BERBENAH ATAU JADI PENONTON

Download Bank Indonesia. Edisi 28 | Juli 2012 | Tahun 3 | Newsletter Bank Indonesia. MEJA REDAKSI. Ulang tahun ASEAN ke-45 pada Agustus 2012 seyogya...

0 downloads 447 Views 1MB Size
1 Redaksi Penanggung Jawab: Dody Budi Waluyo Pemimpin Redaksi: Difi A. Johansyah Redaksi Pelaksana: Harymurthy Gunawan, Rizana Noor, Tutut Dewanto, Dedy Irianto, Diyah Woelandari, Wahyu Indra Sukma, Risanthy Uli N Alamat Redaksi Humas Bank Indonesia Jl. M.H. Thamrin 2 - Jakarta Telp. : 021 - 3817317, 3817187 email : [email protected], website : www.bi.go.id

Edisi 28 | Juli 2012 | Tahun 3 | Newsletter Bank Indonesia

Foto: “Pantai Klayar Pacitan” oleh: Imam Taufik Suryanegara

MEJA REDAKSI Pembaca yang budiman, Pernah mendengar kata “MEA”? Mungkin pernah. MEA di sini bukan sebuah nama,

tapi

kependekan

dari Masyarakat Ekonomi ASEAN yang akan di­ berlakukan

pada

2015

nanti. MEA adalah pasar bebas barang dan jasa di kawasan anggota ASEAN. Tujuan pembentukan MEA sih bagus yakni untuk meningkatkan daya saing kawasan ini menghadapi Cina

dan

India

dalam

menggaet calon investor. Tapi,

apa

itu

MEA,

manfaat dan konsekuensi­ nya bagi Indonesia, harus diakui

memang

minimnya

masih

pemahaman

ma­syarakat akan hal ini. Padahal, kedatangan MEA yang

sudah

mendekat

haruslah disikapi dengan kerjakeras

semua

ele­

men bangsa ini mulai Pemerintah,

BI,

pelaku

industri dan masyarakat. Jika tidak, negara kita akan kebanjiran produk negeri jiran dan cuma jadi penonton. Nah, GI edisi ka­li ini mem­bahas ten­tang MEA dan segala aspeknya.

Salam, Difi A. Johansyah Kepala Grup Humas Bank Indonesia Redaksi menerima kiriman naskah dan mengedit naskah sebelum dipublikasikan.

Masyarakat Ekonomi ASEAN

Berbenah Atau Jadi Penonton U

lang tahun ASEAN ke-45 pada Agustus 2012 seyogyanya menjadi alarm call bagi kita akan bakal hadirnya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada 2015. Sayangnya, meski kurang dari tiga tahun, banyak dari kita belum memahami MEA secara utuh. Tekad mewujudkan MEA tidak terlepas dari pengalaman getir ASEAN akibat krisis Asia 1997. Sanjungan sebagai macan Asia sekejap berubah menjadi pil pahit. Kebangkitan pascakrisis ternyata berjalan lambat. Bahkan, Indonesia menjadi negara paling menderita setelah rembetan krisis dari negara tetangga berkembang menjadi krisis multidimensi. Lambatnya proses pemulihan tidak terlepas dari hilangnya daya tarik negara-negara ASEAN sebagai tujuan investasi. Sebaliknya, Cina dan India muncul sebagai pesaing. Dari seluruh FDI yang masuk Asia pada 2001, 85% di antaranya mengalir ke Cina. Sisanya belum tentu masuk ke ASEAN. Dari ketertinggalan inilah, pada 2002 muncul gagasan PM Singapura Goh Chok Tong menyatukan ekonomi negara-negara ASEAN. Gagasan ini ditangkap pemimpin ASEAN dengan mendeklarasikan Masyarakat ASEAN dalam Bali Concord II, Oktober 2003. Masyarakat ASEAN mencakup tiga komponen yakni MEA, Masyarakat Politik dan Keamanan, serta Masyarakat Sosial dan Budaya. Ketiga komponen ini menyasar visi ASEAN 2020 sebagai kawasan stabil, makmur, dan berdaya saing, pembangunan ekonomi berimbang, dan mengurangi kesenjangan ekonomi pada 2020. Pada Deklarasi Cebu 2007, target itu dipercepat menjadi 2015 untuk mengantisipasi tantangan persaingan yang meningkat. Sejatinya MEA tidak dimaksudkan untuk men­ transformasi ASEAN dalam integrasi ekonomi ala European Union (EU). MEA “hanya” ingin mewujudkan ASEAN sebuah pasar tunggal dan basis produksi, diyakini dapat menekan biaya transaksi dan memaksimalkan manfaat dari perdagangan. Secara sederhana, ini berarti kita mengijinkan aliran bebas barang, jasa, investasi, dan tenaga kerja terlatih, serta aliran modal antarnegara di ASEAN. Guna memetik quick gain, ASEAN menetapkan 12 sektor prioritas integrasi, yakni produk pertanian, produk kayu, produk karet, angkutan udara, otomotif, elektronik, tekstil dan produknya, produk perikanan, jasa kesehatan, logistik, turisme, dan E-ASEAN. Proses integrasi MEA dipandu oleh cetak biru, yang berisi roadmap terkait hal-hal yang mesti dilakukan negara

anggota beserta dengan jadwal implementasinya. Cetak biru ini dirancang sedemikian rupa sehingga proses integrasi dilakukan secara bertahap sesuai dengan kesiapan masingmasing. Pemerintah menunjuk Kantor Menko sebagai koordinator pelaksanaan komitmen Indonesia dalam cetak biru MEA atas dasar Inpres No.11/2011. Bank Indonesia (BI) turut aktif dalam pelaksanaan komitmen nasional itu khususnya di sektor perbankan dan sistem pembayaran nasional. Peran itu mencakup kebijakan menguatkan ketahanan dan daya saing kedua sektor serta keterlibatan dalam forum negosiasi dan kerja sama ASEAN untuk mengawal kepentingan nasional. Bersama Kantor Menko dan instansi terkait, BI intensif melakukan upaya peningkatan pemahaman masyarakat atas hakekat MEA dan dampaknya. Lantas, apa donk dampak MEA pada kehidupan kita? Indonesia menyumbang sekitar 50% jumlah penduduk dan PDB ASEAN merupakan pasar terbesar. Dengan skala ekonomi dan margin keuntungan di negara kawasan yang terbatas, produk-produk ASEAN berpotensi membanjiri pasar kita. Jadi, dampak utama dari implementasi MEA adalah persaingan yang lebih ketat di pasar domestik. Pada perdagangan barang, berkat tarif bea masuk yang kini sudah sekitar 0-5% dan semakin berkurangnya hambatan non-tarif, pasar kita telah dibanjiri produk otomotif dan pertanian dari Thailand serta elektronik dari Malaysia. Pada pasar tenaga kerja terampil seperti dokter, guru, dan arsitek, mereka suatu waktu harus siap bersaing dengan rekan seprofesi dari negara tetangga. Pada pasar jasa angkutan udara, pasar Indonesia menjadi incaran maskapai tetangga. Apalagi akan ada ASEAN open-sky, atau pembukaan akses di kawasan bagi seluruh perusahaan angkutan udara ASEAN pada 2015. Mengantisipasi ini, Air Asia ASEAN dibentuk dan berkantor pusat di Jakarta. Bagusnya, perusahaan nasional juga berbenah. Hal ini turut ditopang kebijakan persaingan usaha kondusif seperti pembatasan jumlah bandara dalam ASEAN open-sky. Hasilnya, Garuda dinobatkan the best regional airline oleh Skytrax. MEA merupakan keniscayaan. Kita mesti memanfaat­ kan kelebihan skala ekonomi sebagai basis memperoleh keuntungan dengan hadirnya MEA. Bila tidak, siap-siap menjadi penonton di negeri sendiri. Nah, kolaborasi yang apik antara otoritas dan pelaku usaha seperti di sektor angkutan udara dapat menjadi role model untuk menghadapi kencangnya angin persaingan dengan bakal datangnya MEA pada 2015. Newsletter Bank Indonesia | Tahun 3 | Juli 2012 | Edisi 28

