Bahasa Jawa Dialek Brebes; Sebuah Telaah Fonologi Generatif Mohammad Andi Hakim Mahasiswa Magister Linguistik Universitas Diponegoro @
[email protected] Abstraksi This research investigates the content of phonological variations of Bahasa Jawa Dialek Brebes. The analysis has been done in this study used generative phonology as an approach to analyze the problem of the research. The purpose of this study is to identify the sound’s variations of the language. The data of the study are dictionary and native speakers of the language. The method of this study is descriptive qualitative as the base rule of the process in analyzing the content of phonological rules in Bahasa Jawa Dialek Brebes. The results of the analysis show that the Bahasa Jawa Dialek Brebes contains with some phonological variation, such as assimilation, neutralization and syllable structure additional.
Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji secara teoretis dan praksis konten fonologis Bahasa Jawa Dialek Brebes. Telaah yang dilakukan memberikan identifikasi tentang ke-khasan unsur bahasa Brebes, khususnya pada variasi bunyi yang dimiliki. Analisis yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan studi fonologi generatif, untuk menemukan secara komprehensif struktur bunyi bahasa dalam Bahasa Jawa dialek Brebean dan proses perubahan bunyi yang terjadi didalamnya. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data fonetis yang berasal dari kamus dan penutur Bahasa Jawa dialek Brebesan. Metode kualitatif deskriptif digunakan sebagai dasar penelitian yang dilakukan, dengan melakukan analisis dari sumber data tentang proses fonologis yang terjadi pada Bahasa Jawa Dialek Brebesan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam Bahasa Jawa Dialek Brebes terdapat beberapa proses variasi bunyi, antara lain asimilasi, pelesapan, dan penambahan. Kata kunci :Brebesan, Fonologi Generatif
Pendahuluan
Kajian mengenai Bahasa Jawa Dialek
Brebesan,
yang
selanjutnya
mengacu pada makna yang sama. Selain terdapat bentuk leksikon yang berbeda
penulis singkat menjad BJDB menjadi
dengan
penting untuk melakukan identifikasi
leksikon
ragam Bahasa Jawa dialek di Indonesia.
seperti: ingsun [iGsun] ‘saya’, sira
Seperti diuraikan Isaura (2011:7) dalam
[sira?] ‘kamu’ dan bibi [bibi?]. Terdapat
penelitianya, sebagai hasil studi literasi
pula leksikon BJS yang mempengaruhi
menjelaskan
leksikon BJB, seperti: sahang [sahaG]
memiliki
bahwa,
kekhasan
BJDB bentuk
juga fonem,
yang
terdapat
bentuk
dipengaruhi
BJDC,
Adapun penelitan Bahasa Jawa
[i¥oG]
->enyong
Brebesan pernah dilakukan Abdul Jawat
[c][s],
misalnya:
Nur
inyong ‘aku’,
[e¥oG]
juga
‘cabai’, beurit [bIrit] (Isaura, 2011:7).
alofon, dll. Contohnya yaitu [i][e], misalnya:
BJS
dan
Yos
Fernandes
dari
sudut
(2005)
cewiwi [sewiwi?] ‘sayap’. Fonem /i/
khususnya
dan /u/ BJB pada suku kata kedua
dialektologi.Penelitiannya
tertutup tidak pernah diucapkan [I], dan
Bahasa Jawa di Wilayah Kabupaten
[U]. Dalam bidang morfologi, BJDB
Brebes, Kajian Geografi dialek.Hasil
jika dibandingkan dengan BJS memiliki
penelitiannya
beberapa
perbedaan.Diantaranya
bahasa Jawa dialek Brebes terdapat
memiliki perbedaan penggunaan sufiks
perbedaan fonologis pada fonem vokal
[aken] dan [-na] yang dalam BJS
dan
digunakan [-ake], serta klitik [-e] dan [-
umumnya terjadi tanpa disadari oleh
ne]. Sufiks [-aken] dalam BJB tidak
penuturnya.
