Kumpulan Kultum - KEI FEB UNS - Universitas Sebelas Maret

Kumpulan Kultum. Ekonomi dan Keuangan Ummat. Masyarakat Ekonomi Syariah. Surakarta. 2015 ...... Dalam essei singkat ini penulis ingin menyampaikan bah...

7 downloads 695 Views 2MB Size
Kumpulan Kultum Ekonomi dan Keuangan Ummat

Masyarakat Ekonomi Syariah Surakarta 2015

Kata Pengantar Assalamu’alaikum Wr. Wb. Ramadhan tahun 2015 kali ini terasa istimewa bagi Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) Surakarta. MES Surakarta merilis buku “Kumpulan Kultum Ekonomi dan Keuangan Ummat” yang berisi artikel-artikel Ekonomi Islam dan Keuangan Ummat. Artikel-artikel tersebut ditulis oleh para ulama, akademisi, dan praktisi dari berbagai kalangan di Kota Surakarta. Buku ini ditujukan untuk semua kalangan dan dapat disebarluaskan melalui mimbar masjid, forum diskusi, pengajian, maupun kultum Ramadhan. Kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu terbitnya buku ini, diantaranya Majelis Ulama Indonesia (MUI) Surakarta, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Surakarta, Asosiasi Bank Syariah Indonesia (ASBISINDO) Solo Raya, Forum Silaturahmi Studi Ekonomi Islam (FoSSEI) Surakarta, Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Surakarta, Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Surakarta, Forum Dewan Pengawas Syariah, Perhimpunan BMT Indonesia Surakarta, serta pihak lain yang tidak bisa kami sebut satu-persatu. Semoga bermanfaat. Wassalamu’alaikum Wr. Wb.  

Surakarta, Juni 2015 Ketua MES Surakarta

Dr. Wisnu Untoro, MS             2    

DAFTAR ISI Kata Pengantar ...................................................................................................................................... 2 DAFTAR ISI ......................................................................................................................................... 3 Puasa dan Etos Kerja ............................................................................................................................ 4 Prinsip Umum Berbisnis Dalam Islam ................................................................................................. 6 Beda Bank Umum dan Bank Syariah ................................................................................................... 8 Mengapa Bank Syariah Mahal ............................................................................................................ 10 Paradoks Puasa Ramadhan ................................................................................................................. 12 Tadabbur Ayat Ayat Mu’amalat ......................................................................................................... 13 Janganlah I’tikaf di Pasar dan Mol ..................................................................................................... 16 Mengubah Kebiasaan Buruk ............................................................................................................... 18 Optimalisasi Peran Masjid dalam Meningkatkan Kesejahteraan Ummat........................................... 20 Dengan Ekonomi Syariah, Buruh Sejahtera dan Pengusaha Tetap Untung ....................................... 22 Membangun Jaringan Pengusaha Muslim .......................................................................................... 25 Ijarah (Sewa Menyewa) ..................................................................................................................... 27 Mudharabah ........................................................................................................................................ 29 Seputar Akad Murabahah di Bank Syariah ......................................................................................... 31 Wirausaha Menurut Islam ................................................................................................................... 33 Upaya Mengurangi Pengangguran Umat Islam .................................................................................. 35 Menggapai Berkah dengan Pariwisata Syariah................................................................................... 38 Hindari Gaya Hidup Hedonis.............................................................................................................. 40 Shiyam Romadhon Pendidikan Pengendalian Diri ............................................................................. 42 Perkembangan Halal Food di Berbagai Negara .................................................................................. 44 Zakat dan Kemiskinan ........................................................................................................................ 46 Membudayakan Kejujuran dalam Berbisnis. ...................................................................................... 48 Menejemen Berbelanja ....................................................................................................................... 50 Kenapa Harus yang Halal dan Thiyyib? ............................................................................................. 52 Puasa Mendidik Syahwat .................................................................................................................... 54 Membudayakan Ibadah Anti Korupsi ................................................................................................. 56 Agar Bisnis Lebih Bermakna .............................................................................................................. 58 Memimpikan Praktek Perbankan Syariah Yang Ideal ........................................................................ 60 Gerakan Menabung di Bank Syariah ………………...……………………………………………. 62 Pengendalian Diri di Bulan Ramadhan …………………………………………………………….. 64

    3    

 

Puasa dan Etos Kerja Dr. Muh. Abdul Khaliq Hasan, MA., M.Ed [email protected] MUI Surakarta Jama’ah yang dirahmati Allah SWT. Banyak kesalahan pahaman yang dilakukan oleh orang Islam sendiri atau orang diluar Islam tentang ibadah puasa. Orang Islam sering memahami Ibadah pusa hanya sebuah ritual menahan lapar dan haus. Karena kesalah pahaman tersebut, banyak terlihat dari fenomena kehidupan muslim yang berpuasa, menunjukkan kemalasan dan turunnya etos kerja. Dengan kata lain, ibadah puasa menjadi identik dengan kemalasan dan tidak produktif. Sedangkan kesalah orang diluar Islam, karena berdasarkan kepada realita umat yang sedang sakit seperti sekarang ini, mereka menuduh bahwa puasa adalah penyebab turunnya etos kerja. Akibatnya mereka mempunyai presepsi negatif dan cenderung menyalahkan ibdadah puasa. Kaum Muslimin wal Muslimat yang berbahagia. Presepsi semacam itu tentu tidak banar. Sejarah telah mencatat berbagai kemenangan besar yang di raih umat Islam pada bulan ramadhan. Kemenangan perang Badar, Hittin, Ain Jalut dan penaklukan kota Makkah, semuanya terjadi pada bulan ramadhan. Maka, tidak benar tuduhan bahwa ibadah puasa sebagai sebab kemalasan dan turunnya etos kerja umat Islam. Islam sangat menghasung umatnya untuk selalu semangat dalam bekerja dan meningkatkan etos kerjanya. Rasulullah SAW adalah sosok yang selalu berbuat sebelum beliau memerintahkan para sahabat untuk melakukannya. Hal ini sesuai dengan tugas beliau sebagai ushwatun hasanah; teladan yang baik bagi seluruh manusia. Maka saat kita berbicara tentang etos kerja, maka beliaulah orang yang paling pantas menjadi rujukan. Dan berbicara tentang etos kerja Rasulullah SAW sama artinya dengan berbicara bagaimana beliau menjalankan peran-peran dalam hidupnya. Rasulullah SAW menjadikan kerja sebagai aktualisasi keimanan dan ketakwaan. Rasul bekerja bukan untuk menumpuk kekayaan duniawi. Beliau bekerja untuk meraih keridaan Allah SWT dan menjadikan hasil dari kerja sebagai jembatan kokoh untuk menuju akherat. Oleh kaena itu Rasulullah selalu memotivasi dan mengapresiasi setinggi-tingginya kepada umatnya yang mau bekerja keras. Kerja apapun yang penting halal adalah suatu prestasi yang patut dihargai. Suatu hari Rasulullah SAW berjumpa dengan Sa'ad bin Mu'adz Al-Anshari. Ketika itu Rasul melihat tangan Sa'ad melepuh, kulitnya gosong kehitamhitaman seperti terpanggang matahari. "Kenapa tanganmu?," Tanya Rasul kepada Sa'ad. "Wahai Rasulullah," jawab Sa'ad, "Tanganku seperti ini karena aku mengolah tanah dengan cangkul itu untuk mencari nafkah keluarga yang menjadi tanggunganku". Seketika itu beliau mengambil tangan Sa'ad dan menciumnya seraya berkata, "Inilah tangan yang tidak akan pernah disentuh api neraka". Dalam kisah ini sangat jelas sekali, bagaimana Rasulullah saw. memberikan apresiasi yang sangat tinggi kepada sahabatnya yang mau bekerja keras. Bahkan Rasulullah memberikan jaminan kepada sahabat tersebut dengan masuk surga. Hal itu tidak lain karena sahabat tersebut bekerja dengan sepenuh hati, penuh dedikasi dan tanggung jawab sekalipun pekerjaan tersebut bisa jadi dipandang oleh sebagian orang adalah pekerjaan yang sangat rendah dan tidak menjanjikan. Tetapi Rasulullah saw. ternyata memberikan penilaian lain yang bisa jadi penilaian tersebut tidak didapatkan oleh orang-orang yang memiliki pekerjaan terhormat dalam pandangan manusia. Kaum Muslimin wal Muslimat yang di rahmati Allah.   4    

Dalam bulan Ramadhan ini berbagai kebaikan akan dilipatgandkan pahalanya. Semua ini adalah bentuk hasungan Rasulullah kepada umatnya untuk selalu beraktifitas dan bekerja keras. Dalam konsep Islam orang berkerja adalah ibadah, jika di niatkan untuk mendekatkan diri kepada Allah dan menjaga kehormatan diri dan keluarga. Dikisahkan bahwa ada seseorang yang berjalan melalui tempat Rasulullah SAW. Orang tersebut sedang bekerja dengan sangat giat dan tangkas. Para sahabat kemudian bertanya, "Wahai Rasulullah, andaikata bekerja semacam orang itu dapat digolongkan jihad fi sabilillah, maka alangkah baiknya." Mendengar itu Rasul pun menjawab, "Kalau ia bekerja untuk menghidupi anak-anaknya yang masih kecil, itu adalah fi sabilillah; kalau ia bekerja untuk menghidupi kedua orangtuanya yang sudah lanjut usia, itu adalah fi sabilillah; kalau ia bekerja untuk kepentingan dirinya sendiri agar tidak meminta-minta, itu juga fi sabilillah." (HR Ath-Thabrani). Dalam kisah diatas, sangat jelas sekali bagaimana Islam memandang sebuah etos kerja sebgai bentuk pengabdian kepada Allah dan aktualisasi dari sebuah kenyakinan yang benar terhadap Islam. Untuk itu, seorang mukmin harus mampu menggunakan waktunya secara maksimal. Apalagi keberkahan bulan ramadhan terbatas hanya satu bulan. Karena waktu merupakan ruang lingkup suatu keadaan yang memungkinkan seseorang untuk bisa melakukan sebuah aktifitas. Hasan al-Bashri mengatakan bahwa kehidupan manusia tidak lain adalah kumpulan beberapa hari, yang mana tiap hari jumlahnya akan selalu berkurang. Umar bin Khottab pernah mengintruksikan kepada pengawainya dan mengatakan dalam sebuah surat, “Ketahuilah, sesungguhnya kekuatan itu terletak pada prestasi kerja. Oleh karena itu, janganlah engkau tangguhkan pekerjaan hari ini hingga esok, karena pekerjaanmu akan menumpuk, sehingga kamu tidak tahu lagi mana yang harus dikerjakan, dan akhirnya semua terbengkalai”. Jama’ah yang dirahmati Allah. Diantara hal terpenting yang perlu dijaga agar kerja dan etos kerja kita memiliki nilai lebih bagi kehidupan kita baik di dunia dan akherat adalah niat benar. Oleh karena itu seorang muslim sebelum memutuskan untuk melakukan sesuatu pekerjaan harus mempunyai alasan yang tepat dan jelas. Imam Hasan al-Bishri –semoga Allah merahmatinya- berkata: "Semoga Allah memberikan rahmatnya kepada hamba yang mau meninjau kembali keinginannya, apabila didapati keinginannya itu sesuai perintah Allah maka ia lanjutkan, dan apabila mendapati keinginnanya itu bukan karena Allah, maka ia tanguhkan". Selain niat yang benar, seorang pekerja harus menjalankan pekerjaannya dengan cara-cara yang syar`i. Ia tidak boleh untuk mencapai sesuatu pekerjaan atau dalam mengerjakannya dengan cara yang tidak dihalalkan oleh syariah. Termasuk menghundarkan praktek-praktek korupsi, nepotisme, riba dan menghalalkan segala cara. Karena semua itu bertentangan dengan nilai-nilai kerja dan etos kerja yang diperintahkan oleh Islam. Untuk itu Rasulullah Saw. memperingatkan, “Wahai para manusia sesungguhnya Allah maha suci dan tidak akan menerima kecuali yang suci” (HR. Muslim). Dalam hadis lain, ”Setiap daging yang tumbuh dari barang haram, maka neraka lebih layak baginya” (HR. Thabrani). Demikianlah yang dapat disampaikan, semoga kita sebagai seorang mukmin mampu menjadikan bulan puasa ini sebagai motivator untuk meningkatkan kualitas dan etos kerja kita. Sehingga nilai-nilai puasa Ramadhan ini mampu membawa kesejahterana dan kemajuan bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Amin ya rabbal `alamiin.

  5    

Prinsip Umum Berbisnis Dalam Islam Dr. Muh. Abdul Khaliq Hasan, MA., M.Ed [email protected] IAIN SURAKARTA   Allah subahanahu wata`ala berkalam:  

‫ﺽض ِﻣ ْﻨ ُﻜ ْﻢ َﻭو َﻻ‬ ِ َ‫ﻳﯾَﺎ ﺃأَ ﱡﻳﯾ َﻬﮭﺎ ﺍاﻟﱠ ِﺬﻳﯾﻦَ ﺁآَ َﻣﻨُﻮﺍا َﻻ ﺗَﺄْ ُﻛﻠُﻮﺍا ﺃأَ ْﻣ َﻮﺍاﻟَ ُﻜ ْﻢ ﺑَ ْﻴﯿﻨَ ُﻜ ْﻢ ﺑِﺎ ْﻟﺒ‬ ٍ ‫ﺎﻁط ِﻞ ﺇإِ ﱠﻻ ﺃأَﻥنْ ﺗَ ُﻜﻮﻥنَ ﺗِ َﺠﺎ َﺭرﺓةً ﻋَﻦْ ﺗَ َﺮﺍا‬ ‫ﺴ ُﻜ ْﻢ ﺇإِﻥنﱠ ﱠ‬ (an-Nisa`: 29) ‫ﺣﻴﯿ ًﻤﺎ‬ ِ ‫ﷲَ َﻛﺎﻥنَ ﺑِ ُﻜ ْﻢ َﺭر‬ َ ُ‫ﺗَ ْﻘﺘُﻠُﻮﺍا ﺃأَ ْﻧﻔ‬

Artinya: Wahai orang-orang yang beriman, janagnlah kalian memakan harta-harta kalian di antara kalian dengan cara yang batil, kecuali dengan perdagangan yang kalian saling ridha. Dan janganlah kalian membunuh diri-diri kalian, sesungguhnya Allah itu Maha Kasih saying kepada kalian. Ayat ini menerangkan prisnsip-prinsip umum dalam transaksi, lebih khusus kepada transaksi perdagangan, bisnis jual beli. Dalam ayat ini Allah mengharamkan orang beriman untuk memakan, memanfaatkan, menggunakan, (dan segala bentuk transaksi lainnya) harta orang lain dengan jalan yang batil, yaitu yang tidak dibenarkan oleh syari’at. Kita boleh melakukan transaksi terhadap harta orang lain dengan jalan perdagangan dengan asas saling ridha, saling ikhlas dan saling menguntungkan. Dan dalam ayat ini Allah juga melarang untuk bunuh diri, baik membunuh diri sendiri maupun saling membunuh. Dan Allah menerangkan semua ini, sebagai wujud dari kasih sayang-Nya, karena Allah itu Maha Kasih Sayang kepada kita Jama`ah yang berbahagia Perlu diketahui bahwa, Islam itu bukan sistem liberal kapitalis, yaitu sebuah sistem perekonomian yang sekarang ini dilaksanakan oleh barat, dimana mereka memberikan kekuasaan mutlak kepada individu untuk mengeruk harta kekayaan alam semesta ini tanpa memperhatikan asas keadilan, kebersamaan dan kerelaan. Lawannya adalah komunis social, yang semua harta ini adalah milik Negara, tidak ada individu yang berhak menguasai. Dua sistem ini berusaha saling menghancurkan dan mengambil pengaruh di ekonomi dunia. Walaupun diakuai atau tidak, kedua sistem ini sudah terbukti kegagalannya, dengan banyaknya pegangguran, kemiskinan dan banyak negara penganutnya yang bangkrut. Islam adalah sebuah sistem, manhaj, jalan kehidupan yang sangat lengkap, komprehensif, universal. Artinya Islam tidak hanya mengatur hubungan kita dengan Allah (ibadah atau ritual) tapi juga mengatur hubungan antarmanusia bahkan antara manusia dengan alam semesta ini, termasuk di dalamnya sistem perekonomian Islam. Sistem ekonomi Islam mendasarkan kepada nilai-nilai kemanusiaan, keadilan, kebersamaan, kejujuran, jauh dari kedhaliman dan riba. Karenanya, banyak pakar perekonomian dunia mulai melirik sistem perekonomian Islam, karena siapapun yang mempraktikkan system Islam dengan benar dan professional isyaallah ia akan sukses. Pada ayat yang kita bahas ini adalah merupakan salah satu gambaran kecil dari kesempurnaan Islam, dimana Islam menegaskan bahwa kita diajari oleh Allah bagaimana berbisnis dengan benar. Hadirin yang mulia. Prase ‫“ ﻳﯾَﺎ ﺃأَﻳﯾﱡ َﻬﮭﺎ ﺍاﻟﱠ ِﺬﻳﯾﻦَ ﺁآَ َﻣﻨُﻮﺍا‬Wahai orang-orang yang beriman” adalah seruan bagi orang-orang beriman, karena merekalah sebenarnya yang mau sadar, mau tunduk, mau berubah, mau ikut aturan syari`ah. Kalau kita mengaku beriman, tatapi kita masih ragu tentang kebenaran sistem perikonomian Islam, seperti kita masih ragu keharamnya transaksi dengan riba dan bank konvensional, maka keimanan kita perlu dipertanyakan. Karena itulah Allah memanggil orang yang beriman secara tegas, agar mereka sadar untuk mau tunduk. Selanjutnya pada kata ‫“ َﻻ ﺗَﺄْ ُﻛﻠُﻮﺍا‬Janganlah kalian memakan” adalah menunjukkan larangan. Dan larangan itu menunjukkan hukum haram kecuali ada dalil, sedang untuk ayat ini tidak ada dalil lain kecuali haram. Jadi haram hukumnya mendapatkan harta dengan

  6    

cara yang tidak dibolehkan syara`. Meskipun dalam ayat ini yang disebutkan hanya “makan”, tetapi yang dimaksud adalah segala bentuk transaksi, baik penggunaan maupun pemanfaatan. Al-Quran sering menggunakan redaksi mana yang lebih menjadi prioritas. Artinya harta itu pada umumnya untuk dimakan, tapi bukan berarti memanfaatkannya boleh. Sedang kata ‫ﺃأَ ْﻣ َﻮﺍاﻟَ ُﻜ ْﻢ‬: (harta kalian). Menunjukkan bahwa pada dasarnya harta adalah adalah milik umum, kemudian Allah memberikan hak-hak legal kepada pribadi untuk memiliki dan menguasainya, tetapi dalam satu waktu Islam menekannya kewajiban membantu orang lain yang membutuhkan. Dan perlu diketahui, bahwa kalaupun harta itu sudah menjadi milik pribadi, namun bukan berarti kita bebas dalam menggunakannya. Kalau harta itu digunakan dalam hal yang tidak dibenarkan syariat, maka haram hukumnya. Apalagi kalau kita mendapatkan harta tersebut dari orang lain dengan cara batil tidak sesuai aturan syaiat. Karena itu selanjutnya Allah katakan, ‫ﺽض ِﻣ ْﻨ ُﻜ ْﻢ‬ ٍ ‫“ ﺇإِ ﱠﻻ ﺃأَﻥنْ ﺗَ ُﻜﻮﻥنَ ﺗِ َﺠﺎ َﺭرﺓةً ﻋَﻦْ ﺗَ َﺮﺍا‬Kecuali dengan perdagangan yang kalian saling ridha. Para ulama mengatakan bahwa jual beli itu harus dilandasi dengan keiklasan dan keridloan. Artinya tidak boleh ada kedhaliman, penipuan, pemaksaan dan hal-hal lain yang merugikan kedua pihak. Oleh karena itu, pembeli berhak mengembalikan barang yang dibeli ketika mendapati barangnya tidak sesuai dengan yang diinginkan. Tentang kejujuran, sejarah Islam telah mencatat banyak kisah tentang hal itu. Diantaranya, sebagaimana dikisahkah oleh imam Ghazali, yang dinukil oleh Syaikh Yusuf Qordhawi dalam bukunya “al- Iman wal-Hayah”, bahwa Yunus bin Ubaid berjualan pakaian dengan harga yang beragam. Ada yang berharga 200 dan ada juga 400 dirham. Ketika ia pergi untuk sholat, anak saudaranya menggantikan untuk menjaga kios. Pada saat itu datang seorang Arab Badui (kampung) membeli pakaian yang berharga 400 dirham. Oleh sang penjuan diberikan pakaian yang berharga 200 dirham. Pembeli merasa cocok dengan pakaian yang ditawarkan, maka dibayarlah dengan 400 dirham. Badui tersebut segera pergi dan menenteng pakaian yang baru ia beli. Dalam perjalanan, ia bertemu dengan Yunus bin Ubaid. Ia sangat paham bahwa pakaian yang di beli Badui tersebut adalah berasal dari kiosnya. Maka ditanyakanlah, “Berapa harga pakaina ini?” “400 dirham”. Yunus menjawab, “ Harganya tidak lebih dari dua ratus dirham, mari kita kembali untuk kukembalikan kelebihan uangmu”. Badui tersebut menjawab “Ditempat lain pakaian semacam ini harganya 500 dirham, dan saya sudah merasa senang”. “Mari kembali bersamaku, karena dalam pandangan agama kami kejujuran lebih berharga dari dunia seisinya” Sesampainya di kios, dikembalikannya sisi uang pembelian tersebut sebanyak 200 dirham. Subhanallah, masihkah ada orang seperti ini di zaman sekarang ini ?!, Ya, kalaupun ada tentu tidak banyak jumlahnya. Kebanyakan orang adalah mengejar keuntungan yang berlipat-lipat, walau harus dengan cara yang tidak syari`. Namun begitulah keimanan yang benar, Iman akan melahirkan sesuatu yang dianggap sebagaian orang mustihil. Semoga kita termasuk yang sedidkit tersebut. Wallahu `alam.

  7    

Beda Bank Umum dan Bank Syariah Prof. Dr. Bambang Setiaji [email protected]   Universitas Muhammadiyah Surakarta Kaum Muslimin wal Muslimat yang di rahmati Allah. Masih banyak umat yang bertanya tentang perbedaan bank umum dan bank syariah, bahkan tidak sedikit yang berpendapat keduanya sama saja. Hal ini sangat merugikan bank syariah yang merupakan salah satu sarana untuk melembagakan bank yang Islami. Terdapat hukum-hukum jual beli (murabahah), kongsi (syirkah wa mudharabah), gadai (rahn) dalam hasanah Islam yang sering dilupakan dibanding misalnya dengan hukum sholat, puasa, dan haji. Absennya para ulama dalam melembagakan bidang ini membuat sunnah atau hasanah dalam bidang ini tertutup. Pertama-tama yang hendaknya dikaji, peran perbankan dalam ekonomi modern sangat penting, tanpa adanya perbankan maka akan terjadi kekacauan dalam beberapa bidang berikut. Pembayaran, baik internasional dan domestik sekarang ini untuk transaksi yang nilai besar sudah melalui perbankan, sangat beresiko untuk membawa uang dalam jumlah besar dengan tunai. Di samping itu juga tidak efisien untuk menghitung dan membawa uang tunai. Pembayaran yang sekarang makin dominan dan terlebih di masa depan adalah belanja online, dimana pembeli melihat foto barang dan keterangan, kemudian mentransfer uang melalui bank dan mendapat kiriman barang. Belanja dengan kartu baik kartu debit maupun kartu kredit juga akan makin besar pesertanya karena risiko membawa uang tunai. Dalam bidang permodalan fungsi bank masih paling dominan yaitu mempertemukan orang yang memiliki uang menganggur, baik jangka panjang maupun jangka pendek. Misalnya seseorang ingin memiliki rumah kemudian orang itu menabung, orang ini sebenarnya bukan pemodal tetap, hanya sementara. Akan tetapi, karena jumlah orang seperti ini jutaan maka oleh bank dana sementara tersebut dapat digunakan untuk membiayai suatu usaha yang bersifat tetap. Jama`ah yang berbahagia Jadi bank, baik bank umum dan bank syariah sebenarnya merupakan sarana ta’awun dalam ekonomi makro. Sebagai bangsa mungkin kita perlu memiliki berbagai industri seperti industri pengolahan pangan, pakaian, sampai industri mobil dan pesawat. Tentu diperlukan dana besar sekali, fungsi bank dalam hal ini adalah menghimpun dana dari masyarakat yang kecil-kecil kemudian disatukan dan dipinjamkan untuk membiayai suatu industri dasar yang sangat diperlukan. Fungsi menghimpun dari yang kecil-kecil dan dipinjamkan kepada satu industri berbeda dengan pinjam-meminjam dalam ayat riba, yang jelas dari si kaya kepada si miskin yang kemudian sangat didorong untuk disedekahkan saja. Inilah perbedaan perbankan dan pinjaman dalam Al Quran. Perbankan adalah penghimpunan dana dari banyak orang (kecil dan besar) dipinjamkan kepada si besar. Kata dipinjamkan disini sebenarnya yang tepat adalah diikut-sertakan dalam sebuah syirkah. Di samping industri berkewajiban menyediakan kebutuhan dasar kaum muslimin juga berkewajiban memberi lapangan kerja. Apabila tidak ada industri besar maka tenaga kerja akan menganggur dan menjadi fakir (tidak berpenghasilan), yang oleh agama merupakan sasaran dari zakat yang merupakan rukun Islam. Jadi sasaran rukun Islam adalah menghilangkan fakir (penganggur) dan untuk itu menjadi tugas industri, dan keberadaan industri harus ditipang oleh penabung-penabung kecil melalui perbankan. Menghilaangkan kefakiran untuk usia muda yang tepat adalah memberi lapangan kerja dan bukan dari baitul Maal. Pemerintah sendiri hanya mampu memberi lapangan kerja sekitar 4 juta orang, yang 120an juta lapangan kerja menjadi tugas industri. Disinilah letak fungsi ta’awun perbankan yang sangat didorong keberadaannya dalam agama karena misinya menyediakan lapangan   8    

pekerjaan bagi umat, disamping karena umat memerlukan barang dan jasa dari berbagai industri. Tanpa perbankan yang baik maka umat Islam hanya akan menjadi pengguna produk-produk yang dibuat oleh umat lain dari makanan sampai kendaraannya dan perlengkapan perangnya dan alat komunkasinya juga menggunakan jaringan lawannya. Dari fungsi bank baik umum dan syariah yang amat vital tersebut terdapat permasalahan teknis yang perlu diperbaiki. Untuk memperbaiki masalah teknis ini, muncul bank syariah supaya lebih baik lagi. Apa beda bank umum (BU) dan bank syariah (BS)? Di BU akadnya adalah pinjam-meminjam dan tambahannya disebut bunga. Dalam BS akadnya adalah jual beli dan tambahannya disebut laba. Dalam BU apa yang harus dibayar oleh nasabaah berubah ubah sesuai naik turunya suku bunga, terutama pada saat krisis bunga akan naik. Dalam BS karena perjanjiannya jual beli harga sudah pasti, tidak dapat berubah karena perubahan suku bunga. Dalam BU bisa pinjam uang dengan uang, sedangkan dalam BS yang tidak boleh pinjam uang dengan uang, melainkan harus ada barang yang dibeli (underlying transaction). BU berpotensi ekonomi menggelembung karena spekulasi uang dengan uang, dalam BS berbasis ekonomi riel , ada barang yang dibuat dengan kerja. Dalam BU ada bagian dealing room yang bertugas melakukan jual beli uang asing dengan tanpa kebutuhan riel (spekulasi/judi) dalan BS kebutuhan uang asing hanya untuk membiayai umrah haji atau impor barang dan jasa, bukan spekulasi atau unsuir judi. Jama’ah yang dirahmati Allah. Demikianlah dari sisi teknis atau syariah, keberadaan bank dalam Islam adalah sarana menolong a) Mengadakan kebutuhan masyarakat b) Menolong memberi pekerjaan melalui industri c) Menolong mempermudah berbagai transaksi. Dari sisi hakikat BS atau BU yang mengenakan margin atau bunga tinggi bertentangan dengan nilai Islam. Larangan riba dikaitkan dengan kedholiman yaitu penghisapan modal atas surplus SDM. Dengan demikian mengenakan bunga atau margin yang tinggi sekali bertentangan dengan jiwa ini. Bisakah bank gratis ? Untuk bank swasta tidak mungkin, bank memerlukan kantor, SDM dan jaringan, setiap bulan milyaran rupiah untuk membiayai ini. Bila bank gratis maka nasabah sudah mendholimi pemilik modal dan ingat pemilik modal orang-orang kecil dan peminjamnya orang kaya. Selain itu mata uang kita dari kertas setiap tahun nilainya turun sekitar 6 persen. Bank gratis hanya mungkin dari pemerintah, bertujuan memperbanyak pengusaha dan menghilangkan kefakiran (pengangguran). Jadi pengusaha hanya membayar pokok dan bunganya sebagian atau seluruhnya ditanggung negara (subsidi bunga) setingkat inflasi. Dengan skema ini dana pemerintah 100 bisa menciptakan kredit sampai 2000 (20 x) bila pemerintah mensubsidi setengah bunganya. Islam sangat mendorong bank yang disubsidi pemerintah ini, sebagamanaa jiwa ayat supaya memberi tangguh dan supaya mensedekahkan. Sedekah adalah dana publik yang dalam masyarakaat modern sama dengan APBN – APBD. Sasaran menghilangkan pengangguran sangat penting dan harus menjadi tujuan utama ekonomi. Bekerja akan memberi penghasilan rutin, menghilngakn ketergantungan, dan yang utama memberi martabat.

