EFEKTIFITAS FUNGSI PEMERINTAH DESA DALAM PEMBUATAN PERATURAN DESA DI DESA WORI (Studi Kasus di Desa Wori Kecamatan Wori Kabupaten Minahasa Utara)
Oleh : FEISHA PARAMITHA GARA Abstrak Peraturan Desa yang dikeluarkan di Desa Wori terkadang juga tidak memperhatikan kebutuhan atau kondisi desa Wori dengan segala permasalahannya, namun ada juga beberapa peraturan desa yang sudah buat dengan baik. Ada banyak peraturan desa yan dihasilkan, salah satunya peraturan desa keamanan dan ketertipan, terkadang peraturannya sudah bagus, akan tetapi dalam kenyataan pelaksanaannya, banyak warga yang melanggar, membuat keributan, mabuk. Oleh karena itu, kajian Penulis pada persoalan sebagai berikut: Proses pembentukan peraturan desa; Kualitas peraturan desa; Hambatan dalam membentuk peraturan desa; Upaya yang dilakukan oleh pemerintah desa; Strategi yang dapat dilakukan dalam membentuk peraturan desa yang berkualitas. Dalam penelitian ini Penulis meninjau dari empat hal yang menjadi kendala pemerintah Desa Wori dalam mengimplementasikan fungsinya dalam pembuatan peraturan desa. Yakni sumber daya, dana, sarana-prasarana dan waktu. Sumber daya, sumber daya manusia pembuat kebijakan baik aparat desa dan BPD yang masih kurang. Dana, dimana anggaran yang digunakan untuk pembuatan peraturan desa belum dialokasikan sebagaimana yang diharapkan dan terbatasnya dana tersebut. Waktu, juga merupakan salah satu kendala dalam pemerintah desa dan BPD Wori dalam pembentukan Peraturan Desa yaitu komitmen yang rendah terhadap waktu, sehingga tidak bisa bertahan lama dalam menjalankan programprogram ketika ada hambatan yang ditemui. Kata Kunci : Efektivitas, Pemerintah Desa, Peraturan Desa PENDAHULUAN A. Latar Belakang Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah tertentu dan memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui
1
negara, sebagaimana dalam UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa. Penyelenggaraan pemerintahan desa harus menghormati sistem nilai yang berlaku pada masyarakat
setempat
termasuk
dalam pembangunan
desa
dengan
mengindahkan sistem nilai bersama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Sistem nilai tersebut harus terakomodasi dalam bentuk peraturan desa atau produk hukum desa lainya sebagai sebuah prinsip dasar dan pedoman bagi pemerintah desa untuk menjalankan urusan dan kewenangan desa. Dalam rangka pengaturan kepentingan masyarakat Pemerintah Desa menyusun peraturan Desa. Peraturan Desa adalah peraturan perundang – undangan yang ditetapkan oleh kepala Desa setelah di bahas dan disepakati bersama Badan Permusyawaratan desa.Pemerintah Desa yang dimaksud dalam undang-undang terdiri Pemerintah Desa yang meliputi Kepala Desa, Perangkat Desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Kepala Desa mempunyai Tugas Menyelenggarakan urusan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan. Dalam melaksanakan tugasnya Kepala Desa mempunyai wewenang : 1. Memimpin penyelenggaraan Pemerintah Desa berdasarkan kebijakan yang ditetapkan BPD 2. Menetapkan Peraturan Desa 3. Menetapkan anggaran pendapatan belanja Desa 4. Mengembangkan kehidupan sosial budaya Desa 5. Membina kehidupan Masyarakat Desa 6. Melaksanakan wewenang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang – undangan. Dalam rangka melaksanakan kewenangan yang dimiliki untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakatnya, dibentuklah Badan Permusyawaratan Desa (BPD) sebagai lembaga yang berfungsi untuk menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat. Lembaga ini pada hakikatnya adalah mitra kerja Pemerintah Desa yang memiliki kedudukan yang sejajar dalam menyelenggarakan urusan pemerintah,
pembangunan
dan
pemberdayaan
Permusyawaratan desa berfungsi :
2
Masyarakat.
