Berita Triwulan Taman Nasional Danau Sentarum - Riak Bumi

o Cerita Rakyat dan Sajak ffl Profil Tokoh o Luther Ak Iding. Pada Edisi ke XVIII yang menjadi topik utama kita adalah. “Penyerahan Sertifikat Organik...

14 downloads 415 Views 1MB Size
Berita Triwulan Taman Nasional Danau Sentarum

Suara Redaksi

Dari Kita Untuk Kita … Suara Utama o Di Balik Penyerahan Sertifikat Produk Organik Biocert Riak Ragam o Lokakarya I Revisi Toolkit HCFV o Informasi Credit Union di TNDS o Survey Demografi dan SOSEK di TNDS Wawasan o Memaknai Lingkungan di Hari Lingkungan Hidup o Energi Mikro Hidro Masih Jadi Andalan Sastra Danau o Cerita Rakyat dan Sajak Cover : Zul MS Pertemuan Tahunan TNDS dan Sekitarnya

Profil Tokoh o Luther Ak Iding

Sekapur Sirih Pada Edisi ke XVIII yang menjadi topik utama kita adalah “Penyerahan Sertifikat Organik oleh Menteri Kehutanan kepada Asosiasi Periau TNDS” di Cisarua Bogor. Memang suatu keberhasilan yang patut dibanggakan dimana jerih payah kita untuk selalu memperbaiki kualitas hasil panen madu hutan TNDS selama bertahun-tahun akhirnya mencapai titik puncak dengan diakuinya hasil madu hutan yang di panen oleh Asosiasi Periau TNDS oleh BIOCert (Board of Indonesian Organic Certification) sebagai salah satu produk hasil hutan organis. Namun kebanggan ini hendaknya tidak menutup mata kita untuk mencoba terus menjaga dan meningkatkan kualitas Madu Hutan kita menjadi lebih baik sehingga niat untuk meningkatkan nilai jual untuk kesejahteraan bersama dapat terwujudkan.

2

Seperti biasanya di setiap edisi di bagian riak ragam selalu dimunculkan sepintas kilas kegiatan yang dilakukan oleh riak bumi, dimana untuk edisi ini akan menceritakan tentang Lokakarya HCVF, perkembangan CU, serta tentang survey demografi dan sosek di TNDS. Untuk halaman wawasan, sengaja kita tampilkan tentang peringatan Hari Lingkungan Hidup dan seputar energi alternatif yang semakin menjadi pokok bahasan di berbagai daerah nusantara ini. Sedangkan di halaman profil, kami coba untuk memperkenalkan tokoh adat kita yakni Pak Luther. Akhir kata, semoga semuanya bisa bermanfaat dan menjadi proses pembelajaran yang berarti buat kita semua. Amin

Di terbitkan oleh LSM Riak Bumi Penanggungjawab: Ketua LSM Riak Bumi Pimpinan Umum: Ade M. Abas Pimpinan Redaksi: Noriko Toyoda Redaktur Pelaksana: Valentinus Heri, Nehemia Ngilah, Ade Jumhur, Yefri Dahrin, Andi Erman, Ade Mahadeli, Irawan Sihombing, Sesilia Ernawati, Hilaria Erna, Susi Purnasari, Harryanto, Jem Sami, Deasy Rinayanti Pelealu Gambar & Ilustrasi: Zulkiflie MS. Tata Letak: Deni Nuliadi Alamat Redaksi: Jl. Putri Dara Hitam Gg Tani I No. 26 ℡ 0561-737132 Pontianak 78116 Email: [email protected] Website: www.riakbumi.or.id

Redaksi menerima kritik & saran, tulisan seputar lingkungan, sastra, budaya. Redaksi berhak menyunting tulisan tanpa menghilangkan makna dan sasaran.

Redaktur

No. XVIII/Th.7/April-Juni 2007

Suara Utama

DI BALIK PENYERAHAN SERTIFIKAT PRODUK ORGANIK BIOCERT OLEH MENTERI KEHUTANAN KEPADA MASYARAKAT PETANI MADU HUTAN DANAU SENTARUM

H

ari itu, tanggal 16 Juli 2007, setelah menanti sejak pagi hari di Ruang Sidang Hotel Safari Garden, Cisarua , Bogor, akhirnya pada jam 22.12 malam, di bagian akhir acara pembukaan Rapat Koordinasi Teknis Bidang Perlindungan Hutan Dan Konservasi Alam (PHKA), tibalah saat yang dinantikan. Pemandu acara mengumumkan: ”Penyerahan sertifikasi madu hutan yang akan diberikan kepada masyarakat petani lebah madu yang merupakan binaan Taman Nasional Danau Sentarum yang berlokasi di Desa Nanga Leboyan, Kecamatan Selimbau, Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat. Untuk itu kepada Bapak A. M. Ronny Mulyadi, selaku wakil dari masyarakat petani lebah madu untuk maju ke depan. Dan kami mohon perkenan Bapak Mentri Kehutanan dengan didampingi Bapak Dirjen PHKA dan SekJen DepHut untuk menyerahkan sertifikasi dimaksud”. Menteri Kehutanan, Pak MS Kaban kemudian menyerahkan Sertifikat Produk Organik yang dikeluarkan oleh BIOCert (Board of Indonesian Organic Certification) kepada Pak Mulyadi dengan disaksikan oleh Dirjen PHKA, Pak Arman Lolongan dan Kepala Balai Taman Nasional Danau Sentarum (TNDS), Pak Soewignyo yang menyertai Pak Mulyadi. Pak Kaban mengucapkan beberapa patah kata kepada Pak Mulyadi sambil memberi kesempatan kepada beberapa fotografer untuk mengabadikan peristiwa itu. Setelah itu terdengar tepuk tangan meriah dari Kepala BalaiKepala Balai Taman Nasional dan Konservasi Sumber Daya Alam dari seluruh Indonesia, yang menghadiri Rapat Koordinasi itu. Selesai penyerahan sertifikat, Bapak Soewignyo kemudian dengan ramah membimbing Bapak Mulyadi kembali ke tempat duduknya. Pak Mulyadi sebenarnya adalah Kepala Seksi Pelatihan dan Pencatatan Asosiasi Periau Danau Sentarum (APDS) yang ditugaskan mewakili APDS menerima penyerahan sertifikat, karena Presiden APDS, Pak Suryanto berhalangan hadir. Saat-saat pemyerahan sertifikat itu memang ditunggutunggu oleh APDS, karena sertifikat itu merupakan konfirmasi BIOCert atas hasil jerih payahnya selama setahun lebih mengorganisir diri dengan sistem ICS (Internal Control System) untuk dapat menjaga lingkungan habitat lebah madu hutan dan menghasilkan madu hutan organis. Penyerahan sertifikat oleh Mentri Kehutanan juga merupakan bentuk pengakuan pemerintah dalam hal ini Balai TNDS dan Departemen Kehutanan, bahwa masyarakat dengan prakarsanya sendiri dapat diandalkan

