HUBUNGAN ANTARA ASUPAN ENERGI, ASUPAN PROTEIN

Download diperlukan dalam memelihara kebugaran. Dari penelitian yang dilakukan oleh Sugiarto. (2012) pada peserta fitness di Vyrenka Gym. Bantul – Y...

0 downloads 463 Views 112KB Size
HUBUNGAN ANTARA ASUPAN ENERGI, ASUPAN PROTEIN, AKTIFITAS FISIK DAN TINGKAT KEBUGARAN PADA PESERTA DIDIK SMPN 1 CIKALONGKULON Endah Aprilia Budianti Program Diploma III. Jurusan Gizi. Politeknik Kesehatan Kemenkes Bandung Email: [email protected]

Abstract Physical fitness is the body's ability to perform a physical work done everyday without causing significant fatigue. A person's fitness level is influenced by good energy and protein intake and regular physical activity. Measurement of fitness level is done using a series of physical fitness test of Indonesia. This study aims to determine the relationship between energy intake, protein intake, physical activity and level of fitness in the students SMPN 1 Cikalongkulon. The research design used was cross sectional, the total sample was 37 people performed using proportional random sampling with sample criteria aged 13-15 years. The results showed that there was no significant relationship between energy intake and fitness level (p = 0.270), no relationship between protein intake and fitness level (p = 1), there was a significant relationship between physical activity and physical fitness (p = 0.036 ). To improve physical fitness, samples are advised to consume lots of diverse foods with sufficient amounts of food and to get breakfast and extracurricular activities and regular exercise to increase physical activity. Keywords: Energy Intake, Protein Intake, Physical Activity, Fitness Level. 1. PENDAHULUAN Masa remaja merupakan saat yang penting untuk membiasakan perilaku hidup sehat. Banyak kebiasaan buruk yang berkaitan dengan kesehatan dan kematian dini pada orang dewasa sudah dimulai pada masa remaja. Sebaliknya pola perilaku sehat sejak dini, seperti melakukan latihan fisik secara teratur, tidak hanya memberikan keuntungan kesehatan secara langsung namun juga dapat membantu seseorang memperlambat atau mencegah kerusakan maupun kematian yang disebabkan oleh penyakit degeneratif dimasa dewasa (Wiarto, 2013). Kebugaran jasmani sangat diperlukan oleh para siswa untuk dapat mengikuti kegiatan belajar setiap hari yang membutuhkan konsentrasi penuh. Hal ini dibuktikan dengan hasil penelitian yang dilakukan pada 20 SMP di 4 provinsi, yaitu Jawa Timur, Bali, Yogyakarta, dan Sulawesi Selatan melaporkan bahwa tingkat kebugaran

jasmani yang baik berpengaruh positif terhadap prestasi belajar. Menurut Nasution (2011) dan wiarto (2013) Tingkat kebugaran dipengaruhi oleh asupan energi dan aktivitas fisik. Menurut Wiarto (2013), asupan energi yang baik akan menghasillkan daya tahan yang tinggi, apalagi jika mengkonsumsi tinggi karbohidrat (60-70%) dan juga diet tinggi protein untuk memperbesar otot dan untuk olahraga yang memerlukan kekuatan otot yang besar. Berdasarkan Riskesdas (2010), rata-rata kecukupan konsumsi energi penduduk umur 13-15 tahun sebanyak 54,5 persen mengkonsumsi energi di bawah kebutuhan minimal. Penelitian yang sudah dilakukan pada remaja, hasil menunjukkan asupan energi yang kurang sebesar 87% dan asupan energi yang cukup sebesar 13 % (Amelia, dkk. 2013) Selain asupan energi, protein juga merupakan salah satu makronutrien yang