Badan
1. Membahas dan menyepakati Rancangan Peraturan Desa bersama Kepala Desa 2. Menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat Desa; dan 3. Melakukan pengawasan Kinerja Kepala Desa Fungsi BPD yang tercantum dalam Peraturan diatas yaitu menetapkan Peraturan Desa. Dalam perumusan dan penetapan Peraturan Desa BPD berkedudukan sebagai mitra kerja dari Pemerintah Desa. Yaitu bertugas untuk memberikan kontribusi yang berupah saran atau masukan atas Peraturan Desa yang ditetapkan, dimana saran tersebut berasal dari aspirasi masyarakat. Rancangan Peraturan Desa yang secara bersama-sama Pemerintah Desa ditetapkan menjadi Peraturan Desa. Desa mengatur dirinya sendiri, dengan adanya otonomi desa, karena itu kebijakan-kebijakan berkaitan dengan desa, pemerintah desa dapat membuat peraturan desanya sendiri. Peraturan desa lahir dari inisiatif pemerintah dan masyarakat desa dalam rangka mengelola pembangunan dan penyelenggaraan pemerintahan desa bagi kepentingan masyarakat tersebut. Peraturan desa menjadi hal yang penting demi keberhasilan pembangunan desa. Penelitian ini dilakukan di Desa Wori, sebab memiliki ragam potensi desa mulai
dari
wisata,
perikanan,
peternakan, pertanian, perkebunan industri
rumah tangga, kawasan industri, dan lainya. Pengelolaan pembangunan dan penyelenggaraan pemerintah Desa Wori sesuai peraturan yang ada mesti membuat Peraturan Desa. Setiap desa pasti membuat peraturan desa, namun tidak semua desa dapat membuat peraturan desa. Apa yang terjadi di Desa Wori, terkadang keputusan atau kebijakan dalam peraturan desa tidak menghasilkan kebijakan pembangunan yang dirasakan langsung oleh masyarakat, sebagian masyarakat merasa tidak adil dan proses pembuatan kebijakan sering tidak melibatkan semua unsur warga. Dimana masukan dari sebagian warga sangat penting berkaitan dalam penyusunan peraturan desa tersebut. Agar mereka dapat mengerti proses pembuatan peraturan desa, harus melibatkan sebagian unsure warga dan bukan hanya pemerintah desa saja. Karna peraturan desa merupakan satu mata rantai dalam sistem atau proses pembangunan desa. Untuk menghasilkan peraturan desa.
3
dilakukan proses musyawarah desa dimana membahas persoalan secara bersama demi mencapai kesepakatan dan tujuan bersama. Bukan hanya keputusan sepihak yang diambil oleh pemerintah. Peraturan Desa tentang Keamanan dan ketertiban belum berjalan dengan baik, ada beberapa masyarakat yang sering kehilangan barang berharga karena tindakan pencurian, dan juga belum ada kesdaran dari masyarakat dalam pemeliharaan ternak, yang sering kali merusak perkebunan, pertanian yang ada di desa. Tidak ada ketegasan dari pemerintah Desa untuk lebih meningkatkan keamanan dan ketertiban bagi masyarakat setempat. Dalam UU no 6 tahun 2014 pasal 68 ayat 1e dan ayat 2c dimana dijelaskan bahwa “masyarakat desa berhak mendapatkan pengayoman dan perlindungan dari gangguan ketentrama dan ketertiban Desa dan masyarakat berkewajiban mendorong terciptanya situasi yang aman, nyaman dan tenteram di desa. Peraturan Desa yang dikeluarkan di Desa Wori terkadang juga tidak memperhatikan kebutuhan atau kondisi desa Wori dengan segala permasalahannya, namun ada juga beberapa peraturan desa yang sudah buat dengan baik.Salah satu peraturan desa tentan kebersihan, dimana semua warga diwajibkan menjalankan dan mengikuti jumat bersih.membersikan lokasi-lokasi yang di anjurkan pemerintah desa seperti area lahan pekuburan dan lain-lain. Peraturan desa juga bias baik dan berdampak buruk kepada pembangunan Desa Wori itu sendiri, sehingga pembuatan peraturan desa dan prosesnya haruslah sesuai dengan kaidah-kaidah efektivitas dan efisiensi. Ada banyak peraturan desa yan dihasilkan, salah satunya peraturan desa keamanan dan ketertipan, terkadang peraturannya sudah bagus, akan tetapi dalam kenyataan pelaksanaannya, banyak warga yang melanggar, membuat keributan, mabuk, dsb. Oleh karena itu, kajian Penulis pada persoalan sebagai berikut: Proses pembentukan peraturan desa; Kualitas peraturan desa; Hambatan
dalam
membentuk peraturan desa; Upaya yang dilakukan oleh pemerintah desa; Strategi yang dapat dilakukan dalam membentuk peraturan desa yang berkualitas
B. Perumusan Masalah
4
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka dibuat perumusan masalah yakni “ Bagaimana efektivitas pemerintah desa dalam pembuatan peraturan desa di Desa Wori ”
C. Tujuan Penelitian Untuk mengetahui efektivitas fungsi pemerintah desa dalam pembuatan peraturan desa terutama Peraturan desa tentang keaaman dan ketertiban. dilihat dari sumber daya, dana, sarana dan prasarana dan waktu.
