BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Download terdiri dari pil, suntik dan implant. KB Pil (oral) merupakan alat kontrasepsi hormonal yang tediri dari pil kombinasi yaitu merupakan pil ...

0 downloads 205 Views 164KB Size
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Keluarga Berencana Keluarga berencana merupakan usaha untuk mengatur jumlah dan jarak anak

yang diinginkan yang bertujuan untuk membentuk keluarga kecil yang sesuai dengan kemampuan sosial ekonomi suatu keluarga, dengan cara pengaturan kelahiran anak sehingga diperoleh suatu keluarga yang bahagia sejahtera dan dapat terpenuhi kebutuhan hidupnya. Program Keluarga Berencana (KB) dilakukan dalam rangka mengatur jumlah kelahiran atau menjarangkan kelahiran. Sasaran program KB adalah Pasangan Usia Subur (PUS) yang lebih dititikberatkan pada kelompok Wanita Usia Subur (WUS) yang berada pada kisaran usia 15-49 tahun

(Sulistyawati, 2011;

Kemenkes RI, 2012) . Pengetahuan mengenai pembatasan kelahiran dan keluarga berencana (KB) merupakan salah satu aspek penting ke arah pemahaman tentang berbagai alat/cara kontrasepsi yang tersedia. Selanjutnya, pengetahuan tersebut akan berpengaruh kepada pemakaian alat/cara kontrasepsi yang tepat dan efektif. Pengetahuan responden mengenai metode kontrasepsi diperoleh dengan cara menanyakan semua jenis alat atau cara kontrasepsi yang pernah didengar untuk menunda atau menghindari terjadinya kehamilan dan kelahiran (BKKBN, 2012) .

2.2

KONTRASEPSI Kontrasepsi adalah upaya untuk mencegah terjadinya kehamilan. Upaya itu

dapat bersifat sementara dapat pula bersifat permanen. Metode kontrasepsi bekerja 6

7

dengan dasar mencegah sperma mencapai sel telur atau mencegah telur yang telah dibuahi untuk melekat dan berkembang dalam Rahim. Kontrasepsi dapat bersifat sementara atau permanen. Selama ini terdapat beberapa metode kontrasepsi yang digunakan dimasyarakat. Metode tersebut adalah (Wiknjosastro, 2005) : 2.2.1. Metode Kontrasepsi Alami Atau Metode Kontrasepsi Sederhana Metode kontrasepsi sederhana ada yang tidak mengugunakan alat dan ada yang tidak. Metode kontrasepsi sederhana yang tidak memakai alat meliputi metode pantang berkala, metode suhu basal, metode lendir dervik, metode simtomtermal dan koitus interuptus. Sedangkan metode kontasepsi sederhana yang menggunakan alat meliputi penggunaan kondom, barier intravagina atau kondom untuk wanita, dan spermisida (Sulistyawati, 2011) . 2.2.2. Metode Kontrasepsi Modern Metode kontrasepsi modern ada beberapa cara yaitu metode kontrasepsi hormonal. Metode kontrasepsi hormonalmerupakan salah satu metode kontrasepsi yang mempunyai efektivitas tinggi. Hormonal yang terkandung dalam kontrasepsi ini adalah hormon sintetik estrogen dan progesteron. Metode kontrasepsi hormonal ini terdiri dari pil, suntik dan implant. KB Pil (oral) merupakan alat kontrasepsi hormonal yang tediri dari pil kombinasi yaitu merupakan pil yang berisi hormon sintetis estrogen dan progesteron. Efektif dan revesibel serta harus diminum setiap hari. Yang kedua adalah pil progestin yaitu merupakan pil kontrasepsi yang berisi hormon sintetis progesteron. Kontrasepsi Pil memiliki keunggulan seperti tidak mengganggu hubungan seksual, tidak mengganggu siklus haid, serta dapat digunakan sebagai kontrasepsi darurat. Serta memiliki kelemahan seperti mahal dan membosankan, mual dan perdarahan percak pada tiga bulan pertama pemakaian, dan nyeri payudara (Handayani, 2010; Sulistyawati, 2011) .

