FORENSIC TOXICOLOGY

Download Alvionita Nur Fitriana | Forensic Toxicology ... Toksikolog forensik juga harus mampu melakukan pemeriksaan luar dan dalam .... (kasus-kasu...

0 downloads 727 Views 601KB Size
Alvionita Nur Fitriana | Forensic Toxicology

[ARTIKEL REVIEW] ARTIKEL

FORENSIC TOXICOLOGY Alvionita Nur Fitriana Faculty of Medicine, Lampung University Abstract Toxicology is one of a branch of science that focus on chemicals that can cause toxic effect for human bodies. Toxic effect can be find in light state or even can cause death. As a rapid development of technology, the chemical product is produced more than before and spread wider. Sometimes, this chemical used by people for comitting criminal acts. For revealing criminal cases that caused by poison is not an easy task. Because of that, we need another branch of science that called as forensic toxicology. On forensic toxicology, a toxicology expert must havean extensiveknowledge about poison and can do all of examination process not only outer and inside bodies examination but also concluding the result. Keywords: criminal, forenxic toxicology, poison, toxicology. Abstrak Toksikologi merupakan suatu cabang ilmu yang mempelajari tentang penggunaan berbagai bahan kimiawi yang dapat menyebabkan efek toksik terhadap tubuh. Efek toksik dapat timbul baik hanya gejala ringan sampai kematian. Seiring dengan kemajuan teknologi, produksi dari bahan–bahan kimiawi beracun pun semakin banyak dan beredar luas. Ketersediaan bahan–bahan kimia beracun yang semakinmeluas dapat disalahgunakan untuk melakukan suatu tindak kriminal. Oleh karena itu, dalam pengungkapan suatu kasus keracunan yang disebabkan oleh bahan–bahan kimiawi berbahaya, memerlukan suatu cabang ilmu lain, yaitu toksikologi forensik. Dalam mengenai bahan–bahan kimiawi beracun serta efeknya terhadap tubuh. Toksikolog forensik juga harus mampu melakukan pemeriksaan luar dan dalam serta menyimpulkan analisis toksikologi. Kata kunci: kriminal, racun, toksikologi, toksikologi forensik. ... Korespondensi :Alvionita Nur Fitriana | [email protected]

Pendahuluan Toksikologi merupakan suatu cabang ilmu yang membahas seputar efek merugikan berbagai efek samping yang merugikan dari berbagai agen kimiawi terhadap semua sistem makhluk hidup. Pada bidang biomedis, ahli toksikologi akan menangani efek samping yang timbul pada manusia akibat pajanan obat dan zat kimiawi lainnya, serta pembuktian keamanan atau bahaya potensial yang terkait Toksikologi forensik sendiri berkaitan dengan penerapan ilmu toksikologi pada berbagai kasus dan

permasalahan kriminalitas dimana obat-obatan dan bahan-bahan kimia yang dapat menimbulkan konsekuensi medikolegal serta untuk menjadi bukti dalam pengadilan. Metode-metode yag dpat digunkaan dalam toksikolgi forensik ini terus berkembang di berbagai belahan dunia. Penemuan-penemuan baru mengenai obat-obatan klinis dan cara uji laboratoris sangat membantu dalam penggunaan metode tertentu, alat-alat yang diperlukan, serta interpretasi hasil dari pengujian sampel Menurut Society of Forensic Toxicologist, Inc. (SOFT), bidang