TINJAUAN PUSTAKA A. Efektivitas Singkatnya menurut Kamus Lengkap Ekonomi (2002:149) Bahwa: “Efektivitas adalah Rasio atau perbandingan usaha atau kerja yang berhasil, dan seluruh kerja atau pengorbanan yang dikerahkan untuk mencapai hasil tersebut dengan kata lain, rasio antara input dan output”.Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Efektivitas merupakan sebuah metode perbandingan antara usaha yang dilakukan dengan hasil yang ingin dicapai oleh sebuah perusahaan dalam melakukan kegiatan. Sementara itu efektivitas menurut Siagian (2001:20) mengatakan bahwa: “Efektivitas adalah pemanfaatan sumber daya, dana, sarana, dan prasarana dalam jumlah tertentu yang secara sadar ditetapkan sebelumnya untuk menghasilkan sejumlah hasil dengan mutu tertentu tepat pada waktunya”.Jadi efektivitas adalah suatu bentuk perbandingan antara pemanfaatan kemampuan sarana institusi dengan waktu yang tercapai dalam usahanya untuk mendapatkan hasil yang telah ditetapkan sebelumnya.
B. Pemerintah Desa. Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah
yang
berwenang
untuk
mengatur
5
dan
mengurus
Urusan
Pemerintahan,kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asalusul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pengertian desa dari sudut pandang sosial budaya dapat diartikan sebagai komunitas dalam kesatuan geografis tertentu dan antar mereka saling mengenal dengan baik dengan corak kehidupan yang relatif homogen dan banyak bergantung secara langsung dengan alam.Oleh karena itu, desa diasosiasikan sebagai masyarakat yang hidup secara sederhana pada sektor agraris, mempunyai ikatan sosial, adat dan tradisi yang kuat, bersahaja, serta tingkat pendidikan yang rendah (Juliantara, 2005: 18).
C. Peraturan Desa Sebagaimana dalam UU no 6 tahun 2014 Tentang Desa Peraturan Desa adalah peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh Kepala Desa bersama Badan Permusyawaratan Desa.Peraturan ini berlaku di wilayah desa tertentu.Peraturan Desa merupakan penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundangundangan yang lebih tinggi dengan memperhatikan kondisi sosial budaya masyarakat desa setempat.Peraturan Desa dilarang bertentangan dengan kepentingan
umum
dan/atau
peraturan
perundang-undangan
yang
lebih
tinggi.Masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan atau tertulis dalam rangka penyiapan atau pembahasan Rancangan Peraturan Desa. UU no 6 tahun 2014 tentang Desa dalam BAB VII diatur mengenai Peraturan Desa, dijelaskan pada pasal 69 : 1) Jenis peraturan di Desa terdiri atas Peraturan Desa, peraturan bersama Kepala Desa, dan peraturanKepala Desa. 2) Peraturan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau ketentuan peraturan perundangundangan yang lebih tinggi. 3) Peraturan Desa ditetapkan oleh Kepala Desa setelah dibahas dan disepakati bersama Badan Permusyawaratan Desa.
