Download PDF - Universitas Sebelas Maret

31 Des 2010 ... INTISARI. Asma didefinisikan sebagai penyakit inflamasi kronik pada paru dan merupakan sepuluh besar penyebab kesakitan dan kematian d...

3 downloads 449 Views 1MB Size
perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

POLA PENGGUNAAN OBAT UNTUK PENYAKIT ASMA PADA PASIEN DEWASA DI INSTALASI RAWAT INAP RSUD Dr. MOEWARDI PERIODE JANUARI - DESEMBER 2010

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Ahli Madya D3 Farmasi

Oleh

ERNY WULANDARI M3508027

DIPLOMA 3 FARMASI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA commit to user 2011

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

PENGESAHAN TUGAS AKHIR POLA PENGGUNAAN OBAT UNTUK PENYAKIT ASMA PADA PASIEN DEWASA DI INSTALASI RAWAT INAP RSUD Dr. MOEWARDI PERIODE JANUARI - DESEMBER 2010 Oleh : ERNY WULANDARI M3508027 Telah dipertahankan di depan Tim Penguji pada tanggal 22 Desember 2011 dan dinyatakan telah memenuhi syarat

Surakarta, 12 Januari 2012 Pembimbing

Penguji I

Wisnu Kundarto,S.Farm., Apt. NIDN. 00040285 03

Yeni Farida, S.Farm., Apt

Penguji II

Anang Kuncoro, S.Si., Apt NIP 19760909 200312 1 002 Mengesahkan, Dekan FMIPA

Ir. Ari Handono Ramelan, M.Sc., (Hons)., commitPh.D to user NIP. 19610223 198601 1 001

Ketua Program D3 Farmasi

Ahmad Ainurofiq, M.Si., Apt NIP. 19780319 200501 1 003

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tugas akhir ini adalah hasil penelitian saya sendiri dan tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar apapun di suatu perguruan tinggi, serta tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Apabila di kemudian hari dapat ditemukan adanya unsur penjiplakan maka gelar yang telah diperoleh dapat ditinjau dan / atau dicabut.

Surakarta, 22 Desember 2011

Erny Wulandari NIM. M3508027

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

INTISARI Asma didefinisikan sebagai penyakit inflamasi kronik pada paru dan merupakan sepuluh besar penyebab kesakitan dan kematian di Indonesia. Pemberian beberapa jenis obat merupakan terapi farmakologi yang perlu diberikan dalam pengobatan asma untuk menurunkan kesakitan pada asma. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola penggunaan obat pada pasien dewasa (18-65 tahun) penderita asma di instalasi rawat inap RSUD Dr. Moewardi periode Januari-Desember tahun 2010. Jenis penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental secara deskriptif non analitik menggunakan berkas rekam medik yang dikumpulkan secara retrospektif. Data yang diambil adalah data pasien dan data tata laksana terapi. Data selanjutnya diolah dengan program Microsoft Office Excel 2007 dan dianalisis dengan metode statistik deskriptif. Hasil penelitian yang diperoleh yaitu jumlah pasien dewasa (18-65 tahun) dengan diagnosa asma tanpa penyakit penyerta dan tanpa perulangan pada periode Januari-Desember 2010 adalah 43 pasien. Penggunaan obat untuk terapi asma yakni golongan kortikosteroid 20,61%; golongan bronkodilator 14,47%; kombinasi 2 jenis obat bronkodilator 19,48%; antibiotik 21,49%; mukolitik 10,53%; dan ekspektoran 14,04%. Penggunaan obat pada penelitian ini tepat obat (42,97%) dan tepat dosis (7,02%) sesuai dengan standar NAEPP (National Asthma Education and Prevention Program) tahun 2007.

Kata kunci : obat asma, dewasa, pola penggunaan, RSUD Dr. Moewardi.

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

ABSTRACT Asthma is defined as a chronic pulmonary inflammation disease and it is one of the ten major causes of pain and mortality in Indonesia. The administration of some types of medicine is the pharmacological therapy which needs to be conducted in the medication to decrease the pain level of asthma. The objective of this research is to investigate the pattern of the use of drugs of the adult clients aged 18 up to 65 who suffer from asthma and are hospitalized in the in-patient installation of dr. Moewardi Local General Hospital from January to December of 2010. This research used the non-experimental and non-analytical descriptive method. The data of this research consisted of the data of the patients and the data of the therapy management. The data were gathered through the medical record archives which were collected retrospectively. The data were then processed by using the Microsoft Office Excel 2007 program and analyzed by using the descriptive statistic method. The results of this research are as follows: 1) the number of clients aged 18 up to 65 who were diagnosed to suffer from asthma without any accompanying disease and without recurrence is 43; 2) the drugs which were used for the therapy against asthma consist of corticosteroid type (20.61%), bronchodilator type (14.47%), the combination of two brochodilator types (19.48%), antibiotics (21.49%), mucolytic type (10.53%), and expectorant type (14.04%); and 3) the right drug (42.97%) and the right dosage (7.02%) have been used in this research in accordance with the standards of NAEPP (National Asthma Education and Prevention Program) of 2007.

Keywords: medicine, asthma, pattern of use, and dr. Moewardi Local General Hospital.

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

HALAMAN MOTTO

“Kebanggaan kita yang terbesar adalah bukan tidak pernah gagal, tetapi bangkit kembali setiap kali kita jatuh” (Confusius) “Sesuatu yang belum dikerjakan, seringkali tampak mustahil, kita baru yakin kalau kita telah berhasil melakukannya dengan baik” (Evelyn Underhill) “Orang-orang yang sukses telah belajar membuat diri mereka melakukan kewajiban yang harus dikerjakan, sehingga orang itu akan semakin bahagia jika kewajiban tersebut diselesaikan dengan memaksimalkan usaha dan do’a sesuai dengan kemampuan yang ada” (Penulis)

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

PERSEMBAHAN

Tugas Akhir ini penulis persembahkan sebagai wujud rasa sayang, terimakasih dan cinta penulis kepada : 1. Ayah dan Ibu tercinta terimakasih atas do’a, dukungan dan perhatiannya selama ini kepada penulis. 2. Adik Aprillia Setiya Ningsih dan Keluarga Besar ku untuk semangat dan doanya kepada penulis. 3. Calon bapak dari anak-anak kelak Sri Mulyanto atas keikhlasannya yang selalu memperhatikan dan mensupport penulis dalam setiap langkah. 4. Teman-teman

seperjuangan

angkatan 2008. 5. Prodi D3 Farmasi. 6. Almamater ku. commit to user

D3

Farmasi

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

KATA PENGANTAR Segala puji bagi Allah atas segala karunia-Nya yang tak terhingga bagi penulis dan kita semuanya sehingga atas izin-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas akhir berjudul “Pola Penggunaan Obat untuk Penyakit Asma Pada Pasien Dewasa di Instalasi Rawat Inap RSUD Dr. Moewardi Periode Januari-Desember 2010” dengan lancar. Penulisan tugas akhir ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung oleh karena itu penulis mengucapkan terimakasih yang setulusnya kepada: 1. Bapak Ir. Ari Handono Ramelan, M.Sc., (Hons)., Ph.D., selaku dekan FMIPA UNS. 2. Bapak Ahmad Ainurofiq, M.Si., Apt., selaku Kepala Program Studi D3 Farmasi, FMIPA UNS. 3. Bapak Wisnu Kundarto, S.Farm., Apt., selaku Pembimbing Tugas Akhir dan Pembimbing Akademik penulis yang telah memberikan banyak sekali motivasi untuk menyelesaikan tugas akhir, serta memberikan ilmu dan arahan dengan penuh kesabaran. 4. Ibu Rita Rakhmawati, M.Si., Apt., selaku pembimbing akademik dari semester awal sampai semester enam yang selalu memberikan dukungan. 5. Ibu Yeni Farida, S.Farm., Apt., selaku penguji I dan Bapak Anang Kuncoro M.Si., Apt., selaku penguji II yang membantu kelancaran dalam penempuhan ujian. 6. Seluruh Staf Pengajar Program Studi D3 Farmasi, FMIPA UNS. commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

7. Seluruh staf dan karyawan diklat maupun rekam medik di Instalasi Rawat Inap RSUD Dr. Moewardi yang telah memberikan bantuan penjelasan dan pengalaman yang berharga kepada penulis selama melakukan penelitian di RSUD Dr. Moewardi. 8. Bapak, ibu, adik, dan calon bapak dari anak-anak kelak tercinta yang telah memberikan dukungan materi, do’a dan cintanya. 9. Eyang kakung, eyang putri, dan kakak sepupu (Ari wibowo dan Triyono) yang telah memberikan dorongan semangat. 10. Sahabat-sahabat (Widi, Awul, Anggi, Dwi, dan Muthi) yang selalu mendampingi dan menemani. 11. Teman-teman pengajian (Mbak Nur, Pak Beny, dan Mas Yosi) yang tidak henti-hentinya memberikan semangat dan do’a. 12. Teman-teman seperjuangan D3 Farmasi yang telah bekerja sama dalam menggapai cita-cita. 13. Berbagai pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, atas segala dukungan, bantuan dan do’a yang telah diberikan. Penulis menyadari bahwa tugas akhir ini masih jauh dari sempurna, namun dengan segala kerendahan hati atas kekurangan itu, penulis menerima kritik dan saran dalam rangka perbaikan tugas akhir ini. Semoga tugas akhir ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu kefarmasian khususnya dan ilmu pengetahuan pada umumnya. Surakarta, 12 Januari 2012 commit to user

(Penulis)

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL .......................................................................................

i

HALAMAN PENGESAHAN ..........................................................................

ii

HALAMAN PERNYATAAN ........................................................................

iii

INTISARI ........................................................................................................

iv

ABSTRACT ......................................................................................................

v

HALAMAN MOTTO .....................................................................................

vi

HALAMAN PERSEMBAHAN .....................................................................

vii

KATA PENGANTAR ....................................................................................

viii

DAFTAR ISI ...................................................................................................

x

DAFTAR TABEL ............................................................................................

xii

DAFTAR GAMBAR .......................................................................................

xiii

DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................

xiv

DAFTAR SINGKATAN ................................................................................

xv

BAB I

PENDAHULUAN ............................................................................

1

A. Latar Belakang Masalah ..........................................................

1

B. Perumusan Masalah .................................................................

3

C. Tujuan Penelitian .....................................................................

4

D. Manfaat Penelitian ...................................................................

4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...................................................................

5

A. Asma ........................................................................................

5

a.

Definisi Asma ...................................................................

5

b.

Faktor Resiko ...................................................................

5

c.

Patogenesis .......................................................................

6

d.

Klasifikasi .........................................................................

7

e.

Penegakan Diagnosis ......................................………… ..

9

f.

Penatalaksanaan Terapi …..………...................…………

10

1). Terapi Non farmakologi ……........……….....………..

10

2). Terapi Farmakologi .........………………………......... commit to user B. Kerangka Pemikiran . ...............................................................

12 24

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

C. Keterangan Empirik .................................................................

24

BAB III METODE PENELITIAN ................................................................

25

A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan ...............................................

25

B. Alat dan Bahan yang digunakan ..............................................

25

C. Definisi Operasional Variabel .................................................

26

D. Teknik Pengumpulan Data .......................................................

27

E. Analisis Data ............….........…...............................………....

28

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ..............................