menyebutkan
konsonan.Perbedaan
pandang berjudul
bahwa
tersebut
digunakan dalam ragam krama, tetapi
Selain itu, Handayani (2010),
tetap digunakan pada ragam ngoko.
dalam skripsinya yang berjudul Variasi
Klitik [enklitik], [-e] dan [-ne] dalam
Leksikon masyarakat desa Larangan
BJDB digunakan untuk menunjukan
Kabupaten
makna ‘milik’.
leksikon yang diduga khas di titik
Brebes
ditemukan
25
BJDB
pengamatan jika dibandingkan dengan
dilakukan dengan menginventarisasikan
BJB. Selain itu variasi leksikon yang
bentuk-bentuk
ditemukan
Deskripsi
leksikon
yang berbeda, tetapi
mengandung
gejala
kebahasaan,
diantaranya
gejala
proses perubahan bunyi yang terjadi
kebahsaan onomasiologis, semasologis,
pada Bahasa Jawa Dialek Brebesan.
dan
perubahan
bunyi.
Gejala
Proses perubahan bunyi tersebut dilihat
ditemukan
variasi
baik dari proses yang terjadi berupa
leksikon pada konsep makna ‘bagian
asimilasi, struktur suku kata, pelemahan
tubuh,
dan penguatan, serta netralisasi
onomasiologis
kata
ganti
orang,
istilah
kekerabatan, pakaian dan perhiasan,
Fonologi Generatif Transformasional
profesi, binatang dan hasil olahanya, tumbuhan,alam, kehidupan
dan
kataketerangan’.
alat,
kata
tunjuk,
masyarakat, Gejala
serta
semasologis
terdapat pada leksikon .gejala pada perubahan
bunyi
ditemukan
gejala
aferesis, paragog, dan protesis.
Bahasa
pendekatan
yang
Brebesan
diatas,
digunakan
adalah
pendekatan struktural dan dalektologis. Data kebahasaan yang dihasilkan berupa narasi dan deskripsi tentang proses morfologis serta fonologis yang terjadi. Oleh karena itu, penulis mengambil sisi lain dalam mengkaji Bahasa Brebesan dengan pendekatan transformatif, yakni fonologi generatif. Hal tersebut dapat memberikan sajian data yang lebih rigid dan
radikal
tentang
satu aspek penting yang ditelaah adalah sistem
fonologisnya.Sistem
fenomena
kebahasaan yang terjadi. Oleh karena itu, fokus rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana variasi
fonologi
yang dimiliki oleh setiap bahasa di dunia
sangat
berbeda,
terkadang
meskipun ditemukan
kemiripan.Sehingga
Berkaca dari beberapa penelitian tentang
Dalam kajian linguistik, salah
muncul
sebuah
konklusi bahwa tidak ada dua bahasa yang
persis
sama
memiliki
daftar
fonem- fonem yang terealisasi dengan seperangkat alofon yang sama. Oleh karena itu tidak ada bahasa yang memiliki phonological rules yang persis sama. Kajian kebahasaan tersebut juga meliputi ke khasan studi dialektologi, sebagai bagian penting dalam ilmu bahasa. Meskipun kita definisikan terjadi ketidaksamaan yang menyolok dalam sistem fonologinya namun bukan berarti mengesampingkan
persamaan-
persamaan yang ada dalam setiap
bahasa.