6
4) Rancangan Peraturan Desa tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, pungutan, tata ruang, dan organisasi Pemerintah Desa harus mendapatkan evaluasi dari Bupati/Walikota sebelum ditetapkan menjadi Peraturan Desa. 5) Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diserahkan oleh Bupati/Walikota paling lama 20 (dua puluh) hari kerja terhitung sejak diterimanya rancangan peraturan tersebut oleh Bupati/Walikota. 6) Dalam hal Bupati/Walikota telah memberikan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Kepala Desa wajib memperbaikinya. 7) Kepala Desa diberi waktu paling lama 20 (dua puluh) hari sejak diterimanya hasil evaluasi untuk melakukan koreksi. 8) Dalam hal Bupati/Walikota tidak memberikan hasil evaluasi dalam batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Peraturan Desa tersebut berlaku dengan sendirinya. 9) Rancangan Peraturan Desa wajib dikonsultasikan kepada masyarakat Desa. 10) Masyarakat Desa berhak memberikan masukan terhadap Rancangan Peraturan Desa. 11) Peraturan Desa dan peraturan Kepala Desa diundangkan dalam Lembaran Desa dan Berita Desa oleh sekretaris Desa. 12) Dalam pelaksanaan Peraturan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Desa menetapkan
Peraturan Kepala Desa sebagai aturan
pelaksanaannya. Pada pasal 70 dijelaskan mengenai peraturan bersama kepela desa : (1) Peraturan bersama Kepala Desa merupakan peraturan yang ditetapkan oleh Kepala Desa dari 2 (dua) Desa atau lebih yang melakukan kerja sama antar-Desa. (2) Peraturan bersama Kepala Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan perpaduan kepentingan Desa masing-masing dalam kerja sama antar-Desa. Manfaat Peraturan Desa : 1. Sebagai pedoman kerja bagi semua pihak dalam penyelenggaraan kegiatan di desa 2. Terciptanya tatanan kehidupan yang serasi, selaras dan seimbang di desa 3. Memudahkan pencapaian tujuan
7
4. Sebagai acuan dalam rangka pengendalian dan pengawasan 5. Sebagai dasar .pengenaan sanksi atau hukuman 6. Mengurangi kemungkinan terjadinya penyimpangan atau kesalahan
METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif menurut Masri Singarimbun (1982), bertujuan untuk mendeskripsikan secara terperinci tentang fenomena sosial tertentu. Dalam penelitian ini tim peneliti tidak melakukan kuantifikasi terhadap data yang diperoleh. Data yang diperoleh akan dianalisis serta dideskripsikan berdasarkan penemuan fakta-fakta penelitian di lapangan. Pendekatan dalam penelitian ini adalah pendekatan sosial khususnya pendekatan ilmu pemerintahan.
GAMBARAN UMUM Wori adalah pemukiman yang terbentuk pada tanggal 4 April 1800, yang dipimpin oleh kepala desa Simon Dien. Asal nama desa Wori diambil dari nama sebuah pohon yang terdapat di Kali Wori yang terletak di belakang desa Wori yang bernama pohon Wori. Tumani Desa Wori adalah dotu bermarga Dien. Pada waktu adi berdiri penduduk waktu itu hanya berjumlah 30 kepala keluarga dan bermata pencaharian petani dan nelayan. Pada saat itu banyak gangguan dari perompak (bajak laut) orang Mangindanau/ Pilipina maka tempat tinggal penduduk berpindah-pindah karena banyak gangguan, dari pemukiman pertama mereka berpindah ke pemukiman kedua yaitu berjarak 3 km ke arah timur yaitu tempat yang bernama Karegesan. Di Karegesan ini penduduk tidak tahan lama karena penduduk banyak mengalami gangguan penyakit.