8

Yang kedua adalah metode KB suntik yaitu terdiri dari metode kontrasepsi suntik kombinasi merupakan metode kontrasepsi yang diberikan sebulan sekali dengan cara kerja untuk menekan ovulasi, membuat lendir serviks menjadi kental sehingga penetrasi sperma terganggu, perubahan pada endometrium (atrofi) sehingga implantasi terganggu, menghambat transportasi gamet oleh tuba. Kontrasepsi suntikan progestin ada

dua

jenis

yaitu

yang

hanya

mengandung

progestin

yaitu

Depo

Medroksiprogesteron Asetat (DMPA) , mengandung 150 DMPA yang diberikan setiap 3 bulan. Depo Noretisteron (depo noristerat) , yang mengandung 200 mg noretindron enantat, diberiakan setiap 2 bulan. Kontrasepsi ini memiliki keuntungan seperti tidak mempengaruhi hubungan suami istri, tidak mempengaruhi produksi ASI, serta klien tidak perlu menyimpan obat suntik. Serta memiliki kekurangan seperti menimbulkan gangguan haid, tidak bisa dihentikan sewaktu-waktu, dan sering menimbulkan masalah berat badan (Saifuddin, 2006; Sulistyawati, 2011) . Yang ketiga adalah kontrasepsi implant (susuk) yang merupakan salah satu jenis alat kontrasepsi yang berupa susuk yang terbuat dari sejenis karet silastik yang berisi hormon dan dipasang pada lengan atas. Kontrasepsi Implant ini terdiri dari 4 jenis yaitu norplant, implanon, janeda dan indoplant. Keuntungan kontrasepsi ini adalah perlindungan jangka panjang, tidak mengganggu hubungan seksual serta tidak mengganggu produksi ASI. Serta memiliki kekurangan seperti perasaan mual, pusing, dan nyeri payudara, tidak bias dihentikan sendiri, dan perubahan pola haid (Handayani, 2010; Sulistyawati, 2011) . Penggunaan AKDR merupakan salah satu usaha manusia untuk menekan kesuburan. Cara penggunaan alat ini adalah dengan disispkan didalam rahim yang sebaiknya dipasang pada saat haid atau 40 hari setelah melahirkan. AKDR terbuat dari semacam plastic dan dililit tembaga dan memiliki bentuk yang bermacam-macam

9

namun bentuk yang umum dikenal oleh masyarakat adalah bentuk spiral. AKDR memiliki banyak keuntungan seperti efektifitas tinggi, tidak ada efek samping hormonal dan tidak ada interaksi dengan obat-obatan (Proverawati, dkk. 2010) .

2.3

AKDR

2.3.1. Pengertian AKDR AKDR (Alat Kontrrasepsi Dalam Rahim) adalah alat kontrasepsi modern yang telah dirancang baik bentuk, ukuran, bahan dan fungsi dan letakan di dalam kavum uteri sebagai usaha menghalanggi fertilisasi dan menyulitkan telur perimplantasi dalam uterus (Hidayati, 2009) . 2.3.2. Jenis AKDR Menurut Sulistyawati (2011) Jenis AKDR yang sering digunakan di Indonesia antara lain: 1.

Copper T Copper T merupakan AKDR berbentuk T, terbuat dari bahan polyethelen dimana

pada bagian vertikalnya dililitkan kawat tembaga halus. Lilitan kawat tembaga halus ini mempunyai efek antifertilisasi (anti pembuahan) yang cukup baik. 2.

Copper 7 AKDR ini berbentuk angka tujuh dengan maksud untuk memudahkan

pemasangan. Jenis ini mempunyai ukuran diameter batang vertikal 32 mm dan ditambahkan gulungan kawat tembaga (Cu) yang mempunyai luas permukaan 200 mm2, fungsinya sama seperti halnya lilitan tembaga halus pada jenis copper T. 3.

Multi load

10

AKDR ini terbuat dari plastik (polyethelen) dengan dua tangan kiri dan kanan berbentuk sayap yang fleksibel. Panjangnya dari ujung atas ke bawah 3, 6 cm. batangnya diberi gulungan kawat tembaga yang luas permukaan 250 mm2 atau 375 mm2 untuk memudahkan efektifitas. Ada tiga ukuran multi load yaitu standar, small (kecil) dan mini. 4.