J MAJORITY | Volume 4 Nomor 4 | Februari 2015 | 1

Alvionita Nur Fitriana | Forensic Toxicology

kerja toksikologi forensik meliputi: 1) analisis dan evaluasi racun penyebab kematian, 2) analisis ada/tidaknya kandungan alkohol, obat terlarang di dalam cairan tubuh atau nafas yang dapat mengakibatkan perubahan perilaku (menurunnya kemampuan mengendarai kendaraan bermotor dijalan raya, tindak kekerasan dan kejahatan serta penggunaan dopping), 3) analisis obat terlarang di darah dan urin pada kasus penyalahgunaan narkotika, psikotropika dan obat terlarang lainnya. Tujuan lain dari analisis toksikologi forensik adalah dapat membuat suatu rekaan rekonstruksi suatu peristiwa yang telah terjadi, sampai mana obat tersebut telah dapat mengakibatkan suatu perubahan DISKUSI Peranan toksikologi forensik dalam hukum Toksikologi forensik adalah ilmu yang mempelajari tentang racun dan pengidentifikasian bahan racun yang diduga ada dalam organ atau jaringan tubuh dan cairan korban. Mengingat sulitnya pengungkapan kejahatan terutama yang menggunakan racun, maka saat ini sangat diperlukan aparat penegak hukum khususnya polisi yang mempunyai pengetahuan yang memadai baik teori maupun teknik melakukan penyidikan secara cepat dan tepat dalam rangka pengungkapan kejahatan pembunuhan khususnya kasus pembunuhan yang ada indikasi korbannya meninggal karena diracun. Tujuan pemeriksaan ini adalah untuk mengetahui latar belakang toksikologi digunakan

dalam proses pembuktian pembunuhan serta manfaat toksikologi sebagai media pengungkap dalam proses penyidikan tindak pidana pembunuhan yang menggunakan racun. Toksikologi Forensik sangat penting diberikan kepada penyidik dalam rangka membantu penyidik polisi dalam pengusutan perkara yaitu : mencari, menghimpun, menyusun dan menilai barang bukti di Tempat Kejadian Perkara (TKP) dengan tujuan agar dapat membuat terang suatu kasus pembunuhan yang ada indikasi korbannya meninggal akibat Aspek–aspek utama yang menjadi perhatian khusus dalam toksikologi forensik bukanlah keluaran aspek hukum dari investigasi secara toksikologi, melainkan mengenai teknologi dan teknik dalam meperoleh serta menginterpretasi hasil seperti: pemahaman perilaku zat, sumber penyebab keracunan atau pencemaran, metode pengambilan sampel dan metode analisa, interpretasi data terkait dengan gejala atau efek atau dampak yang timbul serta bukti lain yang Pada umumnya, seorang ahli forensik harus mampu mempertimbangkan keadaan suatu investigasi, khususnya mengenai catatan adanya gejala fisik, dan bukti apapun yang didapatkan dan berhasil dikumpulkan dalam lokasi kejahatan yang dapat mengerucutkan pencarian, misalnya adanya barang bukti seperti obatobatan, serbuk, residu jejak dan zat toksik (kimia) apapun yang ditemukan. Dengan informasi tersebut serta sejumlah sampel yang

J MAJORITY | Volume 4 Nomor 4 | Februari 2015 | 2

Alvionita Nur Fitriana | Forensic Toxicology

akan diteliti, seorang ahli teknologi forensik kemudian harus dapat menentukan senyawa toksik apa yang terdapat dalam sampel, berapa jumlah konsentrasinya, serta efek apa yang mungkin terjadi akibat zat toksik terhadap tubuh Hasil analisis dan interpretasinya temuan analisisnya ini akan dimuat ke dalam suatu laporan yang sesuai dengan hukum dan perundang-undangan. Menurut Hukum Acara Pidana (KUHAP), laporan ini dapat disebut dengan Surat Keterangan Ahli atau surat keterangan. Surat keterangan yang diberikan adalah berupa suatu Visum et Repertum. Dokter pemeriksa pada bab kesimpulan Visum et Repertum tidak akan menyebutkan korban mati akibat bunuh diri, pembunuhan, ataupun kecelakaan, tapi jelas menyebutkan penyebab kematiannya akibat keracunan zat-zat, obat-obatan,dan racun tertentu atau dengan kata lain ditemukannya gangguan pada organ-organ tubuhnya akibat sesuatu zat-zat, obat-obatandan racun tertentu Tidak semua kasus yang ditemukan perlu melakukan toksikologi forensik. Kasus-kasus tersebut dapat dikelompokkan menjadi 3 golongan besar. Kasuskasus tersebut antara lain : a) kematian akibat keracunan, yang meliputi: kematian mendadak, kematian di penjara, kematian pada kebakaran, dan kematian medis yang disebabkan oleh efek samping obat atau kesalahan penanganan medis, b) kecelakaan fatal maupun tidak fatal, yang dapat mengancam keselamatan nyawa sendiri ataupun orang lain, yang umumnya

