PULMONARY EMBOLISM : DIAGNOSIS, TATA LAKSANA DAN PENCEGAHANNYA

paru disebabkan oleh edema paru, perdarahan paru dan hilangnya surfaktan. 3,11 . ... dan tachypnoe adalah tanda emboli paru yang paling khas. Pada umu...

14 downloads 537 Views 725KB Size
EMBOLI PARU

DISUSUN OLEH: DR. ALI NAFIAH NST

SUPERVISOR: Dr. PANTAS HASIBUAN, Sp.P(K)

DEPARTEMEN KARDIOLOGI & KEDOKTERAN VASKULER FAKULTAS KEDOKTERAN USU 2007

Ali Nafiah Nst : Emboli Paru, 2007 USU Repository © 2008

1

EMBOLI PARU PENDAHULUAN Pulmonary embolism atau Emboli paru adalah peristiwa infark jaringan paru akibat tersumbatnya pembuluh darah arteri pulmonalis oleh peristiwa emboli.1 Keadaan ini dapat memberikan gambaran klinis dengan spektrum luas, mulai dari suatu gambaran klinis yang asimptomatik sampai keadaan yang mengancam nyawa berupa hipotensi, shock kardiogenik dan keadaan henti jantung yang tiba-tiba (sudden cardiac death).2,3 Insidensi emboli paru di Amerika Serikat dilaporkan hampir 200.000 kasus pertahun dengan angka kematian mencapai 15% yang menunjukkan bahwa penyakit ini masih merupakan problema yang menakutkan dan salah satu penyebab emergensi kardiovaskuler yang tersering.4,5 Laporan lain menyebutkan bahwa emboli paru secara langsung menyebabkan 100.000 kematian dan menjadi faktor kontribusi kematian oleh penyakit-penyakit lainnya.6 Penyebab utama dari suatu emboli paru adalah tromboemboli vena (venous thromboembolism), namun demikian penyebab lain dapat berupa emboli udara, emboli lemak, cairan amnion, fragmen tumor dan sepsis.7,8 Diagnosis suatu emboli paru dapat ditegakkan dari penilaian gambaran klinis dan pemeriksaan penunjang berupa foto toraks, D-Dimer test, pencitraan ventilasiperfusi (ventilation-perfussion scanning), CT angiografi toraks dengan kontras, angiografi paru, Magnetic Resonance Angiography, Duplex ultrasound ekstremitas dan ekokardiografi transtorakal.7,9 Penatalaksanaan khusus emboli paru dapat berupa pemberian antikoagulasi, antitrombolitik atau embolektomi baik dengan intervensi kateterisasi maupun dengan pembedahan.1,10

TUJUAN Untuk membahas emboli paru dari sudut patofisiologi dan faktor risiko sehingga dapat dideteksi dan didiagnosis guna penatalaksanaan yang tepat dan efektif

Ali Nafiah Nst : Emboli Paru, 2007 USU Repository © 2008

2

PATOFISIOLOGI Pada tahun 1856, Rudolf Virchow membuat suatu postulat bahwa ada tiga faktor yang dapat menimbulkan suatu keadaan koagulasi intravaskuler, yaitu : 1. Trauma lokal pada dinding pembuluh darah 2. Hiperkoagulobilitas darah (blood hypercoagulability) 3. Statis vena6,11

Dikutip dari Fedullo PF dkk. The evaluation of suspected pulmonary embolism. N Engl J Med 2003;349:1247-56 Trauma lokal pada dinding pembuluh darah dapat terjadi oleh karena cedera pada dinding pembuluh darah, kerusakan endotel vaskuler khususnya dikarenakan tromboflebitis sebelumnya. Sedangkan keadaan hiperkoagulobilitas darah dapat disebabkan oleh therapi obat-obat tertentu termasuk kontrasepsi oral, hormone replacement theraphy dan steroid. Di samping itu masih ada sejumlah faktor genetik yang menjadi faktor predisposisi suatu trombosis. Sementara statis vena dapat terjadi akibat immobilisasi yang berkepanjangan atau katup vena yang inkompeten yang dimungkinkan terjadi oleh proses tromboemboli sebelumnya.11

