faktor yang mempengaruhi implementasi manajemen ... - unnes

1 Jun 2016 ... Faktor yang Mempengaruhi Implementasi Manajemen Terpadu Balita Sakit ( MTBS) pada. Petugas Pelaksana di Puskesmas Kabupaten Banjarnegar...

3 downloads 551 Views 2MB Size
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI IMPLEMENTASI MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT ( MTBS ) PADA PETUGAS PELAKSANA DI PUSKESMAS KABUPATEN BANJARNEGARA SKRIPSI

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh Hotmi Umi Arifah NIM. 6411412166

JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2016 i

Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Semarang Juni 2016

ABSTRAK Hotmi Umi Arifah Faktor yang Mempengaruhi Implementasi Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) pada Petugas Pelaksana di Puskesmas Kabupaten Banjarnegara xvii + 113 halaman + 30 tabel + 2 gambar + 13 lampiran Jumlah kematian balita di Indonesia masih cukup tinggi yaitu 6,6 juta pada tahun 2012. Data Dinas Kesehatan Kabupaten Banjarnegara (2014), angka kematian balita 13.90 per kelahiran hidup yang masih jauh dari target SPM bidang kesehatan yaitu 9.8 per kelahiran hidup. WHO mengembangkan cara untuk mencegah sebagian besar penyebab kematian bayi dan balita melalui program Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS). Cakupan pelaksanaan MTBS di Kabupaten Banjarnegara belum memenuhi target WHO . Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi implementasi MTBS pada petugas pelaksana di Puskesmas Kabupaten Banjarnegara. Jenis penelitian ini adalah explanatory research dengan pendekatan crosssectional. Kesimpulan dari penelitian ini adalah faktor yang mempengaruhi implementasi MTBS pada petugas pelaksana di Puksesmas Kabupaten Banjarnegara terdiri dari faktor sikap (p=0.010), masa kerja (p=0.001), pelatihan yang pernah diikuti tentang MTBS (p=0.002), ketersediaan obat (p=0.037), alokasi dana (p=0.041) dan evaluasi oleh Kepala Puskesmas (p=0.010). Sedangkan faktor yang tidak berpengaruh terdiri dari faktor pengetahuan (p=0.692), motivasi kerja (p=0.383), persepsi beban kerja (p=0.923), ketersediaan peralatan (p=0.493), kepemimpinan Kepala Puskesmas (p=0.521), dan supervisi oleh Dinas Kesehhatan Kabupaten (p=0.782). Saran yang dapat disampaikan anatara lain, Dinas Kesehatan Kabupaten Banjarnegara perlu meningkatkan pengawasan kelengkapan fasilitas pendukung pelaksanaan MTBS seperti ketersediaan obat, serta perlu diadakan pelatihan bagi petugas yang belum pernah mengikuti dan mendapatkan pelatihan. Puskemas diharapkan meningkatkan kualitas pelayanan MTBS. Kata Kunci

: Implementasi, Manajemen Terpadu Balita Sakit, Petugas Pelaksana.

Kepustakaan

: (1992 - 2015)

ii

Public Health Science Departement Faculty of Sport Science Semarang State University June 2016 ABSTRACT ABSTRACT Hotmi Umi Arifah Factors Affecting the Implementation of Integrated Management of Childhood Illness (IMCI) among Staff in Public Health Center in Banjarnegara Regency. xvii + 113 pages + 30 tables + 2 pictures + 13 enclosures The number of under-five deaths in Indonesia is still high at 6.6 million in 2012. Report from Banjarnegara District Health Office (2014) mentions in child mortality 13.90/live birth is still far from SPM target of health sector is 9.8 per live births. In 1992, WHO develop a pretty effective way and can be done to prevent most causes of death of infants and toddlers through the program "Integrated Management of Childhood Illness (IMCI)". Coverage of IMCI in the District Banjaregara not meet the WHO target of 60%. The purpose of this study was to determine the factors that affect the implementation of IMCI in the executive officer at district health centers Banjaregara. This type of research is explanatory research with cross sectional approach. The conclusion of this study are the factors that affected the implementation of IMCI on the executive officer in health centers Banjarnegara district consists of the attitude factor (p = 0.010), age (p = 0.001), trainings have been followed IMCI (p = 0.002), the availability of drugs ( p = 0.037), the allocation of funds (p = 0.041) and evaluation by the Head of Puskesmas (p = 0.010). While the factors that have no effect consists of knowledge (p = 0.692), work motivation (p = 0.383), the perception of the workload (p = 0.923), availability of equipment (p = 0493), the leadership of the Head of health centers (p = 0521), and supervised by the District Health Office (p = 0782). Suggestions can be delivered among other things, Banjarnegara District Health Office needs to improve oversight of the completeness of supporting facilities such as IMCI drug availability, as well as the need to hold training for officers who have not completed and received training. Puskemas IMCI is expected to improve service quality. Keywords

: Implementation, Executive Officer,

Integrated

Bibliography: (1992 - 2015)

iii

Management

of

Childhood

Illness,

iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN Motto :  Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan.(QS.94:6)  Percaya bahwa hasil tak pernah mengkhianati usaha.  Bersyukurlah selalu karena Allah SWT memberikan apa yang kita butuhkan, bukan apa yang kita inginkan.

Persembahan : Tanpa mengurangi rasa syukur kepada Alloh SWT, skripsi ini penulis persembahkan untuk : 1. Ibu (Susmirah) dan Almarhum Bapak (Saliman) tercinta atas doa, cinta, kasih sayang, nasehat, serta dukungan tulus yang tak pernah putus. 2. Kakak-kakakku dan keluarga besar atas doa dan dukungan yang tulus. 3. Almamater

Universitas

Negeri

Semarang,

khususnya Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat.

v

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala Rahmat dan Hidayah-Nya, sehingga skripsi yang berjudul “Faktor

yang Mempengaruhi

Implementasi

Manajemen Terpadu Balita Sakit ( MTBS ) pada Petugas Pelaksana di Puskesmas Kabupaten

Banjarnegara”

dapat

terselesaikan.

Penyelesaian

skripsi

ini

dimaksudkan untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Semarang. Keberhasilan penyelesaian penelitian sampai dengan tersusunya skripsi ini atas bantuan dari berbagai pihak, dengan rendah hati disampaikan terima kasih kepada : 1. Dekan Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Semarang atas ijin penelitian yang diberikan. 2. Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Semarang, atas persetujuan penelitian . 3. Pembimbing skripsi Bapak Drs. Bambang Wahyono, M.Kes atas arahan dan bimbingannya dalam penyusunan skripsi ini. 4. Penguji I, Bapak Dr. Bambang Budi Raharjo,M.Si dan penguji II, Bapak Irwan Budiono, S.KM, M.Kes atas saran, bimbingan, dan arahannya dalam menyelesaikan penyusunan skripsi ini. 5. Bapak dan Ibu dosen Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat atas bekal ilmu pengetahuan yang diberikan selama di bangku kuliah.

vi

6. Staff Tata Usaha Fakultas Ilmu Keolahragaan dan Staf Tata Usaha Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat yang telah membatu dalam segala urusan administrasi dan perijinan penelitia. 7. Kepala

Badan

Perencanaan

dan

Pembangunan

Daerah

Kabupaten

Banjarnegara atas ijin penelitian yang diberikan. 8. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Banjarnegara atas ijin penelitian yang diberikan. 9. Kepala Puskesmas tempat penelitian di Kabupaten Banjarnegara atas ijin penelitian, bantuan yang diberikan. 10. Ibu (Susmirah) dan Almarhum Bapak (Saliman) tercinta atas seluruh doa, dukungan, kasih sayang dan nasehat yang telah diberikan. 11. Kedua kakakku (Abdul Aziz Effendi dan Nahdiyanto Effendi) dan keluarga besar atas segala doa, dukungan, dan perhatian yang telah diberikan. 12. Teman-temanku yang telah membantu selama penyusunan skripsi hingga penelitian di lapangan. 13. Teman-temanku peminatan Administrasi dan Kebijakan Kesehatan

IKM

2012 atas penglaman, motivasi, bantuan dan dukungan selama penyusunan skripsi ini. 14. Teman-temanku jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat 2012 atas penglaman, motivasi, bantuan dan dukungan selama penyusunan skripsi ini. 15. Semua pihak yang terlibat dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

vii

Semoga amal baik dari semua pihak mendapatkan pahala yang berlipat ganda dari Allah SWT. Penulis tetap menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat kekurangan, sehingga masukan dan kritikan yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi sempurnanya skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Semarang,01 Juni 2016

Penulis

viii

DAFTAR ISI

Halaman JUDUL ........................................................................................................... i ABSTRAK ...................................................................................................... ii ABSTRACT .................................................................................................... iii LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... iv MOTTO DAN PERSEMBAHAN ................................................................. v KATA PENGANTAR .................................................................................... vi DAFTAR ISI .................................................................................................. ix DAFTAR TABEL ......................................................................................... xiv DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xvi DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xvii BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1 1.1 Latar Belakang .............................................................................. 1 1.2 Rumusan Masalah .......................................................................... 5 1.3 Tujuan ........................................................................................... 5 1.3.1 Tujuan Umum ...................................................................... 5 1.3.2 Tujuan Khusus ..................................................................... 5 1.4 Manfaat ......................................................................................... 7 1.4.1 Bagi Puskesmas..................................................................... 7 1.4.2 Bagi Pembaca ........................................................................ 7 1.4.3 Bagi Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat ............................ 7 1.5 Keaslian Penelitian ......................................................................... 7 1.6 Ruang Lingkup Penelitian .............................................................. 9 1.6.1 Ruang Lingkup Tempat......................................................... 9 1.6.2 Ruang Lingkup Waktu .......................................................... 9 1.6.3 Ruang Lingkup Materi .......................................................... 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................... 10 2.1 Landasan Teori ............................................................................... 10 ix

2.1.1 Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) .......................... 10 2.1.1.1 Pengertian MTBS ...................................................... 10 2.1.1.2 Tujuan MTBS ............................................................ 11 2.1.1.3 Strategi MTBS........................................................... 12 2.1.1.4 Indikator dan Sasaran MTBS .................................... 13 2.1.1.5 Langkah-langkah Pelaksanaan MTBS ...................... 14 2.1.1.6 Praktik MTBS di Puskesmas ..................................... 15 2.1.2 Konsep Puskesmas ............................................................... 16 2.1.2.1 Pengertian Puskesmas ............................................... 16 2.1.2.2 Fungsi Puskesmas ..................................................... 17 2.1.2.3 Prinsip Penyelenggaraan Puskesmas ......................... 18 2.1.2.4 Manajemen Puskesmas ............................................. 19 2.1.3 Faktor Yang Mempengaruhi Implementasi MTBS ............. 20 2.1.3.1 Pengetahuan .............................................................. 20 2.1.3.2 Sikap .......................................................................... 22 2.1.3.3 Motivasi Kerja ........................................................... 23 2.1.3.4 Masa Kerja ................................................................ 25 2.1.3.5 Persepsi Beban Kerja ................................................ 25 2.1.3.6 Ketersediaan Peralatan .............................................. 26 2.1.3.7 Ketersediaan Obat ..................................................... 27 2.1.3.8 Pelatihan .................................................................... 27 2.1.3.9 Kepemimpinan .......................................................... 29 2.1.3.10 Alokasi Dana ........................................................... 30 2.1.3.11 Supervisi .................................................................. 31 2.1.3.12 Evaluasi ................................................................... 31 2.2 Kerangka Teori .............................................................................. 34 BAB III METODE PENELITIAN .............................................................. 35 3.1 Kerangka Konsep ........................................................................... 35 3.2 Variabel Penelitian. ....................................................................... 35 3.2.1 Variabel Bebas ...................................................................... 35 3.2.2 Variabel Terikat..................................................................... 35 x

3.3 Hipotesis Penelitian........................................................................ 36 3.3.1 Hipotesis Mayor .................................................................... 36 3.3.2 Hipotesis Minor..................................................................... 36 3.4 Definisi Operasional dan Skala Pengukuran Variabel ................... 38 3.5 Jenis dan Rancangan Penelitan ...................................................... 43 3.6 Populasi dan Sampel ...................................................................... 43 3.6.1 Populasi ................................................................................. 43 3.6.2 Sampel ................................................................................... 43 3.7 Sumber Data ................................................................................... 45 3.7.1 Data primer............................................................................. 45 3.7.2 Data Sekunder ........................................................................ 45 3.8 Instrumen Penelitian dan Teknik Pengambilan Data ..................... 45 3.8.1 Instrumen Penelitian .............................................................. 45 3.8.2 Teknik Pengambilan Data ...................................................... 50 3.9 Prosedur Penelitian......................................................................... 50 3.9.1 Tahap Pra Penelitian .............................................................. 50 3.9.2 Tahap Penelitian ..................................................................... 51 3.9.3 Tahap Analisis Data ............................................................... 51 3.10 Teknik Analisis Data .................................................................... 51 3.10.1 Pengolahan Data................................................................... 51 3.10.2 Analisis Data ........................................................................ 52 3.10.2.1 Analisis Univariat ................................................... 52 3.10.2.2 Analisis Bivariat ...................................................... 52 BAB IV HASIL PENELITIAN .................................................................... 54 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian .............................................. 54 4.2 Hasil Penelitian .............................................................................. 56 4.2.1 Analisis Univariat ................................................................ 56 4.2.2 Analisis Bivariat .................................................................. 64 BAB V PEMBAHASAN ................................................................................ 79 5.1 Pembahasan .................................................................................... 79

xi

5.1.1 Hubungan Antara Pengetahuan Petugas Pelaksana dengan Implementasi MTBS ............................................................ 79 5.1.2 Hubungan Antara Sikap Petugas Pelaksana dengan Implementasi MTBS ............................................................ 80 5.1.3 Hubungan Antara Motivasi Kerja Petugas Pelaksana dengan Implementasi MTBS ............................................. 81 5.1.4 Hubungan Antara Masa Kerja Petugas Pelaksana dengan Implementasi MTBS ......................................................... 82 5.1.5 Hubungan Antara Persepsi Beban Kerja

Petugas

Pelaksana dengan Implementasi MTBS ............................ 83 5.1.6 Hubungan Antara Ketersediaan Peralatan Penduung dengan Implementasi MTBS ............................................. 83 5.1.7 Hubungan Antara Ketersediaan Obat Pendukung dengan Implementasi MTBS ......................................................... 85 5.1.8 Hubungan Antara Pelatihan Yang Pernah Diikuti dengan Implementasi MTBS ......................................................... 86 5.1.9 Hubungan Antara Kepemimpinan Kepala Puskesmas dngan Implementasi MTBS............................................... 87 5.1.10 Hubungan Antara Alokasi Dana dengan Implementasi MTBS ................................................................................ 88 5.1.11 Hubungan Antara Supervisi Oleh Dinas Kesehatan dengan Implementasi MTBS .......................................... 88 5.1.12 Hubungan Antara Evaluasi Oleh Kepala Puskesmas dengan Implementasi MTBS .......................................... 89 5.2 Kelemhan/Keterbatasan Penelitian................................................. 90 5.2.1 Hambatan Penelitian ............................................................ 90 5.2.2 Kelemahan Penelitian ........................................................... 90 BAB VI SIMPULAN DAN SARAN ............................................................. 92 6.1 Simpulan......................................................................................... 92 6.2 Saran ............................................................................................... 92 6.2.1 Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Banjarnegara .................. 92 xii

6.2.2 Bagi Puskesmas .................................................................... 93 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 94 LAMPIRAN .................................................................................................... 98

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Keaslian Penelitian........................................................................... 7 Tabel 3.1 Definisi Operasional dan Skala Pengukuran Variabel..................... 38 Tabel 3.2 Pedoman untuk Memberikan Interpretasi terhadap Koefisien ......... 53 Tabel 4.1 Struktur Penduduk Kabupaten Banjarnegara Menurut Golongan Umur Tahun 2011-2014 ............................................................... 55 Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Menurut Pengetahuan ..................................... 57 Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Menurut Sikap ................................................ 57 Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Menurut Motivasi Kerja ................................. 58 Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Menurut Masa Kerja ....................................... 59 Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Menurut Persepsi Beban Kerja ....................... 59 Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Menurut Ketersediaan Peralatan..................... 60 Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi Menurut Ketersediaan Obat ............................ 60 Tabel 4.9 Distribusi Frekuensi Menurut Pelatihan .......................................... 61 Tabel 4.10 Distribusi Frekuensi Menurut Kepemimpinan Kepala Puskesmas 62 Tabel 4.11 Distribusi Frekuensi Menurut Alokasi Dana ................................. 62 Tabel 4.12 Distribusi Frekuensi Menurut Supervisi Dinas Kesehatan ............ 63 Tabel 4.13 Distribusi Frekuensi Menurut Evaluasi Kepala Puskesmas ........... 63 Tabel 4.14 Distribusi Frekuensi Menurut Implementasi MTBS ...................... 64 Tabel 4.15 Hubungan Pengetahuan dengan Implementasi MTBS............. 65 xiv

Tabel 4.16 Hubungan Sikap dengan Implementasi MTBS.............................. 66 Tabel 4.17 Hubungan Motivasi Kerja dengan Implementasi MTBS .............. 67 Tabel 4.18 Hubungan Masa Kerja dengan Implementasi MTBS .................. 68 Tabel 4.19 Hubungan Persepsi Beban Kerja dengan Implementasi MTBS .. 69 Tabel 4.20 Hubungan Ketersediaan Peralatan dengan Implementasi MTBS . 70 Tabel 4.21 Hubungan Ketersediaan Obat dengan Implementasi MTBS ........ 71 Tabel 4.22 Hubungan Pelatihan dengan Implementasi MTBS ....................... 72 Tabel 4.23 Hubungan Kepemimpinan Kepala Puskesmas dengan Implementasi MTBS ............................................................................................ 73 Tabel 4.24 Hubungan Alokasi Dana dengan Implementasi MTBS ............... 74 Tabel 4.25 Hubungan Supervisi dengan Implementasi MTBS ....................... 75 Tabel 4.26 Hubungan Evaluasi dengan Implementasi MTBS ........................ 76 Tabel 4.27 Rangkuman Analisis Bivariat ........................................................ 77

xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kerangka Teori................................................................................. 34 Gambar 3.1 Kerangka Konsep.............................................................................. 35

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Tugas Pembimbing.............................................................. 98 Lampiran 2 Surat Uji Validitas dan Reliabilitas dari Fakultas ........................ 99 Lampiran 3 Surat Uji Validitas dan Reliabilitas dari Tempat Uji .................... 100 Lampiran 4 Surat Ijin Penelitian dari Fakultas ................................................ 101 Lampiran 5 Surat Ijin Penelitian dari BAPPEDA Kabupaten Banjarnegara ... 102 Lampiran 6 Surat Ijin Penelitian dari DINKES Kabupaten Banjarnegara ....... 103 Lampiran 7 Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian ............................ 104 Lampiran 8 Permohonan Sebagai Responden Penelitian................................. 105 Lampiran 9 Instrumen Penelitian ..................................................................... 106 Lampiran 10 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ............................................ 117 Lampiran 11 Data Mentah Hasil Penelitian ..................................................... 124 Lampiran 12 Hasil Output Analisis Data Penelitian ........................................ 142 Lampiran 13 Dokumentasi Penelitian .............................................................. 161

xvii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Balita adalah anak usia dibawah lima tahun yang berumur 0 – 4 tahun 11 bulan, masa balita merupakan periode penting dalam proses tumbuh kembang manusia. Perkembangan dan pertumbuhan di masa balita menjadi penentu perkembangan anak diperiode selanjutnya. Balita akan menjadi penentu masa depan suatu bangsa dan mempengaruhi kualitas sumber daya manusia baik dari fisik, psikis maupun intelegensi, sehingga kesehatannya menjadi sangat penting untuk diperhatikan .Lebih dari 12

juta anak di negara berkembang setiap

tahunnya meninggal sebelum usia lima tahun.(Depkes RI,2008) Pada umumnya angka kematian balita dapat ditangani dengan perawatan yang baik, sehingga perlu diselenggarakan upaya intervensi yang sistematis dan efektif

untuk menurunkan angka kematian balita melalui Manajemen Terpadu

Balita Sakit. Tahun 1992 WHO mengembangkan cara yang cukup efektif serta dapat dikerjakan untuk mencegah sebagian besar penyebab kematian bayi dan balita melalui program “Integrated Management of Childhood Illness (IMCI)” atau dikenal sebagai program Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) .WHO dan UNICEF memperkenalkan satu set pedoman terpadu yang menjelaskan secara dini penanganan penyakit-penyakit tersebut. Selanjutnya dikembangkan paket pelatihan untuk melatih proses manajemen terpadu balita sakit kepada tenaga kesehatan yang bertugas menangani anak sakit. Metode ini dikenal dengan Manajemen Terpadu Balita Sakit . (Depkes RI,2008) 1

2

MTBS merupakan pedoman terpadu yang menjelaskan secara rincian penanganan penyakit yang banyak terjadi pada balita. Penanganan yang dilakukan meliputi upaya kuratif terhadap penyakit pneumonia, diare, campak, malaria, infeksi telinga, malnutrisi, dan upaya promotif serta preventif yang meliputi imunisasi, pemberian vitamin A, dan konseling pemberian makan yang bertujuan untuk menurunkan angka kematian balita dan menekan morbiditas penyakit. (Depkes RI, 2008). Menurut World Health Organization (WHO), bila tatalaksana ini dilakukan dengan baik, akan mampu mencegah kematian balita akibat infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) hingga sebesar 60-80%, dan mencegah kematian akibat diare sebesar 90%. Penerapan MTBS akan efektif jika ibu/ keluarga segera membawa balita sakit ke petugas kesehatan yang terlatih serta mendapatkan pengobatan yang tepat. Oleh karena itu, pesan mengenai kapan ibu perlu mencari pertolongan bila anak sakit merupakan bagian yang penting dalam MTBS (Depkes RI, 2008). Berdasarkan

permenkes

RI

No.70

tahun

2013,

MTBS

juga

diselenggarakan dengan berbasis masyarakat, yaitu pendekatan pelayanan kesehatan bayi dan anak balita terintegrasi dengan melibatkan masyarakat sesuai standar Managemen Terpadu Balita Sakit (MTBS).Tujuan penyelenggaraannya yaitu untuk meningkatkan akses pelayanan balita sakit di tingkat masyarakat pada daerah yang sulit akses terhadap pelayanan kesehatan. Di Indonesia menurut laporan United Nations Children’s Fund ( UNICEF ) (2013) jumlah kematian balita setiap tahun turun dari estimasi 12,6 juta pada

3

tahun 1990 menjadi sekitar 6,6 juta pada tahun 2012, namun angka ini masih cukup tinggi. Angka kematian balita Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 sebesar 11,85/1.000 kelahiran hidup, dengan wilayah tertinggi kedua yaitu Kabupaten Banjarnegara dengan jumlah 19.5 per 1000 kelahiran hidup. Tahun 2014 angka kematian balita Provinsi Jawa Tengah yaitu 11.54% menurun dari tahun 2013 yaitu 11,80%. (Dinkes Provinsi Jawa Tengah, 2015). Sedangkan angka kematian balita di Kabupaten Banjarnegara tahun 2014 yaitu 13.90 per 1000 kelahiran hidup. Angka tersebut menurun dari tahun sebelumnya tetapi masih cukup jauh dari target SPM (Standar Pelayanan Minimum) bidang kesehatan Kabupaten Banjarnegara yaitu 9.8 per 1000 kelahiran hidup. Upaya peningkatan kesehatan bayi dan balita di Indonesia menggunakan indikator yang dapat menjadi ukuran, salah satunya yaitu pelayanan kesehatan anak balita yang dilakukan oleh tenaga kesehatan. Pelayanan kesehatan anak balita yang diberikan antara lain penimbangan berat badan, pengukuran tinggi badan minimal 8 kali setahun, pemberian vitamin A 2 kali setahun, stimulasi deteksi dan intervensi dini tumbuh kembang minimal 2 kali setahun serta pelayanan balita sakit sesuai standar MTBS. (Kemenkes RI, 2013) Di Indonesia cakupan pelayanan kesehatan anak balita tahun 2013 yaitu sebesar 69,75% belum memenuhi target renstra yaitu 83%. Sedangkan di provinsi jawa tengah cakupan pelayanan kesehatan anak balita yaitu sebesar 76,12 % juga belum memenuhi target renstra 83% tahun 2013. Untuk cakupan pelayanan kesehatan anak balita di Kabupaten Banjarnegara berada diurutan kedua terendah di Jawa Tengah yaitu sebesar 46,70% belum memenuhi target renstra 83% dan belum memenuhi target

4

SPM bidang kesehatan Kabupaten Banjarnegara yaitu 100%. ( Kemenkes RI, 2013 ) Puskesmas dikatakan sudah menerapkan MTBS apabila memenuhi kriteria melaksanakan/melakukan pendekatan MTBS

minimal 60% dari jumlah

kunjungan balita sakit di puskesmas tersebut (Depkes RI,2008). Berdasarkan survey pendahuluan didapatkan informasi bahwa pelaksanaan program MTBS di Kabupaten Banjarnegara dimulai tahun 2005, tetapi tahun 2007 hingga 2012 tidak seluruh puskesmas aktif menjalankan MTBS. Cakupan pelaksanaan MTBS tahun 2013 juga masih belum mencapai indikator 60% yaitu sebesar 55%. Sedangkan laporan bulanan hasil pelaksanaan MTBS hanya 41,5% puskesmas yang rutin melapor tahun 2013, dan 55% tahun 2014 ( Dinkes Kabupaten Banjarnegara,2015) Keberhasilan implementasi kegiatan MTBS

memerlukan kemampuan

atau perilaku kerja yang baik dari petugas pelaksana di setiap puskesmas . Perilaku kerja seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor baik dari dalam diri dan juga faktor dari luar. Berdasarkan data diperoleh bahwa cakupan pelaksanaan MTBS tahun 2013 dan 2014 masih belum mencapai indikator 60%, serta ketaatan puskesmas dalam memberikan laporan bulanan hanya 41,5% tahun 2013 dan 55% tahun 2014, sehingga penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai faktor yang mempengaruhi implementasi manajemen terpadu balita sakit pada petugas pelaksana di puskesmas

Kabupaten Banjarnegara, untuk

selanjutnya dapat dilakukan evaluasi agar dapat meningkatan program tersebut agar dapat mencapai target dan membantu menurunkan angka kematian balita

5

agar dapat mencapai target SPM bidang kesehatan di Kabupaten Banjarnegara. 1.2 RUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, dapat dirumuskan suatu permasalahan yaitu, “ Faktor apa saja yang mempengaruhi implementasi kegiatan MTBS pada petugas pelaksana di Puskesmas Kabupaten Banjarnegara ?”. 1.2 TUJUAN PENELITIAN 1.2.1

Tujuan Umum Tujuan umum dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui faktor yang

mempengaruhi

implementasi kegiatan MTBS pada petugas pelaksana di

Puskesmas Kabupaten Banjarnegara. 1.2.2 1.2.2.1

Tujuan Khusus Untuk mengetahui pengaruh faktor pengetahuan petugas MTBS terhadap implementasi MTBS pada petugas pelaksana di Puskesmas Kabupaten Banjarnegara.

1.2.2.2

Untuk mengetahui pengaruh faktor sikap petugas MTBS terhadap implementasi MTBS pada petugas pelaksana di Puskesmas Kabupaten Banjarnegara.

1.2.2.3

Untuk mengetahui pengaruh faktor motivasi kerja petugas MTBS terhadap implementasi MTBS pada petugas pelaksana di Puskesmas Kabupaten Banjarnegara.

1.2.2.4

Untuk mengetahui pengaruh faktor masa

kerja petugas MTBS

6

terhadap implementasi MTBS pada petugas pelaksana di Puskesmas Kabupaten Banjarnegara. 1.2.2.5

Untuk mengetahui pengaruh faktor persepsi beban kerja petugas MTBS terhadap implementasi MTBS pada petugas pelaksana di Puskesmas Kabupaten Banjarnegara

1.2.2.6

Untuk mengetahui pengaruh faktor ketersediaan peralatan pendukung kegiatan MTBS di Puskesmas terhadap implementasi MTBS pada petugas pelaksana di Puskesmas Kabupaten Banjarnegara.

