FAKTOR RISIKO PENYEBAB ASMA BRONKIAL (SUATU

Download Bronchial Asthma. Skripsi, Department of Public Health, Faculty of Sports ... to have bronkial asthma patients in the Gorontalo City was lo...

0 downloads 486 Views 59KB Size
FAKTOR RISIKO PENYEBAB ASMA BRONKIAL (SUATU PENELITIAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS DULALOWO) Sitty Ayu Nurrahmatia Dumbi ABSTRACT Sitty Ayu Nurrahmatia Dumbi. 2013. Factors of Risk in Causing the Bronchial Asthma. Skripsi, Department of Public Health, Faculty of Sports and Health Sciences, Universitas Negeri Gorontalo. The principal supervisor was Dian Saraswati, S.Pd., M.Kes and the co-supervisor was Ekawati Prasetya, S.Si.,M.Kes. Asthma is considered a condition of bronchial to have constriction as encountering hyperactivity to certain stimulation. The top local government clinic to have bronkial asthma patients in the Gorontalo City was local government clinic of Dulalowo in which prevalence is higher amounted 24,6% than others. This research aimed to describe factor of risk in causing the bronchial asthma in work area of Dulalowo local government clinic in Gorontalo City. Research method applied observational method by having descriptive approach to gain a description about factor of risk in causing the bronchial asthma in work area of Dulalowo local Government clinic in Gorontalo City. The influencing factors to cause asthma are gender which was male (52%), age 1-10 years old (36%), dust allergy (27,7%), smoke allergy (19,3%), pet allergy (9,2%), particular food allergy (26,9%), heredity case of bronchial asthma (16,8%). The influencing factors in causing the bronchial asthma are age, dust, smoke, pet, food, and heredity case. The most influencing factor is dust. Health agencies are suggested to conduct health counselling to patients and families in order to do early prevention and stay away from every causes encountering bronchial asthma. Asthma patient should keep aware toward the factors in causing asthma. Keywords : Bronchial Asthma, Factor of Risk Pendahuluan Menurut UU RI No. 23 Tahun 1992, yang dimaksud dengan keadaan sehat adalah keadaan meliputi kesehatan badan, rohani (mental) dan sosial dan bukan hanya keadaan yang bebas penyakit, cacat, dan kelemahan sehingga dapat hidup produktif secara sosial ekonomi. Beberapa aspek yang dapat dihubungkan dengn derajat kesehatan adalah : lingkungan, pelayanan kesehatan dan perilaku. Dalam epidemiologi penyebab penyakit perlu diketahui dengan maksud untuk mengetahui proses

terjadinya penyakit dan untuk berupaya mencegah faktor penyebab tersebut. Dilihat dari segi epidemiologis, kejadian penyakit umumnya berkaitan dengan sejumlah penyebab. Sebaliknya, satu penyebab dapat juga menyebabkan beberapa penyakit (Bustan, 2006). Asma merupakan penyakit respiratorik kronik yang paling sering ditemukan, terutama dinegara maju. Penyakit ini pada umumnya dimulai sejak masa anak – anak, asma merupakan suatu keadaan di mana saluran nafas mengalami penyempitan karena hiperaktivitas terhadap

