EFEK PAKAN BERSUPLEMEN JAMUR LINGZHI (GANODERMA

Download Penelitian ini berjudul Efek Pakan Bersuplemen Jamur Lingzhi. (Ganoderma lucidum) dan Kromium Organik Terhadap Kondisi Fisiologis Sapi. Per...

0 downloads 329 Views 913KB Size
EFEK PAKAN BERSUPLEMEN JAMUR LINGZHI (Ganoderma lucidum) DAN KROMIUM ORGANIK TERHADAP KONDISI FISIOLOGIS SAPI PERAH LAKTASI

SKRIPSI AMIR SUPRIHANTORO

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

RINGKASAN AMIR SUPRIHANTORO. D24053711. 2010. Efek Pakan Bersuplemen Jamur Lingzhi (Ganoderma lucidum) dan Kromium Organik Terhadap Kondisi Fisiologis Sapi Perah Laktasi. Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama Pembimbing Anggota

: Dr. Ir. Dwierra Evvyernie A., MS., MSc. : Dr. Ir. Didid Diapari., MS

Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mendukung produktivitas sapi perah di Indonesia yaitu dengan pemberian pakan yang berkualitas dan menjaga kondisi fisiologis sapi perah dengan baik. Ganoderma lucidum merupakan jenis jamur polipor yang memiliki kandungan zat aktif berupa β-D-glukan dan polisakarida aktif yang berfungsi sebagai stimulator kekebalan. Kromium merupakan zat mineral yang esensial yang dibutuhkan oleh ternak dan manusia. Kromium bermanfaat dalam metabolisme karbohidrat, protein, lemak, dan asam nukleat. Selain itu, kromium diyakini dapat membangun sistem kekebalan tubuh. Kromium yang digunakan adalah kromium organik yang merupakan hasil inkorporasi kromium anorganik ke dalam tubuh buah atau miselium G. lucidum. Tujuan penelitian ini adalah mempelajari pengaruh pemberian suplemen jamur G. lucidum dan Cr organik di dalam ransum terhadap kondisi fisiologis dan performa sapi perah laktasi. Perlakuan yang diberikan dalam penelitian ini adalah P0 (kontrol/ransum basal), P1 (P0 + suplemen G. lucidum), dan P2 (P0 + suplemen G. lucidum + Cr organik). Ketiga perlakuan ini diberikan sembilan ekor sapi perah laktasi yang dibagi ke dalam tiga kelompok produksi susu harian: tinggi (± 9 liter), sedang (±6 liter), dan rendah (±3 liter). Data dianalisis secara deskriptif dengan menggunakan metode statistik non-parametrik deskriptif dengan uji Kruskal-Wallis. Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah suhu lingkungan, suhu rektal, respirasi, profil darah, konsumsi bahan kering dan kecernaan bahan kering, pertambahan bobot badan. Hasil penelitian in vivo memperlihatkan bahwa respon terbaik ditunjukkan oleh perlakuan P2 yaitu suplemen campuran G. lucidum dan Cr organik (P2) memberikan pengaruh positif terhadap sapi yang memiliki produksi susu rendah tetapi tidak berpengaruh pada kelompok sapi berproduksi susu tinggi dan sapi berproduksi susu sedang. Pemberian perlakuan P2 menunjukkan indikasi terjadinya peningkatan imunitas yang terdeteksi dari peningkatan limfosit dan juga mampu menekan rasio netrofil dan limfosit yang merupakan salah satu indikator stress pada kelompok ternak yang memiliki produksi susu rendah. Kata-kata kunci : G. lucidum, Cr organik, fisiologis, sapi laktasi.

ABSTRACT Effect Of Feed Supplemented By Ganoderma lucidum And Organic Cromium To The Physiological Condition And Performance of Lactating Dairy Cattle A. Suprihantoro, D. Evvyernie, and D. Diapari Ganoderma lucidum is species of a poliphores mushrooms which has some active compounds like β-D-glukan and active polysaccharides for immunity stimulator. Chromium is a trace mineral which is essential for carbohydrate, protein, fat and nucleic acid of animal and human metabolism as well as supporting of immunity system. Organic chromium is one form of safety chromium for animal which has high absorbtion. Organic chromium coul be made by incorporating anorganic Chromium to miselium of G. lucidum. The aim of this research was to study the effect of supplementation of G. lucidum fruiting body and organic Chromium to the physiological condition and performance of lactating dairy cattle. The treatments were P0 (control/ basal diets), P1 (P0 + G. lucidum), and P2 (P0 + G. lucidum + Organic Cr). These three treatments were given to each group of dairy cattle based on daily milk production. The results were analyzed by non parametric statistic with Kruskal-Wallis test. The variables were observed in this experiment such as environment temperature and humidity, rectum temperature, respirations, blood profiles, dry matter and organic matter consumption, dry matter digestibility and organic matter digestibility, daily weight gain, ,. The finding results showed that the best response of treatments can be seen from P2 treatment. The mix of G. lucidum and organic Chromium give positive effect to the low milk production of dairy cattle group. However, P2 treatment did not give significant influence to the group of the high milk production and the middle milk production of dairy cattle groups. In low milk dairy cattle production groups, the P2 treatment showed increasing in immunity that shown from increasing of lymphocyte and the lowest of neutrophil and lymphocyte ratio as a stress indicator. Keywords : G. lucidum, organic Chromium, physiology, dairy cattle

EFEK PAKAN BERSUPLEMEN JAMUR LINGZHI (Ganoderma lucidum) DAN KROMIUM ORGANIK TERHADAP KONDISI FISIOLOGIS SAPI PERAH LAKTASI

AMIR SUPRIHANTORO D24053711

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

Judul Skripsi

: Efek Pakan Bersuplemen Jamur Lingzhi (Ganoderma lucidum) dan Kromium Organik Terhadap Kondisi Fisiologis Sapi Perah Laktasi.

Nama

: Amir Suprihantoro

NIM

: D24053711

Menyetujui :

Pembimbing Utama

Pembimbing Anggota

Dr. Ir. Dwierra Evvyernie A., MS., MSc. NIP. 19610602 198603 2 001

Dr. Ir. Didid Diapari, MS NIP. 19620617 199002 1 001

Mengetahui : Ketua Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Idat G Permana, MSc NIP. 19670506 199103 1 001

Tanggal Ujian : 12 Februari 2010

Tanggal Lulus : 05 Maret 2010

RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta Selatan pada hari Senin tanggal 24 Agustus 1987, sebagai anak pertama dari dua bersaudara, dari pasangan bapak Dr. Ahmad Darsono Soedibyo, M.Si dan ibu Nur Hikmah. Latar belakang pendidikan penulis dimulai dari TK. Syuhada Depok pada tahun 1992 sampai 1993. Kemudian pada tahun 1993, penulis melanjutkan pendidikan di SDN 01 Cipedak Jagakarsa, Jakarta Selatan sampai dengan tahun 1999. Tahun 1999 sampai dengan tahun 2002, penulis meneruskan pendidikan di SLTP PRIBADI Depok (salah satu yayasan pendidikan Indonesia-Turki). Tahun 2002 sampai dengan tahun 2005, penulis melanjutkan sekolah di SMUN 49 Jakarta Selatan. Setelah dinyatakan lulus SMUN 49 pada tahun 2005 penulis kemudian mengikuti Seleksi Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SPMB pada saat itu) dan memilih IPB sebagai PTN pilihan pertama. Kemudian setelah dinyatakan diterima di IPB, penulis melanjutkan pendidikan di jurusan Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan dengan program Major Minor. Selama menjadi mahasiswa, penulis sempat aktif dalam organisasi keislaman ekstra kampus yaitu HMI (Himpunan Mahasiswa Islam). Penulis sempat aktif dalam HIMASITER (Himpunan Mahasiswa Nutrisi Ternak). Penulis juga aktif dalam organisasi olah raga kampus yaitu Taekwondo IPB dan Klub Basket Fakultas Peternakan IPB. Selain itu penulis sering berpartisipasi dalam beberapa kegiatan baik di dalam maupun di luar kampus. Untuk meningkatkan pemahaman keilmuannya dan jaringan pekerjaan, penulis sempat menjadi peserta magang di beberapa perusahaan yaitu Ternak Domba Sehat Dompet Dhuafa Republika tahun 2007, Research Farm Charoen Pokphand tahun 2008, PT. PRIDE Indonesia tahun 2009, dan Lembaga Survey Metro TV tahun 2009 pada waktu yang berbeda.

KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim. Puji serta syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala berkah, rahmat, hidayah dan inayah-Nya yang telah diberikanNya kepada penulis. Shalawat dan salam untuk junjungan Nabi besar Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabatnya sehingga penulis mendapat kemudahan dan kelancaran menyelesaikan skripsi ini. Penelitian ini berjudul Efek Pakan Bersuplemen Jamur Lingzhi (Ganoderma lucidum) dan Kromium Organik Terhadap Kondisi Fisiologis Sapi Perah Laktasi pada Tingkat Produksi Susu Berbeda. Penelitian ini dilaksanakan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana dari Fakultas Peternakan IPB. Penelitian ini merupakan studi yang dilakukan penulis dengan tujuan untuk meneliti dan mengetahui kegunaan suplemen jamur Ganoderma lucidum atau yang dikenal sebagai jamur Lingzhi. G. lucidum merupakan salah satu jamur untuk obat herbal yang dapat meningkatkan kekebalan tubuh. Kandungan zat aktif berupa asam ganoderic dan polisakarida aktif mampu meningkatkan kekebalan tubuh, sebagai anti kanker, anti tumor dan anti mikroba. Hal inilah yang menjadi rangsangan untuk mencoba G. lucidum kepada hewan ternak seperti sapi perah karena sapi perah di Indonesia dianggap rentan mengalami penurunan kekebalan dan stress diakibatkan banyak hal, beberapa diantaranya adalah suhu lingkungan di Indonesia yang panas. Kandungan zat aktif dalam G. lucidum diharapkan mampu memperbaiki tingkat kesehatan ternak sapi perah. Pada akhirnya penulis berharap agar penelitian ini dapat bermanfaat bagi penelitian-penelitian yang akan dilakukan selanjutnya dan juga dapat diaplikasikan secara nyata dan kontinyu di kalangan masyarakat. Penulis juga menyadari masih banyak

kekurangan

dan

ketidaksempurnaan

dalam

penulisan

skripsi

Sesungguhnya kesempurnaan hanyalah milik Ilahirabbi. Terimakasih. Wassalam.

Bogor, Februari 2010

Penulis

ini.

DAFTAR ISI RINGKASAN ..................................................................................................

Halaman ii

ABSTRACT.....................................................................................................

iii

RIWAYAT HIDUP .........................................................................................

vi

KATA PENGANTAR .....................................................................................

vii

DAFTAR ISI....................................................................................................

viii

DAFTAR TABEL............................................................................................

xi

DAFTAR GAMBAR .......................................................................................

xii

DAFTAR LAMPIRAN....................................................................................

xiii

PENDAHULUAN ...........................................................................................

1

Latar Belakang ....................................................................................... Tujuan ....................................................................................................

1 2

TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................................

3

Sapi perah FH (Friesian Holstein)......................................................... Jamur Ganoderma lucidum .................................................................... Mineral Kromium Organik .................................................................... Pengaruh Suhu & Kelembaban Udara terhadap Sapi Perah FH ............ Pengaruh Cekaman Panas tehadap Selera Makan ................................. Stress pada Ternak ................................................................................. Suhu Rektal ............................................................................................ Respirasi................................................................................................. Kecernaan Pakan.................................................................................... Konsumsi Pakan .................................................................................... Darah ...................................................................................................... Hematokrit ................................................................................. Eritrosit/Sel Darah Merah .......................................................... Hemoglobin ............................................................................... Leukosit/Sel Darah Putih ...........................................................

3 5 7 7 7 8 8 9 9 10 11 12 12 13 13

METODE .........................................................................................................

15

Waktu dan Tempat .................................................................................. Materi ...................................................................................................... Hewan Percobaan ...................................................................... Alat yang digunakan .................................................................. Ransum ...................................................................................... Prosedur .................................................................................................. Pemeliharaan Ternak ................................................................. Ransum Perlakuan ..................................................................... Pembuatan Suplemen Ganoderma lucidum ............................... Peubah yang diamati .................................................................. Rancangan Percobaan ................................................................ Analisis Data ..............................................................................

15 15 15 15 15 15 15 16 16 17 19 19

HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................................... Suhu, Kelembaban, dan Temperature Humidity Index (THI) Kandang Pengaruh Suplementasi G. lucidum dan Campuran G. lucidum dengan Cr Organik Terhadap Kondisi Fisiologis Ternak Sapi Laktasi .............. Suhu Rektal ............................................................................................ Respirasi................................................................................................. Profil Darah............................................................................................ Nilai Hematokrit ....................................................................... Sel Darah Merah ....................................................................... Hemoglobin .............................................................................. Leukosit .................................................................................... Netrofil ...................................................................................... Limfosit ..................................................................................... Rasio Netrofil dan Limfosit ...................................................... Pengaruh Suplementasi G. lucidum dan Campuran G. lucidum dengan Cr Organik Terhadap Konsumsi, Kecernaan, dan PBB Ternak Sapi Laktasi .................................................................................................. Konsumsi ............................................................................................. Kecernaan ............................................................................................ Pertambahan Bobot Badan...................................................................

