Bab II II.1
Tinjauan Pustaka
Elektrokimia
Elektrokimia adalah cabang ilmu kimia yang mempelajari hubungan antara energi listrik dengan reaksi kimia. Proses elektrokimia adalah proses yang mengubah reaksi kimia menjadi energi listrik atau energi listrik menjadi reaksi kimia. Semua proses elektrokimia adalah reaksi redoks. Dalam reaksi redoks, elektronelektron dipindahkan dari zat yang dioksidasi ke zat yang direduksi. Proses elektrokimia terjadi di dalam sel elektrokimia (Petrucci, 1999). Sel elektrokimia adalah tempat terjadinya reaksi reduksi-oksidasi. Sel elektrokimia terdiri dari (Achmad, 2001): (1) Elektroda Elektroda adalah sebuah konduktor yang digunakan untuk bersentuhan dengan sebuah bagian non logam contohnya elektrolit, dalam suatu sirkuit. Elektroda tempat terjadinya reaksi oksidasi disebut anoda dan elektroda tempat terjadinya reduksi disebut katoda. (2) Elektrolit Elektrolit adalah zat dalam sel yang dapat menghantar listrik. Dalam elektrolit muatan listrik diangkut oleh ion yang bergerak. Reaksi pada elektroda berlangsung pada permukaan elektroda. Reaksi ini terjadi pada daerah antar muka antara elektroda dan elektrolit. Rangkaian listrik dalam sel elektrokimia terdiri atas dua bagian yaitu rangkaian luar dan rangkaian dalam. Pada rangkaian luar, elektron mengalir melalui penghantar logam dan pada rangkaian dalam muatan listrik diangkut oleh ion yang bergerak dalam larutan elektrolit. Sel elektrokimia ada dua macam yaitu sel galvani dan sel elektrolisis.
5
Gambar II.1 Rangkaian listrik dalam sel elektrokimia. II.2 Potensial Elektroda Potensial elektroda adalah potensial listrik yang ada pada sebuah elektroda yang berhubungan dengan bentuk oksidasi dan
reduksi dari beberapa zat.
Suatu elektroda mengandung partikel (ion atau molekul) yang dapat menarik elektron, atau cenderung tereduksi. Kekuatan tarikan itu disebut potensial reduksi. Potensial reduksi dari suatu elektroda dilambangkan dengan E. Dalam suatu sel elektrokimia, potensial selnya merupakan selisih potensial reduksi kedua elektrodanya. Yang potensialnya lebih besar akan tereduksi dan berfungsi sebagai katoda, sedangkan yang lain teroksidasi dan berfungsi sebagai anoda (Petrucci, 1999). Esel = Ekatoda -Eanoda II.2.1 Asal Mula Adanya Potensial Elektroda Bila sebuah logam dicelupkan ke dalam larutan elektrolit, maka akan terbentuk beda potensial antara permukaan logam dengan logam tersebut. Logam yang dicelupkan juga akan mengalami proses pelarutan. Misalnya, sebuah logam seng dilarutkan dalam air murni, maka sebagian kecil atom seng akan berubah menjadi ionnya (Lower, 2004).
Zn(s) → Zn2+ + 2e − Bila Zn2+ meninggalkan permukaan logam maka jumlah elektron yang tertinggal makin lama makin banyak sehingga suatu ketika elektron di permukaan logam ini
6
akan menghambat keluarnya ion seng dari permukaan logam dan proses pelarutan logam terhenti. Dalam keadaan normal jumlah logam seng yang larut akan lebih rendah dari 10-10 M. Sehingga air tersebut dapat dikatakan dalam keadaan murni. Ketidakseimbangan elektron pada permukaan logam ini mengakibatkan timbulnya beda potensial antara logam terhadap larutan.