Ali Nafiah Nst : Emboli Paru, 2007 USU Repository © 2008

3

Bila trombi vena terlepas dari tempat terbentuknya, emboli ini akan mengikuti aliran sistem vena yang seterusnya akan memasuki sirkulasi arteri pulmonalis. Jika emboli ini cukup besar, akan dapat menempati bifurkasio arteri pulmonalis dan membentuk saddle embolus. Tidak jarang pembuluh darah paru tersumbat karenanya. Kedaan ini akan menyebabkan peningkatan tekanan arteri pulmonalis yang akan melepaskan

senyawa-senyawa

vasokonstriktor

seperti

serotonin,

refleks

vasokonstriksi arteri pulmonalis dan hipoksemia yang pada akhirnya akan menimbulkan hipertensi arteri pulmonalis. Peningkatan arteri pulmonalis yang tibatiba akan meningkatkan tekanan ventrikel kanan dengan konsekuensi dilatasi dan disfungsi ventrikel kanan yang pada gilirannya akan menimbulkan septum interventrikuler tertekan ke sisi kiri dengan dampak terjadinya gangguan pengisian ventrikel dan penurunan distensi diastolik. Dengan berkurangnya pengisian ventrikel kiri maka curah jantung sistemik (systemic cardiac output) akan menurun yang akan mengurangi perfusi koroner dan menyebabkan iskemia miokard. Peninggian tekanan dinding ventrikel kanan yang diikuti oleh adanya emboli paru massif akan menurunkan aliran koroner kanan dan menyebabkan kebutuhan oksigen ventrikel kanan meningkat yang selanjutnya

menimbulkan iskemia dan kardiogenik shok.

Siklus ini dapat menimbulkan infark ventrikel kanan, kollaps sirkulasi dan kematian.6,11 Secara garis besar emboli paru akan memberikan efek patofisiologi berikut : 1. Peningkatan

resistensi

vaskuler

paru

yang

disebabkan

obstruksi,

neurohumoral, atau baroreseptor arteri pulmonalis atau peningkatan tekanan arteri pulmonalis 2. Pertukaran gas terganggu dikarenakan peningkatan ruang mati alveolar dari dampak

obstruksi vaskuler dan hipoksemia karena hipoventilasi alveolar,

rendahnya unit ventilasi-perfusi dan shunt dari kanan ke kiri dan juga gangguan transfer karbonmonoksida 3. Hiperventilasi alveolar dikarenakan stimulasi refleks oleh iritasi reseptor 4. Peningkatan resistensi jalan nafas oleh karena bronkokonstriksi 5. Berkurangnya compliance paru disebabkan oleh edema paru, perdarahan paru dan hilangnya surfaktan.3,11

Ali Nafiah Nst : Emboli Paru, 2007 USU Repository © 2008

4

Skema patofisiologi disfungsi ventrikel kanan

Sumber : Kepustakaan no.11

DIAGNOSIS Diagnosis emboli paru ternyata lebih sulit dibandingkan dengan pengobatan dan pencegahannya. Pendekatan diagnostic non invasif, khususnya pemeriksaan D-dimer, ELISA (Enzym-linked immunosorbent assay) , CT-Scan dan ultrasonografi vena saat ini semakin meningkatkan nilai kepercayaan dalam menegakkan diagnosis emboli paru. Bagaimanapun juga, di samping adanya

kemajuan

tekhnologi diagnosis,

ternyata emboli paru yang besar selalu tidak terdiagnosis dan hanya dijumpai saat autopsi.11

