 1x sebelum bayi berusia 1 tahun. b. Tujuan pemberian imunisasi Untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu pada seseorang dan menghilangkan penyakit tertentu pada sekelompok masyarakat (populasi) atau bahkan menghilangkan penyakit tertentu dari dunia seperti pada imunisasi cacar (Ranuh dkk, 2001). Memberikan kekebalan terhadap penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi yaitu Polio, Campak, Difteri, Pertusis, Tetanus, TBC dan Hepatitis B (Depkes, 2000). Dari tujuan diatas dapat penulis simpulkan bahwa tujuan pemberian imunisasi adalah memberikan kekebalan pada bayi dan anak dengan maksud menurunkan kematian dan kesakitan serta mencegah akibat buruk lebih lanjut dari penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi.

18

19

c. Syarat – syarat imunisasi Ada beberapa jenis penyakit yang dianggap berbahaya bagi anak, yang pencegahannya dapat dilakukan dengan pemberian imunisasi dalam bentuk vaksin. Dapat dipahami bahwa imunisasi hanya dilakukan pada tubuh yang sehat. Berikut ini keadaaan yang tidak boleh memperoleh imunisasi yaitu : anak sakit keras, keadaan fisik lemah, dalam masa

tunas suatu penyakit, sedang mendapat

pengobatan dengan sediaan kortikosteroid atau obat imunosupresif lainnya (terutama vaksin hidup) karena tubuh mampu membentuk zat anti yang cukup banyak (Huliana, 2003). Menurut Depkes RI (2005), dalam pemberian imunisasi ada syarat yang harus diperhatikan yaitu : diberikan pada bayi atau anak yang sehat, vaksin yang diberikan harus baik, disimpan di lemari es dan belum lewat masa berlakunya, pemberian imunisasi dengan teknik yang tepat, mengetahui jadwal imunisasi dengan melihat umur dan jenis imunisasi yang telah diterima, meneliti jenis vaksin yang diberikan, memberikan dosis yang akan diberikan, mencatat nomor batch pada buku anak atau kartu imunisasi serta memberikan informed concent kepada orang tua atau keluarga sebelum melakukan tindakan imunisasi yang sebelumnya telah dijelaskan kepada orang tuanya tentang manfaat dan efek samping atau Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) yang dapat timbul setelah pemberian imunisasi.

19

20

d. Macam – macam Imunisasi Dasar Menurut Theophilus (2007) 1) Imunisasi BCG (Bacillus Calmette Guerrin) Vaksin ini mengandung bakteri Bacillus Calmette Guerrin hidup yang dilemahkan, diberikan secara intra cutan dengan dosis 0,05 ml pada insertio muskulus deltoideus. Kontraindikasi untuk vaksinasi BCG adalah penderita gangguan sistem kekebalan (misalnya

penderita

leukemia,

penderita

yang

menjalani

pengobatan steroid jangka panjang, penderita infeksi HIV). Reaksi yang mungkin terjadi : a). Reaksi lokal : 1 – 2 minggu setelah penyuntikan, pada tempat penyuntikan timbul kemerahan dan benjolan kecil yang teraba keras. Kemudian benjolan ini berubah menjadi pustule (gelembung berisi nanah), lalu pecah dan membentuk luka terbuka (ulkus). Luka ini akhirnya sembuh secara spontan dalam waktu 8 – 12 minggu dengan meningkatkan jaringan parut yang disebut scar. Bila tidak ada scar berarti imunisasi BCG tidak jadi, maka bila akan diulang dan bayi sudah berumur lebih dari 2 bulan harus dilakukan uji Mantoux (tuberkulin). b). Reaksi regional : pembesaran kelenjar getah bening ketiak atau leher tanpa disertai nyeri tekan maupun demam yang akan menghilang dalam waktu 3 – 6 bulan.