Gambar II.2 Oksidasi logam seng dalam air (Lower, 2004). Beda potensial juga akan terbentuk bila dua logam yang berbeda saling dihubungkan. Hal ini diakibatkan karena akan terjadi perbedaan tingkat energi Fermi dari masing-masing logam tersebut. Pada saat atom membentuk padatan, tingkat orbital dengan berbagai tingkat energi akan melebar dan bergabung membentuk pita-pita energi. Pita energi yang berhubungan dengan orbital molekul ikatan disebut sebagai pita valensi. Pita valensi ini biasanya terisi secara penuh oleh elektron. Pita energi yang berkaitan dengan orbital molekul nonbonding disebut sebagai pita hantaran, pita energi ini tidak terisi penuh oleh elektron. Pita hantaran merupakan pita yang menyebabkan adanya hantaran listrik. Elektron akan mengisi pita hantaran hingga tingkat energi Fermi. Hantaran listrik terjadi saat dua jenis logam berbeda dihubungkan satu sama lain. Elektron akan mengalir dari tingkat energi Fermi yang tinggi ke tingkat energi Fermi rendah (Rochliadi, 2007). Beda potensial juga dapat dibuat bila kedua ujung konduktor dihubungkan dengan sumber arus. Listrik timbul akibat adanya aliran atau gerakan partikel bermuatan
7
dalam medium yang disebut konduktor. Yang dapat bertindak sebagai konduktor adalah logam dan larutan elektrolit. Hantaran listrik dalam logam merupakan aliran elektron yang disebut hantaran logam atau hantaran elektronik. Larutan elektrolit dapat bertindak sebagai konduktor karena mengandung partikel bermuatan, yang disebut ion positif dan negatif. Dalam larutan, listrik dihantarkan oleh ion-ion sehingga disebut hantaran elektrolit. Larutan akan menghantarkan listrik bila dicelupkan dua batang logam yang terpisah dan masing-masing dihubungkan dengan sumber arus searah. Ion positif akan bergerak ke elektroda negatif yaitu katoda, dan sebaliknya ion negatif ke elektroda positif yaitu anoda (Syukri, 1999). II.2.2 Perbedaan potensial pada daerah antarmuka Lapisan ganda listrik adalah daerah peralihan antara dua fase yang muatannya tidak seimbang. Pada lapisan ganda listrik, lapisan bagian dalam menyerap molekul air dan ion, dan bagian luarnya merupakan daerah difusi. Pada peristiwa logam dimasukkan ke dalam air murni, aliran elektron dalam logam menyebabkan molekul air yang polar teradsorpsi pada permukaan dan membentuk dua bidang tipis bermuatan positif dan negatif. Jika air mengandung ion-ion terlarut, anion-anion besar dengan kepolaran yang besar akan berikatan secara lemah pada logam, menyusun lapisan dalam bermuatan negatif yang diimbangi dengan kelebihan kation dalam lapisan luar. Elektrokimia mempelajari reaksi-reaksi pada partikel bermuatan yaitu ion dan elektron yang melewati antar muka dua fase zat, yaitu fase logam atau elektroda dan larutan penghantar atau elektrolit. Proses ini ditunjukkan sebagai reaksi kimia yang dikenal dengan proses elektroda. Proses elektroda terjadi dalam lapisan ganda listrik dan menghasilkan sedikit ketidakseimbangan muatan listrik pada elektroda dan elektrolit (Lower, 2004).
8
Gambar II.3 Lapisan ganda listrik pada permukaan elektroda (Lower, 2004). II.3 Kespontanan Reaksi Redoks Secara termodinamika, suatu reaksi spontan dapat berlangsung apabila ΔG < 0, atau dalam sel elektrokimia, suatu reaksi dapat berlangsung jika reaksi itu Esel > 0. Sebaliknya reaksi tidak spontan, ΔG > 0 dan Esel < 0. Contoh reaksi spontan adalah reaksi dalam sel Volta dan reaksi yang tidak spontan adalah reaksi elektrolisis (Petrucci, 1999). II.4 Persamaan Nernst Untuk reaksi redoks dengan persamaan umum (Achmad, 2001): aA + bB ⇔ cC + dD
Persaman Nernst: o E sel = E sel −
E sel = E
o sel
RT [C]c [D]d ln nF [A]a [B]b
2,303RT [ C] c [ D ] d log − nF [A]a [B]b
Pada suhu 298 K,
E sel = E
o sel
[C]c [D]d 0,0592 log − n [A]a [B]b
9
II.5 Elektrolisis Elektrolisis adalah suatu proses reaksi kimia yang terjadi pada elektroda yang tercelup dalam elektrolit ketika dialiri arus listrik dari suatu sumber potensial luar (Dogra, 1990). Komponen terpenting dari proses elektrolisis adalah elektroda dan elektrolit.
Sedangkan sel elektrolisis adalah sebuah sel elektrokimia yang
menggunakan sumber energi listrik dari luar untuk menjalankan suatu reaksi yang tidak spontan. Energi listrik berfungsi sebagai
pompa elektron yang
menggerakkan
elektron
elektron
ke
katoda,
dan
menarik
dari
anoda
(Chang, 2005). Elektron mengalir dari anoda ke katoda dalam rangkaian luar seperti pada Gambar II.4.
Gambar II.4 Aliran elektron pada sel elektrolisis. Adanya aliran elektron dalam sel elektrolisis menyebabkan di katoda terjadi reaksi reduksi dan di anoda terjadi reaksi oksidasi.
Pada sel elektrolisis, katoda
merupakan kutub negatif karena dihubungkan dengan kutub negatif sumber arus dan merupakan target bermigrasinya ion positif, sedangkan anoda merupakan kutub positif karena dihubungkan dengan kutub positif sumber arus dan merupakan target bermigrasinya ion negatif. Proses elektrolisis berhubungan dengan besarnya potensial yang digunakan. Besarnya potensial yang digunakan dalam elektrolisis bergantung pada:
10
(1) Potensial Penguraian Potensial penguraian adalah tegangan luar terkecil yang harus dikenakan untuk menimbulkan elektrolisis kontinu. Pada sel elektrolisis, potensial yang digunakan harus mampu mengatasi potensial sel galvani yang dihasilkan dan harus pula mengatasi tahanan larutan terhadap aliran arus (Basset, 1994). (2) Potensial Lebih atau Polarisasi Kinetika Potensial lebih adalah potensial pada anoda atau katoda yang nilainya lebih tinggi dari potensial penguraian akibat terbentuknya gas di sekitar elektroda (Petrucci, 1999). Potensial lebih menyebabkan harga potensial menjadi lebih negatif pada katoda dan menjadi lebih positif pada anoda. Potensial lebih timbul akibat adanya tahanan dari larutan. Besarnya potensial lebih pada anoda atau katoda dipengaruhi oleh: a. Sifat dan keadaan fisik dari logam yang dipakai sebagai elektroda. b. Keadaan fisik dari zat yang diendapkan. c. Rapat arus yang dipakai. d. Perubahan konsentrasi di sekitar elektroda. (3) Polarisasi Konsentrasi Reaksi
pada
permukaan
elektroda
berlangsung
seketika,
kecepatan
tercapainya kesetimbangan antara elektroda dengan larutan tergantung dari besarnya arus yang mengalir. Kurang cepatnya migrasi ion ke permukaan elektroda disebut polarisasi konsentrasi. Polarisasi konsentrasi timbul apabila gaya difusi, gaya tarik menarik elektrostatik dan pengadukan mekanik tidak cukup untuk mengangkut pereaksi menuju atau dari permukaan elektroda (Buchari, 1990). Polarisasi konsentrasi dapat diperkecil dengan cara pengadukan dan menggunakan rapat arus kecil. (4) Potensial Ohmik atau Potensial Jatuh Potensial ohmik atau potensial jatuh adalah potensial listrik yang dihasilkan pada saat arus listrik dilewatkan dalam sel elektrolisis. Potensial ohmik terjadi karena adanya tahanan dalam larutan yang dialami oleh ion-ion yang bergerak menuju anoda atau katoda. Besarnya potensial ohmik sebanding dengan arus yang lewat dan tahanan larutan. Pengaruh potensial ohmik
11
menyebabkan potensial yang dibutuhkan pada sel elektrolisis lebih besar dibanding potensial teoretisnya. Untuk menentukan jenis zat yang dihasilkan pada anoda dan katoda, maka harus diketahui: jenis kation dan anion dalam larutan, keadaan ionnya yaitu bentuk cairan (lelehan) atau larutan, jenis elektrodanya tidak bereaksi (inert) atau ikut bereaksi (aktif) dalam larutan, dan konsentrasi larutan elektrolitnya pekat atau sangat encer (Achmad, 2001). II.6 Reaksi Pada Elektroda Pada permukaan elektroda terjadi persaingan reaksi antara ion-ion dari elektrolit dan ion dari air. Yang akan bereaksi pada permukaan elektroda ditentukan dari nilai potensial elektrodanya. Contohnya:
Ag (+aq ) + e → Ag (s )
Eo = +0,80 Volt
Cu (2aq+ ) + 2e → Cu (s )
Eo = +0,34 Volt
Dalam larutan yang mengandung ion Cu2+ dan ion Ag+ dengan konsentrasi yang sama, maka ion Ag+ akan lebih dahulu mengalami reduksi karena memiliki nilai potensial elektroda yang lebih positif. Jadi reaksi dengan potensial elektroda lebih positif akan lebih mudah mengalami reduksi. Sebaliknya, reaksi oksidasi akan mudah terjadi jika potensial elektrodanya lebih negatif (Achmad, 2001). II.7 Elektrolisis Dengan Elektroda Tidak aktif (Inert) Elektroda tidak aktif adalah elektroda yang tidak ikut bereaksi dalam elektrolisis. Yang termasuk elektroda tidak aktif adalah platina (Pt) dan karbon (C). II.7.1
Elektrolisis Lelehan Senyawa Ion
Sel elektrolisis bentuk lelehan atau cairan hanya berlaku untuk senyawa ion. Sel elektrolisis bentuk cairan tidak mengandung zat pelarut atau air, yang ada hanya kation dan anion dari senyawa ion tersebut. Pada reaksi elektrolisis, senyawa ion bentuk cairan akan terurai menjadi ion-ionnya.
12
Ion positif atau kation akan tertarik ke katoda dan mengalami reduksi. Sedangkan ion negatif atau anion akan tertarik ke anoda dan mengalami reaksi oksidasi. Yang dapat bertindak sebagai kation adalah ion logam, baik golongan utama maupun golongan transisi, sedangkan anion dapat berupa ion monoatom (F-, Cl-, O2-) atau ion poliatom (SO42-, NO3-). Contoh reaksi elektrolisis lelehan NaCl dengan elektroda platina (Chang, 2005).
NaCl( l) → Na + + Cl − Kotoda (Pt):
Na + + e − → Na ( l)
E o = −2,71 Volt
Anoda (Pt) :
Cl − → 1 2 Cl 2 ( g + e
E o = −1,36 Volt
Reaksi keseluruhan: NaCl ( l) → Na ( l ) + 1 / 2Cl 2 ( g )
E o = −4,1 Volt
II.8 Elektrolisis Larutan Elektrolit
Dalam sel elektrolisis bentuk larutan dengan elektroda tidak aktif, pengaruh elektroda tidak ada, hanya di samping kation dan anion yang ada perlu diperhitungkan juga adanya zat pelarut yaitu air. Molekul air yang terdapat pada larutan dapat tereduksi di katoda atau teroksidasi di anoda dengan reaksi masing-masing:
Katoda: H 2 O + 2e → 2OH− + H 2
E o = −0,83 Volt
Anoda: H 2 O → 2H + + 1 2 O 2 + 2e
E o = −1,23 Volt
Kation yang tereduksi di katoda adalah yang berpotensial reduksi lebih besar dari -0,83 volt, sedangkan anion yang teroksidasi di anoda adalah yang berpotensial oksidasi lebih besar dari -1,23 volt (Syukri, 1999). Contoh reaksi elektrolisis larutan NaNO3 dengan elektroda platina:
NaNO3( aq) → Na (+aq) + NO3−( aq)
x4
Katoda: 2H 2 O ( l ) + 2e → 2OH − + H 2 ( g )
x2
Anoda : 2H O + 2e → 4H + + O 2 (l) 2( g )
x1
13
Reaksi keseluruhan: 4 NaNO3( aq ) + 2H 2 O ( l) → 4 Na (+aq ) + 4 NO3−( aq ) + 2H 2( g ) + O 2 ( g ) II.9 Elektrolisis Dengan Elektroda Bereaksi atau Elektroda Aktif
Elektroda aktif adalah elektroda yang turut bereaksi pada saat elektrolisis. Elektroda aktif contohnya adalah logam tembaga (Cu), perak (Ag), nikel (Ni), besi (Fe), dan sebagainya. Elektroda logam mempengaruhi reaksi oksidasi di anoda. Jadi elektroda aktif hanya bereaksi di anoda, sedangkan di katoda tidak akan bereaksi (Achmad, 2001). Contoh reaksi elektrolisis larutan NiSO4 dengan elektroda perak.
