AGRITECH, Vol. 36, No. 3, Agustus 2016
AGRITECH, Vol. 36, No. 3, Agustus 2016, 327-334 DOI: http://dx.doi.org/10.22146/agritech.16605, ISSN: 0216-0455 Tersedia online di https://jurnal.ugm.ac.id/agritech/
(NVWUDNVL3HNWLQGDUL.XOLWGDQ7DQGDQ3LVDQJGHQJDQ9DULDVL6XKXGDQ0HWRGH Pectin Extraction from Banana Peels and Bunch with Various Temperatures and Methods N. Nurhayati1,2, M. Maryanto1, Rika Tafrikhah1 1
Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jember, Jl. Kalimantan 37, Kampus Tegal Boto, Jember 68121, Indonesia 2 Center for Development of Advanced Science and Technology, Universitas Jember, Jl. Kalimantan 37, Kampus Tegal Boto, Jember 68121, Indonesia Email:
[email protected] Submisi: 31 Maret 2015; Penerimaan: 5 Oktober 2015 ABSTRAK
Seiring peningkatan produksi pisang tentu akan diikuti dengan peningkatan limbah pisang seperti kulit dan tandan buah pisang. Pemanfaatan limbah pisang tersebut masih belum optimal. Padahal di dalamnya terkandung substansi alami tanaman yang memiliki nilai guna tinggi yaitu pektin yang tersusun atas molekul asam galakturonat membentuk asam poligalakturonat. Pektin dimanfaatkan sebagai bahan penstabil pada sari buah, jelly, jam dan marmalade. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik tepung dari kulit dan tandan pisang, mengetahui pengaruh perlakuan suhu (60 °C dan 80 °C) dan metode ekstraksi (satu, dua dan tiga tingkat) terhadap rendemen pektin, serta karakteristik pektin yang terekstrak. Limbah pisang berasal dari pisang varietas agung dan embug. Ekstraksi pektin dilakukan dengan menggunakan pelarut air pada perbandingan tepung dan air sebesar 1:54 (ekstraksi satu tingkat), 1:27 (ekstraksi dua tingkat) dan 1:18 (ekstraksi tiga tingkat). Hasil penelitian menunjukkan karakrestik tepung limbah pisang yaitu kadar air berkisar antara 8,14 sampai dengan 9,05 % dengan kadar pektin tertinggi terdapat pada kulit pisang embug 4,54 % dan derajat putih tepung limbah pisang berkisar antara 50,80 sampai dengan 55,21 %. Rendemen pektin dapat terekstrak optimal pada kondisi ekstraksi suhu ekstraksi 80 °C dengan dua tingkat ekstraksi. Kulit pisang mengandung pektin lebih banyak daripada tandan pisang. Pektin yang terekstrak memiliki derajat putih sekitar 31,31 sampai dengan 38,12 %. Gugus fungsi pektin limbah pisang tersusun atas gugus alkohol (primer, sekunder dan tersier), amina primer, amida (monosub dan dwisubtitusi) serta karbonat kovalen. Kata kunci: Kulit dan tandan pisang; ekstraksi; gugus fungsi; pektin; suhu ABSTRACT The increase in banana production will lead to the number of wastes, such as peels and bunches. In spite of having a potential usage for food industries, banana waste has not been optimally utilized yet. It contains a high value of natural substance, i.e. pectin, which is composed of pectin galacturonic acid molecules to form poligalacturonic acid. Pectin is used as a stabilizer in fruit juice, jelly, jam and marmalade. The objectives of this research were to determine the FKDUDFWHULVWLFVRIWKHÀRXURIEDQDQDSHHOVDQGEXQFKHVDQGWRHYDOXDWHWKHHIIHFWRIWHPSHUDWXUHWUHDWPHQWV&DQG 80 °C) and extraction methods (one, two and three cycles) on the yield of pectin and the characteristics of the extracted SHFWLQ7KHH[WUDFWLRQVRISHFWLQZHUHFRQGXFWHGE\ZDWHUDWUDWLRÀRXUWRZDWHURQHF\FOHRIH[WUDFWLRQ WZRF\FOHVRIH[WUDFWLRQ DQGWKUHHF\FOHVRIH[WUDFWLRQ 7KHUHVXOWVKRZHGWKDWWKHEDQDQDZDVWHÀRXUFRQWDLQ the water content ranged from 8.14 to 9.05 %, the highest level of pectin was found in banana peels var. embug (4.54 %) and the value of the whiteness degree ranged from 50.80 to 55.21 %. The yield of the extracted pectin can be extracted optimum at temperature 80 °C with two-cycle extraction. Banana peels contain more pectin than the banana bunches. The value of whiteness degree of the extracted pectin was ranged from 31.31 to 38.12 %. The functional groups of the
327
AGRITECH, Vol. 36, No. 3, Agustus 2016
pectin composed of alcohol groups (primary, secondary and tertiary), primary amines, amides (monosub and disub) and carbonate covalent. Keywords: Banana peels and bunches; extraction; functional groups; pectin; temperature
PENDAHULUAN Pisang (0XVDFHDHD sp) merupakan komoditas buah unggulan Indonesia. Produksi buah pisang semakin meningkat tiap tahun. Jumlah produksi buah pisang dari tahun 2011 sampai 2013 berturut-turut adalah 6.132.695; 6.189.052 dan 5.359.126 (sementara) ton (Badan Pusat Statistik, 2014). Tingginya produksi buah pisang, diikuti dengan tingginya kulit dan tandan yang dihasilkan. Menurut Tchobanoglous dkk. (1993), limbah kulit buah pisang dapat mencapai 40 % dari total buah segar. Begitu pula dengan limbah tandan pisang. Limbah kulit pisang hanya dimanfaatkan sebagai pakan ternak, limbah tandan hanya menjadi limbah organik yang keberadaannya dapat mencemari lingkungan. Di dalam kulit pisang terdapat pektin yang jumlah kandungannya bervariasi tergantung jenis atau varietas pisangnya. Kandungan pektin pada kulit pisang bervariasi sekitar 1,92 hingga 3,25 % dari berat kering (Hutagalung, 2013). Pektin di dalam dinding sel tanaman berfungsi sebagai perekat dinding sel satu dengan yang lain (Winarno, 1997). Pektin mudah larut dalam air, terutama air panas (Winarti, 2010). Pektin dimanfaatkan dalam hal viskositas, stabilitas, tekstur, dan penampilan makanan (Chaubey dan Kapoor, 2011). Pektin juga digunakan dalam pembentukan gel dan bahan penstabil pada sari buah, bahan pembuatan jelly, jam dan marmalade (Willat dkk., 2006). Ekstraksi pektin biasa dilakukan dengan cara memanaskan bahan pada suhu tertentu dalam larutan asam kuat seperti HCl (Akhmalludin dan Kurniawan, 2008). 3HQJJXQDDQ DVDP NXDW NXUDQJ H¿VLHQ NDUHQD +&O EHUVLIDW merusak dan tidak boleh dikonsumsi, sehingga perlu bahan pengekstrak lain yang lebih ramah lingkungan seperti air. Dengan demikian lebih mudah aplikasinya bagi masyarakat, dan air juga bersifat polar. Rendemen pektin dipengaruhi oleh suhu. Pektin akan terekstrak optimal dengan adanya kenaikan suhu karena suhu akan meningkatkan kelarutan pektin (Yeoh dkk., 2008). Hutagalung (2013) dan Laksono (2013) telah mengekstraksi pektin dari kulit dan tandan pisang raja dan pisang mas pada suhu 60 °C. Tuhuloula dkk., (2013) telah melakukan ekstraksi kulit pisang varietas ambon dan kepok pada suhu 80 °C. Ekstraksi pektin dapat dilakukan dengan cara ekstraksi satu tahap dan multi tahap (Bernasconi dkk., 1995). Ekstraksi satu tahap adalah ekstraksi dengan jumlah pelarut yang sesuai dalam sekaligus, sehingga dibutuhkan banyak pelarut.