diperlukan dalam memelihara kebugaran. Dari penelitian yang dilakukan oleh Sugiarto (2012) pada peserta fitness di Vyrenka Gym Bantul – Yogyakarta, hasilnya menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara asupan protein dengan tingkat kebugaran (p < α). Hal ini berkaitan dengan fungsi protein yaitu membangun serta memelihara sel-sel dan jaringan tubuh (Almatsier, 2002). Secara umum kebutuhan protein adalah 0.8 sampai 1.0 gram/Kg BB/hari, tetapi bagi mereka yang bekerja berat kebutuhan protein bertambah. Penelitian membuktikan bahwa kegiatan olahraga yang teratur meningkatkan kebutuhan protein (Irianto, 2006). Protein merupakan zat pembangun tubuh, menurut Guyton (1991) dalam Iryanto (2006) ¾ zat pada tubuh adalah protein yaitu sebagai dasar pembentuk otot. Meskipun demikian, untuk membentuk atau membesarkan otot tidak memerlukan konsumsi protein yang berlebihan karena kelebihan protein justru akan merugikan. Pembentukan masa otot dan kekuatannya detentukan oleh latihan yang terprograrm dengan baik dan ditunjang oleh makanan yang sehat berimbang (Irianto, 2006). Selain dari makanan, faktor lain yang mempengaruhi kebugaran yaitu aktivitas fisik. Aktivitas fisik merupakan salah satu aspek yang mempengaruhi tingkat kebugaran seseorang. Hal ini sesuai dengan pernyataan bahwa aktivitas fisik merupakan salah satu hal yang menghambat penuaan, ditandai dengan penurunan kapasitas aerobik dan kekuatan otot yang akan menurunkan tingkat kebugaran (Astrand,1992 dalam Indrawagita, 2009). Para peneliti telah menemukan bahwa aktivitas fisik individu berkurang ketika mencapai usia remaja. (Merrick, dkk, 2005 dalam Widyasinta, 2007) Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan, Hasil penelitian pada responden laki –laki, ditemukan bahwa ada pengaruh aktivitas fisik (p<α) terhadap kebugaran jasmani. Hasil penelitian pada responden perempuan, ditemukan bahwa ada pengaruh aktivitas fisik (p<α) terhadap kebugaran jasmani. (Alfarisi, dkk., 2013)

Dari uraian diatas, peneliti tertarik untuk meneliti hubungan antara asupan energi, asupan protein, aktivitas fisik dan tingkat kebugaran pada Peserta Didik SMPN 1 Cikalongkulon karena di SMPN 1 Cikalongkulon ini belum ada penelitian sebelumnya, serta bisa juga mewakili remaja pedesaan yang bermasalah dengan tingkat kebugarannya. 2. METODE Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Cross Sectional, yaitu pengukuran variable dependen dan variable independen dilakukan pada waktu yang sama. Penelitian dilakukan di SMPN1 Cikalongkulon dilaksanakan pada bulan November 2013 s/d Juli 2014 dan pengumpulan data pada tanggal 10-20 Februari 2014. Dalam penelitian ini populasi adalah seluruh siswa kelas VIII baik laki-laki maupun perempuan. Sampel adalah siswa kelas VIII yang memenuhi kriteria penelitian yaitu siswa dengan usia 13-15 tahun. Jumlah sampel didapatkan dari hasil perhitungan dengan populasi yang ada maka besar sampel dapat dihitung dengan rumus:

(1) Berdasarkan hasil perhitungan, sampel yang didapat sebanyak 37 orang. Jenis dan cara pengumpulan data yang dikupulkan meliputi data energi, data asupan protein, data aktivitas fisik, data tingkat keugaran jasmani yang diambil dari rangkaian Tes Kebugaran Jasmani Indonesia. Untuk data sekunder meliput data siswa meliputi daftar nama siswa kelas VIII di SMPN1 Cikalongkulon diperoleh dari arsip atau laporan sekolah. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Umur sampel, pada penelitian ini umur sampel dikelompokkan menjadi 2 kelompok, yaitu 10-14 tahun dan 15-16 tahun, berdasarkan penelitian dapat diketahui bahwa

sebagian besar sampel terdiri dari golongan usia 10-14 tahun yaitu sebanyak 36 orang (97.3%). Sebagian besar sampel penelitian ini lebih banyak berjenis kelamin perempuan daripada laki-laki dengan jumlah sampel perempuan sebanyak 25 orang (67.6%). Analisis Univariat Tabel 1. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Asupan Energi Asupan Energi