20

21

Komplikasi yang mungkin timbul adalah : a). Pembentukan abses (penimbunan nanah) di tempat penyuntikan karena penyuntikan yang terlalu dalam. Abses ini akan menghilang secara spontan. Untuk mempercepat penyembuhan, bila abses telah matang, sebaiknya dilakukan aspirasi (pengisapan abses dengan menggunakan jarum) dan bukan disayat. b). limfadenis supurativa, terjadi jika penyuntikan dilakukan terlalu dalam atau dosisnya terlalu tinggi. Keadaan ini akan membaik dalam waktu 2 – 6 bulan. 2) Imunisasi DPT (Difteri Pertusis dan Tetanus) Imunisasi DPT adalah suatu vaksin 3 in 1 yang melindungi terhadap difteri, pertusis, dan tetanus. Difteri adalah suatu infeksi bakteri yang menyerang tenggorokan dan dapat menyebabkan komplikasi yang serius atau fatal. Pertusis (batuk rejan) adalah infeksi bakteri pada saluran udara yang ditandai dengan batuk hebat yang menetap serta bunyi pernafasn yang melengking. Pertusis berlangsung selama beberapa minggu dan dapat menyebabkan serangan batuk hebat sehingga anak tidak dapat bernafas, makan atau minum. Pertusis juga dapat menimbulkan komplikasi yang serius seperti pneumonia, kejang dan kerusakan otak. Tetanus adalah infeksi yang bisa menyebabkan kekakuan pada rahang serta kejang.

21

22

Vaksin DPT adalah vaksin 3 in 1 yang bisa diberikan kepada anak yang berumur kurang dari 7 bulan. Biasanya vaksin DPT terdapat dalam bentuk suntikan, yang disuntikkan pada otot paha secara suub cutan dalam. Imunisasi DPT diberikan sebanyak 3 kali, yaitu pada saat anak berumur 2 bulan (DPT I), 3 bulan (DPT II), 4 bulan (DPT III), selang waktu tidak kurang dari 4 minggu dengan dosis 0,5 ml. DPT sering menyebabkan efek samping yang ringan seperti demam ringan atau nyeri di tempat penyuntikan selama beberapa hari. Efek samping tersebut terjadi karena adanya komponen pertusis di dalam vaksin. Pada kurang dari 1% penyuntikan DPT menyebabkan komplikasi sebagai berikut : a). Demam tinggi (lebih 40,5Celcius ) b). Kejang c). Kejang demam (risiko lebih tinggi pada anak yang sebelumnya pernah mengalami kejang atau terdapat riwayat kejang dalam keluarga) d). Syok (kebiruan, pucat, lemah, tidak memberikan respon) Kontraindikasi dari pemberian imunisasi DPT adalah jika anak mempunyai riwayat kejang. Pemberian imunisasi yang boleh diberikan adalah DT, yang hanya dapat diperoleh di Puskesmas (kombinasi toksoid difteria dan tetanus (DT) yang mengandung 10

22

23

– 12 Lf dapat diberikan pada anak yang memiliki kontraindikasi terhadap pemberian vaksin pertusis) (Ranuh,dkk, 2005) 1 – 2 hari setelah mendapat suntikan DPT, mungkin akan terjadi demam ringan, nyeri, kemerahan atau pembengkakan di tempat penyuntikan. Untuk mengatasi nyeri dan menurunkan demam, bisa diberikan asetaminofen atau ibuprofen. Untuk mengurangi nyeri di tempat penyuntikan juga bisa dilakukan kompres hangat atau lebih sering menggerak – gerakkan lengan maupun tulang tungkai yang bersangkutan. 3) Imunisasi Polio Imunisasi polio memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit poliomyelitis. Polio bisa menyebabkan nyeri otot dan kelumpuhan pada salah satu maupun kedua lengan atau tungkai. Polio juga bisa menyebabkan kelumpuhan pada otot – otot pernafasan dan otot untuk menelan. Polio bisa menyebabkan kematian. Imunisasi dasar polio diberikan 4 kali (polio I, II, III dan IV) dengan interval tidak kurang dari 4 minggu. Vaksin polio diberikan sebanyak 2 tetes (0,2 mL) langsung ke mulut anak atau dengan menggunakan sendok yang berisi air gula. Kontraindikasi pemberian vaksin polio : a). Diare b). Gangguan kekebalan (karena obat imunosupresan, kemoterapi, kortikosteroid)

