HUBUNGAN ANTARA ADVERSITY DAN KETIDAKBERDAYAAN YANG DIPELAJARI

Download taken on the dimensions of the control, the origin and ownership, reach and endurance in ad- versity also ... Penelitian ini bertujuan untu...

0 downloads 435 Views 378KB Size
Hubungan antara Adversity dan Ketidakberdayaan yang Dipelajari pada Anak yang Berhadapan dengan Hukum (ABH) di Rumah Tahanan Surabaya Denda Prayogo Margaretha Rehulina Fakultas Psikologi Universitas Airlangga Surabaya Abstract.________________________________________________________________________ This research aims to know the relationship between adversity and learned helplessness in adolescent who are dealing with the law in Rutan Surabaya. Definition of learned helplessness at this research using a definition that has been created by Grundvig Partnership (2010) and the definition of adversity on this research using a definition that has been created by Stolz (2000). This research was conducted on 100 teenage occupants in Rutan Surabaya. Technique collecting data used population. In this study, data collecting instrument that was used to collect adversity’s data is adversity questionnaire that has been modified by the researcher. To learned helplessness use questionnaire developed by researchers at the Grundwig Partnership which is then translated into Indonesian. Data analysis techniques using simple correlation Spearman’s rho techniques with the SPSS program 2.0 for Windows. The results of this research show that there is a negative relationship between adversity and learned helplessness of 0,546. From a test taken on the dimensions of the control, the origin and ownership, reach and endurance in adversity also showed a negative relationship with learned helplessness. From this research can be obtained that adversity associated with the condition of learned helplessness in adolescent who are dealing with the law in Rutan Surabaya. Key words: Adolescent who are dealing with the law; Adversity; Learned Helplessness; Rutan Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara adversity dan ketidakberdayaan yang dipelajari pada anak yang berhadapan dengan hukum (ABH) di Rutan Surabaya. Definisi ketidakberdayaan yang dipelajari pada penelitian ini menggunakan definisi yang telah dibuat oleh Grundvig Partnership (2010) dan definisi adversity pada penelitian ini menggunakan definisi yang telah dibuat oleh Stolz (2000). Penelitian ini dilakukan pada 100 orang remaja penghuni Rutan Surabaya. Teknik pengambilan data yang digunakan adalah total populasi. Dalam penelitian ini, alat pengumpul data yang digunakan untuk mengumpulkan data adversity adalah kuisioner adversity yang telah dimodifikasi oleh peneliti. Untuk ketidakberdayaan yang dipelajari digunakan kuisioner yang dibuat oleh peneliti di Grundwig Partnership yang kemudian diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia. Teknik analisis data menggunakan teknik korelasi sederhana Spearman’s rho dengan program SPSS 20 for Windows. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan negatif antara adversity dan ketidakberdayaan yang dipelajari sebesar 0,546. Dari uji yang dilakukan pada dimensi control, origin and ownership, reach dan endurance pada adversity juga menunjukkan hubungan yang negatif dengan learned helplessness. Dari penelitian ini dapat diperoleh bahwa adversity berhubungan dengan kondisi ketidakberdayaan yang dipelajari pada ABH di Rutan Surabaya. Kata kunci: ABH; Adversity; Ketidakberdayaan; Rutan. Korespondensi: Denda Prayogo, email: [email protected] Margaretha Rehulina, email: [email protected] Fakultas Psikologi Universitas Airlangga, Jl. Dharmawangsa Dalam Selatan Surabaya 60286,Telp. (031) 5032770, (031) 5014460, Fax (031) 5025910. Jurnal Psikologi Industri dan Organisasi Vol. 3 No. 2, Agustus 2014

108

Denda Prayogo, Margaretha Rehulina

PENDAHULUAN Sistem pemidanaan anak di Indonesia diatur oleh UU No. 11 Tahun 2012. Undang-undang tersebut diatur mengenai aturan mengenai pemidanaan anak. Anak yang berhadapan dengan hukum adalah anak yang memiliki konflik dengan hukum, anak yang menjadi korban tindak pidana, atau anak yang menjadi saksi tindak pidana. Anak yang dapat dijerat dengan hukum adalah anak yang berusia sekurang kurangnya 12 tahun dan tidak lebih dari 18 tahun. Namun dalam setting koreksional, batasan usia anak tidak melebihi 21 tahun yang mana diatur dalam undang-undang yang sama. Anak yang sedang mengalami permasalahan hukum akan ditempatkan kedalam Rumah Tahanan (Rutan) selama menjalani proses persidangan anak.

learning (Overmier & Seligman, 1967).