20 20 23 23 24 25 25 26 27 28 28 28 29

30 30 31 32

KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................................

34

Kesimpulan ........................................................................................... Saran .....................................................................................................

34 34

UCAPAN TERIMA KASIH ...........................................................................

35

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................

36

LAMPIRAN.....................................................................................................

39

DAFTAR TABEL

Nomor

Halaman

1. Data Biologis Sapi Perah .............................................................................

4

2. Kandungan Nutrisi Ganoderma lucidum .....................................................

6

3. Kandungan Mineral dan Vitamin Ganoderma lucidum ..............................

6

4. Kondisi Normal Dalam Sistem Sirkulasi Sapi .............................................

11

5. Komposisi Pakan Sapi Perah (% Bahan Kering) .........................................

16

6. Rataan Suhu Rektal Sapi Perah ...................................................................

23

7. Rataan Respirasi Sapi Perah ........................................................................

24

8. Profil Darah Sapi Perah ...............................................................................

25

9. Rataan Konsumsi Sapi Perah .......................................................................

30

10. Rataan Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik Sapi Perah .............

32

11. Rataan Pertambahan Bobot Badan Sapi Perah ..........................................

33

DAFTAR GAMBAR

Nomor

Halaman

1. Ganoderma lucidum ....................................................................................

5

2. Skema Pembuatan Suplemen Ganoderma lucidum .....................................

17

3. Suhu Lingkungan Sekitar Kandang Selama Penelitian ...............................

20

4. Kelembaban Lingkungan Sekitar Kandang Selama Penelitian ...................

21

5. Temperature Humidity Index (THI) Sekitar Kandang .................................

22

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor

Halaman

1. Tabel Rataan Suhu Lingkungan Pagi Hari ..............................................................

40

2. Tabel Rataan Suhu Lingkungan Siang Hari ............................................................

40

3. Uji Non Parametrik Suhu Rektal.............................................................................

40

4. Kruskal-Wallis Test untuk Suhu Rektal ..................................................................

41

5. Median Test untuk Suhu Rektal ..............................................................................

42

6. Uji Nonparamterik Respirasi...................................................................................

42

7. Kruskal-Wallis Test untuk Respirasi ......................................................................

43

8. Median Test untuk Respirasi ...................................................................................

44

9. Ekskresi BK BO, Konsumsi BK BO, dan KCBK KCBO............................

44

PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara sedang berkembang yang memiliki karakteristik laju pertumbuhan ekonomi yang cukup baik dibarengi dengan laju pertumbuhan yang pesat. Peningkatan jumlah penduduk saat ini memberikan dampak yang besar terhadap peningkatan permintaan (demand) produk pangan masyarakat. Selain itu, perkembangan masyarakat saat ini lebih ke arah yang lebih maju baik dari segi pendapatan maupun tingkat pengetahuan masyarakat mengenai pentingnya nilai gizi pangan. Hal ini membuat masyarakat cenderung lebih meningkatkan konsumsi pangan yang mengandung gizi tinggi. Salah satu produk pangan yang terus mengalami peningkatan permintaan setiap tahunnya adalah susu. Peningkatan tersebut ditandai dengan meningkatnya konsumsi susu per kapita dari tahun ke tahun, mulai dari 5,79 kg/kapita pada tahun 2001 dan meningkat menjadi 6,8 kg/kapita pada tahun 2005 (Ditjennak, 2008). Menurut Ditjennak (2008) Peningkatan konsumsi susu nasional tidak diimbangi dengan peningkatan produksi susu nasional. Dimana konsumsi susu masyarakat Indonesia terus meningkat dari 883.758 ton pada tahun 2001 menjadi 1.758.243 ton pada tahun 2007 atau terjadi peningkatan sebesar 98.9% selama kurun waktu 6 tahun dan diprediksikan akan terus meningkat pada tahun-tahun selanjutnya. Produksi susu yang tidak berkembang tersebut dapat kita lihat dari jumlah populasi sapi yang relatif tetap (stagnant), bahkan produksi dan produktivitas susu menunjukkan trend yang menurun dari tahun ke tahun akibat terbatasnya kemampuan produksi susu nasional. Oleh karena itu, pemerintah melakukan impor susu dari beberapa negara pengekspor susu antara lain Australia, Perancis dan Selandia Baru. Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mendukung produktivitas sapi perah di Indonesia yaitu dengan pemberian pakan yang berkualitas dan menjaga kondisi fisiologis sapi perah dengan baik. Salah satu cara untuk memperbaiki kualitas pakan yaitu dengan penambahan suplemen pada pakan. Penggunaan G. lucidum dan Cr organik sebagai suplemen pada pakan diharapkan dapat menjaga kondisi fisiologis ternak sapi perah dengan baik sehingga dapat mendukung peningkatan produktivitas ternak sapi perah tersebut.

G. lucidum selama ini dikonsumsi manusia sebagai suplemen makanan dan tonik kesehatan. G. lucidum telah lama digunakan sebagai obat herbal. G. lucidum dapat menjadi detoksifikasi bagi racun di dalam tubuh, meremajakan sel-sel, menyeimbangkan fungsi-fungsi berbagai macam organ tubuh, dan membantu menghilangkan penyakit. Kandungan zat aktif berupa β-D-glukan pada G. lucidum dapat mengurangi stress dan juga dapat membangun sistem kekebalan tubuh sehingga dapat terhindar dari penyakit (Chang dan Miles, 2004). Hal ini yang mendasari penggunaan G. lucidum sebagai suplemen pada pakan ternak sapi perah. Penggunaan Cr organik sebagai suplemen pada pakan ternak sapi perah disebabkan karena Cr organik dapat diarbsorbsi lebih baik dalam tubuh ternak dibandingkan dengan Cr anorganik. Cr organik dapat berfungsi sebagai pemacu peningkatan kadar Hb dalam darah sehingga diharapkan oksigen yang diikat oleh Hb dapat membuat metabolisme ternak berjalan normal dan ternak tidak mengalami stress. Selain itu, suplementasi Cr juga dapat menurunkan level kortisol (antagonistik dengan kerja insulin) pada sapi yang stress seiring dengan meningkatnya level Cr yang diberikan sehingga kinerja insulin untuk mendorong glukosa masuk ke dalam jaringan tubuh berjalan normal (Moonsie dan Mowat, 1993). Kandungan alami yang penuh manfaat pada jamur G. lucidum dan Cr organik akhirnya diharapkan dapat mengurangi hal-hal yang dapat menjadi ancaman serius bagi produktivitas dan performans sapi perah. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui manfaat suplemen jamur G. lucidum dan Cr organik terhadap kondisi fisiologis dan performa sapi perah laktasi.

TINJAUAN PUSTAKA Sapi perah FH (Friesian Holstein) Sapi perah merupakan hewan ternak yang dapat menghasilkan susu. Sapi perah sangat efisien mengubah pakan konsentrat dan hijauan menjadi susu yang bermanfaat bagi kesehatan manusia. Sapi FH atau Fries Holland berasal dari negara Belanda. Sapi ini di Amerika Serikat disebut Holstein Friesian atau disingkat Holstein dan di Eropa disebut Friesian. Sapi FH adalah sapi perah yang memiliki produksi susu tertinggi dibandingkan dengan sapi perah lainnya, tetapi kadar lemak susunya rendah. Sapi perah di Indonesia memiliki produksi susu rata-rata 10 liter/ekor/hari atau kurang lebih 3.050 kg/laktasi. Sementara itu, produksi susu sapi perah FH di Amerika Serikat rata-rata 7245 kg per laktasi dengan kadar lemak 3.65%. (Sudono et al., 2003). Menurut Sutardi (1980) bahwa suhu termonetral adalah kisaran suhu lingkungan yang menyebabkan produksi panas atau metabolisme energi hewan bebas dari pengaruh suhu lingkungan dan temperatur normal untuk sapi perah Friesian Holstein adalah untuk suhu rektal berkisar 38.5 °C dan dengan suhu termonetral lingkungan sebesar 18-22 °C dan sapi perah memiliki adaptasi yang rendah terhadap iklim di negara tropis. Sapi perah FH memiliki karakteristik antara lain memiliki warna putih dengan belang hitam atau hitam dengan belang putih sampai warna hitam. Ekor harus putih, warna hitam tidak diperkenankan, juga tidak diperbolehkan warna hitam di daerah bawah persendian siku dan lutut, tetapi warna hitam pada kaki mulai dari bahu atau paha sampai ke kuku diperkenankan (Syarief dan Sumoprastowo, 1984) Sutardi (1981) menyatakan bahwa sapi FH tergolong ke dalam bangsa sapi yang paling rendah daya tahan panasnya, sehingga perlu dipertimbangkan iklim yang ada di daerah pemeliharaan. Cekaman panas dapat mempengaruhi suhu tubuh dan metabolisme, yang selanjutnya dapat menimbulkan terjadinya penimbunan panas dalam tubuh ternak. Jika panas dalam tubuh berlangsung terus maka frekuensi pernafasan akan meningkat, sehingga kebutuhan oksigen untuk metabolisme juga tinggi. Akibatnya jika tidak diberikan pakan yang cukup maka akan terjadi penurunan pertumbuhan dan produksi.

Data biologis sapi perah menurut Smith dan Mangkoewidjojo (1988) dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Data Biologis Sapi Perah Parameter

Keterangan

Lama hidup Lama produksi ekonomis Lama bunting Umur disapih Umur dewasa Umur dikawinkan Siklus kelamin Siklus estrus Periode estrus Perkawinan Ovulasi Fertilisasi Implantasi Berat dewasa Berat lahir Jumlah anak Suhu rektal Pernapasan Denyut jantung Volume darah Sel darah merah Sel darah putih Neutrofil Limfosit Monosit Eosinofil PCV Hb Protein plasma ALP AST (SGOT) CPK Kolesterol Air kencing Susu

20-25 tahun, bisa sampai 30 tahun kira-kira 15 tahun 280 hari (275-283 hari) kira-kira 6 bulan kira-kira 2 tahun 18-27 bulan poliestrus 17-20 hari 6-30 jam pada waktu estrus 10-15 jam sesudah estrus terjadi beberapa jam sesudah ovulasi 25-35 hari sesudah fertilisasi 300-600 kg betina, 350-1000 kg jantan 22-50 kg 1, kadang-kadang 2 38 – 39 (rata rata 38,6) °C 27-40/menit 40-58/menit 52-63 ml/Kg 5,8-10,4 juta /mm3 6,5-12 ribu/mm3 21-41% 42-61% 2,5-13,5% 3,6-15,4% 33-47% 8,6-14,4 g / 100 ml 5,9-8,6 g/100 ml 94-170 IU/liter 8,5-93 IU/ liter 66-120 IU/liter’ 80-170 mg/100ml 17-45 ml/Kg/hari air 86-89%, lemak 3,5-4,7%, protein 3,2-3,7%, laktosa 4,64,7% mesokorial kotiledoner, semiplasenta 2 kornu, panjangnya 25-40 cm, dan badan, panjang 4-5 cm 2n=60 0033 4033 hanya melalui usus, dari kolostrum.

Plasenta Uterus Kromosom Gigi Imunitas pasif

Sumber : Smith dan Mangkoewidjojo (1988)

Jamur Ganoderma lucidum G. lucidum (Lingzhi atau jamur abadi di China, Reishi, Manentake atau Shachitake di Jepang dan Youngzi di Korea) merupakan spesies dari kelas Basidiomisetes, yang memiliki famili Polyperaceae (ganodermataceae) dari ordo Aphyllophoracles. Umumnya dikenal sebagai jamur pelapuk kayu (wood decaying fungus), yang menyebabkan busuk putih (white rot) pada tanaman dan karena itu disebut juga sebagai phytophatogenic fungus (Chang dan Miles, 2004). Klasifikasi G. lucidum adalah sebagai berikut : Divisi

: Fungi

Kelas

: Basidiomisetes

Ordo

: Aphyllophoracles

Famili

: Ganodermataceae

Genus

: Ganoderma

Spesies

: G. lucidum

Nama binomialnya adalah Ganoderma lucidum (FR) Karst, yang ditetapkan oleh Karsten. Kata latin lucidum berarti bersinar atau berkilauan dan menunjukan pernis yang muncul pada permukaan jamur. Kompleks Ganoderma lucidum terdiri dari tubuh buah yang tebal, bergabus dan berwarna kuning kemerahan pada awalnya dan kemudian berubah menjadi berwarna kecoklatan pada saat masaknya. Pada batas tubuh buah biasanya tipis berwarna putih pada awalnya dan menjadi coklat terang pada tahap akhirnya. Bentuknya bervariasi, bundar semi bundar dan bentuk kipas atau seperti ginjal (Chang dan Miles, 2004).