NiSO4( aq) → Ni (2aq+ ) + SO 24−( aq)
x2
Katode : Ni (2aq+ ) + 2e → Ni (s )
x1
Anoda : Ag(s ) → Ag(+aq) + e
x2
Reaksi keseluruhan: 2NiSO4( aq) + 2Ag (s ) → Ni (s ) + 2Ag (+aq) + 2SO 24−( aq) II.10 Hukum Faraday
Proses elektrolisis merupakan proses yang tidak spontan. Untuk berlangsungnya reaksi elektrolisis digunakan arus listrik dari luar. Besarnya potensial listrik yang digunakan harus melebihi potensial yang terpasang sehingga arus akan mengalir yang menyebabkan terjadinya reaksi. Hubungan antara besarnya energi listrik yang dialirkan dengan banyaknya zat yang dihasilkan dalam sel elektrolisis dirumuskan oleh Michael Faraday (Petrucci,1999). Hukum Faraday I berbunyi: “ Jumlah perubahan kimia yang dihasilkan sebanding dengan besarnya muatan listrik yang melewati suatu sel elektrolisis .“ w=
eit F
Dengan: W = massa zat yang dihasilkan (gram). e
= bobot ekivalen = Ar atau Mr / n.
n
= jumlah elektron yang diikat atau dilepaskan.
14
i
= arus dalam amper.
t
= waktu dalam satuan detik.
F
= tetapan Faraday, 1F = 96500 C.
i.t/F = arus dalam satuan Faraday. Hukum Faraday II berbunyi: “ Sejumlah tertentu arus listrik menghasilkan jumlah ekivalen yang sama dari benda apa saja dalam suatu elektrolisis.” II.11 Kegunaan Sel Elektrolisis
Sel elektrolisis banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari seperti
pada
proses penyepuhan, pemurnian logam, dan produksi zat-zat kimia penting. Contoh zat-zat kimia yang dihasilkan dalam elektrolisis adalah natrium hidroksida, logam aluminium, magnesium, tembaga, natrium, dan gas klor (Syukri, 1999). II.11.1 Pelapisan Logam
Proses penyepuhan atau pelapisan logam merupakan suatu reaksi redoks untuk mengendapkan logam pada permukaan katoda. Pelapisan logam dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan suatu sifat khusus pada permukaan logam agar diperoleh hasil yang lebih baik misalnya lebih menarik dan tahan terhadap korosi. Contoh proses pelapisan logam adalah, sendok dilapisi dengan tembaga. Sendok yang akan dilapisi dipasang sebagai katoda dan tembaganya dipasang sebagai anoda. II.11.2 Pemurnian Logam
Pemurnian logam, contohnya adalah proses pemurnian tembaga. Logam tembaga yang diperoleh dari bijih tembaga biasanya mengandung pengotor seperti seng, besi, perak, dan emas. Pemurnian tembaga dilakukan dengan cara menempatkan logam tembaga tidak murni sebagai anoda dan tembaga murninya sebagai katoda (Chang, 2005). Kedua lempeng tembaga tersebut dicelupkan ke dalam gelas kimia besar yang berisi larutan elektrolit CuSO4.
15
Elektroda tembaga sebagai anoda mengalami oksidasi menurut reaksi:
Cu (s ) → Cu (2aq+ ) + 2e
E ored = −0,34Volt
Elektroda tembaga yang lain, sebagai katoda mengalami reduksi:
Cu (2aq+ ) + 2e → Cu (s )
E ored = +0,34Volt
Reaksi keseluruhan: Cu (s ) + Cu (2aq+ ) → Cu (s ) + Cu (2aq+ ) Pada saat elektrolisis, logam aktif yang terdapat dalam anoda, seperti besi dan seng, juga teroksidasi pada anoda dan memasuki larutan sebagai Fe2+ dan Zn2+. Namun, keduanya tidak teroksidasi pada anoda karena nilai potensial reduksinya lebih negatif.
