HUBUNGAN ANTARA KONFORMITAS TERHADAP TEMAN SEBAYA DENGAN

Download Jurnal NOETICPsychology. ISSN : 2088-0359. Volume 4 Nomor 1, Januari-Juni 2014. 81. HUBUNGAN ANTARA KONFORMITAS TERHADAP TEMAN SEBAYA. DE...

0 downloads 626 Views 418KB Size
Jurnal NOETIC Psychology

ISSN : 2088-0359 Volume 4 Nomor 1, Januari-Juni 2014

HUBUNGAN ANTARA KONFORMITAS TERHADAP TEMAN SEBAYA DENGAN PERILAKU BULLYING PADA SISWA SMPN 22 TANGERANG Lola Novianty Denny Putra

Fakultas Psikologi Universitas Kristen Krida Wacana Jakarta

[email protected]; [email protected]

Abstract Peer pressure in adolescent is a common issue that can give positive and negative impact. Among the negative impact of peer pressure is bullying behavior. Bullying behavior is repeated verbal, physical, social or psychological aggressive behaviour by a person or group directed towards a less powerful that is intended to cause harm, distress or fear. This research aim to explore the relationship between bullying and conformity among junior high school student in SMPN 22 Tangerang. Bullying behavior was measured using bullying behaviour scale, and conformity was measured using comformity scale (Rahmwati, 2014). The result showed that there were a non significance and positive correlation between bullying and conformity (r = 0,224, p = 0,025 < 0,05).

Kata kunci: Konformitas terhadap teman sebaya, perilaku bullying, siswa SMP

Pendahuluan Manusia sebagai makhluk sosial seringkali berinteraksi dengan manusia lainnya. Perilaku tersebut dapat menghasilkan perilaku positif maupun negatif. Salah satu perilaku negatif yang sering muncul adalah perilaku bullying. Bullying merupakan tindakan menyakiti orang lain yang lebih lemah, baik menyakiti secara fisik, kata-kata, ataupun perasaannya. Berdasarkan hasil survey Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) di 9 propinsi terhadap lebih dari 1000 orang siswa, baik dari tingkat Sekolah

81

Jurnal NOETIC Psychology

ISSN : 2088-0359 Volume 4 Nomor 1, Januari-Juni 2014

Dasar/MI, SMP/mts, maupun SMA/ma, menunjukkan 87,6% siswa mengaku mengalami tindak kekerasan. Baik kekerasan fisik maupun psikis, seperti dijewer, dipukul, dibentak, dihina, diberi stigma negatif hingga dilukai dengan benda tajam. Sebaliknya, 78,3% anak juga mengaku pernah melakukan tindak kekerasan dari bentuk yang ringan sampai yang berat. Kasus kekerasan fisik di lingkungan sekolah yang mencolok antara lain tawuran, perpeloncoan saat Masa Orientasi Siswa (MOS) dan bullying (Sirait, 2011). Kasus-kasus bullying yang terjadi di instansi pendidikan seperti sekolah, sebagian besar merupakan sebuah siklus, yaitu para pelaku bullying bisa terjadi pada awalnya adalah korban. Maraknya praktek bullying biasanya terjadi pada MOS, dimana pada masa ini menjadi satu kesempatan para senior mem-bully para juniornya dengan alasan tradisi. Lebih parahnya perilaku bullying pun sering berlanjut setelah MOS berakhir dan akan terulang setiap tahunnya (Handayani, 2009). Salah satu contoh aksi senioritas di tingkat SMP, misalnya yang terjadi di SMP 10 Tangerang Selatan. Bentuknya bermacam-macam, ada yang berupa pemalakan maupun tawuran. Bagi siswa junior yang tidak mau memberi uang kepada senior akan diancam dan dipukuli. Bagi yang tidak mau ikut tawuran akan dipukuli, kemudian akan ditatar oleh para senior dengan memberi teknik-teknik tawuran. Tindakan yang dilakukan oleh pihak sekolah apabila terjadi kekerasan atau masalah tawuran langsung mengeluarkan siswa-siswa yang melakukan perploncoan tersebut (Saputra, 2011). Menurut Sullivan (dalam Basyirudin, 2010) bullying sebagai tindakan negatif, yang bersifat agresif maupun manipulatif dalam rangkaian tindakan yang dilakukan oleh satu orang atau lebih terhadap orang lain. Terjadi selama periode waktu tertentu yang didasarkan pada ketidakseimbangan kekuatan. Menurut Coloroso (dalam Basyirudin, 2010), penindasan atau bullying adalah aktivitas sadar, disengaja, dan keji yang dimaksudkan untuk melukai, menanamkan ketakutan melalui ancaman agresi lebih lanjut, dan menciptakan teror. Lipkins (dalam Basyirudin, 2010) menambahkan bahwa bullying atau penindasan adalah tindakan penyerangan dengan sengaja yang tujuannya melukai korban secara fisik atau psikologis, atau keduanya. Berdasarkan fenomena yang terjadi di lingkungan tempat tinggal peneliti, perilaku bullying ditemukan di Sekolah Menengah Pertama (SMP). Peneliti telah mengamati

