CASE REPORT Diagnosis dan Tata Laksana Kolesistitis

kolesistitis akut adalah stasis cairan empedu, in-feksi kuman, dan iskemia dinding kandung em pedu. Penyebab utama kolesistitis akut adalah...

147 downloads 950 Views 324KB Size
CASE REPORT

Diagnosis dan Tata Laksana Kolesistitis Akalkulus Akut M. Adi Firmansyah

SMF Ilmu Penyakit Dalam – RSUD Kota Tangerang

ABSTRAK Kolesistitis akalkulus akut adalah inflamasi akut dari kandung empedu namun bukan akibat dari adanya batu kandung empedu. Kejadiannya meningkat pada pasien-pasien dengan penyakit kritis ataupun trauma. Kolesistitis akut akalkulus sering dikaitkan dengan peningkatan risiko mortalitas dan morbiditas sehingga diagnosis dan tata laksana harus dapat dilakukan dengan cermat. Ultrasonografi merupakan pemeriksaan penunjang terpilih untuk menegakkan diagnosis kolesistitis akalkulus akut. Tiga patofisiologi utama terjadinya kondisi ini adalah (1) mediator inflamasi sistemik dan trauma; (2) stasis bilier; dan (3) iskemia sistemik atau lokal pada kandung empedu. Penatalaksanaan secara umum meliputi pemberian antibiotik dan analgetik sedangkan terapi definitif berupa pembedahan (kolesistektomi). Laporan kasus ini menyajikan perempuan 49 tahun dengan klinis sepsis dan didapatkan kolesistitis akalkulus akut dari hasil pemeriksaan penunjang. Kata Kunci: akut, kolesistitis akalkulus, kolesistektomi, penyakit kritis, ultrasonografi.

PENDAHULUAN Radang kandung empedu (kolesistitis akut) adalah reaksi inflamasi akut dinding kandung empedu yang disertai dengan keluhan nyeri perut kanan atas, nyeri tekan dan demam. Umumnya kolesistitis akut disebabkan oleh adanya batu kandung empedu.1 Hingga kini patogenesis penyakit yang cukup sering dijumpai ini masih belum jelas. Walaupun belum ada data epidemiologi penduduk, insiden kolesistitis dan batu empedu (kolelitiasis) di negara kita relatif lebih rendah dibandingkan negaranegara barat. Kolesistitis akalkulus akut adalah inflamasi akut

30

MEDICINUS

dari kandung empedu namun bukan akibat dari adanya batu kandung empedu.1,2 Angka kejadian kolesistitis tipe ini adalah 10% dari seluruh kejadian kolesistitis akut.2,3,4 Pada kepustakaan lain disebutkan bahwa pada 5%-10% pasien dengan kolesistitis akut yang menjalani terapi operasi, batu penyebab penyumbatan kandung empedu tidak ditemukan.5 Gejala klinis yang ditimbulkan oleh kolesistitis akut akalkulus dapat menyerupai kolesistitis akut dengan penyebab batu, sehingga diperlukan pemeriksaan penunjang untuk memastikannya. Kolesistitis akut akalkulus sering dikaitkan dengan peningkatan risiko mortalitas dan morbiditas, oleh sebab itu, diagnosis dan tata Vol. 28, No. 2 | Edisi Desember 2015

leading article case report

laksana harus dapat dilakukan dengan cermat. Laporan kasus ini menyajikan sebuah kasus kolesistitis akut yang dialami seorang perempuan berusia 49 tahun dimana setelah dilakukan pemeriksaan penunjang, tidak didapatkan adanya gambaran batu pada kandung empedu. Fokus pembahasan lebih ditekankan pada bagian diagnosis dan tata laksana dari kolesistitis akalkulus akut.

Dari pemeriksaan fisik tanda vital, didapatkan kondisi takikardi (112 kali per menit) demam (suhu 38oC). Pasien memiliki berat badan 60 kg dengan tinggi badan 153 cm. Sklera menunjukkan gambaran ikterik dan didapatkan adanya nyeri pada regio hipokondrium/subkostal kanan dengan tanda Murphy positif. Pemeriksaan fungsi organ lainnya tidak menunjukkan adanya kelainan.