Berbagai macam keadaan yang harus dihadapi anak yang berhadapan dengan hukum di dalam Rutan meliputi kondisi lingkungan sosial dalam Rutan yang kurang baik (Sudarsono, 1995), kelebihan kapasitas penghuni, terbatasnya sarana prasarana kurangnya fasilitas khusus untuk anak, dan komunikasi antar penghuni Rutan menciptakan iklim yang kurang baik untuk perkembangan anak. Berbagai permasalahan yang mereka hadapi selama di dalam Rutan akan secara langsung membuat para tahanan anak rentan terhadap stress dan depresi (Indah, 2007), labeling buruk dari masyarakat (Sudarsono, 1995) dan kurang terpenuhinya kesejahteraan psikologis anak yang akan berdampak pada pola perilaku anak tersebut dikemudian hari (Puspa, 2010). Hal-hal tersebut nantinya yang akan membuat anak penghuni Rutan merasa tidak berdaya menghadapi permasalahan-permasalahan yang ada dan merasa tidak mampu mengendalikan lingkungan mereka.

Kenyataannya tidak semua anak dalam Rutan mengalami kondisi ketidakberdayaan yang dipelajari. Kondisi ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti, dukungan sosial (Cohen, 1984), self esteem yang tinggi (Witkowski, 1997), dan adversity yang tinggi (Stolz, 2000). Adversity adalah suatu konsep yang ditujukan mengenai bagaimana seseorang dapat bertahan dan dapat mengatasi kesulitan (Stolz, 2000). Adversity adalah perwujudan dari kebiasaan respon seseorang terhadap kesulitan (Stolz, 2000). Adversity mempunyai komponen berupa control (kendali), origin (asal-usul) dan ownership (pengakuan), reach (jangkauan), endurance (daya tahan) (Stolz, 2000). Siahaan (2012) menyebutkan adversity pada tahanan remaja di Rutan dianggap penting dalam meningkatkan motivasi pada anak yang terlibat dengan hukum. Ketika anak dalam Rutan mampu membangun adversity maka hal yang akan terjadi adalah semakin meningkatnya motivasi untuk melanjutkan hidupnya (Siahaan, 2012), meningkatkan self concep dan harga diri pada anak yang berhadapan dengan hukum (Fitriana, 2013), serta dapat memberdayakan diri meraka selama mereka di dalam Rutan dan nantinya ketika kembali ke masyarakat (Stolz, 2000). Berdasarkan penjelasan yang ada maka timbul asumsi bahwa anak dalam Rutan yang memiliki adversity yang tinggi pada dirinya sesuai dengan yang diungkapkan oleh Stolz (2000), maka akan lebih tahan terhadap munculnya kondisi ketidakberdayaan yang dipelajari. Dan ketika adversity dari anak dalam Rutan tersebut rendah maka mereka akan lebih rentan mengalami ketidakberdayaan yang dipelajari.

Berdasarkan hasil studi literatur dari topik penelitian, penulis menemukan bahwa ketidakberdayaan yang dipelajari menjadi penting untuk diperhatikan. Hal ini terkait dengan konsekuensi negatif dari ketidakberdayaan yang dipelajari yaitu penurunan motivasi dalam pemecahan masalah (Seligman, 1978; Mauk, 1979), perilaku dependen dan pasif (Slimmer, 1987), penurunan kemampuan koping perilaku, ekspresi emosi, dan associative

Penelitian ini akan membahas mengenai hubungan antara adversity dan ketidakberdayaan yang dipelajari sebagai dua variabel penelitian, namun peneliti juga akan membahas mengenai hubungan masing masing dimensi pada variabel adversity yaitu kendali, asal usul dan pengakuan, jangkauan serta daya tahan dengan ketidakberdayaan yang dipelajari pada anak berhadapan dengan hukum di Rutan Surabaya.

Jurnal Psikologi Industri dan Organisasi Vol. 3 No. 2, Agustus 2014

109

Hubungan Antara Adversity dan Ketidakberdayaan yang Dipelajari Pada Anak yang Berhadapan dengan Hukum (ABH) di Rumah Tahanan Surabaya

Adversity Adversity adalah kemampuan berpikir individu, mengontrol, mengelola, dan mengambil tindakan yang terbentuk dari pola-pola tanggapan kognitif terhadap kesulitan yang dialami (Stolz, 2000). Aspek dari adversity adalah control (kendali), ownership & origin (pengakuan & asal-usul), reach (jangkauan), endurance (daya tahan). Ketidakberdayaan yang dipelajari Kondisi ketidakberdayaan yang dipelajari (learned helplessness) menurut Abramson (dalam Sitompul, 2009), yaitu perasaan kurang mampu mengendalikan lingkungannya yang membimbing pada sikap menyerah atau putus asa dan mengarahkan pada atribusi diri yang kuat bahwa dia tidak memiliki kemampuan. Menurut peneliti dari Grundtvig Partnership (2010) mengemukakan definisi ketidakberdayaan yang dipelajarai sebagai persepsi atau perasaan tidak mampu untuk merubah arah hidup seseorang, sebagai sebuah pembelajaran dari kegagalan sebelumnya. Penyebab dari ketidakberdayaan yang dipelajari dapat dikaitkan secara internal, eksternal atau keduanya, untuk individu atau kelompok sosial. Hal ini dapat mengakibatkan bentuk baru pengucilan yang mencegah perkembangan pribadi yang positif.

METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kuantitatif. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei. Penelitian ini merupakan penelitian korelasi, dimana penelitian ini berupaya untuk mencari hubungan antara variable adversity dengan variabel ketidakberdayaan yang dipelajari (Neuman, 2004). Karakteristik populasi dalam penelitian ini adalah remaja yang berusia kurang dari 20 tahun dan sedang ditahan di Rutan Surabaya, Penelitian ini menggunakan metode pengambilan populasi. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan kuisioner untuk keseluruhan variabel yang akan diukur. Variabel yang diungkapkan dalam kuisioner tersebut dinyatakan dalam bentuk skala likert.

110

Skala adversity yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada aspek-aspek adversity menurut Stoltz (2000) yang meliputi: control, ownership, origin, reach, endurance (CO2RE). Skala ini merupakan modifikasi dari skala adversity yang disusun oleh Dwi Wahyu Sho’imah (2010) dengan memodifikasi daftar pernyataan dan sebaran nomor aitem agar lebih sesuai dengan kondisi subjek penelitian. Skala adversity yang digunakan dalam penelitian ini berisi 36 aitem dengan koefisien reliabilitas sebesar 0,905. Skala ketidakberdayaan yang dipelajari yang digunakan dalam penelitian ini adalah hasil dari adaptasi skala Learned Helplessness Snapshot yang dibuat oleh sebuah lembaga penelitian di Inggris yang bernama Grundvig Partnership (2010) yang mana telah diujicobakan pada sampel yang memiliki kriteria yang hampir sama dengan populasi yang akan digunakan peneliti. Skala ketidakberdayaan yang dipelajari yang digunakan dalam penelitian ini berisi 27 aitem dengan koefisien reliabilitas sebesar 0,823. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis korelasi sederhana. Analisa data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan bantuan program SPSS 20 for Windows.

HASIL PENELITIAN Uji korelasi pada penelitian ini menggunakan teknik statistik non parametrik, sebab ada satu asumsi yang tidak terpenuhi yaitu data memiliki distribusi tidak normal. Teknik statistik non parametrik yang digunakan untuk mengukur uji korelasi dalam penelitian ini adalah teknik korelasi Spearman’s rho. Acuan untuk menginterpretasi besar nilai korelasi ditunjukkan oleh tabel 1 ini (Pallant, 2005): Tabel 1 Interpretasi Koefisien Korelasi Interval

Tingkat Hubungan

0,60 – 0,799 0,80 – 1,000

Kuat Sangat Kuat

0,00 – 0,199 0.20 – 0,399 0,40 – 0,599

Sangat Rendah Rendah Sedang

Jurnal Psikologi Industri dan Organisasi Vol. 3 No. 2, Agustus 2014

Denda Prayogo, Margaretha Rehulina

Dari hasil uji korelasi yang dilakukan dengan menggunakan SPSS for windows 20 diperoleh hasil korelasi yang dapat dilihat dalam tabel berikut:

PEMBAHASAN Penelitian ini menggali dinamika internal dalam diri anak yang berhadapan dengan hukum

