DAN KARAKTERISASI MUTU PATI TERMODIFIKASI

Download Menyatakan bahwa skripsi dengan tema ” Pengaruh Waktu Hidrolisis dan. Konsentrasi HCl terhadap Nilai Dextrose Equivalent (DE) dan Karakteri...

0 downloads 485 Views 661KB Size
PENGARUH WAKTU HIDROLISIS DAN KONSENTRASI HCl TERHADAP NILAI DEXTROSE EQUIVALENT (DE) DAN KARAKTERISASI MUTU PATI TERMODIFIKASI DARI PATI TAPIOKA DENGAN METODE HIDROLISIS ASAM

Oleh : PARMADI WAKTYA JATI F34102093

2006 DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

PENGARUH WAKTU HIDROLISIS DAN KONSENTRASI HCl TERHADAP NILAI DEXTROSE EQUIVALENT (DE) DAN KARAKTERISASI MUTU PATI TERMODIFIKASI DARI PATI TAPIOKA DENGAN METODE HIDROLISIS ASAM

Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh

PARMADI WAKTYA JATI F34102093

2006 DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

PENGARUH WAKTU HIDROLISIS DAN KONSENTRASI HCl TERHADAP NILAI DEXTROSE EQUIVALENT (DE) DAN KARAKTERISASI MUTU PATI TERMODIFIKASI DARI PATI TAPIOKA DENGAN METODE HIDROLISIS ASAM

Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh

PARMADI WAKTYA JATI F34102093

Dilahirkan pada tanggal 26 Januari 1985 Di Kendal, Jawa Tengah Tanggal lulus : Agustus 2006

Disetujui, Bogor, Agustus 2006

Dr. Ir. Khaswar Syamsu, MSc.St Pembimbing akademik

Parmadi Waktya Jati. F34102093. Pengaruh Waktu Hidrolisis dan Konsentrasi HCl terhadap Nilai Dextrose Equivalent (DE) dan Karakterisasi Mutu Pati Termodifikasi dari Pati Tapioka dengan Metode Hidrolisis Asam. Di bawah bimbingan Khaswar Syamsu. 2006. RINGKASAN Pati merupakan karbohidrat yang diperoleh dari hasil ekstraksi suatu tanaman tertentu. Pati dapat diperoleh dari umbi-umbian, serealia atau batang dari suatu tanaman. Tanaman penghasil pati antara lain, padi, gandum, ubi kayu, jagung, atau kentang. Sebagian besar pati digunakan dalam bidang pangan dan sedikit di bidang non pangan. Indonesia merupakan penghasil pati potensial karena memiliki sumber daya pertanian yang melimpah. Modifikasi pati bertujuan untuk memperoleh produk pati dengan karakteristik yang diinginkan. Salah satu produk modifikasi pati adalah maltodekstrin. Maltodekstrin merupakan salah satu produk modifikasi pati secara kimia atau biokimia hasil dari hidrolisis pati baik menggunakan asam maupun enzim. Pemanfaatan maltodekstrin dalam industri antara lain sebagai bahan pengisi pada produk-produk tepung, pengganti lemak dan gula. Selain itu maltodekstrin dapat ditambahkan pada minuman olahraga sebagai sumber energi. Pati yang dimodifikasi memiliki kelebihan dibanding dengan pati sebelum dilakukan proses modifikasi. Pati yang telah dimodifikasi akan memiliki karakteristik atau sifat fisik yang sesuai dengan kebutuhan penggunanya. Sifatsifat yang kurang baik yang ada pada pati asal akan diperbaiki dengan usaha modifikasi ini. Proses modifikasi pati bermacam-macam, salah satunya adalah dengan metode hidrolisis asam. Metode hidrolisis asam memiliki keunggulan dibandingkan dengan metode lain karena prosesnya mudah dan bahan baku yang mudah didapatkan dan murah yaitu pati, HCl dan air. Dalam metode hidrolisis asam, prosesnya dipengaruhi oleh waktu hidrolisis dan konsentrasi asam yang digunakan. Faktor-faktor tersebut mempengaruhi nilai DextroseEquivalent (DE) suatu pati. Nilai DE sendiri digunakan untuk membedakan jenis-jenis pati termodifikasi. Setiap rentang nilai DE tertentu memiliki kegunaan dan nama yang berbeda-beda. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh faktor lama pemanasan, dan konsentrasi HCl dan interaksi antara keduanya dalam pembuatan pati termodifikasi, menetapkan hubungan antara pengaruh lama pemanasan dan konsentrasi HCl sehingga dapat menentukan kondisi optimum untuk mendapatkan maltodekstrin dengan nilai DE yang diinginkan serta Mengetahui karakteristik pati yang memiliki nilai Dextrose Equivalent (DE) dibawah 20 yaitu nilai DE yang termasuk dalam kategori maltodekstrin. Dalam penelitian ini digunakan metode modifikasi pati secara hidrolisis asam cara basah (gelatinisasi) dan cara kering (penyangraian). Proses modifikasi pati dilakukan pada suhu 60o-70oC pada rentang 5 konsentrasi yang berbeda. Modifikasi pati dengan cara menggelatinisasi suspensi pati 30 % ( 300 gram pati dalam 1000 ml larutan HCl). Rentang konsentrasi HCl yang digunakan adalah 0%, 1%, 1,5%, dan 2% (v/v). Setiap 10 menit dilakukan sampling selama 1 jam proses. Modifikasi pati secara penyangraian dilakukan dengan menyemprot pati sebanyak 400 gram yang tengah disangrai dengan menggunkanan larutan HCl

iv

sebanyak 200 ml. Rentang konsentrasi yang digunakan adalah 0 N, 0,1N, 0,2N, 0,3N, dan 0,4N. Setiap 30 menit dilakukan sampling selama 3 jam proses. Setiap sampel dinetralkan pH nya dengan NaOH dan dihaluskan. Setiap sampel dihitung nilai DE nya. Nilai DE kemudian di plotkan ke dalam grafik dan ditarik persamaan matematisnya. Pengujian karakteristik dilakukan terhadap sepuluh sampel. Setiap tingkat konsentrasi diambil sampel secara acak pada sampel yang memiliki nilai DE dibawah 20 yang merupakan nilai DE untuk maltodekstrin. Berdasarkan analisa statistik diketahui bahwa persamaan matematis yang didapatkan dari modifikasi pati metode gelatinisasi adalah DE(%) = - 10,4 + 10,4 Konsentrasi(N) + 1,18 waktu(menit). Persamaan matematis untuk metode penyangraian adalah DE(%) = - 0,279 + 1,39 Konsentrasi(N) + 0,0111 waktu(menit). Dari pengujian karakteristik mutu pati termodifikasi didapatkan hasil yang menunjukkan bahwa kualitas pati tremodifikasi yang dihasilkan memenuhi standar muru pati termodifikasi yang ditetapkan oleh SNI.

v

Parmadi Waktya Jati. F34102093. Effect of hydrolysis Time and HCl Concentration on Dextrose Equivalent (DE) Value and Characterization of Modified Starch Quality from Tapioca Starch with Acid Hydrolysis. Supervised by Khaswar Syamsu. 2006 SUMARY Starch is a carbohydrate extracted from roots, cereallia or rods of certain plants such as rice, wheat, cassava, and potato. Most starch is used on food industries. Indonesia has abundant natural resources of plants so that it is very potential in cropping starch. The modification of starch is proposed to gained starch product with special characteristic. One of the modified starch is maltodextrin. Maltodextrin is resulted from starch hydrolysis either chemically or biochemically using an enzyme or acid. This other form of starch is applicable in food industries, for example maltodextrin is used as a material content in starch products, fat and sugar successor, and energy source in some drinks. The modified starch has physical characteristic better than unmodified starch, that is more applicable form. In addition, the hydrolysis process of starch is expected to reduce some unwanted characteristic. There are various methods to modify starch form. One of them is acid hydrolysis. This method has some superiority compared to the other methods. The hydrolysis process is easier and the stuff is cheaper that are starch, acid chloride (HCL) and water. The influenced factors on this process are hydrolysis time and kind of acid used in this process, which determine the Dextrose Equivalent (DE) value. The DE value can differentiate the kinds of modified starch. Each ranges of DE value has own name and different functions. The objective of this study are ; First, to identify some factors affected hydrolysis process, includes length of heat treatment, HCL concentration, and interaction of both factors. The second objective is to seek an optimum condition to produce maltodextrin product with expected DE value by fix the association between length of heat treatment and HCL concentration. The last is, to study the starch characteristic having DE value under 20, it is mean that this starch form can be classified as maltodextrin. Wet Acid Hydrolysis (gelatinization) and Dry Acid Hydrolysis were used to modify starch. This modification process was hold on temperature range 60-70 o C and five different concentration of chloride acid (HCl). As many as 30% of starch suspension ( 300 g starch of 1000 ml HCl) is gelatinized to modify the starch form. The HCL concentration range used in this research was 0%, 1%, 1.5%, and 2% (v/v). Data was taken every ten minutes during one hour gelatinization process. While, dry acid hydrolysis was done by mixed 500 g of dried starch with 200 ml of HCL solution. The range of HCL concentration was 0 N ; 0,1 N ; 0,2 N ; 0,3 N ; and 0,4 N. Sampling was done every 30 minutes during three hours of dry acid hydrolysis, then the pH value of each samples was neutralized by NaCl solution. Having the pH value on neutral condition, the sample then should be soften. Measurement of DE value was done for each sample to be plotted on a chart and revealed a mathematical equation. Characteristic testing was done using

vi

ten samples. For each level of HCL concentration, sample having DE value under 20, known as maltodextrin, was taken randomly. Statistical analysis revealed a mathematical equation, DE(%) = - 10,4 + 10,4 HCL concentration (N) + 1,18 minute for Wet Acid Hydrolysis (gelatinization) method and DE(%) = - 0,279 + 1,39 HCL concentration(N) + 0,0111 minute for Dry Acid Hydrolysis method. According to the test of modified starch characteristic, shows that the quality of modified starch resulting from hydrolysis process is meet with the standard of that fixed by SNI.

vii

SURAT PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini : Nama

: Parmadi Waktya Jati

NIM

: F34102093

Menyatakan bahwa skripsi dengan tema ” Pengaruh Waktu Hidrolisis dan Konsentrasi HCl terhadap Nilai Dextrose Equivalent (DE) dan Karakterisasi Mutu Pati Termodifikasi dari Pati Tapioka dengan Metode Hidrolisis Asam “ merupakan hasil karya sendiri, tidak menyalin hasil karya orang lain.

Bogor, Agustus 2006

Parmadi Waktya Jati F34102093

viii

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di kota Kendal, Jawa Tengah, pada tanggal 26 Januari 1985. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara yang lahir dari pasangan Bapak Cipyadi dan Ibu Supinah. Penulis menyelesaikan pendidikan formal Sekolah Dasar di SD Negeri Sukorejo 01 Kendal pada tahun 1996, Sekolah Menengah Pertama di SLTP Negeri 01 Sukorejo pada tahun 1999 dan Sekolah Menengah Atas di SMU Negeri 01 Temanggung pada tahun 2002. Pada tahun 2002, penulis diterima di Jurusan Teknologi Industri Pertanian Fakultas

Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI

(Undangan Seleksi Masuk IPB). Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian

FATETA IPB, pada tahun 2006, penulis

melakukan penelitian dan penulisan skripsi yang berjudul ” Pengaruh Waktu Hidrolisis dan Konsentrasi HCl terhadap Nilai Dextrose Equivalent (DE) dan Karakterisasi Mutu Pati Termodifikasi dari Pati Tapioka dengan Metode Hidrolisis Asam”.

ix

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb. Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi yang berjudul ” Pengaruh Waktu Hidrolisis dan Konsentrasi HCl terhadap Nilai Dextrose Equivalent (DE) dan Karakterisasi Mutu Pati Termodifikasi dari Pati Tapioka dengan Metode Hidrolisis Asam”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor. Skripsi disusun berdasarkan penelitian yang dilakukan Laboratorium Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian IPB sejak bulan Maret sampai bulan Agustus 2006. selama penelitian dan penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapat motivasi, bimbingan, petunjuk, bantuan dan yang utama adalah do’a dari berbagai pihak, sehingga semuanya dapat berjalan dengan lancar. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya antara lain kepada Dr. Ir. Khaswar Syamsu, MSc. selaku dosen Pembimbing Akademik dan Dosen Pembimbing Skripsi atas segala arahan, masukan dan bimbingan selama masa perkuliahan, penelitian dan

penulisan

skripsi, Bapak dan Ibu yang selalu memberikan dukungan sehingga penulis dapat menyelesaiakan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa tidak ada sesuatu yang tidak luput dari kesalahan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat untuk berbagai pihak.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb

Bogor, Agustus 2006

Parmadi Waktya Jati

x

DAFTAR ISI Halaman JUDUL ............................................................................................................... i LEMBAR PENGESAHAN .............................................................................. iii RINGKASAN .................................................................................................... iv SUMMARY ....................................................................................................... vi SURAT PERNYATAAN .................................................................................. viii RIWAYAT HIDUP ........................................................................................... ix KATA PENGANTAR....................................................................................... x DAFTAR ISI...................................................................................................... xi DAFTAR TABEL .......................................................................................... xiii DAFTAR GAMBAR......................................................................................... xiv DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xv PENDAHULUAN.............................................................................................. Latar Belakang ...................................................................................... Tujuan....................................................................................................

1 1 2

TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................... 3 Pati......................................................................................................... 3 Pati Tapioka dan Pati-Pati Lainnya....................................................... 5 Modifikasi Pati ...................................................................................... 6 Metode Hidrolisis............................................................................ 6 Metode oksidasi............................................................................... 7 Subtitusi.......................................................................................... 7 Ikatan Silang................................................................................... 8 Proses Modifikasi Pati Secara Hidrolisis ............................................. 9 Dextrose Equivalent (DE) ..................................................................... 14

METODOLOGI PENELITIAN ..................................................................... Bahan dan Alat ..................................................................................... Metode Penelitian ................................................................................. Penelitian Pendahuluan ....................................................................... Pembuatan Pati Termodifikasi ............................................................. Pengujian Nilai Dextrose Equivalent (DE) .......................................... Prosedur Analisis Karakteristik Mutu .................................................. Penentuam Persamaan Matematis Dextrose Equivalent (DE) .............

15 15 15 17 16 18 18 22

xi

HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................ 23 Penelitian Pendahuluan ........................................................................ 23 Pati Termodifilasi dari Pati Tapioka .................................................... 25 Proses Modifikasi dan Perubahan Nilai DE ......................................... 27 Pengaruh Waktu Proses Modifikasi dan Konsentrasi Asam terhadap DE Produk Pati Termodifikasi .................................................................... 38 Persamaan MatematisDextrose Equivalent (DE).................................. 41 Analisis Karakteristik Mutu Produk Pati Termodifikasi....................... 46

KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................ 60 Kesimpulan ........................................................................................... 60 Saran ..................................................................................................... 62 DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 63 LAMPIRAN....................................................................................................... 66

xii

DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Tabel 1. Komposisi amilosa dan amilopektin....................................... 4 Tabel 2. Tabel 2. Kandungan amilosa komoditas penghasil pati....................... 4 Tabel 3. Kandungan ubi kayu ............................................................................. 5 Tabel 4. Jumlah panen total tanaman penghasil pati di Indonesia...................... 5 Tabel 5. Komposisi maltodekstrin DE 15 dan DE 20........................................ 12 Tabel 6. Variabel dan Nilai Standar Mutu Dekstrin ........................................... 13 Tabel 7. Macam-macam jenis pati termodifikasi dan penggunaannya ............... 14 Tabel 8. Matriks percobaan hidrolisis metode gelatinisasi ................................. 16 Tabel 9. Matriks percobaan hidrolisis metode penyangraian.............................. 17 Tabel 10. Parameter mutu pati tapioka ............................................................... 25 Tabel 11. Nilai derajat putih beberapa sampel ................................................... 46 Tabel 12. Nilai persen lolos saring...................................................................... 48 Tabel 13. Warna sampel dalam lugol ................................................................. 49 Tabel 14. Hasil pengujian kadar air ................................................................... 50 Tabel 15. Hasil pengujian kadar abu .................................................................. 52 Tabel 16. Hasil pengujian kadar serat ............................................................... 54 Tabel 17. Hasil pengujian persentase kelarutan dalam air dingin ...................... 55 Tabel 18. Hasil pengujian derajat asam ............................................................ 56 Tabel 19. Hasil pengujian viskositas ................................................................ 58

xiii

DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Reaksi pada modifikasi pati dengan cara subtitusi.............................. 8 Gambar 2. Reaksi pada modifikasi pati dengan cara ikatan silang...................... 9 Gambar 3. Mekanisme reaksi hidrolisis asam......................................................10 Gambar 4. Grafik perubahan DE dengan konsentrasi 0N....................................28 Gambar 5. Grafik perubahan DE dengan konsentrasi asam 0,1 N......................29 Gambar 6. Grafik perubahan DE dengan konsentrasi asam 0,2 N......................30 Gambar 7. Grafik perubahan DE dengan konsentrasi asam 0,3 N......................31 Gambar 8. Grafik perubahan DE dengan konsentrasi asam 0,4 N......................32 Gambar 9. Grafik DE metode gelatinisasi tanpa penambahan asam ..................34 Gambar 10. Grafik DE metode gelatinisasi konsentrasi asam 0,5 %..................35 Gambar 11. DE metode gelatinisasi konsentrasi asam 1 % ................................36 Gambar 12. Grafik DE metode gelatinisasi konsentrasi asam 1,5 %..................37 Gambar 13. Grafik DE metode gelatinisasi konsentrasi asam 2 % .....................38 Gambar 14. Perubahan nilai DE modifikasi penyangraian ................................39 Gambar 15. Diagram alir reaksi karamelisasi .....................................................40 Gambar 16. Perubahan nilai DE modifikasi gelatinisasi ....................................41 Gambar Gambar 18. Plot grafik tiga dimensi pada minitab..................................43 Gambar 20. Plot grafik DE metode gelatinisasi pada Minitab..............................44

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Diagram alir pembuatan pati termodifikasi metode basah ...............67 Lampiran 2. Pembuatan pati termodifikasi metode kering ...................................68 Lampiran 3. Penentuan Kurva Standar uji phenol untuk total gula ......................69 Lampiran 4. Kurva standar pengujian total gula dengan metode phenol..............70 Lampiran 5. Penyiapan Pereaksi DNS dan Penentuan Kurva Standar .................71 Lampiran 6. Kurva Standar pengujian gula pereduksi dengan metode DNS .......72 Lampiran 7. Hasil pengujian gula pereduksi pati termodifikasi metode gelatinisasi................................................................................................ 73 Lampiran 8. Hasil pengujian gula pereduksi pati termodifikasi metode penyangraian ...........................................................................................74 Lampiran 9. Hasil pengujian total gula pati termodifikasi metode gelatinisasi....75 Lampiran 10.Hasil pengujian total gula metode penyangraian.............................76 Lampiran 11. Hasil pengujian gula pereduksi dan total gula pati tapioka ............77 Lampiran 12. Perhitungan Nilai DE pati termodifikasi metode gelatinisasi ........78 Lampiran 13. Perhitungan Nilai DE pati termodifikasi metode penyangraian.....79 Lampiran 14. Hasil pengujian derajat putih..........................................................80 Lampiran 15. Hasil pengujian kehalusan ..............................................................82 Lampiran 16. Warna dalam lugol..........................................................................83 Lampiran 17. Hasil pengujian kadar air................................................................84 Lampiran 18. Hasil pengujian kadar abu .............................................................85 Lampiran 19. Hasil pengujian kadar serat kasar ..................................................88 Lampiran 20. Hasil pengujian kelarutan dalam air dingin....................................89 Lampiran 21. Hasil pengujian derajat asam..........................................................90 Lampiran 22. Hasil pengujian viskositas .............................................................91 Lampiran 23. One-way ANOVA dan Regresi polinomial DE Vs waktu pada metode penyangraian konsentrasi 0 N ....................................................92 Lampiran 24. One-way ANOVA dan Regresi polinomial DE Vs waktu pada metode penyangraian konsentrasi 0,1 N .................................................93 Lampiran 25. One-way ANOVA dan Regresi polinomial DE Vs waktu pada metode penyangraian konsentrasi 0,2 N .................................................94

xv

Lampiran 26. One-way ANOVA dan Regresi polinomial DE Vs waktu pada metode penyangraian konsentrasi 0,3 N .................................................95 Lampiran 27. One-way ANOVA dan Regresi polinomial DE Vs waktu pada metode penyangraian konsentrasi 0,4 N .................................................96 Lampiran 28. One-way ANOVA dan Regresi polinomial DE Vs waktu pada metode gelatinisasi konsentrasi 0 %........................................................97 Lampiran 29. One-way ANOVA dan Regresi polinomial DE Vs waktu pada metode gelatinisasi konsentrasi 0,5 %.....................................................98 Lampiran 30. One-way ANOVA dan Regresi polinomial DE Vs waktu pada metode gelatinisasi konsentrasi 1 %...................................................... 99 Lampiran 31. One-way ANOVA dan Regresi polinomial DE Vs waktu pada metode gelatinisasi konsentrasi 1,5 %.................................................. 100 Lampiran 32. One-way ANOVA dan Regresi polinomial DE Vs waktu pada metode gelatinisasi konsentrasi 2 %...................................................... 101 Lampiran 33. Regresi berganda konsentrasi HCl, waktu dan nilai DE metode penyangraian ......................................................................................... 102 Lampiran 34. Regresi berganda konsentrasi HCl, waktu dan nilai DE metode gelatinisasi............................................................................................ 103 Lampiran 35. Gambar produk pati termodifikasi............................................... 104

xvi

I.