ILUSTRASI KASUS

Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan adanya anemia normositik normokrom (Hb 10,5 g/dL) leukositosis (43.700/mm3 dengan nilai neutrofil 83,1%) dan trombosit 496.000/ mm3. Analisa gas darah menunjukkan kadar pH 7,376; pCO2 27,3 mmHg; pO2 111,4 mmHg; HCO3 15,6 dan saturasi O2 98,1%. Hasil pemeriksaan transaminase hati menunjukkan batas normal, kecuali ada sedikit peningkatan kadar bilirubin (bilirubin total 3,88 mg/dL; direk 3,14 mg/dL, dan indirek 0,74 mg/dL). Fungsi ginjal, kadar glukosa darah, dan kadar elektrolit menunjukkan batas normal. Pemeriksaan radiologi toraks tidak menunjukkan kelainan sedangkan hasil elektrokardiogram hanya menunjukkan adanya sinus takikardi.

Seorang perempuan berusia 49 tahun datang dengan keluhan utama nyeri perut kanan atas yang semakin berat sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Nyeri dirasakan terus menerus, tidak menjalar. Sebenarnya keluhan nyeri telah dirasakan pasien sejak satu minggu yang lalu, terutama dirasakan setelah pasien makan makanan berlemak (daging). Pasien juga mengeluh mual dan muntah yang berisi makanan tanpa ada darah. Tidak ada keluhan nyeri dada ataupun sesak napas. Terdapat keluhan demam, yang tidak terlalu tinggi dan hilang timbul. Tidak terdapat keluhan batuk, keringat malam ataupun penurunan berat badan. Pasien mendapatkan warna air seninya gelap seperti air teh. Tidak terdapat riwayat nyeri buang air kecil atau anyang-anyangan. Tidak ada keluhan pada buang air besar pasien. Pasien tidak menyadari bahwa bola mata menjadi terlihat kuning. Dua hari sebelum masuk rumah sakit, pasien merasakan nyeri di perut kanan atas semakin berat disertai keluhan mual dan muntah. Tidak ada komorbiditas penyakit lainnya yang berarti pada pasien ini namun tercatat bahwa pasien sering mengonsumsi makanan berlemak dan jarang mengonsumsi sayuran. Pasien mengaku tidak merokok. Pasien adalah seorang ibu rumah tangga dengan empat orang anak.

Vol. 28, No. 2 | Edisi Desember 2015

Diagnosis sepsis dengan kecurigaan kolesistitis akut ditegakkan pada pasien ini sebagai masalah utama. Selain itu didapatkan adanya kondisi anemia normositik normokrom dan obesitas derajat I. Kemudian serangkaian pemeriksaan diagnostik tambahan dilakukan pada pasien ini meliputi urinalisis, kadar C-reactive protein (CRP), kadar alkali fosfatase, gammaglutamyl transpeptidase (gamma-GT), profil lipid dan ultrasonografi (USG). Oksigenasi dengan nasal kanul diberikan pada pasien ini dengan disertai total rumatan cairan sebesar 3 liter per hari, sebagai bagian tata laksana sepsis pada pasien ini. Diet yang diberikan pada pasien ini adalah diet lunak rendah lemak sebesar 1700

MEDICINUS

31

leading article case report

kilo kalori. Antibiotik cefoperazone dengan dosis 3 x 1 gram dan metronidazol 3 x 500 mg diberikan secara intravena. Selain itu, ketoprofen supositoria diberikan sebagai analgetik dan paracetamol tablet 3 x 500 mg sebagai antipiretik serta lansoprazole 2 x 30 mg intravena. Foley Kateter sudah terpasang sejak pasien di IGD dengan kadar diuresis 2 cc per kilogram per jam. Hasil pemeriksaan urin lengkap tidak menunjukkan adanya kelainan. Peningkatan kadar CRP sebesar 8 mg/L menunjukkan kondisi sesuai dengan sepsis. Kadar gamma-GT menunjukkan adanya peningkatan yakni 207 U/L (normal 29–41 U/L) dan kadar alkali fosfatase sebesar 480 U/L (normal 35–110 IU/L). Hasil profil lipid menunjukkan adanya dislipidemia dengan peningkatan pada komponen kolestrol total (240 mg/dL) dan LDL (202,8 mg/dL). Sedangkan hasil pemeriksaan USG abdomen didapatkan kondisi hati dalam batas normal, sistem bilier intra dan hepatik normal, tidak tampak asites namun terdapat penebalan dinding kandung empedu dengan gambaran sludge di dalamnya, dengan tanda kolesistisis akut. Tidak ada gambaran batu ataupun massa dalam kandung empedu. Organ intra-abdomen lainnya dalam batas normal (lihat gambar 1).