rangsangan tertentu yang menyebabkan peradangan. Bisaanya penyempitan ini sementara, penyakit ini paling banyak menyerang anak dan berpotensi untuk menggangu pertumbuhan dan perkembangan anak. Asma sebagai kumpulan tanda dan gejala wheezing (mengi) dan atau batuk dengan karakteristik sebagai berikut: timbul secara episodik dan atau kronik, cenderung pada malam hari/dini hari (nocturnal), musiman, adanya faktor pencetus di antaranya aktivitas fisik dan bersifat reversibel baik secara spontan maupun dengan pengobatan, serta adanya riwayat asma atau atopi lain pada pasien/keluarganya, sedangkan sebab – sebab lain sudah disingkirkan (Bustan, 2006). Di Indonesia, prevalensi asma belum diketahui secara pasti, berdasarkan laporan Hem Sundaru tahun 2008 (Departemen llmu Penyakit Dalam, FKUI/RSCM) prevalensi asma di Bandung (5,2%), Semarang (5,5%), Denpasar (4,3%), dan Jakarta (7,5%) (Juwita, 2012). Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kota Gorontalo tahun 2012, jumlah seluruh kasus asma yang terjadi di wilayah kota Gorontalo dan tercatat pernah berobat di Puskesmas – Puskesmas yang tersebar di kota Gorontalo yaitu berjumlah 623 kasus. Puskesmas Buladu 13,8%, Puskesmas Dulalowo 24,6%, Puskesmas Pilolodaa 3,1%, Puskesmas Limba B 16,6%, Puskesmas Sipatana 5,3%, Puskesmas Tamalate 15,6%, dan Puskesmas Wongkaditi 20,9%. Berdasarkan data diatas, jumlah kasus asma terbanyak sepanjang tahun 2012 yang tercatat pernah berobat di Puskesmas yang tersebar di kota Gorontalo dan telah di diagnosa oleh dokter menderita penyakit asma yaitu

di Wilayah kerja Puskesmas Dulalowo, yaitu sebanyak 24,6%. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Faktor Risiko Penyebab Penyakitb Asma Bronkial” di Wilayah kerja Puskesmas Dulalowo Kota Gorontalo. Selain itu peneliti ingin melakukan observasi langsung lingkungan disekitar penderita asma yang berpotensi menyebabkan terjadinya penyakit asma bronkial. Metode Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah metode observasional dengan pendekatan deskriptif untuk memperoleh gambaran faktor risiko apakah yang menyebabkan asma bronkial di Wilayah kerja Puskesmas Dulalowo Kota Gorontalo. Hasil Penelitian Pengumpulan data penelitian tentang “Fakor Risiko Penyebab Asma Bronkial” dilakukan tanggal 20 April 2013 sampai dengan tanggal 04 Mei 2013. Data primer dikumpulkan dengan melakukan wawancara terhadap responden, sedangkan data sekunder diambil dari catatan medik penderita yang berobat di Puskesmas Dulalowo, dan alamat lengkap penderita di peroleh dari pencatatan penduduk yang berada di kantor Kecamatan Kota Tengah. Berdasarkan jumlah sampel yang dicantumkan di atas, jumlah penderita asma yang berobat di Puskesmas Dulalowo sebanyak 52 penderita. Namun, setelah melakukan penelitian, ada 2 penderita yang tidak memenuhi kriteria inklusi. Dua penderita tersebut tidak tinggal di wilayah kerja Puskesmas Dulalowo. Yang satunya bertempat tinggal di Kelurahan Tomulabutao dan penderita yang satu lagi sudah pindah di luar daerah. Hal

ini merupakan salah satu kendala yang ditemui selama melakukan penelitian. Berdasarkan hasil pengumpulan data penelitian melalui wawancara langsung kepada pasien asma di Wilayah Kerja Puskesmas Dulalowo, maka data disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi sebagai berikut : Deskripsi Berdasarkan Jenis Kelamin Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin disajikan pada tabel 1 di bawah ini : Tabel 1 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Pada Penderita Asma di Puskesmas Dulalowo Jenis Kelamin n % Laki – laki (L) 26 52 Perempuan (P) 24 48 Jumlah 50 100 Sumber : Data Primer Berdasarkan tabel 1 di atas menunjukkan bahwa penderita asma yang pernah berobat di Puskesmas Dulalowo yang memiliki jenis kelamin laki – laki lebih banyak dari jumlah penderita perempuan. Laki – laki 26 penderita (52%) dan perempuan 24 penderita (48%). Deskripsi Berdasarkan Kelompok Umur Distribusi responden berdasarkan kelompok umur disajikan pada tabel 2di bawah ini : Tabel 2 Distribusi Responden Berdasarkan Kelompok Umur Pada Penderita Asma di Puskesmas Dulalowo Kelompok Umur n % <1 thn 0 0 1 – 10 18 36 11 – 20 6 12 21 – 30 7 14