diakibatkan oleh pengaruh obatobatan, alkohol, atau pun narkoba, c) penyalahgunaan narkoba dan kasus-kasus keracunan yang terkait dengan akibat pemakaian obat, makanan, kosmetika, alat kesehatan, dan bahan berbahaya lainnya, yang tidak memenuhi standar kesehatan (kasus-kasus forensik farmasi). Dari kasus-kasus tersebut kemudian akan muncul berbagai pertanyaan yang akan membantu selama pemerikaan seperti tampak pada tabel Tabel 1. Pertanyaan dalam toksikologi forensik Jenis Kasus

Pertanyaan

Kematian yang tidak wajar (mendadak)

Apakah ada keterlibatan obat atau racun sebagai penyebab kematiannya?

Kematian di penjara

Kecelakaan, pembunuhan yang melibatkan racun atau obat terlarang? Apakah ada unsur penghilangan jejak pembunuhan? Apa penyebab kematian: CO, racun,kecelakaan, atau pembunuhan?

Kematian pada kebakaran

Kematian atau timbulnya efek samping obat berbahaya akibat salah pengobatan Kematian yang tidak wajar di rumah sakit

Berapa konsentrasi dari obat dan metabolitnya? Apakah ada interaksi obat? Apakah pengobatannya tepat? Kesalahan terapi?

J MAJORITY | Volume 4 Nomor 4 | Februari 2015 | 3

Alvionita Nur Fitriana | Forensic Toxicology

Kecelakaan yang fatal di tempat kerja, sakit akibat tempat kerja, pemecatan

Kecelakan fatal dalam mengemudi

Apakah ada keterlibatan racun, alkohol, atau obatobatan? Apakah kematian akibat ”human eror”? Apakah sakit tersebut diakibatkan oleh senyawa kimia di tempat kerja? Pemecatan akibat terlibat penyalahgunaan Narkoba? Meyebabkan kematian? Adakah keterlibatan alkohol, obat-obatan atau Narkoba? Kecelakaan, atau pembunuhan?

Kecelakaan tidak fatal atau mengemudi dibawah pengaruh obat-obatan

Apakah kesalahan pengemudi? Mengemudi dibawah pengaruh obatobatan atau Narkoba?

Farmaseutikal dan Obat palsu, atau tidak memenuhi syarat standar ”Forensik Farmasi”

Identifikasi bentuk sediaan, kandungan sediaan obat, penggunaan obat palsu.

Sumber: Finkle, B.S., (1982), Progress in Forensic Toxicology: Beyond Analytical Chemistry, J. Anal. Tox. (6): 57-61

Klasifikasi racun Racun adalah suatu zat yang apabila kontak atau masuk kedalam tubuh dalam jumlah tertentu (dosis toksik) merusak faal tubuh baik secara kimia mauppun fisiologis sehingga menyebabkan sakit atau pun kematian. Untuk kepentingan di bidang forensik, racun dibagi berdasarkan sifat kimia, fisik serta pengaruhnya terhadap tubuh manusia, yaitu:

1. Racun Anorganik. a. Racun Korosif b. Racun Metalik dan nonmetalik 2. Racun Organik a. Racun Volatil b. Racun non Volatil dan non alkaloid 3. Racun Gas 4. Racun lain–lain a. Racun makanan b. Racun binatang c. Racun tumbuh–tumbuhan d. Dan lain–lain A. Racun Korosif Terdiri atas racun yang dapat menyebabkan kerusakan atau kematian sel–sel yang terkena akibat efek lokal. Pada itngkat yang lebih ringan dapat terjadi iritasi atau keradangan. Beberapa racun korosif juga memberikan efek sistemik dan diabsorpsi ke dalam peredaran darah sehingga menyebabkan efek umum. Pembagian racun korosif: 1. Acid Corrosif a. Mineral Acid (Asam sulfat, asam khlorida dan asam sitrat) b. Asam Organik (asam oksalat, asetat, asam formiat) c. Halogenida (klorin, bromin, iodin, flourin) d. Corrosive Mineral Salt 2. Alkaline Corrosive 3. Organic Corrosive a. Phenol group (Methyl Phenol, dihydroxibenzene, guiaacol, pyrogallol) b. Formaldehyde . B. Racun Metalik Terdiri atas semua racun yang mempunyai elemen logam dalam molekulnya. Bebrapa perkelcualian, beberapa logam seperti arsenikum, merkuri, ataupun timah hitam jarang

