EFEKTIVITAS PEMBERIAN IMUNISASI DPT PADA BAY1

Download EFEKTIVITAS PEMBERIAN IMUNISASI DPT PADA BAY1. USIA 2 BULAN DI YOGYAKARTA. 11. Efektivitas vaksin pertusis. Muljati ~rijanto*, Sarwo ~ a n ...

0 downloads 633 Views 394KB Size
EFEKTIVITAS PEMBERIAN IMUNISASI DPT PADA BAY1 USIA 2 BULAN DI YOGYAKARTA 11. Efektivitas vaksin pertusis Muljati ~rijanto*,Sarwo ~ a n d a ~ a n iFarida *, s*,Siti Mariani Sarminto**, "lki ~ a r ~ a n t o * *

s*,

ABSTRACT The study was conducted to establish the effectiveness of pertussis component of DPT vaccines administered in 2 month infants. Eighty three samples of 2 months infants who were born in Tresnawati hospital in Yogyakarta during 1989 were given 3 doses of DPT at one month interval. Thirty infants aged 3 months sewed as control group and received the same vaccine with similar schedule. Blood was taken at birth and after immunization of first, second and third dose of DPI: In control group no sample was obtained at birth. Antibody titer against pertussis was measured by micro-agglutination test. There was no infant who had a protective level of antibody against pertussis prior to immunization. The percentage of protected infants against pertussis after DPT 1, 2, and 3 in the group of 2 months infants were 3.670, 46.9% and 90.4% compared with 6.770, 56.7% and 93.3%. mere was no significant difference in effectivity of the vaccine between the 2 groups. The mean titer of agglutinin antibody was still under protective level in study group after DPT I, and 2, and afrer DPT 3 was 331.9 U/mJ in the control group. This study suggests that infants at age 2 months are already susceptable to pertussis. Three doses of DPT vaccines with one month interval provide good protection and it is important to avoid drop-out since lesser frequency of vaccination significantly reduced the protective level against this illness. PENDAHULUAN

Pada bagian ke 1dari tulisan ini (Buletin Penelitian Kesehatan volume 19 No.3 - 1991) telah dibahas mengenai efektivitas imunisasi difteri dan tetanus dari vaksin DPT, pada bayi usia 2 bulan sedangkan pada bagian ke 2 ini akan dibahas mengenai efektivitas pemberian vaksin pertusis pada bayi yang sama. Pembahasan vaksin pertusis dipisahkan dari toksoid DT mengingat perbedaan jenis vaksii

dan keadaan zat anti maternal terhadap pertusis yang dimiliki ibu-ibu pada saat melahirkanl. Vaksin pertusis dibuat dari bakteri yang dimatikan sedangkantoksoid adalah toksii yang dilemahkan. Bayi sebaiknya menerima imunisasi s e d i i mungkin dalam hidupnya agar terlindung terhadap infeksi dam sebelum periode resiko tertinggi. Untuk penyakit pertusis periode ini adalah sebelum bayi berumur 2 bulan2.

Pusat Pcnelitian Penyakit Mcnular, Badan Pcnelitian dan Pengembangan Kesehatan, Dcpkes RI, Jakarta.

** Dines Ktsehatan D.I. Yogyakarta.

ECetfivitas pemberian imunksi

Sebelum tahun 1987 irnunisasi DPT diberikan pada bayi usia 3-14 bulan dengan selang waktu 1-3 bulan. Setelah tahun tersebut imunisasi DPT dan polio diberikan pada bayi mulai usia 2 bulan dengan selangwaktu 1bulan3. Zat anti maternal terhadap pertusis terbukti dapat diturunkan oleh ibu kepada bayinyal. Berdasarkan penelitian pada ibu-ibu yang melahirkan di Rumah Sakit Bersalin (RSB) Matraman dan RSB YPK di ~akarta', jumlah bayi yang memiliki titer yang melindungi terhadap pertusis pada saat lahii sangat sedikit. Sehingga pemberian imunisasi pertusis pada bayi usia 2 bulan diharapkan dapat memberikan efektivitas yang tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk : Mengetahui efektivitas pemberian irnunisasi DPT dalam ha1 ini komponen vaksin pertusis pada bayi usia 2 bulan, dalam usaha memberikan perlindungan terhadap penyakit pertusis lebih awal di Indonesia. Menunjang kebijaksanaan pelaksanaan Program Pengembangan Imunisasi di Indonesia. BAHAN DAN CARA KERJA

