EVALUASI PENYAMPAIAN PESAN DALAM KOMUNIKASI

Download EVALUASI PENYAMPAIAN PESAN DALAM KOMUNIKASI. Primardiana H. Wijayati. Jurusan Sastra Jerman Fak. Sastra Universitas Negeri Malang. Abstract...

0 downloads 471 Views 723KB Size
EVALUASI PENYAMPAIAN PESAN DALAM KOMUNIKASI

Primardiana H. Wijayati Jurusan Sastra Jerman Fak. Sastra Universitas Negeri Malang

Abstract: Communication is a sender-receiver process of transferring information (message, idea, concept) to influence each other. A communication is comprehensive when receiver could perceive, absorb, encode, explain and get influenced by sent-message. Daily communication often goes eschewed when the communicator s delivered-sense and the communicant received-sense diverge. The four aspects describing communicator delivery and communicant reception are the factual issues, the self manifestation of the communicator, the relationship between the communicator and the communicant, and the appeals of the communicator to the communicant.. Key words: communication, message, factual issues, relationship, self manifestation, appeals, culture.

Komunikasi merupakan kebutuhan dasar hidup manusia. Melalui komunikasi seseorang dapat menetapkan sebuah keputusan, mengemukakan permasalahan, memecahkan masalah, memberikan informasi, melepaskan ketegangan, memberikan pengetahuan, dan menanamkan keyakinan. Pada umumnya, komunikasi dilakukan dengan menggunakan kata-kata (lisan) yang dapat dimengerti oleh kedua belah pihak. Apabila tidak ada bahasa verbal yang dapat dimengerti oleh keduanya, komunikasi masih dapat dilakukan dengan menggunakan gerak-gerik badan, menunjukkan sikap tertentu, misalnya tersenyum, menggelengkan kepala, mengangkat bahu. Cara seperti ini disebut komunikasi dengan bahasa nonverbal (Wikipedia, 2008). Melalui komunikasi, sikap dan perasaan seseorang atau sekelompok orang dapat dipahami oleh pihak lain. Akan tetapi,

komunikasi hanya akan efektif apabila pesan yang disampaikan dapat ditafsirkan sama oleh komunikan. Sebuah komunikasi bukan hanya sekedar pertukaran kata. Setiap perilaku memiliki potensi komunikasi: tersenyum, merapikan rambut atau pakaian ketika ada orang lain, menatap, mengangguk, mengerutkan kening, menutup hidung ketika ada orang merokok di dekat dan berbagai contoh perilaku lainnya. Komunikasi merupakan perwujudan dari ekspresi manusia tentang apa yang dipikirkan dan dirasakannya baik dalam bentuk verbal maupun nonverbal. Mulyana (2004) menjelaskan bahwa ada dua prinsip dasar yang harus dipatuhi oleh para peserta komunikasi yaitu (1) peserta komunikasi seyogyanya menggunakan lambang-lambang verbal dan nonverbal yang mereka kenal dan pahami untuk menyampaikan maksud atau makna pesan komunikasinya,

158

159 BAHASA DAN SENI, Tahun 37, Nomor 2, Agustus 2009

dan dalam keadaan normal mereka mesti menafsirkan setiap lambang dengan cara yang hampir sama pula; (2) dalam konteks komunikasi atasan-bawahan, atasan lebih berkewajiban untuk menyesuaikan diri dengan gaya komunikasi bawahan daripada sebaliknya. Jika Anda seorang berpendidikan berbicara dengan tukang becak atau tukang sayur, Andalah yang harus mengubah gaya komunikasi Anda dan mencoba memahami gaya komunikasi mereka, bukan justru meminta mereka untuk menyesuaikan diri dengan gaya komunikasi Anda. Apabila kedua prinsip tersebut tidak terpenuhi, baik salah satu ataupun keduanya, maka komunikasi akan terhambat. PROSES PENYAMPAIAN PESAN Komunikasi akan lengkap hanya bila komunikan mempersepsi atau menyerap perilaku yang disandi, memberi makna kepadanya dan terpengaruh olehnya (Porter dan Samovar, dalam Mulyana dan Rakhmat, 2000: 14). Secara ringkas, proses berlangsungnya komunikasi bisa dijelaskan seperti berikut. 1. Komunikator (sender) yang mempunyai maksud berkomunikasi dengan orang lain mengirimkan suatu pesan kepada orang yang dimaksud. Pesan yang disampaikan itu bisa berupa informasi dalam bentuk bahasa ataupun lewat simbol-simbol yang bisa dimengerti kedua pihak. 2. Pesan (message) itu disampaikan atau dibawa melalui suatu media atau saluran baik secara langsung maupun tidak langsung. Contohnya berbicara langsung melalui telepon, surat, e-mail, atau media lainnya. 3. Komunikan (receiver) menerima pesan yang disampaikan dan menerjemahkan isi pesan yang diterimanya ke dalam bahasa yang dimengerti oleh komunikan itu sendiri.