31 – 40 40 – 50 >50 Jumlah

6 12 5 10 8 16 50 100 Sumber : Data Primer Berdasarkan tabel 2 di atas menunjukkan bahwa penderita asma yang pernah berobat di Puskesmas Dulalowo yang paling banyak yaitu penderita yang berusia 1 – 10 tahun sebanyak 18 penderita (36%), dan yang paling sedikit yaitu penderita asma yang berusia 40 – 50 tahun sebanyak 5 penderita (10%). Sedangkan tidak ada penderita yang berusia <1 tahun. Deskripsi Faktor Paparan Debu Distribusi responden berdasarkan jumlah penderita alergi terhadap debu disajikan pada tabel 3 di bawah ini : Tabel 3 Distribusi Responden Berdasarkan Alergi Terhadap Paparan Debu Pada Penderita Asma di Puskesmas Dulalowo Alergi Debu n % Ya 33 66 Tidak 17 34 Jumlah 50 100 Sumber : Data Primer Berdasarkan tabel 3 di atas menunjukkan bahwa penderita asma yang pernah berobat di Puskesmas Dulalowo yang alergi terhadap debu sebanyak 33 penderita (66%), dan yang tidak alergi terhadap debu sebanyak 17 penderita (34%).

Deskripsi Faktor Paparan Asap Rokok

Distribusi responden berdasarkan jumlah penderita alergi terhadap asap rokok disajikan pada tabel 4 di bawah ini : Tabel 4 Distribusi Responden Berdasarkan Alergi Terhadap Asap Rokok Pada Penderita Asma di Puskesmas Dulalowo Alergi Asap Rokok n % Ya 23 46 Tidak 27 54 Jumlah 50 100 Sumber : Data Primer Berdasarkan tabel 4 di atas menunjukkan bahwa penderita asma yang pernah berobat di Puskesmas Dulalowo yang alergi terhadap asap rokok sebanyak 23 penderita (46%), dan yang tidak alergi terhadap asap rokok sebanyak 27 penderita (54%). Deskripsi Faktor Binatang Peliharaan Distribusi responden berdasarkan jumlah penderita alergi terhadap binatang peliharaan disajikan pada tabel 5 di bawah ini : Tabel 5 Distribusi Responden Berdasarkan Alergi Terhadap Binatang Peliharaan Pada Penderita Asma di Puskesmas Dulalowo Alergi Binatang n % Peliharaan Ya 11 22 Tidak 39 78 Jumlah 50 100 Sumber : Data Primer Berdasarkan tabel 5 di atas menunjukkan bahwa penderita asma yang pernah berobat di Puskesmas Dulalowo yang alergi terhadap binatang peliharaan (kucing / anjing / burung) sebanyak 11 penderita (22%), dan yang tidak alergi terhadap binatang

peliharaan sebanyak 39 penderita (78%). Deskripsi Faktor Makanan Distribusi responden berdasarkan jumlah penderita alergi terhadap makanan tertentu disajikan pada tabel 6 di bawah ini : Tabel 6 Distribusi Responden Berdasarkan Alergi Terhadap Makanan Tertentu Pada Penderita Asma di Puskesmas Dulalowo Alergi Makanan n % Ya 32 64 Tidak 18 36 Jumlah 50 100 Sumber : Data Primer Berdasarkan tabel 6 di atas menunjukkan bahwa penderita asma yang pernah berobat di Puskesmas Dulalowo yang alergi terhadap makanan tertentu yaitu sebanyak 32 penderita (64%), dan yang tidak alergi terhadap makanan apapun sebanyak 18 penderita (36%). Deskripsi Berdasarkan Faktor Riwayat Keturunan Distribusi responden berdasarkan jumlah penderita yang memiliki riwayat keturunan asma disajikan pada tabel 7 di bawah ini : Tabel 7 Distribusi Responden Berdasarkan Riwayat Keturunan Pada Penderita Asma di Puskesmas Dulalowo Memiliki Riwayat n % Keturunan Asma Ya 20 40 Tidak 30 60 Jumlah 50 100 Sumber : Data Primer Berdasarkan tabel 7 di atas menunjukkan bahwa penderita asma yang pernah berobat di Puskesmas Dulalowo yang memiliki riwayat