Penelitian dilakukan di RS Tresnawati Yogyakarta dari bulan April sampai dengan bulan Juni tahun 1989. Sampel terdiri atas bayi usia 2 bulan yang lahir di rumah sakit tersebut. Bayi dipilih berdasarkan kesediaan orang tua ikut serta dalam penelitian dan jarak tempat tinggal yang ti& terlalu jauh. Rrpilih sebanyak 95 orang bayi yang selanjutnya mendapat imunisasi DPT dan polio 3 dosis.

-"....Muljati P.eral

Kelompok kelola terdiri dari 47 orang bayi umur 3 bulan yang mendapat imunisasi di Puskesmas/Posyandu di Wilayah yang sama. Pengambilan darah bayi dilakukan dari jari tanganlkaki sebanyak 0,l ml dengan menggunakan pipet kapiler ukuran 0,l ml. Darah kemudian dibawa ke laboratorium daerah untuk dipisahkan seranya dalam waktu 24 jam setelah pengambilan dan selanjutnya disimpan dalam tabung vinyl pada suhu -20 "C. Pada waktu tertentu semua sera dibawa ke Jakarta dengan es kering. Sebelum diperiksa sera disimpan dalam suhu -20 "C. Imunisasi DPT dan Polio (sesuai dengan program imunisasi) diberikan 3 kali pada saat bayi berumur 2,3 dan 4 bulan, sedangkan pada kelompok kelola diberikan pada saat bayi berumur 3, 4, dan 5 bulan. Pengambilan darah dilakukan pada saat kelahiran (dari tali pusat), setiap kali sebelum imunisasi dan 1 bulan sesudah imunisasi terakhir. Pada kelompok kelola dilakukan ha1 yang sama, kecuali pengambilan darah sebelum imunisasi dilakukan pada saat bayi beruasia 2 bulan, untuk menghindari "drop out", karena kelompok kelola diambil darahnya sebanyak 4 kali. Vaksin DPT yang digunakan buatan Perum Biofarma dengan nomer batch 18905, yang telah diperiksa potensinya di Puslit Penyakit Menular dengan cara yang dianjurkan WHO^. Potensi vaksin pertusis 9,7 IUIml. Selama penelitian vaksii disiipan pada suhu 4 "C Pemeriksaan kadar zat anti : Antigen untuk pemeriksaan pertusis di buat dari kuman Bordetella pertussis strain 18-323di laboratorium Puslit Penyakit Menular.

Zat anti terhadap pertusis diperiksa menurut cara mikroaglutinasi5. . Titer zat anti yang dianggap melindungi terhadap pertusis adalah titer 1:160 atau l e ~ i h 5 ~Titer ~ ' ~ .VX dapat y:la dibaca sebagai X Ulml.

Dari 95 orang bayi peserta penelitian dan 47 orang bayi pada kelompok kelola yang mendapat imunisasi DPT 3 dosis, yang hasilnya dapat dianalisis terhadap pertusis sebanyak 83 orang pada kelompok studi dan 30 orang pada kelompok kelola.

Hasil pemeriksaan titer zat anti pada bayi sebelum imunisasi menunjukkan bahwa semuanya belum memiliki kekebalan bawaan (zat anti maternal) terhadap pertusis yang melindungi. Persentase bayi terlindung terhadap pertusis (titer 160 Ulml atau lebii) sebelum dan setelah imunisasi DPT 1,2 dan 3 pada kelompok bayi usia 2 bulan adalah 0%, 3,6%, 46,9% dan 90,4% (Gambar I). Sedangkan pada kelompok kelola adalah 0%, 6,7%, 46,9% dan 93,3%. Hasil ini secara statistik tidak berbeda nyata antara kedua kelompok bayi tersebut.

PERSENTASE BAY1 TERLINDUNG (%)

DPT 0

DPT 1

DPT 2

DPT 3

STATUS IMUNISASI Gambar I.