Persamaan
tersebut
dapat
Disisi
lain,
Schane(1992:51)
diamati darifeatures dalam penyusunan
mengidentifikasikan
bunyi dan persamaan proses fonologis
fonologis
dari bahasa-bahasa tertentu. Hal tersebut
morfem bergabung untuk membentuk
dapat
morfem
kata, segmen-segmen dari morfem-
digabungkan membentuk sebuah kata,
morfem yang berdekatan, berjejeran,
maka segmen atau morfem- morfem
dan terkadang mengalami perubahan.
yang
Selain itu, dinarasikan pula bahwa
terjadi
disaat
berdekatan
akan
sejajar
dan
kadang mengalami perubahan. Seperti
diuraikan
muncul
bahwa ketika
perubahan bisa saja
oleh
Chaer
lingkungan
yang
proses morfem-
terjadi dalam bukan
berupa
(2003:34) dalam Lekso (2014:2) bahwa
pertemuan dua morfem, misalnya posisi
lahirnya teori generatif memberikan
awal kata dan akhir kata, atau hubungan
perspektif dan paradigm baru dalam
antara segmen dengan vokal bertekanan.
kajian
tersebut
Seperti yang akan diuraikan dalam
menjelaskan secara baik proses dan
analisis data tulisan ini mengenai proses
aturan
fonologis yang muncul dalam BJDB.
linguistik.
Teori
pembentukan
kalimat-kalimat
gramatikal, antara lain penambahan,
Proses
pelesapan atau penyisipan dan mampu
melakukan
menjelaskan setiap struktur kalimat.
komprehensif setiap struktur bahasa
Lebih
tersebut.
dari
itu,
transformasional
teori
generatif
mengambil
peran
tersebut
Di
dikaji
dengan
identifikasi
secara
dalam
terdapat
kebahasaan yang dilihat dari perspektif
dijelaskan pula oleh Lekso (2014:2),
unsur-unsur bahasa dan fungsi bahasa
yakni (a) asimilasi sampai dengan
itu sendiri. Teori generatif memberikan
segmen-segmennya menjadi semakin
peluang dalam mengkaji bahasa melalui
serupa atau sama, (b) struktur silabel
tiga
sampai
didalamnya,
komponen antara
lain
penting komponen
fonologis, sintaksis dan semantik.
terdapat
kategori
fonologis
penting untuk menelaah tentang aspek
buah
empat
proses
alternasi
seperti
dalam
distribusi konsonan dan vokal, (c) pelemahan dengan
dan
penguatan
sampai
segmen-segmennya
dimodifikasi menurut posisinya dalam
pada perubahan bunyi yang terjadi
kata, dan (d) netralisasi sampai dengan
dalam bahasa tersebut.
segmen-segmennya bergabung dalam lingkungan tertentu.
asimilasi terbagi menjadi dua macam,
Variasi Proses Fonologis
antara lain asimilasi fonetis yang berarti
Asimilasi seperti dijelaskan oleh Schane
Menurut Keraf (1982:37) proses
(1992:51)merupakan
sebuah
penyesuaian suatu bunyi dengan bunyi lain yang tidak menyebabkan perubahan
proses fonologi yang mendapat ciri-ciri
identitas
suatu
dari segmen yang berdekatan. Konsonan
terdapat
asimilasi
dapat memperoleh ciri-ciri dari vokal
dijelaskan sebagai proses penyesuaian
dan vokal dapat memperoleh ciri-ciri
suatu bunyi dengan bunyi lain yang
dari konsonan, konsonan yang satu
menyebabkan
dapat mempengaruhi konsonan yang
suatu fonem. Selanjutnya, jika dilihat
lain, atau vokal
dari letak bunyi yang diubah, asimilasi
yang satu dapat
mempengaruhi vokal yang lain. Sehingga, bunyi
tersebut
elemen
fonemis
berubahnya
itu, yang
identitas
dibagi menjadi beberapa segi, antara
perubahan
diidentikan
fonem.Selain
dengan
peristiwa berubahnya sebuah bunyi menjadi bunyi yang lain sebagai akibat dari bunyi yang ada di lingkungannya atau yang berada didekatnya, sehingga
lain asimilasi progresif (Left to Right), asimilasi regresif (Right to Left) dan asimilasi resiprokal. Beberapa proses asimilasi dibagi berdasarkan beberapa segi, yaitu berdasarkan tempat fonem yang dihasilkan.
bunyi itu menjadi sama atau mempunyai
Selain asimilasi, terdapat pula
ciri-ciri yang sama dengan bunyi yang
proses perubahan bunyi yang disebut
mempengaruhinya. Peristiwa tersebut
netralisasi.
terjadi karena bunyi-bunyi bahasa itu
tersebutmenurut
diucapkan secara berurutan, sehingga
(1992:61)adalah proses yang didasari
berpotensi untuk saling mempengaruhi
atas
dan dipengaruhi.Akhirnya, berdampak
dihilangkan dalam lingkungan tertentu.
