FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI

Makalah Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah : Ulumul Qur’an Dosen Pengampu : Dr. Hj Yuyun Afandi Lc, M.A Disusun ... Ulum Al-Quran. Bandung:...

245 downloads 1073 Views 506KB Size
MUNASABAH AL-QUR’AN Makalah Disusun untuk memenuhi tugas : Ulumul Qur’an

Mata Kuliah Dosen Pengampu

: Dr. Hj Yuyun Afandi Lc, M.A

Disusun oleh : 1. Badrut Tamam

(131211058)

2. Fikri Amarullah

(131211059)

3. Paramitha Luthfiya Ulfa

(131211060)

4. Ahlaqul Karimah

(131211061)

5. Rima Ayu DF

(131211062)

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO Jln. Prof. Dr. Hamka KM.2 Ngaliyan Semarang Telp(024)7604554 2014

1

I.

PENDAHULUAN Al-Qur’ân merupakan sumber acuan nilai, sikap serta perilaku umat Islam. Sebagai acuan tentunya al-Qur’ân harus dipahami terlebih dahulu, baru kemudian diamalkan. Upaya pemahaman al-Qur’ân tersebut dapat dilakukan berbagai cara, melalui ilmu asbab nuzul, munasabah, serta lainnya. Jika asbab nuzul mengaitkan satu atau sejumlah ayat dengan konteks sejarahnya, maka fokus perhatian ilmu munasabah antar ayat dan surat bukan pada kronologi historis dari bagian-bagian teks, tetapi aspek pertautan antar ayat dan surut menurut urutan teks. Bagi para mufassir, ilmu munasabah lebih penting daripada ilmu asbab nuzul. Subhi as-Salih mengatakan, wajar jika penjelasan tentang munasabah didahulukan dari asbab nuzul, mengingat begitu banyak manfaat yang timbul dari ilmu munasabah. Apalagi kaidah tafsir mengatakan, 'ukuran dalam memahami ayat adalah redaksinya yang bersifat umum, bukan penyebab turunnya ayat yang bersifat khusus. Munasabah adalah ilmu yang baru dibandingkan dengan ilmu-ilmu al-Qur’ân lainnya. Tidak banya mufassir yang menggunakan ilmu ini di dalam kitab tafsir mereka, karena ilmu ini dipandang sulit dan rumit. Selain itu, ilmu ini juga kurang diminati untuk dikembangkan. Seorang muslim tidak dapat menghindarkan diri dari keterikatannya dengan AlQur’an. Seorang muslim mempelajari Al-Qur’an tidak hanya mencari kebenaran ilmiah, tetapi juga mencari isi dan kandungan Al-Qur’an.

II.

RUMUSAN MASALAH

1. Apa pengertian Munasabah? 2. Apa saja macam-macam Munasabah? 3. Bagaimana cara mengetahui munasabah dan apa fungsinya? 4. Bagaimana pandangan ulama tentang munasabah?

III.

PEMBAHASAN

1. Pengertian Munasabah 2

Munasabah secara etimologi, menurut as-suyuthi berarti al musyakalah (keserupaan) dan al- muqorobah (kedekatan).1 Istilah munasabah digunakan dalam ‘illat dalam bab qiyas, dan berati al-wasf al-mmukarrib li al-hukm (gambaran yang berhubungan dengan hukum).2 Istilah munasabah diungkapkan pula dengan kata rabth (pertalian). Menurut pengertian terminology munasabah dapat di definisikan sebagai berikut : Menurut az-zarkasi:3 Munasabah adalah suatu hal yang dapat dipahami. Tatkala dihadapkan terhadap akal, pasti akal itu akan menerimanya. Menurut mana’ al-qatan:4 Munasabah adalah sisi keterikatan antara beberapa ungkapan d idalam satu ayat, atau antara ayat pada beberapa ayat, atau antara surat (di dalam al-qur’an) Menurut Ibnu Al-Arabi:5 Munasabah adalah keterikatan ayat-ayat al-qur’an sehingga seolah-olah merupakan satu ungkapan yang mempunyai kesatuan makna dan keteraturan redaksi. Munasabah merupakan ilmu yang sangat agung. Menurut Al-Biqa’i:6 Munasabah adalah suatu ilmu yang mencoba mengetahui alasan-alasan dibaliik susunan atau urutan bagian-bagian al-qur’an, baik ayat dengan ayat, atau surat dengan surat. Jadi dalam konteks ulum al-qur’an, munasabah berarti menjelaska nkorelasi makna antara ayat atau antar surat, baik korelasi itu bersifat umum atau khusus; ( rasional atau aqli), persepsi ( hadist), atau imajinatif ( khayali); atau korelasi berupa sebab akibat, ‘illat dan ma’lul, perbandingan, dan perlawanan.7

