BUKU EKONOMI PERENCANAAN

Download Program Studi Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi Universitas Muslim. Indonesia Makassar. Buku sederhana ini mencoba menyajikan sebuah konsep alt...

2 downloads 621 Views 4MB Size
KATA PENGANTAR Segala puji bagi Allah SWT., pemilik segala pengetahuan, atas berkat, rahmat, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan dan menyusun karya ilmiah ini. Karya ilmiah ini penulis beri judul Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan Karya ilmiah ini penulis lakukan sebagai salah satu upaya pengembangan serta sebagai bagian dalam rangka memenuhi salah satu tugas penulis sebagai dosen pada Program Studi Ilmu Manajemen dan Program Studi Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi Universitas Muslim Indonesia Makassar. Buku sederhana ini mencoba menyajikan sebuah konsep alternatif dari berbagasi pembahasan yang ada, ini tidak lain dimaksudkan sebagai perwujudan semangat dari penulis untuk menawarkan fikiran ataupun ide yang ada dalam benak penulis yang pada akhirnya diharapkan akan dapat menjadi bagian yang tak terpisahkan dengan berbagai konsep atau ide yang telah dipaparkan penulis yang lain. Dalam penyusunan karya ilmiah ini, penulis telah banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak, baik berupa bantuan materi maupun bantuan dukungan moril. Untuk itu perkenankanlah kami dalam kata pengantar ini, penulis menyampaikan banyak terima kasih atas segala bantuan tersebut disertai do’a semoga hal tersebut bernilai ibadah dan mendapat imbalan dari Allah SWT.. Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu kritik dan saran sangat diharapkan demi kesempurnaan karya ilmiah ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi kita semua,

i

terutama bagi mahasiswa Fakultas Ekonomi pada jenjang Strata satu di Indonesia. Amin Makassar, September 2009 Penulis

Hamzah Hafied

ii

DAFTAR ISI Halaman Judul

i

Kata Pengantar

ii

Daftar Isi

iii

Daftar Tabel

vi

Daftar Gambar

vii

BAB I

TEORI PEMBANGUNAN

1

1. Aliran Klasik

2

2. Aliran Neo-Klasik

6

3. Analisis post Keynesian

8

BAB 2

PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAN

PEMBANGUNAN BERENCANA

BAB 3

BAB 4

11

1. Definisi Perencanaan

11

2. Model Perencanaan

11

3. Jenis-Jenis Perencanaan

13

4. Pendekatan Perencanaan Pembangunan

14

5. Pembangunan Berencana

17

KONSEP RUANG DAN WILAYAH

19

1. Konsep Ruang

19

2. Konsep Wilayah

20

TEORI LOKASI

25

1. Faktor Lokasi

26

2. Teori Lokasi Industri

27 iii

BAB 5

BAB 6

BAB 7

BAB 8

ANALISIS KOMPONEN PERTUMBUHAN WILAYAH

35

1. Pendahuluan

35

2. Model Analisis Shirt Share

36

ANALISIS KESENJANGAN ANTAR WILAYAH

39

1. Pendahuluan

39

2. Indeks Williamson

40

MODEL EKONOMI BASIS

42

1. Pendahuluan

42

2. Model Ekonomi Basis Tiebout

47

3. Pertumbuhan Kesempatan Kerja

53

MODEL INPUT OUTPUT

54

1. Model Ekonomi

56

2. Pengganda Pendapatan

67

3. Pengganda Tenaga Kerja

70

4. Pengganda Output

86

5. Teknik Non-Survei untuk Membangun Tabel 1-0 Wilayah

87

6. Metode Gabungan Penawaran Permintaan (GPP) BAB 9

PROGRAM LINIER

92 97

1. Pendahuluan

97

2. Metode Simpleks 108 3. Langkah Mencapai Hasil Optimal

114

4. Interpretasi Ekonomi dari Tabel Simpleks

115

5. Analisis Dual

116 iv

BAB 10 PERENCANAAN PUSAT PELAYANAN

121

1. Metoda Skalogram

124

2. Metoda Sosiogram

125

DAFTAR PUSTAKA

.

127

v

DAFTAR TABEL Tabel VIII.1. Tabel Input-Output Impor Bersaing

58

Tabel VIII.2 Tabel Input-Output Impor Tidak Bersaing

59

Tabel VIII 3 Tabel Transaksi Barang dan Jasa (Dalam puluhan milyar rupiah)

74

Tabel VIII.4 Total Output. Jumlah Tenaga Kerja dan Koefisien Tenaga Kerja per Sektor

84

Tabel IX.1.

Keadaan PT. Khabul Group

103

Tabel IX.2

Beberapa Kombinasi antara X1 dan X2

108

Tabel IX.3

Struktur Tabel Simpleks

110

Tabel IX.4

Penyelesaian Kelayakan Pendahuluan

111

Tabel IX.5

Langkah Kedua dalam Tabel Simpleks

114

Tabel IX.6

Analisis Simpleks Permasalahan PT Khabul Group

115

Tabel IX. 7

Aturan Umum Perumusan Permasalahan Program Linier ke dalam Bentuk Primal dan Dual

vi

117

DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.1

Segitiga Lokasi

29

Gambar 4.2

Diagram Smith dimana BR Beragam menurut Lokasi sedangkan PR Konstan

30

Gambar 4.3

Kurva Permintaan Loech dan Kerucut Permintaan

32

Gambar 4.4

Diagram Smith dimana PR beragam menurut Lokasi dan BR Konstan

Gambar 4.5

32

Biaya rata-rata dan Penerimaan Rata-rata Beragam Menurut Lokasi

34

Gambar 9.1. Wilayah Kelayakan dari Persoalan Program Linier PT. Khabul Group Gambar 9.2

106

Titik Optimum Persoalan Program Linier PT Khabul Group

107

vii

BAB

1

TEORI PEMBANGUNAN

Selama berabad-abad, perhatian utama masyarakat perekonomian dunia tertuju pada cara-cara untuk mempercepat tingkat pengembangan ekonomi. Ada banyak faktor yang mempengaruhi pengembangan perekonomian, hal tersebutlah yang kadang menjadi kendala dalam menciptakan perekonomian yang lebih bagus. Para ekonom dari semua negara, baik negara-negara berkembang maupun sedang berkembang, yang menganut sistem kapitalis, sosialis, maupun campuran, semua sangat mendambakan dan menomorsatukan pertumbuhan ekonomi (economic growth). Dari periode satu ke periode berikutnya perkembangan ekonomian senantiasa menjadi pokok pembicaraan yang menarik. Oleh karena itu munculah berbagai tokoh-tokoh ekonomi yang mengemukakan berbagai pendapat, dari generasi ke generasi munculah tokoh-tokoh ekonomi baru yang membawa pemikiran yang berbeda dengan tokoh-tokoh ekonomi generasi sebelumnya. Pemikiran tersebut biasanya merupakan penyempurnaan pemikiran tokoh sebelumnya atau pembenahan apabila ada pemikiran tokoh yang setelah diuji ada suatu kesalahan. Walaupun berbagai pemikiran bermunculan, namun pada dasarnya pemikiranpemikiran tersebut merngharapkan adanya pengembangan perekonomian menuju yang lebih baik. Dan dari berbagai macam pemikiran dan teoriteori dari para tokoh inilah kita bisa mengambil suatu tindakan ekonomi yang tepat guna meningkatkan perekonomian. Sebelum kita bisa mengambil tindakan itu, timbul pertanyaan baru yaitu bagaimana awal dari

1

teori-teori pengembangan ekonomi itu dan bagaimanakah proses perkembangan teori-teori itu? Teori-teori Pembangunan Ekonomi 1. Aliran Klasik Aliran klasik muncul pada akhir abad ke-18 dan permulaan abad ke 19 yaitu dimasa revolusi industri yang merupakan awal bagi adanya perkembangan ekonomi. Pada waktu itu aliran ekonomi yang sedang berkembang adalah sistem liberal dan menurut aliran klasik ekonomi liberal itu disebabkan oleh adanya kemajuan dalam bidang teknologi dan peningkatan jumlah penduduk. Kemajuan teknologi tergantung pada pertumbuhan kapital. Kecepatan pertumbuhan kapital tergantung pada tinggi rendahnya tingkat keuntungan, sedangkan tingkat keuntungan ini tergantantung pada sumber daya alam. Aliran klasik juga mengalami perkembangan dari beberapa pengamat aliran klasik, diantaranya Adam Smith, David Ricardo, dan Thomas Robert Malthus. a. Adam Smith Hukum Alam, Adam Smith meyakini berlakunya hukum alam dalam persoalan ekonomi. Ia menganggap bahwa setiap orang sebagai hakim yang paling tahu akan kepentingannya sendiri yang bebas mengejar kepentingannya demi keuntungan dirinya sendiri. Setiap orang jika dibiarkan bebas akan berusaha memaksimalkan kesejahteraan dirinya sendiri, karena itu jika semua orang dibiarkan bebas akan memaksimalkan kesejahteraan mereka secara agregat. Smith pada dasarnya menentang campur tangan pemerintah dalam industri dan perniagaan. Pembagian Kerja adalah titik mula dari teori pertumbuhan ekonomi Adam Smith, yang meningkatkan daya produktvitas tenaga kerja. Ia menghubungkan kenaikan itu dengan meningkatnya keterampilan kerja; penghematan waktu dalam memproduksi barang; penemuan mesin yang 2

sangat menghemat tenaga. Penyebab yang terakhir bukan berasal dari tenaga kerja melainkan dari modal. Proses Penumpukan Modal. Smith menekankan, penumpukan modal harus dilakukan terlebih dahulu daripada pembagian kerja. Smith menganggap pemupukan modal sebagai satu syarat mutlak bagi pembangunan ekonomi; dengan demikian permasalahan pembangunan ekonomi secara luasa adalah kemampuan manusia untuk lebih banyak menabung dan menanam modal. Dengan demikian tingkat investasi akan ditentukan oleh tingkat tabungan dan tabungan yang sepenuhnya diinvestasikan. Agen Pertumbuhan, menurutnya para petani, produsen dan pengusaha, merupakan agen kemajuan dan pertumbuhan ekonomi. Fungsi ketiga agen tersebut saling berkaitan erat. Bagi Smith pembangunan pertanian mendorong peningkatan pekerjaan konstruksi dan perniagaan. Pada waktu terjadi surplus pertanian sebagai akibat pembangunan ekonomi, maka permintaan akan jasa perniagaan dan barang pabrikan meningkat pula; ini semua akan membawa kemajuan perniagaan dan berdirinya industri manufaktur. Pada pihak lain, pembangunan sektor tersebut akan meningkatkan produksi pertanian apabila petani menggunakan teknologi yang canggih. Jadi pemupukan modal dan pembangunan ekonomi terjadi karena tampilnya para petani, produsen dan pengusaha. Menurut Smith, proses pertumbuhan ini bersifat komulatif (menggumpal). Apabila timbul kemakmuran sebagai akibat kemajuan di bidang pertanian, indusrtri manufaktur, dan perniagaan, kemakmuran itu akan mengarah pada pemupukan modal, kemajuan teknik, meningkatnya produk, perluasan pasar, pembagian kerja, dan kenaikan secara terus menerus. Dilain pihak naiknya produktifitas akan menyebabkan upah naik dan ada akumulasi kapital. Tetapi karena Sumber Daya Alam terbatas adanya, maka keuntungan akan menurun karena berlakunya hukum

3

penambahan hasil yang semakin berkurang. Pada tingkat inilah perkembangan mengalami kemacetan. b. Teori Karl Marx Karl Marx lahir pada thaun 1818 di Kota Trier JermanPemikiran Marx sangat dipengaruhi oleh Darwin dan menggunakan gagasan ini untuk menjelaskan proses dialektik sejarah. Menurut Marx, masyarakat menempuh tahapan-tahapan yang berbeda dalam sejarah dan yang menenukan tahapan-tahapan tersebut adalah perubahan dalam sarana produksi dan hubungan-hubungan produksi. Menurutnya berdasarkan sejarah, perkembangan masyarakat melalui 5 tahap : 1. Masayarakat kumunal primitive, yang masih menggunakan alatalat produksi sederhana yang merupakan milik kumunal. Tidak ada surplus produksi di atas konsumsi. 2. Masyarakat perbudakan, adanya hubungan antar pemilik factor produksi dan orang-orang yang hanya bekerja untuk mereka. Para budak diberi upah sangat minim Mulai ada spesialisasi untuk bidang pertanian, kerajinan tangan dsb. Karena murahnya harga buruh maka minat pemilik factor produksi untuk memperbaiki alatalat yang dimilikinya rendah. Buruh makin lama sadar dengan kesewenang-wenangan yang dialaminya sehingga menimbulkan perselisihan antara dua kelompok tersebut. 3. Masyarakat fiodal, kaum bangsawan memiliki factor produksi utama yaitu tanah.. Para petani kebanyakan adalah budak yang dibebaskan dan mereka mengerjakan dahulu tanah milik bangsawan. Hubungan ini mendorong adanya perbaikan alat produksi terutama di sector pertanian. Kepentingan dua kelas tersebut berbeda, para feodal lebih memikirkan keuntungan saja dan kemudian mendirikan pabrik-pabrik. Banyak timbul pedagangpedagang baru yang didukung raja yang kemudian membutuhkan

4

pasar yang lebih luas. Perkembangan ini menyebakan timbulnya alat produksi kapitalis dan menghendaki hapusnya system fiodal. Kelas borjuis yang memilki alat-alat produksi menghendaki pasaran buruh yang bebas dan hapusnya tariff serta rintangan lain dalam perdagangan yang diciptakan kaum fiodal sehingga kemudian masyarakat tidak lagi munyukai system ini 4. Masyarakat kapitalis, hubungan produksinya didasarkan pada pemilikan individu masing-masing kapitalis terhadap alat-alat produksi. Kelas kapitalis mempekerjakan buruh . Keuntungan kapitalis membesar yang memungkinkan berkembangnya alat-alat produksi. Perubahan alat yang mengubah cara produksi selanjutnya menyebabkan perubahan kehidupan ekonomi masyarakat. Perbedaan kepentingan antara kaum kapitalis dan buruh semakin meningkat dan mengakibatkan perjuangan kelas 5. Masyarakat sosialis, kepemilikan alat produksi didasarkan atas hak milik sosial. Hubungan produksi merupakan hubungan kerjasama dan saling membantu diantara buruh yang bebas unsur eksploitasi. Tidak ada lagi kelas-kelas dalam masyarakat. Marx meramalkan keruntuhan system kapitalis, menurutnya terjadi karena adanya : 1. Akumulasi yang menyebabkan perbedaan kaya miskin 2. 3.

semakin lebar Kesengsaraan, karena kemiskinan semain luas Krisis, karena daya beli masyarakat semakin berkurang karena pendapatan buruh semakin berkurang, sehingga terjadilah kelebihan produksi atas faktor : kenaikan kuantitas & kualitas tenaga kerja (melalui pertumbuhan jumlah penduduk dan perbaikan pendidikan), penambahan modal (melalui tabungan dan investasi), serta penyempurnaan teknologi

5

2. Aliran Neo-Klasik Aliran yang menggantikan aliran klasik. Aliran ini mempelajari tingkat bunga (harga modal yang menghubungkan nilai pada saat ini dan yang akan datang). Neo-klasik mengenai perkembangan ekonomi dapat diiktisarkan sebagai berikut: a. Akumulasi Kapital Menurut Neo-klasik tingkat bunga dan tingkat pendapatan meningkatkan tingkat tabungan. Pada suatu tingkat teknik tertentu bunga menentukan tingkat investasi. Perubahan teknologi menurut Neo-klasik terutama adalah penemuan-penemuan baru yang mengurangi penggunaan tenaga buruh/ relative lebih bersifat ―penghemat buruh‖ dari pada ―penghemat capital‖. Jadi kemajuan-kemajuan teknik akan menciptakan permintaan-permintaan yang kuat akan barang-barang capital. b. Perkembangan sebagai proses Gradual / terus-menerus Menurut Alfred Marshall bahwa perekonomian sebagai suatu kehidupan organic yang tumbuh dan berkembang perlahan-lahan sebagai proses yang gradual atau terus-menerus. c. Perkembangan sebagai proses yang harmonis dan kumulatif Proses yang harmonis & kumulatif ini meliputi berbagai factor dimana factor itu tumbuh bersama-sama. Misal, bila teknik produksi baru yang akan menaikkan produksi total / akan menaikkan pendapatan total dimana untuk menambah produksi dibutuhkan tenaga kerja yang banyak dan lebih pandai, sehingga ada kenaikan permintaan terhadap produksi itu, karena kenaikan pendapatan Marshall menggambarkan pula harmonisnya perkembangan itu karena adanya internal economies & external economices. Internal Economices timbul dari adanya mesin-mesin yang lebih luas manajemen yang lebih baik dan seba gainya sehingga ada kenaikan produksi. External economices timbul adanya kenaikan produksi

6

pada umumnya dan ada hubungannya dengan perkembangan pengetahuan dan kebudayaan. Jadi Marshall menekankan pada adanya sifat saling ketergantungan dan komplementer dari perekonomian. Mengenai kumulatifnya menurut Alien Young bahwa berkembangnya industri itu tergantung pada baiknya pembagian kerja diantara para buruh. d. Optimis terhadap perkembangan ekonomi Kaum klasik mengatakan bahwa pertumbuhan ekonomi akan macet karena keterbatasan sumber daya alam. Dipihak lain berpendapat bahwa adanya kemampuan manusia mengatasi keterbatasan pertumbuhan itu. Selalu aka nada kemajuan-kemajuan pengetahuan teknik secara gradual dan kontinyu dan akan selalu aka nada permintaan masyarakat, hal ini menimbulkan kemungkinan baru bagi buruh untuk kenaikan upah. Bagi Neo-klasik hal penting untuk pertumbuhan ekonomi ialah kemauan untuk menabung. e. Aspek internasional perkembangan ekonomi  tingkat perkembangan ekonomi: 1. Mula-mula negara meminjam capital / impor capital. 2. Kemudian negara peminjam tersebut setelah dapat menghasilkan dengan capital pinjaman tadi, membayar deviden dan bunga atas pinjaman tersebut. 3. Tingkat selanjutnya setelah penghasilan nasional negara itu meningkat terus, maka sebagian dari penghasilan itu digunakan untuk melunasi utang dan sebagian lagi dipinjamkan kenegara lain yang membutuhkan. 4. Tingkat keempat, negara tersebut kemudian sudah menerima deviden dan bunga lebih besar dari pada yang dibayar, jadi ada surplus. Dengan kata lain untungnya semakin sedikit dan hutangnya semakin banyak. 5. Akhirnya Negara itu hanya selalu menerima deviden dan bunga saja dari negara lain.

7

Sedangkan pembangunan ekonomi adalah kenaikan output yang disebabkan oleh adanya inovasi yang dilakukan oleh para pengusaha (entrepreneurs.). Inovasi disini bukan hanya berarti perubahan yang ―radikal‖ dalam hal teknologi, inovasi dapat juga direpresentasikan sebagai penemuan produk baru, pembukaan pasar baru, dan sebagainya. Inovasi tersebut nienyangkut perbaikan kuantitatif dan sistem ekonomi itu sendiri yang bersumber dari kreativitas para pengusahanya. Menurut Sehumpeter, pembangunan ekonorni akan berkernbang pesat dalam lingkungan masyarakat yang rnenghargai dan merangsang setiap orang untuk menciptakan hal-hal yang baru (inovasi), dan lingkungan yang paling cocok untuk itu adalah masyarakat yang menganut paham laissez faire, bukan dalarn masyarakat sosial ataupun komunis yang cenderung mematikan kreativitas pendudukunya. 3. Analisis post Keynesian Ahli-ahli post-keynesian ialah mereka yang mencoba merumuskan perluasan teori keynes.post-keynesian memperluas sistem menjadi teori output dan kesempatan kerja dalam jangka panjang, yang menganalisa fluktuasi jangka pendek untuk mengetahui adanya perkembangan ekonomi jangka panjang. Dalam analisis ini persoalan yang penting ialah: 1. Syarat yang diperlukan untuk mempertahankan perkembangan pendapat yang mantap (steady growth) pada tingkat pendapatan dalam kesempatan kerja penuh (full employment income) tanpa mengalami deflasi atau inflasi. 2. Apakah pendapatan itu benar-benar bertambah pada tingkat sedemikian rupa sehingga dapat mencegah terjadinya kemacetan yang lama atau terus menerus.

8

a. Teori Harrod-Domar Pada hakikatnya teory Harrod-Domar merupakan pengembangan dari teory makro Keynes. Analisis Keynes dianggap kurang lengkap karena mengungkapkan masalah – masalah ekonomi dalam jangka panjang. Sedangkan teory Harrod- Domar ini menganalisis syarat-syarat yang diperlukan agar suatu perekonomian dapat tumbuh dan berkembang dalam jangka panjang. Dengan kata lain, teory ini berusaha menunjukan syarat yang dibutuhkan agar suatu perekonomian dapat tumbuh dan berkembang dengan mantab. Menurut teory Harrod-Domar, pembentukan modal merupakan faktor penting yang menentukan pertumbuhan ekonomi. Pembentukan modal tersebut dapat diperoleh melalui proses akumulasi tabungan. Besarnya tabungan masyarakat proposional dengan besarnya pendapatan nasional.mpunyai beberapa asumsi yakni : 1. Perekonomian dalam keadaan pengerjaan penuh ( full empyloyment ) dan faktor – faktor produksi yang ada juga dimanfaatkan secara penuh . 2. Perekonomian tterdiri dari dua sector : sector rumah tangga dan sector perusahaan. 3. Besarnya tabungan masyarakat proposional dengan besarnya pendapatan nasional. 4. Kecenderungan menabung besarnya tetap. b. Teori Evsey D. Domar Karena investasi menaikkan kapasitas produksi dan pendapatan, maka seberapa tingkat kenaikan investasi sama dengan kenaikan pendapatan dan kapasitas produksi diperlukan anggapan-anggapan teori sebagai berikut: 1. Perekonomian sudah ada dalam pengerjaan tingkat penuh (full employment income)

9

2. Tidak ada pemerintahdimana tabungan bersih pada tingkat full employmentcenderung bertambah, sedangkan investasi bersihnya menurun. Ini menandakan kecenderungan jangka panjang menuju pada pengurangan kegiatan ekonomi.perumusan sebab-sebab stagnasi sekuler adalah: a. Menitik beratkan pada peranan faktor faktor eksogen seperti teknologi, perkembangan penduduk, pembukaan dan perkembangan daerah baru.Menurut A. Hansen, perkembangan penduduk yang cepat, pembukaan daerah baru dan kemajuan teknologi akan mendorong investasi dan menaikkan pendapatan. Menurut Keynes, perkembangan penduduk akan mendorong kenaikan ekonomi, menaikkan daya beli dan dapat memperluas pasar. Tertundanya perkembangan penduduk menagkibatkan akumulasi kapital relatif lebih banyak dari pada tenaga kerja. b. Menitik beratkan pada perubahan-perubahan dasar di dalam lembaga-lembaga sosial seperti meningkatnya pengawasan pemerintah terhadap perusahaan-perusahaan dan poerkembangan organisasi buruh. c. Menitik beratkan pada faktor-faktor endogen seperti perkembangan persaingan dan konsentrasi-konsentrasi perusahaan dalam industri.