keturunan penyakit asma yaitu lainnya menyatakan bahwa mereka sebanyak 20 penderita (40%), dan yang tidak alergi terhadap binatang tidak memiliki riwayat keturunan asma peliharaan. sebanyak 30 penderita (60%). Berikut ini merupakan pembahasan hasil penelitian tentang faktor risiko penyebab asma bronkial Pembahasan Berdasarkan hasil penelitian di yang dilakukan di Wilayah Kerja atas, faktor risiko penyebab asma Puskesmas Dulalowo : bronkial di wilayah kerja Puskesmas Umur Dulalowo akan disajikan pada tabel 8 Berdasarkan hasil penelitian, berikut : responden yang lebih banyak mengalami penyakit asma yaitu anak – Tabel 8 Distribusi Faktor Risiko Penyebab anak yang berusia 1 – 10 tahun. Menurut asumsi dari peneliti, hal ini Asma Bronkial disebabkan karena pada usia 1 – 10 N Faktor Td Ya % % tahun tergolong dalam usia anak – o Risiko k anak. Pada usia ini, merupakan usia 27, 1 Debu 33 17 13 sekolah dan usia bermain. Di usia ini 7 Asap 19, 20, dimana anak – anak lebih banyak 2 23 27 berinteraksi dengan berbagai macam Rokok 3 6 benda, melalui benda – benda tersebut Binatang 29, mereka tidak menyadari bahwa mereka 3 Peliharaa 11 9,2 39 8 banyak menghirup debu. Hal lainnya, n 26, 13, di usia seperti ini pemahaman anak – 4 Makanan 32 18 anak tentang pentinnya PHBS (Perilaku 9 7 Hidup Bersih dan Sehat) masih kurang. Riwayat 16, 22, Serta pada usia seperti ini, anak – anak 5 Keturuna 20 30 8 9 lebih suka mengkonsumsi berbagai n macam makanan seperti cokelat, ice 11 TOTAL 100 131 100 cream, makanan yang mengandung 9 pengawet, dan makanan – minuman Sumber : Hasil Penelitian Berdasarkan tabel 8 diatas, faktor yang dingin lainnya. Pengetahuan risiko penyebab asma bronkial yang mereka tentang faktor risiko penyebab sangat berpengaruh terhadap kejadian asma masih sangat kurang, sehingga asma bronkial yaitu faktor paparan mereka tidak menyadari bahwa yang debu. Dimana dari 50 responden yang mereka lakukan dapat menyebabkan saya temui, ada 33 responden yang timbulnya penyakit asma bronkial. Hal ini selaras dengan hasil menyatakan bahwa responden alergi penelitian penelitian Kurnia Pramesti terhadap debu, sedangkan 17 responden (2006), menginformasikan bahwa lainnya tidak alergi terhadap debu. Dan makanan yang mengandung faktor risiko yang kurang glutamat dapat mempengaruhi kejadian asma bronkial monosodium menyebabkan pemicu sesak nafas pada yaitu faktor binatang peliharaan. anak – anak usia 1 – 15 tahun dengan Dimana responden yang alegi terhadap binatang peliharaan hanya 11 OR = 3,45 (95%C I=2,10-3,43). responden, sedangkan 39 responden