Gambar 1. Ganoderma lucidum Sumber : www.wikipedia.com

G. lucidum atau yang dikenal sebagai jamur Lingzhi di negara China; Reishi, Mannentake, atau Sachitake di Jepang; dan Youngzhi di Korea. G. lucidum telah lama digunakan sebagai obat herbal. G. lucidum dapat menjadi detoksifikasi bagi

racun di dalam tubuh, meremajakan sel-sel, menyeimbangkan fungsi-fungsi berbagai macam organ tubuh, dan membantu menghilangkan penyakit. G. lucidum dapat mengurangi stress dan juga dapat membangun sistem kekebalan tubuh sehingga dapat terhindar dari penyakit (Chang dan Miles, 2004). G. lucidum menarik perhatian karena digambarkan sebagai “fix it all atau The King of Herbs” sebagai obat herbal untuk penyakit seperti : HIV, kanker, tekanan darah tinggi, diabetes, reumatik, penyakit jantung, paralysis, ulcers (bisul), asma, kecapekan, hepatitis A, B, dan C, insomnia, sterility, psoriasis, gondok, epilepsy, dan alcoholism (Engelbrecht dan Volk, 2005). Menurut Sjabana (2001) dan Jin (2000) bahwa G. lucidum memiliki zat aktif berupa β-D-glukan pada miselium dan tubuh buah yang berfungsi sebagai stimulator kekebalan. Menurut Paterson (2006) G. lucidum mengandung zat antimikroba untuk mikroba aspergillus niger, bacillus cereus, candida albicans, dan escherichia coli. Tabel 2. Kandungan Nutrisi Ganoderma lucidum Nutrisi Karbohidrat Protein Lemak Abu Air

Jumlah (%) 43 26.4 4.5 19.2 6.9

Sumber : Parjimo dan Soenanto (2008)

Tabel 3. Kandungan Mineral dan Vitamin Ganoderma lucidum Komponen Fosfor Kalium Magnesium Kalsium Natrium Zat Besi Niacin Vitamin B2 Vitamin B1 Vitamin B6 Sumber : Parjimo dan Soenanto (2008)

Jumlah (mg/100 gr bahan) 4150 3590 1030 832 735 82,6 61,9 17,1 3,49 0,71

Mineral Kromium Organik Kromium (Cr) dikelompokkan dalam mineral mikro (trace mineral) yang esensial. Secara fisiologis peran utama Cr berkaitan dengan metabolisme glukosa, yaitu meningkatkan potensi aktivitas insulin. Defisiensi Cr dapat menyebabkan rendahnya inkorporasi asam amino pada protein hati. Asam amino yang dipengaruhi oleh Cr dalam sintesis protein adalah metionin, glisin dan serin. Saat ini suplementasi Cr organik banyak digunakan karena ketersediaannya (bioavailability) lebih tinggi dibandingkan dengan Cr anorganik (Astuti et al., 2007). Cr organik dapat berfungsi sebagai memacu peningkatan kadar Hb dalam darah sehingga diharapkan oksigen yang diikat oleh Hb dapat membuat metabolisme ternak berjalan normal dan ternak tidak mengalami stress. Selain itu, suplementasi Cr juga dapat menurunkan level kortisol (antagonistik dengan kerja insulin) pada sapi yang stress seiring dengan meningkatnya level Cr yang diberikan sehingga kinerja insulin untuk mendorong glukosa masuk ke dalam jaringan tubuh berjalan normal (Moonsie dan Mowat, 1993). Kromium dalam tubuh dapat membentuk senyawa kompleks yang disebut glucose tolerance factor (GTF). Molekul tersebut berinteraksi dengan insulin dan sel reseptor yang memungkinkan memasok glukosa ke dalam sel. Sel akan mengubah glukosa menjadi energi yang diperlukan untuk peningkatan imunitas, pemulihan pasca stress, glikogenesis, transpor dan pengambilan asam amino oleh sel (Vincent dan Davis, 1997). Menurut Burton (1995) kromium berperan dalam membangun sistem kekebalan tubuh dan konversi hormon tiroksin (T4) menjadi triiodotironin (T3), yaitu hormon yang berperan dalam meningkatkan laju metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein dalam hati, ginjal, jantung, dan otot serta meningkatkan sintesis protein. Menurut Sutardi (1980) mengungkapkan bahwa Cr merupakan unsur yang esensial. Unsur ini erat kaitannya dengan kemampuan tubuh dalam menggunakan glukosa. Jika usia bertambah, kadar Cr tubuh menurun. Sejalan dengan itu toleransi tubuh terhadap glukosa juga menurun. Pengaruh Suhu dan Kelembaban Udara terhadap Sapi Perah FH Hubungan suhu dan kelembaban disebut dengan Temperature Humidity Index (THI). Sapi perah akan nyaman pada THI dibawah 72. Jika nilai THI melebihi 72,

maka sapi perah FH akan mengalami stress ringan (72 ≤ THI ≤ 79), stress sedang (80 ≤ THI ≤ 89), dan stress berat (90 ≤ THI ≤ 97) (Wierema, 1990) Untuk sapi perah FH, penampilan produksi terbaik akan dicapai pada suhu lingkungan 18,3 °C dengan kelembaban 55%. Bila melebihi suhu tersebut, ternak akan melakukan penyesuaian secara fisiologis dan secara tingkah laku. Secara fisiologis ternak atau sapi FH yang mengalami cekaman panas akan berakibat pada : 1) penurunan nafsu makan, 2) peningkatan konsumsi minum, 3) penurunan metabolisme dan peningkatan katabolisme, 4) peningkatan pelepasan panas melalui penguapan, 5) penurunan konsentrasi hormon dalam darah, 6) peningkatan temperatur tubuh, respirasi dan denyut jantung (McDowell, 1972). Stress Pada Ternak Menurut Yousef (1985) stress dapat didefinisikan sebagai respons fisiologis, biokimia, dan tingkah laku ternak terhadap berbagai faktor fisik, kimia dan lingkungan biologis. Stress menunjukkan besarnya pengaruh luar terhadap sistem tubuh yang cenderung menggantikan sistem tersebut dari istirahat atau keadaan basal. Intensitas stress dipengaruhi oleh jarak dan lama perjalanan, tingkah laku ternak, bentuk pengangkutan, tingkat kepadatan waktu pengangkutan, keadaan iklim, penanganan pada saat perjalanan, keefektifan istirahat setelah perjalanan dan sifat kerentanan terhadap stress. Suhu Rektal Suhu tubuh menunjukkan kemampuan tubuh untuk melepas dan menerima panas (Esmay, 1982). Pengukuran suhu tubuh pada dasarnya sulit dilakukan, karena pengukuran suhu tubuh merupakan resultan dari berbagai pengukuran di berbagai tempat (Schmidt dan Nielsen, 1997). Menurut Robertshaw (1984), suhu tubuh atau suhu inti (core temperature) dapat dihitung pada beberapa lokasi. Lokasi yang biasa digunakan adalah rektal, karena cukup mewakilkan dan kondisinya stabil. Suhu inti mendominasi penentuan suhu tubuh. Menurut Weeth et al. (2008), temperatur rektal dan kulit saat siang hari meningkat akibat dehidrasi, dan frekuensi respirasi dan temperatur tubuh berfluktuasi lebih besar saat dehidrasi. Menurut Kelly (1984), suhu tubuh yang diukur dengan termometer klinis bukan indikasi dari jumlah total yang diproduksi, tetapi hanya merefleksikan

keseimbangan antara suhu yang diproduksi dengan suhu yang dilepaskan. Walaupun temperatur rektal tidak mengindikasikan temperatur tubuh pada hewan, tetapi rektal adalah tempat yang tepat untuk menginformasikan temperatur tubuh. Suhu rektal ternak berumur di atas satu tahun berkisar 37,8 – 39,2 0C dan ternak dibawah satu tahun berkisar 38,6 – 39,8 °C. Menurut Smith dan Mangkoewidjojo (1988) bahwa suhu rektal sapi berkisar antara 38,0 – 39.0 °C (rata-rata 38,6 °C). Respirasi Dua fungsi utama dari sistem respirasi adalah menyediakan oksigen untuk darah, dan mengambil karbondioksida dari dalam darah. Fungsi-fungsi yang bersifat sekunder meliputi membantu dalam regulasi keasaman cairan ekstraseluler dalam tubuh, membantu pengendalian suhu, eliminasi air, dan pembentukan suara. Sistem respirasi terdiri dari paru dan saluran-saluran yang memungkinkan udara dapat mencapai dan meninggalkan paru (Frandson,1992). Aktivitas respirasi ditandai dengan pergerakan tulang rusuk, tulang dada, dan perut (merespon kontraksi paru-paru dan pergerakan diafragma), observasi aktivitas respirasi lebih diutamakan saat ternak dalam posisi berdiri, karena posisi berbaring akan mempengaruhi respirasi terlebih lagi pada ternak yang sedang sakit. Pengontrolan frekuensi respirasi dengan cara berdiri pada salah satu sisi ternak, lalu mengamati daerah dada dan perut, disarankan untuk mengobservasi ternak dari kedua sisi, untuk mengetahui similaritas pergerakan kedua sisi (Kelly,1984). Kegiatan Frekuensi respirasi normal pada ternak sapi dewasa adalah 10-30 kali /menit, sedangkan pada pedet sebanyak 15 - 40 kali/menit. Mekanisme respirasi dikontrol di medula yang sensitif terhadap CO2 pada tekanan darah. Jika tekanan meningkat sedikit, pernafasan menjadi lebih dalam dan cepat (Esmay,1982). Peningkatan frekuensi respirasi terjadi ketika ada peningkatan permintaan oksigen yaitu setelah olah raga, terekspos oleh suhu lingkungan dan kelembaban relatif yang tinggi, dan kegemukan (Kelly,1984). Menurut Smith dan Mangkoewidjojo (1988) bahwa jumlah respirasi sapi adalah 27-40 kali/menit. Kecernaan Pakan Kecernaan suatu pakan didefinisikan sebagai bagian dari pakan yang tidak diekskresikan melalui feses dan diasumsikan bagian tersebut diserap oleh hewan

(McDonald et al. 2002). Nilai kecernaan adalah persentase bahan makanan yang dapat dicerna dan diserap oleh saluran pencernaan, jika dinyatakan dalam persen maka disebut koefisien cerna. Kecernaan zat-zat makanan merupakan salah satu ukuran dalam menentukan kualitas suatu bahan pakan. Kecernaan dapat diukur dengan teknik fermentasi in vitro (Tilley & Terry, 1963). Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap nilai kecernaan yaitu pakan, ternak dan lingkungan. Perlakuan terhadap pakan (pengolahan, penyimpanan dan cara pemberian), jenis, jumlah dan komposisi pakan yang diberikan pada ternak merupakan faktor yang berpengaruh terhadap nilai kecernaan, jika ditinjau dari segi pakan. Umur ternak, kemampuan mikroba rumen mencerna pakan, jenis hewan sampai variasi hewan turut menentukan nilai kecernaan. Kondisi lingkungan yang berpengaruh terhadap nilai kecernaan adalah derajat keasaman (pH) suhu dan udara baik itu secara aerob atau anaerob (Anggorodi, 1979). Konsumsi Pakan Parakkasi (1999) menyatakan bahwa konsumsi adalah faktor esensial yang merupakan dasar untuk hidup dan produksi. Hal ini antara lain disebabkan oleh : 1) Dari segi ekonomi, dengan fixed maintenance cost tingkat konsumsi penting dimaksimumkan guna memaksimumkan produksi; 2) Dari pengetahuan tingkat konsumsi dapat ditentukan kadar suatu zat makanan dalam ransum untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup pokok dan atau produksi; 3) Makanan yang berkualitas baik, tingkat konsumsinya juga relatif lebih tinggi dibandingkan dengan makanan yang berkualitas lebih inferior; 4) Hewan yang mempunyai sifat dan kapasitas konsumsi yang lebih tinggi, produksinya pun relatif akan lebih tinggi dibanding dengan hewan (yang sejenis) dengan kapasitas atau sifat konsumsi rendah – dengan ransum yang sama. Tingkat konsumsi seekor sapi dipengaruhi oleh berbagai faktor yang kompleks, yang terdiri dari: 1) Hewannya sendiri; 2) Makanan yang diberikan; dan 3) Lingkungan tempat hewan tersebut dipelihara (Parakkasi, 1999). Puncak produksi susu tidak sejalan dengan konsumsi bahan kering. Puncak produksi susu dicapai pada 4-8 minggu setelah partus sedangkan puncak konsumsi bahan kering dicapai pada 10-14 minggu setelah partus (NRC, 1988).