Variasi
perbedaan
bunyi Schane
fonologisnya
Jadi segmen-segmen yang lebih kontras
dalam
satu
lingkungan
refresentasi
yang
mempunyai
sama
dalam
lingkungan netralisasi.
ditengah kata (J.S. Badudu, 1974 :64) contoh kata sahaya menjadi saya, kata kelemarin menjadi kemarin. Selain itu
Selain itu, terdapat pula proses perubahan bunyi yang terjadi dengan diikuti proses perubahan struktur silabel. Proses struktur silabel mempengaruhi
terdapat pula peristiwa reduksi vokal dan diftongisasi yang terjadi dalam penguatan dan pelemahan bunyi. Metode Penelitian
distribusi relatif antara konsonan dan vokal dalam kata. Konsonan dan vokal dapat
dilesapkan
atau
disisipkan.
(Schane,1992:58). Lebih lanjut, Schane menjelaskan bahwa proses tersebut ditandai dengan beberapa ciri, antara lain terdapat dua segmen yang berpadu menjadi
satu
segmen.
Kemudian,
sebuah segmen dapat mengubah ciri-ciri kelas
utama,
menjadi
seperti
bunyi
bunyi
vokal
luncuran.Berikutnya
adalah, dua segmen bisa saling bertukar tempat, yang menandakan terjadinya perubahan struktur silabel. Terakhir penguatan tersebut
dan terdiri
Penelitian ini merupakan jenis penelitian dasar dengan pendekatan kualitatif.Jenis penelitian ini adalah etnografi.Penelitian metode
yang
kualitatif
ini
digunakan
tergolong
deskriptif
dan
interaktif.Seperti Sugerman
berdasarkan
diungkapkan
(2014:400)
mengenai
kualitatif
interaktif
pendekatan
menggunakan teknik tatap muka (face toface
interaction)
mengumpulkan
data.Face
untuk to
face
interactiondalam penelitian ini adalah tata muka antara peneliti dengan penutur
adalah
proses
dan deskripsi yang didapatkan dari
pelemahan.
Proses
kamus Bahasa Jawa standar.
dari
Syncope
and
Setting
penelitian
dalam
Apocope, yang selanjutnya dijelaskan
penelitianini yakni terdiri atas satu desa
oleh
pengamatan yaitu di desa Jatirokeh,
Schane
(1992
:59)bahwa
In
syncope a vowel near a stressed vowel
Kecamatan
Songgom,
Kabupaten
is deleted. Dalam bahasa indonesia
Brebes.Dalam melakukan penelitian ini,
sinkope merupakan penghilangan fonem
penulis hanya menggunakan 5 (lima)
orang informan dari penutur Bahasa
lapangan,
Jawa
kegiatan.Dalam
Standard
an
Bahasa
Jawa
dan
(c)dokumentasi penelitian
teknik
Brebesan. Syarat-syarat yang dilakukan
analisis data yang digunakan akan(a)
dalam
metode padanteknik referensial dan
pemilihan
diuraikan
oleh
informan, Mahsun
seperti
(2012:134)
translasional,
dalam Sugerman (2014:400) antara lain;
distribusional
Berjenis kelamin pria dan wanita,
Teknik referensial digunakan dalam
berusia antara 20-65 tahun, dilahirkan
upaya menjelaskan proses perubahan
dan
memiliki
bunyi yang terjadi, baik asimilasi,
kebanggaan terhadapdialeknya, dapat
struktur suku kata, pelemahan dan
berbahasa
penguatan, serta netralisasi.
dibesarkan
diBrebes,
Brebes,
dapat
berbahasa
dan(b)metode teknikinterupsi
(sisip).