J MAJORITY | Volume 4 Nomor 4 | Februari 2015 | 4

Alvionita Nur Fitriana | Forensic Toxicology

toksisi bila berada dalam bentuk logam murninya, kecuali bentuk senyawa kimianya akan toksis. Banyak senyawa–senyawa logam ini mempunyai daya korosif dan efek lokal yang cukup hebat. Senyawa–senyawa dari logam dapat terdir dari kombinasi asam kuat dengan logam alkali lemah seperti: seng sulfat atau cupri sulfat yang akan menunjukkan efek korosif. Juga dapat dibentuk dari logam basa kuat dengan gugus asam lemah seperti kalium carbonat, sautu garam dengan daya kerja sebagai racun korosif biasa. Efek utama racun metalik setelah absorbsi terjai adalah pada parenkim terutama organ viseral. Namun, beberapa racun logam lain seperti senyawa radio aktif jarang menyababkan gangguan pada site of absorption, tetapi akan memeberikan efek pada jaringan tempat diakumulasikan seperti tulang dan sum–sum tulang C. Racun Volatil dan non volatil Pada racun jenis ini, senyawa yang digunakan adalah turunan dari alkohol, yaitu Methyl Alcohol (metanol). Metanol juga dikenal sebagai Wood alcohol dimana lethal dosisnya sangat bervariasi pada setiap orang. Kematian timbul pada 30-60 ml pemberian methanol. Kadang–kadang gejala tidak tampak sampai 26 jam atau lebih setelah keracunan namun tiba–tiba penderita dapat meninggal. Hal ini disebabkan oleh efk depresi CNS, edema serebri dan asidosis akibat dari oksidasi yang lambat dan tidak sempurna dari methanol dalam tubuh menjadi fermaldehid dan asam semut D. Racun Gas

Racun gas terdiri dari karbon Dioksida dan Karbon Monoksida. Karbon Dioksida akan menyebabkan asfiksia karena berkurangnya jumlah oksigen di udarapernafasan dan proses ini pada tahap awal akan dipercepat dengan adanya efek langsung Karbon Dioksida pada pusat pernafasan, sehingga tingkat keracunan perinhalasi makin berat. Gejala keracunan akibat karbon dioksida adalah: sakit kepala serta kepala terasa berat, tinitus, nausea, perspirasi, otot–ototmenjadi lemah, somnolensi hebat, tekanan darah menignkat disertai dengan sianosis, pernafasan cepat dan nadi cepat, collaps, koma dan meninggal. Penyebab kematian pada akibat keracunan gas karbon dioksida adalah asfiksia akibat anoksia otak dan jaringan tubuh lainnya. Pada karbon monoksida, gas ini berasal dari pembakaran yang tidak sempurna dari senyawa organik misal asap kendaraan bermotor, gas untuk memasak, hasil pembakaran batu bara dan lain–lain. Karbon monoksida akan mengikan Hb secara cepat dan lengkap dan menghambat oksigen berikatan dengan oksigen. Sehingga suplai oksigen ke organ vital pun akan berkurang dan akan timbul anoksemia. Lama kelamaan, Hb akan kehilangan kemampuannya untuk mengikat oksigen dan akan mmeperpuruk kondisi anoksemia pada jaringan. Gejala klinis keracunan karbon monoksida dapat terjadi mendadak, namun biasanya terjadi secara mendadak, pelipis berdenyut, tinitus, pusing, mual, muntah, pandangan kabur dan pingsan. Wajah kemerahan, daya ingta menurun, vertigo, anestesia, hilangnya daya untuk bergerak secara spontan. Selanjutnya denyut

