EFEKTIVITAS EKSTRAK METANOL DAN N-HEKSANA AMARANTHUS

Download Penyakit karat daun Puccinia arachidis merupakan salah satu penyakit penting pada kacang tanah yang mampu ... Pelarut metanol mengekstrak s...

0 downloads 290 Views 153KB Size
EFEKTIVITAS EKSTRAK METANOL DAN N-HEKSANA Amaranthus spinosus DALAM PENGENDALIAN PENYAKIT KARAT KACANG TANAH DAN UJI FITOKIMIA GOLONGAN SENYAWA AKTIF Eriyanto Yusnawan*) Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi Jl. Raya Kendalpayak KM 8, Kotak Pos 66 Malang, Jawa Timur Telp 0341-801468 *)E-mail: [email protected]

ABSTRAK Penyakit karat daun Puccinia arachidis merupakan salah satu penyakit penting pada kacang tanah yang mampu menurunkan produksi. Alternatif pengendalian penyakit ini antara lain memanfaatkan bahan nabati. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan jenis pelarut dan konsentrasi efektif dari bagian akar, daun, dan bunga Amaranthus spinosus untuk menghambat perkecambahan spora karat daun kacang tanah serta mengetahui golongan senyawa aktifnya. Pelarut metanol dan nheksana digunakan untuk mengekstrak bahan aktif bagian akar, daun, dan bunga. Ekstrak metanol akar pada konsentrasi 2,5% mampu menghambat perkecambahan spora sebanyak 58% yang setara dengan aplikasi 5% ekstrak daun dan bunga, masing-masing menghambat 59% dan 60% spora berkecambah. Pelarut metanol mengekstrak senyawa metabolit sekunder yang lebih beragam dibanding n-heksana. Skrining fitokimia bagian akar, daun dan bunga menunjukkan metabolit sekunder ekstrak metanol akar lebih beragam dibanding daun dan bunga. Ekstrak metanol akar mengandung alkaloid, flavonoid, tannin, saponin, dan terpenoid. Kata kunci: kacang tanah, Puccinia arachidis, fungisida nabati, Amaranthus spinosus, metabolit sekunder

ABSTRACT The effectiveness of methanolic and n-hexane extracts of Amaranthus spinosus to control Puccinia arachidis and phytochemical screenings of active compounds. Peanut rust disease caused by Puccinia arachidis is one of the important diseases that causes significant yield loss. Botanical fungicides can be used as an alternative control of this disease. This study aimed to obtain effective solvents and concentrations of roots, leaves and flowers of Amaranthus spinosus that inhibited spore germination of the peanut rust as well as to determine secondary metabolites of this weed. Methanol and n-hexane were employed to extract the active compounds of the roots, leaves and flowers. A 2.5% of methanolic extract could inhibit 58% spore germination which was equal to the applications of 5% of the leaf and flower extracts, i.e. 59% and 60% of the spore germination. The methanol extracted more varies of the secondary metabolites than the n-hexane. Phytochemical screenings of the roots, leaves and flowers resulted more active compounds extracted using the methanol than the n-hexane .The methanolic extract of the roots contained alkaloid, flavonoid, tannin, saponin, and terpenoid. Keywords: peanut, Puccinia arachidis, botanical fungicide, Amaranthus spinosus plant secondary metabolite

PENDAHULUAN Budidaya kacang tanah dihadapkan pada kendala biotik dan abiotik yang dapat menurunkan hasil panen. Penyakit karat daun kacang tanah yang disebabkan oleh infeksi Puccinia arachidis dapat menyebabkan kehilangan hasil polong 6–57% tergantung pada kerentanan tanaman (Subrahmanyam dan McDonald 1984). Faktor lingkungan yang Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2013