1

Jalaluddin As-Suyuthi, Al-Itqan fi Ulum Al-Qur’an, Dar Al-Fikr, Beirut,t.t., Jilid 1, hlm 108 Badr Ad-Din Muhammad bin Abdillah az-zarkasi, Al-Burhan fi Ulum Al-qur’an, jilid 1, hlm 35 3 Ibid 4 Manna’ Al-Qaththan, Mabahits fi ‘Ulum Al-Qur’an, Mansyurat Al-‘Ashr Al-Hadits,ttp., 1973, hlm 97 5 Ibid 6 Burhanuddin Al-Biqa’i, Nazhm Ad-Durarfi Tanasub Al-Ayat wa As-Suwar, Jilid 1, Majlis Da’irah Al-Ma’arif An-Nu’maniyah bi Haiderab, India, 1969, hlm 6 7 Muhammad bin Alawi Al-Maliki Al-Husni, Mutiara Ilmu-IlmuAl-Qur’an, terj. Rosihon Anwar, Pustaka Setia, Bandung, 1999, hlm 305 2

3

2. Macam-macam Munasabah Dalam Al-qur’an sekurang-kurangnya terdapat 8 macam munasabah yaitu: a) Munasabah antar surat dengan surat sebelumnya

As-syuyuti menyimpulkan bahwa munasabah antarsatu surat dengan surat sebelumnya berfungsi menerangkan atau menyempurnakan ungkapan pada surat sebelumnya.8 Sebagai contoh, dalam surat Al-fatihah ayat 1 ada ungkapan alhamdulillah. Ungkapan itu berkorelasi dengan surat Al-baqarah ayat 152 dan 186; ِ‫ُون‬ ِ َ ‫فَ ْاذ ُكسُووًِ أَ ْذ ُكسْ ُك ِْم َوا ْش ُِكسُوا لًِ َو‬ ِ ‫ل تَ ْكفُس‬ Artinya : “karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku akan ingat kepadamu, dan bersyukurlah kepadaKu, dan janganlah kamu mengingkari nikmatKu” (Qs. Al-Baqarah: 152) ُ )٦٨١(ِ َ‫اعِإِ َذاِ َدعَا ِنِفَ ْلٍَ ْست َِجٍثُىاِلًِِ َو ْلٍ ُْؤ ِمىُىاِتًِِلَ َعلَّهُ ْمٌَِسْ ُش ُدون‬ ِ ‫َوإِ َذاِ َسأَلَكَِ ِعثَا ِديِ َعىًِِّفَئِوًِِّقَ ِسٌةٌ ِأ ِجٍةُ ِ َد ْع َىجَِال َّد‬ Artinya : “dan apabila hamba-hambaKu bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah) bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah)Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku agar mereka selalu berada dalam kebenaran. (Qs. Al-Baqarah: 186) Berkaitan dengan ilmu munasabah ini Nasr Abu Zaid menjelaskan bahwa hubungan khusus surat Al-Fatihah dengan surat al-Baqarah merupakan hubungan stilistika kebahasaan. Sementara hubungan-hubungan umum lebih berkaitan dengan isi dan kandungan.9

b) Munasabah antar nama surat dan tujuan turunnya Setiap surat mempunyai tema pembicaraan yang menonjol, dan itu tercermin pada namanya masing-masing.10 Keserasian serupa itu merupakan pembahasan surat serta penjelasan menyangkut tujuan surat tersebut. Sebagaimana diketahui surat kedua dalam Al-Qur’an diberi nama alBaqarah yang berarti lembu betina. Cerita tentang lembu betina yang terdapat dalam surat itu pada hakikatnya menunjukkan kekuasaan Tuhan dalam 8

