BUDIDAYA IKAN PATIN (PANGASIUS HYPOPHTHALMUS) PADA LAHAN

Download Budidaya ikan patin pada lahan marjinal ... (Puji Widodo). ABSTRAK. Indonesia sesungguhnya merupakan negara dengan kawasan gambut tropika t...

1 downloads 649 Views 74KB Size
49

Budidaya ikan patin pada lahan marjinal ... (Puji Widodo)

BUDIDAYA IKAN PATIN (Pangasius hypophthalmus) PADA LAHAN MARJINAL DI KABUPATEN PULANG PISAU PROVINSI KALIMANTAN TENGAH Puji Widodo, Akmal, dan Syafrudin Balai Budidaya Air Tawar Mandiangin Jl. Tahura Sultan Adam Km. 14 Kab.Mandiangin, Kab. Banjarbaru, Kalimantan Selatan 70661 E-mail: [email protected]

ABSTRAK Indonesia sesungguhnya merupakan negara dengan kawasan gambut tropika terluas di dunia, yaitu antara 13,5–26,5 juta ha (rata-rata 20 juta ha). Jika luas gambut Indonesia adalah 20 juta ha, maka sekitar 50% gambut tropika dunia yang luasnya sekitar 40 juta ha berada di Indonesia. Lahan gambut merupakan lahan marjinal yang perlu dikelola dan dimanfaatkan. Untuk mengembangkan dan memanfaatkan potensi lahan gambut dalam bidang budidaya perikanan, maka dilakukan suatu percontohan budidaya ikan patin di lahan gambut. Kegiatan ini bertujuan untuk mengetahui pertumbuhan dan sintasan ikan Patin yang dipelihara dalam kolam di lahan gambut, sedangkan sasaran yang ingin dicapai adalah didapatkan sintasan ikan mencapai 80% dengan bobot rerata 600-700 gram/ekor serta diperoleh informasi teknologi pembesaran ikan patin di kolam pada lahan gambut. Pemeliharaan benih dilakukan dalam kolam selama 9 bulan dengan padat penebaran A (4 ekor/m2), B (7 ekor/m2), dan C (10 ekor/m2) dengan 3 kali ulangan. Pemberian pakan dengan pelet apung sebanyak 3%-5% per hari. Hasil dari pengamatan menunjukkan bahwa perlakuan padat tebar 4, 7, dan 10 ekor/m2 menghasilkan pertumbuhan bobot ikan patin yang tidak jauh berbeda dengan bobot akhir rerata A (605 g), B (660 g), dan C (613,3 g) serta SR perlakuan A (91,9 %), B (95,2 %), dan C (95,5 %), namun perlakuan B (7 ekor/m2) memberikan hasil pertumbuhan bobot akhir rerata yang lebih baik sebesar 660 g dan SR 95,2%.

KATA KUNCI:

pembesaran, ikan patin, lahan gambut, Kalimantan Tengah

PENDAHULUAN Lahan rawa merupakan salah satu sumberdaya alam yang mempunyai fungsi hidrologi dan fungsi ekologi lain yang penting bagi kehidupan seluruh makhluk hidup. Indonesia sesungguhnya merupakan negara dengan kawasan gambut tropika terluas di dunia, yaitu antara 13,5–26,5 juta ha (rata-rata 20 juta ha). Jika luas gambut Indonesia adalah 20 juta ha, maka sekitar 50% gambut tropika dunia yang luasnya sekitar 40 juta ha berada di Indonesia (Najiyati et al., 2005). Selanjutnya dikatakan bahwa hal yang perlu digarisbawahi adalah kerancuan pengertian antara gambut, lahan gambut, dengan lahan bergambut. Gambut adalah tanah yang mengandung bahan organik lebih dari 30%, sedangkan lahan gambut adalah lahan yang ketebalan gambutnya lebih dari 50 cm. Lahan yang ketebalan gambutnya kurang dari 50 cm disebut lahan bergambut. Gambut terbentuk dari hasil dekomposisi bahan–bahan organik seperti daun, ranting, semak belukar yang berlangsung dengan kecepatan lambat dan dalam suasana anaerob. Perkembangan budidaya ikan air tawar di Provinsi Kalimantan Tengah masih didominasi oleh budidaya kolam yang menggunakan air dengan sistem pasang surut yang mengandalkan naik turunnya permukaan air sungai hal ini seringkali terkendala dengan datangnya air asam dengan pH yang rendah (±3) sehingga dapat menyebabkan kematian ikan. Berdasarkan informasi dari pembudidaya ikan patin yang ditemui pada saat survei, faktor nilai pH itulah yang juga menjadi kendala bagi pengembangan budidaya ikan di sungai Provinsi Kalimantan Tengah. Ikan patin merupakan salah satu spesies ikan yang mempunyai nilai ekonomis tinggi dan potensial untuk dikembangkan serta menjadi ikan yang disukai masyarakat Kalimantan. Harga ikan patin di pasar mencapai kisaran Rp 10.000,- sampai Rp 15.000,- per kilogram. Selain itu, ikan patin cenderung lebih tahan terhadap kondisi oksigen terlarut yang rendah dan pH yang asam. Lokasi lahan gambut yang saat ini dikembangkan terletak di Kalimantan Tengah tepatnya di Desa Garung Kecamatan Jabiren Raya Kabupaten Pulang Pisau merupakan daerah yang cukup strategis dan terjangkau transportasi darat karena dilintasi oleh jalan raya trans Kalimantan (Kalsel-Kalteng),

Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2010

50

kawasan ini terletak 71 km ke arah barat dari Kota Palangkaraya dan ke arah Timur sekitar 22 km dari ibukota Kabupaten Pulang Pisau dari posisinya areal perkolaman di bagian sebelah barat merupakan kawasan lahan gambut yang cukup luas, sedangkan sungai Kahayan terletak di bagian timur berada sekitar 1 kilometer sehingga pengaruh pasang surut sungai bisa dikatakan tidak berpengaruh terhadap kolam. Sumber air untuk kolam adalah rembesan air dalam tanah yang keluar dari bawah maupun dinding kolam. Secara umum hasil pengukuran kualitas air menunjukkan bahwa terdapat kecenderungan pH air yang lebih tinggi pada kolam/air tergenang dibandingkan dengan saluran air/ sungai. Kondisi ini menjadi sangat penting untuk kemungkinan pengembangan ikan patin di lahan marjinal tersebut. Sekitar 1,8 juta ha atau sekitar 50% dari lahan rawa di Kalimantan Tengah digunakan untuk usaha perikanan (Kartamihardja, 2002). Dengan demikian, dilihat dari tipe dan tata guna lahan tersebut, sektor perikanan khususnya perikanan air tawar dapat dijadikan sebagai penunjang utama ekonomi daerah melalui pemanfaatan potensi lahan yang tersedia. Untuk mengembangkan dan memanfaatkan potensi lahan gambut dalam bidang budidaya perikanan serta untuk menarik minat masyarakat dalam mengembangkan budidaya ikan Patin maka diperlukan suatu percontohan budidaya ikan Patin di lahan gambut. Oleh karena itu, untuk meningkatkan produksi dan memenuhi kebutuhan ikan konsumsi untuk masyarakat serta untuk menciptakan peluang usaha untuk kesejahteraan masyarakat maka kegiatan ini perlu dilakukan. Kegiatan budidaya ikan Patin di kolam lahan gambut diharapkan dapat menarik minat masyarakat sehingga dapat menciptakan peluang usaha bagi masyarakat sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kegiatan ini bertujuan untuk mengetahui pertumbuhan dan sintasan (SR) ikan Patin yang dipelihara dalam kolam di lahan gambut. Sasaran yang ingin dicapai dalam kegiatan ini adalah didapatkan sintasan (SR) 80 % dengan kisaran bobot rerata 600–700 g/ekor dan diperoleh informasi teknologi pembesaran ikan patin yang dipelihara dalam kolam di lahan gambut. BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Kegiatan ini dilaksanakan di Instalasi Budidaya Ikan Lahan gambut yang terletak di Desa Garung Kabupaten Pulang Pisau Provinsi Kalimantan Tengah. Benih ikan patin yang digunakan berukuran 3 inci. Wadah pemeliharaan berupa kolam pasang surut yang telah buat sebanyak 9 buah dengan ukuran 20 m x 30 m dan kedalaman kolam ± 3 meter. Sebelum dilakukan penebaran benih terlebih dahulu dilakukan pengolahan lahan meliputi pengolahan air tanah. Sedangkan sumber air berasal dari pasang surut (rembesan) air dan tidak ada saluran pemasukan air. Cara Kerja Persiapan Kolam Tahap persiapan kolam terlebih dahulu dilakukan pembersihan kolam mulai dari pematang sampai dengan bagian dalam sekeliling kolam termasuk saluran karena merupakan bekas hutan gambut maka kotoran yang ada merupakan bahan-bahan organik seperti sisa-sisa tumbuhan (potongan kayu dan akar-akar tanaman), selain itu rumput liar yang mengganggu sebaiknya dibersihkan dengan menggunakan mesin pemotong rumput atau parang untuk menghindari bersarangnya hama seperti ular, katak, dan lain sebagainya yang dapat mengganggu organisme yang dipelihara serta memudahkan dalam pengolahan kolam selanjutnya, selain itu, pada permukaan air biasanya terdapat potongan-potongan kayu atau akar pohon yang telah lapuk dan mengapung di atas air sebaiknya dibersihkan menggunakan serok dan dikumpulkan jika telah kering kemudian dibakar. Secara umum dalam pengolahan kolam terlebih dahulu dilakukan pengeringan dan pengolahan tanah namun pada kolam yang ada dilakukan dengan dua cara yaitu dengan penyedotan air menggunakan pompa dan tanpa penyedotan hal ini dilakukan mengingat kolam cenderung sulit untuk kering karena air merembes secara terus-menerus dari luar kolam. Penyedotan dilakukan dengan membuang seluruh air yang ada sampai kelihatan dasar kolam.