  9    

Mengapa Bank Syariah Mahal Oleh : Prof. Bambang Setiaji [email protected]   Ikatan Cendikiawan Muslim Surakarta Kaum Muslimin wal Muslimat yang berbahagia. Mahal atau murahnya harga dana perbankan tidak terletak pada perbedaan sistem konvensiona atau syariah. Mengapa bank syariah sedikit lebih mahal? Juga tidak selamnya benar. Beberapa bank syariah lebih murah. Namun demikian secara umum munggkin ada benarnya harga di bank syariah sedikit lebih mahal. Hal ini disebabkan oleh berbagai hal berikut 1. Jika kita meminjam di bank konvensional kia akan dikenai bunga. Dalam akadnya bunga tersebut berfluktuasi sesuai dengan tungkat suku bunga di pasar. Meminjam di bank konvensional apabila terjadi krisis keuangan, sesuai dengan perjanjiannya angsuran bisa tiba- tiba meningkat. Tetapi untuk bank syaariah bukan pinjam meminjam melainkan akad murobahah (umumnya jual beli). Akad itu harus dilandasi oleh pembelian suatu barang yang real karena akadnya jual beli dan harga yang putus/pasti maka angsuran bank syariah tetap dan tidak terpengaruh oleh suku bunga. Dalam keadaan krisis financial angsuran di bank umum akan jauh lebih tinggi. Karena bank syariah sesuai akadnya tidak terjadi keanaikan dan penurunan di massa depan maka harga di bank syariah ditetapkan sedikit lebih tinggi. Hal ini bertujuan sebagai kompensasi tidak adanya keanaikan kalo terjadi krisi financial. 2. Mahal dan murahnya harga perbankan tergantung dari sumber dana para penaabung/deposan. Bank syariah hanya didukung oleh institusi publik berupa yayasan-yayasan islam seperti sekolah islam dan rumah sakit islam. Sedngkan bank umum menampung dana-dana pemerintah yang murah. Disamping deposito tabungan dari umat islam umumnya kecil-kecil. Oleh sebab itu untuk memenuhi kebutuhan sumber dana bank syariah memberi bagi hasil yang lebih untuk menarik dana-dana dari korporasi/dana-dana besar. Dana-dana ini umumnya mencari return atau imbal hasil yang tinggi, dana ini misalnya dana pensiun dan dana-dana korporasi yang memang dikembangkan untuk mencari imbal hasil. Komposisi dana inilah yang menyebabkan biaya di bank syariah lebih tinggi. Hal ini tidak lain mencermika struktur ekonomi dimana umat islam tidak memiliki tabungan yang cukup, sebagaimana diketahui cara kerja bank adalah menghimpun sumber dana yang bersifat jangka pendek (1 bulan – 1 tahun) untuk dipinjamkan kepada penguaha yang bersifat jangka panjang. Deposito yang diambil oleh pemilik harus segera diganti dan depositi lain supaya mekanisme seperti diatas berlansung jika deposito dari umat islam kurang maka bank syariah akan mengambil dan korporat atau mencari dana di pasar uang. Jama`ah yang berbahagia Fungsi dari perbankan islam yang paling penting adalah menghimpun dan kecil-kecil untuk membiayayai kebutuhan investasi berbagai industri yang merupakan kebtuhan umat. Yang dimaksdu kebutuhan umat bisa berupa kebutuhan barang dan jasa yang dihasilkan oleh industri tertentu tetapi juga kebutuhan lapangan pekerjaan di industri tertentu pula. Jika generasi muda islam tidak bekerja (menganggur) statusnya akan menjadi kaum fakir. Yang di dalam agama islam kaum fakir ini harus dientaskan caranya bukan diberi shodaqoh/zakat tetapi diberi pekerjaan supaya memproleh penghasil lebih stabil. Pada institusi keuangan mikro biaya dana yang diperlukan untuk investasi-investasi kecil lebih tinggi lagi. Bila di bank umum syariah biaya dana yang terjadi saat sekarang ini sekitar 6,5% flat harga di keuangan mikro bisa mencapai 3-3,5 kali lipat. Apabila diukur secara efektif perolehan bank atau keuangan mikro hampir setara dengan dua kali lipat.   10    

Artinya tarif 6,5 % flat setara dengan 13-14 % efektif. Di keuangan mikro syariah tarif efektifnya sekitar 40 %. Harga ini sungguh sangat tinggi, seyogyannya pemerintah memberikan subsidi supaya biaya margin tersebut relatif rendah. Kesimpulan Untuk menjawab pertanyaan dari masyarakat untuk mengapa bank syariah lebih tinggi disebabkan karena bank syariah yang terdiri dari rumah tangga muslim, perusahaan UMKM muslim, dan yayasan-yayasan islam tidak memliki sumber dana menganggur yang cukup. Akibatnya bank syariah akan menutup kebutuhan pinjamannya dari deposan-deposan korporasi atau lembaga keuangan yang memeang berprofesi mencari return yang tinggi. Pemerintah bisa membantu menurunkan biaya dana di bank syariah untuk menghidupkan industri masyarakat dengan jalan pemerintah menempatkan atau mendepositkan dana murahnya di bank syariah. Dengan kata lain, harga di perbankan mencerminkan keaddaan atau kemajuan ekonomi umat.                                    

  11    

Paradoks Puasa Ramadhan (Refleksi Menyambut Ramadhan 1436 H) Imron Rosyadi Dosen FEB Universitas Muhammadiyah Surakarta Kaum Muslimin wal Muslimat yang di rahmati Allah. Menjelang Ramadhan dan hari raya Iedul Fitri, biasanya pola belanja umat Islam berubah drastis, volume pembelian barang cenderung meningkat tajam, khususnya belanja barang yang akan dikonsumsi pada medio satu bulan penuh dibulan Ramadhan dan beberapa hari dibulan Syawal. Mengingat, kaum muslimin merupakan populasi terbesar di Indonesia yaitu sekitar 85 persen, maka permintaan barang-barang konsumsi terutama bahan pangan akan meningkat tajam, sehingga mengakibatkan kenaikan harga barang-barang secara umum atau yang disebut dengan inflasi. Menurut catatan Bank Indonesia (2015), inflasi pada bulan Mei 2014 sebesar 7,32 persen, sedangkan bulan Juni-Juli 2015 diprediksi akan meningkat sebesar 7,7 persen. Mencermati kenaikan inflasi yang terjadi tersebut memang terhitung kecil dan relatif stabil, artinya permintaan yang meningkat tajam tidak berpengaruh signifikan terhadap kenaikan harga-harga barang. Namun berapun besarnya kenaikan inflasi, sulit untuk mengelak atas stigma, bahwa umat Islam secara umum sebagai penyumbang inflasi bagi perekonomian di Indonesia, terutama pada rentang waktu menjelang bulan Ramadhan dan menjelang Iedul Fitri. Stigma itu cukup punya alasan karena memang biasanya harga barang-barang yang sudah terlanjur melonjak, cenderung tidak mau turun, sehingga dalam jangka panjang bisa saja terjadi penurunan purchase of power pada kelompok masyarakat paling bawah. Pertanyaannya adalah apakah ada yang salah dengan pola konsumsi umat muslim? Lalu bagaimana kegiatan konsumsi dalam perspektif Islam? Jama’ah yang dirahmati Allah SWT. Apabila dicermati lebih jauh, ada hal yang bersifat paradoks dari fenomena-berulang setiap tahun itu. Pada bulan puasa, umat Islam tidak melakukan aktifitas makan dan minum, pada waktu pagi dan siang hari. Aktifitas makan minumnya dikonversi pada waktu malam hari dan waktu pagi hari menjelang subuh. Seandainya diasumsikan bahan-bahan yang dikonsumsi atau ‘menu’nya relatif sama dengan konsumsi di luar bulan Ramadhan, maka seharusnya tidak ada perubahan yang signifikan terhadap volume belanja tersebut, bahkan semestinya permintaan terhadap komoditas yang disebutkan di atas cenderung menurun. Namun kenyataan di lapangan menunjukan sebaliknya, volume permintaan terhadap barangbarang pokok tersebut menunjukan peningkatan yang drastis. Sehingga munculnya adagium yang menyebutkan bahwa pada saat berbuka puasa, banyak orang yang melakukan ‘balas dendam’, karena telah menahan diri dari rasa lapar dan dahaga pada siang hari, barangkali juga perlu menjadi muhasabbah (instropeksi-diri) bagi kaum muslimin yang berpuasa. Perilaku umat seperti ini, kondisinya sama sebagaimana juga yang dikhawatirkan oleh Nabi SAW yang menyatakan: “sesungguhnya ketakutan yang paling aku khawatirkan atas diri kalian adalah keinginan yang menyesatkan dalam perut kalian, kelamin kalian, dan hawa nafsu kalian.” (HR. Ahmad) Jama’ah yang dirahmati Allah SWT. Dalam konteks itu, kami ingin memaparkan dalam perspektif yang berbeda, yaitu bagaimana visi Islam dalam kegiatan konsumsi, diharapkan dengan memahami konsep itu, umat muslim dapat mengendalikan-diri dari nafsu berbelanja yang berlebihan. Ada beberapa konsep Islam tentang kegiatan konsumsi. Pertama, bahwa makan dan minum dibutuhkan manusia hanya sebatas untuk memulihkan tubuhnya, agar tetap bisa melanjutkan seluruh aktivitas kehidupanya. Hal ini, sebagaimana dikatakan oleh Nabi: “tak   12    

ada tempat yang paling jelek dalam diri manusia jika dipenuhi (sesuatu) melebihi dari perutnya. Hendaknya manusia mengisi perutnya dengan makanan yang cukup untuk menegakkan punggungnya. Jika lebih dari itu, maka sepertiga untuk makanannya, sepertiga untuk minumannya dan sepertiga untuk nafasnya.” (HR. Tirmidzi) Kedua, barang konsumsi dalam pandangan Islam hanya ada dua jenis yang terkait langsung dengan moralitas dan ideologis, yaitu at-tayyibaat dan ar-rizq. At-tayyibat berarti barang yang baik (halal), bersih, suci, indah dan jenis makanan diantara yang terbaik. Dalam konteks ini, berarti barang-barang yang buruk artinya kurang bermanfaat, bahkan menimbulkan mudharat bagi diri-sendiri dan lingkungan-nya seperti, minuman keras dan rokok, misalnya bukan merupakan barang konsumsi dalam pandangan Islam (lihat, AlMaidah: 88; Al-Baqarah:168). Sedangkan ar-rizq adalah makanan dari Tuhan, pemberian Tuhan, anugerah dari langit, maknanya Allah pemberi Rahmat yang sebenar-benarnya dan pemasok kebutuhan semua makhluk (lihat, Yaasin: 47). Dalam konteks ini, barang-barang konsumsi adalah barang-barang yang baik dan berguna, yang manfaatnya memberikan dampak perbaikan secara material, moral dan spritual bagi konsumennya (Kahf, 1995). Ketiga, Terkait dengan kegiatan berbelanja (konsumsi), Islam melarang israaf (pemborosan) dan tabzir (penghamburan uang tanpa ada manfaatnya). Israaf adalah penggunaan harta secara berlebih-lebihan sehingga melanggar syariah Islam dalam hal mengkonsumsi makanan, minuman, pakaian dan rumah, bahkan sedekah. Tabzir berarti menggunakan harta dengan cara yang salah, maksudnya adalah harta yang dimiliki, digunakan untuk tujuan-tujuan yang melanggar syariah Islam, seperti penyuapan, berzina, membeli barang haram dan sebagainya. Keempat, Islam menganjurkan pola belanja dan penggunaan harta secara moderat dan berimbang, yaitu suatu pola yang terletak diantara kekikiran dan pemborosan. Sebagaimana ditegaskan dalam surat Al-Furqan ayat 67 yang artinya: “Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebih-lebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian.” Kelima, membelanjakan harta dalam Islam tidak hanya sebatas pada barang konsumsi, namun juga harta yang dialokasikan untuk menguatkan solidaritas sosial umat Islam melalui zakat, infaq dan shadaqah (lihat, Yaasin: 47). Dengan demikian, puasa tidak hanya menahan diri makan, minum dan syahwat pada siang hari, tetapi juga mengendalikan-diri dari nafsu belanja secara berlebihan. Sehingga kita berharap, umat Islam pada Ramadhan tahun ini dapat menjalankan ibadah puasa lebih khusyuk dan menemukan makna esensial puasa Ramadhan. Wallahu a’lam bis shawaab.

  13    

Tadabbur Ayat Ayat Mu’amalat (Memahami Petunjuk Ilahi Dalam Ekonomi) H. Ahmad Fadloli, SP [email protected] Hizbut Tahrir Indonesia-Soloraya Kaum Muslimin wal Muslimat yang di rahmati Allah SWT. Tidak ada satu hal yang sangat dibutuhkan oleh manusia untuk menjalani kehidupannya di dunia kecuali pasti dia akan dijelaskan dalam Alqur’an, tidaklah Kami tingalkan satu hal apapun di dalam Al-kitab ( QS Al-an’am 38 ) ; dan Kami turunkan kepadamu Alkitab sebagai penjelas segala sesuatu ( QS An-nahl 59 ). Apalagi kehidupan ekonomi, dimana tak satupun manusia hidup di muka bumi ini kecuali dia melakukan kegiatan ekonomi sehingga mustahil Allah SWT membiarkan hambaNya tanpa petunjuk dalam melakukan kegiatan ekonomi. Banyak sekali ayat ayat di dalam Alqur’an yang membicarakan harta benda seperti ayat yang membicarakan transaksi ekonomi dan keuangan, pembelanjaan harta, pekerjaan, shodaqoh, zakat, khoroj, fa’I, usyur, aqad, perjanjian, persaksian, jaminan, gadai, perwakilan, kontrak kerja, riba dsb. Ayat ayat tersebut mengokohkan kesimpulan bahwa Allah SWT tidak membiarkan manusia melakukan kegiatan ekonominya sesuai hawa nafsunya sendiri sehingga manusia makan harta orang lain dengan batil dan dzolim, yang kuat mendominasi yang lemah. Dan janganlah kalian memakan harta kalian, diantara kalian dengan cara yang batil ( QS Albaqoroh : 188 ). Jama’ah yang dirahmati Allah SWT. Beberapa Contoh Ayat Tuntunan Ekonomi Di Dalam Alquran Karena manusia tidak bisa menghindar dari kegiatan ekonomi maka Allah SWT memberikan tuntunan kepada manusia bagaimana mereka berekonomi. Berikut ini beberapa cotohnya : 1. Perintah Bermu’amalah dengan yang halal dan baik. Allah SWT memerintahkan kira dalam QS Almaidah 88 agar kita hanya memakan barang yang halal. ( 88 ‫ﻭوﻛﻠﻮﺍا ﻣﻤﺎ ﺭرﺯزﻗﻜﻢ ﷲ ﺣﻼﻝل ﻁطﻴﯿﺒﺎ ) ﺍاﻟﻤﺎﺋﺪﺓة‬ “Dan makanlah dari apa yang Allah rezeqikan kepada kalian yang halal lagi bai ( QS Almaidah 88) . Ayat yang serupa juga ada di dalam QS Albaqoroh 168. Dan sebaliknya Allah SWT memerintahkan kepada kita agar menjauhi hal hal yang buruk ( lawan dari baik ) Katakanlah wahai Muhammad bahwa tidak sama antara yang buruk dengan yang baik, meskipun membuatmu takjub banyaknya perkara yang buruk ( QS Almaidah 100 ). 2. Larangan pemborosan. Allah SWT memerintahkan kepada kaum muslimin untuk menjauhi tabdzir yaitu membelanjakan harta untuk bermaksiat kepada Allah. ( 27 ‫ ﻭو‬26 ‫ ﺍاﻥن ﺍاﻟﻤﺒﺬﺭرﻳﯾﻦ ﻛﺎﻧﻮﺍاﺍاﺧﻮﺍاﻥن ﺍاﻟﺸﻴﯿﺎﻁطﻴﯿﻦ ﻭوﻛﺎﻥن ﺍاﻟﺸﻴﯿﻄﺎﻥن ﻟﺮﺑﻪﮫ ﻛﺎﻓﻮﺭرﺍا ) ﺍاﻻﺳﺮﺍاء‬. ‫ﻭوﻻ ﺗﺒﺬﺭر ﺗﺒﺬﻳﯾﺮﺍا‬ “Dan janganlah kamu melakukan pemborosan dengan sebenar benar pemborosan. Sesungguhnya orang orang yang boros adalah teman teman syaithon dan syaithon itu kufur kepada Pemeliharanya.” ( QS Alisro 26 dan 27 ). Dan sebaliknya Allah memerintahkan agar kita bersahaja dalam membelanjakan harta sebagaimana dalam QS Alfurqon 67. 3. Larangan menciderai harta orang lain. Allah SWT melarang kita menciderai harta orang lain. ( 29 ‫ﻳﯾﺎﺍاﻳﯾﻬﮭﺎﺍاﻟﺬﻳﯾﻦ ﺍاﻣﻨﻮﺍا ﻻ ﺗﺄﻛﻠﻮﺍاﺍاﻣﻮﺍاﻟﻜﻢ ﺑﻴﯿﻨﻜﻢ ﺑﺎﻟﺒﺎﻁطﻞ ﺍاﻻ ﺍاﻥن ﺗﻜﻮﻥن ﺗﺠﺎﺭرﺓة ﻋﻦ ﺗﺮﺍاﺽض ﻣﻨﻜﻢ ) ﺍاﻟﻨﺴﺎء‬   14    

Artinya : Wahai orang orang yang beriman, janganlah kalian makan harta kalian diantara kalian dengan cara yang batil kecuali jika melalui perdagangan yang berdasar kerelaan dari kalian (QS Annisa’ 29 ). Ayat ayat yang serupa juga ada di QS Albaqoroh 188 dan Annisa 10. 4. Larangan menimbun Allah SWT mengecam penimbunan emas dan perak ( alat tukar ) serta tidak membelanjakannya di jalan Allah. Hikmah dari larangan penimbunan emas dan perak adalah agar kegiatan ekonomi tidak berhenti. . ( 34 ‫ﻭوﺍاﻟﺬﻳﯾﻦ ﻳﯾﻜﻨﺰﻭوﻥن ﺍاﻟﺬﻫﮬﮪھﺐ ﻭوﺍاﻟﻔﻀﺔ ﻭوﻻ ﻳﯾﻨﻔﻘﻮﻧﻬﮭﺎ ﻓﻲ ﺳﺒﻴﯿﻞ ﷲ ﻓﺒﺸﺮﻫﮬﮪھﻢ ﺑﻌﺬﺍاﺏب ﺍاﻟﻴﯿﻢ ) ﺍاﻟﺘﻮﺑﺔ‬ Artinya : Dan orang orang yang menimbun emas dan perak serta tidak membelanjakannya di Jalan Allah maka berilah kabar gembira kepadanya dengan adzab yang pedih (QS Attaubah 34). Dan nabi juga melarang penimbunan barang perdagangan untuk keuntungan pribadi tapi menyusahkan orang lain. 5. Perintah menjaga harta Allah SWT memerintahkan kita untuk menjaga harta sehingga mewajibkan diangkatnya seorang wali untuk menjaga orang yang mempunyai kebutuhan khusus (cacat fikir) agar tidak menyia nyiakan hartanya. . ( 5 ‫ﻭوﻻ ﺗﺆﺗﻮﺍاﺍاﻟﺴﻔﻬﮭﺎء ﺍاﻣﻮﺍاﻟﻜﻢ ﺍاﻟﺘﻰ ﺟﻌﻞ ﷲ ﻟﻜﻢ ﻗﻴﯿﺎﻣﺎ ﻭوﺍاﺭرﺯزﻗﻮﻫﮬﮪھﻢ ﻓﻴﯿﻬﮭﺎ ﻭوﺍاﻛﺴﻮﻫﮬﮪھﻢ ﻭوﻗﻮﻟﻮﺍاﻟﻬﮭﻢ ﻗﻮﻻ ﻣﻌﺮﻭوﻓﺎ ) ﺍاﻟﻨﺴﺎء‬ Artinya : Dan janganlah kalian memberikan harta kalian kepada orang orang yang bodoh imana Allah jadikan kalian sebagai pengurus dan berilah rezqi kepada mereka dan katakanlah kepada mereka perkataan yang baik ( QS Annisa 5 ). Dan masih banyak lagi seperti komitmen pada janji dan transaksi ( QS Almu’minun 1 dan Almaidah 1 ), menjaga dokumen transaksi dan kesaksian (QS Albaqoroh 282), larangan riba (Albaqoroh 276 – 281), memberi tempo kepada yang kesulitan membayar hutang, perintah zakat dsb. Jama’ah yang dirahmati Allah SWT. Tuntunan ekonomi dari Alqur’an tersebut, mempunyai hikmah yang besar yaitu agar manusia terhindar dari jeratan materialisme dan kedzoliman serta terwujud ketenangan dan kebahagiaan. Wallahu A’lam.

                 

  15    

Janganlah I’tikaf di Pasar dan Mall Dr. Muh. Mu'inudinillah Basri, MA [email protected]

Dewan Syariah Kota Surakarta Kaum Muslimin wal Muslimat yang di rahmati Allah SWT. Ramadhan adalah musim kebaikan doa dikabulkan, keberkahan diturunkan, dosa dihapuskan, maka sudah wajar kalau seorang muslim yang cerdas menginvestasikan waktu yang tidak lama, satu bulan untuk kesuksesan sebelas bulan berikutnya, investasi 10 hari untuk kebahagiaan 350 hari berikutnya. Seorang muslim dipersiapkan menjadi insan produktif, memanage waktunya dengan baik, memiliki tujuan yang jelas, Ridha Allah swt, bahagia dunia dengan perjuangan, dan bahagia di akhirat dengan Ridha dan surga Allah, diraih dengan menghambakan diri kepada Allah dalam seluruh aktifitas hidupnya, dengan cara mengatur alam semesta dengan manhaj Allah swt, maka sudah sewajarnya proyek besar ini harus ada perencanaan, pelaksanaan program, dan evaluasi program, kemudian perbaikan dan pelurusan yang salah, penyempurnaan yang kurang, diharapkan dapat mencapai tujuan di akhir hidupnya dengan husnul khotimah. Rasulullah saw menjelang diangkat sebagai Nabi, tiga tahun berturut-turut melakukan tahannuts berhari-hari setiap bulan Ramadhan, dalam hari-hari itu beliau beribadah kepada Allah, memikirkan nasib ummat manusia yang tenggelam dalam kesestan, berfikir keras bagaimana menyelamatkan ummatnya, demikian selama tiga tahun sampai Allah mengangkatnya sebagai Nabi, dan mengutusnya sebagai Rasul. Dalam ayat pertama surat Al’alaq : “Bacalah dengan Nama Rabbmu yang menciptakan, menciptakan manusia dari segumpal darah, bacalah dan Rabbmu paling mulia, yang mengajari manusia dengan pena, mengajari manusia apa yang tidak diketahui”QS Al-‘Alaq 1-5 I’tikaf diakhir bulan Ramadhan, tepatnya sepuluh hari terahir di Masjid, menahan diri di masjid untuk beribadah sebagai kelanjutan dan penyempurnaan apa yang Rasulullah saw lakukan setelah menjadi Nabi, hal itu diikuti oleh para sahabat, istri itri Rasulullah saw dan ummatnya sampai hari kiamat. Jama’ah yang dirahmati Allah SWT. Kegiatan duniawi selama setahun cukup menghabiskan energi, banyak mengalami godaan dunia dan syahwat sehingga menurunkan kualitas iman, maka sudah wajar kalau orang beriman butuh berhenti sejenak mengisi bahan bakar di Pom BBM iman di akhir Ramadhan, untuk membaca Al-Qur’an, yang diturunkan di bulan yang mulia ini” bulan Ramadhan yang Allah menurunkan Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia, dan furqan pembeda antara yang haq dan batil”. Untuk berdoa kepada Allah lebih khusyu’, untuk menyambut tawaran Allah yang sangat menggiurkan” jika hambaKu bertanya kepadamu tentang aku, katakanlah sesungguhnya Aku itu dekat, Aku mengabulkan doa orang yang berdoa ketika berdoa kepadaKu, maka imanlah kepadaKu dan sambutlah panggilanKu agar supaya mereka mendapatkan petunjuk”QS Al-Baqarah ayat : 186 Malam lailatul qadar adalah malam penuh berkah, Allah menurunkan SK Qadha dan QadarNya malam itu, “sesungguhnya Kami menurunkan Al-Qur’an di malam yang penuh berkah, sesungguhnya Kami pemberi peringatan, di malam itu diputuskan perkara yang bijak, QS Ad-Dukhon ayat : 3-4, malaikatpun turun untuk memuliakan malam itu, hanya waktunya berpindah pindah dari malam ke 21 sampai ahkir Ramadhan, maka Rasulullah saw menganjurkan untuk mencari keberkahan malam itu di sepuluh terahir, dan kondisi yang paling tepat adalah i’tikaf di masjid, agar terpadu antara kemuliaan waktu dan kemuliaan tempat dan siapa yang mendapatkan malam itu dengan qiyamul lail, doa, dan dzikir maka ia orang yang paling beruntung yang mengalahkan orang terkaya dan tersukses dunianya yang tidak mendapatkan lailatul qadar. Kenapa sukses karena nilai yang   16    

didapatkan lebih baik dari 1000 bulan atau sekitar 83 tahun, masya Allah, kesempatan emas ini dari pengabulan doa, pengampunan dosa, taufik meraih kesuksesan dunia dan akhirat, pantas untuk dikorbankan yang lainnya untuk mendapatkan keberkahan mulia ini. Sepuluh terahir mestinya banyak dihabiskan untuk masjid sebagai tempat yang mustajab dan mulia, bukan di pasar dan mol-mol sebagai tempat yang paling tidak disukai Allah, artinya kalau belanja dan menghibur diri masih banyak waktu, dapat dilakukan sebelum Ramadhan, atau sebelum akhir Ramdahan. Seorang muslim dapat mengatur waktu secara baik, kenapa dalam setahun sulit menyisihkan waktu sepuluh hari untuk munajat kepada Allah, merancang tarbiyah diri, keluarga, islah da’wah untuk setahun mendatang, sehingga da’wah dan kondisi ummat lebih baik dari tahun sebelumnya. Jama’ah yang dirahmati Allah SWT. Belanja di mol tidak dilarang, tapi kenapa harus di akhir bulan Ramadhan, yang harganya sudah membubung tinggi, dan biasanya akan menggeser agenda ibadah, dan mengurangi kekhusuan munajat kepada Allah. Kata-kata ini bukan untuk memojokkan peran pasar, dan perlunya pasar, tapi jangan sampai pasar menghalangi untuk beri’tikaf sehingga program tilawah, qiyamul lail bisa dilakukan lebih baik, dan marilah kita menjadi pengusaha sukses, berdagang dengan Allah dalam peningkatan program dan perencanaan ibadah, da’wah dan tarbiyah di akhir ramadhan yang waktunya sangat terbatas dan kalau lewat tidak bisa digantikan yang lainnya, berhenti sejenak untuk lari setelahnya. Adalah para imam, seperti Syafi, imam Malik jika masuk bulan Ramdhan berhenti mengajar hadits dan fokus untuk ibadah tilawah Qur’an. Pasar mol bisa didatangi sepanjang masa, tapi pasar tanpa ruh ibadah dan ruh akherat akan menjadikan orang berjiwa materialistik konsumtif yang sering melupakan akherat dan mengukur kesuksesan dengan kenikmatan dunia, akhirnya terjadi standar duniawi, VIP diukur seberapa banyak uang yang dimiliki, maka kehidupan akan semakin jauh dari bimbingan Allah, dan konflik antar manusia semakin runyam, alangah indahnya nasehat Allah, “ di Rumah rumah yang Allah izinkan untuk diangkat dan disebut NamaNya, bertasbih di dalamnya setiap pagi dan sore. Yaitu para laki laki pioner yang tidak dilalaikan oleh perdagangan dan jual beli mereka dari mengingat Allah, menegakkan shalat, menunaikan zakat, mereka takut akan hari yang hati dan mata berbolak-balik, supaya Allah membalas mereka dengan yang paling baik apa yang mereka kerjakan dan Allah menambahi mereka karuniaNya, dan Allah memberi rizqi tanpa perhitungan. AQ An-Nur ayat : 36-37 Dengan i’tikaf di masjid dan tidak menghabiskan waktu di mol mol diharapkan ruh masjid akan menjadi ruh dan jiwa yang bersemayam di hati pelaku pasar sehingga menjadi manusia akherat yang masih berjalan di muka bumi. Semoga Allah memberkahi dan memberikan taufik untuk menjadi orang yang cerdas dan sukses dalam bulan Ramadhan.    

