HUBUNGAN BERATNYA GEJALA ANSIETAS DENGAN MASA

Download Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa Universitas Hasanuddin. Alamat Korespondensi: ... khususnya gejala ansietas dengan berbagai masa klimakterium w...

0 downloads 324 Views 390KB Size
HUBUNGAN BERATNYA GEJALA ANSIETAS DENGAN MASA KLIMAKTERIUM WANITA DI RUMAH SAKIT PENDIDIKAN MAKASSAR

THE RELATIONSHIP BETWEEN THE SEVERITY OF ANXIETY SYMPTOM AND WOMEN CLIMACTERIUM PERIOD IN MAKASSAR TEACHING HOSPITAL

Trisna Jumrianty Chontessa, Theodorus Singara, H. M. Faisal Idrus Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa Universitas Hasanuddin

Alamat Korespondensi: Trisna Jumrianty Chontessa Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar Hp: 08152521833 Email: [email protected]

1

Abstrak Masih merupakan kontroversi apakah gejala psikologis pada masa klimakterium wanita khusus disebabkan oleh transisi menopause atau tidak. Tujuan penelitian ini untuk melihat hubungan beratnya gejala psikologis menopause, khususnya gejala ansietas dengan berbagai masa klimakterium wanita yang rawat jalan di rumah sakit pendidikan Makassar. Penelitian ini merupakan studi observasional dengan desain cross-sectional, melibatkan seratus lima puluh enam wanita berusia 35 – 65 tahun. Sampel dibagi tiga kelompok berdasarkan usia masa klimakterium menurut Hosking dkk, dan dilakukan sejak Bulan Juli sampai September 2012. Penilaian beratnya gejala ansietas dilakukan dengan menggunakan skala HRS-A (Hamilton Rating Scale for Anxiety). Data dianalisis dengan menggunakan uji Chi-Square. Hasil penelitian menunjukkan hubungan yang bermakna antara ansietas dan masa klimakterium wanita (p<0,01). Gejala ansietas yang lebih berat banyak ditemukan pada masa perimenopause (7,7%) dibandingkan dengan masa klimakterium awal (5,8%) dan masa klimakterium akhir (1,9%). Selain itu terdapat pula hubungan yang bermakna antara ansietas dan karakteristik sampel. Gejala ansietas yang lebih berat banyak ditemukan pada wanita yang memiliki tingkat pendidikan rendah (p<0,01), tidak bekerja (p<0,01), dan status ekonomi rendah (p<0,01). Tetapi tidak ditemukan hubungan yang bermakna antara ansietas dan status perkawinan (p>0,05). Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa beratnya gejala ansietas memiliki hubungan yang bermakna dengan berbagai masa klimakterium wanita. Untuk itu diperlukan kerjasama dari Psikiatri dalam menangani wanita usia pertengahan yang datang dengan keluhan sindrom klimakterium.

Kata kunci : klimakterium, gejala menopause, ansietas

Abstract It is still a controversy whether the psychological symptoms in women’s climacterium especially caused by menopause’s transition or not. The purpose of this research is to examine the relationship between the severity of psychological symptoms of menopause, especially anxiety symptom, and various climacterium time in women treated in Makassar teaching hospital. The research was conducted from July to September 2012 as an observational study with cross-sectional design, involving one hundred and fifty-six women aged 35-65 years old. The samples were divided into three groups based on the age of climacterium period (Hosking et al). The assessment of anxiety symptom severity was performed by using HRS-A scale (Hamilton Rating Scale for Anxiety). The data were analyzed by using Chi-Square test. The results reveal a significant association between anxiety and climacterium period (p<0,01). More severe anxiety symptoms are common during perimenopause period (7,7%) rather than early (5,8%) and late climacterium period (1,9%). In addition there are also a significant association between anxiety and the characteristics of the samples. More severe anxiety symptoms is commonly found in women who are unemployed (p<0,01), have low education level (p<0,01), and have low economic levels (p<0,01). But no significant relationship is found between anxiety and marital status (p>0.05). Based on the results of this study concluded that the severity of anxiety symptoms have a significant association with the various climacterium time in women. It required the cooperation of Psychiatry in dealing with middle-aged women who present with syndromes climacterium. Keywords: Climacterium, menopause symptoms, anxiety