82

Jurnal NOETIC Psychology

ISSN : 2088-0359 Volume 4 Nomor 1, Januari-Juni 2014

salah satu SMP sekitar tempat tinggal peneliti yang sering terjadi bullying. Hal tersebut berdasarkan cerita dari siswa sekolah tersebut yaitu SMPN 22 Tangerang yang akan menjadi tempat dalam penelitian ini. Peneliti telah melakukan wawancara singkat dengan siswa di sekolah tersebut berkaitan dengan penelitian yang akan dilakukan. Hasilnya siswa tersebut menyatakan perilaku bullying memang terjadi di sekolahnya, terutama dilakukan oleh senior. Mereka berpendapat bullying ini merupakan sebuah tradisi yang terjadi di setiap tahunnya. Berdasarkan penuturan siswa lain, di sekolah ini hampir setiap kelas memiliki geng, dan terdapat 2 geng yang memang sudah terkenal di sekolah ini, serta kegiatan yang sering dilakukan oleh geng tersebut adalah melabrak orang yang mereka tidak sukai. Melabrak merupakan perilaku bullying yang dilakukan dalam bentuk verbal. Bahkan bukan hanya melabrak, namun dalam bentuk fisik pun dapat saja terjadi, seperti memukul, menampar, menjenggut, serta mempermalukan di depan umum. Cara mereka membully bukan hanya saja secara langsung, namun juga melalui media sosial, seperti facebook dan blackberry messenger. Seiring perkembangan remaja, hubungan remaja dengan orangtuanya mulai berpindah ke teman sebayanya. Hubungan interpersonal dengan teman sebaya mereka menjadi intensif karena penerimaan oleh teman sebaya menjadi penting bagi remaja. Teman sebaya merupakan tempat berbagi perasaan dan pengalamannya. Mereka juga menjadi bagian dari proses pembentukan identitas diri. Hal tersebut menimbulkan kecenderungan remaja melakukan konformitas, dimana mereka mendapat tekanan dari kelompok sebaya, sehingga remaja dituntut untuk mengadopsi sikap atau perilaku orang lain sebagai contoh pemimpin dalam kelompok mereka (Santrock dalam Ikhsanifa, 2007). Hal tersebut dapat menjadi pemicu awal terjadinya bullying terhadap kelompok. Hal-hal seperti ini jelas dapat memunculkan sikap konformitas atau mendukung terjadinya konformitas. Sama halnya dengan apa yang dikatakan oleh Berndt (dalam Octarina, 2012) bahwa konformitas teman sebaya terdiri dari tiga hal, yaitu aktivitas anti-sosial, aktivitas netral, dan aktivitas prososial. Hal ini berarti aktivitas remaja yang mengikuti apa yang dilakukan oleh teman-temannya dapat dikategorikan dengan aktivitas netral. Jika remaja tersebut melakukan apa yang dilakukan oleh teman-

83

Jurnal NOETIC Psychology

ISSN : 2088-0359 Volume 4 Nomor 1, Januari-Juni 2014

temannya, namun melanggar peraturan, maka dikatakan perilaku tersebut anti-sosial, contohnya mencoret dinding sekolah, mencuri, merokok, dan mengejek. Handayani (2009) meneliti pada remaja di SMP PGRI 35 Serpong dengan judul hubungan antara faktor-faktor munculnya konformitas kelompok sebaya dengan perilaku bullying pada remaja di SMP PGRI 35 Serpong dan menunjukkan ada hubungan positif yang signifikan antara konformitas kelompok sebaya dengan perilaku bullying pada remaja. Santor, Messervey, & Kusumakar (dalam Octarina, 2012) mengatakan bahwa konformitas teman sebaya didefinisikan sebagai disposisi perilaku yang berkaitan dengan keinginan individu untuk mengikuti rekan-rekan mereka. Sikap menyesuaikan diri dengan kelompok atau yang disebut konformitas teman sebaya tersebut dapat menimbulkan beberapa akibat seperti kehilangan identitas diri dan kurangnya rasa percaya diri (Myers dalam Octarina, 2012). Hal ini berdampak negatif bagi seorang remaja, karena pada saat perkembangan mereka adalah saat-saat dimana mereka harus mencari jati diri sesungguhnya demi menghadapi perkembangan kehidupan selanjutnya.

Keadaan

ini

membuat

remaja harus mempunyai jati diri yang

sesungguhnya. Berdasarkan kondisi ideal dan riil yang sudah peneliti berikan, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah terdapat hubungan antara konformitas terhadap teman sebaya dengan perilaku bullying pada siswa SMPN 22 Tangerang ? Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menguji secara empirik hubungan antara konformitas terhadap teman sebaya dengan perilaku bullying pada siswa SMPN 22 Tangerang. Penelitian ini menampilkan dua manfaat dalam penelitian ini, yaitu manfaat teoritis dan manfaat praktis. Manfaat teoritis dalam penelitian ini adalah penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan ilmiah untuk memperluas ilmu psikologi, terutama psikologi sosial dan psikologi pendidikan. Manfaat praktis dalam penelitian ini adalah penelitian ini diharapkan dapat membantu siswa lebih waspada dalam pergaulannya dan dapat menjaga diri dari pengaruh negatif di lingkungan sekolah, dapat memberikan informasi kepada guru agar lebih mewaspadai konformitas dan perilaku bullying yang dilakukan para siswa

84

Jurnal NOETIC Psychology

ISSN : 2088-0359 Volume 4 Nomor 1, Januari-Juni 2014

siswinya, dan dapat membantu dalam memperhatikan kondisi siswa didiknya, tidak hanya dari sisi akademis akan tetapi hal lainnya. Serta dapat menjadi bahan pertimbangan dalam mengevaluasi kegiatan-kegiatan sekolah.

Konformitas terhadap Teman Sebaya Myers (dalam Darmawan, 2007) konformitas juga merupakan suatu perubahan sebagai akibat tekanan kelompok. Hal ini dapat dilihat dari kecenderungan individu untuk selalu menyamakan perilakunya terhadap kelompok sehingga terhindar dari celaan,

ketersaingan

maupun

cemoohan.

Santock

(dalam

Darmawan,

2007)

konformitas muncul pada saat individu mengdopsi sikap dan perilaku orang lain karena tekanan dari kelompoknya. Menurut Kiesler dan Kiesler (dalam Nadhirah, 2006) konformitas adalah perubahan perilaku atau kayakinan karena adanya tekanan dari kelompok, baik yang sungguh-sungguh ada maupun yang dibayangkan saja. Sears, dkk (dalam Darmawan, 2007) mengemukakan secara eksplisit aspekaspek konformitas, yaitu pertama, kekompakan. Kekuatan yang dimiliki kelompok acuan menyebabkan anak tertarik dan tetap ingin menjadi anggota kelompok. Eratnya hubungan anak dengan kelompok acuan disebabkan perasaan suka antar anggota kelompok

serta

harapan

memperoleh

manfaat

dari

keanggotaannya.