399

mendukung perkembangan penyakit akan memicu urediniospora membentuk buluh kecambah yang dapat menembus sel inang sebagai inisisasi proses infeksi (Saleh 2010). Penyebaran penyakit dibantu oleh hembusan angin dan percikan air hujan. Di Indonesia, penyakit karat tersebar di sentra penghasil kacang tanah seperti Jawa Timur, Bali, dan Nusa Tenggara Barat (Semangun 1991). Pengendalian penyakit karat daun kacang tanah dengan mengurangi penggunaan fungisida kimiawi dilakukan secara terpadu yang meliputi penanaman varietas tahan, sanitasi lingkungan di sekitar pertanaman, rotasi tanaman, penggunaan antagonis, dan bahan nabati. Cara pengendalian secara terpadu terbukti ramah terhadap lingkungan. Salah satu komponen pengendalian adalah bahan nabati dan telah lama digunakan karena memiliki aktivitas antimikrobia dan antiserangga. Bahan nabati tersebut mengandung flavonoid, alkaloid, terpenoid, saponin, dan tanin yang merupakan golongan senyawa metabolit sekunder (Harborne 1998, Kamboja dan Saluuja 2008, Patil et al. 2009). Amaranthus spinosus atau bayam duri dikategorikan sebagai gulma karena pertumbuhannya yang cepat dapat menganggu pertumbuhan tanaman yang dibudidayakan, sehingga tumbuhan ini dianggap tidak memiliki nilai ekonomis. Akan tetapi, bahan aktif yang dikandung tumbuhan ini telah dimanfaatkan sebagai antiperadangan, antimalaria, antibakteri, antidiuretrik, dan antivirus. Menurut Azhar-ul-Haq et al. (2006) dan Blunden et al. (1999), tumbuhan ini mengandung alkaloid, flavonoid, glikosida, asam fenolat, steroid, terpenoid, saponin, tannin, karotenoid, rutin, β-sitosterol, dan stigmasterol. Pemanfaatan senyawa aktif A. spinosus sebagai antimikrobia masih terbatas. Maiyo et al. (2009) melaporkan bahwa A. spinosus fraksi n-heksana memiliki aktivitas antibakteri terhadap Salmonella typhi. Bukti ilmiah pemanfaatan gulma ini untuk mengendalikan P. arachidis belum terdokumentasi. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan jenis pelarut dan konsentrasi efektif dari akar, daun, dan bunga A. spinosus untuk menghambat perkecambahan spora karat daun kacang tanah dan mengetahui golongan senyawa aktifnya.

BAHAN DAN METODE Penelitian dilakukan di laboratorium Mikologi Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi, Malang. Penelitian meliputi empat tahap, sebagai berikut.

1. Preparasi Sampel dan Ekstraksi Akar, daun dan bunga A. spinosus dipisahkan dan dikeringanginkan. Setelah kadar air mencapai sekitar 10%, ketiga bagian tumbuhan ini dibuat serbuk. Ekstraksi maserasi dilakukan dengan cara merendam serbuk akar, daun, dan bunga dalam pelarut metanol dan n-heksana (1:10 b/v) di dalam erlenmeyer secara terpisah. Inkubasi dilakukan selama 12 jam setelah suspensi di-shaker selama 4 jam pada kecepatan 100 rpm. Filtrat dipisahkan dengan cara disaring, kemudian dipekatkan dengan vacuum rotary evaporator. Ekstrak pekat disimpan pada suhu 4oC di ruang gelap sebelum uji perkecambahan spora dan uji fitokimia.

2. Uji Perkecambahan Spora Uji perkecambahan spora disusun menurut rancangan acak lengkap tiga faktor dengan tiga ulangan. Faktor pertama adalah jenis kepolaran pelarut, yaitu pelarut metanol dan nheksana. Faktor kedua adalah tiga bagian tumbuhan A. spinosus (akar, daun dan bunga). 400

Yusnawan: Metanol dan n-heksana Amaranthus spinosus, penyakit karat kacang tanah

Faktor ketiga adalah empat konsentrasi ekstrak (0,1%, 1%, 2,5%, dan 5%). Spora P. arachidis dikoleksi dari daun kacang tanah yang terinfeksi di rumah kaca yang sebelumnya telah diinkubasi selama 2 hari dalam petridish. Kondisi di dalam petridish dijaga kelembabannya dengan cara meletakkan kertas saring basah di bawah daun. Spora dirontok dan disuspensikan ke dalam air steril. Ekstrak pekat yang didapat pada tahap pertama digunakan untuk uji perkecambahan spora. Jumlah spora berkecambah dan tidak berkecambah diamati setelah 24 jam perlakuan di bawah mikroskop.

