DAMPAK PERKEMBANGAN TEKNOLOGI TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN DI

Download sisi tingkat pengangguran dan kemiskinan juga masih tinggi. Pengangguran terbuka di Indonesia tahun 2012 sebesar 6.14 persen, sedangkan per...

0 downloads 638 Views 1MB Size
DAMPAK PERKEMBANGAN TEKNOLOGI TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN DI INDONESIA

HERY FERDINAN

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Dampak Perkembangan Teknologi terhadap Kinerja Perekonomian di Indonesia adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, September 2013 Hery Ferdinan NIM H151114134

RINGKASAN HERY FERDINAN. Dampak Perkembangan Teknologi terhadap Kinerja Perekonomian di Indonesia. Dibimbing oleh WIWIEK RINDAYATI dan YUSMAN SYAUKAT. Teknologi terus berkembang dari waktu ke waktu. Tidak dapat dipungkiri bahwa teknologi sangat dibutuhkan di semua sektor atau aspek perekonomian. Hal tersebut menuntut para pelaku ekonomi untuk menguasai dan mengembangkan teknologi. Adanya teknologi, suatu pekerjaan atau proses produksi akan menjadi cepat selesai, akurat, dan lebih efisien. Kinerja perekonomian dapat dinilai dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan pengangguran serta kemiskinan yang rendah. Teknologi merupakan katalisator yang akan mempercepat pertumbuhan ekonomi. Teknologi juga berdampak besar terhadap kesejahteraan karena menurunkan pengangguran serta kemiskinan suatu negara. Namun demikian, teknologi juga memiliki dilema dimana selain dapat menurunkan pengangguran, teknologi juga dapat meningkatkan pengangguran jika tidak disertai dengan skill dan sumber daya manusia yang berkualitas. Perkembangan teknologi tidak selamanya akan berpengaruh positif terhadap penurunan kemiskinan. Penduduk yang tidak memiliki skills yang cukup dalam menyerap teknologi akan tersingkir dari pasar tenaga kerja sehingga kemiskinan akan semakin parah. Pada tahun 2012, pertumbuhan ekonomi Indonesia cukup tinggi yaitu sebesar 6.23 persen. Pertumbuhan ekonomi yang dicapai Indonesia sudah hampir mencapai target dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 20102014 dimana sasaran pertumbuhan ekonomi periode 2010-2014 ditetapkan sebesar 6.3-6.8 persen dan pertumbuhan ekonomi diharapkan akan mencapai 7 persen satu tahun sebelum periode RPJM 2010-2014 berakhir, akan tetapi di lain sisi tingkat pengangguran dan kemiskinan juga masih tinggi. Pengangguran terbuka di Indonesia tahun 2012 sebesar 6.14 persen, sedangkan persentase penduduk miskin mencapai 11.66 persen. Angka yang masih cukup tinggi jika dibandingkan dengan target dalam RPJM 2010-2014 menurunkan pengangguran terbuka menjadi sebesar 5-6 persen dan tingkat kemiskinan diharapkan dapat diturunkan menjadi sekitar 8-10 persen. Penelitian ini memiliki tiga tujuan; pertama mengidentifikasi besarnya perkembangan teknologi di Indonesia. Kedua; mengeksplorasi besarnya kontribusi perkembangan teknologi terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Tujuan ketiga yaitu mengeksplorasi pengaruh perkembangan teknologi terhadap kinerja perekonomian yang diukur melalui pertumbuhan ekonomi, pengangguran, dan kemiskinan di Indonesia. Perkembangan teknologi dalam penelitian ini didekati dengan pertumbuhan total factor productivity (TFP). Hasil estimasi TFP akan diperoleh besarnya perkembangan teknologi di Indonesia dan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi. Analisis regresi berganda digunakan untuk melihat dampak perkembangan teknologi terhadap kinerja perekonomian di Indonesia yang diukur melalui pertumbuhan ekonomi, pengangguran, dan kemiskinan. Hasil estimasi perkembangan teknologi di Indonesia tahun 1981-2012 diperoleh bahwa rata-rata pertumbuhan ekonomi di Indonesia adalah sebesar 5.42

persen, yang terdiri dari pertumbuhan tenaga kerja sebesar 1.08 persen, pertumbuhan kapital 3.46 persen, perkembangan teknologi sebesar 0.87 persen. Tingginya laju rata-rata pertumbuhan kapital memperlihatkan bahwa di Indonesia perkembangan teknologi lebih bersifat hemat tenaga kerja. Selama periode tahun 1981-2012, perkembangan teknologi memberikan kontribusi yang cukup besar yaitu 30.48 persen. Perkembangan teknologi menempati urutan kedua penyumbang pertumbuhan ekonomi di Indonesia setelah pertumbuhan kapital yang memberikan kontribusi 56.10 persen. Pertumbuhan tenaga kerja hanya memberikan kontribusi sebesar 13.42 persen. Hal ini menunjukkan bahwa perkembangan teknologi cukup signifikan dalam memacu pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Seiring dengan laju pertumbuhan kapital yang tinggi, kontribusi pertumbuhan kapital yang tinggi juga menunjukkan bahwa perkembangan teknologi di Indonesia lebih bersifat kapital intensif atau menghemat tenaga kerja. Hasil pengujian model regresi menunjukkan bahwa di Indonesia adanya perkembangan teknologi meningkatkan tingkat pengangguran. Pada dasarnya setiap perkembangan teknologi memiliki kecenderungan untuk mengurangi pemakaian faktor-faktor produksi lainnya dalam suatu proses produksi pada tingkat output berapapun. Perkembangan teknologi memang tidak berpengaruh terhadap kemiskinan, namun perlu digarisbawahi dan menjadi perhatian bahwa perkembangan teknologi mempunyai arah yang positif terhadap kemiskinan. Hal ini berarti bahwa perkembangan teknologi justru dapat memperparah kemiskinan. Kata Kunci: teknologi, kinerja perekonomian, total factor productivity

SUMMARY HERY FERDINAN. The Impact of Technological Growth on Economic Performance in Indonesia. Supervised by WIWIEK RINDAYATI and YUSMAN SYAUKAT. Technology continues to evolve over time. It is inevitable that the technology is needed in all sectors or aspects of the economy. It requires economic actors to know and develop technology. Using technology, a work or production process will be completed quickly, accurately, and efficiently. Production costs could also be reduced. Economic performance can be assessed with high economic growth and low unemployment also poverty. Technology is the catalyst that will accelerate economic growth. It has a large impact on the welfare which could reduce unemployment and poverty. However, the technology also has the dilemma where in addition reducing unemployment, it can also increase unemployment if it is not accompanied by the skill and quality of human resources. Technological growth not always has a positive impact on poverty reduction. Residents who do not have skills in absorbing technology will get knocked out of the labor market, so that poverty will get worse. In 2012, Indonesia's economic growth is quite high at 6.23 percent. The growth almost reached the target in the Medium Term Development Plan 2010-2014 where economic growth target is set at 6.3 to 6.8 percent and it is expected to reach 7 percent the year before period 2010-2014 ends. On the other side, unemployment and poverty levels are still high. Open unemployment in Indonesia in 2012 is 6.14 percent, while the poverty rate reached 11.66 percent. The numbers are still quite high when compared with the target in the Development Plan 2010-2014 to reduce unemployment by 5-6 percent and the poverty rate is expected lower to about 8-10 percent. This study has three objectives: first, identify technological growth in Indonesia. Second, explore the contribution of technological growth to economic growth. The third objective is to explore the influence of technological growth on the economics performance as measured by economic growth, unemployment, and poverty. Technological growth in this study was approached by the growth of total factor productivity (TFP). TFP estimation results will be obtained the growth of technology in Indonesia and its contribution to economic growth. Multiple regression analysis is used to see the impact of technological growth on Indonesian economic performance as measured by economic growth, unemployment, and poverty. Over the 1981-2012, the average of economic growth in Indonesia is 5.42 percent. It can be decomposed into three: employment growth by 1.08 percent, 3.46 percent of capital growth, and 0.87 percent of technological growth. The high average capital growth in Indonesia showed that technological growth is laborsaving. During 1981-2012, technological growth provides a considerable contribution which is 30.48 percent to Indonesian economic growth. That is the second position after capital growth which is 56.10 percent. Labor growth contributed only 13.42 percent. This suggests that technological growth significant in spurring economic

growth. High capital growth contribution also showed that the technological growth in Indonesia is more capital- intensive or labor-saving. Based on the best regression model found that technological growth will increase the unemployment rate. Basically every technological growth has a tendency to reduce the use of other production factors in the production process at any output level. Technological growth did not affect the poverty, but it should be underlined and concerned that it has positive direction toward poverty. It means that technological growth will increase poverty. Conditions that could explain this phenomenon are the Indonesian people have not been able to accept and follow the technological growth, and also have a low quality of human resources.

Keywords: technology, economic performance, total factor productivity

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

DAMPAK PERKEMBANGAN TEKNOLOGI TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN DI INDONESIA

HERY FERDINAN

Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Ekonomi

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Dahrul Syah, MScAgr

Judul Tesis : Dampak Perkembangan Teknologi terhadap Kinerja Perekonomian di Indonesia Nama : Hery Ferdinan : H151114134 NIM

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr. Jr.

Dr. Ir. Wiwiek Rindayati, M.Si Ketua

sman Syaukat. M.Ec Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Ilmu Ekonomi

Dekan Sekolah Pascasarjana

l/\!~~

Dr.Ir

R.N~ng Nuryartono, M.Si

Tanggal Ujian: 23 September 2013

Tanggal Lulus:

2J

oe T 2013

Judul Tesis : Dampak Perkembangan Teknologi terhadap Kinerja Perekonomian di Indonesia Nama : Hery Ferdinan NIM : H151114134

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Wiwiek Rindayati, M.Si Ketua

Dr. Ir. Yusman Syaukat, M.Ec Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Ilmu Ekonomi

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr.Ir. R.Nunung Nuryartono, M.Si

Dr. Ir. Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 23 September 2013

Tanggal Lulus:

PRAKATA Puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, karunia, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan tesis berjudul “DAMPAK PERKEMBANGAN TEKNOLOGI TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN DI INDONESIA”. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan moral-spiritual dan material kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini, khususnya kepada: 1. Dr.Ir. Wiwiek Rindayati, M.Si dan Dr.Ir. Yusman Syaukat, M.Ec selaku komisi pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. 2. Dr. Ir. Dahrul Syah, MscAgr selaku dosen penguji luar komisi atas saran dan kritik untuk kesempurnaan tesis ini. 3. Dr. Lukytawati Anggraeni, S.P., M.Si selaku dosen penguji wakil program studi atas saran dan kritik untuk kesempurnaan tesis ini. 4. Seluruh jajaran pimpinan BPS, khususnya Dr. Suryamin, yang telah memberikan kesempatan bagi penulis untuk melanjutkan pendidikan Program Magister pada Program Studi Ilmu Ekonomi di Sekolah Pascasarjana IPB. 5. Semua dosen yang telah mengajar penulis selama mengikuti perkuliahan dan seluruh rekan-rekan di Program Pascasarjana Ilmu Ekonomi BPS Batch 4 atas semua diskusi dan masukannya. 6. Kedua orang tua, istri, anakku, dan keluarga atas dukungan, doa dan restu yang setiap saat membantu penulis. Penulis menyadari dengan waktu dan kemampuan yang terbatas, tesis ini masih jauh dari sempurna. Namun demikian, penulis tetap mengharapkan tesis ini dapat menghasilkan penelitian yang bermanfaat bagi semua pihak dan juga berkontribusi positif bagi dunia pendidikan dan ilmu pengetahuan.

Bogor, September 2013 Hery Ferdinan

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

1

PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian

1 1 3 5 5 6

2

TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Teori Pertumbuhan Ekonomi Teknologi, Residual Solow dan konsep Total Factor Productivity Pengangguran Upah Riil Kemiskinan Tinjauan Empiris Perkembangan Teknologi dan Pengangguran Perkembangan Teknologi dan Kemiskinan Kerangka Pemikiran Hipotesis Penelitian

6 6 6 8 12 13 14 15 15 16 17 18

3

METODE PENELITIAN Jenis dan Sumber Data Metode Analisis Estimasi TFP Analisis Deskriptif Analisis Regresi Linear Berganda

19 19 20 20 22 23

4

GAMBARAN UMUM Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Keadaan Tenaga Kerja Keadaan Upah dan Gaji Tenaga Kerja

27 27 29 31

5

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Perkembangan Teknologi di Indonesia Tahun 1981-2012 Analisis Dampak Perkembangan Teknologi Terhadap Kinerja Perekonomian Indonesia Tahun 1981-2012 Dampak Perkembangan Teknologi Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Dampak Perkembangan Teknologi Terhadap Pengangguran Dampak Perkembangan Teknologi Terhadap Kemiskinan

32 32 39 40 41 44

6

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran

46 46 46

DAFTAR PUSTAKA

47

LAMPIRAN

49

RIWAYAT HIDUP

60

DAFTAR TABEL 1

Laju pertumbuhan PDB Indonesia atas dasar harga konstan 2000 menurut lapangan usaha 1981-2012 (persen) 28 2 Perkembangan jumlah angkatan kerja, penduduk yang bekerja, dan jumlah pengangguran di Indonesia dirinci menurut fase ekonomi (juta) 30 3 Perkembangan upah nominal dan riil di Indonesia tahun 1981-2012 dirinci menurut fase ekonomi (Rp) 32 4 Pertumbuhan ekonomi, kapital, tenaga kerja, dan perkembangan teknologi di Indonesia dirinci menurut fase ekonomi 34 5 Kontribusi pertumbuhan kapital, tenaga kerja, & perkembangan teknologi terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia dirinci menurut fase ekonomi 36 6 Perbandingan perkembangan teknologi dan kontrubusi terhadap pertumbuhan ekonomi di negara-negara Asia tahun 1980-2000 37 7 Perbandingan perkembangan teknologi beberapa negara-negara di benua Eropa 39 8 Hasil pengolahan regresi linear berganda pertumbuhan ekonomi 40 9 Hasil pengolahan regresi linear berganda pengangguran 41 10 Hasil pengolahan regresi linear berganda kemiskinan 44

DAFTAR GAMBAR 1 2

Produk domestik bruto (PDB) Indonesia tahun 1980-2012 Pengangguran terbuka, pertumbuhan ekonomi, dan persentase penduduk miskin Indonesia tahun 1980-2012 3 Output dan capital per labor 4 Dampak perkembangan teknologi pada output per labor 5 Dampak perkembangan teknologi terhadap output 6 Diagram ketenagakerjaan 7 Efek akumulasi kapital dan perkembangan teknologi pada pasar tenaga kerja 8 Keseimbangan pasar tenaga kerja 9 Kerangka pikir 10 Perkembangan jumlah angkatan kerja, penduduk yang bekerja, & jumlah pengangguran di Indonesia tahun 1980-2012 (juta) 11 Perkembangan upah nominal dan riil di Indonesia tahun 1980-2012 12 Laju pertumbuhan ekonomi, kapital, tenaga kerja, dan perkembangan teknologi di Indonesia tahun 1981-2012 (persen)

2 4 9 9 11 12 13 14 18 30 31 33

DAFTAR LAMPIRAN

1

Data Penelitian

50

2

Estimasi Total Factor Productivity

51

3

Output regresi linear berganda dampak perkembangan teknologi terhadap pertumbuhan ekonomi 53

4

Output regresi linear berganda dampak perkembangan teknologi terhadap pengangguran 55

5

Output regresi linear berganda dampak perkembangan teknologi terhadap kemiskinan 57

1 PENDAHULUAN Latar Belakang Teknologi terus berkembang dari waktu ke waktu. Perkembangan teknologi dapat diartikan ke dalam dua bentuk yaitu penemuan dan inovasi. Penemuan lebih diartikan sebagai temuan atau gagasan baru, sedangkan inovasi merupakan implementasi atau penerapan dari gagasan tersebut. Bentuk perkembangan teknologi dapat berupa peningkatan produktivitas tenaga kerja, peningkatan produktivitas kapital, maupun peningkatan produktivitas secara keseluruhan. Bentuk lain dari perkembangan teknologi berupa kebijakan yang lebih baik, manajemen yang lebih baik, kelembagaan yang lebih baik, dan lain sebagainya di luar kontribusi dari tenaga kerja maupun kontribusi kapital. Pertumbuhan ekonomi bersumber pada dua unsur utama, yaitu tenaga kerja dan kapital. Penggunaan input yang lebih banyak seperti penggunaan tenaga kerja yang lebih banyak ataupun kapital yang lebih banyak akan menghasilkan output yang lebih banyak. Dalam jangka panjang, pertumbuhan ekonomi dimungkinkan dihasilkan oleh kemajuan dalam pengetahuan atau teknologi. Kemudian muncul ide dasar untuk memisahkan dua sumber pertumbuhan adalah untuk menemukan berapa banyak pertumbuhan karena input dan berapa banyak untuk peningkatan efisiensi. Menurut Pasay (1991), pertumbuhan ekonomi tidak hanya dipengaruhi oleh perkembangan dari berbagai faktor produksi tradisional, misalnya kapital dan tenaga kerja, tetapi juga oleh kemajuan yang berhasil diraih karena teknologi kian berkembang dari masa ke masa. Perkembangan teknologi tersebut merupakan bagian dari pertumbuhan ekonomi yang tidak dapat diterangkan oleh masingmasing input. Perkembangan teknologi ini tidak lain merupakan residu dari pertumbuhan ekonomi yang ternyata justru mempunyai peranan yang tidak kecil dalam mendorong pertumbuhan ekonomi dan mempertahankannya lebih lanjut di masa yang akan datang. Todaro dan Smith (2006) menyebutkan bahwa kemajuan teknologi merupakan faktor ketiga penentu pertumbuhan ekonomi setelah kapital dan tenaga kerja. Teknologi berpengaruh terhadap tingkat output suatu kegiatan produksi. Produksi domestik merupakan total output semua kegiatan produksi. Maka teknologi berpengaruh terhadap total produksi domestik. Perkembangan teknologi berpengaruh terhadap pertumbuhan produksi domestik (pertumbuhan ekonomi). Betapa pentingnya kemajuan teknologi telah ditunjukkan oleh pengalaman sejarah negara-negara yang sekarang tergolong ke dalam kelompok negara-negara maju, seperti Italia, Belanda, Inggris, Jerman, Amerika Serikat, Jepang , bahkan Korea. Hasil studi empiris Hall dan Jones (1999) dalam Romer (2006) menyebutkan bahwa lima negara terkaya memiliki teknologi 12.18 kali lipat dibandingkan dengan lima negara termiskin. Selain itu juga, lima negara terkaya mengahsilkan output/tenaga kerja yang jauh lebih besar yaitu 31.70 kali lipat dibandingkan dengan lima negara termiskin. Perkembangan teknologi memiliki beberapa dimensi, antara lain: jumlah output yang lebih besar, produk yang lebih baik/unggul, produk-produk baru, dan variasi produk yang lebih banyak. Adanya perkembangan teknologi akan

2 meningkatkan produktivitas yang kemudian juga akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi dengan sejumlah kapital dan tenaga kerja tertentu. Pertumbuhan ekonomi yang meningkat memerlukan tenaga kerja tambahan sebagai faktor produksi untuk memenuhi permintaan agregat yang meningkat. Akan tetapi sampai dengan saat ini belum ada suatu metoda atau ukuran yang secara akurat dapat menentukan besaran perkembangan teknologi sebagai sebuah variabel yang berdiri sendiri. Metoda-metoda penghitungan yang banyak digunakan diberbagai negara adalah menjadikan teknologi sebagai variabel residual. Salah satu metoda untuk menghitung besarnya peranan teknologi terhadap pertumbuhan ekonomi adalah dengan pendekatan Total Factor Productivity (TFP), dimana TFP diidentikkan dengan besaran kontribusi teknologi terhadap pertumbuhan ekonomi di luar sumbangan dua endogenous variabel yaitu tenaga kerja dan kapital. Selama kurun waktu tiga puluh tiga tahun terakhir yaitu dari Tahun 1980 sampai dengan tahun 2012, Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia atas dasar berlaku terus mengalami peningkatan. PDB Indonesia atas dasar berlaku tercatat sebesar Rp 1 389.77 Triliun pada Tahun 2000 meningkat menjadi Rp 8 243.05 Triliun di tahun 2012, sedangkan menurut harga konstan 2000, PDB Indonesia telah bertambah menjadi Rp. 2 617.24 Triliun dalam periode waktu yang sama. Kinerja ekonomi yang dicapai cukup tinggi dari tahun ke tahun ini kemudian memunculkan pertanyaan berapa besar kontribusi dari adanya kemajuan teknologi, atau memang karena adanya pertumbuhan faktor input yaitu tenaga kerja dan kapital. 10 000

PDB atas dasar harga berlaku PDB atas dasar harga konstan 2000

PDB (Triliun Rp)

7 500

5 000 Resesi & Oil Crisis

Deregulasi & Debirokratisasi

Krisis Multidimensi

Kebangkitan Ekonomi

Krisis Keuangan Eropa

2 500

0

1980 1982 1984 1986 1988 1990 1992 1994 1996 1998 2000 2002 2004 2006 2008 2010 2012

