FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN NYERI PUNGGUNG

Download menunjukkan, gangguan muskuloskeletal dialami oleh sekitar 31,6% petani kelapa sawit di Riau, 21% ... dapat menimbulkan nyeri punggung bawa...

0 downloads 506 Views 7MB Size
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN NYERI PUNGGUNG BAWAH PADA PROSES PENYULAMAN KAIN TAPIS DI SANGGAR FAMILY ART BANDAR LAMPUNG TAHUN 2011

SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)

DISUSUN OLEH: DEFRIYAN NIM: 106101003310

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYRAKAT PEMINATAN KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1432 H/2011 M

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Hampir setiap orang pernah mengalami nyeri punggung bawah (NPB) sepanjang hidupnya. Tidak ada seorangpun yang kebal terhadap kondisi ini dan masing-masing sangat berpotensi untuk mengalami disabilitas akibat kondisi tersebut. NPB dapat berhubungan dengan berbagai kondisi ataupun faktor risiko, namun seringkali tidak ditemukan adanya faktor spesifik yang mendasarinya. NPB termasuk salah satu dari gangguan muskuloskeletal, gangguan psikologis dan akibat dari mobilisasi yang salah. Hal tersebut dapat menyebabkan timbulnya rasa pegal, linu, ngilu, atau tidak enak pada daerah lumbal berikut sakrum (www.prodiaohi.co.id). Gejala utama dari NPB atau sering disebut low back pain adalah yang ditandai dengan nyeri atau perasaan lain yang tidak enak di daerah tulang punggung bagian bawah. Dalam kejadian yang sesungguhnya di masyarakat, NPB tidak mengenal perbedaan umur, jenis kelamin, pekerjaan, status sosial, tingkat pendidikan, semuanya bisa terkena NPB. Lebih dari 70% umat manusia dalam hidupnya pernah mengalami NPB, dengan rata-rata puncak kejadian berusia 35-55 tahun (Andersson. 1997). Klasifikasi NPB dapat diklasifikasikan kedalam dua kelompok, yaitu kronik dan akut. Nyeri punggung bawah akut akan terjadi dalam waktu kurang dari 12 minggu. Sedangkan nyeri punggung bawah kronik terjadi dalam waktu 3

1

2

bulan. Nyeri punggung berasal dari tulang belakang, otot, saraf atau struktur lain pada daerah tersebut (Rakel, 2002). Dengan demikian nyeri punggung bawah adalah gangguan muskuloskeletal pada daerah punggung bawah yang disebabkan oleh berbagai penyakit dan aktivitas tubuh yang kurang baik. Problematik keluhan nyeri yang paling banyak ditemukan dan sangat mengganggu

aktifitas

kerja

sehari-hari

meskipun

berbagai

upaya

penanggulangan dan penatalaksanaan terapi selalu dikaji tetapi hasilnya masih belum optimal. Insiden nyeri punggung bawah yang paling banyak dijumpai pada pekerja atau karyawan sebagai akibat dari kelainan mekanika gerak atau postural yang berlangsung dalam jangka waktu lama (Brown and Makckler, 1999 dalam Hartiyah, 2009). Nyeri punggung bawah berhubungan dengan stress atau strain otot-otot punggung, tendon dan ligamen yang biasanya ada bila melakukan aktivitas sehari-hari secara berlebihan, seperti duduk atau berdiri terlalu lama juga mengangkat benda berat dengan cara yang salah. Di industri manapun, sebagian besar karyawan akan menghabiskan waktu dengan posisi duduk dan sebanyak 60 % orang dewasa mengalami nyeri pinggang bawah karena masalah duduk. Suatu penelitian di sebuah rumah sakit menunjukkan bahwa pekerjaan dengan duduk lama (separuh hari kerja) dapat menyebabkan hernia nukleus pulposus, yaitu saraf tulang belakang terjepit di antara kedua ruas tulang belakang sehingga menyebabkan selain nyeri pinggang juga rasa kesemutan yang menjalar ke tungkai sampai ke kaki. Bahkan, bila parah,dapat menyebabkan kelumpuhan (Hartiyah 2009).

3

Kebanyakan kejadian nyeri punggung bawah tidak mengakibatkan kecacatan tapi menyebabkan gangguan aktivitas kerja. Di Inggris tahun 1993 menyebabkan 11% populasi kerja terganggu aktivitas kerjanya sampai 4 minggu karena nyeri punggung. Lebih dari 50% penderita nyeri punggung membaik dalam 1 minggu, sementara lebih dari 90% merasa lebih baik dalam 8 minggu. Sisanya sekitar 5% mengalami keluhan yang berlanjut sampai lebih dari 6 bulan. Dilihat dari data yang dikumpulkan dari penelitian Pusat Riset dan Pengembangan Ekologi Kesehatan, Departemen Kesehatan. Penelitian ini melibatkan 800 orang dari 8 sektor informal di Tanah Air. Hasilnya menunjukkan, gangguan muskuloskeletal dialami oleh sekitar 31,6% petani kelapa sawit di Riau, 21% perajin wayang kulit di Yogyakarta, 18% perajin onix di Jawa Barat, 16,4% penambang emas di Kalimantan Barat, 14,9% perajin sepatu di Bogor, dan 8% perajin kuningan di Jawa Tengah. Perajin batu bata di Lampung dan nelayan di DKI Jakarta adalah kelompok pekerja yang paling banyak menderita gangguan muskuloskeletal, masing-masingnya sekitar 76,7% dan 41,6% dan rata-rata semua pekerja mengeluhkan nyeri di punggung, bahu, dan pergelangan tangan (Herryanto, 2004). Di negara industri seperti Indonesia, nyeri punggung banyak menyerang pekerja usia produktif sekitar 20-40 tahun (Arda, 2007 dalam Hartiyah 2009). Salah satu kegiatan yang memiliki potensi risiko terjadinya gangguan NPB yaitu menyulam dikarenakan aktifitas yang dilakukan merupakan pekerjaan statis dan membutuhkan waktu yang lama untuk menyelesaikan agar menjadi sebuah kain salah satunya proses kain tapis yang memakan waktu 3 bulan untuk

4

menyelesaikan kain tapis serta bekerja dalam posisi duduk yang terlalu lama juga dapat menimbulkan nyeri punggung bawah pada pekerja sulam kain tapis. Kain Tapis adalah pakaian wanita suku Lampung yang berbentuk kain sarung terbuat dari tenun benang kapas dengan motif atau hiasan bahan sugi, benang perak atau benang emas dengan sistim sulam (Lampung; "Cucuk"). Dengan demikian yang dimaksud dengan Tapis Lampung adalah hasil tenun benang kapas dengan motif, benang perak atau benang emas dan menjadi pakaian khas suku Lampung. Jenis tenun ini biasanya digunakan pada bagian pinggang ke bawah berbentuk sarung yang terbuat dari benang kapas dengan motif seperti motif alam, flora dan fauna yang disulam dengan benang emas dan benang perak. Kain Tapis saat ini diproduksi oleh pengrajin dengan ragam hias yang bermacammacam sebagai barang komoditi yang memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi (Artha, 2008). Tapis Lampung termasuk kerajian tradisional karena peralatan yang digunakan dalam membuat kain dasar dan motif-motif hiasnya masih sederhana dan dikerjakan oleh pengerajin. Kerajinan ini dikerjakan oleh wanita, pembuatan kain tapis di Bandar Lampung merupakan industri rumahan (home industry) dimana pekerja tidak terikat oleh suatu badan atau perusahaan (Artha, 2008). Dari hasil studi pendahuluan yang dilakukan di bulan November 2010 pada 10 pengrajin kain tapis di Sanggar Family Art, Bandar Lampung dengan menggunakan Nordic Body Map, diketahui proses pembuatan kain tapis dari awal hingga akhir proses didapatkan postur kerja dalam posisi duduk dengan lama kerja antara 8 sampai 10 jam setiap harinya secara terus menerus dan

5

proses kerja menyulam dilakukan secara berulang-ulang, serta diketahui bahwa pekerja seluruhnya mengalami MSDs setelah bekerja, 80% merasakan sakit pada punggung bawah atau pinggang, 50% nyeri pada lengan kanan atas, 40% nyeri pada leher atau tengkuk kepala, dan 20% nyeri pada bokong. Berdasarkan uraian didapat keluhan yang paling sering terjadi pada pengrajin tapis di Sanggar Family Art yakni sakit atau nyeri pada punggung bawah atau pinggang yakni sebesar 80% pengrajin mengalami keluhan pada punggung bawah atau pinggang. Sehingga peneliti tertarik untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan keluhan nyeri punggung bawah pada proses penyulaman kain tapis di Sanggar Family Art Bandar Lampung. Selain itu belum adanya penelitian yang dilakukan mengenai faktor-faktor terkait dengan keluhan Nyeri Punggung Bawah pada proses penyulaman kain tapis di Sanggar Family Art Bandar Lampung tahun 2011.

1.2 Rumusan Masalah Seharusnya setiap institusi formal atau non-formal menyediakan lingkungan yang kondusif bagi pekerja agar terhindar dari penyakit akibat kerja seperti NPB. NPB adalah sindroma klinik yang ditandai dengan gejala utama nyeri atau perasaan lain yang tidak enak di daerah tulang punggung bagian bawah. sebagian besar karyawan akan menghabiskan waktu dengan posisi duduk dan sebanyak 60 % orang dewasa mengalami nyeri pinggang bawah karena masalah duduk. Menurut survey sektor HORECA, akibat kejadian NPB banyak terjadi pada sektor ini yaitu sekitar 33% nyeri punggung, 20,3% mengalami nyeri leher, sekitar 11,5% nyeri di bagian upper limbs dan 17,6% di bagian lower limb,

6

dan 34% dari pekerja dilaporkan menderita sakit punggung (European Agency for Safety and Health at Work, 2000). Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang telah dilakukan di Sanggar Family Art Bandar lampung pada bulan November 2010 terhadap 10 pengrajin kain tapis di Bandar Lampung, delapan dari sepuluh pekerja mengalami atau merasakan adanya keluhan nyeri punggung seperti nyeri ataupun pegal-pegal setelah melakukan pekerjaan yang diakibatkan oleh posisi kerja yang statis dan dalam waktu yang lama. Gangguan nyeri punggung bawah pada pekerja dapat menurunkan tingkat produktivitas kerja, menurunkan performance kerja, serta kualitas kerja, hubungan dalam kerja, kurangnya konsentrasi kerja dan meningkatkan risiko terjadinya kecelakaan. Serta belum pernah ada penelitian terkait dengan faktor-faktor yang berhubungan dengan keluhan nyeri punggung bawah pada proses penyulaman kain tapis di Sanggar Family Art Bandar Lampung. Berdasarkan uraian diatas, maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui apakah ada hubungan antara pekerjaan, usia pekerja, masa kerja, kebiasaan merokok, indeks masa tubuh, kebiasaan olahraga dengan keluhan nyeri punggung bawah pada proses penyulaman kain tapis di Sanggar Family Art Bandar Lampung tahun 2011.

1.3 Pertanyaan Penelitian 1. Bagaimana gambaran keluhan Nyeri Punggung Bawah Pada Proses Penyulaman Kain Tapis Di Sanggar Family Art Bandar Lampung tahun 2011?

7

2. Bagaimana gambaran faktor pekerjaan pada proses penyulaman kain tapis Sanggar Family Art Bandar Lampung tahun 2011? 3. Bagaimana gambaran faktor pekerja (usia, indeks masa tubuh, kebiasaan merokok kebiasaan olahraga, masa kerja) pada proses penyulaman kain tapis di Sanggar Family Art Bandar Lampung tahun 2011? 4. Apakah ada hubungan antara faktor pekerjaan dengan keluhan Nyeri Punggung Bawah Pada Proses Penyulaman Kain Tapis Di Sanggar Family Art Bandar Lampung tahun 2011? 5. Apakah ada hubungan antara usia pekerja dengan keluhan Nyeri Punggung Bawah Pada Proses Penyulaman Kain Tapis Di Sanggar Family Art Bandar Lampung tahun 2011? 6. Apakah ada hubungan antara masa kerja pekerja dengan keluhan Nyeri Punggung Bawah Pada Proses Penyulaman Kain Tapis Di Sanggar Family Art Bandar Lampung tahun 2011? 7. Apakah ada hubungan antara indeks masa tubuh pekerja dengan keluhan Nyeri Punggung Bawah Pada Proses Penyulaman Kain Tapis Di Sanggar Family Art Bandar Lampung tahun 2011? 8. Apakah ada hubungan antara kebiasaan berolahraga dengan keluhan Nyeri Punggung Bawah Pada Proses Penyulaman Kain Tapis Di Sanggar Family Art Bandar Lampung tahun 2011? 9. Apakah ada hubungan antara masa kerja pekerja dengan keluhan Nyeri Punggung Bawah Pada Proses Penyulaman Kain Tapis Di Sanggar Family Art Bandar Lampung tahun 2011?

8

1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1. Tujuan Umum Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan Nyeri Punggung Bawah Pada Proses Penyulaman Kain Tapis Di Sanggar Family Art Bandar Lampung tahun 2011.

1.4.2. Tujuan Khusus 1. Diketahuinya gambaran keluhan Nyeri Punggung Bawah Pada Proses Penyulaman Kain Tapis Di Sanggar Family Art Bandar Lampung tahun 2011. 2. Diketahuinya gambaran faktor pekerjaan pada proses penyulaman kain tapis di Sanggar Family Art Bandar Lampung tahun 2011. 3. Diketahuinya gambaran faktor pekerja (usia, indeks masa tubuh, kebiasaan merokok, kebiasaan olahraga, masa kerja) pada proses penyulaman kain tapis di Sanggar Family Art Bandar Lampung tahun 2011. 4. Diketahuinya hubungan antara faktor pekerjaan dengan keluhan Nyeri Punggung Bawah Pada Proses Penyulaman Kain Tapis Di Sanggar Family Art Bandar Lampung tahun 2011. 5. Diketahuinya hubungan antara faktor usia pekerja dengan keluhan Nyeri Punggung Bawah Pada Proses Penyulaman Kain Tapis Di Sanggar Family Art Bandar Lampung tahun 2011.

9

6. Diketahuinya hubungan antara indeks masa tubuh pekerja dengan keluhan Nyeri Punggung Bawah Pada Proses Penyulaman Kain Tapis Di Sanggar Family Art Bandar Lampung tahun 2011. 7. Diketahuinya hubungan antara kebiasaan merokok pekerja dengan keluhan Nyeri Punggung Bawah Pada Proses Penyulaman Kain Tapis Di Sanggar Family Art Bandar Lampung tahun 2011. 8. Diketahuinya hubungan antara kebiasaan berolahraga pekerja dengan keluhan Nyeri Punggung Bawah Pada Proses Penyulaman Kain Tapis Di Sanggar Family Art Bandar Lampung tahun 2011. 9. Diketahuinya hubungan antara masa kerja pekerja dengan keluhan Nyeri Punggung Bawah Pada Proses Penyulaman Kain Tapis Di Sanggar Family Art Bandar Lampung tahun 2011.

1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1. Program Kesehatan Masyarakat Dapat dijadikan referensi mengenai risiko nyeri punggug bawah pada pekerja informal untuk mahasiswa peminatan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3).

1.5.2. Peneliti Dapat meningkatkan pengetahuan dan mendapatkan kesempatan untuk mengaplikasikan teori yang telah didapat dalam operasional lingkungan kerja, serta sebagai bahan referensi yang dapat dijadikan bahan bacaan oleh peneliti selanjutnya.

10

1.5.3. Pengelola Usaha Tapis Hasil penelitian diharapkan dapat menambah pengetahuan serta pemahaman mengenai bahaya di tempat kerja khususnya keluhan nyeri punggung bawah, sehingga para pengelola secara mandiri dapat melakukan upaya-upaya perlindungan terhadap kesehatan kerja dan terhindar dari penyakit akibat kerja.

1.5.4. Pemerintah Adanya kebijakan atau peraturan yang dibuat untuk menanggulangi masalah MSDs umumnya dan khususnya

NPB, serta pemerintah lebih

memperhatikan kesehatan para pekerja di bidang informal.

1.6 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian dilaksanakan oleh mahasiswa semester sepuluh program studi Kesehatan Masyarakat Universitas Islam Syarif Hidayatullah Jakarta, penelitian ditujukan untuk meneiliti ada atau tidaknya keluhan Nyeri Punggung Bawah Pada Proses Penyulaman Kain Tapis Di Sanggar Family Art Bandar Lampung tahun 2011, dikarenakan pada studi pendahuluan didapatkan delapan dari sepuluh pekerja merasakan sakit pada punggung bawah serta berdasarkan hasil pengamatan postur kerja para pengrajin statis dan duduk terlalu lama sehingga dapat meningkatkan risiko terjadinya nyeri punggug bawah pada pekerja tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan keluhan nyeri punggung bawah yakni faktor pekerjaan dan

11

faktor pekerja atau individu (usia, masa kerja, indeks masa tubuh, kebiasaan olahraga, dan kebiasaan merokok). Penelitian dilakukan pada bulan Januari 2011 sampai Februari 2011 pada pengrajin tapis di Sanggar Family Art Bandar Lampung. Penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif dengan desain cross sectional study serta menggunakan Form RULA. Pengambilan data dilakukan dengan cara pengambilan data primer. Data primer diperoleh melalui pengukuran langsung keluhan nyeri punggung bawah pada pengrajin tapis dan persentase paparan nyeri punggung bawah serta karakteristik pekerja. Data karakteristik pekerja diperoleh melalui kuesioner, data persentase paparan nyeri punggung bawah melalui observasi. Data data tersebut dianalisis secara univariat dan bivariat.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Nyeri Punggung Bawah 2.1.1 Definisi Nyeri punggung bawah atau low back pain (LBP) adalah suatu keadaan dengan rasa tidak nyaman atau nyeri akut pada daerah ruas lumbalis kelima dan sakralis (L5-S1). Nyeri pada punggungg bawah dirasakan oleh penderita dapat terjadi secara jelas atau samar serta menyebar atau terlokalisir (Pheasant 1991) Nyeri punggung bagian bawah adalah salah satu dari sekian banyak akibat yang bersumber dari ketidaknyamanan kerja. Tapi dapat juga terjadi dari aktivitas sehari-hari, misalnya seperti mengendarai mobil, melakukan pekerjaan rumah atau berkebun. Walaupun anatomi tulang belakang diketahui dengan baik, menemukan penyebab nyeri pinggang bawah menjadi masalah yang cukup serius bagi

orang-orang

klinis.

LBP

merupakan

salah

satu

jenis

kelainan

muskuloskeletal akibat kerja yang paling sering dan mengakibatkan biaya yang paling tinggi. Stephen Pheasant (1999) menggambarkan prosentase distribusi cedera terjadi pada bagian tubuh akibat Lifting dan Handling.

12

13

Gambar 2.1 Grafik Kejadian MSDs

SUMBER : Pheasant, 1999

Dari gambar diatas nampak jelas bahwa punggung mempunyai prosentase cedera yang paling besar apabila dibandingkan dengan bagian tubuh yang lain.

2.1.2 Stadium Penyakit Stadium penyakit, derajat nyeri dan disfungsi akibat nyeri pinggang. Stadium nyeri disebut akut bila nyeri hilang spontan kurang dari 4-5 minggu. Nyeri lebih lama dari 5 minggu disebut stadium kronis. Klasifikasi derajat nyeri dapat dilihat sebagai berikut: 1) Derajat minimal, keluhan nyeri hanya kadang-kadang. Bila ada keluhan tidak menghambat kegiatan sehari-hari. 2) Derajat ringan (mild), bila nyeri pinggang menetap dan ada hubungannya dengan kegiatan pada posisi tubuh membungkuk, duduk dan berdiri lama. Akibatnya terjadi kelelahan otot disertai memar otot (strain, sprain,

14

overused). Keluhan LBP tidak menyebabkan berhenti dari kegiatan normal yang lama. 3) Derajat berat (severe) keluhan LBP sangat berat sehingga hanya mampu melaksanakan kegiatan minimal seperti bangkit dari tidur, duduk dan bangkit untuk berdiri. Keluhan nyeri yang timbul hampir tak dapat ditahan.

2.1.3 Strategi pencegahan NPB Secara garis besar terdapat dua jenis pencegahan terhadap NPB (Institute for Occupational Safety and Health: 2000:30) a. Pencegahan primer, dimana tujuannya adalah mencegah terjadinya serangan NPB semenjak dari awal. b. Pencegahan sekunder, tujuannya adalah mencegah serangan NPB kronik dan kambuhnya kembali NPB Strategi untuk mencegah NPB di tempat kerja dapat dilakukan melalui usaha-usaha sebagai berikut: a. Mengurangi kerja yang memerlukan tenaga fisik dalam jumlah yang besar. Menghilangkan pekerjaan mengangkat atau jenis pekerjaan lain yang membebani tubuh merupakan prioritas pertama untuk mencegah dan mengurangi NPB yang terkait pekerjaan. Beberapa strategi mungkin untuk dilakukan antara lain: 1) Mengoptimalkan faktor tempat kerja a) Mendesain pekerjaan: mengurangi kebutuhan untuk menangani beban, mengurangi ketajaman dan ukuran dari beban, mengurangi jumlah perpindahan dan jarak perpindahan beban.

15

b) Mendesain tempat kerja: menyediakan ruang yang cukup untuk pergerakan tubuh, mengghindari membungkukan batang tubuh c) Mendesain organisasi kerja: hubungan yang memadai antara tuntutan pekerjaan dan istirahat, durasi dan frekuensi dari membawa beban 2) Peralatan penanganan bahan 3) Back Belt Biasanya sabuk ini digunakan menopang punggung selama masa rehabilitasi cedera punggung, namun penggunaannya kini semakin meluas, salah satunya adalah untuk mencegah terjadinya NPB Keuntungan dari penggunaan sabuj punggung adalah: A. Usaha internal dari tulang belakang berkurang saat terjadi pergerakan tenaga pada punggung. B. Tekanan intra abdominal meningkat, yaitu mengimbangi besarnya tekanan pada punggung C. Bagian punggung mengeras sehingga dapat menurunkan tekanan atau gaya D. Pengguna selalu diingatkan untuk membawa beban dengan cara yang tepat b. Meningkatkan Organisasi kerja c. Pendidikan dan pelatihan (sebagai bagian dari pendekatan yang terintegrasi). Training yang perlu diberikan adalah pelatihan cara atau teknik membawa beban, pengetahuan tentang biomekanik yang dapat meningkatkan pengertian

16

dan kesadaran pekerja terhadap cedera punggung, pelatihan terhadap tubuh melalui latihan kebugaran fisik sehingga tidak rentan terhadap cedera d. Tindakan medis dan rehabilitasi e. Strategi kognitif dan behavioral (contoh: strategi coping)

2.2 Anatomi Tulang Belakang Tulang belakang adalah sebuah struktur lentur yang di bentuk oleh sejumlah tulang yang disebut vertebra atau ruas tulang belakang. Pada orang dewasa

panjang

tulang

belakang

dapat

mencapai

57-67

cm.

Tulang

belakangmemiliki 33 ruas yang terdiri dari 24 buah ruas merupakan tulang-tulang yang terpisah dan 9 ruas lainnya tergabung membentuk dua tulang. Vertebra di kelompokkan menjadi beberapa bagian dan di beri nama sesuai dengan daerah yang di tempati yaitu : a. Vertebra Torakalis atau ruas tulang punggung membentuk bagian belakang toraks atau dada yang terdiri dari 12 ruas b. Vertebra Serukalis atau ruas tulang bagian leher membentuk daerah tengkuk yang terdiri dari 7 buah c. Vertebra Lumbalis atau ruas tulang punggung membentuk daerah lumbal atau pinggang yang terdiri dari 5 buah d. Vertebra Sakralis atau tulang kelangkang membentuk sacrum atau tulang kelangkang yang terdiri dari 5 buah e. Vertebra Kosigeus atau ruas tulang punggung membentuk tulang koksigeus atau tulang tungging yang terdiri dari 4 buah.

17

2.2.1 Fisiologi Kolumna vertebralis memperlihatkan 4 lengkung anteroposterior yaitu lengkung vertikal pada daerah leher melengkung kedepan, daerah torakal melengkung kebelakang, daerah lumbal melengkung kedepan dengan daerah 20 pervil melengkung kebelakang. Kolumna vertebralis bekerja sebagai pendukung badan yang kokoh dan sekaligus juga bekerja sebagai penyangga dengan perantara tulang rawan cakram intervertebralis yang lengkungnya memberi fleksibilitas dan memungkinkan membomgkok tanpa patah. Cakramnya juga berguna untuk menyerap goncangan yang terjadi bila menggerakan badan seperti waktu berlari dan meloncat. Dengan demikian otak dan sumsum tulang belakang terlindung terhadap goncangan. Kolumna vertebralis juga memikul berat badan, menyediakan permukaan untuk kaitan otot dan membentuk tapal batas posterior yang kukuh untuk rongga-rongga badan dan memberi kaitan pada iga. (Peace C.Evelin, 1999 : 56)

18

Gambar 2.2 Anatomi Tulang Belakang

Sumber : Eveline C. Pearce. Anatomi dan Fisiologi Tulang Belakang

2.3 Faktor Resiko Nyeri Punggung Bawah Faktor risiko adalah sifat atau karakteristik pekerja atau lingkungan kerja yang dapat meningkatkan kemungkinan pekerja menderita gejala MSDs (LaDao, dalam Nur Jannah 2008). Ada beberapa faktor yang terbukti berkontribusi menyebabkan MSDs, yaitu pekerjaan yang dilakukan dengan postur janggal, kerja statis, gerakan repetitif dan penggunaan tenaga yang besar merupakan faktor risiko terjadinya MSDs (Pheasant, 1991). Selain itu telah adanya bukti ini semakin kuat ketikapekerja diekspos oleh stressos ini secara bersamaan (Bridger, 2003).

19

Faktor risiko ergonomi didefinisikan sebagai kondisi suatu tugas atau proses atau operasi yang berpengaruh bagi timbulya MSDs, dan nyeri punggung bawah (NPB) terdapat dalam macam-macam gangguan MSDs. Oleh karena itu pemaparan terhadap faktor risiko ergonomi sabaiknya dibatasi atau dihindarkan. Faktor risiko ergonomi merupakan aspek dari pekerjaan atau tugas yang memberikan “biomechanical stress” pada pekerja. Pemaparan dari faktor risiko ergonomi pada tempat kerja yang dapat menyebabkan atau memberikan konstribusi bagi perkembangan sistem musculoskeletal. Faktor-faktor risiko tersebut bisa diklasifikasikan dalam tiga kategori yaitu pekerjaan, lingkungan dan manusia atau pekerja. Faktor risiko adalah sifat atau karakteristik

pekerja

atau

lingkungan

kerja

yang dapat

meningkatkan

kemungkinan pekerja atau petugas yang memberikan “biomechanical stress” pada pekerja. Faktor-faktor risiko ergonomi tersebut antara lain: 2.3.1 Faktor Pekerjaan Berdasarkan karakteristik pekerjaan yang dilakukan oleh seseorang dalam interaksinya dengan sistem kerja. Berdasarkan penelitian telah terbukti bahwa tinjauan secara biomekanik serta data statistik menunjukkan bahwa faktor pekerjaan berkontribusi pada terjadinya cedera otot akibat bekerja (Armstrong, 1979; Wisseman & Badger, 1970; Werner, 1997) dikutip Chaffin (1999). Berdasarkan penelitian Anggraeni didapatkan ada hubungan bermakna dari faktor pekerjaan dengan diperolehnya Pvalue sebesar 0.003. Berikut ini faktor-faktor pekerjaan yang bisa menyebabkan terjadinya cedera pada otot atau jaringan tubuh :

20

1. Postur Janggal (Postur Kerja Tidak Alamiah) Postur janggal adalah sikap kerja yang menyebabkan posisi bagianbagian tubuh bergerak menjauhi posisi alamiah, misalnya pergerakan tangan terlalu tinggi, punggung terlalu membungkuk, kepala terangkat dan sebagainya. Semakin jauh posisi bagian tubuh dari pusat gravitasi tubuh, maka semakin tinggi pula risiko terjadinya keluhan otot skeletal. Sikap kerja yang tidak alamiah ini pada umumnya karena karakteristik tuntutan tugas, alat kerja dan stasiun kerja tidak sesuai dengan kemampuan dan keterbatasan pekerja (Tarwaka et al, 2004) 2. Postur Statis merupakan postur saat kerja fisik dalam posisi yang sama dimana pergerakan yang terjadi sangat minimal. Kondisi ini memberikan peningkatan beban pada otot tendon yang menyebabkan kelelahan. Aliran darah yang membawa nutrisi dan oksigen serta pengangkutan sisa metabolisme pada otot menjadi terhalang. Gerakan yang dipertahankan >10 detik dinyatakan postur statis. Beberapa penelitian yang dilakukan oleh pakar fisiologi kerja ditemukan bahwa sikap kerja yang tidak alamiah (sikap statis dalam waktu yang lama) dapat mengakibatkan gangguan pada sistem otot rangka atau MSDs. 3. Peregangan Otot yang Berlebihan Peregangan otot yang berlebihan (over exertion) pada umumnya sering dikeluhkan oleh pekerja dimana aktivitas kerjanya menuntut pengerahan tenaga yang besar seperti aktivitas mengangkat, mendorong, menarik dan

21

menahan beban yang berat. Peregangan otot yang berlebihan ini terjadi karena pengerahan tenaga yang diperlukan melampaui kekuatan optimum otot. Apabila hal serupa sering dilakukan, maka dapat mempertinggi risiko terjadinya keluhan otot, bahkan dapat menyebabkan terjadinya cedera otot skeletal (Tarwaka et al, 2004). 4. Aktivitas Berulang Aktivitas berulang adalah pekerjaan yang dilakukan secara terus menerus seperti pekerjaan mencangkul, membelah kayu besar, angkat-angkat dan sebagainya. Keluhan otot terjadi karena otot menerima tekanan akibat beban kerja secara terus-menerus tanpa memperoleh kesempatan untuk relaksasi (Tarwaka et al, 2004) 5. Force atau Load Force atau load adalah massa beban atau berat benda yang diangkat oleh pekerja dalam satuan Kg. Massa beban atau objek merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya gangguan otot rangka. Risiko yang berkaitan dengan berat beban perlu memperhatikan durasi dan frekuensi beban yang akan ditangani. Risiko cedera punggung meningkat jika beban yang diatangani lebih dari 4.5 kg pada posisi duduk atau >16 kg pada posisi selain duduk. Menurut ILO, berat objek yang direkomendasikan adalah 23-25 kg. Ruas tulang belakang hanya diperbolehkan untuk menanggung beban kurang dari 20 lb atau 9 kg. Tangan, siku, bahu dan kaki hanya diperbolehkan mengangkat beban kurang dari 10 lb atau 4,5 kg, sedangkan beban yang dijepit pada tangan tidak

22

boleh melebihi 2 lb atau 0,9 kg dengan durasi tidak melebihi 10 detik dan durasi pada kaki tidak boleh dilakukan lebih dari 30% perhari (Humantech, 1995). 2.3.2 Karakteristik Lingkungan 1). Vibrasi Vibrasi terjadi akibat adanya transfer energy mekanik osilasi ke seluruh tubuh atau sebagian tubuh. Respon organ atau jaringan tubuh terhadap getaran vertikaldiantaranya: 3-4 Hz (resonansi kuat pada membrane vertebra cervicalis), 4 Hz (resonansi pada vertebra lumbalis), 4-5 Hz (resonansi pada tangan), 4-5 Hz (resonansi sangat kuat pada sendi bahu) (Pulat, 1997 dalam Atmaja, 2007). Getaran dengan frekuensi tinggi akan menyebabkan kontraksi otot bertambah. Kontraksi stasis ini menyebabkan peredaran darah tidak lancer, penimbunan asam laktat meningkat, dan akhirnya timbul rasa nyeri otot (Suma’mur, 1989). Paparan dari getaran lokal terjadi ketika bagian tubuh tertentu kontak dengan objek yang bergetar, seperti kekuatan alat-alat yang menggunakan tangan. Paparan getaran seluruh tubuh dapat terjadi ketika berdiri atau duduk dalam lingkungan atau objek yang bergetar, seperti ketika mengoperasikan kendaraan atau mesin yang besar (Cohen et al, 1997). 2). Mikroklimat Paparan suhu dingin yang berlebihan dapat menurunkan kelincahan, kepekaan, dan kekuatan pekerja sehingga gerakan pekerja menjadi terhambat, sulit gerak yang disertai dengan menurunnya kekuatan otot. Demikian juga dengan paparan udara yang panas. Beda suhu lingkungan dengan suhu tubuh

23

yang terlampau besar menyebabkan sebagian energy yang ada dalam tubuh akan termanfaatkan oleh tubuh untuk beradaptasi dengan lingkungan tersebut. Apabila hal ini tidak diimbangi dengan pasokan energi yang cukup, maka akan terjadi kekurangan suplai energi ke otot. Sebagai akibatnya, peredaran darah kurang lancar, suplai oksigen ke otot menurun, proses metabolisme karbohidrat terhambat dan terjadi penimbunan asam laktat yang dapat menimbulkan nyeri otot (Tarwaka et al, 2004 dalam Zulaeha, 2008). Pada temperatur di bawah 39.20F (40C), efek pengupan dingin dapat terjadi dan memperburuk faktor risiko MSDs lain (DiBerardinis, 1999 dalam Rahayu, 2004). 3). Iluminasi Tingkat

iluminasi

berkaitan

dengan

sifat

pekerjaan

apakah

membutuhkan ketelitian atau tidak. Pekerjaan yang membutuhkan ketelitian tinggi maka memerlukan iluminasi yang cukup banyak yakni mencapai 1000 Lux sedangkan pekerjaan yang tidak membutuhkan ketelitian hanya memerlukan tingkat iluminasi yang lebih rendah. Jika tingkat iluminasi pada suatu tempat tidak memenuhi persyaratan maka akan menyebabkan postur leher untuk fleksi ke depan (menunduk) dan postur tubuh untuk fleksi (membungkuk) yang berisiko mengalami MSDs (Bridger, 1995). 2.3.3

Karakteristik Individu

1). Usia Umumnya keluhan otot skeletal mulai dirasakan pada usia kerja yaitu 25-65. Keluhan pertama biasanya dirasakan pada usia 35 tahun dan tingkat

24

keluhan akan terus meningkat sejalan dengan bertambahnya usia. Hal ini terjadi karena pada usia setengah baya, kekuatan dan ketahanan otot mulai menurun setengah baya, kekuatan dan ketahanan otot mulai menurun sehingga risiko terjadinya keluhan otot meningkat (Tarwaka et al, 2004). Usia berbanding langsung dengan kapasitas fisik sampai batas tertentu dan mencapai puncaknya pada usia 24 tahun. Pada usia 50-60 tahun kekuatan otot menurun sebesar 25%, kemampuan sensoris motoris menurun sebanyak 60%. Selanjutnya kemampuan kerja fisik seseorang yang berusia 60 tahun tinggal mencapai 50% dari usia manusia yang berusia 25 tahun. Bertambahnya usia akan diikuti penurunan; VO2 max, tajam penglihatan, pendengaran, kecepatan membedakan sesuatu, membuat keputusan dan kemampuan mengingat jangka pendek. Dengan demikian pengaruh usia selalu dijadikan pertimbangan dalam memberikan pekerjaan bagi seseorang (Tarwaka et al, 2004) Pada Penelitian Anggraeni (2010) pekerja yang berusia ≥ 35 tahun memiliki risiko 4.018 kali untuk mengalami carpal tunnel syndrome dibandingkan dengan pekerja yang berusia < 35 tahun dengan Pvalue sebesar 0.037. Usia mempunyai hubungan yang sangat kuat dengan keluhan otot leher dan bahu, bahkan ada beberapa penelitian lainnya menyatakan bahwa usia merupakan penyebab utama terjadinya keluahan. Usia berkaitan dengan perubahan degenerative fungsi fisiologi tubuh. Pertambahan usia berarti terjadi perubahan pada jaringan tubuh dan tubuh menjadi semakin rentan

25

sehingga pada semakin bertambah usia makan semakin berisiko MSDs (Riihimaki, 1998 dalam Zulaeha, 2008). 2). Jenis Kelamin Walaupun masih ada perbedaan pendapat dari beberapa ahli tentang pengaruh jenis kelamin terhadap risiko keluhan otot skeletal, namun beberapa hasil penelitian secara signifikan menunjukan bahwa jenis kelamin mempengaruhi tingkat risiko keluhan otot. Hal ini terjadi karena secara fisiologis, kemampuan otot wanita memang lebih rendah dari pria (Tarwaka etal, 2004). Hasil penelitian Betti’e et al. (1989) menunjukkan bahwa rata-rata kekuatan otot wanita kurang lebih hanya 60% dari kekuatan otot pria, khususnya untuk otot lengan, punggung dan kaki. Hal ini diperkuat oleh hasil penelitian Chiang et al. (1993), Bernard et al. (1994), hales et al. (1994), dan Johansonb(1994) yang menyatakan bahwa perbandingan keluhan otot antara pria dan wanita adalah 1:3 (Tarwaka, et al. 2004). 3). Kebiasaan Merokok Boshuizen et al (1993) menemukan hubungan yang signifikan antara kebiasaan merokok dengan keluhan otot pinggang, khususnya untuk pekerjaan yang memerlukan pengerahan otot, karena nikotin pada rokok dapat menyebabkan berkurangnya aliran darah ke jaringan. Selain itu, merokok dapat pula menyebabkan berkurangnya kandungan mineral pada tulang sehingga menyebabkan nyeri akibat terjadinya keretakan atau kerusakan pada tulang (Bernard et al, 1997; De Beek & Herman, 2000).

26

Semakin lama semakin dan tinggi frekuensi merokok, semakin tinggi pula tingkat keluhan yang dirasakan (Tarwaka et al, 2004 dalam Zulaeha, 20068). Perokok lebih memiliki kemungkinan menderita masalah punggung dari pada bukan perokok. Efeknya adalah hubungan dosis dan lebih kuat dari pada yang diharapkan dari efek batuk. Risiko meningkat sekitar 20% untuk setiap 10 batang rokok perhari (Pheasant, 1991 dalam Zulaeha, 2008). Anggraeni

tahun 2010 didapatkan hasil bahwa kebiasaan merokok tidak

memiliki hubungan yang signifikan dengan keluhan NPB dengan Pvalue sebesar 1. 4). Kebiasaan Olahraga Aerobic fitness meningkatkan kemampuan kontraksi otot. Delapan puluh persen (80 %) kasus nyeri tulang punggung disebabkan karena buruknya tingkat kelenturan (tonus) otot atau kurang berolah raga. Otot yang lemah terutama pada daerah perut tidak mampu menyokong punggung secara maksimal. Contoh Olahraga Kesehatan berbentuk senam (Aerobiks) ialah Senam Pagi Indonesia seri D (SPI-D). Satu seri SPI-D memerlukan waktu 1’45”, sehingga untuk memenuhi kriteria waktu yang adekuat maka SPI-D harus dilakukan minimal 6x berturut-turut tanpa henti, yang akan mencapai waktu 10.5 menit. Ciri-ciri olahraga aerobik, olahraga yang mengaktifkan otot: a. ≥ 40% b. Secara serentak/simultan

27

c. Dengan intensitas yang adekuat dan sesuai usia (mencapai denyut nadi latihan 65-80% DNM) d. Secara kontinyu dengan waktu adekuat (minimal 10 menit) Contoh olahraga aerobik yaitu lari/joging, lari di tempat, renang, senam, berjalan cepat selama 30 menit selama 6 hari dalam satu minggu dan beristirahat pada hari Sabtu, bersepeda, selain itu olahraga lari juga dapat mencapai tingkat edekuat sesuai kriteria Cooper jika dilakukan secara teratur dan terus-menerus, disarankan tiga kali seminggu dengan latihan selang, misalnya: Senin – Rabu – Jumat atau Selasa – Kamis – Sabtu. (Cooper, 1982 dalam Hazami, 2010) Penelitian yang dilakukan Rahmat (2007) menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara kejadian low back pain dengan kebiasaan olahraga dengan p value 0,029. 5). Indeks Masa Tubuh (IMT) Antropometri berasal dari bahasa Yunani yaitu Antropos (manusia) dan metricos (pengukuran), antropometri merupakan suatu pengukuran yang sistematis terhadap tubuh manusia. Antropometri yang merupakan ukuran tubuh digunakan untuk merancang suatu sarana kerja yang sesuai dengan ukuran tubuh pengguna sarana kerja yang bersangkutan. Desain ergonomis pada suatu populasi, peralatan yang diperuntukan kepada kaum laki- laki dan perempuan seharusnya berbeda, karena antropometri laki- laki dan perempuan berbeda (Gempur Santoso, 2004). Menurut WHO (2005) indeks masa tubuh (IMT) dikategorikan menjadi tiga yaitu kurus ( <18.5) normal (18.5-25) dan

28

gemuk ( >25). Jika seseorang mengalami kelebihan berat badan maka orang tersebut akan berusaha untuk menyangga berat badan dari depan dengan mengontraksikan otot punggung bawah. Dan apabila ini terus berlanjut maka akan menyebabkan penekanan pada bantalan saraf tulang belakang yang mengakibatkan hernia nucleus pulposus (Tan HC dan Horn SE, 1998). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Anggraeni menyatakan ada hubungan yang bermakna keluhan yang dialami dengan indeks masa tubuh dengan diperolehnya Pvalue sebesar 0.036. 6). Masa Kerja Masa kerja adalah panjangnya waktu terhitung mulai pertama kali pekerja masuk

kerja hingga saat penelitian berlangsung (Amalia, 2007).

Sedangkan menurut Sedarmayanti (1996) lama masa kerja adalah satu fakor yang termasuk kedalam komponen ilmu kesehatan kerja. Pekerja fisik yang dilakukan secara kontinyu dalam jangka waktu yang lama akan berpengaruh terhadap mekanisme dalam tubuh (sistem peredaran darah, pencernaan, otot, syaraf dan pernafasan). Kejadian musculosksletal disorders dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor individu, salah satunya adalah pengalaman bekerja. Lamanya pekerja bekerja di suatu industri, mempengaruhi kesakitan musculoskeletal yang dirasakan. Beberapa hasil studi menyatakan bahwa absen sakit dikarenakan kesakitan pada upper limbs lebih tinggi pada pekerja yang baru dibandingkan pekerja yang telah berpengalaman, terutama pada kelompok pekerja dengan beban kerja tinggi (Hakkanen et al, 2001).

29

Dan penelitian yang dilakukan oleh Hendra & Rahardjo (2009) pekerja yang mempunyai masa kerja lebih dari 4 tahun mempunyai risiko 2,755 kali dibandingkan pekerja dengan masa kerja ≤ 4 tahun. Rihiimaki et al (1989) menjelaskan bahwa masa kerja mempunyai hubungan yang kuat dengan keluhan otot.

2.4 Metode Penilaian Risiko NPB 2.4.1 Rapid Entire Body Assessment (REBA) REBA adalah metode yang dikembangkan oleh Sue Hignett dan Lynn McAtamney yang secara efektif digunakan untuk menilai postur tubuh pekerja. REBA telah dikembangkan untuk menilai tipe dari ketidakpastian penemuan postur pekerjaan dalam pelayanan kesehatan dan industri lainnya. Data dikumpulkan tentang postur tubuh, gaya yang digunakan, tipe dari pergerakan dan tindakan, pengulangan kerja, dan Coupling. Skor akhir dari REBA memberikan indikasi dari level risiko dan tingkat keparahan dengan mengambil tindakan mana yang harus didahulukan. (Hignett dan McAtamney, 2000). Metode ini relatif mudah digunakan karena untuk mengetahui nilai suatu anggota tubuh tidak diperlukan besar yang spesifik, hanya berupa range sudut. Terdapat

tiga

tahapan

proses

perhitungan

yang

dilalui

yaitu:

mengumpulkan data mengenai postur pekerja tiap kegiatan menggunakan video atau foto. 1. menentukan sudut pada postur tubuh saat bekerja pada bagian tubuh seperti: a. Badan (trunk)

30

b. Leher (neck) c. Kaki (leg) d. Lengan bagian atas (upper arm) e. Lengan bagian bawah (lower arm) f. Pergelangan tangan (hand wrist) 2. Menentukan berat beban, pegangan (coupling) dan aktivitas kerja 3. Menentukan nilai REBA untuk postur yang relevan dan menghitung skor akhir dari kegiatan tersebut. 2.4.2 Job Strain Index (JSI) JSI membagi pekerjaan menjadi tugas-tugas yang diukur atau menilai 6 variabel-variabel tugas berikut yaitu intesitas penggunaan, durasi waktu penggunaan persiklus, jumlah dari kegiatan per menit, postur pergelangan tangan, kecepatan penggunaan, dan durasi tugas per hari. JSI digunakan hanya untuk gerakan-gerakan berulang pada tubuh bagian atas yaitu siku, lengan bawah, tangan, dan pergelangan tangan. 2.4.3 Quick Exposure Checklist (QEC) Quick Exposure Checklist (QEC) merupakan metode untuk mengukur risiko terkait penyakit akibat musculoskeletal disorder (MSDs) dalam hal ini NPB (Li dan Buckle, 1999). Penggunaan QEC mudah diterapkan, berfungsi untuk mengevaluasi tempat kerja dan desain peralatan kerja serta memudahkan untuk mendesain ulang tempat kerja. QEC membantu mencegah bahaya NPB yang ada di tempat kerja. Metode ini telah dikembangkan oleh praktisi di bidang keselamatan dan kesehatan kerja pada beberap perusahaan untuk.

31

a) Mengidentifikasi faktor risiko untuk pekerjaan terkait cidera bagian belakang. b) Mengevaluasi level risiko untuk bagian tubuh yang berbeda. c) Mengukur perbedaan risiko NPB pada sebelum dan sesudah pekerjaan. d) Mengembangkan tempat kerja menjadi sarana dalam mengurangi risiko NPB pada sebelum dan sesudah pekerjaan. e) Meningkatkan kesadaran tingkat manager, teknisi, desainer, kesehatan dan pelaksana keselamatan terhadap faktor risiko ergonomi di tempat kerja. Membandingkan tingkat paparan yang diterima oleh dua pekerja atau lebih dengan pekerjaan yang sama, atau perbandingan risiko dengan pekerjaan lainnya. 2.4.4 RULA (Rapid Upper Limb Assessment) RULA adalah sebuah metode untuk menilai postur, gaya dan gerakan suatu aktifitas kerja yang berkaitan dengan penggunaan tubuh bagian atas (upper limb). RULA digunakan untuk menilai postur, beban dan pergerakan yang berhubungan dengan pekerjaan yang menetap. Seperti pekerjaan yang termasuk pekerjaan yang menggunakan komputer, manufaktur dan pedagang dimana pekerja duduk atau berdiri tanpa berpindah. (Nigel corlett, 2005). Metode ini dikembangkan untuk menyelidiki risiko kelainan yang akan dialami oleh seseorang pekerja dalam melakukan aktivitas kerja yang memanfaatkan anggota tubuh bagian atas (upper limb). RULA memberikan sebuah kemudahan dalam menghitungkan rating dari beban kerja otot dalam menghitungkan rating dari beban kerja pada anggota tubuh bagian atas. Alat ini memasukkan skor tunggal sebagai gambaran foto dari sebuah pekerjaan, yang mana ratig dari postur,

32

besarnya gaya atau beban dan pergerakan yang diharapkan. (McAtamney, 1993 dalam Zulaeha, 2008). 2.4.4.1 Prosedur Penggunaan RULA Adapun prosedur dalam penggunaan RULA menjelaskan 3 tahapan yaitu: a. Postur tubuh untuk dilakukan penelian telah diseleksi/ditentukan. b. Postur tubuh adalh hasil skor dari lembar penilaian, diagram bagian tubuh, dan tabel c. Skor tersebut adalah konversi untuk satu dari empat level gerakan/aksi RULA digunakan untuk intervensi dan penilaian risiko berhubungan dengan masalah ketegangan dan keseleo pada otot. 2.4.4.2 Langkah- Langkah Penilaian RULA Dalam rangka melakukan evaluasi mengenai postur tubuh, teknik RULA membagi menjadi 2 kelompok anggota tubuh, kelompok A yaitu lengan dan pergelangan tangan, kelompok B yaitu leher, punggung dan kaki. Langkah dan observasi penilaiannya yaitu: 1). Kelompok A a) Observasi dan tentukan postur lengan atas sesuai kriteria metode RULA Posisi lengan atas yang baik yaitu ketika lengan berada pada posisi 20 – 20 karena pada posos ini memiliki skor terkecil. Posisi yang beresiko terkena MSDs adalah posisi dengan ektensi, pada sudut 20 – 45, 45 – 90, dan > 90. Skor ini bertambah besar jika bahu terangkat dan lengan atas abduksi karena terdapat perubahan 1 untuk setiap keadaan tersebut. Tetapi skor berkurang satu jika terdapat penyangga lengan.

33

b) Observasi dan tentukan postur lengan bawah sesuai kriteria metode RULA Posisi yang memiliki skor terkecil adalah posisi lengan bawah yang berada pada 60 – 100 sehingga posisi ini dikatakatakan bahwa memiliki risiko terkecil untuk dapat menderita MSDs. Posisi yang lainnya (0 – 100 dan >100) memiliki risiko yang lebih besar untuk menderita MSDs. Skor akan bertambah besar jika lengan bawah menyilang ke garis tengah tubuh dan menjauh dari tubuh karena skor bertambah 1 untuk tiap keadaan tersebut. Semakin besar skor maka semakin besar risiko MSDs. Hal ini dilihat pada gambar di bawah ini. c) Observasi postur pergelangan tangan dan tentukan skornya Posisi pergelangan tangan yang baik adalah posisi normal pada sudut 0 yang mendapat skor 1 (skor terkecil). Jika posisi pergelangan tangan memiliki risiko MSDs. Posisi pergelangan tangan fleksi >15 dan ekstensi merupakan posisi yang berisiko. Risiko akan bertambah besar jika pada pergelangan tangan terjadi deviasi ulnar atau radial karena skor bertambah 1 untuk keadaan tersebut. Selain posisi pergelangan tangan, kelompok A RULA juga mengobservasi putaran pergelangan tangan (pronasi dan supinasi). Menurut metode RULA perputaran pergelangan tangan yang berisiko adalah yang melakukan perputaran keluar (supinasi) karena memiliki skor lebih besar daripada perputaran ke dalam (pronasi). Selain itu, pada saat gerakan supinasi terjadi perlawanan terhadap gaya gravitasi sehingga diperlukan energi lebih besar untuk mempertahankan posisi tangan.

34

Gambar 2.3 Posisi Pergelangan Tangan yang Diamati

Sumber: Doc RULA d) Memasukan tiap skor yang di dapat (skor lengan atas, bawah, pergelangan tangan dan perputarannya) ke dalam tabel A (upper limb posture score) untuk mendapatkan skor postur . Tabel 2.1 Skor A Postur A: Skor Postur Pergelangan Tangan 1 2 3 Pergelangan Pergelangan Pergelangan Lengan Tangan Tangan Tangan Lengan Bawah 1 2 1 2 1 2 1 1 1 2 2 2 2 3 2 2 2 2 2 3 3 3 2 3 3 3 3 3 2 1 2 3 3 3 3 4 2 3 3 3 3 3 4 3 3 4 4 4 4 4 3 1 3 3 4 4 4 4 2 3 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 1 4 4 4 4 4 5 2 4 4 4 4 4 5 3 4 4 4 5 5 5 5 1 5 5 5 5 5 6 2 5 6 6 6 6 7 3 6 6 6 7 7 7 6 1 7 7 7 7 7 8 2 8 8 8 8 8 9 3 9 9 9 9 9 9 Sumber : Stanton, 2005

4 Pergelangan Tangan 1 2 3 3 3 3 4 4 4 4 4 4 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 6 6 6 7 7 7 7 8 8 9 9 9 9 9

35

e) Mengobservasi dan menentukan skor penggunaan otot (muscle use) Penggunaan otot yang berisiko adalah otot yang digunakan secara statis yakni jika otot digunakan selama >1 menit atau digunakan berulang- ulang selama 4 kali atau lebih per menit, sedangkan penggunaan otot yang tidak berisiko adalah tidak termasuk kategori tersebut. Penggunaan otot yang berisiko mendapatkan skor terbesar yaitu 1. f) Observasi dan menentukan skor beban (force) Beban yang tidak berisiko terhadap MSDs adalah beban seberat kurang dari 2 kg yang dilakukan secara intemitten, sedangkan beban yang termasuk kategori berisiko adalah beban yang memiliki berat >2 kg dan dilakukan baik secara intermitten maupun berulang- ulang. g) Menjumlahkan skor postur A dengan skor pengguanaan otot dan beban untuk mendapatkan skor A Skor A = skor postur A + skor penggunaan otot + skor beban 2). Kelompok B a) Mengobservasi dan menentukan skor postur leher Posisi leher yang memiliki risiko terkecil untuk menderita MSDs adalah pada posisi 0. Leher yang membungkuk >20 atau lebih akan semakin memperbesar risiko terkena MSDs. Hal ini dibuktikan dengan semakin besarnya skor untuk tiap postur yang berisiko. Skor akan memiliki nilai yang lebih tinggi jika posisi leher berputar dan miring ke samping karena untuk tiap keadaan ini skor akan bertambah 1.

36

Gambar 2.4 Posisi Leher yanga Diamati

Sumber : Documen RULA b) Observasi dan menentukan skor postur punggung Skor terkecil dimiliki ketika punggung berada pada posisi 0. Skor akan bertambah besar jika badan membungkuk mulai 10 atau lebih, dan untuk tiap keadaan badan berputar atau miring ke samping, maka skor akan bertambah 1. Untuk jelasnya apat dilihat pada gambar di bawah ini. c) Observasi dan menentukan skor kaki Posisi kaki yang baik adalah kaki yang diberikan tempat penyangga dan kaki dalam keadaan seimbang. Untuk kaki yang disangga dan seimbang diberi skor 1, sedangkan jika kaki tidak disangga dan tidak seimbang diberi skor 2. d) Memasukkan nilai tiap postur untuk mendapatkan nilai skor postur B yang di dapat dari tabel B (neck, trunk, leg posture score) Tabel 2.2 Skor B Skor Postur B: Skor Postur Punggung Postur 1 2 3 4 5 Leher Kaki Kaki Kaki Kaki Kaki 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 3 2 3 3 4 5 5 6 6 1 2 3 2 3 4 5 5 5 6 7 2 3 3 3 4 4 5 5 6 6 7 3 5 5 5 6 6 7 7 7 7 7 4 7 7 7 7 7 8 8 8 8 8 5 8 8 8 8 8 8 8 9 9 9 6 Sumber : Stanton, 2005

6 Kaki 1 7 7 7 8 8 9

2 7 7 7 8 8 9

37

e) Mengobservasi dan menentukan skor penggunaan otot dan beban sesuai kriteria f) Memasukan dan menjumlahkan skor postur B dengan pengguanaan otot dan beban untuk mendapatkan skor B Skor B = skor postur B + skor penggunaan otot + skor beban g) Memasukkan ke dalam matriks masing- masing nilai skor A dan skor B untuk mendapatkan nlai skor final (tabel C) Gambar 2. 5 Diagram Alur Skor Final RULA Lengan Atas Lengan Bawah Muscle Use

Pergelangan Tangan

Forces

Skor A

Skor Tabel A Perputaran Pergelangan

Leher

Tabel C Skor Final/ grand score RULA Skor Tabel B Muscle use

Kaki

Force

Skor B

Punggung

Nilai skor final merupakan nilai akhir dalam pengukuran dengan menggunakan metode RULA. Nilai ini memberikan pedoman untuk prioritas investigasi yang berikutnya. Nilai skor final RULA bervariasi dan dinilai menurut

38

prioritas pengendaliannya yaitu mulai dari skor 1- 7. Tabel nilai skor fianl RULA dapat dilihat pada tabel C di bawah ini. Tabel 2.3 Skor C Tabel C: Skor Leher, Punggung dan Kaki 1 2 3 4 5 1 2 3 3 4 1 2 2 3 4 4 2 3 3 3 4 4 3 3 3 3 4 5 4 4 4 4 5 6 5 4 4 5 6 6 6 5 5 6 6 7 7 5 5 6 7 7 8+ Sumber : Stanton, 2005

6 5 5 5 6 7 7 7 7

7+ 5 5 6 6 7 7 7 7

Skor ini kemudian dikelompokkan menjadi action level. Hal ini dapat dilihat sebagai berikut: 1. Action level 1 Action level 1 berarti postur masih dapat diterima (acceptable) jika tidak dipertahankan dalam waktu yang lama. Berlaku untuk skor 1- 2. 2. Action level 2 Action level 2 berarti dibutuhkan investigasi lebih lanjut (investigate further) pada pekerjaan ini dan mungkin dibutuhkan perubahan. Kategori ini untuk skor final 3- 4. 3. Action level 3 Action level 3 berarti pekerjaan ini harus segera diinvestigasikan dengan segera dalam waktu singkat (investigate further and change soon). Kategori ini untuk nilai skor 5- 6

39

4. Action level 4 Action level 4 berarti investigasi dan modifikasi dari pekerjaan ini dibutuhkan secara cepat (investigate and change immediatly) untuk mengurangi beban yang berlebihan pada sistem musculosceletal dan risiko cedera atau sakit pada pekerja. Kategori ini berlaku untuk skor 7.

2.4.4.3 Aplikasi RULA Terdapat empat pokok utama dalam penerapan metode RULA yaitu (Stanton et al, 2004), untuk: 1. Mengukur risiko musculosceletal otot, biasanya sebagai bagian dari investigasi ergonomic secara luas. 2. Membandingkan beban otot dari desain saat ini dan modifikasi desain tempat kerja. 3. Evaluasi hasil seperti produktivitas atau keserasian alat. 4. Pendidikan bagi pekerja tentang risiko musculosceletal yang ditimbulkan oleh perbedaan postur dalam bekerja.

2.4.4.4 Kelebihan dan Kelemahan RULA Metode RULA memiliki banyak kelebihan, antara lain: 1. Menilai sebuah angka perbedaan postur selama putaran dalam bekerja untuk menyiapkan sebuah profil dari beban otot. 2. Dapat dijadikan sebagai pedoman dalam melakukan investigasi lebih lanjut dan tindakan perbaikan.

40

3. Pemberian skor pada RULA terperinci, misalnya penambahan sudut derajat pada setiap postur, gaya dan beban mendapat tambahan nilai 1. 4. Mudah digunakan, cepat, praktis, dapat dikombinasikan dengan metode lainnya, dan 5. Dapat digunakan untuk menilai secar teliti pekerjaan atau postur untuk satu orang pekerja atau kelompok. Selain memiliki beberapa kelebihan, metode RULA ini pun memiliki beberapa kelemahan atau keterbatasan, sehingga diperlukan usaha untuk merekamnya, antara lain (Corlett, 1998): 1. Hanya untuk pekerjaan dengan postur kerja duduk terus- menerus dan berdiri statis, kurang cocok untuk pekerjaan dengan gerakan yang dinamis. 2. Tidak ada tinjauan rekam medis. 3. Metode ini tidak bisa mengukur gerakan tangan menggenggam, meluruskan, memutar dan memerlukan tekanan pada telapak tangan, dan 4. Metode ini tidak mengukur antropometri tempat kerja yang dapat menyebabkan terjadinya postur janggal. Penulis memilih menggunakan metode RULA ini dikarenakan beberapa alasan, antara laian: 1. Karena metode RULA sangat cocok dengan jenis pekerjaan yang dilakukan pada proses penyulaman kain tapis. 2. Cepat, praktis, dapat dikombinasikan dengan metode lainnya. 3. Dapat diguankan untuk menilai postur duduk.

41 Tabel 2.4 Kelebihan dan Kelemahan Metode Penilaian Risiko MSDs No Metode Penilaian Risiko Kelebihan MSDs 1.

Rapid Entire Body Assessment (REBA)

2.

Job Strain Index (JSI)

Kelemahan

Keterangan

1. Merupakan metode yang cepat untuk 1. Hanya menilai aspek postur dari Untuk pekerjaan yang menggunakan menganalisa postur tubuh pada suatu pekerja. pekerjaan yang dapat menyebabkan 2. Tidak mempertimbangkan kondisi seluruh tubuh, pekerjaan risiko ergonomi. yang dialami oleh pekerja terutama mengangkut, seperti 2. Mengidentifikasi faktor-faktor risiko yang berkaitan dengan faktor penjahit, kuli dalam pekerjaan (kombinasi efek dari psikososial. otot dan usaha, postur tubuh dalam 3. Tidak menilai kondisi lingkungan kerja pekerjaan, genggaman atau grip, terutama yang berkaitan dengan peralatan kerja, pekerjaan statis atau vibrasi, temperatur, dan jarak pandang berulang-ulang). 3. Dapat digunakan untuk postur tubuh yang stabil maupun yang tidak stabil. 4. Skor akhir dapat digunakan dalam menyelesaikan masalah, untuk menentukan prioritas penyelidikan dan perubahan yang perlu dilakukan. 5. Fasilitas kerja dan metode kerja yang lebih baik dapat dilakukan ditinjau dari analisa yang telah dilakukan.

1. Dapat menilai eksposure dan patogenesis gangguan terjatuh 2. Menjumlahkan untuk efek-efek yang merugikan yang berkaitan dengan besar dampak, durasi, frekuensi,

1. Bukan metode yang cepat diuji 2. Baik digunakan oleh individu yang berpengalaman dan terlatih 3. Tidak bisa dijumlahkan untuk bahayabahaya yang berkaitan dengan tekanan

Untuk pekerjaan yang benyak menggunakan tangan, pada operator komputer

42 peregangan dan kekuatan dan efekatau getaran lengan tangan efek yang bermannfaat untuk masa 4. Metode yang digunakan untuk pemulihan dan batas pekerjaan menganalisis karakteristik pekerjaan 3. Metode semi kuantitatif menggunakan dengan beberapa tugas yang dilakukan prosedur yang berkaitan dengan waktu perhari (rotasi pekerjaan) atau dan studi gerakan. beberaapa tugas yang dilakukan dalam 4. Dampak yang diahsilkan untuk suatu siklus pekerjaan (tugas-tugas klasifikasi dikotomis dari pekerjaan kompleks) sedang dalam atau tugas mudah diketahui dan pengembangan, tetapi ini cenderung praktis dan memungkinkan untuk rumit dan tidak valid. mensimulasi intervensi potensial 5. Memprediksi validitas yang telahditunjukkan dan model statistik dalam beberapa pengaturan 3.

QEC

1. Dapat mengkover beberapa risiko fisik yang besar untuk MSDs 2. Mempertimbangkan kebutuhan pengguna dan dapat digunakan oleh peneliti yang tidak pengalaman. 3. Mempertimbangkan kombinasi dan interaksi dari berbagai faktor risiko di tempat kerja 4. Mudah digunakan 5. Reability 6. Mudah dipelajari dan mudah digunakan

1. Fokus metode hanya pada tempat kerja 2. Membutuhkan ketepatan dalam penilitian 3. Dibutuhkan penambahan latihan pada pengguna untuk meningkatkan ketepatan penilaian

4.

RULA (Rapid Upper Limb 1. menilai sebuah angka perbedaan 1. Hanya untuk pekerjaan dengan postur postur selama putaran dalam bekerja kerja duduk terus- menerus dan berdiri Assessment) untuk menyiapkan sebuah profil dari statis, kurang cocok untuk pekerjaan beban otot. dengan gerakan yang dinamis

Baik untuk pengguna komputer dan pekerja di perusahaan

Untuk pekerjaan yang statis duduk ataupun berdiri, seperti pekerja kerajinan tangan

43 2. dapat dijadikan sebagai pedoman 2. Tidak ada tinjauan rekam medis. dalam melakukan investigasi lebih 3. Metode ini tidak bisa mengukur lanjut dan tindakan perbaikan. gerakan tangan menggenggam, 3. Pemberian skor pada RULA meluruskan, memutar dan memerlukan terperinci, misalnya penambahan tekanan pada telapak tangan, dan sudut derajat pada setiap postur, gaya 4. Metode ini tidak mengukur dan beban mendapat tambahan nilai 1. antropometri tempat kerja yang dapat 4. Mudah digunakan, cepat, praktis, menyebabkan terjadinya postur janggal. dapat dikombinasikan dengan metode lainnya, dan 5. dapat digunakan untuk menilai secar teliti pekerjaan atau postur untuk satu orang pekerja atau kelompok.

44

2.5 Kerangka Teori Terdapat beberapa faktor risiko yang berkontribusi terhadap kejadian nyeri punggung bawah. Faktor risiko tersebut dapat dikategorikan menjadi tiga, yakni faktor risiko pekerjaan, faktor risiko individu, dan faktor lingkungan. Nyeri punggung bawah terjadi sebagai akibat dari faktor pekerjaan, pekerja atau individu, dan lingkungan (Cohen et al, 1997). Faktor pekerjaan adalah faktor yang berasal dari pekerjaan itu sendiri termasuk gerakan repetitive, beban, postur statis, postur janggal, frekuensi, durasi. Faktor pekerja yakni berupa usia, jenis kelamin, kebiasaan merokok, lama bekerja, dan riwayat penyakit, sedangkan faktor lingkungan kerja yaitu vibrasi, suhu, dan tingkat iluminasi (Bridger, 1995). Dan menurut Cohen et al (1997), Adapun skema yang didapat sebagai berikut:

45

Gambar 2.6 Kerangka Teori Faktor Pekerjaan  Postur  Peregangan Otot yang Berlebihan  Aktivitas Berulang  Force atau Load 

Faktor Lingkungan  Mikroklimat  Vibrasi  Iluminasi

Keluhan Nyeri Punggung Bawah

Faktor Personal  Usia  Jenis kelamin  Kebiasaan merokok  Kebiasaan Olahraga  Indeks Masa Tubuh  Masa kerja

Sumber: Cohen et al (1997), Bridger (1995)

BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1 Kerangka Konsep Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan keluhan nyeri punggung bawah pada proses penyulaman kain tapis di Sanggar Family Art Bandar Lampung tahun 2011. Cohen (1997) menyatakan bahwa selain usia dan jenis kelamin, karakteristik individu yang mempengaruhi risiko kejadian nyeri punggung bawah yaitu masa kerja, akan tetapi variabel jenis kelamin dalam faktor pekerja tidak diteliti karena pekerja yang akan diteliti pada pekerjaan menyulam umumnya wanita dan bersifat homogen, untuk variabel lingkungan tidak diteliti karena pekerja mengerjakan penyulaman di tempat yang sama. Secara umum faktor yang berkontribusi adalah postur ketika bekerja, beban yang ditanggung ketika bekerja, serta gerakan berulang anggota tubuh ketika bekerja. Kerangka konsep terdiri dari variabel dependen dan variabel independen. Variabel independen yaitu faktor pekerjaan, usia, kebiasaan merokok, IMT, kebiasaan olahraga, masa kerja. Sedangkan keluhan nyeri punggung bawah (NPB) ditetapkan sebagai variabel depeden.

46

47

Gambar 3.1 Kerangka konsep

Faktor Pekerjaan (Berdasarkan Postur RULA) 

Postur



Peregangan Otot yang Berlebihan



Aktivitas Berulang

Faktor Personal 

Usia



Kebiasaan Merokok



IMT



Masa Kerja



Kebiasaan Olahraga

Keluhan Nyeri Punggung Bawah

3.2 Definis Operasional No Variabel . 1. Keluhan Nyeri Punggung Bawah

Definisi

Alat Ukur

Cara Ukur

Keadaan dengan rasa Kuesioner

Menyebarkan kuesioner

tidak nyaman atau nyeri

kepada pekerja

Hasil Ukur

Skala

0. Tidak pernah 1. Ada Keluhan

Ordinal

0. Skor ≤ 2 yaitu

Ordinal

akut pada daerah ruas lumbalis

kelima

dan

sakralis (L5-S1) oleh pekerja

sulam

kain

tapis. (Pheasant, 1991)

2.

Faktor Pekerjaan

Skor akhir dari hasil

1. Kamera

(RULA)

mengidentifikasi postur

2. Busur

pekerja sulam dengan

risiko masih dapat

pekerja sulam kain tapis

3. Form

menggunakan

diterima, dan

kamera

tidak perlu ada

dengan menggunakan metode RULA

RULA 4. Timbangan

1. Merekam kegiatan

2. Menilai penjahit dengan

perubahan. 1. Skor ≥ 3 yaitu

menggunakan RULA

investigasi lanjut

serta mengukurnya

dan mungkin

dengan

perlu ada

menggunakan busur

perubahan.

48

3.

Usia

Lamanya pekerja sulam Kuesioner

Menyebarkan kuesioner

0. < 35 tahun

hidup

kepada pekerja

1. ≥ 35 tahun

dihitung

sejak

tahun kelahiran sampai

Ordinal

(Tarwaka,2004)

penelitian berlangsung 4.

Kebiasaan Merokok

Banyaknya batang

jumlah Kuesioner

rokok

dikonsumsi

per

yang

Menyebarkan kuesioner

0. Tidak merokok

kepada pekerja

1. Merokok

Ordinal

hari

oleh responden

5.

Indeks Masa Tubuh (IMT)

6.

Masa Kerja

Kondisi status gizi responden saat dilakukan penelitian. Dihitung dengan rumus IMT = BB (Kg) / TB (cm/1002). (Depkes, 1994)

Lama bekerja sebagai pekerja sulam kain tapis

1. Timbangan 2. Microtoise

Kuesioner

1. Melakukan penimbangan berat badan pekerja sulam kain tapis 2. Melakukan pengukuran tinggi badan pekerja kain tapis

Menyebarkan kuesioner

0. Kurus <18,5

Ordinal

1. Normal 18,5-25 2. Gemuk > 25,0 (Depkes, 1994)

Tahun

Ratio

kepada pekerja

49

7.

Kebiasaan Olahraga

Aktivitas olahraga yang dilakukan pekerja sulam kain tapis

Kuesioner

Menyebarkan kuesioner kepada pekerja

0. Sering (≥ 3 kali

Ordinal

seminggu dan ≥10 menit) 1. Jarang (0-3 kali/bulan ≥10 menit) 2. Tidak pernah (Cooper, 1982)

50

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian kuantitatif dengan desain studi cross sectional (potong lintang) dimana pada penelitian ini variabel independen dan dependen diamati pada waktu (periode) yang bersamaan.

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari 2011 sampai dengan Juni 2011 di Sanggar Family Art yang beralamat di Perumnas Beringin Raya Kemiling Bandar Lampung.

4.3 Populasi dan Sampel Populasi penelitian ini adalah pekerja sulam di Sanggar Family Art. Sedangkan sampel yang diambil adalah pekerja yang mewakili populasi. Sampel yang diambil adalah pekerja yang dapat mewakili populasi. Sedangkan pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan rumus uji beda dua proporsi berikut ini: [Z 1-α/2 √2 P (1-P) + Z1-ß√ P1 (1-P1) + P2(1-P2) ]2 n= (P1 - P2) 2

(Sumber : Ariawan, 1998)

51

52

Keterangan : n

: Besar sampel

P

: Rata – rata proporsi pada populasi {(P1 + P2) /2}

P1

: Proporsi

pekerja yang merokok dengan keluhan nyeri punggung

bawah P2

: Proporsi pekerja yang tidak merokok dengan keluhan nyeri punggung bawah

Z2

1-α/2

Z1-ß

: Derajat kemaknaan α pada uji 2 sisi (two tail), α = 5% (1,96) : Kekuatan Uji 90% (1,28)

Berdasarkan rumus diatas maka besar sampel yang dibutuhkan sebesar : [1.96 √ 2 x 0,5(1-0,5) + 1,28 √0,75 (1-0,75) + 0,25 (1-0,25) ]2 n= (0,75– 0,25) 2 n = 19 orang nTotal = 19X2= 38 orang

Berdasarkan perhitungan menggunakan rumus uji hipotesis dua proporsi diatas, diperoleh besar sampel untuk masing-masing kelompok sebesar 19 sampel. Sehingga total sampel yang dibutuhkan pada penelitian ini berjumlah 38 sampel. Oleh karena jumlah populasi kurang dari jumlah sampel yang dibutuhkan, maka dilakukan pengambilan seluruh dari populasi pekerja sulam kain tapis di Sanggar Family Art yang berjumalh 30 orang.

53

4.4 Instrument Penelitian Instrumen penelitian adalah alat yang digunakan untuk pengumpulan data (Notoatmodjo, 2002). Dalam penelitian ini instrumen yang digunakan adalah kuestioner atau daftar pertanyaan yang diisi oleh responden, timbangan, microtoise, kamera, busur. Timbangan dan microtoise digunakan untuk mengukur berat badan dan tinggi badan agar dapat mengetahui indeks masa tubuh pekerja. Kamera, busur digunakan untuk mendapatkan postur kerja pekerja pada saat melakukan pekerjaan.

4.5 Pengumpulan Data Jenis data didalam penelitian ini yaitu data primer, didapatkan melalui observasi, pengukuran, dan kuesioner. Dalam pengumpulan data, pertama kali peneliti melakukan observasi untuk mengetahui gambaran tahapan pekerjaan dan pengukuran tingkat risiko nyeri pada punggung bawah. Pada saat penelitian peneliti menyebarkan kuesioner pada pekerja mengenai umur, jenis kelamin, kebiasaan merokok, IMT, masa kerja dan kebiasaan olahraga.

4.6 Pengolahan Data Untuk data kuesioner, dilakukan pengolahan untuk menghasilkan informasi yang benar dengan menggunakan tahapan sebagai berikut: a. Mengkode data (data coding) Proses pemberian kode kepada setiap variabel yang telah dikumpulkan untuk memudahkan dalam pengelolaan lebih lanjut.

54

1) Keluhan nyeri punggung bawah: 0. Tidak Pernah, 1. Ada keluhan 2) Faktor pekerjaan diadaptasi dari form RULA yakni: Mengobservasi postur pekerja dan menentukan nilai untuk kelompok postur A sesuai dengan kategori metode RULA yang terdiri dari anggota tubuh: a. Lengan atas dengan skor yaitu : a) Skor 1 = 200 ekstensi -200 fleksi b) Skor 2 = >200 ekstensi atau 200 - 450 fleksi c) Skor 3 = 450 - 900 d) Skor 4 = >900 e) Skor +1 jika; bahu terangkat, atau lengan atas abduksi, dan f) Skor -1 jika; lengan bawah disangga. b. Lengan bawah dengan skor yaitu : a) Skor 1 = 600-1000 b) Skor 2 = 00-600 atau >1000 c) Skor +1 jika; lengan bawah menyilang ke garis tengah tubuh (midline) atau keluar. c. Pergelangan tangan dengan skor yaitu : a) Skor 1 = 00 b) Skor 2 = 0- 150 fleksi atau ekstensi c) Skor 3 = >150 fleksi atau ekstensi d) Skor +1 jika; terjadi deviasi ulnar atau radial

55

d. Perputaran pergelangan tangan yaitu : a) Skor 1 = berputar ke dalam b) Skor 2 = berputar ke dalam i.

Memasukkan masing- masing nilai skor untuk kelompok postur A yaitu lengan atas, lengan bawah, dan pergelangan tangan, ke dalam tabel A untuk mengetahui skor postur A.

ii.

Mengobservasi dan menentukan nilai penggunaan otot untuk kelompok postur A sesuai denan criteria metode RULA dengan skor yaitu: i) Skor 0 = Dinamis, jika postur ditahan <1 menit atau jika gerakan berulang kurang dari 4 kali per menit ii) Skor 1 = Statis, jika postur ditahan >1 menit atau jika gerakan berulang lebih dari 4 kali per menit

iii.

Mengobservasi dan menentukan nilai beban untuk kelompok postur A sesuai dengan metode kriteria RULA dengan skor yaitu: i) Skor 0 = Tidak ada beban atau berat beban <2 kg secara intermitten ii) Skor 1 = Berat beban 2- 10 kg secara intermitten iii) Skor 2 = Berat beban 2- 10 kg secara statis atau berulang- ulang, atau berat beban 10 kg atau lebih secara intermitten iv) Skor 3 = Berat beban 10 kg statis atau berulang- ulang, atau gerakan cepat (shock)

iv.

Menjumlahkan nilai skor kelompok postur A, dengan penggunaan otot, dan beban, untuk mengetahui skor A.

56

Tabel 4.1 Skor A Postur A: Skor Postur Pergelangan Tangan 1 2 3 4 Lengan Lengan Pergelangan Pergelangan Pergelangan Pergelangan Bawah Tangan Tangan Tangan Tangan 1 2 1 2 1 2 1 2 1 1 1 2 2 2 2 3 3 3 2 2 2 2 2 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 4 4 2 1 2 3 3 3 3 4 4 4 2 3 3 3 3 3 4 4 4 3 3 4 4 4 4 4 5 5 3 1 3 3 4 4 4 4 5 5 2 3 4 4 4 4 4 5 5 3 4 4 4 4 4 4 5 5 4 1 4 4 4 4 4 5 5 5 2 4 4 4 4 4 5 5 5 3 4 4 4 5 5 5 6 6 5 1 5 5 5 5 5 6 6 7 2 5 6 6 6 6 7 7 7 3 6 6 6 7 7 7 7 8 6 1 7 7 7 7 7 8 8 9 2 8 8 8 8 8 9 9 9 3 9 9 9 9 9 9 9 9

v.

Memasukkan hasil nilai skor A ke dalam tabel C, pada bagian kolom pertama skor pergelangan tnagan dan tangan, kemudian

vi.

Mengobservasi postur pekerja dan menentukan nilai untuk kelompok postur B sesuai dengan kategori metode RULA yang terdiri dari anggota tubuh:

e. Leher dengan skor yaitu: a) Skor 1 = 0-100 b) Skor 2 = 100-200 c) Skor 3 = >200

57

d) Skor 4 = Ekstensi e) Skor +1 jika; leher berputar atau miring ke samping. f. Punggung dengan skor yaitu: a) Skor 1 = 00-100 b) Skor 2 = 00-200 c) Skor 3 = 200-600 d) Skor 4 = >600 e) Skor +1 jika; punggung berputar atau miring ke samping. j. Kaki dengan skor yaitu: a) Skor 1 = kaki yang disangga dan seimbang b) Skor 2 = Jika kaki tidak disangga dan tidak seimbang vii.

Memasukkan masing- masing nilai skor untuk kelompok postur B yaitu leher, punggung, dan kaki ke dalam tabel B untuk mengetahui skor postur B.

Skor Postur Leher 1 2 3 4 5 6

1 Kaki 1 2 1 3 2 3 3 3 5 5 7 7 8 8

Tabel 4.2 Skor B Postur B: Skor Postur Punggung 2 3 4 5 Kaki Kaki Kaki Kaki 1 2 1 2 1 2 1 2 2 3 3 4 5 5 6 6 2 3 4 5 5 5 6 7 3 4 4 5 5 6 6 7 5 6 6 7 7 7 7 7 7 7 7 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 9 9 9

6 Kaki 1 2 7 7 7 7 7 7 8 8 8 8 9 9

58

viii.

Mengobservasi dan menentukan nilai pengguanaan otot untuk kelompok B sesuai dengan kriteria metode RULA dengan skor yaitu: i) Skor 0 = Dinamis, jika postur ditahan <1 menit atau jika gerakan berulang kurang dari 4 kali menit ii) Skor 1 = Statis, jika postur ditahan >1 menit atau jika gerakan berulang lebih dari 4 kali per menit

ix.

Mengobservasi dan menentukan nilai beban untuk kelompok B sesuai dengan metode kriteria RULA dengan skor yaitu: i) Skor 0 = Tidak ada beban atau berat beban <2 kg secara intermitten ii) Skor 1 = Berat beban 2-10 kg secara intermitten iii) Skor 2 = Berat beban 2- 10 kg secara statis atau berulang- ulang, atau berat beban 10 kg lebih secara intermitten iv) Skor 3 = Berat beban 10 kg statis atau berulang- ulang, atau gerakan cepat (shock)

x.

Menjumlahkan nilai skor kelompok postur B, dengan pengguanaan otot, dan beban, untuk mengetahui skor B.

xi.

Memasukkan hasil nilai skor B ke dalam tabel C, pada bagian baris pertama skor leher, punggung, dan kaki, kemudian

xii.

Menentukan nilai skor final dengan menarik garis mendatar dari kolo A dengan baris skor B dan tabel c untuk mendapatkan nilai skor final RULA.

59

Tabel 4.3 Skor C (grand score)

1 2 3 4 5 6 7 8+ xiii.

Tabel C: Skor Leher, Punggung dan Kaki 1 2 3 4 5 1 2 3 3 4 2 2 3 4 4 3 3 3 4 4 3 3 3 4 5 4 4 4 5 6 4 4 5 6 6 5 5 6 6 7 5 5 6 7 7

6 5 5 5 6 7 7 7 7

7+ 5 5 6 6 7 7 7 7

Setelah mendapatkan nilai skor final, masukkan nilai pada kategori risiko (action level) untuk menegtahui tingkat risikonya serta level perubahan.

Tabel 4.4 Skor Final RULA Nilai Skor RULA 1-2 3-4

Action level 1 2

5-6 7-8

3 4

Level Perubahan Dapat diterima Investigasi lanjut, mungkin butuh perubahan Investigasi lanjut, perubahan segera Investigasi, menerapkan perubahan

a) Dikarenakan dalam penelitian ini didapatkan hasil skor action level berada pada 1 dan 2 yakni ≤ 2 yaitu risiko masih dapat diterima, dan tidak perlu ada perubahan, Skor ≥ 3 yaitu investigasi lanjut dan mungkin perlu ada perubahan. Maka pengkodean 0. Skor ≤ 2 dan 1. Skor ≥ 3 b) Umur: 0. <35 tahun, 1. ≥ 35 tahun c) Kebiasaan merokok: 0. Tidak merokok, 1. Ringan <10 batang per hari, 2. Sedang jika 10-20 batang per hari, 3. Berat jika >20 batang per hari.

60

d) Indeks masa tubuh: 0. Kurus <18,5, 1. Normal 18,5-25, 2. Gemuk >25 e) Masa Kerja: tahun f) Kebiasaan Olahraga: 0. Sering ≥ 3 kali seminggu, 1 jarang atau tidak pernah (0-3 kali per bulan) b. Menyunting data (data editing) Dilakukan untuk memeriksa kelengkapan dan kebenaran data seperti kelengkapan pengisian, kesalahan pengisian, konsistensi pengisian setiap jawaban kuesioner. Data ini merupakan data input utama untuk penelitian ini c. Memasukkan data (data entry) Memasukkan

data

dalam

program

software

computer

berdasarkan klasifikasi. d. Membersihkan data (data cleaning) Pengecekan kembali data yang telah dimasukkan untuk memastikan data tersebut tidak ada yang salah, sehingga dengan demikian data tersebut telah siap diolah dan dianalisis.

4.7 Analisis Data a. Analisis univariat Analisis yang dilakukan untuk melihat distribusi frekuensi dan persentase dari setiap variabel yang dikehendaki dari tabel distribusi b. Analisis bivariat Analisis bivariat dilakukan untuk melihat hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen. Untuk mencari hubungan antara

61

variabel independen dengan variabel dependen digunakan uji chi-square dengan batas kemaknaan p value ≤ 0,05 berarti ada hubungan yang bermakna secara statistik dan p value > 0,05 berarti tidak ada hubungan yang bermakna secara statistik. Persamaan Chi Square: (O - E)2 2

X = E

Keterangan : X2

= Chi Square

O

= Efek yang diamati

E

= Efek yang diharapkan Metode (analisis) ini untuk mendapatkan probabilitas kejadiannya. Jika

Pvalue > 0.05 maka Ho diterima dan Ha ditolak yang berarti tidak ada hubungan antara kedua variabel. Sebaliknya jika Pvalue ≤ 0,05 maka Ho ditolak dan Ha diterima yang berarti terdapat hubungan antara kedua variabel. Untuk mencari hubungan antara variabel masa kerja dengan keluhan nyeri punggung bawah jika data berdistribusi normal digunakan uji T-test. Jika data tidak berdistribusi normal maka digunakan jenis uji non-parametrik seperti uji Mann-Whitney. Setelah dilakukan analisis data didapatkan variabel masa kerja tidak berdistribusi normal > 0.05 maka uji yang dipakai untuk mencari hubungan antara keluhan NPB dengan variabel masa kerja menggunakan uji non-parametrik yaitu Mann-Whitney.

BAB V HASIL

5.1 Hasil Penelitian 5.1.1 Gambaran Proses Menyulam Proses menyulam kain tapis di Sanggar Family Art Bandar Lampung diawali dengan proses memasukkan benang emas pada lubang jarum. Setelah proses awal dilakukan, selanjutnya pekerja memulai proses penyulaman dimulai dari kanan atas kain. Jarum yang telah terdapat benang emas ditusukkan ke dalam kain yang telah diberikan pola yang sesuai dimulai dari atas kain kebawah kain serta dibawah kain diikat dan ditarik keluar kain. Begitu seterusnya sampai benang emas menutupi pola secara keseluruhan sehingga menjadi satu lembar kain tapis. Dalam proses ini pekerja melakukannya dengan posisi duduk tanpa sandaran dalam waktu yang relatif lama dan statis, pekerjaan menyulam ini repetitive atau adanya pengulangan tahapan menusuk serta mengeluarkan benang emas dari kain sehingga dapat menyelesaikan satu lembar kain tapis dan dalam posisi kerja statis. Untuk menyulam satu lembar kain tapis sederhana membutuhkan waktu sekitar tiga minggu, sedangkan untuk menyelesaikan satu lembar kain dengan pola yang rumit membutuhkan waktu kurang lebih selama enam bulan.

62

63

5.1.2 Analisis Univariat 5.1.2.1 Gambaran Keluhan Nyeri Punggung Bawah Pada Pekerja Kain Tapis Di Sanggar Family Art 201 Tabel 5.1 Distribusi Keluhan Nyeri Punggung Bawah Pada Pekerja Kain Tapis Di Sanggar Family Art Bandar Lampung Tahun 2011 No. Keluhan Nyeri Punggung Bawah Jumlah Persentase 1. 2.

Tidak pernah Sering Total

14 16 30

46.7% 53.3% 100%

Berdasarkan tabel 5.1 didapatkan distribusi keluhan nyeri punggung bawah pada pekerja kain tapis di Sanggar Family Art Bandar Lampung yaitu yang tidak mengalami keluhan NPB sebanyak 14 pekerja (46.7%) dibandingkan dengan pekerja yang sering mengalami keluhan NPB sebanyak 16 pekerja (53.3%).

5.1.2.2 Gambaran Faktor Pekerjaan Pada Pekerja Kain Tapis Di Sanggar Family Art 2011 Tabel 5.2 Distribusi Faktor Pekerjaan Pada Pekerja Kain Tapis Di Sanggar Family Art Bandar Lampung Tahun 2011 No. Tingkat Faktor Pekerjaan Jumlah Persentase 1. 2.

Skor ≤ 2 Skor ≥ 3 Total

4 26 30

13.3% 86.7% 100%

Faktor pekerjaan didapatkan (tingkat risiko NPB) diperoleh dengan cara mengamati kegiatan pekerja pada proses menyulam dan pengambilan foto untuk menghitung atau menentukan sudut punggung pekerja. Seperti terlihat dalam gambar 5.1.

64

Gambar 5.1 Postur pekerja ketika menyulam kain tapis

Berdasarkan tabel 5.2 didapatkan distribusi tingkat risiko NPB pada pekerja kain tapis di Sanggar Family Art Bandar Lampung pekerja yang dengan skor ≤ 2 yaitu risiko masih dapat diterima, dan tidak perlu ada perubahan sebanyak empat pekerja (13.3%) dibandingkan dengan pekerja dengan skor ≥ 3 sehingga diperlukan investigasi lanjut dan mungkin perlu ada perubahan sebanyak 26 pekerja (86.7%).

5.1.2.3 Gambaran Faktor Individu Pada Pekerja Kain Tapis Di Sanggar Family Art 2011 Tabel 5.3 Distribusi Responden Berdasarkan Usia, Kebiasaan Merokok, IMT dan Kebiasaan Olahraga Pada Pekerja Kain Tapis Di Sanggar Family Art Bandar Lampung Tahun 2011 No 1

2

Variabel Usia

Kebiasaan merokok

Kategori

Jumlah (30)

Persentase (%)

< 35 tahun

11

36.7

≥ 35 tahun

19

63.3

Tidak merokok

23

76.7

Merokok

7

23.3

65

3

4.