       

  17    

Mengubah Kebiasaan Buruk Muhammad Sholahuddin, SE., M.Si. [email protected] Staf Pengajar & Direktur Pusat Studi Ekonomi Islam (PSEI) Univ. Muhammadiyah Surakarta Kaum Muslimin wal Muslimat yang berbahagia. Kita semestinya harus mempersiapkan diri dan keluarga lahir batin untuk menyambut tamu yang agung, yaitu bulan suci Ramadhan. Bulan yang penuh berkah, rahmat dan ampunan itu. Diantaranya adalah kita perlu melakukan introspeksi, apa saja kebiasaan buruk yang dapat merusak puasa dan pahala puasa kita nantinya. Kemudian kita lakukan pembenahan secara bertahap. Ada beberapa kebiasaan buruk yang dapat merusak pahala puasa kita. Dalam menunaikan ibadah puasa nanti, jangan sampai kita hanya mendapatkan lapar dan dahaga. Namun sama sekali tidak mendapatkan pahalanya. Diantara hal-hal yang dapat merusak pahala puasa adalah lisan yang berkata dusta dan menyebarkan isu negatif orang lain (ghibah) serta tidak dapat menjaga makanan dan minuman yang haram dan meragukan. Tentunya mengubah kebiasaan buruk tidak dapat dilakukan semudah membalikkan telapak tangan. Merubah kebiasaan buruk itu perlu proses. Selama kita memiliki kemauan, konsistensi, dan komitmen untuk berubah, maka perubahan itu akan terjadi sedikit demi sedikit kepada kita. Banyak cara yang dilakukan seseorang dalam mengoreksi dan mengubah dirinya. Namun seringkali karena salah cara maka keinginan itu hanya menjadi wacana belaka dan tidak ada perubahan yang terjadi. Salah satu cara ampuh untuk siapa saja yang benar-benar ingin mengubah kebiasaan buruk adalah dengan membuat "Kartu Komitmen". Caranya, cukup siapkan 1 kertas kecil yang tebal dan tidak mudah lecek lalu tulis maksimal 3 keinginan anda yang paling ingin kita ubah. Sesuatu yang tidak jauh dari diri kita sendiri. Jangan kita coba mengubah diri kita sendiri dengan mencontoh orang lain. Karena hal ini akan membuat apa yang kita tuliskan di kartu komitmen menjadi tidak akan terwujud karena sangat bertentangan dengan diri kita. Selain itu penuhi diri kita dengan komitmen tinggi, integritas, konsistensi, dan kesungguhan. Karena tanpa itu semua perubahan tidak akan pernah terjadi, jika kita sudah membuat janji atau komitmen untuk diri kita sendiri atau kepada orang lain maka tepatilah janji atau komitmen itu. Karena saat kita tidak memenuhi komitmen kita maka orang lain akan kehilangan kepercayaan kepada kita. Walhasil, kita akan kehilangan kepercayaan diri kita sendiri. Selain itu cukuplah tulis 3 saja, fokuslah pada 3 hal itu selama 30 hari. Bacalah tiap saat kita punya waktu untuk membacanya. Dengan begitu maka kita tidak akan lupa dan lama-kelamaan akan membuat kita melakukan sesuai apa yang kita tuliskan di dalam Kartu Komitmen. Jama`ah yang berbahagia Perubahan itu bertahap. Lakukan step by step dan nikmati prosesnya. Apabila kita memiliki banyak keinginan kecil yang ingin kita ubah jangan menulis semua yang kita inginkan di kartu komitmen melebihi 3 hal. Jika lebih, biasanya akan susah bagi kita untuk bisa mengubah semuanya, malahan akan membuat kita jadi kewalahan dan akhirnya tidak melaksanakan satupun. Oleh karena itu kita cukup mulai dengan 3 hal kecil, fokuslah telebih dahulu untuk mengubah 3 hal tersebut. Barulah setelah 3 hal tersebut berhasil kita ubah kita lanjutkan dengan 3 hal berikutnya. Lama kelamaan jika terus dilakukan kita akan   18    

menjadi semakin percaya diri karena kekurangan-kekurangan dan problem yang kita miliki akan terus berkurang. Hal kecil yang kita tuliskan haruslah benar-benar kita jalankan. Harus menggabungkan antara tulisan di kartu komitmen dan menjalaninya. Hal yang kita tuliskan bisa dari perenungan kita atau saran dari orang-orang di sekitar kita. Hal yang kita tuliskan tidak harus hal yang bersifat besar, cukup hal kecil. Contoh seperti : komitmen untuk (1) berkata jujur. (2) Tidak tidur setelah sahur agar dapat sholat subuh berjamaah di masjid selama bulan Ramadhan. (3) Memberikan buka puasa kepada orang lain meskipun hanya beberapa biji kurma. Lakukan perubahan kecil dan yakinlah peubahan kecil tersebut akan membawa dampak yang besar. Kartu komitmen tidak hanya berfokus untuk membenahi diri sendiri tapi juga bisa untuk memberikan manfaat kepada orang sekitar. Namun akan lebih baik jika sembari memberikan manfaat kepada orang lain, kita melakukan proses membenahi diri sendiri. Kartu komitmen ini tidak perlu ditunjuk-tunjukkan ke orang lain. Apalagi bila isi dari kartu komitmen itu hal yang negatif diri kita yang akan kita ubah ke arah positif. Karena kadang hanya akan menimbulkan celaan menyebabkan mengurangi semangat dalam menjalankan apa yang kita tuliskan di dalam kartu komitmen tersebut. Kemudian tulisan yang harus kita tulis di kartu tersebut, harus mengandung kata-kata positif dan jangan sekali menggunakan kata “tidak” atau “jangan” karena otak kita tidak merekam 2 kata negatif tersebut. Contoh: “Saya tidak akan menyakiti orang lain.” Otak akan membaca,”Saya akan menyakiti orang lain”. Gunakan kata-kata yang positif seperti: “Menyakiti orang lain akan membuat saya memiliki banyak musuh. Maka mulai hari ini saya berkomitmen akan berusaha sebisa mungkin menjaga lisan dan perilaku saya agar tidak menyakiti orang lain". Jama`ah yang berbahagia Pada intinya kartu komitmen adalah alat yang membantu kita untuk membenahi hal yang kurang baik dari diri kita, hal kecil yang benar-benar ingin kita rubah dari diri kita. Dilakukan dengan penuh komitmen, integritas, kemauan, dan kesungguhan untuk merealisasikan keinginan tersebut. Kita harus mulai memperhatikan hal-hal kecil jangan hanya berfokus pada hal-hal besar. Karena hal-hal kecil pun berpotensi menghasilkan suatu yang besar. Seperti saat kita membangun sebuah rumah, kita tidak hanya memerlukan sesuatu yang besar seperti bata, besi, dsb. Namun juga membutuhkan sesuatu yang kecil seperti pasir dan semen, yang menguatkan dan menyempurnakan bangunan tersebut. Yakinlah, jika kita menjalankan apa yang sudah ditulis dalam kartu komitmen tersebut selama 30 hari ke depan, kebiasaan buruk kita akan semakin terminimalisir bahkan dapat dihilangkan dan berubah menjadi kebiasaan yang baik. Ketika dulu diantara kita biasa menggosip atau memperbincangkan keburukan orang lain, mudah berkata bohong dan tidak peduli pada kehalalan yang kita makan atau kita minum namun setelah menjalankan kartu Komitmen selama 30 hari ke depan kebiasaan buruk tersebut sedikit demi sedikit akan berkurang bahkan dapat dihilangkan. Dengan menjalankan secara bertahap apa yang ada dalam kartu Komitmen bisa jadi kita menjadi mempunyai kebiasaan baik. Perbincangan kita tidak lagi mengenai keburukan orang lain, tapi mendiskusikan pemecahan masalah warga masyarakat sekitar kita. Kebohongan berubah menjadi kejujuran namun tetap cerdas dalam penyampaian. Kita pun akan semakin peduli pada kehalalan dan kualitas apa yang kita makan dan minum itu baik untuk kesehatan kita. Semoga puasa Ramadhan kali ini membawa perubahan diri kita dari kebiasan yang buruk menjadi kebiasaan yang baik dan bermanfaat untuk umat.         19    

Optimalisasi Peran Masjid dalam Meningkatkan Kesejahteraan Ummat Ibrahim Fatwa Wijaya (Sekjend Masyarakat Ekonomi Surakarta) Putri Permatahusa (Dosen FEB Universitas Sebelas Maret) Arif Rahman Hakim (Dosen FEB Universitas Sebelas Maret) Hadirin Jamaah yang berbahagia Ummat Islam di Indonesia patut berbangga hati karena memiliki symbol keislaman yang dapat dijumpai di seluruh pelosok negeri, yaitu Masjid. Akan tetapi, peranan Masjid dewasa ini perlu kita renungkan kembali. Pada jaman Rasulullah, setidaknya ada 11 fungsi Masjid, diantaranya: 1. Tempat ibadah (shalat, zikir dan i’tikaf) 2. Tempat konsultasi dan komunikasi (masalah ekonomi, sosial budaya) 3. Tempat pendidikan dan dakwah 4. Tempat santunan sosial 5. Tempat latihan militer dan persiapan alat-alatnya 6. Tempat pengobatan para korban perang 7. Tempat perdamaian dan pengadilan sengketa 8. Aula dan tempat menerima tamu 9. Tempat menawan tawanan, dan 10. Pusat penerangan dan pembelaan agama 11. Tempat pidato pelantikan Khalifah. Berpijak dari fungsi masjid pada jaman Rasulullah terebut, maka fungsi masjid tersebut perlu kita aktualisasikan ke masjid-masjid kita sekarang ini. Saat ini, kebanyakan masjid di Indonesia masih focus menjalankan masjid sebagai tempat ibadah seperti Sholat dan Dzikir. Fungsi santunan sosial baru bisa dilaksanakan pada saat pembagian zakat fitrah dan daging kurban, itupun satu tahun sekali. Sementara itu fungsi pendidikan dan dakwah dilaksanakan pada saat Jumat. Alhamdulillah beberapa masjid sudah memiliki taman pendidikan al-qur’an untuk anak-anak. Jama’ah yang dirahmati Allah SWT. Beberapa hal utama yang mendesak untuk segera digiatkan adalah pengelolaan zakat, infaq, shadaqah, dan waqaf (ZISWAF) di masjid-masjid. Pengurus masjid perlu melakukan survey dan pemetaan jamaahnya, siapa saja yang berpotensi menjadi muzakki (pembayar zakat) dan mustahiq (penerima zakat). Pemetaan ZISWAF perlu dilakukan minimal setahun sekali. Sedangkan pemungutan dan pembagian Zakat maal dan sumber lainnya perlu dilaksanakan rutin setiap bulan sekali sehingga manfaat masjid dari sisi ekonomi dapat dirasakan langsung oleh masyarakat. Zakat yang dikelola masjid jangan terbatas pada zakat fitrah yang hanya dibagikan setahun sekali. Zakat penghasilan, pertanian, perniagaan, bahkan zakat perusahaan seharusnya bisa dikelola oleh masjid untuk kepentingan ummat. Oleh karena itu sosialisasi kepada jamaah masjid terkait dalil zakat, cara menghitung zakat, dan cara pendistribusian perlu dilakukan secara terus menerus. Pengelolaan ZISWAF di masjid-masjid perlu memperhatikan 2 hal utama yaitu transparansi dan dapat dipertanggungjawabkan. Apabila dua hal ini dipelihara, maka kepercayaan masyarakat akan tetap terjaga. Untuk menjaga transparansi dan pertanggungjawaban, maka pengelolaan ZISWAF tersebut bisa ditempuh melalui dua cara, yaitu system administrasi manual dan system administrasi dengan menggunakan aplikasi komputer/software. Masjid-masjid yang besar atau memiliki kas yang berlebih bisa memilih menggunakan aplikasi komputer/software. Jama’ah yang dirahmati Allah SWT. Fenomena yang sering kita jumpai khususnya di bulan Ramadhan adalah adanya beberapa umat Islam yang membagikan sendiri zakat/infak/shodaqohnya. Dampak   20    

negatifnya adalah kita melihat pemandangan orang berdesak-desakkan bahkan ada diantaranya yang menjadi korban. Hal ini tidak akan terjadi manakala masjid dapat mengelola ZISWAF secara amanah dan profesional. Hadirin Rahimakumullah Inti dari system pengelolaan ZISWAF tersebut adalah: 1. Prosedur yang jelas terkait pemetaan pembayar zakat dan penerima zakat, pemungutan ZISWAF, dan penyaluran ZISWAF 2. Dokumen-dokumen yang akan digunakan 3. Pembagian tugas yang jelas pada pihak pengelola. Ketiga elemen tersebut perlu dipikirkan secara matang agar tercipta manajemen pengelolaan ZISWAF yang baik. Untuk mendukung pengelolaan ZISWAF, masyarakat ekonomi syariah Surakarta bekerjasama dengan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sebelas Maret bermaksud menyediakan aplikasi komputer dan pelatihan gratis bagi pengurus masjid. Kegiatan ini sebagai bentuk kontribusi nyata dan terobosan penting untuk menunjukkan bahwa masjid mampu mengelola ZISWAF dengan baik dan terpercaya. Aplikasi komputer ini nantinya akan memberikan informasi bagi pengurus (ta’mir) dan jamaah masjid tentang pelaporan keuangan secara umum dan khususnya terkait dengan pengelolaan ZISWAF. Dukungan dan peran serta ta’mir masjid akan sangat membantu keberhasilan kegiatan ini. Semoga Allah SWT memberikan kemudahan dan kelancaran dalam perencanaan dan realisasi kegiatan.

                 

  21    

Dengan Ekonomi Syariah, Buruh Sejahtera dan Pengusaha Tetap Untung Muhammad Sholahuddin, SE, M.Si. [email protected]

Dosen & Direktur Pusat Studi Ekonomi Islam Universitas Muhammadiyah Surakarta Hadirin yang mulia. Tidak hanya tanggal 1 Mei, bahkan hampir setiap bulan di berbagai tempat ada konflik buruh dan pengusaha. Pada umumnya mereka menyuarakan aspirasi dan tiga tuntutan, yaitu penghapusan sistem kontrak alih daya (outsourcing), perbaikan tingkat upah, dan pemberian jaminan sosial kesehatan. Perjuangan nasib buruh ini terjadi di tengah pujian dunia terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Pertumbuhan sekitar 6,5 persen di tengah situasi krisis ekonomi global ini disebut-sebut paling pesat di dunia setelah China. Di AS, presiden dipuji karena membawa Indonesia menuju kekuatan ekonomi baru Asia (New Emerging Economic in Asia). Di Inggris pun tak mau kalah juga memberikan pujian. Ironi tersebut nampaknya menjadi suatu isyarat bahwa pertumbuhan ekonomi kita kurang disertai kesejahteraan yang merata, maknanya tingkat kesenjangan kaya-miskin yang masih tinggi. Analisis Eric Stark Maskin, Born, AS –peraih Nobel Ekonomi 2007– menyatakan bahwa beberapa ekonom dunia percaya bahwa kerja kontrak alih daya dan politik upah murah adalah prasyarat keunggulan dan pertumbuhan ekonomi sebuah negara di era globalisasi. Padahal, hasil observasi Maskin –juga oleh Kaushik Basu, guru besar ekonomi asal Cornell University, New York, AS– menegaskan, justru globalisasi itulah salah satu penyebab ketimpangan kesejahteraan. Terutama di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, karena menaikkan pendapatan rata-rata, tetapi menimbulkan masalah distribusi pendapatan. Terlepas dari perdebatan itu, memang tak mudah memenuhi 3 tuntutan buruh tersebut. Jika semuanya hanya ditanggungkan oleh pihak pengusaha pasti akan muncul masalah baru. Pengusaha akan memasukkan komponen kenaikan upah ke dalam kenaikan biaya produksi. Konsekuensinya harga jual barang akan naik, terjadi inflasi, daya beli masyarakat semakin rendah dan pada gilirannya buruh tetap kesulitan memenuhi kebutuhankebutuhannya bahkan PHK. Lantas, bagaimana solusinya agar buruh sejahtera, namun pengusaha tetap mendapatkan keuntungan? Tulisan ini Insya Allah akan mendiskusikannya dalam perspektif Ekonomi Islam. Jama`ah yang berbahagia Jika dirunut, masalahnya ada pada kekurangtepatan tolok ukur yang digunakan untuk menentukan gaji buruh, yaitu biaya hidup terendah dengan asumsi masih bujang. Jika demikian, biasanya para pengusaha cenderung menetapkan tarip upah buruh pada batas terendah terutama pada buruh baru. Para buruh seakan tidak mendapatkan gaji mereka yang sesungguhnya. Mereka hanya mendapatkan sekadar untuk mempertahankan hidup. Sehingga seakan para pemilik perusahaan mengeksploitasi kaum buruh. Dampak dari eksploitasi inilah yang kemudian memicu lahirnya gagasan tentang perlunya pembatasan waktu kerja, upah buruh, jaminan sosial, dan sebagainya. Ditambah lagi dengan adanya sistem outsourcing yang berlaku sekarang ini adalah bagian dari usaha untuk mengecilkan biaya operasional perusahaan. Tujuannya bisa untuk menaikkan keuntungan, atau meningkatkan daya saing perusahaan. Namun kebijakan ini seringkali berdampak pada kurang mengindahkan hak-hak kaum buruh. Jelas hal tersebut menimbulkan konflik. Sebagai jalan keluar, kontrak kerja direvisi dengan memberikan hak kepada kaum buruh berupa kebebasan berserikat, pemberian dana   22    

pensiun, penghargaan dan sejumlah kompensasi lainnya. Mereka juga diberi hak upah tambahan, libur mingguan, jaminan berobat, dan sebagainya. Meski model kapitalisme yang diterapkan tersebut telah dilakukan sejumlah tambal sulam untuk mereda kemarahan kaum buruh dan menghadapi provokasi kaum sosialis, namun hal itu dalam jangka pendek memberatkan pengusaha dan jangka panjang juga akan berimbas kepada rendahnya daya beli buruh terhadap barang kebutuhan yang semakin mahal. Jama`ah yang berbahagia Menurut Abdullah Fanani al Banjary (2012), semestinya penentuan standar gaji buruh adalah manfaat tenaga/jasa yang diberikan oleh buruh, berdasar mekanisme kesepakatan saling rela antara pekerja dengan pengusaha berdasar permintaan dan penawaran pasar tenaga kerja. Disamping itu semestinya negara tidak boleh campur tangan dalam penentuan gaji. Kesepakatan upah yang sepadan bisa disepakati oleh pekerja dan pengusaha, sehingga tidak perlu ada pematokan UMR. Karena kebijakan UMR yang dipatok pemerintah makin tak mencukupi karena buruh harus membiayi layanan publik seperti kesehatan, pendidikan, listrik, air bersih dan lainnya yang semestinya didapat dengan gratis atau murah dari negara. Semestinya kebutuhan akan jaminan kesehatan dan kebutuhan lain pekerja termasuk jaminan keamanan dan pendidikan dan keahlian khusus bukan menjadi tanggung jawab pengusaha tetapi masuk dalam domain pemerintah sebagai bagian dari tanggungjawabnya. Inilah sa lah satu faktor yang membedakan antara sistem ekonomi Islam dengan sistem ekonomi kapitalis liberal sekuler. Kontrak kerja buruh merupakan merupakan akad yang mengikat, bukan akad suka rela yang bisa dibatalkan sepihak dengan seenaknya. Sehingga jika terjadi sengketa antara buruh dan majikan termasuk dalam menentukan upah, maka badan arbitrase-lah yang membantu menyelesaikannya termasuk dalam kasus menentukan upah yang adil. Badan arbitrase ini dipilih dengan kesepakatan kedua belah pihak. Jika keduanya tidak menemukan kata sepakat, maka negara-lah semestinya yang memilihkan badan arbitrase tersebut untuk mereka, dan negara yang akan memaksa kedua belah pihak ini untuk mengikuti keputusan badan arbitrase tersebut. Mengenai dana pensiun dan berbagai bentuk tunjangan lain sesungguhnya itu semua merupakan bentuk tambal sulam sistem ekononomi Kapitalisme guna mencukupi kebutuhan para buruh. Model asuransi kesehatan tenaga kerja dan dana pensiun hakekatnya telah menghilangkan kewajiban negara untuk memberikan jaminan kepada rakyatnya. Jaminan pendidikan, kesehatan dan keamanan semestinya merupakan kewajiban negara. Jangan sampai tanggung jawab negara ini ditanggung oleh kedua belah pihak yaitu pengusaha dan atau buruh. Misalkan upah buruh Rp 1,5 juta, dalam sistem ekonomi sekarang ini masih dikurangi dengan potongan asuransi pribadi, asuransi 3 anak dan istri serta potongan dana pensiun. Walhasil upah yang dibawa pulang hanya sekitar Rp 1 juta. Disamping itu, upah tersebut dikurangi untuk biaya pendidikan (termasuk beli buku teks) ketiga anaknya, misal: @ Rp 250 ribu. Akhirnya per bulan satu keluarga hanya mendapatkan sisa untuk menyambung hidup sekitar Rp 250 ribu. Tentunya sisa uang tersebut menjadi berat bahkan tidak mencukupi untuk keperluan sekeluarga dalam sebulan. Sedangkan dalam sistem ekonomi Islam, gaji buruh tidak perlu dikurangi untuk asuransi kesehatan sekeluarga, dana pensiun dan biaya pendidikan ketiga anaknya karena negara sudah menanggungnya. Walhasil, dalam model ekonomi Islam upah buruh Rp 1,5 juta utuh tanpa potongan apa pun! Subhanalloh... Jama`ah yang berbahagia Kesimpulannya, ketika fungsi dan peran negara mengikuti arahan kapitalisme liberal maka berbagai solusi yang dilakukan pada dasarnya bukanlah solusi yang sesungguhnya,   23    

tetapi sekadar obat sementara yang seringkali bahkan menimbulkan masalah baru. Sementara penyakitnya sendiri tidak pernah berkurang apalagi sembuh karena sumber penyakitnya memang tidak pernah diselesaikan oleh sistem ini. Sebaliknya ketika semua pihak mengikuti ekonomi syariah, fungsi dan peran negara dapat optimal dan adil sebagaimana paparan tadi maka para pekerja tentu terjamin kesejahteraannya dan pengusaha akan tetap untung. [ ]  

                                              24    

 

Membangun Jaringan Pengusaha Muslim Nugroho Arief Harmawan [email protected] Ketua Umum BPC HIPMI SOLO Kaum Muslimin wal Muslimat yang berbahagia. Sebagai negara yang mengalami bonus demografi yakni populasi anak muda yang melimpah, Indonesia harus memberdayakan generasi mudanya untuk kegiatan produktif terutama bagi perekonomian. Dilema yang dihadapi sekarang adalah bagaimana pemuda menempatkan dirinya dalam pembangunan ekonomi apakah berkontribusi dalam kewirausahaan (entrepreneurship) ataukah justru terbelenggu hanya dalam kebiasaan konsumtif (consumerism). Tidak dipungkiri lagi, bahwa kewirausahaan menjadi bahan perbincangan dikarenakan tidak seimbangnya antara lapangan kerja dengan jumlah tenaga kerjaDalam beberapa tahun ini dalam dunia kewirausahaan melalui satu fase yang cukup menggembirakan. Yaitu tumbuhnya minat menjadi wirausahawan dikalangan anak anak muda. Meskipun secara jumlah, pengusaha atau wirausahawan di Indonesia sampai sat ini belum seperti yang diharapkan sebagaimana idealnya sebuah negara, yaitu lebih dari 2 %. Namun munculnya berbagai komunitas anak muda yang secara spesifik memilih kewirausahaan sebagai kesamaan identitas menjadi pertanda yang menarik ditengah semakin menggilanya gejala konsumerisme dikalangan anak muda di sisi yang lain. Saat ini menjadi pengusaha atau wirausahawan secara perlahan kini telah menjadi sebuah trand, gaya hidup bahkan pilihan berkarir. Meskipun demikian dibandingkan dengan negara-negara lain, perkembangan kewirausahaan di Indonesia masih sangat kurang. Sebagai pembanding, jumlah masyarakat yang menekuni dunia kewirausahaan di Amerika Serikat tercatat mencapai 11 persen dari total jumlah penduduknya, Singapura sebanyak 7 persen, dan Malaysia sebanyak 5 persen. Merujuk data yang dikeluarkan oleh Deputi Menteri Perekonomian bidang Industri dan Perdagangan, saat ini jumlah wirausahawan di Inoesia mencapai angka 700.000 wirausahawan. Dengan demikian diperlukan sekitar 4 juta wirausahawan yang akan turun mengurangi angka pengangguran terbuka menjadi 5 hingga 6 persen targhun ini dari total jumlah penduduk Indonesia. Jama`ah yang berbahagia Yang tidak kalah menarik saat ini adalah munculnya kesadaran yang massif dari umat Islam untuk memilih karir sebagai wirausahawan. Beberapa komunitas wirausahawan yang penulis maksud diatas seringkali di domininasi oleh pengusaha muslim. Kita sebut saja misalnya Indonesia Islamic Business Forum (IIBF) sebuah gerakan yang dimotori Heppy Trenggono yang telah berdiri dibeberapa kota, Jaringan ekonomi yang di dorong Ustadz Yusuf Mansyur, Masyarakat ekonomi Syariah dan masih ada beberapa lagi yang lain. Beberapa komunitas tersebut adalah perkumplan wirausahawan yang tumbuh dengan motor dan spirit Islam untuk memperkuat aspek muamalah masyarakat Muslim indonesia. Beberapa komunitas yang tidak secara langsung memposisikan diri sebagai komunitas Islam namun kita melihat lebih didominasi oleh anak muda Islam. Pertanyaannya adalah, dimana “rumah” komunitas wirausahawan Muslim tersebut berada ? Menurut hemat penulis, kita harus mereposisi masjid unuk menjadi bagian penting untuk pemberdayaan ekonomi ummat dan menjadi rumah bagi tumbuhnya wirausahawan Islam.   25    

Sebagai baitullah (rumah Allah), masjid adalah tempat turunnya Rahmad Allah SWT. Oleh sebab itu masjid dalam pandangan umat muslim adalah tempat paling mulia dan terbaik di permukaan bumi. Sangat perlu untuk umat muslim mereposisi peran sosial masjid. Masjid sebagai lembaga yang tumbuh secara internal, dimanapun akan menjadi simbol persatuan umat Islam. Masjid merupakan tempat ibadah yang tak ubahnya sebagai lembaga yang tumbuh secara alamiah ditengah masyarakat Indonesia, tidak berjarak dan selanjutnya berproses untuk membangun dan memberikan solusi atas permasalahan yang dihadapi oleh masyarakatnya sendiri. Dengan demikian masjid memiliki posisi strategis, termasuk untuk melakukan pendidikan untuk pemuda pemuda Islam. Berdasarkan data yang dihimpun dari Dewan Masjid Indonesia (DMI).Tercatat ada 700 ribu masjid dan mushalla yang tersebar di seluruh penjuruh tanah air. Pertumbuhan pesat jumlah masjid dan mushalla ini bernilai positif karena setidaknya mencerminkan kecenderungan menguatnya kesadaran religius dan semangat keberagamaan di kalangan umat Islam. Secara berbeda kita melihat banyaknya jumlah masjid ini sebagai potensi pembangunan jaringan perekonomian ummat. Namun sayangnya umat Islam sendiri seringkali melihat masjid dengan batasan batasan yang sempit. Masjid sering kali diartikan sebagai tempat ibadah semata. Sehingga aktivitas dimasjid seringkali berkutat pada shalat, zikir dan itikaf. Amalan muamalah lain seringkali tidak dilakukan. Bukannya ada khilafiah dalam memahami fungsi masjid, namun lebih karena aktivitas muamalah umat islam sendiri seringkali berjarak dengan masjid. Beberapa masjid yang cukup maju seringkali menyelenggarakan pendidikan dan layanan sosial di masjid masjid. Survei yang dilakukan oleh Litbang Republika tahun lalu terkait dengan fungsi masjid menunjukkan bahwa 83, 5 persen dari 1.307 responden menyatakan masjid bukan hanya tempat ibadah. Bahkan, sebanyak 84,2 persen responden memandang sangat perlu masjid digunakan sebagai tempat kegiatan non-keagamaan, seperti pusat kebudayaan, ekonomi, sosial dan pendidikan. Namun fakta yang kita temui komunitas komunitas tersebut tidak menjadikan masjid sebagai rumah utamanya. Jama`ah yang berbahagia Dalam essei singkat ini penulis ingin menyampaikan bahwa fenomena tumbuhnya komunitas wirausahawan, terutama wirausahawan muslim, harus dipahami sebagai gejala kebangkitan perekonomian nasional kita. Dan karena itulah jejaring komunitas wirausahawan harus dilakukan untuk memastikan terjadi dinamika yang positif untuk saling bersinergi. Membangun jejaring wirausahawan muslim penting untuk dilakukan untuk memperkuat sinergi dan ukhuwah islamiyah. Untuk itu meningkatkan peran sosial masjid adalah pilar utama untuk membangun jejaring wirausahawan muslim. Terimakasih.            

