Tax Amnesty Untuk Apa dan Untuk Siapa? Oleh: Direktorat Jendral Kajian Strategis KEMENLU BEM REMA UPI 2016
"Salah satu tanda seorang perwira yang baik, dia ingat, adalah kemampuan untuk membuat keputusan yang cepat. Jika mereka kebetulan menjadi benar, itu lebih baik". - Larry Niven –
Pendahuluan Tax Amnesty atau Pengampunan Pajak akhir-akhir ini menjadi isu yang santer dibicarakan di masyarakat, baik media masa ataupun media cetak. Tax amnesty adalah suatu kesempatan waktu yang terbatas pada kelompok pembayar pajak tertentu untuk membayar sejumlah tertentu dan dalam waktu tertentu berupa pengampunan kewajiban pajak (termasuk bunga dan denda) yang berkaitan dengan masa pajak sebelumnya atau periode tertentu tanpa takut hukuman pidana. Ini biasanya berakhir ketika otoritas yang dimulai penyelidikan pajak pajak masa lalu. Dalam beberapa kasus, undang-undang amnesti yang memperpanjang juga membebankan hukuman yang lebih berat pada mereka yang memenuhi syarat untuk amnesti tetapi tidak mengambilnya.1 Tax Amnesty atau Pengampunan Pajak telah terjadi di Indonesia sebanyak 2x, yaitu ditandai dengan terbitnya Penetapan Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1964 dan Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 1984. Saat ini, RUU Pengampunan Pajak di Indonesia masih menimbulkan kontroversi di kalangan masyarakat, karena masih ada yang pro ataupun kontra terkait kebijakan tersebut. Pemerintah berdalih bahwa Pengampunan Pajak dianggap dapat meningkatkan Pendapatan Pajak pemerintah akibat selama ini efek dari penyimpanan kekayaan di Luar Negeri. Akan tetapi, relitanya bahwa Pengampunan Pajak ini akan menimbulkan beberapa masalah. Dimulai dari pengkajian yang sangat singkat yang dilakukan oleh DPR RI mengenai RUU Pengampunan Pajak, sistem perpajakkan yang masih belum sesuai dan banyak yang harus diperbaikki, transfaransi mengenai data perpajakkan baik yang berhak diampuni ataupun pembayaran pajak di Indonesia, serta sistem keadilan yang dianggap mengorbankan 98% warga negara Indonesia demi mengampuni 2% warga negara Indonesia yang berstatus kaya. Mengingat berbagai masalah yang muncul, tulisan ini akan menjadi sebuah telaah kritis mengenai urgensi pengampunan pajak di Indonesia.
Tujuan Tax Amnesty Pada umumnya, pemberian tax amnesty bertujuan untuk: 1. Meningkatkan Penerimaan Pajak dalam Jangka Pendek Permasalahan penerimaan pajak yang stagnan atau cenderung menurun seringkali menjadi alasan pembenar diberikannya tax amnesty. Hal ini berdampak pada keinginan pemerintah yang berkuasa untuk memberikan tax amnesty dengan harapan pajak yang dibayar oleh wajib pajak selama program tax amnesty akan meningkatkan penerimaan pajak. Meski demikian, peningkatan penerimaan pajak dari program tax amnesty ini mungkin saja hanya terjadi selama program tax amnesty dilaksanakan mengingat wajib pajak bisa saja kembali kepada perilaku ketidapatuhannya setelah program tax amnesty berakhir. Dalam jangka panjang, pemberian tax amnesty tidak memberikan banyak pengaruh yang permanen terhadap penerimaan pajak jika tidak dilengkapi dengan program peningkatan kepatuhan dan pengawasan kewajiban perpajakan. 2. Meningkatkan Kepatuhan Pajak di Masa yang Akan Datang Permasalahan kepatuhan pajak merupakan salah satu penyebab pemberian tax amnesty. Para pendukung tax amnesty umumnya berpendapat bahwa kepatuhan sukarela akan meningkat setelah program tax amnesty dilakukan. Hal ini didasari pada harapan bahwa setelah program tax amnesty dilakukan wajib pajak yang sebelumnya belum menjadi bagian dari sistem administrasi perpajakan akan masuk menjadi bagian dari sistem administrasi perpajakan. Dengan menjadi bagian dari sistem administrasi perpajakan, maka wajib pajak tersebut tidak akan bisa mengelak dan menghindar dari kewajiban perpajakannya. 3. Mendorong Repatriasi Modal atau Aset Kejujuran
dalam
pelaporan
sukarela
atas
data
harta
kekayaansetelah
program
tax
amnestymerupakan salah satu tujuan pemberian tax amnesty. Dalam konteks pelaporan data harta kekayaan tersebut, pemberian tax amnesty juga bertujuan untuk mengembalikan modal yang parkir di luar negeri tanpa perlu membayar pajak atas modal yang di parkir di luar negeri tersebut. Pemberian tax amnesty atas pengembalian modal yang di parkir di luar negeri ke bank di dalam negeri dipandang perlu karenaakan memudahkan otoritas pajak dalam meminta informasi tentang data kekayaan wajib pajak kepada bank di dalam negeri. 4. Transisi ke Sistem Perpajakan yang Baru
Tax amnesty dapat dijustifikasi ketika tax amnesty digunakan sebagai alat transisi menuju sistem perpajakan yang baru. Dalam konteks ini, tax amnesty menjadi instrumen dalam rangka memfasilitasi reformasi perpajakan dan sebagai kompensasi atas penerimaan pajak yang berpotensi hilang dari transisi ke sistem perpajakan yang baru tersebut. Tujuan dari Tax Amnesty atau Pengampunan Pajak, yang dikutip dari Menteri Keuangan RI Bambang Brodjonegoro, adalah pemerintah mampu memperbaiki basis data wajib pajak untuk menggali penerimaan. Jika pemerintah sudah memiliki basis data wajib pajak yang memadai, upaya meningkatan penerimaan pajak akan lebih mudah untuk tahun berikutnya. Sebelumnya, Dirjen Pajak, Sigit Pramudito, bahwa penerimaan dari pengampunan pajak minimal dapat memperoleh Rp60 triliun pada 2016. Dengan adanya pengampunan pajak ini diharapkan mampu meningkatkan penerimaan pajak di tahun 2016.