Sumber: BPS, diolah Gambar 1 Produk domestik bruto (PDB) Indonesia tahun 1980-2012 Suatu hal yang menjadi kekhawatiran adanya perkembangan teknologi adalah meningkatnya tingkat pengangguran. Memang belum ada teori yang menjelaskan mengapa perkembangan teknologi dalam hal ini pertumbuhan TFP berdampak pada tingkat pengangguran. Ball dan Moffitt (2002) dalam Pissarides dan Vallanti (2007) mengasumsikan bahwa pekerja melakukan penyesuaian

3 perubahan pertumbuhan produktivitas dalam jangka waktu yang lama, sehingga ketika pertumbuhan TFP berubah juga akan merubah rasio dari upah terhadap produktivitas. Demikian juga Phelps (1994) dalam Pissarides dan Vallanti (2006) mengasumsikan bahwa supply dari tenaga kerja tergantung pada rasio income dari human kapital terhadap nonhuman kapital dalam jangka panjang. Kedua penjelasan tersebut menerangkan bahwa pertumbuhan produktivitas berdampak negatif terhadap tingkat pengangguran. Sebaliknya pada sisi demand tenaga kerja, ketika terdapat teknologi baru maka perusahaan akan melakukan penyesuaian terhadap tenaga kerja yang ada dengan tetap mempertahankan tenaga kerja yang lama atau justru akan mengurangi jumlah tenaga kerja. Pada akhirnya meningkatnya pertumbuhan produktivitas berdampak pada meningkatnya demand tenaga kerja dan secara permanen menurunkan tingkat pengangguran karena efek kapitalisasi (Pissarides dan Vallanti, 2006). Hampir semua jenis hasil perubahan teknologi dapat meningkatkan permintaan tenaga kerja di beberapa pasar tenaga kerja dan menurunkan permintaan tenaga kerja di pasar tenaga kerja lainnya. Pengenalan metode produksi lini perakitan dan produksi bagian dipertukarkan menghasilkan peningkatan substansial dalam produktivitas tenaga kerja. Inovasi teknologi ini juga mengakibatkan peningkatan permintaan untuk pekerja tidak terampil dan penurunan permintaan untuk pengrajin terampil. Pengenalan proses manufaktur otomatis, di sisi lain, telah mengakibatkan penurunan permintaan terhadap tenaga kerja terampil dan peningkatan permintaan untuk kontrol kualitas teknisi dan programmer komputer. Secara umum, perubahan teknologi akan mengubah komposisi permintaan tenaga kerja, meningkatkan permintaan untuk beberapa jenis tenaga kerja dan mengurangi permintaan untuk jenis lain tenaga kerja. Mereka yang kehilangan pekerjaan sebagai akibat dari perubahan teknologi yang mengurangi permintaan untuk kategori tenaga kerja dikatakan pengangguran struktural. Kinerja perekonomian dinilai dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan pengangguran serta kemiskinan yang rendah. Teknologi merupakan katalisator yang akan mempercepat pertumbuhan ekonomi. Teknologi juga berdampak besar terhadap kesejahteraan karena menurunkan pengangguran serta kemiskinan suatu negara. Namun demikian, teknologi juga memiliki dilema dimana selain dapat menurunkan pengangguran, teknologi juga dapat meningkatkan pengangguran jika tidak disertai dengan skill dan sumber daya manusia yang berkualitas. Perkembangan teknologi tidak selamanya akan berpengaruh positif terhadap penurunan kemiskinan. Penduduk yang tidak memiliki skills yang cukup dalam menyerap teknologi akan tersingkir dari pasar tenaga kerja sehingga kemiskinan akan semakin parah.

Perumusan Masalah Salah satu indikator dalam mengukur kinerja perekonomian suatu negara adalah Produk Domestik Bruto (PDB). Disebut domestik karena menyangkut batas wilayah dan dinamakan bruto karena telah memasukkan komponen

4 penyusutan dalam penghitungannya. PDB secara umum disebut juga agregat ekonomi, dari agregat ekonomi ini selanjutnya dapat diukur pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan merupakan syarat mutlak dan kondisi utama dalam kelangsungan pembangunan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan. Dari tahun ke tahun pertumbuhan ekonomi Indonesia terus mengalami peningkatan yang cukup tinggi dan stabil, sehingga menjadikan Indonesia masuk ke dalam negara G20 yaitu kelompok negara-negara dengan pertumbuhan ekonomi tinggi. Bahkan dalam situasi krisis Eropa yang belum berakhir Indonesia bersama China dan India mencatat pertumbuhan ekonomi yang tinggi, yakni lebih dari 6 persen. Teori-teori atau model-model pertumbuhan klasik ataupun neo-klasik kurang dapat menjelaskan pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Sejak tahun 1950an banyak negara di dunia kenyataannnya bahwa pertumbuhan ekonomi tidak sepenuhnya didorong oleh penambahan faktor input dalam hal ini akumulasi modal dan penambahan jumlah tenaga kerja, tetapi juga disebabkan oleh peningkatan produktivitas dari kedua faktor produksi tersebut. Sebagai contoh Korea Selatan pada akhir perang tahun 1953 dalam pembangunannya mengalami kekuraangan modal dan miskin sumber daya alam, namun dalam waktu yang relatif singkat dapat menghasilkan suatu kinerja ekonomi yang menajubkan dengan laju pertumbuhan rata-rata per tahun yang tinggi. Model-model pertumbuhan klasik dan neo-klasik hanya melihat pertumbuhan ekonomi pada satu sumber pertumbuhan saja, yaitu kontribusi dari penambahan jumlah dari faktor-faktor input produksi. Padahal pengalaman dari Korea Selatan menunjukkan bahwa sumber pertumbuhan yang terpenting adalah peningkatan produktivitas yang mencerminkan adanya suatu progres perkembangan teknologi. 30 25

Deregulasi & Debirokratisasi

20

Pertumbuhan (%)

15

Kebangkitan Ekonomi

Resesi & Oil Crisis

10

Krisis Keuangan Eropa

Krisis Multidimensi

5

-5 -10

1980 1981 1982 1983 1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012

0

TPT Pertumbuhan Ekonomi Penduduk Miskin

-15

Sumber: BPS, diolah Gambar 2 Pengangguran terbuka, pertumbuhan ekonomi, dan persentase penduduk miskin Indonesia tahun 1980-2012

5 Selain teknologi, tenaga kerja sebagai salah satu dari faktor produksi juga merupakan unsur yang penting dalam mengelola dan mengendalikan sistem ekonomi, seperti produksi, distribusi, konsumsi maupun investasi. Adanya perkembangan teknologi mengharuskan tenaga kerja untuk meningkatkan kemampuan atau kapabilitasnya agar tidak masuk dalam pengangguran. Di lain sisi keterlibatannya dalam proses produksi menyebabkan mereka menginginkan pendapatan yang memadai, tingkat keamanan dan kenyamanan kerja, serta keuntungan lain yang dapat diperoleh. Merujuk penelitian Vial (2005) dan Prihawantoro et al. (2012) yang membagi perekonomian Indonesia menjadi beberapa fase terlihat bahwa pertumbuhan ekonomi, pengangguran, dan penduduk miskin mengalami fluktuasi di setiap fase (Gambar 2). Pada tahun 2012, pertumbuhan ekonomi Indonesia cukup tinggi yaitu sebesar 6.23 persen. Pertumbuhan ekonomi yang dicapai Indonesia sudah hampir mencapai target dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2010-2014 dimana sasaran pertumbuhan ekonomi periode 2010-2014 ditetapkan sebesar 6.3-6.8 persen dan pertumbuhan ekonomi diharapkan akan mencapai 7 persen satu tahun sebelum periode RPJM 2010-2014 berakhir, akan tetapi di lain sisi tingkat pengangguran dan kemiskinan juga masih tinggi. Pengangguran terbuka di Indonesia tahun 2012 sebesar 6.14 persen, sedangkan persentase penduduk miskin mencapai 11.66 persen. Angka yang masih cukup tinggi jika dibandingkan dengan target dalam RPJM 2010-2014 menurunkan pengangguran terbuka menjadi sebesar 5-6 persen dan tingkat kemiskinan diharapkan dapat diturunkan menjadi sekitar 8-10 persen. Bertolak dari uraian tersebut maka permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana perkembangan teknologi di Indonesia? 2. Bagaimana kontribusi perkembangan teknologi terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia? 3. Bagaimana pengaruh perkembangan teknologi terhadap kinerja perekonomian di Indonesia?

Tujuan Penelitian Berdasarkan uraian pada latar belakang dan perumusan masalah, maka tujuan yang ingin dihasilkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mengidentifikasi seberapa besar perkembangan teknologi di Indonesia. 2. Mengeksplorasi seberapa besar kontribusi perkembangan teknologi terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia. 3. Mengeksplorasi bagaimana pengaruh perkembangan teknologi terhadap kinerja perekonomian yang diukur melalui pertumbuhan ekonomi, pengangguran, dan kemiskinan di Indonesia.

Manfaat Penelitian Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang terkait. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat dijadikan

6 bahan penetapan target dalam penyusunan rencana pembangunan nasional sekaligus rekomendasi mengenai strategi kebijakan yang optimal untuk mengurangi tingginya pengangguran dan kemiskinan di Indonesia guna mengimbangi adanya perkembangan teknologi. Sedangkan bagi pembaca diharapkan bisa menjadi informasi dan bahan acuan untuk melakukan penelitian sejenis ataupun lebih lanjut. Bagi penulis sendiri penelitian ini dapat dijadikan sebagai proses pembelajaran dalam penerapan ilmu yang telah dipelajari di bidang ekonomi. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini meliputi tiga hal. Pertama, mengidentifikasi seberapa besar perkembangan teknologi di Indonesia dari tahun 1981-2012. Kedua, mengeksplorasi seberapa besar kontribusi perkembangan teknologi terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia tahun 1981-2012. Ketiga, mengeksplorasi bagaimana dampak perkembangan teknologi terhadap kinerja perekonomian Indonesia yang diukur melalui pertumbuhan ekonomi, pengangguran, dan kemiskinan tahun 1981-2012. Karena keterbatasan data, periode waktu yang digunakan dalam penelitian ini dari Tahun 1981-2012. Namun, periode tersebut sudah menggambarkan fase-fase fluktuasi pertumbuhan ekonomi, pengangguran, dan kemiskinan sebagaimana yang telah dikemukakan oleh Vial (2005) dan Prihawantoro et al. (2012). Data diperoleh dari publikasi-publikasi yang diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS RI).

2 TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Teori Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai peningkatan pendapatan per kapita, yang diperlukan dalam upaya meningkatkan kesejahteraan. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan merupakan kondisi utama atau suatu keharusan bagi kelangsungan pembangunan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan (Tambunan 2011). Teori pertumbuhan ekonomi semakin berkembang dari masa ke masa. Beberapa teori pertumbuhan ekonomi yang menonjol sebagaimana diuraikan Todaro dan Smith (2006) adalah model pertumbuhan Harrod-Domar, model perubahan struktural, model pertumbuhan neoklasik dan model pertumbuhan endogen. Model pertumbuhan Harrord-Domar dan model perubahan struktural belum memasukkan peningkatan atau pengaruh teknologi kedalam fungsi produksinya. Sedangkan model pertumbuhan neoklasik dan model pertumbuhan endogen sudah memasukkan peningkatan/pengaruh teknologi.

7 Model pertumbuhan neoklasik Solow memakai fungsi produksi agregat standar, yakni: 𝑌 = 𝐴(𝐾)𝛼 (𝐿)1−𝛼

(2.1)

di mana Y adalah produk domestik bruto, K adalah stok modal (fisik dan manusia), L adalah tenaga kerja, dan A adalah produktivitas tenaga kerja. Adapun simbol α melambangkan elastisitas output terhadap modal (atau persentase kenaikan GDP yang bersumber dari 1 persen penambahan modal fisik dan modal manusia). Menurut teori pertumbuhan neoklasik tradisional, pertumbuhan output selalu bersumber dari satu atau lebih dari tiga faktor: kenaikan kualitas dan kuantitas tenaga kerja, penambahan modal, serta penyempurnaan teknologi. Model Solow dirancang untuk menunjukkan bagaimana pertumbuhan persediaan modal, angkatan kerja dan kemajuan teknologi berinteraksi dalam perekonomian dan bagaimana pengaruhnya terhadap output agregat yang dihasilkan suatu negara. Model ini merupakan pengembangan teori klasik yang menekankan proses pertumbuhan ekonomi dari sisi penawaran. Peningkatan output perkapita terjadi sebagai hasil dari interaksi faktor-faktor produksi yang digunakan dalam proses produksi. Faktor produksi terdiri dari tanah dan sumber daya alam, tenaga kerja, modal dan kemajuan teknologi, namun fokus utama dari model hanya pada peran kapital, tenaga kerja dan kemajuan teknologi. Asumsi yang mendasari model Solow adalah perkembangan teknologi dianggap konstan atau tidak ada perkembangan teknologi. Hal tersebut berimplikasi, perekonomian akan mencapai tingkat output dan modal jangka panjang dalam kondisi mapan (steady state). Kondisi steady state terjadi pada saat output dan modal perkapita bersifat konstan atau tidak ada lagi perubahan dalam ouput dan modal per pekerja. Ketidakpuasan terhadap teori pertumbuhan neoklasik mulai muncul di akhir dekade 80-an sebagai akibat ketidakmampuannya dalam menjelaskan sumbersumber pertumbuhan ekonomi jangka panjang dan hanya menekankan pada pada faktor eksogen yang independen dengan kemajuan teknologi. Dalam pandangan neoklasik, peningkatan pendapatan perkapita hanya dianggap sebagai fenomena sementara yang bersumber dari perubahan teknologi atau proses penyeimbangan jangka pendek dalam cadangan modal atau tenaga kerja selama perekonomian mendekati keseimbangan jangka panjang. Teori ini juga gagal menjelaskan bagaimana kemajuan teknologi dapat terjadi serta besarnya perbedaan residual Solow pada negara yang memiliki teknologi yang serupa (Todaro dan Smith 2006). Ketidakpuasan tersebut melahirkan sebuah teori pertumbuhan baru yang lebih menekankan pada aspek endogen, yakni sistem yang mengatur proses produksi bukan kekuatan di luar sistem. Motivasi teori pertumbuhan endogen adalah untuk menjelaskan tingkat pertumbuhan antar negara maupun faktor-faktor yang memiliki kontribusi besar dalam menghasilkan pertumbuhan. Teori pertumbuhan endogen menganggap perubahan teknologi sebagai sebuah hasil endogen dari investasi publik dan swasta dalam kualitas sumber daya manusia sehingga mendorong peran aktif kebijakan publik dalam merangsang pembangunan ekonomi melalui investasi langsung maupun tidak langsung. Teori pertumbuhan endogen pada awalnya berkembang dalam dua cabang pemikiran yang bertumpu pada pentingnya sumber daya manusia sebagai kunci utama dalam perekonomian. Pemikiran yang pertama dikembangkan oleh Romer

8 (1986) yang menempatkan stok ilmu pengetahuan menjadi sumber utama bagi peningkatan produktivitas ekonomi karena stok ilmu pengetahuan menjadi faktor produksi yang memiliki skala pengembalian semakin meningkat. Pemikiran yang kedua dikemukakan oleh Lucas (1988) yang menekankan pada pentingnya learning by doing dan human capital melalui model akumulasi human capital. Model pertumbuhan endogen Romer mengkaji imbasan teknologi yang mungkin terdapat dalam proses industrialisasi. Model ini mengasumsikan bahwa proses pertumbuhan berasal dari tingkat perusahaan atau industri. Setiap industri berproduksi dengan skala hasil yang konstan, sehingga model tersebut konsisten dengan asumsi persaingan sempurna. Romer mengasumsikan bahwa cadangan modal dalam keseluruhan perekonomian secara positif mempengaruhi output pada tingkat industri sehingga terdapat kemungkinan skala hasil yang semakin meningkat pada tingkat perekonomian secara keseluruhan (Todaro dan Smith 2006).

Teknologi, Residual Solow dan konsep Total Factor Productivity Ada beberapa ciri yang perlu diketahui mengenai cara pandang teori neoklasik terhadap teknologi. Pertama, teknologi bersifat eksogen yang datang demikian saja dalam proses produksi. Kedua, teknologi bersifat pure public good, yang berarti teknologi mempunyai karakteristik sebagai non-rival good dan sekaligus excudable good. Sebagai non-rival good, manfaat teknologi tidak dapat dikhususkan hanya untuk sekelompok pengguna saja, atau dalam skala yang lebih luas hanya untuk suatu negara maju saja. Setiap negara akan mempunyai kesempatan yang sama untuk memanfaatkan teknologi, dengan biaya rendah atau bahkan tapa biaya sama sekali. Ketiga, karena sifatnya yang pure public good, maka teknologi tidak mendapat kompensasi dalam proses produksi. Dengan teknologi seperti tersebut dalam tiga butir diatas, maka keseimbangan steady state dalam jangka panjang tetap tercipta. Sebelum memasukkan pengaruh teknologi, dengan mengasumsikan hanya terdapat dua input (kapital dan labor), fungsi produksi berupa: 𝑌𝑡 = 𝑓(𝐾𝑡 , 𝐿𝑡 )

(2.2)

dimana Y adalah output, K merupakan kapital (total seluruh mesin-mesin, pabrik, dan gedung-gedung perkantoran dalam suatu perekonomian), sedangkan L adalah labor (seluruh tenaga kerja dalam suatu perekonmian). Fungsi produksi persamaan (2.2) merelasikan hubungan kuantitatif antara input yang digunakan dalam suatu proses produksi dengan jumlah output yang dihasilkan. Gambar 3 menunjukkan bahwa setiap peningkatan input capital per labor akan meningkatkan output, namun peningkatan output ini semakin lama akan semakin kecil. Hal ini mengindikasikan terjadinya decreasing return to capital, keadaan dimana peningkatan kapital menyebabkan peningkatan output yang semakin lama semakin mengecil. Namun akan berbeda halnya jika terdapat teknologi. Dampak adanya teknologi akan menggeser fungsi produksi ke atas yang menyebabkan peningkatan output per labor dengan sejumlah input capital per labor tertentu (lihat Gambar 4).

