FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

Download faktor yang mempengaruhi strategi perempuan bekerja, 8) Mengetahui faktor- ... adalah analisis deskriptif, uji korelasi spearman, dan uji r...

0 downloads 574 Views 632KB Size
   

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI STRATEGI PEREMPUAN BEKERJA DAN KESEJAHTERAAN KELUARGA (Studi Kasus Perempuan Karier di Makassar)

FATMAWATI HARUN

DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010

   

ABSTRACT FATMAWATI HARUN. The Factors that Influence Working Women’s Strategies and Family Welfare (Case Career Women in Makassar). Under direction of HERIEN PUSPITAWATI and TIN HERAWATI. The main purpose of this research was to know the factors that influence working women’s strategies and family welfare. The respondents were working women, have a position in a compony or institute, and have a family, consist of husband and a child or children. The study design used was a cross sectional study. The sample of this study are 30 working women in Makassar in May until June 2010. The results showed that most of respondents balanced between work and family activities. Results showed that the community and extended families surrounded respondents supported them very well through providing social supports. Working women’s strategy had significant influenced on the total of respondent’s income, respondent’s education, the numbers of children, and numbers of children under five. The family welfare had significant influenced on respondent’s education, the total of respondent’s income, interaction among husband and wife, and gender role in family. Key Words: working women’s strategy, family welfare, gender role

   

RINGKASAN Fatmawati Harun. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Strategi Perempuan Bekerja dan Kesejahteraan Keluarga. Dibimbing oleh Herien Puspitawati dan Tin Herawati Tujuan umum penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi strategi perempuan bekerja dan kesejahteraan keluarga. Tujuan khususnya adalah 1) Mengidentifikasi karakteristik contoh dan keluarga, 2) Menganalisis karakteristik lingkungan tentang nilai-nilai budaya, 3) Mengidentifikasi dukungan sosial lingkungan keluarga, 4) Mengidentifikasi interaksi suami-istri, 5) Mengidentifikasi pandangan serta sikap perilaku peran gender, 6) Menganalisis strategi perempuan bekerja, 7) Menganalisis faktorfaktor yang mempengaruhi strategi perempuan bekerja, 8) Mengetahui faktorfaktor yang mempengaruhi kesejahteraan keluarga. Penelitian dilakukan di Kota Makassar, Sulawesi Selatan. Contoh penelitian ini adalah perempuan yang bekerja dan memiliki jabatan kelas manajerial ke atas di salah satu instansi di Kota Makassar, suku asli Makassar, telah mempunyai suami dan anak, dengan jumlah contoh sebanyak 30 orang. Data yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder. Pengambilan data primer menggunakan kuesioner terstruktur, sedangkan data sekunder diperoleh dari Badan Pusat Statistik. Analisis statistik yang digunakan adalah analisis deskriptif, uji korelasi spearman, dan uji regresi linier berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa separuh dari contoh (50%) berada pada kelompok umur dewasa dini (18–40 tahun) dan dewasa madya (40–60 tahun), sedangkan suami berada pada kelompok dewasa madya (40-60 tahun) (63,3%) dengan tingkat pendidikan baik contoh (96%) dan suami (83,3%) adalah perguruan tinggi dengan tingkatan strata 1. Hamipr keseluruhan contoh (83,3%) dan lebih dari separuh suami (53%) berprofesi sebagai pegawai negeri. Berdasarkan pengalaman bekerja, separuh contoh (50%) telah bekerja selama lebih dari 15 tahun dan menghabiskan waktu di kantor selama lebih dari 8 jam sehari (96,65%). Hampir seluruh dari contoh (93,3%) menggunakan kendaraan pribadi sebagai alat transportasi ke tempat kerja. Berdasarkan besar keluarga, lebih dari separuh keluarga contoh (53,3%) merupakan tipe keluarga kecil, dan memiliki anak usia balita dan usia sekolah (58,2%), serta pembantu rumah tangga (56,7%). Rata-rata pendapatan contoh adalah Rp 4.670.000 perbulan dengan kisaran antara Rp 2.500.000 sampai Rp 15.000.000 dan rata-rata pendapatan suami adalah Rp 5.670.000 perbulan dengan kisaran antara Rp 2.000.000 sampai dengan Rp 30.000.000 perbulan. Hampir seluruh contoh (86,7%) memiliki kewajiban untuk mengurus dan menjaga keutuhan rumah tangga menurut budaya contoh. Kurang dari tiga perempat keluarga contoh (73,3%) melakukan kebiasaan peran gender baik peran disektor domestik, publik dan sosial secara bekerjasama antara suami dan istri dan separuh contoh (50%) menganut pandangan peran gender modern. Hampir duapertiga dari contoh (63,3%) mendapatkan dukungan sosial yang baik. Dukungan sosial yang diberikan baik dari keluarga inti, keluarga besar, teman, lingkungan kerja, dan lingkungan tempat tinggal akan mendukung contoh dalam melakukan keseimbangan antara pekerjaan dan keluarga. Terdapat tiga strategi dalam menyeimbangkan antara karir dan keluarga pada perempuan bekerja, yaitu lebih memprioritaskan keluarga, memprioritaskan karir, dan seimbang antara karir dan keluarga. Sebagian besar contoh

    melakukan keseimbangan antara karir dan keluarga (86,7%). Cara yang dilakukan oleh sebagian besar contoh (56,7%) dalam menyeimbangkan antara karir dan keluarga adalah menggunakan jasa pembantu rumah tangga. Berdasarkan hasil analisis regresi linier berganda, faktor-faktor yang mempengaruhi strategi penyeimbangan antara karier dan keluarga secara nyata adalah, pendidikan istri (ß=0,828; p=0,000), pendapatan istri (ß=0,981; p=0,003), jumlah anak balita (ß=-0,369; p = 0,081), dan jumlah anak (ß=0,369; p= 0,081) dengan nilai R² sebesar (0,548) artinya sebesar 54,8 persen variabel yang diteliti mempengaruhi strategi penyeimbangan antara karier dan keluarga. Berdasarkan hasil analisis regresi linier berganda, faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kesejahteraan keluarga subyektif secara nyata adalah, pendidikan istri (ß=0,638; p=0,033), pendapatan istri (ß=0,822; p=0,028), interaksi suami istri (ß=-0,579; p = 0,006), serta sikap dan perilaku peran gender (ß=0,632; p= 0,001) dengan nilai R² sebesar (0,523) artinya sebesar 52,3 persen variabel yang diteliti mempengaruhi kesejahteraan subyektif keluarga. Berdasarkan hasil penelitian, saran yang dapat diberikan, yaitu 1) Sebaiknya bagi istri yang berkeinginan bekerja di luar rumah memiliki kemampuan dalam menyeimbangkan antara tuntutan pekerjaan dan tuntutan keluarga; 2) Keluarga inti seperti suami perlu meningkatkan pengertian dan dukungan agar istri dapat mengerjakan pekerjaan domestik dan publik dengan baik; 3) Interaksi dan komunikasi suami-istri yang baik sangat dibutuhkan sehingga tujuan yang ada di dalam keluarga akan lebih mudah dicapai dan akan mempermudah menyelesaikan konflik dan pemecahan masalah; 4) suami dan istri memiliki pandangan peran gender yang setara dalam melakukan pekerjaan di sektor publik dan domestik. Kata kunci: Strategi bekerja, pandangan peran gender, kesejahteraan keluarga subjektif

   

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI STRATEGI PEREMPUAN BEKERJA DAN KESEJAHTERAAN KELUARGA (Studi Kasus Perempuan Karier di Makassar)

Fatmawati Harun

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen

DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010

   

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Faktor-faktor yang Mempengaruhi Strategi Perempuan Bekerja dan Kesejahteraan Keluarga adalah karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, 15 Oktober 2010 Fatmawati Harun NIM. I24062765

   

RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Makassar pada tanggal 8 Desember 1987 dari pasangan Bambang Harun dan Rahmawati Tahir. Penulis merupakan putri pertama dari dua bersaudara. Pada Tahun 1994, penulis menempuh pendidikan dasar di SD YKPP 04 Medan, kemudian melanjutkan pendidikan di SLTP YKPP Pertamina Medan. Pada Tahun 2006 penulis lulus dari SMA Dharma Patra Pertamina Medan dan pada tahun yang sama lulus seleksi IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Penulis memilih mayor Ilmu Keluarga dan Konsumen, Fakultas Ekologi Manusia, dan minor Komunikasi, Fakultas Ekologi Manusia. Selama

mengikuti

perkuliahan,

penulis

aktif

pada

organisasi

kemahasiswaan, yaitu menjadi pengurus Himpunan Mahasiswa Ilmu Keluarga dan Konsumen (HIMAIKO) sebagai anggota Divisi Tumbuh Kembang Anak (2007/2008) dan Ketua Divisi Tumbuh Kembang Anak (2008/2009). Selain itu, penulis juga aktif di berbagai kepanitian yang diadakan baik di dalam maupun di luar kampus, serta mengikuti beberapa penulisan karya ilmiah.

   

PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Faktor-faktor yang Mempengaruhi Strategi Perempuan Bekerja dan Kesejahteraan Keluarga (Studi Kasus Perempuan Karier di Makassar). Skripsi ini disusun oleh penulis sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak yang secara langsung maupun tidak langsung telah mendukung, memotivasi dan memberikan doa serta semangat,

sehingga

skripsi

ini

dapat

terselesaikan.

Untuk

itu

penulis

menyampaikan ucapan terima kasih kepada: 1. Ibu Dr. Ir. Herien Puspitawati, M.Sc., M.Sc dan Tin Herawati, SP, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan dukungan, perhatian, sumbangan pikiran dan kerjasama dalam penulisan skripsi ini. 2. Dosen pemandu seminar hasil Ibu Netti Hernawati, SP, M.Si dan dosen penguji sidang akhir skripsi Ibu Dr. Ir.Diah Krisnatuti, MS, untuk saran dan kritik yang telah diberikan kepada penulis untuk perbaikan skripsi. 3. Dosen pembimbing akademik Ibu Dr. Ir. Hartoyo M.Sc atas bimbingannya selama masa perkuliahan di Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen. 4. Kedua orang tua saya Bambang Harun dan Rahmawati Tahir, adik saya Fatmiati Harun serta keluarga besar yang selalu memberikan doa dan dukungan, baik secara fisik maupun non fisik. 5. Nurcholish Najib, yang selalu memberikan doa dan motivasi bagi penulis selama penyelesaian skripsi. 6. Seluruh staf pengajar Institut Pertanian Bogor pada umumnya dan Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen pada khususnya yang telah mendidik dan memberikan ilmu kepada penulis selama berkuliah di IPB. 7. Husni, Mira, Ade, Lia, Untari, Mira, Ditha, dan Ririn teman-teman seperjuangan yang selalu bersedia berbagi kesulitan serta memberikan masukan,

kritik

dan

menyelesaikan skripsi ini.

motivasi

dalam

melaksanakan

penelitian

dan

    8. Teman-teman IKK 43 dan Griya Mahasiswi MBL yang selalu memberikan semangat, motivasi dan doa selama penyusunan skripsi, serta sebuah kebersamaan yang sangat indah selama masa perkuliahan. 9. Terakhir, seluruh pihak, sahabat, kakak, adik, dan teman-teman yang juga selalu memberikan semangat, motivasi dan doa selama penyusunan skripsi ini. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi seluruh pihak yang membutuhkan segala informasi yang terdapat didalamnya. Bogor,15 Oktober 2010 Fatmawati Harun

   

DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ............................................................................................................ xvii DAFTAR GAMBAR ........................................................................................................ xix DAFTAR LAMPIRAN...................................................................................................... xxi PENDAHULUAN ............................................................................................................ Latar Belakang ..................................................................................................... Perumusan Masalah ........................................................................................... Tujuan Penelitian ................................................................................................. Kegunaan Penelitian ...........................................................................................

1 1 2 5 5

TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................................... Pengertian dan Pendekatan Teori Keluarga ......................................... Perkembangan Karier ................................................................................. Strategi Perempuan Bekerja....................................................................... Konsep dan Analisis Gender ...................................................................... Kesejahteraan Keluarga .............................................................................

7 7 10 15 21 27

KERANGKA PEMIKIRAN ...............................................................................

29

METODE PENELITIAN ................................................................................. Desain, Tempat, dan Waktu ................................................................. Teknik Pengambilan Contoh ................................................................ Jenis dan Cara Pengumpulan Data ..................................................... Pengolahan dan Analisis Data .............................................................. Definisi Operasional .............................................................................

31 31 31 31 33 33

HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................................... Keadaan Umum Lokasi Penelitian ........................................................ Karakteristik Contoh dan Keluarga ....................................................... Karakteristik Lingkungan ....................................................................... Dukungan Sosial Keluarga dan Lingkungan ......................................... Interaksi Contoh dan Suami .................................................................. Strategi Perempuan Bekerja ................................................................. Pandangan Peran Gender .................................................................... Kesejahteraan Keluarga Subjektif ......................................................... Faktor-faktor yang Mempengaruhi Strategi Perempuan Bekerja dan Kesejahteraan Keluarga ................................................................ Pembahasan Umum ............................................................................. Keterbatasan Penelitian ........................................................................

35 36 35 47 48 49 50 55 57

PENUTUP ...................................................................................................... Kesimpulan ........................................................................................................... Saran ....................................................................................................................

65 65 66

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................

67

LAMPIRAN ....................................................................................................

71

59 61 62

   

DAFTAR TABEL Halaman 1

Perbedaan pekerjaan rumahtangga dan pekerjaan di luar rumahtangga ...............................................................................

17

Jenis data, peubah, alat dan cara pengukuran, skala, item pertanyaan, dan cronbach alpha (α) ............................................................................

32

3

Sebaran contoh berdasarkan kelompok usia contoh dan suami ..............

37

4

Sebaran contoh dan suami berdasarkan tingkat pendidikan....................

38

5

Sebaran contoh dan suami berdasarkan jenis pekerjaan .......................

38

6

Sebaran contoh dan suami berdasarkan pendapatan perbulan .............

39

7

Sebaran kontribusi pendapatan contoh dan suami terhadap total pendapatan keluarga ...............................................................................

40

8

Sebaran keluarga contoh berdasarkan jumlah anggota keluarga ...........

40

9

Sebaran keluarga contoh berdasarkan kelompok usia dan jumlah anak .

41

10 Sebaran contoh berdasarkan tahapan perkembangan keluarga .............

41

11 Sebaran contoh berdarakan nilai-nilai keluarga ......................................

43

12 Sebaran contoh berdasarkan lama bekerja dan kelompok usia...............

44

13 Sebaran contoh berdasarkan lama jam kerja dan jenis pekerjaan ..........

45

14 Sebaran contoh berdasarkan motivasi bekerja ........................................

46

15 Sebaran contoh berdasarkan kategori motivasi bekerja .........................

46

16 Sebaran contoh berdasarkan kewajiban perempuan menurut budaya ...

47

17 Sebaran contoh berdasarkan arti karier ...................................................

48

18 Sebaran contoh berdasarkan kategori dukungan sosial ..........................

49

19 Sebaran contoh berdasarkan kategori interaksi suami istri ......................

50

20 Sebaran contoh berdasarkan persepsi terhadap strategi bekerja ............

51

21 Sebaran contoh berdasarkan tindakan terhadap strategi bekerja ............

52

22 Sebaran contoh berdasarkan kategori persepsi dan tindakan strategi perempuan bekerja ......................................................................

54

23 Sebaran contoh berdasarkan kategori pandangan peran gender ...........

55

24 Sebaran contoh berdasarkan kategori sikap dan perilaku contoh ..........

57

25 Sebaran contoh berdasarkan kategori kesejahteraan keluarga subjektif .

58

26 Hasil analisis regresi terhadap strategi perempuan bekerja dan kesejahteraan keluarga (Subjectif Quality of Life) .................................

60

2

   

DAFTAR GAMBAR Halaman 1

Kerangka pemikiran Faktor-faktor yang Mempengaruhi Strategi Perempuan Bekerja dan Kesejahteraan Keluarga .........................................

30

   

DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Pengukuran variabel ...............................................................................................

72

2 Sebaran contoh berdasarkan item pernyataan indeks dukungan sosial ....

75

3 Sebaran contoh berdasarkan item pernyataan interaksi suami istri ...........

76

4 Sebaran contoh berdasarkan item pernyataan pandangan peran gender .

77

5 Sebaran contoh berdasarkan item pernyataan sikap dan perilaku .............

79

6 Sebaran contoh berdasarkan item pernyataan kesejahteraan keluarga ..

80

7 Rekap data karakteristik contoh dan keluarga pada perempuan bekerja di Makassar ..................................................................................................

81

8 Data kualitatif arti keluarga, arti anak, dan prioritas hidup ............................

83

9 Data kualitatif arti karier, kewajiban perempuan menurut budaya, pandangan budaya memposisikan perempuan .............................................

85

10 Hasil uji korelasi spearmen antar variabel .......................................................

88

11 Kasus 1 “Strategi perempuan bekerja dengan anak pertama usia balita” ...............................................................................................

89

12 Kasus 2 “Strategi perempuan bekerja dengan anak pertama usia balita” ...............................................................................................

90

13 Kasus 3 “Strategi perempuan bekerja dengan anak pertama usia balita” ...............................................................................................

91

   

PENDAHULUAN Latar Belakang Negara dapat dikatakan maju apabila memiliki sumberdaya manusia yang berkualitas. Pembangunan sumberdaya manusia sangat penting dan strategis guna menghadapi era persaingan ekonomi pasar bebas dan globalisasi serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Human Development Index (HDI) adalah angka yang digunakan sebagai indikator untuk mengukur kualitas sumberdaya manusia suatu bangsa. Pada Tahun 2005 sampai 2009 berdasakan pengukuran

HDI,

kualitas

sumberdaya

manusia

Indonesia

mengalami

peningkatan. HDI Indonesia pada Tahun 2005 berada pada peringkat 110 dari 117 negara dengan indeks 0,697. Pada Tahun 2006 mencapai indeks 0,711 dan berada pada peringkat 108 dari 117 negara. Pada Tahun 2007 HDI Indonesia meningkat menjadi 0,728 dan berada pada peringkat 108 dari 117 negara dan pada tahun 2009 diperkirakan berada pada posisi 111 dari 182 negara dengan indeks 0,734 dan dikategorikan sebagai negara berkembang1. Indonesia berada pada peringkat 68 dari 138 negara dalam Gender Related Development Indeks (GDI-Indeks Pembangunan yang berkaitan dengan gender) dengan tolak ukur yang mencerminkan kualitas pendidikan, pendapatan, dan kesehatan dasar yang masih rendah. Demikian pula dalam Gender Empowerment

Measure

(GEM-Ukuran

Pemberdayaan

Gender)

yang

mengevaluasi kemajuan suatu bangsa dalam mendorong kemajuan perempuan di bidang ekonomi dan politik, Indonesia berada pada peringkat 56 dengan nilai 0,362 (Bainar & Halik, 1999). Masalah ketenagakerjaan juga merupakan salah satu masalah utama yang dihadapi. Jumlah angkatan kerja di Indonesia pada Februari 2007 mencapai 108,13 juta orang, bertambah 1,74 juta orang dibanding jumlah angkatan kerja Agustus 2006 (106,39 juta orang) atau bertambah 1,85 juta orang dibanding Februari 2006 (106,28 juta orang). Berdasarkan peran gender disektor publik, partisipasi perempuan dalam lapangan kerja meningkat signifikan. Pada tahun 2006 dari segi penawaran, pencari kerja perempuan lebih banyak daripada 1

 

Kawilarang RR & Puspasari SE. 2009. PBB: Kualitas RI Masih Kalah dari Tetangga. http://dunia.vivanews.com. [18 Oktober 2009].

    pencari kerja laki-laki. Demikian juga dari segi permintaan, lowongan kerja perempuan lebih banyak dari pada lowongan kerja laki-laki. Secara persentase banyaknya lowongan kerja terdaftar terhadap pencari kerja terdaftar antara lakilaki dan perempuan masing-masing pada Tahun 2005 secara berturut-turut 21,04 persen dan 22,78 persen dan mengalami peningkatan pada Tahun 2006 secara berturut-turut 27,45 persen untuk laki-laki dan 30,37 persen untuk perempuan. Dengan demikian dari data tersebut dapat dilihat bahwa peluang mendapatkan pekerjaan bagi perempuan lebih besar dibandingkan laki-laki (BPS 2007). Sistem keluarga tradisional yang didasarkan pada sistem patriarki yaitu ayah sebagai pencari nafkah dan ibu sebagai ibu rumahtangga mulai pudar (Kammeyer 1987). Beberapa konflik ditemui oleh keluarga yang suami dan istrinya bekerja. Tugas ibu yang sepenuhnya di rumah teralihkan ke hal yang lain, yaitu karier, sehingga seorang perempuan yang bekerja mempunyai waktu yang sangat terbatas untuk menyelesaikan pekerjaan rumahtangga. Sebagai perempuan bekerja yang telah berkeluarga, perempuan memiliki dua tanggung jawab besar, yaitu sebagai ibu rumahtangga dan sebagai pekerja di suatu instansi. Oleh sebab itu penyeimbangan antara pekerjaan dan keluarga sangatlah dibutuhkan karena kemampuan perempuan dalam menyeimbangkan antara tuntutan keluarga dan pekerjaanlah yang membuat perempuan dapat eksis dalam mempertahankan kedua peran ganda tersebut (Puspitawati 2009).

Perumusan Masalah Hasil Survey Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) menunjukkan bahwa pada Februari 2005 jumlah pekerja perempuan yang berstatus sebagai buruh/karyawan/pegawai sekitar 8,2 juta orang, pekerja bebas di sektor pertanian sekitar 1,9 juta, dan 0,6 juta orang sebagai pekerja bebas di sektor non pertanian. Jumlah tersebut mengalami peningkatan masing-masing menjadi 8,6 juta, 2,3 juta, dan 0,7 juta pada Februari 2007. Meningkatnya jumlah ibu rumahtangga yang bekerja di luar rumah ditandai

dengan terbukanya

kesempatan yang sama antara perempuan dan laki-laki untuk memperoleh pendidikan yang tinggi. Pencapaian angka partisipasi murni (APM) anak perempuan terhadap anak laki-laki secara umum menunjukkan kecenderungan meningkat, terutama untuk rasio APM usia sekolah lanjutan tingkat (SMA/MA) perempuan dan rasio APM usia pendidikan tinggi perempuan, dalam kurun waktu lima tahun terakhir (2002-2006). Meningkatnya rasio ini menunjukkan bahwa

    jumlah perempuan yang berpartisipasi dalam suatu jenjang pendidikan semakin besar dibandingkan dengan jumlah laki-laki yang berpartisipasi dalam suatu jenjang pendidikan yang sama. Kecenderungan yang sama juga terjadi pada rasio APM pendidikan tinggi perempuan yang rata-rata pertahunnya antara tahun 1992-2002 sebesar 85,73 persen dan terus meningkat dalam kurun 2003-2006 dengan

rata-rata

sebesar

97,24

persen

pertahun.

Data

tersebut

menginformasikan bahwa terjadinya peningkatan akses perempuan ke SMA/MA dan perguruan tinggi (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional 2007). Terbukanya kesempatan yang sama antara perempuan dan laki-laki untuk memperoleh pendidikan yang tinggi mengakibatkan semakin banyak pula kesempatan bagi perempuan untuk bekerja dan berkarier di segala bidang. Kesejahteraan perempuan terkait dengan kesejahteraan keluarga. Tugas perempuan yang digambarkan sebagai ibu rumahtangga saat ini sudah mulai berambah ke luar rumahtangga. Semakin banyak sekarang pasangan suami istri yang memilih untuk sama-sama bekerja. Motivasi yang mendasari seorang ibu untuk memilih bekerja di luar rumah bukan hanya sekedar untuk membantu mencukupi kebutuhan nafkah atau aspek ekonomi saja. Seorang ibu yang bekerja juga ingin mengembangkan aspek kepribadiannya melalui pekerjaan dan kariernya dengan menerapkan keterampilan dan pengetahuan yang sudah didapatnya dari pendidikan formal dan informalnya (Kiong 2008). Catatan statistik 2002 juga menunjukkan bahwa komposisi penduduk perempuan di Sulawesi Selatan sebesar 51 persen, angka ini lebih besar dari jumlah penduduk laki-laki. Catatan dari Human Development Report Indonesia 2004 untuk Sulawesi Selatan, menyebutkan Gender Empowerment Measure (GEM) di Sulawesi Selatan pada tahun 2002 menempati ranking 23 dari 30 propinsi. Tolak ukur dari variabel dalam GEM didasarkan pada tingkat partisipasi perempuan di parlemen (Tahun 2002) yang kisaran terendah dipegang oleh Kabupaten Sidenreng Rappang dengan persentase nol persen dan yang tertinggi diperoleh Kabupaten Sengkang dengan persentase tertinggi 12,5 persen. Sedangkan jumlah perempuan dalam angkatan kerja dengan kisaran terendah 23,9 persen dipegang oleh Kabupaten Pangkep dan yang tertinggi adalah Kabupaten Polewali Mamasa dengan persentase 38,5 persen. Untuk Gender Related Development Index (GDI) menempati rangking 15 dengan beberapa variabel ukuran seperti angka harapan hidup, angka melek huruf dewasa, ratarata lama sekolah dan proporsi dalam angkatan kerja. Dari variabel ukuran dalam

    GDI, dapat dilihat kesenjangan paling nampak dalam pembagian income antara laki-laki dengan perempuan terjadi di Luwu Utara yang hanya menerima 10,8 persen dibanding laki-laki. Banyaknya ibu bekerja membuat terjadinya suatu perubahan dalam keluarga. Pada Tahun 2008 jumlah perempuan yang berusia 15 tahun ke atas yang bekerja sebanyak 38.653.472 orang dan mengalami peningkatan pada Tahun 2009 sebanyak 39.946.327 orang. Sedangkan jumlah perempuan yang mengurus rumahtangga mengalami penurunan dari Tahun 2008-2009. Pada Tahun 2008 jumlah perempuan yang mengurus rumahtangga sebanyak 31.179.316 dan mengalami penurunan pada Tahun 2009 sebanyak 30.996.532. Untuk provinsi Sulawesi Selatan jumlah perempuan yang bekerja pada Tahun 2008 sebanyak 1.146.378 orang dan jumlah perempuan yang mengurus rumahtangga sebanyak 1.243.343 orang sedangkan pada Tahun 2009 jumlah perempuan yang bekerja sebanyak 1.073.701 orang dan jumlah perempuan yang mengurus rumahtangga sebanyak 1.341.864 orang (BPS 2008). Disinilah

terjadinya

benturan

antara

kepentingan

tugas-tugas

rumahtangga dengan tugas-tugas kantor sehingga timbulnya dilema bagi perempuan bekerja untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut. Masalah pengaturan dan pembagian waktu untuk pekerjaan dan keluarga seringkali menjadi persoalan dan sumber masalah yang dialami oleh perempuan bekerja. Banyak keluarga yang bercerai karena suami maupun istrinya bekerja. Data Kementerian Agama Sulawesi Selatan menyebutkan, angka perceraian di Sulsel mengalami peningkatan. Data terakhir mencatat terjadinya 250 ribu kasus perceraian di Sulsel pada tahun 2009. Angka ini setara dengan 10% dari jumlah pernikahan di tahun 2009 sebanyak 2,5 juta. Jumlah perceraian tersebut naik 50 ribu kasus dibanding tahun 2008 yang mencapai 200 ribu perceraian2. Tekanan dari pihak keluarga serta rasa bersalah karena merasa tak sanggup menjalankan kedua peran itu dengan baik bisa menimbulkan stres dan perasaan tertekan sehingga perempuan

tak bisa lagi menikmati peran bekerja, namun masih

bingung memutuskan untuk berhenti bekerja. Hal-hal yang dilakukan perempuan bekerja untuk memenuhi tuntutan-tuntutan tersebut beragam dan disinilah terlihat pentingnya penelitian tentang strategi perempuan bekerja menlani peran gandanya tersebut, serta dampaknya bagi kesejahteraan. 2

Esgmagazine.2009.Angka Perceraian Meningkat. www.esgmagazine.go.id (diakses tanggal 2 Oktober 2010) 

    Tujuan Penelitian Tujuan Umum Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi strategi perempuan bekerja dan kesejahteraan keluarga.

Tujuan Khusus 1. Mengidentifikasi karakteristik contoh dan keluarga. 2. Menganalisis karakteristik lingkungan tentang nilai-nilai budaya. 3. Mengidentifikasi dukungan sosial lingkungan keluarga. 4. Mengidentifikasi interaksi suami istri. 5. Mengidentifikasi pandangan serta sikap dan perilaku peran gender keluarga. 6. Menganalisis strategi perempuan bekerja. 7. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi strategi perempuan bekerja. 8. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kesejahteraan keluarga.

Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk memberikan informasi kepada perempuan yang bekerja di sektor publik beserta keluarga bahwa pentingnya menyeimbangkan antara aktivitas pekerjaan dan rumahtangga, serta juga menginformasikan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penyeimbangan tersebut. Selain kepada perempuan bekerja dan keluarga, penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan informasi yang penting Pemerintah Kota Makassar mengenai cara-cara perempuan bekerja dalam menyeimbangkan antara pekerjaan dan keluarga. Sehingga pemerintah dapat lebih memperhatikan perempuan yang bekerja di luar rumah dan ikut membantu agar mereka dapat dengan mudah menyeimbangkan antara kehidupan keluarga dengan pekerjaan.

   

TINJAUAN PUSTAKA Pendekatan Teori Keluarga Definisi Keluarga Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami, istri atau suami istri anaknya atau ayah dan anaknya atau ibu dan anaknya yang disatukan oleh ikatan perkawinan, darah dian adopsi dan berkomunikasi satu sama lain yang menimbulkan peranan-peranan sosial bagi suami istri,ayah dan ibu, dan putra serta putri (UU No 10 Tahun 1992). Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1994 tentang Penyelenggaraan Pembangunan Keluarga sejahtera menjelaskan bahwa keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami, istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya yang dilandasi oleh perkawinan. Keluarga adalah tempat pertama dan utama dimana seorang anak dididik dan dibesarkan. Fungsi keluarga utama seperti yang telah diuraikan di dalam resolusi majelis umum PBB adalah keluarga sebagai wahana untuk mendidik, mengasuh, dan mensosialisasikan anak, mengembangkan kemampuan seluruh anggotanya agar dapat menjalankan fungsinya dimasyarakat dengan baik, serta memberikan kepuasan dan lingkungan yang sehat guna tercapainya keluarga sejahtera (Megawangi 2007). Pengertian keluarga menurut sejumlah ahli adalah sebagai unit sosial ekonomi terkecil dalam masyarakat yang merupakan landasan dasar semua institusi masyarakat, merupakan kelompok primer yang terdiri dari dua atau lebih orang yang mempunyai jaringan interaksi interpersonal, hubungan darah, hubungan perkawinan (Puspitawati 2009). Menurut Mattessich dan Hill dalam Puspitawati (2009) keluarga merupakan suatu kelompok yang memiliki hubungan kekerabatan, tempat tinggal, atau hubungan emosional yang sangat dekat yang memperlihatkan empat hal, yaitu 1) Interdepensi intim,

2) Memelihara batas-batas yang

terseleksi, 3) Mampu beradaptasi dengan perubahan dan memelihara identitas sepanjang waktu, dan 4) Melakukan tugas-tugas keluarga. Karakteristik dari Sistem Keluarga Masing-masing keluarga memiliki karakteristik yang berbeda, dan memiliki manajemen yang berbeda pula sesuai dengan karakteristik yang

    dimilikinya. Terdapat aspek-aspek yang perlu dipahami dalam karakteristik keluarga sebagai sebuah sistem (Puspitawati 2009): 1. Batasan eksternal. Hartman dalam Puspitawati (2009) mendefinisikan batasan eksternal dari sebuah keluarga sebagai garis yang tidak nyata yang memisahkan apa yang termasuk di dalam dan di luar sebuah keluarga. Yang dimaksud luar keluarga maksudnya adalah hubungan anggotanya dengan sistem yang lain, seperti sekolah, tempat kerja, keluarga lain, dan individu lain di luar keluarga. 2. Batasan Internal. Sistem keluarga terdiri dari beberapa subsistem, yang menciptakan batasan internal. Pembagian subsitem ini dapat didasarkan pada generasi (misal anak-anak), jenis kelamin, kepentingan atau fungsi yang sama dan sebagainya 3. Peran Organisasi. Selain batasan eksternal dan internal, sebuah keluarga diatur dalam sebuah peran. Setiap anggota memiliki fungsi dan tugasnya masing-masing, seperti siapa yang merawat anak-anak, siapa yang mengurus rumah, siapa yang membuat keputusan, dan siapa yang mengurus keuangan. Agar fungsi tersebut dapat berjalan baik, keluarga harus memiliki kejelasan dan kesepakatan mengenai pembagian aturan ini. Namun, pembagian peran ini tidak perlu terlalu kaku dan terbatas hingga tidak dapat diubah. Tahapan Keluarga Berdasarkan siklus kehidupan keluarga, berdasarkan Duvall (1971) terdapat delapan tahap keluarga yaitu: 1) Orang dewasa yang belum terikat/menikah, (2) PENkahan, (3) Kelahiran anak-anak, (4) Anak-anak mulai masuk sekolah, (5) Anak-anak mulai beranjak dewasa, (7) Pensiun dan lanjut usia, dan (8) Meninggal. Tidak berbeda jauh dengan siklus kehidupan keluarga berdasarkan Sari (2004) mengacu pada Hultsch dan Deutsch adalah: 1. Keluarga awal. Pada tahap ini keluarga belum mempunyai anak dan usia perkawinannya masih sekitar 0 sampai 5 tahun. 2. Membesarkan anak. Anak pertama yang dimiliki oleh keluarga pada tahap ini berusia kurang dari tiga tahun. 3. Keluarga dengan anak prasekolah. Anak pertama yang dimiliki oleh keluarga pada tahap ini berusia antara 3 sampai 6 tahun.

    4. Keluarga dengan anak usia sekolah. Anak pertama yang dimiliki oleh keluarga pada tahap ini berusia antara 6 sampai 13 tahun. 5. Keluarga dengan anak remaja. Anak pertama yang dimiliki oleh keluarga pada tahap ini berusia antara 13 sampai 21 tahun. 6. Launching family. Pada tahap ini keluarga mengalami masa ditinggalkan oleh anak pertama sampai anak terakhir. 7. Keluarga madya. Tahap ini dimulai dari anak terakhir meninggalkan keluarga sampai salah satu pasangan pensiun. 8. Keluarga lanjut. Tahap ini dimulai dari salah satu pasangan mulai pensiun sampai salah satu pasangannya meninggal. Pengertian Teori Struktural Fungsional Menurut kementrian Pemberdayaan Perempuan, BKKBN dan UNFPA (2005) teori struktural-fungsional mengakui adanya keanekaragaman dalam kehidupan sosial. Dalam kondisi seperti itu, dibuatlah suatu sistem yang dilandaskan pada konsensus nilai-nilai agar terjadi adanya stabilitas dan keseimbangan. Manusia memerlukan kemitraan dan kerjasama secara struktural dan fungsional. Laki-laki maupun perempuan memiliki perbedaan kodrat sesuai dengan fungsinya masing-masing. Dalam kehidupan sosial dan keluarga ada pembagian tugas (division labor). Paham struktural fungsional menerima perbedaan

peran

asalkan

dilakukan

secara

demokratis

dan

dilandasi

kesepakatan antara suami dan istri dalam keluarga. Pendekatan struktural-fungsional adalah pendekatan teori sosiologi yang diterapkan dalam institusi keluarga. Pendekatan ini mempunyai warna yang jelas, yaitu mengakui adanya segala keragaman dalam kehidupan sosial. Keragaman ini merupakan sumber utama dari adanya struktur masyarakat, dan akhirnya keragaman dalam fungsi sesuai dengan posisi seseorang dalam sebuah sistem. Salah satu aspek penting dari perspektif struktural-fungsional adalah bahwa setiap keluarga yang sehat terdapat pembagian peran atau fungsi yang jelas, fungsi tersebut terpolakan dalam struktur hirarkis yang harmonis, dan komitmen terhadap terselenggaranya peran atau fungsi itu. Peran adalah sebuah yang diharapkan bisa dilakukan oleh setiap anggota keluarga sebagai subsistem keluarga dengan baik untuk mencapai tujuan sistem. Struktural-fungsional

berpegang

bahwa

sebuah

struktur

keluarga

membentuk kemampuannya untuk berfungsi secara efektif, dan bahwa sebuah keluarga inti tersusun dari seseorang laki-laki pencari nafkah dan perempuan ibu

    rumahtangga adalah yang paling cocok untuk memenuhi kebutuhan anggota dan ekonomi industri baru (Parsons dalam Puspitawati 2009). Asumsi-asumsi yang mendasari teori struktural-fungsional dari dimensi struktural adalah (Puspitawati 2009): 1. Untuk melakukan fungsinya secara optimal, keluarga harus mempunyai struktur tertentu. 2. Struktur adalah pengaturan peran dalam sistem sosial. 3. Keluarga inti adalah struktur yang paling mampu memberikan kepuasan fisik dan psikologi anggotanya dan juga menjaga masyarakat yang lebih besar.

Perkembangan Karier Ada beberapa ciri mengenai pengertian karier yakni (Gunarsa dan Gunarsa 2004): 1. Karier erat hubungannya dengan perjalanan atau tujuan hidup seseorang yang ingin dicapai. 2. Karier berhubungan erat dengan peningkatan status, pangkat, jabatan, kekayaan secara berjenjang dan berbeda-beda antara seorang dengan lainnya. 3. Banyak faktor mempengaruhi karier seseorang, antara lain faktor keluarga yang bisa berpengaruh negatif atau sebaliknya positif. Selanjutnya Gunarsa dan Gunarsa (2004) menyatakan bahwa setiap orang memiliki tujuan hidup. Terdapat beberapa yang dicari oleh manusia ketika hidup di dunia ini: 1. Hidup untuk mengumpulkan materi, jelasnya uang. Dengan uang kita bisa berbuat apa saja dan berbuat apa saja dan perlu untuk memenuhi kebutuhan hidup. Keinginan mengumpulkan uang sebanyak-banyaknya, menjadi ciri khusus dari tujuan hidup seseorang yang dipengaruhi oleh materi ini. 2. Hidup untuk meraih pangkat setinggi-tingginya. Pangkat yang tinggi dirasakan sebagai kepuasan luar biasa, sebagai kebanggaan yang bisa dipamerkan untuk lingkungan, termasuk keluarganya. 3. Hidup untuk mengejar kehormatan. Dihormati orang menjadi keinginan yang kuat dalam hidupnya. Apalagi kalau bisa menjadi tokoh misalnya tokoh dalam masyarakat, baik tokoh formal maupun informal.

    4. Hidup untuk berkarya, baik dalam bidang ilmu pengetahuan melalui penemuan baru, seperti misalnya peneliti di laboratorium, atau dalam bidang kesenian melalui karyanya yang lebih dirasakan sebagai kepuasan psikis daripada kepuasan materinya sendiri. 5. Hidup untuk mengabdi kepada sesama. Ditandai oleh jiwa dan sikap pengabdian yang tinggi, yang ingin membantu orang lain mencapai kesejahteraan dan kebahagiaan, kesehatan dan keselamatan dan merasakan dirinya sebagai “alat” atau berkat dari Tuhan untuk melayani orang lain. Kelima hal tersebut di atas menjadi sasaran atau tujuan hidup yang ingin dicapai seseorang. Namun tidak harus kelimanya, bisa hanya satu atau dua tujuan saja. Membina karier adalah usaha mencapai tujuan hidup yang direncanakan. Setiap orang mempunyai keinginan dan tujuan hidup yang bersifat pribadi, berbeda dengan orang lain bahkan dalam diri seseorang keinginan dan tujuan hidupnya tidak selamanya menetap, melainkan bisa berubah-ubah. Dorongan dari dalam (internal/intrinsic motivation) yang mempengaruhi keinginan berprestasi, keinginan mencapai jenjang karier tertentu timbul dari proses perkembangan dini. Kira-kira 35 persen perempuan di AS yang mempunyai anak usia di bawah 3 tahun terjun untuk bekerja. Persentase ini akan semakin bertambah, tergantung pada usia anak. Semakin besar anak semakin besar kemungkinan ibu bekerja. Hampir 60 persen kaum ibu di Amerika Serikat yang bekerja dengan usia anaknya rata-rata 6 tahun ke atas. Di Negeri Britania Raya, 40 persen dari jumlah tenaga kerja adalah kaum perempuan meski dari jumlah ini kurang dari dua pertiganya bekerja secara purnawaktu. Kaum perempuan karier pada umumnya menolak anggapan bahwa mereka menanggung berbagai beban berat karena merangkap dua beban sekaligus (Dagun 2002). Keluarga

berpengaruh

besar

terhadap

karier

seseorang,

karena

berpengaruh juga terhadap produktivitas kerja. Mengalihkan ketegangan hubungan suami istri ke karier, memang bisa menghasilkan prestasi yang baik, namun biasanya akan tetap dapat diamati ada sesuatu ”kekurangan”, karena kenikmatan prestasinya dirasakan oleh dan untuk dirinya sendiri (Gunarsa dan Gunarsa 2004). Faktor Pendorong Perempuan Bekerja

    Beberapa faktor yang melandasi ibu untuk bekerja di luar rumah diantaranya adalah (Puspitawati 2009): 1. Kebutuhan finansial. Seringkali kebutuhan rumahtangga yang begitu besar dan mendesak, membuat suami dan istri harus bekerja untuk bisa mencukupi kebutuhan sehari-hari. Kondisi tersebut membuat sang istri tidak punya pilihan lain kecualli ikut mencari pekerjaan di luar rumah, meskipun ”hati” nya tidak ingin bekerja. 2. Kebutuhan sosial-rasional. Ada ibu-ibu yang tetap memilih untuk bekerja, karena mempunyai kebutuhan sosial-relasional yang tinggi, dan tempat kerjanya sangat mencukupi kebutuhan tersebut. Dalam dirinya tersimpan suatu kebutuhan tersebut. Dalam dirinya tersimpan suatu kebutuhan akan penerimaan sosial, akan adanya identitas sosial yang diperoleh melalui komunitas kerja. Bergaul dengan rekan-rekan di kantor, menjadi agenda yang lebih menyenangkan dari pada tinggal di rumah. Faktor psikologis seseorang serta keadaan internal keluarga, turut mempengaruhi seorang ibu untuk tetap mempertahankan kariernya. 3. Kebutuhan

aktualisasi

mengembangkan

teori

diri.

Abraham

hirarki

Maslow

kebutuhan,

pada

yang

tahun

salah

1960

satunya

mengungkapkan bahwa manusia mempunyai kebutuhan akan aktualisasi diri, dan menemukan makna hidupnya melalui aktivitas yang dijalaninya. Bekerja adalah salah satu sarana atau jalan yang dapat dipergunakan oleh manusia dalam menemukan makna hidupnya, dengan berkarya, berkreasi, mencipta, mengekspresikan diri, mengembangkan diri dan orang lain, membagikan ilmu dan pengalaman, menemukan sesuatu, menghasilkan sesuatu, serta mendapatkan penghargaan, penerimaan, prestasi

adalah

bagian

dari

proses

penemuan

dan

pencapaian

kepenuhan diri. Kebutuhan akan aktualisasi diri melalui profesi atau pun karier, merupakan salah satu pilihan yang banyak diambil oleh para perempuan di jaman sekarang ini terutama dengan makin terbukanya kesempatan yang sama pada perempuan untuk meraih jenjang karier yang tinggi. Bagi perempuan yang sejak sebelum menikah sudah bekerja karena dilandasi oleh kebutuhan aktualisasi diri yang tinggi, maka ia akan cenderung kembali bekerja setelah menikah dan mempunyai anak. Mereka merasa bekerja adalah hal yang sangat bermanfaat untuk

    memenuhi kebutuhan aktualisasi diri, menyokong sense of self dan kebanggaan diri selain mendapatkan kemandirian secara finansial.

Sumber Masalah Ibu Bekerja Faktor-faktor yang biasanya menjadi sumber persoalan bagi para ibu yang bekerja dapat dibedakan sebagai berikut (Puspitawati 2009): 1. Faktor Internal Yang dimaksud dengan faktor internal adalah persoalan yang timbul dalam diri pribadi ibu tersebut. Ada diantara para ibu yang lebih senang jika dirinya benar-benar hanya menjadi ibu rumahtangga, yang sehari-hari hanya di rumah dan mengatur rumahtangga. Namun, keadaan “menuntut” nya untuk bekerja, untuk menyokong keuangan keluarga. Kondisi tersebut mudah menimbulkan stress karena bekerja bukanlah timbul dari keinginan diri namun seakan tidak punya pilihan lain demi membantu ekonomi rumahtangga. Biasanya, para ibu yang mengalami masalah demikian, cenderung merasa sangat lelah (terutama secara psikis), karena seharian ”memaksakan diri” untuk bertahan di tempat kerja. Selain itu adapula tekanan yang timbul sebagai akibat dari pelaksanaan peran ganda itu sendiri. Kemampuan manajemen waktu dan rumahtangga merupakan salah satu kesulitan yang paling sering dihadapi oleh para ibu bekerja. Perempuan yang bekerja harus dapat memainkan peran mereka sebaik mungkin baik di tempat kerja maupun di rumah, dari dalam diri perempuan pun sudah ada keinginan ideal untuk berhasil melaksanakan kedua peran tersebut secara proporsional dan seimbang. Namun demikian kenyatan ideal tersebut cukup sulit untuk dicapai karena beberapa faktor, misalnya pekerjaan di kantor sangat berat, sedangkan suami di rumah kurang bisa ”bekerja sama” untuk ikut menyelesaikan pekerjaan rumah, sementara anak-anak juga menuntut perhatian dirinya. Akhirnya, ibu tersebut akan merasa sangat lelah karena dirinya merasa dituntut untuk terus memberi dan memenuhi kebutuhan orang lain. Belum lagi, jika ternyata suami dan anak-anak merasa ”kurang dapat perhatian”, tidak heran jika lama kelamaan dirinya mulai dihinggapi depresi karena merasa tidak bisa membahagiakan keluarganya. 2. Faktor Eksternal

    a. Dukungan suami. Dukungan suami dapat diterjemahkan sebagai sikap-sikap penuh pengertian yang ditunjukkan dalam bentuk kerja sama

yang

positif,

ikut

membantu

menyelesaikan

pekerjaan

rumahtangga, membantu mengurus anak-anak serta memberikan dukungan moral dan emosional terhadap karier atau pekerjaan istrinya. Indonesia merupakan iklim paternalistik dan otoritarian yang sangat kuat, turut menjadi faktor yang membebani peran ibu bekerja karena masih terdapat pemahaman bahwa laki-laki tidak boleh mengerjakan pekerjaan perempuan, apalagi ikut mengurus masalah rumahtangga. Masalah rumahtangga adalah kewajiban sepenuhnya seorang istri. Masalah yang kemudian timbul akibat bekerjanya istri, sepenuhnya merupakan kesalahan dari istri dan untuk itu ia harus bertanggung jawab menyelesaikannya sendiri. Kurangnya dukungan suami, membuat peran ibu di rumah pun tidak optimal (karena terlalu banyak yang masih harus dikerjakan sementara dirinya juga merasa lelah sesudah bekerja) akibatnya timbul rasa bersalah karena merasa diri bukan ibu dan istri yang baik. b. Kehadiran anak. Masalah pengasuhan terhadap anak, biasanya dialami oleh para ibu bekerja yang mempunyai anak kecil/balita/batita. Semakin kecil anak, maka semakin besar tingkat stress yang dirasakan. Rasa bersalah karena meninggalkan anak untuk seharian bekerja, merupakan persoalan yang sering dipendam oleh para ibu yang bekerja. Apalagi jika pengasuh yang ada tidak dapat diandalkan/dipercaya, sementara tidak ada famili lain yang dapat membantu. c. Masalah pekerjaan. Pekerjaan bisa menjadi sumber ketegangan dan stress yang besar bagi para ibu bekerja. Mulai dari peraturan kerja yang kaku, pimpinan yang tidak bijaksana, beban kerja yang berat, ketidakadilan yang dirasakan di tempat kerja, rekan-rekan yang sulit bekerja

sama,

waktu

kerja

yang

sangat

panjang,

ataupun

ketidaknyamanan psikologis yang dialami akibat dari problem sosialpolitis di tempat kerja. 3. Faktor Relasional Bekerjanya suami dan istri, maka otomatis waktu untuk keluarga menjadi terbagi. Memang, penanganan terhadap pekerjaan rumahtangga bisa

    diselesaikan rumahtangga.

dengan Namun

disediakannya demikian,

ada

pengasuh hal-hal

serta yang

pembantu sulit

dicari

substitusinya, seperti masalah kebersamaan bersama suami dan anakanak. Padahal kebersamaan bersama suami dalam suasana rileks, santai dan hangat merupakan kegiatan penting yang tidak bisa diabaikan, untuk membina, mempertahankan dan menjaga kedekatan relasi serta keterbukaan komunikasi satu dengan yang lain. Tidak jarang kurangnya waktu untuk keluarga, membuat seorang ibu merasa dirinya tidak bisa berbicara

secara

terbuka

dengan

suaminya,

bertukar

pikiran,

mencurahkan pikiran dan perasaan, atau merasa suaminya tidak lagi bisa mengerti dirinya, dan akhirnya merasa asing dengan pasangan sendiri sehingga mulai mencari orang lain yang dianggap lebih bisa mengerti, dan sebagainya. Hal inilah yang bisa membuka peluang terhadap perselingkuhan di tempat kerja. Strategi Perempuan Bekerja Perempuan yang berada pada tahapan siklus kehidupan keluarga awal (early family life cycle), seperti tahapan keluarga yang mempunyai anak balita dan anak usia sekolah, maka perempuan tersebut akan menghadapi tuntutan keluarga yang lebih besar daripada tuntutan karier, sehingga kemungkinan harus mengalokasikan waktu dan energi lebih besar kepada keluarga daripada pekerjaan, terutama apabila anaknya sakit. Sebaliknya, perempuan yang berada pada tahapan family life cycle pertengahan, seperti tahapan keluarga yang mempunyai anak remaja dan anak dewasa, maka perempuan tersebut akan mempunyai banyak waktu dan energi untuk berkonsentrasi lebih besar pada karier mengingat tuntutan keluarga yang lebih kecil daripada tuntutan karier. Jadi, intinya adalah kemampuan perempuan dalam menyeimbangkan antara tuntutan keluarga dan pekerjaanlah yang membuat perempuan dapat eksis dalam mempertahankan kedua peran ganda tersebut. Eksistensi seorang perempuan untuk dapat berkarier dengan baik dan mempunyai produktivitas tinggi dalam bekerja, tidak terlepas dari dukungan keluarganya, terutama dukungan suaminya. Dukungan suami meliputi dukungan moril dan materil serta dukungan tenaga dalam membantu pekerjaan domestik di rumah. Laki-laki berusaha untuk membantu pekerjaan rumah karena perempuan bekerja dan hal ini sangat berbeda keadaannya dibandingkan dengan beberapa dekade yang lalu. Laki-laki dapat membantu pekerjaan di rumah misalnya

    melakukan pekerjaan perbaikan rumah dan pekarangan atau outdoor chores yang sifatnya kadang-kadang untuk waktu tertentu saja. Laki-laki juga sudah banyak yang bersedia membantu pekerjaan domestik perempuan dalam melakukan laundry dan menyetrika, memasak dan mencuci piring serta mengasuh anaknya dalam waktu-waktu tertentu (Puspitawati 2009). Toleransi dan kerjasama antara suami istri mengenai siapa yang didahulukan untuk mengejar sesuatu karier, diperlukan tentunya dengan batasbatas waktu yang cukup jelas. Keterbukaan untuk saling mengungkapkan mengenai karier yang sedang atau ingin dicapai harus selalu ada sehingga pasangannya akan lebih memahami perjuangannya yang kadang-kadang membutuhkan pengorbanan. Dukungan akan diperoleh dan bahkan karier dapat terus meningkat kalau keluarga ikut menikmati (yang tidak selalu bersifat materi) dari karier yang dicapai. Dukungan tidak akan diberikan kalau keluarga bersikap negatif, karena keluarga tidak merasakan manfaatnya mencapai karier tertentu. Pembagian dan pengaturan waktu menjadi faktor yang penting, bagi mereka yang menilai peran ganda, baik sebagai karyawan atau karyawati, sabagai kepala maupun sebagai ibu rumahtangga. Ada saatnya harus bekerja, yaitu ketika di kantor karena statusnya sebagai karyawan atau karyawati. Pada saatnya berstatus sebagai karyawan/karyawati, bekerjalah sebaik-baiknya dan sekeras-kerasnya. Namun pada saatnya berstatus sebagai suami, sebagai ayah, sebagai ibu atau sebagai istri, harus melepaskan perhatian dan waktunya dari pekerjaan kantor. Mungkin pada satu saat harus bekerja pada malam hari atau harus ke luar kota, suatu hal yang sulit dihindari, namun perlu bijaksana dan pandai mengatur waktu untuk keluarga. Pandai-pandai mengatur peran dalam keluarga merupakan hal yang perlu diperhatikan (Gunarsa dan Gunarsa 2004). Banyak penelitian berkaitan dengan waktu dan pekerjaan yang dilakukan terhadap keluarga dengan perempuan bekerja dan perempuan yang tidak bekerja. Berdasarkan waktu yang terpakai, istri yang bekerja secara signifikan memiliki waktu yang kurang dalam pekerjaan rumahtangga dibandingkan dengan istri yang tidak bekerja. Istri yang bekerja pada umumnya menghabiskan sekitar 4 jam perhari namun istri yang tidak bekerja menghabiskan 7 atau 8 jam perhari dalam pekerjaan rumahtangga. Suami yang memiliki istri bekerja menghabiskan waktu sedikit lebih banyak untuk pekerjaan rumahtangga daripada suami yang memiliki istri yang bekerja (Kammeyer 1987).

    Lelaki yang telah menikah lebih sedikit mengerjakan pekerjaan rumah ketimbang lelaki yang belum menikah. Sebaliknya perempuan menikah mengerjakan lebih banyak pekerjaan rumahtangga ketimbang perempuan yang belum

menikah.

Total

waktu

yang

dihabiskan

suami

untuk

pekerjaan

rumahtangga dan pengasuhan anak tidak berkaitan erat dengan berapa banyak jam yang dihabiskan istri bekerja di luar rumah. Perempuan melakukan sebagian besar pekerjaan rumahtangga entah itu mereka punya kerja atau tidak. Perubahan yang terjadi belakangan adalah istri yang bekerja kini lebih sedikit menghabiskan waktu untuk mengerjakan pekerjaan rumahtangga dan mengasuh anak. Misalnya mereka lebih suka membeli makanan jadi ketimbang memasak sendiri, dan jika punya uang mereka memperkerjakan pembantu rumahtangga. Secara umum pria cenderung lebih banyak berpartisipasi dalam pengasuhan anak dan pekerjaan rumahtangga jika mereka menganut sikap peran nontradisional (Deutsch dalam Aylor et al 2009). Menjalani banyak peran, tuntutan multiperan bisa menyulitkan dan membuat stress. Ibu bekerja sering mengeluhkan tentang kurangnya waktu dan kurang tidur meski ada problem semacam ini, banyak perempuan menikmati banyak peran,seorang perempuan menjelaskan peran ganda tersebut membuat hidup menarik. Banyaknya peran membuat seseorang mampu melakukan banyak hal (Crosby dalam Aylor et al 2009). Berikut adalah perbedaan antara pekerjaan rumahtangga dengan pekerjaan di luar rumahtangga (Guhardja et al 1992). Tabel 1 Perbedaan pekerjaan rumahtangga dengan pekerjaan di luar rumah tangga Pekerjaan Rumahtangga - Dilakukan dalam rumahtangga - Dilakukan oleh anggota keluarga dan dapat digantikan - Tidak mempunyai nilai ekonomi bagi anggota keluarga - Bukan pekerjaan produktif bagi anggota keluarga Sumber : Guhardja et al.,(1992)

-

Pekerjaan Di Luar Rumahtangga Dilakukan di luar rumahtangga Dilakukan oleh anggota keluarga dan tidak dapat digantikan Mempunyai nilai ekonomi Pekerjaan produktif

Faktor-faktor yang berhubungan dengan alokasi waktu adalah status seseorang dalam pekerjaan, jumlah keluarga dan banyaknya anak, usia anak termuda, jenis kelamin, usia, pendapatan keluarga, pendidikan, dan lokasi tempat tinggal. Penelitian yang dilakukan oleh Berheide, Berk dalam Puspitawati (1992) menunjukkan bahwa perempuan yang telah menikah dan bekerja di luar rumah dengan status pekerjaan yang tinggi mengurangi proporsi tugasnya dalam

    menyiapkan makanan, membersihkan dapur, mencuci pakaian,dan pekerjaan rumahtangga lainnya. Penelitian yang dilakukan oleh Sari (2005) menunjukkan bahwa semakin banyak jumlah anak usia sekolah yang dimiliki oleh keluarga dengan istri bekerja di luar rumah maka istri akan lebih memprioritaskan keluarga dari pada pekerjaan. Semakin bertambahnya usia anak maka istri akan meningkatkan kegiatan produktif dan mengorbankan kegiatan domestik karena semakin bertambahnya usia anak maka semakin mandiri anak tersebut, sehingga perempuan lebih dapat memfokuskan kegiatannya di luar rumah yaitu sebagai seorang pekerja. Berdasarkan istilah sosiologi, terdapatnya ketegangan antara tuntutan pekerjaan dan keluarga adalah role strain (konflik peran). Konflik tersebut terbagi menjadi dua (Voydanoff & Kelly dalam Kammeyer 1987). Pertama, yaitu beban berlebih, yang artinya adalah tuntutan dari dua sisi (pekerjaan dan rumah) melebihi kapasitas seseorang dalam menanganinya. Tidak terdapatnya waktu yang cukup dalam sehari untuk melakukan semuanya. Konflik peran ganda yang kedua adalah tumpang tindih (interference) yang artinya ada pekerjaan di kantor yang

harus

diselesaikan,

sementara

kewajiban

keluarga

juga

harus

dilaksanakan. Ketika kedua orangtua bekerja, masalah yang mendasar adalah waktu untuk melakukan kewajiban baik terhadap pekerjaan maupun keluarga. Kata yang sering digunakan untuk mengkategorikan permasalahan ini adalah ”penyeimbangan” (Kammeyer 1987). Keluarga

di

Amerika

menghadapi

masalah

untuk

melakukan

penyeimbangan antara pekerjaan dan keluarga. Bagi pasangan muda dan berada pada kelas menengah menganggap penawaran jam kerja yang fleksibel merupakan pilihan/alternatif yang menarik untuk dapat menyeimbangkan antara pekerjaan dan keluarga (Newman & Grauerholz dalam Sari 2005). Jenis-Jenis Strategi Strober dan Weinberg (1980) dalam Puspitawati (1992) mengemukakan terdapatnya beberapa strategi yang potensial, ataupun kombinasi strategi, yang dapat digunakan oleh perempuan yang bekerja di luar rumah untuk menggunakan waktunya secara ekonomis : 1) Mengganti peralatan rumahtangga sehingga kegiatan rumahtangga dapat terlaksana baik secara kualitas maupun kuantitas, 2) Pekerjaan rumahtangga dilakukan oleh orang lain (pembantu

    rumahtangga, suami, atau anak) sehingga kegiatan rumahtangga dapat terlaksana baik secara kualitas maupun kuantitas, 3) Mengurangi kegiatan rumahtangga baik secara kualitas maupun kuantitas dan/atau melakukan kegiatan produktifnya secara intensif dan efektif ketika dihadapi masalah dengan kegiatan rumahtangga, 4) Mengurangi alokasi waktu, jika ada, untuk kegiatan amal dan kegiatan dalam komunitas kerja, dan 5) Mengurangi alokasi waktu untuk kegiatan santai dan/ atau tidur. Keuntungan dan Kerugian Suami dan Istri Bekerja Pernikahan dengan pasangan yang sama-sama bekerja menghadirkan peluang sekaligus tantangan. Sisi positifnya, pemasukan kedua meningkatkan beberapa keluarga dari status keluarga miskin menjadi keluarga berpenghasilan menengah dan kekayaan lainnya. Hal ini menjadikan perempuan lebih independen dan memberikan bagian kekuatan ekonomi yang lebih besar serta menurunkan tekanan atas pria sebagai pencari nafkah utama; 47 persen istri yang bekerja memberikan kontribusi setengah atau lebih kepada pemasukan keluarga (Louis dalam Papalia et al 2008). Disisi lain pasangan yang bekerja menghadapi tuntutan ekstra dalam waktu dan energi, konflik antara pekerjaan dan keluarga, kemungkinan rivalitas antar pasangan, dan kecemasan serta rasa bersalah berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan anak. Keluarga menjadi paling menuntut, khususnya bagi perempuan yang bekerja penuh waktu, ketika di sana terdapat anak kecil (Milkie dalam Papalia et al 2008). Karier menjadi menuntut perhatian lebih ketika seorang pekerja menjadi mapan atau dipromosikan. Kedua jenis tuntutan tersebut seringkali terjadi pada masa dewasa awal. Keuntungan multiperan tergantung kepada seberapa banyak peran yang dibawa oleh setiap pasangan, waktu yang dituntut oleh tiap peran, dan yang paling penting kesuksesan atau kepuasan pasangan yang bersumber dari peran mereka. Keuntungan tersebut dapat berkurang dengan seberapa jauh pasangan tersebut memegang sikap tradisional atau nontradisional tentang peran gender. Dukungan sosial Dukungan sosial adalah pemenuhan dari orang lain pada pemenuhan kebutuhan dasar untuk kesejahteraan. Untuk teori lain, dukungan sosial adalah pemenuhan pada spesifikasi kebutuhan yang tidak terbatas yang timbul dari peristiwa-peristiwa merugikan yang terjadi di dalam kehidupan atau keadaan.

    Dukungan sosial diasumsikan bahwa orang harus mempercayai orang lain untuk mendapatkan kebutuhan dasar tertentu (Cutrona dan Carolyn 1999). Manusia sebagai individu dalam kehidupannya dihadapkan dengan berbagai hal yang menyangkut kepentingan, terutama dalam pemenuhan kebutuhan. Untuk memenuhi kebutuhan hidup setiap orang memerlukan bantuan atau pertolongan dari orang lain atau sumber-sumber dukungan sosial. Dukungan sosial tidak selamanya tersedia pada diri sendiri melainkan harus diperoleh dari orang lain yakni keluarga suami atau istri, saudara atau masyarakat (tetangga) di mana orang itu berada. Dukungan sosial sangat dibutuhkan oleh setiap orang dalam menjalani kehidupannya, juga bagi keluarga dalam menjalani kehidupan perkawinannya dan bagi pelaksanaan pengasuhan anak. Gottlieb dalam Tati (2004) mengatakan bahwa dukungan sosial merupakan tindakan alamiah sebagai sumberdaya lingkungan yang secara erat berkaitan dengan interaksi sosial. Kendig dalam Tati (2004) mendefinisikan dukungan sosial sebagai kesenangan, bantuan atau keterangan yang diterima seseorang melalui hubungan formal dan informal dengan yang lain atau kelompok. Sarafino dalam Tati (2004) mengartikan dukungan sosial adalah kenyamanan, perhatian, penghargaan bantuan yang diterima individu dari orang lain, baik secara individu perorangan atau kelompok. Dari pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa dukungan sosial keluaraga mencakup adanya interaksi diantara anggota dan saling membantu, sehingga tetap terjalin hubungan dan menghasilkan kepuasan batin seseorang. Bentuk dukungan sosial yang dibutuhkan, seperti dikemukakan Sarafino dalam Tati (2004) terdiri dari: 1. Dukungan Emosi Dukungan emosi merupakan ekspresi kasih sayang dan rasa cinta dari orang-orang disekitar individu Russell dalam Tati 2004. Individu dapat mencurahkan perasaan, kesedihan ataupun kekecewaannya pada seseorang, yang membuat individu sebagai penerima dukungan sosial merasa adanya keterikatan, kedekatan dengan pemberi dukungan sehingga menimbulkan rasa aman dan percaya. Turner dalam Tati (2004) mengemukakan bahwa dukungan emosi sangat penting dan dibutuhkan setiap individu dalam setiap periode kehidupan, curahan perhatian yang mendalam membuat individu dapat

    mencurahkan perasaannya, hal ini sangat membantu kesehatan mental dan kesejahteraan individu. 2. Dukungan Instrumen Bentuk dukungan instrumen melibatkan bantuan langsung, misalnya berupa bantuan finansial atau bantuan dalam mengerjakan tugas-tugas tertentu (Sarafino dalam Tati 2004). Dukungan berupa materi atau jasa yang diberikan oleh orang lain kepada individu sebagai penerima dukungan dapat berbentuk uang, barang kebutuhan sehari-hari atau bantuan praktis, seperti memberikan fasilitas transportasi, memberi pinjaman uang atau barang rumahtangga lainnya, menyediakan waktu dan tenaga untuk mengasuh anak (Borgatta dalam Tati 2004). Dampak Dukungan Sosial Bagaimana dukungan sosial dapat memberikan kenyamanan fisik dan psikologis kepada individu dapat dilihat dari bagaimana dukungan sosial mempengaruhi kejadian dan efek dari stress. Lieberman dalam Tati (2004) mengemukakan bahwa secara teoritis dukungan sosial dapat menurunkan kecenderungan munculnya kejadian yang dapat mengakibatkan stress. Apabila kejadian tersebut muncul, interaksi dengan orang lain dapat memodifikasi atau mengubah persepsi individu pada kejadian tersebut dan oleh karena itu akan mengurangi potensi munculnya stres. Dukungan sosial juga dapat mengubah hubungan antara respon individu pada

kejadian

yang

dapat

menimbulkan

stres

dan

stres

itu

sendiri,

mempengaruhi strategi untuk mengatasi stres dan dengan begitu memodifikasi hubungan antara kejadian yang menimbulkan stres mengganggu kepercayaan diri, dukungan sosial dapat memodifikasi efek itu. Konsep dan Analisis Gender Konsep gender adalah sifat yang melekat pada kaum laki-laki dan perempuan yang dibentuk oleh faktor-faktor sosial maupun budaya, sehingga lahir beberapa anggapan tentang peran sosial dan budaya laki-laki dan perempuan. Bentukan sosial atas laki-laki dan perempuan itu antara lain: kalau perempuan dikenal sebagai makhluk yang lemah, lembut, cantik, emosional, atau keibuan. Sedangkan laki-laki dianggap kuat, rasional, jantan, dan perkasa. Sifat-sifat di atas dapat dipertukarkan dan berubah dari waktu ke waktu.

    Oleh karena, itu dapat dikatakan bahwa gender dapat diartikan sebagai konsep sosial yang membedakan peran antara laki-laki dan perempuan. Perbedaan fungsi dan peran antara laki-laki dan perempuan itu tidak ditentukan karena antara keduanya terdapat perbedaan biologis atau kodrat, tetapi dibedakan atau dipilah-pilah menurut kedudukan, fungsi dan peranan masingmasing dalam berbagai bidang kehidupan dan pembangunan (Handayani 2009). Menurut Irwan (2009) gender adalah perbedaan konsep tentang kepatutan bagi perempuan dan laki-laki dalam segala hal yang lebih banyak dipengaruhi oleh adat, tradisi, dan lingkungan tempat mereka tinggal. Konsep dan Pengertian Peran Gender Peran gender adalah peran yang diciptakan oleh masyarakat bagi laki-laki dan perempuan. Laki-laki diharapkan melakukan peran yang bersifat instrumenal atau berorientasi pada pekerjaan untuk memperoleh nafkah sedangkan perempuan melakukan peran yang bersifat ekspresif yang berorientasi pada emosi manusia (Megawangi 1999). Peran gender terbentuk melalui berbagai sistem nilai termasuk nilai-nilai adaptasi, pendidikan, agama, ekonomi, dan sebagainya. Hasil bentukan sosial, peran gender dapat berubah-ubah dalam waktu, kondisi, dan tempat yang berbeda sehingga peran laki-laki dan perempuan mungkin dapat dipertukarkan Vries (2006). Diferensiasi peran (division of labor) antara laki-laki dan perempuan bukan disebabkan oleh adanya perbedaan biologis melainkan lebih disebabkan oleh faktor sosial budaya. Sebelum adanya teknologi alat-alat kontrasepsi, tugas utama perempuan adalah melahirkan, menyususi, dan segala aktivitas yang berkaitan dengan pengasuhan anak. Keadaan ini telah menciptakan institusi dimana division of labor menjadi suatu norma yang berlaku dalam masyarakat tersebut. Dalam hal ini, perempuan berperan sebagai figur ekspresif dan laki-laki sebagai figure instrumenal. Dengan adanya penemuan teknologi, perempuan dapat mengatur jumlah anak yang dilahirkan dan tidak perlu menyusui lagi sehingga akan menghilangkan kendala biologis yang menghambat mereka bekerja di sektor-sektor yang didominasi kaum laki-laki (Megawangi 1999). Peran gender menurut Myers (1996) dalam Nauly (2002) merupakan suatu set perilaku yang diharapkan (norma-norma) untuk laki-laki dan perempuan. Bervariasinya peran gender diantara berbagai budaya serta jangka waktu menunjukkan bahwa budaya memang membentuk peran gender kita. Berdasarkan pemahaman itu, maka peran gender dapat berbeda di antara satu

    masyarakat dengan masyarakat lainnya sesuai dengan norma sosial dan nilai budaya yang dianut oleh masyarakat yang bersangkutan, dapat berubah dan diubah dari masa kemasa sesuai dengan kemajuan pendidikan, teknologi, ekonomi dan sebagainya, dan dapat ditukarkan antara laki-laki dengan perempuan. Hal ini berarti, peran gender bersifat dinamis. Berkaitan dengan hal tersebut, dikenal ada tiga jenis peran gender sebagai berikut (Sudarta 2004): 1) Peran produktif (peran di sektor publik) adalah peran yang dilakukan oleh seseorang, laki-laki atau perempuan, menyangkut pekerjaan yang menghasilkan barang dan jasa, baik untuk dikonsumsi maupun untuk diperdagangkan, 2) Peran reproduktif (peran di sektor domestik) adalah peran yang dilakukan oleh seseorang laki-laki atau perempuan, untuk kegiatan yang berkaitan dengan pemeliharaan sumber daya manusia dan pekerjaan urusan rumahtangga, seperti mengasuh anak, membantu anak belajar, berbelanja untuk kebutuhan sehari-hari, membersihkan rumah, mencuci alat-alat rumahtangga, mencuci pakaian dan lainnya, 3) Peran sosial adalah peran yang dijalankan oleh seseorang, laki-laki atau perempuan, untuk berpartisipasi di dalam kegiatan kemasyarakatan, seperti gotong royong dalam menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan yang menyangkut kepentingan bersama. Menurut Vitayala (1995) dalam Hastuti (2004), dalam era globalisasi yang diiringi dengan daya saing ekonomi yang semakin rumit, kesulitan mencari pekerjaan, dampak rekayasa dan desiminasi inovasi alat kontrasepsi, bentukbentuk keluarga akan menjadi sangat kecil maka prospek dan pengembangan citra peran citra peran perempuan dalam abad XXI, akan berbentuk menjadi beberapa peran: 1. Peran tradisi, yang menempatkan perempuan dalam fungsi reproduksi. Hidupnya

100,0

persen

untuk

keluarga.

Pembagian

kerja

jelas

perempuan di rumah, laki-laki di luar rumah. 2. Peran transisi, mempolakan peran tradisi lebih utama dari yang lain. Pembagian

tugas

menuruti

aspirasi

gender,

gender

tetap

eksis

mempertahankan keharmonisan dan urusan rumahtangga tetap tanggung jawab perempuan. 3. Dwiperan, memposisikan perempuan dalam kehidupan dua dunia; peran domestik-publik sama penting. Dukungan moral suami pemicu ketegaran atau keresahan.

    4. Peran egalitarian, menyita waktu dan perhatian perempuan untuk kegiatan di luar. Dukungan moral dan tingkat kepedulian laki-laki sangat hakiki untuk menghin dari konflik kepentingan. 5. Peran kontemporer adalah dampak pilihan perempuan untuk mandiri dalam kesendrian. Meskipun jumlahnya belum banyak, tetapi benturan demi benturan dari dominasi laki-laki yang belum terlalu peduli pada kepentingan perempuan akan meningkatkan populasinya.

Pandangan Budaya Terhadap Perempuan Dalam sistem sosial budaya yang didominasi oleh system patriarkhi, terdapat perbedaan peran gender yang cenderung kaku pada kehidupan masyarakat sehari-hari. Perbedaan peran gender yang dilandasi oleh nilai-nilai budaya masyarakat inilah yang melahirkan ketidakadilan terutama bagi kaum perempuan. Manifestasi ketidakadilan ini terwujud dalam bentuk marginalisasi, subordinasi maupun stereotype bagi kaum perempuan. Marginalisasi terhadap kaum perempuan antara lain bersumber dari adat istiadat dan kebiasaan, dan dapat juga bersumber dari kebijakan pemerintah dan keyakinan. Marginalisasi juga terjadi akibat adanya diskriminasi budaya terhadap pembagian kerja menurut gender. Ada jenis pekerjaan tertentu yang dianggap pantas dan tidak pantas bagi untuk perempuan. Perempuan dianggap tekun, sabar dan ramah , maka jenis pekerjaan yang cocok bagi mereka adalah guru, pramugari, suster/perawat. Subordinasi perempuan juga dicerminkan di kehidupan keluarga dan di masyarakat.

Subordinasi

perempuan

menunjukkan

bahwa

kedudukan

perempuan, khususnya dalam rumahtangga. Peran laki-laki sebagai kepala keluarga dan pemimpin serta pencari nafkah utama, sehingga menjadikan lakilaki sebagai pengambil keputusan utama dalam keluarga dan dalam kehidupan masyarakat. Peran perempuan sebagai ibu rumahtangga dan istri berada di belakang bayang-bayang kekuasaan suaminya/laki-laki. Stereotipe secara umum diartikan sebagai pelabelan atau penandaan pada suatu kelompok tertentu yang dapat menimbulkan ketidakadilan. Salah satu stereotipe yang memojokkan perempuan adalah perempuan bersolek adalah dalam rangka memancing perhatian lawan jenisnya. Stereotipe lainnya adalah perempuan berfungsi sebagai ibu rumahtangga dan melayani suami. Pelabelan

    ini menghambat pendidikan kaum perempuan karena walaupun sekolah tingitinggi, tetap akan berada di rumah menajadi ibu rumahtangga dan melayani suami (Puspitawati et all 2007). Perubahan peran perempuan Sulawesi Selatan Dalam perspektif sosial budaya Sulawesi Selatan, ada tiga nilai tentang perempuan yang merupakan norma dalam masyarakat, yaitu : 1) Perempuan sebagai Indo Ana, yaitu Ibu yang bertugas memelihara anak, 2) Perempuan sebagai Cattaro Pappole Asalewangeng, yaitu peran perempuan sebagai penyimpan dan pemelihara rejeki yang diperoleh suami, dan 3) Perempuan sebagai Repo’ Riatutui Siri’na, yaitu peran sebagai penjaga rasa malu dan kehormatan keluarga. Ketiga nilai tersebut dapat disimpulkan , perempuan dengan segala unsur yang dimilikinya dimasa lalu, hanya mempunyai kewajiban memelihara anak, menyelenggarakan urusan rumahtangga,dan memelihara harkat dan martabat keluarga. Nilai tersebut sebenarnya hampir tidak ada bedanya dengan kondisi perempuan di belahan bumi manapun. Seiring dengan laju perkembangan dan tuntutan zaman kondisi saat ini semakin menunjukkan adanya perubahan yang berimplikasi mendorong kemajuan peran perempuan disemua bidang. Perempuan Sulawesi Selatan saat ini sudah lebih terbuka menafsirkan nilai-nilai kultur, mereka secara kuantitas dan kualitas tidak hanya terlibat di ranah domestik, tapi juga aktif di ranah publik. Bahkan banyak diantara mereka tetap melakukan aktifitas dengan peran ganda di lingkungan rumah mereka, sehingga status isteri, ibu rumahtangga, teman bagi anak-anaknya, maupun unsur anggota masyarakat dapat dilakoni dengan baik. Hal tersebut tentu saja didukung dengan tingkat pendidikan tinggi yang bisa didapatkan oleh perempuan, yang selanjutnya turut memberi andil terhadap pola pikir perempuan Sulawesi Selatan. Hak untuk mencari nafkah untuk kesinambungan hidup keluarga tidak semata dapat dilakukan oleh laki-laki saja , tetapi dapat juga dilakukan oleh seorang perempuan, dalam hal ini isteri, anak perempuan dan lainnya (Kamaluddin 2007). Peran Gender dalam Keluarga Menurut kementerian Pemberdayaan Perempuan, BKKBN dan UNFAPA (2005), mendefinisikan pembagian kerja atau pembagian peran berdasarkan

    gender adalah sebagai kerja atau peran yang diwajibkan oleh masyarakat kepada perempuan dan laki-laki baik di dalam rumah maupun di dalam komunitas. Di dalam keluarga, perempuan berperan mengerjakan tugas-tugas rumahtangga

seperti

mengurus

anak

dan

suami,

memasak,

mencuci,

membersihkan rumah, dan lain-lain. Laki-laki berkewajiban melindungi anggota keluarga dan mencari nafkah untuk semua anggota keluarga. Adanya pembagian tugas yang baik dan seimbang antara laki-laki dan perempuan maka perbedaan gender tidaklah menjadi suatu masalah karena peran perempuan dan laki-laki akan menguntungkan kedua belah pihak. Supriyantini dalam Puspitawati (2009) melakukan penelitian mengenai Hubungan Antara Pandangan Peran Gender dengan Keterlibatan Suami dalam Kegiatan Rumahtangga mengatakan bahwa isteri yang bekerja seringkali tetap memiliki tanggung jawab utama yang sama besar dengan istri yang tidak bekerja dalam pengasuhan anak dan urusan rumahtangga. Hal ini dapat menimbulkan masalah karena diketahui bahwa semakin banyak beban kerja berlebihan yang dirasakan, istri akan mengalami keletihan dan mudah tersinggung. Rowatt dalam Puspitawati (2009) juga menambahkan bahwa suami-isteri yang ikut terlibat berperan dalam urusan rumahtangga akan lebih mampu mengatasi konflik-konflik yang terjadi dalam urusan rumahtangga tanpa merugikan salah satu pihak dan mengurangi adanya stress pada pasangan karier ganda akibat menumpuknya tugas-tugas dalam rumahtangga. Keterlibatan suami dalam urusan rumahtangga, sangat diharapkan untuk meringankan tugas isteri. Salah satu faktor yang mempengaruhi seorang suami ikut berpartisipasi dalam pekerjaan rumahtangga adalah pandangan peran gender yang dianut suami. Scanzoni

(1981)

diacu

dalam

Puspitawati

(2009),

membedakan

pandangan peran gender menjadi dua bagian, yaitu: 1. Peran gender tradisional. Pandangan ini membagi tugas secara kaku berdasarkan jenis kelamin. Laki-laki yang mempunyai pandangan peran gender tradisional tidak ingin perempuan menyamakan kepentingan dan minat diri sendiri dengan kepentingan keluarga secara keseluruhan. Istri diharapkan mengakui kepentingan dan minat suami adalah untuk kepentingan bersama dalam arti lain kekuasaan kepemimpinan dalam keluarga berada ditangan suami.

    2. Peran gender modern. Tidak lagi ada pembagian tugas yang berdasarkan jenis kelamin, kedua jenis kelamin diperlakukan sejajar atau sederajat. Laki-laki mengakui minat dan kepentingan perempuan sama pentingnya dengan minat laki-laki, menghargai kepentingan pasangannya dalam setiap masalah rumahtangga dan memutuskan masalah yang dihadapi secara

bersama-sama.

Perempuan

yang

berpandangan

modern,

berusaha memusatkan perhatiannya untuk mencapai minatnya sendiri yang tidak lebih rendah dari minat suami.

Kesejahteraan Keluarga Definisi Kesejahteraan Kesejahteraan merupakan sejumlah kepuasan yang diperoleh seseorang dari hasil mengkonsumsi pendapatan yang diterima. Namun demikian tingkatan dari kesejahteraan itu sendiri merupakan sesuatu yang bersifat relative karena tergantung dari besarnya kepuasan yang diperoleh dari hasil mengkonsumsi pendapatan tersebut (Sawidak dalam Sunarti 2008) Kesejahteraan adalah suatu tata kehidupan dan penghidupan sosial, maupun spiritual yang diliputi rasa keselamatan, kesusilaan dan ketentraman lahir batin yang memungkinkan setiap warganegara untuk mengadakan usahausaha pemenuhan kebutuhan jasmani, rohani dan sosial yang sebaik-baiknya bagi diri, rumahtangga serta masyarakat (Rambe dalam Sunarti 2008). Menurut Bubolz dalam Sunarti (2008), kesejahteraan merupakan terminology lain dari kualitas hidup manusia (quality of human life), yaitu suatu keadaan ketika terpenuhinya kebutuhan dasar serta terealisasikannya nilai-nilai hidup. Konsep Keluarga Sejahtera menurut UU No 10 Tahun 1992 adalah keluarga yang dibentuk atas perkawinan yang sah, mampu memenuhi kebutuhan spiritual dan materiil yang layak, bertaqwa kepada Tuhan YME, memiliki hubungan yang serasi, selaras, seimbang antar anggota dan antar keluarga dengan masyarakat dan lingkungannya. Kesejahteraan keluarga juga dapat dibedakan menjadi kesejahteraan ekonomi (family well-being) yang diukur dari pemenuhan input keluarga (misalnya diukur dari pendapatan, upah, asset, dan pengeluaran keluarga) dan kesejahteraan material (family material well-being) yang diukur dari berbagai

    bentuk barang dan jasa yang diakses oleh keluarga. Menurut Santamarina dalam Sunarti (2008) terdapat enam kategori kesejahteraan (quality of life atau individual well-being) yaitu: 1) Fisik, 2) Psikologis, 3) Tingkat kemandirian, 4) Sosial, 5) Lingkungan, dan 6) Spiritual (Sunarti 2008). Pengukuran Kesejahteraan Pengukuran

kesejahteraan

sering

menggunakan

pembagian

kesejahteraan ke dalam dua bagian yaitu kesejahteraan subjektif dan objektif. Kesejahteraan secara objektif dan subjektif dapat dialamatkan bagi tingkat individu, keluarga, dan masyarakat. Pada tingkat individu, perasaan bahagia atau sedih, kedamaian atau kecemasan jiwa, dan kepuasan atau ketidakpuasan merupakan indicator subjektif dari kualitas hidup. Pada tingkat keluarga, kecukupan kondisi perumahan (dibandingkan standar), seperti ada tidaknya air bersih, merupakan contoh indikator objektif ( Sunarti 2008). Terdapat perbedaan antara Subjective quality of life dan Objective quality of life. Subjective of life adalah tentang perasaan senang atau puas dan merasa cukup atas kebahagiaan hidupnya. Sedangkan Objective quality of life adalah tentang terpenuhinya semua kebutuhan secara sosial dan budaya dalam hal kekayaan material, kesejahteraan/kesehatan fisik dan status sosial. Pendekatan pengukuran quality of life diperoleh dari lingkungan dimana keluarga berasal. Lingkungan tersebut adalah lingkungan keluarga dan teman-teman, pekerjaan, tetangga, kelompok masyarakat, kesehatan fisik, tingkat pendidikan dan spiritual (agama), dengan menggunakan skala ordinal (Puspitawati 2009).

   

KERANGKA PEMIKIRAN Perempuan

dipengaruhi

oleh

beberapa

faktor

besar

dalam

menyeimbangkan antara pekerjaan dan keluarga. Faktor tersebut berasal dari karakteristik pribadi contoh, karakteristik keluarga, karakteristik lingkungan dan dukungan sosial. Karakteristik contoh terdiri dari usia, pendidikan, pekerjaan, lama bekerja, motivasi, dan pendapatan. Karakteristik keluarga, seperti pendidikan suami, pekerjaan suami, pendapatan suami, tahapan perkembangan keluarga, jumlah anak, usia anak serta nilai-nilai yang terdapat dalam keluarga. Karakteristik lingkungan seperti nilai-nilai budaya dan adat istiadat di dalam suatu lingkungan masyarakat. Nilai-nilai budaya di dalam masyarakat tentu saja akan mempengaruhi peran gender di dalam keluarga tersebut. Selain karakteristik contoh, karakteristik keluarga, dan karakteristik lingkungan, strategi perempuan bekerja dalam menyeimbangkan antara karier dan keluarga juga dipengaruhi oleh dukungan sosial baik dukungan dari suami, keluarga besar, dan tetangga. Menurut Puspitawati (2009) strategi penyeimbangan diperlukan untuk menjaga keharmonisan antara keluarga dan pekerjaan, sehingga tuntutan pekerjaan dan tuntutan keluarga dapat diselaraskan keduanya dan dapat terpenuhi secara bersama-sama. Strategi penyeimbangan ini tergantung dari persepsi, prioritas, tindakan dan bagaimana perempuan mengalokasikan waktu antara karier dan keluarga. Kemampuan perempuan dalam melakukan strategi penyeimbangan antara karier dan keluarga memberikan keuntungan bagi perempuan bekerja dalam kontribusi kesejahteraan keluarga yang meliputi kesejahteraan fisik, ekonomi, dan psikologi. Menurut Santamarina et al dalam Sunarti (2008) kesejahteraan subjektif dengan pendekatan subjektif diukur dari tingkat kebahagiaan dan kepuasaan yang dirasakan oleh masyarakat sendiri bukan orang lain. Dengan demikian tingkat kepuasan yang dirasakan akan menentukan tingkat kesejahteraan subjektif keluarga.

   

Karakteristik Contoh - Usia - motivasi - Pendidikan - Pendapatan - Pekerjaan - Pengalaman kerja

Karakteristik Keluarga - Usia suami - Pendapatan suami - Pendidikan suami - Pekerjaan suami - Usia dan jumlah anak - Nilai-nilai keluarga - Tahapan keluarga

Interaksi Suami istri

Strategi Penyeimbangan - tuntutan pekerjaan,tuntutan karier dan prioritas - Persepsi dan tindakan

Dukungan Sosial

Kesejahteraan Keluarga (tingkat keluasan terhadap hasil yang dicapai) ‐ Fisik ‐ Ekonomi ‐ Psikologis

‐ Dukungan suami ‐ Dukungan keluarga besar ‐ Jumlah pembantu rumahtangga

Karakteristik Lingkungan - Nilai-nilai budaya (nilai perempuan menurut budaya dan arti karier)

Peran Gender - Pandangan peran gender - Sikap dan perilaku

Gambar 1 Kerangka Pemikiran Faktor-faktor yang Mempengaruhi Strategi Perempuan Bekerja dan Kesejahteraan Keluarga.

   

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Desain penelitian ini adalah Cross Sectional Study. Penelitian dilakukan di Kota Makassar dengan pertimbangan bahwa peneliti ingin mengetahui pengaruh budaya Makassar terhadap peran gender di dalam keluarga. Pengambilan data dilakukan selama dua bulan, yakni pada bulan Mei–Juni 2010. Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh Contoh dalam penelitian ini adalah perempuan bekerja dengan kriteria: 1) Perempuan yang bekerja dengan tingkatan manajerial kelas menengah ke atas, memiliki jabatan seperti kepala bagian di sebuah instansi, 2) Berkeluarga mempunyai suami dan anak, 3) Suku asli Makassar, dan 4) Bersedia berpartisipasi dalam penelitian ini. Jumlah contoh adalah 30 orang perempuan. Pemilihan contoh dilakukan dengan metode Snowball Sampling yaitu dengan mencari satu individu contoh dengan karakteristik yang dicari di dalam suatu wilayah

tertentu,

kemudian

diwawancara

menggunakan

kuesioner

yang

disiapkan, setelah mewawancara contoh pertama kemudian enumerator menanyakan siapa calon contoh yang potensial. Hal ini dilakukan sampai tercapai target yang diminta yaitu 30 orang contoh. Jenis Data dan Cara Pengumpulan Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer yang dikumpulkan melalui wawancara adalah: karakteristik contoh, yang meliputi: usia, pendidikan, pekerjaan, motivasi untuk bekerja, pendapatan dan lama bekerja; karakteristik keluarga, yang meliputi: usia suami, pendidikan suami, pendapatan suami, pekerjaan suami, usia anak, jumlah anak, budaya dan peran gender dalam keluarga; dukungan sosial yang meliputi dukungan sosial dari suami, dukungan dari keluarga besar, dan jumlah pembantu rumahtangga. Interaksi suami dan istri; strategi penyeimbangan yang meliputi prioritas dan tuntutan antara karier dan keluarga serta persepsi dan tindakan contoh; pandangan serta sikap dan perilaku peran gender di dalam keluarga; kesejahteraan keluarga yang meliputi kesejahteraan fisik, ekonomi, dan psikologis (tingkat kepuasan terhadap hasil yang dicapai). Kuesioner pada penelitian ini menggunakan instrumen yang dikembangkan oleh Puspitawati (2010) yang disesuaikan dengan kondisi contoh.

    Data sekunder meliputi banyaknya jumlah perempuan karier di Indonesia dan Makassar yang diperoleh dari data BPS 2008 dan 2009. Kontrol kualitas data dilakukan dengan uji reliabilitas Cronbach Alpha (0,732 – 0,969). Secara lebih rinci peubah, skala, alat dan cara pengukuran penelitian, skala data, jumlah item pertanyaan, dan Cronbanch Alpha (α) disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 Jenis data, peubah, contoh, alat dan cara pengukuran, skala data, jumlah item pertanyaan, dan cronbach alpha (α) Jenis Data

Peubah

Primer

Karakteristik contoh

Primer

Karakteristik keluarga

Primer

Dukungan sosial - Keluarga inti (suami dan anak) - keluarga besar - teman,lingkungan tempat tinggal dan lingkungan kerja. - Jumlah pembantu rumahtangga Interaksi suami istri

Primer

Primer

Primer

Primer

Peran gender - Pandangan peran gender - Sikap dan perilaku peran gender Startegi penyeimbangan antara karier dan keluarga - Persepsi terhadap strategi perempuan bekerja - Tindakan terhadap strategi perempuan bekerja Kesejahteraan keluarga - Fisik

Alat & Cara Pengukuran Kuesioner dan wawancara Kuesioner dan wawancara Kuesioner dan selfreport

Skala Data Nominal

Item Pertanyaan

α

Ordinal (1 – 4)

15

0,738

Kuesioner dan selfreport Kuesioner dan selfreport

Ordinal (1 – 4)

12

0,755

Ordinal (1 – 4) Ordinal (1 – 4)

15

0,840

13

0,969

Nominal

0,732

Kuesioner dan selfreport Ordinal ( 1 – 3)

9

10

Kuesioner dan selfreport

Ordinal ( 1 – 3) Ordinal ( 1- 4 )

30

0,969

    - Ekonomi - Psikologis

Pengolahan dan Analisis Data Data yang diperoleh akan diolah melalui proses editing, coding, skoring, entry data ke komputer, cleaning data dan analisis data dengan bantuan komputer dengan menggunkan SPSS versi 16.0 for windows. Sistem skoring dibuat konsisten yaitu semakin tinggi skor maka semakin tinggi kualitas kategorinya, setelah itu dijumlahkan dan selanjutnya dikategorikan dengan menggunakan teknik skoring secara normatif. Pengukuran setiap variabel secara lengkap disajikan pada Lampiran 1. Interval Kelas: Skor maksimum-skor minimum Jumlah kategori Analisis statistik yang digunakan untuk mengolah data adalah: 1. Uji Cronbach Alpha digunakan untuk uji kekonsistenan antar item pertanyaan. 2. Analisis

deskriptif

mencakup

rata-rata,

standar

deviasi,

nilai

maksismum dan minimum dilakukan untuk menyajikan gambaran berbagai variabel yang diteliti dalam kuesioner dan penjelasan dari wawancara mendalam. Skoring terhadap pertanyaan-pertanyaan penelitian 3. Analisis uji beda Independen T-test untuk menguji perbedaan pendapatan contoh dan suami 4. Uji korelasi Spearman untuk mengetahui hubungan antar variabel 5. Uji Regresi Linier Berganda untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi strategi penyeimbangan antara karier dan keluarga serta faktor-faktor yang mempengaruhi kesejahteraan keluarga

Definisi Operasional Perempuan Karier adalah perempuan yang bekerja untuk mengembangkan pekerjaan dan jabatan Keluarga adalah sekelompok orang yang disatukan oleh ikatan perkawinan, darah, ataupun adopsi, terdiri dari suami, isteri, anak, serta anggota keluarga lainnya

    Contoh adalah perempuan karier yang bekerja dan memiliki jabatan di sebuah perusahaan atau instansi yang telah berkeluarga, serta memiliki suami dan anak. Karakteristik Contoh adalah ciri-ciri khas yang dimiliki oleh masing-masing contoh, seperti usia, pendidikan, pekerjaan, motivasi untuk bekerja, pendapatan, dan lama bekerja. Karakteristik Keluarga adalah ciri-ciri khas yang dimiliki oleh masing-masing keluarga, seperti usia suami, pendapatan suami, pendidikan suami, pekerjaan suami, usia dan jumlah anak, nilai-nilai keluarga, dan tahapan keluarga Besar Anggota Keluarga adalah banyaknya anggota keluarga yang tinggal bersama dalam satu rumah. Pendidikan adalah lamanya tahun pendidikan formal yang ditempuh oleh anggota keluarga Pengalaman kerja adalah lamanya tahun bekerja yang dialami contoh, lamanya jam bekerja contoh dan transportasi yang digunakan oleh contoh untuk bekerja Nilai anak adalah harapan orangtua dan masyarakat terhadap anak pada masa sekarang atau masa yang akan datang, baik sebagai investasi masa depan, anugerah yang diberikan Tuhan, dapat meningkatkan status sosial, atau sebagai penambah kebahagiaan. Dukungan sosial adalah bantuan yang diperoleh secara moril oleh perempuan untuk menyeimbangkan antara karier dan keluarga yang berasal dari suami, jumlah pembantu rumahtangga, dan keluarga besar Interaksi Suami istri adalah hubungan dalam bentuk komunikasi antara suami istri Peran Gender adalah pembagian tugas yang baik dan seimbang antara laki-laki dan perempuan Strategi penyeimbangan antara aktivitas pekerjaan dan rumahtangga adalah suatu cara untuk memenuhi tuntutan pekerjaan dan keluarga sehingga mengurangi

timbulnya

konflik

serta

ada

kesinambungan

dan

keseimbangan diantara keduanya. Kesejahteraan Keluarga adalah tingkatan keadaan keluarga baik secara fisik, ekonomi, dan psikologis yang dilihat berdasarkan kepuasan contoh.

    HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Penelitian Makassar adalah ibukota dari Propinsi Sulawesi Selatan. Sebelumnya bernama Kotamadya Ujung Pandang. Sulawesi Selatan mempunyai kondisi geografis yang berbukit-bukit membentang dari bagian utara ke selatan. Antara bentangan tersebut terhampar dataran rendah yang potensial untuk areal pertanian dan pertambakan. Luas wilayah di Sulawesi Selatan Tahun 2005 yakni sekitar 65.361,71 km². Jumlah kabupaten/kota adalah 21, dengan 4 kota administratif yaitu Pare-pare, Bone, Palopo, dan Makassar. Makassar terletak antara 0°12’ –8° Lintang Selatan dan 116°48’ – 122°36’ Bujur Timur. Secara administratif berbatasan dengan Provinsi Sulawesi Barat di sebelah utara, Teluk Bone dan Sulawesi Tenggara di sebelah timur, batas sebelah barat dan timur masing-masing adalah Selat Makassar dan Laut Flores. Sebesar 89,9 persen agama yang dianut oleh penduduk Makassar adalah Islam, Kristen (8,8%), Hindu (0,63%) dan Budha (0,42%). Masyarakat di Propinsi Makassar terdiri dari 4 suku bangsa yaitu 1) Suku Bugis yang terletak di wilayah kediaman Kabupaten Bulukumba, Sinjai, Bone, Soppeng, Wajo, Luwu, Sidenreng Rappang, Pinrang, Pare-pare, Barru, Pangkaje’ne Kepulauan dan Maros; 2) Suku Makassar yang terdapat di Makassar, Gowa, Takalar dan Jeneponto; 3) Suku Mandar yang terletak di wilayah kediaman Kabupaten Polmas, Mamuja dan Majene; 4) Suku Toraja yang berada di wilayah Tana Toraja dan sebagian di Kabupaten Mamasa. Dalam perspektif sosial budaya Sulawesi Selatan, ada tiga nilai tentang perempuan yang merupakan norma dalam masyarakat, yaitu 1) Perempuan sebagai Indo Ana, yaitu ibu yang bertugas memelihara anak; 2) Perempuan sebagai Cattaro Pappole Asalewangeng, yaitu peran perempuan sebagai penyimpan dan pemelihara rejeki yang diperoleh suami; 3) Perempuan sebagai Repo’ Riatutui Siri’na, yaitu peran sebagai penjaga rasa malu dan kehormatan keluarga. Ketiga nilai tersebut dapat disimpulkan, perempuan dengan segala unsur yang dimilikinya dimasa lalu, hanya mempunyai kewajiban memelihara anak, menyelenggarakan urusan rumahtangga,dan memelihara harkat dan martabat keluarga. Nilai tersebut sebenarnya hampir tidak ada bedanya dengan kondisi

    perempuan di belahan bumi manapun yang hidup dalam masyarakat dengan sistem partriarki. Seiring dengan laju perkembangan dan tuntutan zaman kondisi saat ini semakin menunjukkan adanya perubahan yang berimplikasi mendorong kemajuan peran perempuan disemua bidang. Perempuan Sulawesi Selatan saat ini sudah lebih terbuka menafsirkan nilai-nilai kultur, mereka secara kuantitas dan kualitas tidak hanya terlibat di ranah domestik, tapi juga aktif di ranah publik. Bahkan banyak diantara mereka tetap melakukan aktifitas dengan peran ganda di lingkungan rumah mereka, sehingga status istri, ibu rumahtangga, teman bagi anak-anaknya, maupun unsur anggota masyarakat dapat dijalankan dengan baik. Hal tersebut tentu saja didukung dengan tingkat pendidikan tinggi yang bisa didapatkan oleh perempuan, yang selanjutnya turut memberi andil terhadap pola

pikir

perempuan

Sulawesi

Selatan.

Hak

mencari

nafkah

untuk

kesinambungan hidup keluarga tidak semata dapat dilakukan oleh laki-laki saja tetapi dapat juga dilakukan oleh seorang perempuan, dalam hal ini isteri, anak perempuan dan lainnya. Hasil registrasi penduduk akhir 2005 tercatat bahwa penduduk Sulawesi Selatan sekitar 8,8 juta jiwa dan 51,09 persen diantaranya adalah perempuan. Pada Tahun 2008 jumlah perempuan yang berusia 15 tahun ke atas yang bekerja sebanyak 38.653.472 orang dan mengalami peningkatan pada tahun 2009 sebanyak 39.946.327 orang sedangkan jumlah perempuan yang mengurus rumahtangga mengalami penurunan dari Tahun 2008-2009. Pada Tahun 2008 jumlah perempuan yang mengurus rumahtangga sebanyak 31.179.316

dan

mengalami penurunan pada Tahun 2009 menjadi 30.996.532. (BPS 2008). Jumlah perempuan yang bekerja pada Tahun 2008 sebanyak 1.146.378 orang dan jumlah perempuan yang mengurus rumahtangga sebanyak 1.243.343 orang sedangkan pada Tahun 2009 jumlah perempuan yang bekerja sebanyak 1.073.701 orang dan jumlah perempuan yang mengurus rumahtangga sebanyak 1.341.864 orang. Karakteristik Contoh dan Keluarga Pada penelitian ini yang dijadikan contoh adalah perempuan bekerja dengan tingkatan manajerial kelas menengah ke atas, memiliki jabatan seperti kepala bagian di sebuah instansi dan yang telah mempunyai suami dan anak.

    Karakteristik keluarga contoh yang diteliti meliputi usia contoh dan suami, pendidikan contoh dan suami, pendapatan contoh dan suami, pengalaman bekerja contoh dan jumlah anggota keluarga. Usia Contoh dan Suami Usia orangtua menurut Hurlock (1980) dibagi menjadi tiga kategori. diantaranya dewasa muda (18-40 tahun), dewasa madya (41-60 tahun), dan dewasa akhir (>60 tahun). Rata-rata usia contoh dalah 40 tahun dengan kisaran antara 25 tahun sampai 55 tahun dan rata-rata umur suami adalah 43 tahun dengan kisaran antara 26 tahun sampai 60 tahun. Pada Tabel 3 menunjukkan bahwa setengah dari contoh (50%) berada pada kelompok usia dewasa dini (18-40 tahun) dan dewasa madya 40-60 (50%). Pada tahapan usia tersebut mulai adanya pemantapan pada diri contoh juga telah menemukan cara-cara penyeimbangan antara pekerjaan dan keluarga yang dirasa cocok dengan kondisi yang ada. Begitupun dengan suami, lebih dari setengah suami contoh (63,3%) berada pada kelompok usia dewasa madya (40-60 tahun). Tabel 3 Sebaran contoh berdasarkan kelompok usia contoh dan suami Kelompok Usia n Contoh (tahun) % % Dewasa dini (18 – 40) 15 50,0 Dewasa Madya (40 – 60) 15 50,0 Dewasa Lanjut (>60) 0 0,0 100,0 Total 40,23 ± 6,956 Rata-Rata ± SD 25 – 55 Kisaran (min,max) Sumber : Klasifikasi menurut Hurlock (1980)

n % 11 19 0

Suami % 36,7 63,3 0 100,0 43,07 ± 8,242 26 – 60

Pendidikan Contoh dan Suami Hasil pada Tabel 4 menunjukkan bahwa tidak satupun dari contoh yang merupakan lulusan tingkat diploma. Hampir keseluruhan contoh (96,7%) merupakan lulusan tingkat sarjana, proporsi terkecil (3,3%) lulusan tingkat pascasarjana. Begitupun dengan pendidikan suami sebagian besar suami (83,3%) merupakan lulusan tingkat sarjana, proporsi terkecil (10%) merupakan lulusan tingkat diploma dan lulusan tingkat pascasarjana (6,7%).

   

Tabel 4 Sebaran contoh dan suami berdasarkan tingkat pendidikan Tingkat Pendidikan

Contoh n 0 29 1

Diploma (D3) Sarjana(S1) Pascasarjana (S2 dan S3) Total

Suami % 0,0 96,7 3,3 100,0

n

% 10,0 83,3 6,7 100,0

Pekerjaan Contoh dan Suami Tabel 5 menunjukkan bahwa pekerjaan suami beragam mulai dari pegawai negeri, pegawai swasta, wiraswasta, pelaut, sampai bahkan sudah ada yang pensiun. Namun demikian, jenis pekerjaan yang paling banyak digeluti oleh suami contoh adalah pegawai negeri yaitu sebesar 53,3 persen. Hal yang sama dengan suami, maka hampir seluruh contoh (83,3%)juga bekerja sebagai pegawai negeri, selain itu sebesar 13,3 persen contoh bekerja sebagai pegawai swasta yang menduduki jabatan sebagai menejer di sebuah bank swasta dan sebesar 3,3 persen contoh bekerja sebagai pimpinan cabang bank BNI. Tabel 5 Sebaran contoh dan suami berdasarkan jenis pekerjaan Pekerjaan PNS Pegawai Swasta Wiraswasta Lainnya Total

Contoh n 25 4 0 1 30

Suami % 83,3 13,3 0 3,3 100,0

n 16 5 5 4 30

% 53,3 16,7 16,7 13,3 100,0

Pendapatan Keluarga Rata-rata pendapatan contoh adalah Rp 4.670.000 perbulan dengan kisaran antara Rp 2.500.000 sampai Rp 15.000.000. Separuh dari contoh (50%) memiliki pendapatan antara Rp 1.000.001 sampai Rp 3.000.000 per bulan. Terdapat 6,7 persen contoh yang memiliki pendapatan lebih dari Rp 12.000.000 perbulan adalah contoh yang bekerja di bank swasta dan bank BNI. Rata-rata pendapatan suami adalah Rp 5.670.000 perbulan dengan kisaran antara Rp 2.000.000 sampai dengan Rp 30.000.000 perbulan. Lebih dari separuh suami contoh (53,3%) berpendapatan antara Rp 3.000.001 sampai

    dengan Rp 6.000.000 perbulan. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa terdapat 6,7 persen suami contoh yang memilliki pendapatan lebih dari Rp 12.000.000 perbulan, dan profesi atau pekerjaan dari suami tersebut adalah sebagai pelaut. Hasil penelitian juga menunujukkan bahwa tidak satupun dari contoh maupun suami yang memiliki pendapatan kurang dari Upah Minimum Regional (UMR) Kota Makassar Tahun 2009 yaitu sebesar Rp 1.000.000. Hal ini menunjukkan bahwa seluruh keluarga contoh berada pada tingkatan status ekonomi menengah ke atas. Berdasarkan uji beda Independen Sampel T-test, diketahui bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara pendapatan contoh dan pendapatan suami (p<0,05). Tabel 6 Sebaran contoh dan suami berdasarkan pendapatan perbulan Pendapatan (Rp/bulan)

Contoh Suami n % n % ≤ 1.000.000* 0 0 0 0,0 1.000.001-3.000.000 15 50,0 11 36,7 3.000.001-6.000.000 10 33,3 16 53,3 6.000.001-9.000.000 2 6,7 0 0,0 9.000.001-12.000.000 1 3,3 1 3,3 >12.000.000 2 6,7 2 6,7 Total 100,0 100,0 Rata-rata ± SD 4.670.000±3.387.536 5.670.000±5.790.000 Kisaran (min,max) 2.500.000-15.000.000 2.000.000-30.000.000 Uji Beda (p-value) 0,385 Keterangan: * Upah Minimum Regional (UMR) Kota Makassar 2009 P ≤ 0,05

Kontribusi Pendapatan Contoh terhadap Pendapatan Keluarga Rata-rata kontribusi pendapatan contoh sebesar 47 persen dengan kisaran antara 12 sampai 84 persen. Duapertiga contoh (70%) memiliki kontribusi pendapatan antara 26 sampai 30 persen pendapatan keluarga dan hanya 3,3 persen dari contoh memiliki kontribusi pada kategori 76 sampai dengan 100 persen pendapatan keluarga. Contoh yang memiliki kontribusi pendapatan antara 76 sampai 100 persen adalah contoh yang bekerja di salah satu bank dan memiliki jabatan sebagai pimpinan cabang dengan pendapatan sebesar Rp 15.000.000 perbulan sedangkan suami contoh bekerja sebagai PNS yang berprofesi sebagai polisi lalu lintas di Kota Makassar dengan pendapatan sebesar Rp 2.800.000 perbulan (Tabel 7). Rata-rata kontribusi pendapatan suami sebesar 53 persen. Separuh suami contoh (50%) memiliki kontribusi pendapatan 26-50 persen dan sebesar 40 persen suami contoh memiliki kontribusi 51-75

    persen pendapatan keluarga. Hal tersebut menunjukkan bahwa kontribusi pendapatan

suami

terhadap

pendapatan

keluarga

masih

lebih

tinggi

dibandingkan dengan kontribusi pendapatan istri hal tersebut disebabkan karena rata-rata pendapatan suami contoh lebih tinggi dibandingkan pendapatan contoh. Tabel 7 Sebaran kontribusi pendapatan contoh dan suami terhadap total pendapatan keluarga Kontribusi Pendapatan (%) ≤25 26 – 50 51 – 75 76 – 100 Total Rata-Rata ± SD Kisaran (min,max)

Contoh (%) 6,7 70,0 20,0 3,3 100,0 47,20 ± 13,407 12 – 84

Suami (%) 3,3 50,0 40,0 6,7 100,0 52,80 ± 13,407 16 – 88

Besar Keluarga Contoh Besar anggota keluarga adalah penjumlahan anggota keluarga inti dan saudara yang tinggal bersama keluarga contoh. Besar keluarga pada penelitian ini dikategorikan ke dalam tiga kelas, yaitu 1) Keluarga kecil yang jumlah anggotanya kurang dari atau sama dengan emapt orang; 2) Keluarga sedang yang jumlah anggotanya antara 5–7 orang; 3) Keluarga besar apabila jumlah anggota keluarganya lebih dari atau sama dengan delapan orang (Hurlock 1980). Lebih dari separuh keluarga contoh (53,3%) merupakan tipe keluarga kecil yaitu maksimal terdiri dari empat orang. Hampir setengah dari keluarga contoh (46,7%) merupakan tipe keluarga sedang yaitu terdiri atas 5 sampai 7 orang. Rata-rata besar keluarga contoh adalah 4 orang (Tabel 8). Tabel 8 Sebaran contoh berdasarkan jumlah anggota keluarga Jumlah Keluarga Keseluruhan Kecil (0-4) Sedang (5-7) Besar (>8) Total

Jumlah n 16 14 0 30

% 53,3 46,7 0 100

Jumlah anak, Usia Anak, dan Tahapan Keluarga Menurut Papalia dan Olds (1986), terdapat delapan tahapan tumbuh kembang manusia, yaitu pralahir (konsepsi–lahir), bayi (lahir–2 tahun), masa kanak-kanak awal (2−6 tahun), masa kanak-kanak madya (6–12 tahun), remaja

    (12–20 tahun), dewasa muda (20–40 tahun), dewasa madya (40–65 tahun), dan dewasa lanjut (>65 tahun). Hasil penelitian menunjukkan bahwa hampir setengah dari contoh (40,3%) mempunyai anak usia sekolah atau masa kanak-kanak madya (6–12 tahun). Selain itu dilihat dari jumlah anak kurang dari separuh (40,3%) keluarga contoh memiliki tiga orang anak. Jumlah dari masing-masing tahapan usia anak tersebut dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9 Sebaran keluarga contoh berdasarkan kelompok usia dan jumlah anak Kelompok Usia Anak (tahun)

Balita (0–5) Anak Usia Sekolah (6−12) Remaja (13–20) Dewasa Muda (20–40) Total

Jumlah Anak

Total

1 % 6,0 3,0

2 % 4,5 11,9

3 % 3,0 17,9

4 % 4,5 7,5

% 17,9 40,3

3,0 0,0

9,0 4,5

14,9 4,5

4,5 1,5

31,3 10,4

11,9

29,9

40,3

17,9

100,0

Menurut Duvall (1971) tahapan perkembangan keluarga dibedakan menjadi 8 tahapan perkembangan yaitu 1) Keluarga awal yang belum mempunyai anak, 2) Membesarkan anak, anak pertama berusia kurang dari tiga tahun, 3) Keluarga dengan anak prasekolah, 4) Keluarga dengan anak usia sekolah, anak pertama berusia 6 sampai 12 tahun, 5) Keluarga dengan anak remaja, 6) Launching family, 7) Keluarga madya, dan 8) Keluarga lanjut. Tabel 8 menunjukkan bahwa kurang dari separuh keluarga contoh berada tahapan keluarga dengan anak pertama berusia remaja. Proporsi terbesar tahapan keluarga contoh berada pada tahapan perkembangan keluarga dengan anak pertama berusia remaja yaitu sebesar 43,3 persen. Sebanyak 16,7 persen keluarga contoh memiliki anak berusia kurang dari tiga tahun, dan hanya 6,7 persen yang berada pada tahapan launcing family (Tabel 10). Table 10 Sebaran contoh berdasarkan tahapan perkembangan keluarga No 1 2 3 4 5 6

Tahapan keluarga Belum mempunyai anak Membesarkan anak (< 3 tahun) Anak pertama berusia prasekolah ( 3 – 5 tahun) Anak pertama berusia sekolah (6 – 12 tahun) Anak pertama remaja (13 – 22 tahun) Launching family

% 0,0 16,7 3,3 30,0 43,3 6,7

    7 8

Keluarga madya Keluarga lanjut

0,0 0,0

Nilai-nilai Keluarga Hasil dari nilai personal contoh terhadap arti keluarga menunjukkan bahwa kurang dari tiga perempat (70%) dari contoh menganggap keluarga adalah segala-galanya dan sangat penting bagi kehidupan mereka, diikuti jawaban bahwa keluarga adalah tempat untuk mencurahkan kasih sayang, saling berbagi baik susah ataupun senang (20%). Sebanyak 6,7 persen contoh menganggap keluarga adalah tempat cinta kasih, mendidik, menjaga anak dan saling bergantung satu sama lain dan sisa nya sebesar 3,3 persen contoh menganggap keluarga adalah anugerah Tuhan yang harus dijaga dan disyukuri. Berdasarkan jawaban tersebut didapatkan bahwa hampir keseluruhan contoh memiliki nilai mengenai arti keluarga yang mengarah ke fungsi keluarga sebenarnya yaitu fungsi melindungi dimana keluarga adalah wadah utama yang memberikan rasa aman dan nyaman serta kehangatan bagi seluruh anggota keluarga. Menurut BKKBN (1996) terdapat 8 fungsi keluarga yaitu fungsi keagamaan, fungsi sosial budaya, fungsi cinta kasih, fungsi melindungi, fungsi reproduksi, fungsi sosialisasi dan pendidikan, fungsi ekonomi, dan fungsi pembinaan lingkungan. Berdasarkan data kualitatif arti keluarga menurut contoh, contoh menjawab bahwa walaupun contoh bekerja di luar rumah namun keluarga adalah prioritas utama dan keluarga bukan menjadi penghalang dalam berkarier namun sebagai motivasi bagi contoh dalam berkarier dan memberikan inspirasi bagi contoh (Lampiran 8). Mengenai arti anak, menurut Joshi and Clean (1997) dalam Hernawati (2002) menyebutkan bahwa nilai anak bagi orangtua dalam kehidupan seharihari dapat diketahui dari kondisi adanya kenyataan bahwa anak menjadi tempat mencurahkan kasih sayang dan sumber kebahagiaan (nilai psikologis), anak tempat mensosialisasikan nilai-nilai (nilai sosial) dan anak dijadikan tempat menggantungkan harapan (nilai ekonomi) baik di masa sekarang maupun di masa yang akan datang. Pada nilai psikologi, lebih dari tiga perempat contoh (73,3%) menganggap anak sebagai suatu hal yang dapat mendatangkan kebahagiaan, hiburan, penyemangat hidup dan yang harus dijaga dan dicintai. Selain itu, pada nilai ekonomi lebih dari satu perempat contoh (26,6%) menganggap anak sebagai penerus dimasa depan, tumpuan hidup dan harapan

    keluarga. Berdasarkan data kualitatif arti anak, contoh menjawab bahwa anak merupakan titipan Tuhan yang harus dijaga dan dicintai dan harus diasuh supaya menjadi anak yang berguna bagi keluarga dan orang lain.

Tabel 11 Sebaran contoh berdasarkan nilai-nilai keluarga No 1

2

3

Pernyataan Arti Keluarga a. Keluarga adalah segala-galanya dan sangat penting b. Orang-orang yang disayangi yang selalu ada saat suka maupun duka c. Anugerah Tuhan yang harus dijaga dan disyukuri d. Tempat cinta kasih, mendidik menjaga anak dan saling bergantung satu sama lain Arti Anak a. Titipan Tuhan yang harus dijaga dan dicintai b. Penerus keturunan,tumpuan hidup,harapan keluarga c. Hiburan, penyemangat dan pelengkap hidup Prioritas Hidup a. Membesarkan dan mendidik anak b. Beribadah, keluarga dan hidup bahagia c. Karier, keluarga dan masa depan

% 70,0 20,0 3,3 6,7

63,4 26,6 10,0

16,7 40,0 43,3

Prioritas hidup yang dianut oleh hampir setengah dari contoh (43,3%) adalah keluarga, karier dan masa depan. Terdapat dua perlima dari contoh (40%) yang memprioritaskan untuk beribadah, keluarga dan hidup bahagia. Proporsi

terkecil

terdapat

pada

contoh

yang

memprioritaskan

untuk

membesarkan dan mendidik anak sebesar 16,7 persen (Tabel 11). Berdasarkan data kualitatif mengenai prioritas hidup, contoh menjawab bahwa prioritas dalam hidup contoh adalah memiliki keluarga yang harmonis, karier yang cemerlang,

    memiliki materi yang cukup sehingga dapat menyekolahkan anak dengan sebaikbaiknya hingga berhasil (Lampiran 8). Pengalaman Bekerja Contoh Pengalaman bekerja terdiri dari lama bekerja, lama jam kerja, dan cara menuju tempat kerja. Lama bekerja adalah jumlah tahun contoh mulai bekerja sampai dengan tahun penelitian berlangsung (2010). Rata-rata lama bekerja contoh adalah 16 tahun dengan kisaran antara 2 tahun sampai 30 tahun. Hasil penelitian menunjukkan separuh (50,0%) contoh telah bekerja selama 15 sampai 21 tahun. Hanya seperlima (20%) contoh yang telah bekerja selama kurang dari sama dengan 7 tahun dan 22 sampai 28 tahun. Sedangkan sisanya 13,3 persen contoh telah bekerja selama 8 sampai 14 tahun dan terdapat 3,3 persen contoh yang telah bekerja selama lebih dari 28 tahun. Dengan demikian, dapat dipastikan bahwa sebagian besar contoh telah berpengalaman dalam bekerja. Usia contoh pada saat pertama kali bekerja berkisar antara 22 tahun sampai 29 tahun dengan rata-rata 25 tahun. Dua perlima dari contoh (40%) pertama kali bekerja pada usia 25 tahun, usia tersebut merupakan usia subur bagi perempuan dan merupakan tahapan usia untuk memulai suatu keluarga. Apabila ditelusuri lebih dalam mengenai lama bekerja dengan usia contoh didapat bahwa semakin bertambah usia contoh maka semakin lama contoh bekerja. Berdasarkan hasil dari uji korelasi Spearman, ternyata terdapat hubungan positif yang signifikan (p<0,05) antara lama bekerja dan usia contoh sebesar 93,3 persen. Adapun hasil tabulasi silang antara lama bekerja dengan usia contoh dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12 Sebaran contoh berdasarkan lama bekerja dan kelompok usia Lama Bekerja (tahun) ≤7 8 – 14 15 – 21 22 – 28 >28 Total Rata-rata ± SD Kisaran (min,max)

21 – 35 % 20,0 3,3 3,3 0,0 0,0 26,7

Kelompok Usia (tahun) 36 – 45 46 – 55 % % 0,0 0,0 6,7 0,0 33,3 10,0 6,7 13,3 0,0 3,3 46,7 26,7 15,63±7,11 2–30 (tahun)

Total % 20,0 10,0 46,7 20,0 3,3 100,0

    Selain lama bekerja, terdapat juga hasil mengenai lama jam kerja contoh. Hasil tersebut menunjukkan bahwa rata-rata lama jam kerja contoh adalah 8 jam perhari dengan kisaran antara 5 sampai 11 jam perhari. Proporsi terbesar contoh (63,35%) bekerja selama 7 sampai 8 jam perhari diikuti dengan 9 sampai 10 jam perhari (23,3%). Proporsi terkecil contoh (10%) setiap harinya bekerja selama lebih dari 10 jam perhari dan 5 jam perhari sebesar 3,3 persen. Jenis pekerjaan contoh yang bekerja selama lebih dari 10 jam perhari adalah contoh yang bekerja di instansi perbankan sedangkan contoh yang bekerja selama 5 jam perhari adalah contoh yang bekerja di Departemen Kesehatan. Lama jam kerja contoh juga dikaitkan dengan jenis pekerjaan contoh. Lebih lanjut, hasil tabulasi silang pada Tabel 13 menunjukkan bahwa contoh yang bekerja sebagai pegawai swasta dan BUMN akan lebih banyak menghabiskan waktu jam bekerjanya. Contoh yang bekerja sebagai pegawai swasta dan BUMN adalah contoh yang bekerja di instansi perbankan dan memiliki jabatan sebagai manajer dan kepala cabang. Tabel 13 Sebaran contoh berdasarkan lama jam kerja dan jenis pekerjaan Lama Bekerja (jam) ≤6 7–8 9 – 10 >10 Total Rata-rata ± SD Kisaran (min,max)

PNS % 3,3 63,3 16,7 0,0 83,3

Pekerjaan Swasta % 0,0 0,0 13,3 0,0 13,3 8,17±1,315 5 – 11 (jam)

BUMN % 0 0 0 3,3 3,3

Masih terkait dengan pekerjaan dan pengalaman bekerja contoh, hasil penelitian menunjukkan bahwa hampir seluruh contoh (93,3%) menggunakan kendaraan pribadi untuk menuju ke tempat kerjanya. Sebagian kecil contoh (6,7%) contoh yang memilih kategori jawaban ’lainnya’ untuk menuju tempat kerja. Arti ’lainnya’ di sini adalah contoh tersebut menggunakan mobil kantor sebagai alat transportasi untuk pergi ke tempat kerja. Motivasi Bekerja Menurut Puspitawati (2009) motivasi yang melandasi ibu bekerja di luar rumah diantaranya adalah untuk memenuhi kebutuhan finansial, untuk memenuhi kebutuhan sosial-rasional, dan untuk mengaktualisasikan diri. Tabel

    14 menunjukkan bahwa lebih dari separuh contoh (76,7%) menjawab tidak setuju bahwa motivasi bekerja contoh adalah untuk memenuhi kebutuhan finansial. Hal ini diduga karena rata-rata penghasilan suami contoh lebih besar dibandingkan dengan penghasilan contoh dan apabila contoh tidak bekerja tetap mampu memenuhi

kebutuhan

finansial

keluarga.

Motivasi

contoh

untuk

mengaktualisasikan diri adalah lebih dari setengah contoh (80%) menjawab setuju bahwa contoh bekerja karena mengejar keinginan atau cita-cita, contoh bekerja karena membuktikan kalau contoh mampu mempunyai keahlian (73,3%), dan contoh bekerja karena keinginan contoh (86,7%). ”Ibu EL, perempuan yang bekerja sebagai seorang Relationship Manajer di salah satu bank swasta di Kota Makassar mengaku bahwa motivasi yang paling besar yang menyebabkan beliau bekerja adalah ingin mengaplikasikan pendidikan yang telah beliau peroleh di bangku kuliah, beliau juga mengatakan bahwa dengan bekerja perempuan bisa lebih mandiri”. Tabel 14 Sebaran contoh berdasarkan motivasi bekerja no 1

Motivasi

1 % 20,0

2 % 56,7

3 % 16,7

4 % 6,7

Modus

2-4 % 80,8

Saya bekerja karena 2 terpaksa/tuntutan kebutuhan ekonomi 2 Saya bekerja karena 0,0 20,0 53,3 26,7 3 100,0 mengejar keinginan/ citacita saya 46,7 36,7 16,7 0,0 1 53,3 3 Saya bekerja karena anjuran/ keinginan suami 6,7 20,0 40,0 33,3 3 93,3 4 Saya bekerja karena membuktikan kalau saya mampu mempunyai keahlian 5 Saya bekerja karena 3,3 10,0 56,7 30,0 3 96,7 kewajiban/keinginan saya 6 Saya bekerja karena 80,0 13,3 3,3 3,3 1 20,0 iseng-iseng saja 16,7 43,3 33,3 6,7 2 83,3 7 Saya bekerja karena amanat orangtua 8 Saya bekerja karena untuk 16,7 26,7 40 16,7 3 83,3 dicontoh anak-anak Keterangan: 1 = Sangat tidak setuju 2 = Kurang setuju 3 = Setuju 4 = Sangat setuju

Tabel 15 memperlihatkan bahwa proporsi terbanyak (56,7%) frekuensi motivasi bekerja contoh termasuk kategori sedang artinya bahwa contoh setuju bahwa bekerja bukan karena anjuran suami namun untuk mengejar cita-cita. Adapun proporsi frekuensi motivasi bekerja contoh termasuk kategori tinggi

    adalah 43,3 persen. Contoh yang memiliki motivasi bekerja yang tinggi adalah contoh yang sangat setuju bahwa bekerja ataupun berkarier adalah keinginan contoh untuk mengejar cita-cita dan membuktikan keahlian contoh. Sedangkan contoh yang bekerja dengan motivasi rendah adalah contoh yang bekerja karena iseng-iseng saja. Berdasarkan hasil Tabel 14 dapat disimpulkan bahwa motivasi bekerja contoh adalah bekerja untuk diri sendiri seperti ingin membuktikan bahwa contoh mempunyai keahlian, mengejar cita-cita, dan karena keinginan contoh. Selain bekerja untuk diri sendiri motivasi bekerja contoh juga untuk orang lain seperti karena amanat orangtua dan bekerja karena ingin dicontoh anak-anak.

Tabel 15 Sebaran contoh berdasarkan kategori motivasi bekerja Jumlah

Kategori Motivasi Bekerja

n 0 17 13 30

Rendah (8-15) Sedang (16-23) Tinggi (24-32) Total

% 0,0 56,7 43,3 100,0

Karakteristik Lingkungan Karakteristik lingkungan yang diteliti terdiri dari nilai perempuan menurut pandangan budaya contoh. Tabel 16 menunjukkan bahwa hampir seluruh (86,7%) kewajiban perempuan menurut budaya contoh adalah mengurus dan menjaga keutuhan rumahtangga. Menurut Kamaluddin (2007) dalam perspektif sosial budaya Makassar, ada tiga nilai tentang perempuan yang merupakan norma dalam masyarakat yaitu : 1) Perempuan sebagai Indo Ana, yaitu Ibu yang bertugas

memelihara

anak;

2)

Perempuan

sebagai

Cattaro

Pappole

Asalewangeng, yaitu peran perempuan sebagai penyimpan dan pemelihara rejeki yang diperoleh suami; 3) Perempuan sebagai Repo’ Riatutui Siri’na, yaitu peran sebagai penjaga rasa malu dan kehormatan keluarga. Perspektif sosial budaya terhadap nilai perempuan tersebut menunjukkan bahwa masih adanya sistem partriarki di dalam budaya Makassar dimana peran domestik seperti memelihara anak dilakukan oleh istri dan pencari rejeki atau mencari nafkah utama dilakukan oleh suami. Tabel 16 Sebaran contoh berdasarkan kewajiban perempuan menurut budaya No 1

Pernyataan Menjadi manusia yang berpendidikan dan berintegritas

n

%

2

6,7

    2 3

Menekuni profesi atau pekerjaan Mengurus dan menjaga keutuhan rumahtangga

2 26

6,7 86,7

”Ibu NN bekerja di Departemen Kesehatan menurut pandangan budaya bugis walaupun perempuan bekerja di luar rumah namun kewajiban utamanya adalah mengurus suami dan mendidik anak serta membangun keluarga yang sakinah.” Seiring dengan laju perkembangan dan tuntutan zaman kondisi saat ini semakin menunjukkan adanya perubahan yang berimplikasi mendorong kemajuan peran perempuan disemua bidang. Perempuan Makassar saat ini sudah lebih terbuka menafsirkan nilai-nilai kultur, mereka secara kuantitas dan kualitas tidak hanya terlibat di ranah domestik, tapi juga aktif di ranah publik. Bahkan banyak diantara mereka tetap melakukan aktifitas dengan peran ganda di lingkungan rumah mereka, sehingga status istri, ibu rumahtangga, teman bagi anak-anaknya, maupun unsur anggota masyarakat dapat dijalankan dengan baik. Terlihat dari hasil penelitian menunjukkan bahwa mengenai arti karier, ternyata hampir tiga perempat contoh (73,3%) menganggap bahwa karier penunjang untuk masa depan dan tempat untuk mengaktualisasikan diri. Lebih dari satu perenam contoh (16,7%) menganggap bahwa karier adalah prestasi yang dicapai dan tantangan hidup. Proporsi contoh yang memaknai karier sebagai pekerjaan yang menjadi contoh untuk anak-anak berada pada proporsi yang paling kecil yaitu 10 persen (Tabel 17). ”Ibu EN bekerja sebagai pimpinan cabang bank BNI. Menurut beliau karier adalah tempat dimana kita mengembangkan dan membuktikan kemampuan yang kita miliki”. Tabel 17 Sebaran contoh berdasarkan arti karier No

Pernyataan

%

1

Penunjang untuk masa depan dan sebagai tempat untuk mengaktualisasikan diri Prestasi dan tantangan hidup Pekerjaan yang menjadi contoh untuk anakanak

73,3

2 3

16,7 10,0

Dukungan Sosial Keluarga dan Lingkungan Dukungan sosial adalah pemenuhan dari orang lain pada pemenuhan kebutuhan dasar untuk kesejahteraan (Cutrona dan Carolyn 1999). Berdasarkan data yang disajikan pada Lampiran 2, dukungan sosial yang diberikan oleh keluarga inti (suami dan anak) adalah hampir seluruh (90%) contoh tidak setuju

    bahwa suami contoh sebetulnya tidak suka contoh bekerja di luar rumah namun lebih dari tiga perlima (63,3%) anak contoh merasa kesal apabila contoh tidak dapat menemaninya berlibur karena alasan pekerjaan. Hal tersebut diduga karena hampir separuh (40,3%) contoh memiliki anak usia sekolah. Dukungan sosial yang diberikan oleh keluarga besar adalah hampir seluruh (83,4%) orangtua ataupun saudara contoh siap membantu apabila contoh pergi kerja dan membutuhkan orang untuk menjaga rumah atau mengasuh anak. Dukungan sosial yang diberikan oleh teman adalah hampir seluruh contoh (86,6%) mempunyai banyak teman selain keluarga yang benarbenar perhatian dan mencintai contoh. Selain itu dukungan sosial juga didapatkan oleh contoh di lingkungan kerja seperti peraturan dan keadaan di kantor serta atasan membantu contoh dalam menyeimbangkan kehidupan keluarga dan pekerjaan (86,7%) dan dukungan di lingkungan tempat tinggal seperti masyarakat di lingkungan rumah contoh tidak mempermasalahkan pekerjaan contoh (96,7%). Namun contoh tidak setuju bahwa tetangga contoh siap membantu ketika contoh sibuk dengan pekerjaan kantor (56,7%). Hal tersebut diduga karena hampir seluruh contoh memiliki pembantu rumahtangga yang telah membantu contoh melakukan pekerjaan domestik ketika contoh sibuk dengan pekerjaan kantor. Berdasarkan

komposit

dari

semua

pernyataan

dukungan

sosial,

kemudian dikelompokkan menjadi tiga kelompok sehingga didapatkan pada Tabel 18 bahwa hampir duapertiga dari contoh (63,3%) mendapatkan dukungan sosial yang baik artinya contoh setuju bahwa keluarga inti, keluarga besar, teman, lingkungan kerja, dan lingkungan tempat kerja mendukung contoh dalam melakukan keseimbangan antara karier dan keluarga. Rata-rata skor dukungan sosial sebesar 47,70 dengan kisaran antara 38 sampai 59. Berdasarkan penelitian Wahyuningsih (1998) keluarga inti seperti suami dan keluarga perlu meningkatkan pengertian dan dukungan agar istri dapat mengerjakan pekerjaan domestik dan publik dengan baik. Tabel 18 Sebaran contoh berdasarkan kategori dukungan sosial Kategori Dukungan Sosial Kurang (15 – 30) Sedang (31 – 45) Baik (46 – 60) Total

Jumlah n 0 11 19 30

% 0 36.7 63.3 100.0

    Contoh yang memiliki dukungan sosial yang kurang adalah contoh yang tidak setuju bahwa keluarga inti, keluarga besar, teman, lingkungan kerja, dan lingkungan tempat kerja memberikan dukungan sosial kepada contoh dalam melakukan keseimbangan antara karier dan keluarga. Sedangkan contoh yang memiliki dukungan sosial sedang adalah contoh yang kurang setuju bahwa contoh mempunyai teman-teman yang dapat menilai siapa contoh dan memberi tahu apa yang contoh kerjakan dan kurang setuju bahwa tetangga contoh siap membantu contoh ketika contoh sibuk dengan pekerjaan kantor.

Interaksi Contoh dan Suami Interaksi merupakan hal penting atau vital yang harus dilakukan dalam sebuah keluarga. Interaksi di dalam keluarga salah satunya adalah dalam bentuk komunikasi. Interaksi yang diteliti dalam penelitian ini adalah interaksi suami dan istri

baik

dalam

bentuk

komunikasi

maupun

kerjasama.

Lampiran

3

menginformasikan bahwa seluruh (100,0%) contoh dan suami setiap saat selalu saling menghargai satu sama lain, setiap saat selalu saling peduli satu sama lain, setiap saat selalu saling membantu satu sama lain. Hampir tiga perempat (73,4%) contoh dan suami selalu menyelesaikan konflik dengan baik tanpa ada seorangpun yang tersakiti. Lebih dari tiga perempat (76,6%) contoh dan suami tidak setuju bahwa contoh dan suami tidak pernah menemukan perbedaan pendapat ketika akan memutuskan sesuatu. Hampir seluruh contoh (86,7%) tidak setuju bahwa contoh dan suami sering mengalami konflik dan konflik tersebut jarang sekali terselesaikan dan terdapat 53,3 persen contoh setuju hingga sangat setuju bahwa contoh dan suami selalu saling mengkritik satu sama lain. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih dari tiga perempat (76,7%) contoh memiliki kategori interaksi suami istri yang baik artinya contoh setuju bahwa suami dan contoh saling menghargai, saling peduli, saling membantu, saling bertegur sapa ketika menghadapi permasalahan dan memiliki kesetaraan fungsi peran dalam keluarga. Menurut Rowatt dalam Supriyantini (2002) suami yang ikut terlibat membantu istri dalam urusan rumahtangga akan lebih mampu mengatasi konflik yang terjadi dalam urusan rumahtangga tanpa merugikan salah satu pihak sehingga kesejahteraan keluarga tersebut lebih terjaga. Kurang dari satu perempat (23,3%) contoh memiliki kategori interaksi sedang (Tabel 19). Tabel 19 Sebaran contoh berdasarkan kategori Interaksi suami dan istri

    Jumlah

Kategori Interaksi Suami Dan Istri

n 0 7 23 30

Kurang (12 – 24) Sedang (25 – 36) Baik (37 – 48) Total

% 0 23,3 76,7 100

Contoh yang memiliki interaksi dengan suami dengan kategori kurang adalah contoh yang tidak setuju bahwa antara contoh dan suami

saling

memperhatikan, saling membantu, tidak setuju bahwa contoh dan suami memiliki kesetaraan fungsi peran dalm keluarga. Sedangkan contoh yang memiliki interaksi dengan suami dengan kategori sedang adalah contoh yang kurang setuju bahwa contoh dan suami memliki kesetaraan fungsi peran dalam keluarga dan kurang setuju bahwa contoh dan suami selalu menyelesaikan konflik dengan baik tanpa ada seorangpun yang tersakiti. Strategi Perempuan Bekerja Terdapat dua jenis pernyataan dalam strategi perempuan bekerja yaitu mengenai persepsi (affektif) yang terdiri dari 9 item pernyataan dan tindakan (praktek) contoh dalam menyeimbangkan antara karier dan keluarga yang terdiri dari 10 item pernyataan. Kedua pernyataan tersebut terbagi menjadi tiga kategori yaitu pernyataan yang mengarah ke keluarga, ke karier, dan strategi penyeimbangan antara karier dan keluarga. Sebaran contoh berdasarkan persepsi terhadap strategi perempuan bekerja terdapat pada Tabel 20. Tabel 20 Sebaran contoh berdasarkan persepsi terhadap strategi bekerja No 1

Pernyataan Prioritas Keluarga - Keluarga adalah prioritas utama dibandingkan dengan karier. - Istri selayaknya meminta ijin suami apabila ada tugas di luar kota. - Suami selayaknya meminta ijin istri apabila ada tugas di luar kota. - Membawa anak ke tempat kerja pada saat sedang bekerja adalah wajar. - Hal yang wajar bagi ibu yang bekerja di luar rumah untuk

1 %

2 %

3 %

Modus %

2-3 %

0,0

3,3

96,7

3

100,0

0,0

0,0

100,0

3

100,0

0,0

0,0

100,0

3

100,0

46,7

40,0

13,3

1

53,3

3,3

6,7

90,0

3

96,7

    menelpon rumah setiap hari. - Tugas utama istri adalah 16,7 mengasuh anak - Tugas utama suami adalah 6,7 mencari nafkah 2 Prioritas ke Karier - Kepentingan anak dan 36,7 suami dapat dikorbankan dibandingkan dengan tugas di kantor 3 Seimbang - Masalah kantor tidak dapat 0,0 dicampuradukkan dengan masalah rumah. Keterangan: 1) Tidak setuju 2) Kurang setuju

43,3

40,0

2

83,3

26,7

66,7

3

93,3

53,3

10,0

2

63,3

10,0

90,0

3

100,0

3) Setuju

Strategi yang dipersepsikan contoh yang memprioritaskan keluarga adalah mengutamakan keluarga (96,7%) dalam setiap kesempatan yang ada seperti menelpon ke rumah pada saat sedang kerja (90,0%), seluruh contoh (100,0%) selalu meminta ijin suami apabila ada tugas ke luar kota begitupun sebaliknya seluruh suami contoh selalu meminta ijin ke pada istri apabila ada tugas ke luar kota. Strategi yang dipersepsikan contoh yang memprioritaskan karier adalah contoh yang setuju bahwa kepentingan anak dan suami dapat dikorbankan dibandingkan dengan tugas kantor (10%), tidak membawa anak ke tempat kerja (46,7%), dan tidak mempersepsikan bahwa tugas istri adalah mengasuh anak (16,7%). Adapun strategi yang dipersepsikan contoh yang menyeimbangkan antara karier dan keluarga adalah masalah di kantor tidak dapat dicampuradukkan dengan masalah di rumah (90,0%). Tabel 21 Sebaran contoh berdasarkan tindakan terhadap strategi bekerja No 1

2

Pernyataan Prioritas ke Keluarga - Tidak masuk kerja karena anak atau istri/suami sakit - Menunda pekerjaan di kantor untuk kepentingan anak - Tidak mematuhi perintah atasan dengan alasan kepentingan keluarga - Pulang dari kantor lebih awal karena urusan keluarga Prioritas ke Karier - Melakukan resiko apapun

1 %

2 %

3 %

2-3 %

Modus

0,0

80,0

20,0

100,0

3

16,7

60,0

23,3

83,3

3

43,3

50,0

6,7

56,7

3

10,0

60,0

30,0

90,0

1

76,7

10

13,3

23,3

3

   

3

untuk kemajuan karier, termasuk dipromosikan ke luar daerah - Melewatkan acara/urusan keluarga, seperti : pernikahan saudara, arisan keluarga, dll, karena tugas kantor - Lembur di kantor atas perintah atasan Seimbang - Tidak melakukan pekerjaan kantor pada hari libur - Bersepakat dengan suami/istri untuk menjaga keseimbangan antara karier dan keluarga - Suami/istri membantu saya mengurusi rumah dan anak apabila saya sibuk dengan pekerjaan di kantor

Keterangan: 1) tidak pernah

13,3

60,0

26,7

86,7

2

10,0

40,0

50,0

90,0

2

3,3

36,7

60,0

96,7

3

0,0

13,3

86,7

100,0

2

0,0

33,3

66,7

100,0

3

2) kadang-kadang

3) sering

Jenis pernyataan kedua yaitu mengenai tindakan (praktek) contoh terhadap strategi bekerja dapat dilihat pada Tabel 21. Tindakan contoh dengan strategi memprioritaskan keluarga adalah contoh yang menjawab sering pulang dari kantor lebih awal karena urusan keluarga sebesar 30 persen dan sering tidak mematuhi perintah atasan dengan alasan kepentingan keluarga sebesar 6,7 persen. Tindakan contoh dengan strategi mementingkan pekerjaan sebesar

    50,0 persen menyatakan sering lembur dikantor atas perintah atasan dan sering melakukan resiko apapun untuk kemajuan karier walaupun hanya 13,3 persen. Adapun tindakan contoh dengan strategi keseimbangan antara karier dan keluarga bersepakat dengan suami untuk menjaga keseimbangan antara karier dan keluarga (86,7%) dan tidak melakukan pekerjaan kantor pada hari libur (60,0%). Kesimpulan dari 20 bahwa hampir seluruh contoh telah melakukan tindakan strategi penyeimbangan antara karier dan keluarga. Hasil dari Tabel 20 dan 21 disatukan dalam pengolahannya untuk mendapatkan strategi contoh dalam bekerja secara keseluruhan jika dilihat baik dari persepsi (afektif) maupun tindakan (praktek) contoh. Sehingga didapatlah hasil yang menunjukkan bahwa rata-rata skor contoh dalam melakukan strategi antara karier dan keluarga adalah 36 dengan kisaran antara 30 sampai 45. Hasil pada Tabel 22 menyatakan bahwa sebagian besar contoh melakukan keseimbangan antara karier dan keluarga (86,7%), dan hanya 6,7 persen contoh yang memprioritaskan ke keluarga dan 6,7 persen contoh yang memprioritaskan ke karier. Hal ini dikarenakan pada umumnya contoh telah berpengalaman dalam mengatur kehidupannya untuk memenuhi antara tuntutan keluarga dan karier. Berpengalamannya contoh dalam menyeimbangkan antara pekerjaan dan keluarga tersebut disebabkan sebagian besar contoh telah bekerja selama lebih dari 15 tahun dan sebagian besar contoh pun berada pada tahap perkembangan keluarga dengan anak pertama berusia remaja. Menurut Duvall (1971) pada fase remaja anak mulai mengembangkan cara berfikir yang lebih baik dan sudah melakukan peran orang dewasa sehingga anak sudah dapat dikatakan mandiri. Sehingga pada tahap perkembangan tersebut orangtua bertugas bekerjasama untuk mengontrol remaja dan orang tua dapat meningkatkan kegiatan ibadah dan kariernya. ” Saya bekerja sudah hampir 30 tahun, suami saya sudah pensiun dan anak-anak sudah dewasa sehingga tuntutan karier maupun tuntutan keluarga dapat saya seimbangkan mengingat tuntutan keluargapun tidak terlalu tinggi. Saya hanya tinggal berdua dengan suami karena anak-anak sudah ada yang menikah dan melanjutkan sekolah ke Universitas”. Contoh yang lebih memprioritaskan keluarga adalah contoh yang tuntutan keluarga lebih tinggi dibandingkan dengan tuntutan pekerjaan. Pada strategi yang lebih memprioritaskan ke keluarga, terdapat dua orang contoh yang melakukannya.

    “Ibu NN bekerja sebagai kepala laboratorium di Departemen Kesehatan Kota Makassar. Beliau memiliki satu orang putra yang masih berusia tiga tahun. Putra Ibu NN memiliki penyakit step yang bisa kambuh tiba-tiba terutama bila panasnya mulai tinggi. Hal inilah yang terkadang mengganggu pikiran Ibu NN ketika beliau bekerja terutama apabila suami beliau sedang berlayar dan putranya harus dititipkan kepada orangtua ataupun hanya dijaga oleh pembantu”. ”Dokter FT yang memiliki profesi sebagai dokter gigi mengaku bahwa prioritas utamanya adalah keluarga dan bekerja merupakan wujud dari kebaktiannya kepada kedua orangtua karena telah menyekolahkan beliau. Beliau memiliki 4 orang anak yang masih usia sekolah dan usia balita. Mengingat usia anak-anak yang belum mandiri menyebabkan beliau lebih memfokuskan untuk keluarga daripada karier”. Contoh yang lebih memprioritaskan karier adalah contoh yang memiliki tuntutan karier lebih tinggi dibandingkan tuntutan keluarga. Pada strategi yang lebih memprioritaskan ke karier, terdapat dua orang contoh yang melakukannya. Apabila dilihat lebih dalam, kedua contoh hanya memiliki anak tunggal yang berusia remaja. Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Sari (2005) bahwa semakin bertambahnya usia anak maka istri akan meningkatkan kegiatan produktif dan mengorbankan kegiatan domestik karena semakin bertambahnya usia anak maka semakin mandiri anak tersebut, sehingga perempuan lebih dapat memfokuskan kegiatannya di luar rumah yaitu sebagai seorang pekerja. “Ibu EL bekerja di salah satu Bank Swasta di Makassar dan memiliki posisi jabatan sebagai Relationship Manager yang telah bekerja selama kurang dari 14 tahun. Beliau hanya memiliki satu orang putri yang telah berusia remaja. Beliau memang memutuskan untuk hanya memiliki satu orang anak saja karena mengingat pekerjaan beliau yang padat dengan jam kerja lebih dari 10 jam perhari dan sering keluar kota karena urusan pekerjaan”. Tabel 22 Sebaran contoh berdasarkan kategori persepsi dan tindakan strategi perempuan bekerja Kategori Strategi Perempuan Bekerja Prioritas ke keluarga (19-31,6) Prioritas ke karier (44,5-57) Seimbang (31,7-44,3) Total

Jumlah Pembantu Rumahtangga

Jumlah n 2 2 26 30

% 6,7 6,7 86,7 100,0

    Pembantu rumahtangga dapat dikatakan sangat menolong perempuan bekerja untuk menyeimbangkan antara pekerjaan dan keluarga. Hampir semua pekerjaan rumahtangga yang tidak dapat dilaksanakan oleh perempuan bekerja dapat dikerjakan oleh pembantu rumahtangga. Setengah dari keluarga contoh memiliki seorang pembantu rumahtangga (50%), kurang dari dari setengah keluarga contoh (43,3%) tidak memiliki pembantu rumahtangga dan 6,7 persen keluarga contoh memiliki dua orang pembantu rumahtangga. Hal tersebut didukung

oleh

mengemukakan

Stober

and

terdapatnya

Weinberg beberapa

dalam

Puspitawati

strategi

yang

(1992)

potensial,

yang

ataupun

kombinasi strategi, yang dapat digunakan oleh perempuan yang bekerja di luar rumah untuk menggunakan waktunya secara ekonomi. Salah satu strateginya yaitu pekerjaan rumahtangga dilakukan oleh orang lain (pembantu rumahtangga, suami, atau anak) sehingga kegiatan rumahtangga dapat terlaksana baik secara kualitas maupun kuantitas. Rata-rata upah seorang pembantu rumahtangga sebesar Rp 500.000. Pandangan Peran Gender Pandangan peran gender adalah pandangan mengenai pembagian tugas di dalam keluarga yang baik dan seimbang antara laki-laki dan perempuan. Hasil penelitian yang disajikan pada Lampiran 4 menunjukkan bahwa sebagian besar (80%) keluarga contoh tidak setuju bahwa budaya patriarki (laki-laki memiliki kedudukan yang lebih tinggi dari perempuan) merupakan budaya yang diakui oleh keluarga contoh. Lebih dari separuh (53,3%) contoh kurang setuju bahwa pekerjaan

rumahtangga

seperti

membersihkan

rumah,

mengasuh

anak,

memasak merupakan pekerjaan perempuan saja. Namun lebih dari separuh (53,3%) contoh setuju bahwa memperbaiki atap yang bocor, memotong rumput merupakan pekerjaan rumahtangga yang biasanya dilakukan oleh laki-laki. Hampir seluruh contoh (83,3%) setuju bahwa dalam memberikan hadiah kepada anak, contoh dan suami memberikan mainan yang sesuai dengan jenis kelamin mereka, seperti mobil-mobilan dan pistol-pistolan untuk anak laki-laki, sedangkan boneka dan masak-masakan untuk anak perempuan. Tabel 23 Sebaran contoh berdasarkan kategori pandangan peran gender Kategori

Jumlah n

%

    Konservatif (15-30) Cukup Moderat(31-45) Sangat Moderat (46-60) Total

0 15 15 30

0,0 50,0 50,0 100,0

Berdasarkan pernyataan mengenai pandangan peran gender yang dirasakan oleh contoh, pandangan peran gender kemudian dikelompokkan menjadi tiga kelompok yaitu pandangan peran gender konservatif, cukup moderat, dan sangat moderat. Kategori konservatif adalah pandangan peran gender yang lebih mengarah ke pandangan peran gender tradisional yaitu masih terdapat bias gender di dalam pembagian peran dimana peran domestik hanya boleh dilakukan oleh perempuan dan sangat tidak setuju apabila pekerjaan domestik dilakukan oleh laki-laki. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak satupun dari contoh (0%) yang memiliki pandangan gender konservatif. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa sebesar 50 persen contoh memiliki pandangan peran gender kategori cukup moderat dan sebesar 50 persen contoh kategori sangat moderat. Pandangan peran gender cukup moderat adalah contoh yang melakukan penggabungan antara pandangan peran gender tradisional dan peran gender modern dimana masih ada batasan-batasan dimana laki-laki boleh mengerjakan pekerjaan rumahtangga dan perempuan boleh mengerjakan pekerjaan publik. Contoh yang memiliki pandangan peran gender kategori cukup moderat adalah contoh yang kurang setuju bahwa pekerjaan rumahtangga merupakan pekerjaan perempuan. Menurut Septiawaan dalam Puspitawati (2008) pentingnya peran suami dalam kegiatan rumahtangga akan membantu menyelamatkan istri dari kelebihan peran dalam keluarga sehingga dengan demikian istri merasa dihargai dan suasana keluarga akan lebih baik. Pandangan peran gender kategori sangat moderat adalah pembagian peran di dalam keluarga sangat fleksibel bahwa tidak ada lagi pembagian tugas yang berdasarkan jenis kelamin, kedua jenis kelamin diperlakukan sejajar atau sederajat. Sesuai dengan yang dinyatakan oleh Scanzoni diacu dalam Puspitawati (2009) pandangan peran gender dibedakan menjadi dua bagian, yaitu peran gender tradisional dan peran gender modern. Pandangan peran gender modern dilihat dari pembagian pekerjaan rumahtangga, hasil penelitian menunjukkan bahwa dua pertiga (66,7%) keluarga contoh tidak setuju sampai kurang setuju bahwa dalam keluarga terdapat perbedaan dalam pembagian pekerjaan rumahtangga berdasarkan jenis kelamin. Hal ini sesuai yang

    diungkapkan oleh Scanzoni dalam Puspitawati (2009) dalam pandangan peran gender modern.

Sikap dan Perilaku Contoh terhadap Peran Gender Selain pandangan peran gender, untuk melihat peran gender di dalam keluarga maka variabel lain yang diteliti adalah sikap dan perilaku contoh terhadap peran gender. Lampiran 5 menunjukkan bahwa hampir seluruh contoh (93,4%) memandang bahwa peran suami adalah sebagai kepala keluarga, menginginkan suami mendukung karier contoh (86,6%), menghormati laki-laki yang berprestasi (83,4%), menghormati perempuan yang berprestasi (80%). Hasil penelitain juga menunjukkan bahwa hampir seluruh contoh (80%) memandang laki-laki tidak boleh menceraikan perempuan dan 83,3 persen contoh juga memandang bahwa perempuan boleh menceraikan laki-laki. Berdasarkan pertanyaan mengenai sikap dan perilaku contoh terhadap peran gender, sikap dan perilaku contoh kemudian dikelompokkan menjadi tiga kelompok yaitu rendah (11–21), sedang (22–32), dan tinggi (33–44). Tabel 24 menunjukkan bahwa hampir tiga perempat contoh memiliki sikap dan perilaku gender yang tinggi, artinya contoh yang berperilaku peduli terhadap kesetaraan dan keadilan gender, dan sisanya sebesar 30 persen memiliki sikap dan perilaku sedang terhadap peran gender. Menurut Rice dan Tucker (1976) memaparkan bahwa umumnya pasangan yang menganut prinsip kesetaraan lebih bahagia dengan kehidupan perkawinannya. Tabel 24 Sebaran contoh berdasarkan kategori sikap dan perilaku contoh Kategori Rendah (11–21) Sedang (22–32) Tinggi ( 33–44) Total

Jumlah n 0 9 21 30

% 0,0 30,0 70,0 100,0

Kesejahteraan Keluarga Subjektif Kesejahteraan subjektif berdasarkan pendekatan Quality of Life adalah mengukur kepuasan atau kesenangan seseorang secara subjektif terhadap semua materi dan perilaku yang dilakukan untuk mencapai tujuan hidup.

    Kepuasan atau kesejahteraan ini dapat berbeda antara harapan dengan kenyataan dan dapat berbeda pada setiap orang (Guhardja et al, 1992). Kesejahteraan subjektif yang diteliti adalah keadaan yang dirasakan (perceived) oleh contoh terhadap kesejahteraan fisik, ekonomi, sosial, dan psikologis. Kesejahteraan keluarga secara fisik terdiri dari kepuasan keluarga contoh terhadap

keadaan kesehatan contoh dan keluarga; secara ekonomi

terdiri dari keadaan keuangan, makanan, tempat tinggal, pakaian, dan materi/asset; secara sosial terdiri dari kepuasan keluarga contoh terhadap keadaan pendidikan, manajemen

sumberdaya keluarga, pekerjaan, dan

hubungan komunikasi antar sesama anggota keluarga, pekerjaan, dan hubungan komunikasi antar sesama anggota keluarga serta komunikasi dengan keluarga besar dan lingkungan di luar keluarga; secara psikologis terdiri dari kepuasan keluarga contoh terhadap keadaan mental dan spiritual contoh dan keluarga (Lampiran 6) Persentase terbesar contoh merasa puas terhadap keadaan keuangan keluarga (70%), keadaan pendapatan contoh (70%), keadaan tempat tinggal keluarga (73,3%), keadaan pendidikan anak contoh (80%), hubungan/komunikasi antara orang tua dengan anak (90%), keadaan pekerjaan contoh (86,6%), Hubungan/komunikasi antara keluarga dengan keluarga besar (83,3%), keadaan pekerjaan suami (83,4%), kedaan mental keluarga (80%), hubungan/komunikasi antara suami dan isteri (86,7%), keoptimisan keluarga menatap masa depan (90%).

Kurang

dari

separuh

contoh

merasa

cukup

puas

terhadap

kelakuan/kepribadian anak contoh dan gaya manajemen waktu dan pekerjaan contoh (43,3%). Tabel 25 menunjukkan proporsi terbesar keluarga contoh (60%) berada pada tingkat kesejahteraan keluarga subjektif sedang (61–90) yang artinya keluarga contoh merasa puas

terhadap semua kesejahteraan fisik, sosial,

ekonomi dan psikologi. Rata-rata skor kesejahteraan keluarga contoh sebesar 88 dengan kisaran antara 59 sampai 120. Tabel 25

Sebaran keluarga contoh berdasarkan kategori kesejahteraan keluarga subjektif

Kategori Kesejahteraan Keluarga Kurang Sedang Baik

Jumlah n 1 18 11

% 3,3 60,0 36,7

    Total Rata-rata ± SD Kisaran (min,max)

30

100,0 64,53 ± 16,30 32-100

Contoh yang memiliki tingkat kesejahteraan keluarga yang baik adalah contoh yang sangat puas terhadap keadaan keuangan keluarga, keadaan tempat tinggal keluarga, alat transportasi untuk kerja dan keadaan spiritual/keagamaan contoh dan keluarga. Sementara itu, contoh yang memiliki tingkat kesejahteraan keluarga kurang adalah contoh yang merasa cukup puas terhadap kesejahteraan ekonomi, kesejahteraan fisik, sosial, dan psikologi.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Strategi Perempuan Bekerja dan Kesejahteraan Keluarga Untuk

mengetahui

faktor-faktor

yang

mempengaruhi

strategi

penyeimbangan antara karier dan keluarga, selanjutnya dilakukan uji regresi linear berganda, dengan variabel dependen strategi penyeimbangan dan variabel independennya adalah pendidikan istri, pendapatan istri, pendidikan suami, pendapatan suami, jumlah anak, jumlah anak balita, lama bekerja (jam), interaksi suami dan istri serta sikap dan perilaku contoh terhadap peran gender. Berdasarkan

hasil

analisis

regresi

linier

berganda,

faktor-faktor

yang

mempengaruhi strategi penyeimbangan antara karier dan keluarga secara nyata adalah, pendidikan istri (ß=0,828; p=0,000), pendapatan istri (ß=0,981; p=0,003), jumlah anak balita (ß=-0,369; p=0,081), dan jumlah anak (ß=0,369; p=0,081) dengan nilai R² (0,548) artinya variabel strategi penyeimbangan antara karier dan keluarga dipengaruhi oleh variable independen yang ada di dalam model sebesar 54,8 persen (Tabel 26). Contoh yang memiliki pendapatan dan pendidikan yang tinggi maka contoh akan lebih memprioritaskan karier. Hal tersebut didukung oleh Megawangi (1999) bahwa bagi para perempuan yang memilih untuk berkarier umumnya dari kelompok kelas menengah keatas dengan pendapatan dan pendidikan yang tinggi. Contoh yang memiliki anak balitah lebih memprioritaskan ke keluarga. Menurut Puspitawati (2009) menyatakan bahwa perempuan yang berada pada tahapan siklus kehidupan keluarga awal (early family life cycle), seperti tahapan keluarga yang mempunyai anak balita dan anak usia sekolah, maka perempuan tersebut akan menghadapi tuntutan keluarga yang lebih besar

    daripada tuntutan karier. Sebaliknya, perempuan yang berada pada tahapan family life cycle pertengahan, seperti tahapan keluarga yang mempunyai anak remaja dan anak dewasa, maka perempuan tersebut akan mempunyai banyak waktu dan energi untuk berkonsentrasi lebih besar pada karier mengingat tuntutan keluarga yang lebih kecil daripada tuntutan karier. Selain itu, semakin banyak

jumlah

anak

yang

dimiliki

oleh

contoh

maka

contoh

akan

memprioritaskan ke karier. Tabel 26 Hasil analisis regresi terhadap strategi perempuan bekerja dan kesejahteraan keluarga subjektif No 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Variabel

Pendidikan istri Pendapatan istri Pendidikan suami Pendapatan suami Jumlah anak balita Jumlah anak Lama jam kerja perhari Interaksi suami istri Sikap dan perilaku peran gender 10 Strategi perempuan bekerja Df (total) Adj R² F(p) N Ket: * nyata pada taraf 10%

Strategi Penyeimbangan

Subjektif Quality of Life

Beta 0,828 0,897 -0,078 -0,178 -0,289 0,369 -0,102 -0,138 0,222

T 4,191 3,328 -0,571 -1,143 -1,819 1,841 -0,485 -0,779 1,506

Beta 0,638 0,822 -0,132 0,103 0,301 -0,343 0,288 0,579 0,632

T 2,294 2,381 -0,937 0,622 1,708 -1,542 1,319 3,131 3,947

Sig. 0,033** 0,028** 0,360 0,541 0,104 0,140 0,203 0,006** 0,001***

-

-

0,273

1,187

0,250

Sig. 0,000*** 0,003** 0,575 0,267 0,084* 0,081* 0,633 -0,445 0,148

29 29 0,548 0,523 4,908 (0,000) 4,179 (0,000) 30 30 ** nyata pada taraf 5% *** nyata pada taraf 1%

Uji regresi linier berganda juga dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kesejahteraan keluarga subjektif. Variabel dependen adalah tingkat kesejahteraan keluarga subjektif dan variabel

independennya

adalah pendidikan istri, pendapatan istri, pendidikan suami, pendapatan suami, jumlah anak, jumlah anak balita, lama bekerja (jam), interaksi suami dan istri, sikap dan perilaku contoh terhadap peran gender serta strategi penyeimbangan antara karier dan keluarga. Berdasarkan hasil analisis regresi linier berganda, faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kesejahteraan keluarga subjektif secara nyata adalah, pendidikan istri (ß=0,638; p=0,033), pendapatan istri (ß=0,822; p=0,028), interaksi suami istri (ß=-0,579; p = 0,006), serta sikap dan perilaku peran gender (ß=0,632; p= 0,001). Hasil dari uji regresi linier berganda

    menunjukkan bahwa R² (0,523) artinya variabel kesejahteraan keluarga subjektif dipengaruhi oleh variabel independen yang ada di dalam model sebesar 52,3 persen. Contoh yang memiliki pendidikan dan pendapatan yang tinggi maka tingkat kesejahteraan subjektif contoh akan semakin baik. Guharja et al (1992) menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan atau pengetahuan yang dimiliki sumberdaya manusia, maka semakin efektif proses yang ada dalam subsistem menejerial dengan menetapkan tujuan yang benar-benar ingin dicapai seperti seorang kepala keluarga yang bertujuan untuk melindungi seluruh anggota keluarganya sehingga dapat tercipta keluarga yang sejahtera. Selain itu, semakin baik interaksi antara suami istri maka kesejahteraan keluarga subjektif contoh akan semakin baik. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa

sikap

dan

perilaku

peran

gender

juga

mempengaruhi

tingkat

kesejahteraan keluarga secara nyata yang berarti bahwa contoh yang memiliki sikap dan perilaku responsif gender berperilaku peduli terhadap keadilan dan kesetaraan gender maka contoh akan merasa puas terhadap semua kesejahteraan fisik, sosial, ekonomi dan psikologi. Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian Kusumo (2009) menyatakan bahwa semakin setara peran suami dan istri dalam melakukan pekerjaan di sektor domestik dan publik maka semakin tinggi tingkat kesejahteraan.

Pembahasan Umum Strategi penyeimbangan antara karier dan keluarga yang dilakukan oleh perempuan bekerja adalah suatu cara untuk memenuhi tuntutan pekerjaan dan tuntutan keluarga sehingga segala sesuatunya berjalan lancar. Hal ini ditujukan agar tidak terjadinya disfungsi keluarga yang dapat mengakibatkan hancurnya keluarga. Apabila perempuan bekerja dapat menyeimbangkan antara karier dan keluarga maka akan terjadi peningkatan kesejahteraan keluarga baik dari segi ekonomi maupun nonekonomi. Strategi penyeimbangan yang dilakukan oleh perempuan bekerja yang memiliki anak balita dan tidak memiliki anak yang berusia remaja akan berbeda dengan perempuan bekerja yang tidak mempunyai balita. Selain itu strategi yang dilakukan oleh perempuan bekerja dengan lama jam bekerja lebih dari 9 jam akan berbeda dengan perempuan yang bekerja dengan jam kerja kurang dari 9 jam. Perempuan yang bekerja kurang dari 9 jam akan memiliki waktu lebih

    banyak dengan keluarga dibandingkan dengan perempuan yang bekerja lebih dari 9 jam. Karakteristik contoh yang melakukan penyeimbangan antara karier dan keluarga adalah contoh yang bekerja sebagai PNS yang bekerja kurang dari 10 jam perhari dan rata-rata contoh telah bekerja selama lebih dari 15 tahun. Selain itu keluarga contoh berada pada tahap perkembangan dimana anak pertama berusia remaja sehingga anak sudah dapat mandiri jika ditinggalkan oleh ibunya untuk bekerja. Contoh yang memprioritaskan karier adalah contoh yang memiliki tuntutan pekerjaan yang lebih tinggi dibandingkan dengan tuntutan keluarga. Karakteristik contoh yang lebih memprioritaskan karier adalah contoh yang bekerja di perbankan swasta dengan jam kerja lebih dari 10 jam perhari. Selain itu

contoh tidak memiliki anak usia sekolah maupun balita dan berdasarkan

jumlah anggota keluarga contoh merupakan kategori keluarga kecil. Sedangkan contoh yang memprioritaskan kepada keluarga adalah contoh yang memiliki tuntutan keluarga yang lebih tinggi dibandingkan dengan tuntutan karier. Karakteristik contoh yang lebih memprioritaskan keluarga adalah contoh yang berada pada kelompok usia dewasa dini yaitu berusia antara 18 hingga 40 tahun. Selain itu contoh juga masih memiliki anak balita sehingga rata-rata jam kerja contoh kurang dari 8 jam perhari. Strategi penyeimbangan antara karier dan keluarga membutuhkan beberapa pertimbangan, terutama yang berkaitan dengan keadaan keluarga seperti anak. Usia anak yang semakin meningkat akan menyebabkan contoh mengurangi kegiatan domestiknya dan meningkatkan kegiatan produktifnya, karena dengan semakin meningkatnya usia anak maka anak tersebut akan semakin mandiri sehingga campur tangan orangtua akan semakin berkurang. Strategi penyeimbangan antara karier dan keluarga adalah satu-satunya strategi paling bijak dalam mencapai multi-tujuan keluarga dan individu perempuan. Hasil uji regrersi linier berganda menunjukkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kesejahteraan adalah pendapatan contoh, pendidikan contoh, interaksi suami istri, dan sikap dan perilaku peran gender dalam keluarga. Artinya bahwa semakin tinggi pendapatan dan pendidikan contoh maka kesejahteraan semakin meningkat dan semakin baik interaksi suami istri maka kesejahteraan semakin baik. Selain itu contoh yang memiliki sikap dan perilaku responsif gender maka contoh akan merasa puas terhadap kesejahteraan keluarga subjektif. Strategi penyeimbangan antara karier dan keluarga tidak berpengaruh

    secara nyata terhadap kesejahteraan keluarga subjektif. Hal tersebut diduga karena data kesejahteraan keluarga subjektif tersebar secara homogen dimana hampir seluruh kategori kesejahteraan keluarga subjektif contoh berada pada kategori sedang dan tinggi. Ketebatasan Penelitian Keterbatasan penelitian ini yang pertama adalah jumlah contoh yang digunakan hanya 30 dan tidak acak serta tidak distratifikasi. Kedua, pengukuran semua variabel penelitian ini berdasarkan perceived (apa yang dirasakan) contoh tanpa melakukan pengukuran kepada pihak suami. Mengingat keterbatasan metode penelitian, maka hasil dari kesimpulan penelitian ini tidak dapat digeneralisasikan untuk semua perempuan bekerja. Namun demikian, hasil dari penelitian dapat memberikan kontribusi baik pada praktisi maupun peneliti di bidang gender keluarga.

    KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1.

Mayoritas usia contoh dan suami berada pada kategori usia dewasa madya. Sebagian besar contoh dan suami berprofesi sebagai pegawai negeri. Rata-rata pendapatan contoh adalah Rp 4.670.000 perbulan dengan kisaran antara Rp 2.500.000 sampai Rp 15.000.000. Sedangkan rata-rata pendapatan suami contoh sebesar Rp 5.500.000. Berdasarkan pengalaman bekerja, mayoritas contoh telah bekerja selama lebih dari 15 tahun dan menghabiskan waktu dikantor selama lebih dari 8 jam sehari. Dilihat dari jumlah keluarga, pada umumnya keluarga contoh merupakan tipe keluarga kecil dan memiliki anak usia sekolah, serta keseluruhan keluarga contoh berada pada golongan menengah ke atas.

2.

Hampir seluruh contoh memiliki nilai bahwa kewajiban perempuan adalah mengurus dan menjaga keutuhan rumahtangga.

3.

Lebih dari separuh contoh mendapatkan dukungan sosial yang baik berupa dukungan dari suami, anak, orangtua, dan mertua terhadap karier contoh dan tidak melarang contoh untuk bekerja di luar rumah.

4.

Lebih dari tiga perempat (76,7%) contoh memiliki kategori interaksi suami istri yang baik artinya suami dan contoh saling menghargai, saling peduli, saling membantu, saling bertegur sapa ketika menghadapi permasalahan dan memiliki kesetaraan fungsi peran dalam keluarga.

5.

Pandangan peran gender berada pada kategori moderat artinya hampir seluruh contoh tidak setuju bahwa budaya patriarki merupakan budaya yang diakui oleh keluarga contoh, dan tidak ada satupun dari contoh yang memiliki pandangan peran gender konservatif. Hampir seluruh contoh juga memiliki sikap dan perilaku yang peduli terhadap keadilan dan kesetaraan gender.

6.

Hampir keseluruhan dari contoh melakukan keseimbangan antara karier dan keluarga hanya 6,7 persen contoh yang memprioritaskan karier dan 6,7 persen yang memprioritaskan keluarga. Contoh yang melakukan keseimbangan antara karier dan keluarga adalah contoh yang telah berpengalaman dalam mengatur kehidupannya untuk memenuhi antara tuntutan keluarga dan karier.

7.

Berdasarkan hasil analisis regresi linier berganda, faktor-faktor yang mempengaruhi strategi penyeimbangan antara karier dan keluarga secara

    nyata adalah, pendidikan istri, pendapatan istri, jumlah anak balita dan jumlah anak. Artinya bahwa, contoh yang memiliki pendapatan dan pendidikan yang tinggi lebih memprioritaskan karier. Contoh yang memiliki anak balita akan memprioritaskan ke keluarga dan semakin banyak jumlah anak maka contoh akan memprioritaskan ke karier. 8.

Berdasarkan hasil analisis regresi linier berganda, faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kesejahteraan keluarga subjektif secara nyata adalah, pendidikan istri, pendapatan istri, interaksi suami istri, serta sikap dan perilaku peran gender. Artinya bahwa contoh yang memiliki pendidikan dan pendapatan yang tinggi maka tingkat kesejahteraan subjektif contoh akan semakin baik. Selain itu, semakin baik interaksi suami istri maka kesejahteraan keluarga subjektif contoh akan semakin baik. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa contoh yang memiliki sikap dan perilaku responsif gender maka contoh akan merasa puas terhadap kesejahteraan keluarga subjektif. Saran

1.

Sebaiknya bagi istri yang berkeinginan bekerja di luar rumah memiliki kemampuan dalam menyeimbangkan antara tuntutan pekerjaan dan tuntutan keluarga, ada saatnya harus bekerja, yaitu ketika di kantor karena statusnya sebagai karyawati. Pada saatnya berstatus sebagai karyawati, bekerjalah sebaik-baiknya dan sekeras-kerasnya. Namun pada saatnya berstatus sebagai ibu atau sebagai istri, harus melepaskan perhatian dan waktunya dari pekerjaan kantor.

2.

Keluarga inti seperti suami perlu meningkatkan pengertian dan dukungan agar istri dapat mengerjakan pekerjaan domestik dan publik dengan baik.

3.

Interaksi dan komunikasi suami-istri yang baik sangat dibutuhkan sehingga tujuan yang ada di dalam keluarga akan lebih mudah dicapai dan akan mempermudah menyelesaikan konflik dan pemecahan masalah.

4.

Sikap dan perilaku peran gender akan mempengaruhi kesejahteraan keluarga subjektif oleh sebab itu sebaiknya suami dan istri memiliki pandangan peran gender yang setara dalam melakukan pekerjaan di sektor publik dan domestik.

   

DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2009. Angka Perceraian Meningkat. www.esqmagezine.go.id [02 Oktober 2010] Aylor et al. 2009. Psikologi Sosial. Jakarta: Kencana. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. 2007. Laporan Pencapaian Millennium Development Goals Indonesia 2007. Jakarta. Badan Pusat Statistik. 2008. Keadaan Angkatan Kerja Indonesia 2008. Jakarta. .. 2009. Keadaan Angkatan Kerja Indonesia 2009. Jakarta. . 2007. Statistik Indonesia 2007. Jakarta. Bainar & H Aichi. 1999. Jagat Perempuan dalam Pandangan Para Tokoh Dunia. Jakarta: Pustaka Cidesindo. Cutrona EC. 1996. Sosial Support in Couples. New Delhi: SAGE Publications, Inc. Dewanti NNSR. 2008. Analisis Persepsi dan Sikap terhadap Peran Gender pada Mahasiswa Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Dagun SM. 2002. Psikologi Keluarga. Jakarta: Rineka Cipta. Duvall EM. 1971.Family Development Fourth Edition. United States of America: J.B. Lippincott Company. Guhardja S, H Puspitawati, Hartoyo, & D Hastuti. 1992. Manajemen Sumberdaya Keluarga. Diktat Kuliah Manajemen Sumberdaya Keluarga, Departemen Gizi Masyarakat Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Gunarsa SD & YSD Gunarsa. 2004. Psikologi Praktis: Anak, Remaja, dan Keluarga. Jakarta: Gunung Mulia. Handayani T & Sugiarti. 2008. Konsep dan Teknik Penelitian Gender. Surya Dharma, editor. Malang: UMM Press.

    Hastuti EL. 2004. Hambatan Sosial Budaya dalam Pengarusutamaan Gender di Indonesia. http://ejournal. Unud. ac. Id/ abstrak/ Hambatan Sosbud Hak Gender. Pdf. [20 Maret 2010]. Hurlock EB. 1980. Psikologi Perkembangan. Ed ke-5. Jakarta: Erlangga. Kammeyer KCW. 1987. Marriage and Family. Massachusetts: a Foundation for Personal Decisions. Kamaluddin A. 2007. Perempuan untuk Perempuan Sketsa Pemikiran Perempuan untuk Pemberdayaan Potensi Perempuan Sulse. Jakarta: PT Agatama Media Prestasi. Kawilarang RR & Puspasari SE. 2009. PBB: Kualitas RI Masih Kalah dari Tetangga. http://dunia.vivanews.com. [18 Oktober 2009]. Kementrian Pemberdayaan Perempuan, BKKBN,& UNFPA. 2005. Bunga Rampai: Panduan dan Bahan Pembelajaran Pelatihan Pengarustamaan Gender dalam Pembangunan Nasional. Kementrian Pemberdayaan Perempuan, Jakarta. Kiong M. 2008. Siapa Bilang Ibu Bekerja tidak Bisa Mendidik Anak dengan Baik. Jakarta: PT Elex Media Komputindo. Megawangi R. 1999. Membiarkan Berbeda: Sudut Pandang Baru tentang Relasi Gender. Bandung: Mizan Pustaka. . 2004. Pendidikan Karakter, Solusi yang Tepat untuk Membangun Bangsa. Cimanggis: Indonesia Heritage Foundation. Muhtamar S. 2005. Buku Cerdas Sulawesi Selatan. Sulawesi Selatan: Nusantara Padaidi. Nauly M. 2002. Ideologi Gender Pada Pria: Teori dan Pendekatan Empirik. Jurnal Psikologi, 1-14. Papalia DE, Olds SW & Feldmen RP. 2008. Psikologi Perkembangan. Jakarta: Kencana. Puspitawati H. 2009. Teori Struktural Fungsional dan Aplikasinya dalam Kehidupan Keluarga. Diktat Kuliah Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen, Fakultas Ekologi Manusia, IPB, Bogor. . 2009. Teori Gender dan Aplikasinya dalam Kehidupan Keluarga. Diktat Kuliah Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen, Fakultas Ekologi Manusia, IPB, Bogor.

    . 2009. Sistem dan Dinamika Keluarga. Diktat Kuliah Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen, Fakultas Ekologi Manusia, IPB, Bogor. . 1992. Time Management Strategies Used in Households in Which Income is Generated at Home. Tesis Major Family Environment, Department Human Development and Family Environment, Department Human Development and Family Studies, College of Family and Consumer Science, Iowa State University. Puspitawati H, Koesoemaningtyas T, Herawati T. 2008. Analisis Nilai Ekonomi Pekerjaan Ibu Rumahtangga dan Peran Gender serta Pengaruhnya terhadap Kesejahteraan Keluarga Petani (Studi Kasus di Desa Hambaro, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor). Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen, Fakultas Ekologi Manusi, IPB, Bogor. Rice AS, Tucker SM. 1976. Family Development Sixth Edition. New York MacMillan Publishing Company. Saleha Q. 2003. Manajemen Sumberdaya Keluarga: Suatu Analisis Gender dalam Kehidupan Keluarga Nelayan di Pesisir Bontang Kuala, Kalimantan Timur. [Tesis]. Bogor: Program Pascasarjana Departemen Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Sunarti E. 2008. Ketahanan dan Pemberdayaan Keluarga. Diktat Kuliah Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen, Fakultas Ekologi Manusia, IPB, Bogor. Tati. 2004. Pengaruh Tekanan Ekonomi Keluarga, Dukungan Sosial dan Kualitas Perkawinan Terhadap Pengasuhan Anak. [Tesis]. Bogor: Program Pascasarjana Departemen Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Sari EPM. 2005. Strategi Perempuan Bekerja dalam Menyeimbangkan antara Aktivitas Pekerjaan dan Rumahtangga di Kota Bogor. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Slamet Y. 1993. Analisis Kualitatif untuk Data Sosial. Surakarta: Dabara Publisher. Sudarta W. 2004. Peranan Perempuan dalam Pembangunan Berwawasan Gender.http://ejournal.unud.ac.id/abstrak/peran/perempuan.pdf+kewajib an+gender. [20 Februari 2010].

    Vries DW. 2006. Gender Bukan Tabu Catatan Perjalanan Fasilitas Kelompok di Jambi. CIFOR, Bogor.

   

LAMPIRAN

    Lampiran 1 Pengukuran variabel Karakteristik contoh Data karakteristik contoh meliputi usia digolongkan ke dalam 3 kelompok , yaitu 1) Dewasa awal (18-40 tahun), 2) Dewasa madya (41-60 tahun), 3) Dewasa lanjut (> 60 tahun). Pendidikan contoh digolongkan menjadi 3 kelompok, yaitu 1) tamat diploma (D3), 2)Strata satu (S1), 3) Pascasarjana (S2). Pekerjaan contoh digolongkan menjadi 3 kelompok, yaitu 1) PNS, 2) Pegawai swasta, 3) Wiraswasta, 4) Lainnya. Pendapatan dikelompokkan menjadi 6 kelompok, yaitu 1) ≤ Rp 1.000.000, 2) Rp 1.000.001 – Rp 3.000.000, 3) Rp 3.000.001 – Rp 6.000.000, 4) Rp 6.000.001 – Rp 9.000.000, 4) Rp 9.000.001 – Rp 12.000.000, 5) >Rp 12.000.000. Pengalaman bekerja contoh terdiri dari lama tahun bekerja contoh dan lama jam bekerja contoh. Lama tahun bekerja contoh dikelompokkan menjadi 5 kelompok, yaitu 1) ≤ 7 tahun, 2) 8 – 14 tahun, 3) 15 – 21 tahun, 4) 22 – 28 tahun, 5) > 28 tahun. Lama jam bekerja contoh dikelompokka menjadi 4 kelompok, yaitu 1) ≤ 6 jam, 2) 7–8 jam, 3) 9–10 jam, 4) > 10 jam. Karakteristik keluarga Data karakteristik keluarga meliputi usia suami yang dikelompokkan menjadi 3 kelompok, yaitu yaitu 1) Dewasa awal (18-40 tahun), 2) Dewasa madya (41-60 tahun), 3) Dewasa lanjut (> 60 tahun). Pendidikan suami contoh digolongkan menjadi 3 kelompok, yaitu 1) tamat diploma (D3), 2)Strata satu (S1), 3) Pascasarjana (S2). Pekerjaan suami contoh digolongkan menjadi 3 kelompok, yaitu 1) PNS, 2) Pegawai swasta, 3) Wiraswasta, 4) Lainnya. Pendapatan dikelompokkan menjadi 6 kelompok, yaitu 1) ≤ Rp 1.000.000, 2) Rp 1.000.000– Rp 3.000.000, 3) Rp 3.000.001 – Rp 6.000.000, 4) Rp 6.000.001 – Rp 9.000.000, 4) Rp 9.000.001 – Rp 12.000.000, 5) >Rp 12.000.000. Usia anak digolongkan ke dalam 4 kelompok, yaitu 1) balita (0–5 tahun), 2) anak usia sekolah (6–12 tahun), 3) anak usia remaja (13–20 tahun), 4) dewasa muda (20–40 tahun). Nilai-nilai keluarga berbentuk kualitatif, sehingga

dapat dijelaskan secara deskriptif.

Tahapan keluarga dikelompokkan menjadi 8 kelompok, yaitu 1) belum mempunyai anak, 2) membesarkan anak (usia anak pertama kurang dari 3tahun), 3) anak pertama berusia prasekolah (3–5 tahun), 4) anak pertama berusia sekolah (6-12 tahun), 5) anak pertama berusia remaja (13–22 tahun), 6) launching family, 7) keluarga madya, 8) keluarga lanjut..

    Dukungan sosial Pengukuran dukungan sosial terdiri atas 15 pertanyaan yang meliputi dukungan sosial dari keluarga inti, keluarga besar, teman, lingkungan kerja dan lingkungan tempat tinggal. Masing-masing pertanyaan diberi skala dan nilai dengan ketentuan ”sangat tidak setuju” diberi nilai 1, ” sedikit setuju” diberi nilai 2, ”setuju” diberi nilai 3, dan ”sangat setuju” diberi nilai 4. Untuk pertanyaan negatif maka diberi nilai sebaliknya sehingga total skor antara 15-60. Berdasarkan interval kelas kemudian dikategorikan atas kurang (15-30), sedang (31-45), dan baik (46-60). Karakteristik lingkungan meliputi nilai perempuan dimata budaya contoh dan arti karier bagi contoh yang terdiri dari pertanyaan kualitatif sehingga dapat dijelaskan deskripyif. Interaksi Suami istri Pengukuran interaksi antara suami dan istri terdiri atas 12 pertanyaan. Masing-masing pertanyaan diberi skala dan nilai dengan ketentuan ”tidak setuju” diberi nilai 1, ”kurang setuju” diberi nilai 2, ”setuju” diberi nilai 3, dan ”sangat setuju” diberi nilai 4. Untuk pertanyaan negatif maka diberi nilai sebaliknya sehingga total skor antara 12-48. Berdasarkan interval kelas kemudian dikategorikan atas kurang (12-24), sedang (25-36), dan tinggi (37-48). Pandangan peran gender Pengukuran

pandangan

peran

gender

domestik

terdiri

atas

15

pertanyaan. Masing-masing pertanyaan diberi skala dan nilai dengan ketentuan ”tidak setuju” diberi nilai 1, ”kurang setuju” diberi nilai 2, ”setuju” diberi nilai 3, dan ”sangat setuju” diberi nilai 4. Untuk pertanyaan negatif maka diberi nilai sebaliknya sehingga total skor antara 15-60. Berdasarkan interval kelas kemudian dikategorikan atas kurang (15-30), sedang (31-45), dan tinggi (46-60). Strategi perempuan bekerja Pengukuran variabel strategi penyeimbangan terdiri dari 20 pertanyaan, 19 pertanyaan kuantitatif dan 1 pertanyaan kualitatif yang terdiri dari 3 jenis pertanyaan yaitu pertanyaan yang mengarah ke keluarga, pertanyaan yang mengarah ke karier, dan pertanyaan yang mengarah ke keseimbangan antara karier dan keluarga. Pada pertanyaan yang mengarah ke keluarga skor tertinggi diubah menjadi terendah begitupun sebaliknya, sehingga kategori strategi bekerja yang lebih condong ke keluarga berada pada tingkat kisaran skor terendah. Pada pertanyaan yang mengarah ke pekerjaan dan yang mengarah ke keseimbangan skor tidak diubah.

    Pengukuran variabel kesejahteraan keluarga Pengukuran variabel kesejahteraan keluarga terdiri dari 30 pertanyaan. Masing-masing pertanyaan diberi skala dan nilai dengan ketentuan: sangat tidak puas diberi skor 1, cukup puas diberi skor 2, puas diberi skor 3, dan sangat puas diberi skor 4, sehingga total skor 30-120. berdasarkan interval kelas, dikategorikan menjadi kurang (30-60), sedang (61-90), dan baik (91-120).

    Lampiran 2 Sebaran contoh berdasarkan item pernyataan dukungan sosial No 1

2*

3 4 5 6

7 8

9 10

11*

12 13 14* 15*

Pertanyaan Saya mempunyai teman-teman yang dapat menilai siapa saya dan memberi tahu apa yang saya kerjakan. Anggota keluarga saya jarang mendengarkan masalah-masalah saya dan kurang perhatian; saya selalu merasa dikecam. Teman saya yang ada dalam lingkungan kerja mendukung aktivitas saya setiap hari. Kehidupan sekitar kantor memberikan saya rasa aman. Keberadaan teman-teman di tempat kerja memberikan rasa aman. Anggota keluarga saya berusaha menunjukkan cinta dan kasih sayangnya untuk saya sebagai apresiasi saya bekerja. Saya mempunyai banyak teman selain keluarga. Peraturan dan keadaan di kantor serta atasan saya membantu saya dalam menyeimbangkan kehidupan keluarga dan pekerjaan. Anak saya merasa kesal apabila saya tidak dapat menemaninya berlibur karena alasan pekerjaan. Apabila saya pergi kerja dan membutuhkan orang untuk menjaga rumah atau mengasuh anak, orangtua ataupun saudara saya siap membantu. Sulit bagi saya untuk meminta ijin kepada atasan saya pada saat saya sangat dibutuhkan oleh keluarga. Tetangga saya siap membantu saya ketika saya sibuk dengan pekerjaan di kantor. Masyarakat di lingkungan rumah saya tidak mempermasalahkan pekerjaan saya. Suami saya sebetulnya tidak suka saya bekerja di luar rumah. Mertua saya sebetulnya tidak suka saya bekerja di luar rumah

Keterangan: 1 = sangat setuju

1 % 3,3

2 % 33,3

3 % 53,3

4 % 10,0

2-4 % 96,7

Mod us 3

0,0

0,0

6,7

93,3

100,0

1

0,0

10,0

53,3

36,7

100,0

3

0,0

16,7

66,7

16,7

100,0

3

0,0

6,7

63,3

30,0

100,0

3

0,0

13,3

46,7

40,0

100,0

3

0,0

13,3

53,3

33,3

100,0

3

3,3

10,0

80,0

6,7

96,7

3

10, 0

26,7

43,3

20,0

90,0

3

3,3

13,3

46,7

36,7

96,7

3

50, 0

26,7

13,3

10,0

50,0

1

16, 7

40,0

26,7

16,7

83,3

2

0,0

3,3

46,7

50,0

100,0

3

80, 10,0 3,3 6,7 20,0 0 80, 6,7 6,7 6,7 20,0 0 2 = kurang setuju 3 = setuju 4 = sangat setuju

1 1

    Lampiran 3 Sebaran contoh berdasarkan item pernyataan interaksi suami-istri

No

Pernyataan

1

2

% % 0,0 0,0 Anda dan suami setiap saat selalu saling menghargai satu sama lain 0,0 0,0 2 Anda dan suami setiap saat selalu saling paduli satu sama lain 0,0 3,3 3 Anda dan suami setiap saat selalu saling memperhatikan satu sama lain 0,0 0,0 4 Anda dan suami setiap saat selalu saling membantu satu sama lain 13,3 33,3 5* Anda dan suami selalu saling mengkritik satu sama lain 60,0 33,3 6* Anda dan suami selalu bersikap acuh satu sama lain 36,7 36,7 7* Anda dan suami memiliki pandangan yang berbeda akan persepsi peran dalam keluarga 46,7 40,0 8* Anda dan suami tidak memiliki kesetaraan fungsi peran dalam keluarga 13,3 63,3 9 Anda dan suami tidak pernah menemukan perbedaan pendapat ketika akan memutuskan sesuatu 60,0 26,7 10* Anda dan suami sering mengalami konflik dan konfik tersebut jarang sekali terselesaikan 0,0 26,7 11 Anda dan suami selalu menyelesaikan konflik dengan baik tanpa ada seorangpun yang tersakiti 46,7 36,7 12* Anda dan suami saling tidak bertegur sapa ketika sedang menghadapi permasalahan Keterangan: 1 = Tidak setuju 2 = Kurang setuju 1

3

4

2-4

Modus

% 40,0

% 60,0

% 100,0

4

43,3

56,7

100,0

4

43,3

53,3

100,0

4

50,0

50,0

100,0

3&4

43,3

10,0

86,7

3

6,7

0,0

40,0

1

20,0

6,7

63,3

1&2

10,0

3,3

53,3

1

23,3

0,0

86,7

2

6,7

6,7

40,0

1

46,7

26,7

100,0

3

10,0

6,7

53,3

1

3 = Setuju

4 = Sangat setuju

    Lampiran 4 Sebaran contoh berdasarkan item pernyataan pandangan peran gender No

1*

2*

3*

4*

5*

6*

7*

8*

9*

10*

Pernyataan

Terdapat perbedaan dalam pembagian pekerjaan rumahtangga berdasarkan jenis kelamin Dalam keluarga terdapat anggapan bahwa pekerjaan rumahtangga seperti membersihkan rumah, mengasuh anak, memasak merupakan pekerjaan perempuan Dalam keluarga terdapat anggapan bahwa memperbaiki atap yang bocor, memotong rumput merupakan pekerjaan rumahtangga yang biasanya dilakukan oleh laki-laki Dalam memberikan hadiah kepada anak, Anda dan suami memberikan mainan yang sesuai dengan jenis kelamin mereka, seperti mobilmobilan dan pistol-pistolan untuk anak laki-laki, sedangkan boneka dan masak-masakan untuk anak perempuan Dalam keluarga, laki-laki merupakan seseorang yang kuat sedangkan perempuan merupakan seseorang yang lemah Dalam keluarga terdapat pemahaman bahwa laki-laki merupakan seseorang yang berfikir secara rasional dan perempuan berfikir secara emosional dalam memecahkan masalah Dalam keluarga, suami memiliki kekuasaan dan kedudukan yang lebih besar dibandingkan istri Dalam keluarga, seluruh keputusan untuk mencari jalan pemecahan dari sebuah masalah diputuskan oleh suami Dalam keluarga terdapat pemahaman bahwa seorang istri tidak berhak untuk melawan keputusan suami Dalam keluarga terdapat pemahaman bahwa hanya suamilah

1

2

3

4

Modus

% 20

% 46,7

% 26,7

% 6,7

2

23,3

53,3

13,3

10,0

2

13,3

23,3

53,3

10,0

3

6,7

10

50,0

33,3

3

33,3

56,7

3,3

6,7

2

40

46,7

6,7

6,7

2

33,3

36,7

26,7

3,3

2

46,7

43,3

10

0

1

36,7

53,3

10

0

2

50

43,3

6,7

0

1

   

11*

yang berkewajiban untuk mencari nafkah rumahtangga dan merawat anak Dalam keluarga terdapat pemahaman bahwa suami berhak melakukan apa saja kepada istri

90

10

0

0

1

    Lanjutan lampiran 4 No

Pernyataan

1

2

3

4

%

%

%

%

20,0

6,7

2

10

6,7

1

3,3

0

1

16,7

3,3

2

23,3 50 Dalam keluarga, suami diposisikan sebagai pemimpin sedangkan istri sebagai pengasuh atau perawat anak dan suami 56,7 26,7 13* Dalam keluarga Anda, terdapat anggapan bahwa laki-laki memiliki kekuasaan akan perempuan 90 6,7 14* Dalam keluarga Anda, kekerasan merupakan hal yang wajar dalam menghukum kesalahan seseorang khususnya perempuan dan anak 15* Budaya patriarki merupakan budaya 26,7 53,3 yang diakui oleh keluarga Anda Keterangan: 1 = Tidak setuju 2 = Kurang setuju 3 = Setuju 12*

Modus

4 = Sangat setuju

   

Lampiran 5 Sebaran contoh berdasarkan item pernyataan sikap dan perilaku contoh No

Pernyataan

1

2

3

4

%

%

%

%

33,3

43,3

23,3

3

33,3

43,3

23,3

3

33,3

26,7

33,3

2

16,7

46,7

33,3

3

13,3

46,7

36,7

3

13,3

6,7

0

1

13,3

3,3

0

1

6,7

46,7

46,7

3 dan 4

33,3

40,0

20,0

3

13,3

33,3

53,3

4

23,3

30,0

46,7

4

0 Saya memandang setiap lakilaki maupun perempuan mempunyai potensi yang sama 2 Saya melakukan pekerjaan 0 domestik dengan ikhlas 3 Saya memandang laki-laki 6,7 sebagai pemimpin 4 Saya menghormati perempuan 3,3 yang berprestasi 5 Saya menghormati laki-laki yang 3,3 berprestasi 6 Saya memandang laki-laki boleh 80 menceraikan perempuan 7 Saya memandang perempuan 83,3 boleh menceraikan laki -laki Saya memandang peran suami 0 8 adalah sebagai kepala keluarga 9 Saya memandang istri sebagai 6,7 ibu rumahtangga 10 Saya menginginkan suami yang 0 mendukung karier saya 0 11 Saya menginginkan suami yang mau membantu pekerjaan domestik Keterangan: 1= saya tidak seperti itu 2= saya kadang-kadang seperti itu 3= saya sering seperti itu 4= saya sangat sering 1

Modus

    Lampiran 6 Sebaran contoh berdasarkan kesejahteraan keluarga No 1

2

3

Pernyataan Kesejahteraan Ekonomi a. Keadaan keuangan keluarga b. Keadaan pendapatan Anda c. Keadaan dan keberadaan makanan keluarga d. Keadaan tempat tinggal keluarga e. Keadaan tabungan keluarga f. Keadaan pakaian keluarga g. Keadaan pakaian Anda h. Keadaan materi/aset keluarga i. Fasilitas kantor j. Alat transportasi untuk kerja k. Aset pendukung karier yang ada di rumah, seperti: hp, komputer, internet, dll Keadaan Fisik a. Keadaan kesehatan keluarga b. Keadaan kesehatan Anda Kesejahteraan Sosial a. Hubungan/komunikasi antara suami dan isteri b. Hubungan/komunikasi antara orang tua dengan anak c. Hubungan/komunikasi antara keluarga dengan tetangga d. Hubungan/komunikasi antara keluarga dengan keluarga besar e. Hubungan/komunikasi antara Anda dengan teman kantor f. Hubungan/komunikasi antara Anda dengan atasan/bawahan g. Keadaan pendidikan anak Anda h. Kelakuan/kepribadian anak Anda i. Gaya manajemen keuangan Anda j. Gaya manajemen waktu dan pekerjaan Anda k. Keadaan pekerjaan Anda

1 %

2 %

3 %

4 %

Modus

3,3

26,7

50

20

3

6,7 0

23,3 16,7

53,3 70

16,7 13,3

3 3

3,3

23,3

43,3

30

3

13,3

33,3

40

13,3

3

0 0 0

16,7 16,7 16,7

66,7 63,3 66,7

16,7 20 16,7

3 3 3

3,3 3,3

40 30

50 46,7

6,7 20

3 3

3,3

30

50

16,7

3

0

16,7

60

23,3

3

3,3

13,3

60

23,3

3

0

13,3

56,7

30

3

0

10

70

20

3

0

30

50

20

3

0

16,7

63,3

20

3

0

13,3

70

16,7

3

0

13,3

73,3

13,3

3

0

20

66,7

13,3

3

3,3

43,3

40

13,3

2

3,3

36,7

43,3

16,7

3

0

43,3

40

16,7

2

0

13,3

63,3

23,3

3

   

Lampiran 7 Rekap data karakteristik contoh dan keluarga pada perempuan bekerja di Makassar Nores

Usia

Pendidikan (tahun)

Status Pekerjaan

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24

41 38 34 39 45 45 34 44 46 46 43 40 37 36 46 30 47 32 48 40 26 40 42 35

16 16 16 16 16 16 18 16 16 16 16 16 16 16 16 16 16 16 16 18 16 16 16 16

Swasta Swasta Swasta Swasta PNS PNS PNS PNS PNS PNS PNS PNS PNS PNS PNS PNS PNS PNS PNS BUMN PNS PNS PNS PNS

Lama Bekerja (tahun) 9 9 10 9 8 8 5 7 8 8 8 9 9 9 8 9 8 9 7 11 7 7 7 7

Jumlah anak

Usia Anak Terkecil

2 1 1 3 2 2 4 3 3 4 2 1 2 3 3 1 1 2 2 2 1 3 4 2

8 10 8 8 14 15 1 10 16 3 10 15 7 4 7 1 16 1 20 7 1 6 12 4

Status Pekerjaan Suami Swasta Pelaut Wiraswasta Swasta PNS Wiraswasta Swasta Swasta PNS PNS PNS PNS PNS PNS Wiraswasta Wiraswasta PNS PNS PNS PNS PNS PNS PNS Wiraswasta

Usia Suami

Pendidikan Suami

53 35 35 39 52 45 33 47 52 43 42 42 45 38 46 30 52 33 52 43 32 42 46 36

15 16 16 16 16 16 16 16 15 15 16 16 16 16 16 16 16 16 16 16 18 16 16 16

Pendapatan Istri Suami (Rp) (Rp) 5.000.000 5.000.000 15.000.000 30.500.000 11.00.0000 5.000.000 2.800.000 4.000.000 3.000.000 3.000.000 3.000.000 3.000.000 5.000.000 5.000.000 8.000.000 6.000.000 3.000.000 6.000.000 3.200.000 2.600.000 2.500.000 3.500.000 5.000.000 5.000.000 5.000.000 5.000.000 5.000.000 5.000.000 6.600.000 5.000.000 3.100.000 3.400.000 2.600.000 3.000.000 3.000.000 3.000.000 5.000.000 5.000.000 15.000.000 2.800.000 2.500.000 5.200.000 2.600.000 4.500.000 2.600.000 3.000.000 2.700.000 3.000.000

81

82

   

Lanjutan Lampiran 7 Nores

Usia

Pendidikan (tahun)

Status Pekerjaan

25 26 27 28 29 30

25 31 47 55 48 45

16 16 16 16 16 16

PNS PNS PNS PNS PNS PNS

Lama Bekerja (tahun) 7 7 8 8 8 8

Jumlah anak

Usia Anak Terkecil

1 1 3 2 3 3

2 3 15 22 20 17

Status Pekerjaan Suami PNS Pelaut Swasta Wiraswasta BUMN PNS

Usia Suami

Pendidikan Suami

26 40 48 60 53 52

16 16 16 16 16 18

Pendapatan Istri Suami 2.700.000 2.600.000 3.000.000 3.500.000 3.500.000 2.500.000

3.000.000 20.000.000 2.500.000 2.000.000 12.000.000 4.000.000

    Lampiran 8 Data kualitatif arti keluarga, arti anak, dan prioritas hidup Nores 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

12 13

Arti Keluarga Keluarga adalah segala-galanya

Orang-orang yang saya sayangi, yang selalu ada disaat susah dan senang, menerima apa adanya Anugerah yang diberikan Tuhan dan harus dijaga Orang-orang yang saling mengasihi,memperhatikan, mendukung untuk berkarier Keluarga sangat penting karena tempat kita saling bertukar pikiran, memberikan inspirasi dan motivasi Keluarga adalah segala-galanya Keluarga adalah segala-galanya Keluarga adalah kehidupan saya Sebagai pelengkap hidup dan berbagi dalam suka maupun duka Sangat penting Tempat dimana saya bersama suami mencurahkan cinta dan kasih, mendidik, menjaga dan mengasuh anak Komunitas kecil yang satu sama lain punya hubungan erat dan saling bergantung satu sama lain Keluarga adalah segal-galanya

Arti Anak

Prioritas hidup

Titipan Tuhan yang harus dijaga dan dicintai dan harus diasuh supaya menjadi anak yang berguna bagi keluarga dan orang lain Anugerah Tuhan yang harus dikasihi, dijaga dengan baik agar menjadi manusia seutuhnnya Anugerah dari Tuhan yang tidak tENlai yang harus kita rawat Anugerah yang sangat luar biasa yang diberikan Tuhan dalam kehidupan

Membesarkan anak dan menyekolahkan anak dengan sebaik-baiknya agar menjadi anak yang berhasil Menyenangkan hati Tuhan, diri sendiri dan keluarga

Titipan Allah yang harus dijaga dan disayang

Hidup sederhana,disiplin menentukan sikap

Penerus keturunan Penyemangat hidup, hiburan, Amanah dari Allah yang wajib dipertanggung jawabkan Sebagai penerus

Pekerjaan,anak dan keluarga Keluarga Hidup bahagia

Sebagai penerus masa depan keluarga Buah hati dan amanah dari Tuhan yang harus dijaga baik-baik

Mengutamakan kepentingan keluarga Membangun keluarga yang sakinah

Titipan Allah yang harus kita jaga

Membesarkan dan mendidik anak dan membina rumahtangga yang harmonis

Tumpuan dan harapan keluarga

Menjalani hidup dengan baik

Keluarga yang harmonis dan karier yang cemerlang Keluarga yang bahagia lahir batin

dalam

Kebahagiaan dalam berumahtangga

83

  84

 

Lanjutan lampiran 8 Nores 14 15

Arti Anak Amanah dari Tuhan Sebagai penerus masa depan

18 19

Arti Keluarga keluarga adalah segalanya Hubungan yang harmonis antara suami dan istri serta anak-anak Keluarga sangat penting Keluarga sangat penting sebagai pelengkap hidup Keluarga adalah segalanya Keluarga sangat penting

20 21

Keluarga adalah segalanya Keluarga adalah segalanya

22

Tempat berbagi kasih sayang, suka dan duka

Harta yang tidak tergantikan Titipan dari Tuhan yang harus dijaga dan disayangi Anugerah terbesar yang diberikan oleh Tuhan

23 24

Keluarga segalanya

Titipan dari tuhan Anak adalah masa depan dan kehidupan

26 27 28 29

Hubungan yang harmonis antara suami dan istri serta anak-anak Keluarga segalanya Tempat berbagi kasih sayang, suka dan duka Keluarga segalanya Keluarga sangat penting

Titipan dari tuhan Penerus keturuan Titipan Tuhan Titipan Tuhan

30

Keluarga segalanya

Anak adalah masa depan dan kehidupan

16 17

25

Titipan Tuhan Sangat penting dan sebagai pelengkap hidup Anak adalah masa depan dan kehidupan Amanah dari Allah

Prioritas Hidup Kesejahteraan keluarga Membina keluarga yang sehat, rukun dan damai Membesarkan dan mendidik anak Masa depan Keluarga yang bahagia Memberikan yang terbaik untuk keluarga dan masyarakat Mengurus suami dan anak-anak Melakukan yang terbaik bagi orang-orang yang saya cintai Bisa membahagiakan keluarga, suami dan anak Memiliki anak yang sholeh, keluarga yang sakinah dan kecukupan materi Pekerjaan, anak dan keluarga Keluarga Pendidikan anak, keluarga, pekerjaan Pendidikan anak, keluarga, pekerjaan Bisa membahagiakan keluarga, suami dan anak Masa depan

    Lampiran 9 Data kualitatif arti karier, kewajiban perempuan menurut budaya, pandangan budaya memposisikan perempuan Nores

Arti karier

Kewajiban Perempuan Menurut Budaya

1

Penunjang untuk hidup yang lebih baik

Menjadi anak yang berbakti

2

alat pendukung dalam membantu perepkonomian keluarga dan salah satu alat untuk mengaktualisasikan diri Rezeki yang dilimpahkan Tuhan untuk menjadikan kita orang yang berguna

Menjadi manusia yang memiliki integritas

3

4

5 6

Sesuatu yang diperoleh karena dukungan suami, anak dan keluarga besar Suatu pekerjaan yang dapat menjadi contoh bagi anak Prestasi yang didapat

Mengurus dan menjaga keluarga

Sebagai pendamping suami dan megurus keluarga Menjaga keutuhan rumahtangga dengan baik Menjaga keutuhan rumahtangga

7

Penunjang hidup dan kebanggaan bagi diri dan keluarga

Melayani keluarga anak dan suami

8

Pengembangan diri

Mendampingi suami, menekuni profesi

9 10

Penunjang masa depan Penunjang masa depan

Mengurus rumahtangga Mengurus keluarga

merawat

anak,

Pandangan Budaya Memposisikan Perempuan Dahulu anak perempuan harus tinggal di rumah dan mengerjakan pekerjaan rumah namun sekarang sudah tidak lagi karena sudah banyak anak perempuan yang sekolah tinggi dan bekerja di luar rumah Laki-laki dan perempuan sama, setara tidak dibeda-bedakan Perempuan menjadi orang nomor dua dikeluarga yang mempunyai kewajiban mengurus rumahtangga Perempuan tidak hanya harus mengurus keluarga tapi juga dapat berkarya sesuai dengan keahlian mereka Perempuan sebagai pendamping laki-laki Perempuan boleh bersaing dengan laki-laki namun tidak melupakan kodrat sebagai perempuan Walaupun pendidikan perempuan tinggi dan bekerja di luar rumah namun tetap harus mengurus rumah dan mengasuh anak Harus berpendidikan, memiliki pekerjaan yang baik namun tetap berperan sebagai ibu rumahtangga yang baik Tidak boleh terlalu bebas di dalam pergaulan Walaupun posisi perempuan di bawah lakilaki tapi memiliki tanggung jawab yang sama

85

  86  

Lanjutan lampiran 9 nores

Arti Karier

Kewajiban Perempuan Menurut Budaya

11

Sesuatu yang penting untuk diraih

Hanya berkewajiban mengurus rumahtangga dan merawat anak Beribadah kepada Allah

12

Prestasi yang diraih di dalam kehidupan

13

Untuk masa depan

14 15

Penunjang semangat Karier juga penting untuk diraih

Mendidik dan membesarkan anak serta menjaga keharmonisan keluarga Sebagai istri, ibu dan teman untuk anak Mengurus rumahtangga dan keluarga

16

Prestasi yang diraih

Mengurus rumahtangga

17

Sangat penting sebagai penunjang masa depan

Mengurus rumahtangga

18 19

Pelengkap kehidupan Prestasi yang diraih

Menjadi ibu dan isteri bagi anak dan suami Mendidik dan mengurus anak

20

Karier penting namun keluarga lebih penting

Mengurus suami dan anak-anak

21 22

Membuktikan kemampuan yang saya miliki Tantangan bagi saya

Mendidik adan mengurus anak Menjadi wanita dan isteri yang baik

Pandangan Budaya Memposisikan Perempuan Perempuan hanya ditugaskan untuk mendidik dan merawat anak Perempuan harus bisa mendapat posisi yang sama dengan laki-laki dalam karier namun tetap tidak melupakan kewajibannya sebagai ibu rumahtangga Posisi perempuan dan laki-laki sama dalam hal tertentu Sesuai dengan syariat islam Perempuan mempunyai posisi yang sama dengan laki-laki namun tetap memiliki tanggung jawab terhadap keluarga Selain mengurus rumahtangga perempuan juga boleh bekerja di luar rumah yang penting urusan keluarga tidak dikesampingkan Posisi laki-laki lebih tinggi dibandingkan perempuan namun perempuan tetap dihargai Perempuan harus dijaga dan dihormati Perempuan diposisikan sebagai pendidik dan menjaga keutuhan keluarga Perempuan lebih memposisikan diri sebagai ibu rumahtangga sesuai dengan kodratnya Perempuan adalah pendamping suami Sosok yang harus disayang

    Lanjutan lampiran 9 No

Arti Karier

Kewajiban Perempuan Menurut Budaya

23

Penunjang untuk hidup yang lebih baik

Mengurus keluarga

24

Prestasi, kompetensi dan jabatan yang ingin diraih

Mendidik dan mengurus keluarga

25

Target yang dicapai namun tidak meninggalkan keluarga Penunjang untuk hidup yang lebih baik

Melayani suami, dan bersama-sama membangun keluarga yang sakinah Mendidik dan mengurus keluarga

28

Prestasi, kompetensi dan jabatan yang ingin diraih Karier penting namun keluarga lebih penting

Melayani suami, dan bersama-sama membangun keluarga yang sakinah Mengurus keluarga

29

Penunjang untuk hidup yang lebih baik

Melayani suami, dan bersama-sama membangun keluarga yang sakinah

30

Prestasi, kompetensi dan jabatan yang ingin diraih

26 27

Pandangan Budaya Memposisikan Perempuan Posisi perempuan sebagai pengurus keluarga Perempuan yang tangguh dan lemah lembut sehingga harus disayang dan dihormati Posisi perempuan memiliki peranan penting di dalam keluarga Posisi perempuan sebagai pengurus keluarga Posisi perempuan sebagai pengurus keluarga Perempuan yang tangguh dan lemah lembut sehingga harus disayang dan dihormati Posisi perempuan memiliki peranan penting di dalam keluarga Perempuan mempunyai posisi yang sama dengan laki-laki namun tetap memiliki tanggung jawab terhadap keluarga

87

88

   

Lampiran 10 Hasil uji korelasi spearman antar variabel-variabel penelitian Ket 1 2 1 1.000 2 .024 1.000 3 -.162 -.243 4 .-170 -.245 5 .327 -.259 6 .-102 .046 7 .185 -.224 8 .355 -.157 9 .485** -.058 10 -.232 -.234 11 0.000 .-182 12 -.086 -.045 13 .287 .073 14 -.396* -.182 15 .271 -.009 Keterangan: 1 : Pendidikan istri 2 : Pendidikan suami 3 : Umur istri 4 : Umur suami 5 : Pendapatan istri 6 : Pendapatan suami 7 : Jumlah anak 8 : Jumlah anak balita 9 : Jumlah pembantu 10 : Lama kerja 11 : Lama jam kerja

3

4

5

6

7

8

9

10

11

12

13

14

1.000 .887** .127 -.203 .412* -.450* -.468** .962** -.070 .510** .245 .755** .261

1.000 .102 -.079 .333 -.477** .513** .875** -.034 .444* .229 .379* .214

1.000 .257 .-021 .153 .245 .089 .454* .189 .443* 292 147

1.000 -.101 .075 .093 -.127 -.057 -.122 .373* .088 .148

1.000 .311 -.153 .368* -.253 .452* .102 .073 .282

1.000 .364* -.428* .014 .055 .-070 -.320 .233

1.000 -.555** .186 -327 .019 -.366* -.087

1.000 -.062 .572** .278 .469** .331

1.000 .220 .078 .078 .147

1.000 .205 .289 .520**

1.000 .311 .585*

1.000

12 13 14 15

: Interaksi suami istri : Sikap dan perilaku peran gender : Strategi penyeimbangan : Kesejahteraan keluarga subjektif

** correlation is significant at the level 0,01 (2-tailed) * correlation is significant at the level 0,05 ( 2-tailed)

15

1.000

    Lampiran 11 Kasus 1 “Strategi perempuan bekerja dengan anak pertama usia balita” Kasus pertama adalah contoh yang memiliki anak usia balita. Contoh bernama Ibu NN yang berusia 31 tahun dan miliki seorang putera berusia tiga tahun bernama Muhammad Fadil Arrasya. Pendidikan terakhir Ibu adalah Sarjana Kesehatan Masyarakat di Universitas Hasanuddin. Saat ini Ibu NN bekerja di Departemen Kesehatan Kota Makassar dan menjabat sebagai kepala Specimen atau Lab pengambilan darah. Sebelum bekerja di Departemen Kesehatan, Ibu NN pernah bekerja di salah satu rumah sakit di Kota Makassar dan menjabat sebagai kepala perawat selama kurang lebih dua tahun. Selain bekerja di RS, Ibu NN juga pernah mengajar sebagai dosen di salah satu Universitas di Makassar. Setelah bekerja selama kurang lebih dua tahun di RS dan mengajar sebagai dosen Ibu NN memutuskan untuk mendaftar sebagai calon PNS di Departemen Kesehatan. Salah satu alasan Ibu NN berhenti bekerja di rumah sakit swasta adalah karena adanya jam kerja malam hari dan lokasi tempat bekerja jauh dari rumah. Selain itu alasan yang paling utama ibu NN berhenti bekerja di rumah sakit tersebut karena Ibu NN memiliki anak balita. Pendapatan Ibu NN adalah sebesar Rp 2.000.000 per bulan, walaupun pendapatan tersebut lebih rendah apabila dibandingkan dengan pendapatan yang diterima oleh Ibu NN di rumah sakit swasta namun menurut ibu NN pilihannya untuk berhenti dan menjadi PNS adalah pilihan yang paling baik untuk dirinya dan keluarga. Bekerja menjadi PNS di DEPKES dirasakan ibu NN tdak terlalu menyita waktunya untuk pekerjaan. Mengingat anak ibu NN saat ini masih berusia tiga tahun sehingga masih dirasakan sangat penting peran ibu dalam pengasuhan. Suami Ibu NN berusia 41 tahun dan bekerja sebagai pelaut dengan pendapatan sebesar Rp 20.000.000 perbulan. Pendidikan terakhir suami Ibu NN adalah Sarjana. Profesi suami Ibu NN yang sebagai pelaut mengakibatkan suami sering meninggalkan rumah, berlayar selama satu bulan dan kemudian kembali ke rumah selama sebulan kemudian berangkat berlayar, begitu seterusnya. Pada saat suami Ibu NN berada di rumah Ibu NN merasa sangat aman meninggalkan Fadil. Pekerjaan mengurus Fadil digantikan oleh sang suami ketika Ibu NN bekerja.

    Fadil memiliki penyakit step yang kadang-kadang bisa kambuh tiba-tiba terutama bila panasnya sangat tinggi. Hal inilah yang terkadang mengganggu pikiran ibu NN ketika Ibu NN bekerja terutama apabila suami ibu NN sedang berlayar. Apabila suami Ibu NN berlayar maka yang mengurus Fadil adalah pembantu ibu NN, namun apabila Fadil sedang sakit dan pekerjaan ibu NN tidak bisa ditinggalkan maka Ibu NN menitipkan Fadil ke rumah orangtua ibu NN. Terkadang Ibu NN berfikir untuk berhenti bekerja jika melihat keadaan Fadil yang sering sakit-sakitan. Namun terkadang terlintas juga untuk sayang melepas karier yang telah didapat oleh Ibu NN. Oleh sebab itu sampai saat ini peran keluarga besar ibu NN dalam membantu menjaga buah hati mereka sangat dibutuhkan. Kasus 2 ”Strategi perempuan bekerja dengan anak pertama usia sekolah” Wawancara mendalam pada keluarga yang memiliki anak pertama usia sekolah adalah contoh yang bernama Ibu EN. Ibu EN berusia 40 tahun, bekerja sebagai pimpinan cabang bank BNI dan memiliki dua orang anak. Anak pertama bernama Kayla Salsabila berusia 12 tahun dan anak kedua bernama M.Faqih Alim berusia 7 tahun. Ibu EN telah bekerja di perbankan selama 15 tahun. Ibu EN menikah saat berusia 27 tahun dan saat itu Ibu EN telah menyelesaikan program pascasarjananya di Universitas Gajah Mada. Sejak SMA Ibu EN bercita-cita bekerja di perbankan, oleh sebab itu setelah lulus sarjana kemudian langsung bekerja di bank BNI dan kemudian melanjutkan S2 setelah itu menikah saat berusia 27 tahun. Pendapatan Ibu EN sebesar Rp 15.000.000 perbulan sedangkan pendapatan suami Ibu EN sebesar Rp 2.800.000. Walaupun pendapatan ibu EN lebih besar dari pada pendapatan suami hal ini tidak menjadi suatu permasalahan di dalam keluarga mereka. Sebelum menikah ibu EN telah menjadi pegawai tetap di Bank BNI sedangkan suami Ibu EN masih menjadi CPNS. Pekerjaan ibu EN sebagai pimpinan cabang membuat waktunya bersama keluarga terutama anak-anaknya dirasa kurang. Ibu EN bekerja dari pukul 08.00 pagi hingga pukul 18.00 WITA. Apabila ada rapat di kantor atau ada lembur maka Ibu EN pulang ke rumah hingga pukul 21.00 WITA. Saat ini Ibu EN sedikit lega meninggalkan anak-anak karena mereka sudah menginjak usia sekolah dan bukan balita lagi. Selain itu,adanya dua orang pembantu yang siap membantu Ibu EN dalam pekerjaan rumahtangga seperti, memasak,membersihkan rumah,

    mencuci dan pekerjaan lainnya ketika Ibu EN bekerja. Sedangkan untuk menemani anak-anak belajar apabila Ibu EN ada rapat di kantor dan harus lembur sehingga pulang ke rumah pukul 21.00. WITA maka yang menemani anak-anak belajar adalah ayah mereka. Pekerjaan suami Ibu EN adalah sebagai polisi lalu lintas yang bekerja dari pukul 08.00 WITA sampai dengan pukul 16.00 WITA sehingga memiliki waktu yang lebih untuk menemani anak-anak belajar. Strategi penyeimbnagan yang dilakukan Ibu EN apabila ada salah satu dari putra putri Ibu EN yang sakit yang cukup serius maka Ibu EN menyerahkan seluruh pekerjaannya kepada wakilnya. Pada hari libur Ibu EN mengusahakan agar tidak mengerjakan pekerjaan kantor di rumah dan menghabiskan waktu bersama keluarganya, berlibur atau hanya menghabiskan waktu di rumah saja bersama keluarganya. Kasus 3 ” Strategi perempuan bekerja dengan anak pertama usia remaja” Wawancara mendalam yang dilakukan pada keluarga yang memiliki anak pertama yang berusia remaja adalah Ibu EL. Ibu EL berusia 40 tahun, bekerja sebagai Relationship Manajer di salah satu bank swasta di Makassar. Ibu EL telah bekerja selama 13 tahun di perusahaan perbankan. Pendidikan terakhir Ibu EL adalah Sarjana Ekonomi Manajemen. Ibu EL hanya memiliki satu orang puteri yang berusia 13 tahun. Suami ibu EL bekerja sebagai pelaut dengan penghasilan sebesar Rp 30.500.000 perbulan. Ibu EL memutuskan untuk hanya memiliki satu orang anak. Hal ini disebabkan karena kepadatan pekerjaan Ibu EL dan keadaan pekerjaan suami yang jarang berada di rumah karena harus berlayar ke luar negeri. Ketika puteri Ibu EL masih balita, ibu EL setiap hari menitipkan puterinya di rumah orang tuanya karena jarak antara rumah ibu EL dan orangtuanya berdekatan. Namun ketika usia puteri Ibu EL dianggap telah remaja dan sudah dapat mandiri maka Ibu EL hanya membayar pembantu rumahtangga untuk menemani dan membantu pekerjaan domestik Ibu EL. Kepadatan pekerjaan ibu EL di kantor dengan bekerja mulai pukul 08.00 WITA hingga pukul 18.00 tidak membuat Ibu EL meninggalkan tanggung jawabnya di rumah. Ketika pulang bekerja Ibu EL selalu menyempatkan waktunya untuk memasak atau menemani puterinya belajar. Baginya jika kita di kantor kita tidak boleh membawa masalah rumahtangga dalam bekerja, dan ketika sampai di rumah maka kita adalah seorang isteri yang mempunyai

    tanggung jawab dalam mengasuh,mendidik anak dan melakukan pekerjaan domestik lainnya. Apabila ketika bekerja puteri ibu EL atau salah satu anggota keluarga sakit dan beliau harus pergi untuk pekerjaan kantor maka beliau meminta izin kepada atasan untuk menggantikan dengan orang lain. Namun apabila pekerjaan tersebut tidak bisa ditinggalkan maka Ibu EL meminta salah satu saudaranya untuk menjaga anaknya jika suami beliau sedang berlayar di luar negeri dan tidak ada di rumah. Ibu EL sering meninggalkan puterinya ke luar kota untuk urusan pekerjaan, hal tersebut tidak membuat puterinya keberatan karena sudah terbiasa ditinggalkan oleh sang ibu sejak kecil untuk urusan pekerjaan.