32

MEDICINUS

Vol. 28, No. 2 | Edisi Desember 2015

case report

Berdasarkan hasil pemeriksaan penunjang ini, maka diagnosis kolesistitis akut telah sesuai ditegakkan. Dislipidemia ditambahkan sebagai diagnosis tambahan dengan simvastatin 1 x 20 mg diberikan sebagai terapi tambahan. Pada hari ketiga perawatan, keluhan nyeri perut sudah tidak dirasakan lagi oleh pasien, meski keluhan mual masih dirasakan pasien. Kondisi hemodinamik dalam kondisi stabil. Selain itu, gambaran takikardi dan demam sudah tidak didapatkan lagi pada pasien ini. Hasil pemeriksaan kadar leukosit pasien me-nunjukkan penurunan menjadi 11.110/mm3 dan kadar CRP menjadi 3 mg/L. Pada hari kelima perawatan, pasien sudah merasa sehat. Hasil pemeriksaan darah serial terhadap fungsi ginjal, fungsi hati dan elektrolit tidak menunjukkan adanya kelainan. Masalah terakhir pada pasien ini adalah kolesistitis akalkulus klinis perbaikan, anemia normositik normokrom, obesitas derajat 1 dan dislipidemia. Pasien meminta pulang dengan alasan sudah merasa sehat. Pasien kemudian dipulangkan dengan dibekali terapi pulang yakni cefixime tablet 2 x 200 mg, metronidazol tablet 3 x 500 mg, ranitidin tablet 2 x 150 mg dan simvastatin tablet 1 x 20 mg.

Kecurigaan kolesistitis akut didasarkan adanya keluhan pada daerah kanan atas terutama timbul sesudah mengonsumsi makanan berlemak, adanya demam, nyeri tekan pada hipokondrium kanan dan tanda Murphy positif pada pemeriksaan fisik. Hal ini sejalan dengan tinjauan pustaka yang mengatakan bahwa karakteristik gambaran klinis kolesistitis akut adalah demam, nyeri abdomen kuadran kanan atas dan tanda Murphy positif.1,6 Adanya data female, fat, forty, dan fertile pada pasien ini dapat menguatkan kecurigaan ke arah kolesistitis akut. Faktor yang mempengaruhi timbulnya serangan kolesistitis akut adalah stasis cairan empedu, infeksi kuman, dan iskemia dinding kandung empedu. Penyebab utama kolesistitis akut adalah batu kandung empedu (90%) yang terletak di duktus sistikus yang menyebabkan stasis cairan empedu, sedangkan sebanyak lima hingga sepuluh persen kasus timbul tanpa adanya batu (kolesistitis akut akalkulus).1,4,5,6 Bagaimana stasis di duktus sistikus dapat menyebabkan kolesistitis akut, masih belum jelas. Ba-nyak faktor yang berpengaruh terhadap timbulnya kondisi ini seperti kepekatan cairan empedu, kolesterol, lisolesitin dan prostaglandin yang merusak lapisan mukosa dinding kandung empedu diikuti oleh reaksi inflamasi dan supurasi.1

DISKUSI Diagnosis sepsis ditegakkan berdasarkan adanya keluhan demam, frekuensi nadi 112x per menit, suhu 38°C, nilai leukosit darah 43.700/ mm3, dan nilai PCO2 <32 mmHg. Sumber infeksi dipikirkan adalah infeksi pada kantung empedu karena dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, tidak didapatkan kecurigaan fokus infeksi lain seperti dari paru. Urin lengkap dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan fokus infeksi dari saluran kemih.