9

Output per labor, Y/L

F(K/L, 1)

Capital per labor, K/L

Gambar 3 Output dan capital per labor

Output per labor, Y/L

F(K/L, 1)′

F(K/L, 1)

Capital per labor, K/L Gambar 4 Dampak perkembangan teknologi pada output per labor Gambar 3 dan Gambar 4 menunjukkan bahwa pertumbuhan (peningkatan output) dapat bersumber dari peningkatan input capital per labor, atau dapat berasal dari adanya perkembangan teknologi yang menggeser fungsi produksi dengan sejumlah capital per labor tertentu. Akan tetapi, karena sifatnya yang decreasing return to capital, akumulasi kapital sendiri tidak dapat mempertahankan pertumbuhan yang berkelanjutan. Dalam jangka menengah dan jangka panjang, pertumbuhan yang berkelanjutan dimungkinkan berasal dari perkembangan teknologi. Menurut Mankiw (2007) kemajuan atau dampak perubahan teknologi (technological progress) yang disebut total faktor produktivitas merupakan salah satu sumber pertumbuhan ekonomi selain perubahan jumlah kapital (capital) dan perubahan jumlah tenaga kerja (labor). Setelah memasukkan dampak perubahan teknologi, fungsi produksi menjadi: 𝑌𝑡 = 𝐴𝑡 𝑓(𝐾𝑡 , 𝐿𝑡 )

(2.3)

10 Persamaan (2.3) menunjukkan bahwa output (Y) tergantung pada input dan tingkat perkembangan teknologi (A). Fungsi produksi pada persamaan (2.3) dapat ditransformasi menjadi hubungan yang lebih spesifik antara pertumbuhan input dan pertumbuhan output. Pertama adalah dengan melakukan diferensiasi terhadap waktu maka diperoleh persamaan: 𝑑𝑌 𝑑𝑡

= 𝑓(𝐾𝑡 , 𝐿𝑡 )

𝑑𝐴 𝑑𝑡

+ 𝐴𝑡

𝜕𝑓 𝑑𝐾

𝜕𝐾 𝑑𝑡

Membagi kedua ruas dengan Y t , akan diperoleh: 𝑑𝑌 𝑑𝑡

/𝑌𝑡 =

𝑑𝐴 𝑑𝑡

/𝐴𝑡 +

𝜕𝑓 𝑑𝐾

𝜕𝐾 𝑑𝑡

+ 𝐴𝑡

/𝑓(𝐾𝑡 , 𝐿𝑡 ) +

Persamaan (2.5) dapat disederhanakan menjadi:

𝜕𝑓 𝑑𝐿

(2.4)

𝜕𝐿 𝑑𝑡

𝜕𝑓 𝑑𝐿 𝜕𝐿 𝑑𝑡

𝑓(𝐾𝑡 , 𝐿𝑡 )

(2.5)

g Yt = g At + α g Kt + (1-α) g Lt

(2.6)

g Yt = g At + 𝑠𝐾 g Kt + 𝑠𝐿 g Lt

(2.7)

Persamaan (2.6) memperlihatkan bahwa pertumbuhan ekonomi merupakan fungsi dari perkembangan teknologi, pertumbuhan kapital, dan pertumbuhan tenaga kerja. Output Growth

=

Technological Growth

+�

Capital Share

×

Capital Laborp Growth �+� Share

×

Laborp Growth �

Hubungan antara pertumbuhan input terhadap pertumbuhan output diperlihatkan oleh persamaan (2.7). Share dari setiap input terhadap output mencerminkan seberapa besar pengaruh dari setiap input tersebut terhadap pertumbuhan output. Dengan mengasumsikan constant returns to scale, dimana: 𝑠𝐾 + 𝑠𝐿 = 1 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑠𝐾 = 1 − 𝑠𝐿

(2.8)

sehingga persamaan (2.7) menjadi:

𝑔𝑡𝐴 = 𝑔𝑡𝑌 − (1 − 𝑠𝐿 ) 𝑔𝑡𝐾 − 𝑠𝐿 𝑔𝑡𝐿

(2.9)

Persamaan (2.9) disebut sebagai Solow Residual. Faktor perkembangan teknologi atau faktor residu selanjutnya disebut sebagai Total Factor Productivity (TFP) yang merupakan faktor sisa sebagai bagian pertumbuhan ekonomi yang tidak dapat dijelaskan oleh inputnya. Peran TFP ini sangat besar karena dapat digunakan untuk peningkatan daya saing, peningkatan kesejahteraan pekerja, penelitian dan pengembangan, pelatihan, investasi, daya tahan terhadap fluktuasi perekonomian, dan lain lain. Sedangkan bagian pertumbuhan ekonomi yang disumbangkan masing-masing input berfungsi untuk mempertahankan keberadaan input itu sendiri. Konsep Total Factor Productivity (TFP) diperkenalkan pertama kali oleh Jan Tinberger tahun 1942. Namun, sebagai ukuran produktivitas, konsep ini baru dapat dijelaskan secara eksplisit oleh Solow pada tahun 1967, dengan menggunakan kerangka produksi Cobb-Douglas. Solow menjelaskan, terjadinya selisih residual antara pertumbuhan output riil dengan tingkat pertumbuhan input tenaga kerja dan modal. Hubungan antara pertumbuhan TFP mempengaruhi pertumbuhan ekonomi mengacu pada fungsi produksi seperti pada persamaan (2.6). Tampak jelas bahwa bila pertumbuhan TFP sama dengan nol maka tingkat pertumbuhan ekonomi hanya bergantung pada tingkat penggunaan modal dan tenaga kerja. Tidak ada

11 sinergi dalam kombinasi kedua input tersebut. Jika pertumbuhan TFP lebih kecil dari nol maka terjadi kondisi the law of diminishing return, yang berarti bahwa pertambahan penggunaan input justru menurunkan tingkat output. Jika kondisi ini terjadi maka penambahan input justru merugikan secara ekonomis walaupun mungkin secara teknis menghasilkan output. Fungsi produksi menjelaskan bahwa output dapat ditingkatkan melalui tiga cara: meningkatkan stok kapital, meningkatkan tenaga kerja, atau dengan mendorong peningkatan total factor prdoductivity (TFP). Permasalahan cara yang pertama adalah jika ingin meningkatkan stok kapital maka investasi juga harus ditingkatkan, hal ini akan berimbas pada konsumsi, setidaknya pada jangka pendek konsumsi harus dikurangi. Demikian halnya cara yang kedua, untuk meningkatkan output jam kerja harus ditingkatkan. Berbeda dengan cara yang ketiga, jika kita dapat meningkatkan TFP maka output akan dapat ditingkatkan tanpa mengurangi konsumsi ataupun menambah jam kerja. Komponen utama TFP adalah perkembangan teknologi. Adanya perkembangan teknologi maka output dapat diproduksi lebih besar dengan jumlah kapital dan tenaga kerja tertentu. Perkembangan teknologi dapat diartikan ke dalam dua bentuk yaitu penemuan dan inovasi. Penemuan lebih diartikan sebagai temuan atau gagasan baru, sedangkan inovasi merupakan implementasi atau penerapan dari gagasan tersebut. Bentuk perkembangan teknologi dapat berupa peningkatan produktivitas tenaga kerja, peningkatan produktivitas kapital, maupun peningkatan produktivitas secara keseluruhan. Bentuk lain dari perkembangan teknologi berupa kebijakan yang lebih baik, manajemen yang lebih baik, kelembagaan yang lebih baik, dan lain sebagainya di luar kontribusi dari tenaga kerja maupun kontribusi kapital. Production function with new technology

Output

C Production function with old technology

B

Depreciation A

Investment with new technology Investment with old technology Old steady State

New steady State Capital

Sumber: Miles dan Scott (2005) Gambar 5 Dampak perkembangan teknologi terhadap output Gambar 5 menunjukkan implikasi suatu negara dengan perkembangan teknologi yang maju. Walaupun suatu negara tidak merubah tingkat investasi, keadaan steady state yang tinggi dapat dicapai dengan perkembangan teknologi melalui fungsi produksinya. Perkembangan teknologi dapat mendorong

12 peningkatan output/pertumbuhan ekonomi melalui dua saluran yaitu: efek langsung dari peningkatan fungsi produksi dengan sejumlah kapital tertentu (perusahaan dapat menghasilkan output yang lebih besar). Saluran yang kedua yaitu efek tidak langsung, dimana dengan sejumlah investasi tertentu, peningkatan teknologi akan meningkatkan keadaan steady state kapital dan output.

Pengangguran Pengangguran adalah masalah makroekonomi yang memengaruhi manusia secara langsung (Mankiw 2007). Pengangguran yang berkepanjangan secara pribadi akan menimbulkan efek psikologis dan secara nasional jika terlalu tinggi akan berpengaruh terhadap kestabilan politik, keamanan dan sosial. Secara jangka panjang, tingkat pengangguran yang terlalu tinggi pada akhirnya akan mengurangi pertumbuhan ekonomi. Masyarakat secara keseluruhan akan menderita kerugian akibat pengangguran karena output riil di bawah tingkat potensialnya. Menurut konsep BPS, pengangguran adalah mereka yang mencari pekerjaan, yang mempersiapkan usaha, yang tidak mencari pekerjaan karena merasa tidak mungkin mendapatkan pekerjaan, dan yang sudah punya pekerjaan tetapi belum mulai bekerja dan pada waktu yang bersamaan mereka tidak bekerja (jobless). Pengangguran dengan konsep tersebut biasanya disebut sebagai pengangguran terbuka (open unemployment).

Sumber : Indikator Pasar Tenaga Kerja Indonesia Tahun 2012 Gambar 6 Diagram ketenagakerjaan Konsep penting dari fungsi produksi pasar tenaga kerja adalah marginal productivity of labor (MPL) yaitu jumlah tambahan output dari tambahan satu input labor dengan stok modal dan tingkat teknologi tertentu. Adapun upah riil mencerminkan seberapa besar perusahaan harus membayar tenaga kerja relatif

13 terhadap harga output. Perusahaan berada pada tingkat keuntungan maksimal ketika upah riil sama dengan MPL. Peningkatan baik stok modal ataupun adanya perkembangan teknologi berarti bahwa setiap pekerja menjadi lebih produktif (pada jumlah tenaga kerja tertentu), produk marginal tenaga kerja meningkat dan kurva MPL akan bergeser ke kanan (seperti pada Gambar 7). Sehingga adanya tambahan kapital maupun perkembangan teknologi yang lebih maju akan membuat MPL meningkat dan permintaan tenaga kerja juga meningkat pada upah riil tertentu. Output

Marginal Productivity of Labor Shifts due to capital accumulation or technological progress

Employment Increase in labor demand Sumber : Miles dan Scott (2005) Gambar 7 Efek akumulasi kapital dan perkembangan teknologi pada pasar tenaga kerja

Upah Riil Kaum ekonom klasik menyatakan, bahwa tenaga kerja/karyawan mendasarkan penawaran tenaga kerja atas upah riil (W/P). Oleh karena itu, kenaikan upah nominal tidak akan mengubah penawaran tenaga kerja apabila kenaikan upah tersebut disertai dengan kenaikan tingkat harga yang sepadan. Orang yang merasa lebih kaya karena kenaikan upah nominal dan kenaikan tingkat harga yang sama dikatakan terkena money illusion. Orang yang rasional tidak akan mengalami ilusi uang, karena mereka hanya mau mengubah penawaran tenaga kerja apabila terjadi perubahan dalam upah riil. Kegagalan upah dalam melakukan penyesuaian sampai penawaran tenaga kerja sama dengan permintaannya merupakan indikasi adanya kekakuan upah (wage rigidity). Kekakuan upah merupakan salah satu penyebab terjadinya pengangguran. Untuk memahami kekakuan upah dan pengangguran struktural, maka penting untuk memahami mengapa pasar tenaga kerja tidak berada pada tingkat keseimbangan penawaran dan permintaan. Saat upah riil melebihi tingkat ekuilibrium dan penawaran pekerja melebihi permintaannya, maka perusahaanperusahaan diharapkan akan menurunkan upah yang akan dibayar kepada para pekerja. Namun pada kenyataannya, hal ini tidak terjadi. Pengangguran struktural kemudian muncul sebagai implikasi karena perusahaan gagal menurunkan upah akibat kelebihan penawaran tenaga kerja (Mankiw 2007).

14 Menurut Mankiw (2007) kekakuan upah riil menyebabkan penjahatan pekerjaan. Jika upah riil tertahan di atas tingkat ekuilibrium (pada W 1 ) maka penawaran tenaga kerja melebihi permintaannya akibatnya adalah pengangguran. Kekakuan upah ini terjadi sebagai akibat dari undang-undang upah minimum atau kekuatan monopoli serikat pekerja. Berbagai faktor tersebut berpotensi menjadikan upah tertahan di atas tingkat upah keseimbangan. Hal ini pada akhirnya mengakibatkan pengangguran. Undang-undang upah minimum menetapkan tingkat upah minimal yang harus dibayar perusahaan kepada para karyawannya. Kebijakan upah minimum ditengarai akan lebih banyak berdampak pada penganggur dengan usia muda (Mankiw 2007). Alasannya yaitu pekerja dengan usia lebih muda termasuk anggota angkatan kerja yang kurang terdidik dan kurang berpengalaman, maka mereka cenderung memilki produktivitas marginal yang rendah.

Sumber: Mankiw (2007) Gambar 8 Keseimbangan pasar tenaga kerja

Kemiskinan Kemiskinan memiliki makna yang sangat luas dan bersifat multidimensional, sehingga definisi kemiskinan juga sangat multitafsir dan selalu mengalami perluasan seiring dengan kompleksitas faktor penyebab maupun permasahalan lain yang melingkupinya. Dimensi kemiskinan tidak hanya menyangkut aspek ekonomi, namun juga menyangkut dimensi sosial, kultural maupun politik. Kemiskinan dapat diukur melalui dua pendekatan yaitu pendekatan ekonomi atau income/kekayaan dan pendekatan non-ekonomi. Kemiskinan yaitu suatu kondisi dimana seseorang atau sekelompok orang tidak mampu memenuhi hak-hak dasar dalam kebutuhan pokok, seperti makanan, tempat tinggal, pendidikan, kesehatan, dan keamanan untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Sen (2000) memandang kemiskinan melalui pendekatan kemampuan (capability approach), dimana

15 kemiskinan tidak hanya sebatas kekurangan pendapatan dan standar hidup minimal, akan tetapi juga sebagai konsekuensi dari kurangnya kemampuan dan keberfungsian (lack of capability and functionings). Pada dasarnya definisi kemiskinan dapat dilihat dari dua sisi, yaitu: kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif. Kemiskinan absolut dikaitkan dengan perkiraan tingkat pendapatan dan kebutuhan yang hanya dibatasi pada kebutuhan pokok atau kebutuhan dasar minimum yang memungkinkan seseorang untuk hidup secara layak. Kemiskinan diukur dengan membandingkan tingkat pendapatan yang dibutuhkan untuk memperoleh kebutuhan dasarnya yakni makanan, pakaian dan perumahan agar dapat menjamin kelangsungan hidupnya. Adapun kemiskinan relatif dilihat dari aspek ketimpangan sosial, karena ada orang yang sudah dapat memenuhi kebutuhan dasar minimumnya tetapi masih jauh lebih rendah dibanding masyarakat sekitarnya. Semakin besar ketimpangan antara tingkat penghidupan golongan atas dan golongan bawah maka akan semakin besar pula jumlah penduduk yang dikategorikan miskin. Kemiskinan relatif erat kaitannya dengan masalah distribusi pendapatan. Konsep penduduk miskin yang digunakan dalam penelitian ini merujuk pada konsep yang digunakan oleh BPS yaitu menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar. Pendekatan ini memandang kemiskinan sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi dalam memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan dibawah garis kemiskinan.

Tinjauan Empiris Perkembangan Teknologi dan Pengangguran Mouhammed (2012) di Amerika Serikat melakukan penelitian yang berjudul “Unemployment and Productivity in the American Economy” pada rentang waktu Tahun 1960-2006. Penelitian ini ingin melihat dampak perkembangan teknologi terhadap tingkat pengangguran. Penelitian ini juga membagi periode menjadi 3 yaitu: Tahun 1960-1969, 1970-1981, 1982-2006. Secara rentang waktu keseluruhan Tahun 1960-2006 dihasilkan bahwa perkembangan teknologi berpengaruh secara negatif terhadap tingkat pengangguran. Sedangkan pada periode 1970-1981 perkembangan teknologi justru meningkatkan tingkat pengangguran. Hal ini disebabkan pada periode ini perekonomian Amerika sedang dalam kondisi tidak menentu akibat adanya stagflasi. Resesi ekonomi menyebabkan para pemilik modal mempekerjakan sedidikt tenaga kerja karena upah yang tinggi. Michelacci dan Lopez-Salido (2007) meneliti tentang Technolgy Shocks and Job Flows di Amerika Serikat dalam rentang waktu Tahun 1972:I-1993:IV. Uji dilakukan dengan menggunakan model struktural VAR. Hasilnya bahwa perkembangan teknologi meningkatkan job destruction dan job reallocation serta menurunkan tenaga kerja. Pissarides dan Vallanti (2007) dalam jurnalnya yang berjudul “The Impact of TFP Growth on Steady-State Unemployment” melakukan penelitian tentang dampak pertumbuhan TFP terhadap tingkat pengangguran Tahun 1965-1995.

16 Adapun objek penelitian adalah di negara-negara Uni Eropa (kecuali Spanyol dan Yunani), Amerika Serikat, dan Jepang. Variabel yang digunakan yaitu: tingkat penangguran, tenaga kerja, upah riil, rasio kapital-tenaga kerja, serta TFP. Dengan menggunakan data panel, penelitian menyimpulkan bahwa perkembangan teknologi berdampak negatif dan besar terhadap tingkat pengangguran. Selain itu rasio kapital-tenaga kerja juga berpengaruh secara negatif terhadap tingkap pengangguran. Sedangkan upah riil berpengaruh secara positif terhadap tingkap pengangguran. Mahyuddin (2006) melakukan penelitian tentang Analisis Pasar Tenaga Kerja dan Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 1985-2004 dengan metoda growth accounting. Hasilnya menunjukkan bahwa pertumbuhan TFP (teknologi) berkontribusi sekitar 2.09 persen. Peningkatan TFP di sektor pertanian dan industri pedesaan memberi dampak positif terhadap perluasan kesempatan kerja dan pertumbuhan nilai tambah sektor. Karena itu pengembangan input residual ini (teknologi) sangat strategis dikembangkan di sektor padat karya ini (pertanian dan industri pedesaan). Gabriela (2005) melakukan penelitian dengan judul “Total Factor Productivity Growth and Employment: A Simultaneous Equations Model Estimates”. Penelitian dilakukan para rentang tahun 1981-1995 pada negaranegara Uni Eropa. Uji dilakukan dengan menggunakan model 3SLS. Penelitian ini menyimpulkan bahwa perkembangan teknologi justru menurunkan tenaga kerja yang ada atau dalam artian meningkatkan tingkat penganggguran. Hal ini lebih disebabkan karena adanya perkembangan teknologi justru memberikan shock yang cepat pada job detruction daripada penciptaan lapangan kerja pada teknologi baru (job creation). Perkembangan Teknologi dan Kemiskinan Kemiskinan pada umumnya dikarakteristikkan dengan pendapatan rendah dan ketidakmampuan dalam memenuhi kebutuhan dasar. Akar kemiskinan dapat ditemukan dalam ketimpangan distribusi sumber daya dan kesempatan untuk memperoleh akses. Ketidakmampuan pemerintah mengkompensasi ketidakseimbangan sosial juga merupakan akar permasalahan. Teknologi di lain sisi mengacu pada agregat kemampuan mental dan fisik yang dirancang untuk mengatasi masalah tertentu, misalnya masalah proses produksi. Teknologi melibatkan penggunaan baik potensi manusia (ketrampilan, pengetahuan, informasi) maupun aspek fisik/materi (perlengkapan, peralatan, dll). Teknologi dapat diadopsi untuk meningkatkan kapasitas produktif manusia dan pendapatan. Peningkatan pendapatan diharapkan dapat mengatasi masalah pemenuhan kebutuhan dasar yang pada gilirannya mengurangi kemiskinan. Warr (2009) dalam penelitiannya yang berjudul “Poverty Reduction through Long-term Growth: The Thai Experience” menyimpulkan bahwa perkembangan teknologi dapat menurunkan kemiskinan dalam jangka panjang. Dalam jangka pendek kemiskinan dapat diturunkan melalui peningkatan pertumbuhan ekonomi. Liu (2001) meneliti tentang Total Factor Productivity Change and Poverty Reduction in China: Experiences from Three Counties di China pada rentang waktu 1991-2001. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa terdapat hubungan langsung antara TFP dan penurunan kemiskinan, peningkatan kinerja perekonomian membantu pengurangan kemiskinan.

17 Quibria dan Tschang (2001) melakukan penelitian yang berjudul “Information and Communication Technology and Poverty: An Asian Perspective”. Penelitian dilakukan pada tahun 2000 dengan sampel negara-negara di Asia. Pengujian dilakukan dengan menggunakan regresi dan menyimpulkan bahwa perkembangan teknologi berdampak terhadap pertumbuhan ekonomi. Teknologi secara tidak langsung berpengaruh dalam menurunkan kemiskinan, akan tetapi kurang bukti untuk menyimpulkan teknologi berpengaruh secara langsung menurunkan kemiskinan. Penelitian lainnya dilakukan oleh Mutagwaba et.al (1997) yang berjudul “The Impact of Technology on Poverty Alleviation”. Penelitian dilakukan di lima daerah pertambangan Tanzania pada tahun 1996. Penelitian menyimpulkan bahwa terdapat hubungan secara langsung antara teknologi dan peningkatan produksi. Adanya peningkatan produksi dapat menurunkan kemiskinan.

Kerangka Pemikiran Teknologi terus berkembang dari waktu ke waktu. Tidak dapat dipungkiri bahwa teknologi sangat dibutuhkan di semua sektor/aspek perekonomian. Hal tersebut menuntut para pelaku ekonomi untuk menguasai dan mengembangkan teknologi. Adanya teknologi, suatu pekerjaan atau proses produksi akan menjadi cepat selesai, akurat, dan lebih efisien. Produksi barang dan jasa menggunakan input teknologi (selain kapital dan labor) berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi. Perkembangan teknologi diharapkan berperan dalam menurunkan pengangguran baik secara langsung maupun tidak langsung melalui pertumbuhan ekonomi. Perkembangan teknologi juga diharapkan dapat mengentaskan kemiskinan secara tidak langsung melalui pertumbuhan ekonomi dan pengangguran. Teknologi dapat terus berkembang jika pelaku ekonomi mengalokasikan pengeluarannya untuk berbagai investasi seperti pendidikan, inovasi, serta riset dan pengembangan. Rumahtangga melalui konsumsinya sedangkan pemerintah melalui alokasi anggarannya. Perkembangan teknologi tersebut pada akhirnya akan menciptakan tenaga kerja yang lebih produktif dan diharapkan meningkatkan kesejahteraanya dan pada akhirnya mengurangi kemiskinan. Pengangguran menjadi sebab terjadinya kemiskinan. Penganggur tidak memiliki pendapatan sehingga terpaksa mengurangi pengeluaran dan kualitas hidupnya sehingga tercipta kemiskinan. Perkembangan teknologi yang memacu pertumbuhan ekonomi diharapkan dapat mengurangi pengangguran. Pertumbuhan ekonomi yang semakin tinggi membutuhkan lebih banyak tenaga kerja untuk memproduksi barang dan jasa sehingga mengurangi pengangguran. Pengurangan pengangguran diduga dapat mengentaskan kemiskinan. Fokus utama penelitian ini adalah mengkaji dampak perkembangan teknologi terhadap kinerja perekonomian di Indonesia melalui pertumbuhan ekonomi, pengangguran, dan kemiskinan dengan pendekatan model ekonometrika. Gambaran tentang alur pemikiran penulis untuk memberikan jawaban sementara terhadap masalah yang diteliti disusun dalam kerangka berpikir seperti pada Gambar 9.

