Bentuk Negara dan Sistem Pemerintahan

sistem pemerintahan parlementer tersebut pada pokoknya dibedakan atas dasar kriteria: 1. Ada tidaknya pembedaan antara real executive dan nominal...

48 downloads 871 Views 156KB Size
1

Bentuk Negara dan Sistem Pemerintahan

Pamungkas Satya Putra

2 Pamungkas Satya Putra

• Bentuk negara “staatsvormen”. • Dalam pendekatan historis dapat ditemui bahwa terdapat beberapa bentuk negara yaitu kerajaan (monarki), republik, kehalifahan (Osmani) dan kekaisaran (Jepang sebelum PD II “idi amin”). • Pengertian bentuk negara (staatsvorm), berkaitan dengan dua pilihan, yaitu: 1. Bentuk Kerajaan (Monarki); dan 2. Bentuk Republik (res+publicae Plato “Politea-Republic”). -Monarki: penangkatan kepala negara dilakukan melalui garis keturunan atau hubungan darah. (Kerajaan Inggris dan Kerajaan Belanda anak tertua Raja/ Ratu; Jepang anak laki-laki tertua Raja atau Kaisar; Thailand; Brunei Darussalam; Kerajaan Malaysia “Dipertuan Agong” diangkat dari para raja atau sultan secara bergiliran). -Republik: pengankatan kepala negara tidak didasarkan atas pertalian atau hubungan darah. (Berdasarkan pemilihan).

3 Pamungkas Satya Putra

• Negara Demokratis Pergantian kepala negara dilakukan secara demokratis, yaitu melalui pemilihan langsung oleh rakyat atau melalui pemilihan tidak langsung oleh wakil-wakil rakyat. • Negara Tidak Demokratis Pengangkatan kepala negara dapat saja dilakukan dengan cara misalnya, kudeta, penunjukan langsung oleh kepala negara terdahulu, dan sebagainya. Pengangkatan kepala negara republik tidak ditentukan berdasarkan garis keturunan darah atau sistem pewarisan tahta.

4 Pamungkas Satya Putra

Susunan Organisasi Negara Di belahan dunia kini, terdapat susunan negara yang dapat dibedakan dengan adanya empat macam susunan organisasi negara, yaitu:

1. 2. 3. 4.

Negara Kesatuan (Unitary State, Eenheidsstaat); Negara Serikat atau Federal (Federal State, Bondsstaat); Negara Konfederasi (Confederasion, Statenbond); Negara Superstruktural (superstate), seperti Uni Eropa.

5 Pamungkas Satya Putra

Negara Kesatuan (Unitary State, Eenheidsstaat) • Negara kesatuan di mana kekuasaan negara terbagi antara pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah. Kekuasaan asli terdapat di tingkat pusat, sedangkan kekuasaan daerah mendapatkan kekuasaan dari pusat melalui penyerahan sebagian kekuasaan yang ditentukan secara tegas. Desentralisasi: penyerahan wewenang dari pemerintah pusat kepada daerah (sekarang daerah Provinsi, Kabupaten, Kota). Dekonsentrasi: pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat kepada pejabat-pejabatnya di daerah.

6 Pamungkas Satya Putra

Negara Serikat atau Federal (Federal State, Bondsstaat) • Kekuasaan negara terbagi antara Negara Bagian dan Pemerintahan Federal. Kekuasaan asli ada di Negara Bagian sebagai badan hukum negara yang bersifat sendiri-sendiri yang secara bersama-sama membentuk Pemerintahan Federal dengan batas-batas kekuasaan yang disepakati bersama oleh negara-negara bagian dalam Konstitusi Federal. Urusan pertahanan, keuangan, dan hubungan luar negeri di negara serikat selalu ditentukan sebagai urusan pemerintahan federal, sehingga dalam praktiknya Pemerintahan Federal cenderung sangat kuat kedudukannya. • Dalam pengalaman pada abad ke-20, di berbagai negara serikat timbul kecenderungan terjadinya sentralisasi pengelolaan kekuasaan negara ke tangan pemerintahan federal.

7 Pamungkas Satya Putra

Negara Konfederasi (Confederasion, Statenbond) • Konfederasi merupakan persekutuan antar negara-negara yang berdaulat dan independen yang karena kebutuhan tertentu mempersekutukan diri dalam organisasi kerjasama yang longgar. Misalnya negara-negara merdeka bekas Uni Soviet, setelah Uni Soviet bubar, bersama-sama membentuk Confederasion of Independent States (CIS). Sifat persekutuan sangat longgat sehingga seperti organisasi kerjasama antar negara yang biasa, seperti ASEAN (Association of Southeast Asian Nations), Arab League, dan sebagainya.

8 Pamungkas Satya Putra

Negara Superstruktural (superstate), seperti Uni Eropa • Organisasi Uni Eropa (European Union) tidak dapat disebut sebagai organisasi seperti konfederasi, karena sifatnya sangat kuat. Namun, sebagai persekutuan antar negara, karena di dalamnya terdapat fungsi-fungsi kenegaraan yang lazim, seperti fungsi legislasi, fungsi administrasi, dan bahkan fungsi peradilan Eropa. Namun, untuk disebut sebagai pemerintahan negara yang tersendiri, bentuk dan susunannya tidak dapat dibandingkan dengan organisasi negara kesatuan ataupun negara serikat. Kemudian apabila nanti Konstitusi Eropa dapat disepakati oleh masing-masing negara anggotanya, maka Uni Eropa itu dapat dikatakan telah benar-benar menjadi Negara tersendiri.

9 Pamungkas Satya Putra

Negara Hukum Rechtsstaat menurut Carl Schmitt, semula atas pengaruh Prancis, hanya terdiri atas: 1. grondrechten (hak asasi manusia); 2. scheiding van machten (pembatasan kekuasaan). Rechtsstaat menurut Julius Stahl, semula atas pengaruh unsurunsur rechtsstaat di Jerman itu berkembang menjadi empat: 1. grondrechten (hak asasi manusia); 2. scheiding van machten (pembatasan kekuasaan). 3. wetmatigheid van bestuur (administratie) (pemerintahan berdasarkan undang-undang); dan 4. administratieve rechtspraak (peradilan administrasi negara).

10 Pamungkas Satya Putra

• Tradisi Anglo Amerika, A.V. Dicey menegaskan konsep negara hukum yang dikembangkan atas kepeloporan dengan sebutan The Rule of Law, yang menguraikan adanya tiga ciri penting dalam setiap negara hukum, yaitu: 1. Supremacy of Law (the absolute predominance of law); 2. Equality before the Law; 3. Due Process of Law. • The International Commission of Jurist, menekankan prinsip-prinsip negara hukum: 1. Negara harus tunduk pada hukum; 2. Pemerinah menghormati hak-hak individu; 3. Peradilan yang bebas dan tidak memihak (independence and impartiality of judiciary).

11 Pamungkas Satya Putra

Lanjutan Baca: Pamungkas Satya Putra, “Negara Hukum Indonesia Berdasarkan Kajian Unsur-unsur Negara Hukum”, Tulisan yang disampaikan pada perkuliahan Ilmu Negara Fakultas Hukum Unsika pada tanggal 15 Desember 2014.

12 Pamungkas Satya Putra

Sistem Pemerintahan • Sistem pemerintahan memiliki hubungan dengan penyelenggaraan pemerintahan eksekutif dalam hubungannya dengan fungsi legislatif (regeringsdaad). • Sistem pemerintahan yang dikenal di dunia secara garis besar dapat dibedakan menjadi tiga (3) macam: 1. Sistem pemerintahan presidensil (presidential system); 2. Sistem pemerintahan parlementer (parliamentary system); 3. Sistem campuran (mixed system atau hybrid system).

13 Pamungkas Satya Putra

Sistem pemerintahan presidensil (presidential system) • Sistem presidensil merupakan sistem pemerintahan yang terpusat pada jabatan presiden sebagai kepala pemerintahan (head of government) sekaligus sebagai kepala negara (head of state) atau disebut sebagai ambtsdrager yang memiliki kedudukan tertinggi dalam kekuasaan eksekutif di mana kekuasaannya dibatasi oleh konstitusi dan pengisian jabatan presiden dilakukan melalui prosedur pemilihan.

14 Pamungkas Satya Putra

Sistem pemerintahan parlementer (parliamentary system) • Sistem parlementer merupakan sistem pemerintahan di mana jabatan kepala negara (head of state) dan kepala pemerintahan (head of government) itu dibedakan dan dipisahkan satu sama lain. Kedua jabatan kepala negara dan kepala pemerintahan itu, pada hakikatnya, sama-sama merupakan cabang kekuasaan eksekutif. • C.F. Strong menegaskan bahwa kedua jabatan eksekutif ini dibedakan antara pengertian nominal executive sebagai kepala negara (Raja/ Ratu/ Dipertuan Agung) dan real executive sebagai kepala pemerintahan (Perdana Menteri).

Contoh: Prancis, Inggris, Belanda, Malaysia, Thailand, termasuk negara-negara yang berbentuk kerajaan (monarki) yang menganut sistem pemerintahan parlementer.

15 Pamungkas Satya Putra

Sistem campuran (mixed system atau hybrid system) • Sistem pemerintahan campuran merupakan pencampuran terhadap kedua unsur-unsur sistem pemerintahan di mana ciriciri kedua sistem tersebut sama-sama dianut. • Misalnya Jerman, India, Pakistan, dan Singapura. Negara berbentuk republik dengan kepala negara disebut presiden. Tetapi jabatan kepala pemerintahan sebagai the real executive dipegang oleh perdana menteri (prime minister). • Oleh karena itu, kedua sistem pemerintahan presidensil dan sistem pemerintahan parlementer tersebut pada pokoknya dibedakan atas dasar kriteria: 1. Ada tidaknya pembedaan antara real executive dan nominal executive dalam penyelenggaraan pemerintahan negara; 2. Ada tidaknya hubungan pertanggungjawaban antara cabang eksekutif dengan cabang legislatif.

16 Pamungkas Satya Putra

• Prinsip Pokok Sistem Parlementer menurut Douglas V. Vernet, yaitu: 1. Hubungan antara lembaga parlemen dan pemerintah tidak murni terpisahkan; 2. Fungsi eksekutif dibagi ke dalam dua bagian, yaitu seperti yang diistilahkan oleh C.F. Strong “the real executive” pada kepala pemerintahan, dan “the nominal executive” pada kepala negara; 3. Kepala Pemerintahan diangkat oleh Kepala Negara; 4. Kepala Pemerintahan mengangkat menteri-menteri sebagai satu kesatuan institusi yang bersifat kolektif; 5. Menteri adalah atau biasanya merupakan anggota parlemen; 6. Pemerintah bertanggung jawab kepada parlemen, tidak kepada rakyat pemilih. Karena, pemerintah tidak dipilih oleh rakyat secara langsung, sehingga pertanggungjawaban kepada rakyat pemilih juga bersifat tidak langsung, yaitu melalui parlemen.

17 Pamungkas Satya Putra

7.Kepala Pemerintahan dapat memberikan pendapat kepada Kepala Negara untuk membubarkan Parlemen; 8.Dianutnya prinsip supremasi parlemen sehingga kedudukan parlemen dianggap lebih tinggi dari bagian-bagian dari pemerintahan; 9.Sistem kekuasaan negara terpusat pada parlemen.

18 Pamungkas Satya Putra

• Prinsip Pokok Sistem Presidensil menurut Douglas V. Vernet, yaitu: 1. Terdapat pemisahan kekuasaan yang sangat jelas antara cabang kekuasaan eksekutif dan legislatif; 2. Presiden merupakan eksekutif tunggal. Kekuasaan eksekutif presiden tidak terbagi dan yang ada hanya presiden dan wakil presiden saja; 3. Kepala Pemerintahan adalah sekaligus Kepala Negara atau sebaliknya, Kepala Negara adalah sekaligus Kepala Pemerintahan; 4. Presiden mengangkat para menteri sebagai pembantu atau sebagai bawahan yang bertanggung jawab kepadanya; 5. Anggota parlemen tidak boleh menduduki jabatan eksekutif dan demikian pula sebaliknya; 6. Presiden tidak dapat membubarkan ataupun memaksa parlemen; 7. Jika dalam sistem parlementer berlaku prinsip supremasi parlemen, maka dalam sistem presidensil berlaku prinsip supremasi konstitusi. Karena itu, pemerintahan eksekutif bertanggung jawab kepada Konstitusi.

19 Pamungkas Satya Putra

8.Eksekutif bertanggung jawab langsung kepada rakyat yang berdaulat; 9.Kekuasaan tersebar secara tidak terpusat seperti dalam sistem parlementer yang terpusat pada parlemen.

20 Pamungkas Satya Putra

Terima Kasih