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG Pati merupakan karbohidrat yang diperoleh dari hasil ekstraksi suatu tanaman tertentu. Pati dapat diperoleh dari umbi-umbian, serealia atau batang dari suatu tanaman. Tanaman penghasil pati antara lain, padi, gandum, ubi kayu, sagu jagung, atau kentang. Sebagian besar pati digunakan dalam bidang pangan dan sedikit di bidang non pangan. Indonesia merupakan penghasil pati potensial karena memiliki sumber daya pertanian yang melimpah. Ubi kayu atau singkong merupakan salah satu tanaman umbi yang menghasilkan pati. Indonesia merupakan negara tropis yang potensial menjadi penghasil pati tapioka yang dihasilkan dari umbi singkong. Produktivitas ubi kayu cukup besar. Dari satu hektar lahan mampu dihasilkan sekitar 25 ton ubi kayu (Anonim, 2005). Produktivitas ubi kayu tersebut lebih besar daripada jagung yang hanya menghasilkan 60,3 kuintal per hektar (Anonim, 2005). Tanaman-tanaman penghasil pati tersebut secara umum dapat dipanen satu kali dalam setahun karena petani lebih cenderung menanam komoditas tersebut pada saat lahannya tidak ditanami padi (Anonim, 2005). Harga pati tapioka untuk tahun 2006 berkisar pada harga 3500 rupiah per kg. Apabila pati tapioka diolah lebih lanjut menjadi pati termodifikasi, nilai tambah produk pati tersebut akan bertambah. Harga untuk maltodekstrin sendiri adalah 1,9 dollar US per kilogram (Anonim, 2005) atau sekitar 17 ribu rupiah. Modifikasi pati bertujuan untuk memperoleh produk pati dengan karakteristik yang diinginkan. Salah satu produk modifikasi pati adalah maltodekstrin. Maltodekstrin merupakan salah satu produk modifikasi pati secara kimia atau biokimia hasil dari hidrolisis pati baik menggunakan asam maupun enzim. Pemanfaatan maltodekstrin dalam industri antara lain sebagai bahan pengisi pada produk-produk tepung, pengganti lemak dan gula. Selain itu, menurut Hidayat (2002) maltodekstrin dapat ditambahkan pada minuman olahraga sebagai sumber energi. Pati yang dimodifikasi memiliki kelebihan dibanding dengan pati sebelum dilakukan proses modifikasi. Pati yang telah dimodifikasi akan memiliki karakteristik atau sifat fisik yang sesuai dengan

1

kebutuhan penggunanya. Sifat-sifat yang kurang baik yang ada pada pati asal akan diperbaiki dengan usaha modifikasi ini. Indonesia memenuhi sebagian besar kebutuhan produk modifikasi pati dari impor. Nilai impor produk ini sebesar 150 juta dollar US per tahun (Tjahyono, 2004). Prospek industri modifikasi pati di Indonesia yang menjanjikan ini menjadikan kajian terhadap pemanfaatan pati tapioka sebagai bahan bakunya. Penelitian ini merupakan kajian terhadap faktor-faktor dalam pembuatan pati termodifikasi sehingga didapatkan pati termodifikasi dengan karakteristik yang diinginkan. Proses modifikasi pati bermacam-macam, salah satunya adalah dengan metode hidrolisis asam.

Metode hidrolisis asam memiliki keunggulan

dibandingkan dengan metode lain karena prosesnya mudah dan bahan baku yang mudah didapatkan dan murah yaitu pati, HCl dan air. Dalam metode hidrolisis asam, prosesnya dipengaruhi oleh waktu hidrolisis dan konsentrasi asam yang digunakan. Faktor-faktor tersebut mempengaruhi nilai Dextrose Equivalent (DE) suatu pati. Nilai DE sendiri digunakan untuk membedakan jenis-jenis pati termodifikasi. Setiap rentang nilai DE tertentu memiliki kegunaan dan nama yang berbeda-beda. Dengan penelitian ini diharapkan dapat ditetapkan suatu model sederhana untuk mengetahui hubungan lama hidrolisis, konsentrasi katalisator (HCl) terhadap nilai Dextrose Equivalent (DE) dan karakteristik mutu maltodekstrin yang dihasilkan untuk dapat digunakan dalam merancang proses guna menghasilkan produk pati termodifikasi sesuai keinginan konsumen. B. TUJUAN 1. Mengetahui pengaruh faktor lama pemanasan, konsentrasi HCl dan interaksi antara keduanya dalam pembuatan pati termodifikasi. 2. Menetapkan hubungan antara pengaruh lama pemanasan dan konsentrasi HCl sehingga dapat menentukan kondisi optimum untuk mendapatkan maltodekstrin dengan nilai DE yang diinginkan. 3. Mengetahui karakteristik pati yang memiliki nilai Dextrose Equivalent (DE) dibawah 20 yaitu nilai DE yang termasuk dalam kategori maltodekstrin.

2

II.

TINJAUAN PUSTAKA

A. PATI Pati merupakan polisakarida yang terdapat pada tanaman dalam bentuk granula. Granula pati banyak tersimpan pada bagian batang, akar, umbi, biji dan atau buah. Pati pada tanaman beperan sebagai sumber energi untuk fase dorman, germinasi dan pertumbuhan (Swinkles, 1985). Pati berbeda dengan tepung. Tepung merupakan bahan yang dihancurkan sampai halus sedangkan pati merupakan polisakarida komplek yang tidak larut dalam air dan digunakan oleh tumbuhan untuk menyimpan cadangan glukosa (Anonim, 2006). Granula pati dapat menyerap air dan mengembang. Dalam air dingin, granula pati terdispersi dan membentuk larutan berviskositas rendah. Viskositas larutan pati akan meningkat drastis bila mengalami

pemanasan disertai

o

pengadukan hingga mencapai suhu sekitar 80 C. Suhu dimana larutan pati mulai mengental disebut suhu gelatinisasi. Suhu gelatinisasi pati berbeda-beda tergantung jenis pati. Gelatinisasi pati merupakan proses endoterm yang terjadi karena adanya air. Pada saat gelatinisasi terjadi pemisahan susunan molekul di dalam granula pati (Bemiller dan Whistler, 1996). Pati mengandung dua komponen utama, yaitu amilosa dan amilopektin. Amilosa adalah polimer rantai lurus dari glukosa dengan ikatan α-1,4 glikosidik. Bila ditambahkan dengan sejumlah iodine, amilosa akan membentuk kompleks amilosa-iodine. Larutan amilosa memiliki viskositas yang tinggi dan relatif tidak stabil dibandingkan amilopektin (Manners, 1979). Menurut Alais dan Linden (1991), hidrolisis amilosa menghasilkan maltosa, glukosa dan oligosakarida lainnya. Berbeda dengan amilosa, amilopektin memiliki rantai bercabang dimana molekul-molekul glukosa bergabung melalui ikatan α-1,6 glikosidik. Unit glukosa pada amilopektin berkisar 105-106 unit. Amilopektin akan memberikan warna ungu dengan iodine di dalam air. Komposisi amilosa dan amilopektin dapat dilihat pada Tabel 1.

3

Tabel 1. Komposisi amilosa dan amilopektin (Pomeranz, 1991) Properti

Amilosa

Amilopektin

Struktur umum

Lurus

Bercabang

Ikatan

α-1,4

α-1,4 dan α-1,6

Panjang rantai rata-rata

~103

20-25

Derajat polimerisasi

~ 103

104-105

Kompleks dengan iod

Biru(~650 nm)

Ungu-coklat (~550 nm)

Produk hidrolisis

Maltotriosa,

Glukosa, Gula pereduksi (sedikit)

maltosa, Oligosakarida

Oligosakarida (dominan)

Menurut Hullinger et. al. (1973), amilosa dan amilopektinlah yang berfungsi dalam menentukan sifat-sifat makanan yang diproses dari bahan pati. Amilosa merupakan komponen yang berpengaruh terhadap sifat gel. Terjadinya gel adalah karena terjadinya kristalisasi fraksi amilosa. Pati dengan kandungan amilosa yang berbeda akan menghasilkan produk makanan dengan sifat yang berbeda pula. Menurut Luallen (1985), amilopektin biasanya memberikan konsistensi seperti serabut pada makanan. Berikut ini adalah kandungan amilosa dari berbagai komoditi penghasil pati. Tabel 2. Kandungan amilosa berbagai komoditas penghasil pati Sumber pati

Amilosa (%)

Jagung biasa

24

Jagung beramilosa tinggi

50 – 70

Beras ketan

0–3

Kentang

20

Tapioka

17

Terigu

25

4

B. PATI TAPIOKA DAN PATI-PATI LAINNYA Pati tapioka adalah pati yang dihasilkan dari umbi ubi kayu atau singkong. Pati diekstrak dengan menggunakan air untuk kemudian diendapkan.Endapan tersebut adalah pati tapioka (Anonim, 2001). Umbi ubi kayu sendiri mengandung bahan-bahan sebagai berikut. Tabel 3. Kandungan ubi kayu Bahan Pati Serat Protein Bahan lain

Kandungan (%) 24 2 1 73

(Anonim, 2001) Ubi kayu merupakan sumber pati potensial untuk dijadikan bahan baku pati termodifikasi. Produktivitas ubi kayu meningkat dari tahun ke tahun dengan jumlah yang tertinggi dibandingkan jumlah tanaman penghasil pati laiinya. Produktivitas tanaman-tanaman penghasil pati di Indonesia adalah sebagai berikut. Tabel 4. Jumlah panen total tanaman penghasil pati di Indonesia Tahun

Jagung (Ton)

Kedelai (Ton)

Kacang (Ton)

Kacang polong (Ton)

2002 2003 2004 2005 2006

9654105 10886442 11225243 12523894 12495742

673056 671600 723483 808353 783554

718071 785526 837495 836295 851133

288,089 335224 310412 320963 311623

Ubi kayu Kentang (Ton) (Ton)

16913104 18523810 19424707 19321183 20054634

1771642 1991478 1901802 1856969 1868994

( Anonim, 2006)

5

Pati tapioka merupakan granula berwarna putih yang ukuran diameternya bervariasi antara 5 sampai 35 mikron dengan rata-rata 17 mikron. Granula ini sering berbentuk mangkuk dan sangat kompak tetapi selama pengolahan, granula tersebut akan pecah menjadi komponen-komponen yang tidak teratur bentuknya (Brautlecht, 1953). Pati tapioka mengandung amilosa 17 % dan dalam pemanasan tapioka akan memiliki gel yang lunak (Whistler dan Smart, 1953). Menurut Taylor dan Schoch seperti dikutip dalam Brautlecht (1953) granula pati tapioka sudah terpecah sempurna di bawah suhu 80oC. Pati tapioka dapat dimodifikasi menjadi dekstrin putih, dekstrin kuning, maltodekstrin, thin boiling starch, Gum Inggris dan lain sebagainya. Kegunaan pati modifikasi dari pati tapioka sangat beragam dari bidang pangan maupun non pangan (Anonim, 2001)

C. MODIFIKASI PATI Peningkatan ilmu pengetahuan tentang struktur molekul memungkinkan ahli melakukan modifikasi struktur pati alami untuk memenuhi persyaratan dalam menghasilkan produk tertentu. Modifikasi pati bertujuan untuk mengubah struktur molekul pati dengan berbagai faktor. Modifikasi yang biasa digunakan adalah hidrolisis, oksidasi, subtitusi dan ikatan silang (Luallen, 1985).

1. Metode Hidrolisis Hidrolisis merupakan metode modifikasi yang pertama dan sering digunakan. Untuk menghidrolisis ikatan glikosidik pati biasa digunakan asam atau enzim sebagai katalisator. Pada metode ini suspensi pati dimasukkan ke dalam air dengan asam atau enzim yang mampu menghidrolisis pati. Kemudian pati digelatinisasi sampai mendapatkan kekentalan yang diinginkan (Anonim, 1983). Pada proses hidrolisis ini terjadi pemecahan ikatan α-D-glukosa dari molekul pati serta terjadi pelemahan struktur granula pati sehingga akan mengubah kekentalannya (Smith dan Bell, 1986). Pati yang dimodifikasi dengan metode ini mempunyai kekentalan dalam keadaan panas yang rendah dan daya lekatnya tinggi. Pati jenis ini banyak

6

digunakan dalam industri kertas, tekstil dan perekat (Smith dan Bell, 1986). Sebagai bahan makanan pati semacam ini digunakan pada pembuatan gum candy (Smith, 1982). Apabila hidrolisis dengan menggunakan asam terhadap pati dengan kandungan air terbatas maka akan diperoleh fraksi yang lebih kecil yang disebut dekstrin. Karena itu proses ini sering juga disebut dengan dekstrinisasi (Luallen, 1985). Metode hidrolisis ini paling sering digunakan karena metodenya mudah dengan bahan baku yang mudah pula.

2. Metode Oksidasi Pada proses oksidasi ini juga terjadi pemecahan rantai molekul pati secara acak. Salah satu bentuk oksidasi pati adalah pemucatan (bleaching) dengan menggunakan pereaksi natrium hipoklorit (Luallen, 1985). Proses oksidasi adalah memasukkan gugus karboksil dan atau gugus karbonil ke dalam rantai lurus maupun rantai cabang dari molekul pati sehingga membuka struktur cincin glukosa dan membengkokkan cincin glukosa yang telah terbuka melalui pengguntingan rantai molekul. Proses ini tergantung kepada kondisi reaksi seperti suhu dan pH (Smith dan Bell, 1986). Metode oksidasi ini menyebabkan sifat pati berubah seperti kekentalannya akan menurun dan hilangnya sebagian sifat gel (Luallen, 1985). Menurut Smith dan Bell (1986) oksidasi pati juga menyebabkan rendahnya retrogradasi dan tingginya daya dispersi. Tambahan natrium hipoklorit dapat menekan jumlah bakteri selama proses produksi dan menyebabkan

pati

menjadi

putih.

Pati

semacam

ini

terbatas

penggunaannya untuk permen dan jelly.

3. Subtitusi Penggunaan utama pati dalam produk makanan adalah sebagai pengental dan sebagai sumber karbohidrat (Luallen, 1985). Kandungan amilosa telah diketahui menentukan sifat makanan yang dihasilkan. Molekul amilosa cenderung untuk berada dalam posisi sejajar sehingga

7

gugus hidroksilnya dapat berikatan. Hal ini mengakibatkan molekul pati berbentuk kristal agregat dan sukar larut dalam air. Oleh karena itu pati yang mengandung amilosa tinggi sukar mengalami proses gelatinisasi sehingga penggunaan dalam produk makanan terbatas (Wurzburg dan Szymanski, 1970). Masalah tersebut diatasi dengan mensubtitusikan gugus anion ke seluruh granula agar penggabungan granula-granula menjadi terhalang. Salah satu cara pensubtitusian ini adalah dengan mengalkilasi pati seperti pada persamaan berikut. OH StOH + CH2 – CH – CH3

StOH – CH – CH3

O Keterangan : StOH : senyawa pensubtitusi

Gambar 1. Reaksi pada modifikasi pati dengan cara subtitusi Modifikasi

pati

dengan

metode

ini

menyebabkan

sifat

kepolarannya berubah dan kejernihan pastanya meningkat. Kestabilan terhadap pembekuan juga meningkat (Smith dan Bell, 1986).

4. Ikatan Silang Amilopektin mempunyai rantai bercabang maka gugus-gugus hidroksilnya lebih sukar untuk berikatan. Oleh karena itu amilopektin mudah mengalami proses gelatinisasi tetapi kekentalannya tidak stabil. Granula yang telah membengkak mudah pecah akibat pemanasan yang lama (Katzbeck, 1972). Hal tersebut dapat diatasi dengan menggunakan pereaksi yang bersifat polifungsional (Anonim, 1983). Pemilihan pereaksi untuk pembentukan ikatan silang agak terbatas. Selain itu harus bersifat nukleofilik yamg kuat, juga harus bebas dari pengaruh toksik atau mempunyai ketidakstabilan yang tinggi sehingga kelebihannya dapat mengubah menjadi produk yang tidak merusak.

8

Menurut O’Dell (1981), pereaksi yang dapat digunakan adalah natrium trimetafosfat, epiklorohidrin dan asam adipat. Menurut Smith dan Bell (1986) yang sering digunakan adalah pereaksi fosfor oksiklorida dan natrium trimetafosfat. Diantara keempat pereaksi tersebut, fosfor oksiklorida paling tidak stabil dan mudah terurai dalam air (Matheis dan Whitaker, 1984). Reaksi yang mungkin terjadi pada ikatan silang adalah seperti pada persamaan berikut.

O 2 StOH + Na3P3O9

StO – P – Ost + Na2H2P2O7 ONa

Keterangan : StOH : senyawa pereaksi ikatan silang

Gambar 2. Reaksi pada modifikasi pati dengan cara ikatan silang Pati yang dimodifikasi dengan cara ini granulanya menjadi kuat sehingga lebih tahan terhadap panas dan asam (Luallen, 1985).

D. PROSES MODIFIKASI PATI SECARA HIDROLISIS Setiap jenis pati dapat dimodifikasi dengan berbagai cara untuk menghasilkan suatu bahan dengan sifat fungsional yang diinginkan. Produk pati termodifikasi umumnya mengalami perubahan karakteristik tertentu yang dapat dimanfaatkan untuk pengembangan produk pangan olahan. Modifikasi pati umumnya dirancang untuk tujuan mengubah karakteristik gelatinisasi, kekentalan dalam medium air, pembentukan gel, kestabilan suspensi karena pengaruh asam, panas dan proses pengolahan lainnya. Modifikasi pati dilakukan dengan mengubah struktur kimia pati baik secara fisik, kimia atau enzimatis (Colonna et. al. dalam Galliard, 1987). Namun yang akan dibicarakan disini hanyalah modifikasi pati secara kimia. Modifikasi

9

pati secara kimia pada umumnya meliputi hidrolisis, oksidasi, esterifikasi dan eterifisasi (Fleche dalam van Beynum dan Roles, 1985, Rapaille dan Van Hemelrijck dalam Imeson, 1992). Pati dapat dimodifikasi melalui hidrolisis parsial secara kimia atau enzimatis menghasilkan thin boiling starch, dekstrin dan maltodekstrin (Fleche, 1985, Wurzburg, 1986). Reaksi hidrolisis pati dapat dilihat pada gambar 3.

CH2OH

CH2OH

CH2OH O

O

OH

OH

O

O

O O

OH

CH2OH

+ H 3O

+

O

OH OH

OH

O

OH

H+

OH

CH2OH CH2OH

O

H2O

OH2

OH

CH2OH

OH

H

OH OH

O

O +

+

OH

OH

H2O

CH2OH O

H3 O +

+

OH

OH

O

OH OH

OH

OH OH

Gambar 3. Mekanisme reaksi hidrolisis asam (Humprey, 1979)

Thin boiling starch adalah produk hidrolisis parsial pati menggunakan asam dan pH tertentu dan pemanasan pada suhu tertentu sampai diperoleh derajat konversi yang diinginkan. Karena sebagian pati terhidrolisis menjadi komponen berantai lurus yang berukuran lebih pendek dari asalnya, maka porsi fraksi polimer rantai lurus tersebut menjadi lebih rendah, serta peluang untuk terjadinya retrogasi semakin besar. Komponen karbohidrat berantai lurus yang pendek sukar membentuk senyawa yang kaku. Perlakuan pati dengan asam disamping

10

menurunkan kekentalan, juga menurunkan kekuatan gel (Radley, 1976). Penggunaan thin boiling starch pada produk pangan antara lain dalam kembang gula, pastiles, dan jeli (Rapaille dan Van Hemelrijk, 1992). Dekstrin adalah produk hasil hidrolisis pati secara parsial menggunakan asam atau enzim. Dekstrin yang dibuat dengan hidrolisis asam (HCl) secara komersial dibedakan menjadi tiga jenis: dekstrin putih, kuning dan gom Inggris (Wurzburg, 1996). Rumus umum dekstrin adalah (C6H10O5)n (Radley, 1976). Produk komersial dari hidrolisis pati diklasifikasikan berdasarkan Dextrose Equivalent (DE). Maltodekstrin didefinisikan sebagai produk hidrolisis pati yang mengandung α-D-glukosa unit yang sebagian besar terikat melalui ikatan 1,4 glikosidik dengan DE kurang dari 20. Rumus umum maltodekstrin adalah [(C6H10O5)nH2O] (Kennedy et. al. dalam Kearsley dan Diedzic, 1995). Maltodekstrin adalah polimer dari glukosa dengan panjang ikatan rata-rata 5-10 unit glukosa per molekul. Maltodekstrin banyak digunakan dalam industri makanan sebagai bahan pengisi. Idealnya, maltodekstrin sedikit berasa dan berbau, namun maltodekstrin dengan DE 20 menghasilkan rasa manis (Fullbrook, 1984). Menurut Mcdonald (1984). Maltodekstrin bersifat kurang higroskopis, kurang manis, memiliki kelarutan tinggi dan cenderung tidak membentuk zat warna pada reaksi browning. Maltodekstrin dan sirup glukosa kering dalam industri pangan banyak digunakan sebagai bahan pengisi, mengurangi tingkat kemanisan produk dan sebagai bahan campuran yang baik untuk produk-produk tepung. Penggunaanya sebagai bahan pengisi dapat mengurangi biaya produksi karena mengurangi penggunaan bahan-bahan konsentrat yang memiliki harga relatif tinggi, misalnya flavor. Dalam pembuatan tablet, maltodekstrin dapat mensubtitusi laktosa dan tepung susu dalam jumlah tertentu. Menurut Roper (1996), maltodekstrin dapat digunakan sebagai pengganti lemak. Maltodekstrin dengan air akan membentuk gel yang dapat mencair atau larut dan menyerupai struktur lemak sehingga cocok untuk mensubtitusi minyak dan lemak. Konsistensi, penampakan dan sifat organoleptiknya dapat diterima. Penggunaan maltodekstrin dalam produk pangan juga dapat mengurangi kalori lebih dari 70 %.

11

Menurut Kennedy et. al. (1995), aplikasi maltodekstrin pada produk pangan antara lain pada : •

Produk roti, misalnya pada cake, muffin dan biscuit, digunakan sebagai pengganti gula atau lemak.



Makanan beku, karena maltodekstrin memiliki kemampuan mengikat air (water holding capacity) dan berat molekul yang relatif rendah, sehingga dapat mempertahankan produk tetap beku.



Makanan low calory, karena penambahan maltodektrin dalam jumlah yang besar tidak akan meningkatkan kemanisan produk seperti halnya gula.

Analisis komposisi maltodekstrin umumnya dilakukan dengan metode kromatografi. Menurut Kennedy et. al. dalam Kearsley dan Diedzic (1995), kromatografi merupakan teknik terbaik untuk karakterisasi oligosakarida dan polisakarida. Kromatografi yang dikembangkan mulai pertengahan tahun 1970 sampai sekarang adalah HPLC (High Performance Liquid Chromatography). HPLC adalah teknik dimana molekul-molekul dalam

larutan dipisahkan

(fraksinasi) berdasarkan perbedaan ukuran molekulnya atau afinitas terhadap kolom yang digunakan. Waktu pemisahan merupakan faktor penting dalam metode HPLC. Berikut ini komposisi gula pada maltodekstrin DE 15 dan DE 20. Tabel 5. Komposisi maltodekstrin DE 15 dan DE 20 DE

Glukosa

Maltosa

Maltotriosa

Sakarida

(%)

(%)

(%)

lainnya

15

0,6

4,0

7,0

88,4

20

0,8

5,5

11,0

82,7

Kennedy et. al. dalam Kearsley dan Diedzic (1995)

12

Mutu maltodekstrin di Indonesia telah ditetapkan oleh Dewan Standarisasi Nasional. Standar mutu maltodekstrin sama dengan standar mutu dekstrin pada umumnya, kecuali untuk DE maltodekstrin berkisar 19-20. Standar mutu dekstrin dikelompokkan lagi menurut bidang aplikasinya, yaitu pangan dan non-pangan. Pada tabel 6 dapat dilihat lebih jelas variabel dan nilai standar mutu dekstrin menurut DSN (1992 dan 1989). Tabel 6. Variabel dan Nilai Standar Mutu Dekstrin Variabel

Aplikasi Pangan

Nonpangan

Warna(Visual)

Putih sampai kekuningan

Putih sampai kekuningan

Warna dalam lugol

Ungu sampai kecoklatan

Ungu sampai kecoklatan

Kadar air(%b/b)

Max. 11

Max. 11

Kadar abu(%b/b)

Max. 0,5

Max 0,5

Serat kasar(%b/b)

Max 0,6

-

Bagian yang larut dalam Min. 97

Min. 80

air (%) Kekentalan (cP)

3-4

3-4

Dekstrosa

Max. 5

Max. 7

Derajat asam

Max. 5

Max. 6

Min. 90 (lolos)

-

(0,1

N

NaOH/100

g

bahan) Kehalusan (ayakan 100 mesh) Dewan Standarisasi Nasional (1992 dan 1989)

13

E. DEXTROSE EQUIVALENT (DE) Dextrose Equivalent (DE) adalah besaran yang menyatakan nilai total pereduksi dari pati atau produk modifikasi pati dalam satuan persen. DE berhubungan dengan Derajat Polimerisasi (DP). DP menyatakan jumlah unit monomer dalam suatu molekul. Unit monomer dalam pati adalah glukosa sehingga maltosa memiliki DP 2 dan DE 50 (Wurzburg, 1989). Secara komersial, penggunaan pati termodifikasi dipengaruhi oleh nilai DE. Semakin besar nilai DE berarti semakin besar juga persentase pati yang berubah menjadi gula pereduksi. Berikut ini adalah jenis pati dan penggunaannya berdasarkan perbedaan nilai DE. Tabel 7. Macam-macam jenis pati termodifikasi dan penggunaannya Nama

Hasil

Hidrolisis Nilai DE

Contoh kegunaan

Pati Maltodekstrin

2-5

Pengganti lemak susu di dalam makanan pencuci mulut, yoghurt, produk bakeri

dan

es

krim

(Strong, 1989). 5

Bahan

tambahan

margarin (Summer dan Hessel, 1990). 9 - 12

Cheescake filling (Wilson dan Steensen, 1986)

15 - 20

Produk pangan berkalori tinggi (Vorwerg et. al., 1988)

Thin boiling starch

> 20

Kembang gula, pastiles dan jeli (Rapaille dan Van Hemelrijk, 1992)

Oligosakarida

Sekitar 50

Pemanis

(Wurzburg,

1989)

14

III.