Vol. 28, No. 2 | Edisi Desember 2015

Faktor risiko kolesistitis akut sering dihubungkan dengan 4F yang terdiri dari fat (gemuk), female (perempuan), fertile (subur), dan forty (usia empat puluhan).6 Hal ini sesuai dengan kondisi pasien ini yakni dimana pasien adalah seorang perempuan (female) berusia di atas 40 tahun (forty). Berdasarkan konsensus mengenai obesitas di Asia Pasifik,7 pasien tergolong overweight derajat I (fat) mengingat perhitungan indeks massa tubuh adalah 25,3 kg/m2. Dan pasien tergolong subur (fertile) mengingat pasien dikarunia empat orang anak. Namun, menurut Les-

MEDICINUS

33

leading article case report

mana LA dkk, hal ini sering tidak sesuai untuk pasien-pasien di negara kita.1 Kolesistitis akut akalkulus sering dikaitkan dengan berbagai kondisi penyakit, misalnya dapat timbul pada pasien yang dirawat cukup lama, mendapat nutrisi secara total parenteral, pada sumbatan karena keganasan kandung empedu, luka bakar, penyakit jantung, sepsis, infeksi, diabetes mellitus dan penggunaan obat-obat imunosupresan.1,2,8 Hal ini sesuai dengan kondisi pasien ini, yang mengalami kondisi sepsis. Namun begitu, kolesistitis akalkulus ini juga dapat terjadi pada pasien-pasien rawat jalan. Savoca dkk menemukan pada 36 dari 47 orang (77%) mengalami kolesistitis akut akalkulus di luar rumah sakit tanpa ada riwayat infeksi berat atau trauma. Pasien-pasien ini umumnya terdapat penyakit vaskuler seperti jantung koroner.9,10 Gejala Klinis Keluhan yang agak khas untuk serangan kolesistitis akut adalah nyeri abdomen kuadran kanan atas, mual, muntah dan demam. Kadang-kadang rasa sakit dapat menjalar ke pundak atau skapula kanan. Hal ini dapat berlangsung sampai 60 menit tanpa reda. Berat ringannya keluhan sangat bervariasi tergantung dari adanya kelainan inflamasi yang ringan sampai dengan gangren atau perforasi kandung empedu. Nyeri tekan abdomen kuadran kanan atas, kandung empedu teraba dan tanda Murphy positif pada pemeriksaan fisik merupakan karakteristik kolesistitis akut. Tanda Murphy positif memiliki spesifitas 79%-96% untuk kolesistitis akut.1,6 Gambaran klinis untuk kolesistitis akalkulus umumnya serupa dengan kolesistitis akut akibat batu, yakni demam, nyeri perut kanan atas, dan tanda Murphy positif.2,3,5

34

MEDICINUS

Ikterus dapat dijumpai pada 20% kasus, umumnya derajat ringan (bilirubin <0,4 mg/dl). Ikterus ini dipikirkan terjadi akibat obstruksi bilier parsial yang dipicu oleh inflamasi pada CBD. Apabila konsentrasi bilirubin tinggi, perlu dipikirkan adanya batu di saluran empedu ekstra hepatik.1,2 Kondisi ini juga dijumpai pada pasien, dimana kondisi ikterus tidak terlalu berat. Pemeriksaan laboratorium tidak spe-sifik. Umumnya menunjukkan adanya leukositosis dengan 70%–85% terjadi left shift. Serum transaminase dan fosfatase alkali dapat meningkat. Apabila keluhan bertambah hebat disertai suhu tinggi dan menggigil serta leukositosis berat, kemungkinan terjadi empiema dan perforasi kandung empedu perlu dipertimbangkan.1,2,6 Diagnosis Pemeriksaan ultrasonografi (USG) merupakan modalitas diagnostik utama dan sangat dianjurkan. USG sebaiknya dikerjakan secara rutin dan sangat bermanfaat untuk memperlihatkan besar, bentuk dan penebalan dinding kandung empedu, batu dan saluran empedu ekstra hepatik. Nilai kepekaan dan ketepatan USG mencapai 90%-95%. Gambaran USG pada kolesistitis akalkulus dapat berupa (1) tidak ditemukan adanya batu dalam kandung empedu; (2) penebalan dinding kandung empedu dengan atau tanpa cairan perikolesistik; dan (3) sonographic Murphy’s sign positif yakni nyeri saat probe USG ditekan pada daerah kandung empedu). Pada pasien ini, gambaran hasil USG menunjukkan adanya tanda kolesistitis akut tanpa disertai adanya gambaran batu. Foto polos abdomen tidak dapat memperlihatkan gambaran kolesistitis akut. Hanya pada 15% pasien kemungkinan dapat terlihat batu tidak tembus pandang (radiopak) dikarenakan