51

Budidaya ikan patin pada lahan marjinal ... (Puji Widodo) Pengapuran

Jika air kolam telah dibuang, selanjutnya dilakukan pengapuran dengan kapur tohor, dengan tujuan membasmi hama/penyakit, memperbaiki struktur tanah dan menaikkan pH. Kapur disebarkan secara merata di permukaan dasar kolam dan dinding kolam dengan dosis kapur 300-500 gram/m2. Pemupukan Kegiatan pemupukan dilakukan sekitar 3-5 hari setelah pengapuran untuk memberikan waktu agar kapur yang ditebar dapat bereaksi dengan tanah maupun air kolam. Pupuk kandang diberikan dengan dosis 200 gram/m 2 dengan menebarkannya pada kolam atau dapat pula dengan membenamkan pupuk kandang yang dikemas dalam karung plastik ke dalam kolam, dengan tujuan untuk menambah unsur hara sehingga plankton dapat tumbuh dan diharapkan terjadi kenaikan pH air. Sehari setelah pemberian pupuk kandang selanjutnya ditambahkan pupuk UREA dan NPK masingmasing dengan dosis 20 g/m2 dan 10 g/m2 yang juga ditebarkan secara merata di permukaan air, dengan tujuan untuk menambah kesuburan kolam. Kolam didiamkan tanpa ada perlakuan sampai beberapa hari (paling lama 15 hari). Setelah pengapuran dan pemupukan kontrol pH terus dilakukan setiap 2 (dua) hari sekali. Apabila pH air telah mencapai 5–6 kemudian dilakukan penebaran benih ikan. Penebaran Benih Ikan Sebelum penebaran benih terlebih dahulu dilakukan pengukuran kualitas air terutama pH air. Bila pH minimal telah mencapai 5 baru kemudian dilakukan penebaran benih ikan patin siam, papuyu, dan lele. Disiapkan hapa sebagai tempat penampungan sementara benih ikan dengan tujuan untuk penyesuaian pada lingkungan baru, melihat kondisi ikan, cara, dan kemampuan makan, serta ukuran ikan. Lama penyesuaian ini berkisar antara 1-2 minggu. Setelah itu, benih ikan dilepaskan ke kolam. Jumlah benih ikan patin siam yang ditebar berkisar 4–10 ekor/m2 ukuran 3 inchi. Untuk mengetahui padat penebaran yang optimal maka dilakukan pengkajian padat penebaran dalam bentuk perlakuan dengan masing-masing 3 kali ulangan. ♦ ♦ ♦

Perlakuan A = 4 ekor/m2 atau 2400 ekor/kolam; kolam P1, P4, dan P6 Perlakuan B = 7 ekor/m2 atau 4200 ekor/kolam; kolam P3, P5, dan P9 Perlakuan C = 10 ekor/m2 atau 6000 ekor/kolam; kolam P2, P7, dan P10 Pemeliharaan Ikan

Secara berkala dilakukan pengukuran pH air, jika pH rendah (di bawah 5) maka dilakukan pengapuran dengan kapur dolomit sebanyak 250–300 g/m2. Pakan yang diberikan berupa pelet yang dengan dosis 3%–5% dari bobot total per hari, dengan frekuensi pemberian 2 kali sehari (pagi dan sore hari). Pemberian pakan dengan cara sedikit demi sedikit agar jangan sampai ada pakan yang tidak termakan. Pemberian pakan dihentikan apabila ikan patin yang dipelihara terlihat sudah mulai berhenti makan atau tidak mau makan lagi walaupun pakan yang diberikan masih belum sampai 5%. Untuk mengetahui pertumbuhan dan sintasan ikan patin serta jumlah pakan yang akan diberikan maka dilakukan sampling panjang dan bobot ikan setiap 1 bulan sekali. Untuk menghindari ikan patin menjadi stres maka sampling dilakukan dengan hati-hati dan cukup diambil beberapa ekor sampel ikan atau 1%–2% dari jumlah padat tebar per kolam. Selama masa pemeliharaan dilakukan penghitungan jumlah ikan yang mati. Masa pemeliharaan ikan patin diperkirakan selama 8–9 bulan. Pemantauan Kualitas Air Selama pemeliharaan secara periodik dilakukan pemantauan kualitas air (suhu, DO, kecerahan, pH, amoniak, Fe, dan warna air) dan kesehatan ikan setiap satu bulan sekali sampai menjelang