METODOLOGI PENELITIAN

A. Bahan dan Alat Bahan baku yang digunakan untuk membuat pati termodifikasi dengan metode basah adalah pati tapioka yang disuspensikan dalam air dan ditambahkan HCl sedangkan yang menggunakan metode kering adalah pati kering yang disemprotkan HCl. Pati tapioka yang digunakan adalah pati tapioka yang umum diperjualbelikan di pasaran. Bahan yang digunakan untuk menghidrolisis pati tapioka adalah HCl dengan berbagai konsentrasi. Untuk menetralkan pH digunakan NaOH. Bahan-bahan yang digunakan dalam pengujian produk pati termodifikasi adalah : H2SO4, larutan fenol, pereaksi DNS, dan NaOH. Alat yang digunakan dalam pembuatan pati termodifikasi dengan metode penyangraian adalah: wajan penyangraian, kompor pemanas, alat penyemprot tangan, pengaduk dan termometer. Sedangkan untuk pembuatan pati termodifikasi dengan metode hidrolisis basah digunakan gelas piala, penangas air, pengaduk dan termometer. Dalam pengujian pati termodifikasi, digunakan alat spektrofotometer, tabung reaksi, timbangan, pipet, oven, viscosimeter, colormeter, dan pH meter.

B. Metode Penelitian 1. Penelitian pendahuluan Penelitian pendahuluan dilakukan untuk menetapkan rentang suhu dan jumlah bahan-bahan yang digunakan dalam proses modifikasi pati. Penelitian pendahuluan dilakukan pada kedua metode. Untuk metode penyangraian, penelitian pendahuluan dilakukan dengan menyangrai 500 gram pati dengan dilakukan penyemprotan dengan larutan HCl 0,1 N. Penelitian ini bertujuan untuk menetapkan berapa banyak volume larutan HCl yang tepat untuk disemprotkan. Pada metode gelatinisasi penelitian pendahuluan bertujuan untuk menentukan suhu yang optimal sehingga pati dapat tergelatinisasi dan menghindari kerusakan pada pati yang telah

15

tergelatinisasi (gosong). Suhu yang digunakan dalam proses modifikasi adalah suhu gelatinisasi pati sehingga penelitian ini dilakukan untuk menentukan berapa suhu gelatinisasi pati tapioka. Penelitian pendahuluan untuk metode gelatinisasi dilakukan dengan mensuspensikan 300 gram pati dalam 1000 ml air. Waktu pemanasan akan dihentikan apabila gel pati telah kering atau gosong. 2. Pembuatan Pati Termodifikasi (Modifikasi metode Haryati, 2004) a) Pembuatan Pati Termodifikasi dengan Metode Hidrolisis Basah Pembuatan

pati

termodifikasi

pertama

dilakukan

dengan

mensuspensikan 300 gram pati ke dalam 500 ml larutan HCl. Kemudian ditambahkan larutan HCl dengan konsentrasi yang telah ditentukan terlebih dahulu sampai volume larutan yang ditambahkan tepat 1000 ml. Campuran pati dan larutan HCl kemudian dipanaskan dengan penangas air. Setelah waktu pemanasan terpenuhi, gel pati segera diangkat dan didinginkan. Sampel pati yang sudah dingin dihaluskan dengan mortar sampai halus. Kemudian disuspensikan ke dalam air kembali dan ditambahkan NaOH 0,1 N sampai pH netral. Setelah itu produk yang terbentuk dikeringkan untuk kemudian dilakukan pengujian. Berikut ini adalah matriks rancangan percobaan dengan lama pemanasan dan konsentrasi HCl.

Konsentrasi HCl (% v/v)

Tabel 8. Matriks percobaan hidrolisis metode gelatinisasi

0 0,5 1 1,5 2

10 M1W1 M2W1 M3W1 M4W1 M5W1

Waktu pemanasan (menit) 20 30 40 M1W2 M1W3 M1W4 M2W2 M2W3 M2W4 M3W2 M3W3 M3W4 M4W2 M4W3 M4W4 M5W2 M5W3 M5W4

50 M1W5 M2W5 M3W5 M4W5 M5W5

60 M1W6 M2W6 M3W6 M4W6 M5W6

Pembuatan pati termodifikasi dilakukan dengan dua kali ulangan. Konsentrasi HCl adalah perbandingan asam HCl dengan volume suspensi pati pati (v/v) dengan menggunakan HCl pekat. Penggunaan

16

konsentrasi (v/v) dilakukan untuk memudahkan penetapan volume asam yang ditambahkan ke dalam suspensi pati. Penetapan penggunaan konsentrasi dengan konsentrasi (v/v) didasarkan juga pada satuan konsentrasi yang dipakai di industri-industri maltodekstrin dan thin Boiling Starch (Anonim, 2004). b) Pembuatan Pati Termodifikasi dengan Metode Hidrolisis Kering (Modifikasi metode Sari, 1992) Pati tapioka sebanyak 500 gram disangrai di atas kompor pemanas (suhu berdasarkan penelitian pendahuluan) dengan menyemprotkan HCl di atas pati tapioka yang disangrai. Jumlah HCl yang disemprotkan didapatkan dari percobaan pendahuluan untuk mengetahui jumlah HCl yang tepat sehingga dalam proses penyangraian, pati tidak tergenang oleh HCl. Penyemprotan HCl dilakukan sampai HCl tercampur homogen. Penyangraian berlangsung sampai waktu yang telah ditetapkan. Berikut ini adalah matriks rancangan percobaan dengan faktor suhu, lama pemanasan dan konsentrasi HCl.

Waktu Penyangraian (jam) disemprotkan (N)

Konsentrasi HCl yang

Tabel 9. Matriks percobaan hidrolisis metode penyangraian 0,5

1

1,5

2

2,5

3

0

N1W1

N1W2

N1W3

N1W4

N1W5

N1W6

0,1

N2W1

N2W2

N2W3

N2W4

N2W5

N2W6

0,2

N3W1

N3W2

N3W3

N3W4

N3W5

N3W6

0,3

N4W1

N4W2

N4W3

N4W4

N4W5

N4W6

Waktu penyangraian selama 3 jam dilakukan berdasarkan penelitian Sari (1992). Konsentrasi HCl menggunakan satuan normalitas didasarkan pada Balai Penelitian dan Pengembangan Industri (1982) yang menyatakan bahwa konsentrasi HCl yang digunakan dalam membuat dekstrin adalah sekitar 0,1 N. Rentang konsentrasi dan waktu dapat berubah bila rentangnya kurang untuk pengolahan data menjadi sebuah persamaan matematis.

17

3. Pengujian Nilai Dextrose Equivalent (DE) (Modifikasi dari Haryati, 2004) Pengujian nilai DE dilakukan dengan memasukkan 2 ml contoh ke dalam tabung reaksi. Kemudian ditambahkan 6 ml pereaksi DNS. Tabung reaksi tersebut diletakkan ke dalam air mendidih selama 5 menit dan didinginkan sampai suhu kamar. Blangko juga ditetapkan dengan cara yang sama tetapi sebagai pengganti contoh digunakan aquades. Sampel dibaca dengan alat spektrofotometer dengan panjang gelombang 500 nm. Nilai absorbansi diplotkan ke dalam grafik standar gula pereduksi (jumlah gula pereduksi dinyatakan sebagai A). Dari contoh yang sama, kemudian diambil 2 ml contoh ke dalam tabung reaksi kemudian ditambahkan 1 ml fenol 15 % dan ditambahkan 5 ml H2SO4 atau HCl pekat. Sampel didiamkan selama 10 menit. Kemudian dibaca pada spektrofotometer dengan panjang gelombang 490 nm (jumlah total gula dinyatakan sebagai B).

Nilai DE = A × 100% B

4. Prosedur Analisis Karakteristik Mutu Setelah didapatkan nilai DE dari seluruh perlakuan pati termodifikasi yang memiliki nilai DE dibawah 20 % (Rentang DE maltodekstrin), sampel dipilih secara acak setiap beda konsentrasi. Setiap satu tingkat konsentrasi, diambil satu sampel secara acak untuk diuji karakteristik mutunya. Pengujian karakteristik mutu terhadap sampel tersebut adalah sebagai berikut.

18

1. Derajat Putih (Dewan Standarisasi Nasional, 1989) Derajat putih diukur dengan alat Colormeter. Sampel yang telah disiapkan dibaca dengan alat tersebut sehingga didapatkan nilai L. Nilai L menunjukkan derajat keputihan suatu bahan. Sampel yang berwarna putih sempurna memiliki nilai L=1. Sedangkan untuk sample yang berwarna hitam memiliki nilai 0. Jadi semakin putih suatu bahan nilai L akan mendekati 1.

2. Kehalusan (lolos saringan 100 mesh) (Dewan Standarisasi Nasional, 1989) Sejumlah produk pati termodifikasi (dinyatakan sebagai A) diayak dengan saringan 100 mesh. Sejumlah yang lolos ditimbang (dinyatakan sebagai B). Tingkat kehalusan dihitung sebagai:

Kehalusan = B × 100% A

3. Warna dalam Lugol (Dewan Standarisasi Nasional, 1989) Sejumlah produk ditempatkan dalam plate, kemudian diteteskan larutan lugol secukupnya. Warna yang terbentuk diamati.

4. Kadar air (AOAC, 1998) Sebanyak 2-5 gram contoh dimasukkan ke cawan aluminium yang telah diketahui bobotnya. Kemudian cawan tersebut dipanaskan pada suhu 100o – 105o C selama 3 jam. Setelah itu didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Perlakuan ini diulang sampai tercapai bobot konstan. Sisa contoh dihitung sebagai total padatan dan bobot yang hilang sebagai air.

19

Kadar air dihitung dengan rumus sebagai berikut: Kadar air =

Bobot awal – bobot akhir

X 100 %

Bobot contoh akhir

5. Kadar Abu (AOAC, 1998) Cawan perabuan dibakar di dalam tanur, didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Contoh sebanyak 2-5 gram dimasukkan ke dalam cawan kemudian dibakar dalam tanur perabuan sampai didapat abu. Perabuan dilakukan pada suhu 600oC lalu didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Kadar abu dihitung dengan rumus sebagai berikut: Kadar abu =

Bobot cawan akhir

x 100%

Bobot contoh + cawan

6. Kadar Serat Kasar (AOAC, 1998) Sekitar 1 gram contoh bebas lemak ditimbang. Bahan tersebut dimasukkan ke dalam erlenmeyer 500 ml kemudian ditambahkan 100 ml larutan H2SO4 0,325 N dan dimasukkan dalam otoklaf 105oC selama 15 menit. Setelah dingin ditambahkan 50 ml NaOH 1,25 N dan diotoklaf kembali 105oC selama 15 menit. Dalam keadaan panas, cairan dalam labu erlenmeyer disaring dengan corong Buchner yang berisi kertas saring tak berabu Whatman No. 41 yang telah diketahui bobotnya. Endapan yang terdapat pada kertas saring dicuci berturut-turut dengan menggunakan 25 ml air panas, 25 ml H2SO4 0,325 N, 25 ml air panas dan 25 ml etanol 95%. Kertas saring beserta isinya diangkat dan dimasukkan kemudian dikeringkan pada oven suhu 105oC selama 1-2 jam. Kertas saring kemudian

20

diangkat dan didinginkan lalu ditimbang sampai bobotnya konstan. Perhitungannya adalah sebagai berikut.

Bobot kertas saring akhir - bobot kertas saring

Kadar serat =

x 100% x

Bobot sampel

7. Kelarutan dalam Air Dingin (Dewan Standarisasi Nasional, 1992) Sebanyak 1 gram produk pati termodifikasi dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml kemudian ditambahkan akuades sampai tanda tera. Larutan disaring dengan kertas saring (larutan A). Disiapkan cawan petri yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya (dinyatakan sebagai B1). Sebanyak 10 ml larutan A dituangkan ke dalam cawan petri dan dikeringkan dalam oven. Bobot akhirnya ditimbang (dinyatakan sebagai B2). Nilai solubilitas =

A B2 – B1

x 100%

8. Derajat Asam (Dewan Standarisasi Nasional, 1989) Sebanyak 5 gram maltodekstrin ditambahkan 100 ml akuades. Larutan ditutup selama minimal 30 menit sambil digoyang sesekali. Larutan disaring dengan kertas saring. Sebanyak 50 ml larutan yang telah disaring dititrasi dengan NaOH 0,1 N dengan indikator fenolftalein sampai terjadi perubahan warna. Derajat asam dihitung dengan rumus:

(Ml titrasi – blangko) x N NaOH x Mr HCl

Derajat asam =

1000 x bobot sampel

X100%

21

9. Viskositas (Dewan Standarisasi Nasional, 1989) Sebanyak 3 gram pati termodifikasi dilarutkan dalam 30 ml akuades kemudian diaduk selama 5 menit dalam penangas bersuhu 90oC. Viskositas pasta diukur segera dengan viskosimeter Brookfield.

5. Penentuan Model Persamaan Matematis Dextrose Equivalent (DE) Penentuan model matematis DE dilakukan dengan memplotkan titiktitik nilai DE dengan faktor waktu hidrolisis dan konsentrasi asam HCl. Titik-titik tersebut kemudian diolah dengan metode regresi berganda. Regresi berganda akan menghasilkan suatu persamaan hubungan interaksi nilai DE dengan faktor waktu hidrolisis dan konsentrasi asam HCl. Pengolahan data dengan regresi berganda dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak Minitab. Apabila grafik yang didapatkan tidak linear atau pada selang waktu tertentu kecenderungan arah grafik berubah, maka formulasi hanya dibatasi sampai selang waktu dimana kecenderungan arah grafik masih sama dari titik awal.

22

IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. PENELITIAN PENDAHULUAN Penelitian pendahuluan dilakukan untuk memperoleh selang waktu proses hidrolisis dan atau tingkat suhu yang digunakan dalam proses hidrolisis pati.

1. Metode Penyangraian Penelitian pendahuluan pada metode penyangraian dilakukan untuk menentukan suhu pemanasan, lama proses penyangraiannya dan jumlah larutan HCl yang disemprotkan ke dalam pati. Dengan menetapkan suhu pemanasan yang tepat, pati yang disangrai tidak akan cepat gosong terutama pati yang berada dekat dengan sumber panas sehingga pati yang disangrai lebih homogen. Penelitian pendahuluan ini dilakukan dengan menggunakan api kecil, api sedang dan api besar sebagai pemanasnya. Api kecil menghasilkan suhu berkisar antara 20oC sampai 40oC. Pati yang disangrai dengan suhu ini tidak menunjukkan adanya perubahan fisik serta nilai DE-nya sama dengan DE pati asal. Oleh karena itu pada suhu ini proses hidrolisis belum berlangsung. Api sedang menghasilkan suhu 50oC sampai 70oC. Pada suhu ini pati yang disangrai memperlihatkan perubahan sifat fisik yaitu warnanya semakin menguning. Nilai DE mengalami peningkatan walaupun tidak terlalu besar. Api besar menghasilkan suhu diatas 80oC. Pada suhu ini pati yang disangrai terutama yang terletak dekat dengan api, akan cepat gosong dan membentuk arang. Sehingga suhu yang digunakan adalah suhu 50oC sampai 70oC. Lama penyangraian ditentukan dengan menyangrai pati pada suhu 50oC sampai 70oC. Pati disangrai terus-menerus sampai pati menjadi hitam yang berarti pati telah rusak dan penyangraian dihentikan. Pada penelitian pendahuluan ini pati telah rusak dalam tiga jam. Maka lama penyangraian ditetapkan maksimum selama tiga jam.

23

Penentuan banyaknya larutan asam HCl yang disemprotkan ke pati yang disangrai ditetapkan dengan menyemprotkan asam HCl 0,1N ke 500 gram pati yang disangrai dengan dilakukan pengadukan secara terus-menerus. Asam HCl yang disemprotkan harus berbentuk kabut untuk menghindari pati menggumpal. Penyemprotan dihentikan bila pati menggumpal atau tergenang oleh asam. Dari penelitian pendahuluan ini didapatkan banyaknya larutan HCl yang disemprotkan adalah 200 ml

2. Metode Gelatinisasi Penelitian pendahuluan dalam metode gelatinisasi digunakan untuk menetapkan suhu pemanasan dan menetapkan lama pemanasan. Proses utama dalam metode ini adalah gelatinisasi pati maka panas yang diberikan pada suspensi pati harus mampu menggelatinisasi pati. Dalam penelitian pendahuluan ini, suhu gelatinisasi dari tapioka adalah 65oC sehingga ditentukan suhu pemanasan adalah 60oC sampai 70oC. Suhu yang lebih tinggi akan mempersulit dalam pengamatan dan pengambilan sampel karena proses gelatinisasi akan berlangsung sangat cepat dan air yang terkandung dalam pati yang tergelatinisasi akan mengering dalam waktu 20 menit. Lama pemanasan dilakukan dengan mensuspensikan 300 gram pati tapioka ke dalam 1000 ml air dan dipanaskan pada suhu 60oC sampai 70oC. Pengadukan dilakukan secara terus-menerus untuk menghomogenkan pati yang tergelatinisasi. Setelah satu jam pemanasan, pati yang tergelatinisasi akan mengering sehingga pemanasan dihentikan. Proses modifikasi pati dengan metode gelatinisasi ditetapkan menggunakan selang waktu 1 jam.

24

B. PATI TERMODIFIKASI DARI PATI TAPIOKA Pati yang digunakan sebagai bahan baku dalam modifikasi pati ini adalah pati tapioka. Pati tapioka adalah pati yang berasal dari umbi singkong. Pati singkong yang digunakan adalah pati yang dijual di pasaran. Analisa mutu pati tapioka tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 10. Parameter mutu pati tapioka Parameter mutu

Nilai

Derajat putih

91,01 %

Kehalusan (lolos saringan 100 mesh)

97,8 %

Warna dalam lugol

ungu

Kadar air

3,1 %

Kadar abu

0,1 %

Kadar serat kasar

0,1 %

Kelarutan dalam air dingin

0,04 %

Derajat asam

0,0073 %

Viskositas

10 cp

DE

0%

Pati termodifikasi dari pati tapioka diproses dengan memutuskan ikatanikatan monomer gula pada polimer pati. Reaksi yang dapat memutus ikatan tersebut adalah reaksi hidrolisis. Reaksi hidrolisis adalah reaksi pemutusan suatu ikatan polimer oleh air dengan bantuan suatu katalisator tertentu (Humprey, 1979). Dalam proses modifikasi pati ini digunakan asam HCl sebagai katalisator proses hidrolisis. Proses pemodifikasian pati dengan katalisator asam dapat dilakukan dengan banyak cara antara lain dengan menyemprotkan asam ke atas pati dengan pemanasan (selanjutnya disebut metode kering atau penyangraian) ataupun dengan penambahan asam kedalam suspensi pati yang kemudian digelatinisasi (selanjutnya disebut metode basah atau gelatinisasi).

25

Proses modifikasi degan metode kering dilakukan dengan menyemprotkan asam sebanyak 200 ml dengan konsentrasi tertentu ke dalam pati sebanyak 500 gram yang disangrai. Proses penyemprotan dilakukan sedemikian sehingga pati yang disemprot tidak menggumpal. Dari penelitian pendahuluan, jumlah asam yang disemprotkan adalah 200 ml. Di atas jumlah tersebut akan terjadi penggumpalan pati dan dapat mengakibatkan terjadinya gelatinisasi pada gumpalan yang basah tersebut. Suhu penyangraian ditetapkan agar tidak terlalu panas sehingga tidak cepat merusak pati yang disangrai. Dari penelitian pendahuluan didapatkan suhu 60 sampai 70 derajat Celcius yang merupakan rentang suhu gelatinisasi pati tapioka. Proses penyangraian diikuti dengan pengadukan secara terus-menerus. Pengadukan ini dilakukan agar jumlah pati yang telah terhidrolisis homogen, karena pati yang berada di bawah lebih cepat bereaksi dibandingkan dengan pati yang berada di permukaan. Panas yang ada pada penyangraian ini bersama dengan asam yang disemprotkan memutuskan ikatan-ikatan glikosidik pada permukaan granula pati. Pemutusan ikatan-ikatan monomer gula pada polimer pati adalah reaksi hidrolisis. Pemutusan ikatan polimer pati tersebut menghasilkan polimer dengan rantai yang lebih pendek serta gula-gula pereduksi.