Indonesia, dan sehat jasmani dan ruhani Untuk memperoleh data yang memadai
dalam
penelitian
ini,
ditetapkan tiga metode pengumpulan data,
yaitu
(1)
metode
simak
Pembahasan Asimilasi Konsonan-konsonan Dalam
Bahasa
Jawa
Dialek
(pengamatan/ observasi), (2) metode
Brebes, seperti lazim ditemukan dalam
cakap (wawancara), dan (3) metode
Bahasa Jawa dialek beberapa daerah
introspeksi
pantura,
Instrumen
(Mahsun, yang
2012:92).
digunakan
dalam
asimilasi
terdapat
proses
konsonan
–
fonologis konsonan.
penelitian ini, mengacu pada uraian
Asimilasi tersebut terdapat pada verba
Sugerman
(2014:400)
dengan awalan nasal [ŋ-], [n-], dan [m-].
pedoman
wawancara,
adalah
(a)
catatan
Seperti pada data berikut:
[bʱoroŋ]
[mbʱoroŋ]
‘memborong’
[bʱuka]
[mbʱuka]
‘membuka’
[bʱusək] [jɨwɨt] [jukʊt] [jambak] [dʱalah]
[bʱusək] [jɨwɨt] [njukʊt] [njambak] [ndəŋɔʔ]
‘menghapus’ ‘mencubit’ ‘mengambil’ ‘menarik’ ‘menaruh’
(b)
Stem
[gʱɘnjʱɔt] [krawak] [lawan]
‘mengayuh’ ‘mencakar’ ‘melawan’
[ŋgʱɘnjʱɔt] [ŋkrawak] [ŋlawan]
[ŋ] : [k], [g], [l] [ŋ] [m] : [b] [n] : [d], [j] Data diatas menunjukan bahwa
[m] / # - [b] [n] / # - [d] # - [j] fonem /ŋ/ memiliki distribusi yang
Prefiks nasal [n-] muncul sebelum stem
paling luas, maka fonem [ŋ] dipilih
yang diawali bunyi konsonan hambat
sebagai underlying form pada pemarkah
alveolar [d] dan hambat palatal [Ɉ].
verba, dan dua bunyi yang lain adalah
Prefiks nasal [m-] muncul sebelum stem
variasi alofon dari fonem [ŋ].
yang diawali bunyi konsonan hambat
Terjadinya
bilabial [b]. Sedangkan, prefiks nasal [ŋ-
[n] disebabkan karena adanya proses
bunyi vokal dan bunyi konsonan hambat
asimilasi. Seperti pada penjelasan data
velar [g], [k], serta bunyi lateral alveolar
berikut:
[l]. Data tersebut menunjukkan bahwa
Data
tersebut
fonem
nasal [ŋ] menjadi bunyi alofon [m] dan
] muncul sebelum stem yang diawali
/ ŋ - + bʱuka / / ŋ - + jɨwɨt /
perubahan
‘membuka’ ‘mencubit’
[mbʱuka] [njɨwɨt] menunjukan
[b], dan menjadi konsonan [n] sebelum
bahwa terjadi proses asimilasi diantara
konsonan hambat alveolar [d] dan
konsonan /ŋ/ dengan konsonan awal dari
hambat palatal [j].