Tabel 2 Hasil Uji Korelasi Y

X

Ketidakberdayaan yang dipelajari

Adversity

Daya tahan

Jangkauan

-,564**

-,548**

-,490**

Asal Usul dan Pengakuan -,532**

Kontrol -,406**

Keterangan: ** p ≤ 0,001 Berdasarkan tabel 2 dapat diketahui bahwa taraf signifikansi sebesar 0,000 yang berarti signifikansi < 0,05, maka H0 ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa adanya hubungan yang signifikan antara variabel ketidakberdayaan yang dipelajari dengan adversity. Besar nilai korelasi antara variabel ketidakberdayaan yang dipelajari dengan variabel adversity sebesar -0,564 yang mana dapat diartikan bahwa ketika seseorang memiliki adversity yang tinggi maka nilai variabel ketidakberdayaan yang dipelajarinya cenderung akan rendah. Berdasarkan tabel korelasi dijelaskan pula hubungan antara tiap dimensi dalam adversity yaitu dimensi kendali, asal usul dan pengakuan, jangkauan, dan daya tahan memiliki hubungan yang bernilai negatif terhadap ketidakberdayaan yang dipelajari. Nilai Spearman’s rho korelasi antara variabel ketidakberdayaan yang dipelajari dengan dimensi kendali sebesar -0,406, hal ini menunjukkan bahwa variabel ketidakberdayaan yang dipelajari dengan variabel kendali berhubungan negatif. Artinya kenaikan pada dimensi kendali akan menurunkan variabel ketidakberdayaan yang dipelajari. Begitu juga dengan kenaikan dimensi asal usul dan pengakuan. Nilai korelasi Spearman’s rho antara variabel ketidakberdayaan yang dipelajari dengan dimensi asal usul dan pengakuan sebesar -0,532. Pada dimensi jangkauan memiliki nilai korelasi sebesar – 0,49, dan pada dimensi daya tahan memiliki nilai korelasi sebesar – 0,548 terhadap variabel ketidakberdayaan yang dipelajari.

Jurnal Psikologi Industri dan Organisasi Vol. 3 No. 2, Agustus 2014

yang ditinjau dari konsep adversity dan ketidakberdayaan yang dipelajari yang dialami oleh anak yang berhadapan dengan hukum. Faktor eksternal dari individu dikesampingkan dalam penelitian ini, hal ini dikarenakan peneliti ingin lebih dapat memfokuskan permasalahan yang ada yang akan diteliti oleh peneliti. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara adversity dan ketidakberdayaan yang dipelajari pada anak berhadapan dengan hukum di Rutan Surabaya. Hipotesis dalam penelitian ini menyebutkan bahwa terdapat hubungan antara adversity dan ketidakberdayaan yang dipelajari. Uji asumsi pada penelitian ini menyebutkan bahwa data adversity dan ketidakberdayaan yang dipelajari tidak memenuhi asumsi distribusi normal. Sehingga, peneliti menggunakan uji korelasi non parametrik yang didasarkan pada data dengan distribusi yang tidak normal (Field, 2005). Sehingga, untuk pengujian hipotesis, peneliti menggunakan uji teknik Spearman’s rho dalam menganalisis hubungan antara adversity dan ketidakberdayaan yang dipelajari. Berdasarkan hasil dari analisis data sebelumnya dapat diketahui bahwa terdapat hubungan yang signifikan yang bernilai negatif antara ketidakberdayaan yang dipelajari dengan adversity dengan nilai signifikansi sebesar 0,00 dan koefisien korelasi sebesar -0,564. Hal ini menunjukkan bahwa setiap peningkatan dari adversity yang dimiliki oleh individu akan diikuti oleh penurunan ketidakberdayaan yang dipelajari yang dimilikinya. Hasil

111

Hubungan Antara Adversity dan Ketidakberdayaan yang Dipelajari Pada Anak yang Berhadapan dengan Hukum (ABH) di Rumah Tahanan Surabaya

dari penelitian ini menunjukkan nilai koefisien korelasi yang sedang antara keduanya. Sesuai dengan asumsi awal peneliti, yang mana berdasar dari pernyataan Stolz (2000) dalam bukunya mentakan bahwa ketidakberdayaan yang dipelajari apabila telah diinternalisasi kedalam diri individu maka individu tersebut akan merasa apapun yang akan dia kerjakan tidak akan mendapatkan manfaat dan ketidakberdayaan yang dipelajari merupakan hambatan dari adversity. Hasil dari penelitian ini juga mendukung pernyataan dari teori Stolz (2000) yang menyatakan bahwa adversity merupakan keadaan dimana seseorang merasa berdaya dengan hidupnya sedangkan ketidakberdayaan yang dipelajari merupakan faktor yang memiliki nilai keterbalikan dari adversity itu sendiri yang mana jika dihubungkan melalui hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti pada remaja di Rutan Surabaya dapat diartikan bahwa ketika anak yang berhadapan dengan hukum memiliki adversity yang tinggi maka remaja tersebut akan mampu memberdayakan dirinya dan remaja tersebut cenderung mengalami kondisi ketidakberdayaan yang dipelajari yang lebih rendah. Hasil dari penelitian ini secara tidak langsung menujukkan hubungan secara langsung antara adversity dan ketidakberdayaan yang dipelajari yang mana pada kesimpulan penelitianpenelitian sebelumnya yang mengkaitkan hubungan antara adversity dan ketidakberdayaan yang dipelajari didasarkan oleh model eksplanatori. Penelitian sebelumnya yang mencari hubungan antara adversity dengan ketidakberdayaan yang dipelajari menyatakan bahwa adanya hubungan antara explanatory style dengan adversity yang mana ketika individu memiliki model eksplanatori optimistik maka individu tersebut juga memiliki adversity yang tinggi, dan sebaliknya (Johnson, 2005).Sedangkan pada penelitian Peterson & Barrett (1987, dalam Martinez, 2000) menyatakan bahwa model eksplanatori pesimistik akan membuat individu mengarah kepada keadaan ketidakberdayaan. Pernyataan pernyataan tersebut didukung oleh pernyataan Seligman (1976, dalam LeRoy, 1999) yang menyatakan bahwa model eksplanatori adalah regulator besar dari ketidakberdayaan yang dipelajari dan merupakan kebiasaan