26

C. PROSES MODIFIKASI PATI DAN PERUBAHAN NILAI DE 1. Metode Penyangraian Metode penyangraian digunakan dalam modifikasi pati tanpa menggunakan bantuan air. Metode modifikasi ini dilakukan dengan menyemprotkan asam HCl dalam konsentrasi tertentu ke pati tapioka yang disangrai. Proses penyangraian disertai dengan pengadukan yang dilakukan terus-menerus. Dalam metode penyangraian ini digunakan asam HCl dengan konsentrasi 0 N, 0,1 N, 0,2 N, 0,3 N, dan 0,4 N. Suhu yang digunakan adalah suhu sedang yaitu 60o sampai 70o C. Jumlah asam HCl yang disemprotkan adalah 200 ml. Asam HCl disemprotkan pada 30 menit pertama. Penyemprotan dihentikan untuk menyamakan jumlah HCl yang telah bercampur pada pati dari waktu pertama pengambilan sampel sampai waktu terakhir pengambilan sampel. Waktu pengambilan sampel dilakukan tiap 30 menit selama 3 jam proses. Pati yang tengah disangrai menunjukkan perubahan warna seiring dengan

waktu

dengan

ditemuinya

perubahan-perubahan

bentuk

penampakan pati. Pada beberapa sampel terdapat gumpalan-gumpalan pati yang mengeras. Gumpalan tersebut diakibatkan oleh tergelatinisasinya pati yang sebelumnya tergumpal oleh larutan asam. Gumpalan keras ini harus diminimalisasi karena dapat menurunkan mutu produk pati termodifikasi. Produk pati termodifikasi yang baik harus lolos saringan 100 mesh sebanyak minimal 90 % (Dewan Standarisasi Nasional, 1992). Gumpalan keras ini dapat dihindari dengan memperhalus semprotan asam dan pengadukan yang terus-menerus. Pada penyangraian dengan menggunakan penyemprotan larutan HCl 0 N didapatkan bahwa pati tidak menunjukkan perubahan warna yang signifikan. Penyangraian pada menit ke 30 menghasilkan pati yang berwana putih kekuningan. Warna pati cenderung tetap sampai menit ke 180.

27

Nilai Dextrose Equivalent (DE) pada menit ke-30 sampai 180 tidak menunjukkan pergerakan nilai yang besar. Nilai DE pada pati tapioka murni adalah 0 kemudian setelah disangrai pada 30 menit pertama didapatkan nilai DE sebesar 0,13. Selanjutnya DE tidak menunjukkan peningkatan ataupun penurunan yang tajam. Pada 30 menit pertama, pati sudah mulai terhidrolisis. Ikatan-ikatan gula pada polimer pati terputus karena reaksi hidrolisis. Reaksi hidrolisis terjadi karena adanya air walaupun pada jumlah yang kecil pada pati serta panas yang memicu putusnya ikatan glikosidik. Setelah 30 menit, nilai DE hanya meningkat hingga kisaran 0,22 pada menit ke-90. Nilai DE akan berangsur turun setelah itu. Perubahan nilai DE yang tidak terlalu mencolok ini disebabkan karena dalam penyangraian disemprotkan larutan tanpa penambahan HCl. Reaksi hanya dipercepat karena adanya panas. Tanpa HCl sebagai katalisator, reaksi hidrolisis akan berjalan lambat.

Grafik Nilai DE(% )

DE(%)

3 2.5 2 1.5

Nilai DE(%)

1 0.5 0 0

30

60

90 120 150 180

waktu (menit)

Gambar 4. Grafik perubahan DE dengan konsentrasi asam 0 N

28

Proses

penyangraian

dengan

penyemprotan

HCl

dengan

konsentrasi 0,1 N menghasilkan produk yang berbeda dibandingkan dengan tanpa penyemprotan. Perubahan warna jelas terlihat dari 30 menit pertama sampai menit ke-180. saat memasuki menit ke-30, pati mulai berubah warna menjadi kekuningan. Warna pati akan semakin kuning sampai menit ke-60. Setelah menit ke-60 pati akan berubah menjadi coklat dan terus menjadi lebih gelap. Pada menit ke-180 pati telah menjadi berwarna hitam. Perubahan nilai DE terlihat sangat jelas dengan memplotkan data perubahan nilai DE. Pada menit ke-30, DE meningkat secara perlahan sampai ke titik 0,18. Setelah melewati menit ke-30, nilai DE meningkat sampai menit ke-90 dengan nilai DE tertinggi 15,3. Penurunan nilai DE terjadi setelah menit ke-90.

Grafik DE(%) 3 2,5

DE(%)

2

♦ Nilai DE (%) DE(%)

1,5 1 0,5 0 -0,5 0

30

60

90

120

150

180

waktu (menit)

Gambar 5. Grafik perubahan DE dengan konsentrasi asam 0,1 N

Hal yang sama juga terlihat pada penyemprotan dengan konsentrasi asam 0,2 N. Perubahan warna terlihat lebih jelas. Pada rentang waktu yang sama, warna yang terlihat akan lebih pekat daripada warna pada penyemprotan 0,1 N. Pati yang telah disangrai sampai 180 menit juga terlihat lebih hitam.

29

Nilai DE pada penyemprotan HCl 0,2 N hampir sama dengan pada konsentrasi 0,1 N. Pada proses penyangraian tersebut terlihat adanya peningkatan dan penurunan DE. Nilai DE pada konsentrasi 0,2 N meningkat sampai 90 menit pertama sampai ke titik 1,9. Setelah menit ke90 kurva DE akan berangsur turun dengan perlahan. Grafik DE(%) 3

DE(%)

2,5 2

♦ Nilai DE (%) DE(%) P l (DE(%))

1,5 1 0,5 0 0

30

60

90

120

150

180

waktu (menit)

Gambar 6. Grafik perubahan DE dengan konsentrasi asam 0,2 N Begitu juga dengan konsentrasi 0,2, penyemprotan dengan HCl 0,3 N juga menunjukkan perubahan warna yang hampir sama. Semakin lama penyangraian semakin gelap pula warnanya. Tingkat warnanya pun hampir sama dengan penyemprotan 0,2 N. Perubahan nilai DE pati pada penyemprotan 0,3 N hampir sama pula dengan penyemprotan HCl 0,2 N. Pada 60 menit pertama, nilai DE akan terus naik sampai pada titik 2,1. Nilai DE akan turun dengan perlahan-lahan setelah menit ke 90. Terdapat perbedaan pada nilai maksimal DE dari konsentrsi penyemprotan HCl 0,2N dan 0,3N maupun 0,1N. Terlihat bahwa semakin tinggi konsentrasi asam maka semakin tinggi pula nilai DE yang dihasilkan.

30

Grafik DE(%) 3

DE(%)

2,5 2

♦ Nilai DE (%) DE(%) P l (DE(%))

1,5 1 0,5 0 0

30

60

90

120

150

180

waktu (menit)

Gambar 7. Grafik perubahan DE dengan konsentrasi asam 0,3 N Hal yang sama pula didapatkan dari penyemprotan dengan HCl 0,4 N. Perubahan warna juga terlihat jelas. Warna yang dihasilkan sama dengan penyemprotan HCl dengan konsentrasi 0,1N, 0,2N dan 0,3N. Perbedaan lain yang terlihat dari penampakan tidak ada. Peningkatan nilai DE dari penyemprotan HCl 0,4 N hampir sama tipenya dengan ketiga konsentrasi larutan HCl sebelumnya (0,1 N , 0,2 N , 0,3 N). Penyangraian pada 30 menit pertama menunjukkan peningkatan nilai DE yang curam pada titik 1,2 kemudian semakin lama akan naik sampai menit ke 100. Setelah menit ke 100 nilai DE akan turun kembali. Dari semua sampel yang didapatkan dari penyemprotan HCl 0,1 N sampai 0,4 N menunjukkan perubahan warna yang sama yaitu dari warna putih berubah menjadi kuning dan semakin lama akan menjadi hitam. Perbedaannya hanya terlihat dari kepekatan pada selang waktu yang sama. Konsentrasi yang lebih tinggi pada selang waktu yang sama memiliki tingkat warna yang lebih gelap.

31

Grafik DE(%) 3

DE(%)

2,5 2

♦ Nilai DE (%) DE(%)

1,5 1 0,5 0 0

30

60

90

120

150

180

waktu (menit)

Gambar 8. Grafik perubahan DE dengan konsentrasi asam 0,4 N Peningkatan nilai DE pada pati yang disemprot asam mempunyai tipe yang hampir sama. Saat waktu pertama penyangraian nilai DE akan meningkat kemudian setelah menit-menit berikutnya akan menurun secara perlahan-lahan. Semakin tinggi konsentrasi HCl yang digunakan pada awalnya meningkatkan nilai DE pula, akan tetapi bila konsentrasi HCl terus ditambah, menyebabkab turunnya nilai DE. Hal ini disebabkan karena semakin lama proses penyangraian glukosa yang terbentuk dari hidrolisis polimer pati akan mengalami reaksi karamelisasi menjadi hidroksimetil furfuraldehid. Semakin tinggi konsentrasi HCl yang digunakan akan menghasilkan glukosa yang banyak pula, akan tetapi karena adanya reaksi karamelisasi, glukosa yang rusak akan semakin banyak pula sehingga nilai DE turun (Eskin, et. al., 1971) Setelah tahap penyangraian, pati dinetralkan dari asam HCl. Untuk menetralkannya digunakan NaOH 0,1 N. Setelah pH menjadi netral (7) penambahan NaOH dihentikan. Reaksi dari asam HCl dan NaOH akan menghasilkan garam NaCl. Kemudian suspensi tersebut diendapkan dan airnya dibuang. Untuk mencucinya, pati dikeringkan terlebih dahulu. Pati yang sudah kering ditambahkan lagi dengan air dan diendapkan kembali.

32

Garam yang terlarut dalam air dibuang. Setelah beberapa kali pencucian, pati dikeringkan kembali. Proses pengeringan dilakukan pada suhu kamar untuk menghindari kerusakan pati sebelum pengujian.

2.

Metode Gelatinisasi Metode utama modifikasi pati dengan gelatinisasi dilakukan dengan mensuspensikan pati dalam air dan dipanaskan sehingga terbentuk gel. Gel tersebut nantinya dikeringkan dan digiling menjadi halus sehingga menjadi tepung pati termodifikasi. Metode gelatinisasi lebih rumit bila dibandingkan dengan metode penyangraian karena pati mengalami perubahan bentuk fisik terlebih dahulu. Kunci penting dari metode gelatinisasi adalah proses gelatinisasi itu sendiri. Gelatinisasi adalah rusaknya granula pati karena adanya air yang masuk ke dalam granula sehingga granula pecah dan menjadi seperti gel. Menyusupnya air ke dalam granula dipercepat oleh panas yang diberikan. Penyusupan air ke dalam granula pati dapat mempercepat proses hidrolisis karena kontak polimer pati dengan air akan semakin mudah. Metode gelatinisasi dilakukan dengan mensuspensikan pati sebanyak 30 % ke dalam larutan asam HCl yaitu 300 gram pati ke dalam 1000 ml larutan HCl berbagai macam konsentrasi. Dilakukan variasi konsentrasi HCl sebagai katalisator reaksi hidrolisis. Lama pemanasan ditentukan dengan penelitian pendahuluan. Penelitian pendahuluan menggunakan pati dan air tanpa penambahan asam HCl. Pada penelitian pendahuluan didapatkan waktu satu jam karena pada waktu tersebut gel sudah tidak mengandung air lagi sehingga pemansan harus dihentikan. Apabila pemanasan terus dilanjutkan gel kering dan menjadi arang. Pemanasan dilakukan dengan menggunakan penangas air dengan suhu 60oC – 70o C. Pemilihan derajat suhu ini didapatkan dari penelitian pendahuluan. Pemanasan tidak dilakukan pada suhu diatas 70oC karena proses gelatinisasi berjalan dengan sangat cepat dan air pada gel menjadi cepat habis sehingga menyulitkan dalam pengamatan. Pemanasan juga

33

tidak dapat dilakukan pada suhu rendah di bawah 60oC karena pati tidak dapat digelatinisasi. Suhu gelatinisasi pati tapioka berdasarkan penelitian pendahuluan adalah 65oC. Dalam penelitian ini digunakan lima variasi konsentrasi HCl yaitu 0 %, 0,5 %, 1,0 %, 1,5 %, dan 2 % (v/v) dari larutan untuk mensuspensi pati. Konsentrasi yang digunakan dalam proses gelatinisasi ini tidak menggunakan satuan normalitas ataupun molaritas karena satuan persen larutan (v/v) telah sering digunakan oleh industri. Dalam pemanasan dilakukan pengadukan secara terus-menerus untuk menghindari adanya gel kering yang menempel pada dinding serta menghomogenkan panas. Setiap 10 menit hasilnya disampling dan dikeringkan. Setelah dikeringkan pati digiling menjadi halus. Setelah itu pati modifikasi tersebut disuspensikan ke dalam air kembali dan ditambahkan NaOH secara perlahan-lahan untuk menetralkan HCl. Kemudian pencucian dilakukan untuk menghilangkan NaCl. Proses pencucian sama dengan metode penyangraian. Pada pemanasan suspensi pati tanpa penambahan asam HCl (penelitian pendahuluan) gel mulai terbentuk pada menit ke-10 pada suhu 65o C. Gel yang terbentuk sangat kental dan pada awalnya berwarna putih kemudian semakin lama akan berubah menjadi bening. Dari hasil pengujian nilai DE didapatkan data sebagai berikut:

DE(%)

grafik DE(%) 50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0

♦ Nilai DE (%) DE(%)

0

10

20

30

40

50

60

waktu (menit)

Gambar 9. Grafik DE metode gelatinisasi tanpa penambahan asam

34

Dapat dilihat di grafik nilai DE naik secara tajam dengan nilai yang sangat besar sampai ke titik 15,3 %. Peningkatan ini lebih besar dibandingkan pada metode penyangraian. Nilai DE yang meningkat tajam dibandingkan metode penyangraian ini dikarenakan adanya air yang menghidrolisis ikatan glikosidik serta pecahnya pati karena gelatinisasi sehingga

pati

lebih

mudah

terhidrolisis.

Sama

dengan

metode

penyangraian, setelah mencapai puncak, nilai DE turun kembali. Pada konsentrasi 0 % ini nilai DE sampai puncak pada menit ke-30 dan turun kembali. Penurunan nilai DE tersebut diakibatkan karena rusaknya glukosa menjadi hidroksimetil furfuraldehid. Pada pemanasan suspensi pati yang mengandung asam 0,5 % pati juga tergelatinisasi pada menit ke 10 dengan suhu 65oC. Akan tetapi bentuk fisik gel pati tersebut berbeda dengan pati yang tidak ditambahkan asam. Gelatin pati dengan penambahan asam 0,5 % ini tidak sekental pada gelatin pati tanpa asam. Adanya HCl menyebabkan polimer pati yang terpotong semakin banyak pula yang mengakibatkan rantai polimer pati menjadi lebih pendek sehingga kekuatan gel pati rendah. Dari hasil pengujian nilai DE didapatkan hasil sebagai berikut: Grafik DE(%) 50

DE(%)

40

♦ DE(%) Nilai DE (%)

30

P l

(DE(%))

20 10 0 0

10

20

30

40

50

60

waktu(menit)

Gambar 10. Grafik DE metode gelatinisasi konsentrasi asam 0,5 %

35

Dari data tersebut terlihat pola yang hampir sama dengan suspensi pati yang dipanaskan tanpa asam HCl. Pada awal proses gelatinisasi nilai DE meningkat sampai menit ke-20 pada nilai 27,9 %. Kemudian nilai DE mencapai puncak pada menit ke-30. Setelah menit ke-30, nilai DE cenderung turun kembali. Hal yang sama terjadi pada penambahan asam sebesar 1 %. Pati yang tergelatinisasi tidak kental dan lebih encer bila dibandingkan dengan pati yang tergelatinisasi dengan menggunakan 0,5 % HCl. Semakin tinggi konsentrasi HCl yang digunakan menyebabkan polimer pati yang terhidrolisis semakin banyak pula. Polimer pati dengan rantai yang lebih pendek menyebabkan kekuatan gel pati semakin rendah. Kecenderungan nilai DE-nya pun hampir sama yaitu terjadi kenaikan dari awal pemanasan sampai menit ke-40 yaitu pada titik 49,2 %. Kemudian nilai DE terus naik sampai menit ke-50. Setelah itu nilai DE cenderung turun.

DE(%)

grafik DE(%) 50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0

DE(%) ♦ Nilai DE (%)

0

10

20

30

40

50

60

waktu (menit)

Gambar 11. Grafik DE metode gelatinisasi konsentrasi asam 1 % Pada konsentrasi 1,5 % gel yang terbentuk adalah encer bahkan encer seperti air. Warna pati yang tergelatinisasi pada menit-menit akhir terlihat berwarna merah muda sampai kecoklatan. Perubahan nilai DE hampir sama kecenderungannya dengan sampel dengan konsentrasi HCl 1 % yaitu naik sampai menit ke-30 pada titik 17,8 % dan naik terus sampai

36

menit ke-50. Setelah itu nilai DE cenderung turun kembali. Hasil perubahan nilai DE mtode gelatinisasi sengan konsentrasi asam 1,5 % dapat dilihat pada gambar berikut.

Grafik Nilai DE (% ) 50 DE(%)

40

Nilai DE (%)

30 20 10 0 0

10

20

30

40

50

60

waktu (menit)

Gambar 12. Grafik DE metode gelatinisasi konsentrasi asam 1,5 % Penampakan gelatin pada konsentrasi 1,5 % juga terlihat dalam konsentrasi 2%. Pati tergelatinisasi yang terbentuk sangat encer dan pada waktu-waktu akhir berwarna merah muda sampai kecoklatan. Perubahan nilai DE-nya pun hampir sama dengan sampel dengan konsentrsi 1 % dan 1,5 %. Perubahan nilai DE metode gelatinisasi dengan konsentrasi 2 % dapat dilihat pada grafik berikut:

37

Grafik DE(%) 50 40 DE(%)

30 DE(%) ♦ Nilai DE (%)

20 10 0 -10

0

10

20

30

40

50

60

waktu (menit)

Gambar 13. Grafik DE metode gelatinisasi konsentrasi asam 2 %

D. PENGARUH WAKTU MODIFIKASI DAN KONSENTRASI HCl TERHADAP PERUBAHAN NILAI DE

1. Metode Penyangraian Dari masing-masing grafik perubahan nilai DE pada masingmasing jenis konsentrasi HCl didapatkan adanya kenaikan nilai DE pada awal penyangraian. Hal ini terjadi karena adanya reaksi hidrolisis yang memotong ikatan polimer pati sehingga menghasilkan polimer dengan rantai yang lebih pendek dan adanya gula pereduksi hasil pemotongan tersebut. Naiknya kadar gula pereduksi akan menaikkan kadar DE pula. Semakin tinggi konsentrasi asam yang ditambahkan ternyata juga meningkatkan kadar gula pereduksi yang terbentuk. Hal ini dikarenakan asam merupakan katalisator untuk proses hidrolisis terutama hidrolisis pati. Grafik perubahan nilai DE dapat dilihat pada grafik dibawah ini.

38

0N

Grafik DE Metode Penyangraian

0,1 N 0,2 N 0,3 N

2,5

0,4 N Kurva 0 N Kurva 0,1 N

2

kurva 0,3 N kurva 0,2 N kurna 0,4 N

Nilai DE

(%)

1,5

1

0,5

0 0

30

60

90

120

150

180

Waktu (menit)

-0,5

waktu

Gambar 14. Perubahan nilai DE modifikasi penyangraian Selain adanya kenaikan nilai DE terdapat juga penurunan nilai DE. Penurunan terjadi rata-rata setelah menit ke-90. Hal ini menunjukkan adanya penurunan kadar gula pereduksi dalam pati termodifikasi. Yang bertanggung jawab atas penurunan kadar gula pereduksi tersebut adalah reaksi karamelisasi. Reaksi karamelisasi merusak gula pereduksi yang terkandung di dalam pati sehingga menurunkan nilai DE-nya. Reaksi

karamelisasi

merupakan

degradasi

gula

yang

menghasilkan produk akhir berupa bahan yang berwarna coklat. Menurut Eskin et. al (1971), proses karamelisasi meliputi tiga tahap reaksi yaitu tahap 1,2 enolasi, tahap dehidrasi atau fisi dan tahap pembentukan pigmen. Pada tahap 1,2 enolasi gula mengalami enolasi menghasilkan senyawa 1,2enol. Reaksi ini terjadi lebih cepat dalam kondisi basa daripada asam. Tahap selanjutnya adalah dehidrasi atau fisi. Pada tahap ini 1,2-enol mengalami

dehidrasi

menghasilkan

senyawa

5-hidroksimetil-2-

furfuraldehid yang merupakan salah satu prekursor pigmen coklat. Berikut ini adalah diagram alir reaksi karamelisasi.

39

Gula

1,2-enol Panas 5-hidroksimetil-2-furfuraldehid

Pigmen coklat

Gambar 15. Diagram alir reaksi karamelisasi (Eskin et. Al., 1971) Reaksi karamelisasi yang terjadi dalam proses penyangraian dapat dibuktikan dengan adanya perubahan warna pada patinya (lihat lampiran). Semakin lama proses penyangraian, warna pati akan semakin coklat. Warna coklat ditemui pada saat nilai DE turun.

2. Metode Gelatinisasi Hal yang sama juga ditemukan pada metode gelatinisasi, semakin besar konsentrasi asamnya dan semakin lama pemanasannya, nilai DE bertambah. Bedanya pada metode gelatinisasi peningkatan nilai DE meningkat dengan nilai yang sangat tinggi. Hal ini terjadi karena dalam proses gelatinisasi air yang mengandung asam akan menyusup ke dalam granula pati yang akan menyebabkan pecahnya granula pati. Penyusupan ini juga memudahkan kontak air dan asam dengan polimer pati sehingga memudahkan reaksi hidrolisis. Grafik perubahan nilai DE pada metode gelatinisasi adalah sebagai berikut.

40

grafik perubahan nilai DE metode gelatinisasi

0% 0,5 % 1%

60

1,5 % 2%

50

kurva 1% kurva 0,5 % kurva 2 %

40

kurva 1,5 %

DE(%)

kurva 0 %

30 20 10 0 0

10

20

30

40

50

60

-10 waktu (menit)

Gambar 16. Perubahan nilai DE modifikasi gelatinisasi Akan tetapi dalam metode gelatinisasi juga terjadi penurunan nilai DE. Rata-rata nilai DE turun pada menit ke 30 sampai menit ke 50. Hal tersebut juga disebabkan karena reaksi karamelisasi. Reaksi karamelisasi yang terjadi pada proses gelatinisasi dapat dibuktikan dengan adanya perubahan warna pada sampel yang DE-nya mulai menurun. Sampel berwarna lebih gelap sampai kecoklatan.Reaksi karamelisasi sangat sulit dihindari karena kedua metode modifikasi pati membutuhkan panas untuk mempercepat reaksi hidrolisisnya.

41

E. PERSAMAAN MATEMATIS DEXTROSE EQUIVALENT (DE) Persamaan matematis Dextrose Equivalent (DE) digunakan sebagai model untuk menentukan berapa jumlah konsentrasi HCl yang dibutuhkan dan lama proses modifikasi sehingga didapatkan pati termodifikasi dengan nilai DE yang diinginkan. Persamaan ini memiliki banyak kegunaan antara lain •

Sebagai formula bahan dan acuan yang bisa dipakai untuk memproduksi pati termodifikasi.



Persamaan yang dapat menentukan berapa banyak sumber daya yang digunakan perlu ditambahkan dalam proses modifikasi pati bila sumber daya yang lain sedang mengalami kekurangan.



Dapat memperbanyak jenis produk pati termodifikasi yang dihasilkan dengan proses yang sama.

Penentuan persamaan matematis ini dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak Minitab dari hasil pengujian nilai DE sampel-sampel yang diperoleh. Titik-titik nilai DE diplotkan pada grafik dan ditarik persamaannya dengan regresi berganda.