No. XVIII/Th. 7/ April-Juni 2007

untuk menjaga kawasan Taman Nasional, sekaligus menarik manfaat ekonomi dari madu hutan secara arif dan berkelanjutan. APDS adalah organisasi rakyat dari sekitar 89 petani madu hutan yang berasal dari 5 Periau (organisasi tradisional petani madu hutan), yaitu Periau Suda, Meresak dan Danau Luar dari Kampung Nanga Leboyan, Periau Semangit dari Kampung Semangit, dan Periau Semalah dari Kampung Semalah. Semuanya terletak di Desa Nanga Leboyan dan meliputi wilayah kelola sekitar 7.300 ha dengan produksi madu hutan antara 4 – 10 ton per tahun. Tahun ini juga akan bergabung 10 periau lagi ke dalam APDS (yaitu periau Tempurau, Nanga Telatap, Pulau Majang, Lubuk Kelekati, Lubuk Pengail, Belibis Panjang, Pengembung, Nanga Sumpak, Pemerak dan Lupak Mawang), sehingga jumlah anggota APDS akan menjadi sekitar 275 orang. Luas kawasan periau yang dikelola dan dijaga oleh APDS akan mencapai sekitar 28 ribu hektar, atau sekitar 25% dar luas kawasan TNDS dengan potensi produksi madu hutan antara 12 – 25 ton. Organisasi rakyat ini berdiri perlahan-lahan, setelah melalui serangkaian proses yang melibatkan masyarakat setempat, dan banyak pihak yang mendukung. Proses dimulai pada bulan Pebruari 2005, saat tiga Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), yaitu Riak Bumi (RB), Yayasan Dian Tama (YDT) dan People Resources And Conservation Foundation (PRCF), anggota Aliansi Organis Indonesia (AOI) dan anggota Jaringan Kearifan Tradisional Indonesia (JKTI) melakukan asesmen di desa Nanga Leboyan. Hasil asesmen itu memberikan jalan bagi terlaksananya pelatihan Sistem Pengawasan Mutu Internal/Internal Control System (SPMI/ICS) yang difasilitasi oleh AOI dan didukung oleh RB, YDT, PRCF dan World Wild Fund (WWF) Putussibau dan Tessonilo. Pelatihan diadakan pada tanggal 23 – 26 Pebruari 2006 di Nanga Leboyan dan diikuti oleh sekitar 35 orang petani madu hutan dari Desa Nanga Leboyan, Ukit-Ukit, Kayan Mentarang – Kaltim, dan Tessonilo – Riau. Pada pelatihan itu para petani madu hutan meletakkan dasar-dasar bagi pembuatan standar proses penjagaan kawasan, panen, pasca panen, pengangkutan, dan penyimpanan yang berdasarkan pengetahuan dan kearifan setempat yang memang sudah diterapkan sejak dulu dan diperbaharui terus-menerus, dan juga meletakkan dasar-dasar bagi pembuatan standar

3

Suara Utama mekanisme organisasi yang mengandalkan pengawasan internal. Pengorganisasian ke dalam dimulai pada tanggal 18 – 19 Mei 2006 di Nanga Leboyan, yang dilanjutkan dengan Pemetaan Periau pada tanggal 20 – 24 Mei 2006 di Periau Danau Luar, Suda, Mersak, Semangit dan Semalah dan Pelatihan Inspektor Internal pada tanggal 28 – 29 Juni 2006 di Semangit. Pada tanggal 20 – 21 Juli 2006 di Semangit, APDS dengan 89 anggota meresmikan statuta pendiriannya, susunan pengurusnya, Standar APDS dan Mekanisme Organisasinya.

kampung, yaitu Meliau, Tempurau, Nanga Telatap, Pega, Sekulat, Genting, Pengembung, Lubuk Pengail, Lubuk Lawah, Pemerak, Nanga Sumpak, dan Pulau Majang. 3. Praktek Teknik Panen Lestari di Siang Hari yang diadakan pada tanggal 14 – 15 Desember 2006 di Semangit dan Pega, yang dihadiri oleh perwakilan periau dari 12 kampung, yaitu: Meliau, Tempurau, Nanga Telatap, Pega, Sekulat, Genting, Pengembung, Nanga Sumpak, Tekenang, Lubuk Lawah, Lubuk Kelekati dan Pulau Majang. 4. Pelatihan SPMI/ICS yang diadakan pada tanggal 22 – 23 April 2007 di Semangit, yang dihadiri oleh perwakilan periau dari 10 kampung, yaitu: Lupak Mawang, Belibis Panjang, Tempurau, Nanga Telatap, Pengembung, Nanga Sumpak, Pemerak. Lubuk Pengail, Lubuk Kelekati, dan Pulau Majang Pada bulan Maret 2007 dengan penerapan SPMI/ICS APDS berhasil memastikan 4,3 ton madu hutan yang dipanen pada bulan Pebruari - Maret 2007 sebagai produk berkualitas organis. Ini dikonfirmasi oleh BIOCert pada tanggal 11 Mei 2007 setelah melakukan inspeksi eksternal langsung di lapangan pada tanggal 9 13 Peb 2007 dan pada tanggal 30 Apr 2007.

