FAKTOR KEBERHASILAN INISIASI MENYUSU DINI (IMD) DI PUSKESMAS JUMPANDANG BARU TAHUN 2014 FACTORS AFFECTING THE SUCCESS EARLY INITIATION OF BREASTFEEDING (IMD) AT PUSKESMAS JUMPANDANG BARU 2014
1
Adryani Mujur, 2Suryani As'ad, 3Irfan Idris
1
2
Jurusan Kebidanan AKBID Pelita Ibu Kendari Bagian Gizi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddn 3 Bagian FAAL Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin
Alamat Koresponden: Adriyani Mujur Jl. Perintis Kemerdekaan No. 46 Makassar Hp. 081281063700 Email:
[email protected]
Abstrak Dukungan keluarga merupakan faktor yang sangat berperan dalam praktek IMD selain faktor internal, pengetahuan, sikap, pengalaman dan persepsi ibu dan faktor eksternal, fasilitas kesehatan dan petugas penolong persalinan. Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan faktor keberhasilan Inisiasi menyusu Dini (IMD) di Puskesmas Jumpandang Baru tahun 2014. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif dengan rancangan penelitian cross sectional. Besar sampel sebanyak 80 kasus yaitu ibu yang melakukan Inisiasi menyusu Dini. Analisis data dilakukan dengan uji chi squere. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara berat bayi lahir, umur ibu, paritas, pendidikan, pengetahuan dan frekuensi ANC ibu dengan keberhasilan IMD serta ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan bidan (p = 0,01) dan sikap bidan (p = 0,00) dengan keberhasilan inisiasi menyusu dini. Kata kunci : Berat bayi lahir, paritas, pengetahuan bidan, sikap bidan, inisiasi menyusu dini.
Abstract Family support is a factor that is important in the practice of IMD in addition to internal factors, knowledge, attitudes, experiences and perceptions of mothers and external factors, health facilities and personnel birth attendant. This study aims to determine the relationship of successful factors in Early Initiation of breastfeeding (IMD) at Puskesmas Jumpandang Baru. This study was quantitative research with a cross-sectional design. There were 80 sample cases of mothers who did early initiation breastfeeding. Data were analyzed using chi square. The research result indicate that there is no significant relation between birth weight, maternal age, parity, education, mother’s knowledge as well as mother’s ANC frequency and the successfulness of EIB. Whereas, there is a significant relationship between midwife’s knowledge (p=0.01) and the midwife’s attitude (p=0.00) with the success of early breastfeeding initiation. Keywords: Birth weight, parity, knowledge of midwives, midwives attitude, early breastfeeding initiation.
PENDAHULUAN Pelaksanaan IMD dapat menyelamatkan 22% dari bayi yang meninggal sebelum bayi usia 1 bulan. Untuk mencapai tujuan tersebut maka salah satu yang dilakukan pemerintah adalah promosi IMD. Upaya ini dilakukan untuk mendukung keberhasilan program pemberian ASI Eksklusif (Roesli, 2008). Menurut Protocol Evidence Based yang baru diperbaharui oleh WHO dan UNICEF tentang asuhan bayi baru lahir untuk satu jam pertama menyatakan bahwa bayi harus mendapat kontak kulit ke kulit dengan ibunya segera setelah lahir minimal satu jam, bayi harus dibiarkan untuk melakukan inisiasi menyusu dan ibu dapat mengenali bayinya siap untuk menyusui, menunda semua prosedur lainnya yang harus dilakukan kepada bayi sampai dengan Inisiasi Menyusu selesai dilakukan. Hal ini dinyatakan sebagai indikator global. Nakao et al (2008), menyebutkan bahwa keberhasilan ASI ekslusif sampai 6 bulan berhubungan dengan IMD dalam 2 jam pertama kehidupan dan