1.2.2.7

Untuk mengetahui pengaruh faktor ketersediaan obat di Puskesmas terhadap implementasi MTBS pada petugas pelaksana di Puskesmas Kabupaten Banjarnegara.

1.2.2.8

Untuk mengetahui pengaruh faktor pelatihan yang pernah diikuti oleh petugas MTBS terhadap implementasi MTBS pada petugas pelaksana di Puskesmas Kabupaten Banjarnegara.

1.2.2.9

Untuk mengetahui pengaruh faktor kepemimpinan kepala puskesmas terhadap implementasi MTBS pada petugas pelaksana di Puskesmas Kabupaten Banjarnegara.

1.2.2.10 Untuk mengetahui pengaruh faktor alokasi dana MTBS dari Dinas Kesehatan terhadap implementasi MTBS pada petugas pelaksana di Puskesmas Kabupaten Banjarnegara. 1.2.2.11 Untuk mengetahui pengaruh faktor supervisi yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan terhadap implementasi MTBS pada petugas pelaksana di Puskesmas Kabupaten Banjarnegara.

7

1.2.2.12 Untuk mengetahui pengaruh faktor evaluasi yang dilakukan oleh kepala puskesmas terhadap implementasi MTBS pada petugas pelaksana di Puskesmas Kabupaten Banjarnegara. 1.3 MANFAAT PENELITIAN 1.3.1

Manfaat bagi Puskesmas Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan acuan guna

meningkatkan kinerja petugas dalam memberikan pelayanan bagi masyarakat dan sebagai bahan acuan untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan terhadap balita sakit. 1.3.2

Manfaat bagi pembaca Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk menambah pengetahuan

pembaca tentang faktor yang mempengaruhi perilaku kerja petugas pelaksana terhadap penerapan MTBS. 1.3.3

Manfaat bagi Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan referensi untuk penelitian

selanjutnya mengenai MTBS di wilayah lain.

8

1.4 KEASLIAN PENELITIAN Tabel 1.1 Keaslian Penelitian No 1

2

Judul Penelitia n Faktor Yang Berhubun gan Dengan Implement asi Manajeme n Terpadu Balita Sakit (Mtbs) Di Puskesmas Di Kota Semarang Tahun 2010

Hubungan Pengetahu an Dan Motivasi Petugas Kesehatan Terhadap Pelaksana an Manajeme n Terpadu Balita Sakit Di Wilayah Kerja Puskesmas Langsa

Nama Peneliti Agita Maris Nurhid ayati

Eva Sulistia ny, Saiful Oetama

Tahun dan Tempat Penelitian 2010, Puskesmas di Kota Semarang

Rancangan Penelitian

Variabel Penelitian

Hasil Penelitian

Cross sectional

Variabel Terikat:pen getahuan,si kap,motiva si,pelatihan ,kepemimpi nan,alat,da na,rapat koordinasi, sistem pencatatan, supervisi,e valuasi Variabel Bebas: Implement asi MTBS

2013, Puskesmas Langsa Lama

Cross sectional

Variabel Terikat: Pengetahua n dan Motivasi Petugas Variabel Bebas: Pelaksaaan MTBS

Ada hubungan antara sikap,pelatih an,kepemim pinan,rapat koordinasi,si stem pencatatan,e valuasi dengan implementas i MTBS, Tidak ada hubungan antara pengetahuan ,motivasi,ala t,dana dengan implementas i MTBS Tidak ada hubungan antara pengetahuan petugas dengan pelaksaan MTBS, Ada hubungan antara motivasi petugas dengan pelaksanaan MTBS

9

Lama Tahun 2013

3

Pengaruh Sri Pengetahu Hastuti an Sikap dan Motivasi Trehadap penatalaks anaan Manajeme n Terpadu Balita Sakit(MT BS) pada Petugas kesehatan di Puskesmas kabupaten Boyolali

2010,Puskes mas Kabupaten Boyolali

Cross sectional

Variabel Terikat : pengetahua n,sikap,mot ivasi petugas Variabel Bebas : Penatalaksa naan MTBS

Ada pengaruh antara pengetahuan , sikap, dan motivasi petugas dengan penatalaksan aan MTBS

Hal yang membedakan penelitian ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya adalah pada variabel bebas yang diteliti . Variabel yang berbeda dengan penelitian terdahulu adalah , ketersediaan obat, masa kerja, dan persepsi beban kerja. 1.6 RUANG LINGKUP PENELITIAN 1.6.1 Ruang Lingkup Tempat Lokasi penelitian dilaksanakan di Puskesmas yang aktif melaksanakan pelayanan MTBS di Kabupaten Banjarnegara.

10

1.6.2

Ruang Lingkup Waktu Pelaksanaan penelitian dilaksanakan pada bulan Maret – April 2016 .

1.6.3

Ruang Lingkup Materi Materi yang dipaparkan adalah materi yang berkenaan dengan bidang Ilmu

Kesehatan

Masyarakat

yang mencakup

tentang Administrasi

Kebijakan

Kesehatan, terkait dengan masalah kebijakan pemerintah mengenai MTBS.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 LANDASAN TEORI 2.1.1 Manajemen Terpadu Balita Sakit ( MTBS ) 2.1.1.1 Pengertian MTBS Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) atau Integrated Management of Childhood Illness (IMCI) adalah pendekatan yang terintegrasi atau terpadu dalam tatalaksana balita sakit dengan fokus pada kesehatan anak usia 0-59 bulan atau balita yang dilaksanakan secara menyeluruh. MTBS merupakan suatu pendekatan atau cara menatalaksana balita sakit. Upaya dalam pendekatan MTBS tergolong lengkap untuk dapat mengantisipasi penyakit-penyakit yang sering menyebabkan kematian balita di Indonesia. Upaya yang dilaksanakan meliputi upaya preventif ( pencegahan penyakit ), perbaikan gizi, upaya promotif ( konseling ), dan upaya kuratif ( pengobatan ) terhadap penyakit dan masalah yang sering terjadi pada balita. ( Depkes RI, 2008 ) Manajemen Terpadu Balita Sakit di Indonesia merupakan bagian dari primary health care atau pelayanan kesehatan primer. Keterkaitan peran dan tanggung jawab antar petugas kesehatan di puskesmas, serta perlunya memahami MTBS dan perannya untuk memperlancar penerapan MTBS. Persiapan yang perlu dilakukan oleh setiap puskesmas yang akan mulai menerapkan MTBS dalam pelayanan pada balita sakit meliputi diseminasi informasi MTBS kepada seluruh petugas puskesmas, rencana penerapan MTBS di puskesmas, rencana penyiapan obat dan alat yang akan digunakan dalam pelayanan MTBS, serta pencatatan dan 10

11

pelaporan hasil pelayanan MTBS di puskesmas. (Depkes RI,2006) MTBS merupakan sistem untuk mengklasifikasikan penyakit dan pemberian pengobatan atau tindakan dengan panduan bagan alur MTBS. Bagan alur MTBS memandu petugas kesehatan untuk mengenali gejala-gejala penyakit balita, mengklasifikasikan penyakit tersebut, dan memberikan pengobatan atau tindakan yang diperlukan. Intervensi inti dari MTBS adalah keterpaduan tatalaksana kasus dari 5 penyebab utama dari kematian balita, antara lain ISPA, diare,

campak,

malaria,

dan

malnutrisi,

serta

kondisi

yang

biasa

mengikutinya.(Depkes RI,2006) 2.1.1.2 Tujuan MTBS MTBS bertujuan untuk mencegah dan mengobati penyakit-penyakit yang banyak terjadi pada balita. Penyakit tersebut adalah penyakit yang menjadi penyebab utama kematian balita antara lain, pneumonia, diare, malaria, campak dan kondisi yang diperberat oleh masalah gizi (malnutrisi dan anemia). Langkah pendekatan pada MTBS adalah dengan menggunakan algoritma sederhana yang digunakan oleh perawat dan bidan untuk mengatasi masalah kesakitan pada balita. Beberapa tujuan pelaksanaan MTBS, antara lain : 1. Menurunkan secara bermakna angka kematian dan kesakitan yang terkait penyakit tersering pada balita. 2. Memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan dan perkembangan kesehatan anak. Menurut data Riskesdas tahun 2007, penyebab kematian perinatal 0 – 7 hari terbanyak adalah gangguan/kelainan pernapasan (35,9 %), prematuritas

12

(32,4 %), sepsis (12,0 %).Kematian neonatal 7– 29 hari disebabkan oleh sepsis (20,5 %), malformasi kongenital (18,1 %) dan pneumonia (15,4 %).Kematian bayi terbanyak karena diare (42 %) dan pneumonia (24 %), penyebab kematian balita disebabkan diare (25,2 %), pneumonia (15,5 %) dan DBD (6,8 %).MTBS bertujuan untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan di unit rawat jalan fasilitas kesehatan dasar, yang pada gilirannya diharapkan mempercepat penurunan angka kematian dan kesakitan bayi dan balita. (Depkes RI,2008) 2.1.1.3 Strategi MTBS MTBS merupakan kombinasi perbaikan tatalaksana balita sakit (kuratif) dengan aspek nutrisi, imunisasi (preventif dan promotif). Penyakit anak dipilih yang merupakan penyebab utama kematian dan kesakitan bayi dan anak balita. Strategi pada MTBS memiliki tiga komponen, meliputi : 1. Komponen I : Meningkatkan ketrampilan petugas kesehatan dalam tatalaksana kasus balita sakit ( selain dokter, petugas kesehatan non dokter juga dapat memeriksa dan menangani pasien dengan catatan sudah dilatih ). Peningkatan keterampilan petugas kesehatan yang dimaksud yaitu antara lain dengan peningkatan standar dan pedoman tatalaksana kasus, peningkatan pelatihan petugas di fasilitas kesehatan primer, peningkatan peran MTBS untuk pemberi pelayanan swasta serta menjaga kompetensi petugas kesehatan yang terlatih. 2. Komponen II : Memperbaiki sistem kesehatan ( terutama di tingkat kabupaten/kota ). Peningkatan sistem kesehatan dapat dilakukan dengan cara perencanaan dan manajemen di tingkat kabupaten/kota, ketersediaan obat

13

MTBS, peningkatan kualitas supervisi, alur rujukan dan pelayanan serta peningkatan sistem informasi kesehatan. 3. Komponen III : Memperbaiki praktik keluarga dan masyarakat dalam perawatan dirumah dan upaya pencarian pertolongan kasus balita sakit (meningkatkan pemberdayaan keluarga dan masyarakat), atau yang dikenal dengan Manajemen Terpadu Balita Sakit Berbasis Masyarakat ( MTBS-M ). Strategi utama dari MTBS adalah pengelolaan masalah penyakit anak di negara berkembang dengan fokus penting pada pencegahan kematian anak. Strategi tersebut meliputi intervensi pada kegiatan preventif dan kuratif dengan tujuan untuk memperbaiki pelayanan di sarana pelayanan kesehatan dan pelayanan rumah. Implementasi MTBS merupakan gabungan antara tatalaksana Manajemen Terpadu Balita Sakit serta pemecahan masalahnya pada tingkat distrik dan sarana pelayanan kesehatan sekitarnya, petugas kesehatan serta anggota masyarakat yang di layani. ( Depkes RI,2006 ) 2.1.1.4 Indikator dan sasaran MTBS Indikator keberhasilan MTBS adalah angka mortalitas dan morbiditas anak balita menurun, juga cakupan neonatal dalam kunjungan rumah meningkat. Sedangkan indikator prioritas MTBS yang digunakan dalam fasilitas pelayanan dasar meliputi keterampilan petugas kesehatan, dukungan sistem kesehatan dalam menjalankan MTBS dan kepuasan ibu balita atau pendamping balita .Sasaran MTBS adalah anak umur 0-5 tahun dan dibagi menjadi dua kelompok sasaran yaitu kelompok usia 1 hari sampai 2 bulan dan kelompok usia 2 bulan sampai 5 tahun (Depkes RI, 2008).

14

2.1.1.5 Langkah-langkah pelaksanaan MTBS Balita sakit dapat ditangani dengan pendekatan MTBS oleh petugas kesehatan yang telah dilatih. Petugas memakai tool

yang disebut algoritma

MTBS untuk melakukan penilaian atau pemeriksaan, yaitu dengan cara : 1. menanyakan kepada orang tua/ wali, apa saja keluhan-keluhan/ masalah anak 2. memeriksa dengan cara 'lihat dan dengar' atau 'lihat dan raba'. 3. mengklasifikasikan semua gejala berdasarkan hasil tanya - jawab dan pemeriksaan. 4. menentukan jenis tindakan/ pengobatan, misalnya anak dengan klasifikasi pneumonia berat atau penyakit sangat berat akan dirujuk ke dokter puskesmas, anak yang imunisasinya belum lengkap akan dilengkapi, anak dengan masalah gizi akan dirujuk ke ruang konsultasi gizi, dst. Tindakan yang dilakukan antara lain yaitu mengajari ibu cara pemberian obat oral di rumah, mengajari ibu cara mengobati infeksi lokal di rumah, menjelaskan kepada ibu tentang aturan-aturan perawatan anak sakit di rumah, seperti aturan penanganan diare di rumah, memberikan konseling bagi ibu misalnya anjuran pemberian makanan selama anak sakit maupun dalam keadaan sehat, serta menasihati ibu kapan harus kembali kepada petugas kesehatan. (Depkes RI,2006) 2.1.1.6 Praktik MTBS di Puskesmas Selain ketrampilan yang harus benar-benar dijaga oleh petugas dan pola perawatan di rumah yang benar oleh ibu balita bagi bayi dan balitanya, program MTBS juga memerlukan persiapan untuk penerapannya di Puskesmas.Penerapan

15

kegiatan MTBS di Puskesmas meliputi : 1. Diseminasi informasi mengenai MTBS kepada seluruh petugas puskesmas 2. Persiapan penilaian dan penyiapan logistik, obat-obat dan alat yang diperlukan dalam pemberian pelayanan 3. Persiapan / pengadaan formulir 4. Persiapan dan penilaian serta pengamatan terhadap alur pelayanan, sejak penderita datang, mendapatkan pelayanan hingga konseling serta 5. Melaksanakan pengaturan dan penyesuaian dalam pemberian pelayanan. 6. Melaksanakan pencatatan dan pelaporan hasil pelayanan dan penerapan pencatatan dan pelaporan untuk pelayanan di Puskesmas, Puskesmas Pembantu dan Pondok Bersalin Desa/ PKD. 7. Penerapan MTBS di puskesmas dilaksanakan secara bertahap disesuaikan dengan keadaan rawat jalan di tiap puskesmas. Di beberapa puskesmas diadakan pemisahan khusus untuk poli MTBS atau poli anak. Khusus penerapan pada bayi muda, penatalaksanaan bayi muda lebih di titik beratkan pada saat petugas kesehatan (pada umumnya bidan di desa) melakukan kunjungan neonatal yaitu 2 kali selama periode neonatal. Kunjungan pertama dilaksanakan pada 7 hari pertama dan kunjungan kedua pada hari 8 - 28 hari. ( Depkes RI,2006 ) Pada pelayanan MTBS di puskesmas, petugas puskesmas ikut berperan dalam menentukan kelancaran dan pelaksanaan langkah-langkah dari MTBS tersebut. Oleh karena itu seluruh petugas puskesmas perlu memahami MTBS dan perannya untuk memperlancar penerapan MTBS. Pada pelaksanaannya, petugas

16

memiliki peran dan tanggung jawab masing-masing dan disesuaikan dengan jumlah kunjungan balita yang sakit dan juga petugas kesehatan yang ada. Untuk dapat melaksanakan peran dan tanggung jawabnya maka, petugas harus mengetahui tentang MTBS tersebut. Hal ini berkaitan dengan perilaku dari petugas tersebut (Depkes RI, 2006). 2.1.2 Konsep Puskesmas 2.1.2.1 Pengertian Puskesmas Puskesmas merupakan salah satu jenis fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama yang memiliki peranan penting dalam sistem kesehatan nasional, khususnya subsistem upaya kesehatan. Berdasarkan Permenkes No.75 tahun 2014 yang dimaksud dengan fasilitas pelayanan kesehatan yaitu suatu tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah dan/atau masyarakat. Sedangkan puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya. Pelayanan

kesehatan

yang

memadai

merupakan

tumpuan

masyarakat.Pelayanan kesehatan adalah salah satu kebutuhan mendasar selain pangan dan juga pendidikan. Pelayanan kesehatan bukan salah monopoli rumah sakit saja.Penduduk Indonesia yang jumlahnya melebihi 200 juta jiwa tidak mungkin harus bergantung dari rumah sakit yang jumlahnya sedikit dan tidak

17

merata penyebarannya. Puskesmas juga merupaakan satu kesatuan organisasi kesehatan fungsional yang merupakan pusat pengembagan kesehatan masyarakat dan membina peran serta masyarakat, disamping memberikan pelayanan secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat di wilayah kerjanya dalam bentuk kegiatan pokok. Kegiatan pokok

yang dilaksanakan oleh setiap puskesmas

berbeda-beda sesuai dengan tenaga dan fasilitas yang dimiliki. ( M.Fais,2009) 2.1.2.2 Fungsi Puskesmas Berdasarkan Permenkes RI No.75 tahun 2014, puskesmas mempunyai tugas melaksanakan kebijakan kesehatan untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya dalam rangka mendukung terwujudnya kecamatan sehat. Dalam melaksanakan tugas tersebut puskesmas menyelenggarakan fungsi yaitu : 1. Penyelenggaraan UKM tingkat pertama di wilayah kerjanya UKM atau Upaya Kesehatan Masyarakat adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah dan menanggulangi timbulnya masalah kesehatan dengan sasaran keluarga, kelompok, dan masyarakat. 2. Penyelenggaraan UKP tingkat pertama di wilayah kerjanya. Upaya Kesehatan Perseorangan atau UKP adalah suatu kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan pelayanan kesehatan yang ditujukan untuk peningkatan, pencegahan, penyembuhan penyakit, pengurangan penderitaan akibat penyakit dan memulihkan kesehatan perseorangan. Puskesmas juga memiliki fungsi lain menurut (M.Fais, 2009 ) yaitu :

18

1. Sebagai pusat pembagunan kesehatan di wilayah kerjaya. 2. Membina peran serta masyarakat di wilayah kerjanya dalam rangka meningkatkan kemampuan untuk hidup sehat. 3. Memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat di wilayah kerjaya. 2.1.2.3 Prinsip Penyelenggaraan Puskesmas Berdasarkan Permenkes RI No.75 tahun 2014, prinsip penyelenggaraan puskesmas meliputi : 1.

Prinsip paradigma sehat, yaitu puskesmas mendorong seluruh pemangku kepentingan untuk berkomitmen dalam upaya mencegah dan mengurangi resiko kesehatan yang dihadapi individu, keluarga, kelompok dan masyarakat.

2.

Prinsip pertanggungjawaban wilayah, yaitu puskesmas menggerakkan danbertanggung jawab terhadap pembangunan kesehatan di wilayahkerjanya.

3.

Prinsip kemandirian masyarakat, yaitu Puskesmas mendorong kemandirian hidup sehat bagi individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat.

4.

Prinsip

Pemerataan,

yaitu

puskesmas

menyelenggarakan

Pelayanan

Kesehatan yang dapat diakses dan terjangkau oleh seluruh masyarakat di wilayah kerjanya secara adil tanpa membedakan status sosial, ekonomi, agama, budaya dan kepercayaan. 5.

Prinsip teknologi tepat guna, yaitu puskesmas menyelenggarakan pelayanan kesehatan dengan memanfaatkan teknologi tepat guna yang sesuai dengan kebutuhan pelayanan, mudah dimanfaatkan dan tidak berdampak buruk bagi lingkungan.

19

6.

Prinsip keterpaduan dan kesinambungan, yaitu Puskesmas mengintegrasikan dan mengoordinasikan penyelenggaraan UKM dan UKP lintas program danlintas sektor serta melaksanakan Sistem Rujukan yang didukung dengan manajemen Puskesmas.

2.1.2.4 Manajemen Puskesmas Manajemen adalah suatu proses khas yang terdiri dari tindakan-tindakan yang dimulai dari penentuan tujuan sampai pengawasan, dimana masing-masing bidang digunakan baik ilmu pengetahuan maupun keahlian yang diikuti berurutan untuk mencapai sasaran yang telah ditetapkan. (Fathoni, 2012). Sedangkan manajemen puskesmas merupakan rangkaian kegiatan yang bekerja secara sistematis untuk menghasilkan keluaran puskesmas yang efektif dan efisien. Rangkaian kegiatan sistematis tersebut dilaksanakan puskesmas dan membentuk fungsi-fungsi manajemen. Terdapat tiga fungsi manajemen puskesmas yang dikenal, yaitu perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, serta pengawasan dan pertanggungjawaban. Seluruh fungsi tersebut harus dilaksanakan secara terkait dan berkesinambungan di puskesmas. (Sulaeman, 2011) Manajemen puskesmas diselenggarakan sebagai proses pencapaian tujuan, penyelarasan tujuan organisasi dengan tujuan pegawai, pengelolaan dan pemberdayaan suber daya puskesmas, pengambilan keputusan, pemecahan masalah, kerjasama, serta pengelolaan lingkungan. Untuk mencapai tujuan puskesmas yang efektif dan efisien pimpinan puskesmas harus melaksanakan fungsi-fungsi manajemen puskesmas secara terorganisasi, berurutan, dan berkesinambungan. Fungsi manajemen yang digunakan diadaptasi dari fungsi

20

manajemen yang dikemukakan oleh Terry, yaitu meliputi Planning (perencanaan), Organizing (pengorganisasian), Actuating (penggerakan pelaksanaan), Controlling ( pengawasan/pembimbingan ), dan Evaluating (penilaian). (Sulaeman, 2011) 2.1.3 Faktor yang Mempengaruhi Implementasi MTBS Keberhasilan pelaksanaan kegiatan MTBS di puskesmas sangat didukung oleh berbagai faktor, salah satunya adalah faktor sumber daya manusia dalam hal ini petugas puskesmas yang bertanggung jawab terhadap pelayanan kesehatan ibu dan anak

khususnya menyangkut kegiatan MTBS. Pelaksanaan MTBS ini

terintegrasi dengan program-program kesehatan dasar lainnya, untuk itu perlu dilakukan

manajemen

sumber

daya

manusia

yang

baik.

Keberhasilan

implementasi MTBS dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, menurut Notoatmodjo(2010) faktor yang mempengaruhi perilaku kerja seseorang yaitu faktor internal ( pengetahuan, persepsi beban kerja, sikap, dan motivasi ) , dan faktor eksternal yang terdiri dari fasilitas (ketersediaan peralatan, ketersediaan obat, dan alokasi dana ), serta faktor lain meliputi masa kerja, pelatihan yang pernah diiukti, kepemimpinan kepala puskessmas , supervisi dari Dinas Kesehatan dan evaluasi oleh Kepala Puskesmas. 2.1.3.1 Pengetahuan Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui, segala sesuatu berkenaan dengan hal tertentu ( Kamus Besar Bahasa Indonesia,2010 ). Menurut Notoatmodjo (2012), pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu obyek. Pengetahuan

21

merupakan doman yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang. Pengetahuan tersebut diperoleh dari pengalaman langsung dan pengalaman orang lain. Pengetahuan yang dimiliki seseorang merupakan awal pemicu dari tingkah laku termasuk tingkah laku dalam bekerja. Pengetahuan yang baik tentang pekerjaan akan membuat seseorang menguasai bidangnya. Pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai intensitas/tingkatan, secara garis besar dapat dibagi dalam 6 tingkatan pengetahuan, yaitu : 1. Tahu (know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa seseorang tahu apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan dan sebagainya. 2. Memahami (comprehension) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan dan menyebutkan. Misalnya dapat menjelaskan mengapa harus makan makanan yang bergizi. 3. Aplikasi (application) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya) misalnya dapat menggunakan prinsip-prinsip siklus pemecahan masalah (problem solvingcycle)

22

di dalam pemecahan masalah kesehatan dari kasus yang diberikan. 4. Analisis (analysis) Analisis merupakan suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitanya satu sama lain. 5. Sintesis (synthesis) Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian dari suatu bentuk keseluruhan yang baru.Misalnya dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkas, dapat menyesuaikan dan sebagainya. 6. Evaluasi (evaluation) Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria yang telah ada. Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden, kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkatan-tingkatan di atas (Notoatmodjo, 2012). 2.1.3.2 Sikap Sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap tidak dapat langsung dilihat tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap

23

belum merupakan suatu tindakan atu aktivitas, tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek. Sikap terdiri dari berbagai tingkatan, yaitu : menerima atau receiving terhadap stimulus, merespons atau responding, menghargai atau valuing, dan bertanggung jawab atau responsible. (Notoatmodjo, 2012). Menurut Allport (1954) sikap terdiri dari tiga komponen pokok, yaitu kepercayaan,ide,dan konsep terhadap suatu obyek, kehidupan emosional terhadap objek serta kecenderungan untuk bertindak. Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau petanyaann responden terhadap suatu obyek. Secara tidak langsung dapat dilaukan dengan pertanyaan - pertanyaan hipotesis, lalu ditanyakan pendapat responden. (Notoatmodjo, 2012). 2.1.3.3 Motivasi kerja Motivasi dapat diartikan sebagai kondisi internal,kejiwaan,dan mental manusia yang mendorong individu untuk berperilaku kerja guna mencapai kepuasan atau mengurangi ketidakseimbangan. Motivasi juga dapat didefinisikan sebagai kesiapan khusus seseorang untuk melakukan atau melanjutkan serangkaian aktivitas yang ditujukan untuk mencapai beberapa sasaran yang telah ditetapkan. Motivasi adalah aktivitas perilaku yang bekerja dalam usaha memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang diinginkan. Motivasi kerja merupakan sesuatu yang berasal dari internal individu yang menimbulkan dorongan atau semangat bekerja keras. Motivasi sangat terkat dengan produktivitas, peningkatan

24

motivasi kerja akan mempengaruhi peningkatan produktivitas dan sebaliknya. (Fahmi,2014 ) Dorongan - dorongan yang ada pada diri seseorang mengarahkan tercapainya tujuan. Dorongan yang paling kuat menghasilkan adanya perilaku, baik berupa aktivitas terarah ke tujuan atau aktivitas tujuan. Suatu motivasi cenderung mengurangi kekutannya manakala tercapainya suatu kepuasan, terhalangnya pencapaian kepuasan, perbedaan kognisi, frustasi, atau karena kekuatan motivasinya bertambah. Motivasi seseorang tergatung pada kekuatan dari motivasi itu sendiri. Dorongan yang menyebabkan mengapa sesorang itu berusaha mencapai tujuannya baik sadar atau tidak sadar. Dorongan ini pula yag menyebabkan seseorang itu berperilaku, yang dapat mengendalikan dan memelihara kegiatan-kegiatan dan yang menetapkan arah umum yang harus ditempuh oleh seseorang tersebut. (Thoha, 2012) Motivasi kerja berperan menggerakan fungsi manajemen yaitu membuat manusia untuk bertindak atau berperilaku dalam cara-cara menggerakan arah tertentu kepada tenaga kerja sampai pada tujuan yang telah ditentukan. Motivasi merupakan daya dorong untuk bergerak, sehingga motivasi dapat dikatakan suatu keadaan yang menggerakan atau mengarahakan seseorang untuk melaksanakan suatu tindakan. Keberhasilan hasil motivasi seseorang dipengaruhi oleh sumber daya yang dimiliki. Pencapaian tujuan motivasi kerja diharapkan menghasilkan efektivitas, produktivitas, dan hasil kerja yang efisiensi baik bagi individu yang bersangkutan maupun bagi organisasi. ( Fathoni,2012 )