Lippes Loop AKDR ini terbuat dari bahan polyethelen, bentuknya seperti spiral atau hurup S

bersambung. Untuk memudahkan kontrol, dipasang benang pada ekornya. Lippes loop terdiri dari empat jenis yang berbeda berdasarkan ukuran panjang bagian atasnya. Tipe A berukuran 25 mm (benang biru) , tipe B 27, 5 mm (benang hitam) , tipe C berukuran 30 mm (benang kuning) , dan 30 mm (tebal, benang putih) untuk tipe D. lippes loop mempunyai angka kegagalan yang rendah. Keuntungan lain dari spiral jenis ini ialah bila terjadi perforasi jarang menyebabkan luka atau penyumbatan usus, sebab terbuat dari plastik (Proverawati, dkk. 2010) . 2.3.3. Daya guna AKDR Efektifitas AKDR sangat tinggi berkisar antara 0, 6-0, 8 kehamilan per 100 perempuan dalam satu tahun pertama atau satu kegagalan dalam 125-170 kehamilan. Namun angka ketidaklangsungan pemakaian tinggi, yaitu 20-40% tidak meneruskan pemakaian AKDR pada tahun pertama. Rata-rata AKDR dipakai selama 24 bulan. Satu hal yang jelas pada AKDR ialah jika sudah cocok untuk beberapa tahun, angka ekspulsi dan pengangkatan oleh karena nyeri atau perdarahan menjadi sangat rendah. Ekspulsi lebih tinggi pada insersi satu sampai dua hari postpartum dan pada AKDR yang dipasang oleh tenaga yang kurang terlatih (Proverawati, dkk. 2010; Sulistyawati, 2011) .

11

2.3.4. Cara Kerja AKDR Menurut Proverawati, dkk. (2010) cara kerja AKDR adalah bekerja terutama mencegah sperma dan ovum bertemu dimana AKDR membuat sperma sulit masuk ke dalam alat reproduksi perempuan dan mengurangi kemampuan sperma untuk fertilisasi, mempengaruhi fertilisasi sebelum ovum mencapai kavum uteri dan memungkinkan untuk mencegah implantasi telur dalam uterus. 2.3.5. Indikasi dan kontraindikasi Menurut Proverawati, dkk. (2010)

yang diperkenankan menggunakan

kontrasepsi jenis AKDR harus memenuhi syarat-syarat wanita usia reproduktif yang menginginkan menggunakan kontrasepsi jangka panjang yang tidak ingin menggunakan metode hormonal, wanita yang telah mengalami abortus dan tidak terlihat adanya infeksi, ibu menyusui ataupun yang tidak menyusui bayinya yang menginginkan menggunakan kontrasepsi serta memiliki resiko rendah dari IMS (Infeksi Menular Seksual) . Yang tidak diperkenankan untuk memakai kontrasepsi jenis AKDR adalah ibu yang dianggap tidak cocok memakai kontrasepsi jenis AKDR. Ibu-ibu yang tidak cocok itu adalah mereka yang menderita atau mengalami beberapa keadaan seperti perdarahan dari kemaluan yang tidak diketahui penyebabnya, kelainan bawaan Rahim seperti ukuran rongga rahim yang kurang dari lima sentimeter, penyakit gula (diabetes militus) , penyakit kurang darah, kelaianan alat kandungan bagian dalam seperti perdarahan yang tidak normal dari alat kemaluan, perdarahan dari leher rahim, dan kanker Rahim (Proverawati, dkk. 2010) .

12

2.3.6. Keuntungan AKDR AKDR mempunyai keunggulan dari alat kontrasepsi lain karena umumnya hanya memerlukan satu kali pemasangan dan dengan demikian satu kali motivasi, tidak menimbulkan efek sistemik, ekonomis, dan cocok untuk penggunan massal, efektifitas cukup tinggi dan reversible (Wiknjosastro, 2005) . Ada banyak keuntungan yang dimiliki oleh AKDR seperti memiliki efektifitas tinggi yang efektif segera setelah pemasangan, metode jangka panjang (10 tahun proteksi dari Cu T-380A dan tidak perlu diganti) , tidak ada efek samping hormonal dengan Cu IUD (CuT-380A) , tidak mempengaruhi kualitas dan volume ASI, dapat dipasang segera setelah melahirkan atau sesudah abortus (apabila tidak terjadi infeksi) (Proverawati, dkk. 2010) . 2.3.7. Efek samping AKDR dan Komplikasi Setiap pemakaian alat kontrasepsi dapat menimbulkan efek samping ringan ataupun berat. Efek samping dari AKDR adalah: 1.