Menurut Gary Rachelefsky (2006), pada beberapa orang gejala – gejala asma bisa berkurang saat merek bertambah dewasa. Namun, penyakit itu tidak menghilang. Sekitar 50% dari semua anak yang menderita asma bisa terus mengalami gejala – gejalanya sepanjang hidup mereka atau gejala – gejala akan kembali saat mereka menginjak akhir masa remaja dan dewasa. Hal ini yang menyebabkan prevalensi penderita asma lebih banyak anak – anak dibandingkan orang dewasa. Debu Berdasarkan hasil analisis univariat menunjukkan bahwa debu rumah yang menempel pada lantai kamar dan ruang keluarga, perabot rumah, langit – langit rumah, tempat tidur, jendela kamar tidur yang selalu tertutup, membersihkan debu tidak dengan lap basah dapat menyebabkan timbulnya penyakit asma bronkial. Menurut asumsi peneliti, masuknya suatu alergen (debu) ke dalam saluran pernafasan seseorang dapat merangsang terjadinya reaksi hipersensitivitas. Bisaanya benda – benda yang paling banyak menyimpan debu, seperti kasur (tempat tidur), karpet, jok kursi, tumpukan koran – koran, buku – buku, pakaian yang lama digantung, lantai yang tidak sering dibersihkan dapat merangsang saluran pernapasan sehingga menyebabkan sesak napas kemudian terjadi asma. Penelitian ini selaras dengan penelitian yang dilakukan oleh Purnomo (2008). Berdasarkan hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa debu rumah yang menempel pada kipas angin, langit-langi rumah, jendela kamar tidur anak yang selalu tertutup, membersihkan debu tidak dengan lap basah, merupakan faktor risiko bagi

penderita asma bronkial pada anak dengan nilai OR ; 0,66 (95% CI ; 0,29 – 1,47 ; p=0,306), artinya penderita asma memiliki peluang 0,656 kali menderita asma lebih kecil, dibandingkan anak yang tidak menderia asma. Menurut John Rees MD. FRCP (1996), debu yang tersebar luas dalam seprei, perabot rumah, karpet, dan mainan yang lembut/berbulu merupakan unsure penting dalam peningkatan prevalensi asma. Jika, penderita asma dipindahkan ke lingkungan yang kurang dari debu, gejalanya akan membaik. Pembersihan kamar tidur secara teratur dan menghindari bahan yang mungkin mengumpulkan debu adalah upaya yang bijaksana untuk menekan jumlah antigen. Pengurangan debu telah dicoba dengan penutup kasur yang tak dapat tembus oleh debu, penyaring yang halus pada pembersih vakum, akarisida, ayau bahkan pemberian nitrogen cair pada karpet. Suatu usaha yang bersungguh – sungguh dapat mengurangi jumlah debu sehingga cukup rendah untuk memperbaiki pengendalian asma. Desensitisasi terhadap debu rumah mungkin dapat berguna pada anak – anak. Asap Rokok Asap rokok yang dihirup penderita asma bronkial secara aktif mengakibatkan rangsangan pada sistima pernafasan, sebab pembakaran tembakau menghasilkan zat iritan dalam rumah yang menghasilkan gas yang komplek dan partikel – partikel berbahaya. Didukung pula pernyataan responden yang mengatakan ”bau asap rokok saja anak saya langsung kumat seseknya, diawali dengan batuk – batuk, hidung merasa tersumbat dan nafas bunyi ngik – ngik, jika akan tidur saya beri bantal agar tidak sesek”.