kata yang mengikutinya. Terjadinya
Sehingga
proses asimilasi tersebut, antara lain
proses
asimilasi
tersebut dapat dijelaskan dengan fitur
konsonan /ŋ/ menjadi konsonan bilabial
pembeda sebagai berikut:
[m] sebelum konsonan hambat bilabial [ŋ]
[m]
/ # - [b]
+cons +son -ant +voice
+cons +son +ant +nasal -cor
+cons -son +ant +voice -cor
#
+voice [ŋ]
[n]
/ # - [d, j]
+cons +son -ant +voice
+cons +son +ant +nasal +cor +voice
+cons -son +ant +voice -cor
#
Kaidah tersebut dapat dijelaskan berdasarkan tabel dibawah ini: / ŋ / ([+cons, +son, - ant, +voice]) menjadi [m] ([+cons, +son, + ant, + nas, -cor, + voice]) sebelum konsonan hambat bilabial [b] ([+ cons, - son, + ant, + voice, - cor])
/ ŋ / ([+cons, +son, -ant, +voice]) menjadi [n] ([+ cons, + son, + ant, + cor, + nas, + voice]) sebelum konsonan hambat alveolar [b] dan hambat palatal [j] ([+ cons, - cont, son, + cor, + voice]).
Asimilasi Vokal-Konsonan Asimilasi vokal – konsonan dalam Jawa Dialek Brebes juga terjadi, seperti pada Bahasa Jawa Dialek Pekalongan (BJDP) hasil penelitian Lekso (2014), ditandai dengan prefiks nasal [ŋ] yang diikuti oleh bunyi vokal setelahnya. Seperti pada data berikut: [adʱaŋ] [arit]
[ŋadʱaŋ] [ŋarit]
‘menghadang’ ‘merumput’
[əndʱək] [ɔbʱɔŋ] [urʊp] [imbuh]
[ŋəndʱək] [ŋɔbʱɔŋ] [ŋurʊp] [ŋimbuh]
‘menyumbat’ ‘membakar’ ‘membuang’ ‘menyimpan’
[ɛdʱek] [ŋ] /
[ŋɛdʱek]
‘menginjak’
# - [a] # - [i] # - [ɛ] # - [ɔ] # - [u]
Dari data diatas menunjukkan
konsonan nasal [ŋ]. Ciri nasal tidak
bahwa semua bunyi vokal mendapatkan
terjadi jika posisi bunyi vokal tidak
ciri
berada sebelum konsonan. Sehingga,
nasal
ketika
muncul
sebelum
proses
asimilasi
tersebut
diuraikan
[+sil]
dengan fitur distingtif sebagai berikut: [ŋ] +cons +son -ant +voice
+sil +nasal
Kaidah
fonologi
pada
fitur
Proses
netralisasi
konsonan
distingtif tersebut menunjukan bahwa
terjadi dalam BJDB yang ditunjukkan
vokal ([+sil]) akan menjadi vokal nasal
dengan konsonan hambat palatal [c] dan
([+sil, +nasal]), ketika bunyi tersebut
konsonan frikatif alveolar [s] yang
muncul sebelum konsonan nasal [ŋ] ([+
merupakan konsonan tidak bersuara
cons, +son, -ant, +voice]). Sehingga hal
yang dilesapkan pada saat muncul nasal
tersebut menunjukan BJDB memuat
[ɲ]
kandungan
mengikutinya. Seperti dijelaskan pada
proses
asimilasi
vokal-
konsonan.