GAMBARAN KLINIS Kecurigaan emboli paru merupakan dasar dalam menentukan test diagnostik. Dispnoe merupakan gejala yang paling sering muncul, dan tachypnoe adalah tanda emboli paru yang paling khas. Pada umumnya, dispnoe berat, sinkop atau sianosis merupakan tanda utama emboli paru yang mengancam nyawa. Nyeri pleuritik menunjukkan bahwa emboli paru kecil dan terletak di arteri pulmonalis distal, berdekatan dengan garis pleura.11

Ali Nafiah Nst : Emboli Paru, 2007 USU Repository © 2008

5

Emboli paru patut dicurigai pada penderita hipotensi jika : 1. Adanya bukti trombosis vena atau faktor predisposisi emboli paru 2. Adanya bukti klinis akut kor pulmonale (gagal ventrikel kanan akut) seperti distensi vena leher, S3 gallop, pulsasi jantung kanan di dinding dada (a right ventricular heave) , takikardia, atau takipnea 3. Adanya temuan ekokardiografis berupa gagal jantung kanan dengan hipokinesis atau bukti EKG yang menunjukkan manifestasi akut kor pulmonale dengan gambaran S1Q3T3, gambaran incomplete right bundle branch block atau iskemia ventrikel kanan.11 Wells dan kawan-kawan membuat probabilitas pretes klinik dengan menghitung skor Klinis (poin) seperti pada table berikut :12 Tabel 2. Wells Clinical Bedside Scoring System for Suspected Pulmonary Embolism

Dikutip dari Fedullo PF dkk. The evaluation of suspected pulmonary embolism. N Engl J Med 2003;349:1247-5

Ali Nafiah Nst : Emboli Paru, 2007 USU Repository © 2008

6

Ada enam sindroma klinis emboli paru akut dengan gambaran sebagai berikut : 1. Emboli Paru massif Presentasi klinis: Sesak nafas, sinkop dan sianosis dengan hipotensi arteri sistemik persisten; khas > 50 persen obstruksi pada vaskulatur paru. Disfungsi ventrikel kanan dapat dijumpai. 2. Emboli Paru sedang sampai besar (submassif) Presentasi klinis: Tekanan darah sistemik masih normal, gambaran khas > 30 persen defek pada perfusi scan paru dengan tanda-tanda disfungsi ventrikel kanan 3. Emboli Paru Kecil sampai Sedang Presentasi klinis: Tekanan darah arteri sistemik yang normal tanpa disertai tanda-tanda disfungsi ventrikel kanan 4. Infark Paru (Pulmonary Infarction) Presentasi klinis: Nyeri pleuritik, hemoptisis, pleural rub, atau bukti adanya konsolidasi paru; khasnya berupa emboli perifer yang kecil, jarang disertai disfungsi ventrikel kanan 5. Emboli Paru Paradoksikal (Paradoxical Embolism) Presentasi klinis: Kejadian emboli sistemik yang tiba-tiba seperti stroke, jarang disertai disfungsi ventrikel kanan 6. Emboli Nontrombus (Nonthrombotic embolism) Penyebab yang tersering berupa udara, lemak, fragmen tumor, atau cairan amnion. Disfungsi ventrikel kanan jarang menyertai keadaan ini.11

PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan penunjang emboli paru mencakup : 1. Foto Toraks Pembesaran arteri pulmonal yang semakin bertambah pada serial foto toraks adalah tanda spesifik emboli paru. Foto toraks juga dapat menunjukkan kelainan lain seperti efusi pleura atau atelektasis yang sering bersamaan insidensinya dengan penyakit ini.. Pemeriksaan ini juga bermanfaat untuk menyingkirkan keadaan lain khususnya pneumothorax.