Setelah berdiri, APDS langsung mempersiapkan jalan untuk bergabungnya periau-periau lain ke dalam APDS. Setidaknya ada 4 kegiatan yang dilakukan untuk menyebarkan standar APDS, yaitu 1. Penjelasan Sistem Panen Lestari yang dilakukan APDS pada tanggal 29 September – 1 Oktober 2006 di 10 kampung, yaitu: Meliau, Tempurau, Pega, Sekulat, Pengembung, Tekenang, Lubuk Pengail, Lubuk Kelekati, Pemerak dan Pulau Majang. 2. Pelatihan Teknik Panen Lestari yang dilakukan APDS pada tanggal 12 – 13 Desember 2006 di 12

4

Pada tanggal 22 Peb 2007 APDS menandatangani kontrak penjualan 4 ton Madu Hutan dengan Dian Niaga Jakarta, Mitra Utama Jaringan Madu Hutan Indonesia (JMHI) dengan harga Rp 28.000 di gudang APDS. 4,04 produk itu dikapalkan pada tanggal 24 Mar 2007 dan tiba di Jakarta pada tanggal 3 April 2007. Dengan RB, APDS juga menandatangani kontrak penjualan 260 kg madu hutan pada tanggal 01 Mei 2007 dengan harga yang sama. Produk dikapalkan pada tanggal 26 Mei 2007 dan tiba di Pontianak pada tanggal 30 Mei 2007. Bagian yang tersulit tapi berharga dari rangkaian proses itu tentu saja adalah penerapan SPMI/ICS pada musim panen madu hutan bulan Pebruari-Maret 2007. Muncul ketegangan-ketegangan antara pengurus APDS sendiri, No. XVIII/Th. 7/ April-Juni 2007

Suara Utama antara inspektor internal APDS dan anggota, antara anggota APDS dan yang bukan anggota. Salah satu pembelajaran dari proses itu adalah sebagai berikut. Ada perbedaan budaya, perubahan dari hubungan emosional ke hubungan fungsional. Budaya yang terkandung dalam SPMI/ICS adalah budaya pengawasan manjemen dan tanggung jawab personal. SPMI/ICS mengharuskan mengdokumentasikan semua peristiwa transaksi dan pengawasan dalam bentuk laporan tertulis. SPMI/ICS mensyaratkan keterbukaan, disiplin lebih dan sanksi tegas. Karenanya muncul ketegangan antara budaya tulisan dan budaya verbal, antara pengawasan manajemen dan cara pengelolaan kekeluargaan, antara berbicara di belakang dengan ekspresi segan/malu dan berbicara terbuka di forum organisasi, antara sikap disiplin dengan sanksi tegas dan sikap permisif serta longgar. Yang menarik, kepemimpinan di dalam APDS cukup kritis dan tanggap dalam menghadapi perbedaan-perbedaan dan ketegangan-ketegangan. Perbedaan-perbedaan diterima dan disesuaikan dengan selaras untuk menjaga solidaritas sosial. Pengawasan dijalankan dengan tegas tetapi tetap menjaga keharmonisan hubungan. Keterbukaan tidak untuk mempermalukan anggota, dan sanksi tidak untuk menghukum tetapi untuk mengingatkan dan untuk memperbaiki hubungan sosial yang retak. Yang menarik lagi, kepemimpinan APDS dan banyak pihak memanfaatkan SPMI/ICS ini terutama untuk mengkombinasikan pengorganisasian komunitas dengan bisnis komunitas untuk meningkatkan posisi tawar, tidak semata untuk memperoleh sertifikat organis. Seandainya karena faktor eksternal, produk madu hutan tidak dapat dinyatakan organis, kepemimpinan APDS berketetapan akan jalan terus dengan SPMI/ICS, terutama untuk menyatukan penghasil madu hutan agar dapat memelihara lingkungan bersama dan menjual bersama lewat satu saluran. Di Semangit, Pak Mulyadi mulai menggunakan bahan-bahan SPMI/ICS untuk pengorganisasian kelompok nelayan di kampungnya. Posisi dalam organisasi nelayan itu sangat jelas tugas, tanggungjawab, kewajiban, dan wewenangnya. Di Belibis Panjang, Pak Azis Muslim, kandidat anggota APDS juga memanfaatkan bahan-bahan SPMI/ICS untuk pengorganisasian warga kampung yang berbisnis ikan salai (ikan asap) dan bahan bakar minyak (BBM). Mengapa hal ini dapat berjalan dengan lancar. Mungkin ini karena karakteristik kearifan kelompok periau. Karakteristik No. XVIII/Th. 7/ April-Juni 2007