Fe (2aq+ ) + 2e → Fe (s )
E o = −0,44Volt
Zn (2aq+ ) + 2e → Zn (s )
E o = −0,76Volt
Logam yang kurang elektropositif, seperti emas dan perak, tidak teroksidasi pada anoda tetapi mengendap pada dasar tangki elektrolisis. Skema proses pemurnian tembaga ditunjukkan pada Gambar II.5.
Gambar II.5 Skema proses pemurnian tembaga (White,1999).
16
II.11.3 Pembuatan Klor dan Natrium
Gas klor dan logam natrium dibuat dengan mengelektrolisis NaCl cair menggunakan elektroda inert. Pada katoda dihasilkan logam natrium dan di anoda dihasilkan gas klor. II.11.4 Pembuatan Natrium Hidroksida
Natrium hidroksida dapat dibuat dengan mengelektrolisis larutan NaCl. Reaksi keseluruhan elektrolisis larutan NaCl: 2 NaCl (s ) + 2H 2 O → H 2 ( g ) + Cl 2( g ) + 2 NaOH ( aq ) Elektrolisis larutan NaCl, di samping menghasilkan larutan NaOH juga dihasilkan gas H2 dan Cl2. II.11.5 Pembuatan Aluminium dan Magnesium
Aluminium diperoleh dengan cara mengelektrolisis biji aluminium (campuran Al2O3) dengan mineral kreolit (Na3AlF6). Mineral ini dapat menurunkan titik cair campuran dari 2000oC menjadi 1000oC. Campuran cair itu dielektrolisis dalam keadaan panas. Senyawa Al2O3 dalam kreolit terion menjadi: Al 2 O 3 → 2Al3+ + 3O 2−
Katoda : 2Al3( l+) + 6e → 2Al( l) Anoda : 3O 2− → 3 / 2O 2(g ) + 6e Reaksi keseluruhan:
2Al3( l+) + 3O 2− → 3 / 2O 2( g ) + 2Al( l)
Logam magnesium dapat dibuat dengan mengelektrolisis lelehan senyawanya, misalnya MgCl2. Hasil elektrolisisnya adalah di katoda dihasilkan logam Mg dan di anoda dihasilkan gas Cl2. Reaksi keseluruhan elektrolisis lelehan MgCl2:
MgCl2( l) → Mg (l ) + Cl 2(g )
17
Selain itu penerapan dari sel elektrolisis yaitu penyepuhan dapat juga digunakan untuk menentukan bilangan Avogadro (NA)
dan tetapan Faraday (F )
(Seiglie, 2003). II.12 Elektrolisis Larutan Tembaga Sulfat Dengan Elektroda Tembaga
Elektrolisis larutan tembaga sulfat menggunakan elektroda tembaga dapat digunakan untuk membuktikan kesesuaian hukum faraday pada elektrolisis dan dapat dimanfaatkan untuk memurnikan tenbaga. Pada elektrolisis ini elektroda tembaga yang digunakan harus bersih dari kotoran. Kotoran
dibersihkan
menggunakan asam lemah seperti asam asetat (Seiglie, 2003).
Untuk
memperbaiki kualitas endapan tembaga yang dihasilkan maka pada proses elektrolisis ini ditambahkan asam nitrat dan urea (Day, 1988). Penambahan asam nitrat ini akan mengurangi terjadinya pembentukan gelembung gas hidrogen dan juga bertindak sebagai pendepolarisasi katode. Reaksi ion nitrat pada katoda tembaga adalah:
NO3− + 10H + + 8e ⇔ NH +4 + 3H 2 O Asam nitrat yang digunakan harus terbebas dari ion nitrit. Ion nitrit terbentuk dari reaksi: 2H + + NO 3− + 2e ⇔ H 2 O + NO −2 Ion nitrit mencegah pengendapan sempurna dari tembaga dan dihilangkan dengan penambahan urea atau dengan cara dipanaskan.