2

PENDAHULUAN Pengobatan modern secara bermakna akan meningkatkan usia harapan hidup wanita di seluruh dunia. Diperkirakan pada tahun 2030, wanita yang mengalami masa transisi ke menopause akan mencapai 1,2 milyar. Sepertiga dari hidup mereka berada dalam masa postmenopause dengan peningkatan risiko penyakit kronis. (Nisar N, 2010; Rahman S dkk., 2011; Angela M. C dkk., 2004) Klimakterium adalah masa transisi yang berawal dari akhir tahap reproduksi dan berakhir pada awal senium, terjadi pada wanita usia 35 – 65 tahun. Masa ini ditandai dengan berbagai macam keluhan endokrinologis dan vegetatif. Keluhan tersebut terutama disebabkan oleh menurunnya fungsi ovarium. Gejala menurunnya fungsi ovarium adalah berhentinya menstruasi pada seorang wanita yang dikenal sebagai menopause. Menopause merupakan suatu peristiwa fisiologis yang disebabkan oleh menuanya ovarium yang mengarah pada penurunan produksi hormon estrogen dan progesteron yang dihasilkan dari ovarium. Kekurangan hormon ini menimbulkan berbagai gejala somatik, vasomotor, urogenital, dan psikologis yang mengganggu kualitas hidup wanita secara keseluruhan. (Jacoeb T.Z., 1997; Hosking D dkk., 1998; Nisar N, 2010; Chuni N dkk., 2011) Wanita dua kali lebih mungkin mengalami ansietas dibandingkan pria. Ansietas merupakan salah satu gejala psikologis menopause yang umum terjadi pada masa klimakterium. Penelitian mengenai gejala menopause tidak hanya melibatkan interaksi kompleks antara faktor sosial budaya, psikologis, dan lingkungan, tetapi juga perubahan biologi yang berhubungan dengan kekurangan atau berubahnya status hormon ovarium. Diduga menurunnya kadar estrogen dan progesteron, atau terganggunya rasio dari kedua hormon pada masa ini akan mengganggu neurotransmitter pada otak yang akan menimbulkan gejala ansietas. (Nisar N, 2010; Seana R, 2010) Terdapat perdebatan gejala mana yang dapat dikaitkan langsung dengan fluktuasi hormon dan mana yang tidak bisa. Terapi hormon jangka pendek digunakan untuk pengelolaan gejala menopause dan terbukti efektif dalam pengobatan gejala vasomotor dan gejala urogenital. Tetapi gejala psikologis yang dialami masih memerlukan perhatian yang lebih lanjut. Apakah masalah psikologis dan emosional yang dilaporkan oleh beberapa wanita menopause khusus disebabkan oleh transisi menopause atau tidak, masih merupakan issu kontroversial. Gejala yang dialami oleh wanita selama dan setelah transisi menopause dipengaruhi oleh sikap-sikap yang terbentuk 3

sebelumnya terhadap menopause, tipe kepribadian, dan paparan yang lebih besar atau lebih kecil terhadap tingkat stres. Ada beberapa bukti bahwa status etnis dan sosial ekonomi juga dapat mempengaruhi pengalaman menopause, baik secara langsung atau tidak langsung, oleh pengaruh mereka pada beberapa faktor psikososial. (Unal A dkk., 2010) Adanya perdebatan apakah gejala psikologis pada menopause khusus disebabkan oleh transisi menopause atau tidak. Serta masih kurangnya informasi mengenai pengalaman menopause pada populasi wanita di Indonesia terutama di Makassar, membuat peneliti tertarik untuk mengamati hal tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah ada hubungan beratnya gejala psikologis menopause, khususnya gejala ansietas dengan berbagai masa klimakterium wanita yang berada di wilayah Makassar.

BAHAN DAN METODE Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan pada beberapa rumah sakit pendidikan di Makassar mulai Juli 2012 sampai September 2012. Desain Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian observasional dengan menggunakan desain penelitian cross-sectional. Populasi dan Sampel Sampel diambil dengan cara purposive sampling.