8
Maka dari Karegesan ini penduduk berpindah ke tempat yang baru turun ke Pamuli berjarak kurang lebih 1 km dari Karegesan ke arah barat. Di Pamuli penduduk tidak tahan lama karena diserang wabah yaitu seluruh rumah dimasuki katak, masuk sampai ke belanga tempat memesak masyarakat, apalagi bajak laut tetap mengintai dan mereka sudah ketahui tempat tinggal penduduk bahwa di Pamuli ada pemukiman penduduk karena terlihat dari aliran kali ada daun jagung dan lainnya yang banyak mengalir di Kali Kima. Dengan demikian bajak laut mulai menyusuri sepanjang kali Kima, kebetulan bertemu dengan seorang gadis yang sedang mencuci pakaian di Kali. Maka gadis tersebut diculik oleh mereka, dengan diculiknya gadis tersebut maka penduduk sepakat lagi kembali pada pemukiman pertama yaitu Wori sekalipun diganggu para bajak laut tetapi mereka sudah bertekad bersehati untuk melawan serta mengalahkan mereka. Kenyataan berkat persatuan yang ada, bajak-bajak laut dapat dikalahkan dan mulai saat itu penduduk sudah merasa aman dan tidak ada gangguan lagi. Hingga pembangunan dan pertamabahan penduduk yang pesat Desa Wori telah berkembang seperti saat ini. Penduduk Desa Wori terdiri dari 60 % dari Sangihe-Talaud, 37 % Minahasa dan 3 % Campuran. Sehingga budaya setempat terdiri dari budaya etnik SangieTalaud dan Minahasa. Mata pencaharian mereka terdiri dari pertanian, perkebunan, nelayan. masyarakatnya adalah masyarakat miskin. Karena itu banyak warga Wori telah merantau ke luar desa seperti di Papua/Timika.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
9
A. Pembentukan Peraturan Desa Dalam pelaksanaan di lapangan yang penyusun teliti dari wawancara di Desa Wori bahwa hanya Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan Hukum Tua yang menjalankan perannya untuk membuat Peraturan desa wori nomor 3 tahun 2010 tentang keamanan dan ketertiban yaitu melakukan kunjungan kepada masyarakat untuk menampung aspirasi itupun hanya dengan tatap muka jadi dapat disimpulkan bahwa penampungan aspirasi masyarakat tidak komprehensif dan matang sehingga penyaluran aspirasi masyarakat yang akan dituangkan dalam peraturan desa tidak sepenuhnya menjadi reprsentasi kebutuhan masyarakat menyeluruh. Beberapa hal yang menjadi masukan masyarakat dalam hal keamanan dan ketertiban untuk disusun menjadi suatu peraturan desa yakni masalah mabuk, bikin keributan, perjudian, pencurian hasil pertanian seperti kelapa,dan lain-lain. Ini menjadi keluhan-keluhaan warga untuk segera dibuatkan peraturan desa. Seperti yang penyusun teliti di Desa Wori dalam melaksanakan perannya bahwa, dalam pembentukan Peraturan desa tentang tentang keamanan dan ketertiban merupakan bagian dalam tugas pelaksana Pemerintah Desa dalam hal ini Kepala Desa dan Angota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dalam menyelenggarakan pembangunan Desa. Dalam Peraturan Desa yang seharusnya melibatkan masyarakat desa dalam merancang peraturan desa seperti yang dijelaskan dalam pasal 115 ayat 1 Peraturan Daerah Minahasa Utara Nomor 2 tahun 2008 tentang Pemerintahan Desa menjelaskan bahwa masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan atau
10
tertulis dalam rangka penyiapan atau pembahasan rancangan peraturan desa. Padahal, sudah selayaknya masalah yang ada di Desa dituangkan dalam pembentukan peraturan desa yang nantinya dibahas oleh BPD bersama Pemerintah Desa
untuk melaksanakan Penyelenggaraan Good Governance di