Jalaluddin As-Suyuthi, Op cit, hlm 83 Rosihon, anwar. 2008. Ulum Al-Quran. Bandung: Pustaka Setia, hlm 86 10 Hermawan, acep. 2011. „ulumul Quran. Bandung: Remaja Rosdakarya, hlm 126 9

4

membangkitkan orang yang telah mati (tercantum dalam surat al-Baqarah)









 











 







    





              









    

  



















     









    



 













 

         







     





5



 







  67. dan (ingatlah), ketika Musa berkata kepada kaumnya: "Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyembelih seekor sapi betina." mereka berkata: "Apakah kamu hendak menjadikan Kami buah ejekan?"[62] Musa menjawab: "Aku berlindung kepada Allah agar tidak menjadi salah seorang dari orang-orang yang jahil". 68. mereka menjawab: " mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk Kami, agar Dia menerangkan kepada kami; sapi betina Apakah itu." Musa menjawab: "Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang tidak tua dan tidak muda; pertengahan antara itu; Maka kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu". 69. mereka berkata: "Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk Kami agar Dia menerangkan kepada Kami apa warnanya". Musa menjawab: "Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang kuning, yang kuning tua warnanya, lagi menyenangkan orang-orang yang memandangnya." 70. mereka berkata: "Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk Kami agar Dia menerangkan kepada Kami bagaimana hakikat sapi betina itu, karena Sesungguhnya sapi itu (masih) samar bagi Kami dan Sesungguhnya Kami insya Allah akan mendapat petunjuk (untuk memperoleh sapi itu)." 71. Musa berkata: "Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang belum pernah dipakai untuk membajak tanah dan tidak pula untuk mengairi tanaman, tidak bercacat, tidak ada belangnya." mereka berkata: "Sekarang barulah kamu menerangkan hakikat sapi betina yang sebenarnya". kemudian mereka menyembelihnya dan hampir saja mereka tidak melaksanakan perintah itu[63].

[62] Hikmah Allah menyuruh menyembelih sapi ialah supaya hilang rasa penghormatan mereka terhadap sapi yang pernah mereka sembah. [63] Karena sapi yang menurut syarat yang disebutkan itu sukar diperoleh, hampir mereka tidak dapat menemukannya.

sehingga dengan demikian, tujuan dari al-baqarah adalah menyangkut kekuasaan Tuhan kepada hari kemudian.11

c) Munasabah antar bagian suatu ayat Munasabah antar bagian suatu surat sering berbentuk korelasi Al-tadhadadh (perlawanan) seperti yang terlihat pada surat Al-Hadid ayat 4 : ٍِ‫ََ ْعلَ ُن َها ََلِ ُج ف‬ َّ ‫َها ُك ٌْر ُْن َو‬ ‫َّللاُ تِ َوا‬

‫ش‬ َ َ‫ُه َى الَّ ِرٌ َخل‬ ْ ‫سرَّ ِح أَََّ ٍام ثُ َّن ا‬ ْ ‫خ َو‬ َّ ‫ق ال‬ َ ‫األز‬ ِ ٍِ‫ض ف‬ ِ ‫س َوا َوا‬ ِ ‫سرَ َىي َعلًَ ا ْل َع ْس‬ َ‫س َوا ِء َو َها ََ ْع ُس ُج فُِ َها َو ُه َى َه َع ُك ْن أََْي‬ ْ َّ ‫ض َو َها ََ ْخ ُس ُج ِه ٌْ َها َو َها ََ ٌْ ِص ُل ِهيَ ال‬ ِ ‫األز‬ )٤( ‫صُ ٌس‬ ِ َ‫ذَ ْع َولُىىَ ت‬

Artinya : “Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa; kemudian Dia bersemayam diatas „Arsy, Dia mengetahui apa yang masuk ke 11

Nashrudin, baidan.2005. wawasan baru ilmu tafsir. Yogjakarta: pustaka pelajar, hlm 194