Darah Menurut Campbell et al. (2003) bahwa plasma darah terdiri dari 90 % air dan 10 % padatan. Padatan mengandung garam-garam inorganik dan organik substansi seperti antibodi, hormon, vitamin, enzim, protein dan glukosa (gula darah). Sel, atau nonplasma, bagian dari darah mengandung eritrosit, leukosit, dan keping darah. Menurut Smith dan Mangkoewidjojo (1988) bahwa jumlah protein plasma dalam darah sapi adalah sebesar 5,9-8,6 g/100ml dan jumlah volume darah sapi adalah sebesar 52-63 ml/Kg. Sistem sirkulasi sapi normal menurut Frandson (1992) dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Kondisi Normal Dalam Sistem Sirkulasi Sapi PARAMETER Laju Sedimentasi (mm/menit) Hitungan sel darah merah (Juta/ml3) Diameter sel Merah (µ) Hemoglobin (%) Hematokrit (volume % sel merah) Sel-sel darah putih (ribu/mm3) Hitungan putih Diferensial (%) Neutrofil Eosinofil Basofil Monosit Limfosit pH darah (rata-rata & kisaran) Waktu koagulasi (menit) Gravitas Jenis Denyut Jantung/menit (kisaran) Tekanan Darah (mmHg, sis/diast) Tekanan Karotid (mmHg) Volume Darah (% berat badan)

Keterangan 0/30 0/60 7 5,6 12 40 7-10 25-30 2-5 <1 5 60-65 7,3 (7,2-7,55) 6,5 1,043 60-70 134/88 125-166 7,7

Sumber : Frandson (1992)

Menurut Frandson (1992) beberapa fungsi darah adalah sebagai berikut : (1). membawa nutrien yang telah disiapkan oleh saluran pencernaan menuju ke jaringan tubuh, (2). membawa oksigen dari paru-paru ke jaringan, (3). membawa karbon dioksida dari jaringan ke paru-paru, (4). berperan penting dalam pengendalian suhu, dengan cara mengangkut panas dari struktur yang lebih dalam menuju ke permukaan tubuh, dan (5) mengandung faktor-faktor penting untuk pertahanan tubuh terhadap penyakit.

Jika tubuh hewan mengalami perubahan fisiologis, maka gambaran darah juga akan mengalami perubahan. Perubahan fisiologis ini dapat disebabkan karena faktor internal seperti pertambahan umur, keadaan gizi, latihan, kesehatan, siklus stress, proses produksi darah, kebuntingan, dan suhu tubuh. Perubahan eksternal antara lain infeksi kuman penyakit, dan perubahan suhu lingkungan (Guyton 1961). Hematokrit Nilai hematokrit atau volume sel packed adalah suatu istilah yang artinya persentase (berdasar volume) dari darah, yang terdiri dari sel-sel darah merah. Penentuannya dilakukan dengan mengisi tabung hematokrit dengan darah yang diberi zat agar tidak menggumpal, kemudian dilakukan sentrifusi sampai sel-sel mengumpul di bagian dasar. Nilai hematokritnya kemudian mengumpul di bagian dasar. Nilai hematokritnya kemudian dapat diketahui secara langsung atau pun secara tidak langsung dari tabung tersebut. Nilai hematokrit normal pada sapi adalah sebesar 40% (Frandson, 1992). Menurut Smith dan Mangkoewidjojo (1988) bahwa jumlah Packed Cell Volume (PCV) pada sapi adalah sebesar 33-47%. Menurut Wilson (1979) bahwa peningkatan nilai hematokrit mengindikasikan peningkatan viskositas/kekentalan darah karena sel darah merah/eritrosit merupakan jumlah yang terbanyak untuk kekentalan darah. Nilai hematokrit ternak dipengaruhi oleh enam faktor, yaitu (1) bangsa dan jenis ternak, (2) umur dan fase produksi, (3) jenis kelamin, (4) iklim setempat, (5) penyakit dan (6) dehidrasi. Pengurangan nilai hematokrit ternak dapat disebabkan oleh peningkatan suhu lingkungan. Menurut Schalm (1971), nilai hematokrit atau Packed Cell Volume (PCV) untuk sapi perah memiliki kisaran dari 24-46% dengan rataan mencapai 35%. Menurut Schalm dan Carrol (1975) jika nilai hematokrit di bawah 22% digolongkan ke dalam kondisi anemik. Menurut Jain (1993) bahwa beberapa faktor yang mempengaruhi kondisi nilai hematokrit diantaranya adalah waktu dan kecepatan sentrifugasi, tempat pengambilan, waktu pengambilan, dan kondisi ternak pada saat pengambilan darah. Eritrosit / Sel darah Merah Sel-sel darah merah atau eritrosit (Bahasa Yunani: eritro = merah, sit = sel) adalah sel-sel yang diameter rata-ratanya sebesar 7,5µ , dengan spesialisasi untuk

pengangkutan oksigen. Sel-sel ini merupakan cakram (disk) yang bikonkaf, dengan pinggiran sirkuler yang tebalnya 1,5 µ dan pusatnya yang tipis. Cakram bikonkaf tersebut mempunyai permukaan yang relatif luas untuk pertukaran oksigen melintasi membran sel (Frandson, 1992). Sapi memiliki jumlah eritrosit 6-10 juta/mm3 darah (Campbell et al. 2003). Menurut Smith dan Mangkoewidjojo (1988) bahwa jumlah sel darah merah dalam darah sapi adalah 5,8-10,4 juta/mm3. Hemoglobin Adanya hemoglobin di dalam eritrosit memungkinkan timbulnya kemampuan untuk mengangkut oksigen, serta menjadi penyebab timbulnya warna merah pada darah. Dari segi kimia, hemoglobin merupakan suatu senyawa organik yang kompleks yang terdiri dari empat pigmen pofirin merah (heme), masing-masing mengandung atom besi ditambah globin, yang merupakan protein globular yang terdiri dari empat rantai asam-asam amino. Hemoglobin menggabung dengan oksigen udara yang terdapat di dalam paru, hingga terbentuklah oksihemoglobin, yang selanjutnya melepaskan oksigen itu ke sel-sel jaringan di dalam tubuh. Terdapatnya hemoglobin menyebabkan darah dapat mengangkut sekitar 60 kali oksigen lebih banyak dibandingkan dengan air dalam jumlah dan kondisi yang sama (Frandson, 1992). Menurut Smith dan Mangkoewidjojo (1988) bahwa jumlah hemoglobin sapi dalam sel darah merah adalah sebesar 8,6-14,4 g/100ml darah. Leukosit / Sel darah putih Menurut Frandson (1992) Leukosit digolongkan dalam dua jenis yaitu granulosit dan agranulosit. Granulosit terdiri dari neutrofil, eosinofil, dan basofil. Agranulosit terdiri dari monosit dan limfosit. Masa hidup sel-sel darah putih sangatlah bervariasi, mulai dari beberapa jam untuk granulosit, sampai bulanan untuk monosit, dan bahkan tahunan untuk limfosit. Menurut Campbell et al. (2003) bahwa leukosit terdiri dari basophil, eosinophil, limfosit, monosit, dan neutrofil. Neutrophil dan limfosit secara umum mewakili 85 sampai 90 % dari leukosit pada ternak mamalia. Jumlah dari kedua tipe sel darah ini kurang lebihnya adalah sama, walaupun berbeda variasinya diantara spesies satu dengan yang lainnya. Stress sementara pada ternak mamalia menghasilkan nilai neutrofil yang meningkat secara signifikan dibandingkan dengan

jumlah limfosit. Nilai neutrofil akan kembali ke normal setelah beberapa jam relaksasi atau setelah hilangnya stress. Perubahan proporsi pada leukosit ini selama periode stress merupakan hasil dari interaksi hormon kelenjar pituitary anterior (ACTH



adrenocorticotropin

hormone)

dan

adrenal

cortical

hormon

(glucocorticoids). Sapi memiliki jumlah leukosit sejumlah 5-12 ribu/mm3 dalam darah. Menurut Smith dan Mangkoewidjojo (1988) jumlah sel darah putih sapi adalah 6,5-12,0 x 103/mm3. Kandungan neutrofil dalam sel darah putih adalah 2141%. Kandungan limfosit dalah sel darah putih adalah 42-61%. Kandungan monosit dalam sel darah putih adalah 2,5-13,5%. Kandungan eosinofil dalam sel darah putih adalah 3,6-15,4%.

METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Nutrisi Ternak Perah, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor pada tanggal 25 September 2008 sampai 21 November 2008. Materi Hewan Percobaan Ternak yang digunakan dalam penelitian ini adalah sapi perah laktasi dari bangsa FH (Friesian Holstein/Fries Holland) sebanyak 9 (sembilan) meliputi 3 ekor sapi kelompok produksi susu tinggi (±9 liter), 3 ekor sapi kelompok produksi susu sedang (±6 liter), dan 3 ekor sapi kelompok produksi susu rendah (±3 liter). Alat yang Digunakan Peralatan yang digunakan pada penelitian ini antara lain, termometer ruangan, Higrometer, termometer rektal, dan pita ukur, stetoskop, stopwatch, timbangan, karung, jarum, tabung venoject berheparin, dan termos es. Ransum Ransum yang digunakan pada penelitian ini adalah ransum basal yang terdiri dari hijauan dan konsentrat komersil dari PT Indofeed dengan PK 14% dan TDN 68% dan dengan imbangan hijauan dan konsentrat sebesar 60:40. Prosedur Pemeliharaan Ternak Sembilan ekor sapi perah laktasi dikelompokkan menjadi tiga perlakuan. Sapi yang digunakan pada setiap perlakuan dikelompokkan berdasarkan jumlah produksi susu harian yaitu tinggi (9 liter/hari), sedang (6 liter/hari), dan rendah (3 liter/hari). Perlakuan tiga jenis ransum diberikan kepada ternak dengan tiga ulangan. Penelitian dilakukan selama 8 minggu. Dua minggu pertama sebagai masa adaptasi terhadap pakan penelitian (preliminary) dan pengamatan dilakukan pada minggu ketiga sampai minggu ke delapan. Pemberian pakan yaitu 3% bobot badan dilakukan dua kali sehari, pada pagi hari pukul 06.00-09.00 WIB dan pada siang hari pada pukul

13.00-15.00 WIB. Ransum diberikan secara bertahap yaitu pemberian konsentrat yang telah dicampur dengan suplemen G. lucidum dan atau Cr organik diberikan terlebih dahulu saat pemerahan kemudian pemberian hijauan setelah pemerahan selesai. Air minum diberikan secara ad libitum. Ransum Perlakuan Penelitian ini menggunakan 3 perlakuan dan diberikan pada 3 kelompok ternak berdasarkan produksi susu. Susunan perlakuan yang diberikan adalah sebagai berikut : P0 = Ransum basal (Kontrol) P1 = Ransum basal + suplemen G. lucidum 5 gr/50 kg BB. P2 = Ransum basal + suplemen G. lucidum 5 gr/50 kg BB + Cr organik 3 ppm. Ransum basal yang digunakan merupakan ransum komersial PT Indofeed. Suplemen G. lucidum merupakan tubuh buah G. lucidum yang telah digiling halus dan diperoleh dari pusat Jamur G. lucidum di Kaliurang, Yogyakarta. Cr organik yang digunakan merupakan hasil inkorporasi Cr anorganik sebesar 3000 ppm ke dalam miselium G. lucidum dengan substrat berupa jerami padi. Komposisi pakan basal dicantumkan pada Tabel 5. Tabel 5. Komposisi Pakan Sapi Perah Bahan Makanan Hijauan Konsentrat Total Protein Kasar*) Serat Kasar*) Lemak*) BETN*) TDN**)

(% BK) 60 40 100 12.1 25.68 1.71 25.53 67.27

Keterangan : *) Hasil analisa Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi IPB, 2008 **) TDN = PK + SK + BETN + 2,25 LK

Pembuatan Suplemen G. lucidum Langkah-langkah pembuatan suplemen G. lucidum yaitu : (1) Mengeringkan tubuh buah jamur G. lucidum (Lingzhi) yang sudah dipanen dengan cara dijemur di bawah cahaya matahari. Setelah kering jamur G. lucidum (Lingzhi) digiling halus dengan menggunakan hammer mill. (2) Baglog tersebut merupakan media yang

digunakan untuk pertumbuhan jamur G. lucidum dan juga merupakan tempat mensintesis kromium organik. Kromium organik yang digunakan berasal dari kromium anorganik (CrCl3.6H2O) sebesar 3000 ppm yang diinkorporasikan ke dalam miselium G. lucidum dengan substrat berupa jerami padi. (3) Selanjutnya serbuk jamur G. lucidum (Lingzhi) dan kromium organik tersebut dicampur dengan sedikit molases agar G. lucidum terkemas baik sehingga tidak ada yang terbuang. Suplemen tersebut kemudian dicampurkan dengan konsentrat sebelum beberapa saat diberikan ke ternak percobaan.