18

RPJMN 2010-2014 INDONESIA: • Mencapai Pertumbuhan Ekonomi 7 persen • Pengangguran turun menjadi 5-6 persen • Menurunkan Kemiskinan menjadi 8-10 persen

Permasalahan di Indonesia • Pertumbuhan Ekonomi tinggi (di atas 6 persen) tetapi Pengangguran masih tinggi (6.4 persen), tingginya Kemiskinan (11.66 persen) • Berapa besar kontribusi perkembangan teknologi • Bagaimana dampak teknologi terhadap kinerja perekonomian

Perkembangan teknologi (TFP)

Pertumbuhan ekonomi

Tingkat pengangguran

Kemiskinan

Pertumbuhan ekonomi terjaga, stabil, & tinggi

Perluasan kesempatan kerja & penurunan pengangguran

Pengentasan kemiskinan

Dampak Perkembangan Teknologi Terhadap Kinerja Perekonomian Indonesia

Rekomendasi Kebijakan Pemerintah

Gambar 9 Kerangka pikir

Hipotesis Penelitian Berdasarkan permasalahan, tujuan, dan alur kerangka pemikiran maka hipotesis dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. H 0 : Perkembangan teknologi tidak berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia. H 1 : Perkembangan teknologi mempunyai kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia. 2. H 0 : Perkembangan teknologi mempunyai rata-rata pertumbuhan yang negatif terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia. H 1 : Perkembangan teknologi mempunyai rata-rata pertumbuhan yang positif terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia. 3. H 0 : Terdapat pengaruh yang negatif antara perkembangan teknologi terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

19

4.

5.

H 1 : Terdapat pengaruh yang positif antara perkembangan terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia. H 0 : Terdapat pengaruh yang positif antara perkembangan terhadap pengangguran di Indonesia. H 1 : Terdapat pengaruh yang negatif antara perkembangan terhadap pengangguran di Indonesia. H 0 : Terdapat pengaruh yang positif antara perkembangan terhadap kemiskinan di Indonesia. H 1 : Terdapat pengaruh yang negatif antara perkembangan terhadap kemiskinan di Indonesia.

teknologi teknologi teknologi teknologi teknologi

3 METODE PENELITIAN Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian adalah data sekunder mulai dari Tahun 1980 sampai dengan Tahun 2012 yang bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS). Secara umum data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Data Produk domestik bruto (PDB) atas dasar harga berlaku dan harga konstan. Data yang tersedia menggunakan tahun dasar yang berbeda-beda yaitu: 1983, 1993 dan 2000. Oleh karena itu perlu dilakukan penyesuaian data menjadi satu tahun dasar yang dikenal dengan istilah rebasing. Dalam penelitian ini dilakukan rebasing dengan menggunakan Under Estimated Value (UEV) untuk PDB atas dasar harga berlaku dan menggunakan Adjusted Under Estimated Value (AUEV) untuk PDB atas dasar harga konstan. 2. Data Pertumbuhan Ekonomi. Pertumbuhan Ekonomi merupakan laju pertumbuhan PDB atas dasar harga konstan. Diperoleh dengan cara mengurangi nilai PDB pada tahun ke-t terhadap nilai pada tahun ke t-1 (tahun sebelumnya), dibagi dengan nilai pada tahun ke t-1, kemudian dikalikan dengan 100 persen. Laju pertumbuhan menunjukkan perkembangan agregat pendapatan dari satu waktu tertentu terhadap waktu sebelumnya. 3. Data Kapital yang didekati dengan Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB). Data PMTB didapatkan dari PDB menurut penggunaaan yang juga dilakukan penyesuaian data menjadi satu tahun dasar. 4. Data Tenaga Kerja yang didekati dengan Penduduk usia 15 tahun ke atas yang bekerja. 5. Data Upah/gaji yang didekati dengan jumlah pendapatan/upah/gaji tenaga kerja. Data ini diperoleh dari data rata-rata upah per bulan dikalikan jumlah tenaga kerja dikalikan 12 bulan. 6. Data Penyusutan, di dalam penelitian ini data penyusutan yang dimaksud adalah penyusutan terhadap barang modal. Blanchard (2011) menyebutkan dalam penelitiannya mengenai penyusutan mesin dan bangunan menggunakan

20 kisaran 4 persen s/d 15 persen untuk mesin, dan 2 persen s/d 4 persen untuk bangunan dan pabrik. Lain halnya dengan Blanchard, Mankiw (2007) menggunakan penyusutan persediaan modal sebesar 4 persen per tahun untuk memasukkan penyusutan ke dalam model. Berdasarkan Mankiw penelitian ini menggunakan penyusutan sebesar 4 persen. 7. Data Pengangguran yang didekati dengan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT). 8. Data Rasio kapital- tenaga kerja. Data ini diperoleh dari pembagian antara kapital terhadap tenaga kerja. 9. Data Upah Riil diperoleh dari hasil pembagian antara rata-rata pendapatan/gaji/upah nominal dengan indeks harga konsumen dikalikan 100.

Metode Analisis Pengolahan atas data sekunder yang telah dikumpulkan dari berbagai sumber dilakukan menggunakan beberapa paket program statistik, seperti: Microsoft Excel 2010, dan EViews 6.0. Kegiatan pengolahan data menggunakan Microsoft Excel 2010 menyangkut pembuatan tabel dan analisis. Sementara itu pada pengolahan regresi linear berganda, penulis menggunakan paket program EViews 6.0.

Estimasi TFP Sesungguhnya ada banyak metodologi yang dapat digunakan dalam penyusunan TFP, antara lain growth accounting approach dan pendekatan model ekonometrika. Dari beberapa metode yang tersedia, penelitian ini hanya digunakan satu metode, yaitu metode growth accounting, hal ini mengingat metodologi ini relatif mudah dan banyak digunakan oleh beberapa negara. Dengan demikian, maka hasilnya dapat dibandingkan dengan hasil penelitian lain atau hasilnya dapat dibandingkan dengan negara-negara lain. Secara ringkas, langkah-langkah yang dilakukan dalam estimasi pertumbuhan TFP adalah sebagai berikut: 1. Mengestimasi labor income share tahun t (LIS t ) yang merupakan rasio antara upah tahun t dibagi dengan pdb berlaku tahun ke-t. 𝑈𝑝𝑎ℎ 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛 𝑡

LISt = 𝑃𝐷𝐵 𝑏𝑒𝑟𝑙𝑎𝑘𝑢 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛 𝑡

R

(3.1)

2. Mengestimasi rata-rata labor income share tahun t (LIS t ) dan labor income share tahun t-1 (LIS t-1 ). ALIS t = ½ (LIS t + LIS t-1 ) dimana :

(3.2)

LIS t = Labor income share tahun t LIS t-1 = Labor income share tahun t-1

3. Langkah ketiga mengestimasi capital income share tahun t (KIS t ) yang diperoleh dari satu dikurangi labor income share tahun t (LIS t ).

21 KIS t

= 1 – LIS t

(3.3)

4. Mengestimasi rata-rata capital income share tahun t (KIS t ) dan capital income share tahun t-1 (KIS t-1 ). dimana :

AKIS t = ½ (KIS t + KIS t-1 ) KIS t = Capital income share tahun t KIS t-1 = Capital income share tahun t-1

(3.4)

5. Mengestimasi tingkat pertumbuhan capital stock pada tahun t (KG t ): KG t = (ln K t – ln K t-1 ) x 100 (3.5) Kt = Jumlah capital stock pada tahun t K t-1 = Jumlah capital stock pada tahun t-1 6. Mengestimasi rata-rata tertimbang tingkat pertumbuhan capital stock pada tahun t (AKG t ): AKG t = AKIS t x KG t = ½ (KIS t + KIS t-1 ) x (ln K t – ln K t-1 ) x 100 (3.6) dimana :

7. Mengestimasi tingkat pertumbuhan tenaga kerja pada tahun t (LG t ): LG t

= (ln L t – ln L t-1 ) x 100

(3.7)

dimana :

Lt = Jumlah tenaga kerja pada tahun t L t-1 = Jumlah tenaga kerja pada tahun t-1 8. Mengestimasi rata-rata tertimbang tingkat pertumbuhan tenaga kerja pada tahun t (ALG t ): ALG t = ALIS t x LG t = ½ (LIS t + LIS t-1 ) x (ln L t – ln L t-1 ) x 100 (3.8) 9. Dengan demikian, tingkat pertumbuhan TFP pada tahun t (TFPG t ) dapat diestimasi sebagai berikut: TFPG t = EG t – AKG t – ALG t

(3.9)

dimana EG t merupakan pertumbuhan ekonomi tahun ke t. Selanjutnya, untuk mengetahui besarnya pangsa (share) pertumbuhan tenaga kerja, pertumbuhan kapital, dan pertumbuhan TFP terhadap pertumbuhan ekonomi, dapat diestimasi sebagai berikut: 10. Pangsa pertumbuhan kapital. Pangsa pertumbuhan kapital merupakan pembagian antara rata-rata tertimbang pertumbuhan capital stock tahun ke-t dibagi dengan pertumbuhan ekonomi tahun ke-t dikali dengan seratus. 𝑃𝑎𝑛𝑔𝑠𝑎 𝑝𝑒𝑟𝑡𝑢𝑚𝑏𝑢ℎ𝑎𝑛 𝑘𝑎𝑝𝑖𝑡𝑎𝑙 =

𝐴𝐾𝐺𝑡 𝐸𝐺𝑡

𝑥 100

(3.10)

Pangsa pertumbuhan kapital menunjukkan peran atau kontribusi kapital terhadap pertumbuhan ekonomi. Semakin besar nilai ini mengindikasikan pentingnya kapital terhadap pertumbuhan ekonomi. Jika nilai pangsa pertumbuhan kapital lebih besar daripada pangsa pertumbuhan tenaga kerja, hal ini berarti perekonomian lebih bersifat kapital intensif.

22

11. Pangsa pertumbuhan tenaga kerja. Pangsa pertumbuhan tenaga kerja diperoleh dari pembagian antara rata-rata tertimbang pertumbuhan tenaga kerja pada tahun t dibagi dengan pertumbuhan ekonomi tahun ke-t dikalikan seratus. 𝑃𝑎𝑛𝑔𝑠𝑎 𝑝𝑒𝑟𝑡𝑢𝑚𝑏𝑢ℎ𝑎𝑛 𝑡𝑒𝑛𝑎𝑔𝑎 𝑘𝑒𝑟𝑗𝑎 =

𝐴𝐿𝐺𝑡 𝐸𝐺𝑡

𝑥 100

(3.11)

Pangsa pertumbuhan tenaga kerja memperlihatkan besarnya peran atau kontribusi tenaga kerja terhadap pertumbuhan ekonomi. Semakin besar nilai pangsa pertumbuhan tenaga kerja mengindikasikan pentingnya tenaga kerja terhadap pertumbuhan ekonomi. Jika nilai pangsa pertumbuhan tenaga kerja lebih besar daripada pangsa pertumbuhan kapital, hal ini berarti perekonomian lebih bersifat labor intensif. 12. Pangsa pertumbuhan TFP. Besarnya kontribusi perkembangan teknologi ditunjukan oleh nilai pangsa pertumbuhan TFP. Pangsa pertumbuhan TFP merupakan pembagian antara pertumbuhan TFP pada tahun t dibagi dengan pertumbuhan ekonomi tahun ke-t dikalikan seratus. 𝑃𝑎𝑛𝑔𝑠𝑎 𝑝𝑒𝑟𝑡𝑢𝑚𝑏𝑢ℎ𝑎𝑛 𝑇𝐹𝑃 =

𝑇𝐹𝑃𝐺𝑡 𝐸𝐺𝑡

𝑥 100

(3.12)

Pangsa pertumbuhan TFP menunjukkan besarnya kontribusi perkembangan teknologi terhadap pertumbuhan ekonomi. Kontribusi ini merupakan kontribusi diluar sumbangan kontribusi dari tenaga kerja dan kontribusi pemakaian kapital. Semakin besar kontribusi perkembangan teknologi berarti semakin besar peran teknologi dalam memacu pertumbuhan ekonomi dengan input labor dan kapital tertentu. Perkembangan teknologi dikatakan bias apabila perkembangan teknologi tersebut mengakibatkan penggunaan salah satu input relatif lebih banyak dibandingkan input lainnya. Misalnya, suatu teknologi digolongkan sebagai perkembangan yang bias ke arah padat modal karena perkembangan teknologi tersebut membawa dampak berupa kapital yang lebih produktif dibandingkan tenaga kerja. Hal ini menyebabkan penurunan penggunaan input tenaga kerja.

Analisis Deskriptif Analisis deskriptif merupakan bentuk analisis sederhana yang bertujuan mendeskripsikan dan mempermudah penafsiran yang dilakukan dengan memberikan pemaparan dalam bentuk tabel, grafik, dan diagram. Analisis deskriptif ini digunakan untuk menggambarkan kontribusi kemajuan teknologi terhadap pertumbuhan ekonomi. Selain itu, juga untuk menggambarkan deskripsi variabel-variabel yang mempengaruhi tingkat pengangguran. Melalui gambaran umum diharapkan dapat menguatkan analisis ekonometrika yang dibahas selanjutnya, terkait dengan hipotesis yang telah disusun untuk menjawab tujuan penelitian ini.

23 Analisis Regresi Linear Berganda Analisis regresi berganda digunakan untuk melihat dampak perkembangan teknologi terhadap kinerja perekonomian di Indonesia yang diukur melalui pertumbuhan ekonomi, pengangguran, dan kemiskinan. Analisis regresi berganda dapat digunakan untuk menangkap pengaruh beberapa variabel bebas X terhadap variabel terikat Y. Model Dampak Perkembangan Teknologi Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Model dampak perkembangan teknologi terhadap pertumbuhan ekonomi yang digunakan dalam penelitian ini mengacu kepada penelitian Tjahjono dan Anugrah (2007) yang telah dimodifikasi. Pertumbuhan ekonomi (EG t ) merupakan fungsi dari perkembangan teknologi (A t ) dan rasio antara kapital dengan labor (KPLt ). EG t

= α 0 + α 1 A t + α 2 KPL t + 𝜀1𝑡

(3.13)

= β 0 + β 1 A t + β 2 EG t + β 3 RW t + 𝜀2𝑡

(3.14)

= γ 0 + γ 1 A t + γ 2 EG t + γ 3 RW t + 𝜀3𝑡

(3.15)

Model Dampak Perkembangan Teknologi Terhadap Pengangguran Model dampak perkembangan teknologi terhadap pengangguran yang digunakan dalam penelitian ini mengacu kepada penelitian Pissarides dan Vallanti (2007) yang telah dimodifikasi. Pengangguran (U t ) merupakan fungsi dari perkembangan teknologi (A t ), pertumbuhan ekonomi (EG t ), dan upah riil (RW t ). Ut

Model Dampak Perkembangan Teknologi Terhadap Kemiskinan Model dampak perkembangan teknologi terhadap kemiskinan yang digunakan dalam penelitian ini mengacu kepada penelitian Warr (2009) yang telah dimodifikasi. Kemiskinan (Pov t ) merupakan fungsi dari perkembangan teknologi (A t ), pertumbuhan ekonomi (EG t ), dan upah riil (RW t ). Pov t

1. 2. 3. 4. 5.

Asumsi regresi linier berganda adalah sebagai berikut: E (𝜇𝑡 ) = 0, untuk tiap t =1,2,…n; artinya rata-rata error sama dengan nol. cov (𝜇𝑡 , 𝜇𝑗 ) = 0, untuk tiap t ≠ j; artinya tidak ada korelasi antara error yang satu dengan error yang lainnya, atau disebut tidak ada autokorelasi. 𝜇𝑡 ~ 𝑁(0, 𝜎 2 ); artinya untuk setiap error mengikuti distribusi normal dengan rata-rata 0 dan varian 𝜎 2 . Var (𝜇𝑡 ) = 𝜎 2 ; artinya setiap error mempunyai varian yang sama (homoskedastisitas) Tidak ada multikolinearitas, yaitu tidak ada hubungan linier antara variabel independen yang satu dengan variabel independen yang lain.

Pemeriksaan Asumsi 1. Pemeriksaan Kenormalan Pemeriksaan asumsi ini bertujuan untuk mengetahui apakah distribusi dari residual menyebar normal dengan rata-rata nol dan varian 𝜎 2 . Asumsi kenormalan ini dapat diketahui melalui histogram dan uji Kolmogorov-Smirnov. Histogram residual merupakan metode grafis yang paling sederhana untuk mengetahui apakah bentuk dari plot residual menyerupai grafik distribusi normal. Distribusi normal akan membentuk garis lurus diagonal dan plot residual akan

24 dibandingkan dengan garis diagonal tersebut. Jika titik-titik menyebar di sekitar garis diagonal, maka asumsi normalitas terpenuhi. Jika titik-titik menyebar jauh atau tidak mengikuti garis diagonal berarti asumsi kenormalan tidak terpenuhi. Untuk lebih meyakinkan hasil pemeriksaan melalui grafis maka dapat digunakan uji Kolmogorov-Smirnov. Hipotesis yang digunakan adalah: H 0 : Distribusi variabel mengikuti distribusi normal H : Distribusi variabel tidak mengikuti distribusi normal 1

Dengan statistik uji: 𝐿 = 𝑚𝑎𝑥|𝐹(𝑧) − 𝑆(𝑧)| (3.16) Dimana: F(z) = Fungsi distribusi normal standar S(z) = Fungsi distribusi empiris standar Keputusan diambil dengan membandingkan hasil pengujian dengan nilai L (α;n) pada tabel liliefors. Jika nilai L ≤ L(α;n) pada tabel maka H 0 ditolak sehingga disimpulkan bahwa distribusi data tidak mengikuti distribusi normal. 2. Pemeriksaan Multikolinearitas Multikolinearitas adalah adanya hubungan antar variabel independen dalam regresi. Dampak dari multikolinearitas adalah: • Interval estimasi cenderung lebih lebar yang membuat perkiraan menjadi semakin tidak pasti dan nilai hitung statistik uji t akan kecil sehingga membuat variabel independen secara statistik tidak signifikan mempengaruhi variabel dependen. • Walaupun secara individu variabel independen tidak berpengaruh terhadap variabel dependen melalui uji t, namun nilai koefisien determinasi (R2) masih relatif tinggi. Cara untuk mendeteksi multikolinearitas yaitu model yang terbentuk mempunyai koefisien determinasi yang tinggi tetapi tidak ada variabel independen yang signifikan mempengaruhi variabel dependen melalui uji t. Namun, melalui uji F secara statistik signifikan. Cara lain yang dapat digunakan untuk mendeteksi adanya multikolinearitas yaitu dengan melihat nilai VIF (Varian Inflation Factors). Jika nilai VIF lebih dari 10 maka menunjukkan adanya multikolinearitas. Nilai VIF didapat dengan menggunakan rumus:

𝑉𝐼𝐹 =

1

1−𝑅𝑖2

(3.17)

𝑅𝑖2 adalah koefisien determinasi diperoleh dengan meregresikan variabel-variabel penjelas ke-i dengan variabel lainnya. Semakin tinggi nilai 𝑅𝑖2 , maka nilai VIF semakin besar. 3. Pemeriksaan Heteroskedastisitas Heteroskedastisitas adalah varian dari residual tidak konstan. Heteroskedastisitas dapat menyebabkan penaksiran tidak lagi efesien walaupun penaksiran tersebut tetap unbiased dan konsisten, dengan kata lain varian yang dihasilkan tidak lagi minimum. Cara untuk mendeteksi heteroskedastisitas adalah dengan mendeteksi pola residual melalui sebuah grafik. Jika residual mempunyai varian yang sama (homoskedastisitas) maka pola yang terbentuk tidak mempunyai pola yang pasti. Metode lain yang dapat digunakan adalah metode yang

25 dikembangkan oleh White. Uji heteroskedastisitas White ini mempunyai persamaan:

𝑒𝑡2 = 𝛼0 + 𝛼1 𝑥1𝑡 + 𝛼2 𝑧2𝑡 + 𝛼3 𝑥𝑡2 + 𝛼4 𝑧𝑡2 + 𝛼𝑘 𝑥𝑡 𝑧𝑡 + 𝑣𝑡

(3.18) Sebagai suatu regresi tambahan, untuk meregresikan residual kuadrat dengan seluruh kemungkinan hasil perkalian variabel bebas yang tidak berulang. Hipotesisnya adalah: H : Tidak terdapat heteroskedastistas 0

H : Terdapat heteroskedastisitas 1

Statistik ujinya adalah : Nilai statistik White = Jumlah observasi * R2 (3.19) 2 Nilai statistik White secara asimtotik berdistribusi 𝜒 dengan derajat bebas adalah jumlah peubah bebas, tidak termasuk konstanta, pada model regresi. Hipotesis nol ditolak jika nilai statistik White yang didapat menunjukkan hasil yang signifikan. Apabila diketahui adanya heteroskedastisitas dalam persamaan yang dibuat, maka hasil pendugaan parameter melalui OLS menjadi tidak efisien. Untuk itu perlu dilakukan penyesuaian terhadap nilai dari standar error-nya atau dilakukan permodelan heteroskedastisitas dalam persamaan yang dibuat. Jika bentuk heteroskedastisitas itu telah diketahui maka dapat dilakukan permodelan heteroskedastisitas melalui pendugaan berdasarkan Weighted Least Square. Apabila bentuk dari heteroskedastisitas itu tidak diketahui maka dapat dilakukan penyesuaian standard error melalui metode Heteroskedastisity Consistent Covariances White maupun Newey-West. Kedua model tersebut (White dan Newey-West) tidak akan merubah nilai dari pendugaan parameter tetapi hanya standar error-nya, sehingga pendugaan dengan metode OLS masih dapat dipakai. 4. Pemeriksaan Autokorelasi Autokorelasi adalah adanya korelasi antara observasi satu dengan observasi sebelumnya. Melalui uji Durbin-Watson kita dapat mendeteksi adanya autokorelasi. a. Hipotesis H 0 : Tidak ada autokorelasi H 1 : Ada autokorelasi b. Statistik uji c.