1. Metode Penyangraian Titik-titik nilai DE kemudian diplotkan pada grafik tiga dimensi dengan 3 variabel yaitu waktu penyangraian, konsentrasi HCl dan nilai DE. Dengan Minitab dapat dibuat grafik dengan kontur yang lebih jelas dengan smoothing pada datanya. Hasil dari plot titik-titik nilai DE tersebut adalah:

42

Grafik DE modifikasi pati metode kering

2

C3

1

200 0 100 0, 0,0

0,1 0 1

C1

0,2

0,3

C C2

0 0,4

C1 : konsentrasi asam (N) C2 : waktu peny angraian C3 : Nilai DE (%)

Gambar 17. Plot grafik tiga dimensi pada minitab Grafik nilai DE menunjukkan adanya penurunan nilai DE pada menit ke-90 maka peregresian ganda hanya dilakukan sampai menit ke-90. Dengan melakukan regresi berganda dari setiap plot nilai DE, akan didapatkan suatu persamaan matematis. Persamaan interaksi konsentrasi HCl dan Lama penyangraian terhadap nilai DE adalah sebagai berikut. DE(%) = - 0,279 + 1,39 Konsentrasi(N) + 0,0111 waktu(menit) Rsq = 0,829

Keterangan : waktu

: menit

Konsentrasi HCl

:N

DE

:%

Batas waktu 0-90 menit, batas konsentrasi asam 0N-0,4N

43

2. Metode Gelatinisasi Titik-titik nilai DE kemudian diplotkan pada grafik tiga dimensi dengan 3 variabel yaitu waktu gelatinisasi, konsentrasi HCl dan nilai DE. Dengan Minitab dapat dibuat grafik dengan kontur yang lebih jelas dengan smoothing pada datanya. Hasil dari plot titik-titik nilai DE tersebut adalah: Grafik DE modifikasi pati metode gelatinisasi

50 40 30

C3

20 10 0 0

C1

1

0

10

20

30

40

50 0

60

C2 2

2

C1 : konsentrasi asam (%) C2 : waktu gelatinisasi C3 : Nilai DE (%)

Gambar 18. Plot grafik DE metode gelatinisasi pada Minitab Grafik nilai DE menunjukkan adanya penurunan nilai DE pada menit ke-40 maka peregresian ganda hanya dilakukan sampai menit ke-40. Dengan melakukan regresi berganda dari setiap plot nilai DE, didapatkan suatu persamaan matematis. Persamaan interaksi konsentrasi HCl dan lama penyangraian terhadap nilai DE adalah sebagai berikut. DE(%) = - 10,4 + 10,4 Konsentrasi(N) + 1,18 waktu(menit) Rsq = 0,87

Keterangan : waktu

: menit

Konsentrasi HCl

: % (v/v) larutan HCl

DE

:%

Batas waktu 0-40 menit, batas konsentrasi 0%-2 % (v/v)

44

Penentuan waktu proses produksi tidak boleh melewati titik maksimal kurva yaitu pada menit ke-90 pada metode penyangraian dan menit ke-40 pada metode gelatinisasi. Hal ini dikarenakan nilai DE yang turun diakibatkan oleh terjadinya reaksi karamelisasi yang menyebabkan pati berwarna coklat.

F. ANALISA KARAKTERISTIK MUTU PATI TERMODIFIKASI Analisa mutu dilakukan terhadap 10 sampel dari 60 sampel keseluruhan. Setiap satu konsentrasi asam diambil satu sampel. Sampel yang diambil adalah sampel yang memiliki Dextrose Equivalent (DE) dibawah 20. Pati termodifikasi yang memiliki nilai DE dibawah 20 biasa dikategorikan ke dalam maltodekstrin (Fullbrook, 1984). Sampel yang diambil adalah sampel yang memiliki penampakan visual dan fisik yang terbaik dengan nilai DE lebih dari 0. Didapatkan sepuluh sampel dan sampel pati tapioka. Kesepuluh sampel tersebut adalah sampel N1W2, N2W3, N3W2, N3W2, N4W2, N5W2, M1W2, M2W5, M3W2, M4W5 dan M5W2. Parameter mutu pati termodifikasi diambil berdasarkan parameter yang ditetapkan oleh Dewan Standarisasi Nasional tentang Dekstrin. Pengujian mutu ini digunakan untuk menguji apakah pati yang dihasilkan memenuhi standar yang telah ditetapkan.

1. Derajat Putih Derajat putih digunakan untuk membedakan warna putih antara satu bahan dengan bahan yang lain. Nilai derajat putih didapatkan dengan alat Colormeter. Semakin besar derajat yang didapatkan berarti semakin putih juga sampel tersebut. Berikut ini adalah hasil pengujian derajat putih beberapa sampel yang telah dipilih.

45

Tabel 11. Nilai derajat putih beberapa sampel Sampel Pati

Metode

Metode Kering

Metode gelatinisasi

pati tapioka 0 N 60 menit (N1W2) 0,1N 90 menit (N2W3) 0,2N 60 menit (N3W2) 0,3 N 60 menit (N4W2) 0,4N 60 menit (N5W2) 0% 20 menit (M1W2) 0,5% 50 menit (M2W5) 1% 20 menit (M3W2) 1,5% 50 menit (M4W5) 2% 20 menit (M5W2)

Keterangan :

warna visual putih

Derajat putih(%) 87,34

putih

83,76

putih

75,46

putih

69,98

putih putih kekuningan putih kekuningan

80,02

kuning

78,57

kuning kuning kecoklatan

75,49

putih

87,84

91,01 65,88

69,15

: Sesuai standar DSN

Dari nilai derajat putih yang didapatkan terlihat bahwa nilai derajat putih dari seluruh sampel adalah pati tapioka. Seluruh sampel pati termodifikasi yang diuji menunjukkan nilai dibawahnya. Apabila dibandingkan dengan standar produk dekstrin kesepuluh sampel tersebut sudah memenuhi standar. Menurut standar Dewan Standarisasi Nasional dekstrin yang digunakan untuk aplikasi pangan dan non pangan berwarna putih sampai kekuningan. Standar yang berbeda terdapat dalam standar produksi maltodekstrin oleh industri. Warna maltodekstrin yang diijinkan adalah yang berwarna putih (PT. Sorini Tbk, 2005). Secara umum dengan menggunakan ANOVA, nilai derajat putih sampel yang diuji menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata satu sama lain. Akan tetapi nilai derajat putih sampel pati dari metode gelatinisasi memiliki nilai derajat putih yang lebih tinggi dibandingkan derajat putih pati metode penyangraian. Nilai derajat putih yang berbeda-beda itu dikarenakan warna yang timbul pada proses modifikasi pati. Warna yang timbul pada pati disebabkan oleh reaksi karamelisasi. Reaksi karamelisasi

46

lebih sulit terjadi pada air sehingga pati yang berasal dari modifikasi metode gelatinisasi memiliki warna yang lebih cerah dibandingkan pati dari metode penyangraian. Perlakuan terbaik dalam modifikasi pati secara hidrolisis asam dari parameter derajat putih sampel-sampel yang telah diuji adalah dengan metode gelatinisasi dengan konsentrasi HCl 2 persen pada waktu 20 menit.

2. Kehalusan (lolos saringan 100 mesh) Kehalusan suatu produk pati termodifikasi dicari dengan menyaring sampel dengan ayakan 100 mesh. Bobot sampel awal yang diayak dibandingkan dengan bobot yang lolos saringan. Kehalusan merupakan salah satu parameter mutu pati termodifikasi. Semakin halus suatu pati maka semakin bagus pula mutunya karena pati yang memiliki kehalusan yang tinggi akan mudah dalam penanganan produksi selanjutnya. Hasil pengujian beberapa sampel dapat dilihat dalam tabel berikut ini.

47

Tabel 12. Nilai persen lolos saring Metode

Metode Kering

Metode gelatinisasi

Keterangan :

Sampel Pati

pati tapioka 0 N 60 menit (N1W2) 0,1N 90 menit (N2W3) 0,2N 60 menit (N3W2) 0,3 N 60 menit (N4W2) 0,4N 60 menit (N5W2) 0% 20 menit (M1W2) 0,5% 50 menit (M2W5) 1% 20 menit (M3W2) 1,5% 50 menit (M4W5) 2% 20 menit (M5W2)

persen lolos (%) 97,8 93,1 85,7 74,5 72,2 63,1 65,9 87,3 67,3 72,1 83,2

Sesuai standar DSN

Kehalusan tidak tergantung pada proses modifikasi pati. Kehalusan bergantung pada proses penggilingan pati. Hasil yang didapatkan pada pengujian sampel tersebut menunjukkan hasil yang relatif sama. Hal ini disebabkan karena alat penggiling yang digunakan sama. Nilai kehalusan pati termodifikasi dengan metode gelatinisasi memiliki nilai kehalusan yang relatif lebih rendah dibandingkan dengan pati termodifikasi dengan metode penyangraian karena gumpalan gel kering pada pati termodifikasi metode gelatinisasi sangat keras sehingga proses penggilingannya lebih sulit dibandingkan pati hasil penyangraian.

48

3. Warna dalam Lugol Lugol merupakan larutan yang digunakan untuk menguji apakah dalam suatu bahan terdapat pati ataupun tidak. Bahan yang mengandung pati akan berwarna biru sampai keunguan bila ditetesi larutan lugol. Bahan yang

mengandung

gula

monosakarida

maupun

disakarida

yang

didalamnya mengandung gula pereduksi akan menghasilkan warna kecoklatan sampai kuning apabila ditetesi larutan lugol. Pengujian warna dalam lugol adalah pengujian sacara kualitatif. Hasil pengujian lugol dari beberapa sampel menghasilkan warna sebagai berikut. Tabel 13. Warna sampel dalam lugol

Metode Metode Kering

Metode gelatinisasi

Keterangan

Sampel Pati

pati tapioka 0 N 60 menit (N1W2) 0,1N 90 menit (N2W3) 0,2N 60 menit (N3W2) 0,3 N 60 menit (N4W2) 0,4N 60 menit (N5W2) 0% 20 menit (M1W2) 0,5% 50 menit (M2W5) 1% 20 menit (M3W2) 1,5% 50 menit (M4W5) 2% 20 menit (M5W2)

warna setelah ditetesi lugol +++++ +++++ ++++ ++++ +++ - ++ - +++++ ++++ ++ - - +---+----

: +++++ : ungu ++++ - : ungu kebiruan +++ - - : ungu sedikit kekuningan ++- - - : ungu kekuningan +- - - -

: ungu kecoklatan Sesuai standar DSN

Hasil tersebut menunjukkan bahwa seluruh sampel yang diuji mengandung karbohidrat karena terdapat warna ungu. Hasil yang berbeda terlihat pada pati termodifikasi dengan metode gelatinisasi pada konsentrasi HCl 1,5 % pada waktu 50 menit dan 2 % pada waktu 20 menit. Hasil penambahan lugol memperlihatkan warna ungu agak kecoklatan.

49

Warna ungu agak kecoklatan ini menunjukkan terdapatnya gula yang mengandung gula pereduksi yang jumlahnya lebih banyak daripada sampel yang lain. Hal ini dapat dibuktikan dengan nilai DE kedua sampel tesebut yang jauh lebih besar bila dibandingkan dengan sampel-sampel yang lain. Bila dibandingkan dengan standar DSN, sampel-sampel pati yang diuji memenuhi syarat mutu dekstrin untuk aplikasi pangan maupun non pangan. Dalam DSN disebutkan bahwa warna dalam lugol adalah ungu sampai kecoklatan.

4. Kadar Air Kadar air suatu pati termodifikasi menunjukkan bagaimana proses pengeringannya apakah berjalan dengan baik ataupun tidak. Pati yang bermutu baik akan memiliki kadar air yang rendah. Kadar air sangat penting dalam penyimpanan produk pati tersebut. Pati dengan kadar air yang rendah akan lebih mudah dalam penyimpanan dan aplikasinya. Sampel yang diuji pada pengujian kadar air ini melalui proses pengeringan yang sama. Hasil pengujian kadar air dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 14. Hasil pengujian kadar air Metode

Metode Kering

Metode gelatinisasi

Keterangan :

Sampel Pati

pati tapioka 0 N 60 menit (N1W2) 0,1N 90 menit (N2W3) 0,2N 60 menit (N3W2) 0,3 N 60 menit (N4W2) 0,4N 60 menit (N5W2) 0% 20 menit (M1W2) 0,5% 50 menit (M2W5) 1% 20 menit (M3W2) 1,5% 50 menit (M4W5) 2% 20 menit (M5W2)

Kadar air (%) 3,10 0,01 0,66 2,41 0,22 0,00 9,68 14,25 25,31 28,60 48,25

Sesuai standar DSN

50

Hasil pengujian kadar air menunjukkan bahwa sampel yang diproses dengan metode penyangraian memiliki kadar air yang lebih rendah dibandingkan pati yang diperoleh dari metode gelatinisasi. Hal ini dapat dijelaskan karena pada pati hasil gelatinisasi terdapat penambahan air dalam proses modifikasinya. Produk yang dihasilkan setelah proses hidrolisis adalah pati yang masih basah yang berbentuk gel. Berbeda dengan pati yang dihasilkan dari metode penyangraian yang sudah kering. Selain itu proses pengeringan dilakukan pada suhu yang tidak terlalu tinggi (250C) untuk menghindari kerusakan produk pati. Bila dibandingkan dengan standar DSN untuk produk dekstrin, pati termodifikasi yang dihasilkan dari proses penyangraian semuanya memenuhi syarat. Batas kadar air maksimal yang diijinkan untuk dekstrin oleh DSN adalah 11 %. Untuk pati termodifikasi dengan proses gelatinisasi hanya satu sampel yang memenuhi syarat yaitu pada konsentrasi HCl 0 % dan pada waktu 20 menit. Sampel selain itu kesemuanya melebihi ambang kadar air yang diperbolehkan. Agar kadar air pati termodifikasi dengan metode gelatinisasi memiliki kadar air yang rendah, perlu adanya proses pengeringan yang lebih lama dibandingkan dengan metode penyangraian. Kadar air lebih ditentukan oleh teknik pengeringan dan teknik modifikasinya. Dengan ANOVA didapatkan kadar air dari pati termodifikasi dengan metode penyangraian tidak berbeda nyata satu sama lain. Kadar air untuk pati termodifikasi metode gelatinisasi relatif lebih tinggi dibandingkan dengan pati termodifikasi metode gelatinisasi. Semakin tinggi konsentrasi asam yang digunakan dalam metode gelatinisasi

semakin

tinggi

pula

kadar

air

pada

produk

pati

termodifikasinya. Hal ini disebabkan karena adanya penambahan air dalam prosesnya. Pati hasil gelatinisasi pada konsentrasi rendah berbentuk gel setelah digelatinisasi sedangkan pada konsentrasi tinggi berbentuk cair. Hal tersebut terjadi karena semakin tinggi konsentrasi HCl yang digunakan menyebabkan rantai polimer pati yang terpotong semakin banyak pula sehingga kekuatan gel pati akan menurun. Pada saat proses

51

pengeringan, air pada pati yang telah berbentuk gel lebih cepat kering sehingga kadar air pada pati yang menggunakan konsentrasi HCl yang lebih tinggi memiliki kadar air yang lebih tinggi pula.

5. Kadar Abu Kadar abu menyatakan berapa banyak persentase kandungan mineral yang terkandung dalam suatu bahan. Penentuan kadar abu dilakukan dengan memanaskan bahan pada tanur dengan suhu 600oC. Bahan lain selain mineral akan terbakar dan menguap. Bobot yang tertinggal setelah pemanasan adalah abu atau mineral. Nilai kadar abu tidak dipengaruhi oleh konsentrasi HCl yang digunakan, waktu proses maupun metode modifikasi patinya. Abu yang tekandung di dalam bahan tergantung dari kandungan abu bahan baku patinya. Kadar abu tidak akan berubah dalam proses modifikasi karena panas yang diberikan pada proses modifikasi tidak mampu membakar abu serta reaksi hidrolisis tidak menjangkau mineral-mineral yang terkandung di dalam bahan tersebut. Di bawah ini adalah hasil dari pengujian kadar abu dari beberapa sampel pati termodifikasi. Tabel 15. Hasil pengujian kadar abu Metode

Metode Kering

Metode gelatinisasi

Keterangan :

Sampel Pati

pati tapioka 0 N 60 menit (N1W2) 0,1N 90 menit (N2W3) 0,2N 60 menit (N3W2) 0,3 N 60 menit (N4W2) 0,4N 60 menit (N5W2) 0% 20 menit (M1W2) 0,5% 50 menit (M2W5) 1% 20 menit (M3W2) 1,5% 50 menit (M4W5) 2% 20 menit (M5W2)

Kadar abu (%) 0,10 0,25 0,16 0,22 0,23 0,33 0,31 0,35 0,23 0,11 0,08

Sesuai standar DSN

52

Dari sampel-sampel yang telah diuji dapat dilihat bahwa seluruh sampel memenuhi standar DSN untuk dekstrin yaitu maksimal 0,5 %. Sampel-sampel yang diuji juga memenuhi standar maltodekstrin menurut PT. Sorini, Tbk. yaitu maksimal 0,5 %. Hal ini juga berarti bahwa pati tapioka merupakan pati yang baik untuk diproduksi menjadi pati termodifikasi karena memiliki kadar abu yang rendah. Mineral yang terkandung dalam pati juga berasal dari NaCl hasil penetralan HCl oleh NaOH yang tidak ikut tercuci. Dengan ANOVA terlihat bahwa sampel yang berbeda akan memiliki pengaruh terhadap nilai kadar abu yang berbeda nyata. Perbedaan kadar abu pada tiap sampel dikarenakan tertinggalnya NaCl pada pati ketika dilakukan pencucian dengan jumlah yang tidak sama pula. Agar kadar abu rendah, proses pencucian harus dilakukan dengan berulang-ulang sehingga garam NaCl tercuci seluruhnya.

6. Kadar Serat Kasar Kadar serat hampir sama dengan kadar abu suatu bahan yaitu tidak bergantung pada konsentrasi asam yang digunakan, lama proses modifikasi ataupun metode yang digunakan. Kadar serat tergantung dari bahan baku yang digunakan. Serat merupakan bahan yang tidak dapat dicerna oleh usus manusia dan biasa berupa selulosa. Berikut ini adalah hasil pengujian kadar serat dari beberapa sampel:

53

Tabel 16. Hasil pengujian kadar serat Metode

Metode Kering

Metode gelatinis asi

Keterangan :

Sampel Pati

pati tapioka 0 N 60 menit (N1W2) 0,1N 90 menit (N2W3) 0,2N 60 menit (N3W2) 0,3 N 60 menit (N4W2) 0,4N 60 menit (N5W2) 0% 20 menit (M1W2) 0,5% 50 menit (M2W5) 1% 20 menit (M3W2) 1,5% 50 menit (M4W5) 2% 20 menit (M5W2)

Kadar serat(%) 0.115 0.13 0.095 0.136 0.0965 0.4925 0.115 0.135 0.15 0.12 0.135

Sesuai standar DSN

Dari hasil pengujian dapat disimpulkan bahwa keseluruhan sampel memenuhi standar kadar derat dekstrin DSN. Hanya satu sampel yang sedikit melampaui ambang batas kadar serat untuk aplikasi pangan yaitu pada sampel pati termodifikasi dengan metode gelatinisasi dengan konsentrasi HCl 1 % dan waktu proses 20 menit. Kadar serat maksimal yang diijinkan untuk aplikasi pangan adalah 0,6 % (Dewan Standarisasi Nasional, 1992) Dengan ANOVA didapatkan bahwa seluruh sampel tidak berbeda nyata satu sama lainnya. Dapat dikatakan juga bahwa kadar serat seluruh sampel yang diuji memiliki kadar serat yang sama. Kadar serat yang sama ini disebabkan karena bahan baku tapioka yang digunakan adalah sama. Serat yang terkandung di dalam pati merupakan serat selulosa yang terdapat pada umbi ubi kayu. Pada saat proses ekstraksi pati, selulosa tersebut ada yang tercampur pada cairan ekstrak pati. Saat pati dikeringkan, ada sedikit serat yang masih tercampur dalam pati.

54

7. Kelarutan dalam Air dingin Kelarutan dalam air dingin menyatakan berapa persentase bahan yang dapat larut di dalam air pada suhu kamar. Pati merupakan bahan yang tidak larut di dalam air. Bahan yang dapat larut dalam air dapat berupa garam-garaman atau gula monosakarida maupun disakarida. Di bawah ini adalah hasil pengujian kelarutan dalam air dingin. Tabel 17. Hasil pengujian persentase kelarutan dalam air dingin. Metode

Metode Kering

Metode gelatinisa si

Keterangan :

Sampel Pati

pati tapioka 0 N 60 menit (N1W2) 0,1N 90 menit (N2W3) 0,2N 60 menit (N3W2) 0,3 N 60 menit (N4W2) 0,4N 60 menit (N5W2) 0% 20 menit (M1W2) 0,5% 50 menit (M2W5) 1% 20 menit (M3W2) 1,5% 50 menit (M4W5) 2% 20 menit (M5W2)

Kelarutan dalam air dingin (%) 0,04 0,08 1,92 0,12 0,16 0,08 0,08 0,04 0,08 0,04 1,76

Sesuai standar DSN

Dari hasil pengujian didapatkan pati yang telah mengalami proses modifikasi memiliki persentase bahan yang larut dalam air dingin lebih tinggi dibandingkan dengan pati tapioka. Hal ini dapat dijelaskan karena dalam proses modifikasi pati terbentuk gula-gula hasil pemutusan polimer pati. Pada grafik hasil pengujian kelarutan dalam air dingin terdapat dua sampel yang memiliki persentase kelarutan dalam air dingin yang cukup besar dibanding sampel lainnya. Perbedaan itu disebabkan karena pada sampel metode penyangraian dengan konsentrasi asam 0,1 N waktu penyangraiannya adalah 90 menit. Berarti gula pereduksi yang dihasilkan juga lebih daripada sampel yang lain dengan metode yang sama. Waktu yang lebih lama menghasilkan pati termodifikasi dengan jumlah gula hasil pemotongan polimer pati yang lebih banyak pula. Demikian juga dengan sampel dengan metode gelatinisasi dengan konsentrasi HCl 2 % dan waktu

55

20 menit. Semakin tinggi konsentrasi asam berarti juga semakin cepat proses hidrolisisnya dan semakin banyak pula gula yang dihasilkan. Dari ANOVA didapatkan seluruh sampel memiliki kelarutan yang relatif sama kecuali sampel N2W3 dan M5W2. Hal ini dikarenakan sampel N2W3 adalah sampel yang diambil pada menit ke-90. Sedangkan sampel yang lain diambil pada menit dibawahnya. Sampel M5W2 menggunakan larutan asam dengan konsentrasi tertinggi dibanding sampel laininya pada metode gelatinisasi. Semakin lama waktu hidrolisis dan semakin tinggi konsentrasi asam menyebabkan tingginya gula pereduksi yang dihasilkan. Hal tersebut berarti juga semakin banyak materi yang terlarut dalam air. Oleh karena itu sampel N2W3 dan M5W2 memiliki kelarutan yang tertinggi.