Vol. 28, No. 2 | Edisi Desember 2015

case report

terdapat kandungan kalsium cukup banyak. Kolesistografi oral tidak dapat memperlihatkan gambaran kandung empedu bila ada obstruksi sehingga pemeriksaan ini tidak bermanfaat untuk kolesistitis akut. Pemeriksaan CT scan abdomen kurang sensitif dan mahal tapi mampu memperlihatkan adanya abses perikolesistik yang masih kecil yang mungkin tidak terlihat pada pemeriksaan USG. Diagnosis banding untuk kolesistitis akalkulus yakni kolesistitis akut kalkulus, ulkus peptikum dengan atau tanpa perforasi, kola-ngitis akut, pankreatitis akut, dan infark miokard akut.1,3,6 Klasifikasi/Derajat Stadium6 1. Kolesistitis akut ringan (derajat 1) Pasien dengan inflamasi ringan pada kandung empedu, tanpa disertai disfungsi organ, dan kolesistektomi dapat dilakukan dengan aman dan berisiko rendah. Pasien pada derajat ini tidak memenuhi kriteria untuk kolesistitis sedang dan berat. 2. Kolesistitis akut sedang (derajat 2) Salah satu kriteria yang harus dipenuhi adalah : a. Leukositosis b. Massa teraba di abdomen kuadran atas c. Keluhan berlangsung lebih dari 72 jam d. Inflamasi lokal yang jelas (peritonitis bilier, abses perikolesistikus, abses hepar, kolesistitis gangrenosa, kolesistitis emfisematosa) Derajat inflamasi akut pada stadium ini meningkatkan taraf kesulitan untuk dilakukan kolesistektomi. Operasi laparoskopi sebaiknya dilakukan dalam waktu 96 jam setelah onset. 3. Kolesistitis akut berat (derajat 3) a. Disfungsi kardiovaskuler (hipotensi dilatasi dengan dopamin atau dobutamin) b. Disfungsi neurologis (penurunan kesadaran)

Vol. 28, No. 2 | Edisi Desember 2015

c. Disfungsi pernapasan (rasio PaO2/FiO2 < 300) d. Disfungsi renal (oliguria, kreatitin >2mg/dL) e. Disfungsi hepar (PT-INR > 1,5) f. Disfungsi hematologi (trombosit <100.000/ mm) Pada pasien ini, derajat kolesistitis akut agak sulit ditentukan karena berada diantara kategori ringan dan sedang. Untuk derajat sedang, kondisi pasien tidak memenuhi semua syarat. Hanya leukositosis saja yang sesuai dengan kriteria derajat sedang. Namun, berdasarkan respon klinis, penulis menggolongkan kondisi pasien sebagai derajat ringan. Patogenesis Adanya masalah dislipidemia dari hasil pemeriksaan profil lipid pasien dimana kolesterol total pasien ini adalah 240 mg/dL, juga dapat menjadi faktor risiko terjadinya kolesistitis akut, dimana disebutkan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi timbulnya kerusakan pada lapisan mukosa dinding kandung empedu adalah kolesterol.1,10 Patofisiologi terjadinya kolesistitis akalkulus akut umumnya dipengaruhi banyak hal dan belum dimengerti sepenuhnya. Namun secara umum, terdapat tiga mekanisme yang dipikirkan berkaitan dengan timbulnya kondisi ini yakni: (1) mediator inflamasi sistemik dan trauma, (2) stasis bilier, dan (3) iskemia sistemik atau lokal pada kandung empedu.10 Secara patologis, dapat ditemui jejas pada endotel, iskemi kandung empedu, dan stasis, yang mengakibatkan terkonsentrasinya garam-garam empedu dan bahkan nekrosis pada jaringan kan-dung empedu. Perforasi dinding kandung empedu dapat terjadi pada beberapa kasus.2 Pada beberapa