Untuk itu pasien dengan keluhan

gangguan menstruasi atau keluhan-keluhan seperti yang tercantum dalam skala HRS-A (Hamilton Rating Scale for Anxiety) serta pengantarnya yang berkunjung di poliklinik Obstetri dan Ginekologi, Psikiatri, dan Penyakit Dalam, diwawancara. Bila memenuhi kriteria inklusi dimasukkan dalam penelitian sampai jumlah sampel yang diperlukan terpenuhi. Pengumpulan Data Wawancara dilakukan pada wanita usia klimakterium yang berkunjung ke poliklinik Obstetri dan Ginekologi, Psikiatri, dan Penyakit Dalam dibeberapa rumah sakit pendidikan di Makassar. Sampel dibagi dalam tiga kelompok berdasarkan usia, yaitu klimakterium awal (35 – 45 tahun), perimenopause (46 – 55 tahun), dan klimakterium akhir (56 – 65 tahun). Dilakukan pencatatan karakteristik sosiodemografi pada setiap sampel berdasarkan status perkawinan, tingkat pendidikan, status ekonomi, dan pekerjaan pada ketiga kelompok usia. Kemudian 4

diperiksa apakah mengalami atau tidak gejala psikologis menopause khususnya gejala ansietas seperti yang ditampilkan pada instrumen HRS-A (Hamilton Rating Scale for Anxiety). Penilaian skala ini dapat dilakukan oleh peneliti dan intereter, demikian juga dalam penilaian tingkat beratnya gejala. Data yang telah dikumpulkan kemudian dicatat dan dianalisis. Analisis Data Proses analisis data dilakukan dengan menggunakan program komputerisasi dan disajikan dalam bentuk tabel. Perbedaan karakteristik sosiodemografi serta nilai skor total HRSA pada berbagai masa klimakterium diuji statistik dengan menggunakan Chi-Square test. HASIL PENELITIAN

Telah dilakukan penelitian mulai Juli 2012 sampai September 2012 pada wanita berusia 35 – 65 tahun di Makassar. Selama kurun waktu tersebut, diperoleh sampel penelitian sebanyak 156 orang yang memenuhi kriteria inklusi. Sampel dibagi menjadi tiga kelompok yang terdiri dari 52 wanita yang berusia 35 – 45 tahun, 52 wanita yang berusia 46 – 55 tahun, dan 52 wanita yang berusia 56 – 65 tahun. Tabel 1 memperlihatkan hubungan tingkat pendidikan dengan ansietas. Uji statistik ChiSquare menunjukkan terdapat hubungan bermakna antara derajat gejala ansietas dengan tingkat pendidikan (p<0,01), dimana persentase yang menderita gejala ansietas berat dan sedang lebih banyak terjadi pada mereka yang berpendidikan rendah (SD dan SMP) dibandingkan yang berpendidikan lebih tinggi (SMA keatas). Tabel 1 memperlihatkan hubungan status pekerjaan dengan ansietas. Uji statistik ChiSquare menunjukkan terdapat hubungan bermakna antara derajat gejala ansietas dengan status bekerja (p<0,01), dimana persentase yang menderita gejala ansietas berat dan sedang lebih banyak terjadi pada mereka yang berstatus tidak bekerja dibandingkan dengan yang bekerja. Tabel 1 memperlihatkan hubungan status perkawinan dengan ansietas. Uji statistik ChiSquare menunjukkan tidak terdapat hubungan bermakna antara derajat gejala ansietas dengan status perkawinan (p>0,05). Tabel 1 memperlihatkan hubungan status ekonomi dengan ansietas. Uji statistik ChiSquare menunjukkan terdapat hubungan bermakna antara derajat gejala ansietas dengan tingkat penghasilan (p<0,01), dimana persentase yang menderita gejala ansietas berat dan sedang lebih

5

banyak terjadi pada mereka yang berpenghasilan rendah (dibawah satu juta rupiah) dibandingkan yang berpenghasilan tinggi (diatas satu juta rupiah). Tabel 2 memperlihatkan hubungan ansietas dengan ketiga kelompok usia. Uji statistik Chi-Square menunjukkan terdapat hubungan bermakna antara derajat gejala ansietas dengan kelompok usia klimakterium wanita (p<0,01), dimana persentase yang menderita gejala ansietas berat paling banyak terjadi pada usia perimenopause (7,7%) dan paling sedikit pada usia klimakterium akhir (1,9%).