52

Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2010

panen. Pemantauan kualitas air dilakukan dengan memeriksa secara langsung kondisi kualitas air di areal perkolaman dan mengambil sampel air untuk dianalisis di laboratorium. Pemeriksaan kesehatan ikan dilakukan dengan mengambil sampel ikan pada saat sampling dan diamati kondisi tubuhnya apakah terlihat gejala terserang penyakit atau tidak. Panen Setelah masa pemeliharaan selama 8–9 bulan, diharapkan ikan patin mencapai ukuran bobot rataan 600–700 g/ekor sehingga siap untuk dipanen. Proses panen cukup sederhana dan dilakukan secara parsial (sebagian) dan total disesuaikan dengan kemampuan tim panen. Peralatan panen cukup sederhana terdiri dari: lunta, jaring geser, keranjang, timbangan, dan wadah penampungan tempat menampung ikan berupa hapa. Parameter yang Diamati a. Pertumbuhan mutlak individu, yang dinyatakan dalam pertambahan bobot rata-rata (g) dan pertambahan panjang baku rata-rata (cm) b. Pertumbuhan relatif bobot Pertumbumbuhan relatif bobot dirumuskan sebagai persentase pertumbuhan setiap interval waktu.

H =

Wt - Wo x 100% Wo

di mana: H =

Kecepatan pertumbuhan relatif (%)

Wt = Wo =

Bobot akhir interval (gram) Bobot awal interval (gram)

c. Sintasan (SR) Sintasan ikan patin selama pemeliharaan adalah merupakan persentase dari jumlah tebar sampai panen yang hidup.

SR

benih

=

Σ panen x 100% Σ tebar

d. Konversi makanan (FCR) Konversi makanan merupakan nilai ubah dari jumlah makanan yang diberikan selama pengamatan dihitung menurut Effendi (1978), yaitu:

Konversi makanan =

F (Wt - D ) - Wo

di mana: F

=

Jumlah makanan yang diberikan (g)

W0 =

Bobot rerata awal (g)

Wt = D =

Bobot rerata akhir (g) Jumlah bobot ikan yang mati (g)

e. Kualitas Air Kualitas air yang diamati dalam kegiatan ini meliputi suhu, DO, amonia, dan pH yang dilakukan setiap 2 hari sekali atau setelah turun hujan. f. Analisis Usaha Suatu analisis untuk mengetahui untung dan rugi serta layak tidaknya suatu usaha pembesaran ikan Patin di kolam lahan gambut dilakukan.

53

Budidaya ikan patin pada lahan marjinal ... (Puji Widodo)

HASIL DAN BAHASAN Dari hasil kegiatan budidaya ikan patin (Pangasius hypophthalmus) dalam kolam di lahan gambut diperoleh data pertumbuhan mutlak individu yang meliputi pertambahan panjang dan bobot ratarata, pertumbuhan relatif bobot, sintasan (SR), konversi pakan (FCR), dan kualitas air sebagai data pendukung serta data penunjang yaitu perhitungan analisis usaha. Pertumbuhan Mutlak Individu Dari hasil kegiatan diperoleh data pertambahan panjang dan bobot rata-rata ikan patin (Pangasius hypophthalmus) yang dipelihara di kolam lahan gambut selama 9 bulan (bulan Maret–Desember). Secara lengkap data pertambahan panjang dapat dilihat pada Tabel 1. Pertumbuhan Panjang Mutlak Individu Tabel 1. Pertambahan panjang rerata ikan patin (Pangasius hypophthalmus ) selama pemeliharaan dalam kolam di lahan gambut Perlakuan

Ulang

Panjang awal (cm)

Panjang akhir (cm)

Pertambahan panjang (cm)

Masa pemeliharaan (bln)

A

1 2 3 X

7,2 7,2 7.2 7,2

26,1 35,6 26,8 29,5

18,9 28,4 19,6 22,3

5 9 6 7,3

B

1 2 3 X

7,2 7,2 7,2 7,2

38,3 36,5 34,2 36,3

31,1 29,3 27 29,1

9 9 9 9

C

1 2 3 X

7,2 7,2 7,2 7,2

36,2 32,5 35 34,6

29 25,3 27,8 27,4

9 9 9 9

Dari Tabel 1 diketahui bahwa pertumbuhan mutlak individu ikan patin dengan perlakuan padat tebar A (4 ekor/m2) mencapai ukuran panjang akhir 29,5 cm/ekor, sedangkan perlakuan padat tebar B (7 ekor/m2) mencapai ukuran panjang yang lebih besar dari perlakuan A yaitu sebesar 36,3 cm/ekor dan perlakuan padat tebar C (10 ekor/m2) dengan panjang akhir sebesar 34,6 cm. Dari rata-rata pertambahan panjang ikan patin selama pemeliharaan dapat dilihat bahwa perlakuan A dengan pertambahan panjang rerata sebesar 22,3 cm lebih kecil dari perlakuan B dengan pertambahan panjang rerata 29,1 cm serta perlakuan C dengan pertambahan panjang rerata sebesar 27,4 cm. Pertambahan panjang rerata yang tertinggi diperoleh perlakuan B sebesar 29,1 cm. Pertumbuhan Bobot Mutlak Individu Dari Tabel 2 diketahui bahwa pertumbuhan mutlak individu ikan patin dengan perlakuan padat tebar A (4 ekor/m2) mencapai ukuran bobot akhir 441,13 g/ekor, sedangkan perlakuan padat tebar B (7 ekor/m2 ) mencapai ukuran bobot akhir yang lebih besar dari perlakuan A yaitu sebesar 660 g/ekor dan perlakuan padat tebar C (10 ekor/m 2) dengan bobot akhir sebesar 613,3 g. Dari rata-rata pertambahan bobot ikan patin selama pemeliharaan dapat dilihat bahwa perlakuan A dengan pertambahan bobot rerata sebesar 433,73 g lebih kecil dari perlakuan B dengan pertambahan bobot sebesar 652,6 g serta perlakuan C dengan pertambahan bobot rerata 605,9 g. Walaupun perlakuan B dan C memberikan hasil pertumbuhan yang lebih besar dari perlakuan A namun hasil pertumbuhan ketiga perlakuan ini masih belum maksimal karena masa pemeliharaan yang relatif lama yaitu 9