328
Ekstraksi multi tahap adalah ekstraksi dengan penambahan pelarut yang selalu baru pada residu dari ekstraksi sebelumnya sehingga pektin dapatterekstrak secara optimal (Muhiedin, 2008). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik tepung dari kulit dan tandan pisang, mengetahui rendemen dan karakteristik pektin yang terekstrak dengan perlakuan suhu (60 °C dan 80 °C) dan metode ekstraksi (satu, dua dan tiga tingkat). METODE PENELITIAN Alat dan Bahan Alat utama yang digunakan untuk ekstraksi pektin: alat penggiling merck Tristar 017, erlenmeyer, spatula, timbangan analitik, gelas ukur, VKDNHUZDWHUEDWK (J.P. Selecta), stopwatch, corong kaca, kain saring, IUHH]H GU\HU (Bench-Top), beaker glass. Alat untuk analisis: oven, botol timbang, color reader, desikator, kertas saring, dan spektroskopi )RXULHU7UDQVIRUP ,QIUD5HG(Alpha, Brucker). Bahan utama yang digunakan adalah kulit pisang dan tandan pisang jenis SODQWDLQ yaitu pisang agung (Musa SDUDGLVLDFD formatypica) dan pisang jenis banana yaitu pisang embug (0XVDHVFXLODQWD) dengan tingkat kematangan level I (tua mentah) yang diperoleh dari limbah industri keripik pisang di Desa Burno Kecamatan Senduro, Kabupaten Lumajang, Provinsi Jawa Timur. Bahan kimia yang digunakan meliputi aquades, etanol 96 %, indikator PP, NaOH 1 N, asam asetat 1 N dan kalium klorida 1 N. Rancangan Percobaan Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan tiga faktor yang diulang sebanyak dua kali. Faktor A adalah jenis bahan: kulit pisang embug (A1), kulit pisang agung (A2), tandan pisang embug (A3), tandan pisang agung (A4). Faktor B adalah suhu pemanasan: 60 °C (B1) dan 80 °C (B2). Faktor C adalah metode ekstraksi: satu kali ekstraksi (C1), dua kali ekstraksi (C2) dan tiga kali ekstraksi (C3). Ekstraksi Pektin Kulit dan tandan pisang dijemur hingga kering dengan kadar ar sekitar 10 % selanjutnya dipotong-potong dan dihaluskan dengan alat penggiling dengan ukuran ayakan 60 mesh hingga menjadi tepung kulit dan tandan pisang. Sebelum diekstraksi tepung dicampur dengan akuades dengan
AGRITECH, Vol. 36, No. 3, Agustus 2016
perbandingan total tepung dan akuades 1:54 untuk satu kali ekstraksi, 1:27 untuk dua kali ekstraksi dan 1:18 untuk tiga kali ekstraksi, selanjutnya diaduk. Ekstraksi dilakukan di dalam VKDNHU ZDWHUEDWK dengan variasi metode satu, dua dan tiga kali ekstraksi dengan variasi suhu 60 °C dan 80 °C. Kemudian dilakukan penyaringan dengan menggunakan kain saring. Filtrat diendapkan dengan menggunakan etanol 96 GHQJDQSHUEDQGLQJDQ¿OWUDWGDQHWDQROXQWXNNXOLW pisang dan 1:1 untuk tandan pisang. Larutan kemudian disaring dengan menggunakan kain saring sehingga diperoleh pektin basah. Selanjutnya pektin basah dikeringkan dengan menggunakan IUHH]H GU\HU pada suhu kondensor -86,2 °C selama 3 jam. Parameter Analisis Parameter analisis yang dilakukan meliputi analisis terhadap tepung limbah pisang dan pektin limbah pisang. Tepung limbah pisang dianalisis kadar air pisang dengan menggunakan metode oven gravimetrik (AOAC, 2005), kadar pektin (Apriyantono dkk., 1986), dan derajat putih dengan menggunakan alat &RORXU UHDGHU (Minolta CR 300, Japan). Pektin yang terekstrak dianalisis meliputi: derajat putih, tingkat kemurnian pektin, dan analisis gugus fungsi pektin dengan menggunakan alat FTIR (Alpha, Brucker) (Kwon dkk., 2014). Analisis Data Data hasil penelitian diolah dengan menggunakan analisis ragam (DQDO\VLVRIYDULDQW). Adanya perbedaan antar perlakuan dilakukan uji lanjut beda nyata terkecil (BNT) SDGDWDUDIXMLĮ8QWXNPHQJHWDKXLDGDQ\DSHQJDUXK metode terhadap rendemen pektin dilakukan uji lanjut kontras orthogonal.
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Tepung Limbah Pisang Kadar air tepung limbah pisang Kadar air tepung limbah pisang berkisar antara 8,14 sampai dengan 9,05 %. Kadar air tepung limbah pisang ditunjukkan pada Gambar 1. Tepung kulit pisang agung memiliki persentase kadar air lebih tinggi (9,05 %) dibandingkan dengan kulit pisang embug (8,14 %), perbedaan kadar air pada kulit pisang berbeda nyata setelah di uji lanjut dengan BNT pada pada WDUDIĮ7HSXQJWDQGDQSLVDQJHPEXJPHPLOLNLNDGDU air sebesar 8,75 % sedangkan tandan pisang agung 8,26 %. Akan tetapi perbedaan kadar air dari kedua tandan tersebut WLGDNEHUEHGDQ\DWDSDGDXMLODQMXW%17SDGDWDUDIĮ Perbedaan kadar air pada kulit pisang agung dan embug tersebut dikarenakan ketebalan kulit pisang yang berbeda, pisang embug memiliki kulit lebih tebal dibandingkan pisang agung, sehingga air lebih mudah menguap. Perbedaan kadar air disebabkan oleh karakteristik kulit pisang agung dan embug yang berbeda, sehingga keterikatan air dalam matrik jaringan juga berbeda. Jamaluddin dkk. (2014) menjelaskan bahwa air yang terikat dalam bahan pangan memiliki karakteristik sifat yang berbeda dengan produknya seperti kacang hijau dengan pia kacang hijau. Hal ini diakibatkan oleh jaringan matriks pada produk pangan yang berbeda dengan bahan pangannya. Kadar pektin tepung limbah pisang Kadar pektin tepung limbah pisang berkisar antara 2,68 sampai dengan 4,54 % berat kering. Kadar pektin tepung limbah pisang ditunjukkan pada Gambar 2.