30

A. Gambaran Subyek Penelitian ..................................................

30

B. Tatalaksana Terapi Asma ...................................... ..................

38

C. Tatalaksana Terapi Oksigen ……...................................…. ....

40

D. Evaluasi Penggunaan Obat untuk Terapi Asma ..................... .

40

1. Tepat Obat ................................................................... .......

40

2. Tepat Dosis .................................................................. .......

48

KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................

54

A. Kesimpulan .................................................................................

54

B. Saran ...........................................................................................

54

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................

55

LAMPIRAN .....................................................................................................

57

BAB V

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

DAFTAR TABEL Halaman Tabel I.

Klasifikasi tahapan penyakit asma berdasarkan keparahan penyakitnya pada pasien kategori umur > 12 tahun – dewasa …...

Tabel II.

8

Dosis penggunaan obat asma jangka pendek (Quick-relief medicines) menurut NAEPP tahun 2007 .………………………… 17

Tabel III. Dosis penggunaan obat asma jangka (Long-term medicines) menurut NAEPP tahun 2007 ……………………………………... 19 Tabel IV. Dosis inhalasi kortikosteroid menurut NAEPP tahun 2007 ……… 21 Tabel V.

Dosis Obat untuk Serangan Asma pada Penanganan di Gawat Darurat dan Rumah Sakit Menurut NAEPP Tahun 2007 …..…....

22

Tabel VI. Golongan obat yang digunakan pada terapi ……………………...

38

Tabel VII. Persentase ketepatan obat terapi asma ………………………….... 41 Tabel VIII. Rincian Obat untuk Terapi Asma pada Standar Lain .....................

42

Tabel IX. Persentase ketepatan dosis terapi asma …………………………... 49

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Diagram Penderita Asma pada Pasien Dewasa Berdasarkan Jenis Kelamin ................................................................................

31

Gambar 2. Diagram Penderita Asma pada Pasien Dewasa Berdasarkan Usia ...............................................................................................

32

Gambar 3. Diagram Penderita Asma pada Pasien Dewasa Berdasarkan Domisili .........................................................................................

33

Gambar 4. Diagram Penderita Asma pada Pasien Dewasa Berdasarkan Lama Perawatan ..............................................................................

35

Gambar 5. Diagram Penderita Asma pada Pasien Dewasa Berdasarkan Keadaan Pulang ...............................................................................

commit to user

36

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Surat Perizinan Penelitian dari Diklat RSUD Dr. Moewardi .....

57

Lampiran 2. Surat Keterangan Penelitian dari RSUD Dr. Moewardi .. ...........

58

Lampiran 3. Lembar Pengumpul Data ............................................................

59

Lampiran 4. Distribusi Penderita Asma berdasarkan Jenis Kelamin, Usia, Domisili, Lama Perawatan, dan Keadaan Pulang .............

70

Lampiran 5. Standar Pelayanan Medis oleh Ikatan Dokter Indonesia ............

72

Lampiran 6. Standar Pelayanan Medis RSUD Dr. Moewardi .........................

74

Lampiran 7. Formularium RSUD Dr. Moewardi Edisi Tahun 2010-2011 ......

78

Lampiran 8. Persentase Penggunaan Kortikosteroid dan Mukolitik ...............

80

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

DAFTAR SINGKATAN

AMP

= adenosine monophosphate.

APDPI = Asma Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. DPI

= Dry Powder Inhaler.

FEV1 = Forced Expiratory Volume in 1 second. FVC

= Force Vital Capacity.

GINA = Global Initiative for Asthma. HFA

= Hydrofluoroalkane (Inhaler Propellant).

Ig E

= Immunoglobulin E.

IONI = Informatorium Obat Nasional Indonesia. MDI

= Metered Dose Inhaler.

NaCl = Natrium Chlorida. NAEPP = National Asthma Education and Prevention Program. OBH = Obat Batuk Hitam. PCPA = Pharmaceutical Care untuk Penyakit Asma. PEF

= Peak Expiratory Flow.

SPM = Standar Pelayanan Medik

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Asma merupakan salah satu penyakit saluran napas yang banyak dijumpai, baik pada anak-anak maupun dewasa. Menurut Survei Kesehatan Nasional (Surkesnas) tahun 2001, penyakit saluran napas merupakan penyakit penyebab kematian terbanyak kedua di Indonesia setelah penyakit gangguan pembuluh darah (Ikawati, 2007). Menurut The International Study of Asthma and Allergy in Childhood (ISAAC) yang dilakukan pada anak usia 6-14 tahun di 155 pusat di 58 negara, didapatkan prevalensi asma usia 6-7 tahun berkisar antara 1,6% sampai 27,2% dan usia 13-14 tahun sekitar 35,3% (Ikawati, 2007). Prevalensi asma di seluruh dunia adalah sebesar 8%-10% pada anak dan 3%-5% pada dewasa. Di Jepang dilaporkan meningkat 3 kali yaitu 1,2% menjadi 3,14%, lebih banyak pada usia muda (Dahlan, 1998). Di Amerika, 14-15 juta orang menderita asma, dan kurang lebih 4,5 juta di antaranya adalah anak-anak (Ikawati, 2007). Di Amerika Serikat, pada diagnosis nasional di emergency departement (ED) dalam 11 tahun ini asma pada usia dewasa memiliki frekuensi paling banyak berkunjung ke ED (Rodrigo, dkk., 2004). Asma merupakan sepuluh besar penyebab kesakitan dan kematian di Indonesia, hal ini tergambar dari data studi survei kesehatan rumah tangga (SKRT) di berbagai provinsi di Indonesia. Survei Kesehatan Rumah Tangga commit to user (SKRT) tahun 1986 menunjukkan asma menduduki urutan ke-5 dari 10 penyebab

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

kesakitan (morbiditas) bersama-sama dengan bronkitis kronik dan emfisema. Pada SKRT 1992, asma, bronkitis kronik dan emfisema sebagai penyebab kematian ke4 di Indonesia atau sebesar 5,6%. Tahun 1995, prevalensi asma di seluruh Indonesia sebesar 13/1000, dibandingkan bronkitis kronik 11/1000 dan obstruksi paru 2/1000 (Anonim, 2007b). Prevalensi pasien asma anak dan dewasa di Indonesia diperkirakan sekitar 3%-8%. Serangan asma semakin berat, terlihat dari meningkatnya angka kejadian asma rawat inap dan angka kematian. Di Indonesia dilaporkan pasien status asmatikus dengan angka kematian di Rumah Sakit Sutomo adalah 2,9% dari 68 pasien dan di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung adalah 0,73% dari 137 pasien (Dahlan, 1998). Asma juga menyerang pada usia dewasa, dengan perbandingan pasien asma perempuan sedikit lebih banyak dibanding penderita asma pria (Alam & Iwan, 2006). Pada saat ini tersedia banyak jenis obat asma yang dapat diperoleh di Indonesia, tetapi hal ini tidak mengurangi jumlah penderita asma. Beberapa negara melaporkan terjadinya peningkatan morbiditas dan mortalitas penderita asma. Hal ini dikarenakan kurang tepatnya penatalaksanaan atau kepatuhan penderita. Suatu kesalahan dalam penatalaksanaan asma dalam jangka pendek dapat menyebabkan kematian, sedangkan jangka panjang dapat mengakibatkan peningkatan serangan atau terjadi obstruksi paru yang menahun (Mulia dan Meiyanti, 2000). Berdasarkan uraian di atas, asma merupakan penyakit yang perlu mendapatkan perhatian khusus. Salah satu hasil penelitian terhadap pasien asma commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

pada keseluruhan di RSUD Dr. Moewardi, kebanyakan pasien asma yang dirawat inap tahun 2009 adalah pasien dewasa dengan pemberian beberapa obat sebagai terapi farmakologi (Mardhotillah, W., 2011). Oleh karena itu, peneliti ingin melakukan penelitian tentang pola penggunaan obat untuk penyakit asma dengan variasi hanya dikhususkan pada pasien dewasa (umur 18 – 65 tahun) di instalasi rawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi. Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi, karena RSUD Dr. Moewardi merupakan rumah sakit pendidikan yang membantu memberikan fasilitas untuk lahan praktek bagi institusi kesehatan maupun non kesehatan. RSUD Dr. Moewardi juga merupakan rujukan tertinggi untuk daerah Surakarta dan sekitarnya. Rujukan yang diberikan adalah rujukan pelayanan medis, rujukan pengetahuan, maupun keterampilan medis dan non medis. B. Perumusan Masalah Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana pola penggunaan obat untuk penyakit asma pada pasien dewasa yang meliputi jenis dan golongan obat yang diberikan, dan dosis di instalasi rawat inap Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi periode Januari Desember 2010? 2. Apakah pola penggunaan obat untuk penyakit asma pada pasien dewasa yang meliputi jenis dan golongan obat yang diberikan, dan dosis di instalasi rawat inap Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi periode Januari - Desember 2010 telah sesuai dengan standar pengobatan NAEPP (National Asthma Education and Prevention Program) tahun 2007? commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk : 1. Mengetahui pola penggunaan obat untuk penyakit asma pada pasien dewasa yang meliputi jenis dan golongan obat yang diberikan, dan dosis di instalasi rawat inap Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi periode Januari Desember 2010. 2. Membandingkan pola penggunaan obat untuk penderita asma yang meliputi jenis dan golongan obat yang diberikan, dan dosis di instalasi rawat inap Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi periode Januari-Desember 2010 dengan standar pengobatan NAEPP (National Asthma Education and Prevention Program) tahun 2007. D. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah : 1. Sebagai bahan masukan dalam upaya peningkatan pelayanan medik dalam penanganan penyakit asma pada pasien dewasa di instalasi rawat inap RSUD Dr. Moewardi. 2. Memberikan informasi tentang pola penggunaan obat untuk penderita asma di instalasi rawat inap RSUD Dr. Moewardi periode Januari-Desember 2010. 3. Menambah pengetahuan apoteker dan petugas medis lainnya dalam upaya meningkatkan keberhasilan terapi pada penyakit asma khususnya di RSUD Dr. Moewardi. 4. Menjadi bahan pembanding dan pelengkap bagi peneliti selanjutnya. commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Asma a. Definisi Menurut NAEPP (National Asthma Education and Prevention Program) pada NIH (National Institute of Health), asma didefinisikan sebagai penyakit inflamasi kronik pada paru yang dikarakteristik oleh obstruksi saluran napas yang bersifat reversibel, inflamasi jalan napas dan peningkatan respon jalan napas terhadap berbagai rangsangan (Ikawati, 2007). Dasar penyakit ini adalah hiperaktivitas bronkus, obstruksi saluran nafas, dan gejala pernapasan (mengi dan sesak). Obstruksi jalan napas dapat menjadi kurang reversible bahkan relatif non reversible, tergantung berat dan lamanya penyakit (Priyanto, 2009). Asma terjadi pada individu tertentu yang berespon secara agresif terhadap berbagai jenis iritan di jalan nafas (Corwin, 2009). Menurut Jeremy dkk (2008), asma dapat didefinisikan sebagai peningkatan responsivitas bronkus terhadap berbagai stimulus, bermanifestasi sebagai penyempitan jalan napas yang meluas yang keparahannya berubah secara spontan maupun sebagai akibat pengobatan. b. Faktor Resiko Resiko berkembangnya asma merupakan interaksi antara faktor pejamu (host) dan faktor lingkungan. Faktor pejamu tersebut antara lain predisposisi genetik asma, alergi, hipereaktivitas bronkus, jenis kelamin, dan ras/etnik. Sedangkan, faktor lingkungan dibagi 2 antara lain : commit to user

perpustakaan.uns.ac.id



digilib.uns.ac.id

Yang mempengaruhi individu dengan kecenderungan / predisposisi asma untuk berkembang menjadi asma.