2

IKHTISAR

Andil BI Untuk Menghadapi MEA O

rang Indonesia kerap ber­ seloroh, “Ahh… Belanda masih jauh.” Nukilan canda seperti itu ingin mengatakan ngapain sih mesti repot-repot kalo ‘musuhnya’ masih jauh. Padahal, seringkali bahwa apa yang dihadapi sudah mendekat, contoh riilnya seperti akan diberlakukannya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada 2015. Kita tidak bisa mengatakan MEA masih jauh, ia sudah di depan mata. Untuk persiapan menghadapi MEA, koordinasi di internal BI dipimpin oleh Departemen Internasional (DInt). Satuan kerja (satker) inilah yang melakukan pemetaan dan pemantauan kesiapan Bank Indonesia menghadapi MEA. DInt mengajak delapan satker lain di internal BI untuk melaksanakan Program Kerja (PK) Inisiatif. PK ini isinya mencakup kajian di empat area strategis yaitu makroekonomi, perbankan, sistem pembayaran

dan setelmen, serta pemberdayaan UMKM. Setelah tiga tahun (2009-2011) menggodok PK Inisiatif, lahirlah 27 hasil penelitian. Penelitian ini memperlihatkan potret faktual kondisi Indonesia di empat area strategis tersebut. Setelah kondisi faktual terdeteksi, keluarlah berbagai rekomendasi kebijakan secara komprehensif yang kudu diambil agar Indonesia mampu memanfaatkan peluang di MEA. Ambil contoh hasil kajian makroekonomi. Pada bidang ini diketahui ada kesenjangan daya saing antara Indonesia dengan Singapura, Malaysia dan Thailand. Untuk mengejar kesenjangan itu, keluarlah rekomendasi kebijakan untuk mensinergikan berbagai upaya peningkatan daya saing. Sedangkan di sektor perbankan masih perlu dilakukan penguatan industri melalui peningkatan efisiensi dan ketahanan kesehatan. Untuk itu, BI menyiapkan kebijakan

Mr. Smith dan Si Udin

S

iapa yang tidak kenal Harvard dan Oxford? Keduanya sekolahan top yang letaknya jauh dari kita, satu di Amrik dan satu lagi di Inggris. Tapi keduanya juga ada di dekat kita sebenarnya. Saya ingat di Bandung dulu, ada reklame Harvard College dan Oxford College. Bedanya, yang di Bandung ini adalah tempat kursus bahasa inggris, yang kalau saya tidak salah, slogannya “No Success No Pay”. Dulu saya suka ketawa dengan slogan ini. Gimana mau sukses berbahasa asing kalau lingkungannya lokal, alias melayu. Tapi saya pun jadi kualat. Waktu kuliah S2 di Amrik dulu, sayapun megap megap mendengarkan teman Edisi 28 | Juli 2012 | Tahun 3 | Newsletter Bank Indonesia

kuliah saya. Ada yang dari Skotlandia yang bahasa Inggrisnya kayak orang malas, bibirnya susah dibuka dan ada juga yang dari India yang kalau ngomong kayak senapan mesin. Terpaksa untuk berkomunikasi dengan mereka saya pake kalimat sapujagat yang maknyus, “Excuse me...” atau “I beg your pardon..” Sayapun akhirnya menyadari pentingnya tempat kursus bahasa inggris ini. Inilah tempat orang lokal menjadi global. Maklum bahasa Inggris adalah bahasa global, apa boleh buat, jadi untuk maju harus bisa berbahasa Inggris dengan kata lain untuk maju kitapun harus siap menjadi bagian masyarakat global. Di tempat inilah kita juga akrab dengan Mr. Smith. Gimana tidak kenal, kalau belajarnya harus latihan dialog standar, “What is your name?” yang dijawab “I am Smith”. Atau “Who is that?” yang kemudian dijawab “That is Mr. Smith”. Smith lagi Smith lagi. Apa boleh buat, kenal atau tidak kenal, kita harus berkenalan dengan Mr. Smith. Maklum, Smith adalah nama yang jamak di Inggris atau Amerika, mirip Udin kalau di Indonesia.

dan roadmap liberalisasi perbankan secara jelas dan terukur. Begitu pula di sektor sistem pembayaran dan setelmen terus didorong peningkatan keamanan dan efisiensi dalam transaksi lintas batas negara yang terus melonjak. Di sektor UMKM, BI berupaya membuka akses lebih luas ke pembiayaan perbankan. Hasil kajian ini pula yang menjadi bahan BI menyusun materi sosialisasi MEA ke masyarakat. BI mahfum masyarakat belum sepenuhnya memahami apa itu MEA. Untuk itulah, BI berperan aktif melakukan sosialisasi bersama Kantor Kementerian Koordinator Perekonomian yang melalui Inpres telah ditunjuk sebagai komandan dalam menghadapi MEA. Dari paparan di atas tergambar bagaimana BI mengawal secara ketat proses persiapan menghadapi MEA. Nah, harapannya, Indonesia bukan hanya siap tapi mampu memanfaatkan peluang di MEA.

Smith dan Udin pada akhirnya hanyalah nama orang. Bedanya, Smith bersifat global karena namanya selalu disebut di tempat kursus bahasa Inggris yang jumlahnya banyak di muka bumi ini, sedangkan Udin, mungkin hanya tetangganya dan tukang ojek aja yang tahu. Smith dan Udin, adalah simbol dari ma­ syarakat global dan lokal. Tempat kursus bahasa Inggris seperti Harvard dan Oxford College tadi adalah simbol adaptasi masyarakat lokal ke global dengan meminjam nama keren Harvard dan Oxford yang punya reputasi global. Kesemua ini adalah representasi pergumulan masyarakat lokal untuk bisa berkiprah di alam global. Pergumulan jutaan Udin-Udin Indonesia untuk bersaing dengan Udin-Udin lain dari India, Filipina, Malaysia dalam mencari nafkah global. Saya hanya berharap, pada suatu saat nanti, titik fokus global tidak hanya si Mr. Smith ini saja, tetapi juga Tuan Udin. Alangkah indahnya, kalau nama Udin berkali kali disebut dalam tempat kursus bahasa Indonesia di negara lain. Kita bisa membayangkan merdunya percakapan dialog “Siapa nama Anda?”, “Nama saya Udin”, “Siapa itu?”’ “Itu Tuan Udin” yang diucapkan oleh beragam bangsa lain di sekitar kita, sampe bangsa lainpun bosan...Udin lagi..Udin lagi. Itu baru keren!

WAWASAN

3

Kiprah BI

Menyongsong MEA 2015 D

Yassa Ardhi Ganie, Analis Ekonomi Grup Kerjasama dan Studi ASEAN Departemen Internasional

Strategi utama BI dalam mengantisipasi tantangan MEA dalam bidang perbankan yakni penyempurnaan yang berkesinambungan atas berbagai kebijakan perbankan agar efisiensi dan ketahanan perbankan nasional semakin baik.

r. Stephen Covey, penulis best seller “The Seven Habits of Highly Effective People” pernah mengatakan, “The best way to predict your future is to create it”. Ia mengingatkan bahwa masa depan kita ditentukan oleh diri kita sendiri. Layaknya seorang olahragawan, jika ingin mendapat medali emas maka harus diawali dengan latihan yang memadai agar cita-citanya tercapai. Hal yang sama juga berlaku atas komitmen Indonesia untuk mencapai MEA. Merealisasikan mimpi indah integrasi ekonomi kawasan ASEAN pada 2015 mengharuskan berbagai persiapan matang untuk mencapainya. Pasalnya, integrasi ekonomi ASEAN yang semakin dalam, selain membuka peluang juga mengandung tantangan bahkan ancaman bagi negara yang tidak siap. Bank Indonesia (BI), sebagai salah satu lembaga negara perumus dan pelaksana kebijakan ekonomi nasional, berperan aktif meningkatkan kesiapan diri dan nasional menuju MEA 2015. Namun begitu, langkah persiapan BI tidak bisa dilakukan sendirian. Sebagai bagian dari per­ siapan MEA lingkup nasional, BI senantiasa berkoordinasi dengan Pemerintah melalui Kementerian Koordinator Perekonomian sebagai­ mana ditetapkan dalam Instruksi Presiden No.11 tahun 2011 tentang Pelaksanaan Komitmen Cetak Biru Masyarakat Ekonomi ASEAN. Dalam kerangka persiapan MEA, BI mengawal secara ketat proses liberalisasi lebih lanjut untuk area aliran modal, sektor jasa keuangan (khususnya perbankan), sistem pem­bayaran, dan pembiayaan bagi UMKM. Ketiga area itu memiliki arti strategis karena perkembangannya akan mempengaruhi berjalannya pro­ses integrasi ekonomi di kawasan ASEAN secara luas. Langkah BI mendukung proses liberali­sasi perbankan kawasan bukan tidak mungkin mengundang pertanyaan publik. Mengapa BI seperti­nya malah mendorong integrasi ekonomi dan keuangan kawasan yang berpotensi mengancam