10 Kadar Air (%)
8,14 a
9,05 b
8,26 ab
8,75 ab
7.5 5 2.5
Kadar pektin (%bk)
5
4,38 b
4,54 c
4 2,68 a
3
2,76 a
2 1 0
0 KE
KA
TA
TE
Jenis Limbah Gambar 1. Kadar air tepung limbah pisang: kulit pisang embug (KE), kulit pisang agung (KA), tandan pisang embug (TE), tandan pisang agung (TA)
KA
KE TA Jenis Limbah
TE
Gambar 2.. Kadar pektin tepung limbah pisang: kulit pisang embug (KE), kulit pisang agung (KA), tandan pisang embug (TE), tandan pisang agung (TA)
329
AGRITECH, Vol. 36, No. 3, Agustus 2016
Pektin kulit pisang embug (4,54 % bk) lebih tinggi daripada pektin kulit pisang agung (4,38 % bk), perbedaan kadar pektin pada kulit pisang berbeda nyata setelah di uji lanjut dengan BNT pada pada taraf Į %. Pektin tandan pisang embug (2,76 % bk) lebih tinggi dibanding tandan pisang agung (2,68 % bk). Akan tetapi tidak menghasilkan SHUEHGDDQ\DQJVLJQL¿NDQ Kulit dan tandan pisang embug memiliki kandungan pektin lebih tinggi dibanding pada kulit dan tandan pisang agung.+DOWHUVHEXWGLVHEDENDQROHKEHQWXN¿VLNNXOLWSLVDQJ embug lebih tebal daripada pisang agung sehingga kandungan karbohidrat kulit pisang embug lebih banyak daripada kulit pisang agung. Dengan demikian jumlah protopektin yang terhidrolisis menjadi pektin semakin banyak. Jenis pisang mempengaruhi kadar pektin. Pisang jenis banana memiliki kadar pektin lebih tinggi daripada pisang jenis SODQWDLQ. Tuhuloula dkk. (2013) menyatakan bahwa kadar pektin pisang ambon (banana) lebih tinggi daripada pisang kepok (SODQWDLQ \DQJGLVHEDENDQEHQWXN¿VLNSLVDQJDPERQ\DQJ lebih besar sehingga kandungan karbohidrat kulit pisang ambon lebih banyak, maka semakin banyak pula protopektin yang terhidrolisis menjadi pektin. Derajat Putih (Whiteness 7HSXQJ/LPEDK3LVDQJ Derajat putih/whiteness (W) adalah tingkat warna putih suatu bahan. Semakin tinggi nilai W, maka warna tepung limbah pisang semakin putih. Kenampakan tepung pisang secara visual dan nilai derajat putih dapat dilihat pada Gambar 3. Nilai derajat putih tepung limbah (kulit dan tandan) pisang berbanding lurus dengan dengan nilai derajat putih pektin yang terekstrak. Hal ini juga mengindikasikan bahwa tepung limbah pisang yang lebih putih tidak banyak mengalami browning enzimatis oleh fenolase selama pembuatan tepung limbah pisang. +DVLO XML %17 SDGD WDUDI XML Į PHQXQMXNNDQ bahwa derajat putih tepung kulit pisang kedua varietas tidak berbeda nyata, akan tetapi derajat putih tepung tandan pisang
berbeda nyata. Derajat putih (nilai W) tertinggi dimiliki tandan pisang agung (55,21 %). Derajat putih tepung tandan pisang embug, kulit pisang embug dan kulit pisang agung berturut-turut sebesar 54,06 %; 50,90 %; 50,80 %. Hal ini menunjukkan bahwa tepung limbah pisang memiliki warna gelap (coklat). Warna coklat pada bahan terjadi karena proses pengeringan bahan. Nurdjannah dan Hoerudin (2008) menyebutkan pengeringan yang dilakukan pada ruang terbuka akan memicu reaksi pencoklatan yang lebih besar karena ketersedian oksigen yang melimpah. Selain itu, perubahan warna coklat pada tandan pisang diduga disebabkan oleh aktivitas