112

pemikiran yang dipelajari di masa kanak-kanak dan remaja. Dari penelitian ini dapat dilihat hubungan langsung antara adversity dan ketidakberdayaan yang dipelajari pada anak yang berhadapan dengan hukum. Adversity tersusun dari empat dimensi yaitu kendali, asal usul dan pengakuan, jangkauan, dan daya tahan. Berdasarkan analisis data yang dilakukan, dalam penelitian ini dapat dilihat bahwa pada masing-masing dimensi mempunyai korelasi yang signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa apabila masing-masing dimensi dalam adversity dipisah, masing-masing dimensi mendukung antara dimensi satu dengan dimensi lain pada adversity. Lebih lanjut dapat dijelaskan bahwa dalam adversity terdapat dimensi kendali yang menjelaskan bahwa ketika seseorang memiliki kendali dalam mengelolah sebuah peristiwa yang menimbulkan kesulitan, maka akan berdampak pada tindakan selanjutnya atau respon yang dilakukan individu bersangkutan, tentang harapan dan idealitas individu untuk tetap berusaha keras mewujudkan keinginannya walau sesulit apapun keadaannya sekarang(Stolz, 2000). Pada penelitian yang dilakukan, terdapat hubungan yang bersifat negatif pada dimensi kendali dengan variabel ketidakberdayaan yang dipelajari sebesar -0,406. Hal ini menunjukkan bahwa ketika remaja di Rutan mampu mengontrol situasi yang menyebabkan kesulitan, maka remaja tersebut memiliki kecenderungan mengalami kondisi ketidakberdayaan yang dipelajari yang rendah. Hal ini diperkuat dengan penelitian yang dilakukan oleh Eichelsheim(2013) yang menyatakan bahwa anak dalam penjara dapat merasa kehilangan kontrol sehingga yang terinternalisir kedalam diri dapat menyebabkan rasa stress yang membuat tidak berdaya. Selain itu Bukstel & Kilmann (1980, dalam Eichelsheim, 2013) menyatakan bahwa menurunnya kontrol dalam diri berasosiasi pada peningkatan learned helplessness. Dimensi asal usul dan pengakuan menjelaskan sejauh mana seseorang mempermasalahkan asal dari permasalahan ketika mendapati bahwa kesalahan dan sejauh mana seseorang mengakui akibat-akibat kesulitan dan kesediaan seseorang untuk bertanggung jawab atas kesalahan atau Jurnal Psikologi Industri dan Organisasi Vol. 3 No. 2, Agustus 2014

Denda Prayogo, Margaretha Rehulina

kegagalan tersebut (Stolz, 2010). Komponen ini memiliki nilai korelasi yang bersifat negatif sebesar -0,532 yang mana memiliki arti bahwa ketika seseorang mampu mengakui kesalahan yang telah terjadi dan mau untuk bertanggung jawab atas kesalahan yang ada maka remaja didalam Rutan akan mengalami kondisi ketidakberdayaan yang dipelajari yang rendah. Pada komponen reach menjelaskan sejauh mana seseorang akan menganggap kesulitan yang dia alami akan merambah ke kehidupan orang yang bersangkutan (Stolz, 2000). Ketika remaja didalam Rutan menganggap permasalahan yang dialaminya mengganggu aktivitas lain dalam kehidupanya, sekalipun tidak berhubungan dengan masalah yang sedang dihadapi. Maka remaja tersebut memiliki kemungkinan untuk mengalami kondisi ketidakberdayaan yang dipelajari. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang menunjukkan koefisian korelasi antara komponen reach memiliki hubungan yang bersifat negatif terhadap variabel ketidakberdayaan yang dipelajari yaitu sebesar -0,49. Endurance adalah aspek ketahanan dari individu. Sejauh mana kecepatan dan ketepatan seseorang dalam memecahkan suatu permasalahan, sehingga pada komponen ini dapat dilihat dari berapa lama kesulitan akan berlangsung dan berapa lama penyebab kesulitan itu akan berlangsung (Stolz, 2000). Endurance berkaitan dengan pandangan individu terhadap kepermanenan kesulitan yang berlangsung. Efek dari aspek ini adalah pada harapan tentang baik atau buruknya keadaan masa depan. Makin tinggi daya tahan seseorang, makin mampu menghadapi berbagai kesukaran yang dihadapinya. Hasil data korelasi antara endurance dengan ketidakberdayaan yang dipelajari memiliki nilai korelasi paling besar jika dibandingkan dengan komponen lain dalam adversity yaitu sebesar -0,548. Korelasi yang ditunjukkan bernilai negatif yang memiliki arti bahwa ketika seorang remaja di Rutan memiliki daya tahan yang tinggi dalam menghadapi suatu permasalahan maka remaja tersebut akan cenderung mengalami kondisi ketidakberdayaan yang dipelajari yang rendah. Remaja di dalam Rutan yang memilki daya juang yang tinggi akan lebih optimis dalam Jurnal Psikologi Industri dan Organisasi Vol. 3 No. 2, Agustus 2014