N

%

Kurang

36

97.3

Cukup

1

2.7

Total

37

100

Data asupan energi sampel dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu kurang dan cukup. Asupan energi dikategorikan kurang jika asupan energi < 80% kebutuhan dan cukup jika asupan energi sebesar ≥80% dari kebutuhan. Berdasarkan penelitian, sebagian besar sampel memiliki asupan energi kurang, yaitu sebesar 97.3%. rata-rata asupan energi sampel sebesar 1357.15 kkal. Rata-rata asupan energi sampel masih kurang jika dibandingkan dengan Angka Kecukupan Gizi bagi remaja. Laki-laki usia 13-15 tahun memiliki kecukupan energi sebesar 2476 kkal. Perempuan usia 13-15 tahun memiliki kecukupan energi sebesar 2125 kkal. Dari hasil yang diperoleh dengan menggunakan metode Food Record selama 3 hari tidak berturut-turut, rata-rata sampel jarang melakukan sarapan pagi dari rumah tetapi lebih banyak mengkonsumsi jajanan goreng-gorengan seperti cireng, gehu, balabala dengan jumlah yang dikonsumsi ratarata 4-5 buah per hari dan minuman seperti teh manis saat pagi yang dijual di kantin sekolah, sehingga jumlah asupan energi menjadi kurang dari kebutuhannya. Pola menu yang dikonsumsi sampel setiap kali makan juga tidak bervariasi, rata-rata sampel

hanya makan dengan karbohidrat dengan lauk hewani saja dengan porsi yang kurang dari kebutuhannya yaitu dalam satu hari ratarata hanya mengkonsumsi 3-4 penukar nasi atau 300-400 gr nasi, 2-3 penukar lauk hewani, 1 penukar lauk nabati dan jarang mengkonsumsi sayur, buah. Jika dibandingkan dengan prinsip gizi seimbang, remaja usia 13-15 tahun dalam sehari perlu mengkonsumsi karbohidrat 5-6 penukar, 3 penukar lauk hewani, 3 penukar lauk nabati, 3 penukar sayur, 3 penukar buah dan segelas susu.

Tabel 2. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Asupan Protein Asupan Protein

N

%

Kurang

32

86.5

Cukup

5

13.5

Total

37

100

Data asupan protein sampel dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu kurang dan cukup. Asupan protein dikategorikan kurang jika asupan protein < 80% kebutuhan dan cukup jika asupan protein sebesar ≥80% dari kebutuhan. Berdasarkan penelitian diketahui bahwa sampel yang memiliki asupan protein kurang lebih banyak dibandingkan dengan yang memiliki asupan protein cukup, yaitu sebesar 86.5%. Rata-rata asupan protein sampel sebesar 37.51 g dengan asupan tertinggi sebesar 59.37 g, asupan terendah sebesar 7.73 g dan standar deviasi 8.97. Rata-rata asupan protein sampel masih kurang jika dibandingkan dengan Angka Kecukupan Gizi bagi remaja. Laki-laki usia 13-15 tahun memiliki kecukupan protein sebesar 72 g. Perempuan usia 13-15 tahun memiliki kecukupan protein sebesar 69 g. Berdasarkan hasil Food Record yang diperoleh, dapat dilihat asupan protein sampel masih kurang dari kebutuhannya. Pada masa remaja, asupan energi dan protein

yang dibutuhkan tergolong tinggi, tetapi dengan gaya hidup dan pola makan remaja saat ini yaitu pola makan dalam sehari ratarata hanya 2 kali makan makanan utama dan lebih banyak mengkonsumsi jajanan sumber kalori saja tidak dapat mencukupi kebutuhan hariannya. Untuk memenuhi kebutuhan protein remaja usia 13-15 tahun dalam sehari perlu mengkonsumsi 3 penukar lauk hewani, 3 penukar lauk nabati. Tabel 3. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Aktivitas Fisik Aktivitas Fisik

n

%

Ringan

10

27

Sedang

27

73

Total

37

100

Berdasarkan penelitian, dapat diketahui sebanyak 10 orang (27%) memiliki aktivitas fisik yang ringan. Rata-rata nilai aktivitas fisik sampel adalah sebesar 1076.57 METs menit/minggu dengan nulai aktivitas fisik tertinggi sebesar 5634 METs menit/minggu dan nilai terendah sebesar 240 METs menit/minggu. Standar deviasi sebesar 983.74. Karakteristik sampel yang memiliki aktivitas ringan adalah sampel yang kesehariannya lebih banyak diam atau duduk-duduk dikelas saat jam istirahat dan lebih sering menggunakan kendaraan dibanding berjalan kaki saat pergi ke sekolah. Pengelompokan data aktivitas fisik berdasarkan tabel di atas mengacu pada pengelompokkan aktivitas fisik dengan metode IPAC, yaitu dengan menanyakan kagiatan sehari-hari dengan membedakan antara aktivitas ringan, sedang dan berat. Aktivitas fisik sampel dikatakan ringan jika hasil nya <600 METs menit/minggu dan dikatakan sedang jika hasilnya ≥600 METs menit/minggu. Tabel 4. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Tingkat Kebugaran Jasmani