Persentase bayi dengan titer prospektif terhadap pertusis sebelum dan sesudah imunisasi DPT 3 dosis di R.S. Tresnawati Yogyakarta

ETetlivitas pemberian irnunbasi........Muljati P. eLal

Demikian pula titer rata-rata zat anti terhadap pertusis yang ditimbulkannya tidak berbeda nyata, walaupun pada kelompok bayi usia 3 bulan menunjukkan angka yang lebih tinggi. Titer pada kelompok studi pada saat kelahiran dan setelah DPT 1, 2, 3 adalah 7,s Ulml, 1,sUlml, 757 Ulml, dan 331,9 Ulml. Titer

pada kelompok kelola adalah 0,3 Ulml (pada saat sebelum imunisasi) dan masing-masing 5,8 Ulml, 115,8 Ulml, dan 463,l Ulml setelah imunisasi DPT 1, 2, dan 3 (Gambar 11). Distribusi titer anti pertusis pada kedua kelompok bayi tersebut diperlihatkan pada tabel 1 dan 2.

TITER RATA-RATA KELOMPOK (IUIml)

I

a Bayi

3 bln

. . . . . . . . . . Batas . . . .proteksi . . . . . .160 . . IU/ml ............. 115,8

1 DFTO

DPT 1

DPT 2

DPT 3

STATUS IMUNISASI Gambar 11.

Titer rata-rata zat anti terhadap pertusis sebelum dan sesudah imunisasi DPT 3 dosis pada bayi di R.S. Tresnawati Yogyakarta

BuL Penelit Kesehat 20 (1) 1992

Elcktivicas pemberian irnunisasi

........Muljati P. eLal

Tabel 1. Distribusi titer zat anti pertusis sebelum dan sesudah imunisasi DPT pada bayi usia 2 bulan.

Tabel 2. Distribusi titer zat anti pertusis pada kelompok bayi usia 3 bulan.

Elektiwitas pemberian irnunisasi

PEMBAHASAN

Pada kelompok bayi usia 2 bulan jumlah bayi yang memiliki zat anti maternal sebanyak 64 orang (77,1%), sedangkan pada kelompok kelola sebanyak 6 orang (20%). Dari jumlah tersebut yang memiliki titer 80 U/ml pada kelompok bayi usia 2 bulan adalah 6 orang (7,2%) sedangkan pada kelompok kelola hanya 1orang (3,3%). Bayi dengan titer yang dianggap melindungi tidak terdapat pada kedua kelompok tersebut. Berarti semua bayi pada umur tersebut masih rentan terhadap infeksi pertusis, sehingga pemberian imunisasi pada umur tersebut sangat tepat. Pengambilan darah pada kelompok bayi 2 bulan dilakukan pada saat bayi dilahirkan sedangkan pada kelompok kelola dilakukan pada saat bayi berusia 2 bulan sehingga pada saat imunisasi DPT 1 telah terdapat penurunan titer zat anti. Setelah imunisasi DPT 1jumlah bayi yang memiliki titer positif pada kelompok bayi usia 2 bulan turun menjadi 47% sedangkan pada kelompok kelola naik menjadi 70%. Hal ini menunjukkan masih adanya pengaruh dari zat anti maternal pada bayi usia 2 bulan dan pengaruh tersebut sudah jauh berkurang pada bayi usia 3 bulan. Persentase perlindungan terhadap pertusis yang diperoleh setelah imunisasi DFT ke 2 masih rendah yaitu 4939% pada kelompok studi dan 56,67% pada kelompok kelola, namun setelah pemberian DPT 3 menjadi 90,36% pada kelompok bayi usia 2 bulan dan 93,3% pada kelompok kelola. Kedua hasil tersebut tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna. Hasil penelitian secara retrospektif tahun 1984 di Kecamatan Tulangan, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur pada Batita yang memperoleh imunisasi DPT 3 dosis dengan interval 3 bulan pada saat bayi berumur antara 3-14 bulan, menunju'irkrin bahwa setelah