    26    

Ijarah (Sewa Menyewa) Dzikriya Syukriyana, SE [email protected] Staf Pengajar Pesantren Al-Es’af Jama’ah yang dirahmati Allah SWT. Sewa-menyewa merupakan suatu kegiatan yang lazim kita temui di kehidupan seharihari, seperti sewa-menyewa rumah, kendaraan, dan jasa. Namun sebagai muslim kita harus tahu dan paham bagaimana hukum Islam mengatur kegiatan sewa-menyewa. Dalam Islam sewa-menyewa termasuk dalam akad ijarah. Ijarah berasal dari kata Ajara atau Al-Ajr yang berarti ganti, upah, atau imbalan. Sedangkan menurut istilah, ijarah ialah akad terhadap suatu manfaat dalam jangka waktu tertentu dengan bayaran (imbalan) tertentu. (Lihat Minhajul Muslim Konsep Hidup Ideal dalam Islam/479). Manfaat yang dimaksud dalam sewa-menyewa bisa berupa barang, seperti rumah dan kendaraan, dan berupa jasa (tenaga atau keahlian), seperti jasa tukang jahit dan dokter. Rasulullah SAW. juga pernah melakukan akad ijarah dengan menggembalakan kambing milik orang lain dengan mendapat imbalan tertentu. Dalam sebuah hadits dijelaskan: Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Muhammad Al Makkiy telah menceritakan kepada kami 'Amru bin Yahya dari kakeknya dari Abu Hurairah radliallahu 'anhu dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Tidaklah Allah mengutus seorang Nabi melainkan dia mengembalakan kambing". Para sahabat bertanya: "Termasuk engkau juga?" Maka Beliau menjawab: "Ya, aku pun mengembalakannya dengan upah beberapa qirat (keping dinar) milik penduduk Makkah". (HR. Bukhori [2102]) Rasulullah SAW melarang menyewakan tanah dengan imbalan sebagian hasil panen dan menggantikannya dengan sewa. “Dahulu kami menyewa tanah dengan jalan membayar (upah) dari tanaman yang tumbuh. Lalu Rasulullah melarang kami cara itu dan memerintahkan kami agar membayarnya dengan uang emas atau perak” (HR.Ahmad dan Abu Daud) Hadits serupa juga diriwayatkan dalam Sahih Muslim: “Dari Abdullah bin Saib, dia berkata, "Saya pernah menemui Abdullah bin Ma'qil seraya bertanya kepadanya tentang hukum muzaara'ah?" Abdullah bin Ma'qil menjawab, "Tsabit mengaku bahwasanya Rasulullah melarang praktek muzaara'ah, (mengolah tanah orang lain dengan imbalan dari sebagian hasilnya -ed) tetapi beliau memerintahkan untuk melakukan mu'aajarah. Oleh karena itu Rasulullah pernah bersabda, 'Mu'aajarah tidak dilarang.” Kaum Muslimin wal Muslimat yang di rahmati Allah. Ijarah termasuk dalam akad mu’awadhah atau jual-beli atas manfaat objek sewa. Untuk itu, harus ada kepastian hak milik penuh atas manfaat bagi musta’jir (penyewa) dan kepastian hak milik atas uang sewa atau imbalan. Transaksi ini juga identik dengan jangka waktu sewa, untuk itu jangka waktu juga harus jelas. Selain itu, manfaat dari objek sewa harus diketahui, seperti rumah untuk tempat tinggal, mobil untuk transportasi, dan dokter untuk pelayanan kesehatan. Manfaat yang disewakan merupakan perkara mubah, bukan perkara yang dilarang atau haram, seperti menyewa lahan atau gedung untuk usaha minuman keras dan perjudian atau menyewa seorang wanita untuk digauli. “Telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa'id dari Malik dari Ibnu Syihab dari Abu Bakar bin 'Abdurrahman bin Al Harits bin Hisyam dari Abu Mas'ud Al Anshariy radliallahu 'anhu bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah melarang uang hasil jual beli anjing, mahar seorang pezina dan upah bayaran dukun.” (HR. Bukhori [2121])   27    

Imbalan sewa diberikan setelah terpenuhinya manfaat yang dimaksud atau setelah pekerjaannya selesai, kecuali ada kesepakatan untuk diserahkan saat terjadinya akad. Rasulullah SAW. bersabda: “Pekerja berhak menerima upah setelah ia menyelesaikan pekerjaannya.” (HR. Ahmad [7857], dan didalam sanadnya terdapat prawi yang lemah). Penyewa memiliki tanggung jawab terhadap barang yang disewanya. Apabila terjadi kerusakan yang disebabkan kelalaiannya, maka penyewa harus bertanggung jawab atas kerusakan tersebut. Begitu pula untuk pekerja yang disewa atau dipekerjakan, dia harus bertanggung jawab atas pekerjaan yang dia kerjakan. Rasulullah SAW. bersabda: Barangsiapa yang melakukan pengobatan, padahal ia tidak mengetahui hal pengobatan, maka ia harus bertanggung jawab.” (HR. Abu Daud [4586] dan Ibnu Majah [3488]. Abu Daud berkata: “Kami tidak tau apakah hadits tersebut shahih atau tidak). Jama`ah yang berbahagia Demikianlah Islam mengatur mengenai transaksi ijarah atau sewa-menyewa. Hendaknya ketika kita melakukan transaksi ini, kita bisa memenuhi aturan-aturan tersebut, bertanggung jawab, dan menunaikan hak-haknya. Sehingga kita terhindar dari tindakantindakan dholim. Wallahu `alam.    

                             

  28    

Mudharabah Dzikriya Syukriyana, SE, Dosen Pesantren Al-Es’af dan Asosiasi Bank Syariah Indonesia (ASBISINDO) Surakarta [email protected]

Kaum Muslimin wal Muslimat yang di rahmati Allah SWT. Setiap usaha pasti membutuhkan modal dan keterampilan dalam mengelola usaha tersebut. Namun tidak semua orang bisa memiliki keduanya secara bersamaan. Ada beberapa yang memiliki modal saja dan ada beberapa yang memiliki keterampilan saja, serta ada juga yang memiliki modal dan keterampilan usaha, tapi tidak memiliki kesempatan waktu untuk menjalankan usahanya sendiri. Kondisi seperti inilah yang kemudian memunculkan inisiatif kerjasama usaha (Syirkah) antara pemilik modal dan pengelola usaha. Dalam Islam, kerjasama antara pemilik modal dan pengelola usaha disebut mudharabah. Mudharabah disebut juga qiradh berasal dari kata adh dharbu fil ardhi, yaitu berjalan di muka bumi. Perjalanan yang dimaksud biasanya dalam rangka untuk berdagang atau menjalankan suatu usaha, dan jihad di jalan Allah. Allah SWT berfirman, “ [ ] Allah mengetahui bahwa aka nada diantara kamu orang-orang yang sakit (bermalas-malasan) dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah [ ]” (QS. Al-Muzammil: 20) Pengertian mudharabah dalam Minhajul Muslim adalah seseorang yang menyerahkan modal tertentu kepada orang lain untuk dikelola dalam usaha perdagangan, dimana keuntungan dibagi antara keduanya menurut persyaratan (kesepakatan) yang telah ditentukan. Adapun kerugian ditanggung pemodal, karena pelaksana telah menanggung kerugian tenaganya (pikiran) maka tidak perlu dibebani oleh kerugian lainnya. (Lihat Minhajul Muslim Konsep Hidup Ideal dalam Islam/475). Kerugian dapat dibebankan kepada pelaksana jika ada unsur kelalaian atau kesengajaan dari pelaksana yang menyebabkan kerugian tersebut. Demikian itulah yang lebih adil dalam Islam. Jama’ah yang dirahmati Allah SWT. Akad mudharabah telah ada pada zaman Nabi SAW. seperti yang dijelaskan dalam hadits berikut: “Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma meriwayatkan bahwa Abbas bin Abdul Muthallib (paman Nabi) jika menyerahkan harta sebagai mudharabah, ia mensyaratkan kepada mudharib (pengelola)nya agar tidak mengarungi lautan dan tidak menuruni lembah, serta tidak membeli hewan ternak. Jika persyaratan itu dilanggar, ia (mudharib) harus menanggung resikonya. Ketika persyaratan yang ditetapkan Abbas itu didengar Rasulullah, beliau membenarkannya.” (HR. Al-Baihaqi di dalam As-Sunan Al-Kubra 6/111) Ulama telah sepakat tentang kebolehan akad mudharabah, yang juga telah diperkuat dengan dali-dalil di atas. Kebolehan mudharabah juga diqiyaskan dengan akad Musaqoh, karena kemiripan jenis transaksinya. Musaqoh sendiri adalah seseorang yang menyerahkan kebun (pohon buah)nya kepada orang lain yang sanggup merawat dan mengurusnya dengan upah yang telah ditentukan dari hasil buahnya. Adapun beberapa ketentuan hukum mudharabah meliputi; a) Sumber dan jumlah modal harus diketahui, b) Usaha yang dilaksanakan tidak bertentangan dengan syariat Islam, bukan usaha yang haram, c) Kejelasan dalam pembagian keuntungan antara pemodal dan pelaksana usaha, apabila terjadi perselisihan mengenai pembagian porsi keuntungan, maka yang diambil pendapatnya adalah pemodal dengan memintanya bersumpah atas porsi keuntugan tersebut, d) pelaksana tidak berhak atas keuntungan yang diperoleh, kecuali setelah dipotong modal dan selama akad berlangsung keuntungan tidak dibagikan, kecuali kedua pihak sepakat untuk membaginya.   29    

Dalam kaitannya pelaku akad mudharabah, lebih utamanya dilaksanakan antara sesama muslim. Meskipun secara syariat tidak ada larangan untuk melakukan kerjasama dengan orang kafir selagi tidak melanggar syar’i. Namun untuk kehati-hatian jika kita melakukan akad mudharabah dengan orang kafir, maka yang lebih aman adalah pihak muslim yang menjadi pelaksana. Hal ini untuk mencegah dari kegiatan-kegiatan usaha yang menjerumus kepada riba dan transaksi-transaksi yang dilarang dalam Islam, jika pelaksana itu adalah orang kafir. Jama`ah yang berbahagia Hikmah dan manfaat mudharabah adalah menghubungkan antara pihak-pihak yang memiliki modal namun tidak mampu atau tidak sempat untuk mengelolanya dengan pihakpihak yang memiliki keterampilan usaha namun tidak memiliki modal. Sehingga harta yang dimiliki oleh pemodal tidak mengendap, tapi dapat dikembangkan dan mendatangkan manfaat bagi pemodal, dan masyarakat secara umum. Dengan adanya mudharabah, maka dapat meningkatkan produktivitas ekonomi, menambah suplai kebutuhan, dan mengurangi jumlah pengangguran. Produktivitas ekonomi ummat Islam sangat penting dalam rangka memenuhi kebutuhan-kebutuhan ummat secara mandiri, tidak bergantung pada orang kafir. Imam AlGhazali berpendapat bahwa kegiatan-kegiatan ekonomi sebagai bagian dari kewajiban sosial (fadhu kifayah) ummat Islam, yang jika tidak dipenuhi akan menyebabkan keruntuhan bagi ummat. Mudharabah memiliki manfaat yang besar, namun untuk bisa mengaplikasikan akad ini diperlukan sikap amanah, jujur, dan tanggung jawab dari pemodal dan terutama pihak pelaksana. Tanpa adanya sikap-sikap tersebut sangat sulit akad ini bisa diaplikasikan, kepercayaan pemodal terhadap pelaksana usaha akan sangat rendah. Demikian pemaparan materi mengenai mudharabah. Semoga bisa bermanfaat bagi pembaca dan pendengar sekalian.                                                   30    

Seputar Akad Murabahah di Bank Syariah Ibrahim Fatwa Wijaya, SE, M.Sc (Sekjend MES Surakarta) & ASBISINDO Solo Raya [email protected] Hadirin yang berbahagia, Munculnya bank syariah di berbagai Kota di Indonesia patut kita syukuri. Mengapa? Karena masyarakat muslim maupun non-muslim bisa mendapatkan jasa keuangan bebas riba. Bunga bank yang didapatkan ketika menabung di bank konvensional maupun bunga bank yang dibayarkan ketika meminjam uang di bank konvensional, telah disepakati oleh ulama termasuk riba dan diharamkan. Mengapa Bank Syariah Bebas Riba? Perbankan Syariah menawarkan produk-produk jasa keuangan yang bebas riba karena semua produk-produknya telah mendapatkan persetujuan oleh para Ulama. Ditambah lagi dengan hadirnya dewan pengawas syariah di masing-masing bank. Bahkan produk bank syariah juga diklaim bebas dari hal-hal yang berbau Maisyir (judi) dan Gharar (ketidakjelasan/spekulasi) Salah satu produk bank syariah yang terkenal adalah pembiayaan dengan akad MURABAHAH. Produk ini dijalankan dengan konsep dasar jual-beli dengan skema cicilan/berangsur. Salah satu hal penting yang perlu digarisbawahi dari akad ini adalah transaksi yang dilakukan oleh nasabah dengan bank syariah BUKAN transaksi pinjam meminjam uang, melainkan transaksi jual-beli antara nasabah, sebagai pihak pembeli dan bank, sebagai pihak penjual. Ambil contoh seperti ini, ada seorang nasabah datang ke bank syariah, beliau mengutarakan niatnya untuk membeli kios di sebuah pasar. Berhubung nasabah hanya memiliki sedikit uang, maka nasabah ingin meminta bantuan Bank Syariah untuk dapat membantu nasabah memiliki kios di pasar. Misalnya harga kios di pasar Rp 200 juta dan nasabah hanya memiliki uang 30 juta, maka bank bisa membantu dengan skema sebagai berikut: 1. Bank akan membeli kios di pasar dengan harga Rp 200 juta. Sehingga kios di pasar sekarang menjadi milik bank. 2. Setelah kios menjadi milik bank, maka bank akan menjual kios tersebut ke nasabah. 3. Harga jual kios ke nasabah sudah berubah, tidak Rp 200 juta lagi, melainkan Rp 200 juta ditambah keuntungan yang diinginkan bank, misalnya 40 juta. 4. Nasabah membeli kios ke bank seharga Rp 240 juta. Nasabah menyerahkan uang sebesar 30 juta sebagai uang muka. 5. Sisanya, Rp 210 juta diangsur nasabah selama 10 tahun misalnya. Hadirin yang berbahagia, Dari transaksi diatas, sudah jelas tidak terjadi riba diantaranya keduanya. Bank bertindak sebagai penjual kios dan nasabah menjadi pembeli kios. Bank menjual kios tersebut lebih mahal Rp 40 juta akan tetapi bank bersedia menerima pelunasan pembayaran sampai 10 tahun lamanya. Rp 40 juta tersebut BUKAN riba melainkan keuntungan bank atas hasil jual beli kios dengan nasabah. Inilah praktek yang sesuai dengan ajaran Islam dan jelas-jelas transaksi yang terjadi bukan transaksi pinjam-meminjam. Di dalam Islam, transaksi pinjam-meminjam/hutang tidak diperkenankan menarik bunga. Sedangkan transaksi jual beli diperbolehkan mencari keuntungan. Hadirin yang berbahagia, Ketika kita pergi bank syariah, masyarakat juga akan ditanya terlebih dahulu, kira-kira membutuhkan bantuan uang untuk keperluan apa? Apabila uang yang kita butuhkan akan   31    

digunakan untuk kepentingan bisnis/pribadi yang tidak sesuai dengan ajaran Islam maka bank syariah akan menolaknya. Sehingga, daapt disimpulkan bahwa apabila kita menabung di bank syariah, maka uang kita akan disalurkan pada bisnis-bisnis atau aktivitas-aktivitas ekonomi yang sesuai dengan ajaran Islam. Tidak mungkin uang kita dipakai untuk membiayai bisnis minuman keras, hiburan malam, maupun prostitusi. Oleh karena itu saya mengajak kepada para hadirin semuanya, untuk berhati-hati dalam setiap transaksi pinjam-meminjam uang. Jangan sampai kita terjebak pada bunga yang diharamkan atau riba. Semoga bermanfaat.

  32    

Wirausaha Menurut Islam Dr. Wisnu Untoro, M.S. [email protected]

Ketua Masyarakat Ekonomi Syariah Surakarta Kaum Muslimin wal Muslimat yang berbahagia. Orang yang bekerja mandiri atau sering disebut wirausaha semakin meningkat baik dalam jumlah dan kualitasnya. Pada dasarnya kewirausahaan adalah aspek penting pembangunan ekonomi dalam sejarah bisnis. Wirausaha sering disebut pahlawan ekonomi karena mampu mengubah lingkungan bisnis dan perusahaan. Mereka memainkan peran penting dalam ekonomi nasional maupun global termasuk ekonomi umat Islam. Rasululloh adalah seorang wirausaha dan banyak memberi teladan lewat perilaku usahanya. Demikian juga banyak ayat-ayat Al Qur’an yang dapat diacu dalam menjalankan praktek wirausaha. Wirausaha dan Islam Dalam Islam, anjuran untuk berwirausaha seharusnya tidak dipandang sebagai upaya sekedar untuk hidup melainkan sebagai bentuk peningkatan derajat dan kualitas seperti disebutkan bahwa “Sesungguhnya Allah tidak akan merubah suatu kaum kecuali kaum itu mau merubah dirinya sendiri” (Ar-Ra’d: 11). Wirausaha mendapat tempat yang istimewa dan penting dalam Islam. Rasululloh saw sendiri di samping memberi teladan dalam berwirausaha, beliau juga bersabda: “Nabi Daud as., tidak pernah makan, kecuali hasil usahanya sendiri” (HR. Bukhari). Di samping itu dari Al-Miqdam bin Ma’dikariba ra., dari saw, beliau bersabda: “Seseorang yang makan hasil usahanya sendiri, itu lebih baik. Sesungguhnya Nabi Daud as., makan dari hasil usahanya sendiri” (HR. Bukhari). Islam merupakan agama yang tidak hanya menganjurkan untuk memikirkan akhirat tetapi juga menganjurkan untuk memikirkan dunia seperti ditunjukkan dalam Al Qashash:77: “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan”. Secara eksplisit pula Alloh memerintahkan: “Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung” (Al Jumu’ah: 10). Jama’ah yang dirahmati Allah. Dari kedua ayat terlihat jelas bahwa manusia tidak hanya diperintah memikirkan akhirat tetapi juga dunia. Namun demikian juga harus diperhatikan bahwa dalam menjalankan kenikmatan dan perbuatan di dunia Alloh memberi catatan dalam bentuk peringatan: jangan membuat kerusakan, selalu ingat pada Alloh dan lain sebagainya. Hal tersebut menunjukkan bahwa dalam menjalankan kehidupan dunia, termasuk berwirausaha, manusia harus taat pada peraturan yang telah ditentukan Alloh. “Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu” (Al Baqoroh:208). Dari ayat tersebut menunjukkan bahwa Islam tidak sekuler. Dengan demikian dalam berwirausaha manusia yang sebenarnya adalah urusan duniawi tetapi juga harus dijalankan menurut ketentuan syar’i. Sikap Wirausaha Islam. Ada beberapa ayat Al Qur’an yang membahas baik secara implisit maupun eksplit praktek-praktek wirausaha. Dari beberapa ayat tersebut dapat disarikan sebagai sikap yang harus dimiliki oleh wirausaha Islam. Taqwa   33    

Berwirausaha harus dilandasi taqwa karena segala kegiatan perlu diniatkan sebagai ibadah. “Barangsiapa yang mengerjakan amal-amal saleh, baik laki-laki maupun wanita sedang ia orang yang beriman, maka mereka itu masuk ke dalam surga dan mereka tidak dianiaya walau sedikitpun” (An Nissa:124). “Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan” (An Nahl:97). Dengan niat sebagai ibadah maka imbalan upaya berwirausaha tidak hanya diperoleh di dunia tetapi juga di akhirat. Landasan taqwa menyiratkan bahwa praktek wirausaha harus memikirkan kepentingan orang banyak yang menghindarkan egoisme. Visioner dan Optimis “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan” (Al Hasyr: 18). Ayat ini banyak diartikan sebagai seruan untuk memupuk kebaikan di dunia dalam rangka memperoleh bekal di akhirat. Menurut perspektif manajemen ayat ini menyiratkan perintah untuk memandang jauh ke depan, visioner. Dalam prinsip usaha, suatu usaha dipandang sebagai kegiatan yang berkelanjutan atau jangka panjang. Dengan demikian dibutuhkan wawasan yang luas dan jauh ke depan. Seorang wirausaha Islam harus optimis karena Alloh menjamin untuk senantisa memberikan rezeki kepada umatnya. “Barang siapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan ke luar” (Ath Thalaq:2). “Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barang siapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan) nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan (yang dikehendaki) Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiaptiap sesuatu” (Ath Thalaq:3). “Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan” (Alam Nasyrah:5). Jujur Dalam dunia usaha telah berkembang pandangan yang keliru yang menyatakan bahwa orang berusaha atau berdagang boleh berbohong. Mereka beralasan bahwa untuk untung harus bohong atau tidak jujur. Ini sangat bertentangan dengan hakekat berdagang karena bohong adalah pengkhianatan. “Dan jika kamu khawatir akan (terjadinya) pengkhianatan dari suatu golongan, maka kembalikanlah perjanjian itu kepada mereka dengan cara yang jujur. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berkhianat” (Al Anfal:58). Al Qur’an banyak mengingatkan agar kita jujur khususnya berkaitan dengan takaran atau timbangan (Al Baqoroh:282; Al Anfal:58; Al Annam:152; Al A’raaf:9 dan lain sebagainya) Tertib Administrasi “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu`amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya . . . .” (Al Baqoroh: 282). Ayat tersebut mengingatkan pada kita untuk melakukan pencatatan atau tertib administrasi. Mungkin dalam usaha yang kecil tidak diperlukan tetapi untuk kemajuan dan tumbuh menjadi besar, tertib administrasi atau akuntansi merupakan persyaratan mutlak. Dalam kaitannya ini Alloh telah mengingatkan sejak 16 abad yang lalu jauh sebelum praktek akuntansi diperkenalkan. Disiplin Dunia usaha penuh dengan persaingan baik karena semakin banyaknya pelaku usaha maupun karena semakin berubahnya keadaan ekonomi, teknologi dan keadaan lingkungan lainnya. “Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain” (Alam Nasyrah: 7). Ayat tersebut memerintahkan untuk tidak menunda-nunda kegiatan yang semestinya harus dilaksanakan.   34    

Kebiasaan menunda-nunda menjadikan kita ketinggalan dengan orang lain atau terlibas oleh zaman. Jama’ah yang dirahmati Allah. Wirausaha merupakan kegiatan yang strategis. Pelaku wirausaha Islam perlu didorong peranannya dalam perekonomian nasional dan global. Agar barokah, wirausaha Islam harus bertaqwa, visioner dan optimis, jujur, tertib administrasi dan disiplin.  

   

                                   

Upaya Mengurangi Pengangguran Umat Islam Dr. Lukman Hakim, MSi   35    

[email protected] Universitas Sebelas Maret Kaum Muslimin wal Muslimat yang di rahmati Allah. Pengangguran merupakan masalah yang setiap hari kita lihat di sekitarnya. Istilah lain dari pengangguran adalah tidak berkerja. Bekerja bagi Islam, tidak semata-mata ikhtiar untuk mempertahankan hidup, tetapi lebih dari itu adalah sebuah ibadah. Dalam bingkai ibadah, maka bekerja menjadi sebuah keniscayaan yang harus dilakukan makhluk hidup dalam rangka menjalankan perintah Allah. Mengapa karena, Allah telah menjamin memberikan rizki kepada semua makhluk yang diciptakanNya. “Dan tidak ada satu hewan melatapun di bumi melainkan allah-lah yang memberi rizkinya, dan dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semua tertulis dakam kitab yang nyata (laukhil mahfuzd)” QS. Huud(11) ayat 6 Dalam ayat tersebut Allah telah menjamin rezeki seluruh makhluk yang diciptaknnya, tetapi secara sunnatullah rezeki itu tetap harus dicari oleh manusia. Ibaratnya adalah kita sudah dijatah mendapatkan satu pohon rambutan yang lebat, kita tetap memerlukan usaha untuk mengambilnya. Usaha mengambil itu yang disebut ikhtiar. Jika ikhtiar ini tidak dilakukan maka rizki yang dijanjikan Allah tidak akan menjadi milik kita. Dengan kata lain siapa yang bekerja maka dialah yang mendapat rizki dan siapa yang berpangku tangan akan kehilangan rizki. Jama`ah yang berbahagia Dengan logika seperti di atas, jika bekerja adalah beribadah kepada Allah, maka menganggur adalah sebaliknya. Karena menganggur mendatangkan banyak masalah yang buruk baik untuk keluarga maupun masyarakat di sekitar kita. Menurut Qardhawi (2005) pengangguran dapat di bagi menjadi dua, yaitu pengangguran jabariyah (karena terpaksa) dan pengangguran khiyariyah (karena pilihan). Kedua jenis pengangguran ini mempunyai posisi dan hukumnya masing-masing dalam syari’ah. Pengangguran Jabariyah (karena terpaksa) adalah pengangguran dimana seorang tidak mempunyai hak sedikitpun memilih status ini dan terpaksa menerimanya. Pengangguran seperti ini umumnya terjadi karena seseorang yang tidak mempunyai keterampilan sedikitpun, yang sebenarnya bisa digali dan di pelajari sejak kecil. Sementara pengangguran khiyariyah adalah seseorang yang mempunyai potensi dan kemampuan untuk bekerja tetapi memilih untuk berpangku tangan dan bermalas-malasan sehingga menjadi beban bagi orang lain. Untuk pengangguran jabariyah perlu bantuan pemerintah untuk mengoptimalkan potensi yang mereka miliki dengan bantuan yang mereka butuhkan. Bantuan itu, bukan sekedar uang atau bahan makanan yang cepat habis, melainkan alat-alat yang mereka butuhkan untuk dapat bekerja. Sebaliknya dengan pengangguran khiyariyah, mereka tidak seharusnya mendapat bantuan materi melainkan motivasi agar mereka bisa memfungsikan potensi yang mereka miliki. Jama`ah yang berbahagia Dalam upaya untuk mengurangi pengangguran umat Islam, ada beberapa yang harus dilakukan. Pertama, mendorong generasi muda Umat Islam untuk menuntut ilmu yang tinggi, karena pendidikan menjadi kunci untuk masuk ke dunia kerja. Jika tidak mempunyai biaya pendidikan, maka dapat mencari beasiswa. Kedua, mendorong lahirnya pengusahapengusaha muslim muda dengan melakukan sinergi antara pemerintah, HIPMI, KADIN dan lembaga dakwah seperti NU, Muhammadiyah, MTA, ICMI dan MES untuk melatih jiwa kewirausahaan generasi muda Islam. Ketiga, mengadakan ataupun mengikuti pelatihanpelatinan ketrampilan bagi generasi muda baik disediakan pemerintah maupun pihak lain, sehingga akan menghasilkan generasi muda Islam yang trampil dan siap masuk ke dunia   36    

kerja. Semoga dengan ikhtiar seperti ini, upaya untuk mengurangi pengangguran umat Islam akan cepat tercapai, InsyaAllah.    