Kedua,

kesepakatan. Pendapat kelompok acuan yang sudah dibuat memiliki tekanan kuat, sehingga anak harus setia dan menyesuaikan pendapatnya dengan pendapat kelompok. Konsep diri anak dalam kelompok acuan akan menentukan perilaku konformitasnya. Konsep ini mencakup seluruh pandangan anak akan dimesi fisiknya, karakteristik

pribadinya,

motivasinya,

kelemahannya,

kepandaiannya,

dan

kegagalannya. Ketiga, ketaatan. Tekanan atau tuntutan kelompok acuan pada anak membuat rela melakukannya. Bila ketaatannya tinggi maka konformitasnya juga akan tinggi. Sarwono (dalam Nadhirah, 2006) membagi konformitas kedalam dua jenis, yaitu compliance dan acceptance. Compliance adalah konformitas yang dilakukan secara terbuka sehingga terlihat oleh umum, walaupun hatinya tidak setuju. Jenis konformitas ini bertujuan agar individu diterima dalam kelompok atau menghindari penolakan dari kelompok (Myers, dalam Nadhirah, 2006). Acceptance adalah konformitas yang disertai

85

Jurnal NOETIC Psychology

ISSN : 2088-0359 Volume 4 Nomor 1, Januari-Juni 2014

perilaku dan kepercayaan yang sesuai dengan tatanan sosial. Myers (dalam Nadhirah, 2006) menyatakan bahwa konformitas acceptance terjadi ketika individu percaya bahwa pendapat atau perilaku kelompok adalah benar. Menurut Myers (dalam Hotpascaman & Irmawati, 2010) faktor-faktor yang mempengaruhi individu untuk melakukan konformitas adalah pertama, group size. Semakin besar jumlah anggota kelompok, semakin besar juga pengaruhnya terhadap kelompok. Kedua, cohession, merupakan perasaan yang dimiliki oleh anggota dari kelompok dimana mereka merasa ada ketertarikan terhadap kelompok. Myers (dalam Hotpascaman&Irmawati, 2010) menambahkan semakin seseorang memiliki kohesif dengan kelompoknya maka semakin besar pengaruh dari kelompok pada individu tersebut. Ketiga, status. Dalam sebuah kelompok bila seseorang memiliki status yang tinggi cenderung memiliki pengaruh yang lebih besar, sedangkan orang yang memiliki status yang rendah cenderung untuk mengikuti pengaruh yang ada. Keempat, public response. Ketika seseorang diminta untuk menjawab secara langsung pertanyaan di hadapan publik, individu cenderung akan lebih konfrom, daripada individu tersebut diminta untuk menjawab dalam bentuk tulisan. Kelima, no prior commitment. Seseorang yang sudah memutuskan untuk memiliki pendiriannya sendiri, akan cenderung mengubah pendiriannya saat individu terserbut dipertunjukkan pada adanya aspek tekanan sosial.

Perilaku Bullying Menurut Sullivan (dalam Basyirudin, 2010) mendefiniskan bullying sebagai tindakan negatif, yang bersifat agresif maupun manipulatif dalam rangkaian tindakan yang dilakukan oleh satu orang atau lebih terhadap orang lain. Biasanya selama periode waktu tertentu yang didasarkan pada ketidakseimbangan kekuatan. Menurut Coloroso (dalam Basyirudin, 2010) penindasan atau bullying adalah aktivitas sadar, disengaja, dan keji yang dimaksudkan untuk melukai, menanamkan ketakutan melalui ancaman agresi lebih lanjut, dan menciptakan teror. Apakah

86

Jurnal NOETIC Psychology

ISSN : 2088-0359 Volume 4 Nomor 1, Januari-Juni 2014

penindasan itu direncanakan lebih dulu atau terjadi tiba-tiba saja, nyata atau tersembunyi, dihadapan anda atau dibelakang punggung anda, mudah diidentifikasi atau terselubung dibalik pertemanan yang tampak, dilakukan oleh seorang anak atau sekelompok anak. Menurut Lipkins (dalam Basyirudin, 2010) bullying atau penindasan adalah tindakan penyerangan dengan sengaja yang tujuannya melukai korban secara fisik atau psikologis, atau keduanya. Menurut Soedjatmiko et al, (dalam Rahmawati, 2014) bullying adalah penyalahgunaan kekuatan yang disengaja dan berulang-ulang oleh seseorang anak atau lebih terhadap anak lain, dengan maksud untuk menyakiti atau menimbulkan perasaan tertekan atau stress. Menurut Siswanti & Widayanti (dalam Rahmawati, 2014) perilaku-perilaku yang termasuk dalam bullying adalah (a) bentuk fisik, seperti memukul, mencubit, menampar, dan memalak (meminta dengan paksa yang bukan miliknya); (b) bentuk verbal, seperti memaki, menggosip atau mengejek; dan (c) bentuk psikologis, seperti mengintimidasi, mengecilkan dan diskriminasi.. Menurut Astuti (dalam Magrifah dan Rachmawati, 2010) faktor-faktor yang memperngaruhi terjadinya bullying adalah pertama, perbedaan kelas (senioritas), ekonomi, gender, etnisitas atau rasisme. Pada dasarnya, perbedaan (terlebih jika perbedaan tersebut bersifat ekstrim) individu dengan suatu kelompok dimana ia bergabung, jika tidak dapat disikapi dengan baik oleh anggota kelompok tersebut, dapat menjadi faktor penyebab bullying. Kedua, tradisi senioritas. Senioritas yang salah diartikan dan dijadikan kesempatan atau alasan untuk membully junior terkadang tidak berhenti dalam suatu periode saja. Hal ini tak jarang menjadi peraturan tak tertulis yang diwariskan secara turun temurun kepada tingkatan berikutnya. Ketiga, senioritas. Sebagai salah satu perilaku bullying seringkali pula justru diperluas oleh siswa sendiri sebagai kejadian yang bersifat laten. Bagi mereka keinginan untuk melanjutkan masalah senioritas ada untuk hiburan, penyaluran dendam, iri hati atau mencari popularitas, melanjutkan tradisi atau menunjukkan kekuasaan. Keempat, keluarga yang tidak rukun. Kompleksitas masalah keluarga seperti ketidakhadiran ayah, ibu menderita depresi, kurangnya komunikasi antara orangtua dan anak, perceraian atau ketidakharmonisan orang tua dan ketidakmampuan