UNICEF dalam artikel WHO menuliskan sebanyak 30.000 bayi yang biasanya meninggal pada bulan petama kelahirannya, dapat diselamatkan dengan melakukan IMD setelah 1 jam pertama kelahiran. Hasil penelitian Baker dkk (2009), di Bolivia dan Madagaskar, seperempat sampai setengah dari kematian bayi di negara berkembang terjadi pada minggu pertama kehidupan. Menurut penelitian Dashtidia at al (2010), di negara Timur Tengah hanya 6% ibu menyusui pada 5 jam pertama kelahiran, 71,6% setelah 36 jam setelah kelahiran dan sebagian besar 90% dua hari setelah kelahiran. Tingginya tingkat IMD yang tertunda sangat dipengaruhi oleh pengetahuan dan budaya. Hasil penelitian selanjutnya menunjukkan bahwa IMD dapat mengurangi Angka Kematian Neonatal sebesar 22%. Di negara-negara berkembang, IMD dapat mengurangi sebanyak 1,45 juta jiwa setiap tahun. Pemerintah telah mensosialisasikan IMD pada saat pekan ASI se-dunia bahwa tahun 2007 yang dibacakan langsung oleh Ibu negara. Dalam Asuhan Persalinan Normal (APN) IMD juga merupakan langkah penting yang harus dilakukan petugas kesehatan dalam membantu proses persalinan (Depkes, 2009), serta disahkannya Peraturan Pemerintah (PP) No.33/2012 mengenai Pemberian ASI Ekslusif pada tanggal 1 Maret 2012, di dalam peraturan tersebut berisi tentang Program IMD, pengaturan penggunaan susu formula, dan produk bayi lainnya, sarana menyusui tanggung jawab pemerintah, pemerintah daerah baik provinsi maupun Kabupaten/Kota dalam serta pendanaannya.
Usaha pemerintah untuk mensukseskan program IMD tidak hanya pada PP tetapi juga dengan adanya Jaminan Persalinan (Jampersal) yang dimulai sejak 2011 bertujuan untuk meningkatkan mutu pelayanan persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan yang telah memahami prinsip pelaksanaan IMD . Hal ini dilakukan bertujuan untuk mensukseskan target MDGs yakni menurunkan angka Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB). Tetapi berdasarkan SDKI, 2012 menguraikan bahwa AKB sebesar 32
per 1000 kelahiran hidup hanya turun sedikit
dibandingkan 2007, yaitu 34 per 1000 kelahiran hidup. Sedangkan target MDGs AKB 23 per 1000 kelahiran hidup. Berbagai faktor yang menyebabkan rendahnya praktek IMD di Indonesia diantaranya disebabkan oleh tingkat pendidikan, sikap dan motivasi ibu menyusui yang kurang, serta dipengaruhi oleh perilaku dan tindakan bidan yang tidak melakukan konsling mengenai IMD pada masa kehamilan dan tidak mendukung penatalaksanaan IMD dalam Asuhan Persalinan Normal (APN) serta dukungan keluarga (Margawati dalam Sutriyani, 2011). Menurut data SDKI 2010, determinan pelaksanaan IMD terdiri dari 1) faktor bayi; jenis kelamin dan berat bayi lahir, 2) faktor ibu; status kesehatan, umur, paritas, pendidikan, pengetahuan dan pekerjaan, 3) faktor pelayanan kesehatan; pemeriksaan kehamilan dan petugas penolong persalinan. Dari 3 faktor yang mempengaruhi pelaksanaan IMD dalam data SDKI 2010 tidak terdapat data peran lingkungan dalam hal ini suami/orang tua dan kerabat. Di dukung oleh Syafrina (2011), yang menyatakan bahwa keberhasilan dalam pelaksanaan IMD tidak hanya dari petugas kesehatan tetapi juga dari dukungan suami dan keluarga. Dukungan keluarga merupakan faktor yang sangat berperan dalam praktek IMD selain faktor internal; pengetahuan, sikap, pengalaman dan persepsi ibu dan faktor eksternal; fasilitas kesehatan dan petugas penolong persalinan (Idris, 2010). Tujuan penelitian ini adalah Untuk mengetahui dan menganalisis faktor - faktor keberhasilan Inisiasi Menyusu Dini (IMD) di Puskesmas Jumpandang Baru.