54

Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2010 Tabel 2. Pertambahan bobot rerata ikan patin ( Pangasius hypopthalmus) selama pemeliharaan dalam kolam di lahan gambut Perlakuan Ulang

Bobot awal (g)

Bobot akhir (g)

Pertambahan bobot (g)

Masa pemeliharaan (bln)

A

1 2 3 X

7,4 7,4 7,4 7,4

343,3 605 375,1 441,13

335,9 597,6 367,7 433,73

5 9 6 7,3

B

1 2 3 X

7,4 7,4 7,4 7,4

708 662,5 610 660

700,6 655,1 602,6 652,6

9 9 9 9

C

1 2 3 X

7,4 7,4 7,4 7,4

647,3 577,5 615 613,3

669,9 540,1 607,6 605,9

9 9 9 9

bulan dengan hasil bobot akhir rerata A (605 g), B (660 g), dan C (613,3 g). Hasil ini termasuk rendah apabila dibandingkan dengan hasil kegiatan pembesaran patin yang biasa dilakukan di kolam yang mencapai ukuran bobot 1 kg dalam waktu 6–8 bulan. Hal ini diduga karena besarnya pengaruh lingkungan di lokasi kolam lahan gambut terhadap kondisi ikan patin di mana kegiatan ini dimulai dari musim hujan sampai musim kemarau sehingga terjadi perubahan musim dan kualitas air pada saat musim kemarau mengalami penurunan di antaranya adalah pH dan volume air. Hal ini mengakibatkan respons ikan terhadap pakan yang diberikan menurun sehingga pemberian pakan dikurangi yang mengakibatkan pertumbuhan ikan menjadi rendah. Selain itu, karena kondisi benih saat tebar memerlukan waktu dalam beradaptasi terhadap lingkungan yang baru (gambut) sehingga energi yang diperoleh ikan lebih banyak digunakan untuk pergerakan dan memulihkan organ tubuh yang rusak dibandingkan untuk pertumbuhan ikan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Asmawi (1986), bahwa kecepatan pertumbuhan sangat tergantung kepada jumlah makanan yang diberikan, ruang, suhu, kedalaman air, kandungan oksigen dalam air, dan parameter kualitas air lainnya. Makanan yang didapat oleh ikan terutama dimanfaatkan untuk pergerakan, memulihkan organ tubuh yang rusak, setelah itu kelebihan makanan yang didapatkan digunakan untuk pertumbuhan. Pertumbuhan Relatif Bobot Dari hasil kegiatan diperoleh data pertumbuhan relatif bobot ikan patin yang dipelihara dalam kolam di lahan gambut selama 9 bulan. Secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 3. Dari Tabel 3 diketahui bahwa pertumbuhan relatif bobot ikan patin pada perlakuan A sebesar 8187,67%, sedangkan perlakuan B menghasilkan pertumbuhan relatif bobot yang lebih besar dari perlakuan A yaitu sebesar 8821,17% dan perlakuan C sebesar 8187,84%. Walaupun perlakuan B memberikan hasil pertumbuhan relatif bobot yang lebih besar dari perlakuan A dan C namun hasil pertumbuhan kedua perlakuan ini tidak jauh berbeda. Untuk melihat peningkatan pertumbuhan relatif bobot dari awal sampai akhir pemeliharaan dapat dilihat pada Gambar 1. Dari Gambar 1 diketahui bahwa pertumbuhan ikan patin pada ketiga perlakuan tidak berbeda sampai bulan April. Hal ini diduga karena ikan dalam proses adaptasi terhadap lingkungan yang baru (gambut) sehingga pengaruh perlakuan yang diberikan belum terlihat nyata terhadap pertumbuhan ikan. Perbedaan pola pertumbuhan ketiga perlakuan terlihat pada bulan Juni sampai bulan Desember, di mana pertumbuhan ikan dengan perlakuan B lebih cepat dari pertumbuhan ikan pada perlakuan A dan C, namun pertumbuhan ikan dari ketiga perlakuan tidak jauh berbeda.