memandang permasalahan yang ada(Johnson, 2005; Seligman, 1992). Mereka akan memandang permasalahan yang mereka hadapi akan selesai ketika mereka nantinya keluar dari penjara dan menghirup kebebasan, hal ini juga kemungkinan besar akan diikuti kesiapan untuk menghadapi tantangan tantangan yang ada selanjutnya ketika mereka telah keluar dari penjara(Gideon, 2010). Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa adversity secara keseluruhan mempunyai hubungan yang nyata bensifat sedang dan berkebalikan dengan ketidakberdayaan yang dipelajari.

SIMPULAN DAN SARAN Penelitian mengenai “hubungan antara adversity dan ketidakberdayaan yang dipelajari pada anak berhadapan dengan hukum di Rumah Tahanan Surabaya” dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan yang bernilai negatif dengan kekuatan yang sedang antara adversity dengan ketidakberdayaan yang dipelajari. Hal ini menunjukkan bahwa ketika anak yang berhadapan dengan hukum memiliki adversity yang tinggi maka dia akan tahan terhadap kondisi ketidakberdayaan yang dipelajari, begitu pula sebaliknya. Hasil dari penelitian ini juga diketahui terdapat hubungan yang signifikan pada masing-masing dimensi dalam adversity. Hal tersebut menunjukkan bahwa secara terpisah-pisah dimensi kendali, asal usul dan pengakuan, jangkauan, dan daya tahan pada adversity memiliki hubungan yang nyata dan berkebalikan dengan ketidakberdayaan yang dipelajari. Saran Bagi Pihak Rutan Bedasarkan hasil dari penelitian ini, pihak Rutan dapat melakukan intervensi atau pelatihan dan penyuluhan terkait dengan adversity pada anak yang berhadapan dengan hukum penghuni Rutan Surabaya guna menghindari atau mengurangi dampak dari ketidakberdayaan yang dipelajari. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi Rutan Surabaya dalam mengambil langkah untuk memberikan pelatihan ataupun penyuluhan untuk meningkatkan adversity pada remaja di Rutan Surabaya. Penelitian ini memiliki beberapa saran untuk 113

Hubungan Antara Adversity dan Ketidakberdayaan yang Dipelajari Pada Anak yang Berhadapan dengan Hukum (ABH) di Rumah Tahanan Surabaya

penelitian selanjutnya, yaitu: a) Penelitian selanjutnya dapat ditingkatkan dengan meneliti tentang pengaruh antara variabel adversity terhadap keteidakberdayaan yang dipelajari pada anak yang berhadapan dengan hukum di Rutan. b) Populasi subjek penelitian dapat diperbesar dan mencakup beberapa Rutan maupun Lembaga Pemasyarakatan sehingga generalisasi tidak hanya berlaku pada tempat tertentu. c) Perbanyak kajian pustaka mengenai ketidakberdayaan yang dipelajari, mengingat belum banyak penelitian yang memberikan definisi ketidakberdayaan yang dipelajari secara rinci. d) Pada penelitian selanjutnya dapat melakukan quality control yang lebih ketat ketika menggunakan kuisioner dalam penelitiannya mengingat kemungkinan subjek anak yang berhadapan dengan hukum menjawab kuisioner yang ada dengan jawaban yang kurang menggambarkan keadaan psikologis subjek bersangkutan. Penelitian ini memberikan beberapa saran

untuk subjek penelitian yang berada di dalam Rutan, yaitu: a) Peneliti berharap anak yang berhadapan dengan hukum dapat meningkatkan faktorfaktor adversity dan mengoptimalkan potensi diri yang dimiliki sehingga anak yang berhadapan dengan hukum tahan terhadap kondisi ketidakdayaan yang dipelajari di dalam Rutan. b) Anak yang berhadapan dengan hukum dapat mengikuti kegiatan yang telah diadakan dan disediakan oleh pihak Rutan supaya anak dapat mengembangkan kreativitasnya serta sedikit menghilangkan rasa ketidakberdayaannya selama di dalam Rutan. c) Anak yang berhadapan dengan hukum harus dapat membatasi diri dari pengaruh narapidana dewasa ketika selama di dalam Rutan, hal ini berkaitan dengan pengaruh buruk yang mungkin akan didapat anak yang berhadapan dengan hukum terkait dengan kondisi psikologisnya sehingga mempengaruhi kondisi ketidakberdayaan anak yang berhadapan dengan hukum.

DAFTAR PUSTAKA Adiratna, R.(2013). Peran Penolakan Sosial Dan Kecenderungan Neurotik Dalam Memprediksikan Keti-

dakberdayaan Yang Dipelajari Pada Narapidana. Jakarta: Binus University Arikunto. (2007). Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta. Azwar, S. (2008). Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Azwar, S. (2008). Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Baum, S.E., & Taylor, J.E. (1984). Handbook of Psychology and Health. New Jersey: Hillsdale. Benjamin, A. S. (2011). Learned Helplessness And Depressive Symptoms In Patients Following Acute Myocardial Infarction. Dissertation . Nashville: Vanderbilt University. Brace, N., Kemp, R., & Snelgar, R. (2009). SPSS for Psychologists (4th ed.). UK: Pallgrave Macmillan. Chaplin, J.P. (2006). Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: PT. Raja Grafika Persada. Cullen, J.L., & Boersma, F. J. (1982). The Influence Of Coping Strategies On The Manifestation Of Learned Helplessness. Contemporary Educational Psychology, 25, 109-116. Eichelsheim, V. (2013). Juvenile Adaptations to Imprisonment: Feeling of Safety Autonomy and Wellbeing, And Behaviour in Prisson. European Journal of Criminology 10(4)424-443. Feist, J., & Feist, G.J. (2008). Theory of Personality. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Feldman, P. (1993). The psychology of Crime. Cambridge: Cambridge University Press. Field, A. (2009). Discovering Statistics Using SPSS(3rd Ed). London: Sage Pub Ltd. 114

Jurnal Psikologi Industri dan Organisasi Vol. 3 No. 2, Agustus 2014

Denda Prayogo, Margaretha Rehulina

Fitriana, A. (2013). Self Concept Dengan Adversity Quotient Pada Kepala Keluarga Difabel Tuna Daksa. Jurnal Online Psikologi. Fogle, D.O. (1978). Learned Helplessness And Learned Restlessness. Ontario:University Of Waterloo. Gideon, L.(2010). Drug Offenders’ Perceptions of Motivation: The Role of Motivation in Rehabilitation and Reintegration. International Journal of Offender Therapy and Comparative Criminology 54(4)597-610 Gowers, S (2005). Development in adolescent. Psychiatry, 4(6), 6-9. Grundtvig Partnership. (2010). Learned helplessness and the Glory of Failur. Hertfordshire: Authors. Hadi, S. (1986). Metode Research. Yogyakarta: UGM Press. Handayani, T. P. (2010). Kesejahteraan Psikologis Narapidana Remaja Di Lembaga Pemasyarakatan Anak Kutoarjo; Studi Kualitatif Fenomenologis. Semarang: Universitas Diponegoro. Haryanto. (2010, 29 Agustus). Batasan Usia Remaja. Diunduh 25 Desember 2014 dari http://www.belajarpsikologi.com/batasan-usia-remaja/ Himelstein, S. (2011). Meditation Research: The State of the Art in Correctional Settings. International Journal of Offender Therapy and Comparative Criminology 55(4) 646–661 Indriani, F, N. (2008). Dampak Psikologis Perceraian Orang Tua Terhadap Anak. Skripsi. Semarang: Universitas Katolik Soegijapranata. Indah, T.S., & Abdurrohim. (2007). Masa hukuman & stres pada narapidana. Jurnal Proyeksi. Johnson, M. B. (2005). Optimism, Adversity And Performance: Comparing Explanatory Style And AQ. San Jose: San Jose State University. Kerlinger, F. N. (2006). Asas-asas Penelitian Behavioral (3th ed). Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Kjelsberg, E. & Friestad, C. (2008). Social Adversities In First Time And Repeat Prisoners. International Journal of Social Psychiatry 54: 514. Learner, R. M. & Spanier, G. B. (1980). Adolescent Development: A Life-Span Perspective. New York: Mc Graw Hill Book Company. LeRoy, S. C. (1999). Family Connectedness, Human Relatedness, And Learned Optimism In Late Adolescents. Minnesota: University of Minnesota. LeSage, J., dkk.(1989). Learned Helplessness. Journal of Gerontological Nursing Maier, S.F., Peterson, C., & Schwartz, B. (2000). From helplessness to hope: The seminal career of Martin Seligman. In J.E. Gillham. The science of optimism and hope: Research essays in honor of Martin E.P. Seligman (pp.11-37). Philadelphia: Templeton Foundation Press. Maier, S.F., & Seligman, M.E.P. (1976). Learned helplessness: Theory and evidence. Journal of Experimental Psychology: General, 105(1), 3-46. Martinez, R. & Sewell, K.W. (2000). Explanatory Style As A Predictor Of College Performance In Students With Physical Disabilities. Journal Of Rehabilitation. Morgan, C. T., King, R.A., Weizz, J.R., & Schopler, J. (1986). Introduction Of Psychology, (7th ed). Singapore : Mc Graw Hill Book Company. Morris, M. (2013). The Impact Of Attributions On Academic Performance: A Test Of The Reformulated Learned Helplessness Model. Journal Social Sciences Directory 2(2)2-15. Newman, W. L. (2004). Basic Of Social Research, Qualitative And Quantitative Approach (2nd Ed). Boston: Pearson Education Inc. Ozment, J.M. (2001). Helplessness, Locus Of Control, And Psychologycal Health. The Journal Of Social Psychology 141(1)137-138 Pallant, J. F. (2007). SPSS Survival Manual: A Sttep By Step Guide To Data Analysis Using SPSS (3rd Ed). New South Wales: Allen & Unwin.