3. Skrining fitokimia ekstrak metanol dan n-heksana akar, daun, dan bunga A. spinosus Pengujian dilakukan menurut metode yang dikembangkan oleh Trease dan Evans (1983). Alkaloid diuji dengan reagen Mayer dan Dragendorf, flavonoid dengan Mg dan HCl, tannin dengan gelatin dan FeCl3, terpenoid dengan metode Liebermann-Burchard dan H2SO4, serta saponin yang ditunjukkan oleh kemampuan ekstrak membentuk busa.

4. Pemisahan senyawa aktif dengan kromatografi lapis tipis (KLT) KLT dilakukan untuk memisahkan senyawa berdasarkan tingkat kepolarannya menggunakan plat silica gel F254. Sebanyak 5 μL ekstrak ditotolkan pada plat dan dikeringkan. Hasil penotolan dielusi menggunakan fase gerak sampai pada garis batas. Larutan pengembang yang digunakan adalah campuran methanol dan kloroform (0,5:9,5) untuk memisahkan golongan senyawa alkaloid (Wagner dan Bladt 1996), kloroform dan metanol (9:1) untuk memisahkan golongan senyawa flavonoid (Harborne 1998), n-heksana dan aseton (4:1) untuk memisahkan golongan senyawa saponin (Marliana 2005), dan n-heksana dan etil asetat (2:8) untuk memisahkan golongan senyawa triterpenoid (Wagner dan Bladt 1996).

HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Perkecambahan Spora Ekstrak metanol dan n-heksana akar, daun, dan bunga dengan empat seri konsentrasi diuji untuk mengetahui efektivitasnya. Pada konsentrasi yang sama terutama 2,5% dan 5%, ekstrak metanol cenderung menghasilkan jumlah spora tidak berkecambah lebih banyak dibanding ekstrak n-heksana, misalnya 5% ekstrak metanol akar menghambat perkecambahan spora 62%, sedangkan ekstrak n-heksana menggagalkan perkecambahan spora 53% (Tabel 1). Pada ekstrak metanol, bagian akar pada konsentrasi 2,5% dan 5% menghasilkan penghambatan perkecambahan spora yang tidak berbeda, yaitu 62% dan 58%, sedangkan pada bagian daun dan bunga untuk mendapatkan hasil yang sama diperlukan konsentrasi 5%. Pelarut metanol dan golongan alkohol yang lain umum digunakan untuk mengekstrak senyawa metabolit sekunder tanaman. Pelarut ini mampu meningkatkan permeabilitas dinding sel dan melakukan penetrasi ke dalam sel sehingga mengekstrak metabolit sekunder endoseluler lebih banyak dan beragam dibanding ekstraksi dengan pelarut n-heksana (Cannell 1998, Seidel 2012), yang diduga mampu meningkatkan aktivitas penghambatan perkecambahan spora P. arachidis. Kondisi serupa didapatkan oleh Yusnawan (2012) yang menguji efektivitas fraksi metanol dan n-heksana Ageratum conyzoides terhadap spora P. arachidis. Fraksi metanol menghambat perkecambahan spora lebih banyak dan bagian daun serta akar pada konsentrasi 5% mampu menghambat perkecambahan spora

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2013

401

98% dan 95%, sedangkan fraksi n-heksana pada konsentrasi yang sama hanya mampu menghambat perkecambahan spora 76% dan 78%. Tabel 1. Perkecambahan spora P. arachidis pada perlakuan ekstrak metanol dan n-heksana bagian akar, daun dan bunga A. spinosus Ekstrak

Bagian tumbuhan

Metanol

Akar

Daun

Bunga

n-heksana

Akar

Daun

Bunga

Bufer

Konsentrasi

Jumlah spora (%)

(%)

Tidak berkecambah

Berkecambah

0,1 1,0 2,5 5,0 0,1 1,0 2,5 5,0 0,1 1,0 2,5 5,0 0,1 1,0 2,5 5,0 0,1 1,0 2,5 5,0 0,1 1,0 2,5 5,0

46 hijk 53 def 58 abc 62 a 41 l 46 hijk 55 cde 59 ab 46 hijk 44 jkl 56 bcd 60 a 45 ijkl 48 ghi 51 efg 53 def 43 kl 45 ijkl 51 efg 53 def 45 ijkl 48 ghij 49 fgh 53 def 9m

54 cdef 47 hi 42 jk 38 k 59 b 54 cdef 45 i 41 jk 54 cdef 56 bc 44 ij 40 k 55 cde 52 defg 49 gh 47 hi 57 bc 55 cde 49 gh 47 hi 55 cde 52 defg 51 fg 47 hi 91 a

Angka sekolom yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji DMRT (α=5%).