Yang menyebabkan eksaserbasi (serangan) dan / atau menyebabkan gejala asma menetap. Faktor lingkungan yang mempengaruhi individu dengan predisposisi asma

untuk berkembang menjadi asma antara lain : sensitisasi (bahan) lingkungan kerja, asap rokok, polusi udara di luar maupun di dalam ruangan, diet, status sosial-ekonomi, besarnya keluarga obesitas, serta alergen di dalam maupun di luar ruangan, seperti alergen binatang, alergen kecoa, jamur, tepung sari bunga, dan infeksi pernapasan (virus). Faktor lingkungan yang menyebabkan eksaserbasi dan / atau menyebabkan gejala asma menetap antara lain: alergen di dalam maupun di luar ruangan, polusi udara di luar maupun di dalam ruangan, infeksi pernapasan, perubahan cuaca, makanan, aditif (pengawet, penyedap, pewarna makanan), obat-obatan seperti aspirin, ekspresi emosi yang berlebihan, asap rokok, serta iritan antara lain parfum, bau-bauan yang merangsang (Anonim, 2007b). Pasien asma kurang lebih 80% memiliki alergi. Asma yang muncul pada saat dewasa dapat disebabkan oleh berbagai faktor, seperti sinusitis, sensitivitas terhadap aspirin atau obat-obat antiinflamasi non steroid (AINS), atau mendapatkan picuan di tempat kerja (Ikawati, 2007). c. Patogenesis Asma merupakan inflamasi kronik saluran napas. Berbagai sel inflamasi berperan terutama sel mast dan eosinofil, sel limfosit T, makrofag, netrofil dan commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

sel epitel. Faktor lingkungan dan berbagai faktor lain berperan sebagai penyebab atau pencetus inflamasi saluran napas pada pasien asma. Inflamasi terdapat pada berbagai derajat asma baik pada asma intermiten maupun asma persisten.

Inflamasi

kronik

menyebabkan

peningkatan

hiperresponsif

(hipereaktivitas) jalan napas yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat dan batuk-batuk terutama pada malam dan / atau dini hari. Episodik tersebut berkaitan dengan sumbatan saluran napas yang luas, bervariasi dan seringkali bersifat reversibel dengan atau tanpa pengobatan (Anonim, 2007b). d. Klasifikasi 1) Klasifikasi berdasarkan etiologi a) Asma intrinsik (cryptogenic) Asma jenis ini disebabkan oleh faktor non-alergik, yaitu stress, infeksi, dan kondisi lingkungan seperti cuaca, kelembaban dan suhu udara, polusi udara, dan juga oleh aktivitas olahraga yang berlebihan. b) Asma ekstrinsik Bentuk asma yang paling umum dan disebabkan karena reaksi alergi penderitanya terhadap hal-hal tertentu (alergen). Alergen biasa tampil dalam berbagai bentuk seperti serbuk bunga, debu, jamur, maupun zat makanan. Alergen ini berhubungan langsung dengan IgE. IgE memicu pelepasan histamin terhadap paru-paru yang mengakibatkan pengerutan saluran pernafasan dan meningkatkan produksi lendir (Alam & Iwan, 2006).

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

2) Klasifikasi berdasarkan berat atau keparahan penyakit Kombinasi berbagai pemeriksaan, gejala-gejala dan uji faal paru dapat digunakan untuk menentukan beratnya penyakit. Klasifikasi ini lebih penting untuk tujuan penatalaksanaan asma. Sehingga harus teliti dalam mengklasifikasikan asma pada pasien. Klasifikasi asma berdasarkan berat penyakit dapat dilihat dalam Tabel I. Tabel I. Klasifikasi tahapan penyakit asma berdasarkan keparahan penyakitnya a pada pasien kategori umur > 12 tahun – dewasa (Anonim, 2007 ) Klasifikasi Keparahan asma pada pasien muda (> 12 tahun) dan dewasa Komponen keparahan Intermiten Persisten Ringan Sedang Berat Gejala >2 hari / >2 hari / Setiap hari Setiap hari minggu minggu, tapi tidak setiap Gangguan hari Catatan : Terbangun >2 hari / 3 – 4 kali / Setiap hari Beberapa Nilai Normal malam hari minggu bulan kali sehari FEV1/FVC : Penggunaan β >2 hari / > 2 hari / Setiap hari Beberapa 8-19 th 85% agonis untuk minggu minggu tetapi kali sehari 20-39 th 80% mengatasi tidak > 1 x 40-59 th 75% gejala sehari 60-80 th 70% Pengaruh Tidak ada Ada sedikit Lebih Aktivitas terhadap keterbatasan banyak sangat aktivitas aktivitas keterbatasa terbatas normal n aktivitas Fungsi paru Normal di FEV1 > 80 % FEV1 FEV1 < 60% antara FEV1/FVC 60 – 80% FEV1/FVC Umur > 12 serangan normal FEV1/FVC berkurang tahun - dewasa FEV1 > 80% berkurang sampai > 5% FEV1/FVC 5% normal Serangan yang 0 – 1 kali / > 2 kali / tahun Resiko membutuhkan tahun kortikosteroid Pertimbangkan keparahan dan interval sejak serangan oral sistemik terakhir. Frekuensi dan keparahan mungkin berfluktuasi dari waktu ke waktu untuk pasien pada semua kategori keparahan. Resiko tahunan relatif serangan mungkin terkait dengan nilai FEV1. Keterangan: - FEV1 (Forced Expiratory Volume in 1 second) adalah volume ekspirasi paksa pada detik pertama. - FVC (Force Vital Capacity) adalah kapasitas vital paksa dari ekspirasi yang sekuat dan secepat mungkin.

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

3) Klasifikasi berdasarkan pola waktu serangan a) Asma intermiten Pada jenis ini serangan asma timbul kadang-kadang. Di antara dua serangan PEF normal, tidak terdapat atau ada hipereaktivitas bronkus yang ringan. b) Asma persisten Terdapat variabilitas PEF antara siang dan malam hari, serangan sering terjadi dan terdapat hiperaktivitas bronkus. Pada beberapa penderita asma persisten yang berlangsung lama, faal paru tidak pernah kembali normal meskipun diberikan pengobatan kortikosteroid yang intensif. c) Brittle asthma Penderita jenis ini mempunyai saluran napas yang sangat sensitif, variabilitas obstruksi saluran napas dari hari ke hari sangat ekstrim. Penderita ini mempunyai risiko tinggi untuk mengalami eksaserbasi tiba-tiba yang berat dan mengancam jiwa (Yunus, 1998). e. Penegakan diagnosis Menurut Ikawati (2007), penanda utama untuk mendiagnosis adanya asma dilihat dari gejalanya, yaitu : 1) Mengi pada saat menghirup napas. 2) Riwayat batuk yang memburuk pada malam hari, dada sesak yang terjadi berulang dan tersengal-sengal. 3) Hambatan pernapasan yang bersifat reversibel secara bervariasi selama siang hari.

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

4) Adanya peningkatan gejala pada saat olahraga, terkena alergen, dan perubahan musim. 5) Terbangun malam-malam dengan gejala-gejala seperti di atas. Diagnosis asma adalah berdasarkan gejala yang bersifat episodik, pemeriksaan fisiknya dijumpai napas menjadi cepat dan dangkal serta terdengar bunyi mengi pada pemeriksaan dada (pada serangan sangat berat biasanya tidak lagi terdengar mengi, karena pasien sudah lelah untuk bernapas). Pemeriksaan yang cukup penting adalah pemeriksaan fungsi paru, yang dapat diperiksa dengan spirometri atau peak expiratory flow meter (Anonim, 2007b). f. Penatalaksanaan terapi Penatalaksanaan yang paling efektif adalah mencegah atau mengurangi inflamasi kronik dan menghilangkan faktor penyebab. Faktor utama yang berperan dalam kesakitan dan kematian pada asma adalah tidak terdiagnosisnya penyakit ini dan pengobatan yang tidak cukup (Yunus, 1998). Penatalaksanaan secara umum penyakit asma, meliputi : 1) Terapi non farmakologi Terapi non farmakologi dari asma antara lain: a) Edukasi pasien Edukasi pasien dan keluarga, untuk menjadi mitra dokter dalam penatalaksanaan asma. Edukasi kepada pasien / keluarga bertujuan untuk meningkatkan pemahaman (mengenai penyakit asma secara umum dan pola penyakit asma sendiri), meningkatkan keterampilan (kemampuan dalam penanganan asma sendiri / asma mandiri), meningkatkan kepatuhan commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

(compliance) dan penanganan mandiri, serta membantu pasien agar dapat melakukan penatalaksanaan dan mengontrol asma (Anonim, 2007b). Beberapa hal yang perlu dihindari antara lain makanan yang menyebabkan alergi, merokok, debu dalam rumah, maupun alergen lainnya (Anonim, 2009a). b) Pengukuran peak flow meter Perlu dilakukan pada pasien dengan asma sedang sampai berat. Pengukuran Arus Puncak Ekspirasi (PEF) dengan Peak Flow Meter ini dianjurkan pada (Anonim, 2007b) : 

Penanganan serangan akut di gawat darurat, klinik, praktek dokter dan oleh pasien di rumah.



Pemantauan berkala di rawat jalan, klinik dan praktek dokter. Pemantauan sehari-hari di rumah bagi pasien setelah perawatan di rumah sakit, pasien yang sulit / tidak mengenal perburukan melalui gejala. Pada asma mandiri pengukuran PEF dapat digunakan untuk membantu

pengobatan seperti : 

Mengetahui apa yang membuat asma memburuk.



Memutuskan apa yang akan dilakukan bila rencana pengobatan berjalan baik.

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id



digilib.uns.ac.id

Memutuskan apa yang akan dilakukan jika dibutuhkan penambahan atau penghentian obat.