6

dalam bumi dan apa yang keluar darinya dan apa yang turun dari langit dan apa yang naik kepadanya. Dia bersdama kamu dimana saja kamu berada dan Allah maha melihat apa yang kamu kerjakan. (al Hadid:4) Antara kata “yaliju” (masuk) dengan kata “yakhruju” (keluar), serta kata “yanzilu” (turun) dengan kata “ya‟ruju” (naik) terdapat korelasi perlawanan. Kata “bersemayam diatas „Arsy ialah satu sifat yang wajib kita imani sesuai dengan kebesaran Allah dan kesucianNya. Dan yang dimaksud dengan “yang naik kepadanya” antara lain adalah amal-amal dan do’a-do’a hamba.

d) Munasabah antar ayat yang letaknya berdampingan Munasabah antarayat yang letaknya berdampingan sering terlihat dengan jelas, tetapi sering pula tida jelas. Munasabah antarayat yang terlihat dengan jelas umumnya menggunakan pola ta‟kid (penguat), tafsir (penjelas), i‟tiradh (bantahan), dan tasydid (penegasan). Munasabah antarayat yang menggunakan ta’kid yaitu apabila salah satu ayat atau bagian ayat memperkuat makna ayat atau bagian ayat yang terletak disampingnya. ْ ِّ‫ِزب‬ ْ ٦(ِ‫َِّللاِِالسَّحْ َم ِهِال َّس ِح ٍِم‬ َّ ِ ‫)ال َح ْمد‬ َّ ‫تِس ِْم‬ )٢(ِ َ‫ِال َعالَ ِمٍه‬ َ ِ‫ُِّلِل‬ Artinya : “dengan menyebut nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam” (Qs Alfatihah 1-2) Ungkapan “rabb al-alamin” pada ayat kedua memperkuat kata “al-rahman” dan “ar-rahim”dari ayat pertama. Munasabah antarayat menggunakan pola tafsir apabila satu ayat atau bagian ayat tertentu ditafsirkan maknanya oleh ayat atau bagian ayat disampingnya. Contoh dalam surat Al-Baqarah ayat 2-3 ‫صالجَ َو ِه َّوا‬ َّ ‫ة َوَُقُِ ُوىىَ ال‬ ُ ‫َذلِ َك ا ْل ِكر‬ ِ ُْ ‫)الَّ ِرَيَ َُؤْ ِهٌُىىَ تِا ْل َغ‬٢( َ‫َاب ال َز َْ َة فُِ ِه ُهدًي لِ ْل ُورَّقُِي‬ )٣( َ‫َز َش ْقٌَا ُه ْن َُ ٌْفِقُىى‬ Artinya : “kitab Al-Qur‟an ini tidak ada keraguan padanya, petunjuk bagi mereka yang bertakwa yaitu mereka yang beriman kepada yang gaib yang mendirikan sebagian rizqy yang Kami anugerahkan kepada mereka” (Qs.Albaqarah 2-3)

7

Makna “muttaqin” pada ayat kedua ditafsirkan oleh ayat ketiga. Dengan demikian orang yang bertakwa adalah orang yang mengimani hal-hal yang gaib, mengerjakan shalat, dan seterusnya. Munasabah antar ayat yang menggunakan pola tasydid apabila satu ayat atau bagian ayat mempertegas arti ayat yang terletak disampingnya. Contoh dalam surat Alfatihah ayat 6-7 )٧( َ‫الضالُِّي‬ ْ ‫ص َساطَ ا ْل ُو‬ َّ ‫ب َعلَ ُْ ِه ْن َوال‬ ِّ ‫ا ْه ِدًَا ال‬ ُ ‫ص َساطَ الَّ ِرَيَ أَ ًْ َع ْودَ َعلَ ُْ ِه ْن َغ ُْ ِس ا ْل َو ْغ‬ ِ ‫ضى‬ ِ )٦( ‫سرَقُِ َن‬ Ungkapan “Ash-shiratal Al-mustaqin” pada ayat 6 dipertegas oleh ungkapan “shiratalladzina...” . antara kedua ungkapan yang saling memperkuat itu terkadang ditandai dengan huruf athaf (langsung). Munasabah antara ayat yang menggunakan pola i‟tiradh