METODE PENELITIAN Rancangan Penelitian Jenis penelitian ini adalah survey observasional analitik dengan menggunakan rancangan pendekatan cross sectional study yaitu untuk mengetahui analisis faktor - faktor keberhasilan Inisiasi Menyusu Dini (IMD) di Puskesmas Jumpandang Baru Makasar Sulawesi Selatan. Populasi, Sampel dan Teknik Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah ibu bersalin dengan persalinan normal di wilayah Puskesmas Jumpandang Baru Makasar Sulawesi Selatan. Sampel dalam penelitian ini adalah ibu bersalin dengan persalinan normal. Teknik pengambilan sampel dengan cara purposive sampling. Instrumen Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan dengan observasi langsung dengan menggunakan instrumen kuisioner. Metode Pengolahan dan Analisis Data Pengolahan data menggunakan media elektronik yaitu komputer dengan aplikasi SPSS. Analisis data dilakukan menggunakan analisis Univariat dan analisis Bivariat.
HASIL Analisis Univariat Dari tabel 1 diketahui distribusi yang berhasil melakukan IMD dari 80 sampel adalah 44 persalinan dengan persentase 55 % dan yang tidak berhasil melakukan IMD adalah 36 persalinan dengan persentase 45 %. Distribusi berdasarkan berat bayi lahir dari 80 sampel, bayi lahir dengan BBL 2500 – 3000 gr adalah 54 bayi dengan persentase 67,5 %, BBL 3100 - 3500 gr adalah 21 dengan persentase 26,3%, dan BBL 3600 – 4000 gr adalah 5 bayi dengan persentase 6,3%. Dari tabel 2 terlihat bahwa distribusi umur ibu yang bersalin dengan golongan umur terlalu muda yaitu < 20 tahun diketahui 57 orang dengan persentase 71,3%, usia normal yaitu 21 – 35 tahun sebanyak 14 orang dengan persentase 17,5% dan golongan umur terlau tua yaitu >.35 tahun sebanyak 9 0rang dengan persentase 11,3%. Karakteristik pendidikan ibu, pendidikan tinggi dari 80 sampel adalah 24 orang dengan persentase 30 % dan yang berpendidikan rendah adalah 56 persalinan dengan persentase 56 %. Karakteristik paritas ibu dengan tidak berisiko yaitu paritas 1-3 diketahui 60 orang dengan persentase 75,5% dan yang berisiko.tinggi >.3
diketahui 20 orang dengan persentase 25%. Karakteristik pengetahuan ibu dengan kategori baik diketahui 49 orang dengan persentase 61,3% dan kategori kurang diketahui 31 orang dengan persentase 31%. Karakteristik frekuensi ANC pada ibu selama hamil dengan kategori baik diketahui 55 orang dengan persentase 68,8% dan kategori kurang diketahui 25 orang dengan persentase 31,3%. Analisis Bivariat Berdasarkan tabel 3 terlihat bahwa proporsi bayi kategori A yang berhasil melakukan IMD sebesar 32 (59,26%) dan tidak berhasil melakukan IMD sebesar 22 (47,74%), kategori B yang berhasil melakukan IMD sebesar 9 (42,86%) dan tidak berhasil melakukan IMD 12 (57,14%), dan kategori C yang berhasil melakukan IMD 3 (60%) dan tidak berhasil 2 (40%). Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara Berat Bayi Lahir (BBL) dengan keberhasilan IMD dengan nilai P = 0,43. Berdasarkan tabel 4 terlihat bahwa proporsi umur ibu < 21 tahun yang berhasil melakukan IMD sebesar 5 (55,55%) dan tidak berhasil melakukan IMD sebesar 4 (44,44%), umur 21 - 35 yang berhasil melakukan IMD sebesar 32 (56,14%) dan tidak berhasil melakukan IMD 25 (43,85%), dan umur >.35 yang berhasil melakukan IMD 7 (50%) dan tidak berhasil 7 (50%). Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara umur ibu dengan keberhasilan IMD dengan nilai P = 0,92. Proporsi pendidikan tinggi yang berhasil melakukan IMD sebesar 29 (51,78%) dan tidak berhasil melakukan IMD sebesar 27 (48,21%), dan pendidikan rendah yang berhasil melakukan IMD sebesar 15 (62,5%) dan tidak berhasil melakukan IMD 9 (37,5%). Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara pendidikan ibu dengan keberhasilan IMD dengan nilai P = 0,38. Proporsi paritas 1-3
yang berhasil melakukan IMD sebesar 30 (50%) dan tidak berhasil