enzim ODWHQW SRO\SKHQRO R[LGDVH (LPPO). Enzim LPPO dapat mengkatalis reaksi oksidasi senyawa polifenol menjadi kuinon yang selanjutnya membentuk polimer dan menghasilkan warna coklat (Muharni dkk., 2011). Rendemen Pektin Kandungan pektin tergantung pada jenis bahan yang digunakan dan metode ekstraksinya. Rendemen pektin limbah pisang berdasarkan jenis bahan, suhu dan metode ekstraksi dapat dilihat pada Gambar 4. Ekstraksi pektin dari jenis bahan, suhu dan metode ekstraksi yang berbeda akan mempengaruhi rendemen pektin yang terekstrak. Rendemen pektin limbah pisang berkisar antara 1,52 sampai dengan 5,39 %. Rendemen pektin tertinggi adalah kulit embug yang diekstrak pada suhu 80 °C dengan tiga kali ekstraksi (5,39 %). Rendemen pektin terendah adalah tandan pisang embug yang diekstrak pada suhu 60 °C satu kali ekstraksi (1,52 %). Rendemen pektin semakin meningkat pada suhu 80 °C. Rendemen pektin juga semakin meningkat dengan ekstraksi multi tahap. Hasil uji lanjut dengan kontras orthogonal menunjukkan tidak ada perbedaan nyata antara metode ekstraksi dua kali dengan tiga kali. 0HWRGHGXDNDOLHNVWUDNVLOHELKH¿VLHQZDNWXGDQUHQGHPHQ juga lebih optimal. Bahan baku kulit pisang varietas embug memiliki rendemen pektin tertinggi daripada kulit pisang 6
100
80 54,06b
60
55,21c
50,90a
50,80a
2,17 2,17 2 1,59 1
20
0
Standart
TE
TA
KE
KA
(b)
Gambar 3.. Tepung limbah pisang (a), derajat putih tepung limbah pisang (b): kulit pisang embug (KE), kulit pisang agung (KA), tandan pisang embug (TE), tandan pisang agung (TA)
330
3,62
3
40
0
(a)
4
4,85 4,55 3,96
1,77 1,551,64
4,19 3,96 3,33
2,33 1,84 1,52
4,21 3,82 3,53
2,56 2,08 1,84
B1C1 B1C2 B1C3 B2C1 B2C2 B2C3 B1C1 B1C2 B1C3 B2C1 B2C2 B2C3 B1C1 B1C2 B1C3 B2C1 B2C2 B2C3 B1C1 B1C2 B1C3 B2C1 B2C2 B2C3
'HUDMDW3XWLK:
5HQGHPHQ
120 100
5,39 4,88
5
Perlakuan
Gambar 4. Rendemen pektin dengan perlakuan jenis bahan, suhu dan metode ekstraksi, kulit pisang embug ( ), kulit pisang agung ( ), ) tandan pisang embug ( ), tandan pisang agung ( ) pada suhu ekstraksi 60 oC (B1), 80 oC (B2) dengan metode ekstraksi 1 kali (C1), 2 kali (C2) dan 3 kali (C3).
AGRITECH, Vol. 36, No. 3, Agustus 2016
varietas agung. Semakin tinggi suhu ekstraksi, kinetika reaksi hidrolisis protopektin semakin meningkat sehingga rendemen pektin semakin besar. Hal ini disebabkan suhu ekstraksi tinggi akan membantu difusi pelarut ke dalam jaringan dan dapat meningkatkan aktivitas pelarut dalam menghidrolisis pektin (Towle dan Cristensen, 1973). Peningkatan energi kinetik berakibat terlepasnya polisakarida dari sel jaringan sehingga rendemen semakin banyak (Nurdjanah dan Usmiati, 2006). Bernasconi dkk. (1995) menyatakan bahwa metode satu tahap ekstraksi umumnya tidak mungkin seluruh ekstrak terlarutkan. Hal ini disebabkan adanya kesetimbangan antara ekstrak yang terlarutkan dan ekstrak yang masih tertinggal dalam bahan. Ekstraksi akan lebih menguntungkan jika dilakukan dalam jumlah tahap banyak dan setiap tahap menggunakan pelarut yang sedikit. Rendemen pektin optimal diperoleh dengan metode dua kali ekstraksi.