apabila

terletak satu kalimat atau lebih tidak ada kedudukannya dalam i‟rab (struktur kalimat), baik dipertengahan kalimat atau diantara dua kalimat yang berhubungan maknanya. Contoh pada surat An-nahl ayat 57 : )٥٧( َ‫شرَهُىى‬ ْ ََ ‫س ْث َحاًَهُ َولَ ُه ْن َها‬ ُ ‫خ‬ ِ ‫َوََ ْج َعلُىىَ ِ َّّلِلِ ا ْلثٌََا‬ Kata “subhanahu” pada ayat diatas merupakan bentuk i’tiradh dari dua ayat yang mengantarinya. Kata itu merupakan bantahan bagi klaim orangorang kafir yang menetapkan anak peremouan bagi Allah.12

e) Munasabah antar suatu kelompok ayat dan kelompok ayat disampingnya Sebagai contoh dalam surat Al-Baqarah ayat 1 sampai 20, Allah memulai penjelasannya tentang kebenaran dan fungsi Al-Qur’an bagi orangorang yang bertaqwa. Dalam kelompok berikutnya dibicarakan tentang tiga kelompok manusia dan sifat-mereka yang berbeda-beda yaitu mukmin, kafir dan munafik.13

f) Munasabah antarfashilah (pemisah) dan isi ayat Munasabah ini mengandung tujuan-tujuan tertentu diantaranya yaitu tamkin (menguatkan) makna yang terkandung dalam suatu ayat. Misalnya dalam surat Al-Ahzab ayat 25 : ْ َ‫ِال ُم ْؤ ِمىٍِه‬ ْ ُ‫ىَِّللا‬ َّ َ‫ِو َكان‬ َّ َ‫َِّللاُ ِالَّ ِرٌهَ ِ َكفَسُوا ِتِ َغ ٍْ ِظ ِه ْم ِلَ ْم ٌَِىَالُىاِ َخ ٍْ ًساِ َو َكف‬ َّ ‫َو َز َّد‬ ِ‫َزٌ ًزا‬ َ ‫ِالقِت‬ َ ‫َال‬ ِ ‫َِّللاُ ِقَ ِىًٌّاِع‬ ِ )٢٢( 12 13

Rosihon, anwar.Op cit,hlm 90 Ibid, hlm 92

8

Artinya : “dan Allah menghalau orang-orang kafir itu yang keadaan mereka penuh kejengkelan, (lagi) mereka tidak memperoleh keuntungan apapun. Dan Allah menghindarkan orang-orang mukmin dari peperangan. Dan adalah Allah Maha Kuat lagi Maha Perkasa” Dalam ayat ini Allah menghindarkan orang-orang mukmin dari peperangan bukan karena lemah melainkan karena Allah Maha Kuat lagi Maha Perkasa. Tujuan dari fashilah adalah memberi penjelasan tambahan meskipun tanpa fashilah sebenarnya makna ayat sudah jelas.14

g) Munasabah antar awal surat dengan akhir surat yang sama Munasabah ini arti bahwa awal suatu surah menjelaskan pokok pikiran tertentu, lalu pokok pikiran ini dikuatkan kembali di akhir surah.15 Misalnya terdapat pada surah Al-Hasyr. Munasabh ini terletak dari sisi kesamaan kondisi yaitu segala yang ada baik dilangit maupun dibumi menyucikan Allah sang pencipta keduanya. ْ ‫ِال َع ِزٌ ُز‬ ْ ‫ِوه َُى‬ َّ ِ ‫َسثَّ َح‬ ِ‫ِال َح ِكٍ ُم‬ ِ ‫ِّلِلِِ َماِفًِِال َّس َما َوا‬ َ ‫ض‬ َ ‫ت‬ ِ ْ‫ِواألز‬ Artinya : “telah bertasybih kepada Allah apa yang ada dilangit dan bumi. Dan dialah yang Maha perkasa lagi Maha Bijaksana. (Qs Al Hasyr : 1)