melakukan IMD sebesar 30 (50%), dan paritas > 3 yang berhasil melakukan IMD sebesar 14 (70%) dan tidak berhasil melakukan IMD 6 (30%). Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara paritas dengan keberhasilan IMD dengan nilai P = 0,11. Berdasarkan tabel 5 terlihat bahwa proporsi pengetahuan ibu baik yang berhasil melakukan IMD sebesar 28 (57,14%) dan tidak berhasil melakukan IMD sebesar 21 (42,87%), dan pengetahuan kurang yang berhasil melakukan IMD sebesar 16 (51,61%) dan tidak berhasil melakukan IMD 15 (48,38%). Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa tidak ada hubungan
yang bermakna antara pengetahuan ibu dengan keberhasilan IMD dengan nilai P = 0,63. Proporsi frekuensi ANC baik yang berhasil melakukan IMD sebesar 28 (50,90%) dan tidak berhasil melakukan IMD sebesar 27 (49,09%), dan pengetahuan kurang yang berhasil melakukan IMD sebesar 16 (64%) dan tidak berhasil melakukan IMD 9 (36%). Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara frekuensi ANC dengan keberhasilan IMD dengan nilai P = 0,27. Proporsi pengetahuan baik yang berhasil melakukan IMD sebesar 40 (61,53%) dan tidak berhasil melakukan IMD sebesar 25 (38,46%), dan kurang yang berhasil melakukan IMD sebesar 4 (26,67%) dan tidak berhasil melakukan IMD 11 (73,33%). Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan bidan dengan keberhasilan IMD dengan nilai P = 0,01. proporsi baik yang berhasil melakukan IMD sebesar 34 (72,34%) dan tidak berhasil melakukan IMD sebesar 13 (27,66%), dan kurang yang berhasil melakukan IMD sebesar 10 (30,30%) dan tidak berhasil melakukan IMD 23 (69,69%). Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara sikap bidan dengan keberhasilan IMD dengan nilai P = 0,00.
PEMBAHASAN Pada Penelitian ini terlihat bahwa Kategori baik yang berhasil melakukan IMD sebanyak 34 responden sedangkan yang tidak berhasil sebanyak 13 responden. Kategori kurang yang berhasil melakukan IMD sebanyak 10 responden dan yang tidak berhasil melakukan IMD adalah 23 responden. Dari hasil uji statistik di di peroleh nilai P = 0,00 berarti > 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara sikap petugas dengan keberhasilan IMD di puskesmas Jumpandang Baru Makassar. Hal ini sesuai dengan jurnal Aprilia (2010) salah satu faktor yang berpengaruh terhadap pelaksanaan IMD dan pemberian ASI Eksklusif adalah faktor sikap, petugas kesehatan khususnya bidan dalam hal motivasi, ibu dalam pelaksanaan IMD. Kategori A (2500 – 3000 gr) yang berhasil melakukan IMD sebanyak 32 responden sedangkan yang tidak berhasil sebanyak 22 responden. Kategori B (3100 - 3500) yang berhasil melakukan IMD sebanyak 9 responden dan yang tidak berhasil melakukan IMD adalah 12 responden. Kategori C (3600 – 4000 gr) yang berhasil melakukan IMD adalah 3 responden sedangkan yang tidak berhasil melakukan IMD sebanyak 2 responden. Dari hasil uji statistik di
peroleh nilai P = 0,43 berarti > 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara BBL dengan keberhasilan IMD di puskesmas Jumpandang Baru Makassar. Peran tenaga kesehatan dalam pelaksanaan IMD termuat dalam buku JNPK-KR 2007, yaitu : melatih keterampilan, mendukung, membantu dan menerapkan IMD – ASI Eksklusif, membiarkan kontak kulit ke kulit ibu-bayi setidaknya 1 jam sampai menyusu awal selesai dan membantu meningkatkan rasa percaya diri ibu untuk membantu peran tersebut IMD termasuk dalam prosedur 59 langkah Asuhan Persalinan Normal (APN). Pernyataan diatas berbanding terbalik dengan teori oleh Prawirohardjo mengatakan berdasarkan jumlah paritas, ibu dengan paritas > 3 kali cenderung tidak berhasil melakukan IMD karena biasanya akan menghadapi kesulitan dalam kehamilan dan persalinannya terutama kelelahan yang berlebihan sehingga mempengaruhi kestabilan emosinya untuk melakukan IMD. Sebaliknya, ibu dengan paritas 1 – 3, biasanya memiliki