23

24

c). Kehamilan Efek samping yang mungkin terjadi berupa kelumpuhan dan kejang – kejang. Dosis pertama dan kedua diperlukan untuk menimbulkan respon kekebalan primer, sedangkan dosis ketiga dan keempat diperlukan untuk meningkatkan kekuatan antibodi sampai tingkat yang tertinggi. 4) Imunisasi Campak Imunisasi campak memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit campak. Imunisasi campak diberikan sebanyak 1 dosis pada saat anak berumur 9 bulan dan diulangi 6 bulan kemudian. Vaksin disuntikkan secara subcutan sebanyak 0,5 mL. Jika terjadi wabah campak, dan ada bayi yang belum berusia 9 bulan, maka imunisasi campak boleh diberikan. Kontra indikasi pemberian vaksin campak adalah sebagai berikut : a). Infeksi akut yang disertai demam lebih dari 38Celcius b). Gangguan system kekebalan c). Pemakaian obat imunosupresan d). Alergi terhadap protein telur e). Hipersensitivitas terhadap kanamisin dan eritromisin f). Wanita hamil Efek samping yang mungkin terjadi berupa demam, ruam kulit, diare, konjungtivitis dan gejala katarak serta ensefalitis (jarang).

24

25

5) Imunisasi HB (Hepatitis B) Imunisasi HB memberikan kekebalan terhadap hepatitis B. hepatitis B adalah suatu infeksi hati yang bisa menyebabkan kanker hati dan kematian. Dosis pertama (HB 0) diberikan segera setelah bayi lahir atau kurang dari 7 hari setelah kelahiran. Pada umur 2 bulan, bayi mendapat imunisasi HB I dan 4 minggu kemudian mendapat imunisasi HB II. Imunisasi dasar diberikan sebanyak 3 kali dengan selang waktu 1 bulan. Vaksin disuntikkan pada otot paha secara subcutan dalam dengan dosis 0,5 ml. Pemberian imunisasi kepada anak yang sakit berat sebaiknya ditunda sampai anak benar – benar pulih. Efek samping dari vaksin HB adalah efek lokal (nyeri di tempat suntikan) dan sistematis (demam ringan, lesu, perasaan tidak enak pada saluran pencernaan), yang akan hilang dalam beberapa hari. e. Jadwal Imunisasi Tabel 2.1 Jadwal Imunisasi Vaksin

Unsur pemberian imunisasi Bulan Lbr

1

2

3

4

5

Tahun 6

9

12

15

18

2

3

5

Program Pengembangan Imunisasi ( PPI diwajibkan) BCG

1

Hepatitis B

0

1

2

Polio

0

1

2

3

4

5

1

2

3

4

5

DPT Campak

1

25

6

19

12

26

Vaksin

Pemberian imunisasi

Selang waktu

Umur

BCG

1X

DPT

3 X ( DPT I, II, III )

4 minggu

2-6 bulan

Polio

4 X ( I, II, III, IV )

4 minggu

0-6 bulan

Campak

1X

Hepatitis B

3 X (Hep B I, II, III )

Ket

0-2 bulan

9 bulan 4 miggu

0-6 bulan

Untuk bayi yang lahir di Puskesmas/ RS, Hb, BCG dan

polio

dapat

diberikan

Sumber : Buku Imunisasi Indonesia (2001)

2

Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Kelengkapan Imunisasi Banyak faktor yang mempengaruhi kelengkapan imunisasi, antara lain : a. Motivasi Motivasi adalah suatu tenaga atau faktor yang terdapat didalam diri

manusia,

yang

menimbulkan,

menggerakkan

dan

mengorganisasikan tingkah lakunya. Motivasi dapat diartikan sebagai dorongan secara sadar dan tidak sadar membuat orang berperilaku untuk mencapai tujuan yang sesuai kebutuhannya. Diharapkan dengan motivasi yang besar untuk melengkapi imunisasi dasar bagi bayinya, segala penyakit dapat dicegah sedini mungkin dan kesehatan bayi dapat terpenuhi (Budioro, 2002).

26

segera

27

b. Letak Geografis Daerah yang tersedia sarana transportasi berbeda dengan mereka yang hidup terpencil. Kemudahan tempat yang strategis dan sarana transportasi yang lengkap akan mempercepat pelayanan kesehatan (Budioro, 2002). c. Lingkungan Lingkungan adalah segala objek baik berupa benda hidup atau tidak hidup yang ada disekitar dimana orang berada. Dalam hal ini lingkungan sangat berperan dalam kepatuhan untuk melengkapi imunisasi dimana apabila lingkungan mendukung secara otomatis ibu akan patuh untuk melengkapi imunisasi pada anaknya (Budioro, 2002). d. Sosial Ekonomi Sosial ekonomi merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap tingkah laku seseorang. Keadaan ekonomi keluarga yang baik diharapkan mampu mencukupi dan menyediakan fasilitas serta kebutuhan untuk keluarga, sehingga seseorang dengan tingkat sosial ekonomi tinggi akan berbeda dengan tingkat sosial ekonomi rendah. Keluarga

dengan

tingkat

sosial

ekonomi

yang

tinggi

akan

mengusahakan terpenuhinya imunisasi yang lengkap bagi bayi (Budioro, 2002; Notoatmodjo, 2003).