10

BAB

2

PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAN PEMBANGUNAN BERENCANA 1. Definisi Perencanaan Di bawah ini akan diberikan beberapa definisi perencanaan yang diharapkan dapat menjelaskan arti dan fungsi dari perencanaan. Definisidefinisi tersebut adalah sebagai berikut : a. Perencanaan adalah suatu proses mempersiapkan secara sistematis kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan untuk mencapai suatu tujuan tertentu. b. Perencanaan pembangunan adalah suatu pengarahan penggunaan sumberdaya pembangunan yang terbatas untuk mencapai tujuantujuan keadaan sosial ekonomi yang lebih baik secara lebih efisien dan efektif (Tjokroamidjojo, 1985). 2. Model Perencanaan Hampir semua negara berkembang telah membuat dan menggunakan perencanaan pembangunan nasional. Fakta menunjukkan bahwa laju pertumbuhan ekonomi memang dapat dipacu lebih cepat melalui suatu perencanaan yang konsisten. Namun sejak akhir dasawarsa 1960-an mulai terlihat berbagai kesulitan dan kegagalan meskipun model perencanaan sudah diterapkan. Banyak target yang tidak dapat dicapai dan beberapa tujuan pembangunan yang menyangkut penghapusan kemiskinan, penciptaan kesempatan kerja dan pemerataan ternyata tidak selalu sejalan

11

dengan pertumbuhan ekonomi. Maka, diupayakan pencarian model perencanaan baru atau penyempurnaan model yang sudah ada. Secara garis besar model perencanaan dapat dibagi dalam tiga kelompok, yaitu : model konsistensi, model optimasi dan model simulasi. Model konsistensi pada . dasarnya dibentuk melalui sederetan persamaan simultan. Model ini dititikberatkan pada konsistensi antara beberapa alternatif dan tujuan pembangunan. Seringkali pola Keynesjan digunakan sehingga ciri utama yang merupakan sekaligus sasaran kritik model ini adalah hanya berorientasi pada sisi permintaan (demand mrMer.ted). Sebagai reaksi, UNCTAD mencoba memasukkan beberapa fungsi penawaran ke dalam model konsistensi untuk diterapkan pada kasus negara berkembang. Model optimasi menekankan pada pencapaian yang optimal 3-a suatu tujuan atau fungsi preferensi. Masalah optimasi timbul karena di dalam pencapaian suatu tujuan tersebut terdapat kendala-kendala berupa keterbatasan sumberdaya. Model simulasi berorientasi pada semacam percobaan terhadap sistem ekonomi yang ada atau dibentuk melalui model. Beberapa kondisi maupun nilai peubah berbeda dicoba melalui pendekatan ini. Akhirnya melalui proses simulasi ini, dapat ditarik kesimpulan tentang berbagai ciri sistem ekonomi. Dengan demikian akan terurai beberapa pilihan kebijaksanaan yang sesuai dengan sistem ekonomi yang diinginkan. Pengelompokan di atas dibuat hanya untuk pengamatan secara konseptual. Dalam kenyataannya, banyak negara berkembang yang memanfaatkan gabungan dari ketlganya, meskipun tiap negara berbeda dalam kadar penggabungannya. Permasalahan pembangunan tidak dapat hanya ditampung dalam model. Seringkali dimensi politik lebih dominan dalam pengambilan kebijaksanaan sosial ekonomi. Nilai berbagai peubah yang diprediksi oleh model, bagaimanapun sempurnanya Perhitungan dan model yang dipakai, dalam kenyataannya harus disesuaikan dengan persepsi politisi dan

12

pengambil keputusan. Proses penyesuaian terjadi sebelum dokumen perencanaan. Hal ini wajar dan memang seharusnya demikian. Model hanyalah penyederhanaan dari dunia nyata, sehingga masih banyak aspek dan dimensi yang belum dan tak mungkin tercakup olehnya. Adalah suatu hal yang amat naif apabila mengharapkan suatu perencanaan pembangunan hanya didasarkan pada penerapan model. Di Indonesia yang masyarakatnya bersifat majemuk, penyesuaian terhadap hasil suatu model perencanaan sudah merupakan keharusan. Akan tetapi terlalu naif apabila ada yang menyatakan bahwa model perencanaan tidak berguna sama sekali. Prediksi tentang arah perubahan serta nilai indikator penting sebagai akibat dari suatu kebijaksanaan, selalu diperlukan oleh perencana dan prediksi tersebut hanya dapat dibuat dengan sistematis dan konsisten melalui suatu model perencanaan. Bahwasanya dalam proses sampai ke dokumen akhir terjadi banyak perubahan dan penyesuaian, hal lei tidak dapat menghapus fakta bahwa arah perubahan berbagai indikator penting, yang dihasilkan oleh model, telah membantu perencana dan pembuat kebijaksanaan dapat melihat mekanisme bekerjanya cistern ekonomi, keterkaitan antar-indikator dan kepekaan tiap indikator terhadap suatu kebijaksanaan pembangunan. Dari uraian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa terdapat dua unsur penting dalam perencanaan pembangunan, yaitu : unsur arah perubahan dan unsur upaya mempengaruhinya secara sistematis. Tanpa unsur ini, perencanaan tidak berbeda Jauh dengan apa yang dikerjakan oleh dukun Porkas/KSOB atau ahli hukum, karena produk mereka, seperti lainnya suatu rencana pembangunan, juga selalu mengandung unsur ―masa depan‖ yang mempunyai unsur ketidaktentuan. 3. Jenis-Jenis Perencanaan Jenis-jenis perencanaan banyak ragamnya. Berdasarkan pengalaman perencanaan di beberapa negara Blok Timur, Barat dan

13

negara-negara berkembang, maka perencanaan dapat dibagi menjadi beberapa jenis perencanaan, yaitu : a. Perencanaan Terpusat Secara Ketat Perencanaan terpusat secara ketat (centralized rigid planning) yaitu dimana semua perencanaan dilakukan oleh pemerintah pusat. Perencanaan ini biasanya dilakukan oleh negara-negara sosialis. b. Perencanaan Antisiklus Perencanaan antisiklus (anticyclical planning) ini biasanya dilakukan oleh negara-negara dimana keadaan ekonominya berdasarkan mekanisme pasar. Perencanaan ini biasanya dilakukan oleh negaranegara penganut paham liberalisme seperti Amerika Serikat, Kanada, Jepang dan negara-negara Masyarakat Ekonomi Eropa. c. Perencanaan Modifikasi Perencanaan terpusat secara ketat maupun perencanaan antisiklus mempunyai banyak kelemahan-kelemahan. Melihat pengalaman tersebut, maka banyak negara-negara berkembang cg mencoba memodifikasikan salah satu dari kedua sistem perencanaan tersebut, atau bahkan ada yang memodifikasi dengan menggabungkannya. Walaupun kadar modifikasi atau kadar penggabungan jenis-jenis perencanaan tersebut untuk setiap negara berbeda kadarnya. 4. Pendekatan Perencanaan Pembangunan Dari segi proses ada dua pendekatan perekonomian pembangunan, yaitu perencanaan dari "atas" (top down planning) can perencanaan dari "bawah" (bottom up planning).

14

a. Perencanaan Pembangunan dari "Atas" Perencanaan dari atas menunjukkan bahwa semua ide berasal dari "atas" (pemerintah) ,. Pihak "atas" kurang memperhatikan : (a) kultur masyarakat; (b) daya dukung wilayah yang bersangkutan; (c) peranan kelembagaan; dan (d) hanya memandang manusia sebagai obyek dari perencanaan tersebut. Akibatnya, dalam pelaksanaan perencanaan tersebut, banyak menemui kegagalan, walaupun perencanaan dari "atas" juga mempunyai kebaikan-kebaikan. Melihat hal tersebut Sasoetion dan Tadjuddin (1985) memberikan alternatif pemecahan berupa konsep perencanaan dari "bawah" seperti yang akan diuraikan dalam sub-bab berikut ini. b. Perencanaan Pembangunan dari "Bawah" Perencanaan dari "bawah", semula tumbuh sebagai gagasan yang sedikit banyak dipengaruhi oleh filsafat eksistensialisme. Manusia dipandang sebagai individu-individu yang satu dengan yang lainnya mempunyai hubungan kesetaraan. Masing-masing mempunyai objective probability yang sama dan berupaya untuk memperoleh sejumlah subjective probability. Pada perkembangan berikutnya. Telah menghasilkan suatu formula yang lebih bersifat egalitarian yang jauh dari keadaan hubungan kesetaraan. John Friedman melihat kecenderungan-kecenderungan tersebut. Gagasan Friedran tersebut dikenal sebagai transitive planning, yaitu suatu teori proses perencanaan yang menekankan ada pembagian peran antara planner dengan client secara client dan menandaskan perlunya hubungan sosial yang dialogik. Proses perencanaan hendaknya merupakan suatu proses belajar mengajar. Pengadaptasian perencanaan pembangunan dari "bawah" konteks pembangunan nasional, bukan berarti membunuh perencanaan dari atas yang berlaku saat ini. Perencanaan dari "atas" masih mungkin untuk tetap dilakukan sepanjang masih dengan "konsesus nasional",

15

yaitu UUD 1945 dan Pancasila. Hal itu secara garis besar ditunjukkan dalam mekanisme interelasi proses pembangunan terpadu (Gambar 3.1). Arti tujuan utama pembangunan dalam gambar tersebut adalah tujuan yang tersurat maupun tersirat di dalam UUD dan Pancasila. Dengan demikian alur proses intrelasi penetapan subyektif (judgment by subjective) bukan hanya merupakan pengejawantahan daya dukung lingkungan fisik dan "kebebasan tanpa batas" manusianya, tetapi juga tercermin di dalamnya suatu batas konstitusional. Kedua proses pendekatan perencanaan itu terpadu secara haroonis dengan tetap memperhatikan hukum-hukum yang berlaku serta aspirasi humanik masyarakat. Dalam keadaan demikian perencanaan dari bawah dan dari atas, kedudukannya saling melengkapi. Adapun perencanaan pembangunan dari bawah pada prinsipnya adalah perencanaan pembangunan : (a) yang sesuai dengan daya dukung wilayah yang bersangkutan; (b) yang dikaitkan dengan kultur masyarakat; (c) yang memperhatikan peran kelembagaan pada berbagai tingkat pengambilan keputusan; dan (d) yang memandang manusia seutuhnya sebagai subyek pembangunan. 5. Pembangunan Berencana Pembangunan berencana adalah jenis pembangunan yang hendak dijalankan melalui perencanaan. Pembangunan wilayah merupakan pembangunan berencana. Pembangunan berencana adalah pembangunan yang mempunyai ciri-ciri : a. Masalah-masalah yang dihadapi jelas diketahui b. Sasaran dan tujuannya jelas. c. Pembagian kerjanya jelas. d. Tahapan pelaksanaannya jelas. e. Pengertiannya jelas (Sandy, 1984).

16

Proses pembangunan berencana secara ringkas dibagi menjadi beberapa tahap yaitu : 1. Perumusan tujuan dan sasaran 2. Inventarisasi, penelitian dan survei-survei. 3. Penyusunan rencana 4. Pengesahan rencana 5. Pelaksanaan rencana 6. Evaluasi (sesudah pelaksanaan) Biasanya untuk mencapai tujuan atau sasaran, perlu memperhatikan kendala-kendala yang ada, yaitu : a. Prosedur pembangunan wilayah harus sesuai dengan sistem nasional, yaitu berpedoman pada Garis-garis Besar Haluan Negara, Krida Kabinet, Sasaran Pembangunan (delapan jalur sukses). b. Pembangunan harus semakin adil dan merata. Hal Ini hanya dapat terjadi apabila pembangunan itu eesuai dengan potensi dan aspirasi masyarakat setempat, c. Tidak melanggar peraturan atau perundang-undangan yang berlaku, tanpa konsensus, sehingga tidak menimbulkan keresahan di dalam masyarakat. d. Tidak mengabaikan Undang-undang Nomor 4 tahun 1982 tentang lingkungan hidup. e. Pembangunan harus bersifat terpadu. Pembangunan berencana merupakan suatu proses yang berkesinambungan. Tahap evaluasi mungkin merupakan jembatan antara dua siklus pembangunan berencana. Evaluasi dalam siklus sebelumnya dapat menjadi bagian penelitian dan inventarisasi dalam siklus berikutnya. Dalam proses Pembangunan berencana komponenkomponen dengan ciri perencanaan tertentu bersama-sama merupakan atau membentuk "proses perencanaan dalam arti sempit". Dengan demikian proses ini meliputi kegiatan :

17

a. Perumusan tujuan dan sasaran yang harus direncanakan (berdasarkan aspirasi-aspirasi nasional dan lokal); b. Penelitian, survei dan inventarisasi sepanjang dibutuhkan untuk tujuan dan maksud tertentu. c. Penyusunan rencana d. Evaluasi atas unsur-unsur perencanaan dan perumusan programprogram pembangunan (Van Dusseldorp, 1980).

18

BAB

3

KONSEP RUANG DAN WILAYAH 1. Konsep Ruang Ruang merupakan hal yang sangat penting dalam perencanaan pembangunan wilayah. Konsep ruang mempunyai beberapa unsur yaitu: (1) jarak; (2) lokasi; (3) bentuk; dan (4) ukuran. Konsep ruang juga berkaitan erat dengan waktu. Hal lni dikarenakan bahwa pemanfaatan bumi dan segala kekayaannya membutuhkan organisasi/pengaturan ruang dan waktu. Unsur-unsur tersebut di atas secara bersama-sama menyusun unit tata ruang yang disebut wilayah. Konsep ruang kemudian dikembangkan oleh Hartchome (1960). la mengintrodusikan unsur "Hubungan fungsional diantara fenomena, yang melahirkan konsep struktur fungsional tata ruang. Struktur fungsional tata ruang bersifat subyektif, karena setiap peneliti dapat menentukan fungsionalitas berdasarkan kriteria subyektif. Whittlessey (1954) memformulasikan pengertian baru mengenai ruang berdasarkan (i) unit areal. konkrit, (ii) fungslonalitas di antara fenomena, dan (iii) subyektifitas dalam penentuan kriteria. Yang patut mendapat perhatian terhadap konsep ini adalah adanya kontradiksi dalam cara pemikirannya. Di satu pihak, terdapat obyektifitas yaitu terdapat suatu lokasi yang unik dari suatu unit area, sedangkan lain pihak terdapat subyektifitas, yaitu gambaran suatu unit tata ruang yang berbeda dan hanya berada dalam benak para peneliti yang mempergunakan kriteria selektif intelektualitas.

19

Tipologi dari suatu wilayah dapat digambarkan sebagai berikut : (a) Gambaran tunggal dari suatu wilayah, yaitu persamaan suatu wilayah ditentukan oleh satu fenomena, misalnya jenis tanah, agama, dan sebagainya. Wilayah ini merupakan unit yang terkecil dan dapat ditentukan batas-batas unit area atau unit "atomistic" ruang; (b) Gambaran majemuk dari suatu wilayah, yaitu suatu wilayah dengan fenomena yang kompleks dengan beberapa persamaan di dalamnya. Gambaran ini dapat terdiri dari beberapa gambaran tunggal dari suatu wilayah, tetapi bila terdapat fenomena yang kompleks yang diperlukan oleh peneliti maka wilayah ini dapat merupakan suatu wilayah yang kompak. Di atas telah didlskusikan konsep ruang berdasarkan konsep jarak geometris absolut, selanjutnya di dalam mendiskusikan hubungan fungsional akan dibahas konsep jarak dan ruang relatif. Dasar dari pada konsep ruang relatif adalah jarak relatif. Jarak relatif merupakan fungsi dari pada pandangan atau persepsi jarak, maka seluruh unit tata ruang dapat berubah. Dalam konsep ruang absolut, jarak diukur secara fisik, sedangkan dalam konsep ruang relatif jarak diukur secara fungsional berdasarkan unit waktu, ongkos dan usaha. Ide yang mendasar dari pada konsep ruang relatif adalah persepsi terhadap dunia nyata. Persepsi ini diukur oleh faktor-faktor yang kompleks seperti politik, ekonomi, sosial, psikologi, kebudayaan dan sebagainya. 2. Konsep Wilayah Wilayah merupakan suatu unit geografi yang dibatasi oleh kriteria tertentu yang bagian-bagiannya tergantung secara internal. Wilayah dapat dibagi menjadi 4 jenis yaitu : (1) Wilayah Homogen; (2) Wilayah Modal; (3) wilayah Perencanaan; dan (4) Wilayah Administratif.

20

a. Wilayah Homogen Wilayah homogen adalah wilayah yang dipandang dari suatu aspek mempunyai sifat-sifat dan ciri-ciri yang relatif sama. Sifat-sifat atau ciri-ciri kehoogenan itu misalnya dalam hal ekonomi (seperti daerah dengan struktur produksi atau pola konsumsi yang homogen), geografi ( seperti wilayah yang mempunyai topografi atau iklim yang sama), agama, suku dan sebagainya. Richardson (1975) dan Hoover (1977), mengemukakan bahwa wilayah homogen di batasi berdasarkan keseragamannya secara internal (internal uniformity). b. Wilayah Nodal (Nodal Region) Wilayah nodal adalah wilayah yang secara fungsional mempunyai ketergantungan antara pusat dan daerah belakangnya (hinterland). Tingkat ketergantungan ini dapat dilihat dari arus penduduk, faktor produksi, barang dan jasa , ataupun komunikasi dan transportasi. Sukirno (1976) menyatakan bahwa pengertian wilayah nodal yang paling ideal untuk digunakan dalam analisa mengenai ekonomi mengartikan wilayah itu sebagai suatu ekonomi ruang yang dikuasai oleh satu atau beberapa pusat kegiatan ekonomi. Oleh Allen dan Maclellan (dalam Sukirno, 1S76) dikatakan bahwa batas wilayah nodal ditentukan oleh sejauh mana pengaruh dari suatu pusat kegiatan ekonomi digantikan oleh pengaruh dari pusat kegiatan ekonomi lainnya. Hoover (1977) mengatakan bahwa struktur dari wilayah nodal dapat digambarkan sebagai satu sel hidup atau suatu atom, dimana terdapat satu inti dan suatu daerah peripheri yang saling melengkapi. Pada struktur yang demikian, intergrasi fungsional akan lebih merupakan dasar hubungan ketergantungan atau dasar kepentingan masyarakat di dalam wilayah itu, daripada merupakan horoogenitas

21

semata-mata. Dalam hubungan saling ketergantungan yaitu dengan perantaraan pembelian dan penjualan barang-barang dan jasa-jasa secara

lokal,

aktivitas-aktivitas

regional

akan

mempengaruhi

pembangunan yang satu dengan lainnya. Walaupun

daerah

homogen

dan

nodal

merupakan

pengelompokan yang berguna, keduanya memainkan peranan yang berbeda di dalam organisasi tata ruang masyarakat. Perbedaan ini jelas terlihat pada arus perdagangan. Dasar yang biasa digunakan untuk suatu wilayah homogen adalah suatu output yang dapat diekspor bersama dimana seluruh wilayah merupakan suatu daerah surplus untuk suatu output tertentu, sehingga berbagai tempat di wilayah tersebut kecil atau tidak ada sama sekali kemungkinannya untuk mengadakan perdagangan secara luas diantara satu dengan lainnya. Sebaliknya, dalam wilayah nodal, pertukaran barang-barang dan jasajasa secara intern di dalam wilayah tersebut merupakan suatu hal yang mutlak harus ada. c.

Wilayah Administratif Wilayah administratif, adalah wilayah yang batas-batasnya ditentukan berdasarkan kepentingan administrasi pemerintahan atau politik seperti: Propinsi, Kabupaten, Kecamatan, Desa, Rukun Kampung (RK), dan Rukun Tetangga (RT). Sukirno (1976) mengatakan bahwa dl dalam praktek apabila membahas mengenai perencanaan

pembangunan

wilayah,

maka

pengertian

wilayah

administrasi merupakan pengertian yang paling banyak digunakan. Lebih populernya penggunaan pengertian tersebut disebabkan karena dua faktor, yakni : (a) dalam pelaksanaan kebijaksanaan dan rencana pembangunan wilayah diperlukan tindakan-tindakan dari berbagai badan pemerintah. Dengan demikian adalah lebih praktis apabila 22

perencanaan dan pembangunan ekonomi wilayah didasarkan pada satuan wilayah administrasi yang telah ada, (b) wilayah yang batasnya ditentukan berdasarkan atas satuan administrasi pemerintahan lebih mudah dianalisis, karena sejak lama pengumpulan data dl berbagai bagian wilayah didasarkan pada satuan wilayah administrasi tersebut. d. Wilayah Perencanaan Boudeville (daIam Glasson, 1978) mendefinisikan wilayah Perencanaan (Planning Region atau Programming Region) sebagai wilayah yang memperlihatkan koherensi atau kesatuan keputusankeputusan ekonomi. Wilayah perencanaan dapat dipandang sebagai suatu wilayah yang cukup besar untuk memungkinkan terjadinya perubahan-perubahan penting dalam penyebaran penduduk dan kesempatan kerja, namun cukup kecil untuk memungkinkan persoalanpersoalan perencanaannya dapat dipandang sebagai satu kesatuan. Selanjutnya Klaessen (dalam Glasson, 1978) percaya bahwa wilayah perencanaan antara lain: (a) harus cukup besar untuk mengambil keputusan-keputusan investasi yang berskala ekonomi, (b) harus mampu menyulap industrinya sendiri dengan tenaga kerja yang diperlukan, (c) harus mempunyai struktur ekonomi yang homogen, (d) harus mempunyai sekurang-kurangnya satu titik pertumbuhan (Growth Point.), (e) harus menggunakan suatu cara pendekatan perencanaan pembangunan, (f) masyarakat dalam wilayah itu mempunyai kesadaran bersama

terhadap

persoalan-persoalannya.

Berdasarkan

uraian

terdahulu menunjukkan bahwa wilayah perencanaan . adalah daerah geografik yang cocok untuk perencanaan dan pelaksanaan rencana pembangunan

guna

memecahkan

23

persoalan-persoalan

regional.

Wilayah perencanaan dapat merupakan wilayah yang terletak pada beberapa wilayah administrasi.

24

BAB

4

TEORI LOKASI Pemahaman tentang bagaimana keputusan mengenai penentuan lokasi mutlak diperlukan jika ingin membahas kegiatan pada ruang dan menganalisis bagaimana suatu wilayah tumbuh dan berkembang. Keputusan mengenai lokasi yang diambil oleh unit-unit pengambil keputusan akan menentukan struktur tata ruang wilayah yang terbentuk. Unit-unit pengambil keputusan dalam penentuan lokasi dapat dibagi menjadi tiga, yaitu : (1) rumah tangga; (2) perusahaan; dan (3) pemerintah. Setiap unit-unit pengambil keputusan mempunyai kepentingan tersendiri. Kepentingan-kepentingan tersebut biasanya bersumber dari aktivitas ekonomi yang dilakukan. Aktivitas ekonomi rumah tangga yang paling pokok adalah (a) penjualan jasa tenaga kerja, dan (b) konsumsi. Setiap rumah tangga dihadapkan kepada masalah pengambilan keputusan mengenai lokasi pemukiman, lokasi penjualan jasa (kerja) dan lokasi konsumsi, karena diasumsikan bahwa setiap rumah tangga akan memaksimalkan kegunaan (utility) setiap barang dan jasa. Kegiatan ekonomi dari suatu perusahaan (swasta) dapat dibagi menjadi tiga, yaitu : (a) pengumpulan input; (b) proses produksi; dan (c) proses pemasaran. Pengambilan keputusan tentang lokasi oleh suatu perusahaan adalah suatu usaha untuk memaksimalkan keuntungan yang diperolehnya. Hal ini disebabkan setiap perusahaan (swasta) berusaha untuk memaksimalkan keuntungan yang diperolehnya. Sebagai ilustrasi cepat diberikan contoh tentang penentuan lokasi optimal bagi perusahaan seperti yang dikemukakan oleh Ectelling (1981). Dalam penentuan lokasi "optimal bagi perusahaan ini, Hotelling mengemukakan asumsi-asumsi

25

yang kaku. yaitu : (1) konsumen menyebar secara merata sepanjang daerah pasar yang linier; (2) permintaan dan preferensi setiap konsumen adalah sama; (3) terdapat dua produsen. sisanya produsen A dan B yang menghasilkan produk yang homogen; (4) biaya produksi nol; (5) konsumen membedakan barang yang diproduksi oleh produsen tersebut hanya dari sudut lokasi produsen tersebut hanya dari sudut .lokasi produsen; (6) produsen mengenakan harga f.o.b (free on board) untuk setiap unit barang, namun secara aktual terdapat perbedaan harga c & f (cost and freight) yang dibayar oleh tiap konsumen karena adanya biaya transpor untuk mengangkut barang tersebut ke tempat tinggal konsumen; (7) biaya transpor sama per unit jarak sepanjang daerah besar tersebut; (8) permintaan inelastik sempurna; (9) perpindahan lokasi produsen dapat terjadi seketika dan tanpa biaya (10) produsen ingin bersaing dalam harga dan lokasi, dan tiap produsen mampu menyediakan seluruh permintaan pasar, dan (k) tiap produsen bertujuan memaksimumkan keuntungan. 1. Faktor Lokasi Faktor-faktor lokasi yang menentukan pemilihan suatu lokasi untuk suatu kegiatan dapat dikelompokkan menjadi : a. Input Lokal Input lokal adalah semua barang dan jasa yang ada pada suatu lokasi dan sangat sukar atau tidak mungkin dipindahkan ke tercepat lain. Contoh input lokal adalah : lahan, iklim, kualitas udara, kualitas air, keadaan lingkungan, pelayanan umum yang ada pada suatu lokasi dan sebagainya. Salah satu sifat umum dari input lokal adalah ketersediaannya pada suatu lokasi tergantung dari kedaan lokasi itu sendiri dan ketersediaannya tidak dipengaruhi oleh transfer input dari lokasi lain.