PEMBAHASAN Penelitian ini menemukan dari 156 sampel terdapat 134 orang (85,9%) yang mengalami gejala ansietas dan hanya 22 orang (14,1%) yang tidak mengalami gejala ansietas. Berdasarkan intensitas derajat gejala ansietas, jumlah sampel yang mengalami gejala ansietas ringan 44,9%, ansietas sedang 35,9%, dan ansietas berat 5,1%. Persentase yang mengalami gejala ansietas berat paling banyak ditemukan pada masa perimenopause dan paling sedikit pada masa klimakterium akhir. Hasil penelitian menunjukkan bahwa beratnya gejala ansietas memiliki hubungan yang bermakna (p<0,01) dengan berbagai masa klimakterium wanita. Gejala ansietas memiliki prevalensi yang tinggi pada masa klimakterium wanita. Hasil ini sesuai dengan penelitian Beker dkk., (2001) dalam jurnal Charmchi N dkk., (2011) yang melaporkan persentase yang tinggi dari ansietas dan depresi ditemukan pada wanita menopause. Hasil yang sama ditemukan pada penelitian Zhou B dkk., (2012), dimana wanita pada masa transisi mengalami penurunan fungsi ovarium secara bertahap, dalam keadaan tersebut dapat timbul beberapa aspek gejala fisik dan psikologis. Depresi atau ansietas atau campuran dari ansietas dan depresi merupakan gejala psikologis yang paling umum dijumpai pada masa tersebut. Wanita pada usia pertengahan lebih sering mengalami ansietas dan depresi dibandingkan dengan pria. Penelitian di Qatar selama Juli sampai Desember 2009, pada sampel pria dan wanita yang berusia 18 – 65 tahun, menemukan kelompok yang berisiko tinggi mengalami gangguan ansietas dan depresi adalah yang berjenis kelamin wanita, usia pertengahan, dan telah menikah. Temuan serupa dilaporkan di Lebanon oleh Karam (2006), tetapi tidak dalam status perkawinan. (Bener A dkk., 2012)

6

Penelitian Mirza, (2004) menemukan berbagai faktor yang dapat dikaitkan dengan gangguan ansietas dan depresi. Faktor Sosiodemografi yang terkait dengan peningkatan prevalensi gangguan ansietas dan depresi adalah jenis kelamin wanita, usia pertengahan, dan tingkat pendidikan yang rendah. Kehilangan suami (yang janda, berpisah, atau bercerai), lamanya usia pernikahan, dan menjadi ibu rumah tangga juga menunjukkan hubungan yang positif. Faktor-faktor yang dianggap wanita berhubungan dengan kejadian mental distress adalah keluarga yang berpenghasilan rendah, perselisihan dalam perkawinan, tidak mempunyai hubungan interpersonal yang erat, kurangnya otonomi, perbedaan pendapat dengan suami, serta masalah kesehatan. Beberapa hasil penelitian di atas dapat memberikan gambaran bahwa faktor biologi dan faktor psikososial sangat berperan dalam kejadian ini. Dimana pada usia pertengahan, seorang wanita dapat mengalami sindrom klimakterium akibat defisiensi estrogen dan progesteron yang dihubungkan dengan menurunnya fungsi ovarium. Pada keadaan tersebut seorang wanita akan mengalami beberapa masalah psikososial yang dapat mencetuskan gejala-gejala psikologis. Dari karakteristik sampel (tabel 1), dapat dilihat gejala ansietas lebih berat pada sampel yang berpendidikan lebih rendah (p = 0,000), status tidak bekerja (p = 0,000), dan berpenghasilan rendah (p = 0,000). Hasil uji statistik menunjukkan beratnya gejala ansietas memiliki hubungan yang bermakna (p<0,01) dengan tingkat pendidikan, status pekerjaan, dan status ekonomi wanita klimakterium. Sedangkan hubungan beratnya gejala ansietas dengan status perkawinan tidak memiliki nilai yang bermakna (p = 0,141). Tingkat pendidikan, status ekonomi, dan status pekerjaan dapat mempengaruhi beratnya gejala ansietas pada seseorang. Penelitian Freedman, (2001) menunjukkan bahwa wanita berpendidikan tinggi memiliki prevalensi dan intensitas gejala menopause yang lebih rendah. Penelitian Tang GW, (1994) juga menunjukkan bahwa tingkat pendidikan dan pendapatan ekonomi yang lebih rendah berkaitan dengan meningkatnya prevalensi gejala menopause. Selain itu, kurangnya aktivitas pada wanita yang berstatus tidak bekerja dikaitkan dengan jantung berdebar, pelupa, dan kesulitan tidur. (Jahanfar dkk., 2006) Tingkat pendidikan dan status ekonomi yang rendah akan menyebabkan seseorang mudah mengalami kecemasan atau ansietas. Tingkat pendidikan seseorang atau individu akan berpengaruh terhadap kemampuan berpikir, semakin tinggi tingkat pendidikan akan semakin mudah berpikir rasional dan menangkap informasi baru termasuk dalam menguraikan masalah 7