27

28

e. Pengalaman Stress adalah salah satu bentuk trauma, merupakan penyebab kerentanan seseorang terhadap suatu penyakit infeksi tertentu. Pengalaman merupakan salah satu faktor dalam diri manusia yang sangat menentukan terhadap penerimaan rangsang pada proses persepsi berlangsung. Orang yang mempunyai pengalaman akan selalu lebih pandai dalam menyikapi segala hal dari pada mereka yang sama sekali tidak mempunyai pengalaman (Notoatmodjo, 2003). f. Fasilitas Kesehatan Fasilitas kesehatan merupakan suatu prasarana dalam hal pelayanan kesehatan. Apabila fasilitas baik akan mempengaruhi tingkat kesehatan yang ada, ini terbukti seseorang yang memanfaatkan fasilitas kesehatan secara baik maka akan mempunyai taraf kesehatan yang tinggi (Notoatmodjo, 2003). g. Pengetahuan Pengetahuan merupakan seluruh kemampuan individu untuk berfikir secara terarah dan efektif, sehingga orang yang mempunyai pengetahuan tinggi akan mudah menyerap informasi, saran dan nasihat (Budioro, 2002; Notoatmodjo, 2003). h. Pendidikan Pendidikan merupakan proses kegiatan pada dasarnya melibatkan tingkah laku individu maupun kelompok. Inti kegiatan pendidikan adalah proses belajar mengajar. Hasil dari proses belajar mengajar

28

29

adalah terbentuknya seperangkat tingkah laku, kegiatan dan aktivitas. Dengan belajar baik secara formal maupun informal, manusia akan mempunyai pengetahuan, dengan pengetahuan yang diperoleh seseorang akan mengetahui manfaat dari saran atau nasihat sehingga akan termotivasi untuk meningkatkan status kesehatan. Pendidikan yang tinggi terutama ibu akan memberikan gambaran akan pentingnya menjaga kesehatan terutama bagi bayinya.

3. Pengetahuan a. Pengertian Pengetahuan merupakan hasil dari tidak tahu menjadi tahu, ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Peningkatan terjadi melalui panca indera manusia yakni indera penciuman, penglihatan, pendengaran, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2003). Pada dasarnya manusia melewati dengan dua cara sehingga dalam otaknya ada bayangan, mengetahui lewat indera (perceive) dan mengetahui lewat akal (conscive). Pengetahuan yang diperoleh lewat indera disebut terapan (perception) dan yang diperoleh lewat akal disebut pengertian (conception). Pengetahuan persepsi mengacu pada hal-hal konkrit, sedangkan pengetahuan konsepsi mengacu pada halhal abstrak (Notoatmodjo, 2003).

29

30

Pengetahuan merupakan faktor penting dalam menentukan perilaku seseorang karena pengetahuan dapat menimbulkan perubahan persepsi dan kebiasaan masyarakat. Pengetahuan yang meningkat dapat mengubah persepsi masyarakat tentang penyakit. Meningkatnya pengetahuan juga dapat mengubah kebiasaan masyarakat dari yang positif menjadi lebih positif, selain itu pengetahuan juga membentuk kepercayaan (Notoatmodjo,2003). Pengetahuan tentang keadaan sehat dan sakit adalah pengalaman seseorang tentang keadaan sehat dan sakitnya seseorang yang menyebabkan seseorang tersebut bertindak untuk mengatasi masalah sakitnya dan bertindak untuk mempertahankan kesehatannya atau bahkan

meningkatkan

status

kesehatannya.

Rasa

sakit

akan

menyebabkan seseorang bertindak pasif dan atau aktif dengan tahapantahapannya (Irmayanti, 2007). b. Pentingnya Pengetahuan Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sama penting dalam membentuk tindakan seseorang ( over behavior). Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo,2003).