26

b. Permintaan Lokal Permintaan lokal atau output yang tidak dapat ditransfer (nontransferable output) adalah permintaan akan output secara lokal yang tidak dapat ditransfer pada suatu lokasi. Contoh dari output lokal adalah permintaan tenaga kerja oleh pabrik lokal, permintaan akan pelayanan lokal seperti masjid, bioskop, tukang cukur dan sebagainya. c. Input yang dapat ditransfer Input yang dapat ditransfer adalah persediaan input yang dapat ditransfer dari sumber-sumber diluar suatu lokasi, yang sampai batas tertentu merupakan pencerminan biaya transfer atau biaya transportasi dari sumber-sumber input ke lokasi tersebut. d. Permintaan dari luar Permintaan dari luar atau output yang dapat ditransfer adalah penerimaan bersih yang diperoleh dari penjualan output yang dapat ditransfer ke pasar di luar lokasi, yang merupakan pencerminan dari biaya transfer atau biaya transportasi dari lokasi tersebut ke pasar-pasar. 2. Teori Lokasi Industri Dalam sub-bab ini akan membahas tentang beberapa teori lokasi industri (perusahaan). Dalam teori lokasi industri ini ada tiga pendekatan yaitu : (1) pendekatan meminimumkan biaya atau biaya terkecil, (2) pendekatan daerah pemasaran dan (3) pendekatan memaksimumkan keuntungan. a. Pendekatan Biaya Terkecil Pendekatan biaya terkecil dikemukakan oleh Alfred Weber, walaupun ada beberapa bagian teorinya telah dikemukakan oleh Launhardt. Dasar teori Weber adalah bahwa penentuan lokasi untuk

27

suatu kegiatan didasarkan atas biaya transportasi terkecil atau meminimumkan biaya transportasi. Dalam teorinya tersebut Weber mengasumsikan : a. Bahwa daerah yang menjadi obyek studi adalah suatu daerah yang terisolasi, homogen dalam Iklim, dengan konsumen yang terkonsentrasi pada pusat-pusat tertentu. b. Beberapa sumberdaya alam seperti air, tanah bersifat dapat diperoleh dimana saja (ubikuitas). c. Barang-barang lainnya seperti minyak bumi dan mineral lainnya hanya dapat diperoleh pada tempat-tempat tertentu (sporadik) d. Tenaga kerja tidak bersifat ubikuitas. Weber mengemukakan ada tiga faktor utama yang mempengaruhi lokasi industri, yaitu : (1) biaya transportasi; (2) biaya tenaga kerja dan (3) kekuatan aglonerasi atau deaglomerasi. Weber mengasumsikan bahwa biaya transportasi berbanding lurus dengan jarak yang ditempuh dan berat barang. Sehingga titik yang membuat biaya terkecil adalah bobot total pergerakan pengumpulan berbagai input dan pendistribusian adalah minimum. Weber menggambarkan teorinya dengan segitiga lokasi (lihat Gambar 4.1), dimana titik lokasi optimum (T) adalah titik keseimbangan antara gaya-gaya cumber bahan-bahan mentah (K dan M2) dengan pasar (C atau MK). Untuk menunjukkan bahwa lokasi tersebut optimum terhadap sumber-sumber bahan mentah dengan pasar, Weber mengemukakan suatu indeks yang disebut indeks bahan (material index) yang dirumuskan sebagai berikut :

Indeks bahan =

Berat bahan rentah lokal Berat produk akhir

Bila indeks bahan > 1 artinya bahwa perusahaan tersebut lebih berorientasi ke bahan mentah (material or tented). Sedangkan bila 28

indeks bahan < 1 berarti perusahaan tersebut lebih berorientasi kepada pasar (market oriented). Pendekatan Biaya Terkecil yang dikemukakan oleh Weber ini dapat lebih diperjelas dengan Gambar Diagram Smith, seperti yang disajikan pada Gambar 4.2. Lokasi optimum terletak pada titik 0 dimana biaya rata-rata (BR) pada keadaan minimum sedangkan penerimaan rata-rata (PR) pada keadaan maksimum. Asumsi dari Diagram Smith ini adalah bahwa BR beragam dengan lokasi sedangkan PR konstan. Model Weber ini mendapatkan berbagai kritikan terutama yaitu : (l) bahwa biaya transportasi dan biaya produksi bersifat konstan. (2) tidak memperhatikan faktor kelembagaan, seperti kebijaksanaan pemerintah berupa pajak lokal, dan (3) terlalu menekankan pada sisi input. M MK

a T b

y

c

M1

M2 Gambar 4.1 Segitiga Lokasi

29

z

Keterangan : T = Lokasi optimum M1. M2 = Sumber bahan mentah Mk = Pasar x,y,z = Bobot dari input atau output a,b,c = Jarak antara lokasi input dengan pasar

Biaya dan penerimaan

Kerugian

Kerugian

Keuntunga n

A

O

BR

PR

B

Lokas i

Gambar 4.2 Diagram Smith dimana BR Beragam menurut Lokasi sedangkan PR Konstan

b. Pendekatan Daerah Pemasaran Pada Pendekatan Biaya Terkecil hanya memperhatikan sisi input dan kurang memperhatikan output atau sisi permintaan, hal ini terlihat dari asumsi Weber bahwa semua produksi dapat dipasarkan dimana saja. Loech, kemudian mencoba melihat dari sisi permintaan dengan mempertimbangkan ukuran optimum dari pasar. Menurut Loach, lokasi optimum adalah tempat dimana terjadi

30

keuntungan maksimum. Dalam teori Loech membutuhkan asumsiasumsi : (1) penyebaran faktor input merata, contohnya seperti penyebaran bahan mentah, tenaga kerja dan modal; (2) penyebaran penduduk (kepadatan penduduk) merata; (3) selera masyarakat preferensi penduduk sama dan (4) tidak ada ketergantungan lokasi antar perusahaan. Dalam analisanya Loech menggunakan kurva permintaan (lihat Gambar 4.3). Pada bagian pusat pasar yang dekat dengan produsen, misalnya titik F, harga per satuan barang adalah OP dengan permintaan sebesar PQ. Agak jauh dari pusat, misalkan saja titik R, biaya pengangkutan menyebabkan harga persatuan barang meningkat menjadi OR dengan Permintaan adalah RS. Jauh dari pusat, misalkan saja titik F. biaya pengangkutan menyebabkan harga per satuan barang menjadi sangat tinggi, sehingga permintaan sama dengan nol. Apabila bagian yang diareir, diputar dengan sumbu PQ, maka akan terbentuk sebuah kerucut permintaan. Bagian dasar dari kerucut tersebut merupakan daerah pemasaran perusahaan, tinggi merupakan jumlah barang yang dijual dan volumenya menunjukkan penerimaan dari permintaan pasar. Apabila produsen tersebut untung, maka akan masuk lagi produsen yang lain, sampai akhirnya terbentuk suatu daerah pemasaran yang berbentuk heksagonal. Pendekatan ini dapat dilihat dengan Diagram Smith pada Gambar 4.4 Pada Gambar tersebut menunjukkan penerimaan ratarata (PR) beragam menurut tempat, tetapi biaya rata-rata (BR) diasumsikan konstan. Lokasi optimum terletak pada titik 0, dimana penerimaan rata-rata maksimum.

31

Harga

Kuantitas

F

R

Q

S S

P P

Q

R F

0

Kuantitas

Jarak

Kurva Permintaan

Kerucut Permintaan

Gambar 4.3 Kurva Permintaan Loech dan Kerucut Permintaan

Keuntungan

Biaya dan Penerimaan Kerugian

Kerugian BR PR A

O

B Lokasi

Gambar 4.4 Diagram Smith dimana PR beragam menurut Lokasi dan BR Konstan

32

c. Pendekatan Keuntungan Maksimum Pendekatan Biaya Terkecil maupun Pendekatan Daerah Pemasaran merupakan pendekatan yang hanya melihat dari satu sisi saja, yaitu sisi faktor input atau sisi permintaan saja. Greenhut kemudian mencoba memodifikasi model Loach dan teorinya dinamakan Pendekatan Maksimisasi Keuntungan. Menurut Greenhut, lokasi optimum adalah tempat yang terdapat keuntungan terbesar. dimana baik biaya maupun penerimaan beragam menurut lokasi, seperti yang disajikan pada Gambar 4.5 Bila ada beberapa produsen (perusahaan), maka keadaan keseimbangan tercapai pada saat semua perusahaan yang bersaing pada suatu wilayah memenuhi syarat-syarat : (1) penerimaan marjinal sama dengan biaya marjinal; (2) kurva penerimaan rata-rata bersinggungan dengan kurva biaya rata-rata dan (3) pengelompokan dan penyebaran perusahaan sedemikian rupa sehingga perubahan lokasi suatu perusahaan akan menimbulkan kerugian. Keseimbangan tata ruang dapat terganggu akibat perubahan permintaan dan biaya. Perubahan permintaan tidak hanya mempengaruhi banyaknya perusahaan dalam suatu industri, tetapi juga mempengaruhi lokasi kegiatan perusahaan tersebut. Dengan demikian tingkat permintaan terhadap produk akhir suatu perusahaan merupakan penentu lokasi perusahaan.

33

Keuntungan Biaya dan Penerimaan

Kerugian

Kerugian

BR

PR

A

O

B Lokasi

Gambar 4.5 Biaya rata-rata dan Penerimaan Rata-rata Beragam Menurut Lokasi

34

BAB

5

ANALISIS KOMPONEN PERTUMBUHAN WILAYAH 1. Pendahuluan Bagi suatu negara yang mempunyai wilayah yang luas, adalah suatu hal yang wajar apabila ada beberapa wilayah yang maju dan beberapa wilayah lainnya pertumbuhannya lamban. Walaupun negara yang bersangkutan telah berusaha untuk menerapkan kebijakan pembangunan wilayahnya agar tidak terjadi kesenjangan antar wilayah. Diduga, penyebab pokok terjadinya hal tersebut adalah adanya perbedaan dalam struktur industri/sektor ekonominya (Thomas, 1972). Adanya keragaman dalam struktur industri menimbulkan perbedaan pertumbuhan output produksi dan kesempatan kerja. Pada wilayah yang bertumbuh cepat, hal ini disebabkan struktur industri / sektornya mendukung dalam arti lain sebagian besar sektornya mempunyai laju pertumbuhan yang cepat. Sedangkan bagi wilayah yang pertumbuhannya lamban, sebagian besar sektornya mempunyai laju pertumbuhan yang lama. Untuk mengidentifikasi sumber atau komponen pertumbuhan wilayah, lazim digunakan analisis shift hare, Analisis shift share pertama kali diperkenalkan oleh Perloff et al., yang telah menggunakan analisis ini untuk mengindentifikasi sumber pertumbuhan ekonomi wilayah di Amerika Serikat (Sjafrizal, 1977; Lucas dan Primm, 1979). Lucas (1979) juga menggunakan analisis ini untuk mengidentifikasi pertumbuhan sektor-sektor atau wilayah yang lamban di Indonesia dan Amerika Serikat. Disamping digunakan untuk analisis seperti di atas, analisis ini dapat juga digunakan untuk menduga dampak kebijakan wilayah pada ketenagakerjaan (Tervo can Okko. 1982). 35

2. Model Analisis Shirt Share Analisis shift share ini menganalisis perubahan berbagai indikator kegiatan ekonomi, seperti produksi dan kesempatan kerja, pada dua titik waktu. Dalam analisis ini diasumsikan bahwa perubahan tenaga kerja/produksi pada suatu wilayah antara tahun dasar dengan tahun akhir analisis dibagi menjadi tiga komponen pertumbuhan, yaitu: komponen pertumbuhan nasional (national growth component) disingkat N, komponen pertumbuhan proporsional (proportional or industrial mix growth component) disingkat PP dan komponen pertumbuhan pangsa wilayah (regional snare growth component) disingkat PPW. Komponen pertumbuhan nasional adalah perubahan kesempatan kerja atau produksi suatu wilayah yang disebabkan oleh perubahan kesempatan kerja atau produksi nasional secara umum, perubahan kebijakan ekonomi nasional, atau perubahan dalam hal-hal yang mempengaruhi perekonomian semua sektor dan wilayah . Beberapa contoh dapat dikemukakan, misalnya dievaluasi, kecenderungan inflasi, pengangguran dan kebijakan perpajakan. Bila diasumsikan bahwa tidak terdapat Perbedaan karakteristik ekonomi antar sektor dan antar "ilayah, maka akibat dari perubahan ini pada berbagai sektor Car wilayah kurang lebih sama dan setiap sektor dan wilayah dan berubah dan bertumbuh dengan laju yang hampir sama dengan laju pertumbuhan nasional. Akan tetapi pada kenyataannya beberapa sektor bertumbuh lebih cepat dari sektor-sektor lainnya dan beberapa wilayah lebih maju dari pada wilayah lainnya. Oleh karena itu perlu diidentifikasi penyebabnya dan mengukur perbedaan yang timbul dengan memisahkan komponen pertumbuhan nasional dengan pertumbuhan proporsional dan pertumbuhan pangsa wilayah. Komponen pertumbuhan proporsional timbul karena perbedaan sektor dalam permintaan produk akhir, perbedaan dalam ketersediaan bahan mentah, perbedaan dalam kebijakan industri (misalnya, kebijakan perpajakan, subsidi dan price support) dan perbedaan dalam struktur dan keragaman pasar. Komponen pertumbuhan pangsa wilayah timbul karena peningkatan atau penurunan PDRB atau kesempatan kerja dalam suatu wilayah dibandingkan wilayah lainnya. Cepat atau lambannya pertumbuhan suatu wilayah dibandingkan dengan wilayah lainnya

36

ditentukan oleh keunggulan komparatif, akses ke pasar, dukungan kelembagaan, prasarana sosial dan ekonomi serta kebijakan ekonomi regional pada wilayah tersebut (Lucas dan Primms, 1979). Ketiga komponen pertumbuhan di atas secara matematik dapat dinyatakan sebagai berikut : Andalkan dalam suatu negara terdapat m daerah/wilayah/propinsi (i = 1, 2, 3.....n) dan n sektor ekonomi (i = 1, 2, 3 .......n) maka perubahan tersebut di atas dapat dinyatakan sebagai berikut :

Yij = PNij + PPij + PPWij atau secara rinci dapat dinyatakan sebagai berikut : Yij - Yij = Yij = Yij (Ra - Ra) + Yij (ri - R1) Dimana : Yij

=

Yij

=

Yij

=

Perubahan dalam kesempatan kerja / produksi sektor 1 pada wilayah ke j. Produksi/tenaga kerja dari sektor i pada wilayah ke j pada tahun dasar analisis. Produksi / tenaga kerja dari sektor pada wilayah ke j pada tahun akhir analisis.

m

Yi . =

Y j 1

=

ij

Produk Domestik Bruto (PDB) / tenaga kerja (nasional) dari sektor i pada tahun dasar analisis

m

Y1 . =



Yij

n

m

j 1

j 1

n

m

i 1

j 1

j 1

=

Produk Domestik Bruto (PDB) / tenaga kerja (nasional) dari sektor pada tahun akhir analisis

Y.. =

 Y

ij

=

Produk Domestik Bruto (PDB) / tenaga kerja (nasional) pada tahun dasar analisis

Y.. =

 Y

ij

=

Produk Domestik Bruto (PDB) / tenaga kerja (nasional) pada tahun akhir analisis 37

ri Ri Ra (r1 - 1)

= = = =

(Ra - 1) = PNij

=

(R1 - Ra) = PPij = (ri-Ri) = PPWjj =

Y ij / Yij Yi . / Yi. Y .. / Y.. Persentase perubahan PDRB / tenaga kerja di sektor propinsi ke j. Persentase perubahan PDRB /tenaga kerja yang disebabkan komponen pertumbuhan nasional. Persentase perubahan PDRB / tenaga kerja yang disebabkan komponen pertumbuhan proporsional. Persentase perubahan PPRB / kesempatan kerja yang disebabkan komponen pertumbuhan pangsa wilayah

Dari penjumlahan dua komponen pertumbuhan wilayah yaitu : komponen pertumbuhan para professional dan pertumbuhan pangsa wilayah dapat digunakan untuk mengidentifikasi pertumbuhan suatu wilayah atau suatu sektor dalam suatu wilayah. Jumlah antara kedua komponen tersebut di atas disebut pergeseran bersih (PB), yang dinyatakan sebagai berikut : PBij = PPij + PPij PB . j = PP . j + PPW . j dimana : wPBjj = Pergeseran bersih sektor i pada wilayah j PB j = pergeseran bersih wilayah j Apabila PBij > 0. maka pertumbuhan sektor i pada wilayah j termasuk ke dalam kelompok maju. Sedangkan apabila PBjj < 0, maka pertumbuhan sektor pada wilayah j termasuk lamban. Begitu juga apabila FB.j  0. maka pertumbuhan wilayah tersebut termasuk ke dalam kelompok maju. sedangkan apabila b-J < 0, maka pertumbuhan wilayah tersebut termasuk lamban.

38

BAB

6

ANALISIS KESENJANGAN ANTAR WILAYAH 1. Pendahuluan Kesenjangan antar wilayah dalam perekonomian nasional merupakan fenomena dunia. Hal ini terjadi pada semua negara, baik negara maju maupun negara berkembang. Suatu hal yang wajar apabila dalam suatu negara terdapat beberapa wilayah terbelakang dibandingkan dengan wilayah lainnya. Faktor-faktor yang menyebabkan hal tersebut antara lain adalah: struktur sosial ekonomi dan distribusi spasial dari sumber daya bawaan. Pada umumnya kesenjangan antar wilayah lebih tajam terjadi pada negara sedang berkembang karena kekakuan sosial ekonomi (socio economic rigidities) dan imobilitas faktor (factor imobilisasi). Dalam mengatasi masalah kesenjangan tersebut, hampir semua negara berusaha menerapkan kebijakan khusus untuk pembangunan daerah terbelakang (Uppal dan Handoko, 1956). Didalam membahas kesenjangan antar wilayah ada dua teori yang perlu diperhatikan, yaitu : generative growth theirs dan competitive growth theory. Dalam generative growth theory menyatakan bahwa pada saat perekonomian nasional bertumbuh mantap, banyak persoalan ekonomi yang dapat diselesaikan. Beberapa wilayah untuk lebih cepat daripada wilayah lain, namun sejauh semua wilayah menikmati pertumbuhan ekonomi, masalah distribusi dan redistribusi menjadi tidak terlalu penting. Dengan perkataan lain, laju pertumbuhan ekonomi nasional

39

akan lebih cepat kalau laju pertumbuhan ekonomi wilayah terbelakang dapat ditingkatkan. Competitive Growth theory berdasarkan pada asumsi bahwa laju pertumbuhan ekonomi nasional ditentukan oleh beberapa kekuatan eksogen. Kemudian laju tersebut seolah-olah "dibagi" kepada beberapa wilayah. Situasi ini terjadi apabila laju pertumbuhan ekonomi nasional rendah. Pertumbuhan ekonomi beberapa wilayah berlangsung dengan mengorbankan pertumbuhan lain. Dari kedua teori tersebut masing-masing mempunyai kelemahan dan kelebihan. Dalam kaitannya dengan pembangunan wilayah, permasalahan yang sebenarnya adalah apa yang sebaiknya menjadi arah kebijaksanaan dalam situasi comparative dan apa pula yang menjadi kebijaksanaan dalam situasi comparative agar pertumbuhan ekonomi dan pemerataan dapat dicapai (Azis, 1985).

2. Indeks Williamson Untuk menganalisis kesenjangan antar wilayah lazim digunakan indeks Williamson (1S63). Rumus indeks Williamson adalah sebagai berikut :

 Yj - Y 

2

Vw

=

Dimana : Vw fj Yi n Y

= = = = =

.

fj n

Y Indeks Williamson Populasi di wilayah ke j Pendapatan perkapita di wilayah ke j Populasi total Pendapatan rata-rata nasional

40

Semakin tinggi indeks Williamsonnya, maka proses kesenjangan antar wilayah semakin besar. Untuk lebih menggambarkan kesenjangan antar wilayah yang sebenarnya, maka pendapatan regional wilayah ke j diboboti dengan indeks biaya hidup wilayah tersebut. Sehingga rumus indeks Williamson tersebut menjadi sebagai berikut :

 Rj - R

2

Vw Dimana : Rj Ij

Rj

=

.

fj n

R

= Yj / Ij = Indeks biaya hidup wilayah ke j = Rj rata-rata

41

BAB

7

MODEL EKONOMI BASIS 1. Pendahuluan Inti dari model ekonomi basis (economic base model) adalah bahwa arah dan pertumbuhan suatu wilayah ditentukan oleh ekspor wilayah tersebut. Ekspor tersebut berupa barang-barang dan jasa, termasuk tenaga kerja. Akan tetapi dapat juga berupa pengeluaran orang asing yang berada di wilayah tersebut terhadap barang-barang tidak bergerak (immobile), seperti yang berhubungan dengan aspek geografi, iklim, peninggalan sejarah, atau daerah pariwisata (contoh daerah wisata Ujung Kulon, daerah Puncak) dan sebagainya. Sektor (industri) yang bersifat seperti ini disebut sektor basis. Tenaga kerja dan pendapatan pada sektor basis adalah fungsi permintaan dari luar (exogeneous), yaitu permintaan dari luar yang mengakibatkan terjadinya ekspor dari wilayah tersebut. Disamping sektor basis. ada kegiatan-kegiatan sektor pendukung yang dibutuhkan untuk melayani pekerja (dan keluarganya) pads sektor basis dan kegiatan sektor basis dan sendiri. Kegiatan sektor pendukung, seperti perdagangan dan Pelayanan perseorangan, disebut sektor non-basis. Kedua sektor tersebut mempunyai hubungan dengan permintaan dari luar wilayah. Sektor basis berhubungan secara langsung. Sedangkan sektor non-basis berhubungan secara tidak langsung, yaitu melalui sektor basis dulu. Apabila permintaan dari luar meningkat, maka sektor basis akan berkembang. Hal ini pada gilirannya nanti akan mengembangkan sektor

42

non-basis. Teori ekonomi basis ini hanya mengklasifikasikan seluruh kegiatan ekonomi ke dalam dua sektor (industri) yaitu sektor basis dan sektor non-basis. Jadi tenaga kerja (pendapatan) sektor basis ditambah tenaga kerja (pendapatan) sektor non-basis sama dengan total tenaga kerja (pendapatan) wilayah. Untuk mengetahui apakah suatu sektor merupakan sektor basis atau non-basis dapat digunakan beberapa metode, yaitu: (1) metode pengukuran langsung dan (2) metode pengukuran tidak langsung. Metoda pengukuran langsung dapat dengan survei langsung untuk mengidentifikasi sektor nana yang merupakan sektor basis. Metoda ini dapat menentukan sektor basis dengan tepat. Akan tetapi metode ini memerlukan biaya. waktu dan tenaga kerja yang banyak. Mengingat hal tersebut di atas, maka sebagian besar pakar ekonomi wilayah menggunakan metode Pengukuran tidak langsung. Beberapa metode pengukuran tidak langsung, yaitu : (1) metode melalui pendekatan asumsi; (2) metode location quotient; (3) metode kombinasi (1) dan (2); dan (4) metode kebutuhan minimum. Metoda pendekatan melalui asumsi, yaitu bahwa semua sektor industri primer dan nanufakturing adalah sektor basis. Sedangkan sektor jasa adalah sektor non-basis. Pada wilayah tertentu yang luasnya relatif kecil dan tertutup, maka metode ini cukup baik bila digunakan. Akan tetapi pada banyak kasus, dalam suatu kelompok industri bisa merupakan sektor basis juga merupakan sektor non-basis. Metoda Location Quotient (LQ) merupakan perbandingan antar? pangsa relatif pendapatan (tenaga kerja) sektor pada tingkat wilayah terhadap pendapatan (tenaga kerja) total wilayah dengan pangsa relatif pendapatan (tenaga kerja) sektor pada tingkat nasional terhadap pendapatan (tenaga kerja) nasional. Hal tersebut secara matematis dapat dinyatakan sebagai berikut :

LQi

=

vi / vt vi / vt 43

dimana : v wilayah vt Vi nasional vt

= Pendapatan (tenaga kerja) sektor pada tingkat = pendapatan (tenaga kerja) total wilayah = pendapatan (tenaga kerja) sektor pada tingkat = Pendapatan (tenaga kerja) total nasional

Apabila LQ suatu sektor (industri)  1, maka sektor (industri) tersebut merupakan sektor basis. Sedangkan bila LQ suatu sektor (industri) < 1, tersebut, maka sektor (industri) tersebut merupakan sektor non-basis. Asumsi metode LQ ini adalah bahwa penduduk di wilayah yang bersangkutan mempunyai pola permintaan wilayah sama dengan pola permintaan nasional. Asumsi lainnya adalah bahwa permintaan wilayah akan sesuatu barang akan dipenuhi terlebih dahulu oleh produksi wilayah, kekurangannya diimpor dari wilayah lain. Kelemahan metode ini adalah kegagalannya untuk menghitung ketidakseragaman permintaan dan produktivitas nasional secara menyeluruh. Kemudian metode ini mengabaikan fakta bahwa sebagian produksi nasional adalah untuk orang asing yang tinggal di wilayah tersebut. Untuk menanggulangi kelemahan metode tersebut dapat dilakukan beberapa modifikasi metode tersebut. Misalnya dengan melakukan survei contoh. Namun tentu saja memerlukan biaya, waktu dan tenaga kerja yang besar. Metoda kombinasi antara pendekatan asumsi dengan metode location quotient dikemukakan oleh Hoyt. la menyarankan bahwa ada beberapa aturan untuk membedakan sektor basis dengan sektor non-basis, yaitu : a. Semua tenaga kerja dan pendapatan dari sektor (industri) ekstraktif (extractive industries) adalah sektor basis.