𝑑=

2 ∑𝑛 𝑡=2 (𝑒𝑡 −𝑒𝑡−1 ) 2 ∑𝑛 𝑡=1 𝑒𝑡

(3.20)

Syarat keputusan 1. d < d L : tolak H 0 , berarti ada autokorelasi positif 2. d > 4 - d L : tolak H 0 , berarti ada autokorelasi negatif 3. du < d < 4-du: terima H 0 4. d L < d < du : daerah abu-abu

Apabila terjadi masalah autokorelasi maka upaya dalam mengatasi masalah korelasi serial adalah dengan menggunakan metode White atau Newey-West yang disebut juga HAC Consistent Covariances. Cara ini mencoba memperbaiki masalah yang ada dalam persamaan regresi linear seperti autokorelasi dan heteroskedastisitas. Metode ini akan menyesuaikan nilai dari standard error tanpa

26 merubah nilai dari parameter regresi yang diperkirakan sehingga penaksiran dengan metode OLS tetap dapat dilakukan. Uji Model Regresi 1. Uji F Uji ini digunakan untuk mengetahui kelayakan model. Uji F dilakukan untuk melihat pengaruh peubah-peubah bebas terhadap peubah tidak bebas secara keseluruhan. a. Hipotesis: H 0 : β 1 = β 2 = …. = β i = 0; artinya peubah bebas secara simultan tidak mempunyai pengaruh terhadap peubah tak bebas. H 1 : Sedikitnya ada satu β i ≠ 0; artinya peubah bebas secara simultan berpengaruh terhadap peubah tak bebas. b. Statistik uji: 𝑆𝑆𝑅/(𝑘−1) 𝐹 = 𝑆𝑆𝐸/(𝑛−𝑘) (3.21) Dimana: k = banyaknya parameter termasuk konstanta n = banyaknya observasi SSR = Jumlah kuadrat regresi SSE = Jumlah kuadrat error c. Keputusan: Jika nilai F hitung > F α; (k-1, n-k) tabel maka kita menolak H 0 yang berarti secara bersama-sama peubah bebas dalam persamaan berpengaruh terhadap peubah tak bebas. 2. Uji t Uji t digunakan untuk menguji signifikansi masing-masing penduga parameter. a. Hipotesis: H0 : βi = 0 H1 : βi ≠ 0 b. Statistik Uji: 𝑏 𝑡 = 𝑆𝐸(𝑏𝑖 ) (3.22) 𝑖

Dengan b i merupakan penduga β i dan SE(b i ) adalah standar error untuk b i . c. Keputusan: Jika nilai t hitung > t table (α/2,n-k) maka tolak H 0 berarti dapat disimpulkan bahwa peubah bebas tersebut berpengaruh secara signifikan terhadap peubah tak bebasnya. 3. Koefisien Determinasi (R2) Koefisien determinasi menjelaskan seberapa besar proporsi variabel dependen dapat dijelaskan oleh variabel independen. Selain itu juga untuk mengukur seberapa baik garis regresi yang terbentuk. Koefiesien determinasi merupakan besaran non-negatif dan bernilai antara 0 dan 1. Semakin dekat R2 dengan nilai satu maka model dapat dikatakan tepat untuk menaksir nilai populasi, dan sebaliknya. Formula untuk menghitung koefisien determinasi adalah:

27 𝑆𝑆𝑅

𝑆𝑆𝐸

𝑅 2 = 𝑆𝑆𝑇 = 1 − (𝑆𝑆𝑇 ) (3.23) 2 Ketika ada penambahan variabel bebas maka nilai R cenderung bertambah dan tidak menurun. Oleh karena itu, sebaiknya digunakan Adjusted R2 (koefisien determinasi yang disesuaikan). R2 adjusted ini memasukkan derajat bebas sehingga masalah yang ditimbulkan pada saat penambahan variabel bebas dapat dihilangkan. Formula R2 adjusted adalah: (𝑆𝑆𝑅/(𝑛−𝑘)) 2 𝑅𝑎𝑑𝑗 = 1 − (𝑆𝑆𝑇/(𝑛−)) (3.24)

Dengan k adalah jumlah parameter, termasuk intersept dan n adalah jumlah observasi.

4 GAMBARAN UMUM Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu nilai ukur dari hasil pembangunan yang telah dilaksanakan, khususnya dalam bidang ekonomi. Pertumbuhan ekonomi dicerminkan oleh pertumbuhan PDB pada harga konstan. Indikator ini dapat juga dipakai untuk menentukan arah kebijakan pembangunan yang akan datang. Pada dasarnya aktivitas ekonomi adalah suatu proses penggunaan faktor produksi untuk menghasilkan barang dan jasa, maka petumbuhan ekonomi diharapkan dapat memberi dampak pada peningkatan pendapatan masyarakat sebagai pemilik faktor produksi. Secara umum perekonomian Indonesia mengalami pertumbuhan yang relatif tinggi dalam kurun waktu 1981-2012. Semua sektor ekonomi juga menikmati laju pertumbuhan positif dalam kurun tersebut, kecuali pada periode 1981-1988 sektor pertambangan dan penggalian yang sempat mengalami pertumbuhan -0.93 persen. Pada fase krisis multidimensi, tahun 1997-2001, sektor bangunan, sektor perdagangan, hotel & restoran, serta sektor keuangan, persewaan & jasa perusahaan juga mengalami pertumbuhan yang negatif. Selama periode tahun 1981-1988, sektor-sektor PDB menunjukkan rata-rata pertumbuhan diatas 3.5 persen terkecuali sektor pertambangan dan penggalian. Resesi ekonomi yang melanda dunia di periode ini secara tidak langsung telah memberikan dampak negatip terhadap sektor pertambangan dan penggalian. Adanya kuota produksi minyak mentah Indonesia yang ditetapkan oleh OPEC juga merupakan hal yang tidak menguntungkan bagi sektor pertambangan dan penggalian. Fenomena positif ditunjukkan pada periode deregulasi dan birokratisasi, semua sektor ekonomi mengalami pertumbuhan pada kisaran antara 2.88 persen hingga 13.56 persen. Pertumbuhan tertinggi dicapai oleh sektor listrik, gas & air bersih diikuti oleh sektor bangunan yang tumbuh sebesar 12.50 persen. Sektor pertanian dan jasa-jasa mengalami perlambatan dibandingkan tahun sebelumnya, namun demikian kedua sektor tersebut menunjukkan pertumbuhan yang positif dan tinggi.

28 Tabel 1 Laju pertumbuhan PDB Indonesia atas dasar harga konstan 2000 menurut lapangan usaha 1981-2012 (persen) 1981-1988 1989-1996 1997-2001 2002-2007 2008-2012 Lapangan Usaha

Resesi & Krisis Minyak

Deregulasi & Birokratisasi

Krisis Multidimensi

Kebangkitan Ekonomi

Krisis Keuangan Eropa

Pertanian Pertambangan & Penggalian Industri Pengolahan

3.74

2.88

1.39

3.27

3.83

-0.93

4.90

0.71

0.33

2.38

9.84

10.70

1.40

5.14

4.50

Listrik, Gas &Air Bersih Bangunan

12.43

13.56

7.83

6.92

8.35

4.77

12.50

-4.16

7.25

7.14

Perdagangan, Hotel & Restoran

6.56

7.88

-0.57

6.51

6.82

Pengangkutan & Komunikasi Keuangan, Persewaan, & Jasa Perusahaan

5.84

9.29

1.56

12.50

13.30

8.49

8.97

-3.31

6.87

6.62

Jasa-Jasa

10.04

4.38

1.46

5.22

6.14

Sumber: BPS, diolah Perekonomian Indonesia dalam kurun waktu tahun 1997-2001 ditandai dengan laju pertumbuhan yang memprihatinkan. Seluruh sektor ekonomi mengalami perlambatan bahkan sektor bangunan, sektor perdagangan, hotel & restoran, serta sektor keuangan, persewaan & jasa perusahaan mengalami pertumbuhan yang negatif. Pada fase berikutnya, dalam rentang waktu tahun 2002-2007, kinerja perekonomian Indonesia mulai membaik. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya pertumbuhan di semua sektor ekonomi, terkecuali sektor pertambangan & penggalian serta sektor listrik, gas & air bersih yang sedikit mengalami perlambatan. Stimulus yang diberikan melalui kebijakan-kebijakan pemerintah dan pemegang otoritas moneter serta disokong oleh daya tahan perekonomian Indonesia yang lebih baik telah menciptakan stabilitas makro ekonomi. Di sisi moneter, respons kebijakan dilakukan secara berhati-hati dan konsisten pada upaya pengendalian inflasi pada tingkat yang semakin rendah dalam jangka menengah-panjang. Di sisi fiskal, kesinambungan keuangan pemerintah tetap dijaga dengan baik di tengah upaya untuk mengendalikan harga komoditas strategis. Adapun di sisi sektoral, pemerintah terus berupaya mendorong dan meningkatkan kualitas pertumbuhan ekonomi melalui perbaikan iklim investasi, percepatan pembangunan infrastruktur, pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM), serta penguatan, dan reformasi sektor keuangan. Memasuki periode 2008-2012, perekonomian Indonesia mulai menunjukkan kondisi yang stabil walaupun memiliki catatan tersendiri terhadap

29 tantangan dan ujian yang dihadapi. Pada awal 2008 harga minyak mentah yang terus merambat naik menembus angka US$ 100 per barel, krisis subprime mortgage di Amerika Serikat yang berpengaruh pada ekonomi global dan hargaharga komoditas internasional yang cenderung terus naik adalah beberapa faktor yang harus dihadapi Indonesia. Perekonomian Indonesia terus menunjukkan kinerja yang semakin membaik di tengah perekonomian dunia yang sedang mengalami keterpurukan. Stabilnya pertumbuhan ekonomi di setiap sektor ekonomi periode ini lebih ditopang oleh terjaganya stabilitas ekonomi makro, volatilitas nilai tukar rupiah yang terus terjaga, serta kondisi politik dan keamanan dalam negeri yang relatif aman dan stabil. Pertumbuhan sektor pertanian pada fase krisis keuangan eropa mengalami pertumbuhan sebesar 3.83 persen, tidak jauh berbeda dengan pertumbuhan yang dicapai pada fase-fase sebelumnya. Sedangkan sektor pertambangan dan penggalian memiliki pertumbuhan yang rendah dibandingkan sektor-sektor yang lain yang hanya mencapai pertumbuhan sebesar 2.38 persen. Rendahnya pertumbuhan sektor pertambangan dan penggalian lebih disebabkan oleh terjadinya penyusutan alamiah, gangguan produksi, dan rendahnya investasi.

Keadaan Tenaga Kerja Salah satu masalah ketenagakerjaan di Indonesia adalah pengangguran. Pengangguran dari sisi ekonomi merupakan produk dari ketidakmampuan pasar kerja dalam menyerap angkatan kerja yang tersedia, antara lain seperti: jumlah lapangan kerja yang tersedia lebih kecil dari jumlah pencari kerja, kompetensi pencari kerja tidak sesuai dengan pasar kerja dan kurang efektifnya informasi pasar kerja bagi pencari kerja. Selain itu pengangguran juga dapat disebabkan oleh pemutusan hubungan kerja yang terjadi karena perusahaan menutup/mengurangi bidang usahanya sebagai akibat dari krisis ekonomi, keamanan yang kurang kondusif, peraturan yang menghambat investasi, dan lain‐ lain. Pengangguran terjadi merupakan akibat dari ketidaksempurnaannya pasar kerja, atau ketidakmampuan pasar kerja dalam menyerap tenaga kerja yang ada. Sebagai akibatnya timbul sejumlah pekerja yang tidak diberdayakan dalam kegiatan perekonomian; yang merupakan akibat tak langsung dari supply tenaga kerja yang ada di pasar kerja melebihi dari demand untuk mengisi kesempatan kerja yang tercipta. Selama kurun waktu tahun 1980 hingga 2012, jumlah angkatan kerja di Indonesia cenderung meningkat setiap tahunnya. Jumlah angkatan kerja pada tahun 2010 dan 2011 masing-masing sebesar 116.53 juta orang dan 117.37 juta orang, sedangkan pada tahun 2012 jumlah angkatan kerja sebesar 118.05 juta orang atau meningkat sebesar 0.58 persen bila dibandingkan dengan tahun 2011. Sejalan dengan meningkatnya jumlah angkatan kerja, jumlah penduduk yang bekerja juga menunjukkan peningkatan. Partisipasi penduduk yang bekerja sering disebut sebagai Tingkat Kesempatan Kerja (TKK). TKK pada tahun 2010 sebesar 92.86 persen (108.21 juta orang), meningkat menjadi 93.44 persen (109.67 juta orang) pada tahun 2011, dan meningkat lagi menjadi 93.87 persen (110.81 juta orang) pada tahun 2012.

30 Angkatan Kerja (juta) Bekerja (juta) 120

Pengangguran (juta) 12

Angkatan Kerja Bekerja Pengangguran

100

9

80

6

60

3

0

40

1980 1982 1984 1986 1988 1990 1992 1994 1996 1998 2000 2002 2004 2006 2008 2010 2012

Gambar 10 Perkembangan jumlah angkatan kerja, penduduk yang bekerja, dan jumlah pengangguran di Indonesia tahun 1980-2012 (juta) Selanjutnya jumlah pengangguran dalam kurun waktu yang sama mengalami fluktuasi naik turun. Walaupun selama periode lima tahun terakhir jumlah pengangguran mengalami penurunan namun dikhawatirkan hanya sebuah proses business cycle. Pada tahun 2010, jumlah pengangguran sebesar 8.32 juta orang turun menjadi 7.70 juta orang pada tahun 2011, dan kembali turun menjadi 7.24 juta orang pada tahun 2012. Tabel 2 Perkembangan jumlah angkatan kerja, penduduk yang bekerja, dan jumlah pengangguran di Indonesia dirinci menurut fase ekonomi (juta) Periode

Fase

1981-1988 Resesi & Krisis Minyak 1989-1996 Deregulasi & Debirokratisasi 1997-2001 Krisis Multidimensi 2002-2007 Kebangkitan Ekonomi 2008-2012 Krisis Keuangan Eropa

Angkatan Kerja

Bekerja

Pengangguran

62.14 79.71

60.73 76.70

1.41 3.02

94.26 104.53 115.55

88.44 94.41 107.22

5.82 10.12 8.32

Sumber: BPS, diolah Seiring bertambahnya jumlah penduduk, jumlah angkatan kerja di Indonesia juga mengalami peningkatan. Kondisi ketenagakerjaan di Indonesia dalam beberapa fase menunjukkan adanya sedikit perbaikan. Hal ini dapat digambarkan dengan adanya kelompok penduduk yang bekerja, sedangkan angka

31 pengangguran yang pada beberapa periode awal mengalami peningkatan, pada periode 2008-2012 sedikit mengalami penurunan. Namun, angka pengangguran ini masih tinggi dan jauh dari keadaan full employment.

Keadaan Upah dan Gaji Tenaga Kerja Upah minimum tampaknya juga telah mengurangi insentif bagi pekerja untuk meningkatkan produktivitas. Sejak akhir tahun 1980-an tingkat upah minimum sudah mengalami kenaikan dengan cepat dan telah menjadi sebuah kebijakan yang berlaku bagi sebagian besar pekerja. Hal ini terutama terjadi di perusahaan-perusahaan skala menengah dan kecil. Semua pekerja tidak terampil dan setengah terampil di perusahaan-perusahaan kini menerima upah yang kurang lebih sama besarnya, yaitu upah minimum. Di satu sisi, hal ini telah membatasi kemampuan perusahaan untuk menggunakan upah sebagai sistem insentif untuk meningkatkan produktivitas pekerja, dan dapat menimbulkan disinsentif bagi pekerja yang lebih produktif, yang pada gilirannya dapat menyebabkan penurunan produktivitas secara keseluruhan di perusahaan-perusahaan tersebut. Di lain sisi, kebijakan akan upah minimum dapat memproteksi pekerja dan memperbaiki taraf hidup pekerja. 1 600 000 1 400 000

1 100 000

Upah/Gaji Bersih Upah Riil

930 000

upah riil (Rp.)

upah bersih (Rp.)

1 200 000

1 015 000

1 000 000

845 000

800 000

760 000

600 000

675 000

400 000

590 000

200 000

505 000 420 000 1980 1982 1984 1986 1988 1990 1992 1994 1996 1998 2000 2002 2004 2006 2008 2010 2012

Gambar 11 Perkembangan upah nominal dan riil di Indonesia tahun 1980-2012 Perkembangan tingkat upah pekerja di Indonesia baik upah nominal maupun upah riil sejak tahun 1980 hingga tahun 2012 menunjukkan peningkatan setiap tahunnya. Rata-rata upah/gaji bersih yang diterima pekerja selama lima tahun terkhir sebagian besar masih berada pada kisaran Rp 976 923 – Rp 1 580 882. Sebaliknya upah riil berada jauh dibawah nilai upah nominalnya, pada kurun waktu lima tahun terakhir upah riil pekerja berada pada kisaran Rp 739 400 – Rp 1 005 320. Walaupun upah nominal dan riil menunjukkan peningkatan setiap tahunnya, namun demikian harga-harga kebutuhan hidup yang terus membumbung tinggi setiap tahun belum tentu sepadan dengan kenaikan upah tersebut, sehingga kenaikan upah pekerja belum tentu mencerminkan peningkatan kesejahteraan hidup pekerja.

32 Pada tahun 1998, nilai upah riil jauh turun drastis dibandingkan dengan tahun sebelumnya atau mengalami penurunan sebesar 30.53 persen. Seperti diketahui bahwa pada tahun 1998 terjadi krisis moneter yang berimbas pada perekonomian nasional sehingga menyebabkan harga-harga melambung tinggi. Tercatat laju inflasi pada tahun tersebut mencapai 75.27 persen. Demikian halnya penurunan upah riil juga terjadi pada tahun 2005 dan 2006, dimana pada tahun 2005 upah riil turun sebesar 11.31 persen dan 6.85 persen di tahun 2006. Hal ini dapat dijelaskan bahwa pada tahun tersebut terjadi kenaikan harga minyak dunia yang memicu pada melambungnya harga-harga kebutuhan. Tabel 3 Perkembangan upah nominal dan riil di Indonesia tahun 1981-2012 dirinci menurut fase ekonomi (Rp) Periode

1981-1988 1989-1996 1997-2001 2002-2007 2008-2012

Fase

Resesi & Krisis Minyak Deregulasi & Debirokratisasi Krisis Multidimensi Kebangkitan Ekonomi Krisis Keuangan Eropa

Upah Nominal

Upah Riil (IHK 2005= 100)

56 283.63 135 088.75

450 514.38 567 232.28

366 445.60 732 722.33 1 241 937.40

654 602.17 749 818.91 849 006.12

Sumber: BPS, diolah Tabel 3 merupakan bentuk penyajian lain rata-rata upah atau gaji pekerja yang dirinci berdasarkan fase-fase ekonomi. Sejalan dengan membaiknya kondisi perekonomian Indonesia, indikator yang juga menunjukkan kinerja yang semakin membaik adalah upah nominal maupun riil yang terus meningkat. Sampai dengan akhir periode 2008-2012, rata-rata upah nominal tercatat sebesar Rp 1 241 937.40; sedangkan upah riil sebesar Rp 849 006.12.