Ali Nafiah Nst : Emboli Paru, 2007 USU Repository © 2008

7

2. Analisa Gas Darah Gambaran khas berupa menurunnya kadar pO2 yang dikarenakan shunting akibat ventilasi yang berkurang. Secara simultan pCO2 dapat normal atau sedikit menurun disebabkan oleh keadaan hiperventilasi. Bagaimanapun juga sensitivitas dan spesifisitas analisa gas darah untuk penunjang diagnostik emboli paru relatif rendah. 3. D-dimer Plasma D-dimer merupakan hasil degradasi produk yang dihasilkan oleh proses fibrinolisis endogen yang dilepas dalam sirkulasi saat adanya bekuan. Pemeriksaan ini merupakan skrining yang bermanfaat dengan sensitivitas yang tinggi (94%) namun kurang spesifisitas (45%). D-dimer dapat meningkat pada beberapa keadaan seperti recent MCI . Spesifisitas D-dimer secara ELISA untuk memprediksi emboli paru meningkat bila ratio D-dimer / fibrinogen > 1000. Plasma D-dimer yang normal dapat menyingkirkan diagnosis emboli paru.

Dikutip dari Goldhaber SZ. Pulmonary embolism. N Engl J Med 1998;339:97

Ali Nafiah Nst : Emboli Paru, 2007 USU Repository © 2008

8

4. Elektrokardiogram (EKG) Perubahan EKG tidak dapat dipercaya dalam diagnosis emboli paru terutama pada kasus yang ringan sampai sedang. Pada keadaan emboli paru massif dapat terjadi perubahan EKG antara lain : -

Pola S1 Q3 T3 , gelombang Q yang sempit diikuti T inverted di lead III, disertai gelombang S di lead I menandakan perubahan posisi jantung yang dikarenakan dilatasi atrium dan ventrikel kanan.

-

P Pulmonal

-

Right bundle branch block yang baru

-

Right ventricular strain dengan T inverted di lead V1 sampai V4

Gambaran EKG seorang pria 33 tahun dengan emboli paru pada cabang utama kiri arteri pulmonalis yang telah dikonfirmasi dengan CT scan thorax. Sumber : Kepustakaan no.11 5. Scanning Ventilasi-Perfusi Pemeriksaan ini sudah menjadi uji diagnosis non invasive yang penting untuk sangkaan emboli paru selama bertahun-tahun. Keterbatasan alat ini pada kasus alergi kontras, insufisiensi ginjal, atau kehamilan. 6. Spiral Pulmonary Computed Tomography scanning Test ini sangat sensitive dan spesifik dalam mendiagnosis emboli paru dan dapat dilakukan pada penderita yang tidak dapat menjalani pemeriksaan

Ali Nafiah Nst : Emboli Paru, 2007 USU Repository © 2008

9

scanning ventilasi-perfusi. Pemeriksaan ini dilakukan dengan memberikan injeksi kontras medium melalui vena perifer dan dapat mencapai arteri pulmonalis yang selanjutnya memberikan visualisasi arteri pulmonal sampai ke cabang segmentalnya. 7. Pulmonary Scintigraphy Dengan menggunakan radioaktif technetium, ini merupakan suatu tekhnik yang cukup sensitive untuk mendeteksi gangguan perfusi. Defisit perfusi dapat dikarenakan oleh ketidakseimbangan aliran darah ke bagian paru atau disebabkan masalah paru seperti efusi atau kollaps paru. Untuk menambah spesifisitasnya, tekhnik ini selalu dikombinasi dengan ventilation scan dengan menggunakan radioaktif gas xenon.