2H + + 2NO−2 + CO( NH2 ) 2 ⇔ 2N 2 + CO2 + 3H 2 O Selain penambahan ion nitrat, untuk memperbaiki kualitas endapan dapat juga dilakukan dengan pengadukan mekanis karena dengan ini terjadinya polarisasi konsentrasi dapat diminimalkan, peningkatan suhu elektrolisis, dan penggunaan rapat arus listrik yang kecil (Basset, 1994). Endapan yang baik kualitasnya adalah endapan yang melekat dengan baik, rapat, dan halus.
18
II.13 Pembelajaran Kontekstual
Saat ini ada kecenderungan untuk kembali pada pemikiran bahwa anak akan belajar lebih baik jika lingkungan diciptakan alamiah. Belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami apa yang dipelajarinya, bukan mengetahuinya. Pembelajaran yang berorientasi pada penguasaan materi terbukti berhasil dalam kompetisi mengingat jangka pendek tetapi gagal dalam membekali anak memecahkan persoalan dalam kehidupan jangka panjang (Depdiknas, 2008). Salah satu strategi pembelajaran agar hasil pembelajaran siswa lebih bermakna adalah
dengan
pembelajaran
kontekstual
(Contextual
Teaching
and
dengan
cara
Learning /CTL).
Pendekatan
konstektual
merupakan
suatu
konsep
belajar
menghadirkan situasi dunia nyata ke dalam kelas sehingga mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam
kehidupan
mereka
sebagai
anggota
keluarga
dan
masyarakat
(Nurhadi, 2002). Tujuh Komponen Pembelajaran Kontekstual (Depdiknas, 2008), adalah: 1.
Konstruktivisme: (a) Membangun pemahaman mereka sendiri dari pengalaman baru berdasar
pada pengetahuan awal. (b) Pembelajaran harus dikemas menjadi proses “mengkonstruksi” bukan menerima pengetahuan. 2.
Inquiry
(a) Proses perpindahan dari pengamatan menjadi pemahaman. (b) Siswa belajar menggunakan keterampilan berpikir kritis. 3. Questioning (Bertanya) (a) Kegiatan guru untuk mendorong, membimbing dan menilai kemampuan berpikir siswa. (b) Bagi siswa yang merupakan bagian penting dalam pembelajaran yang berbasis inquiry.
19
4.
Learning Community (Masyarakat Belajar)
(a) Sekelompok orang yang terikat dalam kegiatan belajar. (b) Bekerja sama dengan orang lain lebih baik daripada belajar sendiri. (c) Tukar pengalaman. (d) Berbagi ide. 5. Modeling (Pemodelan) (a) Proses penampilan suatu contoh agar orang lain berpikir, bekerja dan belajar.
(b) Mengerjakan apa yang guru inginkan agar siswa mengerjakannya. 6. Reflection ( Refleksi) (a) Cara berpikir tentang apa yang telah kita pelajari. (b) Mencatat apa yang telah dipelajari. (c) Membuat jurnal, karya seni, dan diskusi kelompok. 7. Authentic Assessment (Penilaian Yang Sebenarnya) (a) Mengukur pengetahuan dan keterampilan siswa. (b) Penilaian produk (kinerja). (c) Tugas-tugas yang relevan dan kontekstual. Strategi umum yang diterapkan dalam pembelajaran kontekstual disingkat react (Nurhadi, 2002), yaitu: (1) Relating: Belajar dikaitkan dengan konteks pengalaman kehidupan nyata. (2) Experiencing: Belajar ditekankan kepada penggalian (eksplorasi), penemuan (discovery), dan penciptaan (invention). (3) Applying: Belajar bilamana pengetahuan dipresentasikan di dalam konteks pemanfaatannya. (4) Cooperating: Belajar melalui konteks komunikasi interpersonal, pemakaian bersama dan sebagainya. (5) Transferring: Belajar melalui pemanfaatan pengetahuan di dalam situasi atau konteks baru.