25

2.1.3.4 Masa kerja Masa kerja atau yang sering disebut senioritas menunjukan hubungan positif dengan produktifitas pekerjaan. Masa kerja yang diekspresikan sebagai pengalaman kerja menjadi dasar pikiran yang baik terhadap produktifitas karyawan. Perilaku di masa lalu adalah dasar perikiraan paling baik dari perilaku di masa depan, hal ini terkait dengan lama atau konsisten seseorang terhadap pekerjaannya. Semakin lama masa kerja petugas maka semakin terampil petugas tersebut dalam melaksanakan tugasnya karena memiliki banyak pengalaman. Masa kerja yang pendek dan lama memiliki pengaruh terhadap pengalaman seorang karyawan. Semakin lama masa kerja seorang karyawan, maka pengalaman yang dimiliki

juga semakin matang. Dengan pengalaman yang

matang, karyawan dapat melakukan pekerjaan dengan lebih baik dibandingkan karyawan dengan pengalaman yang kurang. (Fahmi,2014 ) 2.1.3.5 Persepsi beban kerja Persepsi didefinisikan sebagai suatu proses kognitif dimana seorang individu memilih, mengorganisasikan dan memberikan arti kepada stimulus lingkungan. Ada beberapa subproses dalam persepsi, pertama yaitu stimulus atau situasi yang hadir, selanjutnya yaitu registrasi, interpretasi, dan umpan balik. Subproses tersebut dapat mempengaruhi persepsi seseorang. Adapun faktor yang dapat mempengaruhi persepsi seseorang yaitu psikologi, keluarga, dan kebudayaan. ( Thoha, 2012 ) Menurut Siagian, sangat sukar memberikan definisi yang pasti tentang persepsi, tetapi persepsi dapat dipahami dengan melihatnya sebagai suatu proses

26

melalui mana seseorang mengorganisasikan dan menginterpretasikan kesan-kesan sensorinya

dalam

lingkungannya.

usahanya

Interpretasi

memberikan seseorang

sesuatu

tersebut

makna

akan

tertentu

pada

berpengaruh

pada

perilakunya dan pada gilirannya menentukan faktor-faktor apa yang dipandangnya sebagai faktor motivasional yang kuat. Seseorang dengan persepsi beban kerja yang baik akan cenderung mempunyai motivasi kerja yang baik. (Faridah, 2009) 2.1.3.6 Ketersediaan peralatan Sarana pendukung pelaksanaan MBTS dalam penelitian yang dilakukan oleh Hidayati di Kabupaten Semarang terbukti

mempengaruhi kejadian

pneumonia pada balita ( Hidayati,2011 ). Peralatan penunjang pemeriksaan balita sakit yang digunakan dalam penerapan MTBS antara lain : timer ISPA atau arloji dengan jarum detik, tensimeter dan manset anak, gelas, sendok, dan teko tempat air matang dan bersih untuk membuat oralit, infuse set dengan wing needles, semprit dan jarum suntik, timbangan bayi, termometer, kasa/ kapas, pipa lambung, alat penumbuk obat, alat pengisap lendir, RDT (Rapid Diagnostic Test) untuk malaria. Peralatan lain yang menunjang pelaksanaan MTBS yaitu : 1. Formulir tatalaksana MTBS yang digunakan dalam pemeriksaan MTBS Penyiapan formulir tatalaksana Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) dan Kartu Nasihat Ibu (KNI) perlu dilakukan untuk memperlancar pelayanan. Formulir tatalaksana MTBS digunakan oleh petugas dalam memberikan pelayanan terhadap balita yang sakit. 2. Kartu Nasihat Ibu (KNI) yang digunakan dalam kegiatan MTBS Kartu Nasehat Ibu (KNI) diberikan dengan tujuan agar ibu/ pengasuh

27

mudah dalam mengingat konseling atau nasehat mengenai cara perawatan anak dan pemberian obat di rumah sesuai dengan yang disampaikan oleh bidan/ petugas kesehatan di puskesmas. (Depkes RI, 2006) 2.1.3.7 Ketersediaan obat Adapun obat-obatan yang digunakan dalam penanganan balita sakit adalah obat yang sudah lazim ada dan telah termasuk dalam Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN). Obat-obat yang diperlukan adalah kotrimoksazol tablet dewasa atau tablet atau sirup, sirup amoksilin atau tablet amoksilin, kaplet ampisilin, kapsul tetrasiklin, tablet asam nalidiksat, tablet klorokuin, tablet primakuin, tablet sulfaduksin pirimetamin (fansidar), tablet kina, diazepam suppositoria, suntikan kloramfenikol, suntikan gentamisin, suntikan penisilin prokain, suntikan ampisilin, suntikan kinin, suntikan fenobarbital, diazepam infeksi (5 mg dan 10 mg), tablet nistatin, tablet parasetamol atau sirup, tetrasiklin atau kloramfenikol salep mata, gentian violet 1% (sebelum digunakan, harus diencerkan menjadi 0,25% atau 0,5% sesuai kebutuhan), sirup besi (sulfat ferosus) atau tablet besi, vitamin A 200.000 IU dan 100.000 IU, tablet pirantel pamoat, aqua bides untuk pelarut, oralit 200cc, cairan infuse: ringer laktat, dextrose 5% NaCl, alkohol 70%, glycerin, povidone iodine. (Depkes RI,2006) 2.1.3.8 Pelatihan Pelatihan merupakan suatu kegiatan peningkatan kemampuan karyawan dalam suatu institusi sehingga akan menghasilkan perubahan perilaku pegawai/karyawan. Perubahan yang dimaksud yaitu berbentuk peningkatan

28

kemampuan dan sasaran atas karyawan yang bersangkutan. Pelatihan dalam pengembangan sumber daya manusia adalah suatu siklus yang harus terjadi secara terus-menerus untuk mengantisipasi perubahan diluar organisasi tersebut ( Notoatmodjo,2010). Program pelatihan dapat mempengaruhi perilaku kerja dalam dua cara. Yang paling jelas adalah dengan langsung memperbaiki keterampilan yang diperlukan untuk karyawan itu agar berhasil menyelesaikan pekerjaannya. Peningkatan kemampuan memperbaiki potensi karyawan itu untuk berkinerja pada tingkat yang lebih tinggi. Apakah potensi tersebut bisa terealisasi sebagian besar merupakan soal motivasi. Manfaat kedua adalah bahwa pelatihan itu meningkatkan keefektifan diri seorang karyawan. Petugas yang baru saja ditunjuk untuk melakukan suatu jenis kegiatan, jarang secara tepat sesuai kebutuhan, mereka harus dilatih agar dapat melaksanakan pekerjaan dengan efektif. Karyawan dengan keefektifan diri yang tinggi mengandung harapan yang kuat mengenai kemampuan mereka untuk sukses berkinerja dalam situasi baru. Tujuan dari dilaksanakannya pelatihan Manajemen Terpadu Balita Sakit ( MTBS ) secara umum adalah mengajarkan proses manajemen kasus kepada perwat, bidan, dokter dan tenaga kesehatan lain yang menangani balita sakit dan bayi muda di fasilitas pelayanan kesehatan dasar. Pelatihan pada petugas MTBS

juga

akan

mempengaruhi pada ketepatan pemberian dosis obat pada balita sakit. Petugas yang mengikuti pelatihan in-service dengan alat bantu kerja dan kunjungan tindak lanjut dengan umpan balik 4-6 minggu setelah pelatihan memiliki ketepatan pemberian dosis yang baik serta memiliki kualitas pelayanan yang baik saat

29

melaksanakan MTBS ( Joseph,et al, 2006). Upaya pelatihan harus dapat memberikan pengalaman belajar yang baik bagi petugas. Pelatihan dapat meyakinan bahwa, : a. Dalam mempelajari sesuatu yang mereka yakini, pasti mengandung manfaat. b. Proses belajar dapat memberikan keterampilan, dan apabila keterampilan tersebut

semakin sering dipraktikkan,

akan

semakin tinggi

tingkat

keterampilannya. c. Keterampilan yang dipraktikkan dengan baik akan mendapat imbalan yang setimpal sebagai umpan balik. d. Imbalan yang diperoleh dapat berasal dari berbagai sumber. Tujuan dari pelatihan ini yaitu dihasilkannya petugas kesehatan yang terampil menangani bayi dan balita sakit dengan menggunakan tatalaksana MTBS. Sasaran utama pelatihan MTBS ini adalah perawat dan bidan, akan tetapi dokter puskesmas pun perlu terlatih MTBS agar dapat melakukan supervisi penerapan MTBS di wilayah kerja puskesmas.( Notoatmodjo,2010 ) 2.1.3.9 Kepemimpinan Kepemimpinan

merupakan

faktor

yang

sangat

penting

dalam

mempengaruhi prestasi kerja organisasi karena kepemimpinan merupakan aktifitas yang utama agar tujuan organisasi tercapai. Kepemimpinan adalah bagaimana mendapat sesuatu yang sudah ditetapkan dalam organisasi dengan memanfaatkan orang lain. Kepemimpinan merupakan suatu ilmu yang mengkaji secara komprehensif tentang bagaimana mengarahkan, mempengaruhi dan mengawasi orang lain untuk mengerjakan tugas sesuai dengan perintah yang

30

direncanakan. ( Fahmi, 2014 ). Seorang manajer yang ingin kepemimpinannya lebih efektif, ia harus mampu : a. Memotivasi dirinya sendiri untuk bekerja dan banyak membaca b. Memiliki kepekaan yang lebih tinggi terhadap permasalahan organisasi. Ia harus selalu merasa ditantang untuk mengatasi hambatan kerja yang dapat menjadi penghalang tercapainya tujuan organisasi yang ia pimpin. c. Menggerakkan (memotivasi) stafnya agar mereka mampu melaksanakan tugas pokok organisasi sesuai dengan kewenangan yang diberikan kepadanya dan tanggung jawab yang melekat pada setiap tugas. Dalam suatu organisasi fungsi dan peran pemimpin dalam mendorong pembentukan organisasi yang diharapkan menjadi dominan. Pada era globalisasi kepemimpinan yang dibutuhkan adalah yang memiliki nilai kompetensi tinggi, dan kompetensi itu bisa diperoleh jika pemimpin tersebut telah memiliki pengalaman dan pengetahuan maksimal. Seorang pemimpin memiliki pengaruh besar dalam mendorong peningkatan kinerja karyawan. Peningkatan kualitas kerja bawahan memiliki pengaruh pada penciptaan kualitas kerja sesuai dengan pengharapan. Seorang pemimpin harus mampu mengarahkan bawahanya untuk memiliki kompetensi dalam bekerja. Dalam menerapkan prosedur MTBS komitmen pemimpin atau kepemimpinan kepala puskesmas dapat berupa perhatian yang diberikan terhadap pelaksanaan implementasi MTBS. Perhatian tersebut dapat diwujudkan melalui pengarahan dan evaluasi MTBS.(Fahmi, 2014) 2.1.3.10 Alokasi dana Tidak ada dana khusus untuk pelaksanaan MTBS di puskesmas, sehingga

31

Dinas Kesehatan Kabupaten, Dinas Kesehatan Provinsi, dan Departemen Kesehatan RI berusaha mengalokasikan dana untuk memenuhi sarana MTBS. Sudah dijelaskan kepada pihak puskesmas bahwa hal tersebut tidak dapat berlangsung terus menerus sehingga diharapkan puskesmas dapat sedikit demi sedikit memenuhi kebutuhan sarana penunjang MTBS. Sarana yang sudah tersedia antara lain tenaga paramedis, dan medis terlatih, alat bantu hitung napas, kartu nasehat ibu, pencatatan formulir serta obat-obatan. (Depkes RI,2008) 2.1.3.11 Supervisi Supervisi dapat merupakan suatu proses pendidikan dan pelatihan berkelanjutan dalam bentuk on the job training. Supervisi harus dilaksanakan pada setiap tingkatan dan di semua pelaksana,karena dimanapun petugas bekerja akan tetap memerlukan bantuan untuk mengatasi masalah dan kesulitan yang mereka temukan. Suatu umpan balik tentang penampilan kerja mereka harus selalu diberikan untuk meningkatkan kinerja petugas. Supervisor harus memantau pengawasan, memahami pengaruh yang berkembang dan menggunakan sumber daya serta wewenang mereka untuk mempromosikan pengawasan dan menghapus hambatan untuk pengawasan ( Alexander,et al, 2010 ). 2.1.3.12 Evaluasi Menurut WHO, evaluasi adalah suatu cara yang sistematis untuk memperbaiki kegiatan-kegiatan yang sedang berjalan sekarang serta untuk meningkatkan perencanaan yang lebih baik dengan menyeleksi secara seksama alternatif-alternatif tindakan yang akan datang. Ini menyangkut analisa yang kritis

32

mengenai berbagai aspek pengembangan dan pelaksanaan suatu program dan kegiatan-kegiatan yang membentuk program itu, relevansinya, rumusannya, efisiensinya dan efektivitasnya, biayanya dan penerimaannya oleh semua pihak yang terlibat. Evaluasi ditujukan untuk megetahui sejauh mana kegiatan pogram berjalan dengan baik dan apakah tujuan program telah tercapai serta faktor apa saja yang perlu mendapat perhatian khusus dan perbaikan untuk pengembangan program selanjutnya. ( Notoatmodjo,2010 ) Pada

umumnya

evaluasi

dilaksanakan

terhadap

program-program

pembangunan kesehatan khususnya evaluasi/ penilaian terhadap pembangunan kesehatan di tingkat kabupaten/ dati II, rumah sakit pemerintah dengan instrumen stratifikasi rumah sakit atau akreditasi rumah sakit swasta serta penilaian terhadap puskesmas dengan instrumen sratifikasi puskesmas.Menurut Mubarak (2009), evaluasi merupakan kegiatan menentukan keberhasilan dalam mencapai tujuan yang sudah ditentukan sebelumnya. Adapun tujuan dari evaluasi antara lain sebagai berikut : 1. Membantu perencanaan di masa yang akan datang. 2. Mengetahui apakah sarana yang tersedia dimanfaatkan dengan sebaik- baiknya. 3. Menentukan kelemahan dan kekuatan daripada program , baik dari segiteknis maupun administratif yang selanjutnya diadakan perbaikan-perbaikan. 4. Membantu menentukan strategi, artinya mengevaluasi apakah cara yang telah dilaksanakan selama ini masih bisa dilanjutkan, atau perlu diganti. 5. Mendapatkan dukungan dari sponsor (pemerintah atau swasta), berupa dukungan moral maupun material.

33

6. Motivator, jika program berhasil , maka akan memberikan kepuasan dan rasa bangga kepada para staf, hingga mendorong mereka bekerja lebih giat lagi. Informasi dari hasil evaluasi dapat memberi kesempatan untuk melakukan analisis lebih lanjut tentang pola pelaksanaan suatu program. Hasilnya dapat dijadikan bahan bagi perencanaan untuk memperbaiki rancangan dasar program baru. Evaluasi juga dapat memberikan pemahaman tentang bagaimana dan mengapa program tertentu berhasil, sedangkan program lain tidak. Dalam implementasi program MTBS di puskesmas, evaluasi dilakukan oleh kepala puskesmas untuk mengetahui bagaimana penerapan program yang dilakukan oleh petugas pelaksana MTBS. ( Notoatmodjo,2010 )

34

2.2 KERANGKA TEORI Faktor Eksternal,

Faktor Internal :

Fasilitas yaitu :  Ketersediaan



Pengetahuan



Persepsi beban

perlatan

kerja

 Ketersediaan obat



Sikap

 Aloksi dana



Motivasi Kerja

Faktor Eksternal :  Kepemimpinan  Supervisi

Perilaku Kerja Petugas MTBS

 Pelatihan yang pernah dikuti  Masa kerja  Evaluasi Implementasi Manajemen Terpadu Balita Sakit ( MTBS ) di Puskesmas

Gambar 2.1 Kerangka Teori Sumber : Depkes RI (2008), Notoatmodjo ( 2010 )

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 KERANGKA KONSEP

Variabel Bebas :            

Pengetahuan Pelatihan yang pernah dikuti Masa kerja Persepsi beban kerja Sikap Motivasi Kerja Kepemimpinan Ketersediaan perlatan Ketersediaan obat Aloksi dana Supervisi Evaluasi

Variabel Terikat : Implementasi Kegiatan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) pada Petugas Pelaksana

Gambar 3.1 Kerangka Konsep 3.2 VARIBEL PENELITIAN 3.2.1 Variabel Bebas Variabel bebas merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahan atau timbulnya variabel terikat ( Sugiyono,2009). Variabel bebas dalam penelitian ini yaitu, pengetahuan, pelatihan yang pernah diikuti, masa kerja, persepsi beban kerja, sikap, motivasi kerja, kepemimpinan, ketersediaan peralatan, ketersediaan obat, alokasi dana, supervisi dan evaluasi. 3.2.2 Variabel Terikat Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi 35

36

akibat karena adanya variabel bebas (Sugiyono,2009). Variabel terikat dalam penelitian ini yaitu implementasi Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) pada petugas pelaksana. 3.3 HIPOTESIS PENELITIAN 3.3.1 Hipotesis Mayor Ada beberapa faktor yang mempengaruhi implementasi Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) pada petugas pelaksana di Puskesmas Kabupaten Banjarnegara. 3.3.2 Hipotesis Minor 3.3.2.1

Faktor

pengetahuan

petugas

MTBS

memiliki

pengaruh

dalam

implementasi MTBS pada petugas pelaksana di Puskesmas Kabupaten Banjarnegara. 3.3.2.2 Faktor sikap petugas MTBS memiliki pengaruh dalam implementasi MTBS pada petugas pelaksana di Puskesmas Kabupaten Banjarnegara. 3.3.2.3 Faktor motivasi petugas MTBS memiliki pengaruh dalam implementasi MTBS pada petugas pelaksana di Puskesmas Kabupaten Banjarnegara. 3.3.2.4 Faktor masa kerja petugas MTBS memiliki pengaruh dalam implementasi MTBS pada petugas pelaksana di Puskesmas Kabupaten Banjarnegara. 3.3.2.5 Faktor persepsi beban kerja petugas MTBS memiliki pengaruh dalam implementasi MTBS pada petugas pelaksana di Puskesmas

Kabupaten

Banjarnegara. 3.3.2.6 Faktor ketersediaan peralatan pendukung kegiatan MTBS memiliki

37

pengaruh dalam implementasi MTBS pada petugas pelaksana di Puskesmas Kabupaten Banjarnegara. 3.3.2.7 Faktor ketersediaan obat memiliki pengaruh dalam implementasi MTBS pada petugas pelaksana di Puskesmas Kabupaten Banjarnegara. 3.3.2.8 Faktor pelatihan yang diikuti petugas MTBS memiliki pengaruh dalam implementasi MTBS pada petugas pelaksana di Puskesmas

Kabupaten

Banjarnegara. 3.3.2.9 Faktor kepemimpinan kepala Puskesmas memiliki pengaruh dalam implementasi MTBS pada petugas pelaksana di Puskesmas Kabupaten Banjarnegara. 3.3.2.10 Faktor

alokasi dana untuk MTBS memiliki pengaruh dalam

implementasi MTBS pada petugas pelaksana di Puskesmas Kabupaten Banjarnegara. 3.3.2.11 Faktor supervisi oleh Dinas Kesehatan

memiliki pengaruh dalam

implementasi MTBS pada petugas pelaksana di Puskesmas Kabupaten Banjarnegara. 3.3.2.12 Faktor evaluasi oleh kepala Puskesmas memiliki pengaruh dalam implementasi MTBS pada petugas pelaksana di Puskesmas Kabupaten Banjarnegara.

38

3.4 DEFINISI OPERASIONAL DAN SKALA PENGUKURAN VARIABEL Tabel 3.1 Definisi Operasional dan Skala Pengukuran Variabel N o

Variabel

Definisi Opersional

1

Pengetahua

Pemahaman

n

petugas kesehatan dalam penatalaksanaa n MTBS, meliputi tujuan MTBS, alur MTBS, klasifikasi dan penilaian MTBS.

Teknik Instrume Pengukura n n Wawancar Kuesione a

r

Kategori

Skala

Ordinal 1.Kurang baik (Nilai <56%) 2.Cukup (Nilai 56%-76% ) 3.Baik (Nilai 76%100%) (Arikunto 2006 dalam A Wawan 2011)

39

2

Sikap

Reaksi atau Wawancar respon petugas dalam a penatalaksanaan MTBS, meliputi sikap petugas terhadap praktik MTBS dan sikap petugas saat penatalaksanaan MTBS.

N o

Variabel

Definisi Opersional

3

Motivasi

Suatu dorongan kerja yang timbul pada diri petugas pemegang program MTBS untuk menerapkan MTBS guna mencapai indikator keberhasilan program MTBS

Kerja

Kuesione r

Teknik Instrume Pengukura n n Wawancar Kuesione a

r

1.Cukup ,j ika total scoring < rerata. 2.Baik, jika total scoring ≥ rerata. (Novitasar i,2014)

Ordinal

Kategori

Skala

Kategori diperoleh dari total scoring jawaban responden kemudian dicari rerata : 1. Rendah : 16-37 2. Sedang: 38-59 3. Tinggi : 60-80 (Azwar, 2008 dalam Agita 2011)

Ordinal

40

4

Masa Kerja

Lama responden

Wawancar

Kuesione

a

r

bekerja sebagai petugas MTB di pusksmas.

N o

Variabel

Definisi Opersional

5

Persepsi

Interpretasi petugas MTBS terhadap keseluruhan tugas dan pekerjaan yang menjadi tanggung jawab di puskesmas.

Beban Kerja

Teknik Instrume Pengukura n n Wawancar Kuesione a

r

1.Sedang, jika masa kerja 1-5 tahun 2.Lama, jika masa kerja lebih dari 5tahun (Carina,A goestin I W, 2013 )

Ordinal

Kategori

Skala

Kategori diperoleh dari total scoring jawaban responden kemudian dicari rerata : 1. Rendah : 0-2 2. Sedang: 3-5 3. Tinggi : 6-8 (Azwar, 2008 dalam Agita 2011)

Ordinal

41

6

Ketersediaa n Peralatan

Seluruh peralatan yang digunakan untuk kegiatan MTBS, yang terdiri atas: formulir MTBS dan Kartu Nasihat ibu, serta logistik (peralatan dan obat yang mendukung dalam kegiatan pemeriksaan.

Wawancar

Kuesione

a

r

Teknik Instrume Pengukura n n Wawancar Kuesione

N o

Variabel

Definisi Opersional

7

Ketersediaa

Seluruh obat

n Obat

yang dibutuhkan untuk mendukug pelaksanaan MTBS di puskesmas.

a

r

1. Tidak Nomina Lengkap, jika skor < l rerata 2. Lengkap, jika skor ≥ rerata (Irianto, 2007 dalam Agita 2011)

Kategori

Skala

1. Tidak Nomina Lengkap, jika skor < l rerata 2. Lengkap, jika skor ≥rerata (Irianto, 2007 dalam Agita 2011)

42

8

9

Pelatihan

Kepemimpi nan

Pelatihan merupakan proses atau cara yang perlu diikuti oleh petugas terlebih dahulu sebelum melaksanakan suatu jenis kegiatan MTBS

Wawancar

Kuesione

a

r

Kemampuan seseorang Kepala Puskesmas untuk memberikan pengaruh kepada perubahan perilaku staffnya baik secara langsung maupun tidak, agar kegiatan organisasi terebut dapat berjalan dengan baik.

Wawancar

Kuesione

a

r

Teknik Instrume Pengukura n n Wawancar Kuesione

N o

Variabel

Definisi Opersional

10

Alokasi

Dana dari Dinas Kesehatan yang digunakan untuk pelaksanaa kegiatan MTBS

Dana

a

r

1. Pernah, jika nilai yang didapatkan dari kuesioner =1 2. Belum Pernah, jika nilai yang didapatkan dari kuesioner =0

Nomina

1.Cukup, jika total scoring jawaban < rerata 2. Baik, jika total coring jawaban ≥ rerata. (Novitasar i,2014)

Ordinal

Kategori

Skala

1. Ada, jika nilai yang didapatkan dari kuesioner =1 2. Tidak ada, jika nilai yang didapatkan dari kuesioner =0

Nomina

l

l

43

11

12

13

Supervisi

Evaluasi

Penatalaksa naan MTBS

Ada tidaknya pembinaan, bimbingan dan pengawasan pro-gram MTBS yang dilakukan oleh Dinkes

Wawancar

Kuesione

a

r

Ada tidaknya penilaian hasil pelaksanaan kegiatan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS)

Wawancar

Kuesione

a

r

Penerapan dan pelaksanaan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) oleh petugas pelaksana di puskesmas.

Wawancar

Kuesione

a

r

1. Rendah, Ordinal jika skor < rerata 2. Tinggi, jika skor ≥rerata (Irianto, 2007 dalam Agita 2011) 1. Rendah, Ordinal jika skor < rerata 2. Tinggi, jika skor ≥rerata (Irianto, 2007 dalam Agita 2011) 1. Rendah, jika skor < rerata. 2. Tinggi, jika skor ≥rerata

Ordinal

(Irianto, 2007 dalam Agita 2011)

3.5 JENIS DAN RANCANGAN PENELITIAN Penelitian ini merupakan jenis penelitian penjelasan ( explanatory research) karena bersifat menjelaskan pengaruh antara variabel-varabel penelitian dengan pengujiaan hipotesis. Pendekatan yang digunakan yatu pendekatan cross

44

sectional atau potong lintang. 3.6 POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN 3.6.1 Populasi Populasi merupakan wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu (Sugiyono,2009). Populasi dalam penelitian ini yaitu seluruh petugas pelaksana MTBS di puskesmas Kabupaten Banjarnegara. 3.6.2 Sampel Sampel merupakan bagian dari jumlah dan karateristik yang dimiliki oleh populasi. Teknik pengambilan sampel menggunakan purposive sampling, yaitu pengambilan sampel dengan pertimbangan tertentu dalam hal ini sampel berkaitan dengan kegiatan MTBS (Sugiyono,2009). Sampel dalam penelitian ini yaitu petugas MTBS di puskesmas yang aktif menjalankan program MTBS di Kabupaten Banjarnegara. Sampel dihitung dengan menggunakan rumus untuk sampel tunggal dengan hipotesis proporsi suatu populasi (Sudigdo, 2006 ) Besar sampel dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

{

√(

(

))

√( (

Keterangan : n

: besar sampel

( )

))

(

(

))}

45

Z1-α/2

: 1,96 (jika α : 5%)

Z1-β

: 1,64 (jika β : 5%)

p1

: Proporsi paparan pada kelompok terpapar (a/a+b)

p2

: Proporsi paparan pada kelompok tidak terpapar (c/c+d)

Berdasarkan rumus diatas, maka besar sampel minimal yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu :

(

√(

{

))

√( (

{

√(

)

√( (

*

(

))

(

(

))}

)

)

(

)}

)

+

Besar sampel minimal yang digunakan dalam penelitian yaitu sejumlah 47. 3.7 SUMBER DATA Sumber data penelitian dalam penelitian ini di dapatkan dari data primer

46

dan data sekunder.