Pektin yang terekstrak memiliki derajat putih yang lebih rendah daripada tepungnya yang berarti warna semakin coklat gelap. Pektin komersial memiliki warna lebih cerah bisa berwarna putih, kekuningan, kelabu, atau kecoklatan. Warna pektin yang coklat dapat dikarenakan oleh adanya polifenol atau pigmen larut air lain yang terperangkap di dalam pektin selama proses presipitasi pektin. Shaha dkk. (2013) menyatakan bahwa pektin dari jeruk memiliki warna kecoklatan yang diakibatkan oleh polifenol dalam kulit jeruk serta adanya pigmen larut air. +DVLO XML %17 SDGD WDUDI XML Į PHQXQMXNNDQ bahwa derajat putih pektin tepung limbah pisang baik yang diekstrak dari tandan maupun kulit pisang kedua varietas berbeda nyata. Varietas pisang embug memiliki derajat putih yang lebih tinggi baik pektin dari tandan maupun kulitnya. Hal ini berarti pektin yang terekstrak dari tandan dan kulit pisang embug lebih berwarna cerah atau kurang coklat gelap.
Karakteristik Pektin Limbah Pisang
Tingkat kemurnian pektin
Derajat putih (whiteness SHNWLQOLPEDKSLVDQJ
Tingkat kemurnian pektin diukur untuk mengetahui keefektifan metode ekstraksi dengan pelarut air (suhu dan siklus/tingkatannya) terhadap komponen yang terekstrak. Hal ini dikarenakan memungkinkan polisakarida maupun protein larut air juga turut terekstrak. Gambar 6 menunjukkan tingkat kemurnian pektin dari tepung kulit dan tandan pisang. Tingkat kemurnian pektin yang diperoleh cukup tinggi yaitu sekitar 81 sampai dengan 84 %. Pektin kulit pisang agung memiliki kemurnian sebesar 82,93 %; kulit pisang embug sebesar 82,15 %; tandan pisang agung sebesar 80,57 % dan tandan pisang embug sebesar 83,75 %. Menurut Kenastino (2003), persentase kemurnian pektin yang diekstrak dari kulit jeruk bali adalah sebesar 69,69 %. Tingkat kemurnian pektin limbah pisang lebih dari 80 % menunjukkan metode yang dipilih sudah cukup efektif. Sekitar 16 sampai dengan 19 %
Pektin yang dihasilkan dari ekstraksi limbah pisang menghasilkan pektin yang berwarna coklat muda sampai coklat tua. Kenampakan pektin pisang secara visual dan nilai derajat putih (W) dapat dilihat pada Gambar 5.
(a) 120 100
.HPXUQLDQSHNWLQ
'HUDMDW3XWLKQLODL:
100 80 60 40
38,12d
34,75b
35,30c
TE
TA E
KE
31,31a
20 0 Standart
82,93
KA
KA
Gambar 5. Pektin basah dari limbah pisang (a), derajat putih pektin kering (b), kulit pisang embug (KE), kulit pisang agung (KA), tandan pisang embug (TE), tandan pisang agung (TA)
100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
82,15
80,57
KE TA Jenis Bahan
83,75
TE
Gambar 6. Tingkat kemurnian pektin dari tepung: kulit pisang agung (KA), kulit pisang embug (KE), tandan pisang agung (TA), tandan pisang embug (TE)
331
AGRITECH, Vol. 36, No. 3, Agustus 2016
dari ekstrak pektin adalah komponen pengotor seperti protein larut air maupun polisakarida larut air. Keberadaan komponen tersebut dapat dideteksi dengan menganalisis gugus fungsi dengan menggunakan alat FTIR. Sebagai contoh protein larut air yang akan diikuti dengan adanya gugus amina (NH3).
3UR¿O JXJXV IXQJVL SHNWLQ OLPEDK SLVDQJ GDSDW GLOLKDW SDGD Gambar 7. Pektin limbah pisang baik kulit maupun tandan memiliki SUR¿O \DQJ VDPD \DQJ PHQXQMXNNDQ SHDN SDGD SDQMDQJ gelombang 3371,62; 1646,63; dan 1016,65 cm-1. Gugus fungsi utama pada pektin pada umumnya terletak pada daerah diantara 1000-2000 cm-1 (Kalapathy and Proctor, 2001). Peak pektin 3371,62 cm-1 berada pada golongan panjang gelombang (3200 sampai dengan 3500) cm-1 yang merupakan golongan alkohol, baik alkohol primer (CH2-OH), sekunder (CH-OH) maupun tersier (C-OH) (Creswell dkk, 1982). Peak 1646,63 cm-1 berada pada golongan panjang gelombang 1550-1650 cm-1 yang merupakan golongan karboksil (COOH), panjang gelombang tersebut juga terletak pada panjang gelombang 1600-1650 cm-1 yang merupakan gugus amida (CO-NH2), amida monosubtitusi (CO-NH-R) amida dwisubtitusi (CO-NR) dan aminaprimer (NH2, CHNH2, CH2-NH2). Peak 1016,65 cm-1 berada pada golongan panjang gelombang 1000-1050cm-1 yang merupakan golongan alkohol primer (CH2OH), dan karbonat kovalen [O=C (OR)2] (Creswell dkk, 1982). Pada pektin limbah pisang masih terdapat gugus amida dan amina, keberadaannya disebabkan oleh ikatan protein yang larut air.