4. Komunikan (receiver) memberikan umpan balik (feedback) atau tanggapan atas pesan yang dikirimkan kepadanya, apakah dia mengerti atau memahami pesan yang dimaksud oleh si komunikator (Wikipedia, 2008). Pada kenyataannya dalam komunikasi sehari-hari sering terjadi ketidaksinkronan antara maksud yang hendak disampaikan oleh seorang komunikator dengan pesan yang diterima oleh komunikan sebagai partner komunikasi. Apabila maksud yang dikomunikasikan tidak sampai sesuai dengan yang dimaksudkan, hal ini dapat menimbulkan kesalahpahaman, atau ketegangan antara kedua belah pihak. Mengapa terjadi kesalahpahaman dalam berkomunikasi? Faktor apa saja yang menghambat komunikasi? Berikut ini berturut-turut akan diuraikan bagaimana komunikasi berlangsung hingga dapat menimbulkan kesalahpahaman dan faktorfaktor penghambat komunikasi. Gangguan komunikasi adalah ketidakmampuan atau gangguan berbicara dengan orang lain atau ketidakmampuan membina hubungan emosional seperti pertemanan, persahabatan lewat surat atau kolegial atau memeliharanya (Wikipedia, 2008). Bentuk khusus namun ekstrim dari gangguan komunikasi adalah mutisme dan diam secara psikogenik (seseorang yang diam membisu disebabkan oleh keadaan psikis tanpa adanya gangguan pada organ berbicara). Gangguan bisa berupa kegaduhan, penggunaan bahasa asing, tidak konsentrasi, tidak berminat, masalah pribadi, kesalahan tekanan ketika melafalkan, kesalahan pembentukan kalimat, penyakit, kesalahan materi, dan makna ganda (pesan yang pertentangan). Gangguan komunikasi terjadi hampir setiap hari di semua aspek kehidupan manusia, baik kehidupan di dunia kerja maupun kehidupan pribadi. Gangguan yang lebih ringan dan biasanya tanpa akibat, misalnya pada hubungan kolegial dan kelompok, karena pembawaan, cara ber-

Wijayati, Evaluasi Penyampaian Pesan dalam Komunikasi 160

gaul, humor dan bentuk percakapan seseorang dapat menetralisir reaksi yang ditunjukkan oleh bahasa tubuh atau reaksi emosional lawan bicara. Auernheimer (http://www.uni-koeln.de/ew-fak/paedagogik/interkulturelle/ publikationen/muenchen.html, diakses tanggal 5 Juni 2008), mengungkapkan dua penyebab gangguan komunikasi, yaitu 1) perbedaan harapan yang dapat menimbulkan kekecewaan, dan 2) sudut pandang yang berbeda terhadap tataran isi dan tataran hubungan. Adapun Watzlawick (http://www.uni.koeln.de/phil-fak/ paedsem/psych/medien/lehrertraining/nlp/watzlawikaxiome. html, diakses tanggal 8 Juli 2008) mengemukakan lima aksioma gangguan komunikasi, yaitu 1) Kemustahilan tidak berkomunikasi, 2) gangguan pada tataran hubungan dan isi, 3) interpungsi terhadap akibat, 4) kesalahan dalam memaknai antara komunikasi digital dan analog, dan 5) gangguan dalam interaksi yang simetris, sedangkan Schulz von Thun (2008) membedakannya ke dalam empat tataran, di samping tataran isi pokok yang dia sebut sebagai

Sachinhalt dan tataran hubungan (Beziehung), terdapat dua aspek lain yang menggambarkan penyampaian dan penerimaan pesan yang disebut dengan Selbstoffenbarung (tampilan diri) dan Appell (ajakan). Ke empat tataran tersebut mesti dimiliki oleh komunikator maupun komunikan, dengan demikian di dalam berita yang disampaikan terkandung ke empat tataran isi pokok berita, tampilan diri komunikator, hubungan komunikator terhadap komunikan dan ajakan komunikator kepada komunikan. Apabila maksud komunikator tidak sesuai sampai ke telinga komunikan, maka akan terjadi gangguan komunikasi. Sebuah berita dapat mengandung beberapa pesan sekaligus, sedangkan berita tersebut dapat disampaikan hanya melalui sebuah kata, misalnya Pergi! , melalui sebuah pandangan mata yang menyiratkan banyak makna atau bahkan melalui kalimat yang panjang. Proses pengiriman dan penerimaan berita menurut Schulz von Thun (2008) digambarkan secara visual sebagai berikut.