motivasi yang besar untuk melakukan dan mengetahui apa saja yang bermanfaat bagi bayinya. Selain itu, rentang kelahiran yang ideal dari aspek kejiwaan memberikan kesempatan kepada orang tua untuk lebih intensif mencurahkan waktu bagi anak pada awal usianya. Keberhasilan IMD dipengaruhi banyak faktor, salah satu diantaranya adalah peran petugas seperti yang telah dijelaskan diatas, budaya dan dukungan keluarga terutama suami. Hasil penelitian Sirajudin (2013), menyatakan bahwa variabel yang paling berkontribusi dalam keberhasilan IMD adalah dukungan keluarga. Kategori pendidikan rendah lebih banyak (15 responden) dibandingkan dengan yang tidak berhasil (9 responden). Hal ini, tidak sesuai dengan teori Helsing dan King (1981) dalam Amalia (2009), frekuensi menyusui lebih tinggi diantara wanita terpelajar. Ibu yang terpelajar lebih menyadari keuntungan fisiologis dan psikologis menyusui sejak dini. Ibu terpelajar lebih termotivasi memiliki kesempatan lebih banyak untuk mendapatkan informasi serta mempunyai fasilitas yang lebih baik dari posisi yang diperolehnya di tempat kerja. Sehingga lebih memungkinkan untuk memberikan ASI secara baik dan benar dari wanita kurang terpelajar, demikian pula Nelvi (2004), bahwa ada hubungan yang bermakna antara pendidikan dengan pemberian ASI dini dimana responden yang berpendidikan tinggi melakukan IMD 74,7 % dibanding dengan responden berpendidikan rendah. Berdasarkan teori tersebut secara tersirat menerangkan bahwa ketidakberhasilan IMD pada ibu yang berpendidikan rendah akan lebih banyak dibandingkan dengan yang berhasil melakukan IMD.
Kategori ibu berpengetahuan baik sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Sutriyani (2011), yaitu Ibu yang berpengetahuan cukup berpeluang besar untuk mau melakukan suatu pekerjaan, sehingga ada hubungan yang antara pengetahuan ibu dengan keberhasilan IMD, akan tetapi pada tabel kategori pengetahuan kurang, jumlah responden yang berhasil melakukan IMD lebih banyak dibandingkan dengan yang tidak berhasil. Tetapi hal ini dapat disebabkan oleh faktor lain seperti pernyataan Notoadmodjo (2009), perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Namun peningkatan pengetahuan tidak selalu menggambarkan perubahan perilaku. Beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang adalah pengetahuan dan sikap, namun pembentukan perilaku itu sendiri tidak semata-mata berdasarkan hal tersebut tapi masih dipengaruhi oleh banyak faktor yang sangat kompleks. Tingkat pengetahuan yang memadai merupakan dasar pengembangan daya nalar seseorang dan jalan untuk memudahkan menerima motivasi, dan selanjutnya memberikan implikasi pada sikap dan perilaku seseorang dalam melakukan IMD. Akan tetapi motivasi tidak hanya diperoleh dari pengetahuan yang memadai tetapi dukungan keluarga yang mendampingi terutama suami merupakan motivasi tersendiri bagi ibu yang sedang menhadapi proses persalinan. Responden yang mendapatkan dukungan dalam pelaksanaan inisiasi menyusui dini, 77,8% menyatakan bahwa bayi mereka berhasil melakukan IMD. Hal ini memberikan gambaran bahwa ibu tidak hanya memerlukan informasi tetapi juga sangat memerlukan dukungan dari suami ataupun keluarganya, dalam pelaksanaan IMD. Penelitian yang dilakukan oleh Yenita (2011), menyatakan bahwa pengaruh dukungan keluarga terutama suami sangat mempengaruhi persepsi seorang ibu dalam menghadapi persalinannya. Kategori pengetahuan baik yang berhasil melakukan IMD sebanyak 40 responden sedangkan yang tidak berhasil sebanyak 25 responden. Kategori pengetahuan kurang yang berhasil melakukan IMD sebanyak 4 responden dan yang tidak berhasil melakukan IMD adalah 11 responden. Dari hasil uji statistik di peroleh nilai P = 0,01 berarti < 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan petugas dengan keberhasilan IMD di puskesmas Jumpandang Baru Makassar.
KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil dan pembahasan maka disimpulkan bahwa Tidak ada hubungan yang bermakna antara berat bayi lahir dengan keberhasilan Inisiasi Menyusu Dini (IMD) di Puskesmas Jumpandang Baru (P = 0,43), berat bayi lahir tidak mempengaruhi keberhasilan IMD. (P = 0,92), umur ibu tidak menjadi faktor penghalang keberhasilan IMD. (P = 0,38), artinya paritas ibu tidak menjadi penghambat keberhasilan IMD. (P = 0,11), pendidikan ibu tidak menjadi penghalang keberhasilan IMD. (P = 0,63), pengetahuan ibu tidak menjadi faktor yang menghambat keberhasilan IMD. (P = 0,27), frekuensi ANC juga tidak menjadi faktor utama penghalang keberhasilan IMD. Ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan bidan dengan keberhasilan IMD (P 0,01), artinya pengetahuan bidan menjadi faktor yang mendukung keberhasilan IMD. Semakin baik pengetahuan petugas penolong persalinan (bidan) tentang IMD maka keberhasilan IMD akan semakin baik dan Ada hubungan yang bermakna antara sikap bidan dengan keberhasilan IMD (P value 0,00), artinya semakin aktif bidan maka akan menunjang keberhasilan IMD. Dinas kesehatan membuat program pelatihan IMD bagi bidan – bidan yang belum terlatih dan penyegaran bagi bidan yang sudah terlatih.
DAFTAR PUSTAKA Amalia Linda. (2009). Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Pemberian ASI Segera Pada Bayi Baru Lahir di RSUD Kabupaten Cianjur. Tesis. FKM.UI Bakker at al. (2009). Inisiasi Dini dan ASI Eksklusif di skala besar berbasis masyarakat Program di Bolivia dan Madagaskar. Dashtidia at al. (2010). Delayed Breastfeeding Initiation Increases Risk of Neonatal Mortality Seth. International Jurnal Depkes. (2009). Asuhan Persalinan Normal. JNPKR, Jakarta Idris. (2010). Faktor Pendukung Pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini. Tersedia di :www.publichealthdiscussion.com Diakses pada 10 Mei , 2014. Kurniawan Bayu. (2013). Jurnal Determinan Pemberian ASI Eksklusif, Lamongan. Akses tanggal 10 Mei 2014 NakaoY., Moji K., Honda S., Oishi K. (2008). Initiation of Breastfeeding within 120 Minutes after Birth is Assocated with Breastfeeding at Four Months among Japanese woman: A self-administered questionnaire survey. International Breastfeeding journal 2008, 3:1 Nelvi. (2004). Faktor yang Berhubungan dengan Inisiasi Pemberian ASI di RB Puskesmas Jakarta Pusat Tahun 2009. Tesis. FKM.UI Notoadmojo Soekidjo. (2009). Ilmu Kesehatan Masyarakat. Rineka Cipta. Jakarta Roesli Utami. (2008). Inisiasi Menyusu Dini Plus ASI Eksklusif. Pustaka Bunda, Jakarta Syafrina Ayu. (2011). Dalam Jurnal Inisiasi Menyusu Dini Di Wilayah Kerja Puskesmas Lubuk Buaya Kota Padang Tahun 