2. Skrining fitokimia ekstrak metanol dan n-heksana akar, daun, dan bunga A. spinosus Tahap penelitian ini bertujuan untuk mengetahui golongan senyawa metabolit sekunder yang dikandung oleh masing-masing ekstrak metanol dan n-heksana bagian akar, daun, dan bunga A. spinosus. Perubahan warna atau timbulnya endapan setelah direaksikan dengan masing-masing reagen diamati untuk menentukan keberadaan golongan senyawa yang diuji. Ekstrak metanol akar, daun, dan bunga mengandung senyawa metabolit sekunder yang lebih beragam dibanding ekstrak n-heksana (Tabel 2). Ekstrak metanol akar memiliki jumlah golongan senyawa paling beragam dibandingkan dengan ekstrak metanol daun dan bunga, serta ekstrak n-heksana akar, daun, dan bunga. Komposisi golongan senyawa aktif ekstrak metanol yang lebih beragam ini mampu menghambat perkecambahan spora lebih banyak dibanding ekstrak n-heksana. Ekstrak metanol akar mengandung alkaloid, flavonoid, tanin, saponin, dan terpenoid. Menurut Seidel (2012), indeks polaritas metanol yang tinggi mampu mengekstrak senyawa 402

Yusnawan: Metanol dan n-heksana Amaranthus spinosus, penyakit karat kacang tanah

metabolit sekunder yang bersifat polar, yaitu flavonoid glikosida, tanin, dan beberapa alkaloid. Pelarut n-heksana yang memiliki indeks polaritas 0 melarutkan senyawa yang bersifat lipofilik seperti alkana, lilin, pigmen warna, sterol, beberapa terpenoid, dan alkaloid. Yusnawan (2012) mengidentifikasi fraksi metanol A. conyzoides yang mengandung alkaloid, flavonoid, tanin, saponin, dan terpenoid terutama pada bagian daun, sedangkan pelarut n-heksana mengekstrak alkaloid, saponin, dan terpenoid. Tabel 2. Skrining awal senyawa aktif ekstrak metanol dan n-heksana bagian akar, daun dan bunga A. spinosus. Ekstrak Metanol

n-heksana

Uji fitokimia

Bagian tumbuhan

Alkaloid

Flavonoid

Tanin

Saponin

Terpenoid

Steroid

Akar Daun Bunga Akar Daun Bunga

++ ++ ++ + -

++ ++ ++ -

+ -

++ ++ + + -

++ ++ + + +

+ -

Keterangan: tanda ++ : terkandung senyawa banyak/warna pekat; tanda + : terkandung senyawa/warna kurang pekat; tanda -: tidak terkandung senyawa/tidak terjadi perubahan warna.

3. Pemisahan Senyawa Aktif dengan KLT Pemisahan senyawa metabolit sekunder dilakukan terhadap ekstrak yang memiliki golongan senyawa terbanyak dan menghambat perkecambahan spora paling tinggi, yaitu ekstrak metanol bagian akar. Tahapan ini bertujuan untuk mengetahui senyawa yang terkandung dalam senyawa aktif yang divisualisasikan dengan spot pada plat silica gel. Senyawa terbanyak ditemukan pada golongan terpenoid (Tabel 3). Golongan senyawa ini terpisah menjadi empat spot (nilai Rf 0,35, 0,68, 0,76, 0,84). Warna spot coklat dan ungu merupakan salah satu ciri keberadaan senyawa terpenoid (Bawa 2009, Rita dkk. 2008). Tabel 3. Karakteristik spot hasil kromatografi lapis tipis golongan senyawa alkaloid, flavonoid, saponin, dan terpenoid ekstrak metanol akar A. spinosus. Metabolit sekunder