Skema 1: Segi Empat Komunikasi

Schulz meninjau proses pengiriman dan penyampaian pesan dari aspek psikologis dan menggambarkannya ke dalam Segi Empat Komunikasi Empat Mulut dan Empat Telinga . Menurut pendapatnya

kualitas percakapan tergantung pada fungsi indra mulut dan indra telinga. Kedua indra tersebut masing-masing memiliki empat tataran yang seharusnya sama ketika sebuah pesan disampaikan oleh komunikator dan

161 BAHASA DAN SENI, Tahun 37, Nomor 2, Agustus 2009

diterima oleh komunikan dan ketika pesan tersebut sampai pada telinga penerima terjadi pemaknaan pesan. Pemaknaan atau interpretasi pesan yang diterima oleh seseorang dipengaruhi oleh 4 macam telinga penerima, yaitu telinga tampilan diri (Selbstoffenbarungsohr), telinga isi pokok/informasi (Sachohr), telinga hubungan (Beziehungsohr) dan telinga ajakan (Appellohr). Demikian pula sebuah pesan disampaikan melalui komunikator melalui Empat Mulut yang mengandung empat tataran yang sama yaitu tataran isi pokok/informasi (Sachebene), tataran tampilan diri (Selbstkundgabe), tataran hubungan (Beziehungsseite), dan tataran ajakan (Appellseite). Tataran isi pokok (Sachebene) merupakan titik sentral informasi yang dapat berupa data, fakta dan keadaan dalam suatu percakapan. Pada tataran ini berlaku tiga kriteria yaitu: (1) tentang benar atau tidak benar atau cocok atau tidak cocok, (2) relevansi (apakah keadaan yang disampaikan pada tema pembicaraan penting atau tidak penting), dan (3) apakah informasi memenuhi kriteria kepadaan (apakah informasi yang disampaikan sudah memadai untuk tema atau masih banyak hal lain yang harus dipertimbangkan?). Dengan demikian, komunikator harus menyampaikan informasi secara jelas dan dapat dipahami. Komunikan yang membuka telinganya lebar-lebar untuk menerima informasi, harus menyimak pesan yang disampaikan dengan seksama tentang data, fakta dan isi dan harus mengaitkan berbagai kemungkinan terkait dengan ketiga kriteria tadi. Sisi positif dari informasi yang diterima oleh telinga isi pokok adalah informasi didengar dan diterima apa adanya sesuai fakta, sedangkan sisi negatifnya adalah mengabaikan aspek kemanusiaan. Tataran tampilan diri (Selbstkundgabe) merupakan tampilan diri komunikator baik secara implisit maupun eksplisit yang ikut serta saat komunikator

menyampaikan pesan. Pada saat yang bersamaan komunikan menerima pesan sekaligus menangkap tampilan diri komunikator. Seorang komunikan akan memaknai informasi yang disampaikan dan memberikan respons terkait dengan tampilan diri si komunikator, misalnya: bagaimana tampilan diri komunikator di mata saya? Bagaimana cara berbicaranya? Dan hal-hal lain yang tampak dari tampilan komunikator. Jika seseorang mengatakan tentang sesuatu, itu berarti ia juga menyatakan tentang dirinya. Setiap pernyataan berisi juga sebuah pemaklumatan diri, sebuah petunjuk apa yang terjadi di dalam dirinya, bagaimana suasana hatinya, bagaimana posisi saya dan bagaimana peran saya, baik dikehendaki atau tidak dikehendaki. Pesan yang sampai di telinga penerima mempunyai dampak negatif dan positif. Jika pesan sampai kepada penerima melalui telinga tampilan diri maka pertanyaan tentang siapa yang menyampaikan berita dan bagaimana dia menyampaikan pesan dapat dijawab. Dampak negatif yang akan terjadi adalah permakluman, pengamatan secara psikologis, dan menyimak secara mekanis, sedangkan dampak positif yang muncul adalah tetap menunjukkan sikap tenang pada saat menghadapi kondisi yang tidak menyenangkan, menyimak dengan aktif dan menunjukkan empati. Pada tataran hubungan, jika seseorang berbicara kepada partner bicara melalui ungkapan, nada dan mimik, baik disadari atau tidak sebenarnya ia telah menunjukkan bagaimana posisinya terhadap partner bicara dan bagaimana penilaiannya terhadap partner bicara, tentu saja hal ini mengacu pada situasi percapakan yang sedang berlangsung. Di dalam setiap pernyataan tersirat pula sebuah petunjuk hubungan yang dapat ditangkap oleh komunikan, apalagi jika komunikan memiliki pendengaran yang sensitif. Informasi yang dimaknai oleh telinga hubungan (Beziehungsohr) menunjukkan bagaimana komunikan memaknai

Wijayati, Evaluasi Penyampaian Pesan dalam Komunikasi 162

informasi yang diterimanya dikaitkan dengan hubungan antara komunikator dengan komunikan, apa yang dipikirkan oleh komunikator tentang komunikan, bagaimana ia diperlakukan oleh komunikator, bagaimana kesan komunikator terhadap komunikan dan bagaimana posisi komunikator terhadap komunikan. Tataran komunikasi selanjutnya adalah tataran ajakan. Jika seseorang menyampaikan sebuah pernyataan yang ditujukan kepada orang lain, sebenarnya ia juga

berniat mempengaruhi orang lain. Secara terang-terangan atau tersembunyi pada tataran ini tersimpan keinginan, ajakan, saran, petunjuk, efek dan sebagainya. Telinga Ajakan biasanya diikuti oleh kesiapan untuk menjawab pertanyaan: Apa yang harus saya lakukan sekarang, pikirkan dan rasakan? Berikut ini akan disajikan sebuah contoh cerita yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari.