Memutuskan kapan pasien meminta bantuan medis / dokter / IGD.

c) Identifikasi dan mengendalikan faktor pencetus. d) Pemberian oksigen. e) Banyak minum untuk menghindari dehidrasi terutama pada anak-anak. f) Kontrol secara teratur. g) Pola hidup sehat Dapat dilakukan dengan berhenti merokok, menghindari kegemukan, dan melakukan kegiatan fisik misalnya senam asma. 2) Terapi farmakologi Terapi farmakologi dapat dibagi menjadi dua jenis pengobatan, yaitu (Sugiyanti, 2007) : a) Quick-relief medicines, yaitu pengobatan yang digunakan untuk merelaksasi otot-otot di saluran pernafasan, memudahkan pasien untuk bernafas, memberikan kelegaan bernafas, dan digunakan saat terjadi serangan asma (asthma attack). Contohnya yaitu bronkodilator. b) Long-term medicines, yaitu pengobatan yang digunakan untuk mengobati inflamasi pada saluran pernafasan, mengurangi mukus berlebih, memberikan kontrol untuk jangka waktu lama, dan digunakan untuk membantu mencegah timbulnya serangan asma (asthma attack). Contohnya yaitu kortikosteroid bentuk inhalasi. commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Terapi farmakologi yang diterapkan dalam NAEPP (National Asthma Education and Prevention Program) tahun 2007, antara lain : a) Bronkodilator Pelepasan kejang dan bronkodilatasi dapat dicapai dengan cara merangsang sistem adrenergik dengan adrenergik atau melalui penghambatan sistem kolinergik dengan antikolinergika (Tjay dan Rahardja, 2007). Macam-macam bronkodilator menurut Tanjung (2003), yakni : (1) Agonis β2 Agonis β2 merupakan salah satu dari bronkodilator. Aksi dari agonis β2 adalah rileksasi otot polos pada saluran napas dengan merangsang reseptor β2-adrenergik yang meningkatkan siklik AMP dan mengurangi pelepasan mediator dari sel inflamasi. Efek samping dari agonis β2 adalah mual, muntah, nyeri kepala dan gugup. Contoh obat agonis β2 adalah salbutamol, dan terbutalin (Jeremy, dkk., 2008). (2) Xantin Obat lini kedua pada asma. Penggunaan secara terus-menerus pada terapi pemeliharaan ternyata efektif mengurangi frekuensi serta hebatnya serangan. Kerja xantin yakni menghambat fosfodiesterase yang memecah siklik AMP. Efek samping yang terjadi hampir sama dengan agonis β2. Contoh obat xantin adalah aminofilin dan teofilin. commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

(3) Antikolinergik Merupakan bronkodilator yang cukup efektif dan mengurangi sekresi mukus. Di dalam sel-sel otot polos terdapat keseimbangan antara sistem adrenergik dan kolinergik. Jika ada suatu sebab reseptor β2 dari sistem adrenergik terhambat, maka sistem kolinergik akan

menggantikan

peranan

sistem

adrenergik

sehingga

mengakibatkan bronkokonstriksi. Mekanisme kerja antikolinergik yakni memblok reseptor muskarin dari saraf-saraf kolinergik di otot polos bronki, sehingga aktivitas saraf adrenergik menjadi dominan dan mengakibatkan efek bronkodilatasi. Obat ini lebih efektif melawan iritan daripada alergen. Contoh obat-obat antikolinergik adalah ipratropium bromida, dan tiotropium (Tjay dan Rahardja, 2007). b) Penstabil Sel Mast Obat – obat yang termasuk golongan penstabil sel mast adalah kromolin sodium dan nedokromil. Kromolin merupakan obat yang dapat mencegah serangan asma akibat alergi. Mekanisme kerja obat ini yakni menghambat pelepasan mediator inflamasi, dan mencegah aktivasi sel mast dan eosinofil. Obat ini memiliki sedikit efek samping dan sering menjadi obat pilihan untuk anak-anak. Nedokromil menghambat perkembangan respon bronkokonstriksi baik awal dan maupun lanjut terhadap antigen terinhalasi (Jeremy dkk, 2008). commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

c) Kortikosteroid Obat-obat ini memiliki cara kerja dan efek yang sama dengan glukokortikoid, yakni menurunkan jumlah dan aktivitas dari sel yang terinflamasi dan meningkatkan efek obat beta adrenergik dengan memproduksi AMP siklik, inhibisi mekanisme bronkokonstriktor, atau merelaksasi otot polos secara langsung. Obat ini tidak diindikasikan untuk pasien asma yang dapat diterapi dengan bronkodilator dan pasien yang kadang-kadang menggunakan kortikosteroid sistemik (Anonim, 2007b). d) Antileukotrien Produksi leukotrien berhubungan dengan edema saluran pernapasan, konstriksi otot polos dan perubahan aktifitas sel yang berhubungan dengan proses inflamasi, yang menimbulkan tanda dan gejala asma. Antagonis leukotrien yang bekerja spesifik dan efektif pada terapi pemeliharaan terhadap asma. Kerja antileukotrien berdasarkan pada penghambatan sintesa leukotrien (Tjay dan Rahardja, 2007). e) Immunomodulators Omalizumab (anti IgE) hanya diberikan pada pasien yang mengalami penurunan serum IgE. Obat ini diindikasikan pada pasien asma dengan alergi berat dimana tidak terkontrol dengan inhalasi kortikosteroid. Anti Ig E ini hanya sebagai terapi tambahan dengan kortikosteroid maupun agonis β2 (Anonim, 2006). commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

Terapi

farmakologi

digilib.uns.ac.id

sebagai

penunjang

pengobatan

asma

yang

direkomendasikan pada NAEPP tahun 2007 dan standar lain, antara lain : a) Antibiotik Penggunaan antibiotik tidak rutin diberikan kecuali pada keadaan disertai infeksi bakteri yang ditandai dengan gejala sputum purulen dan demam. Infeksi bakteri yang sering menyertai serangan asma adalah bakteri gram positif. Pilihan yang sering dipakai adalah makrolid, golongan kuinolon, dan alternatif amoksisilin atau amoksisilin dengan asam klavulanat (Anonim, 2003). b) Mukolitik Mukolitik bekerja menurunkan viskositas mukus atau dahak, sehingga memudahkan ekspektorasi. Biasanya digunakan pada kondisi dimana dahak cukup kental dan banyak. Contoh mukolitik antara lain Nasetilsistein, ambroxol, dan bromheksin (Ikawati, 2007). c)

Ekspektoran Ekspektoran ditujukan untuk merangsang batuk sehingga memudahkan pengeluaran dahak / ekspektorasi (Anonim, 2008b).

Dosis penggunaan obat yang diterapkan dalam NAEPP tahun 2007 dapat dilihat pada Tabel II yaitu dosis penggunaan obat asma untuk jangka pendek, Tabel III yaitu dosis penggunaan obat asma untuk jangka panjang, Tabel IV yaitu dosis penggunaan inhalasi kortikosteroid, dan Tabel V yaitu dosis pada serangan asma (penanganan di gawat darurat dan rumah sakit). commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Tabel II. Dosis penggunaan obat asma jangka pendek (Quick-relief medicines) menurut NAEPP tahun 2007. No

Obat

1.

Inhalasi Agonis β2 aksi cepat

Dosis Sediaan

Dosis Dewasa

MDI (metered-dose inhaler) Albuterol CFC (chlorofluorocarbon)

Albuterol HFA (hydrofluoroalkane) Pirbuterol CFC Levalbuterol HFA

90 mcg/puff, 200 puffs/canister.

90 mcg/puff, 200 puffs/canister.

2 isapan 5 menit setelah badan bergerak. 2 isapan setiap 4-6 jam penambahan.

200 mcg/puff, 400 puffs/canister. 45 mcg/puff, 200 puffs/canister Nebulizer solution

Albuterol

Levalbuterol (R-albuterol) 2.

0.63 mg / 3 mL; 1.25 mg / 3 mL; 2.5 mg / 3 mL; 5 mg/ml (0.5%).

0.31 mg / 3 mL; 0.63 mg / 3 mL; 1.25 mg / 0.5 mL; 1.25 mg / 3 mL.

1.25-5 mg untuk 3 cc larutan q 4-8 jam penambahan.

0.63-1.25 mg q 8 jam penambahan.

Antikolinergik MDI Ipratropium HFA

17 mcg/puff, 200 puffs/canister.

2-3 isapan q 6 jam.

Nebulizer solution 0.25 mg/mL (0.025%).

0.25 mg q 6 jam.

MDI Ipratropium dan albuterol

18 mcg/puff ipratropium bromide dan 90 mcg/puff albuterol. 2-3 isapan q 6 jam. 200 puffs/canister. Nebulizer solution 0.5 mg / 3ml ipratropium bromide dan 2.5 mg / 3ml albuterol.

commit to user

3 ml q 4-6 jam.

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Tabel II. Lanjutan…. No

Obat

3.

Kortikosteroid sistemik

Dosis Sediaan

Dosis Dewasa

2, 4, 8, 16, 32 mg tablet.

40-60 mg/hari pada dosis tunggal atau membagi dalam 2 dosis selama 3-10 hari.

Metilprednisolon

Prednisolon

Prednison

(Methylprednisolon acetat)

5 mg tablet; 5 mg / 5 cc, 15 mg / 5 cc. 1, 2.5, 5, 10, 20, 50 mg tablet; 5 mg / cc, 5 mg / 5 cc. Repository injection 40 mg/ml; 80 mg/ml.

commit to user

240 mg IM (intramuscular)

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Tabel III. Dosis penggunaan obat asma jangka (Long-term medicines) menurut NAEPP tahun 2007. No 1.

Obat

Prednisolon

Prednison

3.

Dosis dewasa

2, 4, 8, 16, 32 mg tablet

7.5-60 mg / hari pada dosis tunggal a.m atau qod penambahan sebagai kontrol.

Kortikosteroid sistemik Metilprednisolon

2.

Dosis sediaan

5 mg tablet; 5 mg / 5 cc, 15 mg / 5 cc.

1, 2.5, 5, 10, 20, 50 mg tablet; 5 mg / cc, 5 mg / 5 cc.

40-60 mg / hari pada dosis tunggal atau membagi dalam 2 dosis selama 3-10 hari. -

Inhalasi Agonist β2 aksi lambat

Salmeterol

DPI (dry powder inhaler) 50 mcg / blister

Formoterol

DPI 12 mcg / tunggalpenggunaan kapsul

1 blister q 12 jam

1 kapsul q 12 jam

Obat Kombinasi Flutikason / Salmeterol

DPI 100 mcg / 50 mcg; 250 mcg / 50 mcg; atau 500 mcg / 50 mcg.

1 inhalasi bid : tergantung dari beratnya asma.

HFA 45 mcg / 21 mcg; 115 mcg / 21 mcg; 230 mcg / 21 mcg. Budesonid / Formoterol

HFA MDI 80 mcg / 4.5 mcg; 160 mcg / 4.5 mcg.

commit to user

2 inhalasi bid : tergantung dari beratnya asma.

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Tabel III. Lanjutan… No 4.

Obat

Nedokromil

MDI 0.8 mg/puff.

2 isapan qid.

Nebulizer 20 mg/ampul.

1 ampul qid.

MDI 1.75 mg / puff.

2 isapan qid.

Larutan, Tablet lepas lambat, dan kapsul.

Dosis awal 10 mg / kg / hari sampai maksimum 300 mg; lazim 800 mg / hari.

Injeksi subkutan, 150 mg / 1.2 mL dengan diberi 1.4 mL WFI (Water for Injection).

150-375 mg SC (subcutan) q 2-4 minggu, tergantung BB (berat badan) dan level IgE.

Methylxanthines Teofilin

6.

Dosis Dewasa

Kromalin dan Nedokromil Kromalin

5.

Dosis Sediaan

Immunomodulator Omalizumab

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Tabel IV. Dosis inhalasi kortikosteroid menurut NAEPP tahun 2007. Nama Obat

Dosis terendah perhari untuk dewasa

Dosis sedang perhari untuk dewasa

Dosis tinggi perhari untuk dewasa

80-240 mcg

>240-480 mcg

> 480 mcg

180-600 mcg

>600-1,200 mcg

>1,200 mcg

500-1,000 mcg

>1,000-2,000 mcg

>2,000 mcg

320 mcg

>320-640 mcg

>640 mcg

88-264 mcg

>264-440 mcg

>400 mcg

100-300 mcg

>300-500 mcg

>500 mcg

200 mcg

400 mcg

>400 mcg

300-750 mcg

>750-1,500 mcg

>1,500 mcg

Beklometason HFA 40 atau 80 mcg / hirupan Budenosid DPI 90, 180, atau 200 mcg / inhalasi Flunisolid 250 mcg / hirupan Flunisolid HFA 80 mcg / hirupan Flutikason HFA / MDI: 44, 110, atau 220 mcg / hirupan. DPI: 50, 100, atau 250 mcg / inhalasi Mometason DPI 200 mcg / inhalasi Triamcinolone acetonide 75 mcg / hirupan

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Tabel V. Dosis Obat untuk Serangan Asma pada Penanganan di Gawat Darurat dan Rumah Sakit Menurut NAEPP Tahun 2007. No. 1.