Nilai Rf (cm)

Warna spot di bawah sinar tampak

Alkaloid Flavonoid

0,37 0,54 0,61 1,60 0,35 0,68 0,76 0,84

Kuning Kuning Kuning Kuning Tidak berwarna Tidak berwarna Kuning Tidak berwarna

Saponin Terpenoid

Warna spot di bawah UV λ = 254 nm

λ = 366 nm

Coklat Coklat Coklat Coklat Tidak berwarna Coklat Coklat Coklat

Oranye kecoklatan Hijau kekuningan Hijau kekuningan Kuning Ungu Tidak berwarna Kuning Tidak berwarna

Salah satu fungsi senyawa metabolit sekunder tanaman adalah untuk mempertahankan diri terhadap infeksi patogen (Vickery dan Vickery 1981). Fungsi alkaloid salah satunya adalah mengganggu komponen penyusun peptidoglikan pada sel, sehingga lapisan dinding sel tidak terbentuk secara sempurna yang mengakibatkan kematian sel (Robinson 1995). Flavonoid bertindak sebagai sinyal molekul dan pertahanan diri dari infeksi patogen dan mikrobia (Boue et al. 2009, Samantha 2011). Saponin berfungsi sebagai penyim-

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2013

403

pan karbohidrat atau merupakan waste product dari metabolisme tumbuhan. Sifatnya yang pahit, sebagai agen hemolisa dan membentuk persenyawaan dengan kolesterol dan sisteroid lain menjadikan saponin juga berfungsi sebagai antipatogen dan antiserangga (Robinson 1995). Terpenoid antara lain berfungsi sebagai fitoaleksin, yaitu senyawa antimikrobia yang disintesis tumbuhan dalam jumlah berlebih akibat adanya infeksi (Harborne 1998, Cowan 1999). Menurut Cowan (1999) dan Das et al. (2010), tanin diduga mengganggu metabolisme protein dengan cara membentuk ikatan hidrogen, interaksi hidrofobik maupun ikatan kovalen, sehingga patogen tidak dapat melakukan aktivitas pertumbuhan. Kandungan alkaloid, flavonoid, tanin, saponin, dan terpenoid terutama dalam fraksi metanol akar, bunga, dan daun diduga efektif mengendalikan P. arachidis.

KESIMPULAN Pelarut metanol mampu mengekstrak senyawa metabolit endoseluler A. spinosus lebih beragam dibanding n-heksana. Ekstrak metanol akar A. spinosus dengan konsentrasi 2,5% memiliki efektivitas menghambat perkecambahan spora dan berpotensi dimanfaatkan untuk mengendalikan penyakit karat daun kacang tanah. Ekstrak metanol akar mengandung senyawa alkaloid, flavonoid, tanin, saponin, dan terpenoid. Aplikasi ekstrak metanol akar perlu diuji pada skala yang lebih luas untuk mengetahui efektivitasnya.

UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada Tri Kustono Adi, M.Sc. atas masukan dan saran dalam penelitian serta Etika Dewi Sukmana yang telah membantu pelaksanaan penelitian.