........ Muljati P.eta1

imunisasi DPT 2 dosis, persentase anak yang - memiliki titer 1:160 atau lebih adalah 70,2% dan setelah DPT ke 3 hasilnya mencapai 80,9% (diukur pada saat 1-5 bulan setelah 3 kali imunisasi). Hasil penelitian tersebut setelah imunisasi DPT ke 2 lebih baik dari pada penelitian ini. Pada penelitian ini setelah pemberian DPT 2 dosis persentase bayi terlindung adalah 50,0% dan 56,7% masing-masing pada kelompok bayi usia 2 bulan dan 3 bulan. Hal ini disebabkan oleh karena perbedaan jadwal pemberian imunisasi sehingga sebelum imunisasi bayiianak telah memiliki kekebalan yang berasal dari infeksi alam, walaupun titernya rendah6. Selain itu dengan interval yang lebih lama yaitu 60 hari atau lebih antara pemberian dosis pertama dan kedua, maka respon aglutinin akan meningkat8. Namun dengan interval yang lebih panjang akan memberikan peluang bayi terkena infeksi pertusis sebelum memperoleh imunisasi berikutnya. Hasil akhir setelah pemberian DFT 3 dosis pada penelitian ini yaitu 90,4% dan 93,3% sedangkan pada penelitian tahun 1984 adalah 80,9%. Berarti hasil imunisasi DPT 3 dosis dengan interval 1 bulan pada bayi 2 bulan dan 3 bulan lebih baik. Dengan demikian terjadinya "drop out" imunisasi DPT ke 3 harus diindarkan mengingat pencapaian persentase bayi terlindung baru mencapai 50% dan 56,7%. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian pada 83 orang bayi usia 2 bulan dan 30 orang bayi usia 3 bulan maka dapat disimpulkan bahwa imunisasi DPT 3 dosis memberikan efektivitas perlindungan terhadap pertusis sebesar 90,4% dibanding 93,3%. Keduanya tidak berbeda nyata. Saat pemberian imunisasi DPT sangat

tepat mengingat bayi pada kedua kelompok usia tersebut tidak memiliki zat anti yang melindungi (rentan) terhadap pertusis.

Irnunisasi DPT 3 dosis pada bayi usia 2 bulan dapat memberikan efektivitas 90,4%. Namun perlu dihindarkan agar tidak terjadi "drop outn, karena zat anti terhadap pertusis pada bayi yang mendapat DPT 2 kali belum mencapai titer yang diinginkan, sehingga masih banyak bayi yang belum terlindung terhadap pertusis.

2.

Neal Haky, Gdazka A. (1988). Tbe e f k a q of DPTand h l Poliomyelitis immunization schedule initiated from birth to 12 weeks of a p . World Health Organization. 1-3

3.

Dir J e n P2M & PLP, D e p Kes RI. (19%7). Petunjuk pelaksanaan Program Imunisasi.

4.

World Health Organization. (1977). Manual for the production and control of vaccines. Pertussis vaccine. Requirement for pertussis vaccines. BLGRlNDPP7.2.

5.

Manclark, CR, Meade, BD. (1980). Serological response to Bordetella pertussis. Dalam Noel R Rose. Manual of clinical Immunology. 2 nd edition American Society for Microbiology, Washington DC. 496499.

6.

Muljati Prijanto, I Koiman, Dyah W Isbagio, Eko Suprijanto, Hanny Ruspandi.(l986) Evaluasi serologis dari Imunisasi dengan vaksin DPT 2 dan 3 dosis. Bull Pen Kes; 14,1, 16-23.

7.

Muljati Prijanto, Rosalina L, Niprida, Azmalaila. (1987). Pengamatan secara imunologis dan epidemiologis pada penderita pertusis di daerah Jangga Baru, Jambi. Berita Epid RI; Kuartal W, 6-11.

8.

Wilkins J, Frances F W, Paul F Wehrle, Bernard P. (1971). Agglutinin response to pertusis vaccine. I. Effect of dosage and interval. J Pediartr; 79; 197-202.

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada Kepala Kanwil Depkes D.I. Yogyakarta, Kepala Bidang Bimdal PKPP Dr. Zuchairi Dahlan, dan Kepala RS Tresnawati, Yogyakarta beserta staf atas kerja sama dalam penelitian ini. DAITAR KEPUSTAKAAN 1.

Titi Indiyati, Muljati P, Bambang Cantayuda, Liliek Undarwati (1985). Kekebalan terhadap difteri, tetanus dan pertusispada bay-bay yang dilahirkan di RS Bersalin Matraman dan YPKdi Jakarta tahun 1981. Medika 7, 11: 639-641.

BuL Penelit. Kesehat. 20 (1) 1992