Der Mann (= Sender) sagt zu seiner am Steuer sitzenden Frau (= Empfänger): Du, da vorne ist grün! Seorang laki-laki (komunikator) berkata kepada istrinya (komunikan) yang duduk di belakang setir mobil: Sayang, lampunya sudah hijau!

Pesan apa sajakah yang terkandung di dalam berita tersebut, pesan apa yang disembunyikan oleh komunikator (baik disadari atau tidak) di balik kalimat tersebut, dan bagaimana komunikan memahami berita tersebut? (kemungkinan jawaban/reaksi apa yang kira-kira muncul dari sang istri?) Contoh di atas menggambarkan sebuah situasi yang menunjukkan bahwa lampu di traffic light berubah menjadi berwarna hijau. Ini adalah isi pokok (Sachinhalt) yang terkandung di dalam situasi tersebut. Aspek kedua yaitu tentang pesan apa yang ingin disampaikan oleh komunikator terkait dengan tampilan diri (Selbstoffenbarung). Di dalam setiap berita tidak hanya terkandung informasi tentang isi yang disampaikan, melainkan juga informasi tentang orang yang mengirimkan berita. Dari contoh di atas, kita dapat memperoleh informasi bahwa sang suami mampu menggunakan bahasa Jerman dan mengenali warna (tidak buta warna). Di samping itu, dia sedang dalam keadaan terjaga lahir dan batin. Lebih jauh, mungkin dia sedang dalam keadaan tergesa-gesa, dan sebagainya. Pendek kata: di dalam setiap berita tercermin sedikit informasi tentang tampilan diri komunikator. Makna tampilan diri

digunakan untuk mengaitkan pemaklumatan diri yang tampak dan yang tersembunyi. Selanjutnya, dari contoh kalimat di atas dapat dilihat pula aspek hubungan komunikator dengan komunikan. Hubungan (Beziehung) antara komunikator dan komunikan sering dapat dilihat dari ungkapan yang dipilih, tekanan nada, dan signal-signal lain yang menyertainya dan bukan ditunjukkan melalui bahasa. Terkait dengan tataran hubungan, komunikan biasanya memiliki telinga yang sensitif karena ia merasa sedang diperlakukan dengan baik atau tidak baik. Pada contoh kalimat sebelumnya, sang suami memberikan isyarat yang dapat dipahami bahwa ia tidak memercayai istrinya mengemudikan mobil sehingga ia memberikan aba-aba saat lampu traffic light berubah menjadi hijau. Ada kemungkinan sang istri menjawab dengan kasar: Fährst du oder fahre ich? (Kamu atau saya yang menyetir?), sebagai ungkapan pembelaan diri. Hal ini menunjukkan bahwa sanggahan yang dikemukakan bukan mengacu pada isi berita (karena sang istri pasti menyetujui bahwa lampu memang berwarna hijau), melainkan pada pesan yang terkandung pada tataran hubungan. Lebih jelasnya, dalam aspek hubungan terkandung dua jenis pesan.

163 BAHASA DAN SENI, Tahun 37, Nomor 2, Agustus 2009

Pesan pertama bermuara pada pendapat komunikator tentang komunikan, bagaimana ia memandang komunikan. Pada contoh tadi, sang suami menganggap bahwa istrinya memerlukan bantuan. Pesan kedua berisi informasi hubungan dan pesan, bagaimana komunikator memandang hu-bungan dirinya dengan komunikan. Tataran keempat adalah ajakan (Appell). Tidak ada sebuah kalimat pun yang hanya diucapkan begitu saja. Hampir semua berita mempunyai fungsi mempengaruhi penerima. Pada contoh tadi bentuk perintah yang mungkin terkandung di dalamnya adalah: Tolong injak gas, agar kita bisa melaju ketika lampu masih hijau! Dengan demikian, berita berfungsi juga untuk mengajak komunikan melakukan atau

meninggalkan sesuatu, memikirkan atau merasakan sesuatu. Apabila terdapat perbedaan antara maksud komunikator dan pemahaman komunikan yang disebabkan oleh ketidaklengkapan proses penerimaan berita oleh telinga, maka akan terjadi gangguan komunikasi. Secara biologis setiap manusia memiliki dua buah daun telinga, sedangkan untuk penerimaan berita diperlukan empat telinga, yaitu telinga yang menangkap isi (Sachohr), menangkap tampilan diri komunikator (Selbstoffenbarungsohr), menangkap hubungan (Beziehungsohr), dan telinga yang menangkap pesan ajakan. Berikut ini adalah beberapa kemungkinan jawaban yang diberikan oleh si istri sebagai reaksi dari pesan yang sampai di telinganya.