Gambaran yang menunjukkan non-

perfusi tapi adanya zona ventilasi menunjukkan emboli paru. Bagaimanapun juga pada penderita dengan penyakit paru sebelumnya, nilai diagnostik pemeriksaan ini menjadi menurun. 8. Angiografi paru Pemeriksaan ini merupakan baku emas (gold standard) dalam diagnostik emboli paru. Namun tekhnik ini merupakan penyelidikan invasif yang cukup berisiko terutama pada penderita yang sudah kritis. Karenanya saat ini peran angiografi paru sudah digantikan oleh spiral CT scan yang memiliki akurasi yang sama. Berikut ini satu tampilan hasil pemeriksaan pulmonary angiography terhadap seorang pasien perempuan usia 77 tahun dengan gagal jantung kanan yang sudah mendapat heparinisasi 3 hari. Pasien ini menjalani kateterisasi jantung kanan dan didapatkan emboli paru yang cukup besar pada bagian tengah kanan dan bagian atas kanan (right middle and right upper lobe) . Dikarenakan adanya kontraindikasi trombolitik, beliau menjalani kombinasi suction cathether embolectomy dan cathether directed thrombolysis dengan bolus spray tissue plasminogen activator dilanjutkan dengan infus satu malam 1 mg/ jam. Gambaran angiogram ulangan (B).11

Ali Nafiah Nst : Emboli Paru, 2007 USU Repository © 2008

10

Dikutip dari kepustakaan no.11 9. Magnetic Resonance Angiografi (MRA) Alat ini memiliki sensitifitas dan spesifisitas yang sama dengan CT angiografi, bahkan dapat digunakan tanpa kontras sehingga aman untuk pasien dengan gangguan ginjal. Namun alat ini tidak dianjurkan pada pasien gawat karena adanya bahan metal seperti infus peralatan bantu nafas, dll. 10. Duplex Ultrasound Ekstremitas Merupakan pencitraan non invasif pada kasus dengan sangkaan trombosis vena dalam yang simptomatik pada tungkai maupun lengan yang relatif mudah dan akurat. Ultrasound bermanfaat pada sangkaan emboli paru yang kuat dengan skor Wells > 7. 11. Ekokardiografi Ekokardiografi transtorakal muncul sebagai alat diagnostik non invasif yang berperan dalam menilai suatu pressure overload dari ventrikel kanan yang dapat diakibatkan oleh emboli paru massif. Penderita emboli paru akut menunjukkan pergerakan dinding segmental abnormal yang spesifik yang sering disebut sebagai tanda McConnell, hipokinesis dinding disertai pergerakan apeks ventrikel kanan yang masih normal. Dilatasi ventrikel kanan merupakan tanda tidak langsung dari beban ventrikel kanan yang berlebihan.

Ali Nafiah Nst : Emboli Paru, 2007 USU Repository © 2008

11

Rasio pengukuran ventrikel kanan dibanding ventrikel kiri ≥ 1 pada pengambilan gambar apical four chamber. Pada teknik pengambilan gambar parasternal short axis akan terlihat septum interventrikuler menjadi datar dan menyebabkan gambaran ekokardiografi D shape ventrikel kiri. Tanda lain dari disfungsi ventrikel kanan adalah regurgitasi tricuspid dengan kecepatan ≥ 2,6 m/detik dan dilatasi vena kava inferior.

Dikutip dari Goldhaber SZ. Pulmonary embolism. N Engl J Med 1998; 339:98 12. Biomarker jantung Troponin T (Trop T) adalah marker jantung yang sangat sensitif dan spesifik untuk suatu nekrosis sel miokard. Pada pasien emboli paru terjadi sedikit peningkatan kadar Trop T dibandingkan dengan peningkatan yang cukup tinggi pada kasus sindroma koroner akut (nilai abnormal terendah 0,03-0,1 ng/ml). Kadar Trop T berkorelasi dengan disfungsi ventrikel kanan, dimana iskemi miokard terjadi akibat gangguan keseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen dari ventrikel kanan sehingga terjadi pelepasan Trop T ke dalam sirkulasi tanpa adanya penyakit jantung koroner. Natriuretic peptide merupakan suatu marker yang berguna untuk diagnostik dan prognostik gagal jantung kongestif. Peregangan sel miosit jantung akan merangsang sintesa dan sekresi BNP. Pro BNP dalam miosit ventrikel yang Ali Nafiah Nst : Emboli Paru, 2007 USU Repository © 2008