Obat Inhalasi Agonist β2 aksi lambat Albuterol Cairan Nebulasi (0,63 mg/3 ml; 1,25 mg/3 ml; 2,5 mg/3 ml; 5 mg/3 ml). MDI (90 mcg / hirupan).

Bitolterol Cairan Nebulasi (2 mg/ml).

2,5-5 mg setiap 20 menit untuk 3 dosis, kemudian 2,5-10 mg setiap 1-4 jam jika dibutuhkan, atau 10-15 mg / jam secara terus-menerus.

4-8 hirupan setiap 20 menit sampai 4 jam, kemudian 1-4 jam jika dibutuhkan.

Lihat dosis albuterol diatas.

MDI (370 mcg / hirupan).

Lihat dosis albuterol MDI diatas.

Levalbuterol (R-Albuterol) Cairan nebulasi (0,63 mg/3 ml; 1,25 mg/0,5 ml; 1,25 mg/3 ml).

1,25-5 mg setiap 20 menit untuk 3 dosis, kemudian 1,25-5 mg setiap 1-4 jam jika dibutuhkan.

MDI (45 mcg / hirupan).

2.

Dosis Dewasa

Pirbuterol MDI (200 mcg / hirupan). Injeksi Agonist β2 Epinephrin

Lihat dosis albuterol MDI diatas.

Lihat dosis albuterol MDI diatas.

0,3-0,5 mg setiap 20 menit untuk 3 dosis sq.

1 : 1000 (1 m / ml). Terbutalin 0,25 mg setiap 20 menit untuk 3 dosis sq. (1 mg / ml)

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Tabel V. Lanjutan …. 3.

Antikolinergik Ipratropium Bromida 0,5 mg setiap 20 menit untuk 3 dosis kemudian jika dibutuhkan.

Cairan Nebulasi (0,25 mg/ml). MDI

8 hirupan setiap 20 menit selama dibutuhkan sampai 3 jam.

(18 mcg/hirupan)

Ipratropium dengan albuterol (salbutamol) Cairan Nebulasi (tiap 3 mL vial mengandung 0,5 mg Ipratropium bromide dan 2,5 mg albuterol).

3 ml setiap 20 menit untuk 3 dosis, kemudian saat dibutuhkan.

MDI (tiap hirupan mengandung 18 mcg Ipratropium bromide dan 90 mcg albuterol). 4.

8 hirupan setiap 20 menit selama dibutuhkan sampai 3 jam.

Kortikosteroid Oral Prednisone

Aplikasi dari ketiga obat, yaitu :

Metilprenisolon

40-80 mg / hari dalam 1 atau 2 dosis terbagi sampai PEF mencapai tingkat 70% atau normal.

Prednisolon

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

B. Kerangka Pemikiran Asma termasuk sepuluh besar penyebab kesakitan dan kematian di Indonesia dan merupakan penyakit inflamasi kronik pada paru yang dapat diderita oleh semua umur. Pola penggunaan obat asma pada penderita asma pasien dewasa di instalasi rawat inap RSUD Dr. Moewardi yang dibandingkan dengan standar NAEPP tahun 2007.

Frekuensi kunjungan pada emergency departement paling banyak pada usia dewasa.

Obat asma semakin banyak, namun tidak mengurangi jumlah penderita.

C. Keterangan Empirik Asma memiliki prevalensi yang sangat luas. Prevalensi asma di seluruh dunia sebesar 3%-5% pada dewasa. Obat-obatan yang digunakan pada terapi farmakologis asma antara lain : bronkodilator, kortikosteroid, penstabil sel mast, immunomodulator,

dan

antileukotrien.

Penelitian

ini

dilakukan

untuk

mendapatkan gambaran pola penggunaan obat untuk penyakit asma pada pasien dewasa di Instalasi rawat inap Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi periode Januari-Desember 2010 serta kesesuaian penggunaan obat dengan standar yang digunakan dalam penelitian.

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi. Pengambilan data rekam medik dilaksanakan selama kurang lebih satu bulan. B. Alat dan Bahan yang digunakan Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah standar pengobatan NAEPP (National Asthma Education and Prevention Program) tahun 2007, Asma Pedoman

Diagnosis

dan

Penatalaksanaan

di

Indonesia

tahun

2003,

Pharmaceutical Care untuk Penyakit Asma tahun 2007, GINA tahun 2006, Formularium RSUD Dr. Moewardi edisi tahun 2010-2011, buku pustaka dan jurnal yang terkait dengan penelitian, serta lembar pengumpul data. Bahan yang digunakan untuk penelitian adalah kartu rekam medik yang memenuhi kriteria inklusi yaitu rekam medik yang lengkap mencakup identitas, diagnosa penyakit asma tanpa penyakit penyerta, tidak mengalami perulangan dalam perawatan di rumah sakit (hanya 1 kali perawatan dalam 1 tahun) dan memulai terapi di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi selama rentang waktu 1 Januari 2010 sampai 31 Desember 2010.

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

C. Definisi Operasional Variabel 1. Subjek penelitian adalah pasien dengan diagnosis utama penyakit asma tanpa penyakit penyerta pada pasien dewasa, tanpa perulangan dan memulai terapi bulan Januari - Desember tahun 2010 di instalasi rawat inap RSUD Dr. Moewardi. 2. Pasien adalah penderita dewasa yang berumur antara 18-65 tahun dengan diagnosis utama asma tanpa komplikasi yang memulai terapi bulan JanuariDesember tahun 2010 di instalasi rawat inap RSUD Dr. Moewardi. 3. Penyakit penyerta adalah penyakit lain yang diderita bersamaan dengan asma pada saat perawatan di rumah sakit dan sesuai dengan keterangan diagnosa pada rekam medik. 4. Perawatan tanpa perulangan adalah penderita hanya 1 kali perawatan di RSUD Dr. Moewardi dalam periode Januari-Desember 2010. 5. Pola penggunaan meliputi jenis obat yang diberikan, jenis dan golongan obat yang diberikan, dan dosis. 6. Golongan obat adalah kelompok obat yang diberikan, misalnya: bronkodilator (agonis β2, xantin, dan antikolinergik), kortikosteroid, penstabil sel mast (kromolin sodium dan nedokromil), immunomodulator (omalizumab), serta antileukotrien. 7. Jenis obat adalah jenis atau nama obat yang diberikan untuk penyakit asma. 8. Lama perawatan adalah jumlah hari dari mulai masuk hingga diperbolehkan pulang bagi tiap penderita. 9. Keadaan pulang adalah keadaan akhir pasien saat keluar dari rumah sakit. commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

10. Evaluasi pola penggunaan obat adalah membandingkan penggunaan obat pada penyakit asma dengan standar pengobatan NAEPP (National Asthma Education and Prevention Program) tahun 2007 berdasarkan kriteria tepat obat dan tepat dosis. 11. Tepat obat adalah kesesuaian pemilihan jenis dan golongan obat dengan standar pengobatan NAEPP (National Asthma Education and Prevention Program) tahun 2007. 12. Tepat dosis adalah kesesuaian takaran pemberian obat dengan standar pengobatan NAEPP (National Asthma Education and Prevention Program) tahun 2007. D. Teknik Pengumpulan Data Penelitian yang dilakukan adalah penelitian non eksperimental atau observasional yaitu penelitian berdasarkan data-data yang ada tanpa melakukan perlakuan terhadap subyek uji, dengan pendekatan deskriptif dan pengumpulan data retrospektif, serta menggunakan metode purposive sampling dalam pengambilan sampel. Purposive sampling adalah metode pengambilan sampel yang didasarkan pada suatu pertimbangan / batasan-batasan tertentu yang dibuat oleh peneliti sendiri, berdasarkan ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya. Penelitian deskriptif yang dimaksud dalam penelitian ini untuk memperoleh gambaran pola penggunaan obat untuk penyakit asma pada pasien dewasa di Instalasi Rawat Inap RSUD Dr. Moewardi periode JanuariDesember 2010. Setelah itu, pola penggunaan obat asma dibandingkan dengan standar penatalaksanaan asma menurut NAEPP (National Asthma Education and commit to user Prevention Program) tahun 2007.

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

E. Analisis Data Data yang sudah dikelompokkan diidentifikasi secara deskriptif non analisis sesuai dengan diagnosis masing-masing untuk memperoleh informasi tentang: 1. Penghitungan jumlah pasien dewasa penyakit asma tanpa disertai penyakit penyerta. Jumlah yang dihitung berasal dari rekam medis pasien rawat inap di RSUD Dr. Moewardi yang didiagnosis asma tanpa disertai penyakit penyerta serta memenuhi kriteria inklusi selama periode Januari sampai Desember tahun 2010 dan datanya digunakan sebagai bahan penelitian. 2. Distribusi pasien berdasarkan jenis kelamin dan umur. Jenis kelamin dan umur dihitung dari seluruh pasien terdiagnosis utama asma yang dijadikan sebagai bahan penelitian di instalasi rawat inap. Kemudian dihitung persentasenya. 3. Distribusi pasien berdasarkan domisili. Pasien yang memenuhi kriteria inklusi akan dikelompokkan berdasarkan asal kabupaten dan dihitung persentasenya. 4. Persentase jenis dan golongan obat yang digunakan. Persentase jenis dan golongan obat dihitung dengan mengelompokkan jenis dan golongan obat kemudian dicari persentasenya dari jumlah total penggunaan.

5. Persentase pasien berdasarkan lama perawatan. commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Pasien dikelompokkan berdasarkan lama perawatan terhitung dari tanggal masuk sampai tanggal keluar kemudian dihitung persentasenya dari total jumlah pasien. 6. Persentase pasien berdasarkan keadaan pulang. Pasien dikelompokkan berdasarkan keadaan pulang kemudian dihitung persentasenya dari total jumlah pasien. 7. Kesesuaian penggunaan obat. Analisis kesesuaian penggunaan obat pada asma dilakukan dengan membandingkan pemilihan jenis dan golongan obat, serta dosis obat dengan standar pengobatan asma pada NAEPP (National Asthma Education and Prevention Program) tahun 2007. Data yang diperoleh dianalisis dengan program Microsoft Office Excel 2007.

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Subyek Penelitian 1.

Jumlah pasien yang mengalami asma

Berdasarkan hasil pengambilan data kartu indek penderita rawat inap di RSUD Dr. Moewardi yang terdiagnosis asma tanpa penyakit penyerta selama periode bulan Januari sampai dengan Desember 2010 sebanyak 43 pasien. Subyek penelitian adalah pasien asma tanpa disertai penyakit penyerta yang memenuhi kriteria inklusi rekam medis lengkap mencakup identitas dan tatalaksana terapi. Kriteria inklusi yang diterapkan adalah pasien yang berumur 18-65 tahun dan hanya 1 kali dalam 1 tahun (tanpa perulangan) dirawat di RSUD Dr. Moewardi. 2.

Distribusi pasien berdasarkan jenis kelamin

Tujuan distribusi pasien berdasarkan jenis kelamin untuk mengetahui pasien perempuan atau laki-laki yang paling rentan terkena serangan penyakit asma. Berdasarkan penelitian dapat disimpulkan bahwa pada usia dewasa perempuan lebih rentan menderita penyakit asma daripada laki-laki. Hasil penelitian jumlah penderita asma berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada Gambar 1.