44

b. Semua tenaga kerja dan pendapatan dari sumber "khusus" seperti politik, pendidikan. kelembagaan, tempat Peristirahatan, kegiatan hiburan dipertimbangkan sebagai sektor basis. Metoda kebutuhan minimum melibatkan penyeleksian sejumlah wilayah yang "sama" dengan wilayah yang diteliti. dengan menggunakan distribusi minimum dari tenaga kerja regional dan bukannya distribusi ratarata. Untuk setiap wilayah pertama-tama dihitung persentase angkatan kerja yang dipekerjakan dalam setiap industri. Kemudian persentasepersentase itu dibandingkan dengan memperhitungkan hal-hal yang bersifat kelainan, dan persentase terkecil dipergunakan sebagai ukuran kebutuhan minimum bagi industri tertentu. Persentase minimum ini digunakan sebagai batas dan semua tenaga kerja di wilayah-wilayah lain yang lebih tinggi dari persentase ini dianggap sebagai tenaga kerja basis. Proses ini diulangi untuk setiap industri di wilayah yang bersangkutan untuk memperoleh tenaga kerja basis total. Dibandingkan dengan metode LQ, metode ini lebih bersifat arbitrer karena sangat tergantung pada pemilihan persentase minimum dan tingkat disagregaei. Die agregasi yang terlalu terinci akan mengakibatkan bahwa hampir semua sektor merupakan sektor basis. Dari keempat metode di atas, Glasson (1978) menyarankan untuk menggunakan metode Location Quotient dalam menentukan apakah sektor tersebut basis atau tidak. Namun Hoover (1975) menyarankan bahwa apabila menggunakan metode tersebut untuk memperkirakan berapa banyaknya output industri yang ekspor, maka perhitungannya seyogyanya tidak didasarkan pendapatan perseorangan atau jumlah penduduk. Akan tetapi akan lebih baik jika perhitungan tersebut didasarkan pada dugaan statistik yang lebih menunjukkan permintaan atas industri tersebut. Sebagai contoh, melalui jumlah nilai tambah (value added) dari industri atau sektor tersebut.

45

Masalah paling mendasar pada model ekonomi basis ini adalah masalah time-lag. Hal ini diakui, bahwa penggandaan basis (base multiplier) tidak berlangsung secara cepat, karena membutuhkan time-lag antara respon dari sektor basis terhadap permintaan luar wilayah dan respon dari sektor non-basis terhadap perubahan sektor basis. Pendekatan yang biasanya dilakukan terhadap masalah ini adalah mengabaikan masalah time-lag ini, berdasarkan pernyataan bahwa dalam jangka panjang masalah time-lag ini pasti terjadi. Beberapa pakar ekonomi wilayah lainnya mencoba mengatasi masalah tersebut dengan memodifikasi rumus penggandaan basis. Penggandaan basis dapat dinyatakan sebagai berikut : Penggandaan basis =

Total tenaga kerja Tenaga kerja sektor basis

Modifikasi rumus tersebut adalah sebagai berikut : Penggandaan basis =

Perubahan pada total tenaga kerja Perubahan pada tenaga kerja basis

Akan tetapi beberapa pakar lainnya berpendapat bahwa apabila Penggandaan basis digunakan sebagai alat proyeksi, maka masalah timelan dapat diatasi dengan menghitung penggandaan basis dengan menggunakan data tin series selama tiga sampai lima tahun dengan menggunakan rumus (1). Pada umumnya, jika melakukan dengan hati-hati dan menggunakannya dengan hati-hati pula, maka model ekonomi basis ini merupakan alat yang baik untuk mengekplorasi, mengevaluasi, dan (memberikan pendugaan permintaan basis untuk masa mendatang), dan memprediksi tenaga kerja, pendapatan, populasi, investasi, kebutuhan rumah, kebutuhan tempat pelayanan masyarakat, dan sebagainya. Model ekonomi basis akan sangat baik digunakan untuk daerah yang belum berkembang, kecil dan tertutup. Daerah yang belum berkembang adalah 46

daerah yang perekonomiannya hanya terdiri dari beberapa sektor saja. Daerah kecil adalah daerah yang cakupannya tidak lebih dari wilayah kabupaten. Akan tetapi dapat juga propinsi asal tidak terlalu luas. Contoh propinsi Bali. Daerah tertutup adalah daerah yang keluar masuknya barang/jasa ke luar dan ke dalam wilayah dapat diketahui, misalnya pulau. 2. Model Ekonomi Basis Tiebout Model ekonomi basis dikembangkan oleh Tiebout (1S62). Dalam model ekonomi basis Tiebout ini alat ukur yang digunakan adalah pendapatan, bukan tenaga kerja. Memang penggunaan alat ukur tenaga kerja mempunyai banyak kelemahan, seperti konversi pekerja paruh waktu (part timer) dan pekerja musiman menjadi tenaga kerja penuh tahunan. Masalah lain adalah tenaga kerja yang menglajo (commutation), yaitu bahwa mereka bekerja pada wilayah yang diteliti, tetapi rumahnya berada di wilayah lain. Karena masalah tersebut dan masalah-masalah lainnya seperti masalah produktivitas, maka tenaga kerja relatif kurang peka untuk mengukur perubahan terutama dalam jangka pendek. Kelebihan pendapatan sebagai alat ukur ini terutama apabila model ekonomi basis digunakan untuk mengukur dampak potensial wilayah 6ebagai pasar. Kelebihan lain pendapatan sebagai alat ukur adalah bahwa pendapatan dapat mengukur perubahan kesejahteraan individu maupun masyarakat. Walaupun begitu, penggunaan alat ukur pendapatan juga tidak terlepas dari kelemahan-kelemahan, misalnya masalah ketersediaan dan tingkat kepercayaan data. a. Pengganda Pendapatan Jangka Pendek Uraian mengenai model ekonomi basis Tiebout akan dimulai dengan pengembangan rumus penggandaan basis seperti diuraikan pada sub-bab terdahulu.

47

Penggandaan basis =

pendapatan total pendapatan basis

Perubahan Penggandaan  Pendapatan total basis

x

Perubahan pendapatan basis

Untuk memudahkan pengertian rumus di atas maka digunakan simbol untuk mengganti kata-kata tersebut seperti yang disajikan di bawah ini : Y = Pendapatan total YB = Pendapatan basis YN

= Pendapatan non basis

M

= Penggandaan basis

Dengan menggunakan simbol-simbol tersebut, maka rumus (2) di atas dapat dinyatakan sebagai berikut : Y = M x YB Sedangkan rumus (1) dapat dinyatakan sebagai berikut = M=

Y 1 1 1 1     YN YB YB Y - YN Y YN 1Y Y Y Y Y

Jadi pengganda pendapatan jangka pendek (MS) adalah : MS =

1 YN 1Y

Sehingga rumus (4) dapat dinyatakan sebagai berikut : Y=

1 x YB YN 1Y

48

Rasio menggambarkan proporsi dari total pendapatan yang dihasilkan oleh aktivitas lokal atau aktivitas penduduk dalam perekonomian wilayah.

1 menunjukkan adanya dua kecenderungan, yaitu : YN 1Y pertama adalah kecenderungan konsumsi lokal yang merupakan persentase dari total pendapatan wilayah yang dikonsumsi secara lokal, yakni : Rasio

CL YN  YB

(7)

Dimana : CL

= Jumlah uang yang dibelanjakan secara lokal untuk barangbarang dan jasa-jasa. Namun demikian, tidak semua pendapatan yang dibelanjakan secara lokal adalah pendapatan lokal. Sebahagian dari pendapatan basis digunakan untuk membeli produksi dari luar daerah (impor), bayar upah pekerja dari luar daerah dan cumber-sumber dari luar lainnya. Untuk menghitung kebocoran pengeluaran yang mengalir ke luar wilayah dibutuhkan faktor lain. Faktor ini adalah kecenderungan membelanjakan pendapatan dalam lokal (propensity of the local sales rupian) yang dirumuskan dengan : YN CL

(8)

Dalam hal ini secara implisit diasumsikan bahwa semua YN dihasilkan oleh penduduk di dalam wilayah itu. Ini berarti bahwa suatu kebocoran terjadi jika penduduk dari wilayah itu memperoleh pendapatan bukan basis dari luar wilayah itu.

49

Kedua kecenderungan itu, bila dikombinasikan, menunjukkan hubungan antara pendapatan, pengeluaran konsumsi lokal, dan pendapatan bukan basis. Produk dari kedua kecenderungan tersebut adalah rasio YN Hal itu adalah : Y CL YN YN YN = = YN  YB CL YN  YB Y

(9)

Rasio ini menggambarkan peranan pendapatan bukan basis dalam perekonomian wilayah. b. Analisis Jangka Panjang Asumsi yang dibuat dalam analisis jangka pendek bahwa tingkat pendapatan yang tercipta dalam sektor investasi lokal sangat tergantung atas kekuatan dari luar, tidak dapat dipertahankan lagi dalam jangka panjang.. Untuk memperhitungkan pengaruh ini, harus diadakan modifikasi pengganda dengan memasukkan kecenderungan berinvestasi pada barang-barang kapital lokal (property to invest in local capital good) yang merupakan persentase pendapatan yang diinvestasikan pada barang-barang modal, hal itu adalah : YI YN  YB

(10)

Dimana : YI

= Pendapatan lokal yang diinvestasikan dalam barang-barang kapital.

Tidak semua pengeluaran lokal untuk investasi tersebut dilakukan di dalam wilayah, tetapi ada barang-barang modal yang

50

import dari luar wilayah sehingga pengeluaran untuk investasi di dalam wilayah akan berkurang. Dengan demikian proporsi pendapatan lokal yang diinvestasikan pada barang-barang modal di dalam wilayah dapat dirumuskan sebagai berikut :

YI - MI YI

(11)

Dimana : HI

= Pengeluaran lokal untuk import barang-barang investasi.

Selanjutnya, hasil penggabungan kedua faktor tersebut di atas adalah sama dengan proporsi pengeluaran investasi lokal yang tinggal di dalam wilayah terhadap total pendapatan wilayah. Persamaan tersebut adalah : YI - MI YI YI - MI x = YN  YB YN  YB YI

(12)

Karena itu pengganda jangka panjang adalah : ML

=

1  CL YN   YI YI - MI  1 -  x x     CL   YN  YB YI   YN  YB

(13)

Dimana : CL

= Jumlah uang dibelanjakan secara lokal untuk barang-barang dan jasa-jasa.

YN

= Pendapatan bukan basis

YB

= Pendapatan basis (ekspor)

YI

= Pendapatan lokal yang diinvestasikan dalam barang-barang kapital.

HI

= Pengeluaran lokal untuk import barang-barang investasi.

51

Turunan dari rumus (13) ini adalah : ML

=

1 YN  YI - MI 1YN  YB

(14)

Perubahan pendapatan regional untuk analisis jangka panjang adalah : Y = YB x ML

(15)

Pengganda dalam analisis jangka panjang akan menghasilkan nilai yang lebih besar daripada pengganda jangka pendek karena baik sektor konsumsi lokal (yang dimasukkan dalam Pengganda jangka pendek) menghasilkan tambahan pendapatan bukan basis. c. Pengganda Tenaga Kerja Salah satu cara untuk menghitung pengganda tenaga kerja adalah dengan menggunakan rumus sebagai berikut : K

=

1 1 -S

Dimana : S = Tenaga kerja bukan basis dibagi total tenaga kerja. sehingga perubahan total tenaga kerja adalah : Y =

1 1 - S

. X

(16)

Dimana : Y

= Perubahan total tenaga kerja

X

= perubahan tenaga kerja basis

Model ini pada umumnya digunakan apabila proporsi pendapatan wilayah yang dibelanjakan dalam wilayah itu sebanding dengan proporsi tenaga kerja wilayah (Pedoman Perencanaan Pembangunan Pertanian Regional, 1982).

52

Jika persentase pendapatan wilayah yang dibelanjakan dalam wilayah tidak sebanding dengan persentase tenaga kerja bukan basis, maka cara yang dapat digunakan untuk menghitung angka pengganda tenaga kerja adalah dengan rumus (Glasson, 1978) sebagai berikut : K =

N NF

(17)

Dimana : K = Pengganda tenaga kerja N = Jumlah tenaga kerja di seluruh sektor N3 = Jumlah tenaga kerja di sektor basis 3.

Pertumbuhan Kesempatan Kerja Dari angka pengganda tenaga kerja yang telah diperoleh dikalikan

dengan pertumbuhan tenaga kerja di sektor basis akan dihasilkan angka pertumbuhan atau perluasan tenaga kerja dalam wilayah atau dengan rumus sebagai berikut : N = NB . K

(18)

Dimana : N

= Pertumbuhan tenaga kerja dalam wilayah

NB = Pertumbuhan tenaga kerja di sektor basis

53

BAB

8

MODEL INPUT OUTPUT

Selama ini sebagian besar perencanaan pembangunan ekonomi Daerah masih bersifat parsial dan belum dapat mendeteksi bagaimana dampak investasi pada suatu sektor terhadap struktur perekonomian suatu wilayah. Hal ini sering menyebabkan pelaksanaan perencanaan banyak menemui kegagalan. Untuk dapat merencanakan pembangunan secara terintegrasi, diperlukan suatu model analisis yang tepat. Keuntungan yang diperoleh dalam menggunakan model 1-0 dalam perencanaan pengembangan wilayah yaitu : 1. Model 1-0 dapat memberikan deskripsi yang detail mengenal perekonomian nasional ataupun perekonomian regional dengan mengkuantifikasikan ketergantungan antar sektor dan asal (sumber) dari ekspor dan impor. 2. Untuk suatu set permintaan akhir dapat ditentukan. besarnya output dari setiap sektor, dan kebutuhannya akan faktor produksi dan sumber daya. 3. Dampak perubahan permintaan terhadap perekonomian baik yang disebabkan oleh swasta maupun pemerintah dapat ditelusuri dan diramalkan secara terperinci. 4. Perubahan-perubahan teknologi dan harga relatif dapat diintegrasikan ke dalam model melalui perubahan koefisien teknik. Sedangkan kelemahan model 1-0 ini antara lain : (a) asumsi-asumsi yang agak restriktif, (b) biaya perencanaan pengembangan wilayah. Hal ini karena Model 1-0 dapat diimplementasikan secara empirik pada bidang dimana keterbatasan data dan teori yang belum cukup berkembang

54

membatasi ruang lingkup penelitian dan perencanaan. Teori keseimbangan umum lainnya seperti Keseimbangan Umum Walrag, dan Model Antar Wilayah dari Neo-Keyneisian dipandang dari sudut teori memadai, akan tetapi lebih sukar untuk diterapkan. Keuntungan yang diperoleh dalam menggunakan model 1-0 dalam perencanaan pengembangan wilayah yaitu : 1. Model 1-0 dapat memberikan deskripsi yang detail mengenai perekonomian nasional ataupun perekonomian regional dengan mengkuantifikasikan ketergantungan antar sektor dan asal (sumber) dari ekspor dan impor. 2. Untuk suatu set permintaan akhir dapat ditentukan besarnya output dari setiap sektor, dan kebutuhannya akan faktor produksi dan cumber daya 3. Dampak perubahan permintaan terhadap perekonomian baik yang disebabkan oleh swasta maupun pemerintah dapat ditelusuri dan diramalkan secara terperinci. 4. Perubahan-perubahan teknologi dan harga relatif dapat diintegrasikan ke dalam model melalui perubahan koefisien teknik. Sedangkan kelemahan model 1-0 ini antara t lain: (a) asumsiasumsi yang agak restriktif, (b) biaya pengumpulan data yang besar dan (c) hambatan-hambatan dalam mengembangkan model dinamik. Hambatan terbesar yang dihadapi oleh lembaga-lembaga perencanaan, terutama di daerah, dalam menggunakan analisis 1-0 antara lain adalah: (1) biaya yang relatif besar dalam pengumpulan data, 2) data pokok yang belum memadai dan (3) keterbatasan kemampuan eknis. v Akan tetapi kalau kendala-kendala tersebut dapat diatasi maka model 1-0 ini merupakan model yang canggih untuk merencanakan pembangunan ekonomi suatu wilayah secara terintegrasi. Berbagai asumsi dasar yang perlu diperhatikan dalam Penggunaan model 1-0 adalah :

55

1. Homogenitas asumsi ini menyatakan bahwa suatu sektor hanya menghasilkan barang melalui satu cara dengan satu susunan input. 2. Proporsional. Asumsi ini menyatakan bahwa perubahan suatu tingkat output selalu didahului oleh perubahan penggunaan input yang seimbang. 3. Additivitas. Asumsi ini menyatakan bahwa akibat total dari pelaksanaan produksi di berbagai sektor dihasilkan oleh masingmasing sektor secara terpisah. 1.

Model Ekonomi

Di dalam sub-model ekonomi ini menggambarkan transaksi barang dan jasa dari berbagai sektor ekonomi yang saling berkaitan dan mempunyai hubungan saling ketergantungan. Transaksi barang dan jasa tersebut dinyatakan dalam suatu matriks segi n. Tabel input-output dapat disajikan dalam dua jenis tabel, yaitu tabel impor bersaing dan impor tak bersaing. Perbedaan kedua tabel tersebut terletak pada perlakuan impor dalam tabel. Pada model impor bersaing, semua transaksi yang terdapat dalam tabel tidak dipisahkan antara barang dan jasa yang berasal dari domestik dan impor. Jenis tabel ini hanya menunjukkan banyaknya impor barang dan jasa secara total menurut sektor penggunaan barang dan jasa tersebut, dan ditempatkan pada sebelah kanan bagian permintaan akhir dengan tanda negatif. Tabel input-output impor bersaing disajikan pada Tabel VIII.1. Tabel input-output model impor tidak bersaing menunjukkan pemisahan yang jelas antara barang dan jasa yang dihasilkan dari dalam negeri dan impor pada setiap transaksi yang ada di dalam tabel. Setiap input atau pembelian yang dilakukan oleh sektor produksi dan permintaan akhir dapat dirinci menurut barang dan jasa domestik, impor dan total keduanya. Pada Tabel VIII.2 disajikan tabel input-output impor tidak bersaing.

56

Tabel I-0 tersebut dapat jugs disajikan dalam bentuk lain, dimana impor berada pada input primer seperti yang disajikan pada Tabel VIII.3. Dari Tabel VIII.3. terlihat bahwa hubungan-hubungan yang ada dapat dinyatakan sebagai berikut: Sektor baris, menunjukkan alokasi output sektor untuk Permintaan antara (intermediator demand) sektor dan sebagian untuk permintaan akhir. Secara matematis persamaan tersebut dapat dinyatakan sebagai berikut : n



xij + Yi = Xi

n = 1, 2, ........n

j  1

Xij

= Banyaknya output sektor i yang digunakan input oleh sektor J

Y1

= Permintaan akhir terhadap sektor i. = RT1 + KP1 + I1 + S1 + E1

57

Tabel VIII.1. Tabel Input-Output Impor Bersaing Output Input

Permintaan antara

Permintaan akhir

Impor

Total Output

F1 ...... ...... ...... ...... ...... ...... Fn

- M1 ...... ...... ...... ...... ...... ...... - Mn

X1 ...... ...... ...... ...... ...... ...... Xn

Sektor Produksi

X11 ...... ...... ...... ...... ...... ...... Xln

...... ...... ...... ...... ...... ...... ...... ......

Xln ...... ...... ...... ...... ...... ...... Xnn

Input Primer

V1

......

Vn

Total Input

X1

......

Xn

1 ............ n

n

Sektor produksi

........ ...

Input antara

1

58

Tabel VIII.2 Tabel Input-Output Impor Tidak Bersaing

Output Input

Permintaan antara

Permint Total Impo aan Outp r Akhir ut

Sektor Produksi ......

n

Domest ik

Xd11

......

Xd1n

Fd1

Impor

Xm11

......

Xm1n

Fm1

- M1

Total

Xt11

......

Xt1n

Ft1

- M1

X1

...... ...... ......

...... ...... ......

...... ...... ......

...... ...... ......

...... ...... ......

...... ...... ......

...... ...... ......

Domest ik

Xdn1

......

Xdnn

Fdn

Impor

Xmn1

......

Xmnn

Fmn

- Mn

Total

Xtn1

......

Xtnn

Ftn

- Mn

Input primer

V1

......

Vn

Total Input

X1

......

Xn

1 ............ n

Inp Se ut kto ant r ara Pr od uk si

1

59

X1

Xn

Xn

Dimana : RT1 = Konsumsi Rumah Tangga KP1 = Konsumsi Pemerintah 1i = Pembentukan modal S1 = Stok E1 = Ekspor Sektor kolom, menunjukkan penggunaan input yang disediakan oleh sektor lain untuk aktifitas produksi. Persamaan matematisnya dapat ditulis sebagai berikut : n



Xij + Gj = Xj

j = 1,2 ............... n

i  1

Xij

= Banyaknya input yang disediakan sektor untuk memproduksi dalam sektor j.