Jurnal Psikologi Industri dan Organisasi Vol. 3 No. 2, Agustus 2014

115

Hubungan Antara Adversity dan Ketidakberdayaan yang Dipelajari Pada Anak yang Berhadapan dengan Hukum (ABH) di Rumah Tahanan Surabaya

Papalia, D. E., Olds, S. W., & Feldman, R. D. (2004). Human Development (9th ed.). New York: McGrawHill. Rahmawati, R. (2009). Hubungan Antara Adversity Intelligence dan Persepsi terhadap Kohesivitas Kelompok dengan Organizational Citizenship Behaviour pada Karyawan PT Padma Soode. Surakarta: Universitas Sebelas Maret Surakarta. Rejeki, S. (2009). Persepsi Remaja Tentang Body Image Ditinjau Dari Konsep Diri. Semarang: Universitas Katolik Soegijapranata. Santrok, J.W. (2003). Adolescence: Perkembangan Remaja. Jakarta: Erlangga. Seligman, M.E.P. (1992). Learned Optimism: How To Change Your Mind And Your Life. New York: A Division of Random House Inc. Seligman, M.E.P., & Maier, S.F. (1967). Failure To Escape Traumatic Shock. Journal of Experimental Psychology. 74, 1-9. Siahaan , E.(2012). Gambaran faktor-faktor yang memengaruhi adversity quotient warga binaan remaja di Rumah Tahanan Negara klas I Bandung. Bandung: Universitas Padjadjaran. Siswanti, T. I. (2007). Masa Hukuman Dan Stress Narapidana. Semarang: Universitas Islam Sultan Agung. Sitompul, E. A. (2009). Gambaran Learned Helplessness Pada Supir Angkut Di Kota Medan Ditinjau Dari Explanatory Style. Medan: Universitas Sumatera Utara. Sho’imah, D. W. (2010). Hubungan Adversity Quotient Dan Self Efficacy Dengan Toleransi Terhadap Stres Pada Mahasiswa. Surakarta: Universitas Sebelas Maret. Slimmer, L. W. (1987). Perceptions Of Learned Helplessness. Journal of Gerontological Nursing. Stoltz, P. G. (2005). Adversity Quotient: Mengubah Hambatan Menjadi Peluang. Jakarta: PT Grasindo. Sudarsono. (1995). Kenakalan Remaja. Jakarta: PT Rineka Cipta. UU No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Yazid, F. (2005). Hubungan antara Motivasi Berprestasi dengan Adversity Intelligence di Bidang Musik pada Personel Band di Yogyakarta. Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada. Yulia, R. 2008. Penjahat Anak-Anak. Diunduh 10 Oktober 2014 dari http://www.unisba.ac.id/artikel. cfm?doc_id=203 Vollmayr, B., & Gass, P. (2013). Learned Helplessness: Unique Features And Translational Value Of A Cognitive Depression Model. Mannheim: Heidelberg University Wasserman, G. A. dkk.(2003). Risk and Protective Factors of Child Delinquency.U.S. Department of Justice: Office of Juvenile Justice and Delinquency Prevention. Widyaningrum, J., & Rachmawati, M.A. (2007). Adversity Intelligence Dan Prestasi Belajar Siswa. Jurnal Psikologi Proyeksi.

116

Jurnal Psikologi Industri dan Organisasi Vol. 3 No. 2, Agustus 2014