Menurut asumsi peneliti, bahwa keluarga yang mempunyai anggota keluarga yang menderita asma bronkial bila anggota keluarga lainnyanya yang merokok didalam rumah kemudian terhisap oleh penderita asma atau bahkan penderita asma merupakan perokok aktif memiliki risiko lebih besar, dibandingkan dengan keluarga yang mempunyai anggota keluarga yang tidak menderita asma, apabila keluarganya menghisap merokok didalam rumah. Paparan asap tembakau pasif berakibat lebih berbahaya gejala penyakit saluran nafas bawah dan naiknya risiko asma dan serangan asma. Hal ini selaras dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Purnomo (2008), hasil analisis multivariat yang melihat antara asap rokok dengan kejadian asma bronkial memiliki nilai OR ; 23,13, (95% CI ; 4,141 – 129,2) nilai p=3,141, sehingga hipotesis terbukti. Dengan demikian dapat menginformasikan bahwa keluarga yang mempunyai anak menderita asma bronkial bila anggota keluarganya yang merokok didalam rumah kemudian terhisap oleh penderita asma memiliki risiko 23,13 kali lebih besar, dibandingkan dengan keluarga yang mempunyai anak, tidak menderita asma, apabila keluarganya menghisap merokok didalam rumah. Hasil tersebut didukung oleh C. Infante Rivarrd (1993), dalam penelitiannya tentang ibu perokok berat mengakibatkan reaksi batuk dan asma menjadi kumat pada anak yang diasuhnya dengan OR ; 2,77 (95% CI ; 1,35 – 5,66). Hal ini didukung dengan teori menurut John Rees MD. FRCP (1996), pencemaran udara secara pribadi dengan asap rokok memperberat asma.

Merokok aktif dan pasif menyebabkan timbulnya menyebabkan timbulnya penyempitan saluran pernapasan. Akhir – akhir ini minat akan pencemaran lingkungan meningkat. Meskipun kabut kota (smog) telah mengilang setelah adanya peraturan udara bersih, kadar ozon, belerang dioksida, oksidanitrogen, dan bahan partikulat meningkat di daerah – daerah padat penduduk dan perkotaan. Kombinasi suhu tinggi, kelembaban, dan lalu – lintas yang padat menyebabkan kadar polusi udara meningkat. Penderita asma harus sadar akan upaya untuk memperbaiki kualitas udara. Kadar nitrogen dioksida yang ditemukan dalam rumah dapat meningkatkan respons saluran pernapasan terhadap alergen. Binatang Peliharaan Kepemilikan binatang piaraan yang menjadi faktor pencetus terjadinya asma bronkial. Seperti hasil wawancara dengan salah satu responden yang alergi terhadap binatang piaraan, dia mengatakan bahwa “Saya alergi jika mengirup bulu binatang seperti kucing, sehingga jika saya berada di tempat yang banyak terdapat bulu kucing, gejala yang saya rasakan adalah bersin – bersin”. Pada penelitian ini, dari 50 responden ada 11 penderita yang alergi terhadap binatang peliharaan. Hal ini selaras dengan penelitian yang dilakukan oleh Purnomo (2008). Kepemilikan binatang piaraan yang menjadi faktor pencetus terjadinya asma bronkial pada anak, saat dilakukan analisis multivariat hasilnya bermakna secara statistik dengan p=0,025 nilai OR ;30,65 (95% CI ; 1,538-610,7), memberikan arti bahwa keluarga yang memiliki anak menderita asma bronkial dan mempunyai binatang piaraan memilki besar risiko 30,65 kali