Gj

= = = = =

Mj Mj Vj

Input primer dari sektor (Lj + Mj + Vj) Upah dan gaji rumah tangga Impor Nilai tambah lainnya

Sebagaimana terlihat dalam tabel. bahwa permintaan , antara menunjukkan jumlah penawaran output dari suatu sektor ke sektor lain yang digunakan dalam proses produksi. Permintaan akhir merupakan konsumen akhir yang terdiri dari (1) pengeluaran konsumsi rumah tangga, (2) pengeluaran konsumsi pemerintah, (3) pembentukan modal tetap, (4) perubahan stok, (5) ekspor. Pengeluaran konsumsi rumah tangga terdiri dari pembelian barang dan jasa yang dilakukan oleh rumah tangga I dan badan-badan yang tidak mencari untung dikurangi nilai neto penjualan barang bekas dan barang sisa. Akan tetapi pembelian rumah baru oleh rumah tangga dimasukkan sebagai pembentukan modal tetap sektor usaha persewaan bangunan dan tanah (real estate). Sehingga perkiraan sewa rumah milik sendiri yang

60

didiami sendiri dihitung sebagai output sektor real estate yang dikonsumsi sendiri oleh rumah tangga. Produksi pertanian, kehutanan, perikanan dan penggalian yang dihasilkan rumah tangga untuk dikonsumsi sendiri dianggap sebagai output sektor-sektor yang bersangkutan dan dibeli oleh rumah tangga. Gaji para pembantu rumah tangga, pengasuh anak, koki, tukang kebun dan sebagainya dianggap sebagai output Jasa perseorangan yang dikonsumsi rumah tangga. Pengeluaran konsumsi pemerintah mencakup pengeluaran Pemerintah, baik pusat maupun daerah, untuk konsumsi kecuali yang sifatnya pembentukan modal, termasuk pengeluaran untuk kepentingan angkatan bersenjata. Pembentukan modal tetap mencakup semua pembelian barang baru oleh semua sektor produksi, termasuk pembelian barang bekas dari luar negeri. Pembentukan modal tetap meliputi : (1) pembelian barang modal yang umurnya melebihi satu tahun, (2) pengeluaran untuk perbaikan barang modal yang sifatnya meningkatkan produktivitas atau memperpanjang umur. (3) pengeluaran untuk perbaikan tanah, (4) pembinaan dan perluasan hutan dan tambang, (5) penanaman tanaman tahunan, (6) pembelian ternak untuk pemblakan, produksi susu dan pengangkutan, dan (7) margin perdagangan dan biaya pengangkutan. Perubahan stok merupakan nilai persediaan akhir dikurangi persediaan awal tahun. yang dapat dirinci sebagai berikut : 2. Perubahan stok barang jadi dan setengah jadi yang disimpan produsen termasuk perubahan jumlah ternak dan unggas, dan barang-barang strategic yang disimpan pemerintah; 3. Perubahan stok dari bahan mentah dan bahan baku yang belum digunakan oleh produsen; dan 4. Perubahan blok di sektor perdagangan yang terdiri dari barangbarang yang belum terjual pada para pedagang besar dan pengecer.

61

Ekspor dan impor meliputi transaksi barang dan jasa dengan luar negeri. Transaksi ini mencakup barang, biaya Pengangkutan, perhubungan, asuransi dan lain-lain. Transaksi ekspor dicatat dalam harga f.o.b. (free or board) sehingga mencakup biaya angkut domestik, pajak ekspor, biaya muat, tanpa memandang siapa yang menanggungnya impor dinilai menurut harga landed cost yang terdiri dari nilai c.i.f. (cost insurance freight) ditambah bea masuk dan pajak-pajak lain. Kalau yang menerima biaya angkutan dan asuransi adalah perusahaan domestik, maka dianggap sebagai ekspor jasa. Input primer adalah faktor-faktor produksi yang secara langsung terlibat dalam aktifitas produksi, input primer ini terdiri dari: (1) upah/gaji, (2) surplus usaha, (3) penyusutan dan (4) pajak tak langsung. Upah dan gaji adalah pembayaran kepada buruh dan pegawai bukan pekerja keluarga yang tidak dibayar. atas partisipasi mereka dalam kegiatan produksi.. Pembayaran tersebut dapat berupa uang atau barang. penilaian upah dan gaji berupa uang dan barang didasarkan atas harga pasar. Surplus usaha meliputi sewa tanah, bunga atas modal dan keuntungan. Penyusutan merupakan perkiraan susutnya barang modal tetap yang dipakai dalam proses produksi. Penyusutan barang modal yang disewa dimasukkan ke dalam sektor yang menyewakannya. Pajak tak langsung neto merupakan selisih antara pajak tak langsung dengan subsidi. Pajak tak langsung dipungut atas barang dan jasa yang diproduksi dan dijual, misalnya bea masuk, pajak ekspor, iuran perizinan, pajak penjualan. Pajak hiburan, cukai dan sebagainya. Pada prinsipnya dalam penyusutan tabel 1-0. Pajak tan langsung dimasukkan ke sektor yang membayarnya. Subsidi merupakan bantuan pemerintah untuk menambah pendapatan produsen yang sedang berjalan. Subsidi akan menurunkan harga jual sehingga dapat dianggap sebagai pajak tak langsung negatif.

62

a. Koefisien Input. Koefisien input atau koefisien teknologi dalam tabel inputoutput diperoleh dari perbandingan antara output sektor yang digunakan dalam sektor j. atau (X) dengan input total sektor j, (Xj) Apabila koefisien input itu = aij . maka : aij =

X ij Xj

Dengan koefisien input tersebut dapat disusun strike sebagai berikut : a11 x 1 + a12x2 + .................. + ainxn + y1 = x1 a21 x 1 + a22x2 + .................. + a2nxn + y2 = x2 an1 x 1 + an2x2 + .................. + annxn + yn = xn atau

 a 11 ................ a 1n  a ................ a  2n   21 a n1 ................ a nn  A

 x1 x  2  y n X

  y1   x1  y    +  2  =  x2   y n   X n Y X

   

AX + Y = X  Y = X - AX  Y = (1 - A)X di nana (I - A) disebut matriks Leontief. Bentuk matriks Leontief selengkapnya adalah sebagai berikut :

 (I - A) =  

1 -

a 11  .................................... a 1n  - a n1 .................................... (1 - a nn ) 

Selanjutnya dari persamaan Y = (I - A)X, didapatkan X = (I A) Y; di nana (I - A) merupakan matriks kebalikan Leontief. Peranan matriks kebalikan dalam tabel input output merupakan alat yang fundamental untuk analisis ekonomi karena saling berkaitan dengan tingkat permintaan akhir terhadap tingkat produksi. Analisis yang akan 63

diuraikan adalah : (1) Keterkaitan Langsung ke Depan (direct forward linkage); (2) keterkaitan Langsung ke Belakang (direct backward linkage); (3) keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung ke Depan; (4) keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung ke Belakang; (5) Koefisien Penyebaran (Coefficient "T Dispersion); (6) Kepekaan Penyebaran (sensitivity of dispersion); (6) Kepekaan Penyebaran (income multiplier), (7) Pengganda Pendapatan, (8) Pengganda Tenaga Kerja (Employment Multiplier); dan (9) Pengganda output (Output Multiplier). b. Keterkaitan Langsung Ke Depan Keterkaitan Langsung ke Depan menunjukkan akibat suatu sektor tertentu terhadap sektor-sektor yang penggunaan sebagian output tersebut secara langsung pe unit kenaikan permintaan total. Untuk mengetahui besarnya Keterkaitan Langsung ke Depan, digunakan rumus sebagai berikut : n

F1 = F1 



j  1

xi

X ij 

n

a

j  1

ij

Fi

= Keterkaitan Langsung ke Depan (direct forward linkage)

Xij

= Banyaknya, output sektor I yang digunakan oleh sektor j

Xi

= Total output sektor i (antara dan akhir)

aij

= unsur roatriks koefieien teknis

c. Keterkaitan Langsung Ke Belakang Keterkaitan Langsung ke Belakang menunjukkan akibat dari suatu sektor tertentu terhadap sektor-sektor yang menyediakan input antara bagi sektor tersebut secara langsung per unit kenaikan

64

permintaan total. Untuk mengetahui besarnya Keterkaitan Langsung ke Belakang suatu sektor, maka digunakan rumus sebagai berikut : n

Bj = 



X ij

j  1

xj



n

a

j  1

ij

Dimana : Bj

= Keterkaitan Langsung ke Belakang

Xij

= Banyaknya input sektor j

Xj

= Total input sektor j

aij

= Unsur matriks koefisien teknis

d. Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung Ke Depan. Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung ke depan merupakan alat untuk mengukur akibat dari suatu sektor tertentu terhadap sektor-sektor yang menyediakan output bagi sektor tersebut baik secara langsung maupun tak langsung per unit kenaikan permintaan total. Untuk mengukur besarnya keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung ke Depan digunakan rumus sebagai berikut (Langham dan Retzlaff, 1982) : n

FLTL1

c

j  1

ij

dimana : FLTLA = Keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan Cjj

= Unsur matriks kebalikan Leontief terbuka

65

e. Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung Ke Belakang Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung ke Belakang menyatakan akibat dari suatu sektor tertentu terhadap sektor-sektor yang menyediakan input antara bagi sektor tersebut baik secara langsung maupun tak langsung per unit kenaikan permintaan total. Untuk mengukur besarnya keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung ke Belakang digunakan rumus sebagai berikut (Langham dan Retzlaff, 1982) : n

BLTL

c

j

i  1

ij

Dimana : BLTLj

= Keterkaitan Langsung dan Tidak, Langsung ke Belakang

f. Koefisien Penyebaran (Coefficient of Dispersion) Analisis ini menunjukkan koefisien kaitan yang memberi-kan gambaran tentang pengaruh yang ditimbulkan oleh satu unit Permintaan akhir untuk semua sektor di dalam suatu Perekonomian. Koefisien Penyebaran merupakan keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang yang dinormalkan dengan jumlah sektor dan jumlah seluruh koefisien matriks kebalikan Leontief (Rasmussen, 1956 dan Bulmer-Thomas, l982). Secara matematik dapat ditulis dalam bentuk rumus sebagai berikut : n

n Bd 

n

c

i  1 n

 

i 1

j 1

ij

c ij

Dimana : Bd

= Koefisien penyebaran.

Cij

= Unsur matriks kebalikan Leontie

66

g. Kepekaan Penyebaran (Sensitivity of Dispersion) Kepekaan Penyebaran ini memberikan gambaran tentang pengaruh yang timbul oleh satu unit permintaan akhir terhadap semua sektor di dalam perekonomian. Kepekaan Penyebaran merupakan Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung he depart yang dinormalkan dengan jumlah sektor dan jumlah seluruh koefisien matriks kebalikan Leontief (Rasmussen, 1956 dan Bulmer-Thomas, 1962). Secara matematik analisis ini dapat dinyatakan sebagai berikut : n

n Fd 

c

j  1 n

n

i 1

j 1

 

ij

c ij

Dimana : Fd

= Kepekaan penyebaran

Apabila nilai lndeks Bd dari sektor 1 > 1, hal ini menunjukkan bahwa sektor tersebut memperoleh pengaruh dari sektor lainnya juga tinggi. Dengan perkataan lain, sektor tersebut peka terhadap pengaruh sektor lain. Sebaliknya apabila indeks Fd dari sektor j > 1. berarti pengaruh sektor tersebut terhadap sektor lainnya juga tinggi (BulmerThomas. 1982). 2. Pengganda Pendapatan Menurut Miller dan Blair (1985) terdapat 4 jenis pengganda pendapatan, yaitu: (1) pengganda pendapatan sederhana; (2) pengganda pendapatan total (3) pengganda pendapatan tipe I; dan (4) pengganda pendapatan tipe II.

67

a. Pengganda Pendapatan Sederhana dan Total Pengganda pendapatan sederhana (MS) merupakan penjumlahan pengaruh langsung dan tidak langsung. Secara matematik dapat dirumuskan sebagai berikut : n

MSj



=

i  1

a n  1 . i . C ij

Dimana : MS

= Pengganda Pendapatan Sederhana sektor ke j

Cij

= Unsur matriks kebalikan Leontief = (I - A) -1

an + 1.i

= Koefisien input gaji/upah rumah tangga Pengganda pendapatan total.(MT) merupakan penjumlahan antara pengaruh langsung ditambah pengaruh tidak "langsung" dan pengaruh induksi/imbalan (induct).

Selanjutnya untuk menghitung pengganda pendapatan total. terlebih dahulu memasukkan vektor baris upah dan gaji rumah tangga dan vektor kolom konsumsi rumah tangga ke dalam matriks permintaan antara sehingga terdapat matriks baru yang disebut matriks Leontief tertutup. Setelah itu dicari matriks kebalikan Leontief tersebut yaitu (ID). Secara matematik pengganda pendapatan total dapat dirumuskan sebagai berikut : n  1

MTj =



i  1

a n  1 . i . D ij

Dimana : MTj = Pengganda Pendapatan Total sektor ke j Dij

= Unsur matriks kebalikan Leontief tertutup

68

b. Pengganda Pendapatan Tipe I Pengganda pendapatan tipe I adalah besarnya peningkatan pendapatan pada suatu sektor akibat meningkatnya permintaan akhir output sektor tersebut sebesar satu unit. Artinya apabila permintaan akhir terhadap output sektor tertentu meningkat sebesar satu rupiah, maka akan meningkatkan Pendapatan rumah tangga yang bekerja pada sektor tersebut terbesar nilai pengganda pendapatan sektor yang bersangkutan. Pengganda pendapatan tipe I merupakan penjumlahan pengaruh langsung dan tidak langsung dibagi dengan pengaruh langsung yang dapat dirumuskan sebagai berikut :

MI

=

Pengaruh langsung  pengaruh tidak langsung Pengaruh langsung

Atau secara matematik dapat dirumuskan sebagai berikut : n

MIj

=



i  1

an  1 . i . Cij an  1 . j

MIj

= Pengganda Pendapatan Tipe I sektor ke j

Cij

= Unsur matriks kebalikan Leontief = (I - A)~

an+1,j

= koefisien input gaji/upah ruinah tangga sektor j

c. Pengganda Pendapatan Tipe II Pengganda pendapatan tipe II ini selain oenghitung pengaruh langsung dan tidak langsung juga menghitung pengaruh induksi ( induce effects) .

MII

Pengaruh langsung  Pengaruh tidak langsung  Pengaruh induce = Pengaruh langsung

Atau secara matematik dapat dirumuskan sebagai berikut : 69

n  1

MIIj =



i  1

an  1 . i . Dij an  1 . j

Dimana : MIIj = Pengganda Pendapatan Tipe II sektor ke j D1j

= Unsur matriks kebalikan Lontif tertutup

An+1.j = Koefisien input gaji/upah rumah tangga sektor j. 3. Pengganda Tenaga Kerja Pengganda tenaga, kerja adalah besarnya kesempatan kerja Tersedia pada sektor tersebut sebagai akibat penambahan permintaan akhir dari sektor yang bersangkutan sebesar satu satuan rupiah. a. Pengganda Tenaga Kerja Type I Untuk menghitung pengganda tenaga kerja tipe I digunakan rumus sebagai berikut : n

MLIj

=



i 1

Wn + 1 . 1 =

w n  1 . i . Dij wn  1 . j

Li Xi

dimana : MLIj

= Pengganda Tenaga Kerja sektor ke j

W

= Vektor baris koefisien tenaga kerja (orang/satuan rupiah)

W

= (wn+1.1- wn+1.2.....wn+1.n)

Wn+1.i = koefisien tenaga kerja sektor ke i (orang/satuan rupiah) wn + 1 .j = Koefisien tenaga kerja sektor ke j (orang/satuan rupiah) Xi

= Total output (satuan rupiah)

70

Lj

= Komponen tenaga kerja sektor ke i

Cij

= Unsur matriks kebalikan Leontief

b. Pengganda Tenaga Kerja Tipe II Rumus Pengganda Tenaga Kerja Tipe II adalah sebagai berikut : dimana : MLIIj = Pengganda Tenaga Kerja sektor ke j wn+l .i = Koefisien tenaga kerja sektor ke i (orang/satuan rupiah) wn+1.j = Koefisien tenaga kerja sektor ke j (orang/satuan rupiah) Djj

= Unsur matriks kebalikan Leontief tertutup

c. Pengganda Output Sederhana Analisis ini bertujuan untuk mengetahui sampai berapa jauh pengaruh kenaikan permintaan akhir suatu sektor di dalam perekonomian suatu wilayah terhadap output sektor yang lain, baik secara langsung maupun tidak langsung. Untuk menghitung pengganda Output Sederhana digunakan rumus sebagai berikut : Dimana : MXSj = Pengganda Output Sederhana sektor j Cij

= Unsur matriks kebalikan Leontief

d. Pengganda Output Total Analisis ini bertujuan untuk mengetahui sampai berapa jauh pengaruh kenaikan permintaan akhir suatu sektor di dalam perekonomian suatu wilayah terhadap output sektor yang lain, baik

71

secara langsung, tidak langsung maupun induksi. Untuk menghitung Pengganda Output Total digunakan rumus sebagai berikut : n  1

MXTj =



i  1

D ij

Dimana : WXTj

= Pengganda Output Total sektor j

Dij

= Unsur matriks kebalikan Leontief

Contoh Agar lebih memudahkan pengertian tentang analisis 1-0 di atas. maka pada bagian ini akan diberikan Contoh cara-cara penghitungan masing-masing analisis tersebut dengan menggunakan data hipotetik. Misalkan sistem perekonomian Indonesia dibagi menjadi 3 sektor, yaitu sektor pertanian. industri dan jasa. Tabel transaksi barang dan jasa antara sektor produksi tersebut disajikan pada Tabel VIII.4 e. Pengganda Pendapatan Sederhana Tahapan-tahapan

penghitungan

Pengganda

Pendapatan

Sederhana adalah sebagai berikut : 1. Pertama, disusun matriks A (matriks koefisien teknis) dieebut juga matriks terbuka seperti di bawah ini : A

 0,200 0,200 0,100 =  0,100 0,267 0,200  0,300 0,067 0,200

   

2. Selanjutnya matriks identitas dikurangi dengan matriks tersebut di atas = (I - A)

72

 1 0 0   0,200 0,200 0,100  (I - A) =  0 1 0  -  0,100 0,267 0,200       0 0 1   0,300 0,067 0,200   0,800  0,200  0,100 =   0,100 0,733  0,200    0,300  0,067 0,800

   

3. Kemudian dicari matriks kebalikan (I - A) yang dinotasikan dengan (I - A)-1. Hasil matriks kebalikan tersebut disajikan di bawah ini :

(I - A)

-1

=

 1,4053 0,4086 0,2779   0,3434 1,4961 0,4169     0,5557 0,2786 1,3891 

73

Tabel VIII 3 Tabel Transaksi Barang dan Jasa (Dalam puluhan milyar rupiah)

Ke

Dari

Permintaan antara

Konsumsi Rumah Tangga

Permintaan Akhir Lainnya

Total Output

Pertanian

Industri

Jasa

Pertanian

20

30

10

30

10

100

Industri

10

40

20

30

50

150

Jasa

30

10

20

30

10

100

Gaji dan upah Rumah Tangga

20

40

30

80

30

200

Nilai tambah lainnya + Impor

20

30

20

30

-

100

Total Input

100

150

100

200

100

650

4. Matrik kebalikan di atas kemudian dikalikan dengan barfs koefisien teknis langsung (gaji dan upah rumah tangga) sehingga akan didapatkan perubahan pendapatan langsung dan tidak langsung. a. Pengganda Pendapatan Sederhana sektor pertanian =

 1,4053   0,200 0,267 0,300  x  0,3434    0,5557 

74

(1,4053 x 0.200) + (0.3434 x 0,267) + (0,5557 x 0.300) = 0,53946 b. Pengganda Pendapatan sederhana sektor Industri =

 1,4088   0,200 0,267 0,300  x  1,4960    0,2786  c. Pengganda Pendapatan Tipe I sektor jasa =

 0,2779   0,200 0,267 0,300  x  0,4169    1,3891  (0,2779 x 0.200) + (0,4169 x 0.267) + (1,3891 x 0,300) = 0,5836 Pengganda Pendapatan Tipe I Algoritma perhitungan pengganda pendapatan tipe I hampir sama dengan pengganda pendapatan sederhana pengganda pendapatan tipe I sektor merupakan perbandingan antara pengganda pendataan sederhana dengan koefisien teknis upah dan gaji rumah tangga. a. Pengganda Pendapatan Tipe I sektor pertanian =

(1.4053 x 0.200)  (0.3434 x 0.267)  (0.5557 x 0.300) 0,200 = 2.6973 b. Pengganda Pendapatan Tipe I sektor Industri =

75

(0,4088 x 0,200)  (1,4960 x 0.267) (0.2786 x 0.300) 0,267 = 2.1153 c. Pengganda Pendapatan tape I sektor jasa =

(0.2779 x 0.200)  (0.4169 x 0,267)  (1.3891 x 0.300) 0,300 = 1.9454 Hasil analisis pengganda pendapatan di atas menunjukkan bahwa pengganda pendapatan tipe I sektor pertanian menduduki peringkat tertinggi yang kemudian diikuti berturut-turut oleh sektor industri dan jasa. Nilai pengganda pendapatan tipe 1 sektor pertanian sebesar 2,6973 menunjukkan bahwa setiap penambahan permintaan akhir output dari sektor Pertanian sebesar satu satuan akan meningkatkan pendapatan rumah tangga yang bekerja di sektor tersebut sebesar 2,6973 kali. Pengganda Pendapatan Total Tahapan-tahapan penghitungan Pengganda Pendapatan Total adalah sebagai berikut : 1. Dibuat matriks koefisien teknis dengan memasukkan Juga baris dan kolom matriks rumah tangga. Matriks ini disebut matriks tertutup. Hasilnya disajikan di bawah ini :

76

  =    

D

0,200 0,100 0,300 0,200

0,200 0,100 0,150 0,267 0,200 0,150 0,067 0,200 0,150 0,267 0,300 0,400

     

2. Matriks identitas dikurangi dengan matriks tertutup D

     

1 0 0 0

0 1 0 0

(I - D)

0 0 1 0

0  0,200   0,100 0   0,300 0   1  0,200

0,200 0,100 0,150 0,267 0,200 0,150 0,067 0,200 0,150 0,267 0,300 0,400

     

 0,200  0,200  0,100  0,150    0,100 0,733  0,200  0,150   =   0,300  0,067 0,800  0,150    0,600    0,200  0,267  0,300

3. Matriks (I - D) tersebut dicari matriks kebalikannya

(I - D)-1

  =    

1,8934 0,9198 0,8059 0,9048  0,8698 2,0472 0,9865 0,9759  1,0745 0,8218 1,9504 0,9517   1,5555 1,6285 1,6828 2,8834 

4. Perhitungan Pengganda Pendapatan Total masing-masing sektor adalah sebagai berikut : a. Pengganda Pendapatan Total sektor pertanian =

 0,200

0,267 0,300 0,400



  x    

1,8934 0,8698 1,0745 1,5555

     

(0,200 x 1.8934) + (0.267 x 0,8698) + (0.300 x 1.-0745 + (0.400 + 1.5555) = 1.5555 77

b. Pengganda Pendapatan Total sektor industri =

 0,200

0,267 0,300 0,400



  x    

0,9198 2,0472 0,6218 1,6285

     

(0,200 x 0,9198) +,(0.267 x 2.0472) + (0.300 x 0,8218) + (0.400 x 1.6285) = 1.6285 c. Pengganda Pendapatan Total sektor jasa =

 0,200

0,267 0,300 0,400



  x    

0,8059 0,9865 1,9504 1,6828

     

(0,200 x 0.8059) + (0.267 x 0.9865) ? (0,300 + 1,9504) + (0.400 x 1.6828) = 1,6828 Pengganda Pendapatan Tipe II Algoritma perhitungan pengganda pendapatan tipe II hampir sama dengan pengganda total. Pengganda Pendapatan tipe II sektor j merupakan perbandingan antara perubahan pendapatan langsung, tidak langsung dan induksi dengan koefisien teknis rumah tangga setter tersebut. Atau pengganda pendapatan tipe II adalah perbandingan antara pengganda pendapatan total dengan koefisien teknis rumah tangga. a. Pengganda Pendapatan Tipe II sektor pertanian =