Kebugaran Jasmani

n

%

Kurang

27

73

Baik

10

27

Total

37

100

Tingkat kebugaran jasmani sampel didapat dari beberapa rangkaian tes, yaitu untuk putra tes lari 50 m, gantung akat tubuh selama 60 detik, baring duduk (sit up) selama 60 detik. Loncat tegak dan lari 1000 m. Sedangkan tes kebugaran untuk putri terdiri dari lari 50 m, gantung siku tekuk selama 60 detik, baring duduk (sit up) selama 60 detik, loncat tegak (vertical jump) dan lari 800 6meter. Berdasarkan penelitian dapat dilihat bahwa tingkat kebugaran sampel lebih banyak tergolong dalam kategori kelomok kurang bugar yaitu sebanyak 27 orang (73%). Berdasarkan hasil wawancara pada saat penelitian, 27 orang yang memiliki tingkat kebugaran yang kurang merupakan sampel yang sebagian besar memiliki tingkat aktifitas ringan dan jarang melakukan olahraga secara teratur sehingga nilai kebugarannya pun kurang. Tingkat kebugaran jasmani yang kurang pada remaja akan berpengaruh terhadap kualitas belajar. Hal ini disebabkan oleh kebugaaran jasmani merupakan pra-kondisi siswa untuk menghadapi kesiapan belajar. Selain itu kebugaran jasmani merupakan salah satu faktor penyebab meningkatkannya konsentrasi dan daya tahan belajar, sehingga membawa dampak terhadap meningkatnya aspek-aspek kondisi psikologis. Dari hasil penelitian, sebagian besar sampel rata-rata jarang melakukan olahraga teratur dan aktivitas sehari-harinya dapat dikatakan monoton dan tidak bervariasi sehingga pada saat melakukan rangkaian tes kebugaran sampel kurang maksimal dalam melakukan tes. Menurut Suryanto (2011), Untuk mendapatkan kebugaran jasmani yang baik perlu memahami pola hidup sehat, yaitu: (1) Makan yang cukup, baik kualitas maupun

kuantitas, (2) Istirahat, supaya tubuh memiliki waktu untuk recovery (pemulihan), sehingga dapat melakukan aktivitas dengan nyaman, dan (3)rutin melakukan olahraga, yaitu salah satu alternatif yang paling efektif untuk memperoleh kebugaran, sebab berolahraga bermanfaat untuk fisik, psikis, maupun sosial. Di samping itu untuk meningkatkan dan mempertahankan kebugaran jasmani perlu menghindari gaya hidup yang kurang baik, supaya tidak mempengaruhi kesehatan, sehingga tubuh selalu dalam keadaan sehat dan bugar. Analisis Bivariat Hubungan Asupan Energi dan Tingkat Kebugaran Tabel 5. Hubungan Asupan Energi dan Tingkat Kebugaran NO

1 2

ASUPAN ENERGI

KURANG CUKUP

TINGKAT KEBUGARAN

JUMLAH

KURANG

BAIK

n

%

n

%

n

%

27 0

75 0

9 1

25 100

36 1

100 100

Berdasarkan penelitian, diketahui bahwa dari 36 sampel yang memiliki asupan energi kurang, sebanyak 27 orang memiliki tingkat kebugaran yang kurang dan 9 orang memiliki tingkat kebugaran yang baik. Kebugaran jasmani adalah kemampuan tubuh untuk melakukan suatu pekerjaan fisik yang dikerjakan sehari-hari tanpa menimbulkan kelelahan yang sangat berarti (Wiarto, 2013). Untuk melakukan aktivitas tersebeut seseorang membutuhkan tenaga atau energi . energi tersebut didapat dari makanan yang dikonsumsi sehari-hari. Makanan yang cukup dan mengandung zat gizi seimbang dapat membantu menghasilkan tenaga bagi seseorang untuk melakukan aktivitasnya dengan baik. Dari 36 sampel yang memiliki asupan energi kurang, 27 orang memiliki tingkat kebugaran yang kurang, hal ini sejalan dengn teori yaitu dimana kebugaran erat kaitannya dengan latihan fisik. Dalam tubuh seseorang