(1) G. lucidum

(3) Suplemen yang telah digiling

(2) Baglog Jamur Gambar 2. Proses Pembuatan Suplemen Ganoderma lucidum Peubah yang Diamati Peubah yang diamati pada penelitian ini yaitu kondisi fisiologis meliputi suhu dan kelembaban lingkungan, respirasi, suhu rektal, profil darah serta konsumsi, kecernaan, dan pertambahan bobot badan. Suhu dan Kelembaban Lingkungan Suhu lingkungan diukur dengan termometer selama ± 3 menit. Kelembaban diukur dengan melihat selisih antara temperatur bola kering dan bola basah. Suhu dan kelembaban lingkungan diukur pada pagi dan siang setiap hari. Hubungan suhu dan kelembaban disebut dengan Temperature Humidity Index (THI) juga diukur pada pagi dan siang hari dengan menggunakan rumus menurut Yousef (1985) : THI = Tbk + (0,36 x Tbb) + 41,2 Tbk : Temperatur termometer bola kering Tbb : Temperatur termometer bola basah

Suhu Rektal Suhu rektal merupakan salah satu indikator yang baik untuk menggambarkan suhu internal tubuh ternak. Suhu rektal diukur dengan cara memasukkan termometer digital ke dalam rektal ± 5 cm dan ditunggu sampai termometer tersebut menunjukkan suhu tetap (suhu dalam satuan °C). Suhu rektal diukur pada pagi hari pukul 07.00 WIB dan siang hari pada pukul 14.00 WIB setiap seminggu sekali. Suhu rektal diukur setelah pemberian makanan ternak (Rakhman, 2008) Respirasi Penghitungan proses respirasi dilakukan dengan mengamati dan menghitung frekuensi gerakan tulang rusuk, perut, dan rongga dada. Perhitungan frekuensi respirasi dilakukan selama 1 menit dan dilakukan sebanyak 2 kali ulangan. Respirasi diukur pada pagi hari pukul 06.00 WIB dan siang hari pada pukul 13.00 WIB setiap seminggu sekali dengan menggunakan stopwatch. Perhitungan respirasi dilakukan sebelum pemberian makanan ternak (Rakhman, 2008). Profil Darah Darah diambil dari bagian sekitar leher yaitu vena yugularis. Analisis profil darah meliputi hematokrit, eritrosit, hemoglobin, leukosit, netrofil, limfosit, dan rasio netrofil dan limfosit yang dilakukan di laboratorium Fakultas Kedokteran Hewan IPB. Konsumsi Konsumsi diukur dengan cara menghitung selisih antara pemberian pakan dan sisa pakan. Konsumsi yang diamati yaitu konsumsi bahan kering dan konsumsi bahan organik. Kecernaan Kecernaan in vivo bahan kering didapatkan dengan cara mengurangi bahan kering konsumsi dengan bahan kering feses lalu dibagi dengan bahan kering konsumsi yang kemudian dikali seratus persen. Bahan kering konsumsi didasarkan pada hasil analisa proksimat dan bahan kering feses diukur dari hasil rata-rata pengukuran bahan kering feses selama enam hari pada akhir masa penelitian.

Kecernaan yang diukur yaitu persentase kecernaan bahan kering (KCBK) dan persentase kecernaan bahan organik (KCBO). KCBK dihitung dengan rumus : KCBK (%) =

BK konsumsi – BK feses x 100% BK konsumsi

KCBO dihitung dengan rumus : KCBO (%) =

BO konsumsi – BO feses x 100% BO konsumsi

Pertambahan Bobot Badan Penimbangan bobot badan pada ternak sapi laktasi dapat mengakibatkan ternak stress sehingga akan berdampak pada fluktuasi produksi susu, maka dalam penelitian ini dilakukan pendugaan bobot badan berdasarkan pengukuran lingkar dada yang dikonversi menggunakan rumus Schoorl. Pertambahan bobot badan dilakukan melalui perhitungan selisih antara bobot badan awal dan akhir penelitian. Alat yang digunakan yaitu pita ukur. Perhitungan menentukan bobot badan sapi perah dengan menghitung lingkar dada menggunakan rumus Schoorl, adalah sebagai berikut BB sapi =

(Lingkar dada + 22)2 100

Ket: Lingkar dada (cm) dan 22 adalah faktor tetap Rancangan Percobaan Rancangan Percobaan yang digunakan adalah non-parametrik deskriptif dengan uji Kruskall Wallis (Sprent, 1991) karena penelitian ini dilakukan dalam jangka waktu yang pendek selama 8 minggu dan jumlah ternak yang terbatas sebanyak 9 ekor. Analisis Data Analisis data menggunakan microsoft excel dan SPSS 13.

HASIL DAN PEMBAHASAN Respon fisiologis ternak sapi perah laktasi dalam penelitian ini yang mencakup frekuensi respirasi, suhu rektal, dan profil darah sapi perah dipengaruhi oleh keadaan lingkungan berupa suhu dan kelembaban serta non lingkungan berupa konsumsi hijauan dan konsentrat. Pengaruh suhu dan kelembaban dapat menentukan kondisi ternak sapi perah yang ada. Jika suhu dan kelembaban yang ada tidak sesuai dengan level suhu yang dapat diterima oleh ternak (thermoneutral zone) maka akan berakibat terjadinya gangguan fungsi fisiologis, pola konsumsi pakan dan dapat berujung pada terganggunya produktivitas ternak itu sendiri. Suhu, Kelembaban, dan Temperature Humidity Index (THI) Kandang Suhu dan kelembaban lingkungan merupakan faktor eksternal yang dapat memperngaruhi kondisi fisiologis suatu ternak. Jika suhu lingkungan terlalu rendah ataupun terlalu tinggi dapat membuat ternak menjadi stress. Suhu lingkungan yang cocok bagi ternak harus berada pada kisaran suhu thermoneutral zone ternak tersebut. Gambar 3 merupakan pola suhu lingkungan selama 8 minggu saat penelitian berlangsung.

Gambar 3. Suhu Lingkungan Sekitar Kandang Selama Penelitian Rataan suhu lingkungan pada saat pagi hari tidak terlalu fluktuatif dengan memiliki kisaran 22,14°C – 23,28°C. Rataan suhu pada pagi hari dapat dikatakan sesuai bagi suhu thermoneutral sapi perah dan dapat menjaga kelangsungan hidup

sapi perah dengan baik. Menurut Sutardi (1980) bahwa sapi perah memiliki temperatur thermoneutral sebesar 18-22 °C. Rataan suhu lingkungan pada saat siang hari selama penelitian walaupun tidak terlalu fluktuatif tetapi suhu lingkungan cukup tinggi dengan kisaran suhu lingkungan sebesar 31,14°C - 34°C. Secara alamiah, suhu pada siang hari kurang sesuai dengan suhu thermoneutral sapi perah. Kondisi suhu yang tinggi pada siang hari ini dapat menyebabkan stress panas pada ternak (heatstress). Menurut Sutardi (1981) bahwa cekaman panas dapat mempengaruhi suhu tubuh dan metabolisme, yang selanjutnya dapat menimbulkan terjadinya penimbunan panas dalam tubuh ternak. Jika hal ini berlangsung terus maka frekuensi pernafasan akan meningkat, sehingga kebutuhan oksigen untuk metabolisme juga tinggi. Akibatnya jika tidak diberikan pakan yang cukup akan terjadi penurunan pertumbuhan dan produksi. Gambar 4 merupakan kelembaban lingkungan sekitar kandang selama penelitian.

Gambar 4. Kelembaban Lingkungan Sekitar Kandang Selama Penelitian Kelembaban lingkungan saat penelitian berlangsung dapat dilihat pada Gambar 4. Kelembaban lingkungan pada pagi hari konsisten dengan besaran kelembaban sebesar 90%. Kelembaban lingkungan pada saat siang hari yaitu antara 60 – 70%. Kelembaban pada saat penelitian kurang cocok untuk hidup sapi perah FH.

Hubungan suhu dan kelembaban disebut dengan Temperature Humidity Index (THI). Sapi perah akan nyaman pada THI dibawah 72. Jika nilai THI melebihi 72, maka sapi perah FH akan mengalami stress ringan (72 ≤ THI ≤ 79), stress sedang (80 ≤ THI ≤ 89), dan stress berat (90 ≤ THI ≤ 97) (Wierema, 1990). Gambar 5 merupakan hubungan suhu dan kelembaban atau Temperature Humidity Index (THI) di kandang.

Gambar 5. Temperature Humidity Index (THI) Sekitar Kandang. Gambar 5 menunjukkan THI pada pagi hari memiliki rataan sebesar 72. THI pada pagi hari memiliki nilai nyaman untuk hidup sapi perah. Sapi perah kemungkinan besar tidak mengalami stress. THI pada siang hari memiliki rataan sebesar 83. Kondisi lingkungan kandang dengan nilai THI siang hari memungkinkan ternak sapi perah mengalami stress sedang. Menurut McDowell (1972) bahwa untuk sapi perah FH, penampilan produksi terbaik akan dicapai pada suhu lingkungan 18,3 °C dengan kelembaban 55%. Bila melebihi suhu tersebut, ternak akan melakukan penyesuaian secara fisiologis dan secara tingkah laku. Secara fisiologis ternak atau sapi FH yang mengalami cekaman panas akan berakibat pada : 1) penurunan nafsu makan, 2) peningkatan konsumsi minum, 3) penurunan metabolisme dan peningkatan katabolisme, 4) peningkatan pelepasan panas melalui penguapan, 5) penurunan konsentrasi hormon dalam darah, 6) peningkatan temperatur tubuh, respirasi dan denyut jantung.

Pengaruh Suplementasi G. lucidum dan Cr Organik Terhadap Kondisi Fisiologis Sapi Perah Laktasi Suhu Rektal Suhu rektal dapat menjadi indikator untuk menggambarkan suhu internal tubuh ternak. Secara normal, suhu rektal ternak akan lebih rendah pada saat pagi hari dibandingkan dengan suhu rektal pada saat siang hari karena peningkatan suhu lingkungan akan meningkatkan suhu rektal ternak. Rataan suhu rektal pada pagi dan siang dapat dilihat pada Tabel 6 rataan suhu rektal pagi hari pada P0, P1, dan P2 tidak menunjukkan perbedaan. Rataan suhu rektal pada siang hari pada P0, P1, dan P2 juga tidak menunjukkan adanya perbedaan. Rataan yang ditunjukkan pada Tabel 6 memperlihatkan rataan suhu rektal sapi perah yang normal. Menurut Sutardi (1980) temperatur rektal normal untuk sapi perah Friesian Holstein adalah untuk suhu rektal berkisar 38,5 °C. Tabel 6. Rataan Suhu Rektal Sapi Perah Perlakuan Produksi Susu

Waktu

P0

P1

P2

Rataan

------------------------------°C---------------------------------Tinggi

Sedang

Rendah

Rataan

Pagi

38,2±0,1

38,3±0,1

38,5±0,2

38,3±0,2

Siang

38,7±0,2

38,7±0,2

38,7±0,2

38,7±0,0

Pagi

38,1±0,2

37,9±0,2

38,1±0,2

38,0±0,1

Siang

38,5±0,3

38,5±0,3

38,5±0,2

38,5±0,0

Pagi

38,3±0,2

38,1±0,2

38,2±0,1

38,2±0,1

Siang

38,7±0,3

38,6±0,2

38,7±0,3

38,6±0,1

Pagi

38,2±0,2

38,1±0,2

38,3±0,2

Siang

38,61±0,24

38,5±0,23

38,6±0,22

Keterangan : P0 (Kontrol); P1 (P0+G.lucidum); P2 (P0+G.lucidum+Cr organik).

Hal ini menjadi bukti bahwa pemberian suplementasi G. lucidum atau kombinasi antara G. lucidum dan Cr organik tidak mempengaruhi suhu rektal sebagai salah satu fungsi fisiologis ternak.

Respirasi Respirasi merupakan kegiatan melakukan pertukaran udara yaitu menghirup oksigen dan mengeluarkan karbon dioksida. Selain untuk bernafas, pelepasan panas tubuh juga bisa dilakukan pada saat respirasi melalui saluran pernafasan. Jika semakin tinggi laju respirasi maka semakin tinggi pula pelepasan panas tubuh ternak tersebut. Menurut Esmay (1982) bahwa kegiatan frekuensi respirasi normal pada ternak sapi dewasa adalah 10-30 kali /menit, sedangkan pada pedet sebanyak 15 - 40 kali/menit. Rataan respirasi sapi perah dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Rataan Respirasi Sapi Perah Perlakuan Produksi Susu

Waktu

P0

P1

P2

Rataan

----------------------kali hembusan/menit----------------------Tinggi

Sedang

Rendah

Rataan

Pagi

28,2±4,3

32,5±5,0

29,3±4,6

30,1±2,2

Siang

40,8±4,2

45,5±5,7

43,4±5,9

43,3±2,3

Pagi

30,2±4,4

29,2±2,9

29,9±4,9

29,8±0,5

Siang

43,0±6,1

42,6±5,9

39,3±4,2

41,7±1,9

Pagi

33,4±5,8

34,6±6,5

33,1±6,5

33,7±0,8

Siang

50,9±10,3

46,4±6,5

46,4±6,7

47,9±2,5

Pagi

30,6±4,8

32,1±4,8

30,8±5,3

Siang

44,9±6,9

44,9±6,0

43,1±5,6

Keterangan : P0 (Kontrol); P1 (P0+G.lucidum); P2 (P0+G.lucidum+Cr organik).