yang dimiliki oleh komunitas periau yang umumnya para pemburu madu, terutama yang tua dan berpengalaman, adalah orang-orang yang sabar dan teliti dalam bekerja, penuh perhitungan, sangat mengandalkan dukungan teman kerja, rajin bekerja, sangat memperhatikan lingkungan sekitarnya, tidak serakah mengambil hasil, dan keselarasan memang sudah menjadi bagian tak terpisahkan dalam hidup kerja. Bila tidak selaras, tidak akan ada hasil yang diperoleh, malahan bahaya sengatan lebah yang didapat. Ini membuka pikiran, bila organisasi komunitas periau ini dapat tumbuh dan berpengaruh kuat di TNDS, dapatlah diharapkan seluruh pengelolaan sumber daya alam di TNDS akan sangat dipengaruhi oleh SPMI/ICS APDS yang telah diadaptasi oleh karakter kelompok periau. Sangat mungkin bahwa hal ini terlihat oleh Kepala Balai TNDS, sehingga APDS dipromosikan untuk menerima sertifikat BIOCert melalui Menteri Kehutanan. Konfirmasi yang diberikan oleh BIOCert kepada APDS semakin diperkuat oleh pengakuan dari pihak Balai TNDS dan Depatemen Kehutanan. Mudah-mudahan harapan banyak pihak kepada APDS dapat direalisasikan dengan modal semangat solidaritas, partisipasi, dan keterbukaan serta kekuatan rakyat yang dikandung ketiganya (Irawan–Riak Bumi). positip untuk menegakkan kesepakatan itu. Sementara sebagian peserta tetap mempertanyakan kompensasi bagi pelaksanaan kesepakatan itu. Kompensasi dalam bentuk uang seperti yang pernah terlontar dalam pertemuan nelayan di Pega kelihatannya tidak akan dapat bertahan lama. Kompensasi yang diinginkan mungkin adalah kompensasi yang produktif. Seperti diketahui, alternatif keramba ikan Toman di danau memang ada seperti Kaloi dan Belidak, tetapi bibit sukar diperoleh. Demikian juga alternatif tuba seperti kolam atau keramba jelawat di hulu memang memungkinkan, tetapi bibit sukar diperoleh di hulu. Seandainya ada semacam balai benih yang dapat dijangkau oleh masyarakat di danau dan di hulu sungai, masyarakat danau akan beralih dari Toman ke jenis ikan bukan Toman, sehingga warin tidak diperlukan lagi; juga masyarakat hulu akan beralih ke budi daya Jelawat atau sejenisnya sehingga nuba dengan racun kimia tidak diperlukan lagi. Dengan demikian pengadaan benih ikan merupakan langkah yang strategis menuju pengelolaan TNDS dan sekitarnya yang lebih alamiah dan lestari. (Irawan)

5

Riak Ragam

LOKAKARYA I REVISI TOOLKIT HCVF

L

okakarya I Revisi Toolkit HCVF Versi Indonesia di Wilayah Kalimantan yang diselenggarakan di Balikpaapan Kalimantan Timur, pada tanggal 7 Juni 2007 yang lalu adalah merivisi Toolkit HCVF ( High Conservation Value Forest ) yang telah disusun tahun 2003 ( Versi 1. August 2003 ) dan telah dilaksanakan sampai tahun ini, namun ada beberapa dari toolkit tersebut yang perlu direvisi agar penggunaannya bisa sesuai dengan kebutuhan akan toolkit tersebut. Lokakarya ini diselenggarakan oleh Tropenbos International Indonesia (TBI Indonesia) bekerjasama dengan Indonesia Resources Institute (IndRI) dan TNC Kalimantan, dengan melibatkan berbagai pihak terkait khususnya di Kalimantan Timur, Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah, termasuk lembaga pemerintahan, perusahaan, LSM/ Ornop/ lembaga Adat dan lembaga pendidikan (Universitas), Pada Lokakrya ini Riak Bumi diwakili oleh Ade Mohd. Abas, sedangkan dari POKJA TNDS diwakili oleh Pak Jeni (ketua pokja TNDS) dan dari masyarakat TNBK diwakili oleh Pak Samson Biyu. Tujuan dari lokakarya ini adalah : 1. Mensosialisasikan dan mendiseminasikan informasi mengenai kegiatan revisi Toolkit HCVF Indonesia di Wilayah Kalimantan. 2. Mengumpulkan masukan, saran dan ide dari para pihak terkait di kalimantan sebagai bahan perbaikan dan penyempurnaan revisi Toolkit HCVF Indonesia. Lokakarya ini dibuka oleh Bapak Ir Anwar, M.Sc. dan dilanjutkan dengan presentasi sesi I dan sesi II. Pada sesi lain yaitu diskusi kelompok, masing-masing kelompok membahas antara lain : • Kelompok I : Aspek keanekaragaman hayati (Biodiversity). • Kelompok II : Aspek nilai jasa lingkungan. • Kelompok III : Aspek sosial, ekonomi dan Budaya.

6

Selanjutnya lokakarya ini akan dilaksanakan di beberapa daerah, untuk mendapatkan masukan sekaligus juga sosialisasi tentang Toolkit HCVF. (ama..07).