3.7.1 Data Primer Data primer merupakan data yang diperoleh atau dikumpulkan sendiri oleh peneliti dari responden selama penelitian. Data primer diperoleh dari hasil observasi, dokumentasi, dan wawancara secara langsung dengan menggunakan lembar kuesioner . Pengisian kuesioner dilakukan dengan metode wawancara terhadap responden. Kuesioner berisi pertanyaan yang sudah terdapat alternatif jawabannya. 3.7.2 Data Sekunder Data sekunder merupakan data yang diperoleh peneliti dari orang lain yang dalam penelitian ini berasal dari instansi-instansi kesehatan yaitu dari Kementrian Kesehatan, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, dan Dinas Kesehatan Kabupaten Banjarnegara. 3.8 INSTRUMEN PENELITIAN DAN TEKNIK PENGAMBILAN DATA 3.8.1 Instrumen Penelitian . Instrumen penelitian adalah alat-alat yang akan digunakan untuk pengumpulan data. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar kuesioner yang digunakan untuk memperoleh data berdasarkan pertanyaan dan pernyataan mengenai faktor-faktor yang berpengaruh dan menjadi kendala implementasi Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) di Puskesmas di Kabupaten Banjarnegara. Kuesioner dapat digunakan sebagai alat ukur penelitian jika sudah

47

memenuhi syarat validitas dan reliabilitas. Untuk itu kuesioner tersebut harus di uji coba ” trial” lapangan. 1) Validitas Validitas adalah suatu indeks yang menunjukan alat ukur tersebut benarbenar mengukur apa yang diukur. Kuesioner diujikan pada petugas pemegang program MTBS di 8

Puskesmas yang berada di wilayah Kabupaten

Magelang,yaitu Puskesmas Secang I, Pusskesmas Secang II, Puskesmas Mertoyudan I, Puskesmas Kota Mungkid, Puskesmas Mungkid, Puskesmas Muntilan II, Puskesmas Bandongan, dan Puskesmas Kaliangkrik dimana di wilayah kerja tersebut memiliki karakteristik yang sama dengan wilayah Kabupaten Banjarnegara yaitu memiliki angka kematian balita yang hampir sama sebesar 13.88% tahun 2014. Uji validitas yang digunakan yaitu korelasi pearson product moment sehingga akan diperoleh koefisien korelasi atau r hitung pada setiap soal per variabel. Instrumen atau soal dinyatakan valid, jika koefisien korelasi atau r hitung lebih besar dari r tabel. (Sugiyono,2009) Pengujian validitas instrumen pada penelitian ini menggunakan program SPSS versi 16.00, dimana hasil akhirnya (r hitung) dibandingkan dengan nilai r tabel product moment pearson, dimana untuk uji validitas dengan N = 24 dan taraf signifikansi 5% diketahui bahwa nilai r tabel = 0,404. Jika r hitung > r tabel = 0,404, maka butir atau variabel pertanyaan tersebut dinyatakan valid. Dari hasil perhitungan uji validitas seluruh jumlah soal yang berjumlah 58 butir soal, yang terdiri dari 9 butir soal untuk variabel pengetahuan petugas, 8 butir soal untuk variabel sikap petugas, 13 butir soal untu variabel motivasi kerja

48

petugas, 1 butir soal untuk variabel masa kerja petugas, 5 butir soal untuk variabel persepsi beban kerja petugas, 5 butir soal untuk variabel ketersediaan peralatan dan obat, 2 butir soal untuk variabel pelatihan MTBS yang diikuti oleh petugas, 7 butir soal untuk variabel kepemimpinan kepala puskesmas, 1 butir soal untuk variabel alokasi dana, 2 butir soal untuk variabel supervisi oleh Dias Kesehatan , 2 butir soal untuk variabel evaluasi oleh Kepala Puskesmas, 3 butir soal untuk variabel implementasi MTBS. Uji validitas dan reliabilitas yang dilakukan melalui program SPSS versi 16.00 diperoleh hasil 53 butir soal dinyatakan valid, dan 5 butir soal tidak valid Soal yang tidak valid terdiri dari 1 butir soal untuk variabel pengetahuan petugas, 2 butir soal utuk variabel sikap petugas, 1 butir soal untuk variabel motivasi kerja petugas dan 1 butir soal untuk variabel kepemimpinan Kepala Puskemas. Sehingga dilakukan uji validitas kembali yaitu dengan menghilangkan 5 butir soal yang tidak valid tersebut, dan dilakukan perhitungan uji validitas terhadap 53 butir soal kembali. Berdasarkan hasil perhitungan uji validitas dari 53 butir soal tersebut dengan menggunakan program SPSS versi 16.00, maka diperoleh koefisien korelasi (rxy ) atau r hitung untuk variabel pengetahuan petugas pada butir soal no.1 = 0,407, soal no.2 = 0,602, soal no.3 = 0,589, soal no.4 = 0,506, soal no.5 = 0,539, soal no.6= 0,411, soal no.7 = 0,548, soal no.8 = 0,555. Pada variabel sikap petugas diperoleh koefisien korelasi (r hitung) untuk butir soal no.1 = 0,723, soal no.2 = 0,664, soal no.3 = 0,747, soal no.4 = 0,468, soal no.5 = 0,443, dan soal no.6 = 0,739. Pada variabel motivasi kerja petugas diperoleh koefisien korelasi (r hitung) untuk butir soal no.1 = 0,525, dan soal no.2 = 0,611. soal no.3 =

49

0,610, soal no.4 = 0,507, soal no.5 = 0,610, soal no.6 = 0,545, soal no.7 = 0,610, soal no.8 = 0,565, soal no.9 = 0,685, dan soal no.10 = 0,612, soal no.11 = 0,727, soal no.12 = 0,431. Pada variabel masa kerja petugas diperoleh koefisien korelasi (r hitung) untuk butir soal no.1 = 0,612. Pada variabel persepsi beban kerja petugas diperoleh koefisien korelasi (r hitung) untuk buti soal no.1 = 0,628, soal no.2 = 0,579, soal no.3 = 0,600, soal no.4 = 0,500, dan soal no.5 = 0,646. Pada variabel ketersediaan peralatan MTBS diperoleh koefisien korelasi (r hitung) untuk butir soal no.1 = 0,541, soal no.2 = 0,683, dan soal no.3 = 0,541. Pada variabel ketersediaan obat untuk pelaksanaan

MTBS diperoleh

koefisien korelasi (r hitung) untuk butir soal no.1 = 0,541, dan soal no.2 = 0,635. Pada variabel pelatihan yang pernah diikuti petugas MTBS diperoleh koefisien korelasi (r hitung) untuk butir soal no.1 = 0,426 dan soal no.2 = 0,426. Pada variabel kepemimpinan kepala puskesmas diperoleh koefisien korelasi (r hitung) untuk butir soal no.1 = 0,633, soal no.2 = 0,682, soal no.3 = 0,410, soal no.4 = 0,648, soal no.5 = 0,560, dan soal no.6 = 0,465. Pada variabel alokasi dana dari Dinas Kesehatan diperoleh koefisien korelasi (r hitung) untuk butir soal no.1 = 0,698. Pada variabel pelaksanaan supervisi MTBS oleh Dinas Kesehatan diperoleh koefisien korelasi (r hitung) untuk butir soal no.1 = 0,548, dan soal no.2 = 0,509. Pada variabel pelaksanaan evaluasi MTBS oleh kepala puskesmas terhadap pelaksanaan MTBS diperoleh koefisien korelasi (r hitung) untuk butir soal no.1 = 0,413, dan soal no.2 = 0,547. Pada variabel implementasi MTBS diperoleh koefisien korelasi (r hitung) untuk butir soal no.1 = 0,788, soal no.2 = 0,884, dan soal no.3 = 0,748. Sehingga semua butir soal yang berjumlah 54

50

pertanyaan dinyatakan valid, karena koefisien korelasi (r xy ) atau r hitung lebih besar dari r tabel = 0,404. 2) Reliabilitas Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan . Hal ini berarti menunjukkan sejauh mana hasil pengukuran itu tetap konsisten bila dilakukan pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama, dengan menggunakan alat ukur yang sama. Seperti halnya dengan uji validitas, untuk mengetahui apakah instrumen penelitian ini reliabel atau tidak maka digunakan program komputer. Adapun tolak

ukur

untuk

mempresentasikan

derajat

reliabilitas

adalah

dengan

menggunakan metode Alpha Cronbach. Apabila pengujian reliabilitas dengan metode Alpha, maka nilai r hitung diwakili oleh Alpha. Jika Alpha hitung lebih besar daripada r tabel dan Alpha hitung bernilai positif, maka instrumen penelitian tersebut dinyatakan reliabel. Berdasarkan hasil uji validitas dan reliabiitas 53 pertanyaan diperoleh nilai Alpha (r hitung) pada variabel pengetahuan petugas sebesar 0,812, pada variabel sikap petugas sebesar 0,841, pada variabel motivasi kerja petugas sebesar 0,883, pada variabel masa kerj sebesar 0,756, pada variabel persepsi beban kerja petugas sebesar 0,804, pada variabel ketersedian peralatan dan obat sebesar 0,791, pada variabel pelatihan sebesar 0,542, pada variabel kepemimpinan Kepala Puskesmas sebesar 0,805, pada variabel alokasi dana sebesar 0,820, pada variabel supervisi dan evaluasi sebesar 0,716 dan pada variabel implementasi sebesar 0,896. Nilai Alpha (r hitung) seluruh variabel yang terdiri dari 53 pertanyaan

51

lebih besar dari r tabel ( 0,404 ) sehingga kuesioner dinyatakan reliabel. 3.8.2 Teknik Pengambilan Data Teknik pengambilan data yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu : 1. Wawancara Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara dengan menggunakan lembar kuesioner yang berisi pertanyaan atau pernyataan yang berhubungan dengan variabel penelitian yang harus dijawab responden. 2. Dokumentasi Dokumentasi dalam penelitian ini digunakan untuk mencari data pendukung dari kegiatan penelitian yang berupa visual, yaitu : foto kegiatan penelitian. 3.9 PROSEDUR PENELITIAN Dalam penelitian ini menggunakan langkah-langkah sebagai berikut : 3.9.1 Tahap Pra Penelitian 1. Memilih masalah yang akan diteliti berbasiskan data 2. Mengurus perijinan dan melaksanakan studi pendahulun ke lapangan 3. Menyusun rancangan penelitian 4. Melakukan uji coba kuesioner 3.9.2 Tahap Penelitian 1. Memahami latar penelitian dan persiapan diri 2. Memasuki lapangan dan melaksanakan penelitian yaitu dengan mewawancarai responden sesuai dengan kuesioner yang telah dibuat.

52

3.9.3 Tahap Analisis data Melakukan analisis data dari hasil penelitian yang telah dilakukan dan penyusunan laporan. 3.10 TEKNIK ANALISIS DATA 3.10.1 Pengolahan Data Pengolahan data dilakukan dengn langkah sebagai berikut : 1. Editing Jawaban yang telah diberi kode dilakukan pengecekan ulang terhadap jawaban responden, apabila ada kesalahan maka jawaban tersebut harus dicek ulang pada responden. 2. Koding Jawaban responden yang diperoleh melalui wawancara dengan kuesioner, selanjutnya diberi kode untuk memudahkan pengolahan data. 3. Entry Data Kegiatan memasukan data dengan menggunakan program computer. 4. Tabulasi Kegiatan mengelompokkan data sesuai dengan variabel yang akan diteliti guna memudahkan analisis data. Tabulasi data yang dilakukan meliputi variabel faktor yang berhubungan dengan implementasi Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS). 5. Penyajian data dalam bentuk tabel ditribusi frekuensi dan deskriptif. 3.10.2 Analisis Data

53

3.10.2.1 Analisis Univariat Analisis univariat digunakan untuk mendeskripsikan setiap variabel penelitian dalam bentuk tabel untuk memberikan gambaran umum hasil penelitian mengenai faktor yang mempengaruhi implementasi MTBS pada petugas pelaksana di puskesmas Kabupaten Banjarnegara. 3.10.2.2 Analisis Bivariat Analisis ini digunakan untuk menganalisis data sampel dan hasilnya akan digeneralisasikan dalam populasi. Analisis melalui variabel-variabel yang diteliti dengan melihat pengaruh antara satu variabel bebas dan terikat. Analisis menggunakan uji statistic chi-square, bila tidak memenuhi syarat uji chi-square maka menggunakan uji fisher. Dasar pengambilan keputusan yang dipakai

adalah

berdasarkan

probabilitas.

Adapun

kriteria

hubungan

berdasarkan nilai p value (probabilitas) yang dihasilkan dibandingkan dengan nilai kemaknaan, sebagai berikut : 1.

Jika

p

<

0,05

=

Ho

ditolak,

artinya

kedua

variabel

“ada

pengaruh/hubungan”. 2. Jika p ≥ 0,05 = Ho diterima, artinya kedua variabel “tidak ada pengaruh/ hubungan”. Sedangkan untuk mengetahui besarnya hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat, maka dipakai koefisien korelasi yang dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 3.2 Pedoman untuk Memberikan Interpretasi terhadap Koefisien Interval Koefisien

Tingkat Hubungan

54

0,00-0,199

Sangat Lemah

0,20-0,399

Lemah

0,40-0,599

Sedang

0,60-0,799

Kuat

0,80-1,000

Sangat Kuat

Sumber : Sugiyono, 2009 :18

BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Kabupaten Banjarnegara secara astronomi terletak diantara 7º.12’-7º.31’ Lintang Selatan dan 109º.29’-109º.45’.50” Bujur Timur. Dibatasi oleh 4 kabupaten di sebelah utara Kabupaten Pekalongan dan Kabupaten Batang, sebelah timur Kabupaten Wonosobo, sebelah selatan Kabupaten Kebumen, dan sebelah barat Kabupaten Purbalingga dan Kabupaten Banyumas. Kabupaten Banjarnegara terletak pada jarak 120 km ke arah barat dari Ibu Kota Propinsi. Dengan luas wilayah kurang lebih 1,069.71 Km2 atau 106.970,997 Ha atau sekitar 3,29% dari luas wilayah Propinsi Jawa Tengah (3,25 juta Ha). Secara administratif Kabupaten Banjarnegara terbagi dalam 20 kecamatan, 266 desa, dan 12 kelurahan. Daerah yang terluas adalah Kecamatan Punggelan dengan luas 108,84 Km2 atau sekitar 10,1% dari luas total wilayah kerja Banjarnegara. Sedangkan Kecamatan Purworejo Klampok merupakan wilayah paling kecil yaitu hanya seluas 21.87 Km2 atau sekitar 1,6%. Berdasarkan bentuk tata alam dan penyebaran geografis digolongkan menjadi daerah relief bergelombang dan curam pada bagian utara, relief datar pada bagian tengah, dan relief curam pada bagian selatan. Jumlah penduduk di Kabupaten Banjarnegara berdasarkan rekapitulasi data

tahun 2014 adalah 1.006.832 jiwa, meningkat 1,26% dari tahun 2013.

Seiring naiknya jumlah penduduk, jumlah rumah tangga juga mengalami kenaikan pada tahun 2013 sebesar 264.527 menjadi 265.121 tahun 2014. Distribusi 54

55

penduduk menurut jenis kelamin dan umur di Kabupaten Banjarnegara tahun 2014, dengan jumlah penduduk total sebesar 1.006.852 jiwa, terdiri dari 505.876 laki-laki dan 500.956 perempuan. Struktur penduduk Kabupaten Banjarnegara menurut golongan umur tahun 2011-2014 dapat dilihat dalam tabel 4.1 sebagai berikut : Tabel 4.1 Struktur Penduduk Kabupaten Banjarnegara Menurut Golongan Umur Tahun 2011-2014 Golongan Umur (Th

Tahun 2011

Tahun 2012

Tahun 2013

Tahun 2014

<1

16.151

16.358

16.314

16.182

1–4

58.823

39.143

66.449

64.248

5 – 14

181.901

178.573

183. 052

169.306

15 – 44

455.391

429.522

414.832

428.580

45 – 64

211.380

220.735

226.195

241.258

65 ke atas

62.709

71.578

87.395

87.258

Total

987.355

980.298

994.237

1.006.832

Berdasarkan tabel dapat diketahui bahwa jumlah penduduk menurut kelompok umur dibawah 15 tahun menurun dari tahun sebelumnya, kelompok umur produktif yaitu 15 tahun – 44 tahun dan 45 tahun – 64 tahun mengalami peningkatan, sedangkan penduduk dengan umur lebih dari 65 tahun mengalami penurunan. Kepadatan penduduk di Kabupaten Banjarnegara tahun 2014 sebesar

56

941,23/km2. Angka tersebut mengalami kenaikan jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya yaitu kepadatan penduduk 929,42/km2. Dinas Kabupaten Banjarnegara memiliki wilayah kerja puskesmas dengan jumlah 35 puskesmas. Sedangkan untuk

lokasi penelitian

berjumlah 16

puskesmas. Puskesmas yang menjadi lokasi penelitian terdiri dari Puskesmas Susukan I, Puskesmas Klampok I, Puskesmas Mandiraja I, Puskesmas Purwanegara I, Puskesmas Purwanegara II, Puskesmas Bawang I, Puskesmas Banjarnegara I, Puskesmas Banjaregara II, Puskesmas Punggelan I, Puskesmas Rakit I, Puskesmas Rakit II, Puskemas Wanadadi I, Puskesmas Wanadadi II, Puskesmas Bajarmangu I, Puskesmas Madukara I, dan Puskesmas Madukara II. Responden dalam penelitian ini adalah petugas pelaksana

program

Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS). Petugas pelaksana MTBS dalam satu puskesmas diambil tiga orang petugas dan satu puskesmas dengan dua orang petugas, sehingga berjumlah 47 orang petugas pelaksana program Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS). 4.2 Hasil Penelitian 4.2.1 Analisis Univariat Analisis univariat bertujuan untuk mengetahui gambaran distribusi frekuensi dan presentase dari masing-masing variabel. Analisis univariat dilakukan terhadap tiap variabel-variabel yang meliputi pengetahuan, pelatihan yang pernah diikuti, masa kerja, persepsi beban kerja, sikap, motivasi kerja, kepemimpinan, ketersediaan peralatan, ketersediaan obat, alokasi dana, supervisi, evaluasi, dan implementasi MTBS.

57

4.2.1.1 Pengetahuan Petugas Pelaksana MTBS Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada 47 responden, maka dapat diperoleh distribusi data pengetahuan petugas tentang Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) yang dapat dilihat pada tabel 4.2 berikut ini : Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Menurut Pengetahuan No

Pengetahuan

Frekuensi

Presentase (%)

1 2

Cukup Baik

8 39

17 83

Jumlah

47

100

Berdasarkan tabel 4.2 yang dikelompokkan menurut pengetahuan petugas pelaksana MTBS menunjukan jumlah responden yang memiliki tingkat pengetahuan cukup sejumlah 8 orang (17%) dan responden yang memiliki tingkat pengetahuan baik sejumlah 39 orang (83%). 4.2.1.2 Sikap Petugas Pelaksana MTBS Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada 47 responden, maka dapat diperoleh distribusi data sikap petugas yang dapat dilihat pada tabel 4.3 berikut ini : Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Menurut Sikap No

Sikap

Frekuensi

Presentase (%)

1 2

Cukup Baik

28 19

59.6 40.4

Jumlah

47

100

58

Berdasarkan tabel 4.3 yang dikelompokkan menurut sikap petugas pelaksana MTBS menunjukan jumlah responden yang memiliki sikap dengan kategori cukup sejumlah 28 orang (59.6%) dan responden yag memiliki sikap dengan kategori baikbaik sejumlah 19 orang (40.4%) 4.2.1.3 Motivasi Kerja Petugas Pelaksana MTBS Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada 47 responden, maka dapat diperoleh distribusi data motivasi kerja petugas yang dapat dilihat pada tabel 4.4 berikut ini : Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Menurut Motivasi Kerja No

Motivasi Kerja

Frekuensi

Presentase (%)

1 2

Sedang Tinggi

1 46

2.1 97.9

Jumlah

47

100

Berdasarkan tabel 4.4 yang dikelompokkan menurut motivasi kerja petugas pelaksana MTBS menunjukan jumlah responden yang memiliki motivasi kerja dengan kategori sedang sejumlah 1 orang (2.1%) dan responden yang memiliki motivasi kerja dengan kategori tinggi sejumlah 46 orang (97.9%). 4.2.1.4 Masa kerja Petugas Pelaksana MTBS Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada 47 responden, maka dapat diperoleh distribusi data

masa

kerja petugas pelaksana kegiatan

Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) di puskesmas Kabupaten Banjarnegara yang dapat dilihat pada tabel 4.5 berikut ini :

59

Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Menurut Masa Kerja No

Masa Kerja

Frekuensi

Presentase (%)

1 2

Sedang Lama

26 21

55.3 44.7

Jumlah

47

100

Berdasarkan tabel 4.5 yang dikelompokkan menurut masa kerja petugas pelaksana MTBS menunjukan jumlah responden yang memiliki masa kerja sedang sejumlah 26 orang (55.3%) dan responden yag memiliki masa kerja lama sejumlah 21 orang (44.7%). 4.2.1.5 Persepsi Beban Kerja Pelaksana MTBS Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada 47 responden, maka dapat diperoleh distribusi data persepsi beban kerja petugas yang dapat dilihat pada tabel 4.6 berikut ini : Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Menurut Persepsi Beban Kerja No 1 2

Persepsi Beban Kerja Tinggi Rendah Jumlah

Frekuensi

Presentase (%)

20 27

42.6 57.4

47

100

Berdasarkan tabel 4.6 yang dikelompokkan menurut persepsi beban kerja petugas pelaksana MTBS menunjukan jumlah responden yang memiliki persepsi beban kerja tinggi sejumlah 20 orang (42.6%) dan responden yang memiliki persepsi beban kerja rendah sejumlah 27 orang (57.4%).

60

4.1.2.6 Ketersediaan Peralatan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada 47 responden, maka dapat diperoleh distribusi data ketersediaan peralatan pendukung pelaksanaan MTBS yang dapat dilihat pada tabel 4.7 berikut ini : Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Menurut Ketersediaan Peralatan No 1 2

Ketersediaan Peralatan Tidak Lengkap Lengkap Jumlah Berdasarkan tabel 4.7

Frekuensi

Presentase (%)

12 35

25.5 74.5

47

100

yang dikelompokkan menurut ketersediaan

peralatan pendukung pelaksanaan MTBS menunjukan jumlah responden yang menyatakan ketersediaan peralatan tidak lengkap di puskesmas tempat bekerja sejumlah 12 orang (25.2%) dan responden yang menyatakan ketersediaan peralatan di puskesmas tempat bekerja lengkap sejumlah 35 orang (74.5%). 4.1.2.7 Ketersediaan Obat Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada 47 responden, maka dapat diperoleh distribusi data ketersediaan obat pendukung pelaksanaan MTBS yang dapat dilihat pada tabel 4.8 berikut ini : Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi Menurut Ketersediaan Obat No

Ketersediaan Obat

Frekuensi

Presentase (%)

1 2

Tidak Lengkap Lengkap

26 21

55.3 44.7

Jumlah

47

100

Berdasarkan tabel 4.8 yang dikelompokkan menurut ketersediaan obat

61

pendukung pelaksanaan MTBS menunjukan jumlah responden yang menyatakan ketersediaan obat tidak lengkap di puskesmas tempat bekerja sejumlah 26 orang (55.3%) dan responden yang menyatakan ketersediaan obat di puskesmas tempat bekerja lengkap sejumlah 21 orang (44.7%). 4.1.2.8 Pelatihan yang pernah dikuti petugas MTBS Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada 47 responden, maka dapat diperoleh distribusi data keikutsertaan pelatihan MTBS oleh petugas yang dapat dilihat pada tabel 4.9 berikut ini : Tabel 4.9 Distribusi Frekuensi Menurut Pelatihan No

Pelatihan

Frekuensi

Presentase (%)

1 2

Belum Pernah Pernah

30 17

63.8 36.2

Jumlah

47

100

Berdasarkan tabel 4.9 yang dikelompokkan menurut pernah tidaknya mengikuti pelatihan tentang MTBS menunjukan jumlah responden yang belum pernah mengikuti pelatihan sejumlah 3 orang (63.8%) dan responden yang pernah mengikuti pelatihan sejumlah 17 orang (36.2%). 4.1.2.9 Kepemimpinan Kepala Puskesmas Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada 47 responden, maka dapat diperoleh distribusi data kepemimpinan Kepala Puskesmas di masing masing puskesmas tempat penelitian yang dapat dilihat pada tabel 4.10 berikut ini :

62

Tabel 4.10 Distribusi Frekuensi Menurut Kepemimpinan Kepala Puskesmas No

Kepemimpinan

Frekuensi

Presentase (%)

1 2

Cukup Baik

13 34

27.7 72.3

Jumlah

47

100

Berdasarkan tabel 4.10 yang dikelompokkan menurut kepemimpinan Kepala

Puskesmas

menunjukan

jumlah

responden

yang

menyatakan

kepemimpinan Kepala Puskesmas tempat bekerja dengan kategori

cukup

sejumlah 13 orang (27.7%) dan responden yag menyatakan kepemimpinan Kepala Puskesmas tempat bekerja dengan kategori baik sejumlah 34 orang (72.3%). 4.2.1.10 Alokasi Dana Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada 47 responden, maka dapat diperoleh distribusi data alokasi dana dari Dinas Kesehatan yang dapat dilihat pada Tabel 4. 11 berikut ini : Tabel 4.11 Distribusi Frekuensi Menurut Alokasi Dana No

Alokasi Dana

Frekuensi

Presentase (%)

1 2

Tidak Ada Ada

39 8

83 17

Jumlah

47

100

Berdasarkan tabel 4.11 yang dikelompokkan menurut ada tidaknya alokasi dana pelaksanaan MTBS menunjukan jumlah responden yang menyatakan tidak adanya alokasi dana sejumlah 39 orang (83%) dan responden yang menyatakan adanya alokasi dana sejumlah 8 orang (17%).