1 2 3 X

1 2 3 X

1 2 3 X

A

B

C

Perlakuan Ulangan

647,22 443,42 276,00 455,55

710,81 347,37 244,74 434,3067

479,71 352,05 313,33 415,88

1

1.080,56 886,84 833,33 933,58

1.055,41 821,05 886,84 921,1

1.249,28 694,52 833,33 752,3767

2

2.677,78 2.452,63 1.833,33 2.321,25

2.264,86 1.917,11 1.676,32 1.952,763

2.436,23 2.297,26 2.566,67 1.855,607

3

4066,67 3194,74 2477,33 3.246,25

3.683,78 4.242,11 2.619,74 3.515,21

4.150,72 4.283,56 3.944,00 3.666,983

4

4.784,72 4.472,37 3.440,00 4.232,36

5.778,38 6.117,11 3.455,26 5.116,917

4.875,36 4.602,74 4.436,00 4.474,033

5

6.570,83 5.294,74 4.700,00 5.521,86

7.636,49 7.014,47 3.589,47 6.080,143

6.963,01 4.901,33 5.699,505

6

Pertumbuhan relatif bobot (%) Bulan ke-

6.751,39 6.060,53 6.166,67 6.326,20

8.187,84 7.189,47 3.792,11 6.389,807

7.450,68 6.176,005

7

Tabel 3. Pertumbuhan relatif bobot (%) ikan patin (Pangasius hypopthalmus) selama pemeliharaan di kolam lahan gambut

7.618,06 6.314,47 7.366,67 7.099,73

8.390,54 7.564,47 4.571,05 6.842,02

8.002,74 8.002,74

8

9.052,70 7.298,65 8.210,81 8.187,84

9.467,57 8.852,70 8.143,24 8.821,17

8.187,67 8.187,67

9

55 Budidaya ikan patin pada lahan marjinal ... (Puji Widodo)

56

Pertumbuhan relatif bobot (%)

Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2010

9000

A (4 ekor/m2)

8000

B (7 ekor/m2)

7000

C (10 ekor/m2)

6000 5000 4000 3000 2000 1000 0 April

Mei

Juni

Juli

Agust

Sept

Okt

Nop

Des

Bulan

Gambar 1. Pertumbuhan relatif bobot (%) ikan patin selama masa pemeliharaan di kolam lahan gambut

Sintasan (SR) Dari hasil kegiatan diperoleh data sintasan benih ikan patin selama pemeliharaan dalam kolam di lahan gambut. Secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Sintasan (SR) rata-rata ikan patin (Pangasius hypophthalmus) selama pemeliharaan di kolam lahan gambut Jumlah awal (ekor)

Jumlah akhir (ekor)

Sintasan (%)

1 2 3 X

2.400 2.400 2.400

2.206 2.206

91,9 91,9

1 2 3 X

4.200 4.200 4.200

4.078 3.977 3.939

97,1 94,7 93,8

3.998

95,2

1 2 3 X

6.000 6.000 6.000

5.85 5.808 5.538 5.732

97,5 96,8 92,3 95,5

Perlakuan

Ulangan

A

B

C

Dari hasil pada Tabel 4 dapat dilihat bahwa sintasan (SR) rata-rata pemeliharaan ikan patin pada ketiga perlakuan tergolong baik di atas 90%. Namun sintasan pada kedua perlakuan B dan C tidak jauh berbeda. Nilai sintasan yang tinggi ini diduga disebabkan ikan patin yang dipelihara mampu beradaptasi dengan kondisi lingkungan dan dapat memanfaatkan pakan yang diberikan untuk mendukung sintasannya.

57

Budidaya ikan patin pada lahan marjinal ... (Puji Widodo) Konversi Makanan (FCR)

Dari hasil kegiatan diperoleh data konversi makanan (FCR) yang meliputi jumlah pelet yang digunakan serta jumlah bobot ikan yang dihasilkan saat panen. Secara lengkap konversi makanan (FCR) dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Konversi pakan (FCR) ikan patin (Pangasius hypophthalmus) selama pemeliharaan di kolam lahan gambut Perlakuan Ulangan

Jumlah total pakan yang digunakan (kg)

Total bobot ikan akhir (kg)

Konversi pakan (FCR)