Fährst du oder fahre ich? (Beziehungsohr) Kamu atau saya yang menyetir? (Telinga hubungan) Ja, hier ist eine grüne Welle, das ist sehr praktisch. (Sachohr) Ya. Lampunya sudah hijau. (Telinga isi pokok) Ich bin doch nicht farbenblind! (Selbstoffenbarungsohr) Memang saya buta warna?! (Telinga tampilan diri) Ja, klar! ... und die Frau gibt sofort Gas (Appellohr) Ya! ... dan si istri langsung tancap gas. (Telinga ajakan)

CARA MENGATASI KESALAHPAHAMAN DALAM KOMUNIKASI Untuk mengatasi kesalahpahaman yang disebabkan oleh ketidaklengkapan telinga menerima informasi, berikut ini disajikan ).

dua belas tehnik dalam berkomunikasi dengan kolega (Schulz von Thun, 2008

Skema 2: Cara Berkomunikasi Pada Empat Tataran Isi Pokok Bersikap netral Saling memahami Menyimak analitis Tampilan Diri Ungkapan dengan bentuk personal saya Mengutarakan pendapat pribadi Menjelaskan maksud/tujuan

Komunikasi Hubungan Aktif menyimak Mengutarakan perasaan secara langsung Memberikan dan menerima masukan

Ajakan Memberikan argumentasi yang meyakinkan Mengajukan pertanyaan Bersikap fair

Wijayati, Evaluasi Penyampaian Pesan dalam Komunikasi 164

Tataran Isi Pokok Pada tataran isi pokok sebaiknya seorang komunikan menempatkan isi berita sebagai titik pokok, dan tidak menempatkan pesan tersebut sesuai minat pribadi. Agar kenetralan isi berita tetap terjaga, baik komunikator maupun komunikan harus menempatkan tugas dan kesulitan sebagai milik bersama yang harus diselesaikan secara sistematis secara bersama-sama pula. Ungkapan dapat lebih dipahami jika komunikator menyampaikan pikiran dan argumennya dengan sistematis. Adapun caranya melalui: (a) gunakan kalimat yang sederhana dan pendek dengan makna yang mudah dipahami, (b) jelaskan kata-kata asing atau istilah tertentu jika diperlukan, (c) sampaikan informasi secara runtut, (d) batasi penyampaian berita hanya pada pokok pembicaraan, (e) gunakan bantuan visual seperti grafik. Di samping itu, informasi dapat diterima dengan baik jika komunikan menyimak berita dengan berpikir analitis. Hal ini berarti: (a) jangan berfantasi sendiri jika mendengar kata-kata yang berbunga-bunga, (b) percakapan harus tetap berpijak pada pernyataan lawan bicara, (c) argumen yang kuat harus disampaikan dengan tenang, dan (d) pemimpin percakapan dapat menemukan alasan yang tidak disampaikan secara tersirat. Tataran Hubungan Suksesnya komunikasi pada tataran hubungan ditentukan oleh keaktifan komunikan dalam menyimak informasi. Percakapan yang konstruktiv hanya mungkin berlangsung jika komunikan tidak membatasi diri hanya sebagai pendengar pasif, melainkan aktiv melakukan langkah-langkah berikut: (a) berusaha menempatkan diri pada posisi komunikator, (b) berusaha menangkap maksud komunikator, (c) menahan diri untuk melakukan penilaian pribadi, memberikan saran dan reaksi spontan, (d) dengan bahasa

tubuhnya komunikan menunjukkan kepada komunikator bahwa ia menyimak ungkapan komunikator dengan sungguh-sungguh, (e) mengajukan beberapa pertanyaan mendalam sebagai tanda komunikan mengikuti pembicaraan yang disampaikan oleh komunikator, dan (f) menyimpulkan pernyataan komunikator atau berusaha mengulang kembali bagian-bagian yang penting. Selain itu, kedua belah pihak diharapkan dapat menunjukkan perasaannya secara langsung. Gambaran perasaan seseorang dapat ditangkap terutama melalui signal-signal nonbahasa. Signal yang mudah ditangkap adalah perasaan simpati, antipati dan rasa takut. Di dunia kerja seringkali diperlukan usaha keras untuk mengungkapkan langsung perasaan terhadap partner bicara. Karena itu diperlukan latihan yang sesuai untuk bisa mengamati gerak hati dan menggambarkannya dengan tepat. Tataran Tampilan Diri Pada tataran tampilan diri komunikator sebaiknya mengungkapkan keyakinan dan perasaan dalam bentuk ungkapan saya , dengan demikian partner bicara akan lebih mempercayai Anda. Khususnya komunikasi yang berlangsung saat ada konflik, sangat penting untuk mengemukakan perasaan Anda secara terus terang. Adapun langkah yang harus ditempuh agar konflik tidak berkepanjangan adalah: (a) kemukakan kalimat dengan ungkapan saya , misalnya: Saya selalu kesal jika... , (b) hindari ungkapan dengan menggunakan bentuk kalimat Anda dan Kamu , misalnya: Tapi Anda juga selalu datang telat ... , (c) hindari ungkapan dengan bentuk orang , misalnya: Orang tidak dapat menuntut hal itu dari Bapak XY... , ungkapkan hasil pengamatan dan keinginan Anda secara langsung, misalnya: Saya menginginkan Anda yang mengambil alih pekerjaan itu ... bukan dengan ungkapan: Seandainya saja