5 HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Perkembangan Teknologi di Indonesia Tahun 1981-2012 Salah satu ukuran “perkembangan teknologi” yang dipakai oleh sebagian besar negara di dunia adalah total factor productivity (TFP). Pendekatan TFP berasal dari teori pertumbuhan ekonomi yang mengasumsikan bahwa total hasil produksi dipengaruhi oleh sejumlah modal (kapital), tenaga kerja, dan teknologi yang digunakan. Kenaikan TFP mencerminkan perbaikan efisiensi penggunaan faktor input atau perbaikan nilai tambah dalam produksi (termasuk di dalamnya akibat inovasi, proses difusi, dan pembelajaran yang membawa kepada penggunaan teknologi secara lebih efisien) dan berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu, pertumbuhan ekonomi (yang diukur

33 dengan pertumbuhan produksi) dipengaruhi oleh pertumbuhan modal, pertumbuhan tenaga kerja dan pertumbuhan (perkembangan) teknologi atau pengetahuan dalam arti luas. Perkembangan teknologi tersebut kemudian dihitung sebagai selisih antara pertumbuhan ekonomi dengan pertumbuhan modal dan pertumbuhan tenaga kerja. Perkembangan teknologi dalam penelitian ini didekati dengan pertumbuhan Total Factor Productivity (TFP). Penjumlahan pertumbuhan tenaga kerja dan pertumbuhan kapital apabila sama dengan pertumbuhan ekonomi maka pertumbuhan TFP bernilai nol. Hal ini berarti tidak terdapat ruang bagi kemajuan teknologi dalam memacu pertumbuhan ekonomi. Jika penjumlahan pertumbuhan tenaga kerja dan pertumbuhan kapital lebih kecil dari pertumbuhan ekonomi maka pertumbuhan TFP bernilai positif. Hal ini berarti terdapat ruang bagi perkembangan teknologi dalam memacu pertumbuhan ekonomi. Bentuk perkembangan teknologi dapat berupa peningkatan produktivitas tenaga kerja, peningkatan produktivitas kapital, maupun peningkatan produktivitas secara keseluruhan. Bentuk lain dari perkembangan teknologi berupa kebijakan yang lebih baik, manajemen yang lebih baik, kelembagaan yang lebih baik, dan lain sebagainya di luar kontribusi dari tenaga kerja maupun kontribusi kapital. Hasil estimasi perkembangan teknologi di Indonesia tahun 1981-2012 dapat dilihat pada gambar 10. Dari gambar tersebut dekomposisi pertumbuhan ekonomi dapat diuraikan menjadi pertumbuhan tenaga kerja, pertumbuhan kapital, dan perkembangan teknologi. Pertumbuhan atau kemajuan teknologi berfluktuasi setiap tahunnya. Perkembangan teknologi pada tahun 2010, 2011, dan 2012 menunjukkan nilai negatif, yaitu sebesar -0.98 persen di tahun 2010, tahun 2011 sebesar -0.69 persen, dan tahun 2012 sebesar -1.54 persen. Kondisi ini dapat dimaknai bahwa pada tahun-tahun tersebut perkembangan teknologi justru mereduksi pertumbuhan ekonomi yang seharusnya terjadi. 15

1 1981 1982 1983 1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012

pertumbuhan (%)

8

-6

-13

-20

Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan Kapital Pertumbuhan Tenaga Kerja Perkembangan Teknologi

-27

Gambar 12 Laju pertumbuhan ekonomi, kapital, tenaga kerja, dan perkembangan teknologi di Indonesia tahun 1981-2012 (persen)

34 Tabel 4 Pertumbuhan ekonomi, kapital, tenaga kerja, dan perkembangan teknologi di Indonesia dirinci menurut fase ekonomi Periode

1981-1988 1989-1996 1997-2001 2002-2007 2008-2012 1981-2012

Fase

Resesi & Krisis Minyak Deregulasi & Debirokratisasi Krisis Multidimensi Kebangkitan Ekonomi Krisis Keuangan Eropa

Pertb. Ekonomi (%)

Pertb. Tenaga Kerja (%)

Pertb. Kapital (%)

Perkb. Teknologi (%)

5.75

2.53

2.21

1.01

8.13

0.87

6.53

0.74

0.19

0.56

-4.08

3.70

5.31

0.43

4.81

0.07

5.90

0.41

6.50

-1.00

5.42

1.08

3.46

0.87

Sumber: Hasil estimasi TFP menggunakan metode Growth Accounting Selama rentang waktu tahun 1981-2012, rata-rata pertumbuhan ekonomi di Indonesia adalah sebesar 5.42 persen, yang terdiri dari pertumbuhan tenaga kerja sebesar 1.08 persen, partumbuhan kapital 3.46 persen, perkembangan teknologi sebesar 0.87 persen. Tingginya laju rata-rata pertumbuhan kapital memperlihatkan bahwa di Indonesia perkembangan teknologi lebih bersifat hemat tenaga kerja. Perkembangan teknologi yang bersifat hemat modal adalah sangat jarang terjadi, karena hampir semua penelitian ilmiah dan perkembangan teknologi yang dilakukan di negara maju dan berkembang adalah bertujuan untuk menghemat tenaga kerja, bukan modal. Perkembangan teknologi merupakan faktor yang paling penting bagi pertumbuhan ekonomi. Dalam bentuk yang sangat sederhana, perkembangan teknologi disebabkan oleh cara-cara baru dan cara-cara yang diperbaiki dalam melakukan pekerjaan-pekerjaan tradisional seperti cara menanam padi, membuat pakaian atau membangun rumah. Ada tiga macam klasifikasi dari perkembangan teknologi yaitu : netral, hemat tenaga kerja (labour saving), dan hemat modal (capital saving). Perkembangan teknologi yang bersifat netral terjadi jika tingkat output yang dicapai lebih tinggi pada kuantitas dan kombinasi faktor-faktor input yang sama. Inovasi-inovasi yang timbul dari pembagian kerja bisa menghasilkan tingkat output total yang lebih tinggi dan konsumsi yang lebih banyak untuk semua orang. Dalam hubungannya dengan analisa kemungkinan produksi, perkembangan teknologi yang bersifat netral adalah penduakalian output total adalah sama dengan menduakalikan semua input produktif. Dari sisi lain, perkembangan teknologi bersifat hemat tenaga kerja atau hemat modal, yaitu tingkat output yang lebih tinggi bisa dicapai dengan kuantitas tenaga kerja atau input modal yang sama. Penggunaan komputer, traktor, dan teknologi lainnya bisa diklasifisikasikan sebagai hemat tenaga kerja. Pada fase resesi ekonomi dan krisis minyak, rata-rata pertumbuhan ekonomi mencapai angka 5.75 persen dengan dekomposisi pertumbuhan tenaga

35 kerja 2.53 persen, pertumbuhan kapital 2.21 persen, dan perkembangan teknologi 1,01 persen. Fase berikutnya, fase deregulasi dan debirokratisasi, rata-rata pertumbuhan ekonomi mencapai angka 8.13 persen dengan dekomposisi pertumbuhan tenaga kerja 0.87 persen, pertumbuhan kapital 6.53 persen, dan perkembangan teknologi 0.74 persen. Pada fase deregulasi dan debirokratisasi perkembangan teknologi lebih bersifat padat modal. Rata-rata pertumbuhan ekonomi fase krisis multidimensi hanya sebesar 0.19 persen dengan dekomposisi pertumbuhan tenaga kerja 0.56 persen, perkembangan teknologi 3.70 persen, sedangkan pertumbuhan kapital mengalami perlambatan sebesar 4.08 persen. Pada fase ini, dengan melambatnya pertumbuhan kapital, peran perkembangan teknologi terbukti mampu dalam memacu pertumbuhan ekonomi sehingga perekonomian masih tetap dapat tumbuh di tengah adanya krisis yang melanda. Perkembangan teknologi yang tinggi juga dimungkinkan sebagai dampak dari proses industrialisasi yang berorientasi pada penguatan industri dan teknologi dalam negeri. Periode tahun 2002-2007, fase kebangkitan ekonomi, rata-rata pertumbuhan ekonomi mencapai angka 5.31 persen dengan dekomposisi pertumbuhan tenaga kerja 0.43 persen, pertumbuhan kapital 4.81 persen, dan perkembangan teknologi sebesar 0.07 persen. Fase berikutnya, fase krisis keuangan Eropa, perkembangan teknologi menunjukkan adanya perlambatan, dimana pertumbuhannya melambat 1 persen, sedangkan pertumbuhan kapital melonjak menjadi sebesar 6.50 persen. Pertumbuhan tenaga kerja pada fase ini masih yang terendah, yaitu sebesar 0.41 persen. Perkembangan teknologi yang negatif pada fase krisis keuangan eropa menunjukkan bahwa pada fase tersebut perkembangan teknologi justru mereduksi pertumbuhan ekonomi yang seharusnya terjadi. Penyajian lain dari dekomposisi pertumbuhan ekonomi adalah dengan menghitung kontribusi masing-masing komponen terhadap pertumbuhan ekonomi. Kontribusi masing-masing komponen terhadap pertumbuhan ekonomi diperoleh dengan menganggap pertumbuhan ekonomi adalah 100 persen. Selama periode tahun 1981-2012, perkembangan teknologi memberikan kontribusi yang cukup besar yaitu 30.48 persen (Tabel 5). Perkembangan teknologi menempati urutan kedua penyumbang pertumbuhan ekonomi di Indonesia setelah pertumbuhan kapital yang memberikan kontribusi 56.10 persen. Pertumbuhan tenaga kerja hanya memberikan kontribusi sebesar 13.42 persen. Hal ini menunjukkan bahwa perkembangan teknologi cukup signifikan dalam memacu pertumbuhan ekonomi di Indonesia dari tahun 1981-2012. Perlu menjadi perhatian adalah rata-rata kontribusi dari pertumbuhan tenaga kerja memberikan kontribusi terendah terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Hal ini bisa menyiratkan bahwa pertumbuhan tenaga kerja kurang memberikan dampak terhadap pertumbuhan ekonomi. Kemungkinan terbesar yang menyebabkan hal tersebut adalah karena pertumbuhan tenaga kerja yang terjadi berada pada sektor-sektor yang tidak mempunyai daya ungkit yang besar kepada pertumbuhan ekonomi. Contohnya adalah sektor pertanian serta sektor pertambangan dan penggalian. Kedua sektor tersebut banyak menyerap dan menggunakan tenaga kerja, akan tetapi laju pertumbuhan sektor tersebut merupakan yang terendah dibandingkan dengan sektor-sektor yang lain.

36 Tabel 5 Kontribusi pertumbuhan kapital, tenaga kerja, dan perkembangan teknologi terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia dirinci menurut fase ekonomi

Periode

Fase

1981-1988 Resesi & Krisis Minyak 1989-1996 Deregulasi & Debirokratisasi 1997-2001 Krisis Multidimensi 2002-2007 Kebangkitan Ekonomi 2008-2012 Krisis Keuangan Eropa

Kontribusi Pertb. Tenaga Kerja Terhadap Pertb. Ekonomi (%)

Kontribusi Pertb. Kapital Terhadap Pertb. Ekonomi (%)

Kontribusi Perkb. Teknologi thd. Pertb. Ekonomi (%)

30.66

34.94

34.40

10.51

65.41

24.08

4.45

65.68

29.87

6.08

53.09

40.83

8.29

69.10

22.61

1981-2012 13.42 56.10 30.48 Sumber: Hasil estimasi TFP menggunakan metode Growth Accounting Rata-rata kontribusi pertumbuhan kapital terhadap pertumbuhan ekonomi di setiap periode menunjukkan peran yang berarti. Hal ini mengindikasikan bahwa pertumbuhan kapital mempunyai kontribusi yang cukup signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi yang akan terjadi. Seiring dengan laju pertumbuhan kapital yang tinggi (lihat tabel 4), kontribusi pertumbuhan kapital yang tinggi juga menunjukkan bahwa perkembangan teknologi di Indonesia lebih bersifat kapital intensif atau menghemat tenaga kerja. Dengan demikian, pertumbuhan kapital yang masuk ke dalam selama periode 1981-2012 mempunyai kemampuan untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi yang cepat. Bila dikaitkan dengan sektor ekonomi, pertumbuhan kapital ini banyak masuk ke sektor industri pengolahan yang membutuhkan kapital yang besar. Kontribusi sektor industri pengolahan cukup besar untuk memacu pertumbuhan ekonomi. Sebagai konsekuensi sifat perkembangan teknologi yang tidak netral, maka faktor perkembangan teknologi cenderung bias pada salah satu penggunaan input, yaitu dapat bias pada penggunaan tenaga kerja (labor intensive) atau dapat bias pada penggunaan kapital (capital intensive). Adanya indikasi bahwa perkembangan teknologi bias pada penggunaan kapital, laju pertumbuhan kapital tinggi dan kontribusi kapital terhadap pertumbuhan ekonomi yang tinggi (lihat tabel 4 dan 5), menunjukkan bahwa penggunaan kapital akan lebih produktif dibandingkan tenaga kerja. Tenaga kerja akan cenderung berkurang apabila dilakukan mekanisasi akibat penggunaan teknologi baru. Sebagai contoh sektor industri, pemotongan kertas secara mekanis, pemasangan komponen menggunakan robot, pengantongan rokok secara mekanis, dan pengalengan hasil produk kimia secara otomatis; akan menggantikan fungsi tenaga kerja. Pembagian berdasarkan fase ekonomi menunjukkan bahwa kontribusi masing-masing pertumbuhan bervariasi. Pada fase resesi ekonomi dan krisis

37 minyak kontribusi dari ketiga pertumbuhan baik tenaga kerja, kapital, maupun perkembangan teknologi memberikan kontribusi yang hampir berimbang. Di fasefase berikutnya, struktur mulai berubah, pertumbuhan kapital menunjukkan dominasinya dalam memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi. Kontribusi yang cukup stabil diperlihatkan oleh perkembangan teknologi, yang lebih dominan dibandingkan kontribusi tenaga kerja. Pada fase krisis resesi ekonomi (1981-1988) terlihat bahwa kontribusi perkembangan teknologi sebesar 34.40 persen, kontribusi pertumbuhan tenaga kerja 30.66 persen, dan kontribusi pertumbuhan kapital sebesar 34.94 persen. Pada fase deregulasi dan debirokratisasi (1989-1996) terlihat bahwa kontribusi pertumbuhan kapital mulai menunjukkan dominasinya, dengan kontribusi sebesar 65.41 persen, dan diikuti oleh kontribusi perkembangan teknologi (24.08 persen) dan kontribusi pertumbuhan tenaga kerja (10.51 persen). Pada fase krisis multidimensi (1997-2001) terlihat kontribusi perkembangan teknologi meningkat menjadi 29.87 persen, sedangkan kontribusi pertumbuhan tenaga kerja menurun drastis menjadi 4.45 persen, dan kontribusi pertumbuhan kapital masih yang tertinggi sebesar 65.68 persen. Pada fase kebangkitan ekonomi (2002-2007) terlihat bahwa kontribusi perkembangan teknologi masih terus menunjukkan peningkatan, tercatat sebesar 40.83 persen, sebaliknya kontribusi pertumbuhan kapital mengalami penurunan menjadi sebesar 53.09 persen, dan kontribusi pertumbuhan tenaga kerja tetap masih rendah yaitu sebesar 6.08 persen. Di lima tahun terakhir, fase krisis keuangan eropa (20082012), kontribusi perkembangan teknologi menurun tajam, yang hanya memberikan kontribusi sebesar 22.61 persen. Sebaliknya, pertumbuhan kapital menunjukkan dominasinya dengan memberikan kontribusi sebesar 69.10 persen terhadap pertumbuhan ekonomi. Kontribusi pertumbuhan tenaga kerja masih yang terendah dengan kontribusi sebesar 8.29 persen. Tabel 6 Perbandingan perkembangan teknologi dan kontrubusi terhadap pertumbuhan ekonomi di negara-negara Asia tahun 1980-2000 Negara

Perkembangan Teknologi (%)

ASEAN Malaysia 1.29 Philippines -0.37 Singapore 0.78 Thailand 1.00 Indonesia (penelitian ini) 0.87 Non ASEAN India 2.08 Iran 0.47 Japan 1.78 Republic of China 1.85 Republic of Korea 1.82 Sumber: Asian Productivity Organization, 2004

Kontribusi Perkembangan Teknologi Terhadap Pertumbuhan Ekonomi (%)

25.95 14.68 10.95 16.91 30.48 40.80 17.96 94.00 25.24 25.26

38 Perbandingan besaran perkembangan teknologi selama periode tahun 19802000 beberapa negara di Asia ditunjukkan pada tabel 6. Selama kurun waktu tahun 1980-2000, perkembangan teknologi yang cukup tinggi ditunjukkan oleh negara India (2.08 persen), disusul China (1.85 persen), Korea (1.82 persen), dan Jepang (1.78 persen). Keempat negara tersebut dijuluki sebagai macan asia pada era sekarang, sedangkan Indonesia yang juga sempat dijuluki sebagai macan asia pada era 90-an hanya berada di bawah Malaysia. Besaran perkembangan teknologi Malaysia tercatat sebesar 1.29 persen, di atas Indonesia yang hanya sebesar 0.87 persen. Perlambatan justru ditunjukkan oleh negara Philipina, yang melambat sebesar 0.37 persen. Laporan Asian Productivity Organization (APO) menyebutkan bahwa perkembangan teknologi yang negatif lebih dikarenakan adanya pergerakan modal terhadap sektor nontradable serta melonjaknya arus modal asing yang juga diperparah apresiasi mata uang lokal berkepanjangan. Selain itu juga disebabkan dampak dari berbagai reformasi kebijakan ekonomi, kualitas pendidikan dan ketrampilan yang menurun dari waktu ke waktu, serta efisiensi pendidikan yang memburuk. Philipina memiliki salah satu angka tertinggi lulusan perguruan tinggi di daerah, akan tetapi juga memiliki paling sedikit lulusan yang mengkhususkan diri dalam ilmu pengetahuan dan teknologi. Meningkatnya jumlah penduduk Philipina yang bekerja di luar negeri (brain drain) menyebabkan kerugian produktivitas dalam perekonomian domestik. Kontribusi perkembangan teknologi negara Jepang mendominasi pertumbuhan ekonomi negara tersebut dengan persentase sebesar 94 persen. Kontribusi tersebut merupakan yang tertinggi jika dibandingkan dengan negaranegara di Asia lainnya. Perkembangan teknologi India juga memberikan kontribusi yang besar terhadap pertumbuhan ekonominya yaitu sebesar 40.80 persen. Di Indonesia, perkembangan teknologi mampu memberikan kontribusi pertumbuhan ekonomi sebesar 30.48 persen atau hampir sepertiganya. Tabel 7 memperlihatkan perbadingan besaran perkembangan teknologi Indonesia dengan negara-negara di Eropa dan juga dengan Amerika Serikat selama dua periode waktu. Perkembangan teknologi di negara-negara Eropa khususnya negara maju dan Amerika pada dua periode waktu yang berbeda, tahun 1994-2005 dan 2000-2005, menunjukkan bahwa besaran perkembangan teknologi pertumbuhannya cukup stabil. Sangat berbeda dengan di Indonesia yang pertumbuhan dari perkembangan teknologi cukup berfluktuasi. Perkembangan teknologi di negara-negara maju cukup tinggi dan stabil karena dilandasi akar dan kemandirian yang kuat, serta adanya modal atau investasi yang besar dalam pelaksanaan riset pengembangan dan penemuan teknologi-teknologi baru khususnya bidang industri. Selain itu, dukungan dari pemerintah juga cukup berperan, baik dalam penetapan kebijakan-kebijakan maupun pengandaan pelatihan-pelatihan kerja. Kasus di negara-negara berkembang seperti di Indonesia adalah masih rendahnya modal dan investasi, pendidikan dan skill pekerja yang masih rendah, serta kurangnya dukungan dari pemerintah.

39 Tabel 7 Perbandingan perkembangan teknologi beberapa negara-negara di benua Eropa Perkembangan Teknologi (%)

Negara 1994-2005

2000-2005

1.30 1.70 Austria 1.10 1.40 Belgium 1.20 1.50 France 0.90 1.20 Germany 2.70 2.20 Greece 1.50 1.90 Denmark 1.90 2.50 Finland 3.20 4.10 Ireland 2.00 2.40 Norway 2.20 2.70 Sweden 2.10 2.40 United Kingdom 6.00 6.50 Albania 4.10 2.20 Bulgaria 3.00 3.90 Croatia 2.30 1.70 Czech Republic 6.60 6.10 Estonia 3.90 3.60 Hungary 6.90 6.30 Latvia 7.80 5.10 Lithuania 3.40 4.60 Poland 5.10 3.80 Romania 6.10 1.80 Russia 3.10 3.30 Slovenia 2.50 2.30 United States -1.42 1.17 Indonesia (penelitian ini)* Sumber: Burda dan Severgnini, Humboldt-Universität zu Berlin (2009)

Analisis Dampak Perkembangan Teknologi Terhadap Kinerja Perekonomian Indonesia Tahun 1981-2012 Analisis regresi linear berganda dilakukan untuk mengidentifikasi besarnya pengaruh perkembangan teknologi dan variabel kontrol lainnya terhadap kinerja perekonomian di Indonesia. Kinerja perekonomian yang diukur adalah pertumbuhan ekonomi, tingkat pengangguran, dan kemiskinan.