87

Jurnal NOETIC Psychology

ISSN : 2088-0359 Volume 4 Nomor 1, Januari-Juni 2014

sosial ekonomi merupakan penyebab tindakan agresi yang signifikan. Kelima, situasi sekolah yang tidak harmonis atau diskriminatif. Bullying juga dapat terjadi jika pengawasan dan bimbingan etika dari para guru rendah, sekolah dengan kedisiplinan yang sangat kaku, bimbingan yang tidak layak dan peraturan yang tidak konsisten. Keenam, karakter individu atau kelompok seperti (1) dendam atau iri hati, (2) adanya semangat ingin menguasai korban dengan kekuasaan fisik dan daya tarik seksual, (3) untuk meningkatkan popularitas pelaku di kalangan teman sepermainannya (peers), (4) persepsi nilai yang salah atas perilaku korban. Korban seringkali merasa dirinya memang pantas untuk diperlakukan demikian (dibully), sehingga korban hanya mendiamkan saja hal tersebut terjadi berulang kali pada dirinya.

Dinamika Penelitian Salah satu perilaku negatif yang sering muncul pada remaja adalah perilaku bullying. Perilaku bullying dapat berupa fisik, verbal, dan psikologis. Perilaku bullying fisik seperti memukul, mencubit, menampar, dan lain-lain. Perilaku bullying secara verbal, seperti memaki, menggosip atau mengejek. Sedangkan perilaku bullying secara psikologis, seperti mengintimidasi, mengecilkan dan diskriminasi. Perilaku bullying merupakan perilaku yang menyakiti orang lain. Perilaku bullying akan membuat seseorang menumbuhkan rasa kebencian didalam dirinya, rasa dendam, trauma yang mendalam dan melukai secara psikologis. Perilaku bullying yang dilakukan oleh para pelajar dapat disebabkan oleh banyak faktor.

Diantaranya

dipengaruhi

oleh

kelompok

sebayanya.

Suatu

penelitian

menunjukkan bahwa tekanan kelompok sebaya berhubungan dengan masalahmasalah dalam kehidupan remaja. Masalah-masalah ini meliputi perilaku bullying, pencurian, penggunaan obat-obatan terlarang, membolos, dan rasisme (Miles Coverdale Primary School dalam Chairani, 2005). Terjadinya peningkatan dalam pengaruh kelompok sebaya adalah remaja lebih banyak berada diluar rumah bersama teman-teman sebaya sebagai kelompok. Sehingga tidak heran jika teman-teman sebaya memiliki pengaruh yang lebih besar dari pada keluarga dalam hal bersikap dan perilaku (Hurlock, dalam Handayani, 2009). Dan hal ini dilakukan agar remaja dapat sesuai dengan norma-norma dalam kelompoknya.

88

Jurnal NOETIC Psychology

ISSN : 2088-0359 Volume 4 Nomor 1, Januari-Juni 2014

Remaja juga dituntut untuk dapat menyesuaikan diri terhadap dunia sosialnya. Dan remaja perlu melakukan banyak penyesuaian agar dapat mencapainya. Penyesuaian terhadap kelompok sebaya merupakan bentuk dari konformitas yang dipertahankan agar dapat diterima oleh kelompok. Menurut Myers (dalam Darmawan, 2007) konformitas merupakan suatu perubahan sebagai akibat dari tekanan kelompok. Menurut santrock (Handayani, 2009) tekanan untuk melakukan konformitas menjadi sangat kuat selama usia remaja. Dan perubahan ini dapat terjadi karena seseorang selalu melihat perilaku yang dilakukan oleh kelompok, seperti mengejek, memukul, berdebat, menghina, dll. Penelitian yang dilakukan oleh Handayani (2009) menunjukkan bahwa ada hubungan positif yang signifikan antara konformitas kelompok sebaya dengan perilaku bullying pada remaja. Penelitian tersebut dapat menunjukkan bahwa konformitas memang berhubungan dengan perilaku bullying. Konformitas akan tampak pada saat individu lain hadir seperti, teman sebaya dan disaat itulah seorang individu akan meniru perilaku orang lain atau teman sebayanya seperti yang diharapkan, tetapi pada saat tidak ada individu lain, maka seorang individu akan menunjukkan perilaku yang berbeda. Sama halnya dengan perilaku bullying, jika seorang individu melihat individu lain menunjukkan perilaku bullying, maka individu akan melihat dan meniru. Dan jika tidak ada individu yang melakukan perilaku bullying, maka individu tidak akan melihat dan meniru apa yang dilakukan oleh individu lain. Sama halnya dengan ketaatan dalam konformitas, dimana tekanan atau tuntutan kelompok acuan pada anak membuat rela melakukannya. Bila ketaatannya tinggi maka konformitasnya juga akan tinggi. Maka dapat dikatakan bahwa perilaku bullying ditimbulkan salah satunya karena terjadi konformitas terhadap suatu kelompok. Bullying merupakan salah satu bentuk perilaku agresif yang dilakukan dengan tujuan untuk menyakiti korbannya baik secara fisik, verbal, maupun psikis. Perilaku bullying sendiri biasanya dilakukan berkelompok. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa konformitas teman sebaya berhubungan dengan timbulnya perilaku bullying pada remaja. Dan aspek-aspek dari konformitas terhadap teman sebaya dengan segala bentuk perilaku bullying juga berhubungan satu sama lain.