165 BAHASA DAN SENI, Tahun 37, Nomor 2, Agustus 2009

Anda yang mengambil alih pekerjaan itu. Tehnik selanjutnya untuk keberhasilan komunikasi adalah mengungkapkan pendapat pribadi. Kebanyakan partner bicara menganggap bahwa sebaiknya mereka tidak mengutarakan pendapatnya secara terus terang. Sebagian bersembunyi di balik sikap otoriter. Sebenarnya di lubuk hati yang paling seseorang mempunyai keingi-nan untuk mendengar pendapat koleganya yang disampaikan dengan jujur. Di samping itu, sebagian orang dengan sadar cenderung menyembunyikan maksud dan tujuan yang sebenarnya. Mereka mengemukakan informasi dalam ungkapan yang tidak jelas. Justru sesungguhnya percakapan yang konstruktif bisa tercipta jika harapan dan keinginan seluruh anggota percakapan diungkapkan secara jelas. Tataran Ajakan Pada tataran ajakan hendaknya pelaku percakapan memberikan argumentasi yang meyakinkan. Pada tataran ajakan, komunikasi mempunyai makna mempengaruhi seseorang. Pada dasarnya terdapat dua kemungkinan ajakan yang ditujukan kepada partner bicara (a) ajakan terselubung. Seorang komunikator seringkali dapat mempengaruhi perilaku komunikan melalui kata-kata atau informasi tanpa disadari oleh yang bersangkutan. Pengaruh ini tampak sekali terutama jika menyangkut perasaan. Karena itu pengaruh dari ajakan terselubung tidak pernah dapat dipastikan sebelumnya, (b) ajakan terang-terangan. Jika seorang komunikator bertujuan membina hubungan yang jelas dan jujur dengan komunikan, maka ia harus menyampaikan harapan dan keinginannya dengan terus terang. Jika komunikan berhasil dipengaruhi dan menunjukkan perubahan sikap, sering muncul rasa heran atau kaget. Jika orang yang berhasil dipengaruhi menyadari bahwa perilakunya selama ini menimbulkan konsekuensi tertentu, maka akan timbul

kesadaran pada dirinya untuk mengubah sikapnya. Tentu saja perubahan sikap ini menimbulkan keinginan orang yang mempengaruhi untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan. Pertanyaan yang mungkin diajukan antara lain: Ada masalah apa sebenarnya? atau Kapan dan di mana masalah itu muncul? Pertemanan yang baik hanya dapat terwujud jika partner bicara tidak mempunyai dugaan dikelabui. Karena itu Anda harus terus menghindari ajakan terselubung dan menyerukan ajakan secara terus terang. Langkah-langkah tersebut dapat diterapkan jika komunikasi yang sedang dibangun ingin berjalan lancar dan berhasil tanpa timbul kesalahpahaman di antara komunikator dan komunikan. Di samping gangguan komunikasi yang dijelaskan di atas, pemahaman yang minim terhadap aspek budaya lawan bicara dapat menjadi penyebab komunikasi tidak lancar. Mengapa orang harus memahami komunikasi antarbudaya? PEMAHAMAN BUDAYA DALAM KOMUNIKASI ANTARBUDAYA Di samping mengikuti langkah-langkah yang disarankan oleh Schulz von Thun pada setiap tataran seperti yang dikemukakan pada Skema 2, pemahaman budaya partner bicara sangat diperlukan untuk memperlancar komunikasi dan menghindari kesalahpahaman. Menurut para ilmuwan sosial (dalam Mulyana, 2004) budaya dan komunikasi mempunyai hubungan timbal balik, seperti dua sisi dari satu mata uang. Budaya menjadi bagian dari perilaku komunikasi dan pada gilirannya komunikasi pun turut menentukan, memelihara, mengembangkan atau mewariskan budaya. Setiap bangsa mendefinisikan konsep kebenaran, rasionalitas, objektivitas, kesopanan, penghinaan, kebebasan, tanggung jawab atau kebohongan secara berlainan. Sebagai ilustrasi,