INFORMASI CREDIT UNION DI TNDS Pertengahan April 2007 yang lalu dan di lanjutkan kembali pada bulan Juni 2007, salah satu kegiatan dari Riak Bumi adalah mengorganisir masyarakat TNDS dalam bidang Finansial dan salah satu cara adalah mengadakan credit union (CU) di dalam kawasan taman nasional danau sentarum. Pencarian informasi dan sosialisasi tentang CU di laksanakan di tiga lokasi antara lain di daerah batang leboyan yang meliputi daerah nanga leboyan, semangit, sungai pelaik, semalah, tempurau dan meliau. Sedangkan untuk kegiatan mencari informasi dan sosialisasi yang kedua meliputi daerah utara dan daerah batang belitung serta daerah tawang. Kegiatan ini baru tahap awal dari kegiatan lebih lanjut yang nantinya akan diusahakan ada TP (tempat pelayanan) CU di dalam kawasan TNDS, hal ini dimungkinkan untuk kita bisa bekerjasama dengan CU-CU yang sudah ada TP di Lanjak. Dengan adanya nanti TP di kawasan TNDS tentunya akan mempermudah pelayanan anggota-anggota CU yang saat ini mereka masih menyetor ke Lanjak melalui kolektor, dengan adanya CU juga diharapkan masyarakat dapat terbantu didalam perekonomiannya serta masyarakat bisa mengelola keuangannya dengan baik. Keberadaan Credit Union (CU) juga diharapkan bisa mengubah pola hidup masyarakat yang selama ini mungkin dengan pola : Penghasilan – pengeluaran – tabungan, sedangkan dengan keberadaan CU diharapkan masyarakat dapat mengubah pola hidupnya menjadi: Penghasilan–tabungan–pengeluaran.(ama…07).

No. XVIII/Th. 7/ April-Juni 2007

Riak Ragam

SURVEY DEMOGRAFI DAN SOSIAL EKONOMI DI DANAU SENTARUM

T

erkembangan penduduk pada suatu daerah akan mempengaruhi lingkungan yang ada di daerah tersebut, demikian juga halnya dengan perkembangan penduduk yang ada di dalam kawasan taman nasional danau sentarum. Setelah sekian tahun belum diadakan lagi survey demografi di TNDS maka pada pertengahan tahun ini Riak Bumi bekerjasama dengan CIFOR melaksanakan pendataan penduduk yang ada di kawasan taman nasional danau sentarum, ada pun tujuan dari survey ini adalah untuk mengetahui perkembangan jumlah penduduk yang bermukim di kawasan TNDS, jumlah penduduk yang didata meliputi penduduk yang menetap maupun yang musiman. Survey data demografi dan sosial ekonomi dilaksanakan pada bulan April – Mei 2007 yang lalu meliputi beberapa kampung yang ada di dalam kawasan taman nasional danau sentarum.

Di dalam kawasan TNDS ada : 43 kampung yang kami data yang terdiri dari 37 kampung dengan pemukiman yang menetap dan : 6 kampung musiman ( hanya apabila air kemarau baru ada penduduknya.). Dari sekian banyaknya kampung yang didata maka diperoleh jumlah penduduk yang berada di dalam kawasan TNDS sebanyak : 9.944 jiwa, 2.548 KK, yang terdiri dari 5.236 laki-laki dan 4.708 perempuan. Dengan adanya survey data demografi tersebut maka dapat diketahui perkembangan jumlah penduduk, pendapatan dan aktivitas penduduk di kawasan taman nasional danau sentarum dalam kurun waktu tertentu.(ama..07).

YAYASAN RIAK BUMI Mengucapkan : Setelah dilaksnakan survey dan pengambilan data demografi dan sosek, pada saat ini perkembangan jumlah penduduk dan kampung yang ada dalam kawasan taman nasional tersebut cukup pesat, karena dari beberapa kampung yang dulunya merupakan perkampungan nelayan musiman sekarang sudah menjadi perkampungan nelayan yang menetap sedangkan dari perkampungan nelayan yang menetap sekarang sudah menjadi dusun atau desa dengan beberapa fasilitas seperti : sarana pendidikan, kesehatan, rumah ibadah dan sebagainya. No. XVIII/Th. 7/ April-Juni 2007

Atas Keberhasilan Asosiasi Periau Taman Nasional Danau Sentarum Memperoleh Sertifikat Madu Hutan Organik

7

Wawasan

Memaknai Lingkungan di Hari Lingkungan Hidup Dunia

S

emua disekitar kita adalah lingkungan, termasuk udara yang dihirup adalah lingkungan kita. Baik buruk yang ada disekitar kita berpengaruh terhadap hidup dan kehidupan secara langsung maupun tak langsung.

Tak mampu menghindar…menanda akhir segalanya dan kepunahan. Kesadaran mencoba untuk bertahan, menghindar, meminimalis segala resiko yang ada bahkan mampu mencegah dari himpitan yang datang mendera.

Tanpa disadari kita menjadi aktor yang akan memberi warna serta bentuk pada lingkungan kita. Kegelisahan Pembelajaran yang memang harus membuat kita untuk dan kenikmatan yang dirasa adalah buah keadaan belajar dalam melihat pelajaran. Perlu sikap yang yang harus dicermati dalam mensikapi langkah selanjutnya. Tanggal 5 Juni ditetapkan sebagai hari lingkungan hidup dunia, sejarah penetapan..?? Okey…dengan semangat lingkungan bagaimana langkah nyata yang paling sangat mungkin kita lakukan dalam memberi makna pada lingkungan menjadi akan sangat berarti bagi kelangsungan masa depan lingkungan kita kini dan akan datang. Langkah bersama yang disadari akan menjadi gerakan yang mampu meminimalkan dampak yang lingkungan yang telah kita berikan untuk hal yang lebih luas yang diberikan alam kepada semua mahluk. terkecil sekalipun. Pada derita kita merasakan perih, dan pada kenyamanan-pun kita sering tak merasa nyaman. Menyadari arti keadaan adalah sikap mampu merasakan hingga tentu dapat bersikap pada keadaan yang terjadi. Perubahan cuaca, panas yang menyengat, hujan yang membanjiri, angin yang merobohkan, gelombang yang menggunung, lumpur yang meluap, serta berbagai bencana yang bertubi-tubi. Semua mahluk dapat merasakan itu, dengan caranya masing-masing mencoaba bertahan dan menghindar dalam batas kemampuan yang ada.