12

masih normal tidak disimpan dalam jumlah yang besar. Peningkatan kadar BNP dan Pro BNP berhubungan dengan disfungsi ventrikel kanan pada pasien dengan emboli paru. Kadar BNP ≥ 50 pg/ml memberikan nilai prognostik emboli paru yang buruk.3,11,12,13,14,15

DIAGNOSIS BANDING Emboli paru dapat didiferensial diagnosis dengan : 1. Pneumonia atau bronchitis 2. Asthma bronchiale 3. Penyakit Paru Obstruksi Menahun eksaserbasi 4. Miokard infark 5. Edema Paru 6. Anxietas 7. Diseksi Aorta 8. Pericardial Tamponade 9. Kanker Paru 10. Hipertensi Pulmonal Primer 11. Fraktur Costae 12. Pneumothoraks 13. Costochondritis 14. Nyeri Muskuloskletal14

PENATALAKSANAAN Penatalaksanaan emboli paru mencakup terapi yang bersifat umum dan khusus.1 Tatalaksana yang umum anatara lain : 1. Tirah baring di ruang intensif 2. Pemberian oksigen 2 – 4 l/menit 3. Pemasangan jalur intravena untuk pemberian cairan 4. Pemantauan tekanan darah 5. Stocking pressure gradient (30-40 mmHg , bila tidak ditoleransi gunakan 2030 mmHg)

Ali Nafiah Nst : Emboli Paru, 2007 USU Repository © 2008

13

Sementara terapi yang bersifat khusus adalah : 1. Trombolitik: diindikasikan pada emboli paru massif dan sub massif Sediaan yang diberikan : -

Streptokinase 1,5 juta dalam 1 jam

-

rt-PA (alteplase) 100 mg intravena dalam 2 jam

-

Urokinase 4400 / kg/ jam dalam 12 jam

-

Dilanjutkan dengan unfractionated heparin / low molecular weight heparin selama 5 hari

2. Ventilator mekanik diperlukan pada emboli paru massif 3. Heparinisasi sebagai pilihan pada emboli paru non massif / non sub massif 4. Anti inflamasi nonsteroid bila tidak ada komplikasi perdarahan 5. Embolektomi dilakukan bila ada kontraindikasi heparinisasi / trombolitik pada emboli paru massif dan sub massif 6. Pemasangan filter vena cava dilakukan bila ada perdarahan yang memerlukan transfusi, emboli paru berulang meskipun telah menggunakan antikoagulan jangka panjang Secara skematik penanganan khusus suatu emboli paru dapat dilihat pada bagan di bawah ini :16

Dikutip dari Piazza G, Goldhaber ZS. Acute pulmonary Embolism: Part II: Treatment and prophylaxis. Circulation 2006;114:42-47 Penggunaan trombolitik pada emboli paru masih menjadi perdebatan dikarenakan masih sedikitnya uji klinis. Namun ada suatu konsensus yang merekomendasi

Ali Nafiah Nst : Emboli Paru, 2007 USU Repository © 2008

14

penggunaannya pada kasus emboli paru massif tetapi kontraversi timbul dikarenakan kebanyakan penderita yang akan ditrombolitik memiliki disfungsi ventrikel kanan yang berat. Food and Drug Administration (FDA) telah merekomendasi penggunan tPA (alteplase) 100 mg diberikan perinfus selama 2 jam pada kasus emboli paru massif.17,18 Data dari The International Cooperative Pulmonary Embolism Registry (ICOPER) menunjukkan bahwa fibrinolitik tidak menurunkan angka kematian atau kekambuhan emboli paru pada 90 hari. Sementara pada emboli paru submassif, The Management Strategies and Prognosis of Pulmonary Embolism-3 Trial (MAPPET-3) menunjukkan bahwa terjadi penurunan penggunaan therapy ekskalasi diantara penderita yang mendapat alteplase.17 Penderita emboli paru massif atau submassif dengan kontraindikasi fibrinolitik, maka embolektomi akan menjadi pilihan therapi. Indikasi embolektomi secara pembedahan lainnya mencakup emboli paradoks (paradoxical emboli), emboli yang menetap pada jantung kanan (persistent right heart thrombi), ketidakseimbangan hemodinamik atau respiratorik yang memerlukan resusitasi kardiopulmoner.17,18 Embolektomi pulmoner dengan teknik kateterisasi (catheter-based pulmonary embolectomy) saat ini berkembang menjadi therapi primer pilihan pada emboli paru akut. Tekhnik ini diindikasikan bila fibrinolisis dan embolektomi pembedahan merupakan kontraindikasi. Pada umumnya, embolektomi dengan kateterisasi akan berhasil jika dilakukan pada fresh thrombus dalam kurun waktu 5 hari sejak ditemukan gejala .17