20
II.14 Pembelajaran Elektronik (E-Learning)
Pembelajaran elektronik adalah kegiatan pendidikan yang menggunakan media elektronik atau teknologi informasi yaitu media komputer dan atau internet. Pembelajaran elektronik merupakan kegiatan pembelajaran yang memanfaatkan jaringan (Internet, LAN, WAN) sebagai cara penyampaian, interaksi, dan fasilitasi yang didukung oleh berbagai bentuk layanan belajar lainnya (Effendi dan Zhuang, 2005). Pembelajaran elektronik dapat diselenggarakan dengan syarat-syarat tertentu. Syarat diselenggarakannya pembelajaran elektronik antara lain adalah: (1) Kegiatan pembelajarannya dilakukan dengan memanfaatkan jaringan (LAN atau WAN). (2) Tersedia dukungan layanan tutor yang dapat membantu peserta apabila mengalami kesulitan. (3) Rancangan sistem pembelajarannya sudah dipelajari atau diketahui oleh setiap peserta belajar. (4) Ada lembaga yang menyelenggarakan atau mengelola kegiatan pembelajaran elektronik dan sistem evaluasi terhadap kemajuan atau perkembangan belajar peserta belajar. Pembelajaran elektronik memberikan alternatif cara belajar baru. Pada pembelajaran elektronik antara siswa dan guru tidak harus berada dalam ruang dan waktu yang sama. Pembelajaran elektronik memiliki kelebihan dan keterbatasan tertentu dalam proses pembelajarannya (Effendi dan Zhuang, 2005). Kelebihan pembelajaran elektronik yaitu fleksibel dalam waktu, tempat, kecepatan pembelajaran, dan dapat mengakomodasi keragaman gaya belajar siswa. Siswa memiliki peluang mengulang pembelajaran. Kelebihan yang lainnya adalah
dapat menampilkan multimedia, menyediakan sistem umpan balik
misalnya dalam bentuk tes yang segera dapat memberikan nilai, dan menyediakan fasilitas diskusi dengan sesama siswa atau guru. Akan tetapi, pembelajaran elektronik juga memiliki keterbatasan.
21
Keterbatasan dari pembelajaran elektronik adalah banyak orang yang belum terbiasa menggunakan komputer dan belajar mandiri, biaya awal untuk menyediakan sarana cukup besar, internet belum menjangkau semua kota di Indonesia, dan ada beberapa materi pelajaran yang tidak dapat diajarkan melalui pembelajaran elektronik. Contoh materi yang tidak dapat diajarkan melalui pembelajaran elektronik adalah pembelajaran yang memerlukan banyak kegiatan fisik seperti olah raga, instrumen musik, dan praktikum. Dalam hal ini, pembelajaran elektronik dapat digunakan untuk memberikan dasar-dasar pembelajaran sebelum masuk ke praktek. Salah satu perangkat lunak untuk program pembelajaran elektronik yang banyak digunakan adalah
Moodle, yang artinya tempat belajar dinamis dengan
menggunakan model berorientasi objek (Purbo, 2007). II.15 Moodle
Moodle adalah perangkat lunak berbasis web yang dapat diunduh secara gratis di http://www.moodle.org. Aplikasi dari program ini memungkinkan siswa masuk ke dalam kelas maya untuk mengakses materi-materi pelajaran.
Moodle
merupakan sebuah aplikasi Course Management System (CMS) yang dapat digunakan ataupun dimodifikasi oleh siapa saja karena memiliki lisensi secara General Public License (GNU) (Purbo, 2007) .
Moodle dapat dimanfaatkan oleh guru, dosen, instruktur, mentor, siswa, mahasiswa, dan siapa pun yang tertarik dengan pembelajaran elektronik. Dengan menggunakan Moodle, maka kita dapat membuat materi pembelajaran, soal, jurnal elektronik dan lain-lain.
Oleh karena itu Moodle sangat sesuai jika
digunakan di lingkungan pendidikan (Bamboomedia. net). Keunggulan membangun pembelajaran elektronik dengan menggunakan Moodle adalah sederhana, efisien, mudah, sesuai dengan banyak browser, mudah cara instalasinya, mendukung banyak bahasa termasuk bahasa Indonesia, tersedia manajemen situs untuk pengaturan situs keseluruhan,
manajemen pengguna,
manajemen kursus, penambahan atau pengurangan kursus, mengubah tema, menambah jurnal, modul praktikum, dan forum diskusi (Purbo, 2007).
22