8. Derajat asam Derajat asam menyatakan berapa besar kandungan asam yang terkandung di dalam bahan. Semakin besar kandungan asamnya maka semakin rendah pula pH-nya. Berikut ini adalah hasil penhujian dari sampel-sampel yang telah diambil secara acak. Tabel 18. Hasil pengujian derajat asam

Metode

Metode Kering

Metode gelatinisasi

Keterangan :

Sampel Pati pati tapioka

0 N 60 menit (N1W2) 0,1N 90 menit (N2W3) 0,2N 60 menit (N3W2) 0,3 N 60 menit (N4W2) 0,4 N 60 menit (N4W2) 0,4N 60 menit (N5W2) 0% 20 menit (M1W2) 0,5% 50 menit (M2W5) 1% 20 menit (M3W2) 1,5% 50 menit (M4W5)

Derajat asam (%) 0,0073 0,0584 0,1971 0,0511 0,1022 0,1241 0,0584 0,1168 0,4672 0,4015 0,5183

Sesuai standar DSN

56

Derajat asam sangat dipengaruhi oleh teknik penetralan asam yang dilakukan. Pada sampel-sampel diatas terlihat bahwa derajat asam seluruhnya memenuhi standar DSN untuk Dekstrin. Standar DSN derajat asam untuk Dekstrin adalah maksimal 5 % untuk aplikasi pangan dan 7 % untuk aplikasi non pangan. Penetralan HCl dilakukan dengan meneteskan NaOH 0,1 N secara perlahan-lahan sampai pH netral (7). Dengan ANOVA didapatkan sampel dari pati termodifikasi dengan metode pengangraian dan dua sampel dari metode gelatinisasi yaitu sampel M1W2 dan M2W5 tidak berbeda nyata satu sama lain. Ketiga sampel metode gelatinisasi yang lain berbeda nyata. Sampel dari metode gelatinisasi yaitu sampel M3W2, M4W5 dan M5W2 memiliki nilai derajat asam yang paling tinggi karena konsentrasi asam yang digunakan pada metode adalah yang paling tinggi. Sampel M1W2 dan M2W5 memiliki nilai derajat asam yang lebih rendah dibandingkan ketiga sampel lainnya dalam metode gelatinisasi. Hal ini dikarenakan konsentrasi asam yang digunakan dalam kedua sampel tersebut adalah yang terendah dibanding ketiga sampel lainya.

9. Viskositas Proses modifikasi dapat mengakibatkan penurunan viskositas (Radley, 1976). Penurunan daya viskositas atau kekentalan tersebut memang disengaja dalam proses modifikasi pati untuk menghasilkan produk pati yang sesuai pada industri tertentu. Hasil pengujian viskositas pati dapat dilihat pada tabel 19 berikut:

57

Tabel 19. Hasil pengujian viskositas Metode

Metode Kering

Metode gelatinis asi

Keterangan :

Sampel Pati

pati tapioka 0 N 60 menit (N1W2) 0,1N 90 menit (N2W3) 0,2N 60 menit (N3W2) 0,3 N 60 menit (N4W2) 0,4N 60 menit (N5W2) 0% 20 menit (M1W2) 0,5% 50 menit (M2W5) 1% 20 menit (M3W2) 1,5% 50 menit (M4W5) 2% 20 menit (M5W2)

Viskositas(cp) 10 8 3 2 0,5 0,5 7 0,5 0 0 0

Sesuai standar DSN

Dari hasil pengujian telihat bahwa pati tapioka memiliki kekentalan yang besar dengan nilai 10 cp. Semua sampel pati yang telah mengalami proses modifikasi memiliki kekentalan yang lebih rendah daripada pati asalnya. Kekentalan seluruh sampel pati termodifikasi yang diuji memenuhi syarat kekentalan pada DSN untuk Dekstrin yaitu maksimal 5 cp untuk aplikasi pangan dan 6 cp untuk aplikasi non pangan. Dengan ANOVA terlihat bahwa viskositas pati, sampel N1W2 dan sampel M1W2 berbeda nyata terhadap nilai viskositas sampel lainnya. Ketiga sampel tersebut adalah sampel yang memiliki viskositas tertinggi dibandingkan dengan sampel lainnya yang tidak berbeda nyata nilai viskositasnya.

Pati

termodifikasi

dengan

metode

penyangraian

menunjukkan nilai viskositas yang semakin menurun seiring dengan bertambahnya konsentrasi asam yang digunakan. Hal yang sama juga terlihat pada pati termodifikasi dengan metode gelatinisasi. Nilai viskositas pati termodifikasi dengan metode gelatinisasi memiliki

58

viskositas yang lebih rendah dibandingkan dengan pati metode penyangraian. Hal ini disebabkan pada metode gelatinisasi, pati telah rusak atau pecah dan gula pereduksi yang terbentuk lebih banyak daripada pati termodifikasi metode penyangraian sehinga gel yang terbentuk tidak kuat. Berbeda dengan pati termodifikasi pada metode penyangraian, granula patinya tidak pecah sehingga masih bisa membentuk gel walaupun kekentalannya tidak sebesar pati murni.

59

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN Proses modifikasi pati dengan cara penyangraian menghasilkan pati modifikasi yang berwarna kuning den secara umum mempunyai nilai DextroseEquivalent (DE) relatif kecil yang berselang dari 0 sampai 2,1. Sedangkan pati termodifikasi yang diperoleh dengan metode gelatinisasi menghasilkan pati yang relatif putih dengan nilai DE tinggi yang memiliki selang antara 0 sampai 49,2. Semakin tinggi konsentrasi asam yang digunakan dan semakin lama waktu proses pemanasan, ikatan polimer pati lebih mudah terpotong polimernya sehingga glukosa yang dihasilkan lebih banyak dan dimungkinkan terjadinya peningkatan DE. Akan tetapi pemanasan pada proses modifikasi dilain pihak menyebabkan terjadinya reaksi karamelisasi pada gula pereduksi. Reaksi karamelisasi menyebabkan kerusakan gula pereduksi sehingga nilai DE turun. Semakin lama pemanasan setelah terjadi karamelisasi maka semakin banyak pula gula pereduksi yang rusak. Dari hasil regresi berganda data perubahan nilai DE tiap menit berdasarkan konsentrasi asam yang berbeda didapatkan beberapa persamaan matematis yang merupakan interaksi dari lama proses modifikasi dan konsentrasi asam yang digunakan terhadap nilai DE (%) suatu pati termodifikasi. Persamaan tersebut adalah. Untuk metode gelatinisasi DE(%) = - 10,4 + 10,4 Konsentrasi(N) + 1,18 waktu(menit) Batas waktu 0-40 menit, batas konsentrasi 0%-2 % (v/v) Untuk metode penyangraian DE(%) = - 0,279 + 1,39 Konsentrasi(N) + 0,0111 waktu(menit) Batas waktu 0-90 menit, batas konsentrasi asam0N-0,4N Persaman tersebut digunakan pada selang waktu 0 menit sampai 40 menit pada konsentrasi HCl 0 % sampai 2% Kualitas mutu produk yang diamati antara lain, derajat putih, warna dalam lugol. Kadar air, kadar abu, kadar serat kasar, kekentalan, nilai DE dan derajat asam. Pati termodifikasi yang memiliki derajat putih terbaik adalah

60

pati termodifikasi dengan metode gelatinisasi yaitu pada sampel M1W2 (91,01%). Uji kehalusan

menunjukkan bahwa pati dengan metode

penyangraiaan memiliki nilai kehalusan yang lebih tinggi daripada metode gelatinisasi. Pengujian warna dalam lugol meninjukkan bahwa seluruh produk pati termodifikasi mengandung pati. Pengujian kadar air menunjukkan bahwa pati dari proses penyangraian memiliki kadar air yang lebih rendah daripada pati termodifikasi dari metode gelatinisasi. Pengujian kadar abu, pengujian kadar, nilai kelarutan dalam air dingin, dan pengujian derajat asam juga menunjukkan bahwa seluruh sampel memenuhi standar DSN. Pengujian viskositas menunjukkan bahwa sampel dari metode gelatinisasi memiliki nilai viskositas yang lebih kecil daripada metode gelatinisasi. Dapat disimpulkan bahwa pati termodifikasi hasil modifikasi dengan metode penyangraian memenuhi kriteria mutu untuk dekstrin oleh Dewan Standarisasi Nasional akan tetapi tidak memenuhi standar mutu maltodekstrin yang ditetapkan oleh beberapa produsen maltodekstrin dalam hal derajat keputihan. Parameter mutu pati termodifikasi dengan metode gelatinisasi memenuhi standar mutu maltodekstrin pada beberapa perusahaan produsen maltodekstrin dan standar Dewan Standarisasi Nasional akan tetapi tidak memenuhi dalam hal kadar air. Dari pengujian karakteristik mutu tersebut disimpulkan bahwa dari pati tapioka dapat dihasilkan pati termodifikasi dengan kualitas yang memenuhi standar Dewan Standarisasi Nasional. Kelebihan dari metode penyangraian adalah lebih mudah proses produksinya dan tidak membutuhkan energi yang besar dalam penanganan produk akhirnya. Kelemahan metode penyangraian adalah pati yang dihasilkan berwarna kuning sehingga tidak memenuhi syarat standar maltodekstrin dari parameter warnanya. Kelebihan metode gelatinisasi adalah pati yang dihasilkan berwarna putih dan prosesnya membutuhkan waktu yang lebih

pendek

dibandingkan

metode

gelatinisasi.

Kelemahan

metode

gelatinisasi adalah besarnya kandungan air pada produknya sehingga membutuhkan energi yang lebih besar pada proses pengeringan.

61

B. SARAN Perlu dilakukan penelitian tentang perancangan mesin berdasarkan persamaan matematis DE yang telah ada. Perancangan mesin tersebut harus memperhatikan faktor perpindahan kalor, pengadukan dan penanganan produk akhir. Penanganan produk akhir bertujuan untuk memperbaiki kualitas pati termodifikasi. Untuk memproduksi pati dengan menggunakan persamaan matematis yang telah ditetapkan agar menetapkan konsentrasi dan lama proses di rentang dimana kurva DE naik. Di luar batas itu pati yang dihasilkan memiliki mutu yang kurang baik pada karakteristik warnanya.

62

DAFTAR PUSTAKA Alais, C. dan B. Linden. 1991. Food biochemistry. Ellis Horwood. New York. Anonim. 1983. Corn Starch. Corn Reiners Association Inc. Connecticut. New York. Anonim. 2004. http://www.cerestar.com/produc/method.php/. 28 Juli 2006 Anonim .2005. http://www.deptan.go.id. 29 Juli 2006. Anonim.2005. http://www.rri-online.go.id/news/daerah.html. 28 juli 2006 Anonim. 2005. http://www.williambrewing.com/products/malt.php/.28 Juli 2006 Anonim. 2005. http://www.winebarrelplus.com/starch/info.html/.28 Juli 2006 Anonim. 2006. http://www.bps.go.id. 28 Juli 2006 Anonim. 2006. http://www.wikipedia.org/search/malt-dekxtrin.php/.29 Juli 2006 Balai Penelitian dan Pengembangan Industri. 1982. Sirup Pati Ubi Kayu. Komunikasi No. 185. Balai Penelitian Kimia Bogor BeMiller, J. N. dan R. L. Whistler. 1996. Carbohydrates. Dalam Fennema, O. R. Food Chemistry. Thisd Edition. Macel Dekker, Inc. New York Brautlecht, C. A. 1953. Starch, Its sources Production and Uses. Book Division Reinhold Publishing Corporation. New York Collona, P., A. Buleon dan C. Mercier. 1987. Phisically Modified Starch. Dalam T. Galliard Ied.). Starch : Properties and Potential. John Wiley & Sons, Inc. Singapore Dewan Standarisasi Nasional. 1989. Dekstrin untuk Industri Non Pangan. Jakarta Dewan Standarisasi Nasional. 1992. Dekstrin untuk Industri Pangan. Jakarta Eskin, N. A. M, H. M. Handerson dan R. J. Townsend. 1971. Biochenistry of Food. Academic Press. New York Fleche, G. 1985. Chemical modification and Degradation of Starch. Dalam G. M. A. Van Beynum dan J. A. Roles (eds.). Starch Conversion Technology. Marcel Dekker, Inc. New York and Bassel. Fullbrook, P. P. 1984. The Enzyme Production of Glucose Syrups. Dalam Dziedzic, S. Z. dan M. W. J. Kearsley (eds.). Glucose Syrup: Science and Technology. Elsevier Applied Science Publisher. London.

63

Haryati, A. 2004. Produksi Maltodekstrin dari Pati Umbi Minor Secara Enzimatis. Skripsi. Departemen Teknologi Industri Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor Hidayat, B. 2002. Optimasi Proses Produksi dan Karakterisasi Maltodekstrin Derajat Polimerisasi Moderat (DP 3-9) dari Pati Gandum. Tesis. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Hodge, J. E. 1953. Dehydrated Foods Chemistry of Browning Reactions in Model System. Agric Food Chem 1 : 928-940 Hullinger, C. H., E. Van Patten dan D. A. Freck. 1983. Food application of igh Amylose Starches. Food Tech. 3:22-24. Humprey, A. E. 1979. The Hidrolysis of Cellulosis Material of Useful Product. Di dalam. R. D. Brown (ed). Hidrolysis of Cellulosis of Cellulose. Mechanism of Enzimatic an Acid Catalitic. 181, 25. American Chemical Society. Washington DC. Katzbeck, W. 1972. Phosphate Crossbondounded Waxy Corn Staches Solve Many Food Application Problems. Food Tech. 26(3):32-34. Kennedy, J. F., C. J. knill dan D. W. Taylor. 1995. Maltodextrins. Dalam Kearsley, M. W. J. dan S. Z. Diedzic(eds.). Handbook of Starch Hidrolysis Products and Their Derivatives. Blackie Academic & Profesional Luallen, T. E. 1985. Starch as A Function Ingredient. Food Tech. 39(1) : 59-63. McDonald, M. 1984. Uses of Glucose Syrups in The Food Industry. Dalam Diedzic, S. Z. dan M. W. J. Kearsley (eds.). Glucose Syrup: Science and Technology. elsevier Applied Science Publisher. London. New York. Manners, D. J. 1979. The Enzymic Degradation of Starch. Dalam Blanshard, J. M. V. dan J. R. Mitchell (eds.). Polysaccharides in Food. Butterworths, co. London Matheis, G. dan J. R. Whitaker. 1984. Chemical Phosphorylation of Food Protein. An Overview and Prospectus. J. Agr. Food Chem. 32:699-705. O’Dell, J. 1971. The Use of Modified Starch in The Food Industry, pp. 172-177. di dalam J. M. V. Blanshard dan J. R. Mitchel, ed. Polysaccharides in Food. Butterworths. London. Pomeranz, Y. 1991. Functional Properties of Food Components. Second Edition. Academic Press. Inc

64

Rapaille, A. dan J. Vanhemelrijck. 1992. Modified Starch. Dalam A. Imeson (ed.). Thickening and Gelling Agents For Food. Blackie Academic & Profesional, Madras Roper, H. 1996. Starch: Present Use and Future Utilization. Dalam Van Bekkum, H. H. Ropper dan A. G. J. Voragen (eds.). Carbohydrates as Organic Raw Materials III. VCH Publisher. Weinheim. Sari, Z. 1992. Modifikasi Pati Jagung (Zea mays L.) dengan Hidrolisa Asam (HCl) dan Enzim α-Amilase. Skripsi. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor Smith, P. S. 1982. Starch Derivates and Their Use in Food, pp. 241-249. Di dalam. D. V. Lineback dan G. E. Inglett, ed. Food Carbohydrates. Avi Publishing Company Inc. Westport. Smith, P. S. dan H. Bell. 1986. New Starches for Food Application. Cereal food Word. 36(10):724-726. Sorini, Tbk. 2004. http://www.sorini.com/product.html/. 28 Juli 2006. Strong, M. J. 1989. Dairy food Subtitues. PCT-International_Patent Application. Melkridge. Sydney. Australia. Summer, K. B. dan M. Hesser. 1990. Fat Subtitte Up To Date. Food Technol. 44 (3)92. Swinkles, J. J. 1985. Source of Starch. Its Chemistry and Physics. Dalam Van Beynum, G. M. M. dan J. A. Roles (eds.). Starch Conversion Technology. Marcell Dekker. New York. Tjahyono, A. E. 2004. Grand Strategy of The Development of Starch based Agro Industries. Symposium Direction of Starch Innovation, Bandung 26 Januari 2004 Vorwerg, W., F. Schierbaum, G. Reimer, and B. Gringmuth. 1988. Process for Manufacture of Food Preparations. German-Democratic-Republic-Patent. Academie der Wissenschaften. Wilson, M. N. dan W. L. Steensen. 1986. Sugar Free Cheesecake Filling and Dry Mix for Preparation Thereof. United States Patent. Whistler, R. L. dan Smart, C. L. 1953. Polysaccaride Chemistry. Academic Press. New York Wurzburg, O. B. dan C. D. Szymanski. 1970. Modified Starch for Food Industry. J. Agr. Food Chem. 18(6):997-1001.

65

LAMPIRAN

66

Lampiran 1. Diagram alir pembuatan pati termodifikasi metode basah (Modifikasi metode Haryati, 2004) HCl

Suspensi pati 30 %

Gelatinisasi

Pengeringan

Penetralan HCl (ditambah NaOH)

Pengeringan

Pati termodifikasi

67

Lampiran 2. Pembuatan pati termodifikasi metode kering (Modifikasi metode Sari, 1992)

Pati Kering

HCl

Penyangraian

Pengeringan

Penetralan HCl (ditambah NaOH)

Pencucian & Pengeringan

Pati termodifikasi

68

Lampiran 3. Penentuan Kurva Standar uji fenol untuk total gula Kurva standar dibuat dengan mengukur mengetahui nilai gula pereduksi pada glukosa pada selang 0 – 10 mikrogram / ml. Kemudian nilai gula pereduksi dicari

dengan

metode

fenol

dengan

membaca

absorbansinya

pada

spektrofotometer. Hasil yang didapatkan diplotkan dalam grafik secara linier.

69

Lampiran 4. Kurva standar pengujian total gula dengan metode fenol

Total (mikrogram/ml) 0 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60

gula absorbansi 0 0,102 0,157 0,211 0,245 0,307 0,342 0,388 0,444 0,516 0,524 0,552

Standar phenol y = 0,0095x + 0,0124 R2 = 0,9936

0,7 0,6 absorbansi

0,5 0,4 0,3 0,2 0,1 0 0

20

40

60

80

total gula (m ikrogram /m l)

Keterangan : y : absorbansi x : nilai total gula (mikrogram / ml)

70

Lampiran 5. Penyiapan Pereaksi DNS dan Penentuan Kurva Standar 1. Penyiapan Pereaksi DNS Pereaksi DNS dibuat dengan melarutkan 10,6 gram asam 3,5 dinitrosalisilat dan 19,8 g NaOH ke dalam 1416 ml air. Setelah itu ditambahkan 306 g Na-K Tartrat, &,6 g fenol yang dicairkan pada suhu 50oC dan 8,3 g Na-Metebisulfit. Larutan ini diaduk rata, kemudian 3 ml larutan ini dititrasi dengan HCl 0,1 N dengan indikator fenolftalein. Banyaknya titran berkusar 5-6 ml. Jika kurang dari itu harus ditambahkan 2 g NaOH untuk setiap ml kekurangan HCl 0,1 N. 2. Penentuan Kurva Standar Kurva standar dibuat dengan mengukur mengetahui nilai gula pereduksi pada glukosa pada selang 0,2 – 0,5 mg/l. Kemudian nilai gula pereduksi dicari dengan metode DNS. Kemudian nilai gula pereduksi dicari dengan metode fenol. Hasil yang didapatkan diplotkan dalam grafik secara linier.