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Gambar 1. Diagram Penderita Asma pada Pasien Dewasa Berdasarkan Jenis kelamin

Berdasarkan Gambar 1, diketahui asma pada usia dewasa lebih umum terjadi pada perempuan daripada laki-laki. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh komite NAEPP, dimana perbandingan prevalensi asma pada usia dewasa lebih banyak perempuan dibanding laki-laki (Anonim, 2007a). Hasil penelitian lain menunjukkan bahwa asma menyerang pada usia dewasa dengan perbandingan pasien asma perempuan lebih banyak dibanding penderita asma laki-laki (Alam & Iwan, 2006). Hal ini disebabkan oleh ukuran rongga paru-paru pada laki-laki dewasa lebih besar dibanding perempuan dewasa (Anonim, 2006). 3.

Distribusi pasien berdasarkan usia

Tujuan distribusi pasien berdasarkan usia ini untuk mengetahui rentang usia pasien yang paling rentan terkena serangan asma. Rentang usia diambil berdasarkan National Asthma Survey–New York State Summary Report dan Virginia Departement of Health tahun 2008. Hasil penelitian jumlah penderita asma pasien dewasa berdasarkan usia dapat dilihat pada Gambar 2. commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Gambar 2. Diagram Penderita Asma pada Pasien Dewasa Berdasarkan Usia

Berdasarkan hasil Gambar 2 diketahui asma dapat menyerang pada semua usia dewasa. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian di Virginia menurut Komitee Virginia Departement of Health dimana pasien asma mengalami peningkatan dan penurunan pada rentang usia sesuai gambar diatas (Anonim, 2008a). Asma dapat dimulai dan menyerang pada segala usia, mempengaruhi pria dan wanita tanpa kecuali, dan bisa terjadi pada setiap orang pada segala etnis (Ikawati, 2006). Hal ini berkaitan dengan respon imun tubuh seseorang terhadap faktor pemicu (Anonim, 2003).

4.

Distribusi pasien berdasarkan domisili

Tujuan distribusi pasien berdasarkan domisili ini untuk mengetahui variasi domisili pasien. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penderita asma paling commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

banyak berdomisili di Surakarta. Hasil penelitian jumlah penderita asma dewasa dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Diagram Penderita Asma pada Pasien Dewasa Berdasarkan Domisili

Berdasarkan Gambar 3 menunjukkan bahwa penderita asma pasien dewasa yang dirawat berasal dari berbagai daerah sekitar Surakarta, karena RSUD Dr. Moewardi merupakan rumah sakit rujukan dari rumah sakit di daerah sekitar. Pasien juga ada yang berasal dari luar kota, pasien ini kemungkinan memiliki keluarga di daerah sekitar Surakarta sehingga dirawat inap di RSUD. Namun, pasien yang mendominasi rawat inap adalah pasien dari daerah Surakarta. 5.

Distribusi pasien berdasarkan stadium klinis menurut NAEPP Distribusi pasien berdasarkan stadium klinis tidak dapat diketahui secara

pasti karena dalam rekam medis sebagian besar tidak terdapat data uji spirometri. Pasien asma yang dirawat inap berdasarkan Standar Pelayanan Medik Depkes RI commit to user tahun 1996 adalah pasien yang terkena serangan asma berat atau status asmatikus.

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Jadi, kemungkinan pasien rawat inap di RSUD Dr. Moewardi adalah pasien asma dengan serangan berat. Hal ini diperkuat dengan pemberian antibiotik dan oksigen kepada pasien sesuai dengan standar NAEPP tahun 2007 dan Asma Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia tahun 2003. Pemberian antibiotik dan oksigen dapat dilihat dalam Lampiran 1. 6.

Distribusi pasien berdasarkan lama perawatan

Lama perawatan ditentukan atas kesepakatan bersama antara petugas medis dengan pasien yang dilihat dari hasil atau keadaan akhir pasien selama perawatan inap. Namun, berdasarkan deskripsi pasien ada beberapa pasien yang mengajukan diri untuk pulang (atas permintaan sendiri). Sehingga lama rawat inap seorang pasien tidak menentukan keberhasilan terapi farmakologi yang diberikan dari rumah sakit. Distribusi pasien berdasarkan lama perawatan dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Diagram Penderita Asma pada Pasien Dewasa Berdasarkan Lama Perawatan commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Dari data di atas persentase lama perawatan terbanyak adalah 1-6 hari sebanyak 23 pasien, karena Ikatan Dokter Indonesia tahun 1996 menyatakan bahwa lama perawatan pada penderita asma selama beberapa hari sampai dengan 1 minggu (Lampiran 3). Hal ini dikarenakan rata-rata pasien sudah tidak mengalami sesak napas selama beberapa hari di rawat. Pasien yang dirawat lebih dari 12 hari sebanyak 1 pasien, karena pasien mengalami sesak napas yang cukup lama. Sesak napas ini diakibatkan oleh batuk yang diderita pasien tidak segera sembuh dan terdapat sputum kuning kental, hal ini dapat dilihat dari pemberian ekspektoran dan antibiotik terhadap pasien nomer 40 (Lampiran 1). 7.

Distribusi pasien berdasarkan keadaan pulang

Keberhasilan dari pemberian obat asma dapat dilihat dari keadaan pulang pasien. Efektivitas

penggunaan

obat

dinyatakan

dengan

kemampuan

untuk

menghilangkan gejala-gejala yang terdapat pada pasien sehingga menurunkan morbiditas dan mortalitas. Hal ini dapat diketahui melalui perhitungan pasien yang keluar dari rumah sakit. Kondisi pulang pasien dari rumah sakit juga didukung dengan terapi non farmakologi yaitu menghindari pemicu asma (alergen), meminimalkan stress, berhenti merokok dan nutrisi yang baik. Distribusi pasien berdasarkan keadaan pulang dapat dilihat pada Gambar 5.

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Gambar 5. Diagram Penderita Asma pada Pasien Dewasa Berdasarkan Keadaan Pulang

Berdasarkan tabel di atas persentase pasien yang dinyatakan sembuh hanya 11,63%. Keadaan sembuh artinya pasien sudah tidak mengalami gejala-gejala seperti pada saat pasien baru datang ke rumah sakit. Keadaan pulang pasien yang mendominasi adalah keadaan pasien yang mulai sembuh atau membaik sebanyak 35 pasien (81,39%). Hal ini kemungkinan pasien sudah tidak mengalami sesak napas sehingga pasien merasa sudah sembuh dan meminta untuk segera pulang dengan persetujuan pihak medis. Keadaan mulai sembuh adalah keadaan pasien yang lebih baik dari keadaan sebelumnya. Pasien yang pulang tanpa keterangan ini dikarenakan dalam rekam medik tidak tercantum sehingga tidak dapat diketahui keadaan keluar dari pasien tersebut. Pasien yang pulang dalam keadaan belum sembuh dikarenakan pasien pulang atas permintaan sendiri (pulang paksa). Asma merupakan penyakit inflamasi kronik pada paru yang dikarekteristik oleh obstruksi saluran napas yang bersifat reversibel, inflamasi jalan napas dan commit toberbagai user peningkatan respon jalan napas terhadap rangsangan. Inflamasi kronik

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

dapat dihilangkan oleh pengaruh penggunaan obat-obatan maupun secara spontan sehingga pasien yang pulang dengan keadaan mulai sembuh dan belum sembuh harus melakukan pemeriksaan rutin setiap bulannya untuk memonitoring pasien dalam mengantisipasi keparahan dari penyakit.

B. Tatalaksana Terapi Asma Berdasarkan penelusuran data rekam medis penggunaan obat dari subyek penelitian, ditemukan sebanyak 6 golongan obat yang digunakan untuk terapi pada 43 pasien. Golongan obat yang digunakan pada terapi penyakit asma antara lain bronkodilator, kortikosteroid, mukolitik, antibiotik, ekspektoran dan kombinasi agonis β2 dengan antikolinergik. Golongan obat yang digunakan pada terapi penyakit asma ini dapat dilihat pada Tabel VI. Tabel VI. Persentase obat yang digunakan pada terapi

No.

Golongan Obat

Jumlah penggunaan

Obat antiasma 1 Bronkodilator a. Agonis 2 b. Metil Ksantin 2. Kortikosteroid 3. Kombinasi Agonis β2:antikolinergik Obat Lain 1. Mukolitik 2. Ekspektoran 3. Antibiotik a. Sefalosporin b. makrolid c. kuinolon Total

Persentase (%)*

4 29 47

1,75 12,72 20,61

43

18,86

24 32

10,53 14,04

23 18 8 228

10,09 7,89 3,51 100

* Persentase dihitung dari penggunaan tiap golongan dibagi total penggunaan dikalikan 100%

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa golongan obat asma tunggal yang paling banyak digunakan adalah kortikosteroid (20,61%) yang hampir sama banyak dengan penggunaan obat kombinasi bronkodilator yakni agonis β2 dikombinasi

antikolinergik

(18,86%).

Kortikosteroid

dan

bronkodilator

merupakan terapi utama dalam pengobatan asma sesuai dengan Standar Pelayanan Medis RSUD Dr. Moewardi tahun 1996. Kortikosteroid digunakan untuk menurunkan jumlah dari sel yang terinflamasi (Anonim, 2007b). Bronkodilator digunakan untuk mengatasi terjadinya penyempitan jalan udara. Obat-obat golongan bronkodilator terdiri dari antikolinergik, β2 agonis dan metil ksantin. Metil ksantin merupakan bronkodilator yang paling banyak digunakan. Penggunaan secara terus menerus pada terapi pemeliharaan ternyata efektif mengurangi frekuensi serta hebatnya serangan (Tjay dan Rahardja, 2007). Metil ksantin memiliki indeks terapi yang sempit sehingga kadar obat dalam plasma harus benar-benar dikontrol atau dicermati untuk menghindari terjadinya reaksi toksisitas dan efek samping obat serta diperlukan adanya penyesuaian dosis. Kombinasi bronkodilator digunakan untuk saling memperkuat kerja obat dalam mengatasi

penyempitan

udara,

karena

penggunaan

antikolinergik

dapat

meningkatkan efek bronkodilatasi dari agonis β2 (Sukandar, dkk., 2009). Golongan obat lain yang banyak digunakan dalam terapi penunjang asma adalah antibiotik (21,49%), ekspektoran (14,04%), dan mukolitik (10,53%). Antibiotik diberikan jika terdeteksi infeksi bakteri yang ditandai demam dan adanya sputum. Ekspektoran digunakan untuk merangsang batuk sehingga memudahkan pengeluaran dahak. Mukolitik digunakan untuk mengencerkan commit to user dahak, tetapi mukolitik kadang memperburuk batuk dan obstruksi jalan napas

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

(Anonim, 2003). Sehingga penggunaannya lebih sedikit dan harus lebih berhatihati.

C. Tatalaksana Terapi Oksigen Tatalaksana bagi pasien asma dengan serangan berat di rumah sakit Dr. Moewardi salah satunya dengan menggunakan oksigen. Pemberian oksigen dilakukan pada asma serangan sedang – berat. Pada serangan asma segera diberikan oksigen untuk mencapai kadar saturasi oksigen 90% (Anonim, 2003). Pemberian oksigen pada penatalaksanaan asma di rumah sakit biasanya 2 – 4 liter / menit (Davison, dkk., 2008). Subjek penelitian yang menerima oksigenasi sebanyak 41 pasien. Masing-masing subjek penelitian menerima oksigen dengan kecepatan yang bervariasi sesuai dengan beratnya serangan yang dialami mulai dari 2 liter/menit sampai 3 liter/menit. Kadar oksigen yang diberikan tergantung pada kondisi yang diterapi, namun sebagian besar subyek penelitian mendapatkan oksigenasi 2 liter/menit sebanyak 22 pasien (Lampiran 1). Pemberian oksigen biasanya dimulai saat pasien berada di Instalasi rawat darurat. Hal ini dilakukan agar pasien segera mendapatkan pertolongan pertama dalam kesulitan bernapas.