Rataan respirasi pada pagi dan siang hari dapat dilihat pada Tabel 7. Rataan respirasi pada pagi dan siang hari pada perlakuan kontrol (P0), G. lucidum (P1), dan kombinasi G. lucidum dengan Cr organik (P2) tidak menunjukkan perbedaan. Pada Tabel 7 rataan respirasi pada siang hari pada perlakuan kontrol (P0) dengan kelompok produksi susu rendah memiliki laju respirasi yang cukup tinggi yaitu 50.9±10.3 kali/ menit. Hal ini kemungkinan disebabkan karena ternak tersebut mengalami stress akibat cekaman panas dan sapi perah tersebut tidak mendapatkan pemberian suplementasi G. lucidum maupun kombinasinya dengan Cr organik. Cr organik dapat berfungsi sebagai pemacu peningkatan kadar Hb dalam darah sehingga diharapkan oksigen yang diikat oleh Hb dapat membuat metabolisme ternak berjalan normal dan ternak tidak mengalami stress (Moonsie dan Mowat, 1993). Sapi perah

dengan perlakuan P0 yang termasuk kelompok produksi susu tinggi dan sedang tidak memiliki laju respirasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan laju respirasi pada kelompok produksi rendah. Hal ini kemungkinan disebabkan karena kedua kelompok sapi ini telah memiliki daya tahan tubuh yang baik. Profil Darah Darah merupakan salah satu faktor dalam menetukan kondisi fisiologis suatu ternak. Darah juga sangat berperan penting sebagai sirkulasi internal tubuh ternak. Berikut ini adalah tabel profil darah sapi perah yang diamati saat penelitian. Profil darah dapat dilihat pada Tabel 8. Darah memiliki fungsi sebagai sistem kekebalan tubuh karena mengandung antibodi. Darah juga berperan penting dalam pengendalian suhu, dengan cara mengangkut panas dari struktur yang lebih dalam menuju ke permukaan tubuh (Frandson, 1992). Tabel 8. Profil Darah Sapi Perah Parameter Uji

Hematokrit Eritrosit Leukosit 3 (%) (juta/ml ) (Ribu/ml3) 26,5 7,3 7,55 26,5 6,1 9,25 30,0 6,7 5,93

Netrofil (%)

Limfosit (%)

Netrofil/ Limfosit

23,0 24,5 30,5

68,5 62,5 49,5

0,3 0,4 0,6

Produksi susu tinggi

P0 P1 P2

Hb (%) 10,0 10,0 10,5

Produksi susu sedang

P0 P1 P2

11,0 9,0 9,5

26,5 26,0 26,0

6,0 6,7 6,7

9,85 9,35 7,35

22,5 24,5 38,5

66,5 57,5 55,5

0,3 0,4 0,7

Produksi susu rendah

P0 P1 P2

10,5 10,5 11,0

26,5 29,0 26,0

6,5 6,8 7,5

7,95 5,75 7,75

36,5 23,5 19,0

54,5 65,0 72,0

0,7 0,4 0,3

Rata Rata

P0 P1 P2

10,5 9,8 10,3

26,5 27,2 27,3

6,6 6,5 7,0

8,45 8,05 7,01

27,3 24,2 29,3

63,2 61,7 59,0

0,4 0,4 0,5

Keterangan : - P0 (Kontrol); P1 (P0+G.lucidum); P2 (P0+G.lucidum+Cr organik). - Nilai Profil Darah Berdasarkan Hasil Analisa Laboratorium Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Hewan IPB, 2008.

Nilai Hematokrit Hematokrit (Packed Cell Volume / PCV) merupakan persentase sel darah merah di dalam 100 ml darah. Nilai rata-rata hematokrit pada sapi yang tidak mendapatkan perlakuan/kontrol (P0) menghasilkan nilai rata-rata hematokrit sebesar 26,5%. Perlakuan dengan penambahan G. lucidum (P1) menghasilkan nilai rata-rata

hematokrit sebesar 27,2%. Perlakuan dengan penambahan kombinasi G. lucidum dan Cr organik (P2) menghasilkan nilai rata-rata hematokrit sebesar 27,3%. Kisaran nilai rata-rata hematokrit pada sapi perah tersebut termasuk di bawah normal untuk sapi perah. Menurut Frandson (1992) bahwa nilai hematokrit yang normal untuk sapi adalah sebesar 40% sedangkan menurut Smith dan Mangkoewidjojo (1988) bahwa jumlah hematokrit pada sapi adalah sebesar 33-47%. Menurut Schalm (1971), nilai hematokrit atau Packed Cell Volume (PCV) untuk sapi perah memiliki kisaran dari 24-46% dengan rataan mencapai 35%. Jika dibandingkan antara nilai hematokrit yang didapatkan pada ketiga perlakuan maka perlakuan P0, P1 dan P2 masih berada lebih tinggi dari 24%. Walau begitu ketiga perlakuan masih memiliki nilai hematokrit yang terbilang cukup rendah karena masih jauh di bawah rata-rata menurut Schalm (1971) yaitu 35%. Menurut Schalm dan Carrol (1975) jika nilai hematokrit di bawah 22% digolongkan ke dalam kondisi anemik. Menurut Jain (1993) bahwa beberapa faktor yang mempengaruhi kondisi nilai hematokrit diantaranya adalah waktu dan kecepatan sentrifugasi, tempat pengambilan, waktu pengambilan, dan kondisi ternak pada saat pengambilan darah. Sel Darah Merah Nilai rata-rata sel darah merah pada sapi yang tidak mendapatkan perlakuan/kontrol (P0) menghasilkan nilai rata-rata sel darah merah sebesar 6,6 juta/ml3. Nilai rata-rata sel darah merah pada sapi yang mendapatkan perlakuan G. lucidum (P1) menghasilkan nilai rata-rata sel darah merah sebesar 6,5 juta/ml3. Nilai rata-rata sel darah merah pada sapi yang mendapatkan perlakuan kombinasi G. lucidum dan Cr organik (P2) menghasilkan nilai rata-rata sel darah merah sebesar 7,0 juta/ml3. Kisaran jumlah eritrosit normal untuk sapi menurut Smith dan Mangkoewidjojo (1988) bahwa jumlah sel darah merah dalam darah sapi adalah 5,8 juta/ml3. Jika dilihat dari jumlah tersebut maka rataan untuk ketiga perlakuan yaitu P0, P1 dan P2 berada lebih tinggi dari rata-rata jumlah sel darah merah menurut Smith dan Mangkoewidjojo (1988). Menurut Schalm dan Carrol (1975) bahwa beberapa faktor yang mempengaruhi peningkatan dan penurunan jumlah sel darah merah adalah nutrisi, umur, ras, dan aktivitas. Pemberian pakan perlakuan campuran suplemen G. lucidum dan Cr organik (P2) menunjukkan rataan yang lebih tinggi dibandingkan dengan

perlakuan kontrol (P0) dan G. lucidum (P1). Campuran G. lucidum dan Cr organik menunjukkan perlakuan yang lebih baik dibandingkan dengan kontrol (P0) dan G. lucidum (P1). Menurut Burton (1995) Kromium berperan dalam membangun sistem kekebalan tubuh dan konversi hormon tiroksin (T4) menjadi triiodotironin (T3), yaitu hormon yang berperan dalam meningkatkan laju metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein dalam hati, ginjal, jantung, dan otot serta meningkatkan sintesis protein. Hal ini kemungkinan yang menyebabkan sistem sirkulasi berjalan dengan baik sehingga jumlah sel darah merah dalam ternak percobaan dapat meningkat. Hemoglobin Hemoglobin adalah molekul protein pada sel darah merah yang berfungsi sebagai media transport oksigen dari paru-paru ke seluruh jaringan tubuh dan membawa karbondioksida dari jaringan tubuh ke paru-paru. Nilai rata-rata hemoglobin pada sapi yang tidak mendapatkan perlakuan/kontrol (P0) menghasilkan nilai rata-rata hemoglobin sebesar 10,5%. Nilai rata-rata hemoglobin pada sapi yang mendapatkan perlakuan G. lucidum (P1) menghasilkan nilai rata-rata hemoglobin sebesar 9,8%. Nilai rata-rata hemoglobin pada sapi yang mendapatkan perlakuan kombinasi G. lucidum dan Cr organik (P2) menghasilkan nilai rata-rata hemoglobin sebesar 10,3%. Menurut Smith dan Mangkoewidjojo (1988) bahwa jumlah hemoglobin sapi dalam sel darah merah adalah sebesar 8,6-14,4 g/100ml darah. Nilai ini jika dibandingkan dengan ketiga perlakuan P0, P1, dan P2 menghasilkan nilai Hb yang berada lebih tinggi dibandingkan dengan nilai hemoglobin menurut Smith dan Mangkoewidjojo (1988) sedangkan bagi perlakuan dengan G. lucidum saja (P1) berada sedikit di bawah nilai hemoglobin menurut Smith dan Mangkoewidjojo (1988). Rendahnya rataan hemoglobin pada perlakuan G. lucidum (P1) sebesar 9,8% dibandingkan dengan perlakuan kontrol (P0) sebesar 10,5% dan campuran G. lucidum dengan Cr organik (P2) sebesar 10,3% disebabkan karena lebih rendahnya jumlah sel darah merah pada perlakuan G. lucidum (P1). Hal ini dapat dilihat pada Tabel 8.

Leukosit Antibodi dalam darah adalah leukosit/sel darah putih. Menurut Frandson (1992) jumlah sel darah putih normal pada sapi adalah sebesar 7-10 ribu/mm3. Rataan leukosit pada perlakuan kontrol (P0), G. lucidum (P1), dan campuran G. lucidum dengan Cr organik (P2) berada pada kisaran normal menurut Frandson (1992). Hal ini kemungkinan disebabkan karena sapi percobaan ini telah memiliki imunitas yang baik. Netrofil Netrofil merupakan jajaran pertama untuk sistem pertahanan melawan infeksi dengan cara migrasi ke daerah-daerah yang sedang mengalami serangan oleh bakteria, menembus dinding pembuluh, dan menangkap bakteria untuk dihancurkan. Jumlah netrofil di dalam darah meningkat cepat tatkala terjadi infeksi yang akut. Nilai netrofil yang normal pada sapi adalah 25-30 % dari jumlah leukosit (Frandson, 1992). Rata-rata nilai netrofil pada sapi perlakuan kontrol (P0) adalah sebesar 27,3%, perlakuan G. lucidum (P1) sebesar 24,2%, dan campuran G. lucidum dengan Cr organik (P2) sebesar 29,3%. Kisaran jumlah netrofil pada ternak percobaan berada dalam kisaran normal. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah bakteri yang berada dalam ternak juga normal. Menurut Frandson (1992) nilai netrofil akan meningkat mencapai dua kali dari keadaan normal yang mengindikasikan bahwa keadaan tersebut menunjukkan kemungkinan adanya bakteri yang sedang menyerang tubuh sapi perah FH. Efek pemberian perlakuan G. lucidum (P1) dan campuran G. lucidum dengan Cr organik (P2) lebih terlihat pengaruhnya pada kelompok produksi susu rendah. Perlakuan campuran G. lucidum dengan Cr organik (P2) menunjukkan jumlah netrofil yang paling kecil sebesar 19% kemudian dilanjutkan pada perlakuan G. lucidum (P1). Tabel 8 menunjukkan bahwa pemberian perlakuan G. lucidum dan Cr organik dapat membantu menekan jumlah bakteri yang berada dalam tubuh ternak kelompok produksi susu rendah. Limfosit Fungsi utama limfosit adalah responnya terhadap antigen (benda-benda asing) dengan membentuk antibodi yang bersirkulasi di dalam darah atau dalam

pengembangan imunitas/kekebalan. Jumlah limfosit normal pada sapi adalah 60-65% dari jumlah leukosit (Frandson, 1992). Jumlah limfosit berbanding terbalik dengan jumlah netrofil pada sapi perah FH percobaan. Rataan jumlah limfosit paling tinggi pada sapi perlakuan kontrol (P0) sebesar 63,2% dan G. lucidum (P1) sebesar 61,7% dibandingkan dengan sapi perlakuan kontrol (P2) sebesar 59%. Peningkatan jumlah limfosit tersebut menunjukkan adanya peningkatan sel-sel petahanan dalam tubuh ternak sapi perah FH terhadap bakteri. Efek pemberian perlakuan G. lucidum (P1) dan campuran G. lucidum dengan Cr organik (P2) lebih terlihat pengaruhnya pada kelompok ternak produksi susu rendah. Jika dilihat pada kelompok ternak produksi susu rendah, perlakuan campuran G. lucidum dengan Cr organik (P2) menunjukkan jumlah limfosit yang paling tinggi sebesar 72% kemudian dilanjutkan pada perlakuan G. lucidum (P1) sebesar 65%. Perlakuan P1 dan P2 pada kelompok produksi susu rendah menghasilkan limfosit dalam jumlah normal sedangkan perlakuan kontrol (P0) menghasilkan jumlah limfosit sebesar 54,5% yang berada di bawah jumlah limfosit normal. Tabel 8 menunjukkan bahwa pemberian perlakuan G. lucidum dan Cr organik dapat membantu menekan jumlah bakteri yang berada dalam tubuh ternak sapi kelompok produksi susu rendah. Menurut Sjabana (2001) dan Jin (2000) bahwa G. lucidum memiliki zat aktif berupa β-D-glukan pada miselium dan tubuh buah yang berfungsi sebagai stimulator kekebalan. Rasio Netrofil dan Limfosit Pengukuran rasio antara netrofil dan limfosit merupakan indikator stress yang biasanya sering digunakan pada hewan ternak. Ternak ayam broiler yang mengalami cekaman panas kronis akan mengalami penurunan jumlah limfosit dan peningkatan jumlah netrofil sehingga rasio antara netrofil dan limfosit meningkat (Sugito et al., 2007). Dalam sapi perah jika rasio antara netrofil dan limfosit ternak sapi perah lebih tinggi dari atau sama dengan satu (≥1,0) maka ternak tersebut kemungkinan mengalami stress. Menurut McGlone et al. (1993) rasio netrofil dan limfosit akan tinggi ketika ternak mengalami stress, pada ternak perah terjadi stress ketika ternak sedang dalam keadaan beranak, dimana saat tersebut rasio N/L mencapai 1,0-1,5, namun sebelum dan sesudah beranak, rasio N/L berada di kisaran lebih rendah dari satu (<1,0). Tabel 8 profil darah sapi perah menunjukkan rataan rasio netrofil dan

limfosit pada perlakuan P0, P1, dan P2 yang berada di bawah satu. Hal ini menjadi indikator bahwa sapi perah tidak sedang mengalami stress. Jika diperhatikan pada kelompok ternak berproduksi susu rendah, terlihat bahwa perlakuan kontrol (P0) memiliki rasio netrofil dan limfosit lebih tinggi jika dibandingkan dengan perlakuan G. lucidum (P1) dan campuran G. lucidum dengan Cr organik (P2). Tampaknya pada kelompok ternak ini pemberian perlakuan P1 dan P2 dapat menekan tingkat stress pada ternak berproduksi susu rendah. Pengaruh Suplementasi G. lucidum dan Cr Organik Terhadap Performa Sapi Perah Laktasi Konsumsi Bahan makanan yang diberikan pada sapi perah percobaan adalah sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok dan kebutuhan untuk produksi. Tingkat konsumsi zat makanan dapat mempengaruhi performans produksi suatu ternak. Rataan konsumsi bahan kering dan bahan organik ransum pada sapi perah laktasi percobaan dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Rataan Konsumsi Sapi Perah Perlakuan Produksi Susu

