KUAT TEKAN BETON TERHADAP LINGKUNGAN AGRESIF Khairul Miswar Staf Pengajar Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Lhokseumawe E-Mail:
[email protected]
Abstrak As a structural component that is widely used in building construction, general use of concrete construction starts from the bottom up construction. On the use in the construction, the concrete will be in a diverse environment. One is the aggressive environment. Aggressive environments can cause damage to concrete due to the presence of chemical elements in the soil. Problems encountered in the field is the quality of concrete in construction declined due to brackish water resulting porous structure elements in construction. Concrete plan with FAS 0.6. Treatment of concrete made with two types of water soaking the normal water and brackish water. Normal water has a pH around 7. PH values above 7 declared a state of alkalinity. In the concrete age of 7, 14 and 21 days soaked with normal water-to-back have kg/cm2 compressive strength of 100.35, 191.80 and 232.86 kg/cm2. In the concrete age of 7, 14 and 21 days soaked with brackish water respectively have kg/cm2 compressive strength of 116.17, 168.65 and 179.99 kg/cm2. Testing of concrete compressive strength is soaked with normal water increased strongly stressed. While the concrete is soaked with brackish water only at the age of 7 days there was an increase, whereas at 14 and 21 days has decreased in comparison with concrete soaked with normal water. Key words: concrete, brackish water, soaked, compressive strength
PENDAHULUAN Beton adalah komponen struktur yang banyak digunakan pada konstruksi bangunan. Penggunaan beton yang dominan dikarenakan pembuatan yang mudah dan harga yang murah. Umumnya penggunaan beton dimulai dari konstruksi bawah sampai konstruksi atas. Pada penggunaan di konstruksi bawah, beton akan berada dalam lingkungan yang beragam. Salah satunya adalah lingkungan agresif. Indonesia salah satu negara kepulauan yang sebahagian wilayahnya dikelilingi oleh lingkungan yang agresif. Lingkungan agresif dapat menyebabkan kerusakan pada beton akibat keberadaan unsur-unsur kimia yang ada di dalam tanah. Pembangunan perumahan, pertokoaan, jembatan dan irigasi terletak di kawasan yang mempunyai sifat fisis kebasaan yang tinggi dan mengandung unsur sulfat (SO4) dan ion klorida (Cl), yang dapat menembus ke dalam beton sehingga menyebabkan kerusakan beton. Banyaknya pengembangan suatu wilayah tanpa disadari terletak pada tanah di kawasan yang mengandung air asin dan air payau. Hal ini menyebabkan kondisi berbahaya terhadap kerusakan struktur yang berbahaya terhadap keselamatan pengguna bangunan. Masalah yang dihadapi di lapangan adalah mutu beton pada konstruksi menurun akibat air payau sehingga menyebabkan elemen struktur pada konstruksi keropos. Sedangkan tindakan pencegahan sangat jarang bahkan tidak pernah dilakukan. Akibatnya umur konstruksi sangat singkat. Adapun tujuan penelitian yang dilakukan adalah untuk melihat seberapa besar penurunan mutu beton pada umur 7, 14 dan 21 hari dengan direndam air payau dan dibandingkan dengan beton yang direndam dengan air normal. Material yang digunakan dari Pantee Lhong Kabupaten Bireun. penelitian di Laboratorium Fakultas Teknik Sipil Universitas Almuslim. Sumber air payau tersebut berasal dari Desa Blang Rangkuluh Kecamatan Peudada. JURNAL PORTAL, ISSN 2085-7454, Volume 3 No. 2, Oktober 2011, halaman: 45
Mulyono (2003) mengatakan agregat yang digunakan pada campuran beton proporsinya tinggi, agregat adalah bahan pembuatan beton selain semen. Agregat pada beton mengisi 6070% dari berat campuran beton. Sehingga mutu agregat berdampak terhadap kualitas beton Agregat memenuhi sekitar 75% dari volume total beton, karena material tersebut biayanya lebih murah dari pada semen. Penggunaan agregat akan memperkecil penggunaan semen dan juga memberikan sifat ekonomi dan yang lebih penting adalah memberikan pengaruh terhadap keawetan dan stabilitas dari beton (Wang dan Salmon 1993). Menurut Mulyono (2003), air digunakan pada pembuatan campuran beton