63

4.2.1.11 Supervisi oleh Dinas Kesehatan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada 47 responden, maka dapat diperoleh distribusi data pelaksanaan supervisi MTBS oleh Dinas Kesehatan yang dapat dilihat pada Tabel 4.12 berikut ini : Tabel 4.12 Distribusi Frekuensi Menurut Supervisi Dinas Kesehatan No

Supervisi

Frekuensi

Presentase (%)

1 2

Rendah Tinggi

17 30

36.2 63.8

Jumlah

47

100

Berdasarkan tabel 4.12 yang dikelompokkan menurut supervisi

oleh

Dinas Kesehatan Kabupaten menunjukan jumlah responden yang menyatakan supervisi oleh Dinas Kesehatan Kabupaten dengan kategori rendah sejumlah 17 orang (36.2%) dan responden yang menyatakan supervisi oleh Dinas Kesehatan Kabupaten dengan kategori tinggi sejumlah 30 orang (63.8%). 4.2.1.12 Evaluasi oleh Kepala Puskemas Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada 47 responden, maka dapat diperoleh distribusi data pelaksanaan evaluasi MTBS oleh Kepala Puskesmas yang dapat dilihat pada Tabel 4.13 berikut ini : Tabel 4.13 Distribusi Frekuensi Menurut Evaluasi Kepala Puskesmas No

Evaluasi

Frekuensi

Presentase (%)

1 2

Rendah Tinggi

28 19

59.6 40.4

Jumlah

47

100

Berdasarkan

tabel

4.13

yang

dikelompokkan

menurut

evaluasi

64

pelaksanaan MTBS oleh Kepala Puskesmas menunjukan jumlah responden yang menyatakan evaluasi oleh Kepala Puskesmas tempat bekerja dengan katgeori rendah sejumlah 28 orang (59.6%) dan responden yang menyatakan evaluasi Kepala Puskesmas tempat bekerja dengan kategori tinggi sejumlah 19 orang (40.4%). 4.2.1.13 Implementasi MTBS Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada 47 responden, maka dapat diperoleh distribusi data implementasi MTBS yang dapat dilihat pada tabel 4.14 berikut ini : Tabel 4.14 Distribusi Frekuensi Menurut Implementasi MTBS No 1 2

Implementasi MTBS Rendah Tinggi Jumlah Berdasarkan tabel 4.14

Frekuensi

Presentase (%)

29 18

61.7 38.3

47

100

yang dikelompokkan menurut implementasi

MTBS menunjukan jumlah responden yang menyatakan implementasi MTBS di puskesmas rendah sejumlah 29 orang (61.7%) dan responden yang menyatakan implementasi MTBS di puskesmas tinggi sejumlah 18 orang (38.3%). 4.2.2 Analisis Bivariat Analisis

bivariat dilakukan terhadap dua

variabel

yang diduga

berhubungan atau berkorelasi. Analisis bivariat digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat secara sendiri-sendiri. Analisis bivariat diperoleh dari data pengetahuan responden, sikap responden,

65

motivasi kerja responden, masa kerja responden, persepsi beban kerja reponden, ketersediaan peralatan pendukung MTBS , ketersediaan obat pendukung pelaksanaan MTBS, keikutsertaan pelatihan MTBS, kepemimpinan Kepala Puskesmas, supervisi oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Banjarnegara dan evaluasi MTBS oleh Kepala Puskesmas yang dihubungkan dengan implementasi kegiatan MTBS di puskesmas di Kabupaten Banjarnegera. Uji statistik yang digunakan yaitu Chi-Square menggunakan program SPSS for windows release 16. Berdasarkan perhitungan uji statistik, diperoleh hasil analisis bivariat sebagai berikut : 4.2.2.1 Hubungan atara pengetahuan petugas pelaksana dengan implementasi MTBS Hubungan antara pengetahuan petugas dengan implementasi Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) dapat dilihat dalam tabel 4.15 sebagai berikut : Tabel 4.15 Hubungan Pengetahuan dengan Implementasi MTBS Implementasi MTBS Rendah

Total

Tiinggi

Pengetahuan

Jumlah

%

Jumlah

%

Jumlah

%

Cukup Baik

6 23

75 59

2 16

25 41

8 39

100 100

Jumlah

29

61.7

18

38.3

47

100

Nilai P 0,692

Tabel 4.15 menunjukan bahwa dari 29 responden dengan implementasi MTBS yang rendah 6 orang (75%) memiliki pengetahuan yang cukup dan 23 orang (59%) memiliki pengetahuan yang baik. Sedangkan dari 18 responden dengan implementasi MTBS yang tinggi 2 orang (25%) memiliki pengetahuan

66

yang cukup dan 16 orang (41%) memiliki pengetahuan yang baik. Hasil uji Fisher diperoleh nilai p = 0,692 yang berarti > 0,05, sehingga Ha ditolak. Hal ini berarti dapat diketahui tidak ada hubungan antara pengetahuan petugas pelaksana MTBS dengan implementasi MTBS di puskesmas Kabupaten Banjarnegara 4.2.2.2 Hubungan atara sikap petugas pelaksana dengan implementasi MTBS Hubungan antara sikap petugas dengan implementasi Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) dapat dilihat dalam tabel 4.16 sebagai berikut : Tabel 4.16 Hubungan Sikap dengan Implementasi MTBS Implementasi MTBS Sikap

Rendah

Total

Tiinggi Jumlah

%

Nilai P

CC

0.01

0.388

Jumlah

%

Jumlah

%

Cukup Baik

22 7

78.6 36.8

6 12

21.4 63.2

28 19

100 100

Jumlah

29

61.7

18

38.3

47

100

Tabel 4.16 menunjukan bahwa dari 29 responden dengan implementasi MTBS yang rendah 22 orang (78.6%) memiliki sikap dengan kategori cukup dan 7 orang (36.8%) memiliki sikap dengan kategori baik. Sedangkan dari 18 responden dengan implementasi MTBS yang tinggi 6 orang (21.4%) memiliki sikap dengan kategori

cukup dan 12 orang (63.2%) memiliki sikap dengan

kategori baik Hasil uji Chi-Square diperoleh nilai p= 0,01 yang berarti < 0,05, sehingga Ha diterima. Hal ini berarti dapat diketahui ada hubungan antara sikap petugas pelaksana MTBS dengan implementasi MTBS di puskesmas Kabupaten

67

Banjarnegara. Koefisien Kontingensi (CC) = 0.388 menunjukkan hubungan yang lemah antara sikap petugas pelaksana MTBS dengan implementasi MTBS di puskesmas di Kabupaten Banjaregara. 4.2.2.3 Hubungan atara motivasi kerja petugas pelaksana dengan implementasi MTBS Hubungan antara motivasi kerja

petugas dengan implementasi

Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) dapat dilihat dalam tabel 4.17 sebagai berikut : Tabel 4.17 Hubungan Motivasi Kerja dengan Implementasi MTBS Implementasi MTBS Rendah Tiinggi

Total

Motivasi Kerja

Jumlah

%

Jumlah

%

Sedang Tinggi

0 29

0 63

1 17

Jumlah

29

61.7

18

Jumlah

%

100 37

1 46

100 100

38.3

47

100

Nilai P 0.383

Tabel 4.17 menunjukan bahwa dari 29 responden dengan implementasi MTBS yang rendah seluruhnya 29 orang (63%) memiliki motivasi kerja dengan kategori tinggi. Sedangkan dari 18 responden dengan implementasi MTBS yang tinggi 1 orang (100%) memiliki motivasi kerja dengan kategori sedang dan 17 orang (37%) memiliki motivasi kerja dengan kategori tinggi. Hasil uji Fisher diperoleh nilai p= 0,383 yang berarti > 0,05, sehingga Ha ditolak. Hal ini berarti dapat diketahui tidak ada hubungan antara motivasi kerja petugas pelaksana MTBS dengan implementasi MTBS di puskesmas Kabupaten Banjarnegara.

68

4.2.2.4 Hubungan atara masa kerja petugas pelaksana dengan implementasi MTBS Hubungan antara masa kerja petugas dengan implementasi Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) dapat dilihat dalam tabel 4.18 sebagai berikut : Tabel 4.18 Hubungan Masa Kerja dengan Implementasi MTBS Implementasi MTBS Rendah Masa Kerja

Total

Tiinggi Jumlah

%

Jumlah

%

Jumlah

%

Sedang Lama

22 7

84.6 33.3

4 14

15.4 66.7

26 21

100 100

Jumlah

29

61.7

18

38.3

47

100

Nilai P

CC

0.001

0.464

Tabel 4.18 menunjukan bahwa dari 29 responden dengan implementasi MTBS yang rendah 22 orang (84.6%) memiliki masa kerja dengan kategori sedang

dan 7 orang (33.3%) memiliki masa kerja dengan kategori lama.

Sedangkan dari 18 responden dengan implementasi MTBS yang tinggi 4 orang (15.4%) memiliki masa kerja dengan kategori sedang dan 14 orang (66.7%) memiliki masa kerja dengan kategori lama. Hasil uji Fisher diperoleh nilai p= 0,001 yang berarti < 0,05, sehingga Ha diterima. Hal ini berarti dapat diketahui ada hubungan antara masa kerja petugas pelaksana MTBS dengan implementasi MTBS di puskesmas Kabupaten Banjarnegara. Koefisien Kontingensi (CC) = 0.464 menunjukkan hubungan yang cukup kuat antara masa kerja petugas pelaksana MTBS dengan implementasi MTBS di puskesmas Kabupaten Banjarnegara.

69

4.2.2.5 Hubungan atara persepsi beban kerja

petugas pelaksana dengan

implementasi MTBS Hubungan antara persepsi beban kerja petugas dengan implementasi Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) dapat dilihat dalam tabel 4.19 sebagai berikut : Tabel 4.19 Hubungan Persepsi Beban Kerja dengan Implementasi MTBS Implementasi MTBS Rendah Tiinggi

Total

Persepsi Beban Kerja Tinggi Rendah

Jumlah

%

Jumlah

%

13 16

65 59.3

7 11

Jumlah

29

61.7

18

Jumlah

%

Nilai P

35 40.7

20 27

100 100

0.923

38.3

47

100

Tabel 4.19 menunjukan bahwa dari 29 responden dengan implementasi MTBS yang rendah 13 orang

(65%) memiliki persepsi beban kerja dengan

kategori tinggi dan 16 orang (59.3%) memiiki persepsi beban kerja dengan kategori rendah . Sedangkan dari 18 responden dengan implementasi MTBS yang tinggi 7 orang (35%) memiliki persepsi beban kerja dengan kategori tinggi dan 11 orang (40.7%) memiliki persepsi beban kerja dengan kategori rendah. Hasil uji Chi-Square diperoleh nilai p= 0.923

yang berarti > 0,05,

sehingga Ha ditolak. Hal ini berarti dapat diketahui tidak ada hubungan antara persepsi beban kerja petugas pelaksana MTBS dengan implementasi MTBS di puskesmas Kabupaten Banjarnegara. 4.2.2.6 Hubungan atara ketersediaan peralatan pendukung dengan implementasi MTBS Hubungan antara ketersediaan peralatan pendukung pelaksanaan MTBS

70

dengan implementasi Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) dapat dilihat dalam tabel 4.20 sebagai berikut : Tabel 4.20 Hubungan Ketersediaan Peralatan dengan Implemntasi MTBS Implementasi MTBS Ketersediaan Peralatan

Rendah

Total

Tiinggi

Jumlah

%

Jumlah

%

6

50

6

50

Jumlah

%

12

100

Tidak Lengkap Lengkap

23

65.7

12

34.3

35

100

Jumlah

29

61.7

18

38.3

47

100

Nilai P

0.493

Tabel 4.20 menunjukan bahwa dari 29 responden dengan implementasi MTBS yang rendah 6 orang

(50%) menyatakan ketersediaan peralatan

pendukung pelaksanaan MTBS tidak lengkap dan 23 orang (65.7%) menyatakan ketersediaan peralatan pendukung pelaksanaan MTBS lengkap . Sedangkan dari 18 responden dengan implementasi MTBS yang tinggi 6 orang (50%) menyatakan ketersediaan peralatan pendukung pelaksanaan MTBS tidak lengkap dan 12 orang (34.3%) menyatakan ketersediaan peralatan pendukung pelaksanaan MTBS lengkap. Hasil uji Chi-Square diperoleh nilai p= 0.493

yang berarti > 0,05,

sehingga Ha ditolak. Hal ini berarti dapat diketahui tidak ada hubungan antara ketersediaan peralatan pendukung pelaksanaan MTBS dengan implementasi MTBS di puskesmas Kabupaten Banjarnegara. 4.2.2.7 Hubungan atara ketersediaan obat dengan implementasi MTBS Hubungan antara ketersediaan obat pendukung pelaksanaan MTBS

71

dengan implementasi Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) dapat dilihat dalam tabel 4.21 sebagai berikut : Tabel 4.21 Hubungan Ketersediaan Obat dengan Implemntasi MTBS Implementasi MTBS Rendah Ketersediaan Obat Jumlah % 76.9

Total

Tiinggi Jumlah

%

6

23.1

Jumlah

%

26

100

Tidak Lengkap Lengkap

20 9

42.9

12

57.1

21

100

Jumlah

29

61.7

18

38.3

47

100

Nilai P

CC

0.037

0.329

Tabel 4.21 menunjukan bahwa dari 29 responden dengan implementasi MTBS yang rendah 20 orang (76.9%) menyatakan ketersediaan obat pendukung pelaksanaan MTBS tidak lengkap dan 9 orang (42.9%) menyatakan ketersediaan obat pendukung pelaksanaan MTBS lengkap. Sedangkan dari 18 responden dengan implementasi MTBS yang tinggi 6 orang (23.1%) menyatakan ketersediaan obat pendukung pelaksanaan MTBS tidak lengkap dan 12 orang (57.1%) menyatakan ketersediaan obat pendukung pelaksanaan MTBS lengkap. Hasil uji Chi-Square diperoleh nilai p= 0,037

yang berarti < 0,05,

sehingga Ha diterima. Hal ini berarti dapat diketahui ada hubungan ketersediaan obat pendukung pelaksanaan MTBS dengan implementasi MTBS di puskesmas Kabupaten Banjarnegara. Koefisien Kontingensi (CC) = 0.329 menunjukkan hubungan yang lemah antara ketersediaan obat pendukung pelaksnaan MTBS dengan implementasi MTBS di puskesmas Kabupaten Banjarnegara.

72

4.2.2.8 Hubungan atara pelatihan dengan implementasi MTBS Hubungan antara keikutsertaan pelatihan MTBS oleh petugas dengan implementasi Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) dapat dilihat dalam tabel 4.22 sebagai berikut : Tabel 4.22 Hubungan Pelatihan dengan Implemntasi MTBS

Pelatihan

Implementasi MTBS Rendah Tiinggi

Total Jumlah

%

Jumlah

%

Jumlah

%

Belum Pernah Pernah

24

80

6

20

30

100

5

29.4

12

70.6

17

100

Jumlah

29

61.7

18

38.3

47

100

Nilai P

CC

0.002

0.447

Tabel 4.22 menunjukan bahwa dari 29 responden dengan implementasi MTBS yang rendah 24 orang (80%) menyatakan belum pernah mengikuti pelatihan

dan 5 orang (29.4%) menyatakan pernah mengikuti pelatihan.

Sedangkan dari 18 responden dengan implementasi MTBS yang tinggi 6 orang (20%) menyatakan belum pernah mengikuti pelatihan dan 12 orang (70.6%) menyatakan pernah mengikuti pelatihan. Hasil uji Chi-Square diperoleh nilai p= 0,002 yang berarti < 0,05, sehingga Ha diterima. Hal ini berarti dapat diketahui ada hubungan antara keikutsertaan pelatihan MTBS oleh petugas dengan implementasi MTBS di puskesmas Kabupaten Banjarnegara. Koefisien Kontingensi (CC) = 0.447 menunjukkan hubungan yang cukup kuat

antara pelatihan yang pernah diikuti

implementasi MTBS di puskesmas Kabupaten Banjarnegara.

dengan

73

4.2.2.9 Hubungan atara kepemimpinan Kepala Puskesmas dengan implementasi MTBS Hubungan antara kepemimpinan kepala puskesmas dengan implementasi Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) dapat dilihat dalam tabel 4.23 sebagai berikut : Tabel 4.23 Hubungan Kepemimpinan Kepala Puskesmas dengan Implementasi MTBS Implementasi MTBS Rendah Tiinggi

Total

Kepemimpinan Kepala Puskesmas

Jumlah

%

Jumlah

%

Cukup Baik

7 22

53.8 64.7

6 12

Jumlah

29

61.7

18

Jumlah

%

46.2 35.3

13 34

100 100

38.3

47

100

Nilai P 0.521

Tabel 4.23 menunjukan bahwa dari bahwa dari 29 responden dengan implementasi MTBS yang rendah 7 orang (53.8%) menyatakan kepemimpinan Kepala Puskesmas dengan kategori cukup dan 22 orang (64.7%) menyatakan kepemimpinan Kepala Puskesmas dengan kategori baik . Sedangkan dari 18 responden dengan implementasi MTBS yang tinggi 6 orang (46.2%) menyatakan kepemimpinan Kepala Puskesmas dengan kategori cukup dan 12 orang (35.3%) menyatakan kepemimpinan Kepala Puskesmas dengan kategori baik. Hasil uji Chi-Square diperoleh nilai p= 0.521

yang berarti > 0,05,

sehingga Ha ditolak. Hal ini berarti dapat diketahui tidak ada hubungan antara kepemimpinan Kepala Puskesmas dengan implementasi MTBS di puskesmas Kabupaten Banjarnegara.

74

4.2.2.10 Hubungan atara alokasi dana dengan implementasi MTBS Hubungan antara alokasi dana dari dinas kesehatan dengan implementasi Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) dapat dilihat dalam tabel 4.24 sebagai berikut : Tabel 4.24 Hubungan Alokasi Dana dengan Implemntasi MTBS Implementasi MTBS Rendah

Total

Tiinggi

Alokasi Dana

Jumlah

%

Jumlah

%

Tidak Ada Ada

27 2

69.2 25

12 6

Jumlah

29

61.7

18

Jumlah

%

30.8 75

39 8

100 100

38.3

47

100

Nilai P

CC

0.041

0.324

Tabel 4.24 menunjukan bahwa dari 29 responden dengan implementasi MTBS yang rendah 27 orang (69.2%) menyatakan tidak ada alokasi dana untuk MTBS dan 2 orang (25%) menyatakan ada alokasi dana untuk MTBS. Sedangkan dari 18 responden dengan implementasi MTBS yang tinggi 12 orang (30.8%) menyatakan tidak ada alokasi dana untukk MTBS dan 6 orang (75%) menyatakan ada alokasi dana untuk MTBS. Hasil uji Fisher diperoleh nilai p= 0,041 yang berarti < 0,05, sehingga Ha diterima. Hal ini berarti dapat diketahui ada hubungan antara alokasi dana untuk pelaksanaan MTBS

dengan implementasi MTBS di puskesmas Kabupaten

Banjarnegara. Koefisien Kontingensi (CC) = 0.324 menunjukkan hubungan yang lemah

antara alokasi dana untuk pelaksanaan MTBS

MTBS di puskesmas Kabupaten Banjarnegara.

dengan implementasi

75

4.2.2.11 Hubungan atara supervisi oleh Dinas Kesehatan dengan implementasi MTBS Hubungan antara pelaksanaan supervisi MTBS oleh Dinas Kesehatan Kabupaten dengan implementasi Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) dapat dilihat dalam tabel 4.25 sebagai berikut : Tabel 4.25 Hubungan Supervisi dengan Implementasi MTBS Implementasi MTBS Rendah

Total

Tinggi Jumlah

%

42.9 36.7

21 30

100 100

38.3

47

100

Alokasi Dana

Jumlah

%

Jumlah

%

Rendah Tinggi

12 17

57.1 65.4

9 9

Jumlah

29

61.7

18

Nilai P 0.782

Tabel 4.25 menunjukan bahwa dari 29 responden dengan implementasi MTBS yang rendah 12 orang

(57.1%) menyatakan supervisi oleh Dinas

Kesehatan Kabupaten rendah dan 17 orang (65.4%) menyatakan supervisi oleh Dinas Kesehatan tinggi . Sedangkan dari 18 responden dengan implementasi MTBS yang tinggi 9 orang (42.9%) menyatakan supervisi oleh Dinas Kesehatan Kabupaten rendah

dan 9 orang (34.6%) menyatakan supervisi oleh Dinas

Kesehatan tinggi. Hasil uji Chi-Square diperoleh nilai p= 0.782 yang berarti

> 0,05,

sehingga Ha ditolak. Hal ini berarti dapat diketahui tidak ada hubungan antara supervisi

oleh Dinaas Kesehatan Kabupaten dengan implementasi MTBS di

puskesmas Kabupaten Banjarnegara.

76

4.2.2.12 Hubungan atara evaluasi oleh Kepala Puskesmas dengan implementasi MTBS Hubungan antara pelaksanaan evaluasi MTBS oleh Kepala Puskesmas dengan implementasi Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) dapat dilihat dalam tabel 4.26 sebagai berikut : Tabel 4.26 Hubungan Evaluasi dengan Implementasi MTBS Implementasi MTBS Rendah Tiinggi

Evaluasi

Total Jumlah

%

Nilai P

CC

0. 01

0.388

Jumlah

%

Jumlah

%

Rendah Tinggi

22 7

78.6 36.8

6 12

21.4 63.2

28 19

100 100

Jumlah

29

61.7

18

38.3

47

100

Tabel 4.26 menunjukan bahwa dari 29 responden dengan implementasi MTBS yang rendah 22 orang (78.6%) menyatakan evaluasi oleh Kepala Puskesmas rendah

dan 7 orang (36.8%) menyatakan evaluasi oleh Kepala

Puskesmas tinggi. Sedangkan dari 18 responden dengan implementasi MTBS yang tinggi 6 orang (21.4%) menyatakan evaluasi oleh Kepala Puskesmas rendah dan 12 orang (63.2%) menyatakan evaluasi oleh Kepala Puskesmas tinggi. Hasil uji Chi-Square diperoleh nilai p= 0,01 yang berarti < 0,05, sehingga Ha diterima. Hal ini berarti dapat diketahui program MTBS oleh Kepala Puskesmas puskesmas Kabupaten Banjarnegara.

ada hubungan antara evaluasi dengan implementasi MTBS di

Koefisien Kontingensi (CC) = 0.388

menunjukkan hubungan yang lemah antara evaluasi program MTBS oleh Kepala Puskesmas dengan implementasi MTBS di puskesmas Kabupaten Banjarnegara.

77

4.2.2.13

Rangkuman Analisis Bivariat antara Variabel Bebas dengan Implementasi Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS)

Hasil keseluruhan analisis bivariat antara variabel bebas dan variabel terikat menggunakan program SPSS versi 16.0 dapat dilihat dalam tabel 4.27 sebagai berikut : Tabel 4.27 Rangkuman Analisis Bivariat Variabel Bebas

p value

CC

Keterangan

0,692

0.123

Tidak Ada Hubungan

Sikap Petugas

0.010

0.388

Ada Hubungan

Motivasi Kerja Petugas

0.383

0.184

Tidak Ada Hubungan

Masa Kerja Petugas

0.001

0.464

Ada Hubungan

0.923

0.058

Tidak Ada Hubungan

0.493

0.140

Tidak Ada Hubungan

Ketersediaan Obat

0.037

0.329

Ada Hubungan

Pelatihan MTBS

0.002

0.447

Ada Hubungan

Kepemimpinan Kepala Puskesmas

0.521

0.099

Tidak Ada Hubungan

Alokasi Dana

0.041

0.324

Ada Hubungan

Supervisi oleh Dinkes

0.782

0.084

Tidak Ada Hubungan

Evaluasi oleh Kepala Puskesmas

0.010

0.388

Ada Hubungan

Pengetahuan Petugas

Persepsi Beban Kerja Petugas Ketersediaan Peralatan

Berdasarkan tabel 4.27 dapat disimpulkan bahwa variabel bebas yang berhubungan atau berpengaruh dengan implementasi MTBS yaitu sikap petugas, masa kerja petugas, ketersediaan obat, pelatihan MTBS, alokasi dana dan evaluasi oleh Kepala

Puskesmas. Variabel bebas yang tidak berhubungan atau tidak

berpengaruh dengan implementasi MTBS yaitu pengetahuan petugas, motivasi

78

kerja

petugas,

persepsi

beban

kerja

petugas,

ketersediaan

peralatan,

kepemimpinan Kepala Puskesmas dan supervisi oleh Dinas Kesehatan. Berdasarkan kerangka teori dapat dikatakan bahwa faktor internal yang berpengaruh terhadap implementasi MTBS yaitu sikap petugas. Sedangkan faktor eksternal yang berpengaruh terhadap implementasi MTBS yaitu pelatihan yang pernah diikuti, masa kerja, evaluasi oleh Kepala Puskesmas, dan fasilitas yang terdiri dari ketersediaan obat serta alokasi dana. Untuk mengetahui tingkat keeratan hubungan atau keeratan pengaruh antara variabel bebas dan variabel terikat, digunakan koefisien kontingensi (CC). Nilai CC dari yang terkecil sampai terbesar menunjukkan hubungan lemah sampai hubungan yang kuat. Variabel bebas yang memiliki hubungan atau pengaruh lemah dengan implementasi MTBS yaitu sikap petugas, ketersediaan obat, alokasi dana dan evaluasi oleh Kepala Puskesmas. Sedangkan variabel yang memiliki hubungan atau pengaruh cukup kuat dengan implementasi MTBS yaitu masa kerja petugas dan pelatihan MTBS.

BAB V PEMBAHASAN 5.1 HASIL PENELITIAN 5.1.1

Hubungan

Antara

Pengetahuan

Petugas

Pelaksana

dengan

Implementasi MTBS Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara pengetahuan petugas pelaksana MTBS dengan implementasi Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) di Puskesmas Kabupaten Banjarnegara.

Hal ini

didasarkan pada hasil uji Fisher diperoleh nilai p value = 0,692. Nilai p value lebih dari 0,05 sehingga Ha ditolak. Dapat dikatakan bahwa variabel pengetahuan petugas tidak berpengaruh dalam implementasi MTBS pada petugas pelaksana di puskesmas Kabupaten Banjarnegara. Hasil penelitian ini sejalan dengan (Novitasari, 2014) dimana hasil uji statistik menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara variabel yang diuji, yaitu pengetahuan dengan perilaku petugas kesehatan dalam penatalaksanaan MTBS diare p = 0.968. Pengetahuan merupakan dasar untuk terbentuknya tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2010). Adanya variasi pengetahuan menunjukkan pengetahuan seseorang dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain: tingkat pendidikan, informasi,

budaya

pengalaman,

dan

sosial

ekonomi.

Tidak

adanya

hubungan/pengaruh antara pengetahuan dengan implementasi MTBS disebabkan pengetahuan tidak selalu merubah pola pikir dan perilaku seseorang. Hasil penelitian ini juga sejalan dengan ( Sri Hastuti, 2010) yang menyatakan bahwa

pengetahuan petugas kesehatan dalam penatalaksanaan 79

80

MTBS diare sudah baik, pengetahuan ditekankan pada pemahaman bahwa metode MTBS merupakan penatalaksanaan yang terintegrasi dengan program lain dan dapat mempunyai lebih dari satu masalah penyakit . Hal ini berarti semakin tinggi pengetahuan seseorang tentang materi MTBS akan semakin mudah dalam menerapkan MTBS sesuai standar. 5.1.2 Hubungan Antara Sikap Petugas Pelaksana dengan Implementasi MTBS Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara sikap petugas pelaksana MTBS dengan implementasi Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) di Puskesmas Kabupaten Banjarnegara.

Hal ini didasarkan

pada hasil uji Chi-Square diperoleh nilai p value = 0, 01. Nilai p value kurang dari 0,05 sehingga Ha diterima. Sehingga dapat dikatakan bahwa variabel sikap petugas berpengaruh dalam implementasi MTBS pada petugas pelaksana. Nilai koefisien kontingensi diperoleh 0.388, yang berarti variabel sikap petugas memiliki pengaruh yang lemah dalam implementasi MTBS di puskesmas Kabupaten Banjarnegara. Hasil penelitian ini sejalan dengan (Agita M, 2010) menyatakan bahwa terdapat hubungan antara sikap petugas dengan implementasi MTBS.

Sikap

merupakan kesiapan bereaksi terhadap objek, terdiri dari berbagai tingkatan yaitu menerima,,menghargai dan bertanggungjawab. (Notoatmodjo, 2012). Berdasarkan penelitian (Mudrik, 2014) sikap memberikan pengaruh signifikan terhadap kinerja petugas dalam pencapaian kegiatan MTBS di Puskesmas Kabupaten Halmahera Selatan dengan nilai p=0.042. Hal ini menunjukan bahwa semakin positif sikap

81

petugas maka semakin berpeluang untuk tercapainya kinerja atau sebaliknya semakin negatif sikap petugas maka berpeluang untuk tidak tercapainya kinerja. 5.1.3 Hubungan Antara Motivasi Kerja Petugas Pelaksana dengan Implementasi MTBS Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara motivasi kerja petugas pelaksana MTBS dengan implementasi Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) di Puskesmas Kabupaten Banjarnegara.

Hal ini

didasarkan pada hasil uji Fisher diperoleh nilai p value = 0,383. Nilai p value lebih dari 0,05 sehingga Ha ditolak.

Dapat dikatakan bahwa variabel motivasi

kerja petugas tidak berpengaruh dalam implementasi MTBS

di puskesmas

Kabupaten Banjarnegara. Hasil penelitian ini sejalan dengan Agita M (2010) menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan antara motivasi kerja

petugas dengan implementasi

MTBS. Motivasi adalah aktivitas perilaku yang bekerja dalam usaha memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang diinginkan, dan sangat terkait dengan produktivitas (Fahmi,2014 ). Oleh karena itu, untuk dapat menunjang program MTBS secara baik, responden harus tetap dapat menumbuhkan akan pentingnya motivasi kerja. Hal ini dikarenakan motivasi kerja dapat mengarahkan kepada perilaku yang merefleksikan kinerja seseorang dalam suatu organisasi. Sehingga semakin baik motivasi kerja seorang petugas, maka diharapkan semakin baik pula kinerja petugas dalam menerapkan penatalaksanaan terhadap balita sakit dengan melakukan pemeriksaan yang menggunakan pendekatan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS).

82

5.1.4 Hubungan Antara Masa Kerja Petugas Pelaksana dengan Implementasi MTBS Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara masa kerja petugas pelaksana MTBS dengan implementasi Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) di Puskesmas Kabupaten Banjarnegara. Semakin lama masa kerja seseorang maka dalam menjalankan tugas sebagai pelaksana MTBS semakin baik. Hal ini didasarkan pada hasil uji Chi-Square diperoleh nilai p value = 0, 001.