dibandingkan dengan keluarga tidak memiliki anak menderita asma dan tidak mempunyai binatang piaraan. Hasil ini juga didukung oleh David I. Duffy (1998), alergi oleh binatang yang dipelihara didalam rumah maupun diluar rumah oleh penderita asma mempunyai OR ; 10,23. Selaras dengan hasil wawancara mendalam oleh beberapa responden mengatakan ”kurang lebih lima tahun ini anak saya suka sekali menggendong-gendong kucing dan setiap tidur kucing dibawa juga ketempat tidur (ibu A ; Indept Interview), responden lain menjelaskan ”kelinci yang saya punya itu kandangnya dekat rumah tinggal, kalau pada saat ganti bulu sering bulunya masuk rumah, bahkan masuk didalam tidur dan ruang tamu” (ibu G ; Indept Interview). Sumber penyebab asma adalah alergen protein yang ditemukan pada bulu binatang. Alergen tersebut memiliki ukuran yang sangat kecil (sekitar 3 – 4 mikron) dan terbang di udara sehingga menyebabkan serangan asma, terutama dari burung dan hewan menyusui. Hal ini didukung dengan teori menurut John Rees MD. FRCP (1996), orang tua dari anak – anak yang menderita asma sering khawatir mengenai hewan piaraan di rumah. Kucing merupakan masalah yang terbesar, dengan alergen dalam liur, urin, dan bulunya. Tetapi sebagian besar hewan piaraan dapat sekali kali memicu asma. Pasien yang mempunyai masalah besar dengan asma harus dianjurkan untuk tidak memelihara hewan piaraan baru. Bila anak – anak lahir dalam suatu keluarga dengan riwayat atopi yang kuat, hewan piaraan yang berbulu lebih baik dihindari. Hewan piaraan yang ada di rumah harus dijaga untuk tidak masuk ke

kamar tidur dan perabot yang lembut. Kalau hewan ini diperkirakan merupakan penyebab gejala yang berbahaya, dapat dicoba untuk pemisahan sementara. Alergen hewan tetap berada dalam rumah lama setelah hewan tersebut dibuang, oleh karena itu hewan harus dipindahkan dari rumah tersebut selama satu atau dua bulan. Pilihan lainnya, pasien dapat pindah rumah selama satu atau dua minggu. Tetapi, membuang hewan kesayangan tanpa alasan yang tepat dapat menyebabkan timbulnya masalah yang lebih berbahaya akibat gangguan emosional. Makanan Berdasarkan hasil penelitian, peneliti berasumsi bahwa beberapa jenis makanan penyebab alergi seperti susu sapi, cokelat, ice cream, makanan – minuman dingin dapat meningkatkan produksi lendir / dahak yang menyebabkan penyempitan saluran pernapasan terutama pada bagian pernapasan bronkus sehingga penderita merasa sesak napas dan bunyi mengi, serta makanan produk industri dengan pewarna buatan, pengawet, vetsin dapat menjadi penyebab asma bronkial. Hal ini selaras dengan hasil penelitian penelitian Kurnia Pramesti (2006), menginformasikan bahwa makanan yang mengandung monosodium glutamat dapat menyebabkan pemicu sesak nafas pada anak-anak usia 1 – 15 tahun dengan OR=3,45 (95%C I=2,10-3,43) (Purnomo, 2008). Berdasarkan teori menurut John Rees MD. FRCP (1996), intoleransi pada makanan tidak selalu menunjukkan adanya mekanisme alergi. Reaksi dapat berkaitan dengan mediator farmakologik misalnya histamin atau tiramin dalam makanan.

Mereka dapat dihasilkan oleh zat tambahan makanan misalnya zat warna kuning tartrazin, yang ditambahkan pada sejumlah besar makanan dan obat – obatan. Bila terdapat alergi khusus terhadap bahan makanan dan obat – obatan. Bila terdapat alergi khusus terhadap bahan makanan, yang paling mungkin akan terlibat adalah susu, telurm kacang – kacangan, dan gandum. Riwayat Keturunan Adanya riwayat keturunan penyakit asma bronkial, merupakan salah satu faktor risiko penyebab menurunnya penyakit asma pada anggota keluarganya. Hal ini dibuktikan berdasarkan hasil survey dan wawancara yang saya lakukan, dari 50 penderita asma ada 20 penderita yang memiliki riwayat keturunan asma atau 40% dari jumlah responden. Salah satu responden mengatakan bahwa “saya memiliki riwayat keturunan asma, ibu saya sejak kecil mengidap penyakit asma”. Hal ini dibuktiktikan dengan penelitian yang dilakukan oleh Purnomo (2008). Adanya riwayat penyakit asma bronkial, mempunyai tiga kali lipat lebih tinggi jika riwayat keturunan dengan asma disertai dengan salah satu atopi. Melihat hasil analisi multivariat kejadian asma bronkial pada responden memiliki nilai OR ; 8,27 (95% CI : 1,505 – 45,434) dengan p=0,015. Hasil tersebut menginformasikan bahwa keluarga yang mempunyai riwayat penyakit asma bronkial mempunyai 8,27 kali dibandingkan dengan, keluarga yang tidak memiliki riwayat penyakit asma bronkial. Selaras dengan penelitian Ehrlich RI (1996), berdasarkan hasil penelitiannya yang mengunakan analisis multivariat, orang tua asma