D. Evaluasi Penggunaan Obat untuk Terapi Asma 1.

Tepat obat

Pemilihan obat yang tepat, yaitu obat yang efektif, aman, dan sesuai dengan kondisi pasien. Penggunaan obat dapat dikatakan tidak tepat atau tidak rasional jika resiko yang mungkin terjadi lebih besar dibanding dengan manfaat dari commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

ketepatan penggunaan obat. Ketidaktepatan penggunaan obat akan makin memperburuk keadaan pada pasien asma. Berdasarkan data rekam medik pasien asma RSUD Dr. Moewardi subyek penelitian menerima lebih dari satu obat atau mendapatkan kombinasi obat yang terdiri dari bronkodilator, kortikosteroid, ekspektoran, mukolitik dan antibiotik. Pemberian obat tergantung dari kondisi subyek penelitian. Obat yang diberikan pasien sudah sesuai dengan formularium RSUD Dr. Moewardi (Lampiran 5). Tepat obat adalah kesesuaian pemberian obat antiasma dengan standar NAEPP tahun 2007. Jika obat yang digunakan dalam terapi di RSUD Dr. Moewardi tidak ditemukan dalam standar NAEPP 2007, maka digunakan standar lain yang memadai. Standar lain seperti Pharmaceutical Care untuk Asma tahun 2007, GINA tahun 2006, Asma Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia tahun 2003. Persentase ketepatan obat dalam penelitian ini dapat dilihat dalam Tabel VII. Tabel VII. Persentase ketepatan obat terapi asma

No.

Golongan Obat

Kesesuaian Standar

Obat antiasma Bronkodilator 1

a. Agonis  2 b. Metil Ksantin Kortikosteroid 2. Kombinasi 3. Agonis β2 : antikolinergik Obat Lain Mukolitik 1.

2. 3.

Ekspektoran Antibiotik a. Sefalosporin b. makrolid c. kuinolon

Tepat Tepat Tepat Tepat

Tepat Tepat Tepat Tepat Tepat

Total

Standar yang digunakan

Jumlah Penggunaan

Ketepatan (%)

Anonim (2007a) Anonim (2007a) Anonim (2007a) Anonim (2006), dan Anonim (2003)

4 29 47

1,75 12,72 20,61

43

18,86

Anonim (2007b), Anonim (2008b) Anonim (2008b)

24

10,53

32

14,04

23 18 8 228

10,09 7,89 3,51 100

Anonim (2003) Anonim (2007a) commitAnonim to user(2003)

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Berdasarkan Tabel VII, penggunaan obat yang tepat obat sesuai NAEPP tahun 2007 sebanyak 42,97% dan sesuai standar lain yang memadai sebanyak 57,03%. Namun, secara keseluruhan obat yang digunakan dalam terapi sudah tepat menurut Formularium RSUD Dr. Moewardi edisi 2010-211. Rincian obat untuk terapi asma pada standar lain yang memadai dijelaskan pada Tabel VIII, yaitu : Tabel VIII. Rincian Obat untuk Terapi Asma pada Standar Lain. Golongan Obat Bronkodilator (Agonis β2)

Anonim (2007b) Albuterol Bitolterol Efedrin sulfat Epinefrin Formoterol Pirbuterol Salmeterol Terbutalin

Bronkodilator (metilsantin)

Teofilin Aminofilin Difilin Okstrifilin Ipratropium Br Tiotropium Br Kromalin Na Nedokromil Na Beklometason Budesonid Deksametason Flutikason Flunisolid Ketotifen Fumarat Methil prednisolon Mometason Prednison Triamsinolon Montelukast Na Zafirlukast Zileuton

Bronkodilator (antikolinergik) Penstabil sel mast Kortikosteroid

Antileukotrien

Anonim (2008b) Albuterol Bambuterol Hcl Efedrin HCl Fenoterol Formoterol Isoprenalin Orsiprenalin Salmeterol Terbutalin Teofilin Aminofilin

Anonim (2006) Albuterol Bambuterol Reproterol Pirbuterol Formoterol Salmeterol Terbutalin

Anonim (2003) Albuterol Prokaterol Fenoterol Formoterol Pirbuterol Salmeterol Terbutalin

Teofilin Aminofilin

Teofilin Aminofilin

Ipratropium Br Tiotropium Br Kromalin Na Nedokromil Na Beklometason Budesonid Flutikason Ketotifen Fumarat Mometason

Ipratropium Br Tiotropium Br Kromalin Na Nedokromil Na Beklometason Budesonid Ciclesonide Flutikason Flunisolid

Ipratropium Br Tiotropium Br Kromalin Na Nedokromil Na Beklometason Budesonid Flutikason Flunisolid Hidrokortison Methil prednisolon Prednison Triamsinolon

Zafirlukast

Methil prednisolon Mometason Prednison Triamsinolon Tranilast

Imunomodulator

Omalizumab

commit to user

Montelukast Na Pranlukas Zafirlukast Zileuton

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Tabel VIII. Lanjutan ... Mukolitik

N-Asetilsistein

Ekspektoran Kombinasi bronkodilator dengan kortikosteroid

Ambroxol Asetilsistein Karbosistein Amonium klorida Gliseril Guaiakolat Formeterol fumarat dihidrat dan budesonide Salmeterol flutikason

Kombinasi 2 obat gol. bronkodilator Antibiotik

dan Agonis β2 Ipratropium Gol. Makrolid

:

Amoksisilin Gol. Makrolid Gol. Kuinolon Gol. Sefalosporin

Masing-masing golongan obat yang digunakan dalam terapi asma pada tabel VII diuraikan dibawah ini, yaitu : a. Penggunaan bronkodilator Penggunaan agonis β2 aksi cepat tunggal maupun kombinasi dengan antikolinergik sangat efektif untuk pengobatan asma serangan sedang - berat. Pengobatan dengan inhalasi antikolinergik memberikan efek yang baik pada pengobatan asma serangan akut jangka pendek dengan kombinasi agonis β2 aksi pendek. Kombinasi bronkodilator dapat meningkatkan efektivitas dan mengurangi risiko efek samping (Anonim, 2007a). Metil ksantin memiliki efek bronkodilatasi lemah, tetapi dapat digunakan untuk mengatasi gejala asma. Subjek penelitian menerima beberapa obat antara lain agonis β2 aksi cepat (salbutamol, terbutalin dan fenoterol) dan metil ksantin (Aminofilin). Penggunaan aminofilin lebih banyak dibanding dengan agonis β2 yakni 29 pasien (12,72%). commit to user gejala dengan onset lebih lama Hal ini dikarenakan aminofilin dapat mengatasi

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

dibanding agonis β2 kerja singkat dan mempertahankan respon terhadap agonis β2 kerja singkat diantara pemberian satu dengan pemberian berikutnya (Anonim, 2003). b. Penggunaan kortikosteroid Kortikosteroid sangat berpotensial dan efektif sebagai antiinflamasi. Inhalasi kortikosteroid dan kortikosteroid oral pada umumnya dapat digunakan untuk pengobatan jangka panjang pada asma persisten. Kortikosteroid inhalasi yaitu beklomethason, budesonid, flunisolid, flutikason, memetason dan triamcinolon. Kortikosteroid sistemik yaitu prednisolon, prednison dan metil prednisolon (Anonim, 2007a). Efek samping kortikosteroid intra vena banyak dibanding oral yakni meningkatnya resiko infeksi dan kerusakan pada tulang rawan. Kortikosteroid yang digunakan pada subjek penelitian telah sesuai dengan standar NAEPP tahun 2007 yakni budesonid, dan metilprednisolon. Dexametason direkomendasikan oleh Departemen Kesehatan RI pada Pharmaceutical Care untuk Penyakit Asma tahun 2007. Mekanisme kerja ketiga obat yang diberikan pasien tersebut sama yakni antiinflamasi dengan memblok alergen dan menurunkan jumlah sel yang terinflamasi. Dexametason melalui parenteral lebih banyak digunakan dibanding kortikosteroid yang lain (Lampiran 6). Hal ini disebabkan dexametason memiliki masa kerja yang lama dibanding kortikosteroid lain dan penggunaan melalui parenteral sangat berguna untuk meminimalkan efek samping pada pengobatan asma (Anonim, 2008b). Metil prednisolon diberikan pada pasien sebanyak 15 pasien. Hal ini dipertimbangkan pada waktu paruh yang pendek dari metilprenisolon commit to user (Anonim, 2003).

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

c. Penggunaan kombinasi obat Penggunaan obat kombinasi 2 jenis bronkodilator ini bertujuan untuk mendapatkan efek bronkodilatasi yang maksimal dalam pengobatan asma dengan serangan sedang - berat. Berotec dan ventolin merupakan salah satu jenis obat fenoterol dan salbutamol dari bronkodilator golongan agonis β2, sedangkan atroven merupakan salah satu jenis obat Ipratropium Bromida dari bronkodilator golongan antikolinergik. Kombinasi obat ini cukup banyak digunakan dalam terapi asma RSUD Dr. Moewardi. Antikolinergik (ipratropium bromide) mempunyai efek meningkatkan bronkodilatasi agonis β2 kerja singkat pada serangan asma, memperbaiki faal paru dan menurunkan resiko perawatan rumah sakit secara bermakna. Hal ini dikarenakan antikolinergik memiliki efek kerja pada tubuh lebih lambat (15 menit) dari agonis β2, walaupun pemberiannya secara bersamaan (Tjay dan Rahardja, 2007). Kombinasi ini diberikan melalui nebulizer, sebab pemberian melalui nebulizer memiliki efek samping yang sedikit dan membutuhkan waktu yang lebih singkat serta mudah dalam penanganan di rawat darurat (Anonim, 2003). d. Penggunaan Antibiotik Antibiotik merupakan terapi tambahan pada asma yang dicurigai terinfeksi bakteri dengan ditandai demam dan sputum. Berdasarkan Tabel VII, antibiotik golongan sefalosporin lebih sering digunakan pada pengobatan asma. Hal ini dikarenakan sefalosporin lebih aktif terhadap bakteri gram positif dan gram negatif. Mekanisme kerjanya adalah menghambat sintesis dinding sel mikroba. Penggunaan sefotaksim parenteral lebih banyak commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

dibanding sefalosporin yang lain. Hal ini dikarenakan sefotaksim memiliki waktu paruh plasma hanya 1 jam (Anonim, 2008c). Antibiotik golongan makrolida merupakan salah satu antibiotik yang digunakan dalam penanganan asma (Anonim, 2007a). Eritromisin kebanyakan peka terhadap bakteri gram positif, masa paruh eliminasi eritromisin hanya 1,5 jam dan jarang terjadi efek samping yang berat. Sehingga pemberian eritromisin secara oral lebih banyak dibanding antibiotik yang lain (Anonim, 2008c). Penggunaan antibiotik golongan kuinolon lebih sedikit dibanding golongan lain. Hal ini dikarenakan daya antibakteri kuinolon terhadap bakteri gram positif sangat kurang atau lemah (Anonim, 2008c). e. Penggunaan Mukolitik Mukolitik tidak memberikan manfaat yang berarti pada serangan asma (Anonim, 2003). Sehingga penggunaan mukolitik ini kurang tepat pada terapi asma. Mukolitik yang direkomendasikan hanya asetilsistein (Anonim, 2007b). Mukolitik yang digunakan dalam perawatan asma di RSUD Dr. Moewardi bertujuan untuk mengurangi viskositas sputum. Mukolitik yang diberikan antara lain ambroksol dan pectocil (asetilsistein). Penggunaan ambroksol lebih banyak dibandingkan dengan penggunaan pectocil (Lampiran 6). Hal ini dikarenakan pectocil (asetilsistein) berbahaya bagi asma bronkial akut sebab memiliki efek samping pilek yang mempersulit penyembuhan asma (Anonim, 2009b). f. Penggunaan Ekspektoran Menurut Tjay dan Rahardja (2007), ekspektoran merupakan obat lain yang commit to user digunakan pada penanganan asma. Ekspektoran digunakan untuk merangsang