Nilai p value kurang

dari 0,05 sehingga Ha diterima. Nilai koefisien

kontingensi diperoleh 0.464, yang berarti variabel masa kerja petugas memiliki pengaruh yang cukup kuat dalam implementasi MTBS pada petugas pelaksana di Puskesmas Kabupaten Banjarnegara. Hasil penelitian ini sejalan dengan Tri Handayani (2012) yang menyatakan bahwa ada hubungan antara masa kerja petugas dengan kinerja petugas MTBS di puskesmas Kabupaten Kulon Progo. Hasil ini juga sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh Gibson (1996) yang menyatakan bahwa masa kerja atau pengalaman akan mempengaruhi kinerja seseorang. Masa kerja menjadi dasar pemikiran yang baik dan menunjukan hubungan yang positif terhadap produktifitas karyawan. Semakin lama masa kerja seorang karyawan, maka pengalaman yang dimiliki juga semakin matang. Masa kerja yang pendek dan lama memiliki pengaruh terhadap pengalaman seorang karyawan. Dengan pengalaman yang matang, karyawan dapat melakukan pekerjaan dengan lebih baik dibandingkan karyawan dengan pengalaman yang kurang. (Fahmi,2014 )

83

5.1.5 Hubungan Antara Persepsi Beban Kerja Petugas Pelaksana dengan Implementasi MTBS Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara persepsi beban kerja petugas pelaksana MTBS dengan implementasi Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) di Puskesmas

Kabupaten

Banjarnegara. Hal ini didasarkan pada hasil uji Chi-Square diperoleh nilai p value = 0,923. Nilai p value lebih dari 0,05 sehingga Ha ditolak. Dapat dikatakan bahwa variabel persepsi beban kerja petugas tidak berpengaruh dalam implementasi MTBS pada petugas pelaksana di Puskesmas Kabupaten Banjarnegara. Hasil penelitian ini sejalan dengan (Mudrik, 2014) yang menyatakan bahwa

tidak terdapat pengaruh beban kerja terhadap kinerja petugas dalam

pencapaian kegiatan MTBS di Puskesmas Kabupaten Halmahera Selatan. Persepsi beban kerja tidak berpengaruh atau memiliki hubungan dengn implementasi MTBS kemungkinan dikarenakan persepsi seseorang dapat dipengaruhi oleh beberpa faktor yaitu psikologi, keluarga, dan kebudayaan (Thoha, 2012 ). Hal ini sejalan dengan penelitian (Faridah, 2009) yang menyatakan bahwa seseorang dengan persepsi beban kerja yang baik akan cenderung mempunyai motivasi kerja yang baik. 5.1.6 Hubungan Antara Ketersediaan Peralatan Pendukung dengan Implementasi MTBS Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara

ketersediaan

peralatan

pendukung pelaksanaan

MTBS

dengan

84

implementasi Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) di Puskesmas Kabupaten Banjarnegara. Hal ini didasarkan pada hasil uji Chi-Square diperoleh nilai p value = 0,493 . Nilai p value lebih dari 0,05 sehingga Ha ditolak. Dapat dikatakan bahwa variabel ketersediaan peralatan penduung

tidak berpengaruh dalam

implementasi MTBS pada petugas pelaksana di Puskesmas Kabupaten Banjarnegara. Hasil penelitian ini sejalan dengan Agita M (2010) menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan antara ketersediaan perlaatan pendukung

dengan

implementasi MTBS. Dimana sumber daya atau sarana untuk kegiatan MTBS bukan merupakan barang atau alat bantu, karena sudah tercakup dalam sarana esensial Puskesmas, kecuali untuk formulir tatalaksana MTBS dan Kartu Nasehat Ibu (KNI) yang memerlukan penggandaan secara khusus. Menurut pendapat Azrul Azwar yang menyatakan bahwa sarana (alat) merupakan suatu unsur dari organisasi untuk mencapai suatu tujuan. Sarana termasuk dalam salah satu unsur dalam pelayanan kesehatan yang dibutuhkan untuk mencapai penyelenggaraan pelayanan kesehatan. Oleh karena itu, agar pelayanan menjadi bermutu maka persyaratan ketersediaan sarana prasarana harus tetap terpenuhi. Variabel ketersediaan peralatan tidak berpengaruh dalam implementasi MTBS terjadi karena, sarana pendukung MTBS dimanfaatkan secara maksimal oleh petugas untuk mendukung pemeriksaan yang dilakukan agar mendapatkan hasil yang akurat. Sarana yang dimaksudkan disini adalah semua sarana dan prasarana

yang

digunakan

untuk

menunjang

keberlangsungan

Manajemen Terpadu Balita Sakit, yang terdiri atas : ruang

kegiatan

MTBS, formulir

85

MTBS dan kartu nasihat ibu, serta logistik (peralatan yang mendukung dalam kegiatan pemeriksaan MTBS pada balita sakit, yang meliputi : thermometer, stetoskop, dan timer ISPA atau arloji). Sarana tersebut hampir sama dengan sarana yang dibutuhkan pada puskesmas atau poli pongobatan pada umumnya. 5.1.7 Hubungan Antara Ketersediaan Obat Pendukung dengan Implementasi MTBS Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara ketersediaan obat

pendukung pelaksanaan

MTBS

dengan implementasi

Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) pada petugas pelaksana di Puskesmas Kabupaten Banjarnegara. Hal ini didasarkan pada hasil uji Chi-Square diperoleh nilai p value = 0, 037 . Nilai p value kurang dari 0,05 sehingga Ha diterima. Nilai koefisien kontingensi diperoleh 0.329, yang berarti variabel ketersediaan obat memiliki pengaruh yang lemah dalam implementasi MTBS pada peugas pelaksana di puskesmas Kabupaten Banjarnegara. Hasil penelitian ini sejalan dengan ( Firdaus, 2013 ) yang menyatakan bahwa ketersediaan fasilitas pendukung MTBS menjadi salah satu faktor dalam implementasi MTBS di Kabupaten Pasuruan. Belum semua puskesmas memiliki sarana pendukung seperti ketersediaan obat – obatan sehingga program MTBS berjalan tidak maksimal.

Sering terjadi kekurangan beberapa jenis obat yang

dibutuhkan oleh balita sakit. Obat-obatan yang digunakan dalam penanganan balita sakit adalah obat yang sudah lazim ada dan telah termasuk dalam Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) ( Depkes RI, 2008 )

86

5.1.8 Hubungan Antara Pelatihan Yang Pernah Diikuti dengan Implementasi MTBS Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara pelatihan yang pernah diikuti tentang MTBS dengan implementasi Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) pada petugas pelaksana di Puskesmas Kabupaten Banjarnegara. Hal ini didasarkan pada hasil uji Chi-Square diperoleh nilai p value = 0, 002 . Nilai p value kurang dari 0,05 sehingga Ha diterima. Nilai koefisien kontingensi diperoleh 0.447, yang berarti variabel pelatihan MTBS yang pernah diikuti petugas memiliki pengaruh yang cukup kuat dalam implementasi MTBS pada petugas pelaksana di Puskesmas Kabupaten Banjarnegara. Hasil penelitian ini sejalan dengan (Agita M, 2010) yang menyatakan bahwa

terdapat hubungan antara pelatihan yang pernah diikuti

dengan

implementasi MTBS di puskesmas Kota Semarang. Penelitian (Firdaus, 2013) juga menyatakan bahwa pelatihan merupakan faktor dalam implementasi MTBS di puskesmas wilayah Kabupaten Pasuruan, dimana belum semua petugas mendapatkan pelatihan MTBS. Menurut ( Notoatmodjo,2010) pelatihan merupakan suatu kegiatan peningkatan kemampuan karyawan dalam suatu institusi sehingga akan menghasilkan perubahan perilaku pegawai/karyawan.

Tujuan dari pelatihan

Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) yaitu dihasilkannya petugas kesehatan yang terampil menangani bayi dan balita sakit dengan menggunakan tatalaksana MTBS. Sasaran utama pelatihan MTBS ini adalah perawat dan bidan, akan tetapi

87

dokter puskesmas pun perlu terlatih MTBS agar dapat melakukan supervisi penerapan MTBS di wilayah kerja puskesmas. 5.1.9

Hubungan Antara

Kepemimpinan

Kepala

Puskesmas

dengan

Implementasi MTBS Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara kepemimpinan Kepala Puskesmas dengan implementasi Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) di Puskesmas Kabupaten Banjarnegara. Hal ini didasarkan pada hasil uji Chi-Square diperoleh nilai p value = 0,521 . Nilai p value lebih dari 0,05 sehingga Ha ditolak. Dapat dikatakan bahwa variabel kepemimpinan Kepala Puskesmas tidak berpengaruh dalam implementasi MTBS pada petugas pelaksana di Puskesmas Kabupaten Banjarnegara. Kepemimpinan merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi prestasi kerja organisasi. Kepemimpinan merupakan aktifitas yang utama agar tujuan organisasi tercapai ( Fahmi, 2014 ). Begitu juga dalam implementasi program, kepemimpinan yang baik akan mendukung tercapainya tujuan dari program tersebut. Tidak adanya hubungan atau pengaruh kepemimpinan dengan implementasi MTBS dikarenakan kepemimpinan Kepala Puskesmas sudah baik, hal ini ditunjukkan oleh hasil penelitian dimana 72.3% responden menyatakan kepemimpinan Kepala Puskesmas baik. Sehingga variabel kepemimpinan tidak menjadi kendala dalam implementasi MTBS. Menurut (Fahmi, 2014) seorang pemimpin memiliki pengaruh besar dalam mendorong peningkatan kinerja karyawan. Peningkatan kualitas kerja bawahan memiliki pengaruh pada penciptaan kualitas kerja sesuai dengan pengharapan.

88

5.1.10 Hubungan Antara Alokasi Dana dengan Implementasi MTBS Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara alokasi dana

MTBS dengan implementasi Manajemen Terpadu Balita Sakit

(MTBS) pada petugas pelaksana di Puskesmas Kabupaten Banjarnegara.

Hal ini

didasarkan pada hasil uji Chi-Square diperoleh nilai p value = 0, 041 . Nilai p value kurang

dari 0,05 sehingga Ha diterima. Nilai koefisien kontingensi

diperoleh 0.324, yang berarti variabel alokasi dana memiliki pengaruh yang lemah dalam implementasi MTBS pada petugas pelaksana di Puskesmas Kabupaten Banjarnegara. Hasil penelitian ini sejalan dengan (Firdaus, 2013) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan antara alokasi dana dengan implementasi MTBS di puskesmas Kabupaten Pasuruan. Belum adanya alokasi dana yang cukup serta keterlambatan pancairan dana menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi implementasi MTBS sehingga puskesmas sementara menggunakan dana swadaya untuk pelaksanaan MTBS. Depkes RI (2008) juga menyatkan bahwa tidak ada dana khusus untuk pelaksanaan MTBS di puskesmas, Depkes hanya menyediakan sarana antara lain tenaga paramedis, dan medis terlatih, alat bantu hitung napas, kartu nasehat ibu, pencatatan formulir serta obat-obatan. 5.1.11 Hubungan Antara Supervisi Dinas Kesehatan dengan Implementasi MTBS Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara supervisi oleh Dinas Kesehatan Kabupaten

dengan implementasi

Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) pada petugas pelaksana di Puskesmas

89

Kabupaten Banjarnegara. Hal ini didasarkan pada hasil uji Chi-Square diperoleh nilai p value = 0,782 . Nilai p value lebih dari 0,05 sehingga Ha ditolak. Dapat dikatakan bahwa variabel supervisi oleh Dinas Kesehatan tidak berpengaruh dalam implementasi MTBS di puskesmas Kabupaten Banjarnegara. Hasil

penelitian ini sejalan dengan

(Sugi Purwati ,2010) yang

menyatakan bahwa tidak terdapat pengaruh antara supervisi Dinas Kesehatan dengan kinerja petugas pelaksana pelayanan program

MTBS di Kabupaten

Banyumas. Supervisi merupakan hal yang penting dalam implementasi suatu program, dengan adanya supervisi yang baik maka program dapat terpantau rutin, sehingga dapat berjalan optimal dan mencapai tujuan. Tidak adanya pengaruh supervisi terhadap implementasi MTBS dikarenakan aktifitas supervisi oleh Dias Kesehatan Kabupaten Banjarngera sudah baik, hal ini ditunjukkan dari hasil penelitian dimana

63.8 % responden menyatakan bahwa supervisi termasuk

dalam kategori tinggi. Dalam supervisi seorang supervisor

harus memantau

pengawasan, memahami pengaruh yang berkembang dan menggunakan sumber daya serta wewenang mereka untuk mempromosikan pengawasan dan menghapus hambatan untuk pengawasan (Alexander,et al, 2010). 5.1.11 Hubungan Antara Evaluasi Kepala Puskesmas dengan Implementasi MTBS Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara evaluasi oleh Kepala Puskesmas

dengan implementasi Manajemen Terpadu

Balita Sakit (MTBS) pada petugas pelaksana di Puskesmas Kabupaten Banjarnegara. Hal ini didasarkan pada hasil uji Chi-Square diperoleh nilai p value

90

= 0, 01 . Nilai p value kurang dari 0,05 sehingga Ha diterima. Nilai koefisien kontingensi diperoleh 0.388, yang berarti variabel evaluasi oleh Kepala Puskesmas

memiliki pengaruh yang lemah dalam implementasi MTBS di

puskesmas Kabupaten Banjarnegara. `

Hasil penelitian ini sejalan dengan Agita M (2010) menyatakan bahwa

terdapat hubungan antara evaluasi oleh Kepala Puskesmas dengan implementasi MTBS . Kepala puskesmas memegang peranan yang sangat penting dalam rangka evaluasi pelaksanaan tatalaksana pemeriksaan terhadap balita sakit dengan menggunakan pendekatan MTBS, hal itu dikarenakan Kepala Puskesmaslah yang berhubungan langsung dengan petugas pelaksana. Evaluasi ini menyimpulkan bahwa pelaksanaan MTBS telah berjalan bergantung pada petugas yang sudah pernah dilatih. Kinerja petugas dalam pemeriksaan proses MTBS meliputi kelengkapan pengisian formulir tatalaksana MTBS dan pembuatan klasifikasi keluhan pada balita yang sakit. 5.2 Kelemahan/Keterbatasan Penelitian 5.2.1 Hambatan Penelitian Penelitian mengenai faktor yang mempengaruhi

implementasi MTBS

pada petugas pelaksana di Puskesmas Kabupaten Banjarnegara, tidak selalu berjalan dengan lancar. Adapun kendala yang dihadapi yaitu, Peneliti mengalami kesulitan dalam mencari alamat tempat penelitian karena luasnya wilayah penelitian sehingga membutuhkan waktu yang relatif lama. 5.2.2 Kelemahan Penelitian Dalam penelitian ini diperlukan adanya kerjasama, keseriusan maupun

91

kejujuran responden dalam menjawab pertanyaan. Sehingga

memungkinkan

terjadinya bias dalam penelitian ini. Hal tersebut dikarenakan, responden yang diteliti adalah petugas kesehatan, sehingga

jawaban yang didapat cenderung

bersifat subyektif, karena dipengaruhi oleh ingatan, pengetahuan, dan sosial responden saat wawancara dilaksanakan. Pertanyaan-pertanyaan dalam kuesioner untuk beberapa variabel , cenderung mempunyai pilihan alternatif jawaban yang hampir senada (mirip/ sama), sehingga dalam uji validitas keseluruhan soal terdapat 5 butir soal yang tidak valid. Selain itu desain/ rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode crossectional, dimana data variabel bebas dan terikat diambil bersamaan selama penelitian berlangsung. Sehingga hasil yang diperoleh hanya mencerminkan implementasi Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) dalam jangka waktu tersebut saja.

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN 6.1 SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian tentang faktor

yang mempengaruhi

implementasi MTBS pada petugas pelaksana di puskesmas Kabupaten Banjarnegara dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Faktor yang mempengaruhi implementasi MTBS pada petugas pelaksana di Puksesmas Kabupaten Banjarnegara terdiri dari faktor sikap, masa kerja, pelatihan yang pernah diikuti tentang MTBS, ketersediaan obat, alokasi dana dan evaluasi oleh Kepala Puskesmas. 2. Faktor yang tidak mempengaruhi implementasi MTBS pada petugas pelaksana di Puksesmas Kabupaten Banjarnegara terdiri dari faktor pengetahuan, motivasi kerja, persepsi beban kerja, ketersediaan peralatan, kepemimpinan Kepala Puskesmas, dan supervisi oleh Dinas Kesehhatan Kabupaten. 6.2 SARAN Berdasarkan simpulan dari hasil penelitian ini, beberapa saran yang dapat diberikan antara lain : 6.2.1 Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Banjarnegara Perlunya

peningkatan

pengawasan

terhadap

kelengkapan

fasilitas

pendukung pelaksanaan MTBS seperti ketersediaan obat, sehingga tidak terjadi kekurangan atau ketidaklengkapan obat pendukung pelaksanaan MTBS. Serta perlunya diadakan pelatihan bagi petugas yang belum pernah mengikuti dan

92

93

mendapatkan pelatihan agar petugas dapat meningkatkan prestasi kerjanya dalam implementasi MTBS. 6.2.2 Bagi Puskesmas Diharapkan Puskesmas dapat meningkatkan kualitas pelayanan terhadap balita atau Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS). Kepala Puskesmas perlu meningkatkan evaluasi program yang berjalan khususnya MTBS. Sedangkan bagi petugas pelaksana diharapkan dapat meningkatkan kinerja dan prestasi kerjanya agar dapat memberikan pelayanan yang optimal sesuai dengan pedoman MTBS.

DAFTAR PUSTAKA

Alexander,et al. 2010. The rise and fall of supervision in a project designed to strengthen supervision of Integrated Management of Childhood I llness in Benin. Journal of Health Policy and Planning 2010;25:125–134 Agita Maris Nurhidayati. 2011. Faktor yang Berhubungan dengan Implementasi Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) di Puskesmas di Kota Semarang Tahun 2010. Skripsi. Universitas Negeri Semarang Agus Irianto, 2007, Statistik Konsep Dasar dan Aplikasinya, Jakarta: Kencana Prenada Media Group. A.Wawan. 2011. Teori dan Pengukuran Pengetahuan Sikap dan Perilaku Manusia. Yogyakarta : Nuha Medika Depkes

RI.

2008.

Buku

Bagan

Manajemen

Terpadu

Balita

Sakit

(MTBS).Direktorat Bina Kesehatan Anak. Jakarta _____________. 2006. Manajemen Terpadu Balita Sakit Modul 1 Pengantar. Jakarta: Depkes RI _____________ .2006, Manajemen Terpadu Balita Sakit Modul 3 Menentukan

Tindakan Dan Memberi Pengobatan, Jakarta: DepKes RI. ____________ . 2006. Modul 7 MTBS : Pedoman Penerapan MTBS di Puskesmas , Jakarta : Depkes RI Dinkes

Kabupaten

Banjarnegara.

2014.

Profil

Kesehatan

Kabupaten

Banjarnegara. Banjarnegara ______________________________.2014.

Buku

Saku

Dinas

Kesehatan

Kabupaten Banjarnegara. Banjarnegara Dinkes Provinsi Jawa Tengah. 2012 . Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2012, Semarang

94

95

Dinkes Provinsi Jawa Tengah . 2013 . Data Dasar Puskesmas dan Rumah Sakit Tahun 2013, Semarang _________________________. 2015. Kebijakan Dan Strategi Dalam Akselerasi Penurunan Aki Dan Akb Di Jawa Tengah. Semarang Eva Sulistiyani, Saiful Oetama. 2013. Hubungan pengetahuan dan Motivasi Petugas Kesehatan Terhadap Pelaksanaan Manajemen Terpadu Balita Sakit di Wilayah Kerja Puskesmas langsa Lama Tahun 2013. Jurnal. Politeknik Kesehatan Kemenkes Aceh Fahmi,Irham. 2014. Perilaku Organisasi, Teori, Aplikasi,dan Kasus. Bandung : Penerbit Alfabeta Faridah. 2009. Analisis Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Motivasi kerja Petugas Pelaksana Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) di Puskesmas Kota Surabaya. Tesis. Universitas Diponegoro Fathoni, Abdurrahmat. 2012. Organisasi dan Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta : Rineka Cipta. Firdaus N, Sudiro & Atik M. 2013. Implementasi Program Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) di Puskesmas Wilayah Kabupaten Pasuruan. Jurnal Manjemen Kesehatan Indonesia. Volume 01 No. 01 April 2013 Hidayati, A dan Bambang Wahyono. 2011. Pelayanan Puskesmas Berbasis Manajemen Terpadu Balita Sakit Dengan Kejadian Pneumonia Balita. Jurnal KEMAS 7 (1) (Juli 2011) Hal 35-40 Intan Wati,Carina A. 2013. Faktor Yang Berhubungan Dengan Praktik Sanitasi Pada Pedagang Makanan Di Sekitar Wisata Pantai Logending Kecamatan Ayah Kabupaten Kebumen. Unnes Journal of Public Health 2 (4) (2013) Joseph,et al. 2006. Effect of the Integrated Management of Childhood I llness strategy on health care quality in Morocco. International Journal for Quality in Health Care 2006; Volume 18, Number 2: pp. 134–144 Kemenkes RI. 2013. Ringkasan Eksekutif Data dan Informasi Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. Ditjen Bina Gizi dan KIA. Jakarta M.Fais S & Sitti Saleha. 2009. Organisasi dan Manajemen Pelayanan Kesehatan serta Kebidanan. Jakarta : Penerbit Salemba Medika Mubarak, Wahid Iqbal dan Nurul Chayatin, 2009, Ilmu Kesehatan Masyarakat Teori dan Aplikasi, Jakarta: Salemba Medika.

96

Mudrik S, Indar & Marni. 2014. Determinan Kinerja Petugas Manajemen Terpadu Balita Sakit di Puskesmas Kabupaten Halmahera Selatan.Skripsi. Universitas Hasanuddin Novitasari.2014. Hubungan Pengetahuan dan Motivasi dengan Perilaku Petugas Kesehatan dalam Penatalaksanaan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) Diare di Puskesmas Kota Cilegon. Skripsi. UIN Syarif Hidayatullah. Jakarta Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta ___________________.2012. Promosi Kesehatan dan Jakarta : Rineka Cipta.

Perilaku Kesehatan.

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 tahun 2014 tentang Puskesmas. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 70 tahun 2013 tentang MTBS-M. Sri Hastuti. 2010. Pengaruh Pengetahuan Sikap dan Motivasi Terhadap Penatalaksanaan Manajemen terpadu Balita Sakit (MTBS) pada Petugas Kesehatan di Puskesmas Kabupaten Boyolali. Tesis, Universitas Sebelas Maret Sudigdo S, & Sofyan Ismael. 2006. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis Edisi Ke-2.Jakarta : CV Sagung Seto Sugi Purwati. 2010. Analisis Pengaruh Karakteristik Individu, Fasilitas, Supervisi, Dan Motivasi Terhadap Kinerja Petugas Pelaksana Pelayanan Program Mtbs (Manajemen Terpadu Balita Sakit) di Kabupaten Banyumas Tahun 2010. Akademi YLPP Purwokerto Sugiyono, 2009. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung : Penerbit Alfabeta Sulaeman, Endang S. 2011. Manajemen Kesehatan Teori dan Praktik di Puskesmas.Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. Thoha, Miftah. 2012. Perilaku Organisasi Konsep Dasar dan Aplikasinya. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada

97

Tri Handayani. 2012. Faktor–Faktor Yang

Berhubungan Dengan Kinerja

Petugas MTBS ( Manajemen Terpadu Balita Sakit) di Puskesmas Kabupaten Kulon Progo Tahun 2012.Skripsi. Universitas Indonesia

Lampiran

98

Lampiran 1. Surat Tugas Pembimbing

99

Lampiran 2. Surat Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen dari Fakultas

100

Lampiran 3. Surat Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen dari Tempat Uji

101

Lampiran 4. Surat Ijin Penelitian dari Fakultas

102

Lampiran 5. Surat Ijin Penelitian dari Tempat Penelitian (BAPEDA)

103

Lampiran 6. Surat Ijin Penelitian dari Tempat Penelitian (DINKES Banjarnegara)

104

Lampiran 7. Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian

105

Lampiran 8. Permohonan sebagai Respponden Penelitian PERMOHONAN SEBAGAI RESPONDEN PENELITIAN Kepada Yth : Responden Penelitian Di tempat Dengan hormat, Saya yang bertanda tangan dibawah ini: Nama

: Hotmi Umi Arifah

NIM

: 6411412166

Status

: Mahasiswa Program Sarjana (S1) Jurusan Ilmu Kesehatan

Masyarakat Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Semarang Bermaksud mengadakan penelitian tentang “Faktor Kendala Implementasi Kegiatan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) ”. Penelitian ini tidak menimbulkan akibat yang merugikan bagi Saudara sebagai responden dengan berpartisipasi menjawab pertanyaan yang telah disediakan. Untuk itu, saya mengharapkan kesediaan Saudara secara sukarela untuk menjadi responden dalam penelitian saya. Atas bantuan dan kesediaan Saudara menjadi responden, saya ucapkan terima kasih.

Peneliti Hotmi Umi Arifah

106

Lampiran 9. Insstrumen Penelitian KUESIONER PENELITIAN

“ Faktor Kendala Implementasi Kegiatan Manajemen Terpadu Balita Sakit ( MTBS ) di Puskesmas di Kabupaten Banjarnegara”. Kode Responden : Tanggal wawancara : Petunjuk Pengisian Kuesioner a. Lengkapilah terlebih dahulu identitas diri Anda di tempat yang telah tersedia. b. Bacalah dengan teliti setiap pertanyaan dan kemungkinan jawaban. c. Untuk menentukan pilihan jawaban, berilah tanda silang (X) pada jawaban yang Anda pilih atau beri tanda ( √ ) pada kolom ”S” untuk jawaban setuju dan kolom ”TS” untuk jawaban tidak setuju. d. Jawaban yang Anda berikan dijamin kerahasiannya. A. Data Karakteristik Responden 1. Nama Responden

: …………………………………

2. Umur

: ………………………………….

3. Alamat

: …………………………………

4. Jenis Kelamin

: ………………………………….

5. Pendidikan Terakhir

: ………………………………….

6. Jabatan/Status Kepegawaian : …………………………………. 7. Puskesmas tempat bekerja

: ………………………………….

107

B. Pengetahuan Petugas 1. Apakah tujuan dari program MTBS? a. Untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan b. Untuk pengelolaan masalah penyakit pada anak balita 2. Apakah Anda selalu melakukan pencatatan dan pelaporan setelah melaksanakan pelayanan MTBS? a. Ya b. Tidak 3. Apakah Anda melakukan rujukan bila ditemukan penderita dalam keadaan memburuk? a. Ya b. Tidak 4. Klasifikasi apa sajakah yang termasuk dalam strategi kuratif MTBS? a. Konseling gizi, Konseling pemberian ASI, dan Suplemen Vitamin A b. Diare, Campak, dan Masalah gizi 5. Indikator keberhasilan dari program MTBS meliputi: a. Angka mortalitas dan mobiditas menurun b. Angka mortalitas dan mobiditas meningkat 6. Langkah-langkah apa sajakah dalam pelaksanaan MTBS? a. Melakukan pemeriksaan terhadap balita sakit b. Menilai dan membuat klasifikasi anak sakit

108

7. Apakah tanda bahaya umum pada anak balita yang sakit? a. Anak tidak bisa minum atau menetek, anak kejang, anak selalu memuntahkan semuanya, anak letargis atau tidak sadar b. Napas cepat, sudah berapa lama anak batuk atau sukar bernapas, tarikan dinding dada kedalam, stridor pada anak yang tenang 8. Adakah keterkaitan MTBS dengan program lain di puskesmas? a. Ya b. Tidak ada C. Sikap Petugas

No

Pernyataan Sikap

S

9

Saya merasa kesulitan untuk melakukan klasifikasi penyakit pada bayi atau balita sakit sebagaimana sistem pengklasifikasian pada MTBS

10.

Sebagai petugas pelaksana MTBS saya merasa bertanggung jawab atas berlangsungnya Program ini

11.

Saya melaksanakan pelaksanaan MTBS

12.

Saya selalu memberikan kartu nasehat ibu

13.

MTBS membutuhkan konsentrasi tersendiri, dan saya mampu menjalankan dengan baik

14.

Potensi yang saya miliki kurang mendukung dalam memperoleh prestasi kerja yang optimal

MTBS,

sesuai

dengan

alur

TS

109

D. Motivasi Kerja No

Pernyataan Motivasi Kerja

15.

Sebagai pelaksana program MTBS, saya mengerjakan tugas yang diberikan pimpinan sesuai target pencapaian yang telah di tetapkan sebelumnya

16.

Pada saat melaksanakan kegiatan MTBS, saya dan tim MTBS selalu bekerjasama dengan baik

17.