dari
morfem
lain
yang
data BJDB berikut:
Pelesapan [cukɨl] [cɨduk] [cɔblɔs] [suruŋ]
/ɲ + cukɨl/ /ɲ + cɨduk/ /ɲ + cɔblɔs/ /ɲ + suruŋ/
[ɲukɨl] [ɲɨduk] [ɲɔblɔs] [ɲuruŋ]
‘mencukil’ ‘mengambil’ ‘mencoblos’ ‘mendorong’
[sadʱɔŋ] [srɔbot]
/ɲ + sadʱɔŋ/ /ɲ + srɔbot/ [ ɲ ] / # - [c] # - [s]
[ɲadʱɔŋ] [ɲrɔbot]
‘meminta’ ‘menyerobot’
Kaidah fonologi pelesapan bunyi [c] dan [s] digambarkan dengan fitur pembeda sebagai berikut: [c , s]
[ɲ]
+cons -son +ant + cor -voice
+ cons + son + ant + cor - cont
Ǿ
X
+
tersebut
+voice + nas nasal [ɲ] ([+cons, +son, +ant, +cor, -
menyatakan bahwa [c] dan [s] ([+cons, -
cont, +voice, +nas]). Selain itu, terdapat
son, +ant, +cor, -voice]) dilesapkan
pula proses netralisasi dalam BJDB
ketika
pada pelesapan bunyi [i] seperti pada
Kaidah
fonologi
berada
sebelum
perbatasan
sebuah morfem (+) yang diikuti oleh
data berikut:
[amuk]
/di + amuk/
[damuk]
‘dimarahi’
[ambʱuŋ]
/di + ambʱuŋ/
[dambʱuŋ]
‘dicium’
[ɔbʱɔŋ]
/di + ɔbʱɔŋ/
[dɔbʱɔŋ]
‘dibakar’
[ɔbʱat] [ukur] [ulaŋ]
/di + ɔbʱat/ /di + ukur/ /di + ulaŋ/
[dɔbʱat] [dukur] [dulaŋ]
‘diobati’ ‘diukur’ ‘diulang’
[i]
Ǿ / - [a] - [ɔ] - [u]
Proses pelesapan bunyi vokal tinggi [i]
yaitu [a], [u], [ɔ]. Bunyi tersebut
([+sil +high –cons –back +son]) terjadi
dinetralisasi karena pengaruh bunyi
tidak terjadi saat bertemu dengan setiap
setelahnya. Seperti digambarkan pada
bunyi vokal, melainkan hanya pada
fitur distingtif berikut:
bunyi vokal belakang ([+sil, +back]) [i]
Ǿ/
+sil +high -cons -back +son Penambahan
[a, u, ɔ] +sil +back
Ǿ X + penambahan nasal alveolar [n] yang
Selain netralisasi, terdapat pula
terjadi pada saat bunyi vokal pada stem
penambahan konsonan DJDB, seperti
diikuti oleh vokal /e/ dari morfem lain,
pada
dialek
disekitarnya.
Proses
yang merupakan penanda kepemilikan.
Seperti pada data BJDB berikut ini : ‘radione’
/radio + -e/
[radione]
/andʱa + -e/ /roti + -e/ /watu + -e/
[andʱane] [rotine] [watune]
‘tangganya’ ‘rotine’ ‘watune’
/segʱa + -e/ /rupa + -e/
[segʱane] [rupane]
‘nasinya’ ‘wajahnya’
Dari data diatas dapat dibuat kaidah fonologi berupa penambahan atau penyisipan nasal alveolar [n] digambarkan dengan fitur pembeda berikut:
Ǿ
[n] + son + cons + ant + cor + nas + voice
X [+ sil]
+
/e/ + sil - high - low - back
Fitur pembeda tersebut menjelaskan
oleh perbatasan morfem dan vokal /e/
bahwa [n] ([+son, +cons, +ant, +cor,
([+sil, -high, -low, -back]). Selain itu,
+nas,
terdapat pula proses penambahan yang
+voice])
mengalami
proses
penyisipan atau penambahan apabila
lain
seperti
digambarkan
berikut:
berada setelah vokal ([+sil]) dan diikuti /rasa + na/ /gawa + na/ /palu + na/
[rasakna] [gawakna] [palukna]
‘rasakan’ ‘bawakan’ ‘palukan’
/kɛli + na/ /melu + na/
[kelikna] [melukna]
‘hanyutkan’ ‘ikutkan’
/gawɛ+na/ /kado+na/
[gawekna] [kadokna]
‘buatkan’ ‘kadokan’
Dalam Bahasa Jawa Dialek Brebes
bunyi vokal pada morfem pangkal dan
terjadi penambahan hambat velar [k].
diikuti oleh imbuhan [na]. Dalam BJDB
Bunyi hambat velar [k] terjadi pada saat
akhiran [na] tidak hanya muncul jika
didahului oleh bunyi vokal seperti pada
[cekelna] ‘pegangkan’ dan seterusnya.