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

batuk sehingga memudahkan pengeluaran dahak (Ikawati, 2007). Penggunaan ekspektoran tidak direkomendasikan oleh komite NAEPP tahun 2007 pada penanganan asma. Namun, kenyataan pada perawatan di rumah sakit ekspektoran diberikan terhadap penderita asma atas indikasi. Contohnya amonuim klorida (dalam Obat Batuk Hitam). Berdasarkan Lampiran 1, dapat diketahui banyaknya penggunaan OBH dalam penanganan asma di RSUD Dr. Moewardi yakni 32 pasien. Hal ini sesuai dengan kegunaan OBH yang merangsang mukosa agar sekresi dahak meningkat dan frekuensi napas meningkat (Tjay dan Rahardja, 2007). 1. Tepat dosis Tepat dosis adalah kesesuaian pemberian dosis obat asma yang ditekankan pada takaran dan frekuensi dibandingkan dengan standar NAEPP tahun 2007. Jika dosis obat yang digunakan dalam terapi di RSUD Dr. Moewardi tidak ditemukan dalam standar NAEPP 2007, maka digunakan standar lain yang memadai. Penelitian ini melibatkan evaluasi dosis obat yang diberikan kepada subyek penelitian,

sebab

ketepatan

dosis

obat

sangat

berpengaruh

terhadap

keberlangsungan terapi dan kesembuhan subyek penelitian. Penggunaan obat yang tidak tepat dosis perlu dikaji ulang dalam pelaksanaan terapi. Ketepatan dosis pada penderita asma dapat dilihat dalam Tabel IX.

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Tabel IX. Persentase ketepatan dosis terapi asma Golongan, Jenis dan Nama Obat

No.

Obat antiasma 1 Bronkodilator a. Agonis  2 1) Fenoterol - Berotec (MDI) 2) Salbutamol - Ventolin (MDI)

3)

- Ventolin (nebulizer) Terbutalin - Nairet sirup

b. Metil Ksantin 1) Aminofilin

Dosis Dosis Dosis lazim Penggunaan

Standar yang digunakan

3 x 200 mcg.

Anonim (2009b).

Tepat (0,44%).

Anonim (2008b).

Tepat (0,44%).

Anonim (2007a).

Tepat (0,44%).

100 mcg saat sesak. 2,5 mg tiap 8 jam.

3-4 x 200 mcg (2 hirupan). 100 - 200 mcg saat sesak.

Keterangan

3 x 1,5 mg / 5 ml.

2,5-10 mg / 1-4 jam dibutuhkan.

Anonim (2009b).

Tepat (0,44%).

1 ampul tiap 8 jam.

2-3 x 10-15 ml

Anonim (2007b).

Kurang jelas. (12,28%).

… x 0,5 gr/kgBB.

100-200ml, kecepatan 25 mg/ml.

Anonim (2007b).

Kurang jelas. (0,44%).

6,3 mg/kg. 2.

Kortikosteroid a. Budesonid Inflamed (MDI) b.

2 x 200 mcg (2 hirupan).

180-1200 mcg / hari.

Anonim (2007a).

Tepat (0,88%).

-

Dexametason (parenteral)

3 x 5 mg/ml.

0,5 – 24 mg / hari.

Anonim (2008b).

Tepat (13,15%).

-

Methilprednisolon Oral

3 x 4 mg.

40-80 mg / hari (dosis tunggal / dosis terbagi). 2 – 60 mg (4 dosis terbagi).

Anonim (2007a).

Tepat (0,88%).

c.

-

Parenteral

125 mg tiap 8 jam.

240 mg / hari (im).

commit to user

Anonim (2007b). Anonim (2007a).

Tepat (5,70%).

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Tabel IX. Lanjutan … 3.

Kombinasi Agonis β2:antikolinergik a. Berotec : Atroven b. Ventolin : Atroven Obat Lain 1. Mukolitik a. Ambroxol

3 – 4 x ...

500 mg tiap 2 jam.

Barnard (2005).

Kurang jelas (18,86%).

3 x 30 mg.

2-3 x 30 mg.

3 x 200 mg

2-3 x 200 mg.

Anonim (2008b). Anonim (2009b).

Tepat (9,21%). Tepat (1,32%).

3 x 15 ml.

3 x 15 ml.

Anonim (2009b).

Tepat (14,03%).

Antibiotik a. Sefalosporin - Seftriakson

2 x 1 gram.

2-4 x 1 gram.

Anonim (2008b).

Tepat (2,63%).

- Sefotaksim

2 x 1 gram.

2-12 x 1 gram.

Anonim (2008b).

Tepat (5,26%).

- Sefiksim

2 x 100 mg.

2 x 50-100 mg.

Anonim (2008b).

Tepat (2,19%).

b. Makrolid - Eritromisin

3 x 500 mg.

4 x 250-500 mg.

Anonim (2008b).

Tepat (7,01%).

- Spiramisin

3 x 500 mg.

3-4 x 500 mg.

Anonim (2008b).

Tepat (0,44%).

- Azitromisin

1 x 500 mg.

1,5 g / hari.

Anonim (2008b).

Tepat (0,44%).

1 x 500 mg (iv).

1 x 500 mg (iv).

Anonim (2008b).

Tepat (1,32%).

2 x 500 mg.

2 x 250-750 mg.

Anonim (2008b).

2 x 200 mg (iv).

2 x 200-400 mg (iv).

Tepat (1,32%). Tepat (0,88%).

b. 2.

3.

Asetilsistein (pectocil) Ekspektoran a. OBH

c. Kuinolon - Levofloksasin

- Ciprofloksasin

Berdasarkan Tabel IX, dosis penggunaan obat untuk terapi asma sebanyak 7,02% sudah tepat dosis sesuai dengan standar NAEPP tahun 2007 dan 61,40% sesuai dengan dosis pada referensi lain yang memadai. Kurang tepat dosis sebesar commit user aturan pakai obat yang diberikan 31,58%, hal ini dikarenakan dalam rekamtomedik kurang lengkap, sehingga sulit untuk mengetahui ketepatan dosis dalam terapi

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

obat tersebut. Anonim (2007a), tidak menerangkan dosis obat secara terperinci, sehingga analisis dosis yang digunakan dalam terapi penderita asma pasien dewasa sebagian besar menggunakan referensi lain yang memadai dan menjelaskan secara jelas dosis obat yang dipakai dalam terapi asma di RSUD Dr. Moewardi. Penggunaan budenosid sudah sesuai dan lebih sedikit, padahal budenosid MDI lebih efektif dalam penggunaan jangka panjang (Anonim, 2003). Hal ini terpacu pada tingkat keparahan asma yang diderita pasien. Dosis penggunaan pada ventolin menggunakan nebulizer (alat yang menggunakan jet gas maupun vibrasi ultrasonik untuk memecah larutan obat menjadi aerosol) dan aminofilin drip kurang lengkap. Aminofilin yang diberikan kepada subjek penelitian hanya melalui injeksi intra vena (infus). Rata-rata pasien diberikan 1 ampul (25 mg/ml) dalam selang waktu 8 jam. Namun, dalam anonim (2007a), anonim (2003), dan anonim (2008b) tidak membahas secara jelas tentang dosis penggunaan aminofilin secara intra vena, sehingga tepat atau tidaknya penggunaan ini tidak bisa dipastikan. Pemberian dosis awal dalam bentuk injeksi intravena atau bentuk infus (biasanya 100-200 ml) dekstrosa 5% atau NaCl 0,09%. Kecepatan pemberian aminofilin tidak boleh lebih dari 25 mg/ml (Anonim, 2007b). Penggunaan metilprednisolon melalui 2 rute pemberian yakni melalui oral dan injeksi. Pemberian injeksi ini saat pasien belum mampu mendapatkan metiprednisolon melalui oral yang diakibatkan oleh keparahan sesak napas pada pasien. Dosis obat yang melalui oral sudah tepat, karena dosis metilprednisolon commit to user dibawah rentan dosis lazim dari standar NAEPP 2007, namun masih dalam rentan

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

dosis lazim pada anonim (2003). Dosis penggunaan metilprednisolon melalui injeksi sebanyak 325 mg / hari, hal ini melebihi rentan dosis lazim 240 mg / hari. Sehingga perlu pengkajian ulang dalam pemberian metilprednisolon, agar pasien tidak overdosis. Menurut Barnard (2005), dosis kombinasi agonis β2 dan antikolinergik yang dianjurkan adalah nebulasi 500 mg tiap jam. Pada penggunaan kombinasi obat untuk subyek penelitian tidak tercantum secara jelas dosis yang dipakai, hanya tercantum aturan pakai antara 3-4 x sehari. Namun, tercantum perbandingan dosis antara agonis β2 (berotec dan ventolin) dengan antikolinergik (atroven) yakni 1 : 1. Sehingga tidak dapat diketahui ketepatan dosis dengan standar yang ada.

Keterbatasan penelitian Hasil penelitian dibatasi dengan rekam medik yang kurang lengkap. Pendataan ini ada beberapa rekam medik yang tidak dapat ditemukan. Penelitian ini mengambil data dari catatan di kartu rekam medis secara retrospektif sehingga peneliti tidak mengetahui kondisi pasien yang sebenarnya. Kondisi pasien merupakan pertimbangan utama dokter dalam mendiagnosis dan memberikan terapi. Standar NAEPP tahun 2007 tidak menjelaskan secara terperinci macam pengggunaan obat beserta frekuensi pemberian obat dalam penatalaksanaan terapi, sehingga peneliti harus menggunakan referensi lain sebagai pembanding ketepatan dosis. commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

BAB V KESIMPULAN

A. Kesimpulan 1.

Pola penggunaan obat untuk penyakit asma pada pasien dewasa di Instalansi rawat inap periode Januari-Desember 2010 diberikan terapi antiasma

tunggal

golongan

bronkodilator

14,47%;

golongan

kortikosteroid 20,61%; kombinasi bronkodilator 18,86%. Terapi penunjang antara lain mukolitik 10,53%; ekspektoran 14,04%; dan antibiotik 21,49%. 2.

Pola penggunaan obat untuk penyakit asma pada pasien dewasa, antara lain penggunaan obat yang sesuai dengan standar NAEPP tahun 2007 sebanyak 42,97% dan dosis penggunaan obat sesuai dengan standar NAEPP tahun 2007 sebanyak 7,02%.

B. Saran 1. Penelitian Selanjutnya. a. Perlu penelitian lain yang sejenis secara prospektif. 2. Instansi. a. Perlu penulisan rekam medik yang lebih lengkap dalam frekuensi dan dosis penggunaan obat. b. Perlu pembahasan tentang aturan pakai obat pada formularium. c. Perlu peninjauan terhadap kerasionalan penggunaan antibiotik pada pasien asma.

commit to user