1.5555  7,7775 0,200

78

b. Pengganda Pendapatan Tipe II sektor industri =

1.6285  6,0993 0,267 c. Pengganda Pendapatan Tipe II sektor jasa =

1,6828  5,6093 0,300 Hasil analisis di atas menunjukkan bahwa pengganda pendapatan tipe II sektor pertanian menduduki peringkat teratas diikuti oleh sektor industri dan sektor jasa. Arti pengganda pendapatan tipe II sektor pertanian sebesar 7.7775 adalah menunjukkan bahwa setiap penambahan permintaan akhir output dari sektor pertanian sebesar satu satuan rupiah akan meningkatkan pendapatan rumah tangga yang bekerja di sektor tersebut sebesar 7,7775 kali. Keterkaitan Langsung Ke Depan Keterkaitan langsung ke depan sektor ke i merupakan penjumlahan baris matriks koefisien teknis ke i. Perhatikan matriks koefisien teknis di bawah ini :

A

 0,200 0,200 0,100 =  0,100 0,257 0,200  0,300 0,067 0,200

   

a. Keterkaitan langsung ke depan sektor pertanian F1 = 0.200 + 0,200 + 0,100 = 0.500

79

b. Keterkaitan langsung ke depan sektor industri F2 = 0,100 + 0,267 + 0.200 = 0,567 c. Keterkaitan langsung ke depan sektor jasa F3 = 0,300 + 0.067 + 0.200 = 0.567 Keterkaitan Langsung Ke Belakang Keterkaitan langsung ke belakang suatu sektor ke j merupakan penjumlahan suatu kolom ke j dalam matriks koefisien teknis. a. Keterkaitan Langsung ke Belakang sektor pertanian B1 = 0,200 + 0,100 + 0.300 = 0.600 b. Keterkaitan Langsung ke Belakang sektor industri B2 = 0.200 + 0.267 + 0.067 = 0.534 c. Keterkaitan Langsung ke Belakang sektor jasa B3 = 0.100 + 0,200 + 0,200 = 0.500 Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung Ke Depan Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung Depan sektor ke i merupakan penjumlahan unsur-unsur baris ke i dari matriks kebalikan Leontief terbuka. Perhatikan matriks kebalikan Leontief terbuka di bawah ini. (I - A) -1

 1,4053 0,4088 0,2779  =  0,3434 1,4961 0,4169   0,5557 0,2786 1,3891 

a. Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung Ke Depan Sektor Pertanian : 80

KLTLD1 = 1,4053 + 0,4088 + 0,2779 = 2,0920 b. Keterkaitan Langsung dan tidak Langsung Ke Depan Sektor Industri: KLTLD2 = 0,3434 + 1,4961 + 0,4169 = 2,2564 c. Keterkaitan Langsung dan tidak Langsung Ke Depan Sektor Jasa: KLTLD3 = 0,5557 + 0,2786 + 1,3891 = 2,2234 Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung Ke Belakang Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung ke Belakang sektor ke j merupakan penjumlahan unsur-unsur kolom ke j dari matriks kebalikan Leontief terbuka. a. Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung Ke Belakang Sektor Pertanian : KLTLB1 = 1,4053 + 0.34,34 + 0,5557 = 2,3044 b. Keterkaitan Langsung dan tidak Langsung Ke Belakang Sektor Industri : KLTLB2 = 0,4088 + 1,4961 + 0,2786 = 2,1835 c. Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung Ke Belakang Sektor Jasa : KLTLB3 = 0,2779 + 0.4169 + 1,3891 = 2,0839 Kepekaan Penyebaran Kepekaan penyebaran sektor ke i merupakan penormalan Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung Ke Depan sektor ke i

81

dengan jumlah sektor dan Jumlah seluruh unsur koefisien matriks kebalikan Leontief terbuka. a. Kepekaan Penyebaran sektor pertanian : Fd1

=

3 (1,4053  0.4088  0,2779) (1.4053  0.4088  0,2779  0.3434  1,4961  0.4169  0,5557  0,2786  1.3891)

= 0.9550 b. Kepekaan Penyebaran sektor industri

Fd2

=

3 (0,3434  1,4961  0.4169) (1,4053  0,4088  0,2779  0,3434  1,4961  0.4169  0.5557  0,2786  1.3891)

= 1,8390 c. Kepekaan Penyebaran sektor jasa : Fd3

=

3 (0.5557  0,2786  1.3891) (1.4053  0.4088  0.2779  0.3434  1.4961  0.4169  0,5557  0.2786  1.3891)

= 1,0150 Koefisien Penyebaran Kepekaan penyebaran sektor ke merupakan penormalan Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung Ke Belakang sektor ke i dengan jumlah sektor dan jumlah seluruh unsur koefisien matriks kebalikan Leontief terbuka. a. Koefisien Penyebaran sektor pertanian :

82

BLTL1

=

3 (1,4053  0.3434  0.5557) (1,4053  0.4088  0.2779  0.3434  1.4961  0,4169  0,5557  0.2786  1.3891)

= 1,0519 b. Koefisien Penyebaran sektor industri : BLTL2

=

3 (0.4088  1.4961  0.2786) (1,4053  0,4088  0.2779  0.3434  1.4961  0.4169  0.5557  0.2786  1.3891)

= 0;9968 c. Koefisien Penyebaran sektor jasa : BLTL3

=

3 (0,2779  0,4169  1.3891) (1.4053  0,4083  0,2779  0,3434  1,4961  0.4169  0.5557  0,2786  1.3891)

= 0.9513 1. Pengganda Tenaga Kerja Untuk menghitung pengganda tenaga kerja masih diperlukan data tambahan, yaitu data jumlah tenaga kerja per sektor. Langkah pertama adalah menghitung koefisien tenaga kerja, yang merupakan perbandingan antara jualah tenaga kerja sektor i dengan total output sektor 1. Pada Tabel VIII.5 disajikan data total output, jumlah tenaga kerja dan koefisien tenaga kerja per sektor. Selanjutnya perhitungan untuk setiap jenis pengganda tenaga kerja adalah sebagai berikut :

83

Tabel VIII. 4 Total Output. Jumlah Tenaga Kerja dan Koefisien Tenaga Kerja per Sektor Total Output

Jumlah Tenaga Kerja

Koefisien Tenaga Kerja

(milyar Rp) X1

(jutaan org) Li

(org/juta Rp) wn+1.i = Li/Xi

1. Pertanian

100

33

330

2. Industri

150

15

100

3. Jasa

100

20

200

4. Rumah Tangga

200

5

25

Sektor

a. Pengganda Tenaga Kerja Sederhana Algoritma perhitungan pengganda tenaga kerja sederhana hampir sama dengan pengganda pendapatan sederhana. yaitu matriks kebalikan Leontief terbuka dikalikan dengan koefisien tenaga kerja. b. Pengganda Tenaga Kerja Sederhana sektor pertanian adalah : ML1

=

(1.4053 x 380) + (0,3434 x 100) + (0.5557 x 200)

=

679.494

c. Pengganda Tenaga Kerja Sederhana sektor industri adalah : ML2

=

(0.403S x 3S0) + (1,4961 x 100) + (0,2786 x 200)

=

360.674

d. Pengganda Tenaga Kerja Sederhana sektor jasa adalah: ML3

=

(0.2779 x 330) + (0.4169 x 100) + (1.3391 x 200)

=

425.112

84

c.

Pengganda Tenaga Kerja Tipe I Pengganda Tenaga Kerja Tipe I sektor ke merupakan Perbandingan antara Pengganda Tenaga Kerja Sederhana sektor ke j dengan Koefisien Tenaga Kerja sektor ke i. a. Pengganda Tenaga Kerja Tipe I sektor pertanian adalah : MLI1

=

679.494 = 1,788 100

b. Pengganda Tenaga Kerja Tipe I sektor industri adalah: MLI2

=

360.674 = 3,601 100

c. Pengganda Tenaga Kerja Tipe I sektor industri adalah: MLI3

d.

=

425.112 = 2,126 200

Pengganda Tenaga Kerja Total Pengganda Tenaga Kerja Total merupakan penggandaan antara unsur matriks kebalikan Leontief tertutup dengan koefisien tenaga kerjanya, yaitu sebagai berikut : a. Pengganda Tenaga Kerja Total sektor pertanian adalah : MLX

=

(1.8934 x 380) + (0.6698x 100) + (1.0745 x 200) + (1,5555 x 25)

=

1060,2595

b. Pengganda Tenaga Kerja Total sektor industri adalah: ML2

=

(0.9193 x 380) + (2.0472 x 100) + (0.821S x 200) + (1,6285 x 25)

= 759,3165 c. Pengganda Tenaga Kerja Total sektor jasa adalah :

85

ML3

=

(0,8059 x 380) + (0,9865 x 100) +71.9504 x 200) + (1.6328 x 25)

= e.

837.0420

Pengganda Tenaga Kerja Tipe II Pengganda Tenaga Kerja Tipe II merupakan perbandingan antara Pengganda Kerja Total dengan koefisien tenaga kerjanya. a. Pengganda Tenaga Kerja Tipe II sektor pertanian adalah : MLII1

=

1060,2595 = 2,7902 380

b. Pengganda Tenaga Kerja Tipe II sektor industri adalah:

MLII2

=

1060,2595 = 7.5932 100

c. Pengganda Tenaga Kerja Tipe II sektor jasa adalah :

MLII3

=

837.0420 = 4,1852 100

4. Pengganda Output a.

Pengganda Output Sederhana Untuk

menghitung

Pengganda

Output

Sederhana,

kita

perhatikan matriks kebalikan Leontief terbuka. Pengganda Output Sederhana sektor j adalah penjumlahan kolom ke dalam matriks kebalikan Leontief terbuka. a. Pengganda Output Sederhana Sektor Pertanian : KXS1

=

1.4053 + 0,3434 + 0.5557 = 2.3044-

86

b. Pengganda Output Sederhana Sektor Industri : KXS2

=

0,4038 + 1,4961 + 0.2786 = 2.1835

c. Pengganda Output Sederhana Sektor Jasa : MXS3

=

0.2779 + 0,4169 + 1.3891 = 2.0839

b. Pengganda Output Total Pengganda Output Total sektor j merupakan penjumlahan kolom ke j matriks kebalikan Leontief tertutup. a. Pengganda Output Total Sektor Pertanian : WXTj

=

1,3934 + 0.8698 + 1,0745 + 1,5555 = 5.3932

b. b. Pengganda Output Total Sektor Industri : KXT2

=

0,9193 + 2,0472 + 0,8218 + 1,6285 = 5,4173

c. Pengganda Output Total Sektor Jasa : MXT3

=

0.8059 +0,9365 + 1,9504 + 1,6828 = 5.4256

5. Teknik Non-Survei untuk Membangun Tabel 1-0 Wilayah Keterbatasan biaya, waktu dan kemampuan teknik yang dipunyai badan perencana pembangunan daerah menyebabkan mereka belum dapat membangun Tabel 1-0 wilayah dengan survei langsung. Oleh karena itu perlu dikembangkan suatu teknik non-survei untuk menyusun Tabel 1-0 wilayah (propinsi atau kabupaten) dari Tabel 1-0 Nasional. Beberapa teknik non-survei dan survei minimal yaitu : 1. Metoda Penyesuaian Khusus 2. Metoda Agregasi dan Pembobotan Wilayah 3. Metoda Kuosien Lokasi dan keseimbangan Komoditi 4. Metoda Pendugaan Impor Langsung

87

Dalam sub-bab ini hanya akan dibahas Metoda Kuosien Lokasi dan keseimbangan Komoditi saja. Metoda ini terdiri dari beberapa jenis yaitu : 1. Metoda Kuosien Lokasi Sederhana (KLS) 2. Metoda Kuosien Lokasi yang Dibeli Saja (KLDS) 3. Metoda Kuosien Industri-Silang (KIS) 4. Metoda Gabungan Penawaran-Permintaan (GPP) 5. Metoda Modifikasi GPP Penentuan metoda nana yang paling cocok untuk digunakan di Indonesia yaitu dengan menggunakan pengujian statistik. Cara pengujianhya adalah kita membandingkan antara koefisien teknik. Multiplier Tipe I dan II dari Tabel 1-0 Wilayah yang disurvei langsung (aktual) dengan koefisien teknik. Multiplier Tipe I dan II dari Tabel 1-0 Wilayah yang diturunkan dari Tabel 1-0 Nasional. Pembahasan masingmasing metoda akan diuraikan di bawah ini. Sebelum membahas lebih lanjut tentang pembuatan tabel 1-0 wilayah yang diturunkan dari tabel 1-0 nasional ada baiknya diperkenalkan terlebih dahulu tentang koefisien wilayah. Pertama, adalah koefisien teknis wilayah (KTW) yang dinotasikan sebagai aijw yang dirumuskan sebagai berikut : dimana = xijw

=

Arus barang (rupiah) sektor i yang diproduksi di seluruh wilayah ke sektor j di wilayah w.

XJ

=

Total input sektor j di wilayah w

KTW ini hanya mencerminkan segi produksi saja. tetapi tidak mencerminkan bahwa didalam memproduksi tersebut berapa input yang digunakan dari wilayah tersebut dan berapa yang di lapor. Dalam menjawab pertanyaan tersebut, maka ada jenis koefisien wilayah kedua

88

yang disebut koefisien input wilayah (KIW). KIW yang dinotasikan dengan aijww dirumuskan sebagai berikut :

aij

ww

=

x ij

ww

xj

w

dimana : xijww

=

Arus barang (rupiah) dari sektor i di wilayah w ke sektor j di wilayah w.

a. Metoda Kuosien Lokasi Sederhana (KLS) Kuosien Lokasi atau Location Quotient (LQ) merupakan perbandingan antara pangsa relatif sektor i terhadap output wilayah dengan pangsa relatif sektor i terhadap output nasional. Hal ini secara matematik dapat dirumuskan sebagai berikut : LQi

=

x ij

ww

xj

w

dimana : Xiw

=

Output sektor i pada tingkat wilayah

Xw

=

Total output wilayah

Xi

=

Output sektor i pada tingkat naeional

X

=

Total output nasional

Bila LQ1 maka diasumsikan bahwa produksi sektor i di wilayah dapat memenuhi permintaan wilayah, sehingga koefisien teknik nasional (aij) sama dengan koefisien input wilayah (aijww) Dimana : aij

=

xij / xj dan aijww = xijww / Xjw 89

Bila LQi < 1 maka diasumsikan bahwa produksi sektor i pada , tingkat wilayah tidak dapat memenuhi permintaan. Wilayah. Dalam keadaan ini koefisien input wilayah (aijww) : dapat diduga dengan menggandakan LQ1 dengan aij. Masalah yang dihadapi metode KLS ini adalah seringkali nilai total output sektor ke i wilayah dugaan lebih besar dari nilai total output sektor ke i wilayah yang sebenarnya. Bila terjadi rial tersebut. maka koefisien input hasil analisis metoda ini diperlukan suatu penyesuaian. Nilai total output sektor ke i wilayah dugaan dapat dihitung dari nilai total output wilayah yang sebenarnya dengan cara sebagai berikut : Xi

w

n

=

 j1

aij ww X j

w



n

  if

ww

yf w

f 1

Dimana : Xiw

=

Total output sektor i wilayah dugaan

aijww

=

Koefisien teknis wilayah

yfw

=

Total permintaan akhir wilayah dari permintaan akhir sektor f.

eifww

=

Koefisien permintaan akhir wilayah dugaan dari permintaan akhir sektor f dari industri ke i

Pendugaan nilai koefisien aifww sama dengan pendugaan nilai koefisien aijww. Dengan menggunakan dari tabel 1-0 nasional dan nilai koesien lokasi maka diperoleh nilai eifww, yaitu sebagai berikut : Eifww

=

if LQ1 if

=

Yif Yf

Jika LQi : 1 Jika LQi  1

Dimana : eif

90

Yif

=

Output industri i yang dijual ke permintaan akhir f pada tabel I-O nasional.

Yf

=

Total permintaan akhir sektor f pada tabel 1-0 nasional

Langkah selanjutnya dalam prosedur penyesuaian adalah menghitung rasio antara output sektor i wilayah dugaan dengan nilai sebenarnya yang dinotasikan dengan Zi, yaitu : w

zi

=

X i w Xi

Dengan diperolehnya nilai Z maka dapat dilakukan penyesuaian nilai koefisien teknis wilayah, yaitu sebagai berikut : Aijww

=

if if

ww ij ww ij

(1/ Zi) Jika Zi  1 Jika Zi  1

dimana : aijww

=

Koefisien input wilayah yang sudah disesuaikan

b. Metoda Kuosien Lokasi yang Dibeli Saja (KLDS) Metoda KLS banyak mendapatkan kritikan. Metoda KLS akan memuaskan jika kebutuhan industri lokal untuk output relatif kepada kebutuhan industri nasional untuk i sama dengan ratio antara total output wilayah terhadap total output nasional. Charles Tiebout kemudian memodifikasi dan mengembangkan metode KLS, yang disebut dengan metode Kuosien Lokasi yang Dibeli Saja (KLDS). KLDS merupakan perbandingan antara pangsa relatif sektor i terhadap output sektor-sektor yang membeli sektor i ditingkat wilayah dengan pangsa relatif sektor i terhadap output sektor-sektor yang membeli

91

sektor i ditingkat nasional. Hal itu secara matematik dapat dirumuskan sebagai berikut : w

LQ1

=

X i / X wm Xi / Xm

dimana : Xwn

=

output sektor-sektor yang membeli dari sektor i pada tingkat wilayah.

Xm

=

output sektor-sektor yang membeli dari sektor i pada tingkat nasional.

Perhitungan untuk mencari koefisien teknik wilayah sama dengan metode KLS. Metode KLDS telah dipergunakan dengan baik oleh CONSAD Corporation. c. Metode Kuosien Industri-Silang (KIS) KIS atau Cross-Industry Quotient (CIQ) dapat dldefinisikan sebagai : CIQij

=

Xiw / Xi Xjw / Xj

dimana i adalah sektor penjual dan j adalah sektor pembeli. Bila CIQij - 1, maka untuk eel ij, aijw = aij. Karena output sektor i lebih besar dari sektor j pada wilayah tersebut dibandingkan dengan tingkat nasional. Dalam hal ini diasumsikan bahwa sektor i dapat memenuhi permintaan sektor j. Jika CIQij < 1, maka untuk sel ij, ijW = aij - CIQij. Dalam hal ini koefisien teknik wilayah menjadi koefisien distribusi nasional untuk sektor i yang diboboti dengan ukuran output industri penjual dengan industri pembeli. Metode LQ mempunyai banyak asumsi yang tidak

92

realistik seperti : kesamaan fungsi konsumsi, teknik produksi dan industri campuran antara wilayah dengan nasional. Kelompok metode non-survei lainnya adalah metode keseimbangan perdagangan antar sektor. Jenis metode yang akan diuraikan dalam sub-bab ini, yaitu : (1) Metode Gabungan Penawaran-Permintaan (GPP); dan (2) Metode Kodifikasi GPP 6. Metode Gabungan Penawaran Permintaan (GPP) Metode ini menyatakan bahwa bila terjadi surplus dalam keseimbangan komoditi, maka impor diasumsikan nol. Ekspor diasumsikan sama dengan surplus, dan koefisien 1-0 Wilayah sama dengan koefisien 1-0 Nasional. Bila keseimbangan komoditi menunjukkan defisit, maka ekspor dianggap nol. Sehingga koefisien 1-0 wilayah dihitung sebagai berikut : Aijww = aij .

Xiw D1w

dimana Diw menunjukkan total permintaan wilayah (untuk input dan permintaan akhir) untuk produk i. a. Modifikasi Metode GPP Kokat (1966) menyarankan untuk memodifikasi metode GPP untuk kasus dimana permintaan akhir wilayah diketahui. Metode GPP tidak berubah bila keseimbangan komoditi positif I surplus). Modifikasi dilakukan bila keseimbangan komoditi bersifat negatif. Impor diasumsikan sebagai input dan tidak sebagai permintaan akhir. F1 wilayah dihitung sebagai berikut : Xijw = Xjw . aij

 Xiw  Yiw Diw  Yiw

Dimana Y1w sama dengan permintaan akhir wilayah untuk sektor i.

93

Contoh Dalam sub-bab ini akan diberikan Contoh pembuatan Tabel 1-0 wilayah yang diturunkan dari Tabel 1-0 nasional dengan menggunakan metode KLS. Tabel 1-0 nasional yang digunakan adalah seperti yang disajlkan pada Tabel VIII.4. Misalkan akan dibuat Tabel 1-0 wilayah propinsi Jawa Barat. Diketahui bahwa output masing-masing sektor wilayah tersebut adalah sebagai berikut (data hipotetik) : 1. Output sektor pertanian = Rp 22.440.000.000.2. Output sektor industri = Rp 14.700.000.000.3. Output sektor jasa = Rp 62.860.000.000,––––––––––––––––––– Total output = Rp 100.000.000.000,Tahapan-tahapan penghitungan pembuatan Tabel I-0 wilayah adalah sebagai berikut : b. Penghitungan Nilai LQ a. LQ sektor pertanian (LQ1) =

22.440.000.000/100.000.000.000 = 1.4586 1.000.000.000.000/6.500.000.000.000 b. LQ sektor industri (LQ2) = 14.700.000.000/100.000.000.000 = 0.637 1.500.000.000.000/6.500.000.000.000

c. LQ sektor jasa (LQ3) = 62.860.000.000/100.000.000.000 = 4.0359 1.000.000.000.000/6.500.000.000.000

94

c.

Perhitungan Koefisien 1-0 wilayah a. Koefisien sektor pertanian Nilai LQ sektor pertanian adalah lebih besar dari satu. Oleh karena itu koefisien 1-0 wilayah sama dengan koefisien 1-0 nasional, sehingga koefisiennya adalah sebagai berikut : a11ww

=

a11 = 0,200

a12ww

=

a12 = 0,200

a13ww

=

a13 = 0,100

b. Koefisien 1-0 wilayah sektor industri Dari perhitungan di atas ternyata bahwa nilai LQ sektor industri lebih kecil dari satu. Oleh karena itu koefisien 1-0 wilayah sama dengan koefisien 1-0 nasional dikalikan dengan nilai LQ2. Nilai koefisien wilayah untuk sektor industri tersebut adalah sebagai berikut : a21ww

=

LQ2 . a12 = 0,637 x 0,100 = 0,064

a22ww

=

LQ2 . a22 = 0.637 x 0.267 = 0,170

a23ww

=

LQ2 . a23 = 0,637 x 0,200 = 0.127

c. Koefisien 1-0 wilayah sektor jasa Nilai LQ sektor jasa (LQ3) lebih besar dari satu. Hal ini berarti bahwa koefisien 1-0 wilayah sama dengan koefisien 1-0 nasional. Koefisien wilayah sektor jasa adalah sebagai berikut : a31ww

=

a31 = 0.300

a32ww,""

=

a32 = 0,067

a33ww

=

a33 = 0,200

95

Selanjutnya penyesuaian nilai koefisien wilayah tersebut dilakukan seperti metode yang telah diuraikan di atas.

96

BAB

9

PROGRAM LINIER 1.