Peubah

P0

P1

P2

Rataan

------------------------------kg/ekor/hari--------------------------Tinggi Sedang Rendah

Rataan

Konsumsi BK

15,20±0,25

13,10±0,88

14,50±0,34

14,30±1,08

Konsumsi BO

13,90±0,30

10,40±0,77

11,80±0,48

12,08±1,77

Konsumsi BK

15,00±0,70

15,82±0,30

15,70±0,36

15,52±0,45

Konsumsi BO

13,60±0,62

13,64±0,40

12,50±0,39

13,27±0,67

Konsumsi BK

13,60±0,39

13,90±0,61

13,60±0,28

13,74±0,21

Konsumsi BO

12,27±0,33

11,59±0,61

10,87±0,37

11,57±0,70

Konsumsi BK

14,60±0,46

14,31±0,60

14,65±0,33

Konsumsi BO

13,30±0,44

11,80±0,59

11,74±0,42

Keterangan : P0 (Kontrol); P1 (P0+G.lucidum); P2 (P0+G.lucidum+Cr organik)

Jika dilihat dari rata-rata perlakuan, rataan konsumsi bahan kering P0 (14,60±0,46 kg/hari), P1 (14,31±0,60 kg/hari) dan P2 (14,65±0,33 kg/hari) tidak dipengaruhi oleh pemberian suplemen G. lucidum saja dan begitupula dengan

kombinasi G. lucidum dengan Cr organik. Peranan suplemen G. lucidum tidak terlihat langsung dalam meningkatkan konsumsi bahan kering dan bahan organik karena peranan utamanya adalah sebagai imunostimulan dan meningkatkan kekebalan tubuh. Konsumsi bahan kering sapi perah ini cukup tinggi kemungkinan hal ini disebabkan oleh sapi perah percobaan mempunyai historis pemberian pakan dalam masa pertumbuhannya dengan kualitas pakan yang jelek, sehingga perbandingan antara volume rumen dengan berat badan relatif besar (Ørskov, 1982), sebagai akibatnya sapi-sapi tersebut mampu mengkonsumsi BK relatif lebih besar. Jika dilihat dari kelompok produksi susu maka rata-rata konsumsi bahan kering dan bahan organik lebih tinggi pada kelompok produksi susu sedang dibandingkan dengan kelompok produksi susu tinggi dan rendah. Kemungkinan hal ini disebabkan karena sapi perah kelompok produksi susu sedang lebih baik dalam hal penyesuaian dengan kondisi lingkungan. Kecernaan Pakan yang tercerna didefinisikan sebagai bagian dari pakan yang tidak diekskresikan melalui feses dan diasumsikan bagian tersebut diserap oleh hewan (McDonald et al. 2002). Rataan kecernaan bahan kering dan bahan organik sapi perah dapat dilihat pada Tabel 10. Rataan kecernaan bahan kering pada rataan perlakuan menggunakan G. lucidum atau P1 (78,85±0,96 %) dan kombinasi G. lucidum dengan Cr organik atau P2 (78,18±0,49 %) memiliki nilai rataan persentase yang tidak jauh berbeda. Nilai rataan kecernaan dari rataan perlakuan P1 dan P2 menghasilkan nilai rataan yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan kontrol P0 (75,07±0,81 %). Begitupula dengan rataan perlakuan bagi kecernaan bahan organik. Rata-rata kecernaan bahan organik untuk perlakuan P1 (78,64±1,13) dan P2 (78,40±0,77) lebih tinggi sedikit dibandingkan dengan kontrol P0 (78,06±0,73%)

Hasil ini membuktikan bahwa

pemberian G. lucidum ataupun kombinasi G. lucidum dengan Cr organik memberikan nilai kecernaan yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang tidak diberikan perlakuan (kontrol). Pemberian suplemen G. lucidum ataupun kombinasi G. lucidum dengan Cr organik menunjukkan indikasi dapat memperbaiki metabolisme karbohidrat sehingga menghasilkan nilai kecernaan yang lebih tinggi

dibandingkan dengan kontrol. Hal ini sesuai dengan pernyataan Vincent dan Davies (1997) bahwa kromium dalam tubuh dapat membentuk senyawa kompleks yang disebut glucose tolerance factor (GTF). Molekul tersebut berinteraksi dengan insulin dan sel reseptor yang memungkinkan memasok glukosa ke dalam sel. Sel akan mengubah glukosa menjadi energi yang diperlukan untuk peningkatan imunitas dan pemulihan pasca stress. Selain itu, Konsumsi bahan kering yang terlalu tinggi mengakibatkan turunnya kecernaan bahan makanan karena gerak laju makanan meningkat (Barret dan Larkin, 1974). Tabel 10. Rataan Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik Sapi Perah Perlakuan Produksi Susu

Peubah

P0

P1

P2

Rataan

---------------------------------%-----------------------------------Tinggi

Sedang

Rendah

Rataan

KCBK

75,38±0,40

76,67±1,70

79,02±0,50

77,02±1,80

KCBO

78,41±0,50

76,58±1,80

79,18±0,80

78,06±1,30

KCBK

76,40±1,24

75,67±0,40

78,22±0,50

76,70±1,30

KCBO

79,35±0,90

74,01±0,70

77,99±0,60

77,12±2,70

KCBK

73,42±0,70

84,22±0,60

77,32±0,40

78,32±5,40

KCBO

76,43±0,60

85,33±0,70

78,02±0,70

79,93±4,70

KCBK

75,07±0,81

78,85±0,96

78,18±0,49

KCBO

78,06±0,73

78,64±1,13

78,40±0,77

Keterangan : P0 (Kontrol); P1 (P0+G. lucidum); P2 (P0+G. lucidum+Cr organik).

Pertambahan Bobot Badan Pertambahan bobot badan merupakan salah satu cara untuk mengukur pertumbuhan suatu ternak. Anggorodi (1979) menyatakan bahwa pertumbuhan murni termasuk pertambahan dalam bentuk dan berat dari jaringan seperti urat daging, tulang, jantung, otak dan jaringan tubuh lainnya, kecuali jaringan lemak. Rataan pertambahan bobot badan pada sapi perah laktasi percobaan dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11 menunjukkan bahwa rataan perlakuan hanya meningkatkan pertambahan bobot badan pada sapi perah laktasi dengan perlakuan P2 yaitu kombinasi antara G. lucidum dan Cr organik dengan nilai rataan 0,03±0,34 kg/hari. Rata-rata konsumsi bahan kering yang lebih tinggi pada perlakuan P2 dibandingkan

dengan perlakuan lain dapat menjadi faktor bertambahnya bobot badan ternak sapi perah untuk rata-rata perlakuan P2. Secara garis besar, perlakuan P1 (G. lucidum) tidak memberikan pengaruh terhadap pertambahan bobot badan harian ternak sapi perah karena peranannya sebagai imunostimulan dan meningkatkan kekebalan tubuh, tetapi jika G. lucidum dikombinasikan dengan Cr organik (P2) maka hasilnya akan lebih baik karena dapat menaikkan pertambahan bobot badan harian ternak sapi perah. Sutardi (1980) mengungkapkan bahwa Cr merupakan unsur yang esensial. Unsur ini erat kaitannya dengan kemampuan tubuh dalam menggunakan glukosa. Sel akan mengubah glukosa menjadi energi yang diperlukan untuk peningkatan imunitas, pemulihan pasca stress, glikogenesis, transpor dan pengambilan asam amino oleh sel (Vincent dan Davis, 1997). Tabel 11. Rataan Pertambahan Bobot Badan Sapi Perah Perlakuan Produksi susu Peubah

P0

P1

P2

Rataan

------------------------------kg/ekor/hari------------------------Tinggi

PBB

-0,80±0,36

-0,27±0,20

-0,04±0,20

-0.13±0,12

Sedang

PBB

0,21±0,40

0,13±0,30

0,17±0,30

0,16±0,04

Rendah

PBB

-0,19±0,69

-0,16±0,36

-0,03±0,53

-0,13±0,08

Rataan

PBB

-0,03±0,48

-0,11±0,30

0,03±0,34

Keterangan : P0 (Kontrol); P1 (P0+G. lucidum); P2 (P0+G. lucidum+Cr organik)

Pertambahan bobot badan yang dapat dikatakan kecil pada penelitian ini disebabkan karena sapi yang digunakan merupakan jenis sapi perah. Bahan makanan atau ransum yang dikonsumsi akan dimanfaatkan untuk produksi susu dan bukan penggemukan badan. Beberapa faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi pertambahan bobot badan sapi perah, yaitu: faktor internal (umur, konsumsi, kondisi ternak) dan faktor eksternal (kondisi lingkungan).

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Pemberian suplementasi jamur G. lucidum dan Cr organik tidak memberikan pengaruh yang negatif terhadap kondisi fisiologis dan performa sapi perah laktasi. Pemberian suplemen dengan kombinasi

G. lucidum dan Cr organik mampu

memperbaiki sel darah putih dan terindikasi meningkatkan kadar limfosit sebagai indikator kekebalan tubuh pada kelompok ternak yang memiliki produksi susu rendah. Saran Agar pengaruh pemberian suplemen G. lucidum

dan Cr organik dapat

memberikan pengaruh positif yang lebih nyata maka penelitian suplementasi G. lucidum dan Cr organik sebaiknya dilakukan dalam jangka waktu yang lebih panjang dan diimbangi dengan pemberian pakan yang lebih berkualitas.

UCAPAN TERIMA KASIH Segala puji bagi Allah SWT, Rabb yang telah memberikan nikmat serta karunia yang tidak terhingga jumlahnya kepada setiap hamba-Nya. Rabb yang telah memberikan petunjuk ke jalan yang benar, kemudahan dan kelancaran salah seorang hamba-Nya dalam menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi yang dilakukan. Tidak lupa pula penulis ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ayah, Ibu, serta seluruh keluarga atas segala do’a, kasih sayang dan juga bantuan baik berupa santunan moral dan materiil. Pada kesempatan ini, penulis ucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Dwierra Evvyernie Amirroenas., MS.MSc sebagai dosen Pembimbing Utama dan Dr. Ir. Didid Diapari, MS sebagai dosen pembimbing anggota sekaligus menjabat sebagai dosen pembimbing akademik yang senantiasa mengarahkan penulis guna mencapai keberhasilan akademik yang maksimal. Kepada Prof. Dr. Ir . Toto Toharmat, M.AgrSc, penulis mengucapkan terimakasih atas masukan dan saran selama penelitian. Selain itu, tidak lupa pula ucapan terimakasih untuk ibu Ir. Anita S. Tjakradidjaja, M.Rur.Sc

sebagai dosen penguji seminar serta Dr. Despal,

S.Pt.M.Sc.Agr dan Ir. Afton Attabany, MS sebagai dosen penguji skripsi. Ucapan terima kasih juga penulis ajukan kepada bapak Achmad dan pegawai kandang Laboratorium Lapang Nutrisi Perah. Terima kasih pula tidak lupa untuk Ibu Fauziah Agustin atas masukan dan sarannya selama penelitian, begitupula dengan Ibu Dian dan Pak Adi selaku laboran Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Perah, dan juga kepada teman-teman satu tim : Dian Astriana dan Muhammad Roni. Spesial juga untuk semua teman- teman INTP 42 Ahoy dan juga kepada teman-teman satu tempat tinggal di Dramaga Regency yaitu Zulyadnan, Rizky dan Anggara saya ucapakan terima kasih atas ukhuwwah Islamiah-nya yang indah, serta kepada semua pihak yang tidak dapat dicantumkan namanya yang telah membantu dan memperlancar penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan. Bogor, Februari 2010