8

Dalam sikap yang kecil misalnya perilaku membuang sampah saja di tempatnya, akan memiliki dampak langsung dan berkesinambungan yang menjadi rangkaian untuk kesegala aspek yang lebih luas. Dalam gerakan dengan kesadaran bersama akan sangat signifikan dampak yang dirasakan. Merubah dan membiasakan perilaku positif dalam keseharian terhadap lingkungan akan menjadi pencerahan bagi kehidupan kita ke depan.

No. XVIII/Th. 7/April-Juni 2007

Wawasan

Energi Mikro Hidro Masih Jadi Andalan

K

etika ketergantungan terhada p bahan bakar minyak semakin tinggi, justru semakin sulit menemukan pembangkit yang bebas energi fosil itu. Sekarang ini pembangkit alternatif sudah semakin langka, seperti pembangkit listrik tenaga angin, tenaga pasang surut atau gelombang laut, kebanyakan semua sudah tinggal kenangan dan mungkin hanya tenaga mikro hidro yang masih bertahan. Hari masih pagi, beberapa penduduk Desa Nanggeleng, Kecamatan Cipeundeuy, Kabupaten Bandung, bergotong royong memasang pipa-pipa air. Wajah mereka berseri-seri. Mereka tidak lagi kesulitan air. Sebuah pembangkit listrik tenaga mikro hidro (PLTMH) sudah berhasil dioperasikan untuk menggerakkan pompa yang mengalirkan air dari bawah lembah sedalam 70 meter ke bak-bak penampung di desa. Jarak desa dengan lembah sekitar 500 meter. Sebelumnya, masyarakat harus memikul air bersih dari tempat-tempat yang jauh. Masyarakat mengumpulkan uang untuk bisa membeli turbin mikro hidro seharga Rp 10 juta atau Rp 100 per keluarga. Koperasi di desa itu juga meminjam Rp 38 juta dari sebuah kelompok masyarakat untuk membuat rumah pembangkit. Mereka juga mendapat bantuan dari perusahaan Jerman untuk membangun saluran air, bak penampungan air, dan sistem pendistribusiannya ke rumah-rumah. ”Sekarang air yang mengalir sangat mencukupi masyarakat,” kata Wahyudin (35), Manajer Koperasi Kredit Warna Mekar Kecamatan Cipeundeuy. PLTMH di desa tersebut memproduksi listrik sekitar 6.000 watt. Untuk menggerakkan pompa hanya dibutuhkan listrik sekitar 3.000 watt, listrik sisanya terpaksa tidak dimanfaatkan. ”Agar listrik tidak terbuang, koperasi sedang mempersiapkan pabrik tapioka karena produksi singkong di desa ini mencapai beberapa ton per bulan,” ujar Wahyu. Tidak hanya masyarakat desa, siswa sekolah pun antusias mempelajari mikro hidro. ”Ternyata asyik juga belajar energi, tidak serumit teorinya,” kata Wasrif (16), No. XVIII/Th. 7/ April-Juni 2007

pelajar Madrasah Aliyah Asih Putra, Cimahi, yang ditemui di Sarana Percontohan dan Laboratorium Pengujian PLTMH di Kota Cimahi. PLTMH adalah pembangkit listrik tenaga air yang menghasilkan listrik kurang dari 100 kilowatt (kW) dan dapat dikerjakan oleh masyarakat secara bergotong-royong. Menurut Faisal Rahadian, Sekretaris Umum Asosiasi Hidro Bandung (AHB), komponen PLTMH sudah banyak diproduksi di Indonesia. Bahkan, anggota masyarakat desa berpendidikan SD pun bisa dilatih untuk mengoperasikannya. Biasanya PLTMH dibangun di pelosok-pelosok desa yang belum teraliri listrik dari Perusahaan Listrik Negara (PLN) dan memiliki potensi air sungai cukup baik, misalnya di pegunungan. Namun, di daerah datar dan perkotaan PLTMH bisa dibuat dengan rekayasa. Menurut Yudi Ardi Nugraha, staf lapangan dari PT Entec Indonesia yang bergerak dalam proyek-proyek pembuatan mikro hidro, sebuah PLTMH biasanya dibuat dekat sungai atau saluran irigasi. Air sungai dialirkan pada satu saluran menuju kolam penenang untuk menyaring sampah dan pasir. Air di kolam penenang diterjunkan pada turbin yang berada pada rumah pembangkit. Aliran air akan menggerakkan komponen dalam turbin dan generator yang kemudian menghasilkan listrik. Menjanjikan Menurut Gerhard Fischer, Managing Director PT Entec Indonesia, energi mikro hidro sangat menjanjikan di masa depan, tidak hanya untuk Indonesia, tapi juga untuk dunia. Sebab, menggunakan energi mikro hidro sama artinya dengan menjaga kelestarian alam karena kapasitas listrik dari PLTMH ditentukan oleh keberadaan air. Makin besar debit dan beda tinggi air yang diterjunkan, makin besar tenaga listrik yang dihasilkan. Agar pasokan listrik tetap terjaga, masyarakat harus melestarikan hutan di sekitarnya agar air sungai selalu tersedia. Sementara itu, penambangan dan penggunaan energi dari fosil