َّ ‫ه َُى‬ ‫ض َو ُه َى ا ْل َع ِصَ ُص ا ْل َح ِكُ ُن‬ ُ ِ‫َّللاُ ا ْل َخال‬ ْ ‫خ َو‬ ْ ‫س َوا ُء ا ْل ُح‬ ْ ‫ص ِّى ُز لَهُ األ‬ َّ ‫سثِّ ُح لَهُ َها فٍِ ال‬ ُ ‫ق ا ْلثَا ِز‬ َ َُ ًٌَ‫س‬ َ ‫ئ ا ْل ُو‬ ِ ‫اوا‬ َ ‫س َو‬ ِ ‫األز‬ )٢٤( Artinya : “dialah Allah yang menciptakan, yang mengadakan, yang membentuk rupa, yang mempunyai Al-Asma Al-husna. Bertashbih kepadanya apa yang dilangit dan bumi, dan dialah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (Qs. Al Hasyr : 24)

h) Munasabah antar penutup satu surat dengan awal surat berikutnya

14 15

Ibid, hlm 93 Hermawan, Acep. Op cit, hlm 131

9

Persesuaian antara permulaan surah dengan penutupan surah sebelumnya sebab, semua permulaan surah erat sekali kaitannya dengan akhiran surah sebelumnya, sekalipun sudah dipisah dengan basmalah.16 Jika diperhatikan pada setiap pembukaan surat, akan dijumpai munasabah dengan akhir surat sebelumnya, sekalipun tidak mudah untuk mencarinya. Misalnya pada permulaan surat Al-Hadid dimulai dengan tasbih:

ْ ‫ِال َع ِزٌ ُز‬ ْ ‫ِوه َُى‬ َّ ِ ‫َسثَّ َح‬ ِ‫ِال َح ِكٍ ُم‬ ِ ‫ِّلِلِِ َماِفًِِال َّس َما َوا‬ َ ‫ض‬ ِ ْ‫تِ َواألز‬ Artinya : “semua yang berada dilangit dan yang berada dibumi bertashbih kepada Allah (menyatakan kebesaran Allah). Dan Dialah yang MahaKuasa atas segala sesuatu” (Qs Al-Hadid:1) Ayat ini bermunasabah dengan akhir surat sebelumnya, Al-Waqiah yang memerintahkan bertashbih ْ َ‫فَ َسثِّحْ ِتِاس ِْمِ َزتِّك‬ ِ‫ِال َع ِظ ٍِم‬ Artinya : “maka bertashbihlah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang MahaBesar”.

3. Cara mengetahui munasabah dan fungsinya Para ulama menjelaskan bahwa pengetahuan tentang munasabah bersifat ijtihadi. Artinya, pengetahuan tentangnya ditetapkan berdasarkan ijtihad karena tidak ditemukan riwayat, baik dari Nabi maupun dari sahabatnya. Oleh karena itu, tidak ada keharusan mencari munasabah pada setiap ayat. Alasannya, Al-Qur’an diturunkan secara berangsur-angsur mengikuti berbagai kejadian dan peristiwa yang ada. Menurut Syekh Izzudin bin Abdus Salam bahwa seseorang mufassir terkadang seorang musafir menemukan keterkaitan suatu ayat dengan yang lainnya dan terkadang tidak menemukan. Jika tidak menemukan keterkaitan keterkaitan, mufassir tidak diperkenankan memaksakan diri, karena jika memaksakan berarti mengadaadakan apa yang tidak dikuasainya. Jadi dalam hal ini dibutuhkan ketelitian dan pemikiran yang mendalam. Kalaupun itu terjadi, ia mengaitkannya hanya

16

Djalal, abdul. 2000. Ulumul Qur‟an. Surabaya: Dunia Ilmu, hlm 162

10

dengan ikatan-ikatan lemah yang pembicaraan yang baik saja pasti terhindar darinya, apalagi kalam yang terbaik. 17 Untuk meneliti keserasian susunan ayat dalam surah (munasabah) dalam Al-Qur’an diperlukan ketelitian dan pemikiran yang mendalam. As-Suyuthi menjelaskan ada beberapa langkah yang perlu diperhatikan untuk menemukan munasabah ini, yaitu : a. Harus diperhatikan tujuan pembahasan suatu surat yang menjadi obyek pencarian. b. Memperhatikan uraian ayat-ayat yang sesuai dengan tujuan yang dibahas dalam surat. c. Menentukan tingkatan uraian-uraian itu, apakah ada hubungannya atau tidak. d. Dalam mengambil kesimpulannya hendaknya memperhatikan ungkapanungkapan bahasanya dengan benar dan tidak berlebihan. 18