Gugus fungsi pektin Gugus fungsi ekstrak pektin dianalisis dengan menggunakan alat FTIR ()RXULHU7UDQVIRUP,QIUDUHG . Alat tersebut dapat menunjukkan gugus fungsi dan memberikan informasi tentang struktur pektin limbah pisang pada panjang gelombang antara (500 sampai dengan 4000) cm-1.
Tandan embug Tandan agung Kulit embug
KESIMPULAN
Kulit agung
Karakteristik tepung limbah pisang (tandan dan kulit) yaitu kadar air berkisar antara 8,14 sampai dengan 9,05 % dengan derajat putih berkisar antara 26,94 sampai dengan 29,27 dan kadar pektin berkisar antara 1,52 sampai dengan 5,39 % bk. Variasi suhu dan metode ekstraksi mempengaruhi rendemen pektin yang terekstrak. Ekstraksi pektin optimal pada perlakuan suhu ekstraksi 80 °C dengan metode dua kali ekstraksi. Kulit pisang embug memiliki rendemen pektin tertinggi. Karakteristik pektin yang terekstrak dari tepung limbah pisang yaitu derajat putih berkisar 16,09 sampai dengan 19,59 dengan tingkat kemurnian pektin sekitar 81 sampai dengan 84 %. Gugus fungsi pektin yang terekstrak dari limbah pisang dengan menggunakan pelarut air-alkohol meliputi gugus alkohol (primer, sekunder dan tersier), amina primer, amida (monosubtitusi dan dwisubtitusi) serta karbonat kovalen.
(a)
UCAPAN TERIMA KASIH
(b) *DPEDU3UR¿OJXJXVIXQJVLHNVWUDNSHNWLQGDULOLPEDKSLVDQJNXOLWGDQ tandan pisang) (a) dan pektin standar SIGMA (b)
332
Penulis mengucapkan terimakasih kepada DP2M DIKTI atas biaya penelitian melalui Program Penelitian Strategis Nasional Tahun 2014/2015 Nomor: 023.04.2.414995/2014.
AGRITECH, Vol. 36, No. 3, Agustus 2016
DAFTAR PUSTAKA Akhmalludin dan Kurniawan, A. (2008). 3HPEXDWDQ3HNWLQ GDUL .XOLW &RNHODW GHQJDQ &DUD (NVWUDNVL. Skripsi. Universitas Diponegoro, Semarang. Amin, A.M., Ahmad, A.S., Yin, Y.Y., Yahya, N. dan Ibrahim, 1 ([WUDFWLRQSXUL¿FDWLRQDQGFKDUDFWHUL]DWLRQ of durian ('XULR ]LEHWKLQXV) seed gum. )RRG +\GURFROORLGV21: 273-279. AOAC. (2005). 2I¿FLDO 0HWKRGV RI $QDO\VLV RI 7KH $VVRFLDWLRQ$QDO\WLFDO&KHPLVWWashington D. C. Inc., USA. Apriyantono, A., Fardiaz, D., Puspita, N.L., Sedarnawati dan Budiyanto, S. (1989). 3HWXQMXN/DERUDWRULXP$QDOLVLV Pangan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Badan Pusat Statistik (2014). Data produksi holtikultura basis data pertanian. http://www.bps.go.id/ tabsub/view.php?kat=3&tabel=1&daftar=1&id_ subyek=55¬ab=15 [Diakses 14 April 2014].
Kwon, Y.K., Ahn, M.S., Park, J.S., Liu, J.R., In, D.S., Min, B.W. dan Kim, S.W. (2014). Discrimination of cultivation ages and cultivars of gingseng leaves using Fourier transform infrared spectroscopy combined with multivariate analysis. -RXUQDORI*LQVHQJ5HVHDUFK38: 52-58. Laksono, P.D. (2013). .DUDNWHULVWLN %XEXN 7DQGDQ 3LVDQJ GDUL (PSDW 9DULHWDV GDQ 3RWHQVL 3HNWLQQ\D VHEDJDL 3UHELRWLN EDJL /DFWREDFLOOXV DFLGRSKLOXV. Tidak Diterbitkan. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas Jember, Jember Muharni, Dachriyanus, Husein, H., Bahti, Supriyatna. (2011). Evaluasi aktivitas sitosik senyawa fenol dari kulit batang manggis hutan (*DUFLQLDEDQFDQDMiq). 0XODZDUPDQ 6FLHQWL¿H 10(1). Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Mulawarman, Samarinda. Muhiedin, F. (2008). (¿VLHQVL 3URVHV (NVWUDNVL 2OHRULVLVQ /DGD +LWDP GHQJDQ 0HWRGH (NVWUDNVL 0XOWL 7DKDS. Skripsi. Universitas Brawijaya, Malang.