9

Wawasan menghasilkan polusi. Ongkos yang ditanggung dari pencemaran lingkungan jauh lebih tinggi daripada membangun PLTMH, apalagi pada pengoperasiannya PLTMH relatif sangat murah. Menurut Eddy Permadi, pengusaha turbin mikro hidro yang sering mendukung proyek pemerintah dalam menyalurkan listrik pada desa-desa terpencil, pembangunan PLTMH membutuhkan biaya sekitar Rp 15 juta per 1.000 watt. Biasanya masyarakat desa hanya membutuhkan 50 watt per keluarga. Dalam sebulan, ongkos perawatannya sekitar Rp 20.000. Ongkos bisa ditanggung seluruh masyarakat. Perawatan terbesar dilakukan lima tahun sekali dengan biaya tidak lebih dari Rp 2 juta. Energi mikro hidro sudah hadir di Indonesia sejak awal tahun 1900. Belanda selalu membangun perkebunan teh di daerah-daerah yang dialiri sungai agar bisa membangun PLTMH yang listriknya digunakan oleh pabrik-pabrik teh. Ada 400 PLTMH di Jawa yang dibangun Belanda dengan kapasitas sekitar 12,75 megawatt (MW). Saat disurvei oleh AHB pada tahun 1998 di Jabar, sebanyak 20 pembangkit masih dipakai, 10 rusak, 10 tidak beroperasi, dan enam diperbarui. Turbin yang digunakan di perkebunan Negara Kanaan dibuat tahun 1885. Beberapa PLTMH di perkebunan teh tidak digunakan lagi karena beberapa alasan, salah satunya pemilik perkebunan beralih ke solar karena harga solar yang sangat murah beberapa tahun lalu. Namun dengan harga solar yang terus naik saat ini, penggunaan PLTMH menjadi lebih menjanjikan. Apalagi potensi air di Indonesia sangat besar. PLTMH dapat dibangun hampir di seluruh daerah di Indonesia, namun baru sedikit yang membangun PLTMH. Menurut Sentanu Hindrakusuma, Ketua AHB, PLTMH akan makin menarik jika PLN membeli listrik rakyat dengan harga yang cukup menarik. ”Daripada untuk

10

menyubsidi bahan bakar minyak (BBM), lebih baik digunakan untuk menyubsidi pembelian energi listrik dari rakyat,” kata Sentanu. Sekarang PLN membeli listrik rakyat dengan harga sekitar Rp 120 per kilowatt hour (kWh). Sementara harga jual PLN ke rumah tangga Rp 450 per kWh. Jika PLN bisa menghargai listrik rakyat Rp 600 per kWh, rakyat pasti tertarik dan Indonesia tidak perlu cemas krisis energi. Di Mojokerto Proyek listrik mandiri serupa juga dikerjakan di kawasan Jawa Timur. Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup (PPLH) di Desa Seloliman, Kecamatan Trawas, Kabupaten Mojokerto. PPLH telah memanfaatkan aliran Sungai Kalimaron sebagai pembangkit listrik PLTMH. Bahkan, aktivitas ini bisa memenuhi kebutuhan listrik di beberapa dusun desa tersebut. Debit air sungai di Kalimaron dianggap cukup stabil sekalipun pada musim kemarau, yakni sekitar 300 liter per detik. Atas kerja sama dan bantuan dari Global Environmental Facility-Small Grand Project (GEFSGP), lembaga peduli lingkungan hidup dari Perancis, PLTMH tersebut dapat diimplementasikan. Keberadaan PLTMH sejak tahun 1994 bagi warga Dusun Janjing dan Sempur sangat membantu. Sekitar 48 keluarga bisa menghemat penggunaan bahan bakar minyak yang semula digunakan untuk penerangan dan menggerakkan diesel. Ketua PPLH Suroso mengungkapkan, listrik yang dihasilkan oleh PLTMH saat ini 23 kWh per bulan atau 276 kWh per tahun. Dengan keberadaan PLTMH, masyarakat dapat menghemat BBM sebesar 69.000 liter per tahun, apabila semua penerangan dan mesin di dusun tersebut menggunakan minyak diesel. Banyak energi terbarukan dan alternatif yang bisa dikelola dan dimanfaatkan oleh masyarakat secara swadaya. Namun demikian, proyek untuk mengimplementasikan energi tersebut menjadi pembangkit listrik membutuhkan dana yang tidak sedikit. Dukungan pemerintah mutlak diperlukan. Jika tidak mampu mendanainya, bisa memberi kemudahan, termasuk mendatangkan investor. (Kompas)

Redaksi mengucapkan : Terima kasih kepada CORDAID atas dukungan penerbitan SUARA BEKAKAK

No. XVIII/Th. 7/April-Juni 2007

Sastra Danau

CERITA RAKYAT DAN SAJAK BATU MENANGIS

SAJAK RAJAWALI

Di sebuah desa terpencil, tinggallah seorang gadis dan ibunya. Gadis itu cantik. Sayang, dia sangat malas. Ia sama sekali tak mau membantu ibunya mencari nafkah. Setiap hari gadis itu hanya berdandan. Setiap hari, ia mengagumi kecantikannya di cermin. Selain malas, gadis itu juga manja. Apa pun yang dimintanya, harus dikabulkan. Tentu saja keadaan ini membuat ibunya sangat sedih.

sebuah sangkar besi tidak bisa mengubah rajawali menjadi seekor burung nuri

Suatu hari Ibunya meminta anak gadisnya menemaninya ke pasar. “Boleh saja, tapi aku tak mau berjalan bersama-sama dengan Ibu. Ibu harus berjalan di belakangku,” katanya. Walaupun sedih, ibunya mengiyakan. Maka berjalanlah mereka berdua menuruni bukit beriringan. Sang gadis berjalan di depan, sang ibu berjalan di belakang sambil membawa keranjang. Walaupun mereka ibu dan anak, mereka kelihatan berbeda. Seolah-olah mereka bukan berasal dari keluarga yang sama. Bagaimana tidak? Anaknya yang cantik berpakaian sangat bagus. Sedang ibunya kelihatan tua dan berpakaian sangat sederhana. Di perjalanan, ada orang menyapa mereka. “Hai gadis cantik, apakah orang yang di belakangmu ibumu?” tanya orang itu. “Tentu saja bukan. Dia adalah pembantuku,” kata gadis itu. Betapa sedihnya ibunya mendengarnya. Tapi dia hanya diam. Hatinya menangis. Begitulah terus menerus. Setiap ada orang yang menyapa dan menanyakan siapa wanita tua yang bersamanya, si gadis selalu menjawab itu pembantunya.