89

Jurnal NOETIC Psychology

ISSN : 2088-0359 Volume 4 Nomor 1, Januari-Juni 2014

Berdasarkan penjelasan di atas, maka hipotesis pada penelitian ini adalah ada hubungan positif antara konformitas terhadap teman sebaya dengan perilaku bullying pada siswa SMPN 22 Tangerang.

Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif dan uji korelasi. Penelitian ini dilakukan pada siswa kelas IX (sembilan) SMPN 22 Tangerang, yang dipilih secara random dengan teknik cluster random sampling. Subyek yang digunakan dalam penelitian ini beriumlah 100 siswa. Peneliti menggunakan alat ukur sesuai dengan variabel-variabel yang diteliti, yaitu skala konformitas terhadap teman sebaya dan skala perilaku bullying. Skala konformitas terhadap teman sebaya dibentuk oleh Darmawan pada tahun 2007 berdasarkan aspek-aspek konformitas, sedangkan skala perilaku bullying dibentuk oleh Rahmawati pada tahun 2014 berdasarkan bentuk-bentuk perilaku bullying. Pada variabel konformitas, skor yang dianalisis adalah skor total yang diperoleh dari skala konformitas; sedangkan pada variabel perilaku bullying, skor yang dianalisis adalah skor total yang diperoleh dari skala perilaku bullying. Uji validitas skala konformitas dan skala perilaku bullying dihitung dengan menggunakan Validitas konstruk. Azwar (dalam Priyanto, 2013) mengatakan bahwa butir dalam suatu instrument yang memiliki skor kurang dari 0.3, maka butir tersebut tidak valid. Sedangkan butir dalam suatu instrument yang memiliki skor lebih dari 0.3, maka butir tersebut valid. Terdapat 16 aitem tidak valid pada skala konformitas terhadap teman sebaya, karena memiliki skor kurang dari 0,3. Maka dari itu, terdapat 11 aitem yang dapat digunakan pada skala konformitas terhadap teman sebaya. Pada skala perilaku bullying terdapat 7 aitem yang tidak valid, karena memiliki skor kurang dari 0.3. Maka dari itu terdapat 24 aitem yang dapat digunakan pada skala perilaku bullying. Uji reliabilitas skala konfomitas terhadap teman sebaya dan skala perilaku bullying dilakukan dengan teknik Inter-item consistency. Hair, et al (2014) mengatakan bahwa batas reliabilitas yang diterima adalah 0.7. Berdasarkan hasil uji reliabilitas alat ukur dengan menggunakan teknik perhitungan koefisien alpha, maka didapatkan hasil

90

Jurnal NOETIC Psychology

ISSN : 2088-0359 Volume 4 Nomor 1, Januari-Juni 2014

reliabilitas pada skala konformitas terhadap teman sebaya yaitu sebesar 0,736. Hasil uji reliabilitas pada skala perilaku bullying yaitu sebesar 0,872. Teknik analisis hasil yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik korelasi Pearson Product Moment yang diolah dengan menggunakan program Statistical Packages for Social Science (SPSS) 17.00. Teknik korelasi ini digunakan untuk mencari hubungan dan membuktikan hipotesis hubungan dua variabel bila kedua variabel tersebut berskala interval atau rasio (Sugiyono, 2010). Awalnya peneliti mencari fenomena yang terjadi saat ini pada siswa-siswi SMP di Kota Tangerang, dan peneliti mencoba untuk mewawancarai beberapa siswa SMPN 22 Tangerang mengenai fenomena tersebut. Ternyata fenomena yang peneliti dapatkan memang terjadi di sekolah SMPN 22, dan fenomena ini juga peneliti dapatkan pada saat peneliti melakukan field experience di SMPK Kalam Kudus Kosambi Baru mengenai hubungan antara konformitas terhadap teman sebaya dengan perilaku agresif. Setelah mendapatkan fenomena, peneliti menyiapkan skala yang akan digunakan, yaitu skala perilaku bullying dan skala konformitas terhadap teman sebaya dalam bentuk kuesioner. Indikator beserta item-item yang terdapat di dalam kuisioner dibuat berdasarkan teori dari masing-masing variabel. Peneliti melakukan uji coba skala kepada kelompok try out sebanyak 70 responden. Kemudian peneliti menganalisa item yang telah di uji coba dan menyusun skala yang telah di uji coba untuk penelitian yang sesungguhnya. Selanjutnya peneliti meminta ijin kepada pihak SMPN 22 Tangerang untuk dapat melakukan pengambilan serta mendiskusikan tanggal untuk pembagian kuisioner di sekolah SMPN 22 Tangerang. Pelaksanaan penelitian akan dilakukan sekitar dengan tahap pelaksanaan sebagai berikut : A. mengumpulkan responden

dalam satu ruangan yang telah

ditentukan oleh guru. B. membagikan skala penelitian kepada responden. C. menjelaskan petunjuk pengisian. D. memberikan kesempatan kepada responden untuk bertanya. E. meminta responden untuk memeriksa kembali sebelum mengumpulkan skala penelitian.

91

Jurnal NOETIC Psychology

ISSN : 2088-0359 Volume 4 Nomor 1, Januari-Juni 2014

Hasil Penelitian Tabel 1 Gambaran umum subyek penelitian Kategori

Jumlah

Persentase

Laki-laki

53

53%

Perempuan

47

47%

13 tahun

5

5%

14 tahun

70

70%

15 tahun

25

25%

Jenis Kelamin

Usia

Tabel 2 Uji normalitas Kolmogorov-Smirnov Variabel N

Df

Sig.