Tax Amnesty di Berbagai Negara Program Tax Amnesty atau Pengampunan Pajak telah dilakukan di banyak negara di dunia, baik oleh negara maju maupun negara berkembang dengan berbagai cerita sukses maupun kegagalan. India (1997), Irlandia (1988), dan Italia (1982, 1984, dan 2001/2002) adalah contoh negara yang sukses menyelenggarakan program pengampunan pajak. Sedangkan Argentina (1987) dan Prancis (1982 dan 1986) adalah contoh negara yang gagal dalam program pengampunan pajak.
Perpajakkan Indonesia Dari Dulu Hingga Sekarang Sejak perubahan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan pada tahun 1983 yang merupakan awal dimulainya reformasi perpajakan Indonesia menggantikan peraturan perpajakan yang dibuat oleh kolonial Belanda (misalnya: ordonansi PPs 1925 dan ordonansi PPd 1944), Indonesia telah mengganti sistem pemungutan pajaknya pula dari sistem official-assessment menjadi sistem self-assessment yang masih diterapkan sampai dengan sekarang. Sistem Self-assessment merupakan sistem pemungutan pajak yang memberikan kepercayaan kepada Wajib Pajak (WP) untuk menghitung/memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri jumlah pajak yang seharusnya terutang berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan. Selama pelaksanaan sistem self-assessment dimulai sejak pertama kali reformasi perpajakan dilakukan hingga saat ini (1983-2009), sudah empat kali UU KUP diubah yaitu tahun 1994, 1997, 2000 dan terakhir 2007. Perubahan yang dilakukan secara komprehensif ini membawa dampak bagi pelaksanaan kewajiban perpajakan bagi Wajib Pajak, terutama perubahan-perubahan yang berhubungan dengan kewajiban Wajib Pajak dalam menghitung/memperhitungkan, membayar dan melaporkan pajaknya. Sering kali mereka dihadapkan dengan keterbatasan informasi mengenai perubahan tersebut sehingga tidak sedikit yang akhirnya mendapat teguran dari Dirjen Pajak (DJP) karena tidak mematuhi peraturan perundang-undangan yang
berlaku pada saat itu. Dikarenakan Indonesia menganut sistem self-assessment, hal ini memaksa Wajib Pajak untuk selalu aktif mencari informasi-informasi perpajakan yang terbaru, terutama yang berkaitan dengan kegiatan usahanya. Namun, tindakan Wajib Pajak tersebut kurang effektif jika tidak dibarengi dengan kebijakan DJP dalam mensosialisasikan setiap informasi yang dipublikasikan kepada masyarakat. Hal ini patut diperhatikan karena tidak semua Wajib Pajak mengerti peraturan perpajakan tanpa adanya penjelasan dari DJP, sehingga dapat mencegah timbulnya kesalah-pahaman antara WP dengan Fiskus.
Dasar Hukum Tax Amnesty Tax Amnesty atau Pengampunan Pajak tidak memiliki aturan baku yang mengharuskan dikeluarkannya kebijakkan tersebut. Namun, kebijakan ini mampu dikeluarkan pada saat Eksekutif (Pemerintah yang menjabat) mengajukan kebijakan tersebut kepada Legislatif (Perwakilan rakyat). Bentuk pengajuannya dapat berupa Rancangan Undang-Undang. Namun, ketika RUU tersebut ditolak, maka pemerintah dapat mengeluarkan peraturannya melalui Peraturan Presiden (PerPres). Seperti sejarah 2x pengampunan pajak di Indonesia, yaitu Penetapan Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1964 dan Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 1984.
Dampak Negatif Tax Amnesty Dengan adanya Tax Amnesty atau Pengampunan Pajak akan menimbulkan dampak negatif, diantaranya: 1. Pengampunan pajak sebagai bentuk tunduknya pemerintah kepada pelaku kejahatan keuangan; 2. Pengampunan pajak karena pemerintah tidak mampu lagi menggenjot penerimaan pajak; 3. Pengampunan pajak belum tentu otomatis diikuti dengan kepatuhan membayar pajak; 4. Implementasi pengampunan bisa dianggap kebijakan yang tidak fair oleh wajib pajak.
Epilog Pada akhirnya, dengan segala pertimbangan di atas, BEM REMA UPI 2016 tidak sepakat dengan adanya Rancangan Undang-Undang Tax Amnesty. Meskipun mungkin dampak perekonomian dari proyek ini akan menaikkan penerimaan pemerintah dari pajak, tetapi dampak sosial dan sistem keadilan kami rasa tidak dapat terbayarkan kembali. Dewan Perwakilan Rakyat RI sedang mengkaji dan akan segera memutuskan terkait RUU Pengampunan Pajak. Namun, Pemerintah RI nampaknya tetap kekeuh untuk mempertahankan kebijakan ini. Maka dengan ini kami menyatakan sikap MENOLAK dengan adanya RUU Pengampunan Pajak. Dengan alasan: (1) Reformasi sistem perpajakkan; (2) Asas kebermanfaatan, efektivitas dana masuk masih dipertanyakan; (3) Asas keadilan, menguntungkan penjahat pajak dan merugikan yang taat pajak; dan (4) Revisi undang-undang perbankan.