J MAJORITY | Volume 4 Nomor 4 | Februari 2015 | 5

Alvionita Nur Fitriana | Forensic Toxicology

nadi akan melemah dan pelan sampai terjadi henti jantung (cardiac arrest). Pada korban yang mati tidak lama setelah keracunan CO, ditemukan lebam mayat berwarna merah terang (cherry pink colour) yang tampak jelas bila kadarkarboksihemoglobin (COHb)mencapai 30% atau lebih E. Racun Lain–lain Jenis–jenis racun yang termasuk dalam golongan ini adalah insektisida, racun binatang, dan racun makanan. Insektisida berdasaarkan asal dan sifat kimiawinya dibagi menjadi: a. Berasal dari tumbuh–tumbuhan seperti Derris, Pyrethrum, Nicotine b. Insektisida Sintesis, terdiri dari golongan Chlorinated Hydrocarbon, Organophosphate, Carbamate,dan Dinitrophenol. Pada keracunan makanan, umumnya disebabkan oleh adanya bahan asing yang bersifat toksis dalam makanan. Keadaan ini dapat terjadi dan digolongkan dalam 4 golongan yaitu: 1. Bahan asing anorganik atau organik baik sengaja ataupun tidak tercampur dalam makanan pada waktu proses pembuatan atau pengawetan. 2. Makanan itu sendiri yang mengandung racun. Misal sianida pada singkong. 3. Adanya kuman atau parasit patogen dalam makanan 4. Adanya toksin kuman dalam makanan Pemeriksaan toksikologi forensik Korban mati akibat keracunan umumnya dapat dibagi menjadi 2 golongan, yang sejak

semula sudah dicurigai kematian akibat keracunan dan kasus yang sampai saat sebelum di autopsi dilakukan, belum ada kecurigaan terhadap kemungkinan keracunan. Harus dipikirkan kemungkinan kematian akibat keracuan bila pada pemeriksaan setempat (scene investigation) terdapat kecurigaan akan keracunan, bila pada autopsi ditemukan kelainan yang lazim ditemukan pada keracunan dengan zat tertentu, misalnya lebam mayat yang tidak biasa, luka bekas suntikan sepanjang vena dan keluarnya buih dari mulut dan hidung serta bila pada autopsi tidak ditemukan penyebab kematian. Dalam menangani kasus kematian akibat keracunan perlu dilakukan beberapa pemeriksaan penting, yaitu : 1. Pemeriksaan di tempat kejadian perkara (TKP) Pemeriksaan di tempat kejadian perkara perlu dilakukan untuk membantu penentuan penyebab kematian dan menentukan cara kematian. Pemeriksaan ini dilakukan dengan mengumpulkan keterangan sebanyak mungkin tentang perkiraan saat kematian serta mengumpulkan barang bukti. 2. Pemeriksaan luar Beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk pemeriksaan luar kasus keracunan diantaranya: a. Bau. Dari bau yang tercium dapat diperoleh petunjuk racun apa yang kiranya ditelan oleh korban. Segera setelah pemeriksa berada di samping mayat ia harus menekan dada mayat untuk menentukan apakah ada suatu bau yang

J MAJORITY | Volume 4 Nomor 4 | Februari 2015 | 6

Alvionita Nur Fitriana | Forensic Toxicology

b.

c.

d.

e.

f.

tidak biasa keluar dari lubanglubang hidung dan mulut. Segera. Pemeriksa harus segera berada di samping mayat sesegera mungkin dan pemeriksa juga harus menekan dada mayat dan menentukan apakah ada suatu bau yang tidak biasa keluar dari lubang hidung dan mulut. Pakaian. Pada pakaian dapat ditemukan bercak-barcak yang disebabkan oleh tercecernya racun yang ditelan atau oleh muntahan. Misalnya bercak berwarna coklat karena asam sulfat atau kuning karena asam nitrat. Lebam mayat. Warna lebam mayat yang tidak biasa juga mempunyai makna, karena warna lebam mayat pada dasarnya adalah manifestasi warna darah yang tampak pada kulit. Perubahan warna kulit. Pada hiperpigmentasi atau melanosis dan keratosis pada telapak tangan dan kaki pada keracunan arsen kronik. Kulit berwarna kelabu kebirubiruan akibat keracunan perak (Ag) kronik (deposisi perak dalam jaringan ikat dan korium kulit). Kulit akan berwarna kuning pada keracunan tembaga (Cu) dan fosforakibat hemolisis juga pada keracunan insektisida hidrokarbon dan arsen karena terjadi gangguan fungsi hati. Kuku. Keracunan arsen kronik dapat ditemukan kuku yang menebal yang tidak teratur. Pada keracunan Talium kronik ditemukan kelainan trofik pada kuku.