Bernasconi, G., Gerster, H., Hauser, H., Stauble, H. dan Schneifer, E. (1995). 7HNQRORJL .LPLD %DJLDQ . Penerjemah: Handojo, L.Pradnya, P. Jakarta. Hal 177185.
Nurdjanah, N. dan Usmiati, S. (2006). Ekstraksi dan karakterisasi pektin dari kulit labu kuning. Jurnal 3HQHOLWLDQ3DVFDSDQHQ3HUWDQLDQ3(1): 13-23.
Chaubey, M. dan Kapoor, V.P. (2001). Structure of galactomannan from the seeds of &DVVLD DJXVWLIROLD Vahl. &DUERK\GUDWH5HVHDUFK332: 439-444.
Nurdjannah, N. dan Hoerudin. (2008). Pengaruh perendaman dalam asam organik dan metoda pengeringan terhadap mutu lada hijau kering. %XOHWLQ/LWWUR19(2): 181-196.
Creswell, C.J., Runquist, O.A. dan Campbell, M.M. (1982). $QDOLVLV6SHNWUXP6HQ\DZD2UJDQLN. Institut Teknologi Bandung, Bandung.
Shaha, R.K., Punichelvana, Y.N.A.A. dan Afandi A. (2013). Optimized extraction condition and characterization RI SHFWLQ IURP NDI¿U OLPH &LWUXV K\VWUL[). 5HVHDUFK -RXUQDORI$JULFXOWXUHDQG)RUHVWU\6FLHQFHV 1(2): 1-11.
Hutagalung, D.P. (2013). (NVWUDNVL GDQ (YDOXDVL 6LIDW6LIDW 3UHELRWLN 3HNWLQ .XOLW 3LVDQJ Tidak Diterbitkan. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jember, Jember.
Subagio, A., Morita, N. (1997). Changes in carotenoids and their fatty acid ester in banana peel during ripening. -RXUQDORI)RRG6FLHQFH 3(3): 264-268.
Jamaluddin, R., Molenaar, D. dan Tooy. (2014). Kajian isotermi sorpsi air dan fraksi air terikat kue pia kacang hijau asal kota Gorontalo. -XUQDO ,OPX GDQ 7HNQRORJL Pangan 2(1): 27-37.
Tchobanoglous, G., Theisen, H. dan Vigil, S. (1993). Integrated Solid Waste Management. Engineering 3ULQFLSOHV DQG 0DQDJHPHQW ,VVXHV MCGraw-Hill, New York, pp.3-22.
Kalapathy, U. dan Proctor, A. (2001). Effect of acid extraction and alcohol precipitation condition on the yield and purity of soy hull pectin. -RXUQDO RI )RRG &KHPLVWU\ 73: 393-396.
Towle, G.A. dan Christensen, O. (1973). 3HFWLQ. Academic Press, New York.
Kenastino, P.S. (2003). .DGDU .ROHVWHURO 'DUDK 0HQFLW 0XVPXVFXOXV VHWHODK 3HPEHULDQ 3HNWLQ .XOLW -HUXN %DOLGDQ.RUHODVLQ\DWHUKDGDS%HUDW+DWLGDQ6HNXP. Tidak Diterbitkan. Skripsi. Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Pendidikan Indonesia, Jakarta.
Tuhuloula, A., Budiyarti, L. dan Fitriana, E.N. (2013). Karakterisasi pektin dengan memanfaatkan limbah kulit pisang menggunakan metode ekstraksi. Jurnal .RQYHUVL2:1. Winarno, F.G. (1997). .LPLD3DQJDQGDQ*L]L. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Winarti, S. (2010). 0DNDQDQ )XQJVLRQDO. Graha Ilmu, Yogyakarta.
333
AGRITECH, Vol. 36, No. 3, Agustus 2016
Willat, W.G.T., Knox, J.P. dan Mikkelsen, J.D. (2006). Pectin: new insights into on old polymer are starting to gel. 7UHQGVLQ)RRG6FLHQFHDQG7HFKQRORJ\17: 97-1004.
334
Yeoh, S., Shi, J. dan Langrish, T.A.G. (2008). Comparison between different technicues for water-based extraction of pectin from orange peels. 'HVDOLQDWLRQ218: 229-237.