(OR=2,77: 95%CI; 1,11 - 2,48). Didukung pula dengan pernyataan responden yang mengatakan “ibu saya mempunyai penyakit sesak nafas (ampek) seperti anak saya, bahkan pernah dirawat di Puskesmas dan Rumah Sakit sampai lama”. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian di wilayah kerja Puskesmas Dulalowo dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Berdasarkan hasil survey, wawancara dan pengolahan data penderita asma menyimpulkan bahwa jenis kelamin, umur, debu, asap rokok, binatang peliharaan, makanan, dan riwayat keturunan merupakan faktor risiko penyebab asma. 2. Faktor risiko yang paling tinggi yang di temui di wilayah kerja Puskesmas Dulalowo yaitu faktor debu (27,7%), dan yang terendah adalah faktor binatang peliharaan (9,2%). 3. Penyakit asma bukanlah penyakit menular, akan tetapi penyakit yang terbawa dari herediter keluarga dan berbagai macam faktor pemicu lainnya. Saran Bagi Petugas Pelayanan Kesehatan a. Perlu melakukan penyuluhan tentang asma bronkial agar masyarakat dapat tahu cara penanggulangan asma bronkial dan faktor apa saja yang dapat menyebabkan terjadinya asma bronkial pada anak dan meningkatkan upaya promotif dengan meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang asma bronkial

sehingga masyarakat lebih waspada. b. Melakukan penyuluhan terhadap keluarga pasien maupun penderita untuk melakukan pencegahan sedini mungkin dan menghindarkan faktor pencetus asma bronkial pada anak. c. Orang tua/pasien harus diberi penjelasan menyeluruh dalam hal perjalanan asma, gejala – gejala asma dan penanggulangan asma. Bagi Masyarakat a. Masyarakat diberikan informasi yang cukup tentang penyakit asma, agar lebih waspada terhadap faktor penyebab timbulnya penyakit asma. b. Masyarakat diharapkan lebih mengutamakan pencegahan asma terhadap pemicu kekambuhan asma yang disebabkan oleh kepemilikan binatang piaraan. b. Masyarakat agar waspada apabila setiap anggota keluarga yang merokok didalam rumah merupakan pemicu penderita asma bronkial, dan apabila penderita merupakan perokok aktif, sebaiknya tidak merokok lagi karena merokok merupakan salah satu faktor penyebab asma dan rokok merupakan zat beracun / zat asing jika masuk kedalam tubuh sehingga dapat menyebabkan penyakit – penyakit lainnya.

Daftar Pustaka

Chairinniza. G. 2008. Terapi Untk Anak Asma. Jakarta. PT. Elex Media Komputindo Chaitow. L. 2005. Asthma and Hay Fever. Jakarta. Sinar Grafika Offset Fordiastiko. 2005. Asma dan SelukBeluknya Simposium awam, Mengetahui Diagnosis dan Pengobatan Asma. Semarang. PDPI Hadibroto. I. 2005. Asma. Jakarta. Gramedia Hariyadi. S. 2001. Mencegah dan Mengobati Asma. Jakarta. Kalamedia Heru. S. 2002. Asma, Apa dan Bagaimana Pengobatannya?. Jakarta. FKUI