g. Rambut. Kebotakan (alopesia) dapat ditemukan pada keracunan talium, arsen, air raksa dan boraks. Metode pemeriksaan pada rambut adalh dengan ekstrak dan pretreatment. h. Sklera. Tampak ikterik pada keracunan zat hepatotoksik seperti fosfor, karbon tetraklorida. Perdarahan pada pemakaian dicoumarol atau akibat bisa ular Pengambilan sampel toksikologi forensic

pada

Memastikan dimana racun itu berada, didasarkan dari anamnesa dan tanda klinis yang dijumpai pada pemeriksaan luar dan pemeriksaan dalam. Pada korban yang meninggal, diperlukan informasi sisa racun dan dicocokkan dengan kelainan yang dijumpai pada jenazah. Selanjutnya menentukan sampel yang perlu diambil untuk pemeriksaan toksikologi, disesuaikan dengan jenis racun yang masuk kedalam tubuh Lebih baik mengambil bahan dalam keadaan segar dan lengkap pada waktu autopsi daripada kemudian harus mengadakan penggalian kubur untuk mengambil bahan-bahan yang diperlukan dan melakukan analisis toksikologik atas jaringan yang sudah busuk atau sudah diawetkan Prinsip pengambilan sampel pada kasus keracunan adalah diambil sebanyak-banyaknya setelah kita sisihkan untuk cadangan dan untuk pemeriksaan histopatolgik. Secara umum sampel yang harus diambil adalah: a. Lambung dan isinya

J MAJORITY | Volume 4 Nomor 4 | Februari 2015 | 7

Alvionita Nur Fitriana | Forensic Toxicology

b. Seluruh usus dan isinya dengan membuat sekat dengan ikatanikatan pada pada usus setiap jarak sekitar 60 cm c. Darah, Pengambilan darah dari jantung dilakukan secara terpisah dari sebelah kanan dan sebelah kiri masing-masing sebnayak 50 ml. Darah tepi sebanyak 30-50 ml, diambil dari vena iliaka komunis bukan darah dari vena porta. Pada korban yang masih hidup, darah adalah bahan yang terpenting, diambil 2 contoh darah masingmasing 5 ml, yang pertama diberi pengawet NaF 1% dan yang lain tanpa pengawet. d. Hati, sebagai tempat detoksifikasi , diambil sebanyak 500 gram. e. Ginjal, diambil keduanya yaitu pada kasus keracunan logam berat khususnya atau bila urine tidak tersedia. f. Otak, diambil 500 gram. Khusus untuk keracunan chloroform dan sianida, dimungkinkan karena otak terdiri dari jaringan lipoid yang mempunyai kemampuan untuk meretensi racun walaupun telah mengalami pembususkan. g. Urine, diambil seluruhnya. Karena pada umunya racun akan diekskresikan melalui urin, khususnya pada tes penyaring untuk keracunan narkotika, alkohol dan stimulan. h. Empedu, diambil karena tempat ekskresi berbagai racun. i. Pada kasus khusus dapat diambil: jaringan sekitar suntikan, jaringan otot, lemak di bawah kulit dinding perut, rambut, kuku dan cairan otak. Pada pemeriksaan intoksikasi, digunakan alkohol dan larutan garam jenuh pada sampel padat atau organ. NaF 1% dan campuran NaF dan Na sitrat