Penulis

DAFTAR PUSTAKA Anggorodi. 1979. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT Gramedia. Jakarta. Astuti, W.D., R. Ridwan dan B. Tappa. 2007. Penggunaan probiotik dan kromium organik terhadap kondisi lingkungan rumen in vitro. JITV 12(4): 262-267. Burton, J. L. 1995. Supplemental Chromium: its benefits to the bovine immune system. Anim. Feed. Sci. Tech. 53: 117. Campbell, J.R, M.D. Kenealy and K.L Campbell. 2003. Animal Sciences. 4th Ed. McGraw-Hill Companies. New York. Chang, S.T and G. Miles. 2004. Mushrooms. CRC Press. New York. Direktorat Jenderal Peternakan. 2008. Statistik Peternakan 2008. Jakarta: Departemen Pertanian Engelbrecht, K and Tom V. 2005. Tom Volk's Fungus of the Month for March 2005 [TomVolkFungi.net]. http://google.com/TomVolkFungi.net/html [13 April 2009]. Esmay, M.L. 1982. Principles of Animal Environmental. AVI Publishing Company Inc.,Connecticut. Frandson, R. D. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Edisi 4. Terjemahan: Srigandono dan Koen Praseno. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Guyton, A. C. 1961. Medical Physiology. 2th Ed. Saunders Company, Philadelphia. Jain, N.C. 1993. Essential of Veterinary Hematology. Lea and Febriger. Philadelphia. Jin, L. S. 2000. Ganotherapy. SIP. Jakarta. Kelly,W.R. 1984. Veterinary Clinical Diagnosis. Bailliere Tindall, London. McDonald, P., R. A. Edwards, J. F. D. Greenhalgh, and C. A. Morgan. 2002. Animal Nutrition. 6th Ed. Ashford Colour Press. Gosport. McDowell, R.E. 1972. Improvement of Livestock Production in Warm Climate. Dalam : A. Yani dan B.P. Purwanto. 2006. Pengaruh iklim mikro terhadap sapi peranakan Fries Holland dan modifikasi lingkungan untuk meningkatkan produktivitasnya. Media Peternakan. 29 (1) : 35-46. McGlone JJ, Salak JL, Lumpkin EA, Nicholson RI, Gibson M, Norman RL. 1993. Shipping stress and social status effects on pig performance, plasma cortisol, natural killer cell activity, and leukocyte numbers. J Anim. Sci 71:888-896. Moonsie S. S and D. N. Mowat. 1993. Effect of level of supplemental chromium on performance, serum constituents, and immune status of stressed feeder calves. JAS 71: 232-238. National Research Council. 1988. Nutrient Requirement of Dairy Cattle, 6 th Revised Ed. National Academy Press, Washington D.C.

Ørskov, F. R. 1982. Voluntary intake of poor quality roughages by ruminants. Proc. 3rd Ed. Seminar on Maximum Livestock. Production from Minimum Land. Bangladesh Agr. Res. Inst. Joydepun. Dalca. Parakkasi, A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminan. UI Press. Jakarta. Parjimo, H dan H. Soenanto. 2008. Jamur Ling Zhi; Raja Herbal, Seribu Khasiat. AgroMedia Pustaka. Jakarta. http://id.wikipedia.org/wiki/Lingzhi [13 April 2009]. Paterson, R. R. 2006. Ganoderma: a therapeutic fungal biofactory. Phytochemistry 67:1985-2001. Pemerintah Kota Bogor, 2009. http://www.kotabogor.go.id [13 April 2009]. Rakhman, A. 2008. Studi pengaruh unsur cuaca terhadap respon fisiologis dan produksi susu sapi perah PFH di desa Cibogo dan Langensari, Lembang, Bandung Barat.Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Robertshaw, K. G. 1984. Heat Loss of Cattle. Dalam : M.K. Yousef (Editor). Stress Physiology of Livestock, Volume I : Basic Principle. CRC Press Inc., Florida. Schalm, O.W. 1971. Veterinaty Hematology. 2nd Ed. Lea and Febriger. Philadelphia. Schalm, O.W. and Carrol E. J. 1975. Veterinary Hematology. 3th Ed. Lea and Febriger. Philadelphia. Schmidt, K and Nielsen. 1997. Animal Physiology. Cambridge University Press. USA. Sjabana, D. 2001. Manfaat Ganoderma lucidum. Yayasan DHS, Jakarta. Smith, J.B. dan S. Mangkoewidjojo. 1988. Pemeliharaan, Pembiakan dan Penggunaan Hewan Percobaan di Daerah Tropis. Universitas Indonesia Press. Jakarta. Sprent, P. 1991. Metode Statistik Non Parametric Terapan. Penerjemah: Erwin R. Osman. Universitas Indonesia Press. Jakarta. Sudono, A., R. F. Rosdiana dan B. S. Setiawan. 2003. Beternak Sapi Perah Secara Intensif. Agromedia Pustaka, Jakarta. Sugito, W. Manalu, D.A. Astuti, E. Handharyani, dan Cherul. 2007. Efek cekaman panas dan pemberian ekstrak heksan tanaman Jaloh (Salix Tetrasperma Roxb) terhadap kadar kortisol, trioditironin dan profil hematologi ayam broiler. http://peternakan.litbang.deptan.go.id/publikasi/jitv/jitv123-2.pdf. [18-01-2010]. Suryahadi and A. S. Tjakradidjaja. 2009. Dairy Cattle Nutrition in Indonesia Problems and Solutions. Bogor Agricultural University, Bogor. Sutardi, T. 1980. Landasan Ilmu Nutrisi Jilid I. Departemen Ilmu Makanan Ternak. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Sutardi, T. 1981. Sapi Perah dan Pemberian Makanannya. Departemen Ilmu Makanan Ternak. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Syarief, M.Z dan R.M. Sumoprastowo. 1984. Ternak Perah, edisi ke- 1. CV. Yasaguna. Jakarta. Tilley, J. M. A. And R. A. Terry. 1963. A two stage technique for the in vitro digestion of forage crops. J. Br. Grassland Soc. 18 : 104-111. Vincent, J. B. and C. M. Davis. 1997. Chromium in carbohydrate and lipid metabolism. Journal of Biological Science 2 : 675-679. Weeth, . J., J. E. Hunter, and E. L. Piper. 2008. Effect of salt water dehydration on temperature, pulse, and respiration of growing cattle. http://jas.fass.org. Wierema. F. 1990. Dalam : A. Yani dan B.P. Purwanto. Pengaruh Iklim Mikro Terhadap Sapi Peranakan Fries Holland dan Modifikasi Lingkungan untuk Meningkatkan Produktivitasnya. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Wilson, J.A. 1979. Principles of Animal Physiology. 2nd Ed. Collier Macmillan Publishers. London. Yousef, M. K. 1985. Stress Physiology in Livestock. Volume 1: Basic Principles. CRC Press. Inc. Boca Raton, Florida. 4-7.

LAMPIRAN

Lampiran 1. Rataan Suhu Lingkungan Pagi Hari Minggu

Pagi Suhu (°C)

Tmin(°C)

Tmax(°C)

Dry(°C)

Kelembaban(%)

Wet(°C)

I

22,1

20,7

33,4

19,1

18,3

89,7

II

22,3

20,9

33,0

22,3

21,4

89,9

III

23,0

21,6

34,5

23,0

22,0

89,3

IV

23,3

22,0

33,0

23,3

22,3

90,0

V

23,0

22,0

31,6

23,0

22,0

90,0

VI

22,9

21,9

32,9

22,9

21,9

90,0

VII

23,1

22,1

32,1

23,1

22,1

90,0

VIII

23,1

22,0

32,1

23,1

22,0

89,1

Lampiran 2. Rataan Suhu Lingkungan Siang Hari Minggu

Siang Suhu(°C)

Tmin(°C)

Tmax(°C)

Dry(°C)

Wet(°C)

Kelembaban(%)

I

34,0

23,0

34,7

34,2

28,5

59,2

II

33,4

20,9

34,1

33,4

28,7

65,0

III

32,9

21,9

35,4

32,9

27,0

60,6

IV

32,6

21,7

35,3

32,6

27,1

61,1

V

32,1

22,0

33,6

32,1

27,4

65,0

VI

31,1

21,3

33,4

31,1

26,4

61,9

VII

32,3

21,4

34,3

32,3

28,1

68,1

VIII

32,6

22,3

34,1

32,6

27,1

60,9

Lampiran 3. Uji Non Parametrik Suhu Rektal (Descriptive Statistics) N Ulangan ProduksiTinggiSuhuRektalSore ProduksiSedangSuhuRektalSore ProduksiRendahSuhuRektalSore ProduksiTinggiSuhuRektalPagi ProduksiSedangSuhuRektalPagi ProduksiRendahSuhuRektalPagi Perlakuan

Mean

Std. Deviation

Minimum

Maximum

24

4,50

2,34057

1,00

8,00

24

38,70

,20216

38,40

39,10

24

38,50

,25707

37,90

38,90

24

38,62

,23402

38,20

39,00

24

38,32

,20782

38,00

38,80

24

38,04

,18863

37,60

38,40

24

38,18

,18238

37,90

38,50

24

2,00

,83406

1,00

3,00

Lampiran 4. Kruskal-Wallis Test untuk Suhu Rektal Perlakuan Ulangan

N 1 2 3

Total ProduksiTinggiSuhuRektalSore

1 2 3 Total

ProduksiSedangSuhuRektalSore

1 2 3 Total

ProduksiRendahSuhuRektalSore

1 2 3 Total

ProduksiTinggiSuhuRektalPagi

1 2 3 Total

ProduksiSedangSuhuRektalPagi

1 2 3 Total

ProduksiRendahSuhuRektalPagi

1 2 3 Total

Mean Rank 8 8 8 24 8 8 8 24 8 8 8 24 8 8 8 24 8 8 8 24 8 8 8 24 8 8 8 24

12,5 12,5 12,5 10,5 13,9 13,1 13,4 12,3 11,8 13,1 10,9 13,6 8,5 10,6 18,4 13,3 8,1 16,1 14,9 8,5 14,1

Lampiran 5. Median Test Suhu Rektal

Ulangan

> Median <= Median > Median <= Median > Median <= Median > Median <= Median > Median <= Median > Median <= Median > Median <= Median

ProduksiTinggiSuhuRektalSore ProduksiSedangSuhuRektalSore ProduksiRendahSuhuRektalSore ProduksiTinggiSuhuRektalPagi ProduksiSedangSuhuRektalPagi ProduksiRendahSuhuRektalPagi

0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

1 4 4 2 6 4 4 4 4 2 6 1 7 3 5

Perlakuan 2 4 4 4 4 3 5 4 4 2 6 0 8 2 6

3 4 4 3 5 3 5 4 4 7 1 3 5 2 6

Lampiran 6. Uji Non Paramterik Respirasi (Descriptive Statistics)

Ulangan

N 24

Mean 4,50

Std. Deviation 2,34057

Minimum 1,00

Maximum 8,00

ProduksiTinggiRespirasi Pagi

24

60,12

9,67881

43,00

80,00

ProduksiSedangRespira siPagi

24

59,54

8,10786

46,00

74,00

ProduksiRendahRespira siPagi

24

67,37

12,08237

42,00

96,00

ProduksiTinggiRespirasi Sore

24

86,58

10,98187

70,00

108,00

ProduksiSedangRespira siSore

24

83,33

11,03223

64,00

108,00

ProduksiRendahRespira siSore

24

95,87

15,91639

78,00

140,00

Perlakuan

24

2,00

,83406

1,00

3,00

Lampiran 7. Kruskal-Wallis Test untuk Respirasi Ranks Perlakuan Ulangan

N 1 2 3

Total ProduksiTinggiRespirasiPagi

1 2 3 Total

ProduksiSedangRespirasiPagi

1 2 3 Total

ProduksiRendahRespirasiPagi

1 2 3 Total

ProduksiTinggiRespirasiSore

1 2 3 Total

ProduksiSedangRespirasiSore

1 2 3 Total

ProduksiRendahRespirasiSore

1 2 3 Total

Mean Rank 8 8 8 24 8 8 8 24 8 8 8 24 8 8 8 24 8 8 8 24 8 8 8 24 8 8 8 24

12,5 12,5 12,5 9,9 16,2 11,4 13,1 11,5 12,9 12,4 12,6 12,5 9,9 14,9 12,6 14,3 14,1 9,2 14,6 11,6 11,3

Lampiran 8. Median Test untuk Respirasi Perlakuan

Ulangan

> Median <= Median ProduksiTinggiRespirasiPagi > Median <= Median ProduksiSedangRespirasiPagi > Median <= Median ProduksiRendahRespirasiPagi > Median <= Median ProduksiTinggiRespirasiSore > Median <= Median ProduksiSedangRespirasiSore > Median <= Median ProduksiRendahRespirasiSore > Median <= Median

0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

1 4 4 3 5 4 4 4 4 3 5 4 4 4 4

2 4 4 6 2 4 4 3 5 5 3 5 3 4 4

Lampiran 9. Ekskresi BK, BO, Konsumsi BK BO, & KCBK, KCBO Peubah Ekskresi BK (g) Ekskresi BO (g) Konsumsi BK (g) Konsumsi BO (g) KCBK (%) KCBO (%)

Kontrol 3628,19 2870,97 14603,81 13305,34 75,15 78,42

Perlakuan Ganoderma 3067,66 2408,29 13975,47 11904,34 78,05 79,76

Gano+Cr 3190,33 2532,75 14647,41 11742,94 78,22 78,43

3 4 4 3 5 3 5 4 4 4 4 3 5 3 5