harus selalu tersedia cadangan energi yang sewaktu-waktu dapat diarahkan untuk menghasilkan energi. Jika cadangan energi dalam tubuh seseorang sedikit, maka orang tersebut akan cepat lelah karena kehabisan tenaga. Oleh karena itu, dianjurkan mengkonsumsi beraneka ragam makanan, sehingga zat gizi yang diperlukan dapat terpenuhi. (Depkes (1995) dalam Sugiarto (2012)). 9 orang lainnya memiliki asupan energi kurang tetapi tingkat kebugarannya baik, hal ini disebabkan adanya faktor lain yang dapat meningkatkan kebugaran seseorang meski asupanya kurang seperti dengan rutin melakukan latihan fisik. Menurut wilmore dan costil (1994), salahsatu komponen kebugaran yang baik dapat dipengaruhi juga oleh faktor lain seperti kegiatan fisik yang biasa dilakukan seperti latihan rutin yang dilakukan masing-masing individu Hasil uji statistik menggunakan Chi Square menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara asupan energi dan tingkat kebugaran dengan nilai p=0.270 (p>α). Hal ini menunjukkan asupan energi saja tidak dapat menggambarkan tingkat kebugaran seseorang. Asupan energi sampel didapat dari hasil pengumpulan data menggunakan food record selama 3 hari tidak berturut-turut. Hubungan Asupan Protein dan Tingkat Kebugaran Tabel 6. Hubungan Asupan Protein dan Tingkat Kebugaran NO

1 2

ASUPAN PROTEIN

KURANG CUKUP

TINGKAT KEBUGARAN

JUMLAH

KURANG

BAIK

n

%

n

%

n

%

23 4

71.9 80

9 1

28.1 20

32 5

100 100

Berdasarkan penelitian, dapat diketahui bahwa dari 32 sampel yang memiliki asupan protein kurang, sebanyak 23 orang memiliki tingkat kebugaran yang kurang. Secara umum kebutuhan protein adalah 0.8 sampain

1.0 gram/Kg BB/ hari, tetapi bagi mereka yang bekerja berat kebutuhan protein bertambah (Irianto, 2006). Protein dibutuhkan untuk pertumbuhan, perkembengan, pembentukan otot, pembentukan sel-sel darah merah, pertahanan tubuh terhadap penyakit, enzim dan hormon, dan sintesa jaringan-jaringan badan lainnya. Protein dicerna menjadi asam-asam amino yang kemudian dibentuk protein tubuh didalam otot dan jaringan lain. Protein dapat berfungsi sebagai sumber energi apabila karbohidrat yang dikonsumsi tidak mencukupi (Depkes dan Kesos,2001). 9 orang lainnya yang memiliki asupan protein kurang justru memiliki tingkat kebugaran yang baik. Meskipun protein merupakan zat pembangun tubuh, seseorang yang ingin membentuk atau membesarkan ototnya tidaklah memerlukan konsumsi protein yang berlebihan sebab kelebihan protein justru merugikan. Pembentukan massa otot (hipertropi) dan kekuatannya ditentukan oleh latihan yang terprogram dengan baik dan ditunjang oleh makanan yang sehat berimbang (Irianto, 2006). Hasil uji statistik menggunakan Chi Square menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara asupan protein dan tingkat kebugaran dengan nilai p=1 (p>α). Hal ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yabg dilakukan oleh Andhini dan Rizky pada tahun 2011 pada atlet di Sekolah Atlet Ragunan Jakarta yang juga memperoleh hasil tidak ada hubungan antara asupan protein dengan tingkat kebugaran karena sampel memiliki aktivitas rutin melakukan latihan fisik sehingga sampel selalu memiliki kemampuan fisik dan kebugaran yang baik walaupun sampel tersebut memiliki asupan protein yang kurang baik. Hubungan Antara Aktivitas Fisik dan Tingkat Kebugaran Tabel 7. Hubungan Aktivitas Fisik dan Tingkat Kebugaran NO