data diatas. Imbuhan [na] dalam BJDB
Bedanya, tidak terjadi penambahan
merupakan pemarkah perintah. Akhiran
bunyi [k] pada kata-kata tersebut.
tersebut juga muncul pada stem dengan
Dari
data
diatas
dapat
pangkal konsonan, seperti [tugelna]
digambarkan dengan fitur distingtif
‘patahkan’,
sebagai berikut:
[rusakna]
‘rusakkan’, [k] + cons -cont -cor -ant
Ǿ
Fitur tersebut menyatakan bahwa [k]
([+cons,
nasal ketika muncul sebelum konsonan
atau
nasal [ŋ]. Ciri nasal tidak terjadi jika
penambahan apabila berada setelah
posisi bunyi vokal tidak berada sebelum
vokal ([+sil]). Penambahan tersebut
konsonan.
proses
-cor,
semua bunyi vokal mendapatkan ciri
-ant])
mengalami
-cont,
X [+ sil]
penyisipan
kemudian diakhiri dengan akhiran [na]
Proses
netralisasi
konsonan
sebagai penanda perintah dalam BJDB.
terjadi dalam BJDB yang ditunjukkan
Kesimpulan
dengan konsonan hambat palatal [c] dan
Dalam
Bahasa
Dialek
konsonan frikatif alveolar [s] yang
Brebes, seperti lazim ditemukan dalam
merupakan konsonan tidak bersuara
Bahasa Jawa dialek beberapa daerah
yang dilesapkan pada saat muncul nasal
pantura,
[ɲ]
terdapat
Jawa
beberapa
proses
dari
morfem
lain
yang
Selain
itu,
proses
fonologis yang terjadi. Seperti diungkap
mengikutinya.
dalam tulisan ini, proses yang dikaji
pelesapan bunyi vokal tinggi [i] terjadi
antara lain, asimilasi, netralisasi dan
tidak terjadi saat bertemu dengan setiap
penambahan. Proses fonologis asimilasi
bunyi vokal, melainkan hanya pada
konsonan – konsonan terdapat pada
bunyi vokal belakang yaitu [a], [u], [ɔ].
verba dengan awalan nasal [ŋ-], [n-],
Selain netralisasi, terdapat pula
dan [m-], yang menunjukkan bahwa
penambahan konsonan DJDB. Proses
penambahan nasal alveolar [n] yang
bunyi vokal pada morfem pangkal dan
terjadi pada saat bunyi vokal pada stem
diikuti oleh imbuhan [na]. Dalam BJDB
diikuti oleh vokal /e/ dari morfem lain,
akhiran [na] tidak hanya muncul jika
yang merupakan penanda kepemilikan.
didahului oleh bunyi vokal seperti pada
Dalam Bahasa Jawa Dialek Brebes
data diatas. Imbuhan [na] dalam BJDB
terjadi penambahan hambat velar [k].
merupakan pemarkah perintah.
Bunyi hambat velar [k] terjadi pada saat
Daftar Pustaka Chaer, Abdul (2012). Linguistik Umum (Edisi Revisi). Jakarta: Rineka Cipta. Iqbal (1997). Ungkapan Khas Dialek Brebes. Brebes: Pustaka Cipta. Isaura, Deni (2011). ‘Variasi Fonologis Bahasa Jawa di Kabupaten Pemalang’. Skripsi (S1). Semarang: UNNES Lekso, Nuken Tadzkiroh Lekso (2014). ‘Proses Fonologis Bahasa Jawa Dialek Pekalongan (Ancangan Fonologi Generatif Transformasional)’ Makalah. Semarang: Universitas Diponegoro Odden, David (2005). Introducing Phonology. USA: Cambridge University Press Schane, Sanford A. 1992. Fonologi Generatif. Jakarta: PT. Gelora Aksara Pertama. (Terjemahan) Kentjanawati Gunawan.