40 Dampak Perkembangan Teknologi Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi berarti perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi dalam masyarakat bertambah dan kemakmuran masyarakat meningkat. Masalah pertumbuhan ekonomi dapat dipandang sebagai masalah makroekonomi dalam jangka panjang. Kemampuan suatu negara untuk menghasilkan barang dan jasa dari satu periode ke periode selanjutnya akan terus meningkat. Kemampuan yang meningkat ini disebabkan faktor-faktor produksi akan selalu mengalami pertambahan dalam jumlah dan kualitasnya. Investasi akan menambah jumlah barang modal. Teknologi yang digunakan menjadi berkembang. Tabel 8 Hasil pengolahan regresi linear berganda pertumbuhan ekonomi Variabel Koefisien Std.Error Statistik-t Prob. Intersep (C) Perkembangan teknologi (A) Kapital per Tenaga Kerja (KPL) R-kuadrat Statistik-F Prob.(Statistik-F)

3.421391 0.484530 0.451794 0.812574 62.86379 0.000000

0.396673 0.113680 0.045948

8.625223 4.262225 9.832665

0.0000 0.0002 0.0000

Sumber: Output hasil pengolahan dengan EViews 6.0 Perkembangan teknologi memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari nilai koefisien perkembangan teknologi dalam model yang sebesar 0.484530 (Tabel 8). Artinya setiap peningkatan perkembangan teknologi sebesar satu persen akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi sebesar 0.5 persen, dengan asumsi variabel lain dianggap tetap atau konstan. Hasil penelitian ini sejalan dengan Tjahjono dan Anugrah (2007) bahwa perkembangan teknologi dapat mendorong laju pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Teknologi telah memegang peranan penting dalam efisiensi produksi output. Perkembangan teknologi ini disebut sebagai efisiensi tenaga kerja yang menggambarkan kondisi pengetahuan masyarakat tentang metode-metode produksi sehingga saat teknologi berkembang maka tingkat efisiensi tenaga kerja juga akan naik. Kuznets (1966) mengemukakan bahwa ciri proses pertumbuhan ekonomi di negara maju salah satunya adalah tingkat kenaikan perkembangan teknologi yang tinggi. Peningkatan teknologi yang dalam hal ini adalah total factor productivity dapat bersumber dari adanya pengembangan sumberdaya manusia, research and development, ketersediaan dan kondisi infrastruktur, hukum dan peraturan, stabilitas politik, kebijakan pemerintah (tercermin dari pengeluaran pemerintah), birokrasi, dan sebagainya. Perkembangan teknologi dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara berkesinambungan dari waktu ke waktu. Adanya perkembangan teknologi dapat meningkatkan output secara langsung melalui fungsi produksi dengan sejumlah kapital dan tenaga kerja tertentu. Perkembangan teknologi juga memungkinkan suatu negara untuk menunjang stok kapital yang lebih besar yang pada gilirannya tingkat output menjadi lebih tinggi. Selain perkembangan teknologi, variabel kapital per tenaga kerja juga signifikan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Variabel rasio kapital per tenaga

41 kerja dapat digunakan untuk melihat pengaruh modal dan tenaga kerja terhadap output. Semakin meningkat rasio kapital per tenaga kerja maka pertumbuhan ekonomi akan semakin tinggi. Nilai koefisien regresi kapital per tenaga kerja sebesar 0.452 berarti bahwa setiap peningkatan rasio kapital per tenaga kerja sebesar 1 persen maka akan menyebabkan pertumbuhan ekonomi akan meningkat sebesar 0,452 persen. Hasil ini juga mengimplikasikan bahwa peningkatan kapital harus lebih besar atau sama dengan peningkatan tenaga kerja agar dapat mendorong laju pertumbuhan output. Pemanfaatan faktor kapital dan tenaga kerja secara efisien dengan mengurangi pemborosan dalam penggunaanya dapat mendorong laju perekonomian. Tenaga kerja Indonesia yang melimpah dan sebagian besar berada pada usia produktif akan menarik investor asing untuk menanamkan investasinya, tetapi bagaimanapun juga kemampuan tenaga kerja tersebut harus ditingkatkan kualitasnya terutama dalam menghadapi diberlakukannya Masyarakat Ekonomi ASEAN pada tahun 2015. Saat Masyarakat Ekonomi ASEAN berlaku, akan diterapkan liberalisasi tenaga kerja profesional seperti dokter, insinyur, akuntan, dan sebagainya; sedangkan tenaga kerja kasar tidak termasuk dalam program liberalisasi tersebut. Tenaga kerja yang besar dalam segi kuantitas tidak saja cukup dalam mendorong laju pertumbuhan ekonomi, tetapi yang tidak kalah penting adalah dari sudut kualitasnya. Peningkatan kualitas SDM dapat dilakukan melalui pendidikan formal maupun non formal, dan dapat diselenggarakan baik oleh pemerintah maupun oleh swasta. Tenaga kerja dengam skills yang tinggi, kapital yang besar dan produktif, serta ditunjang pemanfaatan teknologi yang terus berkembang akan dapat meningkatkan pertumbuhan output ke tingkat yang jauh lebih tinggi. Dampak Perkembangan Teknologi Terhadap Pengangguran Teknologi pada era globalisasi seperti sekarang ini sulit untuk dijauhkan dalam kehidupan sehari-hari. Suatu pekerjaan atau proses produksi akan lebih cepat selesai, akurat, dan efisien dengan menggunakan teknologi. Biaya produksi menjadi berkurang karena lebih efisien dalam pengerjaan. Tabel 9 Hasil pengolahan regresi linear berganda pengangguran Variabel Koefisien Std.Error Statistik-t Intersep (C) Perkembangan teknologi (A) Pertumbuhan Ekonomi (EG) Upah Riil (RW) R-kuadrat Statistik-F Prob.(Statistik-F)

0.535682 0.112918 -0.111181 2.593886 0.835983 47.57149 0.000000

0.274255 0.024015 0.021696 0.318919

1.953228 4.701958 -5.124473 8.133368

Prob. 0.0609 0.0001 0.0000 0.0000

Sumber: Output hasil pengolahan dengan EViews 6.0 Perkembangan teknologi akan meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi. Tingginya pertumbuhan ekonomi diharapkan menurunkan pengangguran ke tingkat yang lebih rendah. Seperti diringkas "hukum Okun" dalam Dornbush (1991) yang menunjukkan hubungan antara perubahan dalam tingkat pertumbuhan ekonomi dan perubahan tingkat pengangguran yaitu bahwa kenaikan

42 1 persen pada tingkat pertumbuhan ekonomi akan menurunkan tingkat pengangguran sebesar 0.3 persen. Berdasarkan hasil pengujian diperoleh bahwa perkembangan teknologi berpengaruh positif dan signifikan terhadap pengangguran. Setiap peningkatan perkembangan teknologi sebesar satu persen akan meningkatkan pengangguran sebesar 0.11 persen, dengan asumsi variabel lain dianggap tetap atau konstan. Hasil pengujian model regresi menunjukkan bahwa di Indonesia adanya perkembangan teknologi akan meningkatkan tingkat pengangguran. Hal ini dapat dijelaskan bahwa pada dasarnya setiap kemajuan teknologi memiliki kecenderungan untuk mengurangi pemakaian faktor-faktor produksi lainnya dalam suatu proses produksi pada tingkat output berapapun. Penggunaan teknologi akan mendorong peningkatan produktivitas dan efisiensi yang lebih tinggi. Menurut Hicks dalam Salvatore (1997), kemajuan teknologi dapat diklasifikasikan menjadi tiga tipe utama yaitu: (i) kemajuan teknologi yang cenderung menghemat tenaga kerja (labor-saving technical progress); (ii) kemajuan teknologi yang menghemat modal (capital-saving technical progress); dan (iii) kemajuan teknologi yang bersifat netral (neutral technical progress). Perkembangan teknologi yang terjadi di Indonesia dapat dikatakan termasuk kedalam klasifikasi pertama yaitu kemajuan teknologi yang cenderung menghemat tenaga kerja. Peningkatan laju perubahan teknologi dapat memiliki efek samping yang mendalam di pasar tenaga kerja. Hal ini dapat meningkatkan tingkat dan durasi rata-rata pengangguran. Perusahaan tidak dapat mempertimbangkan biaya-efektif untuk melatih beberapa jenis pekerja dalam rangka mengikuti perubahan, terutama karyawan yang kurang berpendidikan dan lebih tua. Para pekerja mungkin akan menjadi pengangguran untuk jangka waktu yang lama, dan beberapa dari mereka mungkin tidak akan pernah bekerja lagi. Salah satu contoh penerapan dan pemanfaatan teknologi adalah sektor industri. Sebelum sektor industri memanfaatkan dan menerapkan teknologi, banyak tenaga manusia yang dibutuhkan. Setelah memanfaatkan dan menerapkan teknologi dalam kegiatan industri, perusahaan lebih banyak menggunakan mesinmesin canggih daripada tenaga manusia. Maka terjadi PHK besar-besaran, akibatnya banyak pengangguran, dari banyaknya pengangguran akan timbul masalah kemiskinan. Hampir semua jenis hasil perkembangan teknologi dapat meningkatkan permintaan tenaga kerja di beberapa pasar tenaga kerja (jobs creation) dan menurunkan permintaan tenaga kerja di pasar tenaga kerja lainnya (jobs destruction). Pengenalan proses manufaktur otomatis telah mengakibatkan penurunan permintaan terhadap tenaga kerja terampil dan di lain sisi meningkatkan permintaan untuk kontrol kualitas teknisi dan programmer komputer. Secara umum, perubahan teknologi akan merubah komposisi permintaan tenaga kerja, meningkatkan permintaan untuk beberapa jenis tenaga kerja dan mengurangi permintaan untuk jenis lain tenaga kerja. Apa yang terjadi di Indonesia adalah jobs destruction lebih besar daripada jobs creation. Hasil penelitian ini sejalan dengan Michelacci dan Lopez (2006) yang menyimpulkan bahwa perkembangan teknologi meningkatkan job destruction dan job reallocation serta menurunkan pasar tenaga. Gabriela (2005) juga menyimpulkan bahwa perkembangan teknologi justru menurunkan tenaga kerja yang ada karena adanya perkembangan teknologi justru memberikan shock yang

43 cepat pada job destruction daripada penciptaan lapangan kerja pada teknologi baru. Pengalaman di berbagai negara berkembang menunjukan bahwa adanya campur tangan langsung secara berlebihan, terutama berupa peraturan pemerintah yang terlampau ketat, dalam pasar teknologi asing justru menghambat arus teknologi asing ke negara-negara berkembang. Kurangnya dukungan pemerintah terhadap industri dalam negeri tidak hanya akan menghambat perkembangan teknologi tetapi juga membuat jadi semakin jauh tertinggal berada di bayangbayang negara maju. Dampak lainnya adalah struktur pekerjaan yang ada hanya akan diisi oleh pekerja dengan skill tinggi atau justru diisi oleh pekerja asing. Selain dukungan dari pemerintah, adanya perkembangan teknologi juga harus disertai dengan inovasi-inovasi baru. Kemajuan teknologi pertanian dengan mekanisasi pertanian menyebabkan proses produksi menjadi lebih efisien, output dan produktivitas yang dihasilkan jauh meningkat. Akan tetapi jika tidak disertai dengan inovasi produk-produk pertanian baru maka justru akan menimbulkan pengangguran. Inovasi produk pertanian disamping akan meningkatkan nilai jual output juga akan menciptakan lapangan pekerjaan baru. Pada kenyataannya inovasi berkaitan dengan pertimbangan produk dan proses. Dalam kaitan ini product innovation mengacu pada penciptaan desain produk dan aplikasi teknologi yang dimaksudkan untuk mengembangkan produk baru. Inovasi produk berkaitan dengan strategi diferensiasi yang dilakukan oleh perusahaan baik melalui fitur produk ataupun perluasan produk, sedangkan inovasi proses berkaitan dengan perbaikan proses produksi yang efisien. Dengan adanya teknologi maka perusahaan selalu dapat melakukan perbaikan proses melalui pemanfaatan material, siklus yang lebih pendek, dan strategi untuk menghadapi permintaan. Oleh karena itu agar perkembangan teknologi tidak berdampak negatif pada tenaga kerja, maka diperlukan peran aktif pemerintah. Pemerintah harus membuat kebijakan-kebijakan yang mendukung perkembangan teknologi dalam negeri. Contoh kongkritnya, pemerintah harus mengurangi ketergantungan pada input impor dengan melakukan inovasi-inovasi baru untuk dapat memanfaatkan sumber daya dalam negeri. Selain itu pemerintah juga harus mengalokasikan lebih banyak sumber daya yang ada untuk mengembangkan riset dan pengembangan (Research and Development) yang diiringi dengan pelatihan-pelatihan pekerja. Upah riil juga memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap pengangguran di Indonesia selain perkembangan teknologi. Hal ini dapat dilihat dari nilai koefisien upah riil dalam model yang sebesar 2.5939. Artinya setiap peningkatan upah riil sebesar satu juta rupiah akan meningkatkan pengangguran sebesar 2.5939 persen, atau dengan pengertian lain peningkatan upah riil sebesar seratus ribu rupiah akan meningkatkan pengangguran sebesar 0.26 persen, dengan asumsi variabel lain dianggap tetap atau konstan. Pembangunan ekonomi di negara-negara berkembang seperti Indonesia, ketenagakerjaan merupakan masalah yang rumit dan lebih serius termasuk masalah upah pekerja. Upah bagi pekerja merupakan pendapatan, sedangkan bagi perusahaan merupakan suatu beban (biaya), sehingga wajar saja jika pekerja menghendaki upah yang tinggi, melalui serikat pekerja mereka dapat menuntut kenaikan tingkat kesejahteraan. Sedangkan perusahaan akan menekan beban (biaya) produksi serendah-rendahnya. Hal ini mengimplikasikan bahwa

44 pemerintah harus berhati-hati dalam memilih dan menerapkan bentuk-bentuk kebijakan berkaitan penetapan upah minimum. Kenaikan upah minimum yang cepat di Indonesia telah mendorong perusahaan-perusahaan untuk menggunakan lebih banyak mesin (pemanfaatan teknologi) dan tenaga kerja terampil dalam proses produksi. Hal ini menyebabkan pengangguran bagi tenaga kerja tidak terampil, khususnya pekerja perempuan, usia muda, dan kurang terdidik. Adanya kenaikan upah minimum maka perusahaan akan mengubah proses produksi yang padat tenaga kerja dengan proses produksi yang lebih padat modal dan lebih menuntut ketrampilan. Keterkaitan antara modal dan keterampilan menyebabkan proporsi pekerja terdidik/terampil menjadi lebih tinggi yang menandakan adanya pemanfaatan teknologi yang lebih padat modal. Pemerintah harus dapat mengendalikan tuntutan kenaikan pendapatan pekerja untuk menghindari kenaikan biaya produksi yang berlebihan. Jika tingkat upah sesuai dengan mekanisme pasar maka investor akan meningkatkan outputnya karena turunnya biaya produksi termasuk biaya faktor produksi tenaga kerja. Hal ini akan berdampak meningkatnya aggregat supply yang secara perlahan akan mereduksi pengangguran sehingga perekonomian dapat mendekati kondisi full employment (tingkat pengangguran kurang dari 4 persen). Namun pada saat kesejahteraan pekerja masih rendah, kebijakan seperti ini juga kurang efektif. Hal yang lebih realistis dilakukan adalah dengan menetapkan upah minimum sewajarnya yang diikuti dengan peningkatan skill pekerja agar produktivitasnya meningkat sebanding dengan kenaikan upah minimum. Dampak Perkembangan Teknologi Terhadap Kemiskinan Masalah kemiskinan tidak hanya menjadi permasalahan suatu negara tetapi sudah menjadi masalah global serta merupakan salah satu target dari Millenium Development Goals (MDGs). Pemerintah Indonesia sudah meluncurkan berbagai program pengentasan kemiskinan untuk mengurangi jumlah penduduk miskin antara lain: Bantuan Langsung Tunai (BLT), Beras untuk Rakyat Miskin (Raskin), Jaminan Kesehatan untuk Rakyat Miskin (Jamkeskin), Program Perlindungan Sosial (PPLS), dan lain-lain. Kebijakan ini merupakan strategi pemerintah agar pertumbuhan ekonomi yang dicapai sebagian bisa dinikmati oleh penduduk miskin (Pro-Poor Growth). Tabel 10 Hasil pengolahan regresi linear berganda kemiskinan Variabel Koefisien Std.Error Statistik-t Intersep (C) Perkembangan teknologi (A) Pertumbuhan Ekonomi (EG) Upah Riil (RW) R-kuadrat Statistik-F Prob.(Statistik-F)

3.510043 0.008498 -0.029836 -0.778325 0.500521 9.352814 0.000190

0.160172 0.015090 0.014532 0.252242

21.91428 0.563172 -2.053135 -3.085624

Prob. 0.0000 0.5778 0.0495 0.0045

Sumber: Output hasil pengolahan dengan EViews 6.0 Kaitannya dengan perkembangan teknologi yang terus berkembang dari waktu ke waktu menuntut adanya sumber daya manusianya (SDM) yang tinggi.

45 Masalah kemiskinan di Indonesia erat sekali hubungannya dengan rendahnya sumber daya manusia. Adanya perkembangan teknologi akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang pada gilirannya diharapkan dapat menurunkan angka pengangguran. Jika pengangguran dapat ditekan maka angka kemiskinan juga akan menjadi turun. Berdasarkan model regresi terbaik yang didapat bahwa adanya perkembangan teknologi tidak berdampak secara signifikan terhadap kemiskinan di Indonesia. Variabel yang secara signifikan berpengaruh terhadap kemiskinan di Indonesia adalah pertumbuhan ekonomi dan upah riil selain faktor-faktor lain di luar model. Hasil penelitian ini sejalan dengan Quibria dan Tschang (2001) bahwa perkembangan teknologi berdampak terhadap pertumbuhan ekonomi, akan tetapi tidak berpengaruh signifikan terhadap kemiskinan. Perkembangan teknologi berpengaruh terhadap kemiskinan secara tidak langsung. Pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap kemiskinan dapat dilihat dari nilai koefisien parameternya yang sebesar -0.0298. Hal ini berarti bahwa peningkatan pertumbuhan ekonomi sebesar 1 persen akan mengurangi jumlah penduduk miskin sebesar 0.0298 persen dengan asumsi pengaruh variabel lain konstan. Pengaruh pertumbuhan dengan kemiskinan ini dikenal melalui proses trickle down effect yaitu pertumbuhan ekonomi diyakini akan memperluas penciptaan lapangan kerja, membuka peluang-peluang ekonomi dan menumbuhkan kondisi yang menyebabkan pemerataan distribusi hasil pertumbuhan ekonomi dan sosial, sehingga pada akhirnya pertumbuhan ekonomi mampu menurunkan kemiskinan dan meningkatkan taraf hidup masyarakat. Berbagai kebijakan pembangunan ekonomi seharusnya diterapkan dengan mempertimbangkan kepentingan seluruh elemen masyarakat, agar seluruh elemen masyarakat dapat berperan aktif dalam proses pertumbuhan ekonomi termasuk penduduk miskin. Peningkatan peran serta penduduk miskin dapat dilakukan dengan lebih memberdayakan penduduk miskin melalui perbaikan sumber daya manusia (pendidikan dan kesehatan) dan peningkatan akses terhadap sumber daya faktor produksi. Selain pertumbuhan ekonomi, upah riil juga merupakan variabel yang signifikan mempengaruhi kemiskinan. Adanya peningkatan upah riil dapat menurunkan angka kemiskinan di Indonesia. Peningkatan upah riil berarti terdapat peningkatan daya beli riil yang dialami oleh para pekerja di Indonesia dengan upah minimum yang lebih tinggi daripada batas garis kemiskinan. Rumahtangga memerlukan penghasilan yang cukup guna memenuhi kebutuhan dasar seperti: pangan, papan, sandang, serta pendidikan.

46

6 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 1. Hasil estimasi Total Factor Productivity menunjukkan bahwa selama rentang waktu tahun 1981-2012, rata-rata perkembangan teknologi di Indonesia adalah sebesar 0.87 persen per tahun. 2. Perkembangan teknologi memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap pertumbuhan ekonomi yaitu sebesar 30.48 persen. Perkembangan teknologi menempati urutan kedua penyumbang pertumbuhan ekonomi di Indonesia setelah pertumbuhan kapital. 3. Perkembangan teknologi berpengaruh terhadap kinerja perekonomian di Indonesia yang diukur melalui pertumbuhan ekonomi, pengangguran, dan kemiskinan. Adanya perkembangan teknologi cukup signifikan dalam memacu pertumbuhan ekonomi di Indonesia, akan tetapi di lain sisi justru merubah komposisi tenaga kerja dan meningkatkan pengangguran. Walaupun perkembangan teknologi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kemiskinan, namun perlu diwaspadai bahwa kemajuan teknologi dapat memperparah kemiskinan di Indonesia jika tidak disertai skill dan sumber daya manusia penduduknya. Saran Hasil penelitian yang telah dikemukakan diharapkan dapat membuka mata pemerintah tentang arti pentingnya perkembangan teknologi pada era globalisasi dan keterbukaan ekonomi. Oleh sebab itu, perlu ada tindakan nyata dari pemerintah untuk melakukan kebijakan-kebijakan yang beorientasi pengembangan teknologi dalam negeri guna meningkatkan produktivitas, antara lain: 1. Pemerintah harus berperan aktif dalam pengembangan teknologi agar tidak jauh tertinggal dengan negara-negara maju. Modal dan investasi yang besar sangat dibutuhkan dalam pelaksanaan riset pengembangan dan penemuan teknologi atau inovasi baru. Tidak sebatas itu, kerjasama dengan perusahaan multinasional juga sangat dibutuhkan. 2. Mengurangi ketergantungan pada input impor dengan melakukan inovasiinovasi baru untuk dapat memanfaatkan sumber daya dalam negeri. 3. Angkatan kerja Indonesia yang melimpah namun produktivitasnya kurang memerlukan kebijakan dalam rangka peningkatan kualitas tenaga kerja. Hal ini dapat dilakukan antara lain dengan meningkatkan mutu pendidikan formal sebelum memasuki jenjang pekerjaan, meningkatkan mutu SDM dan skills melalui kursus-kursus dan pelatihan-pelatihan pekerja (jobs training). 4. Perkembangan teknologi akan berbeda di masing-masing sektor ekonomi. Oleh karena itu penelitian selanjutnya disarankan untuk membagi menjadi sektor-sektor ekonomi, sehingga kebijakan yang diambil akan menjadi tepat.