                                              37    

Menggapai Berkah dengan Pariwisata Syariah Forum Silaturahim Studi Ekonomi Islam (FoSSEI) Surakarta Jama’ah yang dirahmati Allah SWT. Indonesia merupakan negara muslim terbesar, sayangnya menurut Global Muslim Travel Index 2015, wisatawan muslim yang berkunjung di indonesia masih sangat sedikit, bahakan tertinggal dari negara negara non muslim seperti jerman, cina, hongkong dan lain lain yang mayoritas penduduknya beragama non Islam. Indonesia dianggap terlambat dalam merespons pasar turis dunia dengan konsep wisata syariah. Padahal Indonesia memiliki peluang yang besar.Menurut Elisabeth Oktofani (Khabar Southeast Asia, 28 Maret 2013), wisatawan muslim akan mencari pengalaman liburan yang sesuai dengan nilai-nilai mereka dan Indonesia adalah salah satu tujuan utama para turis untuk menuju pasar global. Artinya adalah wisatawan wisatawan muslim manca negara yang berasal dari negara negara timur tengah ataupun negara muslim lainnya belum menjadikan Indonesia sebagai destinasi utama mereka. Sektor pariwisata sendiri merupakan salah satu sektor yang perkembangannya cukup baik, selain cukup kuat dalam menghadapi krisis, kontribusi sektor secara langsung terhadap PDB sudah mencapai 3,8% dan jika memperhitungkan efek penggandanya, kontribusi pariwisata pada PDB mencapai sekitar 9%. Penyerapan tenaga kerja di sektor ini juga sudah mencapai 10,18 juta orang atau 8,9% dari total jumlah pekerja sehingga merupakan sektor pencipta tenaga kerja terbesar keempat. Konsep pariwisata syariah adalah kegiatan rekreasi yang disertai dengan nilai-nilai Islam. Pariwisata syariah berbeda dengan perjalanan religious (Firmansyah, Dirjen Pengembangan Tujuan Kemenparekraf, 2013). Islam sangat mempengaruhi kultur hidup orang-orang Indonesia, sehingga wacana penerapan pariwisata syariah sangat besar potensinya untuk berkembang dan akan memperoleh dukungan luas baik pemerintah maupun dunia usaha. Salah satunya adalah tersedianya berbagai produk halal yang dapat menunjang pertumbuhan wisata syariah. Hal ini ditandai dengan meningkatnya konsumsi produk halal, seperti bertambahnya jumlah perbankan syariah. Indek kesadaran produk halal yang berkisar 70% pada 2009 meningkat menjadi 92% pada 2010, serta jumlah produk bersetifikat halal naik 100% dalam kurun waktu 2009-2010 Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika (LPPOM-MUI). Jama`ah yang berbahagia Ada lima komponen yang dimasukkan dalam wisata syariah oleh Kementrian Pariwisata & Ekonomi Kreatif (Kemamenparekraf) dan MUI yaitu sektor kuliner, fashion muslim, perhotelan, akomodasi, kosmetik dan haji umrah. Surakarta sendiri merupakan salah satu kota yang memiliki nilai budaya yang cukup menarik untuk mejadi destinasi wisata syariah. Kota surakarta meimiliki dua buah kerajaan serta kawasan batik. Dibidang kuliner surakarta memiliki makanan khas seperti tengkleng, cabuk rambak, timlo solo, nasi liwet dan lain sebaginya yang menggugah selera. Dengan bermodalkan potensi tersebut masyarakat dapat mengambil peluang usaha dengan mendirikan usaha usaha sepeti perjalanan, rumah makan khas solo, dan penginapan tentunya dikemas dengan nilai nilai syariah. Dalam memaksimalkan potensi pariwsata syariah berapa kesulitan dalam mengembangkan wisata syariah, antara lain belum siapnya orang Indonesia dalam menyikapi kehadiran wisata syariah. Biasanya, orang mengatakan bahwa segala sesuatu yang bernuansa syariah hanya berkutat pada permasalahan boleh dan tidak boleh serta halal dan haram. Hal ini dikarenakan masyarakat belum terbiasa terhadap hal-hal seperti itu. Padahal, wisatawan mancanegara biasanya sangat memperhatikan sertifikasi dari tempat mereka membeli makanan atau bahan makanan.   38    

Sejauh ini, Kemenparekraf bersama beberapa pihak terkait sudah meyepakati pedoman wisata syariah, antara lain standar yang harus dipenuhi oleh hotel, restoran, biro perjalanan, pemandu wisata yang sesuai dengan kaidah syariah. Saat ini, pedoman tersebut telah berlangsung cukup efektif di hotel seperti penyediaan alat Sholat, petunjuk arah Sholat, penyediaan makanan bersertifikasi halal, dan lain-lain. Dengan potensi periwisata yang sangat baik, dukungan pemerintah, dan peluang di sektor pariwsiata sendiri. Diharapkan masyarakat dapat mengambil peluang tersebut dan akhirnya dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Wallahu a’lam bis shawaab.

                                        39    

Hindari Gaya Hidup Hedonis Meissy Anrewanda Wanindyatama [email protected] Departemen Akademik & Riset FoSEI FEB Universitas Muhammadiyah Surakarta Kaum Muslimin wal Muslimat yang berbahagia. Para akademisi dan pengamat melihat, sebagian politisi saat ini banyak yang terlalu berlebihan dalam memandang keindahan sehingga terperosok ke dalam lembah hedonisme yakni berlebih-lebihan dalam mencintai keindahan termasuk lawan jenis yang bukan pasangannya yang sah, sehingga mengalami penyimpangan. Pengamat sosial dan dosen UIN Jakarta Nanang Tahqiq (2014) berpendapat bahwa kecenderungan kepada kepicikan, kenikmatan hedonis dan nafsu pada kemewahan adalah fakta menguatnya hedonisme di kalangan politisi kita. Mereka emoh hidup sederhana, dan justru gemar mengumbar kemewahan. Hasrat menikmati pornografi, membangun gedung DPR yang megah dan boros adalah hedonisme politisi demi kepentingan sesaat. Gaya hidup hedonis adalah suatu pola hidup yang hanya mencari kesenangan seperti, banyak menghabiskan waktu diluar rumah, lebih banyak bermain, senang membeli barangbarang yang berharga mahal atau singkatnya mereka yang mendedikasikan hidupnya hanya untuk Fun, Food, and Fashion. Perilaku hedonisme saat ini sudah sangat melekat pada sebagian masyarakat Indonesia terutama masyarakat yang tinggal dikota-kota besar. Dimana perilaku hidup seperti ini bersifat negatif karena hanya mementingkan kenikmatan, kesenangan dan kepuasaan yang semuanya bersifat duniawi. Sementara hedonisme politik adalah praktik menguras habis, memanfaatkan, memanipulasi, dan mencampakkan kepatutan, hanya demi mencapai ekstase (kesenangan) tanpa batas dengan kekuasaan yang dimilikinya. Jama’ah yang dirahmati Allah. Budaya hedonisme telah mendorong banyak orang memiliki suatu barang atau mencari kepuasaan dimana suatu barang dan kepuasaan tersebut bukanlah keperluan utama dalam kehidupan. Selain itu budaya hedonisme hanyalah membuat kesenagan individu, dalam mengahadapi budaya hedonisme yang sangat banya membawa efek atau pengaruh negatif dalam kehidupan bermasyarakat. Manusiawi memang tatkala manusia hidup untuk mencari kesenangan, karena sifat dasar manusia adalah ingin selalu bermain ( homo ludens-makhluk bermain ) dan bermain adalah hal hakiki yang senantiasa dilakukan untuk memperoleh kesenangan. Akan tetapi bukan berarti kita bisa dengan bebas dan brutal mendapatkan kesenangan, hingga menghalalkan berbagai cara demi memperoleh kesenangan. Diantara dampak dari budaya hedonisme dapat dilihat dari berita-berita criminal tiap hari makin bertambah seperti kasus prostitusi, penjualan narkoba, pedofilia, dan masih banyak lagi. Hal-hal ini terjadi untuk memenuhi materi yang dirasa tidak pernah cukup karena kurang pandai bersyukur, materi yang digunakan untuk mengikuti Trend Life Style yang sama sekali tidak ada manfaat jangka panjang. Senyatanya konspirasi hedonisme itu bisa dirasakan. Konspirasi itu setidaknya dijalankan melalui: Pertama, pada tingkat falsafah dan pemikiran dilakukan dengan menanamkan paham sekularisme, liberalisme dan hedonisme. Sejatinya budaya bebas itu berpangkal dari ketiga paham tersebut. Sekularisme adalah ide dasar yang mengesampingkan peran agama dari pengaturan kehidupan. Sekularisme menuntun manusia untuk menempatkan agama hanya pada ranah individu dan wilayah spiritual saja. Sekularisme itu ‘mengharamkan’ agama ikut andil dalam mengatur kehidupan. Sekularisme mengajaran bahwa manusia bebas mengatur hidupnya tanpa campur tangan Tuhan.   40    

Inti dari paham liberalisme, yakni paham yang menanamkan keyakinan bahwa manusia bebas mengelola hidupnya. Paham liberalisme ini mengagungkan kebebasan individu, baik dalam berpendapat, berperilaku, beragama maupun dalam kepemilikan. Adapun paham hedonisme mengajarkan manusia untuk mengejar kenikmatan materi dan jasadi serta melakukan apa saja yang bisa mendatangkan kenikmatan itu, termasuk kesenangan yang lahir dari hubungan seks. Dengan paham ini manusia didorong untuk mengejar kenikmatan dengan jalan bersenang-senang, termasuk di dalamnya bersenangsenang dengan melakukan seks bebas, berpesta demi mendapatkan kenikmatan dari lezatnya makanan dan bisa merasa senang dengan jalan selalu tampil gaya dan modis. Paham hedonisme itu mengajarkan, agar manusia bisa mendapatkan kenikmatan itu, manusia harus dibebaskan untuk meraih dan mengeskpresikannya serta tidak boleh dikekang. Jama’ah yang dirahmati Allah. Semua paham itu tidak akan bisa berkembang kecuali dalam sistem demokrasi dan di tengah-tengah masyarakat yang demokratis. Paham-paham itu berjalan seiring dengan proses demokratisasi yang begitu gencar dilancarkan di berbagai negara termasuk Indonesia. Kedua, liberalisasi budaya itu dikemas dalam berbagai program secara internasional yang dikawal oleh PBB dan lembaga-lembaga internasional. PBB mengeluarkan berbagai konvensi dan kesepakatan internasional terkait dengan isu HAM, kesetaraan gender, dan lain-lain, semisal Konvensi tentang Penghapusan Kekerasan Terhadap Perempuan (CEDAW), kesepakatan Konferensi Kependudukan (ICPD), MDGs, BPFA dll yang spiritnya sama-sama menuntut kebebasan dan kesetaraan laki-laki dan perempuan. Kemudian negara-negara Dunia Ketiga (termasuk negeri-negeri Muslim) diharuskan (dipaksa) meratifikasi semua itu. Lahirlah berbagai UU yang melegalkan kebebasan. Selanjutnya semua itu dijalankan melalui serangkaian aksi dan program secara nasional baik oleh LSM-LSM maupun oleh pemerintah sendiri. Misal, program kesetaraan gender yang bahkan menjangkau tingkat kelurahan. Ada pula program kampanye dan pendidikan kesehatan reproduksi remaja (KRR) yang sejatinya mengkampanyekan seks bebas asal aman; program kondomiasasi; dan program harm reduction dalam bentuk substitusi dan pembagian jarum suntik steril; dan yang lainnya. Program-program itu dikemas dalam berbagai bentuk baik seminar, talkshow, pelatihan, pembentukan buzz group, konsultasi, pendampingan, dsb; menggunakan berbagai sarana; serta melibatkan mulai kalangan birokrat hingga remaja dan kampanye melalui berbagai media massa. Celakanya, paham hedonisme ditanamkan melalui media massa cetak, radio dan televisi melalui program-program yang lebih bernuansa pesta, musik, fesyen dan hiburan. Dalam semua itu terlihat secara kasatmata bahwa banyak sekali program yang merupakan kopian dari program-program yang sama di Barat. Lalu bagaimana dengan nasib bangsa ini ke depannya jika para politisinya mengidap penyakit hedon? Bukankah jika para politisi mengidap penyakit hedonis ini menyebabkan berbagai perundang-undangan dapat diperjualbelikan? Akhirnya rakyat jelata yang terkena dampaknya. Paham hedonisme itu buah dari diterapkannya sistem sekular dengan sistem Kapitalismenya yang mengagungkan ide kebebasan (liberalisme). Karena itu, sudah selayaknya kita mencabut ideologi dan sistem sekular seperti saat ini yang telah menumbuhkan budaya liberal dan hedon yang secara nyata nyata menimbulkan banyak persoalan kemanusiaan dan kerusakan atas umat manusia. Sebagai gantinya, sekaligus untuk memperbaiki dan menyelamatkan generasi serta mengembalikannya menjadi rakyat Indonesia yang luhur dan berbudi pekerti mulia, sudah saatnya kita kembali pada tatanan kehidupan yang didasarkan padaaturan Ilahi. Sebab, hanya dengan jalan inilah dengan serangkaian sistemnya merupakan satu-satunya solusi bagi seluruh problem dan persoalan hidup manusia.   41    

Shiyam Romadhon Pendidikan Pengendalian Diri KH. Wahyudin Pondok Al-Muk’min Surakarta Kaum Muslimin wal Muslimat yang di rahmati Allah. Setiap romadhon tiba, rasulullah Saw dan para sahabat selalu menyambut dengan ungkapan “marhaban yaa muthohhir”, ‘Kami Sambut kedatangan bulan pembersih’- lalu rasulullah menegaskan Romadhon datang, bulan penuh berkah. Allah turunkan rahmat dan menghapus dosa dan do’a terkabulkan. Untuk itu perlihatkanlah kepada Allah amal kebajikan dari diri – dirimu. Karena celakalah orang yang dijauhkan dari rahmat Allah. Ada 4 faktor yang harus dibersihkan: 1. Membersihkan aqidah atau tauhid dari unsur syirik besar maupun kecil 2. Membersihkan ibadah dari niat tidak ikhlash dan cara ibadah yang tidak sesuai dengan tuntunan Rasul 3. Membersihkan akhlaq dari sifat - sifat tercela dengan melatih dan membiasakan sifat – sifat mulia dan terpuji 4. Membersihkan dosa dengan menghindari maksiat, beristighfar dan bertaubat serta menutupinya dengan amal kebaikan Setiap manusia memiliki potensi untuk melakukan perbuatan tercela (buruk). Berdasarkan kalamullah dalam surat Asy-Syams: 7 – 10, ‫َﺎﺏب َﻣ ْﻦ َﺩدﺳﱠﺎﻫﮬﮪھَﺎ‬ َ ‫ﺲ َﻭو َﻣﺎ َﺳﻮﱠﺍاﻫﮬﮪھَﺎ * ﻓَﺄ َ ْﻟﻬﮭَ َﻤﻬﮭَﺎ ﻓُﺠُﻮ َﺭرﻫﮬﮪھَﺎ َﻭوﺗَ ْﻘ َﻮﺍاﻫﮬﮪھَﺎ * ﻗَ ْﺪ ﺃأَ ْﻓﻠَ َﺢ َﻣ ْﻦ َﺯز ﱠﻛﺎﻫﮬﮪھَﺎ * َﻭوﻗَ ْﺪ ﺧ‬ ٍ ‫َﻭوﻧَ ْﻔ‬ “Demi jiwa serta penyempurnaan (ciptaan)nya, maka Dia mengilhamkan kepadanya (jalan) kejahatan dan ketakwaannya, sungguh beruntung orang yang menyucikannya (jiwa itu), dan sungguh rugi orang yang mengotorinya.” Dan juga dalam surat Yusuf: 53, “Sesungguhnya hawa nafsu itu selalu mendorong kepada kejahatan, kecuali (nafsu) yang diberi rahmat oleh Rabb-ku.” Jama’ah yang dirahmati Allah SWT. Ketika seseorang melaksanakan shiyam dengan menahan diri untuk tidak makan, minum dan berjimak adalah langkah awal untuk mengendalikan diri dari hal – hal buruk dan tercela. Karena bukan saja yang haram, akan tetapi yang halal pun yang biasa dilakukan sehari – hari dilatih untuk ditinggalkan yaitu syahwat perut dan bawah perut. Dari Abu Hazim dari Sahl bin Sa'd, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: (Bukhori : 5993) َ‫َﻣ ْﻦ ﻳﯾَﻀْ َﻤ ْﻦ ﻟِﻲ َﻣﺎ ﺑَ ْﻴﯿﻦَ ﻟَﺤْ ﻴﯿَ ْﻴﯿ ِﻪﮫ َﻭو َﻣﺎ ﺑَ ْﻴﯿﻦَ ِﺭرﺟْ ﻠَ ْﻴﯿ ِﻪﮫ ﺃأَﺿْ َﻤ ْﻦ ﻟَﻪﮫُ ﺍا ْﻟ َﺠﻨﱠﺔ‬ "Barangsiapa dapat menjamin bagiku sesuatu yang berada di antara jenggotnya (mulut) dan di antara kedua kakinya (kemaluan), maka aku akan menjamin baginya surga." Dari Abu Hurairah radliallahu 'anhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: ‫َﻣ ْﻦ ﻟَ ْﻢ ﻳﯾَ َﺪ ْﻉع ﻗَﻮْ َﻝل ﱡ‬ (Bukhori : 1770) ُ‫ْﺲ ِ ﱠ;ِ َﺣﺎ َﺟﺔٌ ﻓِﻲ ﺃأَ ْﻥن ﻳﯾَ َﺪ َﻉع ﻁطَ َﻌﺎ َﻣﻪﮫُ َﻭو َﺷ َﺮﺍاﺑَﻪﮫ‬ َ ‫ﻭوﺭر َﻭوﺍا ْﻟ َﻌ َﻤ َﻞ ﺑِ ِﻪﮫ ﻓَﻠَﻴﯿ‬ ِ ‫ﺍاﻟﺰ‬ “Barangsiapa yang tidak meninggalkan ucapan keji dan berbuat keji, Allah tidak butuh orang itu meninggalkan makan dan minumnya”. Dari Abu Hurairah radliallahu 'anhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: ُ ‫ﺻﻴﯿَﺎ ِﻣ ِﻪﮫ ﺇإِ ﱠﻻ ﺍا ْﻟﺠُﻮ‬ ‫ْﺲ ﻟَﻪﮫُ ِﻣ ْﻦ ﻗِﻴﯿَﺎ ِﻣ ِﻪﮫ ﺇإِ ﱠﻻ ﺍاﻟ ﱠﺴﻬﮭَ ُﺮ‬ َ ‫ﻉع َﻭوﺭرُﺏبﱠ ﻗَﺎﺋِ ٍﻢ ﻟَﻴﯿ‬ َ ‫ﺻﺎﺋِ ٍﻢ ﻟَﻴﯿ‬ َ ‫ﺭرُﺏبﱠ‬ ِ ‫ْﺲ ﻟَﻪﮫُ ِﻣ ْﻦ‬ "Berapa banyak orang yang berpuasa tetapi ia tidak memdapatkan apa-apa dari puasanya kecuali rasa lapar, dan berapa banyak orang yang shalat (tarawih/malam) yang tidak mendapatkan apa-apa dari shalatnya melainkan hanya begadang." (H.R Ibnu Majah: 1380-1714) Jama’ah yang dirahmati Allah SWT. Perilaku boros untuk membelanjakan hartanya guna memenuhi selera makan yang berlebih maupun pakaian, baik pada saat shiyam maupun sesudahnya adalah perwatakan dan sifat – sifat buruk yang bertentangan dengan tujuan diwajibkan shoum, yaitu agar supaya kamu sekalian menjadi orang bertakwa.   42    

Shiyam romadhon diakhiri dengan zakat fithroh. ْ ِ‫َﺯزﻛَﺎﺓةَ ْﺍاﻟﻔ‬ (Abu Daud: 1609) ‫ﻴﯿﻦ‬ ِ َ‫ﻄ ِﺮ ﻁطُ ْﻬﮭ َﺮﺓةً ﻟِﻠﺼﱠﺎﺋِ ِﻢ ِﻣ ْﻦ ﺍاﻟﻠﱠ ْﻐ ِﻮ َﻭوﺍاﻟ ﱠﺮﻓ‬ ِ ‫ﺚ َﻭوﻁطُ ْﻌ َﻤﺔً ﻟِ ْﻠ َﻤ َﺴﺎ ِﻛ‬ Dari Ibnu Abbas radliallahu 'anhu, dia berkata, Rasulullah SAW telah mewajibkan ‘zakat fitrah untuk mensucikan orang yang berpuasa dari hal-hal dan perbuatan yang siasia dan perkataan buruk (ketika berpuasa), serta untuk memberi makan orang-orang miskin.’ Shodaqoh fithroh adalah untuk membersihkan orang yang shiyam dari ucapan dan perbuatan buruk sekaligus untuk berbagi makanan bagi fakir miskin, ibadah mahdhoh dan ibadah sosial untuk berempati kepada orang – orang tidak punya agar bersenang – senang dalam hal – hal yang baik.

  43    

Perkembangan Halal Food di Berbagai Negara Prof. Dr. Bambang Setiaji [email protected]   Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia Jama’ah yang dirahmati Allah SWT. Di samping perbankan Islam (IB) industri yang berkembang pesat di berbagai negara adalah halal food. Penulis bersyukur sekali sudah ditugaskan mengunjungi berbagai negara Eropa, Amerika, Asia, dan pernah tinggal sementara di Australia, beberapa negara Islam seperti Saudi, Jordan, Turki, Malysia dan diberi kesempataan berkunjung ke berbagai daerah di Indonesia dari Aceh sampai Papua. Sebagai Muslim kita terikat oleh halal food dan itu merupakan kebutuhan harian kita. Masalah makanan tidak sederhana, makanan merupakan industri dengan volume triliuanan dan merupakan bisnis raksasa. Halal food menjadi perhatian kita baik saat kita berkunjung ke berbagai daerah dan ke berbagai negara. Tetapi halal food ternyata juga menjadi perhatian kita sehari-hari, bahan-bahan yang kita beli sehari-hari di warung dan di toko sangat rawan disusupi haram food. Di Eropa, Australia, dan Amerika sembelihan bahan pangan yang disajikan di restoran tidak jelas apakah berasal dari pejagalan yang halal dan baik tata cara dan doanya. Negaranegara ini boleh dikategorikan negara ahli kitab (Nasrani dan Yahudi) di mana beberapa ulama berbeda pendapat mengenai kebolehan dalam Al Qur’an memakan sembelihan mereka berlaku atau tidak. Yusuf Qardawi misalnya membolehkan. Dari segi bahan, ambil contoh “daging ayam”, bila kita bandingkan negara kita dan berbagai negara Eropa tersebut, negara Eropa lebih aman. Dengan standar kesehatan dan pengawasan yang lebih baik daging ayam berasal dari ayam yang sehat. Di negara kita, bangkai ayam masih diperjual belikan, beberpa persen dari makanan di warung-warung mungkin bercampur antara yang halal dan haram berasal dari bangkai. Jama’ah yang dirahmati Allah. Dari segi doa dan tata cara sembelihan mungkin kita lebih mantab di Indonesia, akan tetapi dari segi hakekat, di Eropa, Australia, dan Amerika lebih mantab karena pengawasan yang menjamin ayam yang bukan bangkai. Di Indonesia adanya bangkai ayam hakekatnya haram, dan tidak ada perselisihan pendapat ulama. Di tiga benua yang kami sebut di atas hakekat barangnya halal, sedangkan doa dan tata caranya ulama berbeda pendapat. Hal ini adalah sangat ironis, bahwa hasil akhirnya, daging ayam di Eropa, Amerika dan Australia mungkin lebih dekat kepada Islam daripada daging ayam di Indonesia. Di tiga benua tersebut memang selalu ada “butcher” yang khusus menyajikan halal food yang bahannya bukan bangkai dan tata caranya Islami. Walaupun begitu untuk pendatang baru yang tinggal beberapa hari mungkin tidak mudah menemukan ‘butcher” tersebut. Bagi yang tidak memasak karena hanya tinggal beberapa hari, restoran halal yang tentu dicari. Hampir di setiap kota di dunia terdapat restoran halal. Di tiga benua yang disebutkan di atas restoran yang menulis lebih meyakinkan daripada misalnya di China dan Thailand, bahkan Malaysia dan Singapura. Di tiga benua tersebut masyaraakatnya terbuka dan jujur. Kejujurannya melebihi yang ditemukan di dunia muslim. Apabila mereka menulis halal food tentu lebih dapat dipertanggung jawabkan. Di China khusunya Beijing dan sekitarnya banyak sekali restoran halal, akan tetapi mungkin banyak yang hanya bertujuan bisnis. Penulis pernah menemukan di restoran halal kaligrafi dipasang terbalik dan tidak ada tempat berwudhu. Sifat bangsa Asia yang kurang jujur dalam berbisnis menjadi sebab hal seperti itu. Hal tersebut disebabkan oleh lemahnyaa pengawasan di Indoneisa, dimana pelaku bisnis di Indonesiaa memilki ketaatan kepada hukum dan peraturan sangat rendah dan pengawasnya juga mudah diperdaya dibanding kedua hal itu dalam masyarakat di tiga benua   44    

tersebut. Dengan pengawasan yang rendah, ekonomi yang mendesak, takut rugi, penduduk yang berjejal, situasi yang tidak tenang, menjadi sebab itu semua terjadi di negara kita. Jama`ah yang berbahagia Upaya Majelis Ulama untuk mensertifikasi halal food menjadi harapan baru kita semua agar keluar dari masalah ini, namun karena kendala waktu, tenaga, dan biaya, banyak warung-warung kecil dan tempat sembelihan kecil tidak melaksanakan sertifikassi MUI. Pengawasan pribadi melalui dakwah penyadaran masih sangat utama ditujukan kepada pelaku usaha. Pengawasan dari masyarakat masih rendah, karena banyak yang tidak peduli mengenai hal ini. Jejaring sosial bisa membantu hal ini, misalnya dengan menjadi referensi rumah makan yang menyajikan halal food dan menginformasikan kemungkinan menyajikan haram food atau meragukan. Jejaring sosial melalui facebook, twitter, dan akhir-akhir ini whatsapps, sangat luas pengaruhnya, dan di masa depan merupakan pressure group yang makin penting. Hal ini untuk mengatasi terlalu sedikitnya sertifikasi halal food yang dilakukan oleh MUI. Sertifikasi MUI untuk masuknya impor daging menjadi pendorong dakwah halal food di negeri asal khususnya Amerika, Australia, New Zeland. Di berbagai Negara, hal ini sudah diciptakan pejagalan halal. Nilai impor daging ini diperkirakan 68 triliun rupiah per tahun. Angka ini akan terus meningkat seiring dengan kemajuan ekonomi rakyat di masa depan. Demikianlah perkembangan halal food yang merupakan salah satu aspek dari ekonomi Islam. Semoga bermanfaat.                                                      