Konformitas

100

100

.238

Perilaku Bullying

100

100

.221

Menurut Sarwono (2012), kriteria normalitas data antara lain: 1) Jika nilai sig < 0,05 maka data tidak berdistribusi normal, dan 2) Jika nilai sig > 0,05 maka data berdistribusi normal. Hasil uji normalitas pada variabel konfomitas terhadap teman sebaya sebesar 0,238 dengan 0,025 < 0,05, sedangkan uji normalitas pada variabel perilaku bullying sebesar 0,221 dengan 0,025 < 0,05. Berdasarkan uji normalitas pada dua variabel tersebut, dapat disimpulkan bahwa variabel konformitas terhadap teman sebaya dan perilaku bullying memiliki sebaran data yang normal.

92

Jurnal NOETIC Psychology

ISSN : 2088-0359 Volume 4 Nomor 1, Januari-Juni 2014

Tabel 3 Uji Hipotesis N Korelasi

100

0.224

Signifikansi

100

0.025

Setelah dilakukan uji normalitas, selanjutnya peneliti melakukan uji hipotesis. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara konformitas terhadap teman sebaya dengan perilaku bullying pada siswa SMPN 22 Tangerang. Hasil uji korelasi antara konformitas terhadap teman sebaya dengan perilaku bullying pada siswa SMPN 22 Tangerang menunjukkan nilai r = 0,224 dengan 0.025 < 0,05. Hal ini memiliki arti bahwa ada hubungan yang rendah dan positif antara konformitas terhadap teman sebaya dengan perilaku bullying pada siswa SMPN 22 Tangerang.

Tabel 4 Tabel mean Mean Konformitas terhadap teman sebaya

Perilaku Bullying

Laki-laki

30.81

79.94

Perempuan

29.64

80.74

13 tahun

28.80

81.40

14 tahun

30.46

80.41

15 tahun

30.00

79.84

Kategori

Jenis Kelamin

Usia

93

Jurnal NOETIC Psychology

ISSN : 2088-0359 Volume 4 Nomor 1, Januari-Juni 2014

Tabel 5 Analisa Tambahan Kategori Jenis Kelamin Usia

Konformitas terhadap teman sebaya

Perilaku Bullying

0,036 < 0,05

0,493 > 0,05

0,389 > 0,05

0,837 > 0,05

Dalam penelitian ini, hasil perhitungan menggunakan Uji One Way Anova, signifikansi dari konformitas terhadap teman sebaya berdasarkan jenis kelamin sebesar 0,036 < 0,05, yang berarti ada perbedaan antara jenis kelamin laki-laki dan perempuan. Pada perlikau bullying berdasarkan jenis kelamin, signifikansi yang didapatkan sebesar 0,493 > 0,05, yang berarti tidak ada perbedaan antara jenis kelamin laki-laki dan perempuan. Selanjutnya, hasil perhitungan menggunakan Uji One Way Anova pada konformitas terhadap teman sebaya berdasarkan usia, didapatkan signifikansi sebesar 0,389 > 0,05 yang berarti tidak ada perbedaan antara usia 13 tahun, 14 tahun maupun 15 tahun. Pada perilaku bullying berdasarkan usia, didapatkan signifikansi sebesar 0,837 yang berarti tidak ada perbedaan antara usia 13 tahun, 14 tahun maupun 15 tahun.

Pembahasan Berdasarkaan hasil analisis data dengan menggunakan teknik korelasi Pearson Product Moment, diperoleh hasil bahwa koefisien korelasi antara konformitas terhadap teman sebaya dengan perilaku bullying pada siswa SMPN 22 Tangerang sebesar r = 0,224 dengan signifikansi sebesar 0,025 < 0,05. Berdasarkan hasil penghitungan tersebut diketahui bahwa terdapat hubungan yang rendah dan positif antara konformitas terhadap teman sebaya dengan perilaku bullying pada siswa SMPN 22 Tangerang.

94

Jurnal NOETIC Psychology

ISSN : 2088-0359 Volume 4 Nomor 1, Januari-Juni 2014

Koefisien korelasi positif menunjukkan bahwa hubungan kedua variabel tersebut bersifat searah. Hal ini menunjukkan semakin tinggi konformitas terhadap teman sebaya maka semakin tinggi pula perilaku bullying pada siswa. Sebaliknya semakin rendah konformitas terhadap teman sebaya maka semakin rendah pula perilaku bullying pada siswa. Hal ini menunjukkan bahwa hipotesis alternatif (Ha) dalam penelitian ini diterima. Persentase hasil antara konformitas terhadap teman sebaya dengan perilaku bullying sebesar 7%. Hasil persentase lainnya yakni sebesar 93% dapat dijelaskan oleh variabel-variabel lainnya yang tidak diteliti dalam penelitian ini. Hal ini menunjukkan bahwa bukan hanya konformitas terhadap teman sebaya yang dapat menyebabkan perilaku bullying. Menurut Astuti (dalam Magrifah & Rachmawati, 2010) ada enam faktor yang dapat memperngaruhi terjadinya bullying, seperti (a) perbedaan kelas, ekonomi, gender, etnisitas atau rasisme; (b) tradisi senioritas; (c) senioritas; (d) keluarga yang tidak rukun; (e) situasi sekolah; (f) karakter individu atau kelompok. Di SMPN 22 Tangerang, faktor senioritas dan karakter individu mempengaruhi perilaku bullying siswa. Faktor senioritas yang terjadi di SMPN 22 Tangerang dilakukan oleh siswa kelas IX kepada siswa kelas VIII dan VII. Perilaku bullying yang sering dilakukan oleh senior ke junior adalah melabrak, memukul, menjambak, dan mengejek. Melabrak dan mengejek merupakan perilaku bullying secara verbal, sedangkan menjambak dan memukul merupakan perilaku bullying secara fisik. Cara mereka membully bukan hanya saja secara langsung, namun juga melalui media sosial seperti, facebook dan blackberry messenger. Faktor karakter individu juga mempengaruhi perilaku bullying pada siswa di SMPN 22 Tangerang, dimana karakter individu para siswa tergolong kasar, mereka berani melakukan bullying secara individu. Berdasarkan wawancara dengan salah satu siswa, siswa ini mengatakan bahwa ada siswa yang berani memukul siswa lain dikarenakan siswa ini mempunyai masalah dengan temannya. Memukul merupakan perilaku bullying secara fisik. Hal ini juga diperkuat dengan data penelitian Handayani (2009) mengenai faktorfaktor munculnya konformitas kelompok sebaya dengan perilaku bullying pada remaja sebesar 0.674 dengan signifikansi 0.01, artinya ada hubungan antara faktor-faktor munculnya konformitas kelompok sebaya dengan perilaku bullying pada remaja.