Pendahuluan

Program linier merupakan kelompok analisis kuantitatif yang termasuk dalam riset operasi (operation research) yang memakai model matematika. Program linier dikembangkan oleh George B. Dantzig pada tahun 1947. Tujuan penggunaan program linier ini adalah untuk menemukan beberapa kombinasi alternatif pemecahan masalah. Kemudian dipilih kombinasi yang terbaik. dalam rangka menyusun strategi alokasi sumberdaya yang terbatas untuk mencapai tujuan yang diinginkan secara optimal. Alokasi optimal adalah memaksimumkan atau meminimumkan tujuan dengan adanya kendala. Ada enam tahap atau langkah dasar dalam rangka pemecahan masalah dengan memakai program linier sebagai teknik riset operasi, yaitu : a. Identifikasi masalah b. Pengembangan alternatif penyelesaian c. Penyusunan model d. Analisis model e. Pengesahan model f. Implementasi hasil a. Identifikasi Masalah Identifikasi masalah mencakup kegiatan : (1) pengamatan terhadap fenomena sekitar masalah. yaitu mengamati fakta. pendapat,

97

dan gejala sekitar masalah: dan (2) penentuan dan perumusan tujuan yang jelas dari permasalahan yang dihadapi. b. Pengembangan Alternatif Penyelesaian Kegiatan pengembangan alternatif penyelesaian merupakan kegiatan memformulasikan atau perumusan hipotesis, yang berupa kegiatan analisis data yang berkenaan dengan penentuan asumsi-asumsi, kendala-kendala, peubah-peubah dan faktor-faktor lain yang dibutuhkan dalam model. Data ini sesungguhnya member kemungkinan untuk mengajukan beberapa pilihan model yang cocok untuk penyelesaian permasalahan yang dihadapi. c. Penyusunan Model Setelah dilakukan pilihan terhadap berbagai alternatif Pemecahan masalah, kegiatan selanjutnya adalah penyusunan model. Kegiatan ini mencakup : (1) merumuskan segala macam faktor yang terkait dalam model yang bersangkutan secara simbolik ke dalam model matematika; (2) menentukan peubah-peubah beserta kaitan-kaitannya satu sama lain; can (3) menetapkan fungsi tujuan dan kendalakendalanya dengan nilai d«n parameter yang Jelas. d. Analisis Model Kegiatan analisis model terdiri dari tiga hal penting, yaitu (1) melakukan analisis terhadap model yang telah disusun dan dipilih tersebut; (2) memilih hasil-hasil yang optimal; dan (3) melakukan analisis kepekaan (sensitivity analisis) Ada dua macam prosedur untuk mendapatkan hasil yang optimal dari suatu model, yaitu : (1) cara analitik, yaitu dengan penggunaan deduksi matematika; dan (2) cara numerik. yang berkenaan dengan penggunaan komputer.

98

e. Pengesahan Model Analisis pengesahan model menyangkut penilaian terhadap model tersebut dengan cara menterjemahkan ke dalam bentuk yang mudah dimengerti dan dapat dilaksanakan oleh pengambil keputusan (Wagner, 1975; Hillier dan Lieberman.19S0; Nasendi dan Anwar. 1985; dan Siagian, 19.37). Ada lima syarat yang harus dipenuhi agar dapat menyusun dan merumuskan suatu persoalan atau permasalahan dalam Program linier, yaitu : 1) Tujuan Harus ada tujuan dari pemecahan permasalahan yang dihadapi. Tujuan ini merupakan pencerminan dari apa yang diinginkan. Tujuan yang diinginkan bersifat memaksimumkan (sebagai contoh adalah: memaksimumkan keuntungan / penerimaan / produksi) atau meminimumkan (sebagai contoh meminimumkan biaya). Tujuan harus dinyatakan dengan jelas dan tegas yang disebut fungsi tujuan. 2) Alternatif Perbandingan Dalam memecahkan suatu permasalahan, tentunya mempunyai beberapa alternatif pemecahannya. Dalam program linier ini adalah mencari kombinasi terbaik yang bersifat mengoptimalkan penggunaan sumberdaya dari beberapa alternatif pemecahan permasalahan yang ada. 3) Sumberdaya Sumberdaya yang dianalisis bersifat terbatas. Keterbatasan sumberdaya ini merupakan kendala (:<>»; tr airiT} atau 6yarat ikatan dalam mencari kombinasi terbaik dari alternatif pemecahan permasalahan yang ada.

99

4) Perumusan Kuantitatif Suatu persoalan agar dapat dianalisis dengan menggunakan program linier maka fungsi tujuan dan kendala tersebut harus dapat dirumuskan ke dalam model matematika. Model matematika atau model simbolik adalah penyederhanaan keadaan dunia nyata yang dinyatakan dengan 6imbol-simbol matematika. 5) Keterkaitan Peubah Peubah-peubah fungsi tujuan dan kendala-kendala harus memiliki hubungan fungsional atau hubungan keterkaitan Apabila tidak terdapat keterkaitan antara peubah-peubah yang ada, maka persoalan tersebut tidak dapat diselesaikan. dengan program linier dengan memuaskan. f.

Model Baku Seperti yang telah diuraikan pada sub-bab terdahulu bahwa ada. 3 unsur yang harus dipenuhi oleh permasalahan program linier agar dapat dirumuskan secara matematis, yaitu : (1) adanya fungsi tujuan; (2) adanya kendala fungsional; dan (3) bahwa nilai peubah keputusan harus positif atau disebut dengan syarat non-negatif. Model baku program linier secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut : a. Fungsi Tujuan : Optimumkan (Maksimumkan atau Minimumkan) : n

E Z= Cj Xj, untuk J = 1, 2, ......... n j 1 b. Kendala (syarat ikatan) : n

E aijXj, ≤ atau  b1 untuk i = 1, 2, .......... n j 1

100

c. Syarat Non-negatif Xj ≥ 0 Dimana : Cj = Koefisien peubah pengambilan keputusan Xj = Peubah pengambilan keputusan aij = Koefisien teknologi peubah pengambilan keputusan dalam kendala ke-i b1 = Sumberdaya yang ada atau nilai sebelah kanan (right hand side) kendala ke-i Ada beberapa asumsi dasar yang harus dipenuhi oleh model program linier ini. .Asumsi-asumsi -tersebut adalah : a. Linieritas. Asumsi ini menyatakan bahwa hubungan antar input dan output bersifat linier. b. Proporsionalitas. Asumsi ini menyatakan bahwa perubahan peubah pengambilan keputusan (Xj) akan "menyebar dengan proporsi yang sama terhadap fungsi tujuan (CjXj) dan kendalanya (aijXj). c. Aditivitas. Asumsi ini menyatakan bahwa dampak total dari parameter optimasi merupakan penjumlahan dari dampak masingmasing Cj dalam model program linier tertentu. d. Divisibilitas. Asumsi ini berarti bahwa nilai peubah pengambilan keputusan dapat berupa bilangan cacah maupun pecahan. e. Deterministik. Asumsi ini berarti bahwa semua parameter dalam model program linier adalah tetap dan ditentukan secara pasti. g.

Metoda Analisis Ada dua metoda analisis permasalahan program linier, yaitu : (1) metoda grafik; dan (2) metoda simpleks. Untuk lebih jelasnya, maka di bawah ini diberikan Contoh permasalahan yang akan dipecahkan dengan kedua metoda tersebut.

101

Penyelesaian Dengan Analisis Grafik Contoh PT Khabui Group adalah produsen Sepatu dan Sandal. Dalam Produksinya diperlukan 2 jenis bahan baku yaitu kulit sapi dan lembaran karet. Setiap kodi pasang (1 kode = dua puluh satuan) sepatu memerlukan sebanyak 3 meter persegi dari kulit sapi dan 1 meter persegi lembaran karet. Sedangkan setiap kodi pasang sandal diperlukan 1 meter Persegi kulit sapi dan 2 meter persegi lembaran karet. Persediaan kulit setiap minggu untuk kulit sapi adalah sebanyak 6 meter persegi dan lembaran karet sebanyak 6 meter Persegi. Permasalahannya adalah : Berapa kombinasi sepatu dan sandal yang harus diproduksi per minggu agar mendapatkan penerimaan maksimum bila harga satu kodi pasang sepatu adalah Rp. 500.000.- dan harga satu kodi pasang sandal adalah Rp 400.000,Apabila permasalahan perusahaan tersebut disusun dalam bentuk tabel yang menunjukkan permintaan dan pengadaan. euoberdaya. naka akan diperoleh keadaan perusahaan tersebut seperti pada Tabel XI. 1.

102

Tabel IX.1. Keadaan PT. Khabul Group

Sumberdaya yang tersedia

Harga Jual per lusin ( x Bp 100.000)

Kulit Sapi (m2)

Lembaran Karet (m2)

Sepatu (X)

3

1

5

Sandal (X2)

1

2

4

Jumlah Per minggu

6

6

Maksimumkan

Langkah 1. Perumusan Model Program Linier Jika persoalan perusahaan tersebut dirumuskan dalam program linier, maka diperoleh rumusan modelnya adalah sebagai berikut : a. Fungsi Tujuan : Maksimum : Z = 5 X, ? 4 Xo b. Syarat ikatan (kendala) : 1) 3X1 + 1 X2 ≤ 6 2) 1 X1 + 2 X2 ≤ 6 c. Syarat non negatif X1 . x2 ≥ 0 Langkah 2. Mencari Wilayah Kelayakan Gambarkan sebuah grafik dua dimensi kemudian letakkan produk X1 pada sumbu horizontal (absis) dan produk X2 pada sumbu vertikal (ordinat). Kemudian gambarkan fungsi-fungsi ketldaksamaan syarat ikatannya pada grafik dua dimensi tersebut melalui cara-cara perhitungan sebagai berikut :

103

Kendala 1 3 X1 +

1 X2 < 6

Jika

X1 = 0, maka X2 ≤ 6 X2 = 0 maka X1 ≤ X1 ≤ 2

Kendala 2 1 X1 +

2 X2 ≤ 6

X1

0, maka X2 ≤

6 --------> X1 ≤ 2 2

X2

0, maka X2 ≤

6 --------> X1 ≤ 6 1

Dari ke dua ketidaksamaan tersebut akan diperoleh wilayah kelayakan (feasible region). Seperti yang disajikan pada Gambar 11.1. Wilayah kelayakannya adalah bagian yang diarsir, yaitu segi empat OABC. Wilayah kelayakan adalah tempat titik-titik kombinasi antara X1 dan X2.

104

6

5 Kendala 2 1 X 1 + 2 X2 ≤ 6

4

Kendala 1 3 X 1 + 2 X2 ≤ 6

3

2

1

Wilayah Kelayakan

X1

0

1

2

3

4

5

6

Gambar IX.1. Wilayah Kelayakan dari Persoalan Program Linier PT. Khabul Group

Langkah 3. Mencari Hasil Optimum Hasil optimal akan terdapat pada titik ekstrim yang terdapat pada wilayah kelayakan. Maksimisasi penerimaan akan tercapai jika garis revenue atau leo profit (atau budget line) menyinggung titik ekstrim wilayah kelayakan tersebut. Cara mendapatkan garis iso revenue adalah sebagai berikut : Z = 5 X1 + 4 X2

105

Persamaan di atas dapat juga dinyatakan sebagai berikut : X2

=

5 2 X1 + 4 4

Z Z bila X2 = 0, maka X1 = demikian 4 5 seterusnya untuk berbagai nilai Xj, X2 dan Z. Untuk mencari garis

Bila X1 = 0, maka X2 =

isorevenue, pertama-tama dapat kita misalkan nilai Z. Misalkan nilai Z = 10, maka nilai Xj jika X2 = 0 adalah 10/5 = 2 dan nilai X2 jika Xx = 0 adalah 10/4 = 2,5. Dari titik (2,0) dan (0, 2,5) dapat dibuat garis isorevenue. Kemudian dibuat garis-garis yang sejajar yang menembus wilayah kelayakan seperti yang pada akhirnya akan menyinggung titik ekstrim dari wilayah tersebut. Disitulah letak titik optimum yang dicari, seperti yang disajikan pada Gambar IX.2. Langkah 4. Mencari Jumlah Z nilai X dan X£ yang optimum Seperti yang terlihat pada Gambar 1 dan 2. bahwa titik-titik ekstrim dari wilayah kelayakan adalah titik A.B.C. Koordinat titik A dan C sudah diketahui. Untuk mengetahui titik B, yang merupakan perpotongan antara ke dua kendala tersebut, maka kendala dalam bentuk ketidaksamaan tersebut harus dibuat persamaan dulu.

(1) 3 X 1  1 X 2  6 (2) 1 X 1  2 X 2  6

2

 5 X1   6  6 1 X1   1 5 5

106

X2 6

5 Iso-revenue 4

Titik Sudut optimal

3

2 1 Wilayah Kelayakan

0

X1

0

1

2

3

4

5

6

7

Gambar IX.2 Titik Optimum Persoalan Program Linier PT Khabul Group

Untuk mendapatkan X2, maka X1 dimasukkan ke dalam persamaan 1) atau (2). Misalkan kita masukkan ke dalam persamaan (1). 1 3   1 X2  6 5

1 X2 = -

18 12 2   X2  2 5 5 5

2   1 Jadi koordinat titik B adalah 1 . 2  5   5

107

Dengan diketahuinya koordinat titik-titik ekstrim maka akan didapatkan kombinasi antara X1 dan X2 seperti yang disajikan pada Tabel XI.2. Tabel IX.2 Beberapa Kombinasi antara X1 dan X2 Kombinasi Output

Isorevenue

Alternatif Titik Produk Produk X1 X2

Xl

X2

Nilai Maksimum Penerimaan (Z) dalam (Rp 100.000,-)

1

A

0

3

2,4

3

12

2

B

1.2

2.4

3,12

3,9

15.6

3

C

2

0

2

2,5

10

Berdasarkan Tabel XI.2 dan Gambar 11.2. dapat disimpulkan bahwa alternatif 2. atau titik B merupakan titik optimal. Artinya dari hasil tersebut adalah bahwa untuk memperoleh penerimaan maksimum sebesar Rp 1.560.000.- dengan memproduksi (X1) sebanyak 1,2 kodi pasang atau 24 pasang dan sandal (X9) sebanyak 2,4 kodi pasang atau 48 pasang. 2. Metode Simpleks Metode analisis grafik hanya dapat digunakan untuk permasalahan program linier yang terdiri dari dua peubah pengambilan keputusan saja. Karena penggambaran lebih dari dua dimensi. dalam metoda grafik akan sangat sulit. Padahal permasalahan program linier dalam dunia nyata sangat kompleks. luas dan besar, sehingga diperlukan metoda yang cocok. Metoda tersebut adalah metoda simpleks.

108

Ciri khas dari metoda simpleks ini adalah dengan dimasukkannya kegiatan disposal (redusal activities) dalam model program linier. Peranan kegiatan disposal adalah untuk menampung sumberdaya yang tersisa atau yang tidak digunakan. Jumlah peubah disposal ini sama banyaknya dengan jumlah kendala. Langkah-langkah (algoritma) metoda simpleks adalah sebagai befikut. Misalkan permasalahan program linier yang akan dipecahkan adalah seperti dalam Contoh. Untuk dapat dianalisis dengan metoda simpleks, maka model rumusan permasalahan tersebut sekarang adalah sebagai berikut : a. Langkah 0. Konversi dalam Bentuk Baku Maksimumkan

Z = 5 X1 + 4 X2 + 0 X3 + 0 X4

Kendala : 3 X1 + 1 X2 + 1 X3 + 0 X4 = 6 1 X1 + 2 X2 + 0 X3 + 1 X4 = 6 dimana

:

X3 dan X4, adalah peubah disposal

b. Langkah 1. Penentuan Penyelesaian Kelayakan Pendahuluan Penyelesaian kelayakan adalah suatu keadaan dimana fungsi kendala dan syarat non negatif memenuhi syarat yang diminta oleh fungsi tujuan, yaitu peubah nyata sama dengan nol. Pada langkah 1 ini bentuk pada langkah 0 dimasukkan dan lain tabel simpleks seperti disajikan pada Gambar IX.3. Baris Cj, menunjukkan vektor koefisien peubah pengambilan keputusan. Kolom C menunjukkan koefisien peubah keputusan dalam basis. Kolom Xb menunjukkan tingkat kegiatan dalam proses perhitungan (basis). Baris Zj menunjukkan Maya korbanan fungsi tujuan yang bersangkutan, yaitu tambahan manfaat yang dikenakan pada setiap penambahan output yang dihasilkan.

109

Baris Zj menunjukkan nilai bersih biaya terluang, yaitu selisih antara biaya terluang kotor dengan nilai koefisien fungsi tujuan. Bila bentuk baku pada langkah 0 dimasukkan ke dalam tabel simpleks. maka bentuknya adalah seperti yang disajikan pada Tabel IX.3. Tabel IX.3 Struktur Tabel Simpleks Baris Koefisien Fungsi Tujuan (C1, C2, C3 ........ Cn)

Cj —>

i I 2

Basis Xb

Cb

Nilai Peubah basis koefisien (Peubahpeubah Peubah yang basis sedang diselesaikan)

Zi

Sumber daya bi

Kegiatan (peubah) riil dan disposal X1, X2, ............. Xn

Nilai-nilai Koefisien Substitusi peubah (Input-Output) yang baru diselesaikan

Nilai Fungsi Tujuan

Zj - CJ

110

Evaluasi Fungsi Tujuan

tan Bi

Nisbah yang menyatakan peubah mana yang akan meninggalkan basis

Pada langkah pertama ini PT. Khabul Group belum mulai berproduksi, karena pendapatannya masih nol (ditunjukkan oleh nilai Zj = 0. di bawah kolom bi). Metode simpleks menganalisis dari titik ekstrim yang satu ke titik ekstriro yang lainnya, sampai akhirnya tiba pada suatu titik ekstrim tertinggi, yang disebut titik sudut optimal. Pada Gambar 11.1 dan 11.2 terlihat bahwa titik Tabel IX.4 Penyelesaian Kelayakan Pendahuluan (Dalam Ratusan Ribu) 5 4 0 0

Cj ----------------- > i

Cb

Basis Xb

1

0

X3

6

3

1

1

0

6/3 = 2

2

0

X4

6

1

2

0

1

6/1 = 6

ZJ

0

0

0

0

0

zrcj

0

-5

-4

0

0

B1 Kegiatan

Nyata Kegiatan Disposal X2 x3 X4

R1

ekstrim tertinggi adalah pada titik B. Algoritma simpleks dapat menempuh dua Jalan. Pertama, mulai titik A mengikuti arah jarum jam ke titik B. Kedua, melawan arah jarum jam, yaitu dari titik C ke titik B. Prosedur perhitungan setelah langkah 1 dari algoritma metode simpleks ini dapat ditempuh melalui cara-cara berikut : Untuk pemilih peubah mana yang akan memasuki basis dapat dilihat cari nilai Zj - Cj yang paling kecil. Dari Tabel IX.3 dapat dilihat bahwa nilai Zj-Cj di bawah peubah XL ternyata mempunyai nilai terkecil, sehingga Xj harus memasuki basis. Sedangkan peubah yang akan meninggalkan basis dapat dilihat dari nilai Bi. Dari Tabel IX.3

111

dapat dilihat bahwa nilai R untuk peubah X3 yang paling kecil sehingga peubah X3 harus meninggalkan basis. Koefisien input yang merupakan pertemuan antara baris dengan nilai R terkecil dan kolom dengan nilai Zj-Cj terkecil disebut unsur pivot (pivot point). Atau dapat dikatakan bahwa unsur pivot adalah sebuah nilai yang menyatakan tentang pertemuan antara kegiatan yang sedang memasuki (yaitu X) dengan baris yang sedang dikeluarkan (yaitu X3). Pada penyelesaian kelayakan pendahuluan ini. unsur pivotnya adalah 3. Basis X yang baru dihitung dengan jalan membagi baris X3 dengan koefisien unsur pivot. Baris X1 yang baru adalah sebagai berikut : Baris X1 yang baru

Cb xb b1 x1 x 2 x3 x 4 R1 5 x1 6 / 3  2 3 / 3  1 1 / 3 1 / 3 0 / 3  0

Rumus umum untuk baris kegiatan yang memasuki adalah : X111

Mij dari baris X 1 yang keluar Unsur pivot

Dimana : X111

=

Nilai sel baru untuk kegiatan i pada pertemuan dengan kegiatan j.

M1i

=

Nilai eel sebelumnya untuk kegiatan i pada pertemuan dengan kegiatan j.

Basis X4 yang baru dibentuk adalah. sebagai berikut :

CB XB B1 X 1 X 2 X 3 X 4 6  1(6 / 3) 1  1(3 / 3) 2  1(1 / 3) 0  1(1 / 3) 1  1(073) 0 X4 4 0  12 / 3  1 / 3 1 Rumus secara umum untuk setiap baris baru (selain kegiatan yang sedang memasuki), adalah sebagai berikut: X1ij = Xij - Xij (X111) 112

Dimana : X Aj

=

nilai sel yang baru untuk kegiatan i pada pertemuan dengan kegiatan j

Xij

=

nilai sel yang sebelumnya untuk kegiatan i pada pertemuan dengan kegiatan j

XiI

=

koefisien Input-Output yang sebelumnya pada pertemuan dari kegiatan i dengan basis kegiatan I

X jj

=

koefisien Input-Output yang baru pada pertemuan dari basis kegiatan I dengan kegiatan i

Baris Zj diperoleh dengan cara menggandakan koefisien InputOutput dalam tabel simpleks dengan koefisien fungsi tujuan dalam basis (kolom CO. kemudian dijumlahkan ke bawah, dengan rumus sebagai berikut : n

Zj =

 Mi CBi i1

Dimana : Mi

=

koefisien Input-Output dalam tabel simpleks pada baris ke i. Mi terdiri dari bi dan aij dalam baris.

CB1

=

koefisien fungsi tujuan dalam basis ke i Dari rumus tersebut, maka akan didapat nilai-nilai Zj, sebagai berikut :

ZXb

=

4 (0) + 2 (5) = 10

Z1

=

0 (0) + 1 (5) = 5

Z2

=

1 2/3 (0) + 1/3(5) = 5/3

Z3

=

- 2/3 4 1/3 (5) = - 5/3

Z4

=

1 (0) 4 0 (0) = 0

113

Tabel IX.5 Langkah Kedua dalam Tabel Simpleks CJ CB

XB

5

4

0

0

Bi

x1

x2

x3

x4

R1

1 2/3

-1/3

1

2,25

6

0

X4

4

0 unsur pivot

5

X1

2

1

1/3

1/3

0

ZJ

10

5

5/3

5/3

0

Zj - Cj

10

0

|-7/3

-5/3

0

Prosedur untuk langkah-langkah selanjutnya dihitung berdasarkan rumus-rumus di atas, sampai pada .akhirnya di-temukan titik yang paling optimal. Titik optimal dicapai atau iterasi perhitungan akan berhenti apabila nilai Zj - Cj >, 0. Sedangkan untuk persoalan minimisasi, titik optimal dicapai apabila Zj - Cj %< 0. Perhitungan dengan tabel simpleks untuk persoalan tersebut disajikan pada Tabel IX. 5. 3. Langkah Mencapai Hasil Optimal Setelah mencapai tahap ketiga (lihat Tabel IX. 5 ) ternyata bahwa perhitungan dengan tabel simpleks ini telah mencapai hasil optimal. Hal tersebut ditunjukkan oleh nilai Zj - C. Hasil optimal yang dicapai adalah bila FT. Khabul Group memproduksi sepatu sebanyak 1 2/5 kodi pasang dan sandal sebanyak .2 2/5 kodi pasang. Dengan penerimaan total maksimum yang diterima adalah sebesar 15 3/5 (Rp 1.560.000).

114

4. Interpretasi Ekonomi dari Tabel Simpleks Interpretasi ekonomi dari tabel simpleks adalah : a. Nilai Zj di bawah kegiatan riil adalah. biaya korbanan (kotor) dari kegiatan lain bila kegiatan Xj ditingkatkan satu unit; sedangkan Z di bawah kolom kegiatan disposal adalah nilai produk marjinal (marginal value project) atau harga bayangan (shadow price) dari sumberdaya yang digunakan. Tabel IX.6 Analisis Simpleks Permasalahan PT Khabul Group

1

Tahap I

Tahap II < ––––– ––––– >

Tahap III

CJ ––— >

5

4

Basis

Kegiatan

Nyata

0

0

Kegiat Disposal an

Bi

CB

XB

b1

X1

X2

X3

X4

0 0

X3 X4

6 6

3 1

1 2

1 0

0 1

00

0 EI]

0 -4

00

00

X4 X1

4 2

0 1

(l 2/3 - 1/3

-1/3 1/3

1 0

4/l,67 = 2,25 0.33 = 6

Zj Zj-Cj

10 10

5 0

5/3 -7/3

5/3 -5/3

0 0

Titik C

X1 X2

1 1/5 2 2/5

1 0

0 1

2/5 -1/5

-1/5 3/5

Zj Zj-Cj

15 3/5 15 3/5

5 0

4 0

1 1/5 1 1/5

1 2/5 1 2/5

0 5

54

115

6/3 = 2 6/1 = 3

Titik B

b. Nilai Zj - Cj di bawah kolom kegiatan riil adalah nilai produk marjinal, atau disebut juga reduced cost, yaitu pertambahan nilai pendapatan yang diperoleh bila kegiatan Xj ditingkatkan sebesar satu satuan. Nilai Zj - Cj di bawah kolom kegiatan disposal sama dengan nilai Zj karena koefisien fungsi tujuan (Cj) untuk kegiatan dispoeal adalah nol. . 5. Analisis Dual Setiap permasalahan program linier mempunyai 2 macam analisis, yaitu: (1) analisis primal; dan (2) analisis dual Bentuk dual dapat disusun dari bentuk primal. Untuk menyusun bentuk dual dari bentuk primal, maka permasalahan program linier tersebut harus disusun terlebih dahulu dalam bentuk kanonik . Aturan bentuk danonik adalah sebagai berikut : a. Jika persoalan program linier adalah maksimal maka semua tanda fungsi kendalanya adalah lebih kecil atau sama dengan ( ≤ ). b. Jika persoalan program linier adalah minimisasi, maka semua tanda fungsi kendalanya adalah lebih besar atau sama dengan (≥). c. Jika fungsi kendalanya ada yang bertanda sama dengan maka fungsi kendala tersebut diganti menjadi dua ketidaksamaan yang bertanda < dan >. Kemudian tergantung dari permasalahan program linier yang dihadapi, maksimisasi atau minimisasi. Untuk mengubah ke dalam satu bentuk yang dikehendaki permasalahan yang dihadapi, maka salah satu fungsi kendala tersebut harus dikalikan dengan -1. Aturan umum penyusunan analisis primal-dual disajikan pada Tabel IX.7.