71

Lampiran 6. Kurva Standar pengujian gula pereduksi dengan metode DNS

Kadar glukosa (mg / ml) 0,08 0,1 0,12 0,14 0,16 0,18 0,2 0,22

absorbansi 0,063 0,145 0,23 0,276 0,376 0,406 0,526 0,568

y = 3,6119x - 0,218 R2 = 0,9914

Standar DNS

0,7

absorbansi

0,6 0,5 0,4 0,3 0,2 0,1 0 0

0,05

0,1

0,15

0,2

0,25

kadar glukosa(mg/ml)

Keterangan : y : absorbansi x : nilai total gula pereduksi (mikrogram / ml)

72

Lampiran 7. Hasil pengujian gula pereduksi pati termodifikasi metode gelatinisasi

ulangan II

gula pereduksi 1 (mg/ml) dlm 0,25mg/ml

gula pereduksi 2 (mg/ml) dlm 0,05mg/ml

gula pereduksi 1 (mikrogram/ml) (dlm 0,05 mg/ml)

gula pereduksi 2 (mikrogram/ml) (dlm 0,05 mg/ml)

Kons [N]

waktu(menit)

ulangan I

0

10

0,054

0,008

0,0753066

0,0625709

0,16

7,5306625

3,8453313

20

0,015

0,004

0,064509

0,0614635

0,08

6,4508984

3,2654492

30

0

0,004

0,060356

0,0614635

0,08

6,0356045

3,0578023

40

0,046

0,005

0,0730917

0,0617404

0,1

7,3091725

3,7045862

50

0,014

0,005

0,0642321

0,0617404

0,1

6,4232122

3,2616061

60

0,474

0,005

0,1915889

0,0617404

0,1

19,158891

9,6294457

10

0,1287

0

0,0959883

0,060356

0

9,5988261

4,7994131

20

1,119

0,436

0,3701653

0,1810681

8,72

37,016529

22,868264

30

0,835

0,287

0,2915363

0,1398156

5,74

29,153631

17,446816

40

1,18

0,177

0,3870539

0,1093607

3,54

38,705391

21,122695

50

1,17

0,086

0,3842853

0,0841662

1,72

38,428528

20,074264

60

1,15

0,092

0,378748

0,0858274

1,84

37,874803

19,857401

10

0

0,003

0,060356

0,0611866

0,06

6,0356045

3,0478023

20

1,31

0,006

0,423046

0,0620172

0,12

42,304604

21,212302

0,5

1

1,5

2

rata-rata

30

1,42

0,119

0,4535009

0,0933027

2,38

45,350093

23,865046

40

1,035

0,125

0,3469088

0,0949639

2,5

34,690883

18,595441

50

1,38

0,183

0,4424264

0,1110219

3,66

44,242642

23,951321

60

1,8

0,151

0,5587087

0,1021623

3,02

55,870871

29,445436

10

0,394

0,212

0,1694399

0,1190509

4,24

16,943991

10,591995

20

0,588

0,105

0,2231513

0,0894266

2,1

22,315125

12,207563

30

0,835

0,001

0,2915363

0,0606329

0,02

29,153631

14,586816

40

1

0,044

0,3372186

0,072538

0,88

33,721864

17,300932

50

1,045

0,085

0,3496775

0,0838894

1,7

34,967746

18,333873

60

1,4

0,013

0,4479637

0,0639553

0,26

44,796368

22,528184

10

0

0

0,060356

0,060356

0

6,0356045

3,0178023

20

0,183

0

0,1110219

0,060356

0

11,10219

5,551095

30

0,808

0,012

0,284061

0,0636784

0,24

28,406102

14,323051

40

0,746

0,006

0,2668955

0,0620172

0,12

26,689554

13,404777

50

1,06

0

0,3538304

0,060356

0

35,383039

17,69152

60

1,6

0,061

0,5033362

0,0772447

1,22

50,333619

25,77681

73

Lampiran 8. Hasil pengujian gula pereduksi pati termodifikasi metode penyangraian

ulangan I mg/ml (dlm 50 mg/ml)

ulangan II mg/ml (dlm 5 mg/ml)

gula pereduksi 1 (mg/ml) (dlm 50 mg/ml)

gula pereduksi 2 (mg/ml) (dlm 50 mg/ml)

gula pereduksi 1 (mikrogram/ml) (dlm 0,05 mg/ml)

gula pereduksi 2 (mikrogram/ml) (dlm 0,05 mg/ml)

rata-rata (gula pereduksi) (dlm 0,05 mg/ml)

Kons [N]

waktu(menit)

0

30

0,023

0

0,0667239

0,060356

0,0667239

0,060356

0,06354

60

0,018

0

0,0653396

0,060356

0,0653396

0,060356

0,0628478

0,1

0,2

0,3

0,4

90

0,015

0

0,064509

0,060356

0,064509

0,060356

0,0624325

120

0,014

0

0,0642321

0,060356

0,0642321

0,060356

0,0622941

150

0,016

0,005

0,0647858

0,0617404

0,0647858

0,0617404

0,0632631

180

0,015

0,007

0,064509

0,0622941

0,064509

0,0622941

0,0634015

30

0,001

0

0,0606329

0,060356

0,0606329

0,060356

0,0604945

60

1,7

0

0,5310225

0,6035605

0,5310225

0,6035605

0,5672915

90

1,5

0,017

0,4756499

0,6506271

0,4756499

0,6506271

0,5631385

120

1,19

0,011

0,3898225

0,6340153

0,3898225

0,6340153

0,5119189

150

0,202

0,107

0,1162823

0,0899803

0,1162823

0,0899803

0,1031313

180

0,267

0,09

0,1342784

0,8527368

0,1342784

0,8527368

0,4935076

30

0,578

0

0,2203826

0,6035605

0,2203826

0,6035605

0,4119715

60

1,85

0,105

0,5725518

0,8942662

0,5725518

0,8942662

0,733409

90

1,66

0,019

0,5199479

0,6561643

0,5199479

0,6561643

0,5880561

120

1,24

0,013

0,4036657

0,6395526

0,4036657

0,6395526

0,5216091

150

0,91

0,014

0,312301

0,6423212

0,312301

0,6423212

0,4773111

180

0,313

0,008

0,147014

0,6257095

0,147014

0,6257095

0,3863617

30

0,238

0

0,1262493

0,6035605

0,1262493

0,6035605

0,3649049

60

1,865

0,265

0,5767048

1,3372463

0,5767048

1,3372463

0,9569756

90

1,56

0,017

0,4922617

0,6506271

0,4922617

0,6506271

0,5714444

120

1,27

0,013

0,4119715

0,6395526

0,4119715

0,6395526

0,5257621

150

1,045

0,015

0,3496775

0,6450898

0,3496775

0,6450898

0,4973836

180

0,776

0,015

0,2752014

0,6450898

0,2752014

0,6450898

0,4601456

30

0,454

0

0,1860517

0,6035605

0,1860517

0,6035605

0,3948061

60

0,505

0,094

0,2001717

0,8638113

0,2001717

0,8638113

0,5319915

90

0,706

0,102

0,255821

0,8859603

0,255821

0,8859603

0,5708907

120

1,5

0,01

0,4756499

0,6312467

0,4756499

0,6312467

0,5534483

150

0,985

0,012

0,3330657

0,636784

0,3330657

0,636784

0,4849248

180

0,333

0,011

0,1525513

0,6340153

0,1525513

0,6340153

0,3932833

74

Lampiran 9. Hasil pengujian total gula pati termodifikasi metode gelatinisasi

Kons [N] 0

0,5

1

1,5

2

rata-rata abs

total gula 1 (mikrogram/ml) dlm 0,05 g/ml

total gula II( mikrogram/ml) dlm 0,05 g/ml

waktu(menit)

absorbansi ulangan I

absorbansi ulangan II

10

0,242

0,796

0,519

24,168421

82,484211

20

0,174

0,374

0,274

17,010526

38,063158

27,536842

30

0,087

0,398

0,2425

7,8526316

40,589474

24,221053

40

0,266

0,522

0,394

26,694737

53,642105

40,168421

50

0,612

0,99

0,801

63,115789

102,90526

83,010526

rata-rata 53,326316

60

1,54

1,54

1,54

160,8

160,8

160,8

10

0,172

0,195

0,1835

16,8

19,221053

18,010526

20

0,436

0,456

0,446

44,589474

46,694737

45,642105

30

0,66

0,125

0,3925

68,168421

11,852632

40,010526

40

0,43

0,392

0,411

43,957895

39,957895

41,957895

50

0,648

0,462

0,555

66,905263

47,326316

57,115789

60

0,392

0,426

0,409

39,957895

43,536842

41,747368

10

0,131

0,211

0,171

12,484211

20,905263

16,694737

20

0,462

0,151

0,3065

47,326316

14,589474

30,957895

30

0,239

0,183

0,211

23,852632

17,957895

20,905263

40

0,176

0,166

0,171

17,221053

16,168421

16,694737

50

0,168

0,452

0,31

16,378947

46,273684

31,326316

60

0,176

0,277

0,2265

17,221053

27,852632

22,536842

10

0,64

0,343

0,4915

66,063158

34,8

50,431579

20

0,256

0,558

0,407

25,642105

57,431579

41,536842

30

0,337

0,321

0,329

34,168421

32,484211

33,326316

40

0,945

1,6

1,2725

98,168421

167,11579

132,64211

50

0,314

0,266

0,29

31,747368

26,694737

29,221053

60

0,345

0,308

0,3265

35,010526

31,115789

33,063158

10

0,835

0,975

0,905

86,589474

101,32632

93,957895

20

0,234

0,233

0,2335

23,326316

23,221053

23,273684

30

0,282

0,191

0,2365

28,378947

18,8

23,589474

40

0,282

0,299

0,2905

28,378947

30,168421

29,273684

50

0,29

0,289

0,2895

29,221053

29,115789

29,168421

60

0,322

0,335

0,3285

32,589474

33,957895

33,273684

75

Lampiran 10. Hasil pengujian total gula pati termodifikasi metode penyangraian ratarata(mikrogram/ml)dlm 0,05 g/ml

waktu(menit)

0

30

0,442

0,47

0,456

45,221053

48,168421

60

0,337

0,203

0,27

34,168421

20,063158

27,115789

90

0,336

0,292

0,314

34,063158

29,431579

31,747368

120

0,356

0,343

0,3495

36,168421

34,8

35,484211

150

0,264

0,339

0,3015

26,484211

34,378947

30,431579

180

0,416

0,38

0,398

42,484211

38,694737

40,589474

30

0,224

0,426

0,325

22,273684

43,536842

32,905263 40,642105

0,2

0,3

0,4

rata-rata ulangan

total gula II (mikrogram/ml)dlm 0,05 mg/ml

Kons [N]

0,1

absorbansi ulangan II

total gula 1 (mikrogram/ml)dlm 0,05 mg/ml)

absorbansi ulangan I

46,694737

60

0,44

0,357

0,3985

45,010526

36,273684

90

0,362

0,361

0,3615

36,8

36,694737

36,747368

120

0,414

0,38

0,397

42,273684

38,694737

40,484211

150

0,064

0,362

0,213

5,4315789

36,8

21,115789

180

0,486

0,486

0,486

49,852632

49,852632

49,852632 28,642105

30

0,291

0,278

0,2845

29,326316

27,957895

60

0,38

0,38

0,38

38,694737

38,694737

38,694737

90

0,442

0,43

0,436

45,221053

43,957895

44,589474

120

0,45

0,444

0,447

46,063158

45,431579

45,747368

150

0,418

0,436

0,427

42,694737

44,589474

43,642105

180

0,286

0,328

0,307

28,8

33,221053

31,010526

30

0,361

0,285

0,323

36,694737

28,694737

32,694737

60

0,454

0,432

0,443

46,484211

44,168421

45,326316

90

0,4

0,408

0,404

40,8

41,642105

41,221053

120

0,386

0,47

0,428

39,326316

48,168421

43,747368

150

0,422

0,478

0,45

43,115789

49,010526

46,063158

180

0,28

0,37

0,325

28,168421

37,642105

32,905263

30

0,276

0,334

0,305

27,747368

33,852632

30,8

60

0,386

0,416

0,401

39,326316

42,484211

40,905263 42,168421

90

0,404

0,422

0,413

41,221053

43,115789

120

0,4

0,412

0,406

40,8

42,063158

41,431579

150

0,371

0,392

0,3815

37,747368

39,957895

38,852632

180

0,369

0,384

0,3765

37,536842

39,115789

38,326316

76

Lampiran 11. Hasil pengujian gula pereduksi dan total gula pati tapioka Pengujian

Total gula

Gula pereduksi

sampel ulangan I ulangan 2 Ulangan 1 Ulangan 2

absorbansi

total gula (mikrogram/ml)

rata-rata

0,424

43,32631579

0,434

44,37894737

-0,221

0

-0,219

0

43,85263158

0

77

Lampiran 12. Perhitungan Nilai DE pati termodifikasi metode gelatinisasi Kons (%) 0

0,5

1

1,5

2

waktu(menit) 0 10 20 30 40 50 60 0 10 20 30 40 50 60 0 10 20 30 40 50 60 0 10 20 30 40 50 60 0 10 20 30 40 50 60

DE(%) 0 7,278983 13,50287 15,17992 9,504818 4,49261 3,111261 0 22,08533 27,94582 24,75884 22,25702 14,09621 19,35176 0 21,9404 23,68159 44,00875 49,22079 31,84338 47,45652 0 15,16301 16,1371 17,84478 5,27667 26,3209 23,22041 0 3,85424 17,73686 25,53906 19,70991 22,47673 26,73463

78

Lampiran 13. Perhitungan Nilai DE pati termodifikasi metode penyangraian Kons [N] 0

0,1

0,2

0,3

0,4

waktu(menit) 0 30 60 90 120 150 180 0 30 60 90 120 150 180 0 30 60 90 120 150 180 0 30 60 90 120 150 180 0 30 60 90 120 150 180

DE(%) 0 0.13353 0.166594 0.22465 0.167531 0.176453 0.169222 0 0,183844 1,395822 1,532459 1,26449 0,488409 0,989933 0 1,438342 1,895371 1,318823 1,140195 1,093694 1,245905 0 1,116097 2,111302 1,386293 1,201814 1,079786 1,398395 0 1,281838 1,300545 1,353835 1,335813 1,248113 1,026144

79

Lampiran 14. Hasil pengujian derajat putih Ulangan 1 Pembacaan kolorimeter Sampel

warna visual

L

A

B

Derajat putih

0% 20 menit

putih

6588

1420

3989

87,34

0,5% 50 menit

putih

7857

1193

3928

83,76

1% 20 menit

putih

7549

1156

4014

75,46

1,5% 10 menit

putih

6915

1437

4691

69,98

2% 20 menit

putih

8784

1121

3013

80,02

0N 60 menit

putih kekuningan

8734

1153

3171

91,01

0,1N 90 menit

putih kekuningan

8376

1139

3276

65,88

0,2N 60 menit

kuning

7546

1437

4691

78,57

0,3N 60 menit

kuning

6998

1431

4195

75,49

0,4N 60 menit

kuning kecoklatan

8002

1240

3568

69,15

Pati

putih

9101

985

2472

91,01

Ulangan 2 Sampel 0% 20 menit 0,5% 50 menit 1% 20 menit 1,5% 10 menit 2% 20 menit 0N 60 menit 0,1N 90 menit 0,2N 60 menit 0,3N 60 menit 0,4N 60 menit Pati

warna visual putih

L

Pembacaan kolorimeter A B 6865 1420 3989

Derajat putih 68,65

putih putih

7725 7665

1193 1156

3928 4014

77,25 76,65

putih putih putih kekuningan putih kekuningan

7057 8865

1437 1121

4691 3013

70,57 88,65

8556

1153

3171

85,56

8254

1139

3276

82,54

kuning

7958

1437

4691

79,58

kuning kuning kecoklatan putih

7425

1431

4195

74,25

8165 8932

1240 985

3568 2472

81,65 89,32

80

One-way ANOVA: derajat putih versus sampel Analysis of Variance for derajat Source DF SS MS sampel 10 1133,61 113,36 Error 11 29,41 2,67 Total 21 1163,01

Level 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

N 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2

Pooled StDev =

Mean 90,165 86,450 83,150 77,520 72,115 80,835 67,265 77,910 76,070 69,860 88,245 1,635

StDev 1,195 1,259 0,863 2,913 3,019 1,153 1,959 0,933 0,820 1,004 0,573

F 42,41

P 0,000

Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev ----------+---------+---------+-----(--*--) (--*--) (--*--) (--*--) (--*--) (--*--) (--*--) (--*---) (--*--) (--*---) (--*--) ----------+---------+---------+-----72,0 80,0 88,0

81

Lampiran 15. Hasil pengujian kehalusan Ulangan 1 Sampel 0% 20 menit 0,5% 50 menit 1% 20 menit 1,5% 50 menit 2% 20 menit 0N 60 menit 0,1N 90 menit 0,2N 60 menit 0,3N 60 menit 0,4N 60 menit Pati

berat awal (gram) 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10

berat yang lolos 6,59 8,73 6,73 7,21 8,32 9,31 8,57 7,45 7,22 6,31 9,78

persen lolos (%) 65,9 87,3 67,3 72,1 83,2 93,1 85,7 74,5 72,2 63,1 97,8

10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10

berat yang lolos 7,01 7,98 7,1 6,98 8,21 8,97 9,21 6,24 6,45 7,65 9,01

persen lolos (%) 70,1 79,8 71 69,8 82,1 89,7 92,1 62,4 64,5 76,5 90,1

Ulangan 2 Sampel 0% 20 menit 0,5% 50 menit 1% 20 menit 1,5% 50 menit 2% 20 menit 0N 60 menit 0,1N 90 menit 0,2N 60 menit 0,3N 60 menit 0,4N 60 menit Pati

berat awal (gram)

One-way ANOVA: kehalusan versus sampel Analysis of Variance for kehalusa Source DF SS MS sampel 10 2168,1 216,8 Error 11 295,6 26,9 Total 21 2463,7

Level 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

N 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2

Pooled StDev =

Mean 93,95 91,40 88,90 68,45 68,35 69,80 68,00 83,55 69,15 70,95 82,65 5,18

StDev 5,44 2,40 4,53 8,56 5,44 9,48 2,97 5,30 2,62 1,63 0,78

F 8,07

P 0,001

Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev -+---------+---------+---------+----(-----*------) (------*------) (------*------) (------*------) (------*------) (------*------) (------*-----) (------*-----) (------*-----) (------*------) (------*------) -+---------+---------+---------+----60 72 84 96

82

Lampiran 16. Warna dalam lugol Metode Metode Kering

Metode gelatinisasi

Sampel Pati pati tapioka 0 N 60 menit 0,1N 90 menit 0,2N 60 menit 0,3 N 60 menit 0,4N 60 menit

warna setelah ditetesi lugol ungu ungu ungu ungu ungu ungu

0% 20 menit 0,5% 50 menit 1% 20 menit 1,5% 50 menit 2% 20 menit

ungu ungu ungu ungu kecoklatan ungu kecoklatan

83

Lampiran 17. Hasil pengujian kadar air Ulangan 1

Sampel 1% 20 menit 0,2N 60 menit 1,5% 10 menit 0,1N 90 menit 0,3N 60 menit 0,4N 60 menit 0,5% 50 menit 0% 20 menit 2% 20 menit 0N 60 menit Pati

Berat cawan

Berat sampel

Berat cawan + sampel

Berat akhir

Berat akhir sampel

Kadar air (%)

1,7904

1,9877

3,7781

3,2751

1,4847

25,30562962

1,9096

1,999

3,9086

3,8604

1,9508

2,411205603

1,889

1,962

3,851

3,2898

1,4008

28,60346585

1,7822

1,953

3,7352

3,7223

1,9401

0,660522273

1,8208

1,9135

3,7343

3,73

1,9092

0,224719101

1,7866

1,6734

3,46

3,46

1,6734

0

1,9304

2,0253

3,9557

3,667

1,7366

14,25467832

1,9127

1,9174

3,8301

3,6445

1,7318

9,679774695

1,9016 1,8746 1,7939

0,6583 2,0187 1,2413

2,5599 3,8933 3,0352

2,2423 3,893 2,9967

0,3407 2,0184 1,2028

48,24548078 0,014861049 3,101587046

Berat akhir sampel

Kadar air (%)

Ulangan 2 Sampel 1% 20 menit 0,2N 60 menit 1,5% 10 menit 0,1N 90 menit 0,3N 60 menit 0,4N 60 menit 0,5% 50 menit 0% 20 menit 2% 20 menit 0N 60 menit Pati

Berat cawan

Berat sampel

Berat cawan + sampel

Berat akhir

2,2904

2,1877

4,4781

3,96311542

1,67271542

23,54

2,4096

2,199

4,6086

4,54608243

2,13648243

2,843

2,389

2,162

4,551

3,949964

1,560964

27,8

2,2822

2,153

4,4352

4,418118098

2,135918098

0,7934

2,3208

2,1135

4,4343

4,427913003

2,107113003

0,3022

2,2866

1,8734

4,16

4,159775192

1,873175192

0,012

2,4304

2,2253

4,6557

4,34771848

1,91731848

13,84

2,4127

2,1174

4,5301

4,341160163

1,928460163

8,9232

2,4016

0,8583

3,2599

2,952914414

0,551314414

35,7667

2,3746 2,2939

2,2187 1,4413

4,5933 3,7352

4,54138242 3,688215205

2,16678242 1,394315205

2,34 3,25989

84

One-way ANOVA: kadar air versus sampel Analysis of Variance for kadar ai Source DF SS MS sampel 10 4033,58 403,36 Error 11 82,93 7,54 Total 21 4116,51

Level 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

N 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2

Pooled StDev =

Mean 3,181 1,177 0,727 2,627 0,263 0,006 9,301 14,047 24,423 28,202 42,006 2,746

StDev 0,112 1,644 0,094 0,305 0,055 0,008 0,535 0,293 1,248 0,568 8,824

F 53,50

P 0,000

Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev ---+---------+---------+---------+--(--*--) (--*--) (-*--) (--*--) (--*--) (--*--) (--*--) (-*--) (--*--) (--*--) (--*--) ---+---------+---------+---------+--0 15 30 45

85

Lampiran 18. Hasil pengujian kadar abu Ulangan 1 Sampel 0,4N 60 menit 0N 60 menit 0,3N 60 menit 0,2N 60 menit 0,1N 90 menit pati 0% 20 menit 1,5% 20 menit 0,5% 50 menit 1% 20 menit 2% 10 menit

Berat cawan

Berat sampel

Berat cawan + sampel

Berat akhir

Berat akhir sampel

Kadar abu (%)

28,756 28,5333

2,406 2,7193

31,162 31,2526

28,764 28,5402

0,008 0,0069

0,332502078 0,253741772

26,4769

2,6334

29,1103

26,4829

0,006

0,227842333

24,7267

2,6686

27,3953

24,7326

0,0059

0,22108971

30,1662 27,5945

3,4116 1,7635

33,5778 29,358

30,1716 27,5963

0,0054 0,0018

0,158283503 0,102069748

27,2338

3,0246

30,2584

27,2433

0,0095

0,314091119

24,4179

2,9346

27,3525

24,4211

0,0032

0,109043822

28,5322

2,7797

31,3119

28,5418

0,0096

0,34536101

28,7452

2,6381

31,3833

28,7512

0,006

0,227436413

24,7241

2,4017

27,1258

24,7261

0,002

0,083274347

Ulangan 2 Sampel 0,4N 60 menit 0N 60 menit 0,3N 60 menit 0,2N 60 menit 0,1N 90 menit pati 0% 20 menit 1,5% 20 menit 0,5% 50 menit 1% 20 menit 2% 10 menit

Berat cawan

Berat sampel

Berat cawan + sampel

Berat akhir

Berat akhir sampel

Kadar abu (%)

29,156 28,9333

2,526 2,8393

31,682 31,7726

31,67326888 31,76572549

2,517268881 2,832425487

0,34565 0,24212

26,8769

2,7534

29,6303

29,6238185

2,746918496

0,2354

25,1267

2,7886

27,9153

27,90913162

2,782431617

0,2212

30,5662 27,9945

3,5316 1,8835

34,0978 29,878

34,09265799 29,87582267

3,52645799 1,881322674

0,1456 0,1156

27,6338

3,1446

30,7784

30,77167056

3,137870556

0,214

24,8179

3,0546

27,8725

27,8687963

3,050896298

0,12125

28,9322

2,8997

31,8319

31,82283728

2,890637278

0,31254

29,1452

2,7581

31,9033

31,89680605

2,751606054

0,23545

25,1241

2,5217

27,6458

27,64326947

2,519169474

0,10035

86

One-way ANOVA: kadar abu versus sampel Analysis of Variance for kadar ab Source DF SS MS sampel 10 0,146281 0,014628 Error 11 0,005989 0,000544 Total 21 0,152270

Level 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

N 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2

Pooled StDev =

Mean 0,10780 0,24606 0,15280 0,22060 0,23270 0,33783 0,26200 0,33127 0,23273 0,11563 0,09018 0,02333

StDev 0,01103 0,00557 0,01018 0,00085 0,00382 0,01107 0,06788 0,02649 0,00385 0,00795 0,01439

F 26,87

P 0,000

Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev -----+---------+---------+---------+(---*--) (---*--) (--*---) (---*---) (--*---) (---*--) (--*---) (---*---) (--*---) (---*--) (---*---) -----+---------+---------+---------+0,10 0,20 0,30 0,40

87

Lampiran 19. Hasil pengujian kadar serat kasar

sampel 0 N 60 menit 0,2 N 60 menit 0 % 20 menit Pati 1 % 20 2 % 20 menit 0,1 N 90 0,3 N 60 0,5 % 50 0,4 N 60 1,5 % 50

berat kertas saring(ulangan 1)

berat akhir(ulangan 1)

0,7489

0,8889

0,801

Kadar serat(ulangan 1)

berat kertas saring(ulangan 2)

berat akhir(ulangan 2)

Kadar serat(ulangan 2)