2010. http://repository.unand.ac.id/view/year/2010.type.html. Akses tanggal 10 Mei 2014 Sutriyani Lumula N. (2011). Jurnal Determinan Pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini (IMD) di Wilayah Kerja Puskesmas Tilamuta Kabupaten Boalemo Provinsi Gorontalo, http://pasca.unhas.ac.id. Akses tanggal 9/12/2014 jam 13.00. Sirajuddin Saifuddin. (2013). Tesis Determinan Pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini. http://pasca.unhas.ac.id. Akses tanggal 9/12/2014 jam 13.00 Yenita Sri. (2011). Faktor Determinan Pemilihan Tenaga Penolong Persalinan
Tabel 1. Distribusi IMD dan BBL (gr) IMD Berhasil Tidak Berhasil Jumlah BBL (gr) 2500 – 3000 3100 – 3500 3600 – 4000 Jumlah
N 44 36 80 N 54 21 5 80
% 55,0 45,0 100 % 67,5 26,3 6,3 100
Sumber : data primer puskesmas Jumpandang Baru 2014
Tabel 2. Distribusi berdasarkan karakteristik ibu
Karakteristik Ibu
Kategori
N
%
Umur
< 20 21 – 35 >.35 Jumlah
57 14 9 80
71,3 17,5 11,3 100
Pendidikan tinggi Pendidikan rendah Jumlah
24 56 80
30,0 70,0 100
1–3 >.3 Jumlah
60 20 80
75,0 25,0 100
Baik Kurang Jumlah
49 31 80
61,3 38,8 100
Baik Kurang Jumlah
55 25 80
68,8 31,3 100
Pendidikan
Paritas Ibu
Pengetahuan Ibu
Frekuensi ANC
Sumber : data primer puskesmas Jumpandang Baru 2014
Tabel 3. Hubungan BBL dengan keberhasilan IMD di Puskesmas Jumpandang baru IMD BBL
Berhasil
Tidak Berhasil
Jumlah
n
%
n
%
n
%
Kategori A
32
59,26
22
40,74
54
100
Kategori B
9
42,86
12
57,14
21
100
Kategori C
3
60
2
40
5
100
P value
0,43
Tabel 4. Hubungan Umur Ibu, Pendidikan, dan Paritas dengan keberhasilan IMD di Puskesmas Jumpandang baru
Umur Ibu < 21 21 - 35 >.35 Pendidikan Pendidikan Tinggi Pendidikan rendah Paritas 1-3 >.3
IMD Berhasil Tidak Berhasil n % n % 5 55,55 4 44,44 32 56,14 25 43,85 7 50 7 50 IMD Berhasil Tidak Berhasil n % n % 29
51,78
27
48,21
Jumlah n 9 57 14
% 100 100 100
Jumlah n
%
56
100
P value 0,92 P value
0,38 15
62,5
Berhasil n % 30 50 14 70
9
37,5
IMD Tidak Berhasil n % 30 50 6 30
24
100
Jumlah n 60 20
% 100 100
P value 0,11
Tabel 5. Hubungan Pengetahuan Ibu, Frekuensi ANC, Pengetahuan Bidan, dan Sikap bidan dengan keberhasilan IMD di Puskesmas Jumpandang Baru Pengetahuan Ibu Baik kurang Frekuensi ANC Baik Kurang Pengetahuan Bidan Baik Kurang Sikap Bidan Baik Kurang
Berhasil n % 28 57,14 16 51,61 Berhasil n % 28 50,90 16 64 Berhasil n % 40 61,53 4 26,67 Berhasil n % 34 72,34 10 30,30
IMD Tidak Berhasil n % 21 42,87 15 48,38 IMD Tidak Berhasil n % 27 49,09 9 36 IMD Tidak Berhasil n % 25 38,46 11 73,33 IMD Tidak Berhasil n % 13 27,66 23 69,69
Jumlah n 49 31
% 100 100
Jumlah n 55 25
% 100 100
Jumlah n 65 15
% 100 100
Jumlah n 47 33
% 100 100
P value 0,63 P value 0,27 P value 0,01 P value 0,00