Perdarahan Setelah pemasangan AKDR biasanya terjadi perdarahan sedikit yang cepat

berhenti. Keluhan yang sering terjadi saat pemakaian AKDR ialah menoragia, spotting, metroragia. Jika terjadi perdarahan yang tidak dapat diatasi, sebaiknya AKDR dikeluarkan dan diganti dengan ukuran AKDR yang lebihkecil. Jika perdarahan

sedikit-sedikit

mengobatinya

(Wiknjosastro, 2005) . 2.

Rasa nyeri dan kejang diperut

dengan

pengobatan

konservatif

13

Segera setelah pemasangan AKDR dapat terjadi rasa nyeri dan kejang di perut, yang biasanya akan berangsur-angsur menghilang dengan sendirinya. Rasa nyeri dapat dikurangi atau dihilangkan dengan cara memberikan analgetik (Wiknjosastro, 2005) . 3.

Gangguan pada suami Kadang-kadang suami dapat merasakan adanya benang AKDR sewaktu

bersenggama. Penyebabnya adalah benang AKDR yang keluar dari porsio uteri. Untuk menghilangkan keluhan ini bisa dilakukan dengan memotong benang AKDR sampai kira-kira dua sampai tiga centimeter dari porsio (Wiknjosastro, 2005) . 4.

Ekspulsi Ekspulsi adalah keadaan dimana ADKR keluar dengan sendirinya dari Rahim.

Ekspulsi dapat terjadi sebagian atau seluruhnya yang biasanya terjadi pada waktu haid (Wiknjosastro, 2005) . Perempuan harus memeriksa posisi benang AKDR dari waktu ke waktu. Untuk melakukan ini perempuan harus memasukan jarinya ke dalam vagina, sebagian perempuan tidak mau melakukan ini (Proverawati, dkk. 2010) . 5. Infeksi AKDR itu sendiri atau benangnya yang berada dalam vagina, umumnya tidak menyebabkan terjadinya infeksi jika alat-alat yang digunakan disucihamakan, yakni tabung penyalur, pendorong, dan AKDR. Jika terjadi infeksi, hal yang mungkin disebabkan oleh sudah adanya infeksi yang sudah akut atau menahun pada traktus genitalia sebelum pemasangan AKDR (Proverawati, dkk. 2010) . 6. Perforasi Umumnya perforasi terjadi sewaktu pemasangan AKDR atau dikemudiannya. Pada awalnya hanya ujung AKDR saja yang menembus dinding uterus, tetapi semakin lamakarena kontraksi uterus, AKDR terdorong lebih jauh menembus dinding uterus,

14

sehingga akhirnya sampai ke rongga perut. Kemungkinan adanya perforasi terjadi apabila pada pemerikasaan spekulum benang AKDR tidak terlihat. Dalam keadaan ini, pada pemerikasaan dengan sonde uterus atau mikrokuret tidak dirasakan adanya AKDR dalam rongga uterus. Jika ada kecurigaan adanya perforasi, sebaiknya dilakukan foto rontgen, dan jika tampak difoto AKDR dalam rongga panggul, hendaknya dilakukan histerografi untuk menentukan apakah AKDR terletak didalam atau diluar kavum uteri (Wiknjosastro, 2005) . Jika perforasi terjadi dengan AKDR yang tertutup, AKDR harus dikeluarkan dengan segera, begitu pula untuk AKDR yang mengandung logam. Pengeluaran AKDR dapat dilakukan dengan laparoskopi. Laparatomi hanya dilakukan jika laparaskopi tidak berhasil. Jika AKDR yang menyebabkan perforasi itu jenis terbuka dan linier, dan tidak mengandung logam AKDR tidak perlu dikeluarkan dengan segara (Wiknjosastro, 2005) . 2.3.8. Waktu pemasangan dan masa pemakaian AKDR Menurut Saifuddin (2006) waktu pemasangan AKDR adalah AKDR bias dilakukan setiap waktu dalam siklus haid yang dapat dipastikan klien tidak hamil, segera setelah melahirkan, setelah menderita abortus (segera atau dalam waktu tujuh hari) apabila tidak ada gejala infeksi, selama satu sampai lima hari setelah senggama yang tidak dilindungi. Pelayanan KB pasca persalinan merupakan strategi yang penting dari kesehatan masyarakat dengan keuntungan yang signifikan terhadap ibu dan bayinya. Pelayanan KB Pasca Persalinan merupakan salah satu program strategis untuk menurunkan kehamilan yang tidak diinginkan. Pelaksanaan pemasangangan KB pasca salin adalah selama 48 jam pertama atau setelah empat minggu pasca persalinan (Mujiati, 2013) .