30

31

c. Tingkat pengetahuan Pengetahuan atau kognitif merupakan domain penting bagi terbentuknya perilaku seseorang. Pengetahuan yang mencakup domain kognitif mencakup 6 tingkatan (Notoatmodjo,2003): 1) Tahu (know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya, termasuk dalam tingkatan ini adalah mengingat kembali terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang diterima, oleh karena itu merupakan tingkatan pengetahuan yang paling rendah. 2) Memahami (comprehension) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara

benar

tentang

objek

yang

diketahui

dan

dapat

diinterpretasikan materi tersebut dengan benar. 3) Aplikasi (application) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari dalam keadaan yang nyata. 4) Analisis (analysis) Yaitu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam suatu struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain.

31

32

5) Sintesis (sinthesis) Yaitu menunjukkan pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu kemampuan untuk menyusun suatu formulasi-formulasi yang telah ada. 6) Evaluasi (evaluation) Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan penilaian terhadap suatu objek atau materi. Penilaian ini ditentukan untuk suatu kriteria yang ditentukan atau menggunakan materi yang ada. Notoatmodjo (2003) mengungkapakn bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru, didalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yaitu: a) Awarness (kesadaran), dimana oarang tersebut menyadari dalam arti mengetahu terlebih dahulu terhadap stimulus (objek). b) Interest (merasa tertarik), terhadap stimulus atau objek tersebut, disini sikap subjek sudah mulai timbul. c) Evaluation (menimbang-nimbang), terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah tidak baik lagi. d) Trial , dimana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh stimulus. e) Adoption, dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.

32

33

d. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan Pengetahuan

seseorang

termasuk

pengetahuan

mengenai

kesehatan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Menurut Irmayanti (2007) pengetahuan secara tidak langsung dipengaruhi oleh faktor demografi seperti pendidikan, paparan media massa, ekonomi, hubungan sosial, pengalaman dan akses layanan kesehatan. 1) Pendidikan Tingkat pendidikan seseorang akan berpengaruh dalam memberi respon sesuatu yang datang dari luar orang yang berpendidikan tinggi akan memberi respon yang lebih rasional terhadap informasi yang datang dan akan berfikir sejauh mana keuntungan yang mungkin akan mereka peroleh dari gagasan tersebut. 2) Paparan media massa (akses informasi) Melalui berbagai media baik cetak maupun elektronik berbagai informasi dapat diterima oleh masyarakat sehingga seseorang yang lebih sering terpapar media massa (TV, audio, majalah, pamflet dan lain-lain), akan memperoleh informasi yang lebih banyak dibandingkan dengan orang yang tidak pernah terpapar informasi media. 3) Ekonomi Dalam memenuhi kebutuhan pokok (primer) maupun kebutuhan sekunder keluarga dengan status ekonomi baik akan lebih mudah tercukupi dibanding keluarga dengan status ekonomi rendah, hal

33

34

ini akan mempengaruhi pemenuhan kebutuhan akan informasi pendidikan yang termasuk kebutuhan sekunder. 4) Hubungan sosial (lingkungan sosial budaya) Manusia adalah makhluk sosial dimana kehidupan berinteraksi secara kontinyu akan lebih besar terpapar informasi. 5) Pengalaman Pengalaman individu tentang berbagai hal bisa, diperoleh dari tingkat kehidupan dalam proses perkembangannya, misal sering mengikuti kegiatan-kegiatan yang mendidik misalnya seminar. 6) Akses layanan kesehatan Mudah atau sulit mengakses layanan kesehatan tentunya akan berpengaruh terhadap pengetahuan dalam hal kesehatan.

34

35

B. Kerangka Teori

Faktor sosial budaya :  Kebiasaan masyarakat  Budaya berpantang  Peran tokoh masyarakat dan tokoh agama

Status ekonomi

Umur Kelengkapan imunisasi dasar

Akses tempat pelayanan kesehatan

Karakteristik ibu :  Pendidikan  Pengetahuan  Motivasi  Pengalaman  Dan lain-lain

Gambar 2.1 : Skema Kerangka Teori

35

Jarak tempat pelayanan kesehatan

36

C. Kerangka Konsep Kerangka konsep dalam penelitian ini adalah : Variabel bebas Pengetahuan ibu tentang imunisasi dasar

Variabel terikat Kelengkapan imunisasi dasar pada bayi

Gambar 2.2 : Skema Kerangka Konsep

D. HIPOTESIS PENELITIAN Adapun dalam penelitian ini penulis merumuskan hipotesis sebagai berikut: Ada hubungan antara pengetahuan ibu tentang imunisasi dasar dengan kelengkapan imunisasi dasar pada bayi.

36