DAFTAR PUSTAKA Azhar-ul-Haq, M, N. Afza, S.B. Khan, and P. Muhammad. 2006. Coumaroyl adenosine and lignan glycoside from Amaranthus spinosus Linn. Polish J. Chem. 80: 259–263. Bawa, I. G. A. G. 2009. Isolasi dan Identifikasi golongan senyawa toksik dari daging buah pare (Momordica charantia L.). Jurnal Kimia. 3(2): 117–124. Blunden, G., M. Yang, M.I. Janicsak, and A. Carabot-Cuervo,. 1999, “Betainedistribution in the Amaranthaceae”. Biochem. Systematics Ecol. 27: 87–92. Boue S.M., T.E. Cleveland, C. Carter-Wientjes, B.Y. Shih, D. Bhatnagar, J.M. McLachlan and M.E. Burow. 2009. Phytoalexin-enriched functional foods. J. Agric. Food Chem. 57: 2614–2622. Cannell, J. P. R. 1998. Natural Products Isolation. Humana Press Inc. Cowan. M.M. 1999. Plant products as antimicrobial agents. J. Clin. Microbiol. Rev. 12: 564– 582. Das, K., R.K.S. Tiwari and D.K. Shrivastava. 2010. Techniques for evaluation of medicinal plant products as antimicrobial agent: Current methods and future trends. J. Medicinal Plants Res. 4(2): 104–111. Harborne, J.B. 1998. Phytochemical methods: a guide to modern techniques of plant analysis. 3rd Ed. Chapman and Hall, London. Kamboj, A. and A.K. Saluuja. 2008. Ageratum conyzoides L.: a review on its phytochemical and pharmacological profile. Internat. J. Green Pharmacy. 2(2): 59–68. Maiyo, Z.C., R. M. Ngure, J. C. Matasyoh, and R. Chepkorir. 2009. Phytochemical constituents and antimicrobial activity of leaf extracts of three Amaranthus plant species. African J. Biotech. 9(21): 3178–3182. Marliana, S.S., V. Suryanti dan Suyono. 2005. Skrining fitokimia dan analisis kromatografi lapis tipis komponen kimia buah labu siam (Sechium edule Jacq. Swartz.) dalam ekstrak

404

Yusnawan: Metanol dan n-heksana Amaranthus spinosus, penyakit karat kacang tanah

etanol. Biofarmasi. 3(1): 26–31. Patil, R.P., M.S. Nimbalkar, U.U. Jadhav, V.V. Dawkar, and S.P. Govindwar. 2009. Antiaflatoxigenic and antioxidant activity of an essential oil from Ageratum conyzoides L. J. Sci. Food Agric. 90(4): 608–614. Rita, W. S., I. W. Suirta dan A. Sabirin. 2008. Isolasi dan identifikasi senyawa yang berpotensi sebagai antitumor pada daging buah pare (Momordica carantia L). Jurnal Kimia. (2)1:1– 6. Robinson, T. 1995. Kandungan Senyawa Organik Tumbuhan Tinggi. Diterjemahkan oleh Prof. Dr. Kosasih Padmawinata. ITB, Bandung. Saleh, N. 2010. Optimalisasi pengendalian terpadu penyakit bercak daun dan karat pada kacang tanah. Pengembangan Inovasi Pertanian. 3(4): 289–305. Samantha, A., G. Das, K.D. Sanjoy. 2011. Roles of flavonoid in plants. International Journal Pharm. Sci. Tech. 6(1). Seidel, V. 2012. Initial and bulk extraction of natural product isolation. In S.D. Sarker & L. Nahar (eds). Natural Product Isolation, Methods in Molecular Biology. 864: 27–41. Semangun, H. 1991. Penyakit-penyakit Tanaman Pangan di Indonesia. Gajah Mada University Press, Yogyakarta. Subrahmanyam, P. and McDonald, D. 1984. Groundnut rust disease: epidemiology and control. In McDonald, D., Subrahmanyam, P., Wightman, J.A (Eds). Groundnut Rust Disease, Proc. of a Discussion Group Meeting. ICRISAT Center, Patancheru, India. Trease, G.E. and W.C. Evans. 1983. Pharmacognosy. Bailliere Tindall Press, London. Vickery, M.L. and B. Vickery. 1981. Secondary Plants Metabolism. The MacMillan Press Ltd. USA. Wagner, H., and S. Bladt. 1996. Plant Drug Analysis: A Thin Layer Chromatography Atlas. 2nd Ed. Springer, Heidelberg, Germany. Yusnawan, E. 2012. Pemanfaatan ekstrak methanol dan n-heksana Ageratum conyzoides untuk mengendalikan penyakit karat kacang tanah dan skrining golongan senyawa aktif. hlm II-28–II-32. Dalam Yunisworo, S. Virgawati, T. Wirawati, E. Budi, N. Ratnasari, A.H. Muryanto, dan T.P. Handiri (Eds.). Pros. Seminar Nasional Peran Teknologi untuk Mewujudkan Kedaulatan Pangan dan Peningkatan Perekonomian Bangsa. 13 November 2012.

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2013

405