Pemerintahan terendah dalam ketatanegaraan Indonesia dalam hal ini Desa Wori. Peraturan desa wori tentang keamanan dan ketertiban tidak terlalu melibatkan masyarakat dalam pembentukannya dimana terbentuknya peraturan desa tersebut pada akhirnya harus mempertimbangkan aspirasi dari masyarakat setelah mendapatkan tekanan dari beberapa tokoh masyarakat untuk segera dibuatkan peraturan desa, supaya mereka punya dasar untuk menindaki para pengganggu keamanan dan ketertiban di desa Wori. Pada tahun 2010 pertauran desa mengenai Kemanan dan Ketertiban dikelurkan oleh Hukum Tua yakni Peraturan desa wori nomor 3 tahun 2010 tentang keamanan dan ketertiban. Akan tetapi yang menjadi permasalahan yaitu proses pembentukan peraturan desa tersebut langsung dibuat oleh Hukum Tua, dengan melibatkan beberapa tokoh saja, sehingga prosesnya yang harus bekerjasama dengan BPD dan dalam musyawarah dengan masyarakat tidak dilakukan. Berikut kehadiran atau keterlibatan elemen masyarakat dalam perencanaan sampai penetapan peraturan desa :
TABEL 1. KEHADIRAN/ KETERLIBATAN DALAM PEMBUATAN PERATURAN DESA
11
No
TAHAPAN
PEMERINTA H DESA
BPD
MASYAR AKAT
1. Musyawarah Perencanaan
V
V
V
2. Penggalian kebutuhan dan
V
V
V
V
V
V
4. Penetapan RPJM Desa
V
V
5. Penetapan Rencana Kerja
V
V
6. Penetapan P APBDes
V
V
7. Penetapan e Peraturan Desa
V
V
penilaian 3. Pembuatan RPJMDes,
Rancangan RKP
Desa,
APBDes
Pembangunan (RKP) Desa
Keterlibatan atau kehadiran warga dalam proses pembuatan peraturan desa sebagaimana tabel di atas memperlihatkan kehadiran semua pihak baik pemerintah desa, BPD dan masyarakat pada setiap tahap perencanaan pembangunan desa. Akan tetapi kehadiran mereka sebagaimana penuturan beberapa informan, terutama masyarakat terkadang hanya sekedar formalitas saja dan orang-orang tertentu saja yang hadir.
B. Kendala-Kendala yang terjadi dalam Penetapan Peraturan Desa (PerDes)
12
Proses Pembentukan dan
alam penelitian ini Penulis meninjau dari empat hal yang menjadi kendala pemerintah Desa Wori dalam mengimplementasikan fungsinya. Empat hal tersebut adalah Sumber Daya, Dana, Sarana-Prasarana, Waktu : 1. Sumber Daya Manusia Salah satu kendala dalam pemerintah desa dalam pembentukan Peraturan Desa yaitu sumber daya manusia yang rendah, sehingga tidak bisa bertahan lama dalam menjalankan program-program ketika ada hambatan. Pemerintah Desa dan BPD selalu membicarakan segala program atau kepentingan desa untuk sampai kepada pembuatan peratran desa, namun untuk sejauh ini belum dilaksanakan dengan baik. 2. Dana Sumber dana untuk pembuatan peraturan desa ini belum begitu baik untuk mencukupi segala yang diperlukan 3. Sarana-Prasarana Sarana prasarana berupa peralatan pendukung pembuatan peraturan desa yakni tempat musyawarah, fasilitas penunjang berupa meja, kursi, papan tulis, alat tulis menulis, dan lain sebagainya dapat dikatakan telah disediakan selama perencanaan dan pembuatan peraturan desa. Kendalanya penyiapan sarana dan prasarana tersebut sering terlambat, pada saat pelaksanaan musyawarah kesemuanya belum disiapkan, jadi memaanfaatkan peralatan apa adanya.
4. Waktu
13
Pembuatan
peraturan
desa
seperti
yang
direncanakan
belum
terselenggarakan atau terwujud seperti yang ditargetkan. Peraturan desa yang dihasilkan tidak memenuhi target pereaturan desa yang direncanakan, waktu yang di pakai untuk meghasilkan peraturan desa telah memakan waktu yang lama, nanti beberapa tahun menghasilkan beberapa perdes saja. Penulis memperoleh Data tentang bagaimana Proses Pembuatan hingga penetapan suatu Peraturan Desa (Perdes) di Desa Wori Kec. Wori Kabupaten Minahasa Utara hanya memiliki 8 (delapan) Peraturan Desa (Perdes), dua diantaranya adalah Perdes yang masih bertahan dan berlaku dari zaman dulu dan masih dijalankan oleh masyarakat/penduduk desa sampai sekarang. Ke 8 Peraturan Desa (Perdes) tersebut adalah: 1. Peraturan Desa WoriNomor 2 Tahun 2010TentangKependudukan 2. Peraturan desa worinomor 3 tahun 201 tentangkeamanan dan ketertiban 3. Peraturan desa worinomor 4 tahun 2010tentangkebersihan dan lingkungan hidup 4. Peraturan desa worinomor 5 tahun 2010tentangsanksi dan ancaman hukuman 5. Peraturan desa wori nomor : 06 tahun 2010tentangbiaya administrasi 6. Peraturan desa worinomor 7 tahun 2010tentangpungutan desa 7. Peraturan desa wori nomor : 02 tahun 2011 tentang pemekaran wilayah / jaga desa wori 8. Peraturan Desa tentang RPJM Desa