95

Jurnal NOETIC Psychology

ISSN : 2088-0359 Volume 4 Nomor 1, Januari-Juni 2014

Signifikansi dari faktor-faktor munculnya konformitas berdasarkan jenis kelamin sebesar 0,047, yang berarti ada perbedaan antara jenis kelamin laki-laki dan perempuan. Menurut Feldman (dalam Handayani, 2009) menyatakan bahwa perempuan lebih konfrom daripada laki-laki. Artinya perempuan cenderung untuk melakukan konformitas daripada laki-laki. Sedangkan signifikansi dari perilaku bullying berdasarkan jenis kelamin sebesar 0,919, yang berarti tidak ada perbedaan antara jenis kelamin laki-laki dan perempuan. Dalam penelitian ini, ditemukan signifikansi dari konformitas terhadap teman sebaya berdasarkan jenis kelamin sebesar 0,036, yang berarti ada perbedaan antara jenis kelamin laki-laki dan perempuan. Pada siswa laki-laki di SMPN 22 Tangerang memang terlihat lebih konfrom dibandingkan dengan siswa perempuan, hal ini dikarenakan siswa laki-laki memiliki kekompakkan dalam berteman. Hal ini diperkuat oleh hasil wawancara penulis dengan beberapa siswa, dimana ada salah satu geng di sekolah yang beranggotakan siswa laki-laki. Kelompok ini selalu melakukan aktivitas secara bersama-sama. Contohnya, ketika salah satu anggota memiliki masalah dengan seseorang, anggota lain akan ikut membantu menyelesaikan masalah tersebut Artinya siswa laki-laki di SMPN 22 Tangerang cenderung melakukan konformitas daripada siswi perempuan. Nilai signifikansi dari perilaku bullying berdasarkan jenis kelamin sebesar 0,493, yang berarti tidak ada perbedaan antara jenis kelamin laki-laki dan perempuan. Menurut Smith dan Sharp (dalam Handayani, 2009) mengemukakan bahwa tidak ada perbedaaan perilaku bullying antara laki-laki dan perempuan. Hal ini juga memberikan arti bahwa ada perbedaan antara jenis kelamin laki-laki dengan perempuan pada konformitas terhadap teman sebaya. Sedangkan dari perilaku bullying memberikan arti bahwa tidak ada perbedaan antara jenis kelamin laki-laki dengan perempuan. Berdasarkan hasil analisa data pada variabel konformitas terhadap teman sebaya diperoleh mean empirik (ME) sebesar 30,26 dengan standar deviasi 2,809 didapat rentang kategori sedang antara 22-33. Dengan rincian sebagai berikut, yang tergolong mempunyai konformitas tinggi sebanyak 9 siswa, sedang sebanyak 91 siswa, dan rendah sebanyak 0 siswa. Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa konformitas terhadap teman sebaya pada siswa SMPN 22 Tangerang tergolong

96

Jurnal NOETIC Psychology

ISSN : 2088-0359 Volume 4 Nomor 1, Januari-Juni 2014

sedang, artinya konformitas terhadap teman sebaya yang dimiliki cukup tinggi tetapi terkadang ada siswa yang tidak mau mengikuti aturan kelompok apabila ada yang dianggap tidak sesuai dengan dirinya. Hal ini juga mempengaruhi kesepakatan dan ketaatan pada kelompok karena ada anggota yang tidak mengikuti perintah dan tidak mudah memberikan pendapat sehingga menurunkan tingkat konformitas mereka terhadap kelompok. Hal ini sesuai dengan teori dari Sears dkk (dalam Darmawan, 2007) yang menyatakan bahwa bila anggota kelompok lain tidak mempunyai kesepakatan dan ketaatan, tingkat konformitasnya akan menurun tajam. Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu geng yang ada di sekolah SMPN 22, dimana mereka mengeluarkan salah satu anggotanya dikarenakan siswa tersebut tidak mau mengikuti perintah yang diberikan oleh ketua geng tersebut. Siswa ini merasa bahwa perintah yang diberikan oleh ketua geng ini tidak sesuai dengan dirinya. Pada variabel perilaku bullying diperoleh mean empirik (ME) sebesar 78,07 dengan standart deviasi 5,580 didapat rentang kategori 72-96. Dengan rincian sebagai berikut, yang tergolong mempunyai perilaku bullying tinggi sebanyak 77 siswa, sedang sebanyak 23 siswa, dan rendah sebanyak 0 siswa. Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa perilaku bullying pada siswa SMPN 22 Tangerang tergolong tinggi. Adapun faktor-faktor lain selain konformitas yang dapat mengakibatkan bullying di sekolah SMPN 22 Tangerang, seperti pola asuh orang tua, sosial ekonomi, atau pun relasi guru dengan siswa. Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan Wakil Kepala Sekolah, beliau mengatakan bahwa memang kebanyakan siswa yang bersekolah di SMPN 22 Tangerang berasal dari keluarga yang kurang mampu dan memang tingkah laku maupun perkataan siswa sangat tidak baik, bahkan ada siswa yang dikeluarkan akibat memukul temannya. Senioritas pun terjadi di sekolah ini, biasanya dilakukan oleh senior ke junior. Bahkan ketika saya mewawancarai beberapa siswa, mereka juga mengatakan bahwa ada guru yang bersifat kasar terhadap siswa, yang membuat siswa tersebut pindah ke sekolah lain. Berdasarkan hasil yang telah didapatkan, dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara konformitas terhadap teman sebaya dengan perilaku bullying pada siswa SMPN

97

Jurnal NOETIC Psychology

ISSN : 2088-0359 Volume 4 Nomor 1, Januari-Juni 2014

22 Tangerang. Dan berdasarkan hasil penelitian, peneliti memberikan beberapa saran yang dapat dijadikan pertimbangan untuk peneliti selanjutnya dan masih banyak kekurangan dan keterbatasan dalam melakukan penelitian. Berikut ini saran yang diberikan peneliti untuk penelitian selanjutnya, peneliti menyarakan untuk penelitian selanjutnya agar menambahkan subyek penelitian dan melaksanakan penelitian kualitatif mengenai perilaku bullying untuk mendapatkan informasi yang lebih mendalam, baik mengenai cara mengurai dan mengatasi perilaku bullying. Saran praktis untuk penelitian ini adalah bagi siswa diharapkan untuk tidak menggunakan kekerasan dalam berhubungan dengan orang lain. Siswa juga dapat menjaga diri dari pengaruh negaitf di lingkungan sosialnya, khususnya di sekolah. Bagi guru, terutama guru Bimbingan Konseling untuk membuat grup konseling, agar dapat mengetahui masalah-masalah yang sedang dihadapi oleh seluruh siswanya. Bagi sekolah, diharapkan dapat membantu sekolah untuk lebih memperhatikan kondisi siswanya, seperti kondisi emosi serta perilakunya agar proses belajar dapat berjalan dengan lebih baik lagi. Selain itu diharapkan dapat menjadi antisipasi bagi pihak sekolah agar bullying di sekolah tidak semakin meluas. Sebagai contoh, pihak sekolah dapat lebih memperhatikan dan mengawasi jalannya kegiatan-kegiatan siswa yang memungkinkan munculnya tindakan bullying, seperti pelantikan setiap kegiatan ekstrakulikuler dan kegiatan Masa Orientasi Siswa (MOS).

Daftar Pustaka Basyirudin, F. (2010). Hubungan antara penalaran moral dengan perilaku bullying pada santri Madrasah Aliyah Depok pesantren Assa’adah Serang Banten. Retrieved from: http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/handle/123456789/1324. Chairani, D. (2005). Gambaran proses kelompok pada sebuah peer group pelaku bullying di SMA “Z”. Skripsi. Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Darmawan, A. (2007). Perilaku agresif pada anak ditinjau dari konformitas terhadap teman sebaya. Retrieved from http://eprints.unika.ac.id/1682/1/03.40.0030_Agustina_Darmawan.pdf.

98

Jurnal NOETIC Psychology

ISSN : 2088-0359 Volume 4 Nomor 1, Januari-Juni 2014

Hair, J. F. Jr., Black, W. C., Babin, B. J., Er Anderson, R. E. (2014). Multivariate Data Analysis.Pearson Education Limited. Handayani, W. (2009). Hubungan antara faktor-faktor munculnya konformitas kelompok sebaya dengan perilaku bullying pada remaja di SMP PGRI 35 Serpong. Retrieved from http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24440/1/WURIYANTI%20H ANDAYANI-PSI.pdf. Hotpascaman,S. (2010). Hubungan antara perilaku konsumtif dengan konformitas pada remaja. Skripsi. Retrieved from: http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14510/1/10E00397.pdf Hurlock, E. B. (1991). Perkembangan Anak Jilid 1. Alih Bahasa: Tjandrasa, M. Jakarta: Erlangga. Ikhsanifa, N. (2007). Pengaruh konformitas dan harga diri terhadap kecenderungan menjadi korban kekerasan (bullying victim) pada remaja. Retrieved from http://118.97.208.182/index.php/MTV/article/view/596/782. Magrifah, U., & Rachwamati, M.A. (2010). Hubungan antara iklim sekolah dengan kecenderungan perilaku bullying. Retrieved from http://setiabudi.ac.id/jurnalpsikologi/images/files/JURNAL%201%281%29.pdf. Nadhirah, F& Yahdin. (2006). Hubungan antara self-efficacy, konsep diri, dan konformitas terhadap kelompok sebaya dengan perilaku menyontek. Tesis. Octarani, M. (2013). Hubungan antara konformitas teman sebaya dengan perilakumencontek pada siswa SMA di Pekanbaru. Retrieved from http://eprints.binus.ac.id/27902/1/2012-2-00035-PS%20Abstrak001.pdf. Priyanto, D. (2013). Mandiri belajar analisis data dengan spss. Yogyakarta: Mediakom. Rahmawati, E. (2014). Keefektifan layanan penguasaan konten dengan teknik role playing untuk mencegah perilaku bullying siswa kelas VIII SMP Negeri 15 Semarang Tahun Pelajaran 2013/2014. Retrieved from http://library.ikippgrismg.ac.id/docfiles/fulltext/8d5012d54718a758.pdf Sarwono, J. (2012). Metode riset skripsi pendekatan kuantitatif: Menggunakan prosedur spss: Tuntutan praktis dalam menusun skripsi. Jakarta: Penerbit PT Elex Media Komputindo. Saputra, N. C. (2011). “Cegah Bullying Siswa Senior Dilarang Terlibat MOS”. Retrieved from http://news.okezone.com/read/2011/10/31/338/522940/cegah-bullying siswasenior-dilarang-terlibat-MOS.

99

Jurnal NOETIC Psychology

ISSN : 2088-0359 Volume 4 Nomor 1, Januari-Juni 2014

Sirait, M. A. (2011). CacatanAkhir Tahun 2011 Komisi Nasional Perlindungan Anak. Retrieved from https://komnaspa.wordpress.com/2011/12/21/catatan-akhir-tahun2011-komisi-nasional-perlindungan-anak/ Sugiyono. (2010). Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta

100