15

2.4

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi perubahan perilaku pemakain AKDR Menurut Lawrene Green terdapat tiga factor yang mempengaruhi penggunaan

AKDR yaitu faktor predisposing (predisposing factors) yang terdiri dari pengetahuan, sikap, umur, tingkat pendidikan, paritas, pekerjaan, keinginan untuk mempunyai anal lagi, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai, dan factor demografi seperti status ekonomi, dan pengalaman. Faktor pendukung (enabling factor) yang terdiri dari tempat pelayanan AKDR, lingkungan fisik dan tersedianya fasilitas atau sarana kesehatan. Dan faktor pendorong (reinforcing factor) yaitu terdiri dari perilaku petugas kesehatan, dorongan suami, tokoh agama, tokoh masyarakat, dan perilaku masyarakat (Notoatmodjo, 2012) . 2.4.1 Fakror predisposing (predisposing factors) 1.

Umur Semakin tua umur seseorang maka pengalaman yang dimiliki orang tersebut

juga bertambah sehingga dapat meningkatkan pengetahuannya. Pada penelitian sebelumnya dikatakan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara usia ibu dengan pemilihan kontrasepsi AKDR. Pendapat lain mengatakan bahwa ada hubungan yang signifikan antara variabel umur dengan variabel pemakaian kontrasepsi hormonal (Proyoto, 2014; Fitri, 2012; Musdalifah, dkk. 2013) . 2.

Pendidikan Pendidikan adalah suatu sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar

dan proses pembelajaran agar peserta didik secara efektif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kecerdasan diri, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara. Semakin tinggi pendidikan seseorang, tingkat pengetahuan dan pemahaman serta kepedulian kemampuan untuk bersikap terhadap

16

suatu hal akan cenderung semakin tinggi atau positif. Berdasarkan penelitian sebelumnya dikatakan bahwa tidak ada hubungan bermakna antara pendidikan dengan pemilihan kontrasepsi AKDR (Notoatmodjo, 2012; Fitri, 2012) . 3.

Pekerjaan Pekerjaan adalah sesuatu yang dilakukan untuk mencari nafkah, pencaharian.

Wanita memiliki alasan yang berbeda-beda untuk bekerja. Umumnya wanita bekerja karena kebutuhan keuangan, untuk memperkaya pengalaman dan pengetahuan pribadi serta untuk hasrat pribadi (Proyoto, 2014) . Pada penelitian sebelumnya dikatakan bahwa tidak ada hubungan antara pekerjaan dengan pemilihan AKDR bagi akseptor KB (Bernadus & Sam, 2012) . 4.

Paritas Paritas adalah jumlah anak yang pernah dilahirkan oleh seorang ibu. Paritas

sangat berpengaruh sekali terhadap penerimaan seseorang terhadap pengetahuan, dimana semakin banyak pengalaman seorang ibu maka penerimaan akan semakin mudah (Nursalam, 2008) . Menurut penelitian sebelumnya dinyatakan bahwa tidak ada hubungan antara jumlah anak dengan pemilihan kontrasepsi hormonal pada WUS. Penelitian lain juga mengatakan bahwa dari hasil analisis data menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara variabel jumlah anak hidup dengan variabel pemakaian kontrasepsi hormonal (Nintyasari&Kumalasari, 2014; Musdalifah, 2013) . 5.

Pengetahuan Proses pengambilan keputusan untuk menerima suatu inovasi meliputi empat

tahap yaitu tahap pengetahuan (knowledge) , tahap persuasi (persuasion) , tahap pengambilan keputusan (decision) , dan tahap konfirmasi (confirmation) . Dari

17

beberapa temuan fakta memberikan implikasi program, yaitu manakala pengetahuan dari wanita kurang maka penggunaan AKDR juga menurun (Proverawati, dkk. 2010) . Pengetahuan Akseptor KB akan mempengaruhi penerimaan program KB. Berdasarkan penelitian sebelumnya dikatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan pemilihan AKDR. Responden yang memiliki pengetahuan baik mempunyai peluang 51, 5 kali untuk memilih AKDR. Dari penelitian lainnya dikatakan bahwa secara statistik tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan dengan pemilihan kontrasepsi non AKDR pada wanita usia 2039 tahun (Rahma, dkk. 2011; Fitri 2012) . 6.