MEDICINUS

35

leading article CASE REPORT

kasus, keterlibatan flora usus gram negatif dapat mencetuskan kondisi ini. Kolesistitis akalkulus akut pernah dilaporkan dihubungkan dengan infeksi Salmonella typhoid, Staphylococcus, dan Brucella sp.10 Pada pasien-pasien dengan SIDA, kolesistitis dihubungkan dengan adanya infeksi cytomegalovirus dan cryptosporidium.2,3,10 Adanya iskemia sistemik ataupun lokal, kadang dihubungkan dengan adanya kejadian vaskulitis pembuluh darah kecil (small vessel vasculitis).2,10 Tata Laksana Penatalaksanaan kolesistitis akut secara umum:1,6 - antibiotik harus diberikan untuk semua kasus, disesuaikan dengan derajat beratnya penyakit. Pada insufisiensi ginjal, dosis antibiotik harus disesuaikan. - Non-steroid anti-inflamatory drugs (NSAID) dapat diberikan untuk mengatasi nyeri. Salah satu NSAID yang dapat dipilih adalah diclofenac atau indomethacin. Tata laksana umum lainnya termasuk istirahat total, pemberian nutrisi parenteral, diet ringan rendah lemak. Pemberian antibiotik pada fase awal sangat penting untuk mencegah komplikasi peritonitis, kolangitis, dan septikemia. Pasien dapat diberikan antibiotik sefalosporin generasi ketiga atau keempat atau flurokuinolon, ditambah dengan metronidazole. Golongan ampisilin, sefalosporin dan metronidazole cukup memadai untuk mematikan kuman-kuman yang umum terdapat pada kolesistitis akut sepeti E. coli, S. faecalis dan Klebsiella. Terapi antibiotik yang diberikan pada pasien ini adalah cefoperazone 3x 1 gram dan metronidazole 3x 500 mg drip. Pemberian ketoprofen supp ditujukan untuk mengatasi nyeri abdomen. Hal

36

MEDICINUS

ini sesuai dengan kepustakaan yang menganjurkan kombinasi pemberian sefalosporin generasi ketiga/empat ditambah dengan metronidazole untuk mencakupi infeksi anaerob dan pemberian NSAID untuk mengatasi nyeri.1,6 Saat pasien pulang, terapi antibiotik sefalosporin yakni cefixime dan kombinasi dengan metronidazole tetap diberikan pada pasien ini. Terapi definitif untuk kolesistitis akut adalah kolesistektomi, selain tentunya pemberian antibiotik dan analgetik. Pada pasien sakit kritis dengan kolesistitis akut akalkulus, kolesistektomi bukanlah terapi definitif.10 Penentuan saat kapan dilaksanakan tindakan kolesistektomi masih diperdebatkan. Apakah sebaiknya dilakukan secepatnya (72 jam) atau ditunggu 6-8 minggu setelah terapi konservatif dan keadaan umum pasien lebih baik. Ahli bedah yang prooperasi dini menyatakan, timbulnya gangren dan komplikasi kegagalan terapi konservatif dapat dihindarkan, lama perawatan di rumah sakit dapat lebih singkat dan biaya dapat ditekan.1 Kepustakaan menyebutkan bahwa pada 50% kasus akan membaik tanpa keterlibatan intervensi bedah.1 Secara klinis, setelah beberapa hari perawatan, pasien mengaku keluhan nyeri perut kanan atas sudah jauh berkurang. Dari pemeriksaan darah tepi serial juga didapatkan perbaikan dimana terjadi penurunan jumlah leukosit dan nilai CRP. Saat ini telah dikembangkan teknik kolesistektomi laparoskopik yang lebih aman dibandingkan terapi konservatif (kolesistektomi terbuka). Di departemen ilmu bedah digestif FKUI-RSCM, kolesistektomi laparoskopi dilakukan dalam waktu kurang dari 72 jam setelah diagnosis awal ditegakkan. Hal ini ditujukan untuk kasus kolesistitis akut derajat ringan dan sedang, sedang-