IMT

Kebiasaan Olahraga

Kurus

3

10.0

Normal

21

70.0

Gemuk

6

20.0

Tidak

16

53.3

Jarang

7

23.3

Sering

7

23.3

Berdasarkan tabel 5.3 didapatkan distribusi usia pada pekerja kain tapis di Sanggar Family Art Bandar Lampung yaitu usia < 35 tahun sebanyak 11 pekerja (36.7%) dibandingkan dengan usia ≥ 35 tahun sebanyak 19 pekerja (63.3%). Untuk variabel kebiasaan merokok pada pekerja kain tapis di Sanggar Family Art Bandar Lampung yaitu tidak merokok sebanyak 23 pekerja (76.7%), dibandingkan dengan merokok sebanyak tujuh pekerja (23.3%). Distribusi indeks massa tubuh pada pada pekerja kain tapis di Sanggar Family Art Bandar Lampung yaitu kurus < 18.5 sebanyak tiga pekerja (10.0%), normal 18.5-25 sebanyak 21 pekerja (70.0%), sedangkan gemuk > 25.0 sebanyak enam pekerja (20.0%) serta untuk kebiasaan olahraga pada pada pekerja kain tapis di Sanggar Family Art Bandar Lampung yaitu tidak berolahraga sebanyak 16 pekerja (53.3%), sedangkan pekerja yang jarang berolahraga sebanyak tujuh pekerja (23.3) dan pekerja yang sering berolahraga sebanyak tujuh pekerja (23.3%).

66

5.1.2.4 Gambaran Masa Kerja Pada Pekerja Kain Tapis Di Sanggar Family Art 2011 Tabel 5.4 Distribusi Responden Berdasarkan Masa Kerja Pada Pekerja Kain Tapis Di Sanggar Family Art Bandar Lampung Tahun 2011 Variabel

Nilai Tengah Masa Kerja

SD

Min-Max

Masa kerja (dalam tahun)

9.000

5.5704

2-25

Berdasarkan tabel 5.4 diketahui bahwa nilai tengah (median) masa kerja pekerja adalah 9,000 tahun dengan standar deviasi 5,5704 tahun serta masa kerja terendah 2 tahun dan masa kerja tertinggi 25 tahun.

5.1.3 Analisis Bivariat 5.1.3.1 Hubungan Antara Faktor Pekerjaan Dengan Keluhan Nyeri Punggung Bawah Tabel 5.5 Distribusi Faktor Pekerjaan Dengan Keluhan Nyeri Punggung Bawah Pada Pekerja Kain Tapis Di Sanggar Family Art Bandar Lampung Tahun 2011 No.

1. 2.

Tingkat Risiko Faktor Pekerjaan Skor ≤ 2 Skor ≥ 3 Total

Tidak pernah 1 13 14

Keluhan NPB % Sering 25.0% 50.0% 46.7%

3 13 16

%

Total N %

75.0% 4 100% 50.0% 26 100% 53.3% 30 100%

Pvalue

0.602

Berdasarkan tabel 5.5 hasil analisis diatas diketahui bahwa 13 pekerja (50.0%) termasuk pekerja dengan skor ≥ 3 sehingga diperlukan investigasi dan dibutuhkan adanya perubahan yang sering mengalami keluhan NPB dan sebanyak 3 (75.0%) termasuk pekerja dengan skor ≤ 2 yaitu risiko masih dapat diterima dan

67

tidak perlu adanya perubahan yang sering mengalami keluhan NPB pada pekerja kain tapis di Sanggar Family Art Bandar Lampung tahun 2011. Dari hasil uji statistic chi square di peroleh Pvalue = 0.602 yang berarti tidak ada hubungan bermakan antara faktor pekerjaan dengan keluhan NPB pada pekerja kain tapis di Sanggar Family Art Bandar Lampung tahun 2011.

5.1.3.2 Hubungan Antara Faktor Individu Dengan Keluhan Nyeri Punggung Bawah Pada Pekerja Kain Tapis Di Sanggar Family Art 2011 Tabel 5.6 Distribusi Responden Menurut Usia, Kebiasaan Merokok, IMT dan Kebiasaan Olahraga Dengan Keluhan Nyeri Punggung Bawah PadaPekerja Kain Tapis Di Sanggar Family Art Bandar Lampung Tahun 2011 Keluhan NPB Variabel

Kategori

Tidak pernah N %

N

%

n

%

Sering

Total (30)

Usia

< 35 tahun

2

18.2

9

81.8

11

100

Pekerja

≥ 35 tahun

12

63.2

7

36.8

19

100

11

47.8

12

52.2

23

100

Merokok

3

42.9

4

57.1

7

100

Kurus

0

0

3

100

3

100

Normal

12

57.1

9

42.9

21

100

Gemuk

2

33.3

4

66.7

6

100

Tidak

10

62.5

6

37.5

16

100

Jarang

2

28.6

5

71.4

7

100

Sering

2

28.6

5

71.4

7

Kebiasaan Merokok

IMT

Kebiasaan Olahraga

Tidak merokok

Pvalue

0.046

1.000

0.077

0.171

68

a. Hubungan antara usia dengan keluhan nyeri punggung bawah (NPB) Berdasarkan tabel 5.6 hasil analisis diketahui bahwa sembilan pekerja (81.8%) berumur < 35 tahun yang sering mengalami keluhan NPB dan sebanyak 7 pekerja (36.8%) berumur ≥ 35 tahun yang sering mengalami keluhan nyeri punggung bawah, dari hasil uji statistik chi square diperoleh Pvalue = 0.046 yang berarti ada hubungan bermakna antara usia pekerja dengan keluhan NPB. Berdasarkan. b. Hubungan antara kebiasaan merokok dengan keluhan nyeri punggung bawah (NPB) Berdasarkan tabel 5.6 hasil analisis diketahui bahwa empat pekerja (57.1%) merokok yang sering mengalami keluhan NPB dan sebanyak 12 pekerja (52.2%) tidak merokok sering mengalami keluhan NPB, dari hasil uji statistik chi square di peroleh Pvalue = 1.000 yang berarti tidak ada hubungan bermakna antara kebiasaan merokok dengan keluhan NPB pada pekerja kain tapis. c. Hubungan antara IMT dengan keluhan nyeri punggung bawah (NPB) Berdasarkan hasil tabel 5.6 analisis diatas diketahui bahwa empat pekerja (66.7%) gemuk > 25.0 yang sering mengalami keluhan NPB dan sebanyak sembilan pekerja (42.9%) normal 18.5-25 yang sering mengalami keluhan NPB serta 3 pekerja (100.0%) kurus < 18.5 yang sering mengalami keluhan NPB, dari hasil uji statistikchi square di peroleh Pvalue = 0.077 yang berarti tidak ada hubungan bermakna antara indeks masa tubuh dengan keluhan NPB pada pekerja kain tapis.

69

d. Hubungan antara kebiasaan olahraga dengan keluhan nyeri punggung bawah (NPB) Berdasarkan hasil 5.6 analisis diatas diketahui enam pekerja (37.5%) pekerja yang tidak berolahraga sering mengalami keluhan NPB, sedangkan pekerja yang jarang berolahraga sebanyak lima orang (71.4%) sering mengalami keluhan NPB dan lima pekerja (71.4%) yang berolahraga mengalami keluhan NPB, Dari hasil uji statistik chi square di peroleh Pvalue = 0.171 yang berarti tidak ada hubungan bermakna antara kebiasaan olahraga dengan keluhan NPB pada pekerja kain tapis di Sanggar Family Art Bandar Lampung tahun 2011. Analisis bivariat keluhan nyeri punggung bawah (NPB) berdasarkan masa kerja pada pekerja sulam kain tapis dengan menggunakan uji Mann-Whitney diperoleh hasil sebagai berikut: Tabel 5.7 Distribusi Masa Kerja dengan Keluhan Nyeri Punggung Bawah Pada Pekerja Kain Tapis Di Sanggar Family Art Bandar Lampung Tahun 2011 Keluhan Nyeri Punggung Bawah Tidak Sering

N

Pvalue

14 16

0.032

Berdasarkan tabel 5.7 diketahui bahwa pekerja yang sering mengeluh NPB sebanyak 16 orang dan pekerja yang tidak mengeluh NPB sebanyak 14 orang. Berdasarkan hasil uji didapatkan Pvalue sebesar 0.032 yang berarti ada hubungan bermakna antara keluhan NPB dengan masa kerja pada proses penyulaman kain tapis.

BAB VI PEMBAHASAN

6.1 Keterbatasan Penelitian Dalam penelitian mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan keluhan nyeri punggung bawah pada proses penyulaman kain tapis di Sanggar Family Art Bandar Lampung tahun 2011, data yang dikumpulkan adalah data primer dengan menggunakan kuesioner dan observasi. Penulis menyadari terdapat keterbatasan dan kelemahan dalam penelitian ini antara lain: 1. Penelitian ini menggunakan desain studi cross sectional yang tidak dapat menjelaskan hubungan sebab akibat, hanya menjelaskan hubungan keterkaitan serta hanya menggambarkan variabel yang diteliti, independen maupun dependen pada waktu yang sama. 2. Observasi langsung pada faktor pekerjaan sulit dilakukan, terutama pada pengambilan gambar tidak dari segala arah hanya pada arah yang memungkinkan saja karena situasi dan prosedur di tempat kerja. 3. Hasil penelitian untuk variabel keluhan NPB sangat dipengaruhi kejujuran responden, serta hanya menanyakan keluhan subyektif pekerja tidak melalui diagnosa khusus hal ini memungkinkan terjadinya bias terhadap keluhan nyeri punggung bawah. 4. Variabel kebiasaan merokok hanya dikategorikan dua kategori yaitu merokok dan tidak merokok hal ini berdasarkan kebiasaan pekerja dan pekerja yang tidak

70

71

melakukan kebiasaan. Sehingga kurang dapat menjabarkan secara pasti ada hubungan yang signifikan dengan keluhan NPB.

6.2 Keluhan Nyeri Punggung Bawah (NPB) Nyeri punggung bawah atau low back pain (LBP) adalah suatu keadaan dengan rasa tidak nyaman atau nyeri akut pada daerah ruas lumbalis kelima dan sakralis (L5-S1). Nyeri pada punggung bawah dirasakan oleh penderita dapat terjadi secara jelas atau samar serta menyebar atau terlokalisir (Pheasant 1991). Nyeri punggung bagian bawah adalah salah satu dari sekian banyak akibat yang bersumber dari ketidaknyamanan kerja. Tapi dapat juga terjadi dari aktivitas sehari-hari, misalnya

seperti

mengendarai

mobil,

melakukan

pekerjaan

rumah

atau

berkebun.Walaupun anatomi tulang belakang diketahui dengan baik, menemukan penyebab nyeri pinggang bawah menjadi masalah yang cukup serius bagi orangorang klinis. LBP merupakan salah satu jenis kelainan muskuloskeletal akibat kerja yang paling sering dan mengakibatkan biaya yang paling tinggi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap para penyulam kain tapis didapatkan hasil bahwa 16 pekerja (53.3%) sering mengalami keluhan NPB. Sedangkan pekerja yang tidak mengalami keluhan NPB 14 pekerja (46.7%). Pekerja yang tidak mengeluh terjadinya NPB sebagian besar berusia < 35 tahun. Menurut Suma’mur (1992), penggunaan peralatan yang tidak sesuai dengan kondisi pekerja sedikit banyak akan berpengaruh bagi kinerja pekerja. Dalam melaksanakan tugasnya, posisi dan sikap pekerja ditentukan oleh sarana dan prasarana kerja. Kontraksi yang cenderung bersifat statis, berlangsung lama dan

72

terus menerus, serta sikap paksa sewaktu bekerja sangat mungkin menimbulkan kelelahan sampai rasa nyeri pada otot bersangkutan. Berdasarkan teori tersebut maka untuk mengurangi risiko NPB pada pekerja sulam tapis dapat dilakukan sesuai dengan posisi kerja yang nyaman serta melakukan peregangan otot.

6.3 Hubungan Faktor Pekerjaan dengan Keluhan Nyeri Punggung Bawah Faktor pekerjaan pekerja sulam kain tapis di Family Art Bandar Lampung berhubungan dengan posisi kerja yang dilakukan oleh pekerja. Para pekerja melakukan pekerjaannya dengan cara duduk di atas lantai dan pekerja menyulam dengan menggunakan benang emas serta jarum. Pada penelitian ini untuk melihat faktor pekerjaan dengan menggunakan metode RULA karena dilihat dari pekerjaan penyulam kain tapis tersebut duduk dalam waktu yang cukup lama. Dimana metode ini mengukur atau menilai beberapa variabel diantaranya lengan atas, lengan bawah pergelangan tangan, perputaran pergelangan tangan, postur statis atau dinamis, leher, punggung, kaki, serta menentukan nilai beban. Dengan skor RULA atau action level skor 1- 2 yaitu risiko masih dapat diterima, dan tidak perlu ada perubahan, skor 3 – 4 yaitu investigasi lanjut dan mungkin perlu ada perubahan, skor 5– 6 yaitu investigasi lanjut dan butuh perubahan segera serta skor >7 yaitu tingkat risiko tinggi dan secepatnya. Hasil yang didapat dari perhitungan action level pada pekerja sulam didapatkan hasil yang berbeda-beda. Nilai risiko atau action level yang diambil dalam penelitian ini adalah nilai risiko ata uaction level tertinggi yang dilakukan pekerja, setelah dilakukan penelitian hasil yang didapat dari semua pekerja terdapat

73

di range skor action level berada di 1-2 dan 3-4 maka dapat dikategorikan dalam dua kategori yakni Skor 1- 2 yaitu risiko masih dapat diterima, dan tidak perlu ada perubahan dan Skor 3 – 4 yaitu investigasi lanjut dan mungkin perlu ada perubahan. Hasil yang didapat dari tabel 5.2 bahwa 86.7% pekerja termasuk dalam risiko sedang sehingga diperlukan investigasi dan dibutuhkan adanya perubahan dan yang pekerja yang termasuk risiko rendah terdapat sebesar 13.3% diartikan masih dapat diterima dan tidak perlu adanya perubahan. Sedangkan berdasarkan tabel 5.5 diketahui bahwa pekerja yang sering mengalami keluhan NPB dan termasuk pekerja dengan risiko sedang sehingga diperlukan investigasi dan dibutuhkan adanya perubahan sebesar 50.0%, sedangkan pekerja yang sering mengalami keluhan NPB dan yang termasuk pekerja dengan risiko rendah yaitu masih dapat diterima dan tidak perlu adanya perubahan sebesar 75.0%. Berdasarkan hasil uji statistik bahwa tidak adanya hubungan yang signifikan antara faktor pekerjaan dengan keluhan NPB (Pvalue = 0.602). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Kantana (2010) yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan bermakna antara variabel pekerjaan dengan keluhan Low Back Pain. Akan tetapi tidak sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Ikrimah (2009) yang mengatakan bahwa ada hubungan bermakna antara faktor pekerjaan dengan keluhan muskoloskeletal. Hal ini dimungkinkan pekerjaan menyulam tidak membutuhkan adanya pengerahan otot yang berlebihan (over exertion), pada umumnya sering dikeluhkan oleh pekerja dimana aktivitas kerjanya menuntut pengerahan tenaga yang besar seperti aktivitas mengangkat, mendorong, menarik dan menahan beban yang berat, akan tetapi beban yang ditanggung pekerja sulam sangat ringan yakni berupa benang dan jarum

74

sehingga force atau load tidak meningkatkan cidera punggung pada pekerja, hal ini tidak sesuai dengan teori yang telah dikemukakan oleh (Humantech, 1995; Tarwakaet al, 2004). Berdasarkan obeservasi yang dilakukan terhadap pekerja sulam kain tapis di Sanggar Family Art Bandar Lampung tahun 2011 postur tubuh pekerja saat bekerja banyak diantaranya merupakan postur janggal misalnya duduk tanpa sandaran punggung atau pinggang, posisi kerja duduk dalam waktu kerja yang lama, tangan bagian atas terangkat tanpa dukungan dari alas vertikal seperti saat menarik benang, posisi punggung membungkuk dan ke depan. Menurut Tarwaka (2004) posisi tersebut merupakan posisi janggal yang dapat menyebabkan NPB. Namun tidak semua posisi tersebut dapat diambil gambarnya dengan baik, karena situasi dan prosedur di tempat kerja yang tidak memungkinkan sehingga hasil gambar yang didapatkan kurang maksimal. Untuk itu bagi peneliti selanjutnya agar lebih memastikan pengambilan gambar atau video terkait postur tubuh pekerja di tempat penelitian dapat dilakukan dari segala arah. Upaya pencegahan yang dilakukan untuk meminimalisasikan keluhan NPB apabila merasakan nyeri punggung bawah ketika duduk terdapat beberapa hal yang harus dilakukan yaitu melakukan relaksasi setiap 20-30 menit sangat penting untuk mencegah ketegangan otot, berdiri dan meluruskan pinggang bawah beberapa kali juga sangat membantu. Berjalan satu jam sekali juga sangat menolong mengurangi ketegangan otot, serta memperhatikan posisi duduk seperti hindari duduk dengan mencondongkan kepala ke depan, karena dapat menyebabkan gangguan pada leher serta duduk dengan lengan terangkat karena dapat menyebabkan nyeri pada bahu dan

75

leher dan juga hindari duduk tanpa sandaran karena dapat menyebabkan nyeri pada punggung bawah (Republika, 2006).

6.4 Hubungan Antara Karakteristik Individu (Usia, KebiasaanMerokok, IMT, MasaKerja Kebiasaan Olahraga) dengan Keluhan Nyeri Punggung Bawah Pada Pekerja Kain Tapis Di Sanggar Family Art 201 6.4.1 Hubungan usia dengan keluhan NPB Umumnya keluhan otot skeletal mulai dirasakan pada usia kerja yaitu 25-65. Keluhan pertama biasanya dirasakan pada usia 35 tahun dan tingkat keluhan akan terus meningkat sesuai dengan bertambahnya usia. Hal ini terjadi karena pada umur setengah baya, kekuatan dan ketahanan otot mulai menurun setengah baya, kekuatan dan ketahanan otot mulai menurun sehingga risiko terjadinya keluhan otot meningkat.