AKTIVITAS FISIK

TINGKAT KEBUGARAN

JUMLAH

1 2

RINGAN SEDANG

KURANG

BAIK

n

%

n

%

n

%

10 17

100% 63.0

0 10

0 37

10 27

100 100

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa dari 10 sampel yang memiliki aktivitas fisik kurang, sebanyak 10 orang (100%) memiliki tingkat kebugaran yang kurang . Sedangkan dari 27 sampel yang memiliki aktivitas fisik sedang, sebanyak 17 orang memiliki tingkat kebugaran yang kurang. Dari 10 orang yang memiliki aktivitas fisik ringan, sebanyak 100% memiliki tingkat kebugaran yang kurang. Jenis aktivitas yang dilakukan lebih banyak duduk dikelas dan jarang melakukan kegiatan yang menguras energi seperti olahraga atau mengangkat beban yang berat. Dari 27 sampel yang memiliki aktivitas fisik sedang, sebanyak 17 orang memiliki tingkat kebugaran yang kurang. Hal ini disebabkan adanya perbedaan jenis aktivitas yang dilakukan. Sebagian besar dari ke 17 orang ini memiliki jenis aktivitas yang tidak melatih fisik secara khusus seperti olahraga yang rutin. Selain dari perbedaan jenis aktivitas, hal lain yang berpengaruh adalah dari status gizi sampel, karena beberapa sampel yang meiliki aktivitas fisik sedang tetapi tingkat kebugarannya kurang ada yang memiliki status gizi kurang dan adapula yang memiliki status gizi lebih. Hal ini sesuai dengan pernyataan Pertiwi (2011) yaitu salah satu komponen kebugaran yang baik dapat diperoleh dari status gizi yang baik. Hasil uji statistik menggunakan Chi Square menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara aktivitas fisik dan tingkat kebugaran dengan nilai p=0,36 (p≤α). 4.

Kesimpulan • Sampel dalam penelitian berjumlah 37 orang yang sebagian besar terdiri dari golongan usia 10-14 tahun (97,3%) dan lebih banyak sampel berjenis kelamin perempuan (67,6%)

• • • • • • •

Sebanyak 36 orang (97.3%) memiliki asupan energi kurang Sebanyak 32 orang (86.5%) memiliki asupan protein kurang Sebanyak 10 orang (27%) memiliki aktivitas fisik kurang. Sebanyak 27 orang (73%) memiliki tingkat kebugaran kurang. Tidak ada hubungan yang bermakna antara asupan energi dan tingkat kebugaran (p=0.270). Tidak ada hubungan yang bermakna antara asupan protein dan tingkat kebugaran (p=1) Terdapat hubungan yang bermakna antara aktivitas fisik dan tingkat kebugaran (p=0.036).

5. Referensi Achmad. 2000. Penuntasan Masalah Gizi Kurang Gizi dalam Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi VI. Jakarta : Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Alfarisi, Ringgo, Wahyu Karhiwikarta, Dessy Hermawan. 2013. Faktor– Faktor Yang Mempengaruhi Kebugaran Jasmani Mahasiswa Kedokteran Universitas Malahayati dalam Jurnal Dunia Kesmas. Volume 2, nomor 1. Almatsier, Sunita. 2011. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : PT. GramediaPustaka Utama. Amelia, Andi Reski. 2013. Hubungan Asupan Energi Dan Zat Gizi Dengan Status Gizi Santri Putri Yayasan Pondok Pesantren Hidayatullah Makassar Sulawesi Selatan Tahun 2013. Makasar: Program Studi Ilmu Gizi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin Arisman .2009. Gizi dalam Daur Kehidupan. Jakarta: EGC Azizin, Irhas. 2014. Hubungan Status Gizi Dan Aktivitas Fisik Dengan Tingkat Kebugaran Jasmani Siswa Sekolah Dasar. Surabaya: Program Ilmu Keolahragaan Jurusan Pendidikan Kesehatan dan Rekreasi