Vol. 28, No. 2 | Edisi Desember 2015

leading article CASE REPORT

kan untuk kasus berat, dilakukan kolesistektomi laparoskopi cito.12 Untuk kasus-kasus pasien dengan kondisi kritis dan tidak stabil, tentunya tidak dapat dilakukan tindakan intervensi bedah. Pada pasien dengan kondisi ini, dilakukan drainase kandung empedu dengan panduan alat radiologis melalui kolesistostomi perkutan. Prognosis Mortalitas pasien dengan kolesistitis akalkulus bergantung pada kondisi medis pasien, yakni sekitar 90% pada pasien-pasien kritis atau hanya sekitar 10% pada kasus-kasus pasien rawat jalan. Mortalitas juga dipengaruhi dengan kecepatan dilakukan diagnosis.1,2

daftar pustaka 1. Pridady. Kolesistitis. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2006. 477-8 2. Afdhal HN. Acalculous cholecystitis. Uptodate. 2009 3. Bilhartz LE. Acute acalculous cholecystitis. Dalam: Feldman M, Scharschmidt BF, Sleisenger MH, Fordtran JS, Zorab R, editor. Sleisenger and Fordtran's Gastrointestinal and Liver Disease: Pathophysiology, diagnosis, and management. 6th ed. Washington: WB Saunders; 1998 4. Barie PS, Eachempati SR. Acute acalculous cholecystitis. Curr Gastroenterol Rep 2003 Aug; 5(4): 302-9 5. Diseases of the Gallbladder and Bile Ducts. Dalam: Fauci AS, Kasper DL, Longo DL, Braunwald E, Hauser SL, Jameson JL, et al., editor. Harrison's Principles of internal medicine. New York: McGraw Hill Company; 2008 6. Kolesistitis akut. Dalam Irawan C, Tarigan TEJ, Marbun MB, editor. Panduan tata laksana kegawatdaruratan di bidang ilmu penyakit dalam – Internal medicine emergency life support/IMELS. Jakarta: Interna Publishing. 58-62

Vol. 28, No. 2 | Edisi Desember 2015

7. International Obesity Task Force. The Asia-Pacific perspective : redefining obesity and its treatment. World Health Organization – Western Pacific Region . 2000 8. Shapiro MJ, Luchtefeld WB, Kurzweil S, Kamin ski DL, Durham RM, Mazuski JE. Acute acalculous cholecystitis in the critically ill. Am Surg 1994 May;60(5):335-9 9. Savoca PE, Longo WE, Zucker KA, McMillen MM, Modlin IM. The increasing prevalence of acalculous cholecystitis in outpatients. Results of a 7-year study. Ann Surg 1990 Apr;211(4):433-7 10.Lane JD, Lomis N. Cholecystitis, acalculous. Tersedia di http://emedicine.medscape.com/ article/365553-print. Diakses pada tanggal 10 Agustus 2015 11.Lesmana LA, Samosir DRS.Percutaneous chol ecystostomi: cito or elective cholecystectomy. Dalam: Hasan I, Loho IM, editor. Buku Proseding Simposium of Current Treatment in Hepatobiliary Diseases and Workshops on Interventional Hepatology 2009. Jakarta: Divisi Hepatologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2009: 1-3 12.Lalisang TJM. Management of cholecystitis: cito or elective cholecystectomy. Dalam: Hasan I, Loho IM, editor. Buku Proseding Simposium of Current Treatment in Hepatobiliary Diseases and Workshops on Interventional Hepatology 2009. Jakarta: Divisi Hepatologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2009: 27

MEDICINUS

37