Tugas dan tanggung jawab mengenai pelaksanaan MTBS, telah disampaikan kepada saya pada saat akan dimulainya penerapan MTBS di Puskesmas

18.

Dalam perencanaan pencapaian MTBS, saya selalu dilibatkan dalam rapat koordinasi dengan tim MTBS

19.

Saya mendapatkan bimbingan dan arahan setiap saya mendapati masalah terkait dengan pelaksanaan MTBS

20.

Kerjasama team MTBS membuat saya melaksanakan program MTBS dengan baik

21.

Di Puskesmas ini, kerjasama terjalin dengan baik diantara teman-teman sehingga mendorong saya bekerja keras dalam penerapan MTBS

22.

Saya merasa senang dan semangat dalam melakukan pekerjaan ini

23.

Saya tidak selalu menjalani tugas dengan SOP dalam bekerja

24.

Atasan sering memberikan melaksanakan tugas

25.

Penghargaan dapat memotivasi saya untuk bekerja

26.

Jika mempunyai loyalitas yang tinggi, pekerjaan apapun pasti dapat terselesaikan

pengarahan

S

dapat

dalam

TS

110

E. Masa Kerja 27. Sudah berapa lama Anda bertugas menjadi pelaksana program MTBS di Pusesmas ini ? a. 1 – 5 tahun b. Lebih dari 5 tahun F. Persepsi Beban Kerja 28. Sebagai petugas pelaksana MTBS, apakah Anda merasa memiliki terlalu banyak tugas dan memiliki terlalu sedikit waktu untuk mengerjakannya? a. Ya b. Tidak 29. Apakah Anda sering bekerja melebihi batas waktu kerja Anda? a. Ya b. Tidak 30. Apakah tugas tambahan menjadi beban tambahan bagi Anda? a. Ya b. Tidak 31. Apakah tanggung jawab yang dibebankan kepada Anda tidak sesuai dengan kemampuan Anda untuk mengatasinya ? a. Ya b. Tidak

32. Apakah Anda merasa keberatan dengan semua tugas yang Anda pegang? a. Ya b. Tidak

111

G. Ketersediaan Peralatan 33. Apakah alat pemeriksaan yang dibutuhkan untuk pelksanaan TBS di Pusesmas ini selalu tersedia untuk balita sakit yang datang ? a. Ya b.Tidak 34. Apakah formulir tatalaksana MTBS selalu tersedia untuk setiap balita yang ditangani dengan MTBS? a. Ya b.Tidak 35. Apakah kartu nasihat ibu (KNI) selalu tersedia bagi ibu/ pengantar dari balita sakit yang datang? a. Ya b.Tidak H. Ketersediaan Obat 36. Apakah obat-obatan yang dibutuhkan untuk pelaksanaan MTBS di Puskesmas ini selalu tersedia untuk balita sakit yang datang? a. Ya b.Tidak 37. Apakah pernah terjadi kekurangan obat untuk balita sakit yang datang dalam pelaksanaan MTBS di Puskesmas ini ? a. Pernah b. Tidak Pernah

112

I. Pelatihan 38. Apakah Anda pernah mengikuti pelatihan mengenai MTBS? a. Ya b. Tidak 39. Apabila ada pelatihan, apakah Anda sering diikutsertakan? a. Ya, selalu b. Tidak selalu J. Kepemimpinan Kepala Puskesmas 40.Apakah Kepala Puskesmas memberikan perhatian terhadap hasil kerja Anda (misalnya dengan menanyakan perkembangan, kesulitan, hambatan dalam pengelolaan data) ? a. Ya b. Kadang-Kadang c. Tidak 41. Apakah Kepala Puskesmas selalu memonitoring dan mengevaluasi tugas atau pekerjaan Anda ( bila hasil pekerjaan Anda dianggap tidak memuaskan atau memuaskan ) ? a. Ya b. Kadang-Kadang c. Tidak 42. Apakah Kepala Puskesmas bersikap ramah dan bijaksana ? a. Ya b. Kadang-Kadang

113

c. Tidak 43. Apakah Kepala Puskesmas selalu mengikutsertakan Anda bila ada suatu kegiatan yang berhubungan dengan pekerjaan Anda terkait

dengan masalah

MTBS ? a. Ya b. Kadang-Kadang c. Tidak 44. Apakah Kepala Puskesmas mau menerima usulan atau gagasan yang Anda sampaikan ? a. Ya b. Kadang-Kadang c. Tidak 45. Bagaimana respon Kepala Puskesmas terhadap setiap keluhan yang Anda sampaikan ? a. Menyimak dengan baik b. Tidak begitu menyimak c. Tidak Menyimak

K. Alokasi Dana 46. Adakah alokasi dana khusus untuk pelaksanaan MTBS di Puskesmas tempat Anda bekerja? a. Ya, ada b. Tidak ada

114

L. Supervisi Dinas Kesehatan 47. Di Puskesmas tempat Anda bekerja, apakah pernah dilakukan supervisi menyangkut pembinaan dan pengawasan (meliputi pemantauan dan koordinasi) program MTBS oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Banjarnegara ? a. Ya b. Tidak 48. Apakah supervisi tersebut dilaksanakan secara periodik (1 tahun 2X) ? a. Ya b. Tidak M. Evaluasi 49. Apakah Kepala Puskesmas melakukan evaluasi pelaksanaan MTBS di Puskesmas tempat Anda bekerja ? a. Ya b. Tidak 50. Apakah evaluasi tersebut dilakukan secara periodik (1 bulan sekali) ? a. Ya b. Tidak N. Implementasi MTBS 51. Apakah pelayanan MTBS dilaksanakan setiap hari? a. Ya b. Tidak

115

52. Apakah semua balita sakit yang datang dilayani dengan MTBS? a. Ya b. Tidak 53. Berapa persentase jumlah bailta yang ditangani dengan MTBS ? a. < 60 % b. ≥ 60 %

116

Lampiran 10 . Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas 1. Variabel Pengetahuan Petugas Item-Total Statistics Scale Mean if Item

Scale Variance if Item

Corrected Item-Total

Cronbach's Alpha if

Deleted

Deleted

Correlation

Item Deleted

Soal1

5.75

5.500

.361

.809

Soal2

5.88

5.071

.436

.802

Soal3

5.96

4.563

.645

.775

Soal4

5.88

4.723

.645

.777

Soal5

6.04

4.650

.545

.789

Soal6

5.75

5.326

.500

.798

Soal7

6.04

4.824

.455

.802

Soal8

6.00

4.783

.495

.796

Soal9

6.04

4.650

.545

.789

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha

N of Items

.800

8

Item-Total Statistics Scale Mean if Item Deleted

Scale Variance if Item Corrected Item-Total Deleted

Correlation

Cronbach's Alpha if Item Deleted

Soal2

4.96

4.476

.407

.793

Soal3

5.00

4.087

.602

.763

Soal4

4.92

4.254

.589

.767

Soal5

5.08

4.167

.506

.779

Soal6

4.79

4.694

.539

.782

Soal7

5.08

4.341

.411

.795

Soal8

5.04

4.129

.548

.772

Soal9

5.08

4.080

.555

.771

117

2. Variabel Sikap Petugas Item-Total Statistics Cronbach's Scale Mean if

Scale Variance if Corrected Item-

Item Deleted

Item Deleted

Alpha if Item

Total Correlation

Deleted

Soal10

2.04

3.172

.668

.670

Soal11

2.17

3.536

.567

.698

Soal12

2.21

3.563

.639

.692

Soal13

1.75

4.022

.108

.786

Soal14

2.12

3.592

.463

.714

Soal15

2.04

3.520

.435

.719

Soal16

2.08

3.123

.751

.655

Soal17

1.92

3.993

.122

.783

Reliability Statistics Cronbach's Alpha

N of Items .841

6

Item-Total Statistics

Scale Mean if

Scale Variance if

Corrected Item-

Cronbach's Alpha

Item Deleted

Item Deleted

Total Correlation

if Item Deleted

Soal10

1.04

2.303

.723

.793

Soal11

1.17

2.580

.664

.808

Soal12

1.21

2.607

.747

.797

Soal14

1.13

2.723

.468

.843

Soal15

1.04

2.650

.443

.853

Soal16

1.08

2.341

.739

.789

118

3. Variabel Motivasi Kerja Petugas Item-Total Statistics Scale Mean if Item

Scale Variance if

Corrected Item-

Cronbach's Alpha

Deleted

Item Deleted

Total Correlation

if Item Deleted

Soal18

3.08

9.819

.535

.859

Soal19

3.00

9.391

.609

.854

Soal20

3.12

9.853

.600

.856

Soal21

2.62

9.636

.443

.866

Soal22

3.12

9.853

.600

.856

Soal23

3.04

9.694

.532

.859

Soal24

2.75

10.196

.240

.880

Soal25

3.12

9.853

.600

.856

Soal26

3.12

9.940

.556

.858

Soal27

3.00

9.217

.680

.850

Soal28

2.96

9.346

.591

.856

Soal29

2.92

8.862

.748

.845

Soal30

3.12

10.201

.428

.864

Reliability Statistics Cronbach's Alpha

N of Items .883

12

Item-Total Statistics Cronbach's Scale Mean if Item Deleted

Scale Variance if Corrected ItemItem Deleted

Total Correlation

Alpha if Item Deleted

Soal18

2.54

9.042

.525

.877

Soal19

2.46

8.607

.611

.872

Soal20

2.58

9.036

.610

.873

Soal21

2.12

8.636

.507

.880

Soal22

2.58

9.036

.610

.873

Soal23

2.50

8.870

.545

.876

119

Soal25

2.58

9.036

.610

.873

Soal26

2.58

9.123

.565

.875

Soal27

2.46

8.433

.685

.867

Soal28

2.42

8.514

.612

.872

Soal29

2.38

8.158

.727

.864

Soal30

2.58

9.384

.431

.881

4. Variabel Masa Kerja Petugas Reliability Statistics Cronbach's Alpha

N of Items .756

2

Item-Total Statistics Cronbach's Scale Mean if

Scale Variance if Corrected Item-

Item Deleted

Item Deleted

Total Correlation

Alpha if Item Deleted

Soal31

1.38

.332

.612

.

a

total

1.54

.259

.612

.

a

a. The value is negative due to a negative average covariance among items. This violates reliability model assumptions. You may want to check item codings.

5. Variabel Persepsi Beban Kerja Petugas Reliability Statistics Cronbach's Alpha

N of Items .804

5 Item-Total Statistics

Soal32

Scale Mean if Item

Scale Variance if

Corrected Item-

Cronbach's Alpha if

Deleted

Item Deleted

Total Correlation

Item Deleted

1.46

1.911

.628

.753

120

Soal33

1.58

2.080

.579

.769

Soal34

1.17

1.971

.600

.762

Soal35

1.50

2.087

.500

.794

Soal36

1.62

2.071

.646

.751

6. Variabel Ketersediaan Peralatan dan Obat Pendukung MTBS Reliability Statistics Cronbach's Alpha

N of Items

.791

5

Item-Total Statistics

Scale Mean if Item

Scale Variance if

Corrected Item-

Cronbach's Alpha if

Deleted

Item Deleted

Total Correlation

Item Deleted

Soal37

.83

1.536

.541

.764

Soal38

1.04

1.781

.683

.741

Soal39

.83

1.536

.541

.764

Soal40

.96

1.694

.541

.761

Soal41

.83

1.449

.635

.730

7. Variabel pelatihan yang pernah diikuti petugas Reliability Statistics Cronbach's Alpha

N of Items .542

2 Item-Total Statistics Cronbach's

Scale Mean if Item Deleted

Scale Variance if Corrected ItemItem Deleted

Total Correlation

Alpha if Item Deleted

Soal42

.67

.232

.426

.

a

Soal43

.92

.080

.426

.

a

a. The value is negative due to a negative average covariance among items. This violates reliability model assumptions. You may want to check item codings.

121

8. Variabel Kepemimpinan Kepala Puskesmas Item-Total Statistics Cronbach's Scale Mean if Item Deleted

Scale Variance if Corrected ItemItem Deleted

Total Correlation

Alpha if Item Deleted

Soal44

15.21

4.607

.546

.759

Soal45

15.25

4.283

.594

.748

Soal46

15.00

4.957

.406

.783

Soal47

15.33

4.145

.693

.727

Soal48

15.17

4.319

.696

.730

Soal49

15.25

4.630

.355

.805

Soal50

14.79

5.303

.412

.784

Reliability Statistics Cronbach's Alpha

N of Items .805

6

Item-Total Statistics Cronbach's Scale Mean if Item Deleted

Scale Variance if Corrected ItemItem Deleted

Total Correlation

Alpha if Item Deleted

Soal44

12.79

3.216

.633

.758

Soal45

12.83

2.928

.682

.744

Soal46

12.58

3.645

.410

.806

Soal47

12.92

3.036

.648

.753

Soal48

12.75

3.326

.560

.775

Soal50

12.38

3.897

.465

.797

122

9. Variabel Alokasi Dana Reliability Statistics Cronbach's Alpha

N of Items .820

2

Item-Total Statistics Cronbach's Scale Mean if Item Deleted

Scale Variance if Corrected ItemItem Deleted

Total Correlation

Alpha if Item Deleted

Soal51

1.29

.216

.698

.

a

total

1.46

.259

.698

.

a

a. The value is negative due to a negative average covariance among items. This violates reliability model assumptions. You may want to check item codings.

10. Variabel Supervisi dan Evaluasi Reliability Statistics Cronbach's Alpha

N of Items .716

4

Item-Total Statistics Cronbach's Scale Mean if Item Deleted

Scale Variance if Corrected ItemItem Deleted

Total Correlation

Alpha if Item Deleted

Soal52

1.54

1.216

.548

.626

Soal53

1.46

1.303

.509

.651

Soal54

1.83

1.362

.413

.706

Soal55

1.67

1.188

.547

.627

123

11. Variabel Implementasi MTBS Reliability Statistics Cronbach's Alpha

N of Items .896

3

Item-Total Statistics Cronbach's Scale Mean if Item Deleted

Scale Variance if Corrected ItemItem Deleted

Total Correlation

Alpha if Item Deleted

Soal56

.42

.601

.788

.867

Soal57

.38

.505

.884

.774

Soal58

.29

.476

.748

.913

124

Lampiran 11. Data Mentah Hasil Penelitian 1. Variabel Pengetahuan Kode Responden

Pertanyaan

Total

Persentase (%)

Kategori

P1

P2

P3

P4

P5

P6

P7

P8

R1

0

1

1

1

1

1

1

1

7

87.5 %

Baik

R2

1

1

1

1

1

1

1

1

8

100%

Baik

R3

1

1

0

1

1

1

1

1

7

87.5 %

Baik

R4

1

1

0

0

1

1

1

1

6

0,75

Cukup

R5

1

1

0

0

1

1

1

1

6

0,75

Cukup

R6

1

1

0

0

1

1

1

1

6

0,75

Cukup

R7

1

1

1

0

1

0

1

1

6

0,75

Cukup

R8

1

1

1

1

1

1

1

1

8

100%

Baik

R9

1

1

1

1

1

1

1

1

8

100%

Baik

R10

1

1

1

1

1

1

1

1

8

100%

Baik

R11

0

1

1

1

1

1

1

1

7

87.5 %

Baik

R12

1

1

1

1

1

0

1

1

7

87.5 %

Baik

R13

1

1

1

1

1

0

1

1

7

87.5 %

Baik

R14

1

1

1

1

1

1

1

1

8

100%

Baik

R15

1

1

1

1

1

1

1

1

8

100%

Baik

R16

1

1

1

1

1

1

1

1

8

100%

Baik

R17

1

1

1

1

1

0

0

1

6

0,75

Cukup

R18

1

1

1

1

1

0

0

1

6

0,75

Cukup

R19

1

1

1

1

1

0

1

1

7

87.5 %

Baik

R20

1

1

1

1

1

1

1

1

8

100%

Baik

R21

0

1

1

1

1

0

1

1

6

0,75

Cukup

R22

1

1

1

1

1

0

1

1

7

87.5 %

Baik

R23

1

1

1

1

1

1

1

1

8

100%

Baik

R24

1

1

1

1

1

1

1

1

8

100%

Baik

R25

1

1

1

1

1

0

1

1

7

87.5 %

Baik

R26

1

1

1

0

1

1

1

1

7

87.5 %

Baik

R27

1

1

1

1

1

1

1

1

8

100%

Baik

125

Lanjutan R28

1

1

1

0

1

1

1

1

7

87.5 %

Baik

R29

1

1

1

0

1

1

1

1

7

87.5 %

Baik

R30

1

1

1

1

1

1

1

1

8

100%

Baik

R31

1

1

1

1

1

1

1

1

8

100%

Baik

R32

0

1

1

1

1

1

1

1

7

87.5 %

Baik

R33

0

1

1

1

1

1

1

1

7

87.5 %

Baik

R34

1

1

1

0

1

1

1

1

8

100%

Baik

R35

0

1

1

1

1

1

1

1

7

87.5 %

Baik

R36

1

1

1

1

1

1

1

1

8

100%

Baik

R37

1

1

1

0

1

0

1

1

6

0,75

Cukup

R38

1

1

1

1

1

0

1

1

7

87.5 %

Baik

R39

1

1

1

0

1

1

1

1

7

87.5 %

Baik

R40

1

1

1

1

1

1

1

1

8

100%

Baik

R41

1

1

1

1

1

1

1

1

8

100%

Baik

R42

1

1

1

1

1

1

1

1

8

100%

Baik

R43

1

1

1

1

1

1

1

1

8

100%

Baik

R44

1

1

1

1

1

1

1

1

8

100%

Baik

R45

1

1

1

1

1

0

1

1

7

87.5 %

Baik

R46

1

1

1

1

1

0

1

1

7

87.5 %

Baik

R47

1

1

1

0

1

1

1

1

7

87.5 %

Baik

2. Variabel Sikap Kode Responden R1 R2 R3 R4 R5 R6 R7 R8

P9 1 1 1 1 1 1 1 1

P10 1 1 1 1 1 1 1 1

Pertanyaan P11 P12 1 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

P13 1 1 1 1 1 1 1 1

P14 1 1 1 1 1 0 0 1

Total

Kategori 6 5 5 6 6 5 5 6

Baik Cukup Cukup Baik Baik Cukup Cukup Baik

126

Lanjutan R9 R10 R11 R12 R13 R14 R15 R16 R17 R18 R19 R20 R21 R22 R23 R24 R25 R26 R27 R28 R29 R30 R31 R32 R33 R34 R35 R36 R37 R38 R39 R40 R41 R42 R43 R44 R45 R46 R47

1 1 0 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1

1 1 1 0 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

1 1 1 1 1 0 1 0 0 0 1 1 1 1 0 0 0 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 0 1 0 0

1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0

1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 0 0 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 0 0

6 6 5 4 4 5 6 3 4 5 6 6 6 5 5 5 5 6 4 3 5 5 6 6 6 5 5 5 5 4 6 6 6 5 6 5 6 4 3

Baik Baik Cukup Cukup Cukup Cukup Baik Cukup Cukup Cukup Baik Baik Baik Cukup Cukup Cukup Cukup Baik Cukup Cukup Cukup Cukup Baik Baik Baik Cukup Cukup Cukup Cukup Cukup Baik Baik Baik Cukup Baik Cukup Baik Cukup Cukup

127

3. Variabel Motivasi Kerja Kode Pertanyaan Responden P15 P16 P17 P18 P19 P20 P21 P22 P23 P24 P25 R1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 R2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 R3 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 R4 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 R5 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 R6 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 R7 1 1 1 0 0 0 1 1 0 0 1 R8 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 R9 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 1 R10 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 R11 1 1 1 0 1 1 1 1 0 0 1 R12 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 R13 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 R14 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 R15 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 R16 0 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 R17 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 R18 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 R19 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 R20 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 R21 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 R22 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 R23 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 R24 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 R25 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 R26 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 R27 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 R28 1 1 1 0 0 1 1 1 1 0 0 R29 1 1 1 0 0 1 1 1 1 0 1 R30 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 R31 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 R32 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 R33 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 R34 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 R35 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 R36 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

P26 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

Total 12 12 11 12 12 12 7 8 10 9 9 10 10 10 12 8 11 9 11 11 10 12 11 11 12 12 10 8 9 12 12 12 11 11 12 12

Kategori Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Sedang Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi

128

Lanjutan R37 R38 R39 R40 R41 R42 R43 R44 R45 R46 R47

1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1

1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1

1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1

1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

0 0 0 1 1 1 1 1 1 0 1

4. Variabel Masa Kerja Kode Responden R1 R2 R3 R4 R5 R6 R7 R8 R9 R10 R11 R12 R13 R14 R15 R16 R17 R18 R19 R20 R21 R22 R23

Pertanyaan P27 1 1 1 2 2 2 2 2 2 1 1 1 1 1 1 1 2 1 2 2 1 1 1

Total 1 1 1 2 2 2 2 2 2 1 1 1 1 1 1 1 2 1 2 2 1 1 1

Kategori Sedang Sedang Sedang Lama Lama Lama Lama Lama Lama Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Lama Sedang Lama Lama Sedang Sedang Sedang

1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

11 10 10 10 12 12 12 12 12 11 12

Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi

129

Lanjutan R24 R25 R26 R27 R28 R29 R30 R31 R32 R33 R34 R35 R36 R37 R38 R39 R40 R41 R42 R43 R44 R45 R46 R47

1 1 1 1 1 2 2 2 1 2 2 2 2 1 1 2 2 1 1 ! 2 2 2 1

1 1 1 1 1 2 2 2 1 2 2 2 2 1 1 2 2 1 1 1 2 2 2 1

Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Lama Lama Lama Sedang Lama Lama Lama Lama Sedang Sedang Lama Lama Sedang Sedang Sedang Lama Lama Lama Sedang

5. Variabel Persepsi Beban Kerja Kode Responden R1 R2 R3 R4 R5 R6 R7 R8 R9 R10

P28 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Pertanyaan P29 P30 P31 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

P32 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Total 0 0 1 1 1 1 0 0 0 0

Kategori Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah

130

Lanjutan R11 R12 R13 R14 R15 R16 R17 R18 R19 R20 R21 R22 R23 R24 R25 R26 R27 R28 R29 R30 R31 R32 R33 R34 R35 R36 R37 R38 R39 R40 R41 R42 R43 R44 R45 R46 R47

1 0 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 1 1 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 0 0 0 0 0 1

0 1 1 1 0 1 0 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 0 0 1 0 0 1 1 1 0 0 1 0 0 1

1 1 1 1 1 0 0 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 0 0 1 1 0 0 0 1 1 1 0 1 1 0 1 1

1 1 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 0 0 1 0 0 1

0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 0 0 1 0 0 0

3 3 3 3 3 1 0 3 3 0 0 3 3 3 3 3 5 0 1 3 3 0 1 1 1 1 0 1 5 5 5 0 1 4 0 1 4

Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Rendah Rendah Tinggi Tinggi Rendah Rendah Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Rendah Rendah Tinggi Tinggi Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Tinggi Tinggi Tinggi Rendah Rendah Tinggi Rendah Rendah Tinggi

131

6. Variabel Ketersediaan Peralatan Kode Responden R1 R2 R3 R4 R5 R6 R7 R8 R9 R10 R11 R12 R13 R14 R15 R16 R17 R18 R19 R20 R21 R22 R23 R24 R25 R26 R27 R28 R29 R30 R31 R32 R33 R34 R35 R36 R37

Pertanyaan P33 P34 P35 1 1 0 1 1 0 0 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 0 1 1 0 0 1 1 1 1 0 1 1 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 1 1 0 1 1 0 1 1 0 1 1 0 1 1 0 1 1 0 1 1 0 1 1 0 1 1 0 1 1 0

Total

Kategori 2 2 2 2 2 2 0 0 0 3 3 3 2 2 2 0 0 0 3 2 2 2 2 2 1 1 0 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2

Lengkap Lengkap Lengkap Lengkap Lengkap Lengkap Tidak Lengkap Tidak Lengkap Tidak Lengkap Lengkap Lengkap Lengkap Lengkap Lengkap Lengkap Tidak Lengkap Tidak Lengkap Tidak Lengkap Lengkap Lengkap Lengkap Lengkap Lengkap Lengkap Tidak Lengkap Tidak Lengkap Tidak Lengkap Lengkap Lengkap Lengkap Lengkap Lengkap Lengkap Lengkap Lengkap Lengkap Lengkap

132

Lanjutan R38 R39 R40 R41 R42 R43 R44 R45 R46 R47

1 0 0 0 1 1 1 1 1 1

1 0 0 0 1 1 1 1 1 1

0 0 0 0 0 1 0 0 0 0

2 0 0 0 2 3 2 2 2 2

Lengkap Tidak Lengkap Tidak Lengkap Tidak Lengkap Lengkap Lengkap Lengkap Lengkap Lengkap Lengkap

7. Variabel Ketersediaan Obat Kode Responden R1 R2 R3 R4 R5 R6 R7 R8 R9 R10 R11 R12 R13 R14 R15 R16 R17 R18 R19 R20 R21 R22 R23

Pertanyaan P36 P37 1 0 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

Total

Kategori 1 1 1 2 2 2 1 1 1 1 1 1 2 2 2 1 1 1 2 2 2 2 2

Tidak Lengkap Tidak Lengkap Tidak Lengkap Lengkap Lengkap Lengkap Tidak Lengkap Tidak Lengkap Tidak Lengkap Tidak Lengkap Tidak Lengkap Tidak Lengkap Lengkap Lengkap Lengkap Tidak Lengkap Tidak Lengkap Tidak Lengkap Lengkap Lengkap Lengkap Lengkap Lengkap

133

Lanjutan R24 R25 R26 R27 R28 R29 R30 R31 R32 R33 R34 R35 R36 R37 R38 R39 R40 R41 R42 R43 R44 R45 R46 R47

1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

1 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 0 0 0 1 1 1 0 0 0 1 1 1

2 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 2 1 1 1 2 2 2 1 1 1 2 2 2

Lengkap Tidak Lengkap Tidak Lengkap Tidak Lengkap Tidak Lengkap Tidak Lengkap Tidak Lengkap Tidak Lengkap Tidak Lengkap Lengkap Lengkap Lengkap Tidak Lengkap Tidak Lengkap Tidak Lengkap Lengkap Lengkap Lengkap Tidak Lengkap Tidak Lengkap Tidak Lengkap Lengkap Lengkap Lengkap

8. Variabel Pelatihan Kode Responden R1 R2 R3 R4 R5 R6 R7 R8 R9 R10

Pertanyaan P38 P39 1 1 1 0 1 0 0 1 0 1

Total 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Kategori 1 1 1 0 1 0 0 1 0 1

Pernah Pernah Pernah Belum Pernah Pernah Belum Pernah Belum Pernah Pernah Belum Pernah Pernah

134

Lanjutan R11 R12 R13 R14 R15 R16 R17 R18 R19 R20 R21 R22 R23 R24 R25 R26 R27 R28 R29 R30 R31 R32 R33 R34 R35 R36 R37 R38 R39 R40 R41 R42 R43 R44 R45 R46 R47

1 1 1 0 1 1 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 1 1 0 1 1 0 0 1 1 1 1 0 0 0

0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

1 1 1 0 1 1 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 0 0 1 1 0 1 1 0 0 1 1 1 1 0 0 0

Pernah Pernah Pernah Belum Pernah Pernah Pernah Pernah Pernah Belum Pernah Pernah Belum Pernah Pernah Pernah Pernah Pernah Pernah Pernah Pernah Belum Pernah Belum Pernah Pernah Belum Pernah Belum Pernah Pernah Pernah Belum Pernah Pernah Pernah Belum Pernah Belum Pernah Pernah Pernah Pernah Pernah Belum Pernah Belum Pernah Belum Pernah

135

9. Variabel Kepemimpinan Kode Responden R1 R2 R3 R4 R5 R6 R7 R8 R9 R10 R11 R12 R13 R14 R15 R16 R17 R18 R19 R20 R21 R22 R23 R24 R25 R26 R27 R28 R29 R30 R31 R32 R33 R34 R35 R36 R37

P40 3 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 3 3 3 3 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 2 2 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3