rajawali adalah pacar langit dan di dalam sangkar besi rajawali merasa pasti bahwa langit akan selalu menanti langit tanpa rajawali adalah keluasan dan kebebasan tanpa sukma tujuh langit, tujuh rajawali tujuh cakrawala, tujuh pengembara rajawali terbang tinggi memasuki sepi memandang dunia rajawali di sangkar besi duduk bertapa mengolah hidupnya hidup adalah merjan-merjan kemungkinan yang terjadi dari keringat matahari tanpa kemantapan hati rajawali mata kita hanya melihat matamorgana rajawali terbang tinggi membela langit dengan setia dan ia akan mematuk kedua matamu wahai, kamu, pencemar langit yang durhaka *) Rendra, Kumpulan Puisi " Perjalanan Bu Aminah ", Yayasan Obor Indonesia – 1997

Lama-lama sang ibu sakit hatinya. Ia pun berdoa . “Ya, Tuhan, hukumlah anak yang tak tahu berterima kasih ini,” katanya. Doa ibu itu pun didengarnya. Pelan-pelan, kaki gadis itu berubah menjadi batu. Perubahan itu terjadi dari kaki ke atas. “Ibu, ibu! Ampuni saya. Ampuni saya!” serunya panik. Gadis itu terus menangis dan menangis. Namun semuanya terlambat. Seluruh tubuhnya akhirnya menjadi batu. Walaupun begitu, orang masih bisa melihatnya menitikkan air mata. Karenanya batu itu diberi nama “Batu Menangis” (Diceritakan kembali oleh Renny Yaniar)

No. XVIII/Th. 7/April-Juni 2007

11

Profil Tokoh

LUTHER Ak IDING (Tokoh Adat)

L

uther Ak Iding(61), salah seorang putra terbaik masyarakat Iban di Badau Kapuas Hulu. Berbagai jabatan sosial masyarakat di embannya khusus di daerah perbatasan, sebagai salah seorang tokoh Adat yang cukup disegani karena beliau mampu menyerap serta menyuarakan aspirasi masyarakat yang diayominya. Gaya bicaranya yang lantang,”keras” jujur dan obyektif hingga tutur katanya selalu menjadi panutan. Atas jasanya pula yang mampu mengayomi masyarakat bersama aparat keamanan dan pemerintah, Beliau mendapat penghargaan langsung dari Bapak Brig Jend Nanan Soekarna Kapolda Kalbar pada acara HUT Bhayangkara di Badau tahun 2006 yang lalu. Aki…(kakek) berputra dua, cucu empat ini mempunyai kegemaran; bersilaturahmi, bertukar pikiran dengan berbagai kalangan masyarakat. Sepatutnya pula beliau dipercaya mengemban Wakil para Tumenggung sebagai ketua Dewan pengurusan Adat Iban Perbatasan Indonesia-Malaysia. Pada acara pertemuan para Tokoh Adat(Penggawa, Patih, Temenggung) dari suku Melayu, Iban, Kantuk dan Embaloh bulan November 2006 di Bukit Tekenang, Beliau juga diperacaya sebagai Ketua Dewan Adat Danau Sentarum dan sekitarnya.

“Masyarakat harus melestarikan adat dengan kokoh, tegap, dan benar. Maka..Alam-pun terjaga baik” Ungkap beliau pada kru-Suara Bekaka beberapa waktu yang lalu sepulang menghadiri acara lokakarya di Bogor 26 Maret 2007.

12

Sebelumnya beliau juga mejadi salah seorang utusan Tokoh Adat dari Danau Sentarum yang menghadiri acara Konfrensi Masyarakat Adat Nusantara(KMAN AMAN)-III di Pontianak, yang dihadiri oleh seluruh tokoh masyarakat adat dari Sabang-Merauke. Belum sempat kembali ke Badau… Beliau harus mampir dahulu di Putussibau untuk menghadiri acara Konsultasi Publik mengenai RPTN-DS (Rancangan Pengembangan Taman Nasional Danau Sentarum) di Putussibau. Karena Beliau juga menjadi anggota kelompok kerja(Pokja) TNDS yang mengemban aspirasi hasil pertemuan tahunan masyarakat TNDS dan sekitarnya di Pulau Majang Tanggal 2 – 4 Desember 2006 yang lalu. Berbagai aktifitas dari tradisi adat-pun hingga kini tetap terus berjalan di sekitar daerah perbatasan. Berbagai upacara ritual guna menangkal berbagai bencana telah dilaksanakan. Rencananya di tahun ini juga akan dilangsungkan upacara “Tolak Balak” di TNDS. Maksudnya untuk menjaga kawasan TNDS dari halhal yang kurang baik dan tetap terjaga kelestarian serta mampu memberi manfaat kepada masyarakat yang terdapat di dalam dan sekitarnya. Memang aktifitas Beliau untuk urusan kemasyarakatan hampir tak pernah absen. “Terimakasih kepada Riak Bumi yang telah memfasilitasi dan menyertakan kami para tokoh adat dalam menjaga kelestarian alam kita” Ungkap Beliau di akhir wawancara singkat sore dengan KruSuara Bekaka sebelum melanjutkan perjalanan ke Putussibau, tadi pagi Beliau baru saja mendarat di Pontianak dari Bogor...(Red-07) No. XVIII/Th. 7/ April-Juni 2007