digunakan untuk sampel cair. Sedangkan natrium benzoate dan phenyl mercuric nitrate khusus untuk pengawet urine Selain pengambilan sampel melalui autopsi secara diseksi, terdapat teknik lain dalam melihat kelainan tanpa melakukan diseksi. Alat–alat untuk diagnosa seperti endoskopi dan MRI dapat digunakan untuk melihat kelainan internal tanpa melakukan diseksi pada tubuh korban. Akan tetapi, diseksi tetap menjadi pilihan utama dalam tindakan SIMPULAN Toksikologi forensik merupakan salah satu cabang toksikologi yang memusatkan perhatian pada analisa yang berperan dalam penegakan hukum dan peradilan. Secara umum tugas toksikolog forensik adalah membantu penegak hukum khususnya dalam melakukan analisis racun baik kualitatif maupun kuantitatif dan kemudian menerjemahkan hasil analisis ke dalam suatu laporan (surat, surat keterangan ahli atau saksi ahli), sebagai bukti dalam tindak kriminal (forensik) di pengadilan. Pengambilan sampel pada korban hidup dan yang sudah berbeda akan berbeda. Pada korban yang sudah meninggal, seluruh organ akan diambil sedikit jaringannya kemudian diperiksa melalui berbagai metode analisa secara kimiawi, bologi, maupun secara histopatologi. DAFTAR PUSTAKA 1. Katzung, Bertam G. Farmakologi Dasar dan Klinik Buku 2 Ed.8. Jakarta. Salemba Medika Glance.2002. 2. The Forensic Toxicology Council. Briefing: What is Forensic Toxicology?. The American

J MAJORITY | Volume 4 Nomor 4 | Februari 2015 | 8

Alvionita Nur Fitriana | Forensic Toxicology

3.

4.

5. 6.

7.

8.

9.

10.

11.

12.

13.

14.

15.

16.

Board of Forensic Toxicology (ABFT). 2010. [disitasi 2014 November 30]; 10:31. Tersedia dari: http://http://www.abft.org/files/WHATISFO RENSICTOXICOLOGY.pdf/ Wirasuta, I M.A.G.,Analisis Toksikologi Forensik dan Interpretasi Temuan Analisis. Ind. J of Legal and Forensic Sciences.1(1):4755.2008. SOFT (Society of Forensic Toxicologist, Inc.) and AAFS (the American Academy of Forensic Sciences, Toxicology Section), Forensic Toxicology Laboratory Guidelines, SOFT / AAFS. 2006. Waluyadi.Ilmu Kedokteran Kehakiman. Jakarta. Djambatan. 2007. Budiawan. Peranan Toksikologi Forensik dalam mengunkap kasus keracunan dan pencemaran lingkungan. Ind. J of Legal and Forensic Sciences.1(1):47-55.2008. Finkle, B.S., Progress in Forensic Toxicology: Beyond Analytical Chemistry, J. Analityc Toxicology (6): 57-61. 1982. Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal. Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal. Surabaya. 2010. Dharma S. M, Erdaliza, Teungku A., Investigasi Kematian Dengan Toksikologi Forensik. Riau. FKUNRI.2008. Dr. Jims Ferdinan, Makalah Toksikologi Umum, Departemen Kedokteran Kehakiman FK USU RSU H Adam Malik Medan, 2010, Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal. Panduan Belajar Ilmu Forensik dan Medikolegal. Yogyakarta. FK UGM.2010. Flora H. S., 2013. Peranan Toksikologi Forensik dalam Pengungkapan Kasus Pembunuhan. J Saintech. 05(01). Jakarta. Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Ilmu Kedokteran Forensik. ED. 2. Jakarta. FKUI. 1997. Meena, C. M. Accidental Death due to Carbon Monoxide. Case Report. Int J of Medical Toxicology and Forensic Medicine. 4(4). 158-61. 2014. Bhasin SK., and Pant M. Reporting system for cause of death in India (Major findings) and recent incorporation of verbal autopsy method in sample registration system: A powerful tool for reliable mortality information. Journal of Forensic Medicine and Toxicology. 20, 19-22. 2003. Mohanty, M.K., Arum, M., Merezes, R.G., Palmar, V. Autopsy: Changing Trends. Int J

of Medical Toxicology and Forensic Medicine, 1 (1). 17-23. 2011. 17. Miyaguchi, M., Kenji, K. Comparasion of Sample Preparation Methods for Zolpidhem Extraction from Hair. Abstrac. J Of Forensic Toxicol by Springer. 2013.

J MAJORITY | Volume 4 Nomor 4 | Februari 2015 | 9