Sikap Menurut Newcomb dalam Notoatmodjo, sikap itu merupakan kesiapan atau

kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap itu masih merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka atau tingkah laku yang terbuka. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek dilingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek (Notoatmodjo, 2012) . Berdasarkan penelitian sebelumnya sikap seseorang akseptor KB terhadap penggunaan kontrasepsi dijelaskan bahwa seseorang yang mempunyai sikap baik mempunyai peluang 147, 429 kali untuk memilih AKDR dibandingkan dengan akseptor yang bersikap kurang baik (Fitri, 2012) . 7.

Kepercayaan, keyakinan dan nilai – nilai Kepercayaan adalah kemauan seseorang untuk bertumpu pada orang lain yang

iya yakini. Kepercayaan terjadi katena seorang yakin akan reabilitas dan integerasi dari orang yang dipercayainya Kepercayaan, keyakinan dan nilai-nilai tentang penggunaan

18

AKDR banyak tersebar dimasyarakat. Salah satunya mengatakan bahwa AKDR secara medis tidak merusak rahim sehingga tidak haram. Hanya sebagai pencegah atau mematikan sperma ketika hendak masuk ke rahim. Tetapi hendaknya diperhatikan bahwa ini akan membuka aurat wanita. Jika yang memasang dokter kandungan lakilaki jelas haram jika masih ada dokter wanita atau bidan. Sebenarnya wanitapun tidak boleh melihat aurat sesama wanita begitu juga laki-laki (Proyoto, 2014; Muslimah. com) Berdasarkan penelitian sebelumnya disebutkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kepercayaan dengan penggunaan kontrasepsi IUD (Yanti. N. , dkk. 2013) . 8.

Faktor demografi Faktor demografi termasuk didalamnya yaitu status ekonomi, umur, pekerjaan,

jenis kelamin, tingkat pendidikan. Status ekonomi mempengaruhi faktor fisik, kesehatan dan pendidikan. Jika faktor tersebut baik maka akan mengurangi beban psikologis dan fisiologis. Status ekonomi suatu keluarga sangat berpengaruh terhadap pemilihan kontrasepsi. Hal ini disebabkan karena untuk mendapatkan pelayanan kontrasepsi yang diperlukan, peserta harus menyediakan dana yang diperlukan. Dari penelitian sebelumnya dikatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara status ekonomi dengan pemilihan kontrasepsi (Proyoto, 2014; Rahma, dkk. 2011) . 2.4.2 Faktor pendukung (enabling factors) Faktor – faktor pendukung (enabling factors) merupakan faktor yang terwujud dalam lingkungan fisik, ketersediaan tempat dan sarana pelayanan kontrasepsi.

1.

Tersedianya tempat pelayanan KB.

19

Agar dapat melaksanakan pelayanan KB sesuai dengan metode kontrasepsi yang diinginkan oleh akseptor maka kelengkapan alat, fasilitas, sarana dan prasarana merupakan hal penting yang harus dimiliki oleh tempat pelayanan KB (Notoatmodjo, 2012) . Dari hasil penelitian sebelumnya variable ketersediaan tempat pelayanan KB merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi akseptor untuk memilih AKDR yang termasuk kedalam factor motivasi. Penelitian lain menyebutkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara kelengkapan alat kontrasepsi dengan pemilihan AKDR. (Manurung, dkk. 2012; Fitri, 2012) 2.

Sumber informasi Pengetahuan seseorang dapat dipengaruhi oleh sumber informasi sehingga dapat

meningkatkan kemampuan berfikir. Informasi dapat diperoleh dari berbagai sumber yaitu petugas kesehatan, teman, keluarga, serta media massa. Individu yang telah memahami informasi yang telah diberikan canderung akan memberikan presepsi yang lebih baik dibandingkan yang memperoleh informasi (Notoatmodjo 2010) . Berdasarkan penelitian sebelumnya terdapat hubungan yang signifikan antara penerimaan informasi KB dengan pemilihan kontrasepsi. Penelitian lain meyantakan bahwa media informasi merupakan salah satu variabel yang memengaruhi akseptor KB dalam memilih alat kontrasepsi IUD yang dinamakan faktor kebutuhan (Rahma, dkk. 2011; Manurung, dkk. 2012) . 2.4.3 Faktor Pendorong (Reinforcing) Faktor – faktor pendorong (reinforcing factors) merupakan faktor yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan dan dukungan suami, yang merupakan kelompok refrensi dari perilaku masyarakat seperti tokoh agama, tokoh masyarakat dan lain-lain.