  45    

Zakat dan Kemiskinan Dzikriya Syukriyana, SE [email protected] Dosen STIE Swasta Mandiri Surakarta Kaum Muslimin wal Muslimat yang di rahmati Allah. Zakat merupakan salah satu dari lima pilar dalam Islam, yang apabila tidak kita tunaikan maka Islam tidak bisa tegak dengan baik atau bahkan hancur. Untuk itu, Abu Bakar Ash-Shidiq pernah memerangi orang-orang yang mengingkari kewajiban zakat. Allah SWT. berfirman dalam At-Taubah 103, ‫ﻚ َﺳﻜ ٌَﻦ ﻟَﻬﮭُ ْﻢ َﻭو ﱠ‬ ‫ﷲُ َﺳ ِﻤﻴﯿ ٌﻊ َﻋﻠِﻴﯿ ٌﻢ‬ َ َ‫ﺻ َﻼﺗ‬ َ ‫ﺻﻞﱢ َﻋﻠَ ْﻴﯿ ِﻬﮭ ْﻢ ﺇإِ ﱠﻥن‬ َ ‫ﺻ َﺪﻗَﺔً ﺗُﻄَﻬﮭﱢ ُﺮﻫﮬﮪھُ ْﻢ َﻭوﺗُ َﺰ ﱢﻛﻴﯿ ِﻬﮭ ْﻢ ﺑِﻬﮭَﺎ َﻭو‬ َ ‫ُﺧ ْﺬ ِﻣ ْﻦ ﺃأَ ْﻣ َﻮﺍاﻟِ ِﻬﮭ ْﻢ‬ “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” Ayat tersebut menjelaskan kepada kita tentang kewajiban zakat, dan Rasulullah SAW. juga bersabda, “[ ] Allah telah mewajibkan atas mereka zakat dari harta mereka yang diambil dari orang-orang kaya mereka dan diberikan kepada orang-orang faqir mereka.” (HR. Bukhori) Zakat merupakan kewajiban bagi muslim, dan tujuan membayar zakat adalah untuk membantu orang-orang miskin. Hadits di atas menunjukan bahwa zakat merupakan potensi kewilayahan, dimana yang paling berhak menerima zakat adalah orang-orang miskin di sekitar wilayah, dimana zakat itu diambil. Jadi pembagian zakat kepada penerima zakat (mustahik) dimulai dari pintu terdekat dimana zakat itu diambil. Jika ada sisanya, barulah dibagikan kepada mustahik yang tinggal di wilayah tetangganya. Menunaikan zakat akan memperbaiki dua hubungan sekaligus, yaitu hubungan manusia dengan Allah SWT (sebagai bentuk ibadah), dan hubungan sesama manusia (sebagai bentuk muamalah). Inilah yang menjadi keistimewaan zakat dibanding dengan ibadah-ibadah lainnya yang termasuk dalam rukun Islam. Yusuf Qardhawi dalam Hukum Zakat menjelaskan pengertian zakat dilihat dari segi bahasa, kata zakat merupakan kata dasar (masdar) dari zaka yang berarti berkah, tumbuh, bersih, dan baik. Sesuatu itu zaka, berarti tumbuh dan berkembang, dan seseorang itu zaka, berarti orang itu baik. Sedangkan arti zakat secara komprehensif adalah sebuah upaya dari diri manusia yang telah berkeyakinan bahwa tiada Tuhan yang berhak disembah selain Allah dan dia telah tunduk, bersujud kepada Allah SWT untuk menyucikan jiwanya dari kecenderungan hati terhadap materi duniawi dengan cara membayarkan sebagian hartanya yang telah memenuhi ketentuan zakat kepada Allah. Hal ini dilakukan untuk menumbuhkan keimanan yang lebih mendalam dan mengembangkannya dalam wujud perbaikan akhlak dan ketaqwaan kepada Allah SWT. Menyucikan jiwa dari kecenderungan hati terhadap materi duniawi yang dimaksud adalah menghilangkan ketergantungan tehadap harta benda maupun kekuasaan yang dapat mendorong manusia untuk berbuat syirik kepada Allah SWT dengan sifat ria dan sombong. Dengan demikian, seorang muslim yang telah menunaikan zakatnya dengan baik akan memiliki keyakinan bahwa hakikat harta benda dan segala daya dan kuasa yang kita miliki adalah dari Allah SWT dan akan kembali kepadaNya dengan pertanggungjawaban kita. Jama’ah yang dirahmati Allah SWT. Zakat merupakan upaya untuk pemerataan distribusi kekayaan sehingga tidak berputar di kalangan tertentu saja. Dengan zakat akan meningkatkan daya beli fakir-miskin sehingga mereka dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Daya beli meningkat, berarti permintaan terhadap suplai barang dan jasa meningkat. Untuk memenuhi permintaan tersebut, produsen atau pengusaha harus meningkatkan produksinya sehingga pengusaha-pengusaha pun akan   46    

diuntungkan dengan zakat tersebut.Notabene para pengusaha adalah orang yang membayar zakat (muzakki). Zakat mendorong produktivitas masyarakat, baik yang kaya (muzakki) dan yang miskin (mustahik). Dengan meningkatnya produktivitas berarti membuka peluang usaha dan lapangan pekerjaan. Dengan demikian, membuka kesempatan orang-orang yang menganggur mendapat pekerjaan. Sehingga benarlah, bahwa secara logis zakat adalah menumbuhkan dan mengembangkan perekonomian, dan lebih daripada itu zakat menumbuhkan dan mengembangkan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT. Kita sering mendengar sejarah masa Rasulullah dan para sahabat tentang bagaimana zakat dapat membantu masyarakat miskin dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, dan puncak kesuksesan zakat dalam menciptakan kemakmuran ummat sehingga tidak ditemukan lagi seorang pun yang mau menerima zakat. Puncak kejayaan zakat pernah diraih pada masa kepemimpinan Umar bin Abdul Aziz. Ummat Islam hidup dalam kecukupan, tanpa adanya pengangguran, kemiskinan, dan kelaparan. Jama’ah yang berbahagia Demikianlah beberapa manfaat diwajibkannya zakat, yaitu untuk menegakan agama dan perekonomian ummat. Untuk itu, janganlah sekali-kali mengingkari kewajiban zakat. Rasulullah SAW bersabda, Telah menceritakan kepada kami 'Ali bin 'Abdullah telah menceritakan kepada kami Hasyim bin Aal Qasim telah menceritakan kepada kami 'Abdurrahman bin 'Abdullah bin Dinar dari bapaknya dari Abu Shalih As-Saman dari Abu Hurairah radliallahu 'anhu berkata,: Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam telah bersabda: "Barangsiapa yang Allah berikan harta namun tidak mengeluarkan zakatnya maka pada hari qiyamat hartanya itu akan berubah wujud menjadi seekor ular jantan yang bertanduk dan memiliki dua taring lalu melilit orang itu pada hari qiyamat lalu ular itu memakannya dengan kedua rahangnya, yaitu dengan mulutnya seraya berkata,: 'Aku inilah hartamu, akulah harta simpananmu". Kemudian Beliau membaca firman Allah subhanahu wata'ala QS Alu 'Imran ayat 180 yang artinya "(Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karuniaNya menyangka, ……"). (HR. Bukhori [1315]) Barangsiapa yang memiliki harta dan telah memenuhi kadar zakat, maka segeralah untuk menunaikan kewajiban zakatnya. Sesungguhnya zakat tidak akan mengurangi harta, sebagaimana Firman Allah SWT. “Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipatgandakannya.” (QS. Ar-Ruum: 39) Allah telah menjanjikan kepada hambanya yang menunaikan zakat dengan melipatgandakan, baik pahala maupun hartanya. Menunaikan zakat berarti menyerahkan pengurusan hartanya kepada Allah SWT. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW., Rasulullah bersabda, “Tidaklah seorang hamba memperbaiki sedekah dan zakatnya melainkan Allah akan memperbaiki pengurusan terhadap harta yang telah ditinggalkannya.” Sebaik-baiknya pengurusan harta adalah menyerahkan pengurusan hartanya kepada Allah SWT. Wallahu a’lam bis shawaab.

  47    

Membudayakan Kejujuran dalam Berbisnis. BPRS Central Syariah Utama Surakarta Jama`ah yang berbahagia Allah berkalam:

‫ﻳﯾَﺎﺃأَﻳﯾﱡ َﻬﮭﺎ ﺍاﻟﱠ ِﺬﻳﯾﻦَ ﺁآ َﻣﻨُﻮﺍا ﺍاﺗﱠﻘُﻮﺍا ﱠ‬ َ‫ﺼﺎ ِﺩدﻗِﻴﯿﻦ‬ ‫ﷲَ َﻭو ُﻛﻮﻧُﻮﺍا َﻣ َﻊ ﺍاﻟ ﱠ‬

Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar” (QS.al-Taubah:119). Dalam ayat tadi, Allah memerintahkan kepada orang yang beriman untuk bertaqwa dan bersama orang-orang yang sidik. Makna sidik dalam bahasa kita dimaknai jujur dapat diperca adalah lawan kata dari kata kidzb yang berarti kebohongan. Perkataan bisa dikatakan benar atau jujur apabila sesuai kenyatanan yang terjadi. Dan dikatakan bohong apabila perkataan tersebut tidak sesuai dengan rialita yang terjadi. Begitu pula dengan kenyakinan dan prilaku seseorang. Untuk itu antara kejujuran dan kebohongan tidak mungkin bersatu dalam suatu obyek. Karena apabila terjadi akan menjelma menjadi sebuah kemunafikan. Yaitu prilaku yang dhahirnya terlihat jujur, namun batinnya dipenuhi dengan kebohongan. Dalam hadits Rasulullah saw. di jelaskan bahwa, “Tanda orang munafik itu tiga walupun ia puasa dan salat serta mengaku dirinya muslim. Yaitu jika ia berbicara ia berdusata jika berjanji ia menyalahi dan jika dipercaya ia khianat.”(HR. Muslim). Sayyid al-Thantawi (2061), ketika mengomentari ayat diatas (QS. 9:119) menjelaskan bahwa, kebenaran atau kejujuran itu meliputi segala aspek kehidupan, baik dalam niat, ucapan dan prilaku. Niat atau motifasi yang ada dalam diri seorang dikatakan benar apabila sesuai dengan tuntunan syariah. Begitu pula halnya dengan ucapan dan prilaku. Karena pada dasarnya bagi seorang mukmin sejati menyakini bahwa, “sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya”.(QS.17:36) Ma`asyiral Muslimin rahimakumullah Seorang pembisnis muslim yang taat, tentu akan selalu berusaha jujur dalam segala kehidupannya. Di mulai dari niatan ketika berbisnis, modal yang digunakan, transaksi yang dipakai, bahkan sampai cara pemasaran dan pengelolaan laba. Dengan kata lain, dari hulu sampai hilir, ia akan selalu berusaha jujur, agar yang dilakukan dalam bisnisnya sesuai dengan ketentuan syariah. Jika seorang pembisnis telah mampu meletakakan kerangka kejujuran dalam semua lini usahanya secara profesianal dan istikamah, maka label syariah baru pantas disematkan kepadanya. Selain diperintahkan berbuat jujur, dalam ayat diatas juga memerintahkan seorang mukimin untuk membentuk komunitas kejujuran. Sebagaimana Allah perintahkan“wakuunuu ma`ash-shoodiqiin” yang artinya dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar” (QS.al-Taubah:119). Ayat ini mengisyaratkan bahwa, kejujuran perlu dibangun bersama dan membutuhkan komunitas untuk menyuarakan dan membentuk opini. Dengan kata lain, seorang mukmin tidak cukup dirinya telah berbuat jujur, tetapi ia juga harus bersama orang lain dalam menjalankan kejujuran. Sehingga kejujuran menjadi gerakan masa dan mampu membentuk komunitas kejujuran. Karena kejujuran individual akan sangat mudah terobang-ambing bahkan bisa jatuh, jika komunitas lingkungannya tidak mendukungnya. Seperti yang terjadi pada saat sekarang ini. Banyak orang yang dulunya dikenal jujur dan menyuaran kejujuran, tiba-tiba tenggelam lenyak, bahkan terbawa arus kebohangan, tidak lain karena ia jauh dari komunitas kejujuran. Oleh karena itu Allah memerintahkan orang yang jujur untuk bergabung dangan orang yang jujur, agar dapat saling menguatkan dan saling mengingatkan dalam kejujuran. Dalam membentuk komunitas kejujuran, srategi yang dilakukan oleh Rasulullah adalah memulai dari diri sendiri, kemudian mengajak keluarga atau teman terdekat dan

  48    

masyarakatnya. Jika komunitas kejujuran sudah terbentuk dalam masyarakat, maka setiap individu akan merasa mudah dalam menjalankan bisnisnya. Roda perekonomian akan bergerak dengan cepat. Karena seseorang tidak lagi curiga ketika menyerahkan pengelolaan sumberdaya kepada pihak lain yang kekurangan sumberdaya. Pihak yang menyerahkan akan selalu merasa aman karena pihak yang diserahi selalu bertindak jujur. Inilah menurut penulis salah satu isyarat yang terdapat (QS. 92:6-7), bahwa Allah akan memudahkan bagi orang yang memiliki karakter jujur. Ketika seorang pelaku bisnis dapat berbuat jujur, sesungguhnya ia telah menanamkan modal saham terbesarnya dalam bisnisnya. Berbagai kemudahan akan ia dapatkan dalam kehidupannya. Disamping itu akan membawa keberkahan hidup dan harta. Karena tampa keberkahan, harta tidak akan banyak membawa manfaat bagi empunya dan orang lain. Sebaliknya orang yang berbuat kebohogan atau culas dalam berbisnis, pada dasarnya ia sedang menggali lobang kebangkrutan dalam bisnisnya. Oleh karena itu Islam mewajibkan umatnya untuk bersikap jujur dalam segala hal dan melarang umatnya untuk berbuat kebohongan, bahkan dalam kondisi bercanda. Baik berbohong itu dengan sengaja atau canda. Rasulullah bersabda, “Celakalah orang yang berbohong agar orang lain tertawa, celakalah dia, celakalah dia.” (HR. Abu Dawud). Bohong menjadi salah satu ciri orang-orang munafik. Orang munafik akan selalu menampakkan sesuatu yang tidak sesuai dengan apa yang ada dalam benaknya. Rasulullah saw bersabda:“Tanda orang munafik ada tiga: Apabila berbicara dia dusta, apabila berjanji mengingkari, dan apabila dipercaya dia khianat.” (HR. Bukhari). Hadirin budiman Kebohongan biasanya disebabkan oleh lemahnya jiwa dan kepribadian yang hina. Dan sebagaimana prilaku lain, jujur dan bohong, semua bermula dari sedikit sampai menjadi kebiasaan. Sebagaimana Rasulullah sabadakan “Sesungguhnya kejujuran itu membawa kepada kebaikan, dan kebaikan menghantarkan ke dalam surga. Tidaklah seseorang berbuat jujur hingga Allah mencatatnya sebagai orang yang selalu jujur. Dan berbohong itu membawa kepada kejelekan, dan kejelekan itu menghantarkan ke dalam neraka. Sungguh seseorang terbiasa bohong hingga Allah mencatatnya sebagai seorang pembohong.” (HR. Bukhari). Karena itu seorang mukmin yang sejati ia tidak memiliki karakter suka berbohong. Rasulullah bersabda,”Orang mukmin diberi semua watak dan sifat-sifat kecuali khianat dan bohong”.(H.R. Ahmad). Semoga kita semua dapat membudayakan kejujuran dalam segala hal termasuk dalam berbisnis. Karena kejujuran adalah kunci keberkahan dan kesuksesan berbisnis. Sebagaimana baginda Rasulullah saw. telah mencontohkan dalam berbisnis.                               49    

Manajemen Berbelanja Hanien Umroh and Tours Soloparagon Surakarta Kalam Allah,

(67) ‫ﺴ ِﺮﻓُﻮﺍا َﻭوﻟَ ْﻢ ﻳﯾَ ْﻘﺘُ ُﺮﻭوﺍا َﻭو َﻛﺎﻥنَ ﺑَﻴﯿْﻦَ َﺫذﻟِ َﻚ ﻗَ َﻮﺍا ًﻣﺎ‬ ْ ُ‫َﻭوﺍاﻟﱠ ِﺬﻳﯾﻦَ ﺇإِ َﺫذﺍا ﺃأَ ْﻧﻔَﻘُﻮﺍا ﻟَ ْﻢ ﻳﯾ‬

Dan orang-orang yang apabila membelanjakan harta mereka tidak berlebih-lebihan dan tidak pula kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian. (Al-Furqon: 67). Hadirin yang dimuliakan Allah   Ayat yang baru kita baca tadi, terdapat dalam al-Qur`an juz ke 19, tepatnya pada surat al-furqan ayat ke 67. Ayat tersebut menjelaskan salah satu kaidah agung dalam ilmu ekonomi. Yaitu apa yang di sebut dengan istilah “balance” keseimbang dalam pembelanjaan harta. Tidak terlalu kikir, juga tidak terlalu pemurah. Karena pada titik ekstrim keduanya adalah oerbuatan yang sangat tercela dan akan membawa kepada penyesalan dan dampak negatif dalam kehidupan manusia secara umum. Islam sebagai agama yang sempurna dan universdal, sangat memperhatikan pola keseimbangan dalam kehidupan, termasuk dalam membelanjakan harta yang dimiliki. Kita sebagai seorang muslim, memang dianjurkan untuk mendermakan sebagian harta berupa zakat, infaq, shadaqah, waqaf, hibah dan lain sebagainya dari pintu-pintu kebaikan. Namun, kita dilarang untuk terlalu royal dalam berderma. Berlebihan dalam berinfaq sehingga mengakibatkan berbagai kerusakan dalam kehidupan kita. Hal ini karena di dalam harta kita ada hak diri kita sendiri dan keluarga. Sebaliknya, kita juga tidak boleh kikir dan bakhil, terlalu menahan harta untuk didermakan karena di dalam harta kita juga terdapat hak-hak orang lain seperti kaum fakir-miskin, anak-anak yatim, anak terlantar dan kaum dhu`fa lainnya . Dimana mereka sangat membutuhkan uluran tangan dan bantuandari kita. Karena itu Allah menegaskan bahwa dalam harta kita ada hak orang lain yang harus kita tunaikan. Sebagaimana Allah tegaskan dalam kalam-Nya: ‫ﻭوﻡم‬ ‫َﻭوﻓِﻲ ﺃأَ ْﻣ َﻮﺍاﻟِ ِﻬﮭ ْﻢ َﺣ ﱞ‬ ‫ﻖ ﻟِﻠ ﱠ‬ ِ ‫ﺴﺎﺋِ ِﻞ َﻭوﺍا ْﻟ َﻤ ْﺤ ُﺮ‬ “Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak meminta-minta”. (Qs. Adz-Dzariyat: 19) Prilaku menghambur-hamburkan hartanya secara boros, tidak peduli kemana dan bagaiman hartanya di belanjakan, tidak berfikir untuk apa ia membelanjakan hartanya adalah perbuatan yang sangat dicela oleh Allah. Oleh karena itu Allah katakan sebagai perbuatan mubadzir. Yaitu prilaku konsumtif yang di haramkan, walaupun hanya sedikit, apalagi banyak. Atau prilaku konsumtif yang melebihi dari kebutuhan seharusnya. Termasuk didalamnya adalah membeli sesuatu yang bukan kita butuhkan. Maka pantas jika gaya hidup semacam itu dikatakan sebagai kolega setan. Karena prilaku ekonomi semacam itu pasti akan merusak tatanan ekonomi, baik dalam waktu dekat atau jauh. Dan tentu semua prilaku yang merusak adalah karakter menjadi saitan dan sangat dibenci oleh Allah swt. Allah berkalam:

‫ﺸ ْﻴﯿﻄَﺎﻥنُ ﻟِ َﺮﺑﱢ ِﻪﮫ َﻛﻔُﻮ ًﺭرﺍا‬ ‫ﻴﯿﻦ َﻭو َﻛﺎﻥنَ ﺍاﻟ ﱠ‬ ‫ﺇإِﻥنﱠ ﺍا ْﻟ ُﻤﺒَ ﱢﺬ ِﺭرﻳﯾﻦَ َﻛﺎﻧُﻮﺍا ﺇإِ ْﺧ َﻮﺍاﻥنَ ﺍاﻟ ﱠ‬ ِ َ‫ﺸﻴﯿ‬ ِ ‫ﺎﻁط‬

“Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya” (al-Isra`:27). Jama`ah yang berbahagia Sebagaimana boros, kikir adalah perbuatan yang meniru gaya hidup setan. Seakanakan kikir akan membuat orang kaya. Seakan kekeyaan itu akan diperoleh dengan sifat kikir dan bakhil. Termasuk berinfak dari harta yang jelek, yang dirinya sendiri sudah enggan mengambilnya. Begitulah setan selalu membisikan manusia untuk selalu berbuat kikir.   50    

Itulah janji-janji kebohongan yang tawarkan oleh setan, sehingga manusia jauh dari nilainilai kesholehan. Allah berkalam,

‫ﻀ ًﻼ َﻭو ﱠ‬ ‫ﺸ ْﻴﯿﻄَﺎﻥنُ ﻳﯾَ ِﻌ ُﺪ ُﻛ ُﻢ ﺍا ْﻟﻔَ ْﻘ َﺮ َﻭوﻳﯾَﺄْ ُﻣ ُﺮ ُﻛ ْﻢ ﺑِﺎ ْﻟﻔَ ْﺤﺸَﺎ ِء َﻭو ﱠ‬ ‫ﺍاﺳ ٌﻊ َﻋﻠِﻴﯿ ٌﻢ‬ ‫ﺍاﻟ ﱠ‬ ْ َ‫ﷲُ ﻳﯾَ ِﻌ ُﺪ ُﻛ ْﻢ َﻣ ْﻐﻔِ َﺮﺓةً ِﻣ ْﻨﻪﮫُ َﻭوﻓ‬ ِ ‫ﷲُ َﻭو‬

“Syaitan menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat kejahatan (kikir); sedang Allah menjadikan untukmu ampunan daripada-Nya dan karunia. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengatahui. (al-Baqarah:268). Dalam sebuah hadits yang di hasankan oleh al-Bani, Rasulullah menjelaskan diri tiga hal yang akan menghancurkan seseorang apabila tidak diahindari. Salah satunya adalah kekiran yang di taati. Di ikuti sehingga untuk keluarganya bahkan dirinya pun ia berbuat kikir. Misalkan ketika ia sakit, ia tidak mau berobat, takut uangnya berkurang, dengan alasan nanti juga akan sembuh sendiri. Kekiran semacam ini tentu akan membawa malapetaka terhadap dirinya sendiri. Bukannya untung tapi putung. Diriwayatkan dalam hadits: "Suatu ketika Nabi Muhammad saw kedatangan tamu yang berpakaian lusuh, padahal ia memiliki harta yang cukup, maka Rasulullah menegurnya dan mengatakan kepadanya: "Sesungguhnya Allah swt suka melihat perubahan dirimu dengan nikmat yang telah Allah swt berikan padamu." (HR. Turmudzi dan di shahihkan alAlbani). Jama`ah yang berbahagia Ketika Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam Al-Qur’an memerintahkan kita agar tidak pelit dan tidak pula terlalu boros, ternyata manfaatnya bukan hanya untuk umat Islam sendiri, tetapi juga kebaikan bagi seluruh penduduk dunia. Ini terbukti ketika terjadi krisis global moneter yang bermula terjadi di Amereka baru-baru ini, para pemikir ekonomi dunia berkesimpulan untuk mendorong agar si boros (negara maju) merubah gaya hidup dan kebiasaan konsumsinya dan mulai menabung, pada saat bersamaan mendorong agar si pelit (negara berkembang) juga mulai meningkatkan konsumsinya sendiri. Dengan cara inilah keseimbangan konsumsi dan produksi akan mulai terjaga. Karena sebagaimana dalam surah (al-Isar`a:29), di jelaskan bahwa perbuatan boros dan kikir adalah tercela dan akan membawa penyesalan. Baik yang bersifat local maupun internasional. Sekali lagi, ini adalah salah satu bukti kebenaran keuniversalan ajaran Islam. Maha Benar Allah dalam segala firmanNya.                                      

  51    

Kenapa Harus yang Halal dan Thiyyib? M-KITA (Majlis Kajian Interaktif Tafsir Al-Qur`an) Masjid Baitus Salam Tipes Jamaah yang Berbahagia Sesuatu dikatakan halal, jika memang dzatnya, cara mengolahnya dan memperolehnya sesuai dengan ketentuan syariat. Sedangkan thoyyib, jika yang kita konsumsi itu membawa manfaat bagi diri kita. Karena itu, bisa jadi tidak semua yang halal itu thoyyib bagi seseorang. Untuk itu, mencari dan mengkosumsi rizki yang halal dan thayyib adalah kewajiban setiap muslim. Karena ia menjadi salah satu syarat mutlak diterimanya semua amal ibadah. Sungguh Allah tidak akan menerima kecuali sesuatu yang baik. Rasulullah bersabda, "Wahai para manusia sesungguhnya Allah maha suci dan tidak akan menerima kecuali yang suci”.( HR Muslim). Dalam kitab Jaamiul Ulum wal Hikam karya Ibnu Rajab, disebutkan, bahwa Ibnu Abbas berkata, ” Allah tidak akan menerima shalat seseorang yang di dalam perutnya ada sesuatuyang haram”. Disebutkan juga, bahwa salah satu ulama salaf yang bernama Wahb bin al-Ward berkata, ” Sekalipun kamu berdiri bagaikan tiang, itu tidak ada gunanya bagimu sampai kamu memperhatikan apa saja yang kamu masukkan ke dalam perutmu, halalkah atau haramkah? Jamaah yang berbahagia. Selain menjadi salah satu syarat diterimanya ibadah, mengkosumsi rizqi yang halal juga menjadi penyebab terkabulnya doa. Sebaliknya berlarut-larut dalam perbuatan haram akan penghalangi seseorang dari terkabulnya doa. Walaupun dalam kondisi orang yang termasuk terkabul dianya. Seperti seorang musafir. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan dalam sebuah hadits, tentang seorang lelaki yang berpergian jauh, hingga penampilannya menjadi kusut dan lalu ia menengadahkan kedua tangannya ke langit sambil berkata: ‫ﻚ‬ ْ ‫ﻳﯾَﺎ َﺭر ﱢﺏب ﻳﯾَﺎ َﺭر ﱢﺏب َﻭو َﻣ ْﻄ َﻌ ُﻤﻪﮫُ َﺣ َﺮﺍا ٌﻡم َﻭو َﻣ‬ َ ِ‫ﺎﺏب ﻟِ َﺬﻟ‬ ْ ُ‫ﻯى ﺑِﺎ ْﻟ َﺤ َﺮ ِﺍاﻡم ﻓَﺄَﻧﱠﻰ ﻳﯾ‬ ُ ‫ﺴﺘ ََﺠ‬ ُ َ‫ﺸ َﺮﺑُﻪﮫُ َﺣ َﺮﺍا ٌﻡم َﻭو َﻣ ْﻠﺒ‬ َ ‫ﺴﻪﮫُ َﺣ َﺮﺍا ٌﻡم َﻭو ُﻏ ِﺬ‬ ‘Ya Rab, Ya Rab,’ sedangkan makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram, dan dahulu ia diberi makan dari makanan yang haram, maka mana mungkin permohonannya dikabulkan.” (HR. Muslim). Alangkah banyaknya orang di zaman sekarang ini yang haji atau umrah dan menangis berdoa ditanah suci, namun mereka tidak pernah memperhatikan apakah harta yang dipakai untuk haji atau umrah tersebut benar-benar halal? Mereka tidak lagi memperdulikan, apakah yang di makan dan yang dipakai itu halal atau tidak. Berbagai cara dihalalkan untuk memperoleh harta dan kedudukan. Dengan judi, suap, riba, mencuri atau korupsi. Semua harta hasil kejahatan adalah menjadi penghalang utama terkabulnya doa. Baik doa individu atau jamai`. Oleh karena itu diperintahkan kepada seluruh manusia baik yang mukmin maupun kafir untuk mencari harta yang halal. Karena pengaruh negatif harta haram tidak hanya khusus bagi pelakunya, tetapi kepada masyarakat secara umum. Allah berkalam, “Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu. (QS. Al-Baqarah: 168). Diriwayatkan oleh Ibnu Mardawiyyah, ketika dibacakan ayat diatas, Saad bin Abi Waqosh berdiri dan memohon kepada Rasulullah untuk di doakan menjadi orang yang terkabul doanya. Maka Rasulullah bersabda, “ Wahai Saad, halalkanlah makananmu, maka kamu akan terkabulkan doamu. Dan ketahuilah sesungguhnya orang yang menyuapi dirinya dengan makanan yang haram, maka selam 40 hari doanya tidak akan diterima”. (HR. AthThabrani dalam al-Ausath ) Jamaah yang berbahagia.   52    