Wijayati, Evaluasi Penyampaian Pesan dalam Komunikasi 166

berbohong untuk menjaga harmoni hubungan sosial lebih dapat diterima dalam hubungan budaya Timur daripada keterusterangan dalam budaya Barat yang sering menyinggung perasaan . Selanjutnya Mulyana mengutarakan bahwa Jerman, seperti juga negara-negara di Eropa Barat, Amerika dan Australia, termasuk ke dalam budaya-budaya individualistik yang ditandai dengan komunikasi konteks-rendah, yakni komunikasi yang menekankan rincian, kelugasan, keterusterangan, dan ketepatan. Cara

berkomunikasi mereka berlawanan dengan komunikasi konteks-tinggi bangsa Timur yang samar, tidak langsung, berbelit-belit, dan tidak tentu ujung pangkalnya (orang bisa mengobrol berlama-lama tanpa tujuan). Budaya Jerman sarat dengan spesifikasi, rincian, jadwal, dan ketepatan waktu dengan mengabaikan konteks. Bahasa Jerman bersifat instruktif dan rinci. Hal ini terbukti dari tulisan yang terpampang di setiap sudut dan di setiap tempat, bahkan di dalam kamar mandi, di toilet dan di dapur pun terpampang instruksi sebagai berikut:

Gambar 1. Instruksi di kamar mandi

Gambar 2. Instruksi di tempat cuci piring

167 BAHASA DAN SENI, Tahun 37, Nomor 2, Agustus 2009

Instruksi tersebut ditujukan untuk semua pemakai kamar mandi dan dapur berisi petunjuk pemakaian. Pada gambar pertama tercantum informasi bahwa pengguna kamar mandi harus menyemprotkan Biff yang tersedia di situ setelah selesai mandi dan setelah itu membilasnya dengan air agar tidak terjadi pengendapan kapur yang dapat menyebabkan flek. Informasi yang tertera pada gambar kedua adalah tentang cara menggunakan tempat cuci piring. Orang

yang menggunakan tempat cuci piring tidak boleh membuang sisa makanan di tempat cuci piring, tidak boleh membuang minyak goreng bekas, mengecek apakah air mengalir dengan lancar setelah mencuci piring, dan jika air tidak mengalir dengan lancar pemakai harus menggunakan pembersih saluran cuci piring agar semua kotoran yang menghambat jalannya air bisa dibersihkan. Adapun petunjuk yang dipasang di toilet adalah sebagai berikut:

Gambar 4. Instruksi di toilet

Tulisan tersebut bermaksud memberitahukan kepada pengguna toilet bahwa ia harus menekan tombol untuk air pembersih selama lima detik. Baik di dalam alat transportasi, di tempat pembuangan sampah, di tempat parkir, di pemberhentian bis, pendek kata di semua tempat selalu ada

instruksi yang disampaikan dengan rinci, sehingga bagi orang asing yang datang ke Jerman tidak perlu bertanya jika ingin mengetahui informasi kapan kereta datang atau berangkat ke sebuah kota, karena informasi itu sudah terpampang dengan jelas dan rinci, seperti pada gambar berikut

: Gambar 5. Jadwal perjalanan kereta api

Salah satu faktor yang mempengaruhi kelugasan bahasa orang Jerman adalah

iklim. Orang-orang yang tinggal di daerah beriklim dingin, menghabiskan lebih

Wijayati, Evaluasi Penyampaian Pesan dalam Komunikasi 168

banyak waktu untuk berpakaian, menyimpan makanan, dan merencanakan bagaimana menghadapi musim dingin, sementara orang-orang yang tinggal di wilayah beriklim hangat, punya akses terhadap satu sama lainnya sepanjang tahun. Orang Jerman dikenal pula dengan kedisiplinannya, antre, teliti dan cermat, dan ini yang membuat bangsa Jerman maju dan sejahtera. Etika berbicara dalam konteks bisnis sangat bervariasi (Lewis, dalam Mulyana, 2004). Misalnya, umumnya orang Jerman dan orang Swedia adalah pendengar yang baik. Namun tidak demikian halnya dengan orang Italia dan orang Spanyol; mereka malah sering memotong pembicaraan, dengan bahasa tubuh dan isyarat tangan yang hidup dan terkesan berlebihan. Di Jepang dan Finlandia, diam adalah suatu bagian integral dalam percakapan; jeda dianggap sebagai istirahat, ramah, dan pantas. Karena itu orang Jepang tidak menyukai orang Amerika yang argumentatif, sementara orang Amerika sulit memahami orang Jepang yang pendiam. Orang Yunani menganggap negosiasi bisnis tidak terpisah dari interaksi sosial. Mereka akan berbicara dengan rekan bisnisnya mengenai masalah-masalah pribadi dan halhal lain yang tidak ada berkaitan dengan bisnis sebelum perundingan dimulai. Mereka tidak menjadwalkan waktu untuk bertemu dengan menyisihkan waktu untuk melakukan perjanjian lainnya. Di Yunani, seorang eksekutif menganggap bahwa orang yang mengabaikan rincian sebagai tidak dapat dipercaya, sementara para eksekutif top di Amerika atau Kanada hanya perlu menyepakati pokok-pokok perundingan, dan menyerahkan rincian-rinicannya kepada bawahan mereka. Di Inggris, dalam presentasi bisnis lelucon sering digunakan untuk menyegarkan suasana. Namun lelucon tidak biasa disisipkan dalam presentasi bisnis orang Jerman atau orang Jepang. Anda bisa