20

3.1

Sikap dan perilaku petugas kesehatan Peran tenaga kesehatan yaitu memberikan informasi tentang KB, manfaat dan

pentingnya KB serta memberikan KIE yang jelas pada ibu dan keluarga dalam melaksanakan pelayanan KB. Berdasarkan penelitian sebelumnya menyatakan bahwa perilaku pelayanan AKDR berhubungan dengan pengetahuan bidan, motivasi bidan, dan ketersediaan sumber daya. Ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan bidan dengan perilaku pelayanan AKDR, semakin baik pengetahuan bidan maka semakin

tinggi

berpengaruh

dengan

perilaku

pelayanan

kontrasepsi

IUD

(Kusumastuti, dkk. 2013) . 3.2

Dukungan suami Besarnya peran suami akan sangat membantunya dan suami akan semakin

menyadari bahwa masalah kesehatan reproduksi bukan hanya urusan wanita (istri) saja. Peran lain suami adalah memfasilitasi (sebagai orang yang menyediakan fasilitas) , memberi semua kebutuhan istri saat akan memeriksakan masalah kesehatan reproduksinya. Hal ini dapat terlihat saat suami menyediakan waktu untuk mendampingi istri memasang alat kontasepsi atau kontrol, suami bersedia memberikan biaya khusus untuk memasang alat kontrasepsi dalam hal ini lebih banyak suami mendukung untuk menggunakan kontrasepsi hormonal, dan membantu istri menentukan tempat pelayanan atau tenaga kesehatan yang sesuai (Musdalifah, dkk. 2013) . Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara dukungan suami dengan pemilihan kontrasepsi. Penelitian lainnya menyatakan bahwa adanya dukungan dari suami dalam pemilihan kontrasepsi memotivasi ibu untuk memilih alat AKDR. (Rahma, dkk. 2011; Manurung, dkk. 2012) .

21

2.5

Persepsi Akseptor KB Tentang AKDR Berdasarkan Teory Health Belief Model Berdasarkan teori health belief model persepsi seseorang terhadap suatu objek

didasarkan pada pemahaman bahwa seseorang akan mengambil tindakan yang berhubungan dengan persepsi dan kepercayaannya. 2.5.1 Percieved Suseptibility (kerentananan yang dirasakan) Perceived susceptibility yaitu kepercayaan akan kerentanan yang dirasakan oleh seseorang yang mendorongnya untuk mengadopsi perilaku sehat. Semakin besar resiko yang dirasakan semakin besar kemungkinan melakukan prilaku yang mengurangi resiko. 2.5.2 Perceive severity (Bahaya atau kesakitan yang dirasakan) Perceive severity yaitu keyakinan seseorang tentang keseriusan atau keparahan kejadian yang terjadi. Persepsi ini biasanya diperoleh dari informasi atau pengetahuan juga dari kepercayaannya tentang kesulitan yang didapat akibat penyakit tersebut. 2.5.3 Perceive benefit (manfaat yang dirasakan) Perceive benefit yaitu manfaat yang akan dirasakan seseorang jika mengadopsi perilaku tertentu. Atau merupakan persepsi seseorang tentang kegunaan dari perilaku baru untuk mengurangi resiko terkena penyakit. 2.5.4 Perceive barrier (hambatan yang dirasakan) Perceive barrier yaitu hambatan-hambatan yang dirasakan untuk melaksanakan perubahan perilaku. Unsur hambatan yang dirasakan memiliki nilai yang signifikan dalam menentukan apakah terjadi perubahan perilaku atau tidak. (Priyoto, 2014) . Berdasarkan penelitian sebelumnya dinyatakan bahwa ibu rumah tangga yang memiliki tingkat pendidikan lebih tinggi memiliki persepsi penggunaan alat kontrasepsi yang lebih baik dari pada ibu rumah tangga yang lebih rendah tingkat

22

pendidikannya. Penelitian lain juga menyatakan bahwa ada hubungan antara persepsi ibu tentang program berencana (KB) dengan penggunaan kontarsepsi. Persepsi responden tentang program keluarga berencana dengan penggunaan kontrasepsi memang sejalan dengan pemilihan alat kontrasespsi yang akan digunakan responden yang tergantung dari apa yang responden ketahui sehingga akan berdampak pada respon dan perilaku dalam penggunaan kontrasepsi tersebut (Paudi, 2013; Maryam, 2014) .