Bertambahnya usia akan diikuti penurunan; VO2 max, tajam

penglihatan, pendengaran, kecepatan membedakan sesuatu, membuat keputusan dan kemampuan mengingat jangka pendek. Dengan demikian pengaruh usia selalu dijadikan pertimbangan dalam memberikan pekerjaan bagi seseorang (Tarwaka et al, 2004). Dalam penelitian ini usia dikategorikan menjadi dua kategori yaitu ≥ 35 tahun dan < 35 tahun. Dalam tabel 5.3 didapatkan hasil yakni pekerja yang berusia ≥ 35 tahun sebesar 63.3% sedangkan pekerja yang berusia < 35 tahun sebesar 36.7%. Sedangkan berdasarkan tabel 5.6 diketahui bahwa pekerja yang sering mengalami keluhan NPB dialami oleh pekerja yang berusia ≥ 35 tahun sebesar 36.8% sedangkan pekerja yang sering mengalami NPB pada pekerja < 35 tahun sebesar 81.8%. Berdasarkan hasil uji statistik bivariat menunjukkan bahwa ada hubungan

76

bermakna antara usia dengan keluhan NPB (Pvalue = 0.046). Sesuai dengan Anggraini (2010) dalam penelitiannya menyatakan ada hubungan bermakna antara usia dengan keluhan carpal tunner syndrom. Hal ini sesuai dengan teori yang menyebutkan bahwa meningkatnya usia akan terjadi degenerasi pada tulang dan keadaan ini mulai terjadi disaat seseorang berusia 35 tahun. Salah satu bagian tubuh yang juga mengalami degenerasi adalah tulang belakang. Akibat proses tersebut terbentuk jaringan parut di diskus invertebrata, jumlah cairan diantara sendi berkurang dan ruang diskus mendangkal secara permanen. Akibatnya segmen spinal akan kehilangan stabilitasnya. Pendangkalan di ruang diskus akan mengurangi kemampuan tulang belakang terutama daerah lumbal untuk menahan beban menjadi berkurang. Seharusnya vertebra lumbal seharusnya mampu menahan 40-50% berat tubuh. Berkurangnya kemampuan untuk menahan beban dan pergerakan tubuh menyebabkan keluhan nyeri punggung (Jatmikawati, 2006). Variabel usia dalam penelitian ini memiliki hubungan bermakna dengan keluhan NPB pada pekerja sulam kain tapis, dari hasil uji statistik antara kedua variabel independen yaitu usia dengan kebiasaan olahraga didapatkan bahwa banyak pekerja yang berusia ≥ 35 tahun ataupun yang berusia < 35 tahun tidak melakukan olahraga. Hal-hal yang dimungkinkan dapat menyebabkan risiko NPB pada pekerja yaitu pekerja telah melakukan pekerjaan sebelumnya sehingga pekerja merasakan adanya keluhan NPB, terakumulasi dan dibawa ke tempat kerja. Upaya pencegahan yang dapat dilakukan adalah sebaiknya pekerja tidak membebani dengan pekerjaan yang bisa menyebabkan otot punggung bawah lelah dan mengalami keluhan NPB

77

pada saat mereka mulai bekerja, Ernawati (2002) menyebutkan lakukan perenggangan sebelum melakukan pekerjaan setiap hari meskipun tidak merasakan keluhan NPB.

6.4.2 Hubungan kebiasaan merokok dengan keluhan NPB Kebiasaan merokok dalam beberapa penelitian disebutkan bahwa ada hubungan bermakna antara kebiasaan merokok dengan MSDs. Boshuizen et al (1993) menemukan bahwa ada hubungan yang signifikan antara kebiasaan merokok dengan keluhan otot pinggang. Berdasarkan tabel 5.3 diketahui bahwa pekerja yang merokok lebih banyak daripada pekerja yang tidak merokok yakni sebesar 23 pekerja. Berdasarkan tabel 5.6 didapatkan 57.1% dari pekerja yang merokok tersebut yang sering mengalami keluhan NPB. Berdasarkan tabel 5.6 diketahui bahwa pekerja yang tidak merokok lebih besar dibandingkan dengan pekerja yang merokok. Hasil analisis bivariat berarti tidak ada hubuangan bermakna antara kebiasaan merokok dengan keluhan NPB (Pvalue =1.000). Sesuai dengan hasil observasi yang dilakukan bahwa populasi penelitian semuanya berjenis kelamin perempuan, dan ditemukan pekerja yang merokok tetapi hanya termasuk dalam perokok ringan, hanya mengkonsumsi satu sampai tiga batang tiap harinya, serta hanya mengkonsumsi rokok yang menggunakan filter. Namun efek rokok yang bisa menimbulkan keluhan NPB bersifat kronis dikarenakan pekerja mengkonsumsi rokok yang terus-menerus sehingga tidak menimbulkan efek langsung kepekerja terkait dengan keluhan NPB. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Anggraini (2010) yang juga

78

menyebutkan tidak ada hubungan bermakna antar kebiasaan merokok dengan carpal tunner syndrom, demikian pula berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Kantana (2010) yang menyebutkan tidak ada hubungan bermakna antara kebiasaan merokok dengan low back pain. Hal ini tidak sesuai dengan penelitian (Jatmikawati, 2006) yang menyatakan ada hubungan bermakna antara kebiasan merokok dengan nyeri punggung bawah, dikarenakan rokok dipercaya mengandung zat-zat yang berbahaya untuk kesehatan tubuh. Asap rokok yang masuk ke dalam paru-paru melalui mulut, faring, laring, trakea, bronkus dan akhirnya sampai ke alveoli paru akan menimbulkan iritasi di sepanjang saluran pernafasan. Sebagai reaksi pertahanan tubuh dibentuklah lendir yang berfungsi untuk membuang kotoran dan selanjutnya dikeluarkan melalui mekanisme batuk. Batuk menyebabkan tekanan di tulang belakang meningkat, terjadi kelelahan otot punggung dan timbul keluhan NPB.

6.4.3 Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan NPB Indeks massa tubuh merupakan salah satu variabel yang diduga berhubungan dengan keluhan NPB pada pekerja sulam kain tapis di Sanggar Family Art Bandar Lampung tahun 2011. Berdasarkan tabel 5.3 didapatkan pekerja yang berindeks masa tubuh gemuk > 25.0 sebanyak 6 pekerja (20%). Berdasarkan tabel 5.6 diketahui bahwa pekerja yang berindeks tubuh normal lebih sering mengalami keluhan NPB jika dibandingkan dengan pekerja yang berindeks masa tubuh kurus ataupun gemuk. Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa tidak ada hubungan bermakna antara indeks masa tubuh pekerja dengan

79

keluhan NPB (Pvalue = 0.077). Hal ini dikarenakan pekerja yang berindeks massa tubuh normal dilihat dari postur saat mereka bekerja memiliki risiko untuk terjadinya NPB jika dibandingkan dengan pekerja yang kurus ataupun gemuk, serta pekerja yang berindeks massa tubuh normal kebanyakan dari mereka adalah pekerja yang ≥ 35

tahun sehingga ketahanan kemampuan otot berkurang dan dapat

menimbulkan keluhan NPB pada pekerja tersebut. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan (Jatmikawati, 2006) yang menyatakan juga tidak ada hubungan bermakna antara indeks masa tubuh dengan kejadian nyeri punggung bawah. Hal tersebut tidak sesuai dengan penelitian Anggraini (2010) yang mengemukakan bahwa ada hubungan bermakna antara indeks masa tubuh dengan carpal tunner syndrom, sesuai dengan yang dikemukakan oleh WHO (2005) yang menyatakan indeks masa tubuh (IMT) dikategorikan menjadi tiga yaitu kurus (<18.5) normal (18.5-25) dan gemuk ( >25). Jika seseorang mengalami kelebihan berat badan maka orang tersebut akan berusaha untuk menyangga berat badan dari depan dengan mengontraksikan otot punggung bawah. Dan apabila ini terus berlanjut maka akan menyebabkan penekanan pada bantalan saraf tulang belakang yang dapat menyebabkan NPB pada pekerja.

6.4.4 Hubungan Kebiasaan Olahraga dengan Keluhan NPB Aerobic fitness meningkatkan kemampuan kontraksi otot. Delapan puluh persen (80 %) kasus nyeri tulang punggung disebabkan karena buruknya tingkat kelenturan (tonus) otot atau kurang berolahraga. Otot yang lemah terutama pada daerah perut tidak mampu menyokong punggung secara maksimal.

80

Berdasarkan tabel 5.3 pekerja yang tidak berolahraga sebesar 53.3% jika dibandingkan dengan pekerja yang jarang berolahraga hanya 23.3% atau dengan pekerja yang sering melakukan olahraga hanya 23.3%, dan berdasarkan tabel 5.6 didapatkan bahwa pekerja yang berolahraga dan sering mengalami keluhan NPB sebesar 71.4% sedangkan pekerja yang jarang berolahraga dan sering mengalami keluhan NPB sebesar 71.4% serta pekerja yang tidak berolahraga dan sering mengalami keluhan NPB sebesar 37.5%, sedangkan hasil uji analisis bivariat antara hubungan kebiasaan olahraga pada pekerja dengan keluhan NPB didapatkan bahwa tidak ada hubungan bermakna yakni (Pvalue = 0.171). Hal tersebut tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan Rahmat (2007) menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara kejadian NPB dengan kebiasaan olahraga dengan Pvalue 0,029, sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Munir (2008) kasus nyeri tulang punggung disebabkan karena buruknya tingkat kelenturan (tonus) otot atau kurang olahraga. Otot yang lemah terutama perut tidak mampu menyokong punggung secara maksimal. Semakin jarang seseorang berolahraga, semakin tinggi pula tingkat keluhan otot yang dirasakan. Salah satu pilar penanganan NPB adalah dengan exercise atau latihan untuk otot perut dan punggung. Bila otot abdomen dan otot punggung kita kuat, itu akan membantu kita untuk menjaga postur tubuh yang baik dan menjaga agar tulang belakang senantiasa berada pada lokasi yang tepat. Langkah pertama sebelum melakukan aktivitas menyulam adalah pemanasan dengan aktivitas ringan seperti

81

berjalan santai. Beberapa latihan berikut ini, hanyalah suatu saran dan harus disesuaikan dengan berbagai kondisi individual (Prodia, 2010). Berdasarkan hasil observasi didapatkan bahwa banyak pekerja yang berolahraga. Ada beberapa pekerja yang berusia lebih dari 35 tahun berolahraga seperti berjalan santai meskipun hanya beberapa kali dan setelah dilakukan pengujian silang antara sesama variabel independen maka rata-rata pekerja yang melakukan olahraga baik jarang ataupun sering yakni pekerja yang tidak merokok hal tersebut bisa berdampak dengan tidak ada hubungan antara kebiasaan olahraga dengan keluhan NPB yang terjadi pada pekerja.

6.4.5 Hubungan Masa Kerja dengan Keluhan NPB Masa kerja adalah panjangnya waktu terhitung mulai pertama kali pekerja masuk kerja hingga saat penelitian berlangsung (Amalia, 2007). Sedangkan menurut Sedarmayanti (1996) lama masa kerja adalah satu faktor yang termasuk kedalam komponen ilmu kesehatan kerja. Pekerja fisik yang dilakukan secara kontinyu dalam jangka waktu yang lama akan berpengaruh terhadap mekanisme dalam tubuh (sistem peredaran darah, pencernaan, otot, syaraf dan pernafasan). Dalam hal ini MSDs ataupun NPB merupakan penyakit kronis yang membutuhkan waktu lama untuk berkembang dan bermanifestasi. Jadi semakin lama waktu bekerja atau semakin lama seseorang terpajan faktor risiko NPB ini maka semakin besar pula risiko untuk mengalami NPB (Guo, 2004). Hasil uji statistik menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara masa kerja dengan keluhan NPB (Pvalue = 0.032). Berdasarkan hasil observasi diperoleh

82

bahwa pekerja sudah mulai bekerja dari muda sampai berusia ≥35 tahun masih bekerja sebagai penyulam kain tapis, sehingga dampak dari keluhan NPB telah berakumulasi. Serta hal lain yang ikut menyumbangkan dalam terjadinya keluhan NPB pada pekerja kain tapis yaitu target untuk menyelasaikan sehelai kain yang diberikan sampai selesai, sehingga pekerja memforsir diri mereka untuk menyelesaikan pekerjaan mereka dan pekerja mengabaikan istirahat atau relaksasi. Hal ini sesuai dengan Rihiimaki et al (1989) menjelaskan bahwa masa kerja mempunyai hubungan yang kuat dengan keluhan otot dan juga penelitian yang dilakukan oleh Anggraini (2010) juga menyebutkan ada hubungan bermakna antara masa kerja dengan keluhan carpal tunner syndrom. Upaya yang bisa diberikan untuk meminimalisasi dengan terjadinya keluhan NPB terkait dengan masa kerja pada pekerja kain tapis adalah sebaiknya pekerja khususnya pekerja yang telah bekerja lama sebagai penyulam kain tapis lebih banyak melakukan peregangan otot atau relaksasi agar dampak NPB yang telah terakumulasi dapat dicegah (Republika, 2006).

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka didapatkan kesimpulan sebagai berikut: 1. Gambaran keluhan nyeri punggung bawah pada pekerja sulam kain tapis di Sanggar Family Art Bandar Lampung tahun 2011 pekerja yang yaitu yang sering mengalami keluhan NPB (53.3%) jika dibandingkan dengan pekerja yang tidak mengalami keluhan NPB (46.7%) 2. Dengan menggunakan analisis univariat diketahui bahwa: a. Faktor Pekerjaan Gambaran faktor pekerjaan diukur dengan RULA didapatkan distribusi tingkat risiko NPB pada pekerja sulam kain tapis di Sanggar Family Art Bandar Lampung skor ≤ 2 yaitu risiko masih dapat diterima dan tidak perlu ada perubahan (13.3%) dibandingkan dengan skor ≥ 3 yaitu investigasi lanjut dan mungkin perlu ada perubahan (86.7%). b. Faktor Individu 1) Pekerja dengan usia ≥ 35 tahun lebih banyak jika dibandingkan dengan pekerja yang berusia < 35 2) Kebiasaan merokok pada pekerja lebih banyak yang tidak merokok jika dibandingkan dengan pekerja yang merokok ringan.

83

84

3) Indeks masa tubuh pekerja yang normal lebih banyak jika dibandingkan dengan pekerja yang kurus ataupun gemuk. 4) Masa kerja pada pekerja bahwa nilai tengah pada variabel masa kerja adalah 9,000 tahun dengan standar deviasi 5,5704 tahun serta masa kerja terendah 2 dan masa kerja tertinggi 25 tahun. 5) Kebiasaan olahraga pada pekerja banyak pekerja yang tidak berolahraga jika dibandingkan dengan pekerja yang berolahraga. 3. Tidak ada hubungan yang bermakna antara antara faktor pekerjaan, serta faktor individu yakni kebiasaan merokok, indeks masa tubuh (IMT) dan kebiasaan olahraga pada pekerja sulam kain tapis di Sanggar Family Art Bandar Lampung tahun 2011. 4. Terdapatnya hubungan bermakna antara variabel faktor individu yaitu usia dengan Pvalue 0.046, masa kerja dengan Pvalue 0.032 dengan keluhan nyeri punggung bawah pada pekerja sulam kain tapis di Sanggar Family Art Bandar Lampung tahun 2011.

7.2 Saran 7.2.1 Bagi Pekerja Sulam Kain Tapis a. Pekerja melakukan relaksasi dengan berdiri setiap 30 menit sekali agar meringankan kerja otot pinggang. b. Apabila ada keluhan nyeri punggung bawah segera berobat ke puskesmas setempat atau dokter.

85

c. Mengikuti saran dan petunjuk yang diberikan oleh petugas puskesmas agar dapat menghindari untuk terjadinya keluhan nyeri punggung bawah. d. Memperbanyak kegiatan olahraga untuk pencegahan terhadap keluhan nyeri punggung bawah (NPB). e. Menyesuaikan posisi duduk saat menyulam sehingga posisi bekerja menjadi nyaman sehingga dapat meminimalisir resiko terjadinya nyeri punggung bawah (NPB). f. Perbanyak istirahat atau relaksasi dalam per satu jam sekali untuk mengurangi rasa nyeri pada punggung bawah.

7.2.2 Bagi Peneliti Selanjutnya a. Untuk penelitian selanjutnya diharapkan dapat meneliti variabel-variabel lain yang kemungkinan memiliki hubungan signifikan dengan keluhan MSDs yang tidak diteliti pada penelitian ini, seperti variabel pekerja (jenis kelamin, dan kekuatan fisik), lingkungan (mikrolimat, iluminasi, getaran). b. Disarankan untuk lebih melihat aktifitas yang dilakukan pekerja selama bekerja dari segala arah, sehingga pengambilan gambar guna pengukuran faktor pekerjaan dapat lebih maksimal.