untuk menimbulkan proses kimiawi semen. Air juga berguna membasahi agregat serta untuk kemudahan pengerjaan beton, sehingga yang diperhatikan adalah proporsi jumlah air terhadap jumlah semen yang diperlukan untuk campuran beton atau disebut Faktor Air Semen (FAS). Sagel (1994) menyebutkan beton yang digunakan pada konstruksi gedung mempunyai rasio air-semen sebesar 0,30 sampai 0,65. Dengan rasio tersebut akan dihasilkan beton yang mempunyai sifat kedap air, tetapi mutu beton tetap dipengaruhi bagaimana cara pemadatan dan pengerjaan yang dilakukan. Pemadatan yang dilakukan tanpa menggunakan alat vibrator, kemungkinan menciptakan sarang kerikil (honeycomb) sehingga beton menjadi keropos. Beton juga menjadi keropos jika pengerjaan adukan beton tidak sesuai dengan yang disyaratkan. Kinerja beton diukur dari nilai slump. Nilai slump beton untuk bangunan berkisar 75 mm hingga 150 mm. Menurut Mulyono (2003), semen adalah bahan campuran kimiawi yang aktif setelah bereaksi dengan air. Sedangkan agregat tidak mempunyai peranan penting dalam reaksi kimia, tetapi hanya berfungsi untuk pengisi yang dapat mencegah perubahan terhadap volume beton setelah pengadukan dan memperbaiki keawetan beton yang dihasilkan. Pada umumnya, beton mengandung rongga udara sekitar 1%- 2%, pasta semen (semen dan air) sekitar 25% - 40 % dan agregat (agregat halus dan kasar) sekitar 60%- 75%. Sagel (1994) mengatakan semen portland dibuat dari semen hidrolis yang dihasilkan dengan cara menghaluskan klinker yang terdiri dari silika-silika kalsium yang bersifat hidrolis ditambah dengan bahan yang mengatur waktu ikat (umumnya gips). Klinker semen Portland dibuat dari batu kapur (CaCo3), tanah liat dan bahan dasar berkadar besi. Persenyawaan semen dan air akan saling bereaksi dalam proses hidrasi semen. Proses reaksi ini berjalan sangat cepat, ketika semen dan air ini bereaksi akan timbul panas, panas ini dinamakan panas hidrasi. Jumlah panas yang dibentuk antara lain tergantung dari jenis semen yang dipakai dan kehalusan penggilingnya. Murdock (1999) juga menyebutkan serangan kimia sulfat pada beton akan menyebabkan kerusakan dan dengan sendirinya menimbulkan pecah-pecah pada beton. Saat agresi terjadi terlihat akan adanya suatu perubahan yang terjadi pada beton, meskipun telah terjadi reduksi kekuatan ketika agresi kimia ini berlangsung. Agresi ini dibarengi dengan pengambangan yang tak begitu banyak yang mungkin tak jelas pada betonnya itu sendiri, tapi mungkin menyebabkana kesukaran pada titik-titik yang tertahan. Ketika agresi ini berlansung biasanya terdapat beberapa perubahan warna dari beton, di samping terjadi retak, penggelembungan, yang dimulai dari permukaan beton yang padat. Korosi pada baja merupakan proses elektrokimia, salah satu zat kimia yaitu klorida yang dapat menyebabkan korosi pada beton betulang, semakin tinggi sifat basa semakin besar kualitas perlindungan yang dibentuk pada permukaan baja. Sebaliknya bila sifat basa rendah semakin besar kemungkinan mengalami korosi. Korosi yang terjadi pada baja merupakan proses elektrokimia (Murdock, 1999). JURNAL PORTAL, ISSN 2085-7454, Volume 3 No. 2, Oktober 2011, halaman: 46
Menurut Mulyono (2003), air normal mempunyai pH sekitar tujuh (7). Nilai pH di atas 7 menyatakan keadaan kebasaan dan nilai pH di bawah 7 menyatakan nilai keasaman. Semakin tinggi nilai asam atau pH lebih dari 3, semakin sulit untuk pekerjaan beton. Hampir semua larutan sulfat bereaksi dengan kalsium hidroksida Ca (OH)2, dan trikalsium aluminat (C3A) dari semen yang berhidrasi untuk membentuk senyawa kalsium sulfat dan kalsium sulfoaluminat. Dalam hal ini kalsium sulfat dan magnesium sulfat adalah yang paling reaktif dalam suasana basa, dijumpai secara luas dalam tanah, terutama tanah lempung, dalam air tanah atau laut. Tidak seperti kalsium hidroksida, senyawa-senyawa kimia ini tidak dapat larut dalam air. (Mulyono, 2003). Perawatan yang baik terhadap beton akan memperbaiki beberapa segi dari kualitasnya. Di samping lebih kuat dan lebih awet terhadap agresi kimia, beton ini juga lebih tahan terhadap aus karena lalu lintas dan lebih kedap air. Beton ini juga lebih kecil kemungkinanya dirusak oleh agsesi kimia (Murdock, 1999 ). METODE PENELITIAN Penelitian laboratorium ini adalah untuk mengetahui penurunan kuat tekan beton antara beton yang direndam dengan air payau dan dengan beton yang direndam dengan air normal. Data penelitian didapat dari pemeriksaan sifat-sifat fisis material dan kandungan kadar lumpur agregat dan perawatan yang dilakukan dengan menggunakan air normal dan air payau. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui mutu material yang akan digunakan dalam perencanaan material campuran beton (mix design). Penelitian dikerjakan di laboratorium Teknik Sipil Universitas Almuslim Matangglumpangdua. Untuk agregat campuran didapat berdasarkan hasil perkalian koefesien perbandingn volume agregat kasar dan agregat halus yang dipakai dalam proporsi beton. Beton yang direncanakan dengan menentukan Faktor Air Semen (FAS) sebesar 0,6. Untuk analisa saringan agregat kasar dan agregat halus yang tertahan mempunyai batasan-batasan tertentu. Perhitungan campuran beton berdasarkan metode modifikasi American Concrete Institut (ACI). Pada proses pengecoran untuk pembuatan benda uji kubus dengan diameter 15 x 15 x 15 cm. Jumlah benda uji adalah 42 (empat puluh dua) buah yang dibagi dalam 3 (tiga) tahap. Tahap pertama 14 (empat belas) buah, di mana 7 (tujuh) buah direndam air normal dan 7 (tujuh) buah direndam air payau, begitu juga tahap kedua dan tahap ketiga. Untuk satu kali pengecoran 7 (tujuh) buah sampel dan dibagi dalam 2 (dua) kali pengecoran, mengingat kapasitas mixer 0,005 m³. Mixer yang digunakan adalah mixer listrik dengan kapasitas 0,005 m³ merek Liever Holland buatan Belanda. Seperti terlihat pada Tabel 1 dan Tabel 2.
Tabel 1. Pembuatan beton untuk rendaman air normal Jumlah benda uji untuk umur (hari) N Dimensi FAS 7 hari 14 hari 21 hari o (cm2) 1.
0,6
225
7
7
7
Total 21
JURNAL PORTAL, ISSN 2085-7454, Volume 3 No. 2, Oktober 2011, halaman: 47
Tabel 2. Pembuatan beton untuk rendaman air payau Jumlah benda uji untuk umur (hari) N Dimensi FAS 7 hari 14 hari 21 hari o (cm2) 1.
0,6
225
7
7
7
Total 21
Benda uji dibiarkan dalam cetakan kubus selama 1 hari (24 jam), setelah dibuka dari cetakan benda uji langsung dibawa ke tempat perawatan/rendaman. Dalam perawatan (curing) benda uji ini dibagi dalam 2 (dua) tahap. Tahap pertama dilakukan rendaman dengan air normal dengan jumlah 21 (dua puluh satu) buah, dimana benda uji diletakkan dalam bak rendam sesuai dengan umur yang telah ditentukan. Tahap yang ke 2 (dua) beton direndam dalam air payau. Rendaman ini dilakukan dalam drum dan dibiarkan sampai beton mencapai umur kuat tekan yang telah ditentukan. Kekuatan tekan beton didapat dari hasil pengujian tekan benda uji. Bentuk benda uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah Metode British Standar yang berbentuk kubus dengan ukuran 150 x 150 150 mm3. Penentuan kekuatan tekan (tegangan) benda uji beton merupakan perbandingan beban terhadap luas penampang beton, pengujian kuat tekan beton dilaksanakan setelah benda uji sesuai dengan klasifikasi umur dan perawatan yang direncanakan. Tegangan beton didapatkan dari masing-masing pembacaan beban deflection dial. HASIL DAN PEMBAHASAN Dari pengujian berat jenis dan penyerapan agregat (absorpsi) halus dan agregat kasar diperoleh data sebagai berikut : 1. Berat jenis dan penyerapan air (absorbsi) agregat halus: - Apperent Specific Gravity = 2,584 gr - Bulk Spec. Grav Kondisi SSD = 2,629 gr - Absorpsi = 1.765 % 2. Berat jenis dan penyerapan air (absorbsi) agregat kasar: - Apperent Specific Gravity = 2,616 gr - Bulk Spec. Grav Kondisi SSD = 2,655gr - Absorpsi = 1.492 % Berat jenis yang didapat berdasarkan agregat kering oven dan agregat dalam keadaan SSD, sehingga menjadi parameter yang digunakan untuk menentukan bobot isi beton. Adanya pori atau rongga dalam agregat sangat erat hubungannya dengan berat jenis dan daya resapan agregat tersebut. Dari hasil pengujian di laboratorium berat volume agregat halus dan agregat kasar diperoleh hasil seperti dalam Tabel 3.