47

DAFTAR PUSTAKA [APO] Asian Productivity Organization. 2004. Total Factor Productivity Growth: Survey Report. Tokyo (JPN): APO [BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Indikator Pasar Tenaga Kerja Indonesia Tahun 2012. BPS, Jakarta. ________. 2012. Statistik Indonesia 2012. BPS, Jakarta. [Bappenas] Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. 2010. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2010-2014. Jakarta (ID): Bappenas Blanchard O. 2011. Macroeconomics Fifth Edition. Pearson, Boston USA. Burda M.C, Severgnini B. 2009. TFP Growth in Old and New Europe. Economic Risk Discussion Paper. Vol.33, June 2009. Dornbush R, Fischer S, Startz R. 1991. Makroekonomi. Edisi Keempat. Jakarta (ID): penerbit Erlangga Frankema E, Lindblad JT. 2006. Technological Development and Economic Growth in Indonesia and Thailand Since 1950. ASEAN Economic Bulletin. Vol.23, No.3, December 2006, pp 303-324. Gabriela M.L. 2005. Total Factor Productivity Growth and Employment: A Simultaneous Equations Model Estimate. Universita degli Studi de Cagliari and Crenos, July 2005. Kuznets, S. 1973. Modern Economic Growth: Findings and Reflections. The American Economic Review. Vol.63, No.3, June 1973, pp 247-258. Liu C. 2001. Total Factor Productivity Change and Poverty Reduction in China: Experiences from Three Counties. China National Forestry Economics and Development Research Center. Lucas, R.E. 1988. On The Mechanics of Economic Development. Journal of Monetary Economics, Vol. 22(1):3-42. Mahyuddin. 2006. Analisis Pasar Tenaga Kerja dan Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Sulawesi Selatan [tesis]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Mankiw N.G. 2007. Makroekonomi. Edisi Keenam. Fitria Liza dan Imam Nurmawan (penerjemah). Erlangga, Jakarta. Michelacci C, Lopez-Salido D. 2007. Technology Shocks and Job Flows. Review of Economic Studies. Vol.74, January 2007, pp 1195-1227. Miles D, Scott A. 2005. Macroeconomics Understanding The Wealth of Nations. John Wiley & Sons, Ltd. England Mouhammed A.H. 2012. Unemployment and Productivity in the American Economy. Journal of Applied Business and Economics, Prince Sultan University KSA, Vol. 13, No. 4, pp 52-58. Mutagwaba W, Mwaipopo-Ako R, Mlaki A. 1997. The Impact of Technology on Poverty Alleviation. Research on Poverty Alleviation. Research Report No. 97.2 Pasay N, 1991. Perkembangan Teori Produktivitas Hingga Kini: Suatu Persilangan Antara Teori Dan Empiri. Lembaga Penerbit FEUI. Jakarta. Pissarides C.A., Vallanti G. 2007. The Impact of TFP Growth on Steady-state Unemployment. International Economic Review. Vol.48, No.2, May 2007, pp 607-640.

48 Prihawantoro S., Hutapea R., Suryawijaya I. 2012. Peranan Teknologi dalam Pertumbuhan Ekonomi Indonesia: Pendekatan Total Factor Productivity. BPPT, Jakarta. Romer D. 2006. Advanced Macroeconomics. New York (US): The Mc Graw-Hill Companies. Romer P.M. 1986. Increasing Returns and Long-Run Growth. The Journal of Political Economy, Vol. 94(5):1002-1037. Salvatore D. 1997. International Economics Third Edition. New York (US): The Mc Graw-Hill Companies. Sen AK. 2000. Development as Freedom. New York: Alfred A. Knopf, Inc. Quibria M.G, Tschang T. 2001. Information and Communication Technology and Poverty: An Asian Perspective. ADB Institute Working Paper Series. No. 12, January 2001. Tambunan T.T.H. 2011. Perekonomian Indonesia Kajian Teoritis dan Analisis Empiris. Ghalia Indonesia, Bogor. Tjahjono E.D., Anugrah D.F. 2007. Pertumbuhan TFP dan Pengembangan Efisiensi Produksi. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan. Oktober 2007. Todaro M.P., Smith S.C. 2006. Pembangunan Ekonomi. Jilid I Edisi Kesembilan. Haris Munandar (penerjemah). Erlangga, Jakarta. ________. 2006. Pembangunan Ekonomi. Jilid II Edisi Kesembilan. Andri Yelvi (penerjemah). Erlangga, Jakarta. Van der Eng P. 2010. The Sources of Long-term Economic Growth in Indonesia, 1880-2007. Explorations in Economic History. Vol.47, No.3, July 2010, pp 294-309. Vial V. 2005. Total Factor Productivity Growth in Indonesian Manufacturing, 1975-1995: Issues in Measurement. Economic-institute of Université de Nice Sophia Antipolis. Warr P. 2009. Poverty Reduction through Long-term Growth: The Thai Experience. Asian Economic Papers. Vol. 8, No. 2, June 2009, pp 51-76.

49

LAMPIRAN

50 Lampiran 1 Data Penelitian PDB Konstan (Milyar)

Bekerja (ribu)

PDB Berlaku (Milyar) 48 913.5

495 379.5

1981

58 421.3

1982

62 646.5

1983

Upah/Gaji Bersih

PMTB Konstan (Juta)

51 041.0

36 882

99 861 110.2

8.72

535 744.0

52 421.0

39 751

112 707 206.4

8.15

541 659.0

54 294.0

45 136

119 610 619.7

1.10

77 622.8

587 428.7

56 238.0

47 953

124 255 190.6

8.45

1984

89 885.1

629 560.0

58 254.0

54 536

116 800 553.5

7.17

1985

96 996.8

651 453.2

60 435.5

59 874

125 206 081.3

3.48

1986

102 682.6

690 309.2

65 655.0

63 285

136 726 601.3

5.96

1987

124 816.9

726 895.6

67 878.4

68 390

144 245 436.4

5.30

1988

149 669.3

773 094.8

70 643.3

71 344

160 846 307.1

6.36

1989

179 581.8

843 328.2

70 743.6

77 164

184 839 789.6

9.08

1990

210 866.3

919 241.0

73 437.0

89 677

214 557 440.1

9.00

1991

249 968.6

1 001 309.0

74 229.3

101 651

242 236 256.2

8.93

1992

282 394.9

1 073 608.5

76 214.3

115 951

250 921 099.5

7.22

1993

329 776.1

1 151 488.9

77 042.3

143 493

267 480 916.3

7.25

1994

382 219.7

1 238 312.0

80 042.3

157 343

304 274 810.6

7.54

1995

454 514.1

1 342 285.1

78 322.2

188 323

346 857 666.5

8.40

1996

532 568.0

1 444 873.0

83 552.4

207 108

397 201 964.5

7.64

TAHUN 1980

Pert. Ekonomi

1997

627 695.4

1 512 780.2

85 047.0

241 837

431 234 211.6

4.70

1998

955 753.5

1 314 201.7

87 672.4

282 251

288 891 781.3

-13.13

1999

1 099 731.6

1 324 598.8

88 816.9

346 950

236 326 616.0

0.79

2000

1 389 769.9

1 389 769.9

89 837.7

430 197

275 881 200.0

4.92

2001

1 646 322.0

1 440 405.7

90 807.4

530 993

293 792 700.0

3.64

2002

1 821 833.4

1 505 216.4

91 647.2

599 769

307 584 600.0

4.50

2003

2 013 674.6

1 577 171.3

90 784.9

678 653

309 431 050.0

4.78

2004

2 295 826.3

1 656 516.8

93 722.0

729 516

354 865 740.0

5.03

2005

2 774 281.2

1 750 815.2

94 948.1

719 563

393 500 500.0

5.69

2006

3 339 216.8

1 847 126.7

95 456.9

759 999

403 719 237.1

5.50

2007

3 950 893.2

1 964 327.3

99 930.2

908 834

441 361 534.0

6.35

2008

4 948 688.4

2 082 456.1

102 552.8

976 923

493 822 330.0

6.01

2009

5 606 203.4

2 178 850.4

104 870.7

1 103 234

510 085 930.0

4.63

2010

6 436 270.8

2 313 838.0

108 207.8

1 206 054

553 347 700.0

6.20

2011

7 427 086.1

2 463 242.0

109 670.4

1 342 594

602 146 710.0

6.46

2012

8 243 053.9

2 617 237.3

110 810.0

1 580 882

660 900 000.0

6.23

51 Lampiran 2 Estimasi Total Factor Productivity

TAHUN

LIS

1980 1981 1982 1983 1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012

0.75 0.68 0.72 0.62 0.61 0.62 0.62 0.55 0.48 0.43 0.43 0.41 0.41 0.44 0.41 0.41 0.39 0.39 0.30 0.32 0.31 0.32 0.33 0.34 0.32 0.26 0.23 0.23 0.20 0.20 0.19 0.18 0.19

ALIS

KIS

AKIS

KG

AKG

LG

ALG

TFP

0.72 0.70 0.67 0.61 0.61 0.62 0.58 0.51 0.45 0.43 0.42 0.41 0.42 0.42 0.41 0.40 0.39 0.34 0.31 0.31 0.32 0.33 0.33 0.33 0.29 0.24 0.23 0.21 0.20 0.19 0.18 0.19

0.25 0.32 0.28 0.38 0.39 0.38 0.38 0.45 0.52 0.57 0.57 0.59 0.59 0.56 0.59 0.59 0.61 0.61 0.70 0.68 0.69 0.68 0.67 0.66 0.68 0.74 0.77 0.77 0.80 0.80 0.81 0.82 0.81

0.28 0.30 0.33 0.39 0.39 0.38 0.42 0.49 0.55 0.57 0.58 0.59 0.58 0.58 0.59 0.60 0.61 0.66 0.69 0.69 0.68 0.67 0.67 0.67 0.71 0.76 0.77 0.79 0.80 0.81 0.82 0.81

12.10 5.94 3.81 -6.19 6.95 8.80 5.35 10.89 13.90 14.91 12.13 3.52 6.39 12.89 13.10 13.55 8.22 -40.06 -20.08 15.48 6.29 4.59 0.60 13.70 10.33 2.56 8.91 11.23 3.24 8.14 8.45 9.31

3.42 1.78 1.26 -2.40 2.70 3.37 2.24 5.31 7.60 8.54 7.09 2.08 3.69 7.43 7.69 8.11 5.04 -26.43 -13.95 10.64 4.30 3.09 0.40 9.22 7.35 1.94 6.87 8.83 2.60 6.58 6.90 7.58

2.67 3.51 3.52 3.52 3.68 8.28 3.33 3.99 0.14 3.74 1.07 2.64 1.08 3.82 -2.17 6.46 1.77 3.04 1.30 1.14 1.07 0.92 -0.95 3.18 1.30 0.53 4.58 2.59 2.24 3.13 1.34 1.03

1.91 2.46 2.35 2.16 2.25 5.11 1.94 2.05 0.06 1.60 0.45 1.08 0.46 1.62 -0.90 2.60 0.69 1.03 0.40 0.36 0.34 0.30 -0.31 1.04 0.38 0.13 1.05 0.55 0.44 0.60 0.25 0.19

2.81 -3.14 4.84 7.41 -1.47 -2.52 1.12 -1.00 1.42 -1.13 1.39 4.06 3.11 -1.51 1.60 -3.06 -1.03 12.27 14.35 -6.08 -1.00 1.11 4.70 -5.23 -2.03 3.43 -1.58 -3.37 1.59 -0.98 -0.69 -1.54

52 Lanjutan Lampiran 2 Pangsa Pangsa Pangsa TAHUN Pertumbuhan Pertumbuhan Pertumbuhan Kapital Tenaga Kerja TFP 1980 1981 1982 1983 1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012

42.00 24.14 14.92 20.04 42.03 30.66 42.21 63.55 83.69 75.78 79.37 28.85 50.85 70.39 75.45 58.90 74.65 66.52 48.62 62.32 76.28 68.73 7.38 59.51 75.32 35.26 72.36 69.23 56.21 80.58 58.08 81.40

23.48 33.34 27.86 18.01 35.07 46.45 36.58 24.47 0.71 14.18 5.00 14.94 6.30 15.32 8.80 18.85 10.17 2.60 1.38 2.09 6.02 6.67 5.82 6.73 3.84 2.37 11.03 4.34 9.52 7.37 18.16 2.07

34.52 42.52 57.23 61.95 22.90 22.89 21.21 11.99 15.60 10.04 15.63 56.21 42.85 14.29 15.75 22.25 15.19 30.88 50.00 35.59 17.70 24.60 86.80 33.76 20.84 62.38 16.61 26.43 34.28 12.05 23.76 16.53

53 Lampiran 3 Output regresi linear berganda dampak perkembangan teknologi terhadap pertumbuhan ekonomi EG = 3.421391 + 0.484530*A + 0.451794*KPL

Null Hypothesis: EG has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=8)

Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level

t-Statistic

Prob.*

-4.090284 -3.653730 -2.957110 -2.617434

0.0033

t-Statistic

Prob.*

-4.483593 -4.284580 -3.562882 -3.215267

0.0062

t-Statistic

Prob.*

-3.958048 -3.661661 -2.960411 -2.619160

0.0048

*MacKinnon (1996) one-sided p-values.

Null Hypothesis: A has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=7)

Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.

Null Hypothesis: KPL has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=7)

Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.

54 Lanjutan Lampiran 3 Dependent Variable: EG Method: Least Squares Date: 07/25/13 Time: 06:38 Sample (adjusted): 1981 2012 Included observations: 32 after adjustments Variable

Coefficient

Std. Error

t-Statistic

Prob.

C A KPL

3.421391 0.484530 0.451794

0.396673 0.113680 0.045948

8.625223 4.262225 9.832665

0.0000 0.0002 0.0000

R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)

0.812574 0.799648 1.764484 90.28872 -62.00246 62.86379 0.000000

Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat

5.416935 3.942038 4.062654 4.200066 4.108202 1.943661

10

Series: Residuals Sample 1981 2012 Observations 32

8

6

4

2

Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis

7.70e-16 -0.119680 4.544521 -3.019051 1.706616 0.679764 3.403527

Jarque-Bera Probability

2.681533 0.261645

0 -4

-3

-2

-1

0

1

2

3

4

5

Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic Obs*R-squared

0.496708 1.135599

Prob. F(2,27) Prob. Chi-Square(2)

0.6140 0.5668

Heteroskedasticity Test: Breusch-Pagan-Godfrey F-statistic Obs*R-squared Scaled explained SS

2.406016 4.554149 4.494923

Prob. F(2,29) Prob. Chi-Square(2) Prob. Chi-Square(2)

0.1080 0.1026 0.1057

55 Lampiran 4 Output regresi linear berganda dampak perkembangan teknologi terhadap pengangguran U = 0.535682 + 0.112918*A - 0.111181*EG + 2.593886*RW Null Hypothesis: U has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=7)

Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level

t-Statistic

Prob.*

-4.968608 -3.661661 -2.960411 -2.619160

0.0003

t-Statistic

Prob.*

-4.433359 -3.661661 -2.960411 -2.619160

0.0014

t-Statistic

Prob.*

-4.090284 -3.653730 -2.957110 -2.617434

0.0033

t-Statistic

Prob.*

-3.592726 -4.339330 -3.587527 -3.229230

0.0495

*MacKinnon (1996) one-sided p-values.

Null Hypothesis: A has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=7)

Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values. Null Hypothesis: EG has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=8)

Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.

Null Hypothesis: RW has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 4 (Automatic based on AIC, MAXLAG=7)

Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.

56 Lanjutan Lampiran 4 Dependent Variable: U Method: Least Squares Date: 07/25/13 Time: 06:13 Sample (adjusted): 1981 2012 Included observations: 32 after adjustments Variable

Coefficient

Std. Error

t-Statistic

Prob.

C A EG RW

0.535682 0.112918 -0.111181 2.593886

0.274255 0.024015 0.021696 0.318919

1.953228 4.701958 -5.124473 8.133368

0.0609 0.0001 0.0000 0.0000

R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)

0.835983 0.818410 0.256796 1.846433 0.233651 47.57149 0.000000

Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat

1.522042 0.602618 0.235397 0.418614 0.296128 1.691369

7

Series: Residuals Sample 1981 2012 Observations 32

6 5 4 3 2 1

Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis

-2.84e-16 0.003496 0.456172 -0.479019 0.244054 0.025964 2.479671

Jarque-Bera Probability

0.364585 0.833358

0 -0.4

-0.2

-0.0

0.2

0.4

Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic Obs*R-squared

1.509604 3.329334

Prob. F(2,26) Prob. Chi-Square(2)

0.2397 0.1893

Heteroskedasticity Test: Breusch-Pagan-Godfrey F-statistic Obs*R-squared Scaled explained SS

1.288869 3.882792 2.199356

Prob. F(3,28) Prob. Chi-Square(3) Prob. Chi-Square(3)

0.2976 0.2744 0.5321

57 Lampiran 5 Output regresi linear berganda dampak perkembangan teknologi terhadap kemiskinan POV = 3.510043 - 0.029836*EG - 0.778325*RW Null Hypothesis: POV has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=7)

Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level

t-Statistic

Prob.*

-3.243419 -3.661661 -2.960411 -2.619160

0.0268

t-Statistic

Prob.*

-4.483593 -4.284580 -3.562882 -3.215267

0.0062

t-Statistic

Prob.*

-4.040899 -4.273277 -3.557759 -3.212361

0.0172

t-Statistic

Prob.*

-3.592726 -4.339330 -3.587527 -3.229230

0.0495

*MacKinnon (1996) one-sided p-values. Null Hypothesis: A has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=7)

Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.

Null Hypothesis: EG has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=8)

Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.

Null Hypothesis: RW has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 4 (Automatic based on AIC, MAXLAG=7)

Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.

58 Lanjutan Lampiran 5 Dependent Variable: POV Method: Least Squares Date: 07/25/13 Time: 08:40 Sample (adjusted): 1981 2012 Included observations: 32 after adjustments Variable

Coefficient

Std. Error

t-Statistic

Prob.

C A EG RW

3.510043 0.008498 -0.029836 -0.778325

0.165305 0.014475 0.013077 0.192226

21.23371 0.587092 -2.281507 -4.049002

0.0000 0.5618 0.0303 0.0004

R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)

0.500521 0.447006 0.154782 0.670808 16.43409 9.352814 0.000190

Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat

2.854687 0.208142 -0.777131 -0.593914 -0.716399 0.628724

7

Series: Residuals Sample 1981 2012 Observations 32

6 5 4 3 2 1

Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis

2.40e-16 -0.014090 0.367157 -0.242805 0.147102 0.456367 2.630388

Jarque-Bera Probability

1.292927 0.523895

0 -0.2

-0.1

-0.0

0.1

0.2

0.3

0.4

Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic Obs*R-squared

13.21154 16.12913

Prob. F(2,26) Prob. Chi-Square(2)

0.0001 0.0003

Heteroskedasticity Test: Breusch-Pagan-Godfrey F-statistic Obs*R-squared Scaled explained SS

3.087414 7.954210 4.964484

Prob. F(3,28) Prob. Chi-Square(3) Prob. Chi-Square(3)

0.0432 0.0470 0.1744

59 Lanjutan Lampiran 5 Dependent Variable: POV Method: Least Squares Date: 07/25/13 Time: 08:43 Sample (adjusted): 1981 2012 Included observations: 32 after adjustments Newey-West HAC Standard Errors & Covariance (lag truncation=3) Variable

Coefficient

Std. Error

t-Statistic

Prob.

C A EG RW

3.510043 0.008498 -0.029836 -0.778325

0.160172 0.015090 0.014532 0.252242

21.91428 0.563172 -2.053135 -3.085624

0.0000 0.5778 0.0495 0.0045

R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)

0.500521 0.447006 0.154782 0.670808 16.43409 9.352814 0.000190

Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat

2.854687 0.208142 -0.777131 -0.593914 -0.716399 0.628724

60

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Hery Ferdinan, dilahirkan di Sleman pada tanggal 27 Februari 1982 dari pasangan Sukirman Saeno dan Sutarti. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Penulis menikah dengan Ika Maylasari, dan dikaruniai satu orang putri bernama Fadia Khaylila Nurazizah. Penulis mengikuti pendidikan di SDN Rejowinangun Utara 5 Magelang pada tahun 1988 sampai dengan tahun 1994, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 8 Magelang pada tahun 1994 sampai dengan tahun 1997, dan Sekolah Menengah Umum Negeri 2 Magelang pada tahun 1997 sampai dengan tahun 2000. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Tinggi Ilmu Statistik Jakarta Jurusan Statistik Kependudukan pada tahun 2000 sampai dengan tahun 2004. Sejak Desember 2004 penulis bekerja di BPS Kabupaten Tanah Datar Propinsi Sumatera Barat. Penulis diamanahi jabatan sebagai Kasi Statistik Produksi. Pada tahun 2011 penulis mendapatkan kesempatan melanjutkan studi di Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor melalui Program S2 kerjasama BPS-IPB pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor.