HUBUNGAN ANTARA INDIVIDUAL ARENA DAN WORK ARENA DENGAN STRES KERJA PADA PEKERJA PEMBUATAN OFFSHORE PIPELINE AND MOORING TOWER (EPC3) PROYEK BANYU URIP DI PT. REKAYASA INDUSTRI, SERANG-BANTEN TAHUN 2013
SKRIPSI Diajukan Sebagai Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)
OLEH : DANIAWATI NIM : 109101000003
PEMINATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1434 H /2013 M
Skripsi ini ku persembahkan untuk kedua orang tuaku serta rekan-rekan yang mencintai ilmu dan mengamalkannya
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA Skripsi, Agustus 2013 Daniawati, NIM. 109101000003 Hubungan Antara Individual Arena dan Work Arena dengan Stres Kerja Pada Pekerja Pembuatan Offshore Pipeline and Mooring Tower (EPC3) Proyek Banyu Urip di PT Rekayasa Industri, Serang-Banten Tahun 2013 xvi + 137 halaman, 23 tabel, 2 bagan, 4 Lampiran
ABSTRAK Pekerja kontraktor merupakan pekerjaan yang selalu dihadapi oleh berbagai tekanan baik itu dari perusahaan, atasan maupun rekan kerja. lingkungan kerja seperti bising, panas, debu yang merupakan kondisi yang selalu ditemui. Kondisi tersebut merupakan penyebab terjadinya stres ditempat kerja. Proyek Banyu Urip merupakan proyek untuk mengembangkan dan menghasilkan cadangan minyak mentah dan gas alam yang ditargetkan rampung dalam waktu satu tahun. Dari studi pendahuluan yang telah dilakukan sebanyak 70% pekerja mengalami stres kerja. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain cross sectional. Pengumpulan data dilakukan dengan pengisian kuesioner dan pengukuran untuk kebisingan dan tekanan panas. Sampel penelitian berjumlah 82 pekerja proyek banyu urip. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa sebesar 52,4% pekerja mengalami stres kerja ringan dan 23,2% pekerja tidak mengalami stres. Hasil penelitian menunjukkan terdapat 3 variabel yang berhubungan dengan stres kerja yaitu umur, masa kerja dan kebisingan. Dan kebisingan merupakan variabel yang paling dominan dengan stres kerja pada pekerja pembuatan offshore pipeline and mooring tower (EPC3) proyek Banyu Urip di PT Rekayasa Industri, Serang-Banten Tahun 2013. Perusahaan diharapkan dapat mempertimbangkan jenis pekerjaan yang akan diberikan kepada pekerja dan juga memberdayakan pekerja melalui program-program kerja yang mampu membuat pekerja tidak merasa jenuh dan dapat melaksanakan pekerjaan dengan maksimal. Kata Kunci : stres kerja, pekerja proyek, cross sectional Daftar Bacaan : 83 (1976 – 2013) ii
SYARIF HIDAYATULLAH STATE ISLAMIC UNIVERSITY JAKARTA FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE STUDY PROGRAM OF PUBLIC HEALTH OCCUPATIONAL SAFETY AND HEALTH Undergraduated Thesis, August 2013 Daniawati, NIM : 109101000003 The Relationship Between Individual Arena and Work Arena with Job Stress Of Making Workers On Offshore Pipeline and Mooring Tower (EPC3) Banyu Urip Project in PT Rekayasa Industri, Serang-Banten in 2013 Xvi + 137 pages, 23 tables, 2 charts, 4 attachment ABSTRACT Project worker is a job that is always faced by a variety of pressures both from the company, superiors and coworkers. The Working environment such as noise, heat, dust is a condition that is always met. That condition a cause a stress in the workplace. Banyu Urip project is a project to develop and produce crude oil and natural gas that expected to be completed within a year. From preliminary studies that have been done, 70% of workers is experiencing job stress. This study is an analytic research that used quantitative approach and cross sectional study design. The data was collected by using questionnaire tool and noise and heat stress measurements. The Samples are 82 banyu urip project workers. Based on the research, it is known that 52.4% of workers experiencing mild job stress, 24.4% of workers experiencing severe stress and 23,2% of workers not experiencing job stress. The results show there are three variables related to job stress those are age, years of service and noise. And noise is the most dominant variable toward job stress in workers offshore pipeline and mooring tower (EPC3) Banyu Urip project in PT Rekayasa Industri in 2013. The company is expected to consider the type of work that will be given to the workers and also empower employees through workplace programs that can make workers not feel bored and can carry out the work to the maximum. Key word Reference
: job stress, the project worker, cross sectional study : 83 (1976 – 2013)
iii
RIWAYAT HIDUP
Identitas Pribadi Nama
: Daniawati
Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 23 Januari 1992 Jenis Kelamin
: Perempuan
Agama
: Islam
Alamat
: Pondok maharta blok B28 No 19 rt. 011/010 Pondok kacang timur, ciledug, Tangerang 15526
No. Telp
: 085692538704/ 081291274035
Email
:
[email protected]
Riwayat Pendidikan 1. 1997 - 2003
: SD Negeri Sudimara I Ciledug
2. 2003 - 2006
: SMP Negeri 142 Jakarta Barat
3. 2006 - 2009
: SMA Negeri 85 Jakarta Barat
4. 2009 – Juli 2013
: S1-Peminatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
vi
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunia-Nya, skripsi yang berjudul “Hubungan Antara Individual Arena Dan Work Arena Dengan Stres Kerja Pada Pekerja Pembuatan Offshore Pipeline And Mooring Tower (EPC3) Proyek Banyu Urip Di PT Rekayasa Industri, SerangBanten Tahun 2013” dapat diselesaikan tepat waktu. Skripsi ini merupakan salah satu tugas akhir mahasiswa semester VIII (delapan) Program Studi Kesehatan Masyarakat Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta dalam memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM). Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada: 1. Kedua orangtuaku, mama dan papa yang selalu mendo’akan dan mendukung penulis dalam menyelesaikan skripsi ini dan juga untuk mami, papi dan Casillas terima kasih untuk semangat, perhatian serta kasih sayang yang diberikan setiap saat. 2. Prof. Dr (hc). dr. M. K. Tajudin, Sp. And selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Ir. Febrianti, M.Si selaku Kepala Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 4. Ibu Catur Rosidati, MKM dan Riastuti Kusuma Wardani, MKM selaku dosen pembimbing yang telah memberikan arahan dan masukan dalam pelaksanaan penelitian skripsi ini. 5. Ibu Iting Shofwati, SKM, MKKK selaku penanggung jawab peminatan Kesehatan dan Keselamatan Kerja yang banyak memberikan masukan baik mengenai tugas kuliah, atau mengenai pelajaran hidup. 6. Seluruh dosen Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta termasuk para dosen tamu, terima kasih atas keilmuan yang telah diberikan selama perkuliahan.
vii
7. Bapak M. Yuzar Virza yang telah banyak memberikan arahan, masukan dan bantuan dalam pelaksanaan penelitian skripsi. 8. Bapak Tommy selaku HRD PT. Rekayasa Industri yang telah memberikan izin dan kesempatan untuk melakukan penelitian di PT. Rekayasa Industri. 9. Seluruh karyawan dan staf di site office EPC3-Banyu Urip, Serang-Banten khususnya Bapak Alfian, bapak Anton, bapak Ridwan, bapak Tikno dan bapak Ganjar yang telah membantu pelaksanaan penelitian skripsi ini. 10. Bapak Ahmad Gozali yang telah membantu administrasi mahasiswa dari awal hingga akhir perkuliahan. 11. Seluruh teman-teman seperjuangan angkatan 2009, khususnya K3 (Amel, Denisa, Ubay, Vijeh, Mufil, Dio, Ipeh, Diana, Heni, Pikih, Sca, Fadil, Lina, Desi, Reza, Rifky, Novan, Sandy, Defri) yang selalu memberikan saran dan masukan serta semangat dalam penelitian. 12. Sahabat-sahabatku (Denisa, Vijeh, Heni, Ana, Ubay, Mufil) terima kasih untuk support dan kerjasamanya selama ini. You’r rock guys!!! 13. Kak Ami 2007 yang sedikit banyak direpotkan untuk penelitian ini, serta seluruh pihak yang telah banyak membantu yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat keterbatasan dan kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan masukan dari semua pihak untuk menyempurnakan penulisan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan.
Jakarta, Agustus 2013
Daniawati
viii
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN
i
ABSTRAK
ii
LEMBAR PERSETUJUAN
iv
LEMBAR PENGESAHAN
v
RIWAYAT HIDUP
vi
KATA PENGANTAR
vii
DAFTAR ISI
ix
DAFTAR TABEL
xii
DAFTAR BAGAN
xv
DAFTAR LAMPIRAN
xvi
BAB I PENDAHULUAN
1
1.1 Latar Belakang
1
1.2 Rumusan Masalah
5
1.3 Pertanyaan Penelitian
7
1.4 Tujuan Penelitian
8
1.4.1 Tujuan Umum
8
1.4.2 Tujuan Khusus
8
1.5 Manfaat Penelitian
9
1.5.1 Bagi Institusi
9
1.5.2 Bagi Pekerja
9
1.5.3 Bagi Perusahaan
9
1.6 Ruang Lingkup Penelitian
10
BAB II TINJAUAN PUSAKA
11
2.1 Definisi stres
11
2.1.1 Definisi Stres Kerja
12
2.1.2 Pendekatan-pendekatan dalam mempelajari stres
14
2.1.3 Tahapan Stres
16 ix
2.1.4 Indikator Stres Kerja
19
2.1.5 Dampak Stres Kerja
20
2.2 Faktor Penyebab Stres
22
2.2.1 Individual Arena
22
2.2.2 Work Arena
27
2.3 Pengukuran Stres
49
2.4 Pencegahan dan Pengendalian Stres
54
2.5 Kontraktor
57
2.6 Kerangka Teori
59
BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN 3.1 Kerangka Konsep
61
3.2 Definisi Operasional
64
3.3 Hipotesis Penelitian
67
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN
68
4.1 Desain Penelitian
68
4.2 Waktu dan Tempat Penelitian
68
4.3 Populasi dan Sampel
68
4.4 Sumber dan Jenis Data
71
4.4.1 Data Primer
71
4.4.2 Data Sekunder
71
4.5 Instrumen Penelitian
71
4.6 Teknik Pengumpulan Data
77
4.7 Manajemen Data
78
4.8 Analisis Data
80
4.8.1 Analisis Univariat
80
4.8.2 Analisis Bivariat
80
4.8.3 Analisis Multivariat
81
BAB V HASIL PENELITIAN
83
5.1 Gambaran Umum Perusahaan
83 x
5.1.1 Visi dan Misi Perusahaan
83
5.1.2 Gambaran umum proyek offshore pipeline and mooring tower Proyek Banyu Urip, Serang-Banten
84
5.2 Analisis Univariat
89
5.3 Analisis Bivariat
94
5.4 Analisis Multivariat
103
5.4.1 Pemilihan Variabel Kandidat Analisis Multivariat
103
5.4.2 Pembuatan Model Faktor Penentu Variabel yang Paling Berpengaruh
104
BAB VI PEMBAHASAN
107
6.1 Keterbatasan Penelitian
107
6.2 Gambaran Stres Kerja Pada Pekerja pembuatan offshore pipeline and mooring tower proyek Banyu Urip
107
6.3 Usia
111
6.4 Masa Kerja
113
6.5 Pendidikan
115
6.6 Status Perkawinan
117
6.7 Rutinitas
118
6.8 Hubungan Interpersonal
120
6.9 Kebisingan
123
6.10 Tekanan Panas
125
BAB VII PENUTUP
128
7.1 Kesimpulan
128
7.2 Saran
129
7.2.1 Bagi Perusahaan
129
7.2.2 Bagi Pekerja
130
7.2.3 Bagi Peneliti Lain
130
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN xi
DAFTAR TABEL
2.1
Kategori beban kerja berdasarkan metabolisme, respirasi, suhu tubuh dan denyut jantung
2.2
NAB Kebisingan
31 36
NAB Tekanan Panas
41
NAB Intensitas Cahaya
45
Indikator Stres Kerja
52
Definisi Operasional
64
Hasil Perhitungan Sampel Terhadap Hasil Penelitian Terdahulu
69
Hasil Uji Validitas
73
Distribusi frekuensi stres kerja pada pekerja Pembuatan offshore pipeline and mooring tower proyek Banyu Urip PT. Rekayasa Industri, Serang-Banten Tahun 2013.
89
Distribusi frekuensi usia dan masa kerja pada pekerja pembuatan offshore pipeline and mooring tower proyek Banyu Urip PT. Rekayasa Industri, Serang-Banten Tahun 2013.
90
Distribusi frekuensi pendidikan dan status perkawinan pada pekerja pembuatan offshore pipeline and mooring tower proyek Banyu Urip PT. Rekayasa Industri, Serang-Banten Tahun 2013.
91
Distribusi frekuensi rutinitas, hubungan interpersonal, kebisingan dan tekanan panas pada pekerja pembuatan offshore pipeline and mooring tower proyek Banyu Urip PT. Rekayasa Industri, Serang-Banten Tahun 2013.
92
2.3 2.4 2.5 3.1 4.1 4.2 5.1
5.2
5.3
5.4
xii
5.5
5.6
5.7
5.8
5.9
5.10
5.11
5.12
5.13
Hubungan antara usia dengan stres kerja pada pekerja pembuatan offshore pipeline and mooring tower proyek Banyu Urip PT. Rekayasa Industri, Serang-Banten Tahun 2013.
95
Hubungan antara masa kerja dengan stres kerja pada Pekerja Pembuatan Offshore Pipeline and Mooring Tower Proyek Banyu Urip PT. Rekayasa Industri, Serang-Banten Tahun 2013.
96
Hubungan antara pendidikan dengan stres kerja pada pekerja pembuatan offshore pipeline and mooring tower proyek Banyu Urip PT. Rekayasa Industri, Serang-Banten Tahun 2013.
97
Hubungan antara status perkawinan dengan stres kerja pada pekerja pembuatan offshore pipeline and mooring tower proyek Banyu Urip PT. Rekayasa Industri, Serang-Banten Tahun 2013.
98
Hubungan antara rutinitas dengan stres kerja pada pekerja pembuatan offshore pipeline and mooring tower proyek Banyu Urip PT. Rekayasa Industri, Serang-Banten Tahun 2013.
99
Hubungan antara hubungan interpersonal dengan stres kerja pada pekerja pembuatan offshore pipeline and mooring tower proyek Banyu Urip PT. Rekayasa Industri, Serang-Banten Tahun 2013
100
Hubungan antara kebisingan dengan stres kerja pada pekerja pembuatan offshore pipeline and mooring tower proyek Banyu Urip PT. Rekayasa Industri, Serang-Banten Tahun 2013.
101
Hubungan antara tekanan panas dengan stres kerja pada pekerja pembuatan offshore pipeline and mooring tower proyek Banyu Urip PT. Rekayasa Industri, Serang-Banten Tahun 2013
102
Hasil Analisis Bivariat Antara Individual Arena dan Work Arena dengan Stres Kerja Pada Pekerja Pembuatan Offshore Pipeline And Mooring Tower Proyek Banyu Urip PT.
104
xiii
Rekayasa Industri, Serang-Banten Tahun 2013. 5.14
5.15
Hasil analisis multivariat regresi logistik berganda antara usia, masa kerja, rutinitas, hubungan interpersonal, kebisingan dan tekanan panas dengan stres kerja pada pekerja pembuatan offshore pipeline and mooring tower proyek Banyu Urip PT. Rekayasa Industri, Serang-Banten Tahun 2013.
105
Hasil analisis multivariat antara usia dan kebisingan dengan stres kerja pada pekerja pembuatan offshore pipeline and mooring tower proyek Banyu Urip PT. Rekayasa Industri Tahun 2013.
105
xiv
DAFTAR BAGAN
2.1
Kerangka Teori
60
3.1
Kerangka Konsep
63
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Surat Izin
Lampiran 2
kuesioner Penelitian
Lampiran 3
Denah Site Bakrie
Lampiran 4
Output SPSS
xvi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Dalam era globalisasi saat ini, persaingan antara perusahaan baik di dalam maupun luar negeri semakin ketat dan keras.Disamping itu juga terjadi perubahanperubahan yang sangat cepat dari berbagai masalah yang sangat kompleks (Tarwaka, 2013).Saat ini,setiap perusahaan dituntut untuk tetap mempertahankan efektivitasnya, hal ini ditujukan agar perusahaan dapat terus bertahan dan bersaing dengan perusahaan lainnya.Salah satu indikator dari keefektivitasan suatu perusahaan adalah produktivitas para pekerjanya.Oleh Karena itu, produktivitas pekerja
sangat
perlu
untuk
mendapatkan
perhatian
khusus
dari
pihak
perusahaan.Namun berdasarkan hasil statistik di Amerika Serikat menunjukkan bahwa 40% pekerja merasa pekerjaannya sangat menekan.Bahkan di tengah lautan stres seperti saat ini, 25% pekerja di Amerika Serikat menganggap pekerjaan adalah hal yang paling menekan dalam kehidupan mereka (Rini, 2008). Modernisasi membuat orang semakin rajin bekerja.Namun, ternyata tidak semuanya merasa senang.Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Komisi Health and Safety Executive pada tahun 2004-2005 didapatkan bahwa dari 5 juta penduduk United Kingdom (UK) merasakan stres akibat pekerjaannya dan total 12,8 juta pekerja setiap harinya mengalami stres dan depresi yang disebabkan oleh pekerjaannya (National Safety Council, 2004).
1
2
Menurut Hans Selye (1976)dalam (Munandar, 2008) stres didefinisikan sebagai respon yang tidak spesifik dari tubuh pada tiap tuntutan yang dikenakan padanya. Dengan kata lain, stres dapat digunakan untuk menunjukkan suatu perubahan fisik yang luas yang disulut oleh berbagai faktor psikologis atau faktor fisik atau kombinasi kedua faktor tersebut. Stres merupakan pengalaman bersifat internal yang menciptakan adanya ketidakseimbangan fisik dan psikis dalam diri seseorang akibat dari faktor lingkungan eksternal, organisasi atau orang lain. Menurut Anoraga (2001) Stres kerja merupakan suatu bentuk tanggapan seseorang, baik fisik maupun mental terhadap suatu perubahan pada lingkungannya yang dirasakan mengganggu dan mengakibatkan dirinya terancam.Dalam suatu organisasi masalah stres kerja menjadi gejala yang penting untuk diamati sejak mulai timbulnya tuntutan untuk efisien di dalam pekerjaan karena stres kerja dapat menjadi pemicu terjadinya kecelakaan kerja. Menurut Hawari (2001) stres kerja ditandai dengan adanya Keluhan.Keluhan yang
dialami,
dibedakan
menjadi
tiga
yaitu
fisiologis,
psikologis
dan
perilaku.keluhanfisiologis seperti sakit kepala/ pusing, sakit punggung, gangguan seksual, asma /sesak nafas, gugup, nafsu makan hilang, badan terasa lemah, letih/lesu. Sedangkan keluhan psikologis seperti mudah marah, mudah tersinggung, perasaan tertekan, merasa cemas/gelisah, mudah putus asa.Dan keluhan perilaku seperti kurang konsentrasi,cepat merasa lupa, menunda-nunda pekerjaan, serta dapat melampiaskannya dengan kebiasaan merokok dan konsumsi alkohol secara berlebih.kondisi ini biasa disebut dengan stres (Munandar, 2008).
3
Dampak dari stres di tempat kerja memiliki konsekuensi serius tidak hanya bagi individu tetapi juga untuk produktivitas perusahaan.Kinerja karyawan, tingkat penyakit, absensi yang tinggi, kecelakaan dan turnover karyawan semuanya dipengaruhi oleh status kesehatan mental karyawan (ILO, 2000 dalam Munandar, 2008).Kini diyakini bahwa 80% penyakit dan kesakitan dipicu dan diperburuk oleh stres (National Safety Council, 2004). Telah banyak penelitian di Indonesia yang membahas mengenai stres kerja. Salah satunya adalah penelitian yang dilakukan oleh Adas (2006) yang mengatakan bahwa dari 108 pekerja yang diteliti 22 % mengalami stres kerja ringan dan 77,1 % mengalami stres kerja berat. Hal ini juga diperkuat dengan penelitian yang dilakukan oleh Airmayanti (2010) yaitu dari 108 orang yang diteliti didapatkan bahwa sebesar 44,4 % pekerja mengalami stres berat dan sebesar 55,6 % pekerja mengalami stres kerja ringan. Beberapa hasil penelitian mengatakan bahwa terdapat beberapa faktor yang berhubungan dengan stres kerja pada pekerja.Airmayanti (2010) menyatakan bahwa rutinitas merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya stres pada pekerja bagian produksi PT ISM Bogasari Flour Mills tahun 2009.Hal ini diperkuat dengan penelitian yang dilakukan Vinallia (2011) yang mengatakan bahwa berdasarkan hasil uji statistik yang dilakukan untuk melihat hubungan antara rutinitas dengan stres kerja didapatkan hubungan yang signifikan antara rutinitas dengan stres kerja. Dari pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa stres dapat terjadi ditempat kerja, tak kecuali PT. Rekayasa Industri yang merupakan salah satu sektor industri yang bergerak dalam bidang teknik, konstruksi pengadaan, dan uji-coba operasi
4
(EPCC) untuk pabrik-pabrik industri besar di Indonesia. Saat ini PT. Rekayasa Industri sedang menjalankan proyek yang diberi nama Banyu Urip. Banyu Urip merupakan suatu proyek yang direncanakan untuk mengembangkan dan menghasilkan cadangan minyak mentah dan gas alam.Proyek ini berlokasi di Pulau Jawa diantara Kota Cepu dan Kota Bojonegoro. Proyek ini dibagi menjadi lima teknik yaitu : EPC1 Central Processing Facilities (CPF), EPC2 Onshore Export Pipeline, EPC3 Offshore pipeline dan Mooring Tower, EPC4 FSO konversi tanker dan EPC5 Infrastruktur. Penelitian ini lebih memfokuskan pada kegiatan proyek EPC3, yaitu proyek pembuatan offshore pipeline and mooring tower untuk ekspor minyak yang dihasilkan ke floating storage and offloading (FSO). Di proyek EPC3 ditemukan faktor-faktor yang berpotensi menyebabkan stres kerja pada pekerja, seperti lingkungan fisik yaitu kebisingan dan tekanan panas.Dari hasil pengukuran area kerja proyek ini memiliki tingkat kebisingan berkisar antara 75 dB-95 dBdan suhu lingkungan yang tinggi berkisar antara 38-39°C.Menurut Ivancevich dan Matteson (1980) dalam Munandar (2008) mengatakan bahwa bising yang berlebih (85dB) yang berulangkali didengar, dalam jangka waktu yang lama dapat menimbulkan stres yang berkaitan dengan emosi. Dan menurut Keputusan Menteri Kesehatan No. 261/MENKES/SK/II/1998 tentang kondisi lingkungan kerja yang sesuai dengan persyaratan kesehatan, suhu kerja industri yang cocok berkisar antara 21-30°C. Proyek EPC3 pun ditargetkan rampung dalam waktu satu tahun, dimana pada setiap kegiatan yang pekerja jalankan tentunya memiliki tanggung jawab dan beban kerja yang berbeda-beda, karena tuntutan kerja dan kapasitas pekerja pun berbeda-
5
beda dan hampir seluruh pekerja merasakan bahwa rutinitas pekerjaannya monoton ketidaknyaman dalam melakukan pekerjaan merupakan tanda-tanda penyebab stres kerja (Tarwaka, 2013). Menurut NIOSH (1999) stres kerja memiliki risiko untuk
menyebabkan
terjadinya kecelakaan ditempat kerja, begitu pula menurut Anoraga (2001) bahwa stres kerja dapat menjadi pemicu terjadinya kecelakaan kerja. PT. Rekayasa Industri memiliki datakecelakaan yang tinggi karena berdasarkan hasil statistik yang diperoleh pada periode Februari - Maret 2013 telah terjadi unsafe act dan unsafe condition sebanyak 460 kejadian, Nearmiss sebanyak 1 kejadian, first aid case sebanyak 10 kejadian dan 2 damage Property. Dan berdasarkan studi pendahuluan telah dilakukan dari 30 orang responden didapatkan 21 orang mengalami stres, Oleh karena itu, besar kemungkinan stres kerja pada pekerja proyek dipengaruhi oleh karakteriktik pekerja dan kondisi lingkungan pekerjaan (NIOSH, 1999). Sehingga penelitian ini ingin membuktikan bahwa karakteristik pekerja dan kondisi lingkungan pekerjaan dapat mempengaruhi pekerja terhadap stres kerja.Sehingga dapat dilakukan upaya dalam menanggapi danmengatasi stres kerja tersebut. 1.2 Rumusan Masalah Pekerjaan sebagai pekerja proyek memiliki peluang untuk mengalami stres kerja baik secara fisiologis, psikologis maupun perilaku.Karena pekerjaan ini, memiliki target waktu pelaksanaan, sehingga pekerja selalu dituntut untuk menyelesaikan pekerjaan secara optimal dan tepat waktu. Dilain pihak, pekerja tentunya memiliki atasan dan rekan kerja dimana bila hubungan yang terjalin tidak
6
baik, akan menggangu pikiran pekerja semakin lama semakin buruk dan dapat menyebabkan pekerja tidak nyaman. Ditambah lagi dengan kondisi area workshop yang bising dan memiliki temperatur suhu yang tinggi sehingga tidak menutup kemungkinan pekerja tentunya akan merasa lelah yang mengakibatkan pekerjaan tidak berjalan optimal dan konsentrasi pekerja menurun sehingga dapat menyebabkan stres. Stres sendiri dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan kerja. PT. Rekayasa Industri merupakan salah satu sektor industri yang bergerak dalam bidang teknik, konstruksi pengadaan, dan uji-coba operasi (EPCC) untuk pabrik-pabrik industri besar di Indonesia.Saat ini, sedang menjalankan proyek banyu urip.Banyu urip merupakan suatu proyek yang direncanakan untuk mengembangkan dan menghasilkan cadangan minyak mentah dan gas alam.Proyek ini ditargetkan rampung dalam waktu satu tahun. Menurut
hasil
studi
pendahuluan
yang
pernah
dilakukan
dengan
menggunakan kuesioner life even scale pada 30 pekerjaproyek banyu urip pada bulan April 2013 didapatkan sebanyak 70% pekerja mengalami stres kerja. Berdasarkan fakta dan keadaan tersebut, peneliti inginmelakukan penelitian tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan stres kerjapada pekerja pembuatan offshore pipeline and mooring tower proyek banyu urip di PT Rekayasa industri tahun 2013.
7
1.3 Pertanyaan Penelitian 1. Bagaimana gambaran stres kerja pada pekerja pembuatan Offshore Pipeline And Mooring Tower (EPC3) proyek Banyu Urip di PT. Rekayasa Industri, SerangBanten tahun 2013? 2. Bagaimana gambaran faktor- faktor individual arena (usia, masa kerja, pendidikan, status perkawinan) pada pekerja pembuatan Offshore Pipeline And Mooring Tower (EPC3) proyek Banyu Urip di PT.Rekayasa Industri, SerangBanten tahun 2013? 3. Bagaimana
gambaranfaktor-faktor
work
Arena
(rutinitas,
hubungan
interpersonal, kebisingan, tekanan panas) pada pekerja pembuatan Offshore Pipeline And Mooring Tower (EPC3) Proyek Banyu Urip di PT.Rekayasa Industri, Serang-Banten tahun 2013? 4. Apakah ada hubungan antara faktor- faktor individual dengan kejadian stres kerja pada pekerja pembuatan Offshore Pipeline And Mooring Tower (EPC3) proyek Banyu Urip di PT.Rekayasa Industri, Serang-Banten tahun 2013? 5. Apakah ada hubungan antara faktor-faktor work arenadengan kejadian stres kerja pada pekerja pembuatan Offshore Pipeline And Mooring Tower (EPC3) proyek Banyu Urip di PT.Rekayasa Industri, Serang-Banten tahun 2013? 6. Apakahfaktor yang paling mempengaruhi stres kerja pada pekerja pembuatan Offshore Pipeline And Mooring Tower proyek Banyu Urip (EPC3) PT.Rekayasa Industri, Serang-Banten tahun 2013?
di
8
1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan Umum Diketahuinya hubungan antara individual arena dan work arena dengan stres kerja pada pekerja pembuatan offshore pipeline and mooring tower proyek Banyu Urip di PT.Rekayasa Industri, Serang-Banten tahun 2013. 1.4.2 Tujuan Khusus 1. Diketahui gambaran stres kerja pada pekerja pembuatan Offshore Pipeline And Mooring Tower proyek Banyu Urip(EPC3)di PT. Rekayasa Industri, Serang-Bantentahun 2013 2. Diketahui gambaran faktor- faktor Individual Arena (usia, masa kerja, pendidikan, status Perkawinan) pada pekerja pembuatan Offshore Pipeline And Mooring Tower (EPC3) proyek Banyu Urip di PT.Rekayasa Industri, Serang-Banten tahun 2013? 3. Diketahui gambaran faktor-faktor work arena (rutinitas, hubungan interpersonal, kebisingan, tekanan panas) pada pekerja pembuatan Offshore Pipeline And Mooring Tower(EPC3)proyek Banyu Urip di PT.Rekayasa Industri, Serang-Banten tahun 2013? 4. Diketahui hubungan antara faktor- faktor individual arena(usia, masa kerja, pendidikan, status perkawinan)dengan kejadian stres kerja pada pekerja pembuatan Offshore Pipeline And Mooring Tower(EPC3) proyek Banyu Urip di PT.Rekayasa Industri, Serang-Banten tahun 2013?
9
5. Diketahui hubungan antara faktor-faktor work arena(rutinitas, hubungan interpersonal, kebisingan, tekanan panas) dengan kejadian stres kerja pada pekerja pembuatan Offshore Pipeline And Mooring Tower(EPC3)proyek Banyu Urip di PT.Rekayasa Industri, SerangBanten tahun 2013? 6. Diketahui faktor yang paling mempengaruhi stres kerja pada pekerja pembuatan Offshore Pipeline And Mooring Tower(EPC3)proyek Banyu Urip PT.Rekayasa Industri, Serang-Banten tahun 2013? 1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Bagi Institusi Hasil penelitian dapat dijadikan sebagai bahan referensi terkait stres kerja khususnya stres kerja pada pekerja untuk angkatan selanjutnya yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan bacaan. 1.5.2 Bagi Pekerja Hasil
penelitian
diharapkan
dapat
menambah
pengetahuan
serta
pemahaman terhadap stres kerja yang disebabkan oleh berbagai macam faktor terutama yang terdapat di dalam lingkungan pekerjaan. Sehingga pekerja dapat mengatasi secara dini agar produktivitas para pekerja tidak menurun. 1.5.3 Bagi Perusahaan Sebagai masukan pada perusahaan tempat penelitian tentang faktor lingkungan kerja yang berhubungan dengan stres kerjaagar dapat dikendalikan secara dini.
10
1.6 Ruang Lingkup Penelitian ini membahas mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan stres kerja pada pekerja proyek Banyu Urip di PT. Rekayasa Industri, SerangBanten, dilaksanakan pada tahun 2013 oleh mahasiswi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta peminatan kesehatan dan keselamatan kerja (K3) tahun 2009.Penelitian ini menggunakan desain studi cross sectional dan pengambilan sampel menggunakan simple random sampling. Pengambilan data dilakukan menggunakan kuesioner dan pengukuran menggunakan sound level meter untuk kebisingan, heat stres Monitor untuk tekanan panas danlux meter untuk pencahayaan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Dalam tinjauan pustaka berikut akan dijelaskan terkait teori-teori yang berhubungan dengan stres kerja, seperti definisi stres, definisi stres kerja, Tahapan Stres, Indikator Stres Kerja, Dampak Stres Kerja, Faktor-Faktor Penyebab Stres Kerja, yaitu Individual Arena (Usia, Masa Kerja, Pendidikan, Status Perkawinan ), Work Arena (Rutinitas, Jam Kerja, Beban Kerja, Shift Kerja, Konsumsi Alkohol, Kebisingan, Tekanan Panas, Pencahayaan, Getaran ), Home Arena (masalah keuangan dan konflik pekerjaan-keuangan) dan Social Arena
(Peranan Dalam
Organisasi, Pengembangan Karir, Hubungan Interpersonal Dalam Pekerjaan, Struktur Dan Iklim Organisasi). Cara Pengukuran Stres, Pencegahan Dan Pengendalian Stres, dan Definisi Kontraktor. 2.1 Stres Stres dapat terjadi pada setiap individu/manusia dan pada setiap waktu, karena stres merupakan bagian dari kehidupan manusia yang tidak dapat dihindarkan (Munandar, 2008). Manusia akan cenderung mengalami stres apabila ia kurang mampu menyesuaikan antara keinginan dengan kenyataan yang ada, baik kenyataan yang ada di dalam maupun diluar dirinya. Segala macam bentuk stres pada dasarnya disebabkan oleh kekurangmengertian manusia akan keterbatasan dirinya sendiri. Ketidakmampuan untuk melawan keterbatasannya 11
12
inilah yang akan menimbulkan frustasi, konflik, gelisah, dan rasa bersalah yang merupakan tipe-tipe dasar stres (Anoraga, 2005). Munandar (2008) mengungkapkan bahwa konsep stres pertama kali dikenalkan oleh Dr. Hans Selye pada tahun 1936 yang memformulasikan stres sebagai reaksi tubuh non-spesifik pada setiap tuntutannya. Tuntutan tersebut adalah keharusan untuk menyesuaikan diri dan karenanya keseimbangan tubuh terganggu. Menurut Hans Selye jenis stres dibagi menjadi dua, yaitu eustres dan distress. Eustres merupakan stres yang bersifat positif, stres ini memacu dan mendorong individu untuk memenuhi ambisi-ambisinya, karena sebagian orang akan tergerak dengan adanya dorongan atau rangsangan. Distres merupakan stres yang bersifat negative, awalnya stres ini merupakan sebuah tantangan namun bergerak
berlawanan
arah
menjadi
ancaman,
sehingga
menghilangkan
kemampuan individu dalam memelihara dan mempertahankan diri terhadap stimulus atau rangsangan yang datang dan bahkan hal tersebut dapat menyebabkan kematian (Munandar, 2008)
2.1.1 Definisi Stres Kerja Menurut Han Selye (1976) dalam Munandar (2008) menyatakan bahwa stres adalah respons tubuh yang sifatnya non-spesifik terhadap setiap tuntutan beban. Misalnya seseorang mengalami beban pekerjaan
13
yang berlebihan. Bila ia mampu untuk mengatasinya maka tidak ada gangguan pada fungsi organ tubuhnya artinya ia tidak mengalami stres. Sebaliknya, bila tenyata terdapat gangguan pada satu atau lebih organ tubuh sehingga yang bersangkutan tidak dapat menjalankan pekerjaannya dengan baik artinya ia mengalami stres. (Hawari, 2001). Menurut Anoraga (2001) stres kerja adalah suatu bentuk tanggapan seseorang, baik fisik maupun mental terhadap suatu perubahan di lingkungannya yang menekan dan dirasakan mengganggu serta mengakibatkan dirinya terancam dalam menghadapi pekerjaannya. Pernyataan ini sesuai dengan NIOSH (1999) mendefiniskan stres kerja adalah respon emosional dan fisik yang bersifat menggangu atau merugikan yang terjadi pada saat tuntutan tugas tidak sesuai dengan kapabilitas, sumber daya atau keinginan pekerja. Begitu pula dengan Robbins (2003), menyatakan bahwa stres kerja adalah suatu tanggapan
penyesuaian diperantarai oleh perbedaan-
perbedaan individu dan atau proses psikologis yang merupakan suatu konsekuensi dari setiap tindakan dari luar (lingkungan), situasi, atau peristiwa yang menetapkan permintaan psikologis dan atau fisik berlebihan kepada seseorang.
14
2.1.2 Pendekatan-pendekatan dalam mempelajari Stres Pada dasarnya terdapat tiga pendekatan dalam mempelajari stress (cox dan Ferguson, 1991 dalam Urianti 2000), yaitu: 1. Pendekatan Kerekayasaan Dasar dari pendekatan ini adalah stimulus. Stress digambarkan sebagai cirri-ciri stimulus lingkungan yang dikenal, diketahui dan dapat merusak. Dilingkungan terdapat kondisi-kondisi, peristiwaperistiwa
yang
menyebabkan
ketegangan.
Stress
eksternal
menimbulkan reaksi stress pada seseorang. Contohnya kepada penerbang, yang menjadi stress adalah tugas terbang (kondisi eksternal). Jadi titik berat dari pendekatan ini adalah tugas eksternal dan bukan apa yang terjadi pada diri seseorang. 2. Pendekatan Medik-Fisiologik Pendekatan medic-fisioligik merumuskan stress sebagai suatu respon umum dan non-spesifik terdapat tuntutan fisikk ataupun emosional, baik dari lingkungan (eksternal) maupun dari dalam diri seseorang (internal). Respon otomatis ini berupa serangkaian respon fisiologik yang disebut sebagai sindrom adaptasi umum (Selyem 1976). Bila terdapat tuntutan atau ancaman, maka pertama-tama adalah reaksi alarm. Reaksi ini ditandai dengan adanya perubahaperubahan dalam tubuh, antara lain meningkatnya hormone coticol,
15
ketegangan, meningkatnya emosi. Pada tahap kedua, reaksi alarm diikuti dengan perlawanan melalui mekanisme pertahanan diri. Pada tahat ini, strategi pertahanan stress meninggi dan usha fisiologik untuk mengatasi stress akan mencapai kapasitas penuh. Jika stress berkepanjanga maka ia akan ke tahap ketiga yaitu keletihan. Pada tahap ini, individu menguras seluruh tenaganya , sehingga bisa mengganggu aktivitas dan jatuh sakit. Terlihat bahwa titik berat pada pendekatan ini adalah adanya respons-respons dan aktivitas fisiologik pada individu. 3. Pendekatan Psikologik Penjelasan dari kedua pendekatan di atas adalah penjelasan yang bersifat umum dan kurang dapat menerangkan perbedaan individual sewaktu mengalami stres. Suatu kejadian dapat meyebabkan stres pada seseorang tetapi kejadian yang sama tidak menimbulkan stres pada orang lain. Pendekatan ini mencoba mengatasi kekurangan dari
kedua
pendekatan
di
atas.
Bagaimana
seseorang
mempersepsikan suatu peristiwa atau suatu kondisi berperan dalam menentukan stres. Pendekatan ini dikenal sebagai “Appraisal Model”. Pada pendekatan cara ini, merumuskan stress sebagai suatu keadaan psikologik yang merupakan representasi dari transaksi khas dan problematik antara seseorang dan lingkungannya. Jadi stres merupakan suatu keadaan yang timbul bila seseorang berinteraksi
16
dan bertransaksi dengan situasi yang dihadapinya dengan cara tertentu. Bila seseorang menilai ada perbedaan antara tuntutan dengan kemampuannya untuk memenuhi tuntutannya itu, atau dengan kata lain bila ia mempertanyakan apakah ia akan mampu mengatasi atau beradaptasi, maka akan timbul stres yang kemudian diikuti reaksi stres. 2.1.3 Tahapan Stres Gejala stres awalnya seringkali tidak disadari karena stres timbul secara lambat. Dan baru dirasakan jika tahapan gejala sudah lanjut dan menggangu fungsi kehidupan sehari-hari. Dr. Robert J. Van Amberg (Hawari, 2001 ) membagi tingkatan-tingkatan stress sebagai berikut : a. Stres Tingkat 1 Pada tingkat ini, merupakan tingkat stress yang paling ringan
biasanya disertai
dengan
perasaan-perasaan
yang
memiliki semangat yang besar, memiliki penglihatan yang tajam tidak seperti biasanya, gugup secara berlebihan, merasa mampu menyelesaikan pekerjaan lebih dari biasanya, merasa senang dengan pekerjaan tersebut namun tanpa disadari bahwa sebenarnya cadangan energinya sudah menipis.
17
b. Stres Tingkat 2 Pada tingkat ini, dampak stres yang menyenangkan pada tingkat pertama mulai menghilang dan mulai timbul keluhankeluhan yang disebabkan karena cadangan energi tidak lagi cukup untuk sepanjang hari. Keluhan-keluhan tersebut seperti merasa letih saat bangun pagi, terasa lelah sesudah makan siang, merasa lelah sepanjang hari, lambung atau perut merasa tidak nyaman, jantung berdebar-debar, dan tersa tegang yang tak biasa pada otot punggung dan tengkuk. c. Stres Tingkat 3 Pada tingkat ini, keluhan-keluhan terasa mengganggu dan terlihat lebih nyata. Seperti, gangguan pada pencernaan , ketegangan otot semakin terasa, perasaan cenderung tidak tenang dan emosi semakin meningkat, badan terasa lesu seperti ingin pingsan dan gangguan pola tidur (sulit tidur, terbangun tengah malam dan sulit untuk tidur kembali). Pada tingkatan ini penderita sudah dapat berkonsultasi kepada dokter untuk menjalani terapi agar beban stress dapat berkurang. d. Stres Tingkat 4 Pada tingkat ini, gejala stress sudah semakin buruk ditandai dengan kehilangan kemampuan dalam menanggapi situasi, sulit untuk melakukan kegiatan sehari-hari, sulit untuk
18
bertahan sepanjang hari, gangguan tidur semakin parah serta sering mengalami mimpi buruk dan terbangun dimalam hari, kemampuan konsentrasi menurun dan selalu perpikiran negative serta takut yang tidak dapat dijelaskan. e. Stres Tingkat 5 Pada tingkat ini, stress sudah lebih buruk lagi ditandai dengan keletihan yang mendalam (phsycal and psychological exhaustion), terasa kurang mampu untuk melakukan pekerjaan yang sederhana, gangguan sistem pencernaan (maag dan gangguan pada usus) lebih sering, sulit buang air besar dan sebaliknya feses encer dan sering mengalami perasaan takut (panik). f. Stres Tingkat 6 Pada tingkat ini disebut sebagai keadaan gawat darurat. Tidak jarang penderita dirawat diruang Intensive Care Unit (ICU). Gejala-gejala yang terlihat semakin nyata dan mengerikan seperti debaran jantung terasa sangat kuat/keras (zat adrenalin meningkat), badan gemetar, keringat bercucuran, tubuh dingin, tidak memiliki tenaga untuk melakukan hal-hal kecil dan sering pingsan atau collaps.
19
2.1.4 Indikator Stres Kerja Menurut Weiss DH Terdapat empat kelompok gejala stres yaitu gejala fisik, gejala emosional, gejala intelektual dan gejala interpersonal (Nawawinetu dan Adriyani, 2007). 1. Gejala Fisik antara lain meliputi sakit kepala, sakit punggung, terutama di bagian bawah, gangguan pencenaan, gatal di kulit, urat tegang terutama di leher dan bahu, bisulan, tekanan darah tinggi, serangan jantung, keringat berlebihan, berubah selera makan, lelah atau kehilangan energi, sering melakukan kesalahan dalam kerja atau hidup. 2. Gejala emosional antara lain berupa rasa gelisah atau cemas, mudah panas dan marah, gugup, rasa harga diri menurun atau merasa tidak aman, terlalu peka dan mudah tersinggung, mudah menyerang orang, dan bermusuhan. 3. Gejala intelektual meliputi sulit berkonsentrasi atau memusatkan pikiran, sulit membuat keputusan, mudah lupa, pikiran kacau, daya ingat menurun, melamun berlebihan, pikiran dipenuhi satu hal saja, kehilangan rasa humor yang sehat, prestasi dan produktivitas kerja menurun, mutu kerja rendah, banyak melakukan kesalahan dalam bekerja. 4. Gejala interpersonal berupa kehilangan kepercayaan pada orang
lain,
mudah
mempersalahkan
orang
lain,
mudah
20
membatalkan janji atau tidak memenuhi janji, suka mencari kesalahan orang lain atau menyerang orang dengan kata-kata, mengambil sikap terlalu membentengi dan mempertahankan diri, “mendiamkan” orang lain. 2.1.5 Dampak Stres Kerja Umumnya stres kerja lebih banyak merugikan diri pekerja dan organisasi. Konsekuensi tersebut dapat berupa kecemasan yang berlebih, frustasi hingga menurunnya gairah untuk bekerja. Konsekuensi pada pekerja tidak hanya berhubungan dengan aktifitas kerja saja namun dapat meluas pada aktivitas diluar pekerjaan. Seperti sulit tidur, konsentrasi menurun, selera makan berkurang (Wantoro, 1999). Konsekuensi
bagi
organisasi
secara
tidak
langsung
yaitu
meningkatnya absensi, menurunnya tingkat produktifitas dan secara psikologis dapat menurunkan komitmen organisasi, memicu perasaan teralienasi hingga turnover. (Robbins, 1998). Handoyo (2001) menyebutkan terdapat empat jenis konsekuensi yang ditimbulkan stres, yaitu : 1. Dampak perilaku : peningkatan konsumsi alcohol dan merokok, penyalahgunaan obat-obatan, tidak nafsu makan atau nafsu makan berlebihan.
21
2. Dampak Psikologis : sikap lebih agresif, sering merasa gelisah, bosan, depresi, lelah, kecewa, mudah marah, harga diri yang rendah. 3. Dampak Fisiologis : gangguan pada kesehatan fisik berupa penyakit yang sudah diderita sebelumnya maupun sebagai pemicu timbulnya penyakit baru. 4. Dampak Kognitif : ketidakmampuan mengambil keputusan, menurunkan daya konsentrasi dan peka terhadap ancaman. Sedangkan menurut Lubis (2006) stres kerja dapat mengakibatkan hal sebagai berikut : 1. Penyakit fisik yang diinduksi oleh stres seperti penayakit jantung koroner, hipertensi, asma, gangguan menstruasi, tukak lambung, dan lain-lain. 2. Kecelakaan kerja terutama pekerjaan dengan risiko yang tinggi, 3. Lesu kerja, pegawai tidak termotivasi, 4. Absensi kerja, 5. Gangguan jiwa, mulai dari gangguan ringan seperti mudah gugup, tegang, marah-marah, apatis, dan kurang konsentrasi sampai gangguan berat seperti depresi dan cemas yang berlebihan.
22
2.2 Faktor Penyebab Stres Banyak faktor yang dapat menimbulkan terjadinya stres kerja pada pekerja. Menurut Cooper dan Davidson (1987) secara garis besar faktor-faktor pemicu stress dibagi menjadi beberapa arena, antara lain : 1. Individual arena, yaitu karakteristik yang melekat pada individu. 2. Work arena, yaitu stressor yang bersumber dari situasi dan kondisi yang berhubungan dengan pekerjaan. 3. Home arena, yaitu stressor yang bersumber dari kehidupan rumah. 4. Social arena, yaitu stressor yang bersumber dari kehidupan bermasyarakat atau diluar rumah dan pekerjaan. Faktor-faktor tersebut saling berkaitan dan mempengaruhi sehingga menghasilkan suatu gejala-gejala dalam ruang lingkup manifestasi stres. 2.2.1 Individual Arena Individual arena adalah karakteristik yang melekat pada individu itu sendiri, antara lain: a. Usia Istilah usia diartikan dengan lamanya keberadaan seseorang diukur dalam satuan waktu di pandang dari segi kronologik, individu normal yang memperlihatkan derajat perkembangan anatomis dan
23
fisiologik sama (Nuswantari, 1998). Sedangkan, menurut Hoetomo (2005) Usia adalah lama waktu hidup sejak dilahirkan. Menurut Cooper usia merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi stres kerja (Munandar, 2008). Ada beberapa jenis pekerjaan yang sangat berpengaruh dengan usia, terutama yang berhubungan dengan sistem indera dan kekuatan fisik. Ada keyakinan yang menyatakan bahwa produktivitas dapat menurun dengan semakin tuanya seseorang. Namun, terdapat bukti yang berlawanan dengan keyakinan dan asumsi tersebut. Suatu tinjauan ulang menyeluruh menemukan bahwa tidak ada hubungan antara usia dengan kinerjanya (Robbins, 1998). Menurut Hidayat (2013) dalam penelitiannya menyatakan bahwa, dari hasil uji statistik didapatkan nilai p value = 0,008. Nilai P value ini lebih kecil dari α (0,05) sehingga dapat dikatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara usia dengan stres kerja. Adanya hubungan yang bermakna antara usia dengan stres kerja termasuk faktor yang mempengaruhi stres kerja dapat disebabkan oleh faktor usia yang lebih muda biasanya disebabkan karena mereka biasanya belum memiliki pengalaman dan pemahaman yang banyak dalam bekerja, sehingga pada jenis pekerjaan tertentu usia menjadi pemicu terjadinya stres (Suprapto, 2008).
24
b. Masa kerja Masa jabatan yang berhubungan dengan
stres kerja berkaitan
dengan kejenuhan dalam bekerja. Pekerja yang telah bekerja ≥ 5 tahun biasanya memiliki tingkat kejenuhan yang lebih tinggi daripada pekerja yang baru bekerja. Sehingga dengan adanya tingkat kejenuhan tersebut dapat menyebabkan stres dalam bekerja (Munandar, 2008). Menurut Munandar (2008), masa kerja baik sebentar maupun lama dapat menjadi pemicu terjadinya stres dan diperberat dengan adanya beban kerja yang besar. Sedangkan, menurut Wantoro (1999) mengatakan bahwa pekerja dengan masa kerja yang lama, lebih memiliki pengalaman yang luas, kematangan dalam berfikir dan bertindak, sehingga dapat bersikap lebih bijaksana karena telah memiliki pengalaman dalam pekerjaannya. Dengan demikian mereka memiliki kemampuan untuk lebih mengatasi segala situasi dalam pekerjaannya, lebih mampu menyesuaikan diri terhadap perubahanperubahan disekitarnya dan adanya kesempatan untuk pengembangan kemampuan dan keterampilan. Sehingga dapat terhindar dari stres. Akan tetapi menurut Herawati (2006), masa kerja yang lama akan membuat jenuh dan akhirnya dapat menimbulkan stres.
25
Menurut penelitian Gautama (2008) berdasarkan uji statistik menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara masa kerja dengan stres kerja dengan Pvalue= 0,000. Namun, menurut penelitian yang dilakukan oleh Diah (2006) berdasarkan uji statistik menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara masa kerja dengan stres kerja dengan Pvalue= 0,795. b. Pendidikan Menurut Shostak dalam La Dou (1994) yang dikutip dari Yunus (2011) menyatakan seseorang dengan keahlian yang kurang dalam suatu bidang pekerjaan menyebabkan rendah diri pada pekerja. Sedangkan menurut Anderson (dalam Yunus, 2004) menyatakan bahwa karyawan baru yang memiliki harapan tinggi dengan latar belakang pendidikan yang tidak menunjang pekerjaan akan sering mengalami stres kerja. Maslach (1982) dalam Murtiningrum (2005) menyatakan bahwa seseorang yang berlatar belakang pendidikan rendah cenderung rentan terhadap stress jika dibandingkan dengan mereka yang berpendidikan tinggi. Seseorang yang berpendidikan rendah memiliki harapan atau aspirasi yang tinggi sehingga ketika dihadapkan pada realitas, bahwa terdapat kesenjangan antara aspirasi dan kenyataan, maka
muncullah
kegelisahan
dan
kekecewaan
yang
dapat
26
menimbulkan stres. Sebaliknya, bagi seseorang yang berpendidikan tinggi, mereka cenderung mempunyai pandangan yang lebih realistis ketika menjumpai banyak kesenjangan antara harapan dan kenyataan. Menurut penelitian Lelyana (2003) berdasarkan uji statistik diketahui bahwa ada hubungan yang bermakna antara tingkat pendidikan dengan stres kerja dengan Pvalue= 0,002. Namun, menurut penelitian yang dilakukan oleh Gitalia (2009) berdasarkan hasil uji statistik menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara tingkat pendidikan dengan kejadian stress kerja dengan Pvalue= 0,585. d. Status perkawinan Belum banyak penelitian yang menyimpulkan bahwa status perkawinan berpengaruh terdapat produktivitas kerja. Menurut Robbins (1998) menyatakan bahwa karyawan yang telah menikah lebih kecil absensinya dan lebih puas dengan pekerjaannya daripada pekerja yang belum menikah. Dan memiliki hubungan perkawinan yang baik dapat membantu untuk mencegah atau mengurangi stres kerja. Sedangkan menurut Evayanti (2003) menyatakan bahwa pekerja yang berstatus menikah, bila mempunyai masalah di rumah kecenderungan untuk mendapatkan stres di tempat kerja akan lebih
27
besar. Sebaliknya bila rumah tangga dirasakan aman, nyaman, dan menyenangkan maka masalah-masalah ditempat kerja dapat dihadapi dengan lebih baik karena keadaan keluarga bisa menjadi penghambat, mempercepat atau menjadi penangkal proses terjadinya stres. Menurut European Commision for Employment and Social Affair (1999), pekerja yang telah berpisah dengan pasangannya atau yang menjadi single parent merupakan kelompok yang lebih rentan mengalami stres karena dihadapkan pada masalah sosial dan emosional dari lingkungan dan anggota keluarga. Menurut Munandar (2004) bahwa isu-isu tentang keluarga, krisis kehidupan, kesulitan keuangan, dan konflik antara tuntutan keluarga dan tuntutan di dalam pekerjaan, semuanya dapat merupakan tekanan bagi pekerja sehingga akan menyebabkan seseorang menjadi stres dalam pekerjaannya. Menurut penelitian Gitalia (2009) berdasarkan uji statistik didapatkan Pvalue = 0,031 hal ini menunjukan bahwa ada hubungan yang bermakna antara status perkawinan dengan stres kerja. 2.2.2 Work Arena Work Arena adalah penyebab stres (stressor) yang bersumber dari situasi dan kondisi yang berhubungan langsung dengan pekerja di lingkungan kerja, antara lain :
28
a. Rutinitas Rutinitas adalah pekerjaan rutin yang berulang-ulang sehingga
menimbulkan
kejenuhan
karena
bersifat
monoton
(Munandar, 2008). Pada pekerjaan yang sederhana dimana banyak terjadi pengulangan gerak akan timbul rasa bosan, rasa monoton. Kebosanan dalam kerja rutin sehari-hari, sebagai hasil dari terlampau sedikitnya tugas atau terlampau banyakanya tugas yang harus dikerjakan. Hal ini secara potensial membahayakan jika tenaga kerja gagal untuk bertindak tepat dalam keadaan darurat. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Nugrahani (2008) berdasarkan uji statistik menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara rutinitas pekerjaan dengan kejadian stres kerja dengan Pvalue=0,001. b. Jam Kerja Jam kerja menentukan efisiensi dan produktivitas seseorang. Umumnya seseorang dapat bekerja baik 6-8 jam sehari atau 40-50 jam seminggu (Suma’mur, 1996). Berdasarkan standar yang dikeluarkan Hiperkes bahwa rata-rata jam kerja sehari selama 8 jam. Sehingga segala
bentuk
penambahan
jam
kerja
diluar
standar
dapat
meningkatkan usaha adaptasi pekerja jumlah jam kerja yang banyak merupakan sumber dari stres. Menurut, Hurrell dkk bahwa jam kerja
29
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi stres kerja (Munandar, 2008). Penambahan jam kerja diluar standar dapat meningkatkan usaha adaptasi pekerja, yang kemudian dapat meningkatkan ekskresi katokholamin yaitu hormon adrenalin dan non-adrenalin. Menurut beberapa penelitian, kerja lembur yang terlalu sering, apalagi kalau tanpa kontrol jumlah jam kerja yang berlebihan ternyata tidak hanya mengurangi kuantitas dan kualitas hasil kerja, juga seringkali meningkatkan kuantitas absen dengan alasan sakit atau kecelakaan kerja (munandar, 2008). Menurut hasil penelitian Noer (2004) diketahui bahwa 87,5% responden yang bekerja >12 jam menunjukan gejala stres. Hal ini diperkuat dengan hasil uji statistik dengan p value = 0,002 yang artinya ada hubungan yang bermakna antara jam kerja dengan stres kerja. c. Beban kerja Menurut Every dan Giordano (1980) dalam Suprapto (2008) beban kerja adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan jumlah pekerjaan yang diterima oleh individu. Beban kerja yang berhubungan dengan stres berkaitan erat dengan tenggat waktu dalam menyelesaikan sebuah pekerjaan (deadline). Kategori beban kerja
30
yaitu kerja berlebihan kuantitatif dan kualitatif disemua taraf industri dan wiraswasta. Beban kerja berlebih dan beban kerja terlalu sedikit bekerja berlebih atau terlalu sedikit “kuantitatif”, yang timbul sebagai akibat dari tugas-tugas yang terlalu banyak atau sedikit diberikan kepada tenaga kerja untuk diselesaikan dalam waktu tertentu, dan beban kerja berlebih atau terlalu sedikit “kualitatif”, yaitu jika orang merasa tidak mampu untuk melakukan suatu tugas, atau tugas tidak menggunakan keterampilan dan atau potensi dari tenaga kerja. Unsur yang menimbulkan beban berlebih kuantitaif ialah desakan waktu, yaitu setiap tugas diharapkan dapat diselesaikan secepat mungkin secara tepat dan cermat. Pada saat tertentu, dalam hal tertentu waktu akhir (dead line) (Munandar, 2008). Menurut penelitian Suprapto (2008) dari hasil uji statistik didapatkan p value = 0,000 lebih kecil dari α (0,05) sehingga dapat dikatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara beban kerja dengan stres kerja. Dalam Permenakertrans No. PER.13/MEN/X/2011, diketahui bahwa pengelompokan beban kerja dibagi menjadi tiga yaitu beban kerja ringan, sedang dan berat. Penetapan beban kerja tersebut dikaitkan dengan konsumsi energi atau jumlah kalori yang dikeluarkan pekerja. Padahal derajat ketegangan fisik atau beban
31
kerja seseorang tidak seluruhnya bergantung pada pengeluaran kalori, tapi
dapat
dilakukan
dengan
pengukuran
denyut
jantung,
metabolisme, respirasi dan suhu tubuh (Sastrowinoto, 1985). Menurut Konz (1998) jika berada dalam keadaan yang stabil atau tidak emosi, denyut jantung merupakan salah satu estimasi laju metabolisme yang baik. Berikut disajikan kategori beban kerja berdasarkan metabolisme, respirasi, suhu tubuh dan denyut jantung (Christensen 1996 dalam Tarwaka dkk, 2004). Tabel 2.1 Kategori beban kerja berdasarkan metabolisme, respirasi, suhu tubuh, dan denyut jantung Kategori Beban Kerja H Ringan Sedang Berat Sangat Berat Sangat Berat Sekali
Konsumsi Oksigen (l/min) 0.5 - 1.0 1.0 – 1.5 1.5 – 2.0 2.0 – 2.5 2.5 – 4.0
Ventilasi Paru (l/min) 11 – 20 21 – 30 31 – 43 44 – 56 57 - 100
Suhu Rektal 37.5 37.5 – 38.0 38.0 – 38.5 38.5 – 39.0 > 39
Denyut Jantung (denyut/min) 75 – 100 101 – 125 125 – 150 151 – 175 > 175
(Cristensen, 1996) Encyclopedia of Occupational Health and Safety. ILO Ganeva) d. Shift kerja Shift kerja adalah semua pengaturan jam kerja, sebagai pengganti atau sebagai tambahan kerja siang hari sebagaimana yang biasa dilakukan. Definisi yang lebih operasional dari shift kerja disebutkan sebagai pekerjaan yang secara permanen, atau pekerjaan
32
yang jam kerjanya tidak biasa atau pekerjaan yang jamnya berubahubah dan juga tidak teratur (Kuswadji , 1997) . Berdasarkan hasil dari penelitian terdahulu
menunjukkan
bahwa shift kerja malam merupakan sumber utama dari stres bagi para pekerja pabrik yang berpengaruh secara emosional dan biologikal. Para pekerja shift malam lebih sering mengeluh tentang kelelahan dan gangguan perut dari pada pekerja pagi dan siang dan dampak dari kerja shift terhadap kebiasaan makan yang mungkin menyebabkan gangguan-gangguan pada perut (Munandar, 2008). Dan menurut Kroemer & Grandjean (1997) pekerja wanita lebih berisiko mengalami stres kerja daripada pekerja pria. Dalam penelitian yang dilakukan Adas (2006) dari hasil uji statistik didapatkan nilai p value = 0,000 yang berarti ada hubungan yang signifikan antara shift kerja dengan stres kerja. Sedangkan menurut penelitian Vierdelina (2008) dari hasil uji statistik didapatkan p value = 1,000 ≥ α (0,05) sehingga didapatkan tidak ada hubungan yang bermakna antara shift kerja dengan stres kerja. e. Konsumsi Alkohol Konsumsi alkohol dapat menyebabkan kerusakan pada otot jantung dan sirosis serta hepatitis alkoholik dan meningkatkan tekanan darah (Swarth, 2006). Dengan mengkonsumsi alkohol, detak jantung akan meningkat, pelebaran pada pembuluh darah di lengan
33
dan kulit, serta menurunkan tekanan darah. Sedangkan jika mengkonsumi alkohol secara rutin, maka akan menyebabkan kesulitan bergerak, berbicara dan berkonsentrasi, kemudian akan berlanjut pada kejadian kelelahan yang berkombinasi dengan keadaan muak atau cepat bosan, sakit perut, pusing, meningkatnya sensitivitas pada suara dan menjadi marah (Hanson dan Venturelli, 1995). Konsumsi alkohol juga dapat mengganggu kualitas tidur seseorang, yang kemudian jika kualitas tidur buruk akan menyebabkan kelelahan yang dapat menimbulkan stres (NSW, 2008). f. Kebisingan Kondisi kerja mempunyai pengaruh terhadap faal dan psikologis diri seorang tenaga kerja. Kondisi fisik dapat merupakan pembangkit stress (stresor). Suara bising selain dapat menimbulkan gangguan sementara atau tetap pada alat pendengaran, dapat juga menimbulkan sumber stres yang menyebabkan peningkatan dan kesiagaan serta
ketidakseimbangan psikologis kita. Kondisi
demikian memudahkan timbulnya kecelakaan, misalnya tidak mendengar suara-suara peringatan sehingga timbul kecelakaan (Munandar, 2008). Kebisingan adalah salah satu polusi yang tidak dikehendaki manusia. Dikatakan tidak dikehendaki karena dalam jangka panjang,
34
bunyi-bunyian tersebut akan dapat mengganggu ketenangan kerja, merusak pendengaran, dan menimbulkan kesalahan komunikasi bahkan kebisingan yang serius dapat mengakibatkan stres bahkan kematian (Santa, 2011). Menurut Ivancevich dan Matteson (1980) menyatakan bahwa bising yang berlebih (sekitar 85 dB) yang berulang kali didengar, untuk jangka waktu yang lama dapat menimbulkan stres.
Namun, menurut Shofwati dan Satar (2009)
dalam bukunya Hygiene Industri mengatakan bahwa tingkat kebisingan yang rendah
bekisar antara 40-75 dB dapat pula
menyebabkan stres. Stres dapat berbentuk seperti kelelahan, kegelisahan, depresi dan dampak psikologis dari bising yang berlebih ialah mengurangi toleransi dari tenaga kerja terhadap pembangkit stres yang lain, dan menurunkan motivasi kerja. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Airmayanti (2010) didapatkan p value = 0,005 lebih kecil dari α (0,05) sehingga dapat dikatakan bahwa ada hubungan antara kebisingan dengan stres kerja. Kebisingan dapat disebabkan oleh berbagai sumber. Sumber bising
dalam
pengendalian
kebisingan
diklasifikasikan menjadi dua, yaitu:
lingkungan
dapat
35
a. Bising interior,
Bising yang berasal dari manusia, alat-alat rumah tangga atau mesin-mesin gedung yang antara lain disebabkan oleh radio, televisi, alat-alat musik, dan juga bising yang ditimbulkan oleh mesin-mesin yang ada digedung tersebut seperti kipas angin, motor kompresor pendingin, pencuci piring dan lain-lain.
b. Bising eksterior,
Bising yang dihasilkan oleh kendaraan transportasi darat, laut, maupun udara, dan alat-alat konstruksi. Dalam dunia industri jenis-jenis bising yang sering dijumpai antara lain meliputi:
1.
Bising kontinu dengan jangkauan frekuensi yang luas. Misalkan suara yang ditimbulkan oleh mesin bubut, mesin frais, kipas angin, dan lain-lain.
2.
Bising kontinu dengan jangkauan frekuensi yang sempit. Misalkan bising yang dihasilkan oleh suara mesin gergaji, katup gas, dan lain-lain.
36
3.
Bising terputus-putus (intermittent). Misal suara lalu lintas, suara kapal terbang.
4.
Bising impulsive seperti pukulan palu, tembakan pistol, dan lain-lain.
Tabel 2.2 Nilai Ambang Batas (NAB) kebisingan menurut Permenakertrans No 13 Tahun 2011 Waktu pemaparan Intensitas kebisingan perhari dalam dBA 8 Jam 85 4 Jam 88 2 Jam 91 1 Jam 94 30 Menit 97 15 Menit 100 7,5 Menit 103 3,75 Menit 106 1,88 Menit 109 0,94 Menit 112 Catatan : tidak boleh terpajan lebih dari 140 dB, walaupun sesaat. a. Pengukuran Kebisingan Pengukuran kebisingan di tempat kerja dapat dilakukan dengan Sound Level Meter. Alat ini dapat mengukur kebisingan diantara 30 – 130 dB dan dari frekuensi 20 – 20000 Hz (Suma’mur 2009). Selain itu, ntuk mengukur nilai ambang pendengaran dapat menggunakan Audiometer. Sedangkan, untuk menilai tingkat pajanan pekerja lebih tepat digunakan Noise Dose Meter karena
37
pekerja umumnya tidak menetap pada suatu tempat kerja selama ia melakukan pekerjaan. Cara melakukan pengukuran kebisingan dapat dilihat berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) tahun 2009 tentang metode pengukuran intensitas kebisingan di tempat kerja. Pengukuran kebisingan pada dasarnya meliputi pengukuran intensitas kebisingan, frekuensi dan dosis kebisingan. Adapun cara pengukuran kebisingan dengan Sound Level Meter sesuai SNI 7231 Tahun 2009 adalah sebagai berikut: 1) Hidupkan alat ukur intensitas kebisingan. 2) Periksa kondisi baterei, pastikan bahwa keadaan power dalam kondisi baik. 3) Pastikan skala pembobotan. 4) Sesuaikan pembobotan waktu respon alat ukur dengan karakteristik sumber bunyi yang diukur (S untuk sumber bunyi relatif konstan atau F untuk sumber bunyi kejut). 5) Posisikan mikropon alat ukur setinggi posisi telinga manusia yang ada di tempat kerja. 6) Hindari terjadinya refleksi bunyi dari tubuh atau penghalang sumber bunyi.
38
7) Arahkan mikropon alat ukur dengan sumber bunyi sesuai dengan karakteristik mikropon (mikropon tegak lurus dengan sumber bunyi, 70o – 80o dari sumber bunyi). 8) Pilih tingkat tekanan bunyi (SPL) atau tingkat tekanan bunyi sinambung
setara
(Leq)
Sesuaikan
dengan
tujuan
pengukuran. 9) Catatlah hasil pengukuran intensitas kebisingan pada lembar pengukuran. g. Tekanan Panas Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI. No. 1405 Tahun 2002 tentang kondisi lingkungan kerja yang sesuai dengan persyaratan kesehatan, suhu ruangan yang cocok berkisar 21-30°C. Suhu panas dan dingin, dapat menyebabkan pekerja mudah merasa lelah disamping pengaruh kesehatan lainnya. Efek suhu di tempat kerja baik di dalam maupun di luar ruangan harus memperhatikan status kesehatan pekerja, kelembaban, kecepatan aliran udara, jenis pakaian yang digunakan dan lama pemaparan. Karena jika keadaan ini terjadi berlarut-larut dapat menyebabkan pekerja tidak mampu bekerja dengan baik karena menurunnya gairah bekerja atau bila terpaksa bekerja maka dapat mengakibatkan stres (Munandar,2004). Menurut Achmadi (1990) tekanan panas yang berlebihan merupakan
beban
tambahan
yang
harus
diperhatikan
dan
39
dipertimbangkan. Beban tambahan berupa panas lingkungan dapat menyebabkan
beban fisiologis seperti kerja jantung menjadi
bertambah. Menurut penelitian Siswanti (2004) didapatkan hasil uji statistik Pvalue sebesar 0,039 yang berarti ada hubungan yang bermakna antara tekanan panas dengan stres kerja. Selain itu hasil OR sebesar 3,82 hal ini berarti pekerja yang merasakan
panas
memiliki kecenderungan untuk terkena stres 3 kali lebih besar daripada pekerja yang tidak terkena panas. a. Pengukuran Tekanan Panas Menurut
Peraturan
Menteri
Tenaga
Kerja
dan
Transmigrasi No. 13 tahun 2011 tentang nilai ambang batas faktor fisika dan faktor kimia di tempat kerja, pengukuran panas dilingkungan kerja juga dapat diketahui dengan menggunakan parameter ISBB (Indeks Suhu Basah dan Bola) yang dimana ketentuan-ketentuannya memperhatikan hal-hal berikut ini: 1) Suhu udara kering (dry bulb temperature): suhu yang ditunjukkan oleh termometer suhu kering. 2) Suhu Basah Alami (natural wet bulb temperature): suhu yang ditunjukkan oleh termometer bola basah alami. Merupakan suhu penguapan air yang pada suhu yang
40
sama menyebabkan terjadinya keseimbangan uap air di udara, suhu ini biasanya lebih rendah dari suhu kering. 3) Suhu Bola (globe temperature) : suhu yang ditunjukkan oleh termometer bola. Suhu ini sebagai indikator tingkat radiasi. Pengukuran beberapa faktor lingkungan yang telah disebutkan diatas dapat dilakukan secara bersamaan dengan menggunakan alat ukur Thermal Environmental Monitor atau yang biasa disebut dengan WBGT (Wet Bulb Globe Temperature). WBGT memiliki 3 termometer yang masingmasing berfungsi untuk mengkur suhu kering, suhu bola basah, suhu radian atau suhu global. Perhitungan hasil pengukuran panas lingkungan kerja dapat dibedakan menjadi dua kelompok uaitu: 1) Indoor area, yaitu lingkungan yang tidak terpajan oleh cahaya matahari secara langsung. ISBB untuk pekerjaan tanpa panas radiasi adalah : ISBB = 0,7 Suhu Basah Alami + 0,3 Suhu Bola 2) Outdoor area, yaitu lingkungan kerja yang terpajan oleh cahaya matahari secara langsung. ISBB untuk pekerjaan diluar ruangan dengan panas radiasi adalah :
41
ISBB = 0,7 Suhu Basah Alami + 0,2 Suhu Bola + 0,1 Suhu Kering Dalam penerapannya di lapangan, pengukuran tekanan panas
dengan
WBGT
dilaksanakan
bersamaan
dengan
perhitungan jumlah panas metabolik yang diterima pekerja (beban kerja) sesuai dengan klasifikasi beban kerja menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 13 Tahun 2011 dan mengukur waktu kerja tenaga kerja setiap jam. Tabel 2.3 Nilai Ambang Batas (NAB) Tekanan panas ISBB (oC) Pengaturan waktu Beban Kerja kerja setiap jam Ringan Sedang Berat 75% - 100 % 31.0 28.0 50% - 75 % 31.0 29.0 27.5 25% - 50% 32.0 20.0 29.0 0 % - 25% 32.2 31.1 30.5 Adapun cara pengukuran takanan panas dengan WBGT sesuai SNI 16-7061 Tahun 2004 adalah sebagai berikut: 1) Prinsip Alat diletakkan pada titik pengukuran sesuai dengan waktu yang ditentukan, suhu basah alami, suhu kering dan suhu bola dibaca pada alat ukur, dan indeks suhu basah dan bola diperhitungkan dengan rumus.
42
2) Peralatan Alat-alat yang dipakai harus telah dikalibrasi oleh laboratorium yang terakreditasi untuk melakukan kalibrasi, minimal 1 tahun sekali. Alat-alat yang digunakan terdiri dari: a) Termometer suhu basah alami yang mempunyai kisaran –50 C sampai dengan 500 C dan bergraduasi maksimal 0,50 C b) Termometer suhu kering yang mempunyai kisaran – 5oC sampai dengan 500 C dan bergraduasi maksimal 0,50 C c) Termometer suhu bola yang mempunyai kisaran – 5oC sampai dengan 1000 C dan bergraduasi maksimal 0,50 C 3) Prosedur kerja Langkah-langkah prosedur kerja adalah sebagai berikut: a) Rendam kain kasa putih pada termometer suhu basah alami dengan air suling, jarak antara dasar lambung termometer dan permukaan tempat air 1 inci. Rangkaikan alat pada statif dan paparkan selama 30 menit - 60 menit.
43
b) Rangkaikan termometer suhu kering pada statif dan paparkan selama 30 menit – 60 menit. c) Pasangkan termometer suhu bola pada bola tembaga warna hitam (diameter 15 cm, kecuali alat yang sudah dirakit dalam satu unit), lambung termometer tepat pada titik pusat bola tembaga. Rangkaikan alat pada statif dan paparkan selama 20 menit – 30 menit. d) Letakkan alat-alat tersebut di atas pada titik pengukuran dengan lambung termometer setinggi 1 meter – 1,25 meter dari lantai. e) Waktu pengukuran dilakukan 3 kali dalam 8 jam kerja yaitu pada awal shift kerja, pertengahan shift kerja dan akhir shift kerja. 4) Penentuan titik pengukuran Letak titik pengukuran ditentukan pada lokasi tempat tenaga kerja melakukan pekerjaan. h. Pencahayaan Menurut Suma’mur (2009) permasalahan dalam penerangan meliputi kemampuan untuk melihat sesuatu, sifat-sifat indera penglihatan, usaha-usaha yang diperlukan untuk melihat objek lebih baik serta pengaruh penerangan terhadap lingkungan. penerangan
44
yang baik memungkinkan pekerja untuk melihat pekerjaannya lebih teliti, cepat dan tidak perlu menggunakan tenaga yang tidak perlu serta membantu menciptakan lingkungan yang nyaman dan menyenangkan. Sifat-sifat penerangan yang baik meliputi : 1. Pembagian luminensi dalam lapangan penglihatan 2. Pencegahan kesilauan 3. Arah cahaya 4. Warna 5. Panas ruangan terhadap keadaan lingkungan Jika pencahayaan tidak sesuai dengan standar maka akan menimbulkan kerugian-kerugian diawali dengan keluhan didaerah mata selanjutnya ditandai oleh timbulnya kelelahan dan pusing sekitar kepala kemudian menyebabkan kerusakan pada penglihatan yang tak jarang akan menyebabkan kecelakaan kerja Suma’mur (2009). Pencahayaan yang kurang maupun berlebih ditempat kerja dapat menyulitkan pekerja untuk bekerja secara optimal, sehingga jika hal ini terjadi untuk waktu yang lama dapat
45
menyebabkan pekerja mengalami stress dan ketidaknyamanan dalam bekerja (Suprapto, 2008). Tabel 2.4 Nilai ambang batas intensitas cahaya ditempat kerja menurut Keputusan Menteri Kesehatan No. 261/MENKES/SKII/1998: Tingkat Keterangan Jenis kegiatan pencahayaan minimal (LUX) Pekerjaan kasar 100 Ruang penyimpanan & tidak terus &ruang peralata/ instalasi menerus yang memerlukan pekerjaan yang kontinyu Pekerjaan kasar 200 Pekerjaan dengan mesin& & terus perakitan/ penyusun menerus Pekerjaan rutin 300 Pekerjaan kantor/ administrasi, ruang control, pekerjaan mesin & perakitan/ penyusun. Pekerjaan agak 500 Pembuatan gambar atau haluS bekerja dengan mesin kantor, pekerja pemeriksaan atau pekerjaan dengan mesin Pekerjaan halus 1000 Pemilihan/ warna, pemprosesan, tekstil, pekerjaan mesin halus & perakitan halus. Pekerjaan amat 1500 tidak Mengukir dengan tangan, halus menimbulkan pemeriksaan pekerjaan bayangan mesin dan perakitan yang sangat halus Pekerjaan detail 3000 tidak Pemeriksaan pekerjaan, menimbulkan perakitan sangat halus bayangan
46
i.
Getaran Menurut Permenaker No 13 Tahun 2011 Getaran merupakan gerakan yang teratur dari benda atau media dengan arah bolak-balik dari kedudukan keseimbangannya. Nilai Ambang Batas getaran untuk pemaparan tangan-lengan dengan parameter percepatan pada sumbu yang dominan: 4 m/det2 atau 0,40 Grav. Getaran
merupakan
sumber
stres
yang
kuat
dapat
menyebabkan peningkatan taraf catecholamine dan perubahan dari berfungsinya seseorang secara psikologikal dan neurogikal. (Munandar, 2001). j. Peranan dalam Organisasi Setiap tenaga kerja bekerja sesuai dengan perannya dalam organisasi, artinya setiap tenaga kerja memiliki tugas yang harus dilakukan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Namun, tidak semua pekerjaan dapat berjalan dengan baik. Hasil yang kurang baik inilah yang dapat menimbulkan stres karena tidak sesuai dengan tuntutan yang diinginkan oleh atasan (Munandar, 2008). Peranan dalam organisasi merupakan salah satu penyebab utama terjadinya stres ditempat kerja. Masalah yang timbul dalam stressor ini berupa ambigu atau ketidakjelasan peran dalam organisasi dan konflik
47
antar peran. Ketidakjelasan peran dapat terjadi jika terdapat dua jenis jabatan yang bersinggungan peran dan fungsinya maupun akibat dari tidak adanya deskripsi yang jelas terkait pekerjaan oleh manajemen. Sedangkan, konflik antarperan dalam organisasi terjadi disebabkan karena adanya ketidakpuasan kerja satu sama lain. (cooper dan Davidson, 1987). Cox, Griffiths dan Gonzales (2000) dalam Prativi (2013) menambahkan aspek berbahaya lainnya pada peran dalam organisasi meliputi kelebihan peran, ketidakcukupan peran dan tanggung jawab yang berlebih. k. Pengembangan Karir Sistem peningkatan jenjang karir menjadi sumber utama stres terutama bagi beberapa pekerjaan yang menekankan adanya hubungan pengembangan karir dengan kompetensi. Mayoritas pekerja khususnya pekerja formal, memiliki sistem peningkatan karir berjenjang dan pekerja dapat terkena stres jika kompetensi tinggi yang dimilikinya tidak membuat karirnya naik. Menurut Marshal (1977) dalam Prativi (2013) menyatakan bahwa terdapat dua sumber potensial stres kerja yang termasuk dalam pengembangan
karir
yaitu
ketidakpastian
pekerjaan
dan
48
ketidaksesuaian status yang diperoleh pekerja. Aspek pengembangan karir yang menyebabkan stres pada pekerja meliputi promosi jabatan, degradasi jabatan, gaji, ketidaksesuaian status dengan kompetensi, ketidaksesuaian akan jaminan kerja dimasa depan dan ambisi dalam meraih kenaikan jabatan yang terhalangi (cooper dan Davidson, 1987). l. Hubungan Interpersonal Hubungan interpersonal yang baik idealnya terjalin diantara semua level pekerja, baik dengan atasan, staf maupun pekerja dengan level yang sama. Hubungan interpersonal didalam pekerjaan dan dukungan sosial dari rekan kerja, atasan maupun anggota memiliki keterkaitan dengan stres kerja (cooper dan Davidson, 1987). Hubungan yang buruk ditempat kerja dapat menimbulkan ketidakjelasan peran sehingga
dapat
menimbulkan
ketegangan
psikologis
serta
menimbulkan ketidakpuasan ditempat kerja. Hubungan interpersonal ditempat kerja berhubungan erat dengan kesehatan pada pekerja dan lingkungan kerja itu sendiri. Hubungan interpersonal yang baik tidak hanya berguna untuk menunjang profesionalisme dalam pekerjaan tetapi juga mencegah terjadinya stres kerja (Munandar, 2008). Hubungan kerja yang tidak baik terungkap dalam gejalagejala adanya kepercayaan yang rendah, dan minat yang rendah dalam
49
pemecahan masalah dalam organisasi. Ketidakpercayaan secara positif berhubungan dengan ketaksaan peran yang tinggi, yang mengarah ke komunikasi antar pribadi yang tidak sesuai antara pekerja dan ketegangan psikologikal dalam bentuk kepuasan pekerjaan yang rendah, penurunan dari kondisi kesehatan, dan rasa diancam oleh atasan dan rekan-rekan kerjanya (Kahn dkk, 1964). m. Struktur dan Iklim Organisasi Faktor stres yang dikenali dalam kategori ini adalah terpusat pada sejauh mana tenaga kerja dapat terlihat atau berperan serta pada dukungan sosial. Kurangnya peran serta atau partisipasi dalam pengambilan keputusan berhubungan dengan suasana hati dan perilaku negatif. Peningkatan peluang untuk berperan serta menghasilkan peningkatan produktivitas, dan kesehatan mental dan fisik (Munandar, 2008). 2.3 Pengukuran Stres Menurut Karoley (1985) dalam buku Measurement Strategic in Health Psychology teknik pengukuran stres yang biasa digunakan dalam studi Amerika Serikat dapat digolongkan dalam 4 cara, yaitu :
50
1. Self Report Measure Cara ini
dikenal sebagai “Life Event Scale” yang berisi
beberapa pertanyaan sebagai indikator dalam menentukan stres kerja. Kuesioner digunakan untuk mengukur stres yaitu dengan menyatakan intensitas pengalaman psikologis, fisiologis dan perubahan fisik yang dialami seseorang. Teknik ini mengukur stres dengan melihat atau mengobservasi perubahan-perubahan perilaku yang ditampilkan seseorang. Berikut ini beberapa pertanyaan yang digunakan sebagai indikator dalam menentukan stres kerja berdasarkan metode “Life Event Scale” (Terlampir). 2. Performance Measure Cara ini mengukur stres dengan melihat atau mengobservasi perubahan-perubahan perilaku yang ditampilkan oleh seseorang. Contohnya, penurunan prestasi kerja terlihat dari gejala seperti cenderung berbuat salah, kurang konsentrasi, dan menjadi lamban dalam bereaksi. 3. Psysiological Measure Pada pengukuran ini berusaha untuk melihat perubahan fisik akibat stres, seperti perubahan tekanan darah, ketegangan pada otot bahu, leher dan pundak. Cara ini sering dianggap paling tinggi reabilitasnya, namun sangat tergantung si pengukur dan pada alat yang digunakan.
51
4. Biochemical Measure Teknik ini melihat stres melalui respon biokimia individu berupa perubahan kadar hormon katekolamin dan kortikosteroid setelah pemberian stimulus. Reabilitas dari cara ini tergolong tinggi namun hasil pengukurannya dapat berubah bila subjek penelitiannya adalah perokok, peminum alkohol dan kopi. Hal ini karena rokok, kopi dan alkohol dapat meningkatkan kadar kedua hormon tersebut dalam tubuh. Dari keempat cara tersebut, yang paling sering digunakan dalam penelitian stres adalah life event scale, karena paling mudah diatur dan hanya membutuhkan biaya yang relatif murah walaupun sering terdapat keterbatasan tertentu.
52
Tabel 2.6 Indikator stres kerja Tidak jarang Kadangpernah kadang Jantung berdebar Gemetar Menggertakan gigi pada saat tidur Tidak bisa tidur Rentan terhadap penyakit Sakit perut Sakit kepala Sakit kepala sebelah (migraine) Merasa lelah terus-menerus Sembelit Perut kosong Percaya diri yang turun Hilang nafsu makan Keringat berlebihan Telapak tangan berkeringat Lesu Lupa Linglung Merasa jengkel Merasa muak Merasa ingin bunuh diri Pesimis Cemburu Murung Sakit pada bagian punggung Depresi Gelisah Kehilangan minat dalam hal-hal Nyeri otot Sensitif/peka Ragu-ragu Memeriksa pekerjaan yang berlebihan Sulit bernapas Berjuang untuk mengatasi penyakit minor (misalnya dingin) Bersikap curiga Rambut rontok
sering
Setiap hari
53
Gangguan konsenterasi Perut mulas/rasa panas dalam perut Menurunkan berat badan Iritasi pada tenggorokan Hilang rasa humor Penyakit kulit Jangan mengambil inisiatif seperti dulu Mimpi buruk Mulut kering Mengkonsumsi tonik (Bioplus, liviton, lucozade, pharmaton) Diare Gugup Merasa tidak mampu Mudah kaget Meningkatnya nafsu makan Gangguan koordinasi Ketidakpastian Cepat frustasi Kurang keterlibatan dengan orang lain Menggigit kuku Kurang motivasi Peningkatan konsumsi kafein(kopi,teh ) Resah Pengambilan keputusan yang jelek Merokok Merasa diluar kendali Merasa bingung Tidur yang berlebihan Menggunakan obat tidur Merasa lelah ketika bangun Merasa kewalahan dengan banyak Pekerjaan Mengedipkan mata secara berlebihan Melamun Menunda pekerjaan Merasa panic Mengurangi produktivitas Membuang-buang waktu pekerjaan Sulit untuk mengidentifikasi penyebab non kinerja
54
Tidak bisa mendiskusikan masalah dengan orang lain Sumber: http://bfec.kenyon.edu/Healthy_Kenyon/stress_psymptoms.pdf. melalui situs Brown family environmental center at Kenyon college.
Berdasarkan daftar pertanyaan diatas, Jika responden menjawab “tidak pernah” diberi bobot skor 0, jika responden menjawab “jarang” diberi bobot skor 1, jika responden menjawab “kadang-kadang” diberi bobot skor 2,
jika responden
menjawab “sering” diberi bobot skor 3 dan jika responden menjawab “setiap hari” diberi bobot skor 4. Dengan demikian, jumlah nilai kumulatif berada dalam rentang 75 sampai dengan 300. Untuk penilaian indicator stres kerja, dapat dilakukan penilaian sendiri (self assesment). Sistem penilaian/ scoring yang digunakan sebagai indicator untuk masing-masing kelompok sebagai berikut. a. Nilai 0-20
: Tidak mengalami stres
b. Nilai 21-45 : Mengalami stres ringan c. Nilai 46-70 : Mengalami stres sedang d. Nilai 71-90 : Mengalami stres berat e. Nilai >90
: Mengalami stres sangat berat
2.4 Pencegahan dan Pengendalian Stres Menurut Lanny Novianti (2011) ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengendalikan stres di tempat kerja, yaitu :
55
1. Menyediakan Waktu Rileks Menurut penelitian, stres yang berhubungan dengan pekerjaan selalu dimulai sejak pagi hari. Oleh karena itu, sebelum berangkat kerja gunakan waktu anda untuk melakukan relaksasi secara singkat seperti meditasi atau yoga. Teknik relaksasi seperti ini adalah yang paling mudah untuk dilakukan. Caranya dengan menarik napas dalam-dalam lalu hembuskan secara perlahan. 2. Bersikap lebih asertif Kebanyakan masalah pekerjaan berpangkal dari kurangnya kesempatan untuk membuat perubahan atau keputusan. Oleh karena itu, bicarakan dengan atasan mengenai tugas dan tanggungjawab yang ingin anda pegang. Dengan demikian, Anda bisa menentukan pekerjaan yang bisa Anda lakukan dengan cara kerja seperti yang diinginkan perusahaan. 3. Bekerja Efisien Bekerjalah lebih efisien, targetkan waktu yang tepat dalam menyelesaikan tugas sehingga tidak ada waktu yang terbuang sia-sia. Dengan bekerja lebih efisien tidak ada lagi tugas yang kekurangan waktu sehingga tidak perlu cemas saat tugas sudah deadline. Dan saat bekerja diwajibkan untuk membuat prioritas agar dapat membantu mengatur strategi.
56
4. Tingkatkan Energi Dengan Tidur Menurut Camile Anthony dalam bukunya “ The Art Of Napping At Work” (1999). Saat lelah, tubuh akan lebih mudah mengalami stress meskipun disebabkan oleh masalah yang kecil. Stres juga akan membuat konsentrasi menurun sehingga mudah untuk melakukan kesalahan. Oleh karena itu, jika tubuh sudah merasa lelah maka dianjurkan pada pekerja untuk tidur karena tidur hanya dengan 15 menit diwaktu kerja sama manfaatnya dengan tidur malam selama 3 jam. Menurut Anthony kegiatan ini akan meningkatkan mood dan rasa humor sehingga dapat memperbaiki hubungan dengan rekan kerja. 5. Atur Lingkungan Kerja Keadaan lingkungan kerja sangat mempengaruhi mood saat bekerja. Lingkungan kerja dapat menjadi faktor risiko terjadinya stres kerja. Oleh karena itu, sebisa mungkin tata ruang kerja serapi mungkin untuk terciptanya suasana yang rapi dan tenang. 6. Menerapkan Pola Hidup Sehat Pola hidup sehat merupakan kunci untuk terhindar dari gejala stres. Konsumsi makanan dan minuman yang sehat seperti makanan yang mengandung vitamin B kompleks seperti kacang-kacangan dan padi-padian. Kurangi makanan berlemak dan perbanyak makan buah dan sayur. Lakukan olahraga secara teratur karena dengan berolahraga akan memeperbesar kapasitas paru-paru untuk menampung oksigen
57
didalam darah yang akan diedarkan keseluruh tubuh sehingga dapat membuat pikiran lebih rileks. 7. Pekerjaan Bukan Segalanya Setiap manusia membutuhkan pekerjaan untuk mempertahankan hidupnya, yang diharapkan selalu bahwa pekerjaan tersebut dapat membuat bahagia pekerjanya. Namun, tidak semua pekerja sependapat. Karena tak sedikit dari pekerja merasa tertekan dengan pekerjaanya. Menurut Dr. Ciaramicolli mengatakan bahwa pekerjaan bukan merupakan segalanya karena diluar pekerjaan masih banyak kegiatan lain yang dapat minimbulkan perasaan bahagia. Dengan mengikuti kegiatan diluar pekerjaan, stres ditempat kerja akan berkurang. Dengan meyakinkan diri bahwa walaupun tidak bisa memperbaiki keadaan ditempat kerja, kita dapat mengendalikan hal-hal penting lainnya didalam kehidupan. Karena, perasaan mampu mengendalikan kehidupan merupakan harta tak ternilai dan tingkatkan selalu rasa syukur kepada sang pencipta. 2.5 Kontraktor Kontraktor adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa konstruksi. Jasa konstruksi dapat didefinisikan sebagai layanan jasa konsultasi perencanaan pekerjaan konstruksi, layanan jasa pelaksanaan pekerjaan konstruksi, dan layanan jasa konsultasi pengawasan pekerjaan konstruksi. Sedangkan pekerjaan konstruksi adalah keseluruhan atau sebagian rangkaian kegiatan perencanaan
58
dan/atau pelaksanaan beserta pengawasan yang mencakup pekerjaan arsitektural, sipil, mekanikal, elektrikal, dan tata lingkungan masing-masing beserta kelengkapannya untuk mewujudkan suatu bangunan atau bentuk fisik (Holt, 2006). Menurut kamus bahasa Indonesia, Kontraktor dapat diartikan sebagai pelaksana proyek atau pekerjaan dengan sistem paket yang diikat dalam suatu kontrak kerja yang jelas antara pihak pemilik proyek dengan pihak pelaksana proyek. Menurut A Guide to the Project Management Body of Knowledge (2004), proyek merupakan suatu usaha sementara yang dikerjakan untuk membuat produk dan layanan yang unik. Proyek memiliki karakteristik, sebagai berikut : 1. Sementara/ temporary, 2. Pengembangan yang progresif, 3. Hasil dari produk, layanan yang unik. Kegiatan jasa konstruksi telah terbukti memberikan kontribusi penting dalam perkembangan dan pertumbuhan ekonomi disemua negara di dunia, termasuk Indonesia, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun swasta (Kadin, 2002). Dalam Manajemen Proyek Konstruksi, salah satu sasaran utama yang dicapai, adalah menciptakan iklim kerja yang mendukung baik dari segi sarana,
59
kondisi kerja, keselamatan kerja, dan komunikasi timbal balik yang terbuka antara atasan dan bawahan (Paulus, 1985 dalam cristina dkk, 2012). Suatu kondisi kerja (work condition) dan keselamatan kerja (safety work) yang baik merupakan syarat untuk mencapai suatu iklim kerja yang mendukung bagi para pekerjanya terutama di dalam proyek konstruksi. Hal ini perlu mendapat perhatian dikarenakan lokasi pekerjaan proyek merupakan salah satu lingkungan kerja yang mengandung resiko cukup besar (Ervianto, 2005), sehingga dapat dikatakan bahwa industry konstruksi terbilang paling rentan terhadap kecelakaan kerja. 2.6 Kerangka teori Kerangka teori ini berdasarkan Cooper dan Davidson (1987), menyatakan bahwa faktor penyebab stres kerja yaitu berdasarkan pada Individual Arena (usia, masa kerja, pendidikan, status perkawinan), Work Arena (rutinitas, jam kerja, beban kerja, shift kerja, konsumsi alkohol, kebisingan, pencahayaan, tekanan panas dan getaran). Namun, Hurrel (1988) dalam Munandar menambahkan bahwa ada beberapa faktor yang dapat menimbulkan stres kerja pada pekerja seperti Hubungan Interpersonal, Pengembangan Karir, Peranan dalam Organisasi, Sruktur dalam Organisasi. Home arena dan social arena tidak diteliti karena peneliti tidak meneliti pemicu stres kerja yang bukan berasal dari tempat kerja dan juga peneliti tidak meneliti sampai kerumah responden sehingga tidak bisa untuk diteliti dan di intervensi. Hal ini diperkuat dengan pernyataan NIOSH (1999) yaitu penyebab
60
utama stres kerja berasal dari
karakteristik pekerja dan kondisi lingkungan
ditempat kerja. Bagan 2.1 Kerangka Teori Individual Arena 1. Usia, 2. Masa kerja, 3. Pendidikan. 4. Status perkawinan. Work Arena 1. Rutinitas, 2. Jam kerja, 3. Beban kerja, 4. Shift kerja, 5. Konsumsi alkohol, 6. Kebisingan, 7. Pencahayaan, 8. Tekanan panas 9. Getaran. 10. Hubungan interpersonal, 11. Pengembangan karir, 12. Peranan dalam organisasi, 13. Sruktur dalam organisasi
Stres kerja
Sumber : Cooper dan Davidson (1987) dan Hurrel dalam Munandar (2008
BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1 Kerangka Konsep Dalam penelitian ini variabel yang diteliti adalah variabel independent yang terdiri dari usia, masa kerja, pendidikan, status perkawinan, rutinitas, kebisingan, tekanan panas, hubungan interpersonal. Sedangkan variabel dependentnya yaitu stres kerja pada pekerja pembuatan Offshore Pipeline And Mooring Tower proyek Banyu Urip PT. Rekayasa Industri tahun 2013. Adapun variabel yang tidak diteliti pada penelitian ini, yaitu : 1. Jam Kerja, variabel berikut tidak diteliti karena seluruh pekerja melakukan pekerjaan selama 8 jam atau homogen. 2. Shift kerja, variabel tidak diteliti karena perusahaan tidak menerapkan shift kerja. 3. Konsumsi alkohol, variabel ini tidak diteliti karena Indonesia merupakan negara yang menganggap alkohol sebagai barang tabu sehingga jika dimasukan dalam penelitian diharapkan hasilnya bias. 4. Pencahayaan, variabel ini tidak diteliti karena setelah melakukan studi pendahuluan pada bulan April 2013 pencahayaan dalam setiap
61
62
kegiatan saat bekerja sudah baik dan sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan No. 261/MENKES/SKII/1998. 5. Getaran, variabel ini tidak diteliti karena dalam pekerjaannya pekerja tidak terpapar oleh getaran dan perusahaan telah menyiapkan APD terkait HAV maupun WBV. 6. Peranan dalam organisasi, variabel ini tidak diteliti karena pekerja telah memiliki SOP dari perusahaan yang akan dilakukan selama bekerja. 7. Struktur dalam organisasi, variabel ini tidak diteliti karena segala bentuk keputusan ditentukan oleh perusahaan sehingga pekerja tidak ikut serta dalam menentukan keputusan yang akan dilakukan pekerja. 8. Pengembangan karir, variabel ini tidak diteliti karena pekerja yang dijadikan responden merupakan pekerja biasa sehingga tidak ada promosi kenaikan jabatan.
63
Bagan 3.1 Kerangka Konsep
Individual Arena 1. Usia 2. Masa Kerja 3. Pendidikan 4. Status Perkawinan Work 5. Rutinitas 6. Hubungan Interpersonal 7. Kebisingan 8. Tekanan Panas
StresArena kerja
64
3.2 Definisi Operasional No
Variable
Definisi
Cara ukur
Alat ukur
Hasil ukur
Skala ukur
1.
Stres
Kondisi dimana pekerja mengalami gejala-
wawancara
Kuesioner
kerja
gejala stres dalam pekerjaan yang berinteraksi
dengan uji
dengan pekerja sehingga pekerja mengalami
life
perubahan secara fisologis, psikologis maupun
scale
0. Tidak mengalami
Ordinal
stres (<38)
event 1. Stres ringan (38-80) 2. stres berat (>80)
perilaku ditandai dengan sakit kepala, mudah marah, merokok berlebih dan indikator lainnya, yang diisi dengan menggunakan kuesioner life event scale. INDIVIDUAL ARENA 2.
Usia,
Lamanya responden hidup yang dihitung
Wawancara
Kuesioner
Tahun
Rasio
Wawancara
Kuesioner
Tahun
Rasio
dalam tahun sejak lahir sampai pada saat penelitian dilakukan. 3.
Masa
akumulasi berdasarkan waktu (tahun).
kerja,
Terhitung sejak awal pekerja menjalankan pekerjaan konstruksi sampai penelitian berlangsung.
65
4.
Pendidika
Keterangan responden mengenai jenjang/
n
tingkat responden belajar dalam lingkup
Wawancara
Kuesioner
0. Pendidikan tinggi
Ordinal
1. Pendidikan dasar
formal.
5.
Status
Keterangan yang menunjukan
wawancara
Kuesioner
perkawina riwayat pernikahan responden yang n,
0. Tidak menikah
Ordinal
1. Menikah
terdapat pada kartu identitas pekerja, dan dikategorikan atas menikah dan tidak menikah.
WORK ARENA 6.
Rutinitas
Keterangan responden mengenai kegiatan
Wawancara
Kuesioner
pekerjaan (intensitas, jenis) yang dilakukan
0. tidak monoton (total Ordinal skor < 2)
sehari-hari ditempat kerja proyek Banyu Urip.
1. monoton (total skor ≥ 2 nilai median)
7.
Hubungan Keterangan responden mengenai hubungan Wawancara interperso
yang dialami responden terhadap atasan dan
nal
rekan
kerja
sebagai
pekerja
Kuesioner
0. Baik (total skor ≤ 1) Ordinal 1. Buruk (total skor > 1)
kontraktor
ditempat kerja. 8.
Kebisinga
Hasil ukur yang diperoleh dari pengukuran Pengukuran
Sound
0. Tidak
terpapar Ordinal
66
n,
langsung menggunakan sound level meter kebisingan diarea
responden
bekerja
level meter
sehingga (dilakukan
dikategorikan atas terpapar dan tidak terpapar.
kebisingan
(
jika
kebisingan< 85dB) 1. Terpapar
oleh
kebisingan
peneliti)
(jika
kebisingan > 85dB) 9.
Paparan
Kesimpulan dari perbandingan pengukuran Pengukuran
tekanan
tekanan panas
panas
monitor diarea workshop indoor maupun observasi
Monitor
outdoor dengan standar Permenaker No 13 (beban
dan
tahun 2011.
Perhitunga
menggunakan heat stress Suhu
kerja)
Heat
dan Stress
n
Beban
menurut Christense
Terpapar Ordinal
Tekanan Panas 1. Terpapar Panas
Kerja
n..
0. Tidak
Tekanan
67
3.3 Hipotesis 1. Ada hubungan antara usia dengan stres kerja pada pekerja Proyek Banyu Urip PT Rekayasa Industri tahun 2013. 2. Ada hubungan antara masa kerja dengan stres kerja pada pekerja Proyek Banyu Urip PT Rekayasa Industri tahun 2013. 3. Ada hubungan antara pendidikan dengan stres pekerja Proyek Banyu Urip PT Rekayasa Industri tahun 2013. 4. Ada hubungan antara status perkawinan dengan stres kerja pada pekerja Proyek Banyu Urip PT Rekayasa Industri tahun 2013. 5. Ada hubungan antara rutinitas dengan stres kerja pada pekerja Proyek Banyu Urip PT Rekayasa Industri tahun 2013. 6. Ada hubungan antara hubungan interpersonal dengan stres kerja pada pekerja Proyek Banyu Urip PT Rekayasa Industri tahun 2013. 7. Ada hubungan antara kebisingan dengan stres kerja pada pekerja Proyek Banyu Urip PT Rekayasa Industri tahun 2013. 8. Ada hubungan antara tekanan panas dengan stres kerja pada pekerja Proyek Banyu Urip PT Rekayasa Industri tahun 2013. 9. Ada hubungan yang lebih dominan antara faktor-faktor yang mempengaruhi stres kerja pada pekerja Proyek Banyu Urip PT Rekayasa Industri tahun 2013.
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian Penelitian ini merupakan jenis studi deskriptif analitik yang bertujuan untuk melihat hubungan antara dua variabel yaitu variabel independent dan variabel dependent. Dengan desain potong Lintang (cross sectional), yaitu untuk melihat dan menganalisis hubungan antara faktor-faktor risiko dengan efek, dengan cara pendekatan, observasi atau pengumpulan data pada satu waktu atau dalam waktu bersamaan (Notoadmodjo, 2010). 4.2 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di proyek Banyu Urip, PT. Rekayasa Industri yang terletak di Bakrie Yard, Serang-Banten pada bulan april - Juli tahun 2013. 4.3 Populasi dan Sampel Populasi penelitian ini adalah seluruh pekerja pembuatan offshore pipeline and mooring tower di PT Rekayasa Industri,Serang-Banten pada Tahun 2013. Dalam penelitian ini jumlah populasi sebanyak 200 orang. Sedangkan, sampel akan dipilih dengan cara mengundi (Lottery Technique) dengan menggunakan teknik simple random sampling yaitu setiap anggota atau unit dari populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk menjadi sampel dan untuk
68
69
menghitung besar sampel menggunakan metode uji hipotesis beda 2 proporsi dengan rumus:
𝑛=
Z1 − α/2�2𝑃(1 − 𝑃) + 𝑍1 − 𝛽�𝑃1(1 − 𝑃1) + 𝑃2(1 − 𝑃2)² (𝑃1 − 𝑃2)² Keterangan: n
: Besar sampel minimum yang dibutuhkan dalam penelitian
P
: Rata-rata P1 dan P2 (P1+P2)/2
P1
: Proporsi pada populasi yang memiliki stres kerja akibat masa kerja yang < 5 tahun (80%)
P2
: Proporsi pada populasi yang memiliki stres kerja akibat masa kerja yang > 5 tahun (43%)
Z1-α/2 : Nilai Z pada derajat kemaknaan 95 % = 1.96 Z1-β
: Nilai Z pada kekuatan uji 90%
Tabel 4.1 Hasil perhitungan sampel terhadap hasil penelitian terdahulu Variabel P1 P2 α (%) β (%) Rutinitas 0,79 0,333 5 80 P1 : buruk 10 P2 : baik 1 (Adas, 2006) 5 90 10 1 Hubungan 0,82 0,25 5 80 Interpersonal 10 P1 : buruk 1 P2 : baik 5 90 (Adas, 2006) 10
N 18 14 27 23 19 33 11 9 17 14 12
70
1 Kebisingan 0,535 0,429 5 80 P1: bising 10 P2: tidak terpapar 1 bising 5 90 (Airmayanti, 10 2010) 1 Status 0,55 0,16 5 80 perkawinan 10 P1: menikah 1 P2: tidak 5 90 menikah 10 (Gitalia, 2006) 1 Masa kerja 0,80 0,43 5 80 P1: < 5 tahun 10 P2: ≥ 5 tahun 1 (Gautama, 2008) 5 90 10 1 Berdasarkan perhitungan menggunakan rumus uji hipotesis dua
21 348 274 518 465 379 659 23 18 34 30 24 43 26 21 39 35 28 49 proporsi
diatas, diperoleh besar sampel sebesar 35 orang. Dari hasil tersebut di hitung kembali berdasarkan penelitian sebelumnya yaitu pada penelitian Hidayat (2012) didapatkan responden yang tidak mengalami stres sebesar 43,1%. Maka perhitungan sampelnya sebagai berikut: N=
𝑡𝑖𝑑𝑎𝑘 𝑠𝑡𝑟𝑒𝑠
35=
43,1
100
100
xn
xn
82 = n Berdasarkan perhitungan menggunakan rumus uji hipotesis dua proporsi di atas, diperoleh besar sampel sebesar 82 sampel pekerja.
71
4.4 Sumber dan Jenis Data Jenis dan sumber data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. 4.4.1 Data Primer Data primer diperoleh dengan cara pengukuran langsung yaitu stres kerja, usia, masa kerja, pendidikan, rutinitas, status perkawinan hubungan interpersonal diukur menggunakan kuesioner dengan metode wawancara, kebisingan menggunakan Sound Level Meter, tekanan panas menggunakan Heat Stres Monitor, serta melakukan observasi kepada pekerja. 4.4.2 Data Sekunder Data sekunder adalah data yang diperoleh dari perusahaan seperti profil perusahaan, data kecelakaan dan data ketenagakerjaan. 4.5 Instrumen Penelitian Instrumen penelitian adalah alat-alat yang digunakan untuk pengumpulan data penelitian, berupa kuesioner (daftar pertanyaan), formulir observasi, dan formulir-formulir lain yang berkaitan dengan pencatatan data dan sebagainya (Notoatmodjo, 2010). Instrumen penelitian yang digunakan adalah kuesioner dengan metode wawancara yang terdiri dari beberapa pertanyaan berkaitan dengan faktor individual arena dan work arena yang berhubungan dengan stres kerja pada pekerja proyek Banyu Urip . Sedangkan untuk variabel work Arena
72
yaitu kebisingan dan Tekanan panas dilakukan pengukuran langsung oleh peneliti. Lembar kuesioner dalam penelitian ini disusun sedemikian rupa sesuai dengan kebutuhan variabel yang akan diteliti guna memperoleh informasi yang relevan dengan tujuan penelitian. Sebelum digunakan sebagai alat pengumpul data, dilakukan uji kuesioner kepada 30 pekerja konstruksi. Uji kuesioner dilakukan di Bakrie Contruction dengan pertimbangan bahwa pekerja Bakrie Contruction memiliki karakteristik pekerjaan yang sama dengan pekerja proyek Banyu Urip PT. Rekayasa Industri. Adapun hasil uji kuesioner penelitian ini meliputi uji validitas dan uji reliabilitas instrumen penelitian adalah sebagai berikut: 1. Uni valiliditas Uji validitas merupakan suatu pengukuran untuk melihat tingkat keakuratan suatu alat ukur yang digunakan untuk mengukur variabel-variabel yang diteliti secara tepat. Uji validitas digunakan pada variabel-variabel yang memiliki pertanyaan yang memungkinkan bersifat homogen dan menggunakan skala likert. Pada penelitian ini, uji validitas dilakukan pada variabel rutinitas dan hubungan interpersonal. Uji validitas dilakukan dengan membandingkan nilai r hitung dengan nilai r tabel. Nilai r hitung diperoleh dari hasil uji validitas,
73
dimana hasilnya dapat dilihat pada kolom corrected item total correlation.
Sedangkan
nilai
r
tabel
diperoleh
dengan
menggunakan rumus df = n-2. Pada penelitian ini, uji kuesioner dilakukan kepada 30 responden, sehingga nilai df = 30-2 = 28. Pada tingkat kemaknaan 5%, maka didapatkan nilai r tabel adalah sebesar 0,361 (two tail). Hasil perhitungan uji validitas dapat dilihat pada tabel 4.2 dibawah ini: Tabel 4.2 Hasil Uji Validitas No.
Variabel
1.
Rutinitas
2.
Hubungan Interpersonal
Item Pertanyaan B1 B2 B3 B4 B5 B6 B7 B8 B9
r hitung
r tabel
Keterangan
0,845 0,845 0,598 0,490 0,628 0,802 0,802 0,628 0,628
0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361
Valid
Valid
Berdasarkan tabel 4.2 diatas, terlihat bahwa masingmasing pertanyaan yang digunakan untuk menilai variabel rutinitas dan hubungan interpersonal menunjukkan nilai r hitung (corrected item-total correlation) > r tabel (0,361). Artinya, semua pertanyaan yang digunakan untuk masingmasing variabel adalah valid dan dapat digunakan dalam penelitian.
74
2.
Uji Realibilitas Uji reliabilitas adalah suatu pengukuran yang dilakukan untuk menilai apakah kuesioner yang digunakan bersifat reliabel (handal) dan layak untuk digunakan dalam penelitian. Uji reliabilitas dilakukan dengan membandingkan nilai Cronbach Alpha pada uji statistik, dimana jika nilai Cronbach Alpha > r tabel maka bersifat reliabel. Berdasarkan uji statistik yang telah dilakukan, diperoleh nilai Cronbach Alpha untuk masing-masing variabel adalah rutinitas (0,852), dan hubungan interpersonal (0,866). Kedua variabel terebut memiliki nilai Cronbach Alpha > (0,361), artinya pertanyaan yang digunakan untuk menggambarkan variabel rutinitas dan hubungan interpersonal dapat digunakan untuk penelitian karena bersifat reliable.
a. Kuesioner 1. Stres Kerja : Diukur menggunakan daftar pertanyaan pada metode life event scale. Variable ini diberi kode C1 dengan jumlah pertanyaan sebanyak 75 butir. Jika responden menjawab “tidak pernah” diberi bobot skor 0, jika responden menjawab “jarang” diberi bobot skor 1, jika responden menjawab “kadang-kadang” diberi bobot skor 2, jika responden menjawab “sering” diberi bobot skor 3 dan jika responden menjawab “setiap hari” diberi bobot skor 4. Dengan demikian, jumlah nilai kumulatif berada dalam rentang 75
75
sampai dengan 300. Hasil ukur untuk variabel stres kerja dibagi menjadi tiga kategori yaitu tidak stres, stres ringan dan stres berat. Oleh karena itu, diberi skor 0 jika tidak mengalami stres (skor < 38), diberi skor 1 jika mengalami stres ringan (skor 38-80) dan diberi skor 2 jika mengalami stres berat (skor≥ 81). 2. Individual Arena a. Usia : variabel usia diukur dengan 1 pertanyaan dengan kode A1. b. Masa kerja : variabel masa kerja diukur dengan 1 pertanyaan dengan kode A2. c. Pendidikan : variabel pendidikan diukur dengan 1 pertanyaan dengan kode A3. Bobot skor yang diberikan 0 jika perguruan tinggi, skor 1 jika SMA/Sederajat
dan skor 2 jika SD/SMP. Kemudian hasilnya akan
diberikan kode 0 jika responden berpendidikan tinggi, kode 1 jika responden berpendidikan dasar. d. Status perkawinan : variabel status perkawinan diukur dengan 1 pertanyaan dengan kode A4. Bobot skor yang diberikan 0 jika responden tidak menikah dan skor 1 jika responden menikah. 3. Work Arena a. Rutinitas: variabel Rutinitas diukur dengan 3 pertanyaan dengan kode B1. Pada aspek rutinitas memakai dua opsi alternatif jawaban. Bobot skor yang diberikan 0 jika responden menjawab tidak dan bobot skor 1 jika
76
responden menjawab ya. Kemudian diberikan kode 0 jika total skor < 2 dan diberikan kode 1 jika total skor ≥ 2. b. Hubungan Interpersonal : variabel hubungan interpersonal diukur dengan 5 pertanyaan dengan kode B2. Pada aspek hubungan interpersonal memakai dua opsi alternatif jawaban. Bobot skor yang diberikan 0 jika responden menjawab tidak dan bobot skor 1 jika responden menjawab ya. Kemudian diberikan kode 0 jika total skor ≤ 1 dan diberikan kode 1 jika total skor > 1. c. Kebisingan : variable kebisingan diukur dengan menggunakan sound level meter diarea kerja. Pengukuran dilakukan pada 5 titik area kerja tempat pekerja melakukan aktivitas yaitu pada workshop 1, workshop 5, pre-cut, chamber dan open area fabriacation. d. Tekanan panas : variabel tekanan panas diukur menggunakan heat stress monitor yang sebelumnya akan dilakukan observasi terkait pekerjaan yang dilakukan pekerja berdasarkan beban kerja dan waktu kerja. Beban kerja akan dihitung menggunakan denyut nadi kemudian hasil pengukuran akan dibandingkan dengan pengelompokan berdasarkan Permenaker No 13 tahun 2011 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika dan Faktor Kimia di Tempat Kerja.. Pengukuran dilakukan pada 5 titik area kerja tempat pekerja melakukan aktivitas yaitu pada workshop 1, workshop 5, pre-cut, chamber dan open area fabriacation.
77
4.6 Teknik Pengumpulan Data Variabel dependent (stres kerja) dan variabel independent (individual arena dan work arena) dikumpulkan dengan cara sebagai berikut: 1. Stres kerja : Pengumpulan data stres kerja dilakukan dengan cara menanyakan perubahan fisiologis, psikologis atau perilaku dan gejala-gejala yang terdapat pada pekerja dengan menggunakan kuesioner. 2. Usia : Usia pekerja dihitung dengan menanyakan kepada responden kapan tanggal, bulan dan tahun saat mereka dilahirkan. Penghitungan usia ini dilakukan sendiri oleh peneliti dan pembulatan angkanya dihitung satu tahun apabila telah melebihi waktu 6 bulan. 3. Masa kerja : Pengumpulan data masa kerja dilakukan dengan cara menanyakan jangka waktu pertama kali responden bekerja sebagai pekerja kontraktor sampai waktu penelitian melalui kuesioner. 4. Pendidikan : Pengumpulan data pendidikan dilakukan dengan cara menanyakan tingkatan pekerja mengemban ilmu dalam lingkup formal. 5. Status perkawinan : Pengumpulan data status perkawinan dilakukan dengan cara menanyakan langsung kepada pekerja dengan cara melihat kartu tanda penduduk (KTP).
78
6. Rutinitas : pengumpulan data rutinitas dilakukan dengan cara menanyakan langsung mengenai situasi dan kondisi yang dialami pekerja selama bekerja menggunakan kuesioner. 7. Hubungan interpersonal : Pengumpulan data hubungan interpersonal dilakukan dengan cara menanyakan perasaan hubungan interpersonalnya antara pekerja dengan atasan dan sesama rekan kerja menggunakan kuesioner. 8. Kebisingan : pengumpulan data kebisingan dilakukan dengan cara pengukuran diarea tempat kerja indoor maupun outdoor menggunakan sound level meter. 9. Tekanan Panas : pengumpulan data tekanan panas dilakukan dengan cara prngukuran menggunakan heat stress monitor , sebelumnya akan dilakukan observasi kepada pekerja dengan melihat beban kerja dan waktu kerja. 4.7 Manajemen Data Seluruh data primer yang terkumpul akan dioleh melalui tahap-tahap berikut ini: 1. Penyuntingan data (editing) Pada tahap ini, dilakukan pemeriksaan kelengkapan dan ketepatan dalam pengisian lembar kuesioner. Pemeriksaan akan dilakukan
79
dilapangan jika masih ada pertanyaan yang kosong maka peneliti akan menanyakan kembali kepada responden terkait. 2. Pemberian Kode (Coding) Pada tahap ini dilakukan dengan memberi kode angka pada jawaban responden dalam kuesioner tujuannya untuk memudahkan proses pemasukan dan pengolahan data. Tahap coding dilakukan pada jawaban kuesioner pada variable dependent maupun independent. 3. Pemasukan data (entry data) Template kolom entry data dibuat dengan menggunakan program komputer. Kemudian data dari kuesioner akan dimasukan dengan menggunakan program komputer SPSS version 16.0 untuk menganalisis univariat, bivariat dan multivariat. 4. Pembersihan data (Cleaning Data) Pada tahap ini, dilakukan pemeriksaan kembali data yang telah dimasukan kedalam template dan dilihat kelengkapan jawabannya serta kesalahan dalam pemberian kode. Tahap ini dilakukan untuk mengetahui data yang hilang, mengetahui variasi data dan konsistensi data. Misalnya melihat data responden serta memeriksa ulang dikuesioner seperti variable pendidikan yaitu 0= pendidikan Tinggi, 1= pendidikan menengah dan 2= Pendidikan Rendah ketika dilakukan pengecekan ternyata ada salah entry misalnya angka 3 sedangkan pada pengkodean tidak ada. Untuk menghilangkannya
yakni dengan
80
mengeluarkan distribusi frekuensinya setelah itu dilakukan tahap analisis data. 4.8 Analisis Data 4.8.1 Analisis Univariat Bertujuan untuk memperoleh gambaran distribusi frekuensi dari variable-variabel yang berhubungan dengan stres kerja pada pekerja di PT. Rekayasa Industri tahun 2013. Variabel independen terdiri dari individual arena (masa kerja, usia, pendidikan, Status Perkawinan) dan Work Arena (rutinitas, hubungan interpersonal, kebisingan, tekanan panas,). Untuk mengetahui kenormalan data dilakukan dengan test kolmogorov-smirnov dengan ketentuan jika probabilitas atau asymp. Sig. (2- tailed) atau nilai signifikansi > 0,05 distribusi adalah normal (Sujianto, 2007). 4.8.2 Analisis Bivariat Dilakukan untuk memperoleh gambaran hubungan antara variabelvariabel yang berhubungan dengan stres kerja dengan kejadian stres kerja pada pekerja di PT. Rekayasa Industri tahun 2013. Untuk mencari hubungan antara individual arena (pendidikan, Status Perkawinan) dan Work Arena (rutinitas, hubungan interpersonal, kebisingan, tekanan panas) dengan stres kerja dilakukan dengan menggunakan uji statistic chi square dengan menggunakan CI 95%, derajat kemaknaan 5%, sehingga jika Pvalue ≤ 0.05
81
maka menunjukkan adanya hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen dan jika Pvalue > 0.05 maka menunjukkan tidak ada hubungan antara variabel independen dan variabel dependen. Sedangkan untuk melihat hubungan antara variabel usia dan masa kerja dengan stres kerja terlebih dahulu dilakukan uji normalitas karena data tersebut merupakan data numerik. Bila hasil tes uji normalitas data berdistribusi normal, maka akan dilanjutkan dengan uji anova untuk menghubungkan antara variabel numerik dan kategorik. Setelah didapatkan hasil uji anova, kemudian lihat Pvalue. Dengan demikian, untuk mencari hubungan antara variabel usia dan masa kerja dengan stres kerja dengan derajat kemaknaan≤ P0,05 berarti ada hubungan bermakna secara statistik dan P > 0,05 berarti tidak ada hubungan yang bermakna secara statistik. Akan tetapi jika data tersebut tidak memenuhi asumsi normalitas data, maka data selanjutnya akan dilakukan uji dengan menggunakan kruskal wallis. 4.8.3 Analisis Multivariat Analisis Multivariat merupakan salah satu jenis analisis statistik yang digunakan untuk menganalisis data antara variabel dependen dan variabel independet. Dalam analisis multivariat uji yang digunakan adalah uji regresi logistik berganda karena variable dependennya berbentuk kategorik, dimana variabel yang dapat dilakukan pengujian adalah variabel yang telah dilakukan analisis bivariat dengan uji chi square, anova dan kruskal wallis yang
82
memiliki nilai p≤
0,25, sedangkan jika p > 0,25 maka variabel tersebut
dikeluarkan dari kandidat model. Selanjutnya, variabel-variabel yang masuk kandidat model Multivariat tersebut dianalisis secara bersamaan. Variabel yang dimasukkan ke dalam model selanjutnya adalah variabel yang memiliki p < 0,05. Sedangkan variabel yang memiliki p > 0,05 dikeluarkan dari model. Pengeluaran variable dilakukan secara bertahap mulai dari variabel yang memiliki pvalue paling besar. Hingga nilai dari variabel yang tersisa P < 0,05.
BAB V HASIL PENELITIAN
5.1 Gambaran Umun Perusahaan PT. Rekayasa Industri didirikan oleh pemerintah Republik Indonesia pada tanggal 12 Agustus 1981, untuk mengembangkan kemampuan nasional ke tingkat dunia didalam bidang rancang bangun, pengadaan, konstruksi dan uji-coba operasi (EPCC) untuk pabrik-pabrik industri besar di Indonesia. PT Rekayasa Industri (REKIND) saat ini merupakan salah satu perusahaan terkemuka di bidangnya di Indonesia. Bidang usaha rancang bangun, pengadaan, konstruksi dan uji coba operasi ini (EPCC), meliputi pabrik-pabrik pada industri: gas, panas bumi, kilang, petrokimia, mineral, pengelolaan lingkungan, dan infrastruktur. Selain itu, perusahaan inipun menyediakan jasa untuk studi kelayakan proyek/pabrik dan perawatan pabrik. 5.1.1 Visi dan Misi Perusahaan PT. Rekayasa Industri memiliki visi yaitu menjadi perusahaan kelas dunia di bidang rancang bangun dan perekayasaan industri yang terintegrasi serta investasi yang kompetitif. Sedangkan misi dari PT. Rekayasa Industri adalah:
83
84
•
Memberikan jasa rancang bangun dan perekayasaan yang lengkap dan kompetitif, baik di dalam maupun luar negeri, dengan mengutamakan keunggulan mutu dan inovasi teknologi.
•
Meningkatkan kompetensi dan mengembangkan organisasi yang responsif dan tangkas.
•
Melaksanakan tata kelola perusahaan yang baik.
•
Meningkatkan nilai perusahaan jangka panjang melalui investasi.
•
Memberikan nilai tambah lebih bagi pelanggan, pemegang saham, karyawan dan masyarakat dengan mempertimbangkan pertumbuhan perusahaan.
5.1.2 Gambaran Umum Pembuatan Offshore Pipeline and Mooring Tower Proyek Banyu Urip, Serang-Banten Tahun 2013 Proyek
Banyu Urip merupakan proyek
pengembangan dari area
kontrak Cepu, terletak di pulau Jawa, antara kota Cepu dan Bojonegoro. Proyek ini diharapkan untuk menghasilkan minyak mentah dan gas asam dari a empat bantalan sumur. minyak mentah akan diolah di pusat dan dikirim melalui pipa darat dan lepas pantai untuk floating storage and offloading vessel (FSO) yang terletak 23 km di lepas pantai utara Jawa dekat kota Tuban. Proyek Banyu Urip dibagi menjadi lima Teknik individu, Pengadaan, Konstruksi dan Commissioning (EPC) kontrak, yaitu:
85
1. EPC1 Central Processing Facilities (CPF). 2. EPC2 Onshore Export Pipeline. 3. EPC3 offshore pipeline and Mooring Tower. 4. EPC4 FSO konversi tanker. 5. EPC5 Infrastruktur. Kegiatan EPC3 memiliki proses produksi, yaitu : 1.
Pengadaan material dan bahan baku. Proses pengadaan material dan bahan baku dilakukan sesuai dengan
work instruction quality management system perusahaan agar bahan dan material yang disuplai ke yard Sumuranja sesuai dengan perencanaan fabrikasi. Bahan baku yang digunakan dalam proses produksi berupa lembaran baja (steel plate) dan batangan baja (steel beam). Penyimpanan bahan baku ditempatkan di material storage
yang terdapat dilokasi
kegiatan. 2.
Bongkar muat material dan bahan baku Kegiatan bongkar muat material dilakukan di bagian penyimpanan
material yard Sumuranja. Bahan baku akan diverifikasi dahulu oleh bagian material control untuk menentukan metode pengangkatan yang paling tepat. Pengangkatan material didahului oleh pemeriksaan bahwa alat yang digunakan seperti crane, slings, chain, clamps, dan sebagainya dalam keadaan layak. Sling dan chain harus dilengkapi dengan sertifikat
86
pemeriksaan dari pihak yang berwenang. Selama pengangkatan dan penumpukan material, jig (kayu atau besi) dapat digunakan
untuk
mendapatkan aktivitas pengangkatan yang paling praktis. 3.
Pemotongan, pembentukan dan persiapan pengerjaan mesin. Pemotongan bahan atau material ( besi, plat, pipa, stainless, dan lain-
lain ) umumnya dilakukan dengan 2 cara yaitu dengan menggunakan gas ( menggunakan LPG (Liquid Petroleum Gas) dan oksigen) dan secara manual. Penggunaan LPG hasilnya rapi dan tidak menimbulkan serbuk besi. Seluruh pergerakan material atau bahan dibantu oleh alat angkat yaitu Over Head Crane (Untuk di dalam Work Shop). 4.
Proses Penyetelan (Pre Assembly / Setting) Proses penyetelan baja yang telah dipotong sesuai dengan bentuk dan
ukuran yang dikehendaki sebelum dilakukan pengelasan. Penyetelan bagian–bagian dan potongan–potongan bahan baja dilakukan berdasarkan gambar (assembly drawing) yang telah disediakan. 5.
Proses Pengelasan Kegiatan pengelasan perusahaan menggunakan acetylene yang sudah
jadi.Sebelum proses pengelasan dilakukan, welding prosedure dan persyaratan khusus lainnya harus terpenuhi. Verifikasi pada semua mesin las harus dilaksanakan. Sertifikasi juru las telah dilakukan sesuai dengan bidang keahlian yakni juru las kelas B.
87
6.
Proses assembly Setelah proses cutting, drilling, punching dan rolling / pressing selesai
dikerjakan dan disetujui oleh Quality Control (QC) dan wakil pelanggan, maka proses pemasangan / assembly akan dilaksanakan sesuai dengan gambar dan persyaratan teknis lainnya. Sebelum kegiatan pemasangan dan assembling, semua persyaratan welding preparation harus diperiksa dan dinyatakan aman serta layak oleh welding foreman dan QC personel. 7.
Proses penghalusan/penyetelan dengan mesin (manchining) Proses ini dilakukan dengan mesin pada produk baja yang telah
dihasilkan. Pekerjaan ini biasanya dilakukan pada produk–produk container crane dan peralatan angkat lainnya. 8.
Proses kegiatan blasting Kegiatan blasting bertujuan untuk membersihkan karat–karat dan
kotoran yang menempel pada permukaan struktur material. Semua struktur yang akan dipasang dan dirakit harus melalui blasting dan coating terlebih dahulu, sehingga penggunaan semua struktur tersebut dapat terlindungi dan tahan terhadap air laut atau tidak mudah korosif. Proses blasting terbagi menjadi 2 jenis yakni dry blasting dan wet blasting. Proses dryblasting menggunakan media pasir kwarsa, silica dan butiran logam yang mempunyai ukuran kehalusan tertentu. Sedangkan untuk wet blasting menggunakan campuran air tawar yang bebas dari ion klorida dan sulfat.
88
9.
Proses kegiatan coating Proses coating bertujuan untuk melapisi permukaan struktur dari
pengaruh sekitar sehingga akan memperlambat terjadinya proses korosi. Coating dilakukan pada permukaan baja terutama yang berada pada zona splash dan bersentuhan langsung dengan udara luar serta zona daerah yang berada di air laut dan udara bebas. 10. Proses kegiatan painting Sebelum melaksanakan kegiatan painting perlu dilakukan inspeksi profil kekasaran permukaan dan memperhatikan kondisi cuaca berdasarkan suhu dan kelembaban. Kegiatan painting selain bertujuan untuk pewarnaan digunakan pula untuk mencegah korosi. 11. Proses erection Proses pembentukan produk baja yang dihasilkan dengan cara merakit produksi
satu baja
persatu
setiap
bagian
sehingga
terbentuk
hasil
yang
sesuai
dengan
ukuran.
Perakitan
yang
dilakukan dilokasi kegiatan workshop Sumuranja pada akhirnya dikirim ke konsumen dengan menggunakan transportasi laut atau darat. 12. Proses pengepakan (packaging) Proses pengemasan produk baja yang dihasilkan sebelum diangkut oleh alat angkut menuju alamat pemesan/konsumen. Sistem pengepakan dilakukan dalam beberapa cara yakni pengikatan produk diatas alat angkut
89
darat seperti trailer dan juga pengikatan produk diatas alat angkut laut seperti kapal atau tongkang. 5.2 Analisis Univariat 5.2.1 Gambaran Stres Kerja Pada Pekerja Pembuatan Offshore Pipeline and Mooring Tower Proyek Banyu Urip PT. Rekayasa Industri, Serang-Banten Tahun 2013. Variabel stres kerja dikategorikan menjadi tiga, yaitu tidak mengalami stres, stres ringan dan stres berat. Adapun hasil yang diperoleh mengenai stres kerja pada pekerja Pembuatan Offshore Pipeline and Mooring Tower Proyek Banyu Urip PT. Rekayasa Industri, Serang-Banten Tahun 2013 dapat dilihat pada tabel 5.1 berikut. Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Stres Kerja pada pekerja Pembuatan Offshore Pipeline and Mooring Tower Proyek Banyu Urip PT. Rekayasa Industri, Serang-Banten Tahun 2013. No 1 2 3
Tingkat Stres Tidak mengalami stres Stres ringan Stres berat TOTAL Sumber :Data Primer, 2013
jumlah 19 43 20 82
Persentase 23,2 52,4 24,4 100
Berdasarkan pada tabel 5.1 dari 82 responden diketahui gambaran bahwa pekerja yang mengalami stres ringan memiliki jumlah yang paling besar yaitu sebesar 52,4%.
90
2. Gambaran Individual Arena Pada Pekerja Pembuatan Offshore Pipeline and Mooring Tower Proyek Banyu Urip PT. Rekayasa Industri, Serang-Banten Tahun 2013. Individual arena terdiri dari variabel umur, masa kerja, pendidikan dan status perkawinan. Distribusi individual arena variabel usia dan masa kerja pada pekerja Pembuatan Offshore Pipeline and Mooring Tower Proyek Banyu Urip PT. Rekayasa Industri, Serang-Banten Tahun 2013 dapat dilihat pada tabel 5.2. Sedangkan, variabel pendidikan dan status perkawinan dapat dilihat pada tabel 5.3. Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Usia dan masa kerja pada pekerja Pembuatan Offshore Pipeline and Mooring Tower Proyek Banyu Urip PT. Rekayasa Industri, Serang-Banten Tahun 2013. Variabel Tidak stres Stres ringan Stres berat Masa kerja Tidak stres Stres ringan Stres berat Sumber :Data Primer, 2013 Usia
95% CI Mean 27.91-33.86 34.43-39.47 36.69-46.10
SD 6.17247 8.19394 10.05459
Min-Max 20-43 20-51 21-55
4.50-9.70 9.07-13.85 10.80-18.89
5,394 7,771 8,634
0-16 0-27 1-27
a. Usia Berdasarkan pada tabel 5.2 dari 82 responden diketahui gambaran distribusi rata-rata usia pekerja ditempat kerja adalah 36
91
tahun dengan standar deviasi 8,965. Umur termuda adalah 20 tahun dan tertua adalah 55 tahun. b. Masa Kerja Berdasarkan pada tabel 5.2 dari 82 responden diketahui gambaran distribusi rata-rata masa kerja pekerja ditempat kerja adalah 11 taun
dengan standar deviasi 7,907.
Mesa kerja
tersingkat adalah 0 tahun dan terlama adalah 27 tahun. Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Pendidikan dan status perkawinan pada pekerja Pembuatan Offshore Pipeline and Mooring Tower Proyek Banyu Urip PT. Rekayasa Industri, Serang-Banten Tahun 2013. Variabel pendidikan
kategori Pendidikan Tinggi Pendidikan Menengah Pendidikan Dasar TOTAL Status Perkawinan Tidak menikah Menikah TOTAL Sumber :Data Primer, 2013
Jumlah 4 52 26 82 17 65 82
Persentase 4,9 63,4 31,7 100 20,7 79,3 100
c. Pendididkan Berdasarkan pada tabel 5.3 dari 82 responden diketahui gambaran
distribusi pendidikan
pekerja ditempat kerja yang
memiliki jumlah paling besar adalah pendidikan menengah yaitu sebesar 63,4 %.
92
d. Status Perkawinan Berdasarkan pada tabel 5.3 dari 82 responden diketahui gambaran
distribusi berdasarkan status perkawinan
pekerja
ditempat kerja yang telah menikah memiliki jumlah yang paling besar yaitu sebesar 79,3%. 3. Gambaran Work Arena Pada Pekerja Pembuatan Offshore Pipeline and Mooring Tower Proyek Banyu Urip PT. Rekayasa Industri, Serang-Banten Tahun 2013. Work Arena terdiri dari variabel rutinitas, hubungan interpersonal, kebisingan dan tekanan panas. Distribusi Work Arena variabel rutinitas, hubungan interpersonal, kebisingan dan tekanan panas pada pekerja Pembuatan Offshore Pipeline and Mooring Tower Proyek Banyu Urip di PT. Rekayasa Industri, Serang-Banten Tahun 2013 dapat dilihat pada tabel 5.4. Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Rutinitas, hubungan interpersonal, kebisingan dan tekanan panas pada pekerja Pembuatan Offshore Pipeline and Mooring Tower Proyek Banyu Urip di PT. Rekayasa Industri, Serang-Banten Tahun 2013. Variabel Rutinitas Hubungan interpersonal Kebisingan S
Tekanan panas
Sumber : Data Primer, 2013
kategori Tidak monoton monoton Baik Buruk Tidak terpapar bising Terpapar bising Tidak terpapar panas Terpapar panas
Jumlah 25 57 68 14 47 35 49 33
Persentase 30,5 69,5 82,9 17,2 57,3 42,7 59,8 40,2
93
a. Rutinitas Berdasarkan pada tabel 5.4 dari 82 responden diketahui gambaran distribusi berdasarkan rutinitas pekerja ditempat kerja yang mengatakan monoton memiliki jumlah yang paling besar yaitu sebesar 69,5%. b. Hubungan Interpersonal Berdasarkan tabel 5.4 dari 82 responden yang diambil, diketahui gambaran bahwa pekerja
yang memiliki hubungan
interpersonal baik memiliki jumlah yang paling besar, yaitu sebesar 82,9 %. c. Kebisingan Berdasarkan tabel 5.4 dari 82 responden yang diambil, diketahui gambaran bahwa pekerja yang tidak terpapar kebisingan memiliki jumlah yang paling besar, yaitu sebesar 57,3 %. d. Tekanan Panas Berdasarkan tabel 5.4 dari 82 responden yang diambil, diketahui gambaran bahwa pekerja yang tidak terpapar panas memiliki jumlah yang paling besar, yaitu sebesar 59,8%.
94
5.3 Analisis Bivariat
1. Hubungan Antara Individual Arena Dengan Stres Kerja Pada Pekerja Pembuatan Offshore Pipeline and Mooring Tower Proyek Banyu Urip di PT. Rekayasa Industri, Serang-Banten Tahun 2013. Analisis bivariat merupakan analisis lanjutan dari analisis univariat yang bertujuan untuk melihat hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen. a. Hubungan Antara Usia Dengan Stres Kerja Hubungan antara usia dengan stres kerja pada Pekerja Pembuatan Offshore Pipeline and Mooring Tower Proyek Banyu Urip PT. Rekayasa Industri, Serang-Banten Tahun 2013 pada tahap awal dilakukan uji normalitas dan didapatkan nilai (P= 0,504) sehingga disimpulkan bahwa pada alpha 5% distribusi data usia adalah normal. Kemudian, selanjutnya dilakukan uji anova. Untuk mengetahui hubungan antara usia dengan stres kerja dapat dilihat pada tabel 5.5 di bawah ini.
95
Tabel 5.5 Hubungan antara usia dengan stres kerja pada Pekerja Pembuatan Offshore Pipeline and Mooring Tower Proyek Banyu Urip PT. Rekayasa Industri, Serang-Banten Tahun 2013. Usia Total Mean Sd 95% CI Pvalue Tidak mengalami stres 19 stres ringan 43 stres berat 20 Sumber :Data Primer, 2013
30,89 36,95 41,40
6,172 8,193 10,05
27,91-33,86 34,43-39,47 36,69-46,10
0,001
Berdasarkan tabel 5.5 di dapatkan bahwa rata-rata usia di tempat kerja yang tidak mengalami stres adalah 30 tahun dengan standar deviasi 6,172. Rata-rata usia di tempat kerja yang mengalami stres ringan adalah 36 tahun dengan standar deviasi 8,193 dan rata-rata usia di tempat kerja yang mengalami stres berat adalah 41 tahun dengan standar deviasi 10,05. Sehingga dari hasil uji statistik diperoleh nilai Pvalue 0,001 pada α=5% dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara usia dengan stres kerja. b. Hubungan Antara Masa Kerja Dengan Stres Kerja Hubungan antara masa kerja dengan stres kerja pada Pekerja Pembuatan Offshore Pipeline and Mooring Tower Proyek Banyu Urip PT. Rekayasa Industri, Serang-Banten Tahun 2013 pada tahap awal dilakukan uji normalitas dan didapatkan nilai (P= 0,013) sehingga disimpulkan bahwa pada alpha 5% distribusi data masa kerja adalah
96
tidak normal. Kemudian pada tahap selanjutnya dilakukan uji kruskal wallis. Untuk mengetahui hubungan antara masa kerja dengan stres kerja dapat dilihat pada tabel 5.6 di bawah ini. Tabel 5.6 Hubungan antara masa kerja dengan stres kerja pada Pekerja Pembuatan Offshore Pipeline and Mooring Tower Proyek Banyu Urip PT. Rekayasa Industri, Serang-Banten Tahun 2013. Masa kerja Total Mean Sd 95% CI Pvalue Tidak mengalami stres 19 7,105 5,394 4,505-9,705 0,013 stres ringan 43 11,465 7,771 9,073-13,856 stres berat 20 14,850 8,634 10,808-18,891 Sumber :Data Primer, 2013 Berdasarkan tabel 5.6 di dapatkan bahwa rata-rata masa kerja di tempat kerja yang tidak mengalami stres adalah 7 tahun dengan standar deviasi 5,394. Rata-rata masa kerja di tempat kerja yang mengalami stres ringan adalah 11 tahun dengan standar deviasi 7,771 dan rata-rata masa kerja di tempat kerja yang mengalami stres berat adalah 14 tahun dengan standar deviasi 8,634. Sehingga dari hasil uji statistik diperoleh nilai Pvalue 0,013 pada α=5% dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara masa kerja dengan stres kerja. c. Hubungan Antara Pendidikan Dengan Stres Kerja Hubungan antara pendidikan dengan stres kerja pada Pekerja Pembuatan Offshore Pipeline and Mooring Tower Proyek Banyu Urip
97
PT. Rekayasa Industri, Serang-Banten Tahun 2013 dilakukan uji chisquare. Untuk melihat hubungan antara pendidikan dengan stres kerja dapat dilihat pada tabel 5.7 dibawah ini. Tabel 5.7 Hubungan antara pendidikan dengan stres kerja pada Pekerja Pembuatan Offshore Pipeline and Mooring Tower Proyek Banyu Urip PT. Rekayasa Industri, Serang-Banten Tahun 2013. pendidikan
Pendidikan Stinggi Pendidikan dasar
Tidak stres N % 15 26,8
Stres kerja Stres Stres ringan berat N % N % 29 51,8 12 21,4
N 56
% 100
4
14
26
100
15,4
53,8
8
30,8
Total
Pvalue 0,439
Sumber :Data Primer, 2013 Berdasarkan
tabel 5.7 dapat diketahui bahwa dari 56
responden dengan pendidikan tinggi sebesar 51,8% yang mengalami stres ringan. Sedangkan dari 26 responden dengan pendidikan rendah sebesar 53,8 yang mengalami stres ringan. Namun, pekerja dengan pendidikan dasar memiliki risiko lebih besar untuk stres berat. Sehingga dari hasil uji statistik diperoleh nilai Pvalue 0,439 pada α=5% dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara pendidikan dengan stres kerja.
98
d. Hubungan Antara Status Perkawinan Dengan Stres Kerja Hubungan antara status perkawinan dengan stres kerja pada Pekerja Pembuatan Offshore Pipeline and Mooring Tower Proyek Banyu Urip PT. Rekayasa Industri, Serang-Banten Tahun 2013 dilakukan uji chi- square. Untuk melihat hubungan antara status perkawinan dengan stres kerja dapat dilihat pada tabel 5.8 dibawah ini. Tabel 5.8 Hubungan antara status perkawinan dengan stres kerja pada Pekerja Pembuatan Offshore Pipeline and Mooring Tower Proyek Banyu Urip PT. Rekayasa Industri, Serang-Banten Tahun 2013. Status perkawinan
Tidak Menikah Menikah
Tidak stres N 8 30
% 47,1 46,2
Stres kerja Mengalami stres N % 9 52,9 35 53,8
Total N 17 65
Pvalue 1,000
% 100 100
Sumber :Data Primer, 2013 Berdasarkan
tabel 5.8 dapat diketahui bahwa dari 17
responden dengan status tidak menikah sebesar 52,9% yang mengalami stres. Sedangkan dari 65 responden yang telah menikah sebesar 53,8% yang mengalami stres. Sehingga dari hasil uji statistik diperoleh nilai Pvalue 1,000 pada α=5% dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara status perkawinan dengan stres kerja.
99
2. Hubungan Antara work Arena Dengan Stres Kerja Pada Pekerja Pembuatan Offshore Pipeline and Mooring Tower Proyek Banyu Urip PT. Rekayasa Industri, Serang-Banten Tahun 2013. a. Hubungan Antara Rutinitas Dengan Stres Kerja Hubungan antara rutinitas dengan stres kerja pada Pekerja Pembuatan Offshore Pipeline and Mooring Tower Proyek Banyu Urip PT. Rekayasa Industri, Serang-Banten Tahun 2013 dilakukan uji chisquare. Untuk melihat hubungan antara rutinitas dengan stres kerja dapat dilihat pada tabel 5.9 dibawah ini. Tabel 5.9 Hubungan antara rutinitas dengan stres kerja pada Pekerja Pembuatan Offshore Pipeline and Mooring Tower Proyek Banyu Urip PT. Rekayasa Industri, Serang-Banten Tahun 2013. Rutinitas
Stres kerja Pvalue 0,090 Tidak Stres Stres Total stres ringan berat N % N % N % N % Tidak monoton 9 36,0 13 52 3 12,0 25 100 monoton 10 17,5 30 52,6 17 29,8 57 100 Sumber :Data Primer, 2013 Berdasarkan tabel 5.9 dapat diketahui bahwa responden yang memiliki rutinitas tidak monoton dan monoton yang mengalami stres ringan memiliki hasil yang berimbang. Namun, pada pekerja dengan rutinitas monoton memiliki persentase lebih besar terhadap terjadinya stres berat.
100
Sehingga dari hasil uji statistik diperoleh nilai Pvalue 0,090 pada α=5% dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara rutinitas dengan stres kerja. b. Hubungan Antara Hubungan Interpersonal Dengan Stres Kerja Hubungan antara hubungan interpersonal dengan stres kerja pada Pekerja Pembuatan Offshore Pipeline and Mooring Tower Proyek Banyu Urip PT. Rekayasa Industri, Serang-Banten Tahun 2013 dilakukan uji chi- square. Untuk melihat hubungan antara hubungan interpersonal dengan stres kerja dapat dilihat pada tabel 5.10 dibawah ini. Tabel 5.10 Hubungan antara hubungan interpersonal dengan stres kerja pada Pekerja Pembuatan Offshore Pipeline and Mooring Tower Proyek Banyu Urip PT. Rekayasa Industri, Serang-Banten Tahun 2013 Hubungan Interpersonal
Tidak stres N 34 4
% 50 28,6
Baik Buruk S sumber : Data Primer, 2013
Stres kerja Mengalami stres N % 34 50 10 71,4
Pvalue Total N 64 14
% 100 100
0,242
Berdasarkan tabel 5.10 dapat diketahui bahwa dari 64 responden yang memiliki hubungan interpersonal baik memiliki hasil yang sama antara mengalami stres dengan tidak mengalami stres.
101
Sedangkan responden yang memiliki hubungan interpersonal buruk cenderung lebih besar untuk mengalami stres. Sehingga dari hasil uji statistik diperoleh nilai Pvalue 0,242 pada α=5% dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara hubungan interpersonal dengan stres kerja. c. Hubungan Antara Kebisingan Dengan Stres Kerja Hubungan antara kebisingan dengan stres kerja pada Pekerja Pembuatan Offshore Pipeline and Mooring Tower Proyek Banyu Urip PT. Rekayasa Industri, Serang-Banten Tahun 2013 dilakukan uji chisquare. Untuk melihat hubungan antara kebisingan dengan stres kerja dapat dilihat pada tabel 5.11 dibawah ini. Tabel 5.11 Hubungan antara kebisingan dengan stres kerja pada Pekerja Pembuatan Offshore Pipeline and Mooring Tower Proyek Banyu Urip PT. Rekayasa Industri, Serang-Banten Tahun 2013 Kebisingan Tidak stres N % terpapar 16 34
Tidak bising Terpapar bising
3
8,6
Stres kerja Stres Stres ringan berat N % N % 26 55,3 5 10,6
N 47
% 100
17
35
100
48,6
15
42,9
Total
Pvalue 0,001
Sumber :Data Primer, 2013 Berdasarkan
tabel 5.11 dapat diketahui bahwa dari 47
responden yang tidak terpapar kebisingan sebesar 55,3% mengalami
102
stres ringan. Sedangkan dari 35 responden yang terpapar kebisingan sebesar 48,6% mengalami stres ringan. Namun, pekerja yang terpapar bising lebih berisiko untuk mengalami stres berat. Sehingga dari hasil uji statistik diperoleh nilai Pvalue 0,001 pada α=5% dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara kebisingan dengan stres kerja. d. Hubungan Antara Tekanan Panas Dengan Kebisingan Hubungan antara tekanan panas dengan stres kerja pada Pekerja Pembuatan Offshore Pipeline and Mooring Tower Proyek Banyu Urip PT. Rekayasa Industri, Serang-Banten Tahun 2013 dilakukan uji chi- square. Untuk melihat hubungan antara tekanan panas dengan stress kerja dapat dilihat pada tabel 5.12 dibawah ini. Tabel 5.12 Hubungan antara tekanan panas dengan stres kerja pada Pekerja Pembuatan Offshore Pipeline and Mooring Tower Proyek Banyu Urip PT. Rekayasa Industri, Serang-Banten Tahun 2013. Tekanan Panas
Tidak terpapar tekanan panas Terpapar tekanan panas
Tidak stres N % 11 22,4
Stres kerja Stres Stres ringan berat N % N % 22 44,9 16 32,7
N 49
% 100
8
21
33
100
Sumber :Data Primer, 2013
24,2
63,6
4
12,1
Total
Pvalue 0,093
103
Berdasarkan
tabel 5.12 dapat diketahui bahwa dai 49
responden yang tidak terpapar panas sebesar 44,9% mengalami stres ringan. Sedangkan dari 33 responden yang terpapar panas sebesar 63,6% mengalami stres ringan. Namun, sebesar 32,7% responden yang tidak terpapar panas bersiko lebih besar untuk mengalami stres berat. Sehingga dari hasil uji statistik diperoleh nilai Pvalue 0,093 pada α=5% dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara tekanan panas dengan stres kerja. 5.4 Analisis Multivariat Analisis Multivariat merupakan analisis untuk mengetahui variabel yang paling berpengaruh terhadap stres kerja pada pekerja pembuatan offshore pipeline and mooring tower proyek banyu urip di PT. Rekayasa Industri, Serang-Banten tahun 2013, penelitian ini menggunakan uji regresi logistik berganda untuk melihat variabel yang paling dominan terhadap stres kerja pada penelitian ini. Langkah-langkah dalam analisis multivariat yaitu pemilihan kandidat untuk analisis multivariat dan pembuatan model. 5.4.1 Pemilihan variabel sebagai kandidat analisis multivariat Pada penelitian ini terdapat enam variabel yang diduga berpengaruh terhadap stres kerja pada pekerja yaitu: usia, masa kerja, rutinitas, hubungan interpersonal, kebisingan dan tekanan panas. Untuk pemilihan variabel kandidat, ke enam variabel terlebih dahulu dilakukan analisis bivariat. Setelah
104
melalui analisis bivariat, variabel dengan nilai Pvalue < 0,25 dan mempunyai kemaknaan secara substansi dapat dijadikan kandidat yang akan dimasukkan ke dalam model multivariat. Hasil analisis bivariat antara variabel independen dengan variabel dependen dapat dilihat pada tabel 5.13. Tabel 5.13 Hasil Analisis Bivariat Antara Individual Arena dan Work Arena dengan Stres Kerja Pada Pekerja Pembuatan Offshore Pipeline And Mooring Tower Proyek Banyu Urip PT. Rekayasa Industri, SerangBanten Tahun 2013. No Variabel Pvalue 1 Usia 0,001 2 Masa Kerja 0,013 3 Rutinitas 0,090 4 Hubungan Interpersonal 0,120 5 Kebisingan 0,001 6 Tekanan panas 0,093 Sumber :Data Primer, 2013 5.4.2 Pembuatan model faktor penentu variabel yang paling berpengaruh secara statistik dengan stres kerja. Analisis multivariat mendapatkan model yang terbaik dalam menentukan determinan stres kerja pada pekerja. Dalam pemodelan ini semua variabel kandidat dicobakan secara bersama-sama. Model terbaik akan dipertimbangkan pada nilai Pvalue < 0,05. Pemilihan model dilakukan secara hirarki dengan cara semua variabel independen yang menjadi kandidat yang memenuhi syarat dimasukkan ke dalam model, kemudian variabel Pvalue > 0,05 dikeluarkan dari model satu-persatu. Secara keseluruhan hasil pembuatan model faktor penentu dapat dilihat pada tabel 5.14.
105
Tabel 5.14 Hasil Analisis Multivariat Regresi Logistik Berganda antara usia, masa kerja, rutinitas, hubungan interpersonal, kebisingan dan tekanan panas dengan Stres Kerja Pada Pekerja Pembuatan Offshore Pipeline And Mooring Tower Proyek Banyu Urip PT. Rekayasa Industri, Serang-Banten Tahun 2013. No Variabel 1 Usia 2 Masa Kerja 3 Rutinitas 4 Hubungan Interpersonal 5 Kebisingan 6 Tekanan panas Sumber :Data Primer, 2013
Model 1 0,000 0,280 0,914 0,122 0,040 0,765
Model 2 0,000 0,281 0,121 0,032 0,767
Model 3 0,000 0,270 0,125 0,030 -
Model 4 0,000 0,153 0,039 -
Model 5 0,000 0,021 -
Dari hasil analisis diatas diketahui bahwa hanya tersisa dua variabel. Tabel diatas menunjukkan bahwa dari kedua variabel tersebut mempunyai Pvalue (Pwald) < 0,05. Hal tersebut menunjukkan bahwa kedua variabel tersebut merupakan variabel yang mempunyai hubungan secara signifikan dengan stres kerja pada pekerja. Hasil analisis multivariat variabel tersebut dapat dilihat pada tabel 5.15. Tabel 5.15 Hasil Analisis Multivariat antara Usia dan Kebisingan dengan Stres Kerja Pada Pekerja Pembuatan Offshore Pipeline And Mooring Tower Proyek Banyu Urip PT. Rekayasa Industri, Serang-Banten Tahun 2013. No 1 2
Variabel Usia Kebisingan
B 0,155 1,342
Pwald 17,036 5,304
OR 1,168 3,827
Constant -5,998 Sumber :Data Primer, 2013
18,453
0,002
95% CI (1,085-1,258) (1,22111,990) -
Pvalue 0,000 0,021 0,000
Berdasarkan tabel 5.15 dapat dilihat bahwa variabel usia dan kebisingan Pvalue < 0.05, berarti kedua variabel tersebut berhubungan secara
106
signifikan dengan stres kerja. Pada variabel kebisingan memiliki nilai OR = 3,827, hal ini menunjukkan bahwa kebisingan akan berubah sebesar 3,827 kali untuk kejadian stres kerja apabila pekerja menganggap kebisingan mengganggu setelah dikontrol variabel usia. Selanjutnya dilihat dari koefisien B dan nilai OR dapat disimpulkan bahwa dari kedua variabel tersebut, variabel kebisingan merupakan variabel yang paling dominan dalam mempengaruhi kejadian stres kerja karena mempunyai nilai koefisien B (1,342) dan OR (3,827) yang lebih tinggi dibandingkan dengan variabel usia.
BAB VI PEMBAHASAN
6.1 Keterbatasan Penelitian Penelitian
ini
memiliki
beberapa
keterbatasan
sehingga
dapat
mempengaruhi hasil dari penelitian. Keterbatasan-keterbatasan tersebut, yaitu : 1. Pengukuran indikator stres kerja yang sangat banyak membuat pekerja merasa terbebani dan jenuh dalam menjawabnya. Sehingga dalam penelitian ini, peneliti berusaha untuk mengajak pekerja untuk berbincang untuk mengurangi rasa jenuh yang terjadi dan juga dikhawatirkan adanya pengaruh dari pekerja lain. 2. Pengukuran kebisingan dan tekanan panas hanya dilakukan satu kali yang seharusnya dilakukan sebanyak 3 kali. Dikarenakan kekurangan waktu, tenaga dan alat. 6.2 Gambaran Stres Kerja Pada Pekerja Pembuatan Offshore Pipeline and Mooring Tower Proyek Banyu Urip PT. Rekayasa Industri, Serang-Banten Tahun 2013 Stres kerja dapat diartikan sebagai sumber atau stressor kerja yang menyebabkan perubahan secara fisiologis, psikologis, dan perilaku. Stressor kerja merupakan segala kondisi pekerjaan yang dipersepsikan sebagai suatu
107
108
tuntutan dan dapat menimbulkan stres kerja. Lingkungan pekerjaan sangat berpotensi sebagai stressor kerja. (Widyasari, 2007). Setiap aspek dari lingkungan kerja dapat dirasakan sebagai stres oleh pekerja, tergantung persepsi pekerja terhadap lingkungannya, apakah ia merasakan stres atau tidak. Hal ini dapat dikatakan bahwa seorang pekerja dapat mengalami stres, sedangkan lainnya tidak meskipun dalam situasi kerja yang sama. (Munandar, 2008). Stres dapat terjadi pada setiap individu/manusia pada setiap waktu, karena stres merupakan bagian dari kehidupan manusia yang tidak dapat dihindarkan. Manusia akan cenderung mengalami stres apabila ia tidak mampu menyesuaikan antara keinginan dengan kenyataan yang ada, baik kenyataan yang ada di dalam maupun diluar dirinya. Segala macam bentuk stres pada dasarnya disebabkan oleh
kekurangmengertian
manusia
akan
keterbatasan
dirinya
sendiri.
Ketidakmampuan untuk melawan keterbatasan inilah yang dapat menimbulkan rasa bersalah, gelisah, konflik dan frustasi yang merupakan tipe-tipe dasar stres (Anoraga, 2005). Pengukuran stres pada penelitian ini dilakukan dengan kuesioner yang berisi 75 indikator dari gejala-gejala stres kerja yang diisi langsung oleh pekerja dan didampingi oleh peneliti. Kemudian, hasil dapat dilihat dari skor yang diperoleh, semakin tinggi skor yang diperoleh pekerja maka semakin parah dan semakin banyak gejala-gejala yang dialami dan semakin berat tingkat stres yang diderita oleh pekerja.
109
Pada hasil penelitian yang dilakukan terhadap 82 pekerja pembuatan offshore pipeline and mooring tower proyek Banyu Urip didapatkan hasil bahwa sebagian besar pekerja mengalami stres kerja ringan . Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Urianti (2000) Pada Pekerja di pabrik tabung elpiji pabrikasi-UPPDN III Pertamina Tanjung Priok yaitu pekerja lebih cenderung mengalami stres kerja ringan sebesar 65,5 %, begitu pula dengan penelitian yang dilakukan oleh Febriyanthi (1995) Pada Pekerja divisi Fabrikasi PT. IPTN Bandung yang mengatakan bahwa pekerja lebih banyak mengalami stres kerja ringan yaitu sebesar 69,4%. Hal ini menunjukan bahwa pekerja dengan segala tanggung jawab yang dibebankan memiliki potensi untuk mengalami stres kerja, yang dapat dilihat dari adanya perubahan yang dirasakan baik secara fisik, psikologis maupun perilaku. Begitu pula dengan pekerja pembuatan offshore pipeline and mooring tower proyek banyu urip, dengan adanya kebisingan diarea kerja yang dapat mempengaruhi emosi pekerja memiliki kemungkinan besar untuk terjadinya stres kerja dan berdasarkan dokumen perusahaan yang ada dimana prosedur yang tertulis telah menjelaskan masing-masing pekerjaan yang harus dilakukan pekerja, mereka dituntut untuk kerja secara cepat dan tepat untuk mencapai target produksi, sehingga dengan adanya tekanan dari perusahaan kemungkinan besar dapat mempengaruhi gejala psikologis, fisik dan perilaku pekerja jika pekerja tidak mampu mengatasinya secara dini. Meskipun pekerja di proyek
110
Banyu Urip sebagian besar mengalami stres ringan namun jika tidak mendapatkan penanganan yang tepat oleh pihak perusahaan maka akan berdampak lebih serius. Dampak dari stres di tempat kerja memiliki konsekuensi serius tidak hanya bagi pekerja tetapi juga untuk produktivitas perusahaan. Kinerja pekerja, tingkat penyakit, absensi yang tinggi, kecelakaan dan turnover karyawan semuanya dipengaruhi oleh status kesehatan mental karyawan (ILO, 2000 dalam Munandar 2008). Pencegahan dan pengendalian stres dapat dilakukan dengan cara mudah sehingga dapat mengurangi tingkat stres pada pekerja proyek Banyu Urip. Menurut penelitian, stres yang berhubungan dengan pekerja selalu dimulai sejak pagi hari. Oleh karena itu, sebaiknya pekerja menyediakan waktu rileks sebelum berangkat kerja seperti menarik napas dalam-dalam lalu hembuskan secara perlahan. Teknik yang mudah dan tidak membutuhkan waktu lama sehingga pekerja tidak khawatir akan terlambat dan juga pekerja harus menerapkan pola hidup sehat, meskipun perusahaan tidak menyiapkan makan untuk pekerja sebaiknya pekerja tetap memperhatikan asupan yang dikonsumsi karena makan yang sehat merupakan kunci untuk terhindar dari gejala stres. Serta pekerja harus menanamkan pemikiran bahwa “pekerjaan bukan segalanya” oleh karena itu, menurut Dr. Ciaramicolli dalam Novianti (2011) setelah bekerja pekerja sebaiknya melakukan kegiatan yang membuat bahagia seperti rekreasi bersama keluarga atau kegiatan apapun yang dapat menenangkan pikiran dan fisik pekerja
111
sehingga gejala-gejala dari stres dapat berkurang dan pekerja terbebas dari stres kerja. 6.3 Usia Menurut Cooper usia merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi stres kerja (Munandar, 2008). Ada beberapa jenis pekerjaan yang sangat berpengaruh dengan usia, terutama yang berhubungan dengan sistem indera dan kekuatan fisik. Berdasarkan hasil uji statistik yang dilakukan terhadap 82 pekerja menunjukan bahwa ada hubungan yang bermakna antara usia dengan stres kerja pada pekerja pembuatan offshore pipeline and mooring tower Proyek Banyu Urip di PT. Rekayasa Industri, Serang-Banten tahun 2013 (tabel 5.10). Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Siboro (2008) yang meneliti stres kerja di lembaga permasyarakaan kelas IIB Lubuk Pakam tahun 2008 yang menyatakan bahwa pekerja yang berumur lebih tua lebih rentan mengalami stres kerja karena akan mengalami penurunan kekuatan otot yang berdampak terhadap kelelahan dalam melakukan pekerjaannya. Hal ini karena pada kelompok umur ini secara alamiah semakin lanjut usia semakin menurun kondisi fisiknya atau fungsi organ tubuh sudah mulai menurun sehingga beban kerja tidak sanggup dilaksanakan dengan baik. Hal ini disebabkan karena usia dapat mempengaruhi kondisi tubuh seseorang. Hal ini sejalan dengan Levi
112
(1984) dalam Hidayat (2012) menyatakan bahwa, pekerja yang berusia lanjut akan mengalami penurunan kemampuan fisik sehingga tidak lagi dapat mengerjakan pekerjaan-pekerjaan dengan beban kerja yang lebih berat dan mereka sering merasakan gejala-gejala stres seperti: badan letih, lemah, dan tidak bertenaga serta akan mengalami kemunduran pada jaringan tubuh seperti jaringan otak menyusut karena atropi, jaringan paru menjadi kurang elastik, jantung mulai melemah, gerakan yang sering kurang kuat dan kurang terkoordinasi (Rustika, 1997 dalam Hidayat 2012). Sedangkan, dalam penelitian ini pekerja yang berusia muda sebagian besar mengalami stres ringan. Hal ini disebabkan karena mereka masuk pada kelompok usia produktif dimana sistem tubuh mereka masih stabil dan mantap dalam mengambil keputusan serta merasa punya tanggung jawab sehingga bekerja secara bersungguh-sungguh dan mereka masih sanggup melakukan pekerjaan berat dan biasanya memiliki penglihatan dan pendengaran yang lebih tajam, gerakan yang lebih lincah dan daya tahan tubuh yang kuat. Berdasarkan hasil tersebut, pekerja yang berusia lanjut yang lebih rentan terhadap stres berat disarankan untuk dapat mengelola jenis pekerjaannya. Jika memang sudah merasa lelah dan jenuh diharapkan untuk dapat menghentikan pekerjaannya dahulu untuk mencari kegiatan yang dapat membuat bahagia. Hal ini dikarenakan agar pekerja dapat mengurangi rasa jenuh yang dialami sehingga dapat menghindari dari ancaman stres.
113
6.4 Masa Kerja Menurut Munandar (2008), masa kerja baik sebentar maupun lama dapat menjadi pemicu terjadinya stres dan diperberat dengan adanya beban kerja yang besar. Namun, masa kerja yang lama dengan rutinitas yang monoton sehingga dapat menimbulkan kebosanan dan juga disertai dengan lingkungan kerja yang terbatas hal tersebut dapat menyebabkan pekerja merasa jenuh. Sedangkan menurut Wantoro (1999) mengatakan bahwa pekerja dengan masa kerja yang lama, lebih memiliki pengalaman yang luas, kematangan dalam berfikir dan bertindak, sehingga dapat bersikap lebih bijaksana karena telah memiliki pengalaman dalam pekerjaannya. Dengan kata lain mereka telah memiliki kemampuan untuk mengatasi segala situasi dalam pekerjaannya, lebih mampu menyesuaikan diri terhadap perubahan-perubahan disekitarnya dan adanya kesempatan untuk pengembangan kemampuan dan keterampilan sehingga terhindar dari stres. Pada hasil penelitian yang dilakukan terhadap 82 pekerja berdasarkan analisis menggunakan uji kruskal wallis menunjukan bahwa ada hubungan yang bermakna antara masa kerja dengan stres kerja pada pekerja pembuatan offshore pipeline and mooring tower proyek Banyu Urip di PT. Rekayasan Industri, Serang-Banten tahun 2013 (tabel 5.11).
114
Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Siboro (2008) yang meneliti stres kerja di lembaga permasyarakaan kelas IIB Lubuk Pakam tahun 2008 yang menyatakan bahwa semakin lama masa kerja seseorang maka semakin tinggi kemungkinan terjadimya stres dalam pekerjaannya. Hal ini dapat terjadi karena pekerja yang sudah mempunyai masa kerja yang lama dapat menimbulkan
kejenuhan sehingga membuat bosan dan lama kelamaan
mengalami stres secara tidak disadari oleh pegawai tersebut. Dari analisis ini dapat diketahui bahwa semakin lama masa kerja seseorang maka semakin stres di dalam pekerjaannya. Menurut Schultz (1982), kebosanan merupakan komponen psikologis lingkungan kerja yang timbul akibat menghadapi pekerjaan yang berulang-ulang, monoton dan tidak menyenangkan. Adanya hubungan antara masa kerja dengan stres kerja pada pekerja pembuatan offshore pipeline and mooring tower proyek banyu urip karena proyek ini memiliki beban kerja yang berat, dimana memiliki tekanan dalam setiap kegiatan kerjanya, karena jika perusahaan mengejar target penyelesaian maka diwajibkan bagi pekerja untuk lembur dan menyelesaikan pekerjaannya. Hal demikian, sangat berbahaya dan memiliki potensi terjadinya kecelakaan, karena jika pekerja sudah merasa jenuh atau bosan dikhawatirkan mereka tidak konsentrasi dalam melakukan pekerjaannya. Terlebih lagi untuk pekerja yang baru mereka harus beradaptasi dengan lingkungan pekerjaan yang mengharuskan mereka bekerja dengan target. Begitu pula dengan pekerja dengan masa kerja
115
yang lama, mereka harus berusaha untuk mengcegah terjadinya kejenuhan selama bekerja yang berisiko untuk terjadinya stres meski tidak mereka sadari. Menurut Tarwaka (2013) setiap orang memiliki kemampuan beban kerja yang berbeda, sehingga jika pekerja dibebankan suatu pekerjaan yang tidak sesuai dengan kamampuan dan kapasitasnya dan merasa tidak sanggup maka tidak memerlukan masa kerja lama pekerja akan merasa stres dalam pekerjaannya. Oleh karena itu, diharapkan untuk perusahaan agar mampu memberdayakan
sumber
daya
manusia
melalu
program-program
yang
merangsang kreativitas, motivasi, sifat percaya diri serta kesetiaan pekerja sehingga pekerja tidak merasa jenuh dapat melaksanakan pekerjaan dengan baik dan terhindar dari ancaman stres kerja. 6.5 Pendidikan Pendidikan mempengaruhi seseorang dalam cara berpikir dan bertindak dalam menghadapi pekerjaan. Indonesia sebagian besar adalah tenaga pelaksana yang berada dalam keadaan sosial ekonomi lemah, yang disebabkan antara lain rendahnya tingkat pendidikan dan keterampilan yang dimiliki. Pekerja dengan dasar pendidikan dan ketrampilan yang sangat terbatas serta kondisi kesehatan yang buruk cenderung akan menurunkan produktivitas (Budiono dkk, 2003). Berdasarkan hasil uji statistik yang dilakukan terhadap 82 pekerja pembuatan offshore pipeline and mooring tower didapatkan bahwa lebih banyak
116
pekerja dengan pendidikan menengah sebesar 63,4% (tabel 5.4). Dalam analisis dengan uji chi-square dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara pendidikan dengan stres kerja. Dan pengkategorian tingkat pendidikan digabung kembali menjadi dua katergori yaitu pendidikan tinggi dan pendidikan dasar dikarenakan jika tidak dilakukan penggabungan maka hasil uji statistik yang diperoleh tidak baik. Sehingga diperoleh bahwa pekerja dengan tingkat pendidikan tinggi dan pendidikan dasar sebagian besar mengalami stres ringan. Namun, pekerja dengan pendidikan dasar memiliki risiko lebih besar untuk mengalami stres berat. Hasil ini sesuai dengan Febriyanthi (1995) yang melakukan penelitian pada pekerja divisi Fabrikasi PT IPTN Bandung yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara pendidikan dengan stres kerja. Berdasarkan hasil observasi dilapangan seluruh jenis pekerjaan yang dilakukan lebih banyak menggunakan tenaga dan keahlian sehingga perusahaan tidak memerlukan kriteria khusus dalam pengrekrutan pekerja. Sehingga tanpa pendidikan tinggi jika pekerja sudah memiliki pengalaman dapat melakukan pekerjaan proyek maka tidak akan menjadi masalah, terlebih lagi jika pekerja sudah mendapatkan kesempatan pelatihan yang diberikan oleh perusahaan. Sebagian besar pekerja adalah lulusan SMA disebabkan karena pekerjaan seperti ini lebih mengandalkan kekuatan fisik, sehingga jika pekerja memiliki kemampuan fisik yang baik maka pekerja dapat bekerja meskipun tidak memiliki keahlian khusus dalam bidang tertentu namun mereka dapat mempelajarinya
117
seiring berjalannya waktu karena perusahaan akan mengadakan pelatihanpelatihan untuk menambah pengetahuan dan kemampuan pekerja. 6.6 Status Perkawinan Status perkawinan dapat berpengaruh terhadap produktivitas kerja namun, belum banyak studi untuk mendapatkan kesimpulan mengenai dampak status perkawinan terhadap produktivitas. Menurut Robbins (1998) pekerja yang telah menikah lebih kecil absensinya dan lebih puas dengan pekerjaannya daripada pekerja yang belum menikah. Dan memiliki hubungan perkawinan yang baik akan membantu untuk mencegah atau mengurangi stres kerja. Berdasarkan hasil uji statistik yang dilakukan terhadap 82 pekerja pembuatan offshore pipeline and mooring tower didapatkan bahwa pekerja yang memiliki status menikah lebih banyak kemungkinan disebabkan karena pekerja beranggapan menikah merupakan kewajiban bagi setiap orang yang dirasa sudah mampu menjalankannya, pekerja pun akan mendapatkan kenyamanan dan ketenangan selama bekerja karena akan mendapatkan dukungan dari istri dan keluarga. Dan berdasarkan hasil uji chi-square dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara status perkawinan dengan stres kerja pada pekerja pembuatan offshore pipeline and mooring tower PT. rekayasa industri, Serang-Banten tahun 2013. Dalam analisis uji chi-square variabel dependent yaitu stres kerja dibagi menjadi dua kategori menjadi tidak mengalami stres dan
118
mengalami stres dikarenakan jika tetap menggunakan tiga hasil ukur maka hasil yang diperoleh menurut statistik tidak baik. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Soebekti (2004) yang meneliti stres kerja pada pekerja di perusahaan BP Indonesia yang bergerak dibidang minyak dan gas. Dalam hal ini perlu dipertimbangan bahwa kehidupan pribadi dengan keluarga yang berjalan baik dan harmonis akan menghasilkan situasi dan kondisi yang dapat mengurang dan mencegah terjadinya stres pada pekerja yang telah seharian bekerja dengan tekanan-tekanan dari berbagai pihak ditempat kerja. Sehingga dalam penelitian ini tidak didapatkan hubungan yang bermakna antara status perkawinan dengan stres kerja karena pekerja masih dapat bertemu dengan istri dan keluarganya sehingga pekerja dapat melepaskan beban kejenuhan saat dirumah dengan bermain bersama keluarga dan kemungkinan besar baik pekerja yang sudah menikah maupun yang belum menikah selalu mendapatkan motivasi dari istri maupun keluarganya sehingga status perkawinan atau hubungan keluarga yang baik mampu mengatasi stres kerja pada pekerja. 6.7 Rutinitas Rutinitas
adalah
pekerjaan
rutin
yang
berulang-ulang
sehingga
menimbulkan kejenuhan karena bersifat monoton (Munandar, 2008). Pekerjaan monoton adalah suatu pekerjaan yang berhubungan dengan hal yang sama dalam
119
periode atau waktu tertentu dalam jangka waktu yang lama dan biasanya dilakukan oleh suatu produksi yang besar (Budiono dkk, 2003). Berdasarkan hasil uji statistik yang dilakukan terhadap 82 pekerja pembuatan offshore pipeline and mooring tower didapatkan bahwa pekerja yang memiliki rutinitas monoton lebih banyak dibanding dengan pekerja yang tidak memiliki rutinitas monoton. (tabel 5.6). Berdasarkan hasil analisis uji chi-square dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara rutinitas dengan stres kerja pada pekerja pembuatan offshore pipeline and mooring tower PT. rekayasa industri, Serang-Banten tahun 2013. Tidak adanya hubungan yang bermakna antara rutinitas dengan stres kerja dapat disebabkan karena stressor yang sama dapat dipersepsikan secara berbeda, yaitu dapat sebagai peristiwa yang positif dan tidak berbahaya, atau menjadi peristiwa yang negatif,
berbahaya dan mengancam (Selye, 1956 dalam
(Widyasari, 2005). Penilaian kognitif individu dalam hal ini sangat menentukan apakah stressor itu dapat berakibat positif atau negatif. Penilaian kognitif tersebut sangat berpengaruh terhadap respon yang akan muncul (Selye, 1956 dalam (Widyasari, 2005). Menurut Hans Selye dalam Munandar (2008) jenis stres dibagi menjadi dua, yaitu eustres dan distress. Eustres merupakan stres yang bersifat positif, stres ini memacu dan mendorong individu untuk memenuhi ambisi-ambisinya,
120
karena sebagian orang akan tergerak dengan adanya dorongan atau rangsangan. Oleh karena itu, meskipun rutinitas dirasakan monoton oleh sebagian besar pekerja proyek Banyu Urip namun nyatanya tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan stres kerja hal ini dimungkinkan karena pekerja sudah terbiasa dengan kondisi ditempat kerja dan meskipun bersifat monoton namun pekerja selalu bisa mengatasinya dan pekerja selalu mendapatkan motivasi baik dari perusahaan, rekan kerja maupun keluarga sehingga secara tidak sadar motivasi tersebut dapat menghilangkan rasa jenuh pada pekerja saat bekerja. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Situngkir (2004) pada pekerja di departemen operasi PT. Badak NGL Bontang Kalimantan Timur. Meskipun sebagian pekerja mengatakan rutinitas yang mereka lakukan membosankan atau monoton namun variabel rutinitas tidak mempengaruhi stres kerja di perusahaan ini, sebab motivasi pekerjanya sudah baik, hal ini sudah sesuai dengan yang dipaparkan oleh Anoraga (1998) bahwa seseorang yang bermotivasi tinggi akan kurang rasa kebosanannya dibandingkan orang lain yang bermotivasi rendah. 6.8 Hubungan Interpersonal Hubungan interpersonal yang baik idealnya terjalin diantara semua level pekerja, baik dengan atasan, staf maupun pekerja dengan level yang sama. Hubungan interpersonal didalam pekerjaan dan dukungan sosial dari rekan kerja,
121
atasan maupun anggota memiliki keterkaitan dengan stres kerja (cooper dan Davidson, 1987). Hubungan yang buruk ditempat kerja dapat menimbulkan ketidakjelasan peran sehingga dapat menimbulkan ketegangan psikologis serta menimbulkan ketidakpuasan ditempat kerja. Hubungan interpersonal ditempat kerja berhubungan erat dengan kesehatan pada pekerja dan lingkungan kerja itu sendiri. Hubungan interpersonal yang baik tidak hanya berguna untuk menunjang profesionalisme dalam pekerjaan tetapi juga mencegah terjadinya stres kerja. Menurut Munandar (2001) menjalankan hidup dengan orang lain merupakan salah satu aspek kehidupan yang penuh stres. Hubungan yang baik antara anggota dari satu kelompok kerja dianggap sebagai faktor utama dalam kesehatan individu dan organisasi. Hubungan kerja yang tidak baik terungkap dalam gejala-gejala adanya kepercayaan yang rendah, taraf pemberian dukungan yang rendah dan minat yang rendah dalam pemecahan masalah dalam berorganisasi.
Ketidakpercayaan yang tinggi mengarah ke komunikasi antar
pribadi yang tidak sesuai antara para tenaga kerja dan ketegangan psikologikal dalam bentuk kepuasan pekerjaan yang rendah, penurunan dari kondisi kesehatan dan rasa diancam oleh atasan dan rekan-rekan kerjanya. Berdasarkan hasil uji statistik yang dilakukan terhadap 82 pekerja pembuatan offshore pipeline and mooring tower didapatkan bahwa pekerja yang memiliki hubungan interpersonal buruk lebih besar untuk mengalami stres berat. Sedangkan untuk hubungan interpersonal baik memiliki nilai yang sama besar
122
antara yang mengalami stres dan tidak mengalami stres (tabel 5.7). dan berdasarkan hasil analisis uji chi-square dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara hubungan interpersonal dengan stres kerja pada pekerja pembuatan offshore pipeline and mooring tower PT. rekayasa industri, Serang-Banten tahun 2013. Dalam analisis uji tersebut stres dibagi menjadi dua kategori menjadi tidak mengalami stres dan mengalami stres dikarenakan jika tetap menggunakan tiga hasil ukur maka hasil yang diperoleh menurut statistik tidak baik. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Situngkir (2004) pada pekerja di departemen operasi PT. Badak NGL Bontang Kalimantan Timur. sebagian besar pekerja memiliki hubungan interpersonal yang baik, oleh sebab itu tidak ada hubungan yang bermakna antara hubungan interpersonal dengan stres kerja. Tidak ada hubungan yang bermakna antara hubungan interpersonal pekerja proyek Banyu Urip dengan stres kerja kemungkinan besar disebabkan karena pekerja sudah memiliki hubungan interpersonal yang baik dengan atasan maupun sesama rekan kerja, dan menurut hasil wawancara pekerja pun juga memiliki hubungan yang baik dengan kelompok diluar pekerjaan sehingga pekerja lebih bisa mengurangi stres kerja yang berasal dari hubungan interpersonal.
123
6.9 Kebisingan Suara bising selain dapat menimbulkan gangguan sementara atau tetap pada alat pendengaran juga dapat merupakan sumber stres yang menyebabkan peningkatan
dari
kesiagaan
dan
ketidakseimbangan
psikologis
pekerja
(Munandar, 2008). Berdasarkan hasil uji statistik yang dilakukan terhadap 82 pekerja pembuatan offshore pipeline and mooring tower didapatkan bahwa pekerja yang terpapar bising dan tidak terpapar bising cenderung mengalami stres ringan (tabel 5.4). Namun, pekerja yang terpapar kebisisngan lebih berisiko untuk mengalami stres berat. Dan berdasarkan hasil analisis menggunakan uji chi-square dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara kebisingan dengan stres kerja. Selain itu, variabel kebisingan merupakan variabel yang signifikan atau dominan terhadap stres kerja pada pekerja pembuatan offshore pipeline and mooring tower proyek banyu urip PT Rekayasa Industri, Serang-Banten tahun 2013. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Khairat (2008) pada karyawan produksi PT. Mataram Tunggal Garment Yogyakarta. Tingkat kebisingan di bagian tenun ini mempunyai tingkat kebisingan pada shift pagi yaitu 99.06 dB. Kebisingan yang cukup tinggi ini merupakan penyebab stres di dalam lingkungan kerja. Tingkat kebisingan yang melebihi nilai ambang batas di
124
tempat kerja dapat menyebabkan gangguan pendengaran, gangguan konsentrasi dalam bekerja, penyakit psikosomatik antara lain berupa gastritis, dan stres. Hal ini sesuai dengan pendapat Arifiani (2004) yang menjelaskan bahwa bising menyebabkan gangguan pada tenaga kerja seperti gangguan fisiologis, gangguan psikologis, gangguan komunikasi dan ketulian. Disisi lain kebisingan juga dapat menyebabkan gangguan terhadap kemampuan kerja akibat rangsangan terus menerus pada susunan saraf pusat. Suara yang asing, interupsi suara yang berulang ulang dan suara melebihi nilai ambang batas adalah beberapa keadaan kebisingan yang dapat memepengaruhi kemampuan bekerja. Adanya hubungan yang bermakana antara kebisingan dengan stres kerja di proyek Banyu Urip disebabkan karena dilingkungan kerja dekat dengan pekerja terdapat mesin-mesin yang selalu beroperasi yang menghasilkan suara bising seperti mesin gerindra, mesin las, mesin kompresor dan sebagainya. Berdasarkan hasil wawancara dengan pekerja proyek Banyu Urip suara bising yang diterima menyebabkan pekerja cepat merasa lelah, pusing dan kurang nyaman dalam bekerja serta mengalami peningkatan dalam emosi karena merasa kesulitan dalam berkomunikasi dengan pekerja lainya . Faktor ini adalah tandatanda pekerja mengalami stres kerja. Meskipun perusahaan telah memberikan alat pelindung telinga (APT) berupa earplug kepada para pekerja. Namun, langkah ini belum sepenuhnya maksimal karena masih banyak dari pekerja yang tidak menghiraukan imbauan
125
untuk menggunakan earplug selama bekerja dan tidak sedikit pekerja yang mengeluhkan bahwa earplug yang dimiliki sudah rusak karena tidak ada pergantian APT dari perusahaan dalam kurun waktu yang lama, meskipun pekerja sudah memintanya. Oleh karena itu, diharapkan untuk perusahaan untuk memberikan pekerja earplug dan menggantinya jika earplug sudah dalam kondisi rusak, serta memberikan pelatihan kepada pekerja terkait bagaimana menggunakan earplug yang sesuai dan memastikan pekerja sudah menggunakannya dengan benar dan tepat. Serta tidak bosan untuk mengimbau pekerja untuk selalu menggunakan APT jika bekerja di lingkungan yang bising. Dan diharapkan pekerja dapat menaati dan mengikuti seluruh prosedur kerja yang telah ditetapkan oleh perusahaan, agar terhindar dari bahaya keselamatan dan kesehatan kerja. 6.10 Tekanan Panas Menurut Suma’mur (2009) tekanan panas dapat mempengaruhi daya kerja, produktivitas, efektivitas dan efisiensi kerja. Selain itu tekanan panas juga sangat berpengaruh pada kinerja sumber daya manusia, serta lingkungan yang ekstrim (panas) memiliki efek yang signifikan pada kapasitas kerja (Bridger, 2003).Tekanan panas merupakan hasil perpaduan antara suhu, kelembaban, kecepatan gerakan udara dan panas radiasi dengan tingkat pengeluaran panas dari tubuh pekerja sebagai akibat pekerjaannya.
126
Berdasarkan hasil uji statistik yang dilakukan terhadap 82 pekerja pembuatan offshore pipeline and mooring tower didapatkan bahwa pekerja yang terpapar panas cenderung untuk mengalami stres ringan. Sedangkan pekerja yang tidak terpapar panas cenderung mengalami stres berat (tabel 5.4). sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara tekanan panas dengan stres kerja pada pekerja pembuatan offshore pipeline and mooring tower PT. rekayasa industri, Serang-Banten tahun 2013. Hal ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Susilo (2012) pada pekerja di PT. Indo Bali kecamatan Negara kabupaten Jimbaran, Bali yang mengatakan bahwa faktor lingkungan fisik khususnya tekanan panas sangat mempengaruhi terjadinya stres kerja. Berdasarkan hasil observasi dilapangan, pekerja melakukan pekerjaan diberbagai titik sehingga setiap perkerja menerima paparan tekanan panas yang berbeda-beda. Tekanan panas dihitung menggunakan Heat Stress Monitor Questemp 34. Selain itu, pengukuran tekanan panas juga melihat beban kerja dan waktu kerja pekerja. Berdasarkan hasil perhitungan beban kerja sebagian besar pekerja memiliki beban kerja ringan dengan waktu kerja selama 8 jam yang sesuai dengan Hiperkes . Selain itu, pada open area fabrication terdapat tempat istirahat sementara untuk pekerja yang memiliki penutup atapnya sehingga jika pekerja telah selesai melakukan pekerjaannya dan menunggu untuk pekerjaan selanjutnya banyak dari pekerja yang beristirahat ditempat tersebut karena selain
127
untuk berteduh dan istirahat mereka juga dapat terhindar dari paparan panas yang berasal dari matahari langsung. Berbeda dengan pekerja yang bekerja diarea workshop, area workshop merupakan area kerja yang besar yang memiliki atap yang terbuat dari rangka baja ringan galvanis yaitu rangka baja yang dilapisi oleh cairan anti karat/ korosif. Walaupun tersedianya atap namun tidak dapat dipungkiri bahwa pekerja tetap menerima paparan panas dari matahari langsung yang terserap melalui atap baja meskipun demikian, pihak perusahaan telah menyediakan air minum untuk dikonsumsi pekerja agar terhindar dari dehidrasi dan kelelahan. Oleh karena itu, meskipun pekerja yang berada diarea workshop maupun yang berada di open area fabrication tidak dapat terhindar dari paparan panas matahari langsung. Namun, perusahaan sudah memberikan pencegahan dini agar dampak paparan tekanan panas tidak memperburuk keadaan pekerja Karena jika keadaan ini terjadi berlarut-larut dapat menyebabkan pekerja tidak mampu bekerja dengan baik karena menurunnya gairah bekerja atau bila terpaksa bekerja maka dapat mengakibatkan stres (Munandar,2004).
BAB VII PENUTUP
7.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Dari 82 responden yang bekerja di proyek Banyu Urip, sebagian besar mengalami stres kerja ringan. 2. Hubungan antara individual arena dan Work Arena dengan stres kerja pada pekerja pembuatan offshore pipeline and mooring tower proyek banyu urip di PT. Rekayasa Industri, Serang-Banten Tahun 2013., yaitu: a. Ada hubungan yang bermakna antara usia, masa kerja dan kebisingan dengan stres kerja. b. Tidak ada hubungan yang bermakna antara pendidikan, status perkawinan, rutinitas, hubungan interpersonal dan tekanan panas dengan stres kerja. c. Faktor paling dominan berpengaruh terhadap stres kerja pada individual arena adalah usia. d. Faktor paling dominan berpengaruh terdadap stres kerja pada work arena adalah kebisingan.
128
129
7.2 Saran 7.2.1 Bagi Perusahaan a. Diharapkan perusahaan dapat mempertimbangkan jenis pekerjaan dan tidak memberikan tugas yang berlebihan pada pekerja yang telah memiliki usia diatas 40 tahun. b. Pekerjaan yang berulang – ulang dan dilakukan dalam masa kerja yang lama dapat mengakibatkan kondisi dan kualitas pekerja menurun. Sebaiknya pihak perusahaan dapat memberdayakan sumber daya manusia melalui program-program yang merangsang kreativitas, motivasi, sifat percaya diri serta kesetiaan pekerja sehingga pekerja tidaak merasa jenuh dan dapat melaksanakan pekerjaan dengan maksimal. c. Kebisingan merupakan suatu keadaan yang berbahaya jika seseorang terpapar terus menerus dalam jangka waktu yang lama, namun kenyatannya banyak
pekerja
yang
tidak
menyadari
paparan
tersebut
karena
menganggapnya sebagai suatu kondisi yang biasa. Oleh karena itu, diharapkan bagi perusahaan untuk memberikan pekerja earplug dan menggantinya secara rutin karena banyak dari pekerja yang mengeluhkan earplug sudah rusak serta memberikan pelatihan kepada pekerja cara bagaimana menggunakan earplug yang sesuai dan tepat dan memastikan pekerja sudah menggunakannya dengan benar dan tepat.
130
7.2.2 Bagi Pekerja a. Diharapkan para pekerja yang berumur lebih dari 40 tahun dan masa kerja yang lebih dari 11 tahun agar mampu beradaptasi dengan lingkungan kerja serta meningkatkan motivasi agar memiliki pandangan bahwa bekerja merupakan suatu kegiatan yang menyenangkan bukan sebagai beban untuk menghidupkan keluarga. Sehingga dengan adanya pemikiran tersebut diharapkan pekerja akan memiliki semangat dan hubungan yang baik ditempat kerja sehingga dapat terhindar dari stres kerja. b. Pekerja diharapkan dapat menaati dan mengikuti seluruh prosedur kerja yang telah ditetapkan oleh perusahaan dengan baik, agar terhindar dari bahaya keselamatan dan kesehatan kerja khususnya stres kerja. 7.2.3 Bagi peneliti lain a. Diharapkan bagi peneliti selanjutnya agar memasukan variabel-variabel lainnya yang diduga memiliki hubungan dengan stres kerja yang tidak diteliti dalam penelitian ini dan memasukan seluruh populasi sebagai sampel, agar hasil yang diperoleh akurat.
DAFTAR PUSTAKA
Achmadi, Umar Fahmi. 1990. Usaha Kesehatan Kerja Sektor Informal Di Indonesia. Cetakan Ke-2. Departemen Kesehatan RI Adas, Agus Muchammad. 2006. Kajian Hubungan Faktor Risiko Psikososial Kerja Dengan Stres Kerja Pada Pekerja Minyak Dan Gas Bumi Lepas Pantai Di Pulau Pabelokan PT. X Tahun 2006. Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia. Airmayanti, Diah. 2010. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Stres Kerja Pada Pekerja Bagian Produksi PT. ISM Bogasari Flour Mills Tbk Tanjung Priok Jakarta Utara Tahun 2009. Skripsi Fakultas Kedokteran dan Ilmu kesehatan. UIN Jakarta. Amran, Yuli. 2012. Pengolahan dan analisis data statistic dibidang kesehatan. Ciputat : FKIK UIN Jakarta. Anonim. 2013. “Bangun Rumah? Pakai Jasa Kontraktor Atau Pemborong”. Diakses pada tanggal 14 mei 2013 dari www.bangunrumahelegan.com. Anoraga, P. 2005. Psikologi Kerja. Cetakan ke 3. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Arifiani, N., “Pengaruh Kebisingan Terhadap Kesehatan Tenaga Kerja”, Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004, Subdepartemen Kedokteran Okupasi, Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta. 2004. Bida, Putu. 1995. Hubungan Faktor Instrinsik Dalam Pekerjaan Dan Faktor Rumah Tangga Dengan Stres Kerja Pada Karyawan Conoco Dan Kontraktor Di Block B Kepulauan Natuna. Tesis. Program Magister Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia. Budiono dkk, 2003. Kelelahan (fatique) pada tenaga kerja. Bunga Rampai Hiperkes dan keselamatan kerja edisi ke-2. Semarang: Universitas Diponegoro Bridger, R.S. 2003. Introduction to ergonomic 2nd edition. New York : Taylor & Francis Inc. Cooper, Cary dan Marlyn Davidson. 1987. Source Of Stress At Work And Their Relation To Stressors In Non Working Environment. Dalam: World Health
Organization. Psycholsosial Factors At Work And Their Relation To Health. Geneva : world health organization (WHO). Christina, Wieke Yuni, Ludfi Djakfar dan Armanu Thoyib. 2012. Pengaruh Budaya Keselamatan Dan Kesehatan Kerja (K3) Terhadap Kinerja Proyek Konstruksi. Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Malang . Jurnal Rekayasa Sipil / Volume 6, No. 1 – 2012 ISSN 1978 – 5658. Dhamayanti, ratna. 2006. Pengaruh konflik keluarga-pekerjaan, Keterlibatan pekerjaan, dan tekanan pekerjaan Terhadap kepuasan kerja karyawan wanita Studi pada nusantara tour & travel Kantor cabang dan kantor pusat semarang. Jurnal studi manajemen & organisasi Volume 3 : Universitas Diponegoro Diahrianty, Marshella. 2006. Gambaran Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Stres Kerja pada Pengemudi Bus Reguler di Pool Cakung II PT Steady Safe Tbk. Jakarta. Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia. European Commission. 1999. Guidance on Work-Releted Stres “Spice of Life-or Kiss of Death?. Employment & Sosial Affair. Jurnal. Evayanti. 2003. Gambaran Keluhan Stres Kerja pada Pengemudi Bus Kota PPD, Jakarta Tahun 2002. Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia. Ervianto, W. I. 2005. Manajemen Proyek Konstruksi. Andi, Yogyakarta. Febriyanthi, Krisanthi Yudewi. 1995. Gambaran dan identifikasi faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian stres kerja pada pekerja divisi FABRIKASI pt iptn Bandung tahun 1995. Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia. Gautama, Dewandra. 2008. Studi stress kerja perawat di RS. X. Jakarta. Tesis. Jakarta: UI Gitalia. Budhi Utami.2009. Faktor- Faktor yang berhubungan dengan Kejadian stress kerja pada perawat instalasi Rawat Inap B RS. Pelni Petamburan. Skripsi. Jakarta: UIN Hawari, Dadang. 2001. Manajemen Stres, Cemas Dan Depresi. Jakarta: FK UI Handoyo, Seger, 2001. Stres pada Masyarakat Surabaya. Jurnal Insan Media Psikologi.Surabaya : Fakultas Psikologi Universitas Airlangga.
Hanson, Glen & venturelli, peter J. 1995. Drug and Society 4th edition. United state: Jonas&Bartlett Publisher. Inc. Health & Safety Executive of U. K., 2005. Health and Safety Statistic 2004/2005. Pada tanggal 15 April 2013 Dari http://www.hse.gov.uk/statistics/overall/hssh0607.pdf Herawati, Neny. 2006. Study Stres Kerja Para Dokter di Poliklinik PT X tahun 2006. Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat Hidayat, Firman. 2012. Hubungan Antara Karakteristik Pekerja, Kondisi Pekerjaan dan Lingkungan Kerja Dengan Stres Kerja Pada Pengemudi Mini Bus Di Terminal Kampung Rambutan Jakarta Tahun 2013. Skripsi Fakultas Kedokteran dan Ilmu kesehatan. UIN Jakarta. Hoetomo. 2005. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Surabaya: Mitra Pelajar. Holt, Allan, St John. 2006. Principle Of Construction Safety. Britain : Blackwell Science Ltd. Ivancevich, J.M. & M.T. Matteson. 1980. Stress At Work. Glenview, illnois : scott Foresman. Kenyon college. 2001. Indikator stres kerja diakses dari http://bfec.Kenyon.edu/HealthKenyon/strespsymptoms.pdf. pada tanggal 29 April 2013. Kadin. 2002. Industri Jasa Konstruksi di Indonesia. Kompartemen Jasa Konstruksi, Konsultasi, Real Estate dan Teknologi Tinggi. Jakarta: Kadin Indonesia. Kahn, R.L., D.M. Wolfe, R.P. Quinn, J.D. Snoek &R.A. Roesenthal.1964. Organizational Stress: Studied In Role Conflict and Ambiguity. Chichester : John Wiley. Karoley, Paul. 1985. Measurment Strategis In Health Psycology. Psycology Press: New Jersey. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 1405 Tahun 2002 Tentang Persyaratan Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri. Khairat, Fakhrida. 2008. Pengaruh Faktor Fisik dan Individual Terhadap Terjadinya Stres Kerja Pada Karyawan Produksi PT Mataram Tunggal Garment Sleman Yogyakarta. Skripsi : UGM
Konz. 1998. Work/rest: part 1guidelines for the practitioner. International journal of industrial ergonomic. Kroemer, KHA dan Granjean, E. 1997. Fitting The Task To The Human: A Textbook Of Occupational Ergonomics 5th Edition. London: Taylor & Francis Kuswadji, S. 1997. Pengaturan tidur pekerja shift. Cermin Dunia Kedokteran No. 116. Lelyana, Margareta. 2003. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Stres Kerja pada Perawat RS. X tahun 2003. Skripsi. Jakarta: UI Lubis, H. S. 2006. Stres Kerja. Modul Kuliah Program Ilmu Kesehatan Masyarakat Kekhusussan Kesehatan Kerja. Muhammad, Adhi Noer. 2004. Gambaran Hubungan Faktor-Faktor Dengan Stres Kerja pada Polisi Lalu Lintas Dikawasan Terminal Kampung Melayu Jakarta 2004. Skripsi. Jakarta: FKM UI. Munandar, Ashar Sunyoto. 2008. Psikologi Industri dan Organisasi. Jakarta: UI Press. Murtiningrum, Afina. 2005. Analisis Pengaruh Konflik Pekerjaan-Keluarga Terhadap Stres Kerja Dengan Dukungan Sosial Sebagai Variabel Moderasi. Tesis. Semarang : Universitas Diponegoro. NIOSH. 1999. Stress at work. USA : center for disease and prevention. National safety council, 2004. Manajemen Stres . EGC. Nawawinetu, Erwin diah & Adriani, Retno. 2007. Stres Akibat Kerja Pada Tenaga Kerja yang Terpapar Bising. Jurnal Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Airlangga. Noer, Muhammad Adhi. 2004. Gambaran Hubungan Faktor-faktor dengan Stres Kerja Pada Polisi Lalu Lintas di Kawasan Terminal Kampung Melayu. Skripsi. Depok: FKMUI. Notoadmodjo, Soekidjo. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : PT. Rineka Cipta
Novianti, Lanny. 2011. Beberapa cara untuk menyiasati stres kerja diakses pada tanggal 29 januari 2013 pukul 21.12 dari http://www.1saran.com/artikel/detail/4. Nugrahani, Sarafino. 2008. Faktor-faktor yang berhubungan dengan stress kerja pada pekerja bagian operasional PT. Gunze Indonesia. Skripsi. UI. Peraturan Menteri Tenaga kerja No 13 tahun 2011 Tentang Nilai Ambang Batas (NAB). Prativi, lugina. 2013. Gambaran Stres Kerja Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Stres Pada Pekerja Di Operasi Dan Produksi PT. Pertamina Geothermal Energy Area Kamojang Tahun 2012. Skripsi Universitas Indonesia. Poppy, Kumala, dkk. 1998. Kamus Kedokteran Dorland, Copy Editor Edisi Bahasa : Dyah Nuswantari, (edisi 25), Jakarta : EGC Project Management Institute. 2008. A Guide To The Project Management Body Of Knowledge Third Edition. Pennsylvania: Project Management Institute Inc. Rini, J. F. 2008. Menyiasati Stres Kerja. Diakses pada tanggal 29 April 2013 dari www.solusisehat.net/tips_kesehatan.php?id=8. Robbins S.P. 2003. Perilaku Organisasi: Konsep, Kontroversi, Aplikasi. Jakarta: PT Prenhalindo Sabri, Luknis dan Hastono, Sutanto Priyo. 2006. Statistik Kesehatan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Santa, Hadi. 2011. Pengaruh Kebisingan, Temperature, Dan Pencahayaan Terhadap performa kerja. Diakses Pada Tanggal 22 April 2013 dari http://teknologi.kompasiana.com. Sarah, Nadhia dewi. 2010. Analisis Faktor Stres Kerja PT. X. SkripSi Universitas Indonesia. Sastrowinoto, Suyatno. 1985.meningkatkan produktivitas dengan ergonomic. Jakarta: PT Pustaka Binaman Pressindo. Schultz Duane & S. Ellen Schultz. 1998. Psychology & Work Today. Prentice Hall. New Jersey.
Schultz, Duane. P dan S. Ellen Schultz. 2006. Psychology and Work Today, An Introduction to Industrial and Organizational Psychology, Ninth Edition. Pearson Prentice Hall: New York. Shofwati, Iting dan Satar, Yuli Prapanca. 2009. Higyene Industri. Jakarta : UIN Press.
Siboro, Tri Sumarni. 2009. Hubungan Kondisi Kerja dan Karakteristik Individu Dengan Stres Kerja Pada Pegawai Lembaga Permasyarakatan Kelas II B Lubuk Pakam Tahun 2008. Tesis. Medan : Universitas Sumatera Utara Siswanti, Nevita. 2004. Keluhan stres dan faktor-faktor yang berhubungan dengan terjadinya stres kerja pada karyawan bagian produksi PT. Pandu Dayatama Patria. Skrips. FKM UI. Depok. Situngkir, Pinta Juliana. 2004. Gambaran Kejadian Stress Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Stress Kerja Pada Pekerja Di Departemen Operasi PT. Badak NGL Bontang Kalimantan Timur tahun 2004. Thesis Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia. Soebekti, Rakhmat. 2004. Aspek bahaya psikososial kerja serta pengaruhnya terhadap tingkat stres karyawan di perusahaan BP Indonesia. Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia. Sujianto, Agus Eko. 2007. Aplikasi Statistik dengan SPSS untuk Pemula. Jakarta : Prestasi Pustaka. Suma’mur, P.K., M.Sc, 1996. Hygiene Perusahaan dan Kesehatan kerja. Jakarta: PT Toko Gunung Agung. Suma’mur, P.K., M.Sc, 2009. Hygiene Perusahaan dan Kesehatan kerja. Jakarta: PT Toko Gunung Agung. Suprapto, Prasetyo Herniawan. 2008. Analisis Faktor Yang Berhubungan Dengan Stres Kerja Pada Polisi Lalu Lintas Dikawasan Puncak-Cianjur Tahun 2008. Skripsi. Fakultas Kedokteran dan Ilmu kesehatan. UIN Jakarta Susilo, Tri. 2012. Analisis pengaruh faktor lingkungan fisik dan non fisik terhadap stress kerja pada PT. Indo Bali di Kecamatan Negara Kabu[aten Jimbaran Bali. Tesis: UPN Veteran Jatim. Swarth, Judith. 2006. Stres dan Nutrisi. Jakarta : Bumi Aksara
Tarwaka. 2004. Ergonomi untuk keselamatan, kesehatan dan produktivitas kerja. Surakarta: UNIBA press Tarwaka. 2013. Ergonomi industri “dasar-dasar pengetahuan ergonomic dan aplikasi ditempat kerja” . Surakarta : Harapan Press Undang- Undang Republik Indonesia No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Urianti, Sepriana. 2000. Tingkatan Stres dan Identifikasi Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Stres Kerja Pada Pekerja Di Pabrik Tabung Elpiji Pabrikasi-UPPDN III Pertamina Tanjung Priok. Skripsi Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia. Vierdelina, Nadya. 2008. Gambaran stres Kerja Dan Faktor-Faktor Yang Berhubungan Pada Pengemudi Bua Patas 98 Jurusan Bekasi BaratCililitan/Kampong Rambutan Tahun 2008. Skripsi Universitas Indonesia. Vinallia, Bugen. 2011. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Stres Kerja Pada Pekerja Bagian Weaving PT. Unitex tbk Tahun 2011. Skripsi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan. UIN Jakarta Wantoro, Bing. 1999. Stres Kerja. Majalah Hyperkes Dan Keselamatan Kerja. Volume XXXII No 3. Widyasari, Putri. 2007. Stres Kerja. Diakses pada tanggal 2 agustus 2013 dari http://rumahbelajarpsikologi.com/index.php/streskerja.html. Workcover New South Wales (NSW). 2008. Fatigue Prevention In The Workplace. Melbourne : Worksafe Victoria. Yunus, Muhammad. 2011. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Stres Kerja Pada Pegawai Unit Kerja Laundry Rsud Pasar Rebo Tahun 2011. Skripsi. Fakultas Kedokteran dan Ilmu kesehatan. UIN Jakarta
KUISIONER PENELITIAN
Assalamu’alaikum Wr.Wb Saya mahasiswa peminatan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) Jurusan Kesehatan Masyarakat Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang sedang melakukan penelitian untuk tugas akhir (skripsi) mengenai “Hubungan Antara Individual Arena da Work Arena Dengan Stres Kerja Pada Pekerja Pembuatan Offshore Pipeline And Mooring Tower (EPC3) Proyek Banyu Urip Di PT. Rekayasa Industri, Serang-Banten Tahun 2013”. Saya mengharapkan kesediaan bapak guna menjawab kuesioner ini dengan sejujur mungkin tanpa ada rasa takut, karena tidak ada penilaian benar atau salah untuk jawaban yang telah bapak berikan. Segala bentuk jawaban akan dijamin kerahasiaannya. Wassalamualaikum Wr.Wb.
Jakarta, …………..2013 Hormat Saya
Daniawati
Bismillahirrohmanirrohim
No. Responden
Nama : ___________________ Unit kerja : ________________ A. INDIVIDUAL ARENA 1.
Berapakah usia bapak saat ini? …..tahun A1
2.
Masa Kerja Sudah berapa lama anda bekerja sebagai pekerja proyek ? 0. > 5 tahun
A2
1. < 5 tahun 3.
Pendidikan Apakah pendidikan terakhir bapak? 0. Perguruan Tinggi
A3
1. SMA/sederajat 2. SD/ SMP 4.
Status Perkawinan 0. tidak menikah 1. menikah
B. WORK ARENA RUTINITAS 5.
Apakah anda merasa bosan terhadap pekerjaan anda yang berulang-ulang? 0. Tidak 1. Ya
A4
6.
Apakah anda merasa bosan dengan pekerjaan anda yang tidak ada perubahan? 0. Tidak 1. Ya
7.
Apakah anda merasa bosan dengan sedikitnya pekerjaan anda? 0. Tidak 1. ya
Total :
B1
HUBUNGAN INTERPERSONAL 8.
Apakah anda pernah memiliki konflik dengan atasan anda ? 0. Tidak 1. Ya
9.
Apakah anda pernah memiliki konflik dengan sesama rekan kerja? 0. Tidak 1. Ya
10. Apakah anda merasa puas terhadap hubungan anda dengan atasan anda? 0. Ya 1. Tidak 11. Apakah anda merasa puas terhadap hubungan anda dengan sesama rekan kerja? 0. Ya 1. Tidak 12. Apakah anda pernah tidak mampu menyelesaikan pekerjaan karena hubungan yang tidak baik dengan atasan? 0. Tidak 1. Ya 13. Apakah anda pernah tidak mampu menyelesaikan pekerjaan karena hubungan yang tidak baik dengan atasan? 0. Ya 1. Tidak Total :
B2
C. INDIKATOR STRES KERJA Petunjuk Pengisian : Anda diminta memberikan tanggapan atau pernyataan yang terdapat pada kuesioner berikut, sesuai dengan keadaan, pendapat atau perasaaan anda pada saat skala ini diisi bukan berdasarkan pendapat umum atau pendapat orang lain dengan memberikan tanda (√) pada tempat yang telah disediakan. C1
Tidak pernah Jantung berdebar Gemetar Menggertakan gigi pada saat tidur Tidak bisa tidur Rentan terhadap penyakit Sakit perut Sakit kepala Sakit kepala sebelah (migraine) Merasa lelah terus-menerus Sembelit Perut kosong Percaya diri yang turun Hilang nafsu makan Keringat berlebihan Telapak tangan berkeringat Lesu Lupa Linglung (bingung atau tidak seimbang) Merasa jengkel Merasa muak Merasa ingin bunuh diri Pesimis Cemburu Murung Sakit pada bagian punggung Depresi (murung & sedih yang mendalam dalam waktu yang lama) Gelisah Kehilangan minat dalam hal-hal
jarang
Kadangkadang
sering
Setiap hari
(prestasi&produktivitas menurun) Nyeri otot Sensitif/peka Ragu-ragu Memeriksa pekerjaan yang berlebihan (semangat bekerja/ tidak percaya pada org lain) Sulit bernapas Berjuang untuk mengatasi penyakit minor (misalnya dingin) Bersikap curiga Rambut rontok Gangguan konsentrasi Perut mulas/rasa panas dalam perut Menurunkan berat badan Iritasi pada tenggorokan Hilang rasa humor Penyakit kulit Jangan mengambil inisiatif seperti dulu (tidak berani ambil risiko) Mimpi buruk Mulut kering Mengkonsumsi tonik (Bioplus, liviton, lucozade, pharmaton) Diare Gugup Merasa tidak mampu Mudah kaget Meningkatnya nafsu makan Gangguan koordinasi Ketidakpastian Cepat frustasi Kurang keterlibatan dengan orang lain Menggigit kuku Kurang motivasi Peningkatan konsumsi kafein(kopi,teh ) Resah Pengambilan keputusan yang jelek (suka mencari kesalahan orang lain) Merokok Merasa diluar kendali
Merasa bingung Tidur yang berlebihan Menggunakan obat tidur Merasa lelah ketika bangun Merasa kewalahan dengan banyak Pekerjaan (melakukan banyak kesalahan dalam pekerjaan) Mengedipkan mata secara berlebihan Melamun Menunda pekerjaan Merasa panik Mengurangi produktivitas (produktivitas menurun) Membuang-buang waktu pekerjaan (menunda pekerjaan) Sulit untuk mengidentifikasi penyebab non kinerja (pikiran dipenuhi oleh satu hal saja) Tidak bisa mendiskusikan masalah dengan orang lain
UNIVARIAT 1. Stres Kerja Statistics stresreal N
Valid
82
Missing
0
Mean
62.2683
Median
71.0000 71.00a
Mode Percentiles 25
38.0000
50
71.0000
75
80.2500 stresquartile Frequency
Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
tidak stres
19
23.2
23.2
23.2
stres ringan
43
52.4
52.4
75.6
stres berat
20
24.4
24.4
100.0
Total
82
100.0
100.0
2. Pendidikan pendidikan Frequency Valid
pendidikan tinggi
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
4
4.9
4.9
4.9
pendidikan menengah
52
63.4
63.4
68.3
pendidikan dasar
26
31.7
31.7
100.0
Total
82
100.0
100.0
3. Status Perkawinan status Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
tidak menikah
17
20.7
20.7
20.7
menikah
65
79.3
79.3
100.0
Total
82
100.0
100.0
4. Rutinitas rutinitas1 Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
tidak monoton
25
30.5
30.5
30.5
monoton
57
69.5
69.5
100.0
Total
82
100.0
100.0
5. Hubungan Interpersonal hub1 Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
baik
68
82.9
82.9
82.9
buruk
14
17.1
17.1
100.0
Total
82
100.0
100.0
6. Kebisingan kebisingan Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
tidak terpapar bising
47
57.3
57.3
57.3
terpapar bising
35
42.7
42.7
100.0
Total
82
100.0
100.0
7. Tekanan Panas Panas Frequency Valid
Percent
Valid Percent
tidak terpapar
49
59.8
59.8
59.8
terpapar
33
40.2
40.2
100.0
Total
82
100.0
100.0
8. Numerik (Usia & Masa Kerja) Statistics usia N
Cumulative Percent
Valid Missing
masa 82
82
0
0
Mean Median Mode Std. Deviation Minimum Maximum
36.6341 36.0000 43.00 8.96566 20.00 55.00
11.2805 10.0000 5.00 7.90729 .00 27.00
BIVARIAT Uji Normalitas Data One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test usia N Normal Parametersa Most Extreme Differences
masa
82 36.6341 8.96566 .091 .066 -.091 .825 .504
Mean Std. Deviation Absolute Positive Negative
Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed)
82 11.2805 7.90729 .175 .175 -.096 1.582 .013
1. Usia*Stres Kerja Descriptives usia 95% Confidence Interval for Mean tidak stres stres ringan stres berat Total
N
Mean
19 43 20 82
30.8947 36.9535 41.4000 36.6341
Std. Deviation Std. Error 6.17247 8.19394 10.05459 8.96566
Lower Bound
1.41606 1.24956 2.24827 .99009
Upper Bound
27.9197 34.4318 36.6943 34.6642
Minimum
33.8698 39.4752 46.1057 38.6041
Maximum
20.00 20.00 21.00 20.00
43.00 51.00 55.00 55.00
ANOVA usia Sum of Squares
df
Mean Square
Between Groups Within Groups
1084.528
2
542.264
5426.496
79
68.690
Total
6511.024
81
F
Sig. 7.894
.001
2. Masa Kerja*Stres Kerja Descriptives stresquartile
Statistic
masa tidak stres Mean
Std. Error
7.1053
95% Confidence Interval for Mean Lower Bound
4.5053
Upper Bound
9.7053
5% Trimmed Mean
7.0058
Median
5.0000
Variance
29.099
Std. Deviation
5.39439
Minimum
.00
Maximum
16.00
Range
16.00
Interquartile Range
10.00
Skewness Kurtosis stres ringan Mean
.607
.524
-1.004
1.014
11.4651
1.18516
95% Confidence Interval for Mean Lower Bound
9.0734
Upper Bound
13.8569
5% Trimmed Mean
11.2429
Median
10.0000
Variance
60.398
Std. Deviation
7.77159
Minimum
.00
Maximum
27.00
Range
27.00
Interquartile Range
13.00
Skewness
.319
Kurtosis
-1.084
stres berat Mean
14.8500
95% Confidence Interval for Mean Lower Bound
10.8089
Upper Bound
18.8911
5% Trimmed Mean
14.9444
Median
17.5000
Variance
1.23756
74.555
.361 .709 1.93074
Std. Deviation
8.63454
Minimum
1.00
Maximum
27.00
Range
26.00
Interquartile Range
15.50
Skewness
-.530
.512
-1.125
.992
Kurtosis
Kruskal-Wallis Test Ranks stresquartile
N
masa tidak stres
Mean Rank 19
29.24
stres ringan
43
42.22
stres berat
20
51.60
Total
82 a,b
Test Statistics
masa Chi-Square df Asymp. Sig.
8.725 2 .013
a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: stresquartile
3. Pendidikan*Stres Kerja Cases Valid N pendidikan1 * stresquartile
Missing
Percent 82
N
100.0%
Total
Percent 0
N
.0%
Percent 82
100.0%
pendidikan1 * stresquartile Crosstabulation stresquartile tidak stres stres ringan stres berat Total pendidikan1 pendidikan tinggi Count % within pendidikan1 pendidikan dasar Count % within pendidikan1 Total
Count % within pendidikan1
15
29
26.8%
51.8%
4
14
15.4%
53.8%
19
43
23.2%
52.4%
12
56
21.4% 100.0% 8
26
30.8% 100.0% 20
82
24.4% 100.0%
Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
Asymp. Sig. (2sided)
df
1.646a 1.698 1.587
2 2 1
.439 .428 .208
82
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6.02.
4. Status Perkawinan Case Processing Summary Cases Valid N status * stresmedian
Missing Percent
82
N
100.0%
Total
Percent 0
N
Percent
.0%
82
100.0%
status * stresmedian Crosstabulation stresmedian tidak stres status
tidak menikah
Count % within status
menikah
Count % within status
Total
Count % within status
stres
Total
8
9
17
47.1%
52.9%
100.0%
30
35
65
46.2%
53.8%
100.0%
38
44
82
46.3%
53.7%
100.0%
Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Continuity Correction
b
Likelihood Ratio
Asymp. Sig. (2sided)
df .004a
1
.947
.000
1
1.000
.004
1
.947
Exact Sig. (2sided)
Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
b
1.000 .004
1
.947
82
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7.88. b. Computed only for a 2x2 table
Exact Sig. (1sided)
.580
Risk Estimate 95% Confidence Interval Value Odds Ratio for status (tidak menikah / menikah) For cohort stresmedian = tidak stres For cohort stresmedian = stres N of Valid Cases
Lower
Upper
1.037
.356
3.023
1.020 .983
.577 .595
1.800 1.623
82
5. Rutinitas * Stres Kerja Case Processing Summary Cases Valid N rutinitas1 * stresquartile
Missing
Percent 82
N
Total
Percent
100.0%
0
N
.0%
Percent 82
100.0%
rutinitas1 * stresquartile Crosstabulation stresquartile tidak stres rutinitas1 tidak monoton
Count % within rutinitas1
monoton Total
3
25
36.0%
52.0%
12.0%
100.0%
10
30
17
57
17.5%
52.6%
29.8%
100.0%
19
43
20
82
23.2%
52.4%
24.4%
100.0%
Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases a.
Asymp. Sig. (2sided)
df
4.820a 4.952 4.752
Total
13
Count % within rutinitas1
stres berat
9
Count % within rutinitas1
stres ringan
2 2 1
82
0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5.79.
.090 .084 .029
6. Hubungan Interpersonal*Stres Kerja Case Processing Summary Cases Valid N hub1 * stresmedian
Missing
Percent 82
N
Total
Percent
100.0%
0
N
.0%
Percent 82
100.0%
hub1 * stresmedian Crosstabulation stresmedian tidak stres hub1
baik
Count % within hub1
buruk Total
34
34
68
50.0%
100.0%
4
10
14
28.6%
71.4%
100.0%
38
44
82
46.3%
53.7%
100.0%
Count % within hub1
Total
50.0%
Count % within hub1
stres
Chi-Square Tests Value
Asymp. Sig. (2sided)
df a
1
.143
Continuity Correctionb
1.369
1
.242
Likelihood Ratio
2.217
1
.136
Pearson Chi-Square
2.144
Exact Sig. (2sided)
Fisher's Exact Test
.239
Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
2.118
b
1
.146
82
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6.49. b. Computed only for a 2x2 table Risk Estimate 95% Confidence Interval Value Odds Ratio for hub1 (baik / buruk) For cohort stresmedian = tidak stres For cohort stresmedian = stres N of Valid Cases
Lower
Upper
2.500
.714
8.754
1.750
.739
4.142
.700
.466
1.052
82
Exact Sig. (1sided)
.120
7. Kebisingan*Stres Kerja Case Processing Summary Cases Valid N kebisingan * stresquartile
Missing
Percent 82
N
Total
Percent
100.0%
0
N
.0%
Percent 82
100.0%
kebisingan * stresquartile Crosstabulation stresquartile tidak stres stres ringan stres berat kebisingan
tidak terpapar bising Count % within kebisingan terpapar bising
16
26
34.0%
55.3%
3
17
8.6%
48.6%
19
43
23.2%
52.4%
Count % within kebisingan
Total
Count % within kebisingan
Total
5
47
10.6% 100.0% 15
35
42.9% 100.0% 20
82
24.4% 100.0%
Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
df
Asymp. Sig. (2-sided)
a
14.329 15.133
2 2
.001 .001
13.871
1
.000
82
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8.11.
8. Tekanan Panas*Stres Kerja Case Processing Summary Cases Valid N panas * stresquartile
Missing Percent
82
100.0%
N
Total
Percent 0
.0%
N
Percent 82
100.0%
panas * stresquartile Crosstabulation stresquartile tidak stres panas
tidak terpapar panas
Count % within panas
terpapar panas Total
Count % within panas
stres berat
Total
11
22
16
49
22.4%
44.9%
32.7%
100.0%
8
21
4
33
24.2%
63.6%
12.1%
100.0%
Count % within panas
stres ringan
19
43
20
82
23.2%
52.4%
24.4%
100.0%
Chi-Square Tests Value
df
4.756a 5.067 2.042
Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
Asymp. Sig. (2-sided) 2 2 1
.093 .079 .153
82
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7.65.
MULTIVARIAT
Logistic Regression Case Processing Summary Unweighted Cases Selected Cases
a
N Included in Analysis Missing Cases Total
Unselected Cases Total
Percent 82
100.0
0
.0
82 0 82
100.0 .0 100.0
a. If weight is in effect, see classification table for the total number of cases. Dependent Variable Encoding Original Value
Internal Value
tidak stres stres
Block 0: Beginning Block
0 1
Classification Tablea,b Predicted stresmedian Observed Step 0
tidak stres
stresmedian
Percentage Correct
stres
tidak stres
0
38
.0
stres
0
44
100.0
Overall Percentage
53.7
a. Constant is included in the model. b. The cut value is .500 variables in the Equation B Step 0
Constant
S.E. .147
Wald
.221
df
Sig.
.438
1
Exp(B)
.508
Variables not in the Equation Score Step 0
Variables
df
Sig.
usia
25.477
1
.000
masa
10.993
1
.001
.079
1
.778
2.144
1
.143
10.449
1
.001
.017
1
.895
32.196
6
.000
rutinitas1 hub1 kebisingan panas Overall Statistics
Block 1: Method = Enter Omnibus Tests of Model Coefficients Chi-square Step 1
df
Sig.
Step
38.114
6
.000
Block
38.114
6
.000
Model
38.114
6
.000
Model Summary Step 1
-2 Log likelihood 75.122a
Cox & Snell R Square
Nagelkerke R Square
.372
.497
a. Estimation terminated at iteration number 5 because parameter estimates changed by less than .001. classification table Predicted stresmedian Observed
tidak stres
stres
Percentage Correct
1.158
Step 1
stresmedian
tidak stres
30
8
78.9
stres
11
33
75.0
Overall Percentage
76.8
a. The cut value is .500 Variables in the Equation 95.0% C.I.for EXP(B) B a
Step 1
usia
S.E.
Wald
df
Sig.
Exp(B)
.058
12.288
1
.000
1.225
1.093
1.371
-.062
.058
1.167
1
.280
.940
.840
1.052
.071
.663
.012
1
.914
1.074
.293
3.938
hub1
1.242
.803
2.394
1
.122
3.463
.718
16.701
kebisingan
1.345
.654
4.235
1
.040
3.837
1.066
13.814
.189
.634
.089
1
.765
1.209
.349
4.188
-7.364
1.837
16.073
1
.000
.001
rutinitas1
panas Constant
a. Variable(s) entered on step 1: usia, masa, rutinitas1, hub1, kebisingan, panas.
Logistic Regression Case Processing Summary Unweighted Cases
a
Selected Cases
N Included in Analysis Missing Cases Total
Unselected Cases Total
Percent 82
100.0
0
.0
82 0 82
100.0 .0 100.0
a. If weight is in effect, see classification table for the tot b. al number of cases. Dependent Variable Encoding Internal Value
tidak stres stres
0 1
Block 0: Beginning Block a,b
Classification Table
Predicted stresmedian Observed Step 0
Upper
.203
masa
Original Value
Lower
stresmedian
tidak stres tidak stres
0
38
.0
stres
0
44
100.0
Overall Percentage a. Constant is included in the model. b. The cut value is .500
Percentage Correct
stres
53.7
Variables in the Equation B Step 0
Constant
S.E. .147
Wald
.221
df
Sig.
.438
1
Exp(B)
.508
1.158
Variables not in the Equation Score Step 0
Variables
df
Sig.
usia
25.477
1
.000
masa
10.993
1
.001
hub1
2.144
1
.143
10.449
1
.001
.017
1
.895
32.121
5
.000
kebisingan panas Overall Statistics
Block 1: Method = Enter Omnibus Tests of Model Coefficients Chi-square Step 1
df
Sig.
Step
38.103
5
.000
Block
38.103
5
.000
Model
38.103
5
.000
model Summary Step
-2 Log likelihood
Cox & Snell R Square
75.134a
1
Nagelkerke R Square
.372
.496
a. Estimation terminated at iteration number 5 because parameter estimates changed by less than .001. Classification Tablea Predicted stresmedian Observed Step 1
stresmedian
tidak stres
Percentage Correct
stres
tidak stres
30
8
78.9
stres
11
33
75.0
Overall Percentage a.
76.8
The cut value is .500 Variables in the Equation 95.0% C.I.for EXP(B) B a
Step 1
usia
S.E.
Wald
df
Sig.
Exp(B)
Lower
Upper
.202
.058
12.300
1
.000
1.224
1.093
1.370
masa
-.062
.058
1.160
1
.281
.940
.839
1.052
hub1
1.245
.802
2.407
1
.121
3.473
.720
16.740
kebisingan
1.361
.636
4.578
1
.032
3.901
1.121
13.574
panas Constant
.188
.634
.088
1
.767
1.207
-7.300
1.735
17.708
1
.000
.001
a. Variable(s) entered on step 1: usia, masa, hub1, kebisingan, panas.
Logistic Regression Case Processing Summary Unweighted Cases
a
Selected Cases
N
Percent
Included in Analysis Missing Cases Total
Unselected Cases Total
82
100.0
0
.0
82 0 82
100.0 .0 100.0
a. If weight is in effect, see classification table for the total number of cases. Dependent Variable Encoding Original Value
Internal Value
tidak stres stres
0 1
block 0: Beginning Block Classification Tablea,b Predicted stresmedian Observed Step 0
stresmedian
tidak stres
Percentage Correct
stres
tidak stres
0
38
.0
stres
0
44
100.0
Overall Percentage
53.7
a. Constant is included in the model. b. The cut value is .500 Variables in the Equation B Step 0
Constant
S.E. .147
Wald
.221
df
.438
Sig. 1
.508
Variables not in the Equation Score Step 0
Variables
df
Sig.
usia
25.477
1
.000
masa
10.993
1
.001
hub1
2.144
1
.143
10.449
1
.001
31.987
4
.000
kebisingan Overall Statistics
Exp(B) 1.158
.348
4.183
Block 1: Method = Enter Omnibus Tests of Model Coefficients Chi-square Step 1
df
Sig.
Step
38.015
4
.000
Block
38.015
4
.000
Model
38.015
4
.000
Model Summary Step
-2 Log likelihood
Cox & Snell R Square
75.222a
1
Nagelkerke R Square
.371
.496
a. Estimation terminated at iteration number 5 because parameter estimates changed by less than .001. classification Tablea Predicted stresmedian Observed Step 1
tidak stres
stresmedian
Percentage Correct
stres
tidak stres
31
7
81.6
stres
11
33
75.0
Overall Percentage
78.0
a. The cut value is .500 Variables in the Equation 95.0% C.I.for EXP(B) B a
Step 1
usia
S.E.
Wald
df
Sig.
Exp(B)
Lower
Upper
.205
.057
13.013
1
.000
1.228
1.098
1.372
masa
-.063
.057
1.219
1
.270
.939
.839
1.050
hub1
1.225
.799
2.352
1
.125
3.404
.711
16.291
kebisingan
1.302
.601
4.685
1
.030
3.676
1.131
11.947
-7.288
1.733
17.691
1
.000
.001
Constant
a. Variable(s) entered on step 1: usia, masa, hub1, kebisingan.
Logistic Regression Case Processing Summary Unweighted Cases Selected Cases
a
N Included in Analysis Missing Cases Total
Unselected Cases Total
Percent 82
100.0
0
.0
82 0 82
100.0 .0 100.0
a. If weight is in effect, see classification table for the total number of cases.
Dependent Variable Encoding Original Value
Internal Value
tidak stres stres
0 1
block 0: Beginning Block Classification Tablea,b Predicted stresmedian Observed Step 0
tidak stres
stresmedian
Percentage Correct
stres
tidak stres
0
38
.0
stres
0
44
100.0
Overall Percentage
53.7
a. Constant is included in the model. b. The cut value is .500 Variables in the Equation B Step 0
Constant
S.E. .147
Wald
.221
df
.438
Sig. 1
.508
Variabel not in the equation Score Step 0
Variables
df
usia
25.477
1
.000
hub1
2.144
1
.143
10.449
1
.001
31.065
3
.000
kebisingan Overall Statistics
Block 1: Method = Enter Omnibus Tests of Model Coefficients Chi-square Step 1
Sig.
df
Sig.
Step
36.696
3
.000
Block
36.696
3
.000
Model
36.696
3
.000
Exp(B) 1.158
Model Summary Step
-2 Log likelihood
Cox & Snell R Square
76.540a
1
Nagelkerke R Square
.361
.482
a. Estimation terminated at iteration number 5 because parameter estimates changed by less than .001. Classification Tablea Predicted stresmedian Observed Step 1
tidak stres
stresmedian
Percentage Correct
stres
tidak stres
30
8
78.9
stres
12
32
72.7
Overall Percentage
75.6
a. The cut value is .500 Variables in the Equation 95.0% C.I.for EXP(B) B a
Step 1
S.E.
Wald
df
Sig.
Exp(B)
Lower
Upper
usia
.163
.039
16.992
1
.000
1.177
1.089
1.271
hub1
1.144
.801
2.040
1
.153
3.138
.653
15.070
kebisingan
1.222
.592
4.268
1
.039
3.395
1.065
10.828
-6.405
1.482
18.683
1
.000
.002
Constant
a. Variable(s) entered on step 1: usia, hub1, kebisingan.
Logistic Regression Case Processing Summary Unweighted Cases Selected Cases
a
N Included in Analysis Missing Cases Total
Unselected Cases Total
Percent 82
100.0
0
.0
82 0 82
100.0 .0 100.0
a. If weight is in effect, see classification table for the total number of cases.
Dependent Variable Encoding Original Value
Internal Value
tidak stres stres
0 1
block 0: Beginning Block a,b
Classification Table
Predicted stresmedian Observed Step 0
tidak stres
stresmedian
Percentage Correct
stres
tidak stres
0
38
.0
stres
0
44
100.0
Overall Percentage
53.7
a. Constant is included in the model. b. The cut value is .500 Variables in the Equation B Step 0
Constant
S.E. .147
Wald
.221
df
.438
Sig. 1
.508
Variables not in the Equation Score Step 0
Variables
df
usia
25.477
1
.000
kebisingan
10.449
1
.001
29.595
2
.000
Overall Statistics
block 1: Method = Enter Omnibus Tests of Model Coefficients Chi-square Step 1
df
Sig.
Step
34.529
2
.000
Block
34.529
2
.000
34.529
2
.000
Model
model Summary Step 1
Sig.
-2 Log likelihood 78.708a
Cox & Snell R Square .344
Nagelkerke R Square .459
Exp(B) 1.158
Omnibus Tests of Model Coefficients Chi-square Step 1 a.
df
Sig.
Step
34.529
2
.000
Block
34.529
2
.000
Estimation terminated at iteration number 5 because parameter estimates changed by less than .001.
Classification Tablea Predicted stresmedian Observed Step 1
stresmedian
tidak stres
Percentage Correct
stres
tidak stres
30
8
78.9
stres
10
34
77.3
Overall Percentage
78.0
a. The cut value is .500 Variables in the Equation 95.0% C.I.for EXP(B) B a
Step 1
usia kebisingan Constant
S.E.
Wald
df
Sig.
17.036
1
.000
1.168
1.085
1.258
1.342
.583
5.304
1
.021
3.827
1.221
11.990
-5.998
1.396
18.453
1
.000
.002
A. Rutinitas
Reliability Case Processing Summary N a
Excluded Total
Upper
.038
UJI VALIDITAS DAN REALIBILITAS
Valid
Lower
.155
a. Variable(s) entered on step 1: usia, kebisingan.
Cases
Exp(B)
% 30
100.0
0
.0
30
100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.
Reliability Statistics Cronbach's Alpha
N of Items
.852
3
Item-Total Statistics Scale Mean if Item Deleted satu dua tiga
Cronbach's Alpha if Item Deleted
Scale Variance if Corrected ItemItem Deleted Total Correlation
1.7667 1.7667 1.8667
.323 .323 .257
.845 .845 .598
.712 .712 1.000
b. Hubungan Interpersonal
Reliability Case Processing Summary N Cases
Valid a
Excluded Total
% 30
100.0
0
.0
30
100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the procedure. Reliability Statistics Cronbach's Alpha
N of Items
.866
6
Item-Total Statistics Scale Mean if Item Deleted empat lima enam tujuh delapan sembilan
.3333 .3000 .3000 .3000 .3000 .3000
Scale Variance if Corrected ItemItem Deleted Total Correlation 1.057 .907 .838 .838 .907 .907
.490 .628 .802 .802 .628 .628
Cronbach's Alpha if Item Deleted .870 .849 .816 .816 .849 .849