dianggap tidak serius bila mengemukakan lelucon di hadapan mereka. Di Jerman, memotong kentang dengan pisau tidaklah lazim. Memotong kentang dengan garpu menunjukkan bahwa seseorang semasa kecil mendapatkan pendidikan etika sehingga tahu etika makan. Barangsiapa memotong kentang dengan pisau, berarti ia tidak dididik dan tidak tahu etika. Tentu saja aturan etika seperti ini tidak dipahami oleh orang asing. Jika seorang Inggris sedang berada di Jerman dan suatu ketika memotong kentang menggunakan pisau, maka tanpa disadarinya ia akan dicap tidak mengenal etika. Padahal memotong kentang dengan garpu bagi orang Inggris dianggap tidak tahu etika, karena di Inggris garpu tidak pernah digunakan untuk memotong. Di Jerman, secara hukum dilarang menyeberangi jalan ketika lampu masih berwarna merah, karena itu orang Jerman tetap berdiri dengan sabar di traffic light yang berwarna merah sampai berubah menjadi hijau, meskipun tidak ada satu pun kendaraan yang lewat. Di Inggris, Belanda, Spanyol atau negara-negara lainnya yang tidak menerapkan aturan hukum seperti ini, tentu saja perilaku seperti ini bisa mengherankan. Mulyana (2004) menguraikan lebih lanjut konsep individu dan kolektif berlaku juga pada kelompok paling kecil masyarakat yakni keluarga. Di negara-negara individualistis orang tua mendidik anaknya untuk mandiri, seperti di Inggris dan Amerika yang menerapkan undang-undang bahwa anak-anak keluar dari rumah paling lambat ketika akan memasuki kuliah. Di Spanyol dan Italia tidak ada aturan seperti itu; banyak orang yang sudah beranjak dewasa tetap tinggal bersama orang tuanya, bahkan sampai menikah. Keluarga pada masyarakat yang berorientasi kelompok berperan lebih penting bahkan hingga mereka membentuk keluarga baru, daripada pada masyarakat yang berorientasi individu. Di Amerika,

169 BAHASA DAN SENI, Tahun 37, Nomor 2, Agustus 2009

Inggris, Jerman dan Belanda sangat jarang ditemui keluarga besar . Mengenali bagaimana proses penyampaian pesan ditinjau dari aspek psikologis dan budaya sangatlah penting agar tidak terjadi kesalahpahaman dalam berkomunikasi. Di samping itu, menerapkan tehnik berkomunikasi yang baik merupakan salah satu cara untuk dapat meraih komunikasi yang sukses. Komunikasi dapat berlangsung dengan baik hanya apabila pesan yang disampaikan oleh komunikator dapat ditafsirkan sama oleh komunikan. Perbedaan maksud yang terjadi di antara komunikator dan pemahaman komunikan dapat menimbulkan gangguan komunikasi. Hal ini dapat dihindari apabila keempat telinga - yaitu telinga yang menangkap isi (Sachohr), menangkap tampilan diri komunikator (Selbstoffenbarungsohr), menangkap hubungan (Beziehungsohr), dan telinga yang menangkap pesan ajakan berfungsi dengan baik dalam proses penerimaan berita DAFTAR RUJUKAN Mulyana, Deddy dan Jalaluddin Rakhmat. 2000. Komunikasi Antarbudaya. Panduan Berkomunikasi Dengan Orangorang Berbeda Budaya. Bandung: Remaja Rosdakarya. Mulyana, Deddy. 2004. Komunikasi Populer. Kajian komunikasi dan Budaya Kontemporer. Bandung: Pustaka Bany Quraisy. Schulz von Thun, Friedemann. 2008. Miteinander Reden: 1 Störungen und Klärungen. Allgemeine Psychologie der Kommunikation. Hamburg: Rowohlt. Schulz von Thun, Friedemann. 2008. Miteinander Reden: 2 Stille, Werte und Persönlichkeitsentwicklung. Differentielle Psychologie der Kommunikation. Hamburg: Rowohlt. Schulz von Thun, Friedemann. 2008. Miteinander Reden: 3 Das Innere

Team und Situationsgerechte Kommunikation. Kommunikation, Person, Situation. Hamburg: Rowohlt Wikipedia. Interkulturelles Lernen. (http://de.wikipedia.org/wiki/, diakses tanggal 5 Juni 2008). Wikipedia. Kommunikationsstörung. (http://de.wikipedia.org/wiki/, diakses tanggal 5 Juni 2008).