0,14

0,8189

0,8177

0,12

0,933

0,132

0,871

0,8696

0,14

0,77 0,7769 0,786

0,89 0,8769 0,966

0,12 0,1 0,18

0,84 0,8469 0,856

0,8389 0,8456 0,8548

0,11 0,13 0,12

0,8266 0,798 0,7661 0,7848 0,7911 0,7887

0,9666 0,888 0,8611 0,9348 1,6811 0,8987

0,14 0,09 0,095 0,15 0,89 0,11

0,8966 0,868 0,8361 0,8548 0,8611 0,8587

0,8953 0,867 0,83512 0,8536 0,86015 0,8574

0,13 0,1 0,098 0,12 0,095 0,13

One-way ANOVA: kadar serat versus sampel Analysis of Variance for kadar se Source DF SS MS sampel 10 0,007434 0,000743 Error 11 0,003304 0,000300 Total 21 0,010739

Level 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

N 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2

Pooled StDev =

Mean 0,11500 0,13000 0,09500 0,13600 0,09650 0,09200 0,11500 0,13500 0,15000 0,12000 0,13500 0,01733

StDev 0,02121 0,01414 0,00707 0,00566 0,00212 0,00424 0,00707 0,02121 0,04243 0,01414 0,00707

F 2,47

P 0,077

Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev --+---------+---------+---------+---(-------*-------) (-------*-------) (-------*-------) (-------*-------) (-------*------) (------*-------) (-------*-------) (-------*------) (-------*-------) (------*-------) (-------*------) --+---------+---------+---------+---0,070 0,105 0,140 0,175

88

Lampiran 20. Hasil pengujian kelarutan dalam air dingin sampel = 0,5 gram pada 50 ml aquadest diambil 5 ml

Sampel Pati 2% 20 menit 0,1N 90 menit 0,4N 60 menit 0,2N 60 menit 1,5% 50 menit 0,3 N 60 menit 0,5% 50 menit 1% 20 menit 0% 20 menit 0N 60 menit

Kelarutan dalam air dingin (%) 0,04

Berat cawan 59,26

Berat sampel 0,25

Berat cawan + sampel 59,51

Berat akhir 59,27

Berat akhir sampel 0,01

36,61

0,25

36,86

37,05

0,44

1,76

33,2

0,25

33,45

33,68

0,48

1,92

35,27

0,25

35,52

35,29

0,02

0,08

39,65

0,25

39,9

39,68

0,03

0,12

56,37

0,25

56,62

56,38

0,01

0,04

49,07

0,25

49,32

49,11

0,04

0,16

47,18

0,25

47,43

47,19

0,01

0,04

34,19

0,25

34,44

34,21

0,02

0,08

40,3

0,25

40,55

40,32

0,02

0,08

49,01

0,25

49,26

49,03

0,02

0,08

One-way ANOVA: kelarutan versus sampel Analysis of Variance for kelaruta Source DF SS MS sampel 10 10,18880 1,01888 Error 11 0,00001 0,00000 Total 21 10,18881

Level 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

N 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2

Pooled StDev =

Mean 0,04050 0,08050 1,92050 0,12050 0,16050 0,08050 0,08050 0,04050 0,08050 0,04050 1,76050 0,00071

StDev 0,00071 0,00071 0,00071 0,00071 0,00071 0,00071 0,00071 0,00071 0,00071 0,00071 0,00071

F 2,0E+06

P 0,000

Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev ----------+---------+---------+-----* * * * * * * * * * * ----------+---------+---------+-----0,60 1,20 1,80

89

Lampiran 21. Hasil pengujian derajat asam bobot sampel= 2,5 gram dilarutkan dlm 50ml diambil 25 ml Ml NaOH untuk blangko : 0,1 ml

sampel 1% 20 menit 0% 20 menit 0,1 N 90 menit 0,3 N 60 menit 2% 10 menit pati 0,4 N 60 menit 1,5 % 10 menit 0,2 N 60 menit 0,5 % 50 menit 0 N 60 menit

ml NaOH 0,1 N ulangan 1 3,3 0,5

Derajat asam (%) ulangan 1 0,4672 0,0584

ml NaOH 0,1 N ulangan 2 3 0,9

Derajat asam (%) ulangan 2 0,4234 0,1168

1,45

0,1971

1,13

0,15038

0,8 3,65 0,15

0,1022 0,5183 0,0073

1 3,21 0,12

0,1314 0,45406 0,00292

0,95

0,1241

0,75

0,0949

2,85

0,4015

1,35

0,1825

0,45

0,0511

0,84

0,10804

0,9 0,5

0,1168 0,0584

0,89 0,65

0,11534 0,0803

One-way ANOVA: derajat asam versus sampel Analysis of Variance for derajat Source DF SS MS sampel 10 0,50244 0,05024 Error 11 0,03252 0,00296 Total 21 0,53496

Level 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

N 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2

Pooled StDev =

Mean 0,00511 0,06935 0,17374 0,07957 0,11680 0,10950 0,08760 0,11607 0,44530 0,29200 0,48618 0,05438

StDev 0,00310 0,01549 0,03304 0,04026 0,02065 0,02065 0,04130 0,00103 0,03097 0,15486 0,04542

F 16,99

P 0,000

Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev ----+---------+---------+---------+-(---*---) (---*----) (----*---) (---*---) (---*---) (---*----) (---*----) (---*---) (---*---) (----*---) (---*----) ----+---------+---------+---------+-0,00 0,20 0,40 0,60

90

Lampiran 22. Hasil pengujian viskositas

Sampel Pati 0% 20 menit 0,5% 50 menit 1% 20 menit 1,5% 50 menit 2% 20 menit 0N 60 menit 0,1N 90 menit 0,2N 60 menit 0,3 N 60 menit 0,4N 60 menit

spindel 4 1

kecepatan 3 3

Viskositas(cp) 1 10 7

Viskositas(cp)2 9 8

1 1

3 3

0,5 0

1,5 0,5

1 1 4

3 3 3

0 0 8

0 0 7

1

3

3

2

1

3

2

1,5

1

3

0,5

1

1

3

0,5

0,8

One-way ANOVA: viskositas versus sampel Analysis of Variance for viskosit Source DF SS MS sampel 10 248,955 24,895 Error 11 2,920 0,265 Total 21 251,875

Level 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

N 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2

Pooled StDev =

Mean 9,500 7,500 2,500 1,750 0,750 0,650 7,500 1,000 0,250 0,000 0,000 0,515

StDev 0,707 0,707 0,707 0,354 0,354 0,212 0,707 0,707 0,354 0,000 0,000

F 93,78

P 0,000

Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev ---+---------+---------+---------+--(-*-) (-*--) (-*-) (-*-) (-*-) (-*-) (-*--) (-*-) (--*-) (-*-) (-*-) ---+---------+---------+---------+--0,0 3,5 7,0 10,5

91

Lampiran 23. One-way ANOVA dan Regresi polinomial DE Vs waktu pada metode penyangraian konsentrasi 0 N One-way ANOVA: DE (%) versus waktu Analysis of Variance for DE (%) Source DF SS MS waktu 6 0,07036 0,01173 Error 7 0,03500 0,00500 Total 13 0,10536

Level 0 30 60 90 120 150 180

N 2 2 2 2 2 2 2

Pooled StDev =

Mean 0,05000 0,18608 0,28178 0,24665 0,22555 0,25789 0,20620

StDev 0,07071 0,07071 0,07071 0,07071 0,07071 0,07071 0,07071

0,07071

F 2,35

P 0,145

Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev -----+---------+---------+---------+(-------*-------) (------*-------) (-------*-------) (------*-------) (-------*-------) (-------*-------) (-------*-------) -----+---------+---------+---------+0,00 0,15 0,30 0,45

Polynomial Regression Analysis: DE (%) versus waktu The regression equation is DE (%) = 0,0750920 + 0,0035848 waktu - 0,0000162 waktu**2 S = 0,0656436

R-Sq = 55,0 %

R-Sq(adj) = 46,8 %

Analysis of Variance Source Regression Error Total

Source Linear Quadratic

DF 2 11 13

DF 1 1

SS 0,057963 0,047400 0,105362

Seq SS 0,0220817 0,0358808

MS 0,0289813 0,0043091

F 3,18177 8,32678

F 6,72561

P 0,012

P 0,100 0,015

92

Lampiran 24. One-way ANOVA dan Regresi polinomial DE Vs waktu pada metode penyangraian konsentrasi 0,1 N

One-way ANOVA: DE (%) versus waktu Analysis of Variance for DE (%) Source DF SS MS waktu 6 4,501555 0,750259 Error 7 0,000350 0,000050 Total 13 4,501905

Level 0 30 60 90 120 150 180

N 2 2 2 2 2 2 2

Pooled StDev =

Mean 0,00500 0,18884 1,40082 1,53746 1,26949 0,49341 0,99493

StDev 0,00707 0,00707 0,00707 0,00707 0,00707 0,00707 0,00707

0,00707

F 1,5E+04

P 0,000

Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev -+---------+---------+---------+----* * * * *) * * -+---------+---------+---------+----0,00 0,50 1,00 1,50

Polynomial Regression Analysis: DE (%) versus waktu

The regression equation is DE (%) = -0,0732669 + 0,0259164 waktu - 0,0001212 waktu**2 S = 0,387846

R-Sq = 63,2 %

R-Sq(adj) = 56,6 %

Analysis of Variance Source Regression Error Total

Source Linear Quadratic

DF 2 11 13

DF 1 1

SS 2,84723 1,65467 4,50190

Seq SS 0,84899 1,99824

MS 1,42362 0,15042

F 2,7890 13,2839

F 9,46396

P 0,004

P 0,121 0,004

93

Lampiran 25. One-way ANOVA dan Regresi polinomial DE Vs waktu pada metode penyangraian konsentrasi 0,2 N

One-way ANOVA: DE (%) versus waktu Analysis of Variance for DE (%) Source DF SS MS waktu 6 4,00243 0,66707 Error 7 0,03500 0,00500 Total 13 4,03743

Level 0 30 60 90 120 150 180

N 2 2 2 2 2 2 2

Pooled StDev =

Mean 0,0500 1,4883 1,9454 1,3688 1,1902 1,1437 1,2959

F 133,41

P 0,000

Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev --+---------+---------+---------+---(-*-) (-*-) (-*-) (-*-) (-*-) (-*-) (-*-) --+---------+---------+---------+---0,00 0,60 1,20 1,80

StDev 0,0707 0,0707 0,0707 0,0707 0,0707 0,0707 0,0707

0,0707

Polynomial Regression Analysis: DE (%) versus waktu

The regression equation is DE (%) = 0,480791 + 0,0221407 waktu - 0,0001078 waktu**2 S = 0,434778

R-Sq = 48,5 %

R-Sq(adj) = 39,1 %

Analysis of Variance Source Regression Error Total

Source Linear Quadratic

DF 2 11 13

DF 1 1

SS 1,95808 2,07935 4,03743

Seq SS 0,37564 1,58244

MS 0,979042 0,189032

F 1,23100 8,37132

F 5,17925

P 0,026

P 0,289 0,015

94

Lampiran 26. One-way ANOVA dan Regresi polinomial DE Vs waktu pada metode penyangraian konsentrasi 0,3 N

One-way ANOVA: DE (%) versus waktu Analysis of Variance for DE (%) Source DF SS MS waktu 6 4,72883 0,78814 Error 7 0,03500 0,00500 Total 13 4,76383

Level 0 30 60 90 120 150 180

N 2 2 2 2 2 2 2

Pooled StDev =

Mean 0,0500 1,1661 2,1613 1,4363 1,2518 1,1298 1,4484

StDev 0,0707 0,0707 0,0707 0,0707 0,0707 0,0707 0,0707

0,0707

F 157,63

P 0,000

Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev -+---------+---------+---------+----(-*) (-*) (-*-) (-*) (-*-) (-*-) (-*) -+---------+---------+---------+----0,00 0,70 1,40 2,10

Polynomial Regression Analysis: DE (%) versus waktu

The regression equation is DE (%) = 0,385046 + 0,0240454 waktu - 0,0001123 waktu**2 S = 0,458178

R-Sq = 51,5 %

R-Sq(adj) = 42,7 %

Analysis of Variance Source Regression Error Total

Source Linear Quadratic

DF 2 11 13

DF 1 1

SS 2,45464 2,30919 4,76383

Seq SS 0,73742 1,71722

MS 1,22732 0,20993

F 2,19774 8,18010

F 5,84642

P 0,019

P 0,164 0,016

95

Lampiran 27. One-way ANOVA dan Regresi polinomial DE Vs waktu pada metode penyangraian konsentrasi 0,4 N

One-way ANOVA: DE (%) versus waktu Analysis of Variance for DE (%) Source DF SS MS waktu 6 2,85468 0,47578 Error 7 0,03500 0,00500 Total 13 2,88968

Level 0 30 60 90 120 150 180

N 2 2 2 2 2 2 2

Pooled StDev =

Mean 0,0500 1,3318 1,3505 1,4038 1,3858 1,2981 1,0761

StDev 0,0707 0,0707 0,0707 0,0707 0,0707 0,0707 0,0707

0,0707

F 95,16

P 0,000

Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev --+---------+---------+---------+---(-*-) (--*-) (-*-) (-*-) (--*-) (-*-) (--*-) --+---------+---------+---------+---0,00 0,50 1,00 1,50

Polynomial Regression Analysis: DE (%) versus waktu

The regression equation is DE (%) = 0,313937 + 0,0231353 waktu - 0,0001084 waktu**2 S = 0,239005

R-Sq = 78,3 %

R-Sq(adj) = 74,3 %

Analysis of Variance Source Regression Error Total

Source Linear Quadratic

DF 2 11 13

DF 1 1

SS 2,26132 0,62836 2,88968

Seq SS 0,66283 1,59849

MS 1,13066 0,05712

F 3,5719 27,9831

F 19,7933

P 0,000

P 0,083 0,000

96

Lampiran 28. One-way ANOVA dan Regresi polinomial DE Vs waktu pada metode gelatinisasi konsentrasi 0 %

One-way ANOVA: DE (%) versus waktu Analysis of Variance for DE (%) Source DF SS MS waktu 6 367,1853 61,1976 Error 7 0,0350 0,0050 Total 13 367,2203

Level 0 10 20 30 40 50 60

N 2 2 2 2 2 2 2

Pooled StDev =

Mean 0,0500 7,3290 13,5529 15,2299 9,5548 4,5426 3,1613

StDev 0,0707 0,0707 0,0707 0,0707 0,0707 0,0707 0,0707

0,0707

F 1,2E+04

P 0,000

Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev -+---------+---------+---------+----* (* * *) * * *) -+---------+---------+---------+----0,0 5,0 10,0 15,0

Polynomial Regression Analysis: DE (%) versus waktu

The regression equation is DE (%) = 0,860078 + 0,814771 waktu - 0,0135936 waktu**2 S = 2,27186

R-Sq = 84,5 %

R-Sq(adj) = 81,7 %

Analysis of Variance Source Regression Error Total

Source Linear Quadratic

DF 2 11 13

DF 1 1

SS 310,445 56,775 367,220

Seq SS 0,004 310,441

MS 155,223 5,161

F 0,0001 60,1473

F 30,0740

P 0,000

P 0,991 0,000

97

Lampiran 29. One-way ANOVA dan Regresi polinomial DE Vs waktu pada metode gelatinisasi konsentrasi 0,5 % One-way ANOVA: DE (%) versus waktu Analysis of Variance for DE (%) Source DF SS MS waktu 6 1035,188 172,531 Error 7 0,035 0,005 Total 13 1035,223

Level 0 10 20 30 40 50 60

N 2 2 2 2 2 2 2

Pooled StDev =

Mean 0,0500 22,1353 27,9958 24,8088 22,3070 14,1462 19,4018

StDev 0,0707 0,0707 0,0707 0,0707 0,0707 0,0707 0,0707

0,0707

F 3,5E+04

P 0,000

Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev -+---------+---------+---------+----* * * * * * * -+---------+---------+---------+----0,0 8,0 16,0 24,0

Polynomial Regression Analysis: DE (%) versus waktu

The regression equation is DE (%) = 5,69310 + 1,22199 waktu - 0,0182006 waktu**2 S = 5,90934

R-Sq = 62,9 %

R-Sq(adj) = 56,1 %

Analysis of Variance Source Regression Error Total

Source Linear Quadratic

DF 2 11 13

DF 1 1

SS 651,10 384,12 1035,22

Seq SS 94,579 556,520

MS 325,550 34,920

F 1,2066 15,9369

F 9,32264

P 0,004

P 0,294 0,002

98

Lampiran 30. One-way ANOVA dan Regresi polinomial DE Vs waktu pada metode gelatinisasi konsentrasi 1 %

One-way ANOVA: DE (%) versus waktu Analysis of Variance for DE (%) Source DF SS MS waktu 6 3738,399 623,066 Error 7 0,035 0,005 Total 13 3738,434

Level 0 10 20 30 40 50 60

N 2 2 2 2 2 2 2

Pooled StDev =

Mean 0,0500 21,9904 23,7316 44,0587 49,2708 31,8934 47,5065

StDev 0,0707 0,0707 0,0707 0,0707 0,0707 0,0707 0,0707

0,0707

F 1,2E+05

P 0,000

Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev -+---------+---------+---------+----* * * * * * * -+---------+---------+---------+----0 15 30 45

Polynomial Regression Analysis: DE (%) versus waktu

The regression equation is DE (%) = 1,72961 + 1,79512 waktu - 0,0187452 waktu**2 S = 7,57506

R-Sq = 83,1 %

R-Sq(adj) = 80,0 %

Analysis of Variance Source Regression Error Total

Source Linear Quadratic

DF 2 11 13

DF 1 1

SS 3107,24 631,20 3738,43

Seq SS 2516,92 590,32

MS 1553,62 57,38

F 24,7258 10,2877

F 27,0753

P 0,000

P 0,000 0,008

99

Lampiran 31. One-way ANOVA dan Regresi polinomial DE Vs waktu pada metode gelatinisasi konsentrasi 1,5 % One-way ANOVA: DE (%) versus waktu Analysis of Variance for DE (%) Source DF SS MS waktu 6 1049,079 174,847 Error 7 0,035 0,005 Total 13 1049,114

Level 0 10 20 30 40 50 60

N 2 2 2 2 2 2 2

Pooled StDev =

Mean 0,0500 15,2130 16,1871 17,8948 5,3267 26,3709 23,2704

StDev 0,0707 0,0707 0,0707 0,0707 0,0707 0,0707 0,0707

0,0707

F 3,5E+04

P 0,000

Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev -+---------+---------+---------+----* * * *) * * * -+---------+---------+---------+----0,0 8,0 16,0 24,0

Polynomial Regression Analysis: DE (%) versus waktu

The regression equation is DE (%) = 5,04897 + 0,429119 waktu - 0,0023236 waktu**2 S = 7,19881

R-Sq = 45,7 %

R-Sq(adj) = 35,8 %

Analysis of Variance Source Regression Error Total

Source Linear Quadratic

DF 2 11 13

DF 1 1

SS 479,06 570,05 1049,11

Seq SS 469,993 9,071

MS 239,532 51,823

F 9,73873 0,17503

F 4,62213

P 0,035

P 0,009 0,684

100

Lampiran 32. One-way ANOVA dan Regresi polinomial DE Vs waktu pada metode gelatinisasi konsentrasi 2 %

One-way ANOVA: DE (%) versus waktu Analysis of Variance for DE (%) Source DF SS MS waktu 6 1332,257 222,043 Error 7 0,035 0,005 Total 13 1332,292

Level 0 10 20 30 40 50 60

N 2 2 2 2 2 2 2

Pooled StDev =

Mean 0,0500 3,9042 17,7869 25,5891 19,7599 22,5267 26,7846

StDev 0,0707 0,0707 0,0707 0,0707 0,0707 0,0707 0,0707

0,0707

F 4,4E+04

P 0,000

Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev -+---------+---------+---------+----* * * * * * *) -+---------+---------+---------+----0,0 8,0 16,0 24,0

Polynomial Regression Analysis: DE (%) versus waktu

The regression equation is DE (%) = -0,977347 + 1,00382 waktu - 0,0096218 waktu**2 S = 3,79082

R-Sq = 88,1 %

R-Sq(adj) = 86,0 %

Analysis of Variance Source Regression Error Total

Source Linear Quadratic

DF 2 11 13

DF 1 1

SS 1174,22 158,07 1332,29

Seq SS 1018,68 155,53

MS 587,109 14,370

F 38,9794 10,8233

F 40,8558

P 0,000

P 0,000 0,007

101

Lampiran 33. Regresi berganda konsentrasi HCl, waktu dan nilai DE metode penyangraian Regression Analysis: DE(%) versus Konsentrasi(N); waktu(menit)

The regression equation is DE(%) = - 0,279 + 1,39 Konsentrasi(N) + 0,0111 waktu(menit) Predictor Constant Konsentr waktu(me

Coef -0,2788 1,3941 0,011085

S = 0,2911 PRESS = 1,46881

SE Coef 0,1841 0,6508 0,002045

T -1,51 2,14 5,42

R-Sq = 82,9% R-Sq(pred) = 57,67%

P 0,174 0,069 0,001 R-Sq(adj) = 78,0%

Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total Source Konsentr waktu(me

DF 1 1

DF 2 7 9

SS 2,8768 0,5930 3,4698

MS 1,4384 0,0847

F 16,98

P 0,002

Seq SS 0,3887 2,4881

Unusual Observations Obs Konsentr DE(%) 2 0,000 0,1967 2,32R

Fit 0,7188

SE Fit 0,1841

Residual -0,5221

St Resid -

R denotes an observation with a large standardized residual

102

Lampiran 34. Regresi berganda konsentrasi HCl, waktu dan nilai DE metode gelatinisasi Regression Analysis: DE(%) versus Konsentrasi(N); waktu(menit)

The regression equation is DE(%) = - 10,4 + 10,4 Konsentrasi(N) + 1,18 waktu(menit) Predictor Constant Konsentr waktu(me

Coef -10,380 10,380 1,1822

S = 8,829 PRESS = 1377,23

SE Coef 5,584 3,949 0,1861

T -1,86 2,63 6,35

R-Sq = 87,1% R-Sq(pred) = 67,43%

P 0,105 0,034 0,000 R-Sq(adj) = 83,4%

Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total Source Konsentr waktu(me

DF 1 1

DF 2 7 9

SS 3683,4 545,7 4229,1

MS 1841,7 78,0

F 23,63

P 0,001

Seq SS 538,8 3144,6

103

Lampiran 35. Gambar produk pati termodifikasi 1. Metode Penyangraian a. 0 N

30’’

60’’

90’’

120’’

150’’

180’’

60’’

90’’

120’’

150’’

180’’

60’’

90’’

120’’

150’’

180’’

60’’

90’’

120’’

150’’

180’’

60’’

90’’

120’’

150’’

180’’

b. 0,1 N

30’’ c. 0,2 N

30’’ d. 0,3 N

30’’ e. 0,4 N

30’’

104

2. Metode Gelatinisasi a. 1 %

10’’

20’’

30’’

40’’

50’’

60’’

10’’ c. 1 %

20’’

30’’

40’’

50’’

60’’

10’’

20’’

30’’

40’’

50’’

60’’

b. 0,5 %

d. 1,5 %

10’’

20’’

30’’

40’’

50’’

60’’

20’’

30’’

40’’

50’’

60’’

e. 2 %

10’’

105