perbankan domestik? Wajar-wajar saja bila muncul kegalauan publik seperti itu. Posisi Indonesia di sektor jasa keuangan ASEAN dewasa ini memang terlihat relatif bebas dan terbuka. Kondisi itu tercermin dari agresifnya perbankan negara tetangga membuka kantor cabang di Indonesia. Bahkan, langkah agresif perbankan kawasan juga terlihat dari ke­seriusan mereka menggarap pasar kredit mikro domestik yang merupakan salah satu tulang punggung perekonomian nasional. Dengan gambaran seperti itu, lantas mengapa BI tetap melangkah­ kan kaki ke dalam komitmen integrasi pasar keuangan kawasan? BI punya keinginan kuat untuk mewarnai dan mengawal proses integrasi perbankan di ASEAN agar tetap sejalan dengan kepentingan nasional. Salah satunya, niatan untuk sedapat mungkin mewujudkan kesetaraan dalam hal kebebasan dan ke­terbukaan beroperasi (level of playing field) bagi perbankan kawasan. Artinya, jika bank asing dengan leluasa bergerak di pasar Indonesia, perbankan nasional seyogyanya diberikan kemudahan beroperasi yang relatif setara di negara ASEAN lain. Strategi utama BI dalam mengantisipasi tantangan MEA da­lam bidang perbankan yakni penyempurnaan yang ber­kesinam­ bung­an atas berbagai ke­bijakan per­ bankan agar efisiensi dan ketahanan perbankan nasional semakin baik. Penyempurnaan kebijakan itu ter­masuk upaya penataan struktur suku bunga perbankan, penguatan permodalan, dan perbaikan tata kelola bank. Selain itu, BI memutuskan bertindak sebagai co-chairs dengan Bank Negara Malaysia (BNM) dalam Taskforce on ASEAN Banking Integration Framework (TF-ABIF) yang diberi mandat untuk merumuskan kerangka integrasi per­ bankan di ASEAN. Perlu dicatat, peran BI dalam TF-ABIF merupakan upaya yang terbilang strategis dalam mengupayakan kesetaraan perbankan nasional di kawasan. Di sistem pembayaran dan se­ telmen dalam rangka mengakomodasi

transaksi lintas batas antarnegara, bank-bank sentral kawasan ASEAN membentuk Working Committee on Payment and Settlement System (WC-PSS) yang sudah melakukan kajian dan perumusan rekomendasi kebijakan serta rencana kerja ke depan. Prospek sistem pembayaran dan setelmen regional dalam rangka MEA memang memberikan peluang bagi sistem pembayaran dan setelmen nasional dalam bentuk peningkatan jumlah transaksi. Namun, disadari bahwa pasca-MEA akan timbul persaingan yang lebih ketat antarsistem pem­ bayaran dan setelmen negara ASEAN, selain kemungkinan ada­nya kebutuhan sinergi dalam bentuk interlinkage dan inter-operability. Disinilah BI mengambil peran strategis sebagai ketua, bersama Bank of Thailand. Sementara itu, di dalam negeri sendiri, BI tengah mengupayakan peningkatan kesiapan sistem pem­ bayaran dan setelmen nasional dengan menyempurnakan cetak biru SPN. Penyempurnaan ini memperhatikan kebutuhan pengguna, perlindungan kon­sumen, serta tentunya peluang dan tantangan dari implementasi MEA. Kehadiran MEA berpotensi me­ ngembang­kan UMKM sejalan dengan akses yang semakin luas terhadap pasar maupun sumber pembiayaan. Akses keuangan yang semakin terbuka ini, sejatinya mesti disikapi UMKM yang umumnya masih bersifat tradisional agar menjadi peluang. Bukan rahasia lagi bahwa UMKM merupakan salah satu tulang punggung ekonomi Indonesia dan sebagian negara ASEAN, sehingga BI pun berkepentingan dalam berperan aktif mendukung pengembangan sektor UMKM. Nah, dengan memperhatikan komplek­­sitas MEA, maka apa yang diupayakan BI masih tergolong ‘kecil’ dan berbagai kerja besar lainnya masih menanti. Untuk itulah sektorsektor lain dan instansi-instansi ter­ kait serta segenap elemen bangsa ini perlu menyiapkan diri. Memang, persiapan MEA menuntut banyak hal yang harus diupayakan dan dibenahi. Seperti kata pepatah “sekali layar terkembang pantang biduk surut ke pantai”. Newsletter Bank Indonesia | Tahun 3 | Juli 2012 | Edisi 28

4

EDUKASI

Indonesia dalam

Peta Integrasi Perbankan ASEAN D Joko Siswanto, Peneliti Senior Grup Stabilitas Sistem Keuangan Departemen Penelitian dan Pengaturan Perbankan

Ibarat berkendara di jalan raya, ABIF menyediakan rambu-rambu agar perjalanan perbankan ASEAN menuju cita-cita integrasi tercapai dengan selamat.

i tengah pesimisme dunia meng­hadapi masa depan penyelesaian krisis Eropa, ASEAN menyepakati pembentukan integrasi perbankan (ASEAN Banking Integration Framework atau ABIF). Inisiatif yang digagas oleh gubernur bank sentral se-ASEAN itu telah bergulir sekitar setahun belaka­ ngan dibentuk sebagai salah satu langkah konkret menuju Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015. Alasannya jelas, kesatuan ekonomi tidak terlepas dan harus didukung oleh kesatuan perbankannya. Inisiatif untuk integrasi sektor keuangan ASEAN dimulai pada 2003 melalui Roadmap for Monetary and Financial Integration of ASEAN (RIA-fin). RIAfin mencakup empat inisiatif, yaitu liberalisasi arus modal, liberalisasi jasa keuangan, pengembangan pasar modal, dan kerja sama mata uang. Dalam perjalanannya, kerja sama mata uang tidak berlanjut diskusinya karena dianggap tidak feasible. Sementara diskusi dan perundingan tiga inisiatif lainnya masih terus berlangsung.

Menjaga Stabilitas Keuangan Regional Integrasi tidak akan terjadi jika masih ada hambatan. Dalam konteks jasa keuangan, integrasi mensyaratkan terbukanya akses pasar dan perlakuan yang fair dan non­diskriminatif ter­ hadap investor asing. ASEAN telah memiliki mekanisme untuk itu melalui ASEAN Framework Agreement on Services-Financial Services Liberalization (AFAS-FSL). Melalui AFAS-FSL ini seluruh anggota ASEAN meletakkan komitmen keterbukaan sektor ke­ uangannya. Namun keterbukaan itu hanyalah langkah awal dalam proses integrasi. Tentunya ASEAN tidak menginginkan integrasi per­ bankan yang rapuh. Bentuk integrasi perbankan yang stabil, ber­ kesinambung­an dan memberikan kontribusi positif bagi ekonomilah yang dituju. Untuk itu diperlukan prakondisi agar proses integrasi dapat berjalan mulus tanpa menimbulkan gejolak.

Edisi 28 | Juli 2012 | Tahun 3 | Newsletter Bank Indonesia

Empat Prakondisi ABIF Ibarat berkendara di jalan raya, ABIF menyediakan rambu-rambu agar perjalanan perbankan ASEAN menuju cita-cita integrasi tercapai dengan selamat. Rambu-rambu itu disusun dalam bentuk empat prakondisi yaitu, harmonisasi aturan perbankan, ketersediaan infra­struktur stabilitas keuangan, kesepakatan kriteria bank ASEAN, dan peningkatan kapasitas di seluruh anggota ASEAN. Sebagai sebuah konsep, keempat prakondisi tersebut sangat relevan dengan situasi global saat ini. Tantangan semakin berat ketika mulai mendiskusikan hal-hal yang lebih teknis dan operasional, atau sering diistilahkan ‘the devils are in details’. Keragaman dan kedalaman tingkat pembangunan sektor keuangan di ASEAN cukup kontras. Misalnya, di antara ASEAN-5 (Malaysia dan Singapura di satu sisi dengan Indonesia, Thailand dan Filipina disisi lain). Keragaman itu makin terlihat nyata jika diperluas ke negara-negara BCLMV (Brunei, Cambodia, Laos, Myanmar, dan Vietnam). Terkait harmonisasi regulasi prudensial, misalnya, standar aturan prudensial yang digunakan di antara anggota ASEAN berbeda satu sama lain. Meskipun sama, misalnya, metode penghitungan variabelvariabel indikator prudensial bisa saja berbeda. Persoalannya, bagaimana ASEAN menyepakati standar aturan prudensial yang dapat diterima seluruh anggotanya. Tantangan lainnya terkait ke­ lengkapan infrastuktur stabilitas ke­ uangan di seluruh ASEAN. Yang dimaksud di sini adalah seluruh anggota ASEAN harus memiliki, antara lain, lembaga penjamin simpanan, skema lender of the last resort, protokol manajemen krisis¸ dan perlindungan nasabah. Semua itu memiliki peranan penting terutama dalam rangka memperkuat ketahanan sistem perbankan terhadap krisis. Namun pada kenyataannya tidak seluruh anggota ASEAN memiliki kelengkapan infrastuktur yang sama. Persoalan lain yang masih menjadi

pembahasan yakni bagaimana me­ nyusun kriteria bank ASEAN. Bagaimana menentukan kriteria ber­sama tentang, misalnya, tingkat kesehatan bank yang layak disebut bank ASEAN? Apakah bank ASEAN memiliki keistimewaan perlakuan ter­ tentu dibanding bank non-ASEAN? Itulah beberapa di antara pertanyaan yang harus dijawab bersama oleh seluruh otoritas perbankan ASEAN. Peningkatan kapasitas adalah salah satu upaya dalam menjembatani kesenjangan pada tiga prakondisi lainnya yang disebutkan di atas. Namun skema ini pun menyimpan tantangan dalam persiapan hingga pelaksanaannya. Sejauhmana anggota advanced ASEAN membantu anggota lainnya yang relatif tertinggal? Apakah cukup dengan soft infrastructure (misalnya harmonisasi regulasi) atau hingga hard infrastructure (misalnya pendirian lembaga penjamin simpanan)? Siapa yang akan menjadi donornya? Posisi Indonesia Pasar Indonesia yang sangat besar merupakan anugerah sekaligus tantangan bagi perbankan nasional. Kesempatan perbankan nasional untuk memperluas basis pasarnya masih terbuka luas. Hal ini terlihat dari tingkat layanan jasa perbankan terhadap masyarakat yang baru mencapai 51% (Bank Dunia, 2010) dan rasio kredit terhadap PDB sebesar 29,9% (2011). Kombinasi keduanya merupakan peluang untuk meningkatkan sumber dana dalam rangka ekspansi pembiayaan. Namun demikian, perbankan nasional memiliki tantangan yang cukup berat. Peluang untuk meng­ garap potensi pasar yang sangat besar itu dihadapkan pada masalah rendahnya efisiensi yang tentunya mempengaruhi daya saing. Jangan sampai keterbukaan pasar Indonesia tidak dapat dimanfaatkan secara optimal oleh perbankan nasional. Nah, sekarang bagaimana kita menyikapi semua ini ditengah dinamika situasi global dan integrasi kawasan yang menuntut kesiapan perbankan nasional. Peningkatan daya saing, penguatan modal, dan peningkatan efisiensi serta tata kelola menjadi faktor kunci, agar perbankan nasional dapat ikut memanfaatkan momentum keterbukaan pasar ASEAN.

EDUKASI

5

Pengembangan SPN Menyongsong MEA 2015

hingga mendongkrak keunggulan kom­paratif nasional. Kebijakan untuk me­ningkatkan keamanan dan keandalan sistem pembayaran nasional, misalnya, dicerminkan melalui penguatan kerangka hukum, peningkatan retail payment lintas batas, pengiriman uang dari peran industri sistem pembayaran, dan pekerja di luar negeri (remitansi), setelmen optimalisasi pemanfaatan teknologi informasi. sekuritas pasar modal dan standarisasi setelmen. Sedangkan kebijakan untuk meningkatkan Hasil kajian-kajian tersebut akan dipergunakan efisiensi tercermin antara lain dari usaha untuk sebagai dasar penyusunan rekomendasi mendorong interoperabilitas, interkoneksi, kebijakan, milestone, dan rencana kerja. kesetaraan akses untuk bank dan nonbank, Dalam proses pencapaian visi sistem disamping munculnya inovasi dengan me­ pembayaran dan setelmen ASEAN, WC- manfaatkan teknologi populer. Penggunaan Solider, PSS membagi rencana strategis ke dalam teknologi oleh penduduk Indonesia yang Analis Senior tiga jangka waktu, yaitu jangka pendek, jumlahnya sangat besar, menjadi keunggulan Grup Pengembangan dan Kebijakan Sistem Pembayaran menengah, dan panjang. Dalam jangka pendek, komparatif nasional dan kekuatan posisi tawar Departemen Akunting dan misalnya mendorong harmonisasi kerangka dalam negosiasi standarisasi sistem pembayaran Sistem Pembayaran hukum, mengoptimalisasikan jaringan sis­ di ASEAN. tem pembayaran regional yang telah ada, Dalam rangka kaji ulang cetak biru SPN, mendorong adopsi standar internasional, dan sebagai persiapan menjelang MEA, beberapa mengkaji kemungkinan pengembangan common hal mendasar perlu disusun kembali terutama eningkatan perekonomian Indonesia yang used payment system instruments. isu-isu strategis menjadi dasar pijakan BI dalam tercermin antara lain dari naiknya volume Sedangkan dalam jangka menengah antara pengembangan sistem pembayaran. Beberapa dan nilai transaksi perekonomian (transfer lain adalah berupaya menstandarisasi H+1 rekomendasi kebijakan sistem pembayaran dana, pasar uang dan pasar modal) menuntut dalam transfer dana antarnegara, dan dalam yang dijadikan fokus penyempurnaan cetak tersedianya Sistem Pembayaran Nasional (SPN) jangka panjang antara lain adalah menerapkan biru terbagi dalam sasaran jangka pendek yang lebih efisien, aman dan andal. Selain itu sistem pembayaran dan setelmen yang (2012-2013), menengah (2014-2015) dan dengan adanya integrasi perekonomian dan terintegrasi dengan pengembangan ASEAN panjang (setelah pembentukan MEA, 2016keuangan di kawasan ASEAN dalam kerangka Payment Gateway dan payment systems linkages. 2017). MEA 2015 menuntut pula tersedianya Adapun target kebijakan jangka pendek pengembangan SPN yang terencana antara lain strategi koordinasi sis­ dan terukur. tem pem­bayaran dan peningkatan keandalan serta efisiensi infrastruktur. Integrasi Keuangan MEA 2015 Sasaran ke­bijakan jangka menengah Integrasi keuangan regional meng­ Jangka Pendek (2012– 2013) Jangka Menengah Jangka Panjang antara lain mengenai pengembangan (2014 – 2015) (2016 – 2017) haruskan sistem pembayaran kawasan •Penguatan leadership dan strategi interoperabilitas antar penyelenggara koordinasi •Pengembangan •Integrasi ASEAN dapat mengakomodasi •Pemenuhan terhadap international standard sistem pembayaran, penerapan interoperabilitas antar Infrastruktur SP aktivitas perekonomian dengan and best practices penyelenggara SP cross border equal treatment dalam access policy, •Pengembangan mekanis •Peningkatan jaminan kelancaran aliran dana secara •Peningkatan keandalan dan efisiensi peningkatan kemitraan dalam pe­ infrastruktur/operasional SP memodel bisnis keamanan SP efisien, aman dan andal. Namun •Peningkatan keamanan penyelenggaraan SP nyelenggaraan sistem pembayaran transaksi cross border regional demikian, arah pengembangan sistem •Perluasan penerapan less cash society (LCS) •Penguatan legal (bank dan nonbank), dan perluasan framework pembayaran di tingkat ASEAN yang •Peningkatan transparansi dalam kebijakan akses institusi nonbank dalam pricing penyelenggaraan SP mendukung proses integrasi pasar penyelenggaraan sistem pembayaran. modal dan keuangan ASEAN belum Pengembangan SPN Sedangkan sasaran jangka panjang, cetak biru tercakup dalam cetak biru (blueprint) MEA Dalam rangka implementasi MEA, SPN dimaksudkan untuk mampu menjawab 2015. Menyadari pentingnya peran sistem pengembangan SPN harus mampu men­ tantangan integrasi infrastruktur sistem pembayaran dan setelmen dalam menopang jawab aktivitas ekonomi yang meningkat dan pembayaran lintas negara maupun peningkatan integrasi MEA, bank sentral negara-negara kemungkinan sinergi antarsistem pembayaran keamanan sistem pembayaran di tataran ASEAN sepakat untuk menyusun suatu dan setelmen di kawasan ASEAN dalam regional. rekomendasi arah kebijakan pengembangan bentuk interlinked dan interoperability. Untuk Dalam Chair’s Statement KTT ASEAN ke-18 dan harmonisasinya. itu Bank Indonesia (BI) telah melakukan di Jakarta, Mei 2011, para pemimpin ASEAN Sebagai langkah konkret, bank sentral di kaji ulang (review) cetak biru SPN dengan menegaskan kembali komitmen mereka untuk kawasan ASEAN telah membentuk Working memetakan kondisi sistem pembayaran dan melakukan upaya maksimum dan memastikan Committee on Payment and Settlement Systems (WC- setelmen Indonesia yang ada saat ini dengan implementasi cetak biru MEA 2015 secara PSS) pada April 2010 lalu. Tujuan pembentukan melihat tren sistem pembayaran, analisis isu-isu tepat waktu. Bagi Indonesia tidak ada pilihan WC-PSS adalah mempersiapkan sistem strategis dari sisi kebijakan, kerangka hukum, selain secara konsisten melaksanakan cetak pembayaran dan setelmen di kawasan ASEAN kelembagaan, mekanisme/infrastruktur dan biru SPN yang sudah dikaji ulang dan sesuai agar dapat mengakomodasi kebutuhan aktivitas instrumen. dengan rencana untuk mewujudkan SP transaksi lintas batas negara. Sebagai langkah Melalui kaji ulang berbagai kebijakan akan regional. Nah, kesesuaian cetak biru SPN dan awal, WC-PSS melakukan kajian di lima area, disempurnakan dengan maksud meningkatkan implementasinya inilah yang memposisikan yaitu : setelmen perdagangan internasional, daya saing sistem pembayaran nasional se­ kesiapan Indonesia menghadapi MEA 2015.

P

Newsletter Bank Indonesia | Tahun 3 | Juli 2012 | Edisi 28

6

LIPUTAN

The 1st ASEAN Conference on Financial Inclusion:

Upaya Perwujudan Ekonomi Kawasan

Yang Seimbang P

Herriman Budi Subangun, Peneliti Grup Stabilitas Sistem Keuangan Departemen Penelitian dan Pengaturan Perbankan

Agar tujuan perwujudan ASEAN sebagai kawasan dengan pembangunan ekonomi yang berimbang, setiap program haruslah mencerminkan adanya keuntungan yang seimbang dari integrasi ekonomi regional.

ada tanggal 27-28 Juni 2012 lalu di JCC, Senayan Jakarta ter­selenggara The 1st ASEAN Conference on Financial Inclusion. Sebanyak 150 partisipan hadir mewakili otoritas keuangan negara-negara ASEAN, lembagalembaga internasional, aka­demisi serta praktisi perbankan. Konferensi ini juga dilaksanakan berbarengan dengan Indonesian Banking Expo 2012 yang diselenggarakan oleh Perbankan Nasional sehingga JCC dimeriahkan simbol-simbol negara-negara ASEAN dan logo perbankan. Konferensi mengenai inklusi keuangan/IK (financial inclusion) baru pertama kali dilakukan di tingkat ASEAN sebagai buah kerja sama antara Bank Indonesia (BI) dan Kementerian Keuangan. Adapun penyelenggaraannya ternyata merupa­ kan tindak lanjut amanat Presiden RI dalam Chairman Statement pada ASEAN Summit November 2011 di Denpasar. Konferensi ini diharapkan dapat memfasilitasi ter­jadi­­nya sharing informasi mengenai peningkatan akses keuangan bagi masyarakat. Apa sih pentingnya IK sehingga sampai dibahas dalam sebuah konferensi tingkat ASEAN? “Pe­ ningkatan akses keuangan ma­ syarakat melalui program inklusi keuangan sangat relevan khususnya dalam kondisi perekonomian global yang sedang mengalami perlambatan akibat krisis Eropa, dan bagi ASEAN program ini semakin penting karena tingginya angka masyarakat yang belum memperoleh akses terhadap jasa keuangan di negara-negara ASEAN di luar Singapura, Malaysia dan Thailand,” demikian ujar Lim Hong Hin, selaku Deputy Secretary General of the ASEAN Economic Community, ASEAN Secretariat di awal acara. Kaitan antara inklusi keuangan dan perwujudan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) dibahas dalam konferensi tersebut yang juga menjadi topik menarik, mengingat proses integrasi ekonomi ASEAN tersebut menyisakan waktu tiga tahun lagi. Waktu yang pendek itu harus dapat dimanfaatkan oleh masing-masing negara untuk segera berbenah.

Edisi 28 | Juli 2012 | Tahun 3 | Newsletter Bank Indonesia

Menegaskan penting­nya inklusi keuangan dalam konteks MEA, Menkeu Agus Martowardojo mengatakan, ”Program iklusi ke­uang­an me­rupa­kan salah satu prasyarat utama dalam me­ wujudkan ASEAN sebagai Kawasan Dengan Pembangunan Ekonomi Yang Berimbang yang merupakan pilar ke tiga dalam framework Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).” Ia mengatakan pula bahwa inklusi keuangan memungkinkan peningkatan akses keuangan pada berbagai seg­ men masyarakat sehingga akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional di masing-masing negara. Agar tujuan perwujud­an ASEAN se­­bagai kawasan de­ngan pem­­bangunan ekonomi yang ber­imbang, setiap program haruslah mencerminkan adanya keuntungan yang seimbang dari integrasi ekonomi regional. Selain itu, proses kerja sama ini harus mencakup program terkait pemberantasan kemiskinan di kawasan dalam suatu kerangka untuk mempersempit kesenjangan antarnegara ASEAN.

Setelah sesi pembukaan pada hari pertama, kegiatan pun dilanjutkan dengan diskusi panel mengenai strategi pelaksanaan inklusi keuangan di masing-masing negara seperti Indonesia, Mexico dan Thailand. Sementara itu, Douglas Pearce dari World Bank menyampaikan pelaksanaan program inklusi keuangan dalam konteks global. Sebagai penutup acara di hari itu, dicanangkanlah hari Rabu sebagai Hari Menabung nasional oleh Wakil Presiden, Boediono. Pada hari kedua, antusiasme peserta tidaklah surut, hal ini terlihat dari jumlah peserta konferensi yang relatif tidak berkurang serta banyaknya respons pada berbagai sesi. Topik bahasan pun semakin berkembang karena selain menghadirkan sharing experience dari otoritas negara lain,

konferensi pun menghadirkan sharing dari pihak perbankan di Indonesia seperti Bank Mandiri, BRI dan BTPN serta lembaga-lembaga internasional. Lembaga-lembaga tersebut mem­ bagikan pengalaman mereka terkait inklusi keuangan. Salah satu sesi yang menarik perhatian penulis adalah pembahasan program M-Pesa yang merupakan suatu mekanisme transaksi keuangan melalui ponsel, diprakarsai sebuah perusahaan telekomunikasi di Kenya. “Pada bulan Juni 2010, sekitar 70% transaksi elektronik di Kenya dilakukan melalui M-Pesa, namun jumlah nilai transaksinya hanya mencapai 2,3%, hal ini memperlihatkan tingginya permintaan masyarakat akan transaksi bernilai kecil,” papar Michael Joseph dari Vodafone. Dari paparan tersebut, terindikasi bahwa kemudahan ber­ transaksi menjadi unsur penunjang penting keberhasilan program inklusi keuangan. Topik bahasan yang tak kalah menarik menyangkut kemudahan bertransaksi melalui branchless banking sebagai upaya peningkatan kelayakan masyarakat dalam memperoleh akses layanan jasa keuangan. Program terkait branchless banking juga merupakan salah satu area kerja sama antar negara ASEAN dalam konteks inklusi ke­ uangan sebagaimana disampaikan M Zaeni Aboe Amin, Direktur Senior BI. “Diperlukan koordinasi untuk memfasilitasi arus international remmitance dan memperkuat regulasi yang memungkinkan keberadaan agent banking serta mobile banking,” papar dia dalam sesi rencana tindak lanjut. Pada penghujung hari kedua, upaya untuk mewujudkan program inklusi keuangan dikonkretkan dengan rekomendasi pembentukan forum inklusi keuangan di tingkat ASEAN atau ASEAN Forum on Financial Inclusion/AFFI. Menurut Dr. Somsak Pipoppinyo dari ASEAN Secretariat, forum tersebut ditujukan untuk memfasilitasi proses berbagi informasi, edukasi, penyusunan rekomendasi kebijakan, sarana capacity building dan mengkaji kemungkinan pendirian ASEAN SME Regional Development Fund. Proposal pembentukan AFFI di­harapkan menjadi salah satu agenda yang disetujui dalam ASEAN Economic Ministers Meeting sebelum ASEAN Summit selanjut­nya dilaksanakan.

RUANG BACA

7

Liberalisasi Perbankan:

Antara Benci Dan Rindu B

Joko Siswanto, Peneliti Senior Grup Stabilitas Sistem Keuangan Departemen Penelitian dan Pengaturan Perbankan

Kebijakan yang diambil otoritas pasti dimaksudkan dan diarahkan untuk sebesarbesarnya kepentingan bangsa dan masyarakat luas.

icara soal liberalisasi perbankan niscaya terbersit perasaan benci tapi rindu. Dibenci karena khawatir pangsa pasar perbankan tergerus dominasi asing karena keunggulan modal, teknologi, jejaring global dan kemampuan manajerial mereka yg lebih baik. Tapi juga dirindu karena pada kenyataannya kita masih membutuhkan modal asing agar roda ekonomi terus berputar, tumbuh dan berkembang. Kepemilikan asing (bank asing dan bank lokal yang sebagian dimiliki asing) di perbankan dalam negeri saat ini mencapai 25 persen dari total asset bank seluruh Indonesia. Namun, peran intermediasinya masih patut dipertanyakan. Coba saja bayangkan, berpuluh-puluh tahun kehadiran mereka di sini, rasio kredit per PDB masih di angka 29,9 persen (Desember 2011). Jumlah ini jauh di bawah rasio serupa negeri jiran Malaysia (117,3 persen), Singapura (128,6 persen) dan Thailand (91,2 persen). Memang, bila memperhatikan perijinan bank, Indonesia termasuk negara yang ‘murah hati’. Bayangkan cukup satu ijin (single license) untuk mendirikan bank dengan beragam kegiatannya. Sementara di negara lain seperti Malaysia dan Singapura, perizinan diberikan secara berlapis (multi licenses), sehingga bank yang memiliki ijin operasional tidak serta merta leluasa melakukan kegiatan usaha beraneka ragam. Kondisi perbankan nasional kita dilihat sebagai sesuatu yang ‘sexy’ dan mengundang pemodal asing yang nota bene memiliki keunggulan modal, teknologi dan keterampilan, sehingga mereka berbondongbondong datang me­laku­kan ‘pedekate’. Mereka tergiur dengan janji manis tingkat balik modal yang tinggi. Simak saja angka net interest margin (NIM) per Desember 2011 yang mencapai 5,9 persen (SPI Desember 2011), atau tertinggi di ASEAN. Bandingkan dengan Thailand (3,4 persen), Filipina (4,8 persen), dan Malaysia (2,8 persen). Daya tarik seperti itulah yang sebelumnya ditawarkan kepada pihak

asing agar mereka mau menempatkan modalnya di sektor perbankan. Ironisnya, ketika mereka masuk dan berkembang mulai terdengar suarasuara antiasing be­gitu lantangnya. Padahal tingkat tabungan masyarakat kita masih jauh dibandingan dengan kebutuhan investasi modal, alias masih ada saving-investment gap yang besar. Lalu, bagaimana sebaiknya ki­ ta menyikapi kondisi tersebut? Kebijakan yang diambil otoritas pasti dimaksudkan dan diarahkan untuk sebesar-besarnya kepentingan bangsa dan masyarakat luas. Untuk memperluas akses masyarakat ter­ hadap pelayanan bank, tentu saja perlu dibuka seluas-luas nya ke­ hadiran bank. Untuk itu dalam hal memperluas pembukaan akses perbankan, Indonesia menempuh dual policy approach. Pendekatan pertama dikenal dengan istilah autonomous liberalization,

yaitu keterbukaan yang memang diinginkan karena dibutuhkan pe­ran swasta termasuk asing yang lebih luas. Hal ini tidak terlepas dari keterbatasan kemampuan dalam menyediakan mo­ dal. Pendekatan ini memiliki fleksibili­ tas yang tinggi karena sewaktu-waktu otoritas da­pat mengubah arah kebijakan jika dianggap perlu, termasuk dalam hal kepemilikan asing. Kelemahannya, kebijakan seperti ini kurang mem­ berikan kepastian sehingga dianggap kurang ‘friendly’ terhadap iklim usaha dan investasi. Pendekatan kedua adalah man­ datory liberalization yaitu keterbuka­ an yang harus diberikan karena keterikatan pada suatu perjanjian internasional, misalnya, komitmen liberalisasi di WTO dan MEA.

Keunggulannya kita dianggap negara yang pro pasar (market friendly), seksi, dan memberikan kepastian yang tinggi, jika konsisten menjalani komitmennya. Kelemahannya, kita tidak dapat mundur dari komitmen itu kecuali dengan alasan yang dianggap logis, misalnya, jelas-jelas kita dirugikan secara sepihak akibat keterbukaan itu. Namun demikian, komitmen perbankan di WTO dan MEA itu bisa juga dilihat sebagai ‘first line of defence’ dalam melindungi perbankan nasional. Misalnya, Indonesia dapat mengajukan ko­mitmen pembatasan kepemilikan asing sampai dengan 51 persen dari modal bank. Implikasi dari istilah ‘sampai dengan’ adalah pihak asing tidak harus memiliki bank di domestik sebesar komitmen kita di WTO tersebut. Sehingga angkanya bisa jauh lebih rendah dari pada regulasi yang ada saat ini. Memang, bila melihat keterbuka­ an sektor perbankan saat ini bisa bikin cemas. Namun begitu, keterbukaan tadi juga bisa memberi manfaat positif bagi masyarakat kita dan perekonomian nasional, sepanjang bank-bank asing ter­sebut menjalankan usahanya sesuai rambu-rambu kehati-hatian dan tata kelola yang digariskan BI dan otoritas berwenang lainnya. Bahkan, kehadiran bank-bank asing bisa ikut mendorong perbankan lokal untuk semakin meningkatkan daya saingnya melalui peningkatan efisiensi, pelayanan prima, tata kelola yang makin baik, dan perlindungan terhadap nasabah. Kalau udah begini kan ujung-ujungnya yaa…masyarakat juga yang menikmati layanan jasa dan produk keuangan yang murah, cepat, praktis dan aman. Dibutuhkan keberanian (a.k.a. leadership) dan perencanaan bisnis yang matang agar rasa benci dan rindu dapat dikelola secara bijaksana, sehingga industri perbankan berkembang semakin dewasa dan berkualitas. Aturan terbaru soal kepemilikan bank adalah salah satu upaya nyata BI yang ingin agar bank dikelola dengan baik dan benar. Supaya perbankan dapat tumbuh lebih sehat dan kuat, tidak hanya ke atas tetapi juga ke samping. Newsletter Bank Indonesia | Tahun 3 | Juli 2012 | Edisi 28

8

REHAT MEA 2015: Harus Siap Donk!!! Lho, turnamen apaan sih MEA itu?

SELAMAT DATANG di MEA2015

Apa yang mesti disiapin?

Contohnya, BI sudah bikin ancang-ancang.

MEA adalah Masyarakan Ekonomi ASEAN. Pasar bebasnyalah...

Jadi..., siap ya, BI hadapi MEA...

Lho... MEA sebentar lagi. Emangnya kita siap?

Itu dia... Makanya kita kudu nyiapin!

Harus siap donk!!! Agar tidak jadi penonton doang...

BI memperkuat Sektor Perbankan dan Sistem Pembayaran.

Ganti Posisi Cegukan

Seorang laki-laki masuk ke sebuah apotek dan bertanya kepada si apoteker apakah ada obat yang dapat menghilangkan cegukan. Tiba-tiba si apoteker langsung menampar pipi pria tersebut. “Kenapa Anda melakukan hal itu pada saya?” tanya si pria itu. “Ohh… itu adalah obat untuk mengatasi cegukan… lihat Anda sudah tidak cegukan lagi!” kata si apoteker dengan bangganya. “Memang, tapi saya tidak cegukan! Istrikulah yang saat sedang cegukan!!!”

Jatuh

Dua sejoli sedang bersepeda berboncengan. Pemuda : Nanti kalo naik sepeda, kamu pegangan aku yaah… Pemudi : Aku takut kamu jatuh… Pemuda : Kalo kamu jatuh… Nanti aku disangka… Nanti… aku disangka… Buang sampah sembarangan!!!

Memori Masa Lalu

Ku teringat memori masa lalu… Kamu berada di sudut jalan tersipu malu… Saat melihatku, wajahmu berseri… Dengan penuh segan kamu ulurkan tanganmu… Tanpa ragu seraya berkata… “Minta Sedekahnya Oom…”

Edisi 28 | Juli 2012 | Tahun 3 | Newsletter Bank Indonesia

Sepasang suami dan istri sedang berdiskusi dalam rangka mempersiapkan diri menyambut hari raya Lebaran. Istri : “Pa..ntar selama lebaran kita nyobain posisi baru yuk, Kan mumpung lagi ngga ada pembantu, jadi agak bebas gitu.. (kedip-kedip mata” Suami : “Yuhuu.. Boleh boleh.. Mama pengen posisi yang kaya gimana?” (mulai mikir) Istri : “Mama yang selonjoran sambil nonton TV dan baca majalah, Papa yang nyuci ama nyetrika !!” Suami : “ohh nooo..”

Sebelum dan Sesudah

Pembicaraan sebelum menikah: Pria: “Akhirnya! Aku sudah menunggu saat ini untuk tiba.” Wanita: “Apakah kau rela kalau aku pergi?” Pria: “Tentu tidak! Jangan pernah kau berpikiran seperti itu.” Wanita: “Apakah kamu mencintaiku?” Pria: “Tentu! Selamanya akan tetap begitu.” Wanita: “Apakah kau pernah selingkuh?” Pria: “Tidak! Aku tak akan pernah melakukan hal buruk itu.” Wanita: “Maukah kau menciumku?” Pria: “Ya” Wanita: “Sayangku…” Semoga setelah 10 tahun menikah anda tidak membaca dari bawah ke atas. Amin

PERISTIWA

9

BI Dapat Lisensi Investor

Di Pasar Obligasi Cina B

ank Indonesia (BI) mendapat lisensi sebagai investor di pasar obligasi antarbank Cina. Pasar obligasi ini merupakan pasar dengan denominasi RMB terbesar di Cina dengan nilai RMB 21,36 triliun per 2011. Pasar ini hanya bisa diakses investor domestik atau investor nondomestik yang mendapat ijin dari The People’s Bank of China (TPBC) selaku otoritas. BI mendapat ijin selaku investor di pasar obligasi tersebut setelah antara TPBC dan BI meneken Agency Agreement on Bond Investment in the Interbank Bond Market of China, 21 Juli 2012. Bagi BI akses ke pasar obligasi antarbank di Cina memberi ke­

mudahan melakukan diversifikasi cadangan devisa yang dikelola bank sentral. Perjanjian ini juga merupakan simbol dari kerjasama yang erat antara TPBC dan BI yang

telah dibangun selama ini. Per­ janjian ini juga merupakan tindak lanjut dari kerjasama bilateral swap antara TPBC dan BI.

Kemenkeu & BI Sepakati Soal

Perencanaan Hingga Pemusnahan Uang B

ank Indonesia dan Kementerian Keuangan menyepakati Nota Kesepahaman tentang Koordinasi Dalam Rangka Perencanaan Dan Pencetakan, Serta Pemusnahan Rupiah di Jakarta, 27 Juni 2012.

tukar-menukar informasi. Selain itu, kesepahaman itu dimaksudkan sebagai bentuk check and balances dalam rangka meningkatkan akun­ tabilitas dan transparansi pengelola­ an Rupiah pada tahap perencanaan

Nota Kesepahaman yang diteken Gubernur BI Darmin Nasutioan dan Menkeu Agus Martowardojo mewakili Pemerintah RI. Ke­ sepahaman itu merupakan pe­ doman pelaksanaan koordinasi antara Pemerintah RI dan BI dalam bentuk pemberitahuan dan

dan pencetakan, serta pemusnahan Rupiah. Dalam nota kesepahaman itu disepakati mekanisme koordinasi perencanaan dan pencetakan Rupiah mulai dari perencanaan rupiah yang akan dicetak seperti penentuan jumlah yang akan dicetak

serta penetapan pecahan rupiah. Selain itu, BI akan menyampaikan informasi kepada Kemenkeu ketika menerbitkan pecahan rupiah baru. Untuk pecahan Rupiah kertas baru akan memuat antara lain tandatangan Pemerintah RI diwakili Menteri Keuangan dan Gubernur BI. Pada uang kertas yang akan dicetak ada perubahan frasi dari ‘Bank Indonesia’ menjadi ‘Negara Kesatuan Republik Indonesia’. Selain koordinasi pencetakan uang, nota kesepahaman itu juga berisi koordinasi terkait pemusnahan rupiah. Pemusnahan rupiah dilakukan terhadap rupiah yang tidak layak edar, rupiah yang masih layak edar namun berdasarkan pertimbangan tertentu tidak lagi mempunyai manfaat ekonomis dan/atau kurang diminati oleh masyarakat, serta rupiah yang sudah tidak berlaku. Nota kesepahaman tersebut dilakukan merujuk amanat Undang-Undang No.7 Tahun 2011 tentang Mata Uang yang mulai berlaku pada 28 Juni 2012. Newsletter Bank Indonesia | Tahun 3 | Juli 2012 | Edisi 28

10

HUMANIORA

Dalang Bocah,

Pelestari Budaya Bangsa D

i Museum Bank Indonesia (MBI), 5-7 Juli 2012, 21 dalang cilik berusia 8-15 tahun berlomba dalam gelaran Festival Dalang Bocah Tingkat Nasional 2012. Ini merupakan hasil kerjasama Persatuan Pedalangan Indonesia (PEPADI) dan Bank Indonesia. Masih dalam rangkaian peringatan HUT ke-59 BI, festival ini bermaksud melestarikan dan mengembangkan budaya wa­ yang di Indonesia, khususnya kepada generasi muda. Para dalang cilik ini datang dari 10 propinsi di seluruh Indonesia. Dibuka oleh Kepala Departemen Pengedaran Uang BI, Gatot Sugiono, pada tanggal 5 Juli 2012 siang, membacakan pidato dari Deputi Gubernur BI, Ardhayadi Mitroatmodjo. Lewat pidatonya Ardhayadi berpesan, “Pelestarian dan pengembangan budaya bangsa Indonesia menjadi perhatian BI. Kita berharap kegiatan ini dapat

mendukung pengembangan talenta anakanak Indonesia dalam membangun karakter dan jati diri sebagai generasi penerus. Nilai-nilai filosofis dan kepemimpinan yang terkandung dalam seni wayang akan

mendukung pembentukan budi pekerti luhur, terutama bagi generasi muda ditengah perkembangan global saat ini.” Membuka acara, Canggih Tri Atmojo Krisno, sang jawara Festival Dalang Bocah 2011 tampil memukau menampilkan lakon

Gathotkaca Jedhi. Selain itu, juga ditampilkan tarian dan reog Ponorogo dengan atraksi akrobatik anak-anak. Bagus Pramita Adi Nugroho dari Jawa Timur yang membawakan lakon Labuh Nagri akhirnya terpilih sebagai pemenang. Tak tanggung-tanggung, piala kemenangannya diterima langsung dari Wakil Presiden RI, Boediono. Selain itu, empat dalang lainnya pun terpilih sebagai peserta yang dianggap mampu menyajikan teknik-teknik yang cukup baik. Mereka adalah Apriliawan Endi Wahyu Nugroho (Jawa Tengah) dengan lakon Langen Rojomolo, Yoga Nurdiansyah K.S. (Jawa Tengah) dengan lakon Ramasyara, Rosiansah Dharma Pratama (D.I. Yogyakarta) dengan lakon Lahire Sekutrem, dan Danan Wisnu Pratama (DKI Jakarta) dengan lakon Dewa Amral. Satu lagi pesan Ardhayadi di akhir acara. “Pada diri anak-anak terdapat harapan agar seni wayang dan seni pedalangan tetap lestari, berkembang, serta menjadi tontonan yang menghibur, di tengah globalisasi budaya saat ini. Karena itu, ayo anak Indonesia terus kembangkan dan lestarikan budaya bangsa!”

Selamat Datang Punkers! S

eorang budayan dari Jatiwangi Art Factory di Cirebon terheran-heran ketika masuk ke Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPwBI) Cirebon. Pasalnya, selain pegawai BI yang umumnya berdasi juga berseliweran anak-anak punkers dengan pakaian compang-camping dengan rambut jabrik berwarna ala kadarnya ala mohawk. “Saya terpengarah sekaligus bersyukur bisa melihat pemandangan seperti ini karena inilah cermin Indonesia baru yang punya semangat pro­duktif tanpa memandang sekat-sekat formalitas. Saling sinergi dan memberdayakan tanpa memaksakan ideologi gaya hidup,” ujar sang budayawan. Pada hari itu memang KPwBI Cirebon kebanjiran komunitas punkers dengan gaya rambut berwarna jingga, celana bertuliskan FREEDOM, kalung dan gelang bertumpuk menjadi identitas punkers. Mereka adalah para punkers yang tergabung dalam komunitas Punk Kota Cirebon yang diundang dalam rangka ikut serta memeriahkan peringatan HUT BI Ke-59 di Sasana Gunung Jati Edisi 28 | Juli 2012 | Tahun 3 | Newsletter Bank Indonesia

Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPBI) Cirebon, 4 Juli 2012. Dalam rangka apa punkers menggeruduk BI? Semangat pemberdayaan kaum marginal tanpa membedakan gaya hidup maupun

nilai kepercayaan merupakan dasar KPw BI Cirebon untuk menggagas program PSBI untuk komunitas punk. KPBI Cirebon bekerjasama dengan LPT Ekajaya Berrindo memberikan pe­latihan teknik otomotif sepeda motor untuk anggota komunitas

punk di Kota Cirebon. Kurikulum yang diajarkan meliputi kewirausahaan, LK-3, permesinan, kelistrikan, chassis, bedah kasus dan servis gratis. Kegiatan ini dimulai pada akhir Juni 2012 dan ditargetkan selesai sebelum pelaksanaan ibadah Ramadhan. “Kegiatan tersebut se­bagai bentuk kepedulian BI terhadap komunitas yang sering dipandang sebelah mata agar lebih berdaya,” ujar KPBI Cirebon, Syarifuddin Bassara saat penyerahan bantuan secara simbolis. Rangkaian kegiatan HUT BI di KPBI Cirebon juga mencakup MoU dengan 5 universitas untuk program poverty alleviation dan membangun jiwa kewirausahaan melalui pendampingan UMKM oleh mahasiswa serta program pemanfaatan Perpustakaan KPw BI Cirebon, penyerahan hibah dan bantuan PSBI (Program Sosial Bank Indonesia), serta se­minar pemberdayaan UMKM dan ekonomi produktif untuk mengurangi masalah sosial dan kemiskinan.

HUMANIORA

11

Merayakan HUT

di Candi Muaro Jambi K

antor Perwakilan Bank Indonesia (KPwBI) Jambi merayakan HUT ke-59 BI dengan cara yang berbeda. Bila biasanya nasi tumpeng dipotong di kantor KPwBI, tidak demikian untuk kali ini. Nasi itu justru dipapas di komplek cagar budaya Candi Muaro Jambi. Ide ini tak lepas dengan semangat tema HUT yang mengusung tema “Peduli Bangsa, Lestarikan Budaya”. KPwBI Jambi menyadari bahwa budaya merupakan salah satu identitas diri. Dari sinilah datang gagasan untuk memberi perhatian kepada proses pelestarian candi ini. Candi Muaro Jambi adalah sebuah kompleks percandian agama Hindu-Buddha terluas di Indonesia yang diperkirakan berasal dari abad ke-11 Masehi dan kemungkinan besar merupakan peninggalan Kerajaan Sriwijaya dan Kerajaan Melayu. Kompleks

percandian ini terletak di Kabupaten Muaro Jambi, tepatnya di tepi Sungai Batang Hari, sekitar 26 kilometer arah timur Kota Jambi. Kompleks candi ini telah didaftarkan ke

UNESCO pada tahun 2009 untuk menjadi Situs Warisan Dunia. Acara perayaan HUT di komplek Candi Muaro Jambi diawali dengan jalan pagi

dan lintas alam bersama seluruh pegawai KPBI menelusuri komplek percandian, 30 Juni 2012. Setelah tuntas jalan pagi, Pejabat Detasir KPwBI Jambi, Imam Mustiantoko dan Deputi Kepala KPwBI M. Seto Pranoto menyerahkan bantuan kepada perwakilan Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3). Bantuan berupa alat-alat kebersihan seperti gerobak sampah, tong sampah, alat pemotong rumput, sapu dan alat kebersihan lainnya serta kaos dan rompi bagi petugas kebersihan. “Bantuan tersebut di­harap­kan dapat meringankan tugas para pe­ tugas kebersihan da­lam memelihara kebersihan di lingkungan candi sebagai bagian dari proses pe­ lestarian yang dilakukan,” ujar Imam Mustiantoko. Setelah se­cara simbolik penyerahan itu di­sampaikan, di­lakukanlah pe­motong­an tumpeng sebagai wujud rasa syukur BI dapat terus berkarya bagi bangsa hingga saat ini.

Keluarga Besar Bank Indonesia mengucapkan:

Selamat

Menjalankan Ibadah Berpuasa &

Selamat

Hari Raya Idul Fitri 1433 H Newsletter Bank Indonesia | Tahun 3 | Juli 2012 | Edisi 28

12

HUMANIORA

59 Tahun Bank Indonesia:

Peduli Bangsa, Lestarikan Budaya

"Saya baru melihat kebersamaan mulai dari Gubernur, Dewan Gubernur, pegawai senior hingga petugas kebersihan begitu merata. Rasanya begitu membaur."

I

rama musik energik membahana di areal gedung Bank Indonesia, Selasa (3/7). Di seputaran Plaza Air Mancur, semua pegawai BI dari berbagai level dan satuan kerja, baik yang organik maupun nonorganik, kompak menggoyangkan badan mengikuti dua instruktur senam yang berdiri di atas panggung. Kebersamaan ini adalah untuk bersama-sama memperingati HUT ke-59 BI yang jatuh pada tanggal 1 Juli. Di HUT kali ini, BI mengangkat tema “Peduli Bangsa, Lestarikan Budaya”. "Saya rasa event untuk pegawai kumpul dengan Dewan Gubernur dan senior itu sangat baik, untuk menjaga kekompakan," tutur

Edisi 28 | Juli 2012 | Tahun 3 | Newsletter Bank Indonesia

Deputi Gubernur BI, Ronald Waas. Suasana kebersamaan yang begitu kental itu tak dipungkiri Raden Roro Thalia Indriwati, salah seorang pegawai BI. Ia menilai kebersamaan ini menghilangkan sekat antar pegawai organik dan nonorganik. “Rasanya begitu membaur,” ujarnya. Kepedulian pada budaya bangsa pun sangat terasa. Memperingati ultahnya tahun ini, digelar pagelaran rampak gendang, karawitan, pame­ ran koleksi Museum BI, pameran foto dan lukisan, peluncuran buku KBI: Jejak Arsitektur Dalam Menggapai Kemakmuran Negeri, serta berbagai acara lainnya. Di ultah BI kali ini, Darmin Nasution secara langsung mem­

berikan penghargaan dari BI kepada Rusdy Atamimi dan Soetirto. Siapakah mereka? Rusdy Atamimi merupakan salah satu pilot yang menerbangkan pesawat milik Bank Indonesia yang beroperasi untuk pelaksanaan tugas pengedaran uang di Indonesia tahun 1965-1971. Sedangkan Soetirto adalah salah satu teknisi merangkap co-pilot dalam penerbangan tersebut untuk mengangkut/mendistribusikan uang ke kantor cabang BI di seluruh Indonesia. Masih dalam semangat ulang tahun, Gubernur BI Darmin Nasution pun mengingatkan komitmen bersama kepada seluruh jajaran pegawai BI, “Kita terusmenerus memperbaiki diri.”