(A) P1 P4 P6

1 2 3 X

2.370 1.770 1.830 1.990

1.748,3 1.748,3

1,0 1,0

(B) P3 P5 P9

1 2 3 X

3.235 3.742 3.610 3.529

2.887,2 2.634,8 2.402,8 2.641,6

1,1 1,4 1,5 1,3

(C) P2 P7 P10

1 2 3 X

4.530 3.688 4.290 4.169,3

3.786,7 3.354,1 3.405,9 3.515,6

1,2 1,1 1,3 1,2

Dari hasil pada Tabel 5 dapat diketahui bahwa nilai konversi pakan (FCR) dari perlakuan A sebesar 1,0 lebih kecil dibandingkan nilai konversi pakan (FCR) dari perlakuan B sebesar 1,3 dan perlakuan C sebesar 1,2. Hal ini diduga dikarenakan pada perlakuan A pakan yang diberikan dapat dimanfaatkan ikan dengan optimal. Selain itu juga, pada perlakuan A hanya terdapat 1 ulangan saja sampai akhir masa pemeliharaan sehingga nilai FCR cenderung kecil. Walaupun demikian nilai konversi pakan (FCR) dari ketiga perlakuan masih tergolong baik. Nilai FCR ini diduga disebabkan adanya pengurangan jumlah pakan yang diberikan karena pada saat musim kemarau volume air kolam menjadi berkurang sehingga ikan menjadi kurang merespons pakan sehingga pakan yang diberikan dikurangi, sedangkan pada saat musim hujan volume air bertambah dan pH menjadi turun menyebabkan ikan menjadi kurang merespons pakan sehingga pakan yang diberikan dikurangi. Kualitas Air Dari hasil pengamatan parameter kualitas air di media pemeliharaan diperoleh data kualitas air yang meliputi suhu, pH dan ketinggian air yang diukur pada pagi dan siang hari selama kegiatan pemeliharaan dalam kolam di lahan gambut. Secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 6. Dari hasil diatas dapat dilihat bahwa kisaran parameter kualitas air pada media pemeliharaan ikan patin di kolam lahan gambut masih tergolong layak dan mendukung pertumbuhan dan sintasan ikan patin yang dipelihara di kolam lahan gambut. Analisis Usaha Analisis usaha kegiatan pembesaran ikan patin di kolam lahan gambut bertujuan untuk mengetahui kelayakan usaha yang dilakukan berdasarkan perhitungan ekonomi serta untuk memperbaiki dan meningkatkan keuntungan dalam melakukan usaha budidaya. Untuk memperoleh keuntungan yang besar dapat dilakukan dengan cara menekan biaya produksi atau menaikkan harga jual. Biaya produksi merupakan modal yang harus dikeluarkan untuk melakukan proses produksi usaha budidaya mulai persiapan awal sampai akhir pemeliharaan (panen). Biaya produksi ini terdiri atas 2 macam yaitu

58

Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2010 Tabel 6. Parameter kualitas air selama pemeliharaan ikan patin (Pangasius hypophthalmus) di kolam lahan gambut Perlakuan

Parameter

Kisaran kualitas air media pemeliharaan

Kisaran yang layak (Pustaka)

A

Suhu (oC) pH Ketinggian air (m)

26 – 30 4–6 1,5 – 2,7

25 – 32 (Kordi, 2004) 4 – 8 (Asmawi, 1984) -

B

Suhu (oC) pH Ketinggian air (m)

26 – 30 4–6 1,5 – 2,7

25 – 32 (Kordi, 2004) 4 – 8 (Asmawi, 1984) -

C

Suhu (oC) pH Ketinggian air (m)

26 – 30 4–6 1,5 – 2,75

25 – 32 (Kordi, 2004) 4 – 8 (Asmawi, 1984) -

biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap adalah biaya yang digunakan tidak habis dalam satu periode/siklus produksi, biasanya meliputi biaya penyusutan investasi dan bunga investasi. Biaya variabel adalah biaya yang digunakan dalam satu periode/siklus produksi, biasanya meliputi biaya pakan, benih dan upah pekerja. Untuk perhitungan analisis biaya yang dilakukan meliputi Break Event Point (BEP), Return of Investment (ROI), dan Benefit Cost Ratio (BCR). Perhitungan analisis usaha pembesaran ikan patin dalam kolam lahan gambut secara lengkap dapat dilihat sebagai berikut: 1.

Biaya Investasi

-

Pembuatan kolam 1 unit ukuran 30x20x3 m

Rp.16.000.000,-

Jumlah Investasi

Rp.16.000.000,-

2.

Biaya Operasional

a.

Biaya tetap

-

Bunga investasi 20%

Rp.

3.200.000,-

-

Penyusutan investasi per tahun 10%

Rp.

1.600.000,-

Rp.

4.800.000,4.200.000,-

Jumlah b.

Biaya variabel

-

Benih ukuran 5-8 cm sebanyak 6.000 ekor @ Rp 700,-

Rp.

-

Pakan 4.000 kg (FCR 1,2) @ Rp 8.000,-

Rp. 32.000.000,-

-

Upah pekerja 1 orang selama 9 bulan @ Rp 50.000,-

Rp.

450.000,-

Jumlah

Rp. 36.650.000,-

Total biaya operasional (a + b)

Rp. 41.450.000,-

3.

Pendapatan

-

Benih 6.000 ekor SR 90% ukuran 600 g/ekor

-

Harga jual Rp 15.000,-/kg

-

Pendapatan per siklus (9 bulan) = 90% x 6.000 x 600 g x Rp. 15.000,= Rp 48.600.000,-

59

Budidaya ikan patin pada lahan marjinal ... (Puji Widodo) 4.

Keuntungan bersih = Pendapatan – Total Biaya Operasional = Rp 48.600.000,- - Rp 41.450.000,= Rp 7.150.000,-

-

Pendapatan bersih per bulan Rp 794.000,- per kolam

5.