Mengkosumsi yang halal dan thoyyib tentu membahwa manfaat yang agung baik di dunai maupun akherat. Di akherat, jelas akan terselamatkan dari api neraka. Karena tidak ada daging yang tumbuh dari harta yang haram kecuali danging tersebut lebih berhak ke neraka. Sebagaimana Rasulullah saw. sabdakan, ”Setiap daging yang tumbuh dari barang haram, maka neraka lebih layak baginya” (HR. Thabrani). Adapun manfaat didunia, sebagaimana diterangkan oleh para ulama, diantaranya adalah, pertama, harta halal akan melahirkan amal shaleh. Amal yang bermanfaat bagi diri maupun sesama. Ibnu Katsir ketika menfasirkan ayat: ‫ﺻﺎﻟِ ًﺤﺎ ﺇإِﻧﱢﻲ ﺑِ َﻤﺎ ﺗَ ْﻌ َﻤﻠُﻮﻥنَ َﻋﻠِﻴﯿ ٌﻢ‬ ُ ‫ﺍاﻟﺮ‬ ‫“ ﻳﯾَﺎ ﺃأَ ﱡﻳﯾ َﻬﮭﺎ ﱡ‬Hai rasul-rasul, َ ‫ﺕت َﻭوﺍا ْﻋ َﻤﻠُﻮﺍا‬ ِ ‫ﺳ ُﻞ ُﻛﻠُﻮﺍا ِﻣﻦَ ﺍاﻟﻄﱠﻴﯿﱢﺒَﺎ‬ makanlah dari makanan yang baik-baik, dan kerjakanlah amal yang saleh. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”(al-Mukminun: 51). Beliau menjelaskan,“Allah Ta’ala pada ayat ini memerintahkan para rasul ‘alaihimussalaam agar makan makanan halal, dan beramal shaleh. Disandingkannya dua perintah ini mengisyaratkan bahwa makanan halal adalah pembangkit amal shaleh. Dan sungguh mereka benar-benar telah mentaati kedua perintah ini.” (Tafsir Ibnu Katsir 5/477). Berangkat dari pemahan ini, jika suatu saat badan terasa malas untuk melakukan sebuah amal kebaikan. Bisa saja hal tersebut karena makana dan minuman yang haram. Hadirin wal hadirat yang dimuliakan Allah. Manfaat lain dari mengkosumsi rizqi yang halal adalah dapat menjadi obat berbagai penyakit. Hal ini sebaimana dijelaskan oleh Ibnu Jarir At Thabari ketika menfsirkan kalam Allah, (4) ‫ﻫﮬﮪھﻨِﻴﯿﺌًﺎ َﻣ ِﺮﻳﯾﺌًﺎ‬ َ ُ‫ﺴﺎ ﻓَ ُﻜﻠُﻮﻩه‬ ً ‫َﻲ ٍء ِﻣ ْﻨﻪﮫُ ﻧَ ْﻔ‬ َ ‫ﺴﺎ َء‬ َ ‫ َﻭوﺁآَﺗُﻮﺍا ﺍاﻟﻨﱢ‬. ْ ‫ﺻ ُﺪﻗَﺎﺗِ ِﻬﮭﻦﱠ ﻧِ ْﺤﻠَﺔً ﻓَﺈِﻥنْ ِﻁطﺒْﻦَ ﻟَ ُﻜ ْﻢ ﻋَﻦْ ﺷ‬ “Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang baik lagi baik akibatnya.” (Qs. An Nisa’: 4). Ibnu Jarir mengatakan: “Makna kalam Allah:‫ﻫﮬﮪھﻨِﻴﯿﺌًﺎ َﻣ ِﺮﻳﯾﺌًﺎ‬ َ ُ‫ ﻓَ ُﻜﻠُﻮﻩه‬Adalah: “Maka makanlah pemberian itu niscaya menjadi obat yang menawarkan.” (Tafsir Ibnu Jarir 7/560). Adapun dalam tafsir Al Qurthubi dijelaskan bahwa: “Al Hani’ ialah yang baik lagi enak dimakan dan tidak memiliki efek negatif, sedangkan Al Mari’ ialah yang tidak menimbulkan efek samping pasca dimakan, mudah dicerna dan tidak menimbulkan peyakit atau gangguan.” (Tafsir Al Qurthubi 5/27). Dengan alasan-alasan yang telah disebutkan, maka tidak ada alasan lagi bagi seorang mukmin untuk tidak mencari rizki dan mengkosumsi kecuali dari rizki yang halal dan thoyyib. Semoga Allah selalu menolong kita. Amiin      

         

  53    

Puasa Mendidik Syahwat Ponpes Al-Es`af Surakarta Kaum Muslimin yang berbahagia

Manusia diciptakan oleh Allah dengan dilengkapi berbagai keinginan dan kesenangan terhadap sesuatu atau yang dikenal dengan syahwat. Sebagaiaman Allah jelaskan dalam kalam-Nya:

‫ﺎﻁطﻴﯿ ِﺮ ﺍا ْﻟ ُﻤﻘَ ْﻨﻄَ َﺮ ِﺓة ِﻣﻦَ ﱠ‬ ‫ﻀ ِﺔ َﻭوﺍا ْﻟ َﺨ ْﻴﯿ ِﻞ‬ ‫ﺱس ُﺣ ﱡﺐ ﺍاﻟ ﱠ‬ ‫ﺐ َﻭوﺍا ْﻟﻔِ ﱠ‬ َ ‫ﺕت ِﻣﻦَ ﺍاﻟﻨﱢ‬ ِ ‫ﺍاﻟﺬ َﻫﮬﮪھ‬ ِ َ‫ﺴﺎ ِء َﻭوﺍا ْﻟﺒَﻨِﻴﯿﻦَ َﻭوﺍا ْﻟﻘَﻨ‬ ِ ‫ﺸ َﻬﮭ َﻮﺍا‬ ِ ‫ُﺯزﻳﯾﱢﻦَ ﻟِﻠﻨﱠﺎ‬ َ ‫ﻉع ﺍا ْﻟ َﺤﻴﯿَﺎ ِﺓة ﺍاﻟ ﱡﺪ ْﻧﻴﯿَﺎ َﻭو ﱠ‬ ‫ﺏب‬ ُ ‫ﺙث ﺫذﻟِ َﻚ َﻣﺘَﺎ‬ َ ‫ﺍا ْﻟ ُﻤ‬ ِ ‫ﷲُ ِﻋ ْﻨ َﺪﻩهُ ُﺣﺴْﻦُ ﺍا ْﻟ َﻤﺂ‬ ِ ‫ﺴ ﱠﻮ َﻣ ِﺔ َﻭو ْﺍاﻷَ ْﻧ َﻌ ِﺎﻡم َﻭوﺍا ْﻟ َﺤ ْﺮ‬

Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga). (QS Ali Imran:14). Sayyid Quthb rahimahullah, dalam tafsirnya Fii Dhilalil Qur`an menyebutkan: “Ungkapan kalimat ini tidak memiliki konotasi untuk menganggapnya kotor dan tidak disukai. Tetapi, ia hanya semata-mata menunjukkan tabiat dan dorongan-dorongannya, menempatkannya pada tempat tanpa melewati batas, serta tidak mengalahkan apa yang lebih mulia dan lebih tinggi dalam kehidupan serta mengajaknya memandang ke ufuk lain setelah menunjukkan vitalnya apa-apa yang diingini itu dengan tanpa tenggelam dan semata-mata bergelimang di dalamnya. Disinilah keistimewaan Islam dengan memelihara fitrah manusia dan menerima kenyataannya serta berusaha mendidik, merawat dan meninggikannya. Bukan membekukan dan mematikannya.”

Jama`ah yang dimuliakan Allah. Dalam pandangan Islam syahwat tidaklah selalu bersifat negative. Sifat negative itu muncul apabila syahwat atau keingina tersebut dipenuhi dengan cara yang tidak dibenarkan oleh syara`. Terhadap syahwat yang ada dalam diri manusia, Islam bersikap adil berada dalam pertengahan di antara sikap orang-orang fajir (pendosa) dan pecinta tindakan keji dengan sikap para rahib yang terlalu ekstrem dalam menolak syahwat. Para pendosa meremehkan shalat dan mengikuti keinginan syahwat. Sedangkan para rahib mengharamkan apa yang dihalalkan oleh Allah dari yang baik-baik. Adapun dienullah ’Azza wajalla menjaga kemaslahatan manusia, mengarahkan nafsu biologis dan syahwat yang memang dimiliki manusia. Islam mengakui dan mengesahkannya, tetapi disertai pemberian aturan dan arahannya. Ibnul Qayyim dalam hal ini mengatakan: ”Karena manusia tidak pernah lepas dari hawa nafsu selagi masih hidup, maka perintah untuk melepas seluruh ikatan hawa nafsu seperti menghilangkannya. Akan tetapi yang sesuai takaran dan diperintahkan adalah mengalihkan hawa nafsu dari jurang kebinasaan menuju keamanan dan keselamatan. (dinukil http://jodohqta.blogspot.com). Hadirin yang berbahagia Tidak dapat dipungkiri, fitnah syahwat apabila tidak dapat dikendalikan akan sangat berbahaya akibatnya. Ia dapat mengikis, menggerogoti dan melemahkan iman seseorang. Oleh karenanya, para salaf mengajak kita untuk berhati-hati, sebagaimana nasehat mereka. “Waspadalah kalian terhadap dua tipe manusia, pengikut hawa nafsu yang diperbudak oleh hawa nafsunya dan pemburu dunia yang telah dibutakan (hatinya) lantaran dunia.” (Ibnul Qayyim Al-Jauzi). Oleh karena itu, untuk menangkal berbagai fitnah syawat, tidak ada cara lain kecuali kembali berpegang tegung kepada tuntunan al-Quran dan as-sunnah sesuai pehaman para ulama salafush shaleh.   54    

Diantara ajaran syariah yang dapat membantu menundukkan dorongan syahwat adalah dengan menjalankan ibadah puasa dengan benar. Rasulullah bersabda:

‫ﺝج َﻭو َﻣﻦْ ﻟَ ْﻢ‬ ‫ﺸ َﺮ ﺍاﻟ ﱠ‬ َ ‫ﻳﯾَﺎ َﻣ ْﻌ‬ ْ ‫ﺏب َﻣ ِﻦ ﺍا‬ ‫ﺳﺘَﻄَﺎ َﻉع ِﻣ ْﻨ ُﻜ ُﻢ ﺍا ْﻟﺒَﺎ َءﺓةَ ﻓَ ْﻠﻴﯿَﺘَ َﺰ ﱠﻭو ْﺝج ﻓَﺈِﻧﱠﻪﮫُ ﺃأَ َﻏ ﱡ‬ َ ‫ﺼ ِﺮ َﻭوﺃأَ ْﺣ‬ َ َ‫ﺾ ﻟِ ْﻠﺒ‬ ِ ‫ﺸﺒَﺎ‬ ِ ‫ﺼﻦُ ﻟِ ْﻠﻔَ ْﺮ‬ َ َ ‫ﱠ‬ ‫ﺼ ْﻮ ِﻡم ﻓﺈِﻧﻪﮫُ ﻟﻪﮫُ ِﻭو َﺟﺎ ٌء‬ ْ َ‫ﻳﯾ‬ ‫ﺴﺘ َِﻄ ْﻊ ﻓَ َﻌﻠَ ْﻴﯿ ِﻪﮫ ﺑِﺎﻟ ﱠ‬

"Wahai para pemuda, barang siapa diantara kamu sanggup menikah, maka menikahlah karena sesungguhnya nikah itu dapat menundukkan pandangan dan membersihkan faraf (artinya menjaga kesucian alat kelamin). Maka, barang siapa yang belum mampu, hendaknya melakukan puasa, kerena puasa itu bisa mencegahnya (dari perbuatan zina) (HR. Al-Bukhori dan Muslim). Jama`ah yang dirahmati Allah. Dalam berpuasa, kita dididik untuk bisa mengendalikan berbagai nafsu keinginan, sampai pada waktunya yang diperbolehkan. Keinginan itu kita tahan, karena adanya larangan dari agama. Karena itu pencapaian nilai ketaqwaan menjadi tujuan dalam pelaksanaan ibadaha puasa. Dengan ketaqwaan yang dimiliki seseorang, ia akan mempu menundukan dan mengarahkan segala hawa nafsunya sesuai dengan ajaran agama dan terjauhkan jatuh dalam perangkap mempertuhankan syahwat. Untuk itu puasa tidak hanya sekedar menahan dirinya dari syahwat lapar dan dahaga. Namun ia juga harus mampu menjaga syahwat mulut, mata, telinga, hati dan seluruh tubuh dari berbuat dosa. Puasa mulut dengan menjaga dari ucapan yang kotor dan tidak bermanfaat. Ralullah saw. bersabda, “Barangsiapa bisa memberikan jaminan kepadaku (untuk menjaga) apa yang ada di antara dua janggutnya dan dua kakinya, maka kuberikan kepadanya jaminan masuk surga” (HR. al-Bukhori). Puasa syahwat mata, dengan menahan dari melihat sesuatu yang dilarang agama. Puasa mata sungguh lebih sulit di era modern ini. Diantaranya dikarenakan banyak wanita sudah kehilangan rasa malunya, mereka keluar rumah dengan mengenakan pakaian yang membuka aurat. Mereka ada dimana-mana, di TV, di internet, koran, majalah, di kendaraan umum, pusat perbelanjaan (mall). Seolah-olah tak ada tempat kecuali terdapat wanita yang mengumbar aurat. Tentu kondisi semacam ini menjadi tantangan yang berat bagi seorang muslim yang ingin mempertahankan kesempurnaan puasanya. Puasa syahwat telinga, dengan menahan dari mendengar sesuatu yang tidak ada manfaatnya atau mendatangkan dosa. Seperti mendengarkan gossip, gibah, gunjingan, umpatan dan suara atau perkataan lainnya. Karena mendengarkan perkataan batil kedudukannya sama dengan orang yang memakan harta secara bathil. Keduanya sama keharamannya. Dalam al Qur'an Allah swt. menjelaskan "Mereka gemar mendengar kebohongan dan memakan yang tiada halal." (QS. Al-Maidah: 42). Sedangkan puasa syahwat hati adalah dengan menjaga hati dari berbagai macam penyakit hati. Dengan pemahaman puasa yang benar, insyaallah seseorang akan mampu mendidik syahwatnya (keinginan) untuk selalu sesuai dengan tuntunan syariah.    

          55    

 

Membudayakan Ibadah Anti Korupsi Dr. Moh Abdul Kholiq Hasan, MA., M.Ed Pascasarjana Universitas Muhamadiyah Surakarta Kaum Muslimin Rahimakumullah Akhir-akhir ini kejahatan korupsi mendapat sorotan tajam dan perhatian khusus dari seluruh elemen masyarakat. Tidak ketinggalan para tokoh agama turut prihatin dan menjadi sorotan balik oleh sebagian pihak. Bukan karena koropsinya para tokoh agama, melainkan peran ajaran agama yang mereka ajarkan. Diantara hal yang dipertanyakan adalah bukankah seluruh agama melarang dan membenci kejahatan korupsi? Bukankah Islam secara khusus mewajibkan bagi pengikutnya, untuk mencari harta yang halal? Bukankah Islam mewajibkan bagi pengikutnya untuk menjalankan amanah secara profesional? Bukankah Islam mengajari umatnya untuk selalu mengingat Tuhannya minimal lima waktu dalam sehari. Menjawab pertanyaan ini, kita yakin tidak ada kesulitan untuk mendapatkannya. Sebodoh orang dalam mengenal agamanya ia akan mengatakan bahwa, tidak ada satupun agama yang melegalkan korupsi. Jama`ah yang berbahagia Perlu kita renungi kembali sebagai bangsa yang mayoritas muslim terbesar didunia. Renungan yang mampu mengembalikan kepada jati diri kita sebagai manusia yang berketuhaan. Tuhan mengajari kita berbagai ritual ibadah. Tentu Tuhan tidak bermaksud dengan ritual tersebut “hanya” untuk memuaskan rongga batin yang sangat sulit di ukur dan dibuat data statistis. Layaknya laporan keuangan yang mudah dimanipulasi dalam simbul angka yang penuh teka-teki. Ritual ibadah yang dimaksudkan Tuhan tidak hanya untuk diri dan Nya saja, tetapi ritual yang mampu membawa kepada perubahan diri dan sosial. Karena Tuhan tidak membutuhkan apapun dari diri kita. Allah maha kaya, dan seluruh makhluq di alam semesta semuanya fakir, butuh kepadanya (QS. 35:15). Artinya kita jangan sampai salah pengertian ketika melaksanakan ibadah itu berarti Allah butuh kepada kita. Tentu tidak. Ibadah itu dimaksudkan adalah untuk kita sendiri. Baik untuk kehidupan dunia dan akherat. Untuk akherat jelas kita semua mengaharapkan kehidupan yang lebih baik dari kehidupan dunia ini. Yaitu surga yang penuh dengan kebaikan. Adapun untuk kehidupan didunia, maka hal inilah yang perlu kita sikapi kembali. Jama`ah yang dimuliakan Allah. Diantara sekian ritual ibadah yang diwajibkan bagi seluruh umat Islam yang dewasa tanpa pengecualian dalam kondisi apapun adalah ibadah shalat lima waktu. Ibadah yang dikatakan sebagai tiang agama (HR. Turmudzi no. 2825). Siapa yang mendirikan shalat berarti ia menegakkan tiang agama, dan barang siap menyia-nyiakan shalat berarti ia merobohkan agama. Shalat juga dikatakan sebagai pembeda antara muslim sejati dan muslim KTP. Artinya, dalam KTP boleh saja sama tertulis beragama Islam, tetapi yang membedakan diantara mereka adalah kualitas shalatnya. Kenapa shalat begitu penting dalam kehidupan beragama bagi umat Islam? Hal itu karena Islam ingin menamkan kepada umatnya tentang nilai “muraqomatullah” (baca; pengawasan Allah) kepada hambanya. Selalu ingat atas pengawasan Tuhannya yang tidak pernah tidur (QS.20:14 ). Minimal nilai itu muncul dalam lima waktu. Antara rentangrentang lima waktu itulah manusia diharapkan mampu melakukan swamuraqobah (baca; pengawasan sendiri) yang bersumber dari “muraqomatullah” ketika ia melakukan shalat. Karena manusia itu lemah (QS.4:28) dan mudah tergoda serta tertipu dengan berbagai fatamorgana dunia (QS.3:14), maka diperlukan dalam pengaksesan “muraqomatullah” sesering mungkin, minimal lima kali dalam sehari. Individu yang mampu mengakses   56    

“muraqomatullah” dengan baik dan sempurna dalam shalatnya, kemudian mampu mentranformasikan dalam swamuraqobah dan sosialmuraqobah (baca:pengawasan sosial) dalam pekerjaannya, maka sudah bisa dipastikan ibadah itu akan menjelma menjadi ibadah anti korupsi. Bagaimana tidak, ketika seseorang ada niatan untuk melakukan korupsi, ia akan selalu merasa diawasi, baik oleh dirinya, sosialnya dan Tuhan-Nya. Jamaa`ah yang dirahmati Allah Dengan demikian, ibadah tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan spiritualitas pribadi tetapi juga bagaimana mampu menjelma dalam hubungan polainteraksi social. Maka, shalat bukan sekedar kepuasan ritual batin, atau bahkan hanya sekedar ritual politik panggung, guna menepis anggapan Islam KTP atau abangan. Yang terakhir ini kelihatannya mudah kita temui pada saat pemilu digelar. Dimana para tokoh politik ber ”hijau” ria untuk mencitrakan dirinya sebagai colon-colon pembela umat yang pantas untuk dipilih. Namun ketika mereka sudah terpilih, mereka tidak sungkan-sungkan untuk menggelar sederetan sandiwara pembohongan dan penggarongan harta rakyat. Berangkat dari pencitraan diri yang dibuat-buat, bukan ihlas karena Tuhan-Nya, maka tidak mengerankan jika banyak kita temukan fenomena pejabat kelihatan rajin shalat bahkan haji tiap tahun, tetapi rajin juga korupsi dan memanipulasi angka anggaran negara. Sesungguhnya orang yang demikan itu pada hakekatnya adalah Aan Shalatihim sahuun (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya (QS. 107:5). Lalai kalau Allah selalu melihatnya dan mencatat seluruh amal perbuatannya. Oleh karena itu, sudah seharusnya kita melatih menjadikan ibadah kita sebagai sarana untuk mendidik kepribadian diri, keluarga dan sosial masyarakat. Sehingga ibadah tidak berhenti hanya sebatas ritual tanpa makna. Untuk itu, kesuksesan orang dalam mencapai kesholehan spiritual tidaklah dikatakan berhasil, jika belum sukses dalam mencapai kesolehan social. Kesuksesan spiritual yang pribadi itu tidak akan menjelma menjadi kesolehan social yang memasyarakat jika tidak didukung oleh sistem dan political well yang membudayakan ibadah anti korupsi. Memahami pentingnya hal tersebut, Umar bin Khoththob r.a ketika menjabat sebagai kepala Negara Islam saat itu, membuat semacam surat edaran kepada seluruh gubernur. Surat itu berbunyi, “Wahai seluruh wali negeri, sesunguhnya tugas yang kupandang paling penting yang harus kamu kerjakan dengan seksama adalah urusan shalat.maka barang siapa mengerjakan shalat, niscaya ia memelihara agamanya. Orang yang menyia-nyiakan shalat maka ia akan lebih menyia-nyiakan yang lain. Tidak ada biagain apa-apa dalam Islam bagi orang yang meningalkan shalat. (HR. Malik dalam Muwaththo`, no:10). Maka, sudah waktunya para pemimpin bangsa ini untuk mampu menjadi contoh dan mampu menciptakan political well yang membudayakan ibadah anti korupsi. Sehingga berbagai tindak korupsi dan permainan terhadap hukum bisa segera disapu bersih. Tanpa usaha serius dan ikhlas – bukan karena sebuah pencitraan dan kepentingan sesaat - bangsa ini kapanpun, dipimpin oleh siapapun tidak akan terbebas dari petaka korupsi, markus dan permainan hukum. Itu artinya, harapan untuk mencapai kesejahteraan dan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesa, hanya ada dalam dasar negara dan nyanyian Garuda Pancasila.    

        57    

Agar Bisnis Lebih Bermakna BPRS DANA AMANAH Surakarta Jama`ah yang dimuliakan Allah. Kenyakinan yang harus dimiliki bagi seorang muslim adalah bahwa setiap niat, rencana, pekerjaan, dan semua kehidupan didunia ini, kecil maupun besar akan di hisab dan dimintai pertanggung jawaban oleh Allah dzat yang menciptakan dan yang memiliki alam semesta ini. Sebagaimana Allah kalamkan:

ً‫ﺻ ِﻐﻴﯿ َﺮﺓة‬ ْ ‫َﺎﺏب ﻓَﺘَ َﺮﻯى ﺍا ْﻟ ُﻤ ْﺠ ِﺮ ِﻣﻴﯿﻦَ ُﻣ‬ ُ ‫ﺿ َﻊ ﺍا ْﻟ ِﻜﺘ‬ َ ‫ﺏب َﻻ ﻳﯾُ َﻐﺎ ِﺩد ُﺭر‬ ِ ‫ﺎﻝل َﻫﮬﮪھ َﺬﺍا ﺍا ْﻟ ِﻜﺘَﺎ‬ ِ ‫ُﻭو‬ ِ ‫ﺸﻔِﻘِﻴﯿﻦَ ِﻣ ﱠﻤﺎ ﻓِﻴﯿ ِﻪﮫ َﻭوﻳﯾَﻘُﻮﻟُﻮﻥنَ ﻳﯾَﺎ َﻭو ْﻳﯾﻠَﺘَﻨَﺎ َﻣ‬ َ َ ْ ُ (49) ‫ﺎﺿ ًﺮﺍا َﻭو َﻻ ﻳﯾَﻈﻠِ ُﻢ َﺭرﺑﱡ َﻚ ﺃأ َﺣﺪًﺍا‬ َ ‫َﻭو َﻻ َﻛﺒِﻴﯿ َﺮﺓةً ﺇإِ ﱠﻻ ﺃأ ْﺣ‬ ِ ‫ﺼﺎﻫﮬﮪھَﺎ َﻭو َﻭو َﺟﺪُﻭوﺍا َﻣﺎ َﻋ ِﻤﻠﻮﺍا َﺣ‬

“Dan diletakkanlah kitab, lalu kamu akan melihat orang-orang bersalah ketakutan terhadap apa yang (tertulis) di dalamnya, dan mereka berkata: "Aduhai celaka kami, kitab apakah ini yang tidak meninggalkan yang kecil dan tidak (pula) yang besar, melainkan ia mencatat semuanya; dan mereka dapati apa yang telah mereka kerjakan ada (tertulis). Dan Tuhanmu tidak menganiaya seorang juapun." (Qs. Al-Kahfi: 49).

Oleh karena itu seorang muslim sebelum memutuskan untuk melakukan sesuatu harus mempunyai alasan yang tepat dan jelas. Imam Hasan al-Bishri –semoga Allah merahmatinya- berkata: "Semoga Allah memberikan rahmatnya kepada hamba yang mau meninjau kembali keinginannya, apabila didapati keinginannya itu sesuai perintah Allah maka ia lanjutkan, dan apabila mendapati keinginnanya itu bukan karena Allah, maka ia tanguhkan". Keyakinan semacam itulah yang membedakan seorang mukmin dengan orang yang hanya berorentasi kepada kehidupan duiawi semata. Kehidupan seorang mukmin harus mempunyia misi dan visi, untuk apa ia hidup dan untuk apa semua yang ia kerjakan. Dengan demikian kehidupan seorang akan lebih manfaat baik bagi dirinya maupun orang lain, tidak hanya fantastis dunia melainkan juga untuk mengais pesona kehidupan akherat. Jamaah yang dimuliakan Allah. Dunia Interprener dan Bisnis adalah dua dunia yang sangat rentan berhubungan dengan dunia fulus dan publik. Kejujuran dan keuletan seseorang menjadi modal utama untuk mencapai keberhasilan. Namun tidak jarang orang yang ingin mencapai tujuannya dengan melakukan hal yang tidak diridhoi oleh Allah. Baginya yang penting adalah untung dan mengahasilkan uang. Tiadak perlu memperhatiklan apa yang didapat dan yang dihasilkan itu halal atau tidak. Memang kalau berbicara tentang norma; halal atau haram, agaknya kuno dan sok suci. Karena orang sekarang berfikiran bahwa mencari pekerjaan aja sulit apalagi harus memilahmilah mana yang halal dan mana yang haram. Etika dan norma berbisnis bagi sebagian orang dianggap penghalang untuk mencapai sebuah tujuan. Pemikiran orang semacam ini tidak lain adalah cerminan dari sebuah keputusasaan. Ia tidak yakin mendapatkan pekerjaan atau uang yang halal. Karenanya orang semacam itu cenderung malas bahkan tidak mau berusaha bagaimana mendapatkan uang yang halal. Baginya semuanya sama, yang penting bisa untuk kehidupan. Ini adalah model orang yang tidak mempunyai misi dan kometmen dalam kehidupannya. Ia lupa bahwa semua kehidupannya akan dinintai pertangung jawaban. Seorang mukmin yang baik, ia akan selalu berhati-hati dalam melakukan suatu aktifitas, ia paham terhadap resikunya baik itu bagi dirinya atau orang lain, bukan hanya sekedar hasil yang dikeruk dari usahanya. Dalam sebuah hadist dikatakan bahwa, nanti diakerat kedua kaki manusia tidak akan bisa beranjak dari tempatnya sehingga ditanya empat perkara, diantaranya adalah dari mana hartanya diperoleh dan untuk apa hartanya digunakan. (HR. al-Baihagi).