4. Pandangan Ulama tentang munasabah Sebagaimana cabang ulumul quran yang lain, ilmu munasabah juga ada pro dan kontra. Sebagian ulama tidak mengakui eksistnsi ilmu munasabah dengan alasan bahwa ayat alquran merupakan unit-unit yang berdiri sendiri (mustaqillah), dan diantara ayat-ayat quran yang diletakkan berurutan didalama mushaf, banyak yang turun dengan interval waktu yang sangat panjang, maka bukan suatu keharusan

adanya keterkaitan antara satu ayat dengan ayat lain (mahmud syaltut

dan ma’ruf ad-dualibi) Pendapat ulama tentang keberadaan munasabah, secara garis besar, terbagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama menampung dan mengembangkan munasabah dalam menafsirkan ayat, sedang kelompok lain tidak memperhatikan munasabah dalam menafsirkan sebuah ayat. Ar-razi adalah orang yang menaruh perhatian terhadap munasabah penafsiran, baik hubungan antar ayat maupun antar surat.nizhamuddin an-Naisaburi dan Abu Hayyan al-Andalusi, hanya munasabah antar ayat. Az-Zarqani, ulama yang hidup abad 14 H, kitab tasfir banyak melakukan pembahasan munasabah. 17 18

Qaththan, op cit. hlm 98 As-Suyuthi, Al-itqan, op cit, hlm 110

11

Tokoh yang memelopori keberadaan ilmu munasabah, abu bakar an-naysaburi (w.324 H), selalu mempertanyakan, mengapa ayat ini diletakkan disamping ayat ini dan

apa

rahasia

diletakkan

disamping

surat

ini.

Burhanuddin

al-Biqai,

memandang ayat-ayat `al-quran saling terkait, tidak penghentian yang sempurna dalam al-quran, setiap ujung frasa,ujung ayat, dan ujung surat, mempunyai keterkaitan dengan bagian berikutnya; tafsirnya nadzem ad-durar fi tanabasub al-ayat wa as-

holistik. Imam

Fakhruddin

ar-Razi(w.

606),

menyatakan

bahwa

umumnya perbendeharaan alquran terletak pada rangkaian tata urutan dan pertalian nya, dalam kitabnya, mafatihul-ghaib fi-tafsiril quran(kunci keajaiban dalam menafsirkan alquran). Al-Qadhi Abu Bakar Ibn al-‘Arabi(468-543 H) dengan kitabnya, sirajul-muridin-wa- sirajul-muhtadin(lentera orang-orang yang berkehendak dan lentera orang-orang yang meraih petunjuk), mengatakan bahwa hubungan pertalian ayat-ayat quran antara bagian dengan bagian lainnya laksana kalimat yang sangat teratur dan tersusun rapi penjelasannya. Al-Imam Badruddin Muhammad bin Abdillah Az-Zarkasyi, al munasabah, bersifat rasional, terjangkau oleh akal. Berbagai hubungan antara pembuka surat dan penutup surat maknanya berdasarkan pendekatan penalaran seperti sabab-musabab, illat dan ma’lul, dan lain-lain; dapat mengukur kecerdasan seseorang. Izuddin bin Abdus-salam(577-660 H), mewakili ahli ilmu alquran klasik, berpendapat tidak semua ayat alquran bermunasabah. Sementara ahli ulumul quran kontemporer yang sependapat dengan izuddin, yaitu Manna’al- Qaththan dan Shubhi as-Shahih, tidak setuju

pemaksaan

ilmu

munasabah,

tidak

pada

tempatnya

memaksakan

munasabah/korelasi/keterkaitan untuk seluruh ayat alquran, ayat alquran diturunkan dalam rangka menjawab berbagai pertanyaan dan kasus berbeda, pewahyuan alquran selama 22 tahun, 2 bulan, 22 hari, bagaimana merangkai seluruh ayat alquran yang sedemikian banyak dan sedemikian panjang waktu penurunannya Salah seorang mufassir kontemporer yang kurang setuju dengan munasabah adalahSyekh Mahmud Syaltut, mantan rektor Al-azhar Kairo, dalam penafsiran Alquran. Tokoh lainnya, Ma’ruf Dualibi, usaha sia-sia mencari hubungan antar ayat dalam surat, hanya satu hal saja, akidah, kewajiban, ahlak, atau hak. Menurut Ma’ruf Dualibi, dalam berbagai ayat,Al-quran hanya mengungkapkan halhal yang bersifat prinsip (mabda) dan normatif yang bersifat umum (kaidah). Oleh