Dikutip dari Piazza G, Goldhaber SZ. Acute pulmonary embolism part II: Treatment and prophylaxis. Circulation 2006;114:42-47 Ali Nafiah Nst : Emboli Paru, 2007 USU Repository © 2008

15

Pemberian antikoagulan merupakan komponen utama dalam penatalaksanaan emboli paru. Low-molecular weight heparins (LMWH) seperti enoxaparin nyata-nyata memberikan efek yang aman dan efektif dibanding unfractionated heparin intravena. Keuntungan LMWH dibandingkan dengan heparin antara lain LMWH memiliki dosis yang lebih sesuai dan cukup respons, tidak perlu monitoring, tidak memerlukan penyesuaian dosis, insidensi trombositopenia lebih kecil, tidak menyebabkan perdarahan berlebihan dan dapat dilakukan pasien sendiri di rumah sehingga memperpendek masa perawatan.17,18 Antagonis vitamin K oral seperti warfarin masih tetap menjadi pilihan sebagai anrikoagulan oral pada kasus-kasus tromboemboli vena dengan target INR (International normalized ratio) 2,0 sampai 3,0. Penggunaan optimal antikoagulan bergantung pada risiko terjadinya kekambuhan tromboemboli. Beberapa studi merekomendasikan penggunaan antikoagulasi tanpa batas waktu pada kasus-kasus tromboemboli idiopatik.17, Saat ini telah berkembang tekhnik filter vena cava inferior (Inferior vena cava filters) yang prosedurnya dilakukan melalui vena jugularis interna atau vena femoralis yang dengan panduan flouroskopi dimasukkan sampai ke vena cava inferior. Indikasi pemasangan teknik ini adalah : a. Penderita dengan risiko tinggi trombosis vena dalam proksimal yang mana antikoagulasi merupakan kontraindikasi b. Tromboemboli vena yang rekuren walaupun dengan antikoagulasi c. Tromboemboli vena rekuren kronis dengan hipertensi pulmonal d. Dilakukan secara simultan bersamaan dengan operasi embolektomi atau endarterectomy.17

PENCEGAHAN Pencegahan emboli paru menjadi salah satu hal penting dikarenakan kelainan ini sulit dideteksi dan penatalaksanaannya tidak selalu berhasil. Setiap penderita yang dirawat seharusnya dilakukan stratifikasi risiko emboli paru dan bila perlu mendapat therapy profilaksis.16 Pencegahan non farmakologis yang dapat dilakukan adalah penggunaan graduated-compression stockings , suatu alat yang memberikan kompresi berkala dan filter vena cava inferior atau kombinasi keduanya.16 Disamping itu regimen farmakologis profilaksis lainnya dapat diberikan seperti pada table berikut ini : Ali Nafiah Nst : Emboli Paru, 2007 USU Repository © 2008

16

Dikutip dari Piazza G, Goldhaber SZ. Acute pulmonary embolism II: Treatment and prophylaxis. Circulation 2006;114:42-47

KESIMPULAN Emboli paru merupakan salah satu masalah kesehatan dengan insidensi yang masih tinggi dan angka mortalitasnya cukup signifikan. Deteksi dan stratifikasi risiko merupakan langkah awal dalam diagnosis dan tatalaksana suatu emboli paru sehingga dapat menurunkan angka morbiditas dan mortalitas. Pemberian antikoagulan, baik low-molecular weight heparin, unfractionated heparin dan oral antikoagulan lain seperti warfarin masih cukup efektif dalam hal therapy khusus emboli paru.