DAFTAR PUSTAKA

Anderson GBJ. Epidemiological Features of Chronic Low Back Pain. Lancet 1999; 354:581-5. Airiza, 2006. Menghindari Nyeri Pinggang Bawah. Republika 11 Juni 2006 Aryanto, Pongki Dwi. 2008. Gambaran Risiko Ergonomi dan keluhan Musculoskeletal pada Penjahit Sektor Informal. Skripsi. Depok : Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Amalia, Dina. Tinjauan Tingkat Kelelahan Kerja pada Pekerja Unit Produksi Industri Garment PT. INTI GRAMINDO PERSADA Tahun 2007. Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2007 Anggraini, Dwi Ranti. 2010. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Carpal Tunnel Syndrome (CTS) Pada Pengguna Komputer di Head Office PT. Bukaka Teknik Utama Cileungsi Bogor Jawa Barat Tahun 2010. Skripsi. Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Ariawan, Iwan. Besar dan Metode Pada Sampel Penelitian Kesehatan. Jurusan Biostatistik dan Kependudukan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. 1998. Bernard, Bruce, et all, Musculoskeletal Disorders and Workplace Factors, A Critical Review of Epidemiologic Evidence for Work-Related Musculoskeletal Disorders of the Neck, Upper Extremity, and Low Back, US Department of Health and Human Services, Public Health Service, Centers for Disease Control and Prevention, National Institute for Occupational Safety and Health, 1997. Bridger, R.S. 1995. Introduction to Ergonomics. Singapore: mcGraww Hill, Inc. Buckle, Peter. 2005. Ergonomics and muculoskeletal disorders: overview. Occupational Medicine. Oxford University Press Cohen, Alexander L. et al. 1997. Elements of Ergonomics Programs. A Primer Based on Workplace Evaluation of Musculoskeletal Disorders. Amerika: U.S Department of Health and Human Services. NIOSH. Ergonomi. Pusat Kesehatan Kerja Departemen Kesehatan RI. Available at : http://www.depkes.go.id ((diakses pada tanggal 04 September 2010)

86

87

Ernawati, DR. 2002. Nyeri Pinggang Bawah pada Pekerja Bagian Produksi Bumbu Makanan di Pabrik X Purwakarta. Tesis. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia. Grandjean, E. 1990. Fitting the task to the Human. London : Taylor & Francis Inc. Hartiyah. 2009. Hubungan Berdiri Lama dengan Keluhan Nyeri Punggung Bawah Miogenik Pada Pekerja Kasir. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia Humantech Inc. 1995. Applied Ergonomic Training Manual. Berkeley Vale Australia : Protector and Gamble Inc. International Labour Organitation. 1998. Work Organitation and Ergonomics, ILO. Jatmikawati. 2006. Analisis Risiko Ergonomi yang Berhubungan dengan Kejadian Nyeri Punggung Bawah pada Pengemudi Taksi X. Tesis. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia Musculoskeletal disorders (MSDs) in HORECA European Agency for Safety and Health at Work, 2000. Available at : http://osha.europa.eu/en/publications/efacts/efact24 NIOSH. 1997. A Critical Review of Epidemiologic Evidence for Work-Related Musculoskeletal Disorders of the Neck, Upper Extremity, and Low Back. Nurmianto, Eko. 1998. Ergonomi Konsep Dasar dan Aplikasinya. Edisi Pertama. Jakarta : Guna Widya. Oborne. David J. 1995. Ergonomics at work 3rd Edition : “Human Factors in Design and Development”, University of Wales Swansea, John Wiley & Sons Ltd. England :xiv + 442 Pheasant, Stephen. 1991. Ergonomics, Work, and Health. Aspen Publisher Inc, USA. Prodia. Nyeri Punggung Bawah. Available at : http://prodiaohi.co.id/en/articles/8nyeri-punggung-bawah.html (diakses pada tanggal 29 November 2010) Pulat, B. 1997. Fundamental of Industrial Ergonomics Rahayu, Sri. 2004. Analisis Risiko Ergonomi Pada Perawat Terhadap Kemungkinan Timbulnya MSDs Akibat Postur Janggal di RSU Serang, Banten. Tesis. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia. http://athaliwa.wordpress.com/2008/12/14/kain-tapis-lampung (diakses pada tanggal 08 Agustus 2010)

88

Santoso, Gempur. 2004. Ergonomi, Manusia, Peralatan dan Lingkungan. Jakarta: Prestasi Pustaka. Sedarmayanti. Tata Kerja dan Produtivitas Kerja. Bandung. Mandar Maju. 2009 Sisinta, Tiaraima. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kelelahan pada Pekerja di Departemen Weaving PT. ISTEM Tangerang. Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2005 Soleha, Siti. 2009. Hubungan Faktor Risiko Ergonomi dengan Keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada Operator Can Plant PT. X Tahun 2009. Skripsi. Jakarta : Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas UIN Syarif Hidayatullah. Stanton, Neville et al. 2005. Handbook of Human Factors and Ergonomics Methods. London: CRC Press. Suma’mur, P.K. 1989. Ergonomi Untuk Meningkatkan Produktivitas Kerja. Jakarta: CV Haji Masagung. Suma’mur, P.K. 2009. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Jakarta: Sagung Seto Tarwaka, et al. 2004. Ergonomi; Untuk Keselamatan, Kesehatan Kerja Dan Produktivitas. Surakarta : UNIBA Press. Zulaeha, Siti. 2008. Analisis Tingkat Resiko Terjadinya Musculoskeletal disorders (MSDs) Pada Proses Main Assembling 3Phase PT. Metbelosa Tahun 2008. Skripsi. Jakarta: Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarief Hidayatullah.

Analisis Univariat

Frequencies Statistics

N

Valid

keluhannpb 30

pekerjaanklp 30

usiakelompok 30

merokok kelompok 30

0

0

0

0

Missing

Frequency Table keluhannpb

Valid

tidak pernah

Frequency 14

Percent 46.7

Valid Percent 46.7

Cumulative Percent 46.7 100.0

sering

16

53.3

53.3

Total

30

100.0

100.0

pekerjaanklp

Valid

Skor 1-2

Frequency 4

Percent 13.3

Valid Percent 13.3

Cumulative Percent 13.3

Skor 3-4

26

86.7

86.7

100.0

Total

30

100.0

100.0

usiakelompok

Frequency Valid

<35

11

>=35

19

Total

30

Percent

Valid Percent

36.7

Cumulative Percent

36.7

36.7

63.3

63.3

100.0

100.0

100.0

merokok kelompok

Valid

tidak merokok merokok Total

30

kebiasaanol ahraga 30

0

0

IMT

Frequency 23

Percent 76.7

Valid Percent 76.7

Cumulative Percent 76.7

7

23.3

23.3

100.0

30

100.0

100.0

IMT

Valid

Cumulative Percent 10.0

Frequency 3

Percent 10.0

Valid Percent 10.0

normal

21

70.0

70.0

80.0

gemuk

6

20.0

20.0

100.0

30

100.0

100.0

kurus

Total

kebiasaanolahraga

Valid

jarang

Frequency 7

Percent 23.3

Valid Percent 23.3

Cumulative Percent 23.3

16

53.3

53.3

76.7 100.0

tidak ya Total

7

23.3

23.3

30

100.0

100.0

Crosstabs Case Processing Summary Cases Valid N

Missing Percent

N

Total

Percent

N

Percent

pekerjaanklp * keluhannpb

30

100.0%

0

.0%

30

100.0%

usiakelompok * keluhannpb

30

100.0%

0

.0%

30

100.0%

merokok kelompok * keluhannpb

30

100.0%

0

.0%

30

100.0%

IMT * keluhannpb

30

100.0%

0

.0%

30

100.0%

kebiasaanolahraga * keluhannpb

30

100.0%

0

.0%

30

100.0%

pekerjaanklp * keluhannpb Crosstab

keluhannpb tidak pernah pekerjaanklp

Skor 1-2

Count % within pekerjaanklp

Skor 3-4

Total

sering

1

3

4

25.0%

75.0%

100.0%

13

13

26

50.0%

50.0%

100.0%

14

16

30

46.7%

53.3%

100.0%

Count % within pekerjaanklp

Total

Count % within pekerjaanklp

Chi-Square Tests

Value Pearson Chi-Square Continuity Correction(a) Likelihood Ratio

Asymp. Sig. (2-sided)

df

.871(b)

1

.351

.156

1

.693

.913

1

.339

Fisher's Exact Test

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

.602

Linear-by-Linear Association

.842

N of Valid Cases

30

1

.359

a Computed only for a 2x2 table b 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.87. Risk Estimate

95% Confidence Interval Value

Lower

Upper

Odds Ratio for pekerjaanklp (= risiko sedang)

.333

.031

3.638

For cohort keluhannpb = tidak pernah

.500

.088

2.850

For cohort keluhannpb = sering

1.500

.757

2.973

N of Valid Cases

30

.352

usiakelompok * keluhannpb Crosstab

keluhannpb tidak pernah usiakelompok

<35

Count

>=35

% within usiakelompok Count % within usiakelompok Count

Total

% within usiakelompok

Total

sering

2

9

11

18.2%

81.8%

100.0%

12

7

19

63.2%

36.8%

100.0%

14

16

30

46.7%

53.3%

100.0%

Chi-Square Tests

Pearson Chi-Square Continuity Correction(a) Likelihood Ratio

1

Asymp. Sig. (2-sided) .017

3.999

1

.046

6.016

1

.014

Value 5.662(b)

df

Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

.026 5.473

1

.019

N of Valid Cases

30 a Computed only for a 2x2 table b 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5.13. Risk Estimate

95% Confidence Interval Value

Lower

Upper

Odds Ratio for usiakelompok (<35 / >=35)

.130

.022

.779

For cohort keluhannpb = tidak pernah

.288

.078

1.056

For cohort keluhannpb = sering

2.221

1.158

4.260

N of Valid Cases

30

.021

merokok kelompok * keluhannpb keluhannpb

merokok kelompok

tidak merokok

tidak pernah 11

Count % within merokok kelompok

merokok

Count % within merokok kelompok

Total

Count % within merokok kelompok

Total sering 12

23

47.8%

52.2%

100.0 %

3

4

7

42.9%

57.1%

100.0 %

14

16

30

46.7%

53.3%

100.0 %

Chi-Square Tests

Pearson Chi-Square Continuity Correction(a) Likelihood Ratio

1

Asymp. Sig. (2-sided) .818

.000

1

1.000

.053

1

.817

Value .053(b)

df

Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

1.000 .051

1

.821

N of Valid Cases

30 a Computed only for a 2x2 table b 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3.27. Risk Estimate

95% Confidence Interval Value

Lower

Upper

Odds Ratio for merokok kelompok (tidak merokok / merokok)

1.222

.222

6.730

For cohort keluhannpb = tidak pernah

1.116

.429

2.903

For cohort keluhannpb = sering

.913

.431

1.936

N of Valid Cases

30

.581

IMT * keluhannpb Crosstab keluhannpb

IMT

kurus

tidak pernah 0

Count

3

.0%

100.0%

100.0%

12

9

21

57.1%

42.9%

100.0%

2

4

6

33.3%

66.7%

100.0%

Count % within IMT

gemuk

Count % within IMT

Total

Count % within IMT

sering 3

% within IMT normal

Total

14

16

30

46.7%

53.3%

100.0%

Chi-Square Tests

Value Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases

Asymp. Sig. (2-sided)

df

3.980(a) 5.135

2 2

.137 .077

.161

1

.688

30

a 4 cells (66.7%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.40. Risk Estimate Value Odds Ratio for IMT (kurus / normal)

(a)

a Risk Estimate statistics cannot be computed. They are only computed for a 2*2 table without empty cells.

kebiasaanolahraga * keluhannpb Crosstab keluhannpb

kebiasaanolahraga

jarang

tidak pernah 2

Count % within kebiasaanolahraga

tidak

ya

7

28.6%

71.4%

100.0%

10

6

16

62.5%

37.5%

100.0%

2

5

7

28.6%

71.4%

100.0%

14

16

30

46.7%

53.3%

100.0%

Count % within kebiasaanolahraga

Total

Count % within kebiasaanolahraga

sering 5

Count % within kebiasaanolahraga

Total

Chi-Square Tests

Value Pearson Chi-Square

Asymp. Sig. (2-sided)

df

3.453(a) 3.534 30

Likelihood Ratio N of Valid Cases

2 2

.178 .171

a 4 cells (66.7%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3.27. Risk Estimate Value Odds Ratio for kebiasaanolahraga (jarang / tidak )

(a)

a Risk Estimate statistics cannot be computed. They are only computed for a 2*2 table without empty cells.

Explore Case Processing Summary Cases Valid N masakerja

30

Missing Percent 100.0%

N 0

Percent .0%

Total N 30

Percent 100.0%

Descriptives

Statistic masakerja

Mean

Std. Error

10.267

95% Confidence Interval for Mean

Lower Bound

1.0170

8.187

Upper Bound

12.347

5% Trimmed Mean

10.000

Median

9.000

Variance

31.030

Std. Deviation

5.5704

Minimum

2

Maximum

25

Range

23.0

Interquartile Range

8.3

Skewness

.816

.427

Kurtosis

.245

.833

Tests of Normality Kolmogorov-Smirnov(a) Statistic

df

masakerja

.188 a Lilliefors Significance Correction

Shapiro-Wilk

Sig. 30

.008

masakerja masakerja Stem-and-Leaf Plot Frequency

Stem &

2.00 13.00 7.00 6.00 1.00 1.00 Stem width: Each leaf:

0 0 1 1 2 2

. . . . . .

Leaf 22 5556677777778 0000133 555689 0 5

10 1 case(s)

Statistic .930

df

Sig. 30

.049

Normal Q-Q Plot of masakerja

2

Expected Normal

1

0

-1

-2 0

5

10

15

Observed Value

20

25

Detrended Normal Q-Q Plot of masakerja

0.8

Dev from Normal

0.6

0.4

0.2

0.0

-0.2

-0.4 0

5

10

15

Observed Value

20

25

25

20

15

10

5

0

masakerja

NPar Tests Descriptive Statistics

massakerjaklp

N 30

Mean .37

Std. Deviation .490

Minimum 0

Maximum 1

keluhannpb

30

1.07

1.015

0

2

Mann-Whitney Test Ranks

keluhannpb massakerjaklp

N

Mean Rank

Sum of Ranks

tidak pernah

14

18.57

260.00

sering

16

12.81

205.00

Total

30

Test Statistics(b)

Mann-Whitney U Wilcoxon W Z

massakerj aklp 69.000 205.000 -2.140

Asymp. Sig. (2-tailed)

.032

Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]

.077(a)

a Not corrected for ties. b Grouping Variable: keluhannpb

No Kuisioner :

KUISIONER

Assalamualaikum, Wr. Wb,, Dengan hormat, perkenalkan saya Defriyan, mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syahid Jakarta, prodi Kesehatan Masyarakat peminatan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3). Saat ini saya sedang melakukan penelitian untuk penyusunan tugas akhir (skripsi) mengenai “Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Keluhan Nyeri Punggung Bawah pada Proses Penyulaman Kain Tapis di Sanggar Family Art Bandar Lampung Tahun 2011” sebagai syarat untuk penyelesaian studi program sarjana. Berkenaan dengan hal tersebut, saya memohon kesediaan Ibu/Saudari untuk mengisi formulir kuisioner ini dengan sebaik-baiknya. Jawaban Ibu/Saudari sangat bermanfaat dalam penelitian ini dan sekaligus dapat juga digunakan sebagai masukan terhadap pengelolaan kesehatan dan keselamatan kerja perusahaan ini, khususnya berguna untuk para pekerja dibagian ini. Jawaban dan data Ibu/Saudari akan terjamin kerahasiaannya dan tidak akan mempengaruhi penilaian kinerja Ibu/Saudari. Silakan Ibu/Saudari mengisi kuisioner ini dengan mengisi jawaban atau memberikan tanda (√) pada tiap jawaban yang Ibu/Saudari pilih. Diharapkan Ibu/Saudari mengisi kuisioner ini dengan lengkap dan jujur dan tidak perlu menanyakan atau berdiskusi kepada rekan Ibu/Saudari terhadap jawaban yang dipilih. Terima Kasih

No

A. Karakteristik Pekerja

Jawaban

Diisi Oleh Peneliti

1.

Nama Responden

2.

Tanggal Lahir

3.

Berat Badan........ Kg

Tanggal... Bulan... Tahun...

A2 [

]

A3[

]

C4 [

]

Tinggi Badan....... cm B. Masa Kerja 1.

Mulai

kapan

anda

bekerja

sebagai

penyulam 2.

Sudah berapa lama Anda bekerja sebagai penyulam kain tapis

3.

Apakah

sebelumnya

Anda

pernah

Ya

Tidak

bekerja sebagai penyulam kain tapis di tempat lain

Jika Ya, mulai.... sampai ......

C. Kebiasaan Merokok 1.

Apakah anda saat ini merokok

Ya

Tidak

Jika Tidak lanjut ke no 5 2.

Sejak Kapan anda mulai merokok

3.

Apakah jenis rokok yang anda konsumsi

4.

Berapa batang rokok yang anda konsumsi

Filter

Kretek

tiap harinya 5.

Apakah sebelumnya anda merokok

Ya Jika

Tidak tidak

selesai

di

pertanyaan

kebiasaan merokok, jika ya lanjut ke no 6. 6.

Apakah jenis rokok yang anda konsumsi

7

Berapa batang yang anda konsumsi tiap harinya

8.

Sejak

kapan

merokok.

anda

mulai

berhenti

Filter

Kretek

D. Kebiasaan Olahraga 1.

Apakah olahraga

anda

memiliki

kebiasaan Ya

Tidak

Jika Tidak, Selesai

Dilanjutkan ke pertanyaan keluhan nyeri punggung bawah 2.

Seberapa sering anda berolahraga

E

Sering ≥ 3 kali seminggu

D2 [

]

E3 [

]

E4 [

]

E5 [

]

E6 [

]

Jarang 1-3 kali perbulan

3.

4.

Tidak pernah a. Lari b. Jalan pagi c. Senam d. Lainnya..... Berapa lama anda butuhkan untuk ≥ 10 menit berolahraga < 10 menit Jenis olahraga yang anda lakukan

E Keluhan nyeri punggung bawah 1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

Apakah selama anda bekerja pernah Ya Tidak merasakan keluhan sakit pada bagian Jika Tidak, Selesai pinggang Apa yang anda rasakan a. Nyeri [kepertanyaan 3E] b. Pegal-pegal [kepertanyaan 4E] c. Panas [kepertanyaan 5E] Boleh lebih dari satu jawaban d. Kram [kepertanyaan 6E] e. Lainnya... Bagaimana tingkat keseringan nyeri yang Kadang-kadang (1-3 kali perminggu) anda rasakan Sering (Setiap hari) Bagaimana tingkat keseringan pegal-pegal Kadang-kadang (1-3 kali perminggu) yang anda rasakan Sering (Setiap hari) Bagaimana tingkat keseringan panas yang Kadang-kadang (1-3 kali perminggu) anda rasakan Sering (Setiap hari) Bagaimana tingkat keseringan kram yang Kadang-kadang (1-3 kali perminggu) anda rasakan Sering (Setiap hari) Apakah rasa nyeri, pegal-pegal, panas, Ya Tidak kram hilang setelah anda beristirahat

Lembar Observasi No

Langkah

Beban

Frekuensi

Durasi