12

karena

itu, tidak

tepat

mengharuskan

adanya

keterkaitan

antar-ayat

yang

bersifat tafsil. Pendapat ini ditulis dalam kitab, Al-muwafaqat, oleh As-Syatibi.

IV.

KESIMPULAN Dari

penjelasan

di

atas

dapat

ditarik

kesimpulan

bahwa

Ilmu Munasabah adalah ilmu yang mempelajari tentang hakikat keserasian (korelasi) antara satu bagian dengan bagian yang lain. Ilmu ini sepenuhnya bersifat ijtihady, bukan tauqify. Macam-macam munasabah yaitu munasabah antar surat dengan surat sebelumnya, munasabah antar nama surat dan tujuan turunnya, munasabah antar bagian suatu ayat, munasabah antar ayat yang terletak berdampingan, munasabah antar suatu kelompok ayat dengan kelompok ayat disampingnya, munasabah antar fashilah (pemisah) dan isi ayat, munasabah antar awal surat dengan akhir surat yang sama, munasabah antar penutup suatu surat dengan awal surat berikutnya. Dalam menyikapi munasabah, para ulama terbagi ke dalam dua golongan. Pertama, golongan yang tertarik dengan munasabah, Kedua, golongan yang tidak tertarik dan menganggap munasabah tidak perlu dikaji. Golongan pertama diwakili oleh Abu Bakar al-Nisabury, Fakhrudin alRazi, Jalaluddin al-Suyuthiy, ibn al-Arabiy , Izzuddin ibn Abdis Salam, dan yang lainnya. Golongan ulama yang menolak adanya munasabah dalam al-Quran diwakili oleh Ma’ruf Dualibi. Empat fungsi utama dari Ilmu Al-Munasabah : 1)

Untuk menemukan arti yang tersirat dalam susunan dan urutan kalimat-

kalimat, ayat-ayat, dan surah-surah dalam Al-Quran. 2)

Untuk menjadikan bagian-bagian dalam Al-Quran saling berhubungan

sehingga tampak menjadi satu rangkaian yang utuh dan integral. 3)

Ada ayat baru dapat dipahami apabila melihat ayat berikutnya.

4)

Untuk menjawab kritikan orang luar (orientalis) terhadap sistematika Al-

Quran.

13

DAFTAR PUSTAKA Anwar, Rosihan. 2008. Ulum al-Quran. Bandung: Pustaka Setia Djalal, Abdul. 2008. Ulumul Qur‟an. Surabaya: Dunia Ilmu Muhammad bin Alawi Al-Maliki Al-Husni. 1999. Mutiara Ilmu-IlmuAl-Qur‟an, terj. Ros Badr, Ad-Din Muhammad bin ‘Abdullah Az-Zarkasyi. al-Burhan fi Ulum Al-Qur'an, Jilid Iihon Anwar, Bandung: Pustaka Setia Burhanuddin Al-Biqa’i, Nazhm Ad-Durarfi Tanasub Al-Ayat wa As-Suwar, Jilid 1, Majlis Da’irah Al-Ma’arif An-Nu’maniyah bi Haiderab, India, 1969 Manna’ Al-Qaththan, Mabahits fi ‘Ulum Al-Qur’an, Mansyurat Al-‘Ashr Al-Hadits,ttp., 1973 Jalaluddin As-Suyuthi, Al-Itqan fi Ulum Al-Qur’an, Dar Al-Fikr, Beirut,t.t., Jilid 1 Nashrudin, baidan.2005. wawasan baru ilmu tafsir. Yogjakarta: pustaka pelajar

14