Ali Nafiah Nst : Emboli Paru, 2007 USU Repository © 2008

17

KEPUSTAKAAN 1. Kusmana D, dkk. Standar pelayanan medik RS. Jantung pembuluh darah Harapan Kita. Edisi ke-2. Jakarta. 2003.h.209-11 2. Goldhaber SZ, Elliot CG. Acute pulmonary embolism: Part II: Risk stratification, treatment, and prevention. Circulation 2003;108:2834-2838 3. Sunu I. Emboli paru: Pencegahan dan tata laksana optimal pasien rawat inap. Dalam: Harimurti GM, dkk, penyunting. 18th Weekend course on cardiology, common soils in atherosclerosis: The base for prevention and intervention. Jakarta. 2006.h.9-18 4. Piazza G, Goldhabber SZ. Acute pulmonary embolism: Part I: Epidemiology and diagnosis. Circulation 2006; 114:28-32 5. Sobieszczyk P, dkk. Acute pulmonary embolism: Don’t ignore the platelet. Circulation 2002;106:1748-1749 6. Fedullo PF: Pulmonary embolism. Dalam: Robert AO, Valentin F, R.Wayne A, penyunting. The heart manual of cardiology. Edisi ke-11. Boston: McGraw Hill,2005.h.351-2 7. Myerson SG, dkk: Pulmonary embolism. Dalam: Saul GM, Robin PC,Andrew RJ, penyunting. Emergencies in cardiology. Edisi ke-1. Oxford University press,2006.h.190-194 8. Goldhaber SZ, Morrison RB. Pulmonary embolism and deep vein thrombosis. Circulation 2002;106:1436-1438 9. Julian GD: Disorders of the lungs and pulmonary circulation. Dalam: Desmond GJ, Cowan JC, James MM, penyunting. Cardiology. Edisi ke-8. Edinburgh: Elsevier Saunders,2005.h.328-3 10. Grubb NR, Newby DE: Pulmonary embolism. Dalam: Neil RG, David EN, penyunting. Cardiology. Edisi ke-1. Edinburgh: Churchill livingstone,2000.h.181-7 11. Goldhaber SZ: Pulmonary embolism. Dalam: Zipes, Libby, Bonow, Braunwald, penyunting. Braunwald’s heart disease, a textbook of cardiovascular medicine. Edisi ke-7. Philadelphia: Elsevier saunders,2005.h.1789-06 12. Kearon C. Diagnosis of pulmonary embolism. CAMJ 2003;168:183-194 13. Palareti G, dkk. Predictive value of D-dimer Test for recurrent venous thromboembolism after anticoagulation withdrawl in subjects with a previuous idiopathic event and in carriers of congenital thrombophilia. Circulation 2003;108:313-18 14. Fedullo PF, dkk. The evaluation of suspected pulmonary embolism. N Engl J Med 2003;349:1247-56 15. Goldhaber SZ. Pulmonary embolism. N Engl J Med 1998;339:93-03 16. Janata K. Managing pulmonary embolism. BMJ 2003;326:1341-1342 17. Piazza G, Goldhaber SZ. Acute pulmonary embolism: Part II: Treatment and prophylaxis. Circulation 2006;114:42-47 18. Turpie GG, dkk. ABC of antithrombotic therapy, venous thromboembolism: treatment strategies. BMJ 2002;325:948-50

Ali Nafiah Nst : Emboli Paru, 2007 USU Repository © 2008

18