14
KESIMPULAN DAN SARAN 1. Peran pemerintah desa dalam menjalankan perannya untuk membuat Peraturan desa seperti adanya perdes no 3 tahun 2010 tentangkeamanan dan ketertiban tidak terlalu melibatkan masyarakat atau bersifat partisipatif sebagaimana yang menjadi dasar pembentukan peraturan desa. Bahwa penampungan aspirasi masyarakat tidak komprehensif dan matang sehingga penyaluran aspirasi masyarakat yang akan dituangkan dalam peraturan desa tidak sepenuhnya
menjadi
reprsentasi
kebutuhan
masyarakat
menyeluruh. 2. Peraturan desa tentang keamanan dan ketertiban di desa Wori mempertimbangkan Beberapa hal yang menjadi masukan masyarakat dalam hal keamanan dan ketertiban untuk disusun menjadi suatu peraturan desa yakni masalah mabuk, bikin keributan, perjudian, pencurian hasil pertanian seperti kelapa, membuat hajatan sampai larut malam dan lainnya. Ini menjadi keluhan-keluhaan warga untuk segera dibuatkan peraturan desa. 3. Dalam penelitian ini Penulis meninjau dari empat hal yang menjadi kendala pemerintah Desa Wori dalam mengimplementasikan fungsinya dalam pembuatan peraturan desa. Yakni sumber daya, dana, sarana-prasarana dan waktu. Sumber daya, sumber daya manusia pembuat kebijakan baik aparat desa dan BPD yang masih kurang. Dana, dimana anggaran yang digunakan untuk pembuatan peraturan desa belum dialokasikan sebagaimana yang diharapkan dan terbatasnya dana tersebut. Waktu, juga merupakan salah satu kendala dalam pemerintah desa dan BPD Wori dalam pembentukan
15
Peraturan Desa yaitu komitmen yang rendah terhadap waktu, sehingga tidak bisa bertahan lama dalam menjalankan program-program ketika ada hambatan yang ditemui.
DAFTAR PUSTAKA
Abe, Alexander,, 2001, Perencanaan daerah memperkuat prakarsa rakyat dalam otonomi daerah, Lapera Pustaka Utama, Yogyakarta. Abe, Alexander, 2002, Perencanaan Daerah Partisipatif, Penerbit Pondok Edukasi, Solo. Adi, Isbandi Rukminto, 2001, Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan Intervensi Komunitas, Lembaga Penelitian FE-UI, Jakarta. AAGN Ari Dwipayana dan Sutoro (Ed). 2003. Membangun Good Governance di Desa. IRE Press. Yogyakarta. Kunarjo, 2002, Perencanaan dan Pengendalian Program Pembangunan, Universitas Indonesia UI Press, Jakarta. Kartasasmita, Ginanjar, 1997, Administrasi Pembangunan, LP3ES, Jakarta. Moleong, Lexy, 2001, Metodologi Penelitian Kualitatif , PT. Remaja Rosada Karya, Bandung. Mubyarto, 1984, Pembangunan Pedesaan, P3PK UGM, Yogyakarta. ReksoPutranto, Soemadi, 1992, Manajemen Proyek Pemberdayaan, Lembaga Penerbitan FE-UI, Jakarta. Sadu Wasistiono. 2006. Prospek Pengembangan Desa. Penerbit Fokus Media. Bandung.
16
Riyadi dan Bratakusumah, D.S, 2004, Perencanaan Pembangunan Daerah, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Singarimbun, Masri dan sofyan Effendi, 1986, Metode Penelitian Survey, Suntingan LP3ES, Jakarta. Siagian, P, Sondang, 2001. Teori Pengembangan Organisasi. Penerbit Bumi Aksara. Jakarta. Susetiawan, 2011. UU Desa: Mengembalikan Kedaulatan Menuju Pembangunan Desa Berkelanjutan. http://www.pspk.ugm.ac.id
Sumber Lainnya. UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah PP 43 Tahun 2014 UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa
17