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan. 2008. Riset Kesehatan Dasar Tahun 2007. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. Bhudiarti, Desi. 2012. Hubungan Antara Asupan Energi, Aktivitas Fisik, Pola Konsumsi Junk Food dan Kegemukan pada Remaja Putri SMAN 9 Bandung Tahun 2012 (KTI). Bandung: Poltekkes Kemenkes Bandung Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat. 2007. Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada Departemen kesehatan dan kesejahteraan sosial. 2001. Pedoman Pelatihan Gizi Olahraga Untuk Pretasi. Jakarta: Depkes dan Kesos. Depdiknas. 2003. Tes Kesegaran Jasmani Indonesia . Jakarta: Pusat Pengembangan kualitas jasmani. Dwiningsih. 2013. Perbedaan Asupan Energi, Protein, Lemak, Karbohidrat dan Status Gizi Pada Remaja yang Tinggal di Wilayah Perkotaan dan Pedesaan dalam Jurnal of Nutrition College, volume 2, Nomor 2. Halaman 232-241. Fajar, Ibnu dkk. 2009. Statistika Untuk Praktisi Kesehatan. Yogyakarta : Graha Ilmu. Fajarwati, Sulaastri. 2007. Hubungan Asupan Energi dengan Tingkat Kebugaran Paru Jantung (Vo2 Max) Peserta Senam Aerobik di Sanggar Senam dan Fitness Centre Kartika Dewi Yogyakarta. Yogyakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Hartono, Andry. 2008. Gizi Kesehatan Masyarakat. Jakarta: EGC Indrawagita, larasati. 2009. Hubungan Status Gizi, Aktivitas Fisik Dan Asupan Gizi

Dengan Kebugaran Pada Mahasiswi Program Studi Gizi FKMUI Tahun 2009 (Skripsi). Jakarta: Universitas Indonesia Irianto, Djoko Pekik. 2006. Panduan Gizi Lengkap Keluarga dan Olahragawan. Yogyakarta: Andi. Muhajir. 2007. Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan. Bandung: PT. Yudhistira Ghalia Indonesia. Mutohir, Toho Cholic. 2007. Sport Development Index: Alternatif Baru Mengukur Kemajuan Pembangunan Bidang Keolahragaan (Konsep, Metodologi dan Aplikasi). Jakarta: PT Indeks. Nasution, Eri Pesmarini. 2011. Kebugaran dan Kesehatan. Jakarta: Rajawali Pers. Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Pardede, Nancy. 2002. Tumbuh Kembang Anak dan Remaja dalam M.B. Narendra. et al., Buku Ajar I Tumbuh Kembang Anak dan Remaja. Jakarta: CV. Sagung Seto Pertiwi, Arum, dkk. 2002. Pengruh Asupan Makanan (Karbohidrat, lemak dan Protein) terhadap Daya Tahan Jantung Paru (Vo2 maks) Atlet Sepak Bola. Malang: Universitas Diponegoro. Purnomo Ananto. 1995. Buletin Kesegaran Jasmani Edisi 2/tahun II: Pengaruh Kesegaran Jasmani Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP. Jakarta: Pusat Kesegaran Jasmani dan Rekreasi Depdikbud. Riskesdas, 2010. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI. Jakarta.

Sastroasmoro, Sudigdo dan Sofyan Ismael. 1995. Dasar-dasar Metode Penelitian Klinis. Jakarta: Binarupa Aksara. Soeroso, Santoso. 2001. Masalah Kesehatan Remaja dalam jurnal Sari Pediatri, nomor 3, volume III, halaman 190-198. Soetardjo, Susirh. 2011. Gizi Usi Remaja dalam Sunita almatsier, et all., Gizi Seimbang dalam Daur Kehidupan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Sugiarto. 2012. Hubungan Asupan Energi, Protein, dan Suplemen dengan tingkat Kebugaran dalam Jurnal Media Ilmu keolahragaan Indonesia. Volume2, edisi 2. Hal: 94-101 Supariasa, Bakri Bakhyar, Hajar Ibnu. 2002. Penilaian status gizi. Jakarta: EGC. Supariasa, I Dewa Nyoman. 2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta: Buni Aksara. Suryanto. 2011. Perananan Pola Hidup Sehat Terhadap Kebugaran Jasmani. Medikora Sutarna, Agus, dkk. 2008. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Ed 6. Jakarta: EGC Virgianto, Rio Ardi. 2013. Tingkat Konsumsi Zat Gizi Makro Terhadap Kebugaran Atlet Sepak Bola Persik Kediri U-21. Malang: Universitas Brawijaya. Wiarto, giri. 2013. Fisiologi dan olahraga. Yogyakarta: Graha Ilmu Widyasinta, Benedictine. 2007. Remaja. Jakarta: Erlangga.