JURNAL PORTAL, ISSN 2085-7454, Volume 3 No. 2, Oktober 2011, halaman: 48
Tabel 3. Hasil pengujian berat volume agregat 1.
Berat Volume agregat halus
Nilai hasil pengujian (kg/cm3) 1737,21
2.
Berat Volume agregat kasar
1411,89
No.
Pengujian
Standar ASTM C128-93 -
>1445
Dari hasil pemeriksaan di laboratorium terhadap analisa saringan agregat campuran maka nilai finnes modulus didapat sebesar 6.55 %. Dari perhitungan analisa gradasi campuran maka diperoleh Grafik Kurva seperti gambar 1
Gambar 1. Kurva gradasi agregat campuran Nilai slump rata-rata yang didapat pada saat penelitian dilakukan adalah 8,47 cm, 8.34 cm dan 7.90 cm untuk beton yang direndam air normal dengan umur rendaman 7, 14 dan 21 hari. Slump untuk beton yang direndam dengan air payau yaitu 8,23 cm, 7,97 cm dan 8,40 cm dengan umur rendaman 7, 14 dan 21 hari. Berdasarkan gambar 2 dan 3 hasil penelitian Kuat Tekan beton rata-rata yang untuk air normal diperoleh adalah 100,35 Kg/Cm2, 191,80 Kg/Cm2 dan 232,86 Kg/Cm2. Sedangkan beton yang direndam dengan air payau adalah 116,17 Kg/Cm2, 168,65 Kg/Cm2 dan 179,99 Kg/Cm2.
JURNAL PORTAL, ISSN 2085-7454, Volume 3 No. 2, Oktober 2011, halaman: 49
Gambar 2. Pengujian Kuat Tekan Beton
Gambar 3. Pengujian Kuat Tekan Beton Pengujian kuat tekan beton kubus dilakukan untuk mengetahui hasil perbandingan dari kuat tekan yang direndam dengan air nornal dan air payau pada umur 7, 14 dan 21 hari. Dari hasil yang diperoleh diatas Kuat Tekan beton yang direndam dengan air payau terjadi kenaikan pada umur 7 hari, hal ini disebabkan karena air payau tersebut mengandung Klorida yang dapat berpengaruh terhadap kekuatan dini yang lebih besar. Pada umur beton 14 dan 21 hari yang direndam dengan air payau mengalami penurunan hal ini disebabkan oleh proses hidrasi semen yang bereaksi dengan unsur kimia yang terkandung dalam air payau dan kadar asam dalam air payau tersebut semakin besar, sehingga akan mengembangkan volume beton yang dapat menyebakban retak retak halus dan menyebabkan beton keropos.
JURNAL PORTAL, ISSN 2085-7454, Volume 3 No. 2, Oktober 2011, halaman: 50
KESIMPULAN 1. Pada beton umur 7, 14 dan 21 hari yang direndam dengan air normal beturut-turut memiliki kuat tekan sebesar 100,35 Kg/Cm2, 191,80 Kg/Cm2 dan 232,86 Kg/Cm2. 2. Pada beton umur 7, 14 dan 21 hari yang direndam dengan air payau beturut-turut memiliki kuat tekan sebesar 116,17 Kg/Cm2, 168,65 Kg/Cm2 dan 179,99 Kg/Cm2. 3. Persentase kuat tekan beton rata-rata pada umur 14 dan 21 hari yang direndam dengan air payau adalah 12,05 % dan 22,76 %. 4. Pada umur beton 7 hari terjadi kenaikan terhadap beton yang direndam air payau disebabkan air payau tersebut mengandung Klorida yang mempengaruhi proses hidrasi pada semen sehingga dapat meningkatkan kekuatan dini pada beton yang lebih besar. DAFTAR PUSTAKA Mulyono, T., 2003, Teknologi Beton. Yogyakarta : Andi. Murdock, LJ., 1999, Bahan dan Praktek Beton. Ciracas : Erlangga. Sagel, R., 1994, Pedoman Pengerjaan Beton, Jakarta : Erlangga. Wang dan Salmon, 1993, Desain Beton Bertulang. Jakarta : Erlangga.
JURNAL PORTAL, ISSN 2085-7454, Volume 3 No. 2, Oktober 2011, halaman: 51