116

Tabel IX. 7 Aturan Umum Perumusan Permasalahan Program Linier ke dalam Bentuk Primal dan Dual No.

Bentuk Primal

Bentuk Dual

1.

Maksimasi

Minimisasi

2.

Koefisien fungsi tujuan

Nilai sebelah kanan (nsk) fungsi kendala

3.

Koefisien peubah ke j

Koefisien kendala ke j

4.

Peubah ke 1 yang positif (> 0)

Kendala ke j dengan tanda ( > )

5.

Peubah ke j tandanya tidak Dibatasi

Kendala ke j yang bertanda eama dengan

6.

Kendala ke i yang bertanda sama dengan

Peubah ke i yang tandanya tidak dibatasi

7.

Kendala ke i bertanda

Peubah ke i yang positif ( > 0 )

Mode Umum Bentuk primal untuk persoalan maksimisasi adalah sebagai berikut : n

Maksimumkan Z =



Cj Xj

j1

Syarat ikatan : n



aij Xj  bi; i  1.2 ...............m

j1

Xj ≥ 0; j = 1.2 .............n

117

Sedangkan bentuk primal untuk persoalan minimisasi adalah sebagai berikut : n

Minimumkan Z =



Cj Xj

j1

Syarat ikatan : n



aij x J ≥ bi; 1 = 1, 2 .......................m

j1

Xj ≥ 0; j = 1, 2 ................ n Bentuk umum dual dari primal dengan persoalan maksimisasi adalah : n

Minimumkan G =



bj Xj

j1

Syarat ikatan : n



aij Yi ≥ Cj; j = 1, 2 .......................m

j1

Xj ≥ 0; i = 1, 2 ................ n Sedangkan bentuk umum dual dari bentuk primal dengan Persoalan minimisasi adalah : n

Minimumkan G =



bj Yj

j1

Syarat ikatan : n



aij . Yi ≤ CJ; j = 1,2 ........................n

j1

Yj ≥ 0; j = 1, 2 ................ n Contoh

118

Di bawah ini akan diberikan Contoh tentang perumusan bentuk dual dan bentuk primal. Misalkan ada persoalan program linier sebagai berikut : Maksimumkan Z = 5 X1 4 X2 Syarat ikatan : (1)

3 X1 + 1 X2 ≤ 6

(2)

1 X1 + 2 X2 ≤ 6 ≥1

(3)

X1

(4)

5 X1 + 5 X2 = 18

X1 . X2 ≥ 0 Langkah-langkah perumusan bentuk dual dari bentuk primal di atas adalah sebagai berikut : Langkah 1

Merumuskan persoalan program linier ke dalam bentuk kanonik. a. Fungsi kendala 3 dikalikan dengan - 1. sehingga didapatkan : - X1 ≤ - 1 b. Fungsi kendala 4 diganti menjadi ketidaksamaan : (5) 5 Xj ? 5 X2 < 18 (6) 5 Xx ? 5 X2 > 18 Kemudian kalikan kendala (6) dengan -1, sehingga menjadi : - 5 X1 - 5 X2 ≤ - 18 Akhirnya didapatkan bentuk kanonik primalnya. adalah sebagai berikut :

119

Maksimumkan Z : 5 X1 + 4 X2 Syarat ikatan : (1)

3 X1 + 1 X2 ≤ 6

(2)

1 X1 + 2 X2 ≤ 6 -1 X1 ≤ -1

(3) (4)

5 X 1 + 5 X2 ≤ 18

(5)

-5Xx + 5 X2 ≤ -18

X1 . X2 ≥ 0 Langkah 2

Merumuskan bentuk dual dari bentuk kanonik primal. Minimumkan : G = 6 Y1 + 6 Y2 - 2 Y3 + 18 Y4 - 18 Y5 Syarat Ikatan : (1)

a Y1 + 1 Y2 - 1 Y3 + 5 Y4 - 5 Y5 > 5

(2)

1 Y1 + 2 Y2 - 0 Y3 + 5 Y4 - 5 Y5 > 4

dan Y1 ≥ 0 . 1 = 1, 2.............5 1.

3 X1 + 1 X2 ≤ 6

2.

1 X1 + 2 X2 ≤ 6

Bentuk dual dari persoalan program linier di atas adalah sebagai berikut : Minimumkan G - 6 Y1 + 6 Y2 dengan syarat. ikatan : 1. 3 Yx + 1 Y2 ≥ 5 2. 1 Y2 + 2 Y2 ≥ 4 Y1, Y2 ≥ 0

120

BAB

10

PERENCANAAN PUSAT PELAYANAN Konsep pusat . pelayanan ditelaah dan diadaptasi dari berbagai teori yang dikemukakan oleh : a. Perroux tentang pusat pertumbuhan dan kutub pertumbuhan dalam ruang ekonomi; b. Boudeville tentang kutub pertumbuhan dan pusat pusat pertumbuhan dalam dimensi geografis; c. Walter Christaller dan August Loach tentang ukuran, lokasi, distribusi dan pengelompokkan kegiatan ekonomi. d. Gunnar Myrdal tentang spread-backwain pertumbuhan ekonomi dalam tata ruang. e. Hirschman tentang trickling down dan polarizatism effects suatu pertumbuhan ekonomi. f. Hagerstestrand dan Pottier tentang difusi inovasi dalam tata ruang dan sumbu-sumbu pertumbuhan; dan g. Galpin dan Koib tentang anatomi sosial dari masyarakat pertanian (Roi dan Fatil, 1976). Konsep pusat pelayanan mempunyai beberapa asumsi, yaitu : (1) Penduduk didistribusikan pada seragam ukuran pemukiman (2) Mereka mempunyai kebutuhan biofisik sama baiknya dengan kebutuhan sosial ekonomi (3) Mereka menggunakan sumberdaya alam dan manusia seperti barangbarang dan jasa untuk kebutuhan mereka.

121

(4) Mereka membentuk pemukiman dalam bentuk rumah. dusun kecil. desa, dan kota serta meneruskan untuk tinggal bersama selama sumberdaya mencukupi kebutuhan mereka. (5) Mereka menggunakan sumberdaya untuk kebutuhan dasar yang dibatasi atau keinginan yang tak terbatas. (6) Mereka berpindah ke tempat lain (migrasi) untuk mencari barangbarang dan jasa yang tidak mereka dapati di pemukiman mereka. Pusat dan daerah belakang (hinterland) mempunyai hubungan yang bersifat simbiotik dan mempunyai fungsi yang spesifik sehingga keduanya tergantung secara internal. Fungsi dari pusat antara lain adalah sebagai : (i) pusat permukiman; (2) pusat pelayanan; (3) pusat industri: dan (4) pusat perdagangan bahan mentah. Sedangkan fungsi daerah, belakang antara lain adalah sebagai : (1) penyedia bahan mentah dan sumberdaya dasar: (2) daerah pemasaran barang-barang industri dan (3) pusat kegiatan pertanian. Perkembangan suatu pusat sangat tergantung kepada perkembangan daerah belakang atau sebaliknya. Faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya pusat-pusat wilayah adalah : (1) Faktor lokasi ekonomi Letak suatu wilayah yang- strategic menyebabkan suatu wilayah dapat menjadi suatu pusat. Sebagai con ton adalah Singapura. (2) Faktor Ketersediaan sumberdaya Ketersediaan sumberdaya alam pada suatu wilayah akan menyebabkan wilayah tersebut menjadi pusat. Sebagai contoh adalah Medan. (3) Kekuatan Aglomerasi Kekuatan aglomerasi terjadi karena ada sesuatu yang mendorong kegiatan ekonomi sejenis untuk mengelompok pada suatu lokasi karena adanya sesuatu keuntungan. Selanjutnya akan

122

menyebabkan timbulnya pusat-pusat wilayah. Sebagai contoh yang terjadi hampir di seluruh kota-kota di Indonesia. (4) Faktor Investasi Pemerintah Ketiga faktor di atas penyebabkan timbulnya pusat-pusat wilayah secara alamiah. Sedangkan faktor investasi pemerintah merupakan sesuatu yang sengaja dibuat (artificial). Sebagai contoh adalah kota Palangkaraya. Ibukota Propinsi Kalimantan Tengah. Pada dasarnya pusat wilayah mempunyai hirarki. Hirarki dari suatu pusat ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu : (1) Jumlah penduduk yang bermukin pada pusat tersebut: (2) Jumlah fasilitas pelayanan umum yang tersedia; dan i (3) Jumlah jenis fasilitas pelayanan umum yang tersedia. Secara umum dapat dikemukakan bahwa semakin besar jumlah penduduk dan semakin banyak jumlah fasilitas serta Jumlah jenis fasilitas pada suatu pusat, maka semakin tinggi pula hirarki dari pusat tersebut. Untuk pelayanan sederhana seperti barang-barang kebutuhan dasar seseorang dapat memperolehnya dari pusat-pusat yang berhirarki lebih rendah. Sedangkan pelayanan-pelayanan yang lebih kompleks dapat diperoleh di pusat-pusat yang lebih tinggi hirarkinya. Dari pengalaman empirik menunjukkan bahwa Jumlah penduduk mempunyai hubungan umpan balik yang sangat erat dengan jumlah fasilitas pelayanan umum. Pertumbuhan penduduk yang cepat cenderung mengakibatkan pertambahan jumlah fasilitas dan jumlah jenis fasilitas yang cepat, begitu juga sebaliknya. Tujuan identifikasi pusat pelayanan adalah : 1. Identifikasi pusat-pusat pelayanan dan daerah pelayanan pada tingkat yang berbeda. 2. Penentuan dari fasilitas lnfrastruktur pokok untuk memuaskan kebutuhan beragam sektor dari penduduk.

123

3. Pengintegrasian atau pengelompokkan pelayanan pada tingkat yang berbeda dan penentuan dari keterkaitan atau Jaringan jalan untuk mengembangkan aksesibilitas dan efisiensi. Beberapa teknik dan metode sederhana yang dapat digunakan untuk mengidentifikasikan hirarki pusat-pusat pelayanan adalah :(1) metode skalogram; (2) metode skalogram dan (3) metode biseksi (bisection). Akan tetapi dalam bab ini hanya akan dibahas metode skalogram dan sosiogram saja 1. Metoda Skalogram Metoda skalogram dapat digunakan untuk menentukan peringkat pemukiman atau wilayah dan kelembagaan atau fasilitas pelayanan. tahapan-tahapan metode skalogram (misalnya akan disusun hirarki kecamatan-kecamatan dalam suatu kabupaten) adalah sebagai berikut : (1) Kecamatan-kecamatan disusun urutannya berdasarkan -peringkat jumlah penduduk. (2) Kemudian kecamatan-kecamatan tersebut disusun urutannya berdasarkan jumlah jenis fasilitas yang ada pada setiap wilayah tersebut. (3) Fasilitas-fasilitas disusun urutannya berdasarkan jumlah wilayah yang memiliki jenis fasilitas tersebut. (4) Peringkat jenis fasilitas disusun urutannya berdasarkan jumlah total unit fasilitas. (5) Yang terakhir, peringkat kecamatan disusun urutannya berdasarkan jumlah total fasilitas yang dimiliki masing-masing wilayah tersebut. Metoda skalogram ini mempunyai kekuatan dan kelemahan. Kekuatan metode skalogram ini antara lain dapat digunakan untuk : (1) Memperlihatkan dasar diantara jumlah penduduk dan tersedianya fasilitas pelayanan.

124

(2) Secara cepat dapat mengorganisasikan data dan mengenal wilayah. (3) Membandingkan pemukiman-pemukiman atau wilayah-wilayah berdasarkan ketersediaan fasilitas pelayanan. (4) Memperlihatkan hirarki pemukiman atau wilayah. (5) Secara potensial dapat digunakan untuk merancang fasilitas baru dan memantaunya. 2. Metoda Sosiogram Metoda sosiogram dimaksudkan untuk memperlihatkan secara grafis pola interaksi dan interdependensi melalui pergerakan penduduk antar pusat pemukiman di dalam memanfaatkan fasilitas pelayanan sosial ekonomi. Pola tersebut dapat ditunjukkan pada peta-peta atas dasar preferensi penduduk dari suatu desa (pemukiman) terhadap fasilitas pelayanan dengan arah tanda panah. Metoda sosiogram ini dapat. digunakan untuk memperlihatkan pergerakan penduduk dalam memanfaatkan fasilitas-fasilitas : (1) pelayanan pertanian seperti kios sarana produksi. KUD. dan BRI Unit Desa; (2) Pelayanan pendidikan seperti SP. SLTP. dan SLTA baik negeri maupun swasta dan (3) pelayanan kesehatan seperti poliklinik, puskesmas, BKIA/Rumah Sakit Bersalin dan Rumah Sakit Umum Wilayah pelayanan suatu pusat, dan wilayah pelayanan suatu jenis fasilitas pelayanan dipengaruhi oleh : a. Keadaan sarana dan prasarana transportasi b. Jumlah dan kapasitas sarana pelayanan umum per jumlah penduduk. c. Jumlah dan kapasitas sarana pelayanan umum per luas areal. Tahapan-tahapan metode sosiogram ini yaitu misalkan kita ingin mengetahui pergerakan penduduk dari desa ke pusat-pusat pelayanan dalam satu kabupaten) : a. Sediakan 3 peta dasar yang digambar pada kertas kalkir atau bahan transparan lainnya untuk setiap jenis fasilitas seperti tersebut di 125

atas. masing-masing peta dasar tersebut didalamnya harus sudah menggambarkan tempat-tempat pemukiman (desa) dan seluruh fasilitas pelayanan di dalam dan di luar sekitar wilayah yang diteliti. b. Hubungkan antara desa-desa tersebut dengan fasilitas-fasilitas pelayanan dengan menggunakan tanda panah. Gunakan tanda panah dengan garis tebal untuk fasilitas pelayanan yang tingkatnya relatif lebih tinggi misalnya SLTA), sedangkan untuk fasilitas pelayanan yang tingkatnya lebih rendah (misalnya SLTP) digunakan garis terputus-putus. c. Tampilkan (superpower) antara peta yang satu terhadap peta yang lainnya untuk melihat hubungan antara berbagai pusat-pusat pelayaran dan darah pelayanan dan identifikasi kesenjangan spasial d. Jumlahkan tanda panah yang menuju ke arah tujuan yang sama untuk setiap pusat-pusat pelayaran pada setiap peta dan jumlahkan untuk ketiga peta tersebut. Siapkan peta ke tempat yang menggambarkan pentingnya suatu pusat pelayanan (secara relatif) dari banyaknya tanda panah yang menuju ke pusat pelayanan tersebut.

126

DAFTAR PUSTAKA Agrawsi. R. C. dan E. 0. Heady. 1972. Operations Research Methods for Agricultural Decisions. The Iowa State University Press. Ames. Anonimous. 1967. Sektoral Aspects of Long-term Economic Asia Projections With Special Reference to Asia and Far East. united Nations Economic Commission for Asia and the Far East. Bangkok. Ais. Iwan J. 1985. Pembangunan Daerah dan Aspek Alokasi Investasi Antar Daerah. Prisma 5 : p. 3-21. ____________. 1985. Pembangunan Daerah dan Aspek Alokasi Investasi Antar-Daerah. Prisma 5:4-21. ____________. 1986. Future Development Planning Techniques in Indonesia : The Need for a New Framework and the Incorporation of Regional Dimension. ERI XXXIV (3) : p. 303 -. 329. ;. Beneke, F. F. dan E. Wenterboer. 1973. Linear Prograoming Applications to Agricultural. The Iowa State University Prese. Ames. Biro Pusat Statistik. 1980. Tabel Input Output Indonesia 1930. Jakarta. ____________. 1982. Sistera Neraca Sosial Ekonomi. Jakarta. Boeke. J. H. 1953. Economic Policy of Dual Societies as Exemplified By Indonesia. Dulan Sajogyo. 1982. Bunga , Raap>ai Perekonian Desa. Yayasan Agro Ekonomika. V Jakarta. Budiharsono. S. 1985. Penggunaan Model Input-Output dalam rangka Integrasi Perencanaan Pembangunan Ekonomi. Kebutuhan Lahan dan Pengendalian Lingkungan Hidup. Zona I (1) : p.41 - 50. Bulner-Thoacs. V. 1982. Input-Output Analysis in Developing Countries. John Wiley & Sons Ltd. Chichester. 127

Chenery. K. dan P. G. Clark. 1362. Interindustry Economics. John Wiley and Sons. New York. ____________. 1979. Structural Change and Development Policy. A World Bank Research Publication. Oxford University Press. New York. Chiang. A. C. 1974. Fundamental Methods of Mathematical Economics. McGraw Hill Kogakusha. Tokyo. Chow. G. C. 1983. Econometrics. McGraw Hill Book. Co. Singapore. Clark. C. 1951. The Conditions Of Economic Progress. Macmillan & Co Ltd. London. Dorfaan. R. . P. Samuelson. dan R. Solow. 1953. Linear Programming and Economics Analysis. Ho Graw-Hill Kogakusha. Ltd. Tokyo. Draper, W. dan H. Smith. 1981. Applied regression Analysis. John Wiley and Sons. New York. Fisher. H. E. 1975. Perencanaan regional dalam Konteks Pembangunan Hasional Indonesia. Prisma No 3 Juni 1975. Gallagher. C. A. dan H. J. Watson. 1980. Quantitative Methods for Business Decisions. Ho Graw Hill Book Co. Kogakusha. Tokyo. S bitinger. J... Price. ,- 1980. Economic Analysis of t Agricultural Projects. The John Hopkins University " Press. Baltimore. Gujarati. D. 1978. Basic Econometric. McGraw Hill Kogakusha. Ltd. Tokyo. . Kadly. G. 1980. Linear Programming. Addieon-Weeley Publ. heading. Massachusetts. V. Hanafiah. T. 1985. Beberapa Aspek dalam Masalah perencanaan Wil3yah. Zona I (2) :p. 70 - 86.

128

Hayami. Y. dan V. W. Ruttan. 1971. Agricultural Development : An International Perspective. The John Hopkins Press. Baltimore. Higgins. B. 2 959. Economics Development. W.W. Norton & Co Inc. New York. Kiilier. F. S. dan G. J. Lieberaan. 1980. Introduction to Operation Research. Holden-Day, Inc. S3n Francisco. Hoover. £. M. 1975. Introduction to Regional Economics. Alfred A. Xnopt. New York. Hoselitr. E. F. a/. 1960. .Theories of Economic Greeth. The Free Press. Glencoe. Isard. W. 1960. Methods of Regional Analysis : an Introduction to Regional Science. The M.I.T. Press. Cambridge. _________1975. Introduction to Regional Science. Prentice Hall. Inc. Englewood Cliffs. New Jersey. Janes. D. E. dan C. D. Throsby. 1973. Introduction to Quantitative Methods in Economics. Johnwiley and Sons Australia Pty Ltd. Sidney. Rats. D. A. 1982. Econometrics Theory and Applications. Prentice Hall. Inc. Englewood Cliffs. New Jersey. Kleinbaum. I>. G. and L. L. Kupper. 1978- Applied Regression Analysis and Other Multivariate Methods.-Duxbury Press. Massachusetts. Kusnet. 5. 1966. Modern Economic Growth : Rate. Structure and Spread. Feffer and Simons. Inc. New York. Langham. M. R. dan F. H. Retslaff. 1982. Agricultural Sector Analysis in Asia. Singapore Oniv. Press. Singapore. Leontief. W. 196c. Input-Output Economics. Oxford University Press. New York. 129

Lucas. E. C. and B. K. Prim. 1979. "identifying the J, depressed and declining industries in Indonesia. Presented at. the third Biennial Meeting of the Agricultural Economic Society of South East Asia. Kuala Lumpur. ____________. 1979. Redistribution of Employment The United States. 1940 - 1972. Mac. Andrews. C. A. Sibero H. B. Fisher. 1977. Regional Development Planning and Implementation in Indonesia. UNCRD. Nagoya. tiieroyk. W. K. 1965. The Element of Input-Output Analysis. Random House. New York. Killer. B. E. dan . P. D. Blair. 1585. Input-Output Analysis : Foundations and Extensions. Prentice Kali, Inc. Eaglewood Cliffs. New Jersey. Kisra. R. p. 1977. Regional Development Planning : Search for Bearing.UHCRB. Nagoya. Nasendi. B. D. dan A. Anwar. 1985. Program Linear dan Variasinya. PT. Graoedia. Jakarta. Naeoetion. L. I. dan D. Tadjoeddin. 1985. Teori Titik Balik Evolusi Menuju Adaptasi Perencanaan Pembangunan dengan Pendekatan dari Bawah. Zona I (1 : P-4 - 20. ____________. 1985. Penerapan lima "Wilayah dalam Pembangunan Indonesia. DPP HIPIPWI. Bogor. Neter, J. dan W. Wasserman. 1974. Applied Linear -Statistical Models. Richard D. Irwin. Inc. Hooewood. Illinois. Rasaussen. P. 1956. Studies in Intersectoral Relations. North-Holland. Amsterdam. Rostov. W. W. 1965. Tahap-tahap Pertumbuhan Ekonomi. Sebuah Manifest Non Komunis (terjemahan). Ehratara., Jakarta.

130

Siagian. P. 1987. Penelitian Operasional. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta Soekirno. S. 1976. Beberapa Aspek Dalam Persoalan Pembangunan Daerah. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Indonesia. Jakarta. Syafrizal. Iy77. Regional Growth in Indonesia. Tesis 5 - Uni v. of Fhi 1 ippir.es. Taha. Hamdy A. 1982. Operation Research an Introduction. MacMillan Fahl. Co. Inc. New York. Tervo. H. dan P. Okko. 1983. A Note on Shift-Share Analysis as a Method of Estimating the Employment Effects of Regional Economic Folicy. Journal of Regional Science 1: 115 - 121. TheI. H. 1981. Introduction to Econonetrics. Prentice Hall of India. New Delhi. Tiebout. Charles M. 1962. The Community Economics base Study. Supplementary papare (16). Comaittee for economic Development. New York. . Tjokroaoidjojo. B. 1985. Perencanaan Pembangunan. Gunung Agung. Jakarta. Oppal. J. S. dan B. S. Handoko. 1986. Regional Incomes Disparities in Indonesia. EKI XXXIV (3): 287 - 304. Van Dusseldorf. D. B. W. K. 19S0. Tempat Perencanaan Regional dalam Proses Pembangunan Berencana. F. X. Siola. Materi Pembangunan dan Pengembangan Desa Penerbit Usaha Nasional. Surabaya.

Terpadu.

Wagner. H. W. 1975. Principles of Operations Research. Prentice hall of India. New Delhi. Whitehouee. G. E. dan B. L. Wechsler. 1976. Applied upe rat lone Research : A Survev. John Wiley & Son New York.

131

Weinberg. S. 1985. Applied Linear Regression. John Wiley and Sons. New York.

132