P41 3 2 2 3 2 2 2 3 2 3 3 2 3 2 3 3 3 3 2 2 2 3 2 2 3 3 3 3 2 3 3 3 2 3 3 3 3

Pertanyaan P42 P43 3 3 3 2 2 3 3 3 3 3 3 3 2 2 3 2 3 2 3 2 3 2 3 2 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 2 2 3 3 3 3 3 3 2 2 3 3 3 3 2 3 3 2 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3

P44 3 2 2 3 3 3 2 2 3 3 2 3 3 2 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 2 2 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3

P45 3 3 3 3 3 3 2 2 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3

Total

Kategori 18 14 14 17 16 16 12 14 14 16 16 16 18 12 18 17 17 14 16 16 16 15 16 16 16 15 15 17 17 18 18 18 16 18 18 18 18

Baik Cukup Cukup Baik Baik Baik Cukup Cukup Cukup Baik Baik Baik Baik Cukup Baik Baik Baik Cukup Baik Baik Baik Cukup Baik Baik Baik Cukup Cukup Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik

136

Lanjutan R38 R39 R40 R41 R42 R43 R44 R45 R46 R47

3 1 1 2 3 3 3 3 2 2

3 2 2 2 3 2 3 3 2 2

3 3 3 3 3 3 3 3 3 3

2 1 1 2 3 3 2 3 3 3

2 2 2 3 3 2 3 3 3 3

3 3 3 3 3 3 3 3 3 3

16 12 12 15 18 16 17 18 16 16

10. Variabel Alokasi Dana Kode Responden R1 R2 R3 R4 R5 R6 R7 R8 R9 R10 R11 R12 R13 R14 R15 R16 R17 R18 R19 R20 R21 R22 R23 R24

Pertanyaan P46

Total 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 1 1 1 0 0 0

Kategori 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 1 1 1 0 0 0

Tidak Ada Tidak Ada Tidak Ada Tidak Ada Tidak Ada Tidak Ada Tidak Ada Tidak Ada Tidak Ada Tidak Ada Tidak Ada Tidak Ada Ada Ada Tidak Ada Tidak Ada Tidak Ada Tidak Ada Ada Ada Ada Tidak Ada Tidak Ada Tidak Ada

Baik Cukup Cukup Cukup Baik Baik Baik Baik Baik Baik

137

Lanjutan R25 R26 R27 R28 R29 R30 R31 R32 R33 R34 R35 R36 R37 R38 R39 R40 R41 R42 R43 R44 R45 R46 R47

0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 0 0 0 0 0 0

0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 0 0 0 0 0 0

Tidak Ada Tidak Ada Tidak Ada Tidak Ada Tidak Ada Tidak Ada Tidak Ada Tidak Ada Tidak Ada Tidak Ada Tidak Ada Tidak Ada Tidak Ada Tidak Ada Ada Ada Ada Tidak Ada Tidak Ada Tidak Ada Tidak Ada Tidak Ada Tidak Ada

11. Variabel Supervisi oleh Dinkes Kode Responden R1 R2 R3 R4 R5 R6 R7 R8 R9 R10

Pertanyaan P47 P48 1 1 1 0 1 1 0 0 0 0

Total 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0

Kategori 2 2 2 0 1 1 0 0 0 0

Tinggi Tinggi Tinggi Rendah Tinggi Tinggi Rendah Rendah Rendah Rendah

138

Lanjutan R11 R12 R13 R14 R15 R16 R17 R18 R19 R20 R21 R22 R23 R24 R25 R26 R27 R28 R29 R30 R31 R32 R33 R34 R35 R36 R37 R38 R39 R40 R41 R42 R43 R44 R45 R46 R47

0 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 1 1 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 1 1 1

0 0 1 1 0 0 1 0 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 1 1 1

0 0 2 2 1 0 2 1 2 2 2 1 1 0 0 0 1 1 0 0 0 0 2 2 2 2 2 2 0 0 0 0 0 0 2 2 2

Rendah Rendah Tinggi Tinggi Tinggi Rendah Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Rendah Rendah Rendah Tinggi Tinggi Rendah Rendah Rendah Rendah Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Tinggi Tinggi Tinggi

139

12. Variabel Evaluasi oleh Kepala Puskemas Kode Responden R1 R2 R3 R4 R5 R6 R7 R8 R9 R10 R11 R12 R13 R14 R15 R16 R17 R18 R19 R20 R21 R22 R23 R24 R25 R26 R27 R28 R29 R30 R31 R32 R33 R34 R35 R36 R37

Pertanyaan P49 P50 0 0 0 1 1 1 0 0 0 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 1 1 1 1 1

Total 0 0 0 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 0 0

Kategori 0 0 0 2 2 2 0 0 0 1 1 1 0 0 2 2 2 2 2 2 2 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 2 2 2 1 1

Rendah Rendah Rendah Tinggi Tinggi Tinggi Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Tinggi Tinggi Tinggi Rendah Rendah

140

Lanjutan R38 R39 R40 R41 R42 R43 R44 R45 R46 R47

1 1 1 1 0 0 0 1 1 1

0 1 1 1 0 0 0 1 1 1

1 2 2 2 0 0 0 2 2 2

Rendah Tinggi Tinggi Tinggi Rendah Rendah Rendah Tinggi Tinggi Tinggi

13. Variabel Implementasi MTBS Kode Responden R1 R2 R3 R4 R5 R6 R7 R8 R9 R10 R11 R12 R13 R14 R15 R16 R17 R18 R19 R20 R21 R22 R23 R24

Pertanyaan P51 P52 1 0 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 0

Total

P53 0 0 0 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 0 0 0

Kategori 1 1 1 3 3 3 3 3 3 0 0 0 1 1 1 1 1 1 3 3 3 1 1 1

Rendah Rendah Rendah Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Tinggi Tinggi Tinggi Rendah Rendah Rendah

141

Lanjutan R25 R26 R27 R28 R29 R30 R31 R32 R33 R34 R35 R36 R37 R38 R39 R40 R41 R42 R43 R44 R45 R46 R47

1 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 0 0 0 1 1 1 0 0 0 1 1 1

0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 0 0 0 1 1 1 0 0 0 1 1 1

1 1 0 0 0 3 3 3 3 3 3 1 1 1 3 3 3 1 1 1 3 3 3

Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Rendah Rendah Rendah Tinggi Tinggi Tinggi Rendah Rendah Rendah Tinggi Tinggi Tinggi

142

Lampiran 12. Hasil Output Analisis Data Penelitian 1. Hasil Output Analisis Univariat Pengetahuan petugas pelaksana MTBS Cumulative

Valid

Frequency

Percent

Valid Percent

Percent

Cukup

8

17.0

17.0

17.0

Baik

39

83.0

83.0

100.0

Total

47

100.0

100.0

Sikap petugas pelaksana MTBS Cumulative Frequency Valid

Percent

Valid Percent

Percent

Cukup

28

59.6

59.6

59.6

Baik

19

40.4

40.4

100.0

Total

47

100.0

100.0

Motivasi Kerja petugas pelaksana MTBS Cumulative Frequency Valid

Sedang

Percent

Valid Percent

Percent

1

2.1

2.1

2.1

Tinggi

46

97.9

97.9

100.0

Total

47

100.0

100.0

Masa Kerja petugas pelaksana MTBS Cumulative Frequency Valid

Percent

Valid Percent

Percent

Sedang

26

55.3

55.3

55.3

Lama

21

44.7

44.7

100.0

Total

47

100.0

100.0

Persepsi beban kerja petugas pelaksana MTBS Cumulative Frequency Valid

Percent

Valid Percent

Percent

Tinggi

20

42.6

42.6

42.6

Rendah

27

57.4

57.4

100.0

Total

47

100.0

100.0

143

Kelengkapan Alat MTBS Cumulative Frequency Valid

Percent

Valid Percent

Percent

Tidak Lengkap

12

25.5

25.5

25.5

Lengkap

35

74.5

74.5

100.0

Total

47

100.0

100.0

Kelengkapan Obat MTBS Cumulative Frequency Valid

Percent

Valid Percent

Percent

Tidak Lengkap

26

55.3

55.3

55.3

Lengkap

21

44.7

44.7

100.0

Total

47

100.0

100.0

Pelatihan MTBS Cumulative Frequency Valid

Percent

Valid Percent

Percent

Belum Pernah

30

63.8

63.8

63.8

Pernah

17

36.2

36.2

100.0

Total

47

100.0

100.0

Kepemimpinan Kepala Puskesmas Cumulative Frequency Valid

Percent

Valid Percent

Percent

Cukup

13

27.7

27.7

27.7

Baik

34

72.3

72.3

100.0

Total

47

100.0

100.0

Ada Tidaknya Alokasi Dana MTBS Cumulative Frequency Valid

Tidak Ada

Percent

Valid Percent

Percent

39

83.0

83.0

83.0

Ada

8

17.0

17.0

100.0

Total

47

100.0

100.0

144

Supervisi Dinas Kesehatan Kabupaten Cumulative Frequency Valid

Percent

Valid Percent

Percent

Rendah

21

44.7

44.7

44.7

Tinggi

26

55.3

55.3

100.0

Total

47

100.0

100.0

Evaluasi Kepala Puskesmas Cumulative Frequency Valid

Percent

Valid Percent

Percent

Rendah

28

59.6

59.6

59.6

Tinggi

19

40.4

40.4

100.0

Total

47

100.0

100.0

Implementasi MTBS Cumulative Frequency Valid

Percent

Valid Percent

Percent

Rendah

29

61.7

61.7

61.7

Tinggi

18

38.3

38.3

100.0

Total

47

100.0

100.0

145

2. Hasil Output Analisis Bivariat 1. Crosstab Variabel Pengetahuan dengan Implementasi MTBS Case Processing Summary Cases Valid N

Missing

Percent

N

Total

Percent

N

Percent

Pengetahuan petugas pelaksana MTBS *

47

100.0%

0

.0%

47

100.0%

Implementasi MTBS Pengetahuan petugas pelaksana MTBS * Implementasi MTBS Crosstabulation Implementasi MTBS Rendah Pengetahuan petugas

Cukup

Count

pelaksana MTBS

Expected Count % within Pengetahuan petugas pelaksana MTBS Baik

Count Expected Count % within Pengetahuan petugas pelaksana MTBS

Total

Count Expected Count % within Pengetahuan petugas pelaksana MTBS

Tinggi

Total

6

2

8

4.9

3.1

8.0

75.0%

25.0%

100.0%

23

16

39

24.1

14.9

39.0

59.0%

41.0%

100.0%

29

18

47

29.0

18.0

47.0

61.7%

38.3%

100.0%

Chi-Square Tests

Value Pearson Chi-Square Continuity Correction

df

Likelihood Ratio

Exact Sig. (2-

Exact Sig. (1-

sided)

sided)

sided)

a

1

.396

.203

1

.653

.758

1

.384

.721 b

Asymp. Sig. (2-

Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases

b

.692 .706 47

1

.401

.334

146

a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3,06. b. Computed only for a 2x2 table Symmetric Measures Value Nominal by Nominal

Contingency Coefficient

N of Valid Cases

Approx. Sig.

.123

.396

47

2. Crosstab Variabel Sikap dengan Implementasi MTBS Case Processing Summary Cases Valid N Sikap petugas pelaksana

Percent 47

MTBS * Implementasi MTBS

Missing N

100.0%

Total

Percent 0

N

.0%

Percent 47

100.0%

Sikap petugas pelaksana MTBS * Implementasi MTBS Crosstabulation Implementasi MTBS Rendah Sikap petugas pelaksana

Cukup

MTBS

Count Expected Count % within Sikap petugas pelaksana MTBS

Baik

Count Expected Count % within Sikap petugas pelaksana MTBS

Total

Count Expected Count % within Sikap petugas pelaksana MTBS

Tinggi

Total

22

6

28

17.3

10.7

28.0

78.6%

21.4%

100.0%

7

12

19

11.7

7.3

19.0

36.8%

63.2%

100.0%

29

18

47

29.0

18.0

47.0

61.7%

38.3%

100.0%

147

Chi-Square Tests

Value Pearson Chi-Square Continuity Correction Likelihood Ratio

Exact Sig. (2-

Exact Sig. (1-

sided)

sided)

sided)

df a

1

.004

6.669

1

.010

8.453

1

.004

8.341 b

Asymp. Sig. (2-

Fisher's Exact Test

.006

Linear-by-Linear Association N of Valid Cases

8.164

b

1

.005

.004

47

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7,28. b. Computed only for a 2x2 table Symmetric Measures Value Nominal by Nominal

Contingency Coefficient

N of Valid Cases

Approx. Sig.

.388

.004

47

3. Crosstab Variabel Motivasi Kerja dengan Implementasi MTBS Case Processing Summary Cases Valid N

Missing

Percent

N

Total

Percent

N

Percent

Motivasi Kerja petugas pelaksana MTBS *

47

100.0%

0

.0%

47

100.0%

Implementasi MTBS Motivasi Kerja petugas pelaksana MTBS * Implementasi MTBS Crosstabulation Implementasi MTBS Rendah Motivasi Kerja petugas pelaksana MTBS

Sedang

Tinggi

Total

Count

0

1

1

Expected Count

.6

.4

1.0

.0%

100.0%

100.0%

% within Motivasi Kerja petugas pelaksana MTBS

148

Tinggi

Count

29

17

46

28.4

17.6

46.0

63.0%

37.0%

100.0%

29

18

47

29.0

18.0

47.0

61.7%

38.3%

100.0%

Expected Count % within Motivasi Kerja petugas pelaksana MTBS Total

Count Expected Count % within Motivasi Kerja petugas pelaksana MTBS Chi-Square Tests

Value Pearson Chi-Square Continuity Correction Likelihood Ratio

Exact Sig. (2-

Exact Sig. (1-

sided)

sided)

sided)

df a

1

.199

.059

1

.808

1.955

1

.162

1.646 b

Asymp. Sig. (2-

Fisher's Exact Test

.383

Linear-by-Linear Association N of Valid Cases

1.611

b

1

.383

.204

47

a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,38. b. Computed only for a 2x2 table Symmetric Measures Value Nominal by Nominal

Contingency Coefficient

Approx. Sig.

.184

N of Valid Cases

.199

47

4. Crosstab Variabel Masa Kerja dengan Implementasi MTBS Case Processing Summary Cases Valid N

Missing

Percent

N

Total

Percent

N

Percent

Masa Kerja petugas pelaksana MTBS * Implementasi MTBS

47

100.0%

0

.0%

47

100.0%

149

Masa Kerja petugas pelaksana MTBS * Implementasi MTBS Crosstabulation Implementasi MTBS Rendah Masa Kerja petugas

Sedang

Count

pelaksana MTBS

Expected Count % within Masa Kerja petugas pelaksana MTBS Lama

% within Masa Kerja petugas pelaksana MTBS Total

Count Expected Count % within Masa Kerja petugas pelaksana MTBS

Total

22

4

26

16.0

10.0

26.0

84.6%

15.4%

100.0%

7

14

21

13.0

8.0

21.0

33.3%

66.7%

100.0%

29

18

47

29.0

18.0

47.0

61.7%

38.3%

100.0%

Count Expected Count

Tinggi

Chi-Square Tests

Value Pearson Chi-Square Continuity Correction

df

Likelihood Ratio

Exact Sig. (2-

Exact Sig. (1-

(2-sided)

sided)

sided)

a

1

.000

10.849

1

.001

13.499

1

.000

12.929 b

Asymp. Sig.

Fisher's Exact Test

.001

Linear-by-Linear

12.654

Association N of Valid Cases

b

1

.000

47

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8,04. b. Computed only for a 2x2 table Symmetric Measures Value Nominal by Nominal N of Valid Cases

Contingency Coefficient

Approx. Sig.

.464 47

.000

.000

150

5. Crosstab Variabel Persepsi Beban Kerja dengan Implementasi MTBS Case Processing Summary Cases Valid N

Missing

Percent

N

Total

Percent

N

Percent

Persepsi beban kerja petugas pelaksana MTBS *

47

100.0%

0

.0%

47

100.0%

Implementasi MTBS Persepsi beban kerja petugas pelaksana MTBS * Implementasi MTBS Crosstabulation Implementasi MTBS Rendah Persepsi beban kerja

Tinggi

Count

petugas pelaksana MTBS

Expected Count

Tinggi

Total

13

7

20

12.3

7.7

20.0

65.0%

35.0%

100.0%

16

11

27

16.7

10.3

27.0

59.3%

40.7%

100.0%

29

18

47

29.0

18.0

47.0

61.7%

38.3%

100.0%

% within Persepsi beban kerja petugas pelaksana MTBS Rendah

Count Expected Count % within Persepsi beban kerja petugas pelaksana MTBS

Total

Count Expected Count % within Persepsi beban kerja petugas pelaksana MTBS Chi-Square Tests

Value Pearson Chi-Square Continuity Correction Likelihood Ratio Fisher's Exact Test

Exact Sig. (2-

Exact Sig. (1-

sided)

sided)

sided)

a

1

.689

.009

1

.923

.161

1

.688

.160 b

df

Asymp. Sig. (2-

.767

.463

151

Linear-by-Linear Association N of Valid Cases

.157

b

1

.692

47

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7,66. b. Computed only for a 2x2 table Symmetric Measures Value Nominal by Nominal

Contingency Coefficient

N of Valid Cases

Approx. Sig.

.058

.689

47

6. Crosstab Variabel Ketersediaan Peralatan dengan Implementasi MTBS Case Processing Summary Cases Valid N Kelengkapan Alat MTBS *

Percent 47

Implementasi MTBS

Missing N

100.0%

Total

Percent 0

N

Percent

.0%

47

100.0%

Kelengkapan Alat MTBS * Implementasi MTBS Crosstabulation Implementasi MTBS Rendah Kelengkapan Alat MTBS

Tidak Lengkap

Count Expected Count % within Kelengkapan Alat MTBS

Lengkap

Count Expected Count % within Kelengkapan Alat MTBS

Total

Count Expected Count % within Kelengkapan Alat MTBS

Tinggi

Total

6

6

12

7.4

4.6

12.0

50.0%

50.0%

100.0%

23

12

35

21.6

13.4

35.0

65.7%

34.3%

100.0%

29

18

47

29.0

18.0

47.0

61.7%

38.3%

100.0%

152

Chi-Square Tests

Value Pearson Chi-Square Continuity Correction Likelihood Ratio

Exact Sig. (2-

Exact Sig. (1-

sided)

sided)

sided)

df a

1

.334

.387

1

.534

.918

1

.338

.934 b

Asymp. Sig. (2-

Fisher's Exact Test

.493

Linear-by-Linear Association N of Valid Cases

.914

b

1

.265

.339

47

a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4,60. b. Computed only for a 2x2 table Symmetric Measures Value Nominal by Nominal

Contingency Coefficient

Approx. Sig.

.140

N of Valid Cases

.334

47

7. Crosstab Variabel Ketersediaan Obat dengan Implementasi MTBS Case Processing Summary Cases Valid N Kelengkapan Obat MTBS * Implementasi MTBS

Missing

Percent 47

N

100.0%

Total

Percent 0

N

Percent

.0%

47

100.0%

Kelengkapan Obat MTBS * Implementasi MTBS Crosstabulation

Implementasi MTBS Rendah Kelengkapan Obat

Tidak Lengkap Count

MTBS

Expected Count % within Kelengkapan Obat MTBS Lengkap

Count

Tinggi

Total

20

6

26

16.0

10.0

26.0

76.9%

23.1%

100.0%

9

12

21

153

Expected Count % within Kelengkapan Obat MTBS Total

13.0

8.0

21.0

42.9%

57.1%

100.0%

29

18

47

29.0

18.0

47.0

61.7%

38.3%

100.0%

Count Expected Count % within Kelengkapan Obat MTBS Chi-Square Tests

Value Pearson Chi-Square Continuity Correction Likelihood Ratio

df

Exact Sig. (2-

Exact Sig. (1-

(2-sided)

sided)

sided)

a

1

.017

4.355

1

.037

5.785

1

.016

5.705 b

Asymp. Sig.

Fisher's Exact Test Linear-by-Linear

5.584

Association N of Valid Cases

.033

b

1

.018

.018

47

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8,04. b. Computed only for a 2x2 table Symmetric Measures Value Nominal by Nominal Contingency Coefficient

Approx. Sig.

.329

N of Valid Cases

.017

47

8. Crosstab Variabel Pelatihan dengan Implementasi MTBS Case Processing Summary Cases Valid N Pelatihan MTBS * Implementasi MTBS

Missing

Percent 47

100.0%

N

Total

Percent 0

.0%

N

Percent 47

100.0%

154

Pelatihan MTBS * Implementasi MTBS Crosstabulation Implementasi MTBS Rendah Pelatihan MTBS

Belum Pernah

Count Expected Count % within Pelatihan MTBS

Pernah

Count Expected Count % within Pelatihan MTBS

Total

Count Expected Count % within Pelatihan MTBS

Tinggi

Total

24

6

30

18.5

11.5

30.0

80.0%

20.0%

100.0%

5

12

17

10.5

6.5

17.0

29.4%

70.6%

100.0%

29

18

47

29.0

18.0

47.0

61.7%

38.3%

100.0%

Chi-Square Tests

Value Pearson Chi-Square Continuity Correction

df

Likelihood Ratio

Exact Sig. (2-

Exact Sig. (1-

sided)

sided)

sided)

a

1

.001

9.708

1

.002

11.936

1

.001

11.752 b

Asymp. Sig. (2-

Fisher's Exact Test

.001

Linear-by-Linear Association N of Valid Cases

11.502

b

1

.001

47

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6,51. b. Computed only for a 2x2 table

Symmetric Measures Value Nominal by Nominal N of Valid Cases

Contingency Coefficient

Approx. Sig.

.447 47

.001

.001

155

9. Crosstab Variabel Kepemimpinan dengan Implementasi MTBS Case Processing Summary Cases Valid N

Missing

Percent

N

Total

Percent

N

Percent

Kepemimpinan Kepala Puskesmas * Implementasi

47

100.0%

0

.0%

47

100.0%

MTBS Kepemimpinan Kepala Puskesmas * Implementasi MTBS Crosstabulation Implementasi MTBS Rendah Kepemimpinan Kepala

Cukup

Count

Puskesmas

Expected Count % within Kepemimpinan Kepala Puskesmas Baik

Count Expected Count % within Kepemimpinan Kepala Puskesmas

Total

Count Expected Count % within Kepemimpinan Kepala Puskesmas

Tinggi

Total

7

6

13

8.0

5.0

13.0

53.8%

46.2%

100.0%

22

12

34

21.0

13.0

34.0

64.7%

35.3%

100.0%

29

18

47

29.0

18.0

47.0

61.7%

38.3%

100.0%

Chi-Square Tests

Value Pearson Chi-Square Continuity Correction

df

Likelihood Ratio

Exact Sig. (2-

Exact Sig. (1-

sided)

sided)

sided)

a

1

.493

.122

1

.727

.464

1

.496

.469 b

Asymp. Sig. (2-

Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases

b

.521 .459 47

1

.498

.360

156

a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4,98. b. Computed only for a 2x2 table Symmetric Measures Value Nominal by Nominal

Contingency Coefficient

Approx. Sig.

.099

N of Valid Cases

.493

47

10. Crosstab Variabel Alokasi Dana dengan Implementasi MTBS Case Processing Summary Cases Valid N Ada Tidaknya Alokasi Dana

Percent 47

MTBS * Implementasi MTBS

Missing N

100.0%

Total

Percent 0

N

.0%

Percent 47

100.0%

Ada Tidaknya Alokasi Dana MTBS * Implementasi MTBS Crosstabulation Implementasi MTBS Rendah Ada Tidaknya Alokasi Dana

Tidak Ada

MTBS

Count Expected Count % within Ada Tidaknya Alokasi Dana MTBS

Ada

Count Expected Count % within Ada Tidaknya Alokasi Dana MTBS

Total

Count Expected Count % within Ada Tidaknya Alokasi Dana MTBS

Tinggi

Total

27

12

39

24.1

14.9

39.0

69.2%

30.8%

100.0%

2

6

8

4.9

3.1

8.0

25.0%

75.0%

100.0%

29

18

47

29.0

18.0

47.0

61.7%

38.3%

100.0%

157

Chi-Square Tests

Value Pearson Chi-Square Continuity Correction Likelihood Ratio

Exact Sig. (2-

Exact Sig. (1-

sided)

sided)

sided)

df a

1

.019

3.783

1

.052

5.415

1

.020

5.496 b

Asymp. Sig. (2-

Fisher's Exact Test

.041

Linear-by-Linear Association N of Valid Cases

5.379

b

1

.027

.020

47

a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3,06. b. Computed only for a 2x2 table Symmetric Measures Value Nominal by Nominal

Contingency Coefficient

N of Valid Cases

Approx. Sig.

.324

.019

47

11. Crosstab Vaariabel Supervisi dengan Implementasi MTBS Case Processing Summary Cases Valid N

Missing

Percent

N

Total

Percent

N

Percent

Supervisi Dinas Kesehatan Kabupaten * Implementasi

47

100.0%

0

.0%

47

100.0%

MTBS Supervisi Dinas Kesehatan Kabupaten * Implementasi MTBS Crosstabulation Implementasi MTBS Rendah Supervisi Dinas Kesehatan Kabupaten

Rendah

Count Expected Count

Tinggi

Total

12

9

21

13.0

8.0

21.0

158

% within Supervisi Dinas Kesehatan Kabupaten Tinggi

57.1%

42.9%

100.0%

17

9

26

16.0

10.0

26.0

65.4%

34.6%

100.0%

29

18

47

29.0

18.0

47.0

61.7%

38.3%

100.0%

Count Expected Count % within Supervisi Dinas Kesehatan Kabupaten

Total

Count Expected Count % within Supervisi Dinas Kesehatan Kabupaten

Chi-Square Tests

Value Pearson Chi-Square Continuity Correction

df

Likelihood Ratio

Exact Sig. (2-

Exact Sig. (1-

sided)

sided)

sided)

a

1

.563

.076

1

.782

.333

1

.564

.334 b

Asymp. Sig. (2-

Fisher's Exact Test

.763

Linear-by-Linear Association N of Valid Cases

.327

b

1

.568

47

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8,04. b. Computed only for a 2x2 table

Symmetric Measures Value Nominal by Nominal N of Valid Cases

Contingency Coefficient

Approx. Sig.

.084 47

.563

.391

159

12. Crosstab Variabel Evaluasi dengan Implementasi MTBS Case Processing Summary Cases Valid N Evaluasi Kepala Puskesmas

Percent 47

* Implementasi MTBS

Missing N

100.0%

Total

Percent 0

N

Percent

.0%

47

100.0%

Evaluasi Kepala Puskesmas * Implementasi MTBS Crosstabulation Implementasi MTBS Rendah Evaluasi Kepala Puskesmas Rendah

Count Expected Count % within Evaluasi Kepala Puskesmas

Tinggi

Count Expected Count % within Evaluasi Kepala Puskesmas

Total

Count Expected Count % within Evaluasi Kepala Puskesmas

Tinggi

Total

22

6

28

17.3

10.7

28.0

78.6%

21.4%

100.0%

7

12

19

11.7

7.3

19.0

36.8%

63.2%

100.0%

29

18

47

29.0

18.0

47.0

61.7%

38.3%

100.0%

Chi-Square Tests

Value Pearson Chi-Square Continuity Correction

df

Likelihood Ratio

Exact Sig. (2-

Exact Sig. (1-

sided)

sided)

sided)

a

1

.004

6.669

1

.010

8.453

1

.004

8.341 b

Asymp. Sig. (2-

Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases

b

.006 8.164 47

1

.004

.005

160

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7,28. b. Computed only for a 2x2 table

Symmetric Measures Value Nominal by Nominal N of Valid Cases

Contingency Coefficient

Approx. Sig.

.388 47

.004

161

Lampiran 13. Dokumentasi Penelitian

Wawancara dengan salah satu responden (Puskesmas Klampok I)

Wawancara dengan salah satu responden (Puskesmas Purwonegoro I)

162

Wawancara dengan salah satu responden (Puskesmas Purwonegoro II)

Wawancara dengan responden (Puskesmas Bawang I)

163

( Peralatan untuk pelaksanaan MTBS)

(Timbangan dan pengukur tinggi badan untuk balita)