  58    

Seorang ulama salaf mengatakan bahwa harta yang halal akan dihisab sedang apabila haram bukan sekedar dihisab tetapi akan menjerumuskannya kedalam api neraka. Jadi baik harta itu haram atau halal semua akan dimintai pertanggung jawabannya. Maka, tidak heran apabila seorang bisnismen ini mampu menjaga norma dan etika, berbuat amanah dan jujur, mereka nantinya kata rasulullah bersama para nabi dan Shiddiqin. Agaknya sulit memang dalam dunia bisnis yang penuh persadaingan dan saling menjatuhkan, apalagi jorgan-jorgan barat yang selalu mengemborkan pasar bebas. Pasar bebas ini tidak lain adalah cara barat untuk menguatkan nilai-nliai kapitalisnya dalam tatanan dunia modern. Bagi mereka hanya ada satu yang mereka kejar yaitu untung dan untung, terlepas berdampak negatif bagi fihak lain ataupun lingkungan. Disini dibutuhkan kasadaran yang mendalam bagi pelaku bisnis, terutama bisnismen muslim. Kesadaran bahwa ketika ia bekerja atau berbisnis adalah salah satu bentuk menjalankan sebuah ibadah, yang mana hukumya adalah wajib seperti wajibnya orang melakukan sholat. Allah berkalam,

‫ﺴﻦَ ﱠ‬ ‫َﻭوﺍا ْﺑﺘ َِﻎ ﻓِﻴﯿ َﻤﺎ ﺁآﺗَﺎ َﻙك ﱠ‬ ‫ﷲُ ﺇإِﻟَ ْﻴﯿ َﻚ َﻭو َﻻ ﺗَ ْﺒ ِﻎ‬ َ ‫ﺴﻦْ َﻛ َﻤﺎ ﺃأَ ْﺣ‬ َ ‫ﷲُ ﺍاﻟﺪﱠﺍا َﺭر ْﺍاﻵ ِﺧ َﺮﺓةَ َﻭو َﻻ ﺗَ ْﻨ‬ ِ ‫ﺼﻴﯿﺒَ َﻚ ِﻣﻦَ ﺍاﻟ ﱡﺪ ْﻧﻴﯿَﺎ َﻭوﺃأَ ْﺣ‬ ِ َ‫ﺲ ﻧ‬ ‫ﺽض ﺇإِﻥنﱠ ﱠ‬ َ‫ﺴ ِﺪﻳﯾﻦ‬ َ َ‫ﺍا ْﻟﻔ‬ ِ ‫ﷲَ َﻻ ﻳﯾُ ِﺤ ﱡﺐ ﺍا ْﻟ ُﻤ ْﻔ‬ ِ ‫ﺴﺎ َﺩد ﻓِﻲ ْﺍاﻷَ ْﺭر‬

" Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenimatan) dunia dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu (QS. Al-Qoshosh:77). Karena itu, ketika seseorang dalam menjalankan shalat begitu sangat menjaga syarat sah dan rukun shalat, dengan tujuan agar ibadah shalatnya diterima Allah, maka sudah seharusnya ia juga menjaga kejujuran dan kehalalan harta yang diperolehnya agar menyelamatkannya dari apa neraka. Dengan kesadaran seperti itu pembisnis muslim akan selalu menjadikan bisnisnya sebagai lahan ibadah kepada Allah. Sehingga ia selalu jujur dan profesional, karena sadar ia diawasi oleh Rabbnya. Harta kekayaan yang ia miliki, tidak membuatnya silau dan jauh dari Allah. Harta tidak dijadikan satu-satunya tujuan, sehingga menghalalalkan segala cara. Sebaliknya harta ia jadikan sebagai jembatan kokoh menuju akherat. Harta ia jadikan alat perjuangan untuk menegakkan panji-panji agama Allah sebagaimana para shahabat nabi telah melakukannya. Karenanya ia selalu ringan berinfaq, bersedekah, menguarkan zakat, karena dia sadar bahwa dalam hartanya ada hak milik bagi fakir miskin. Sebagaimana Allah kalamkan: ‫ﻭوﻡم‬ ‫“ َﻭوﻓِﻲ ﺃأَ ْﻣ َﻮﺍاﻟِ ِﻬﮭ ْﻢ َﺣ ﱞ‬Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk ‫ﻖ ﻟِﻠ ﱠ‬ ِ ‫ﺴﺎﺋِ ِﻞ َﻭوﺍا ْﻟ َﻤ ْﺤ ُﺮ‬ orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian”(Qs. AdzDzariyat:19). Wallahu `alam.          

       

  59    

Memimpikan Praktek Perbankan Syariah Yang Ideal Imronudin, Ph.D (Dosen FEB Universitas Muhammadiyah Surakarta) Jamaah yang dimuliakan Allah. Kita menyaksikan perkembangan perbankan syariah diberbagai belahan dunia, tidak hanya di Negara-negara yang berpenduduk muslim tetapi juga di Negara-negara barat yang notabene jumlah penduduk muslimnya merupakan minoritas. Sebut saja misalnya perkembangan perbankan syariah di Australia, Jerman, Inggris raya dan masih banyak lagi yang lain, bahkan negara Rusia juga mewacanakan untuk membuka perbankan syariah1. Motivasi yang mendorong pendirian perbankan syariah diberbagai negara memang bermacam-macam. Namun demikian gagasan awal pendirian perbankan syariah di dasari dengan keinginan kaum muslimin untuk membuat institusi yang bisa dijadikan sarana untuk melakukan transaksi keuangan sesuai dengan prisnip-prinsip syairah. Awal mula praktek transaksi keuangan yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah dilakukan di mesir tahun 1963 dengan didirikannya Mit Ghamr Local Saving Bank (Billah, 2007) dan Tabung Haji di Malaysia yang didirikan setelah kemerdekaan Malaysia tahun 1956 (Kahf, 2004). Kedua lembaga keuangan /bank Islam tersebut sering dijuluki sebagai experimental Islamic banks. Meskipun perbankan syairah harus memenuhi beberapa syarat agar sesuai dengan prinsip-prinsip syariah dalam operasinya, namun salah satu cirri yang menonjol dari perbankan syariah adalah bahwa dalam transaksinya perbankan syariah tidak didasarkan pada bunga. Sebagai alternatifnya perbankan syariah menawarkan system bagi hasil atau profit loss sharing (PLS) yang bisa berupa akad mudarabah dan musharakah. Prisnip PLS inilah yang secara teoritis menjadi keunggulan dari perbankan syariah. Menurut Agrawal dan Yousef (2000), ada beberapa keunggulan dari konsep PLS dibandingkan dengan perbankan konvensional yang beroperasi berdasarkan prinsip bunga. Pertama, PLS dianggap lebih adil karena keuntungan dan kerugian dinikmati dan ditanggung bersama oleh pihak bank dan nasabah (peminjam), sedangkan pada perbankan konvensional peminjam menanggung beban tetap tanpa mempertimbangkan kemungkinan untung atau rugi yang dihadapi peminjam. Kedua, berbeda dengan prinsip bunga yang lebih menekankan pada kelayakan (creditworthiness) nasabah, PLS lebih menekankan pada kelayakan project (the soundness of project). Dengan demikian perbankan syariah bisa lebih mendorong efisiensi alokasi modal dalam sebuah perekonomian dengan memprioritaskan pada penyaluran pembiayaan pada proyek-proyek yang produktif. Ketiga, PLS dianggap lebih bisa menstabilkan ekonomi dibandingkan dengan system bunga. Namun demikian dalam prakteknya, penerapan PLS lebih kecil dibandingkan dengan mark-up principle (misalnya; murabahah, salam, istisna). Misalnya saja di Indonesia sampai dengan akhir tahun 2013 pembiayaan berdasarkan PLS hanya sekitar 21,5% sedangkan sisanya sebesar 78,5% berdasarkan prinsip mark-up. Hal ini sungguh sangat ironis mengingat, setidaknya secara teoritis, bahwa keunggulan perbankan syariah dibandingkan dengan perbankan konvensional adalah karena prinsip bagi hasil (PLS). Realitas di lapangan yang ditemukan lebih banyaknya penerapan mark-up principles dalam pembiayaan bank syariah mengakibatkan mereka yang kurnag begitu paham dengan perbankan syariah akan berpendapat bahwa praktek perbankan syariah “tidak berbeda” dengan perbankan konvensional. Karena yang ada dibenak mereka adalah bahwa nasabah menerima nilai uang yang lebih kecil dibandingkan dengan jumlah uang yang harus dikembalikan ke bank. Disisi lain keunggulan PLS yang didengung-dengungkan oleh para ahli perbankan syariah dalam prakteknya ternyata tidak memiliki daya tarik. Pertanyaanya adalah mengapa konsep PLS yang demikian bagusnya tidak banyak dipraktekan dalam perbankan syairah atau setidaknya kalah popular dengan penggunaan                                                                                                                         1

 www.inilah.com  (Raksasa  perbankan  Rusia  Perkenalkan  Bnak  syariah)  

  60    

prinsip mark-up? Dari beberapa temuan penelitian menunjukkan bahwa secara garis besar akad-akad pembiayaan berdasarkan prinsip PLS memang lebih berisiko dibandingkan dengan akad-akad pembiayaan lain. Pembiayaan berdasarkan prinsip PLS menuntut tidak hanya keterbukaan tetapi juga kejujuran dari nasabah/ peminjam. Di sisi lain akad pembiayaan berdasarkan prinsip mark-up lebih simple daibandingkan dengan PLS. Jamaah yang dimuliakan Allah. Rendahnya penerapan pembiayaan syariah berdasarkan prinsip PLS ini merupakan tantangan tersendiri bagi pihak-pihak yang berkepentingan. Oleh karena itu perlu di carikan jalan keluar untuk mengatasi hambatan penerapan PLS. Pemerintah dalam hal ini perlu meningkatkan perannya dalam mendorong perbankan syariah untuk lebih banyak mengunakan PLS. Demikian juga pihak perbankan harus mencari jalan yang bisa menurunkan risiko dari penerapan PLS. Selanjutnya perlu adanya peningkatan pemahaman bagi nasabah akan manfaat yang lebih besar atas penggunaan prinsip PLS. Jika itu semua terpenuhi dan penerapan PLS melampaui mark-up principle, maka keunggulan PLS sebagaimana diidealkan akan menjadi kenyataan karena dengan PLS akan ada link yang kuat antara sektor perbankan dengan sektor riil. Dengan demikian pertumbuhan pembiayaan melaui perbankan syariah akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan pada akhirnya kesejahteraan rakyat akan meningkat.

          61    

Gerakan Menabung di Bank Syariah Meskipun sejak tahun 1990-an bank syariah sudah cukup lama hadir di Indonesia yang berpenduduk mayoritas beragama Islam, namun selama sekian tahun kehadiran bank syariah tersebut masih belum mampu mengubah persepsi dan pemahaman masyarakat terhadap operasional bank syariah. Pemahaman masyarakat masih rendah dan sebagian besar menganggap bahwa bank syariah sama dengan bank konvensional. Masih banyak yang mengatakan bahwa bank syariah hanya beda nama saja dan beda pakaian seragam karyawannya dengan bank konvensional. Secara sepintas memang tidak ada perbedaan antara menabung di bank syariah dan bank konvensional. Namun apabila kita cermati, ada perbedaan mendasar apabila menabung di bank syariah dibandingkan dengan bank konvensional yaitu bank syariah dalam menjalankan operasionalnya berdasarkan prinsip syariah. Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) pada tahun 2004 telah mengeluarkan fatwa bahwa “Bunga Bank Hukumnya Haram” dikarenakan mengandung unsur Riba. Allah SWT memerangi riba dan pelakunya, sebagaimana dijelaskan dalam firman-Nya dalam QS Albaqarah : 279, “Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba) maka ketahuilah bahwa Allah dan Rasulnya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya”. Selain itu, Rasulullah juga menjelaskan bahaya riba dan sekaligus mengancam pelakunya, sebagaimana hadis yang diriwayatkan dari Jabir radhiyallahu ‘anhu beliau berkata, Rasulullah SAW bersabda, “Allah melaknat orang yang memakan (pemakai) riba, orang yang memberi riba, dua orang saksi dan pencatat (dalam transaksi riba), mereka sama saja”. (HR. Muslim dan Ahmad). Dalam hadis lain diriwayatkan dari Abdullah bin Masud RA Rasulullah SAW bersabda, “Riba Itu Ada 73 Pintu (Dosa). Yang Paling Ringan Adalah Semisal Dosa Seseorang Yang Menzinai Ibu Kandungnya Sendiri. Sedangkan Riba Yang Paling Besar Adalah Apabila Seseorang Melanggar Kehormatan Saudaranya.”(HR. Al Hakim Dan Al Baihaqi) Selain perbedaan mendasar tersebut, bila kita menabung di bank syariah memiliki beberapa kelebihan dibandingkan bank konvensional. Di perbankan konvensional bank menjadi debitur dan penabung menjadi kreditur. Atas dasar simpan pinjam ini bank konvensional membayar bunga kepada penabung dengan tingkat bunga yang sudah ditentukan, tanpa mempedulikan berapa keuntungan yang diperoleh bank atau justru kerugian yang diderita bank. Sedangkan di perbankan syariah penabung merupakan mitra bagi bank, sekaligus investor bagi bank syariah. Karena sebagai investor penabung berhak menerima hasil investasi dari bank itu atau lebih dikenal dengan bagi hasil. Hasil yang diperoleh penabung naik turun secara proporsional mengikuti perolehan keuntungan bank syariah. Muamalah berdasarkan konsep kemitraan dan kebersamaan dalam profit dan risk ini akan lebih mewujudkan ekonomi yang lebih adil dan transparan. Keunggulan lainnya terletak pada bagaimana dana penabung dimanfaatkan atau dikelola. Di bank konvensional penabung tidak tahu dan tidak punya hak untuk tahu kemana dana yang ditabung bakal disalurkan, termasuk bila dana itu ternyata untuk proyek-proyek yang haram seperti perjudian, pornografi dan bisnis lain yang tidak sesuai syariah. Sedangkan nasabah yang menabung di bank syariah, insya Allah akan mendapatkan hasil yang diperoleh dari   62    

usaha yang halal. Karena ketika bank syariah menyeleksi proyek yang akan dibiayai bukan hanya melihat dari sisi kelayakan usaha saja, tapi juga melihat pada halal-haramnya usaha itu. Pada bank syariah, semua nasabah bank syariah baik itu deposan maupun debitur terhindar dari praktik moral hazard yang biasanya bersumber dari sistem riba sehingga menabung di bank syariah lebih aman ditinjau dari perspektif Islam. Menabung dan mendepositokan uang di bank syariah dengan sistem mudharabah akan mendapat berkah dari Allah SWT. Semua tabungan dan deposito di kelola dengan konsep bagi hasil. Keberkahan itu terlihat dengan jelas dalam sebuah hadist Nabi Muhammad SAW berikut: dari Sholih bin Shuhaib r.a bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Tiga macam yang mendapat berakah, pertama, jual beli secara tangguh, kedua, transaksi mudharabah, ketiga, mencampur gandum dengan tepung untuk dimakan bukan untuk dijual” (Hadits Riwayat ibnu majah no. 2280, kitab Tijarah). Dengan sistem mudharabah, maka bank syariah akan memberikan bagi hasil kepada nasabah sesuai dengan tingkat pendapatannya. Bank syariah membagi hasil sesuai dengan tingkat keuntungan yang diperolehnya berdasarkan nisbah bagi hasil yang telah disepakati. Meski berbasis syariah, fasilitas layanan dan teknologi dalam operasional bank syariah tidak kalah dengan bank konvensional. Bank dengan basis syariah juga bisa memudahkan nasabah dalam melakukan transaksi. Fasilitas yang dapat dimanfaatkan oleh nasabah dalam bertransaki semakin mudah, diantaranya bank syariah telah dilengkapi dengan ATM dan internet banking. Saat ini, jaringan kantor bank syariah pun semakin meningkat dan sudah tersebar di setiap daerah sehingga memudahkan nasabah dalam melakukan transaksi di kantor layanan terdekat. Sama halnya dengan bank lain, menabung di bank syariah lebih aman dan terpecaya. Sistem keamanannya juga didukung dengan teknologi pengamanan yang tinggi sehingga kerahasiaan data nasabah terjamin. Bagi nasabah yang menabung sebagai investasi di bank syariah, nasabah akan diuntungkan dengan jaminan yang diberikan oleh Lembaga penjaminan Simpanan atau LPS. Sehingga investasi yang ditanamnya akan dijamin jika suatu saat mengalami masalah tertentu. Tidak hanya dengan tabungan yang bersifat investasi namun tabungan yang sifatnya juga titipan. Jumlah tabungan titipan maupun investasi yang dijamin oleh LPS ini senilai 2 milyar serta meskipun bagi hasil yang diterima nasabah melebihi suku bunga penjaminan LPS. Jumlah jaringan kantor layanan dan fasilitas yang diberikan oleh bank syariah semakin berkembang setiap tahunnya, sehingga kondisi darurat yang menjadi alasan dikarenakan kurangnya layanan bank syariah sudah tidak tepat bagi umat Islam untuk wajib dalam bertransaksi di bank syariah. Sebagai umat Islam yang mendukung lembaga perbankan syariah, berarti ikut mengangkat derajat ekonomi ummat. Dana masyarakat yang terkumpul di bank syariah dalam bentuk tabungan maupun deposito, oleh bank syariah disalurkan untuk membiayai usaha-usaha umat sehingga ekonomi ummat bisa diberdayakan dan kesejahteraannya secara bertahap menjadi meningkat. Apabila umat Islam bersatu mendukung dan memajukan bank-bank syariah, maka Insya Allah kemajuan umat dan izzul Islam wal muslimini secara bertahap bisa diraih kembali, tidak saja dalam bidang ekonomi, tetapi juga dalam bidang-bidang lainnya.

  63    

Pengendalian Diri di Bulan Ramadhan Prof. Bambang Setiaji dan Dr. Hasan el-Qudsy, MA, M.Ed

Dibalik dari gegap gempita umat Islam dalam menyambut bulan Ramadhan yang penuh berkah ini, ada beberapa catatan yang harus diperhatikan oleh umat Islam. Catatan itu adalah meningkatnya kecenderungan prilaku konsumtif bagi sebagian besar umat Islam. Perilaku konsumtif dan cenderung berlebih-lebihan dalam belanja, tidak hanya bertentangan dengan semangat makna puasa yang mengajak kepada umat manusia agar lebih sederhana dan bersahaja dalam mejalani kehidupan, namun juga berdampak buruk bagi perekonomian. Diantaranya adalah dalam bentuk meningkatnya inflasi yang dapat membahayakan bagi sendi kehidupan perekonomian bangsa. Apa yang perlu kita lakukan? 1. Jangan Berlibih-lebihan dan Jangan Pula Pelit. Islam selalu mengajarkan kepada umatnya untuk hidup sederhana dan bersahaja. Perilaku konsumtif yang berlebih-lebihan (israf) dan mubazir adalah perilaku yang tercela. Perilaku konsumtif yang “israf” adalah prilaku konsumtif yang melebihi dari kebutuhan yang diperlukan. Termasuk berbelanja sesuatu yang sebenarnya tidak dibutuhkan. Perilaku semacam ini diharamkan, sekalipun yang kita beli atau dikonsumsi adalah sesuatu yang halal. Allah berkalam yang artiny “Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan” (Al-A’raf:31). Sedangkan perilaku konsumtif yang mubazir adalah membelanjakan harta untuk sesuatu yang haram atau untuk kemaksiatan, sekalipun sedikit (Tafsir Ibnu Katsir: 5/69). Perilaku menghambur-hamburkan harta secara boros, tidak peduli kemana dan bagaimana hartanya dibelanjakan, adalah perbuatan yang sangat dicela oleh Allah. Oleh karena itu Allah katakan sebagai perbuatan mubazir. Maka pantas jika gaya hidup semacam itu dikatakan sebagai kolega setan. “Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya” (Al-Isra`:27). Cara yang tepat dalam berbelanja adalah sebagaimana Allah ajarkan dalam surah AlFurqon, “Dan orang-orang yang apabila membelanjakan harta mereka tidak berlebih-lebihan dan tidak pula kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian” (Al-Furqon: 67). Ketika Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam Al-Qur'an memerintahkan kita agar tidak pelit dan tidak pula terlalu boros, ternyata manfaatnya bukan hanya untuk umat Islam sendiri, tetapi juga kebaikan bagi seluruh penduduk dunia. Ini terbukti ketika terjadi krisis global moneter yang bermula terjadi di Amerika baru-baru ini, para pemikir ekonomi dunia berkesimpulan untuk mendorong agar si boros (negara maju) merubah gaya hidup dan kebiasaan konsumsinya dan mulai menabung, pada saat bersamaan mendorong agar si pelit (negara berkembang) juga mulai meningkatkan konsumsinya sendiri. Dengan cara inilah keseimbangan konsumsi dan produksi akan terus terjaga. Karena sebagaimana dalam surah Al-Isra’:29, di jelaskan bahwa perbuatan boros dan kikir adalah tercela dan akan membawa   64    

penyesalan baik yang bersifat lokal maupun internasional. Sekali lagi, ini adalah salah satu bukti kebenaran keuniversalan ajaran Islam. Maha Benar Allah dalam segala kalam-Nya.

2. Sederhana dalam Berbuka dan Sahur Agar sahur dan berbuka membawa keberkahan, Rasulullah memberikan beberapa teladan. Diantaranya adalah makan secukupnya dan tidak boleh berlebih-lebihan. Dalam sebuah hadits Rasulullah menjelaskan, “Tiada tempat yang yang lebih buruk yang dipenuhi oleh seseorang daripada perutnya, cukuplah bagi seseorang beberapa suap saja untuk menegakkan tulang punggungnya; jikapun terpaksa, maka sepertiga untuk makanannya, sepertiga untuk minu-mannya dan sepertiga lagi untuk bernafas” (HR. Ahmad dan dishahihkan oleh Al-Albani). Berbuka dengan secukupnya tentu akan membuat badan sehat dan menghindarkan dari berbagai penyakit yang tidak diingankan. Disamping itu badan terasa ringan, karena organ pencerna makanan tidak terlalu berat dalam menjalankan pekerjaannya. Sehingga tenaga yang dimiliki tubuh dapat dibagi untuk menjalankan aktifitas lain. Selain itu, puasa juga sangat bermanfaat bagi tubuh sebagai sarana untuk mengeluarkan racun-racun. Akan tetapi apabila makan atau sahur dengan berlebihan, disamping termasuk perbuatan yang tidak dicintai oleh Allah dan Rasulnya, juga akan memberatkan pekerjanan organ pencernaan, sehingga seluruh tenaga tersedot semuanya, akibatnya, badan bukan menjadi aktif tetapi malah loyo. Seseorang pun akan dibuat kantuk dan mudah tidur. Akibatnya tujuan sahur dan berbuka untuk membantu tubuh menjalankan aktifitas selama puasa tidak tercapai.

3. Kurangi “’itikaf” di mall-mall Sudah seharusnya umat Islam menyadari bahwa semakin mendekati berakhirnya bulan ramadhan, semakin banyak keutamaan dan bonus yang diberikan oleh Allah kepada hambanya. Diantaranya adalah terdapat malam lailatul qodar. Malam seribu bulan. Namun ironisnya, tidak sedikit umat Islam bukannya memadati manjid-masjid dan surau, malah mereka lebih senang antri berjubelan di mall-mall dan pusat belanja. Diantara mereka ada yang hanya jalan-jalan mehabiskan waktu malamnya atau sibuk menimbun bahan kebutuhan. Namun ada juga yang tergiur bonus-bonus yang sengaja ditawarkan oleh pelaku bisnis. Akibatnya, sebagian mereka berbelanja, bukan karena kebutuhan namun karena ada bonus-bonus. Hal ini bisa jadi terjadi karena kurangnya pemahaman masyarakat terhadap karakter dan keistimewaan bulan Ramadhan. Disamping psikologis masyarakat yang mudah dipermainkan oleh pelaku bisnis. Fenomena “`Itikaf” di mall-mall dan pusat belanja semacam itu sebenarnya dapat dikurangi sekiranya kita sadar terhadap keutamaan bulan ramadhan terutama menjelang berakhirnya dan kemampuan untuk menahan nafsu belanja.

  65    

4. Berbagi Kepada Sesama Ibadah puasa selain bertujuan untuk membentuk keshalehan pribadi, puasa juga diharapkan mampu membentuk kesalehan sosial. Dimana didalam puasa seseorang dididik untuk memiliki rasa kebersamaan, kesetia kawanan, perhatian terhadap kaum miskin dan orang lemah. Sisi keshalehan sosial ini merupakan salah satu ruh atau subtansi dari pelaksanan ibadah ritual. Oleh karena itu Rasulullah ketika memasuki bulan puasa, tidak hanya menghasung umatnya untuk meningkatan berbagai ibadah ritual, namun beliau juga meningkatkan berbagai ibadah sosial. Seperti membantu orang yang lemah dan memberikan berbagai bantuan materi kepada fakir miskin. Sebagaimana diriwayatkan oleh imam Bukhori, “Bahwa Rasulullah saw. adalah orang yang paling dermawan. Dan beliau lebih dermawan lagi di bulan Ramadhan. Dan kedermawanan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melebihi angin yang berhembus” (HR. Bukhari). Bagaimana Islam Mengarahkan Kelebihan Uang (Surplus)? Surplus baik pada tingkat individu atau keluarga dan pada tingkat negara misalnya surplus neraca pembayaran antar negara diarahkan oleh Islam untuk digunakan pada sisi produktif. Arahan Islam untuk hidup tengah, tidak konsumtif, menyebabkan kelebihan kas ditangan cenderung diinvestasikan. Misal jika dalam satu RT terdiri dari 20 KK, katakanlah terdapat 10 penganggguran (kaum fakir). Seorang yang memiliki kelebihan rezeki membatalkan tambahan membeli mobil kelas menengah senilai 500 juta karena dorongan agama. Dana itu dapat digunakan untuk membeli beberapa mesin untuk produksi seperti mesin jahit dan bordir, mesin las, mesin cetak sederhana dan sebagainya. Akibatnya produksi suatu bangsa meningkat, kaum fakir (pengangguran) mendapat pekerjaan dan income, inflasi diharapkan menurun karena suplai produk meningkat. Agama Islam sangat mengagumkan karena salah satu pilar atau rukun atau ajaran pokoknya adalah mengurangi pengangguran atau kefakiran yang disejajarkan dengan shalat penyembahan kepada Allah pencipta seluruh alam. Barat khususnya Amerika dan Eropa sekarang dilanda pengangguran dan cara mengatasinya dengan cara bank sentral menggelontor uang dengan jalan menjual surat berharga. Cara tersebut bisa menyebabkan inflasi yang meningkat manakala tidak berhasil diinvestasikan ke sektor produktif tetapi hanya mendorong konsumsi. Dengan mengerem hidup hedonis atau bermewahan, energi umat Islam sebenarnya didorong untuk produktif, lebih lagi dorongan untuk mengurangi kefakiran yang tentu saja hanya mungkin dengan diberi pekerjaan. Mengenai pentingnya pekerjaan dan bukan hanya bagi-bagi uang diperlihakan dalam suatu hadits, bahwa pada suatu saat seorang pemuda menghadap Rasulullah SAW untuk memeroleh bagian dari baitul maal (APBN/APBD) dari Rasulullah. Rasulullah kemudian memberi arahan bahwa anak muda tersebut tidak berhak atas baitul maal tetapi sebaiknya memecahkan masalah kefakirannya dengan bekerja. Bekerja memberinya kemuliaan dan harga diri. Secara garis besar agama Islam menyarankan supaya kelebihan uang di tangan tidak dibelanjakan yang bersifat konsumtif hedonik, tetapi di investasikan untuk menciptakan pekerjaan dan menolong kaum fakir memperoleh pekerjaan, pemasukan, harga diri dan kemerdekaan.

  66    

Kumpulan Kultum Ekonomi Islam dan Perbankan Syariah Masyarakat Ekonomi Syariah Surakarta Buku Kumpulan Kultum Ekonomi dan Keuangan Ummat berisi materi-materi ceramah pendek untuk kuliah tujuh menit yang digagas oleh Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) Surakarta bersama beberapa organisasi lainnya, seperti ASBISINDO, ICMI, serta elemenelemen ummat Islam Surakarta. Penerbitan buku ini bertujuan untuk mengenalkan Ekonomi Islam dan Keuangan Syariah kepada masyarakat. Materi-materi kultum ditulis oleh para pakar Ekonomi Islam dari ulama, akademisi, dan praktisi. Berikut adalah nama-nama penulis yang berpartisipasi dalam penerbitan buku ini: 1. Prof. Dr. Bambang Setiaji 2. Dr. Wisnu Untoro, M.S. 3. Dr. Lukman Hakim, M.Si. 4. KH. Wahyudin 5. Dr. Muh. Mu’inudinillah Basri, MA. 6. Dr. Muh. Abdul Khaliq Hasan, MA. M.Ed. 7. Muhammad Sholahuddin, SE, M.Si. 8. Ibrahim Fatwa Wijaya, SE., M.Sc 9. H. Ahmad Fadloli, SP 10. Imron Rosyadi, SE, M.Si 11. Putri Permatahusa, SE, M.Buss 12. Arif Rahman Hakim, SE 13. Nugroho Arief Harmawan 14. Dzikriya Syukriyana, SE 15. Imronudin, Ph.D 16. Meissy Anrewanda Wanindyatama 17. ASBISINDO Surakarta 18. Pesantran Al-Es’af 19. FoSSEI Surakarta 20. Dkk.

  67