Cash flow = Laba bersih + penyusutan investasi = Rp 7.150.000,- + Rp 1.600.000,= Rp 8.750.000,-

6.

Konversi pakan (FCR) = Bobot pakan yang digunakan (kg) : Bobot ikan yang dipanen (kg) = 4.300 : 3.500 = 1,23

7.

Biaya produksi per kg daging ikan = Biaya operasional : Jumlah ikan x bobot ikan = Rp 41.450.000,- : 5.400 x 600 g = Rp 12,793,-/g atau Rp 12.793,-/kg

7.

Break Event Point (BEP) = Biaya Investasi : {1 – (Biaya operasional : Pendapatan)} = Rp 16.000.000,- : {1 – (Rp 41.450.000,- : Rp 48.600.000,-)} = Rp 108.755.244,-

Artinya titik impas akan tercapai dengan hasil pendapatan Rp. 108.755.244,di mana pembudidaya tidak mendapat untung namun modal telah kembali. 8.

Return of Investment (ROI) = (Keuntungan : Biaya operasional) x 100% = (Rp 7.150.000,- : Rp 41.450.000,-) x 100% = 0,1724 atau 17,24%

Artinya dengan modal Rp. 100,- akan menghasilkan keuntungan Rp. 17,2,9.

Benefit Cost Ratio (BCR) = Pendapatan : Biaya Operasional = Rp 48.600.000,- : Rp 41.450.000,= 1,17 > 1

Artinya nilai BCR lebih dari 1 berarti usaha ini layak untuk dilakukan, jadi semakin besar nilai BCR maka keuntungan yang diperoleh akan semakin besar. 10. Payback periode = Biaya operasional : Keuntungan = Rp 41.450.000,- : Rp 7.150.000,= 5,8 Artinya masa pengembalian modal akan tercapai setelah 5,8 kali siklus produksi atau sekitar 4,35 tahun.

Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2010

60

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil kegiatan pembesaran ikan patin (Pangasius hypophthalmus) dalam kolam di lahan gambut dapat disimpulkan: 1. Pembesaran ikan Patin di kolam lahan gambut dengan padat tebar 4, 7, dan 10 ekor/m 2 menghasilkan pertumbuhan ikan dan SR yang tidak jauh berbeda. 2. Hasil pertumbuhan ikan Patin selama masa pemeliharaan 9 bulan di Kolam lahan gambut dengan perlakuan A (4 ekor/m2) mencapai bobot rerata 605 g/ekor, perlakuan B (7 ekor/m2) mencapai bobot rerata 660 g/ekor dan perlakuan C (10 ekor/m2) mencapai bobot rerata 613,3 g/ekor. 3. Sintasan (SR) rata-rata ikan Patin dengan perlakuan A (4 ekor/m2) sebesar 91,9%, perlakuan B (7 ekor/m2) sebesar 95,2% dan perlakuan C (10 ekor/m2) sebesar 95,5% dan hasil ini sudah mencapai sasaran SR sebesar 80%. 4. Dilihat dari analisis usaha maka kegiatan ini masih layak untuk dilakukan dengan keuntungan perkolam lahan gambut persiklus pemeliharaan (9 bulan) sebesar Rp 7.150.000,-. Saran 1. Perlu dilakukan percobaan yang sama dengan waktu pemeliharaan yang lebih lama atau dengan ukuran tebar benih yang lebih besar agar didapatkan hasil panen dengan keuntungan yang lebih besar. 2. Perlu dilakukan percobaan yang sama dengan padat tebar lebih ditingkatkan lagi agar diketahui padat tebar yang optimal untuk pertumbuhan ikan patin. 3. Perlu dilakukan percobaan yang sama dengan jenis ikan yang berbeda sehingga diketahui jenis ikan yang tepat untuk dibudidayakan di kolam lahan gambut. 4. Perlu dilakukan percobaan dengan menggunakan pakan (pelet) buatan sendiri untuk mengurangi biaya produksi mengingat pembesaran ikan patin memerlukan biaya pakan yang cukup besar. DAFTAR ACUAN Asmawi, S. 1984. Pemeliharaan ikan dalam karamba. Gramedia. Jakarta, 82 hlm. Kartamihardja, E.S. 2002. Pembukaan lahan gambut di Kalimantan Tengah: Mega Proyek Pemusnahan Sumber Daya Perikanan?. Makalah Falsafah Sains (Pps 702) Program Pasca Sarjana / S3 Institut Pertanian Bogor. Kordi, K.M.G. 2004. Penanggulangan hama dan penyakit ikan. Cetakan Pertama. Rineka Cipta dan Bina Adiaksara. Jakarta, 194 hlm. Najiyati, S., Muslihat, L., & Suryadiputra, I N.N. 2005. Panduan Pengelolaan Lahan Gambut untuk Pertanian Berkelanjutan. Proyek Climate Change, Forests and Peatlands in Indonesia. Wetlands International– Indonesia Programme dan Wildlife Habitat Canada. Bogor. Indonesia.