yang baru (Stuart&Sundeen, 1998). Keadaan ini memungkinkan seorang wanita lebih mudah mencapai taraf adaptasi baru, yaitu sebagai wanita yang telah menopause. (Pamungkas G, 2011; Wicaksana I, 2010) Wanita pada masa klimakterium dapat menjadi iritabel, kehilangan gairah seksual sehingga takut tidak bisa memuaskan suami, takut kehilangan kasih sayang atau suami mencari wanita lain, berkurangnya otoritas dan peran dalam keluarga, disamping itu mereka dapat mengalami kehilangan orang yang dicintai serta berkurangnya penghasilan, yang semuanya dapat menimbulkan konflik. Keadaan ini kemungkinan lebih dirasakan pada wanita yang berstatus sebagai ibu rumah tangga. Pada wanita yang masih aktif bekerja, keadaan ini dapat tersublimasikan dengan baik melalui mekanisme penyesuaian diri yang mereka miliki. (Mirza I dkk., 2004; Wicaksana I, 2010) Hubungan ansietas dan status perkawinan masih belum dapat dipastikan. Sebagian berpendapat ansietas lebih sering pada status wanita yang telah menikah. Sebagian penelitian menemukan hubungan yang sebaliknya. Beberapa penelitian menunjukkan pada wanita yang kehilangan suami (yang janda, berpisah, atau bercerai), memiliki risiko mengalami ansietas yang lebih tinggi dibandingkan dengan wanita yang berstatus menikah. Kemungkinan hal ini disebabkan karena hilangnya dukungan sosial atau hubungan interpersonal yang erat dan berubahnya status ekonomi. Pada penelitian ini, kami tidak menemukan hubungan yang bermakna antara beratnya gejala ansietas dengan status perkawinan. Hal ini dimungkinkan karena budaya kita yang masih memiliki ikatan kekeluargaan yang tinggi. Dari hasil pengamatan kami, sampel yang berstatus tidak menikah, cerai mati, dan cerai hidup, umumnya tidak tinggal sendiri, tetapi tinggal bersama keluarga. Keadaan ini membuat mereka masih mendapatkan dukungan sosial dan materi dari keluarga dimana mereka tinggal. Jadi dapat disimpulkan bahwa selain faktor biopsikososial, faktor budaya juga turut berperan dalam mempengaruhi perbedaan dari hasil penelitian yang dilakukan. Hubungan biologi antara menopause dan mood difokuskan pada hipotesis bahwa kadar estrogen yang rendah dikaitkan dengan mood yang negatif. Bila demikian masa setelah menopause atau masa klimakterium akhir, saat produksi estrogen ovarium sangat rendah dan stabil, diharapkan berkorelasi dengan meningkatnya gejala psikologis. Namun, ada beberapa penelitian tentang menopause menunjukkan tingkat keparahan gejala menopause lebih tinggi pada masa perimenopause saat kadar hormon gonad berfluktuasi. (Bromberger J. T dkk., 2001) 8

Hasil penelitian ini dapat memberi petunjuk bahwa gejala ansietas yang lebih berat banyak ditemukan pada masa perimenopause saat kadar hormon gonad berfluktuasi. Ketidakseimbangan rasio antara hormon estrogen dan progesteron akan mengganggu neurotransmitter pada otak. Dominasi estrogen akan memicu timbulnya gejala-gejala ansietas pada wanita usia perimenopause. Disamping itu interaksi dari faktor-faktor psikososial juga sangat berperan. Secara umum digambarkan sebagai persepsi negatif wanita yang ‘takut kehilangan’ pada masa ini akan menimbulkan reaksi ansietas atau kecemasan. (Bromberger J. T dkk., 2001; Seana R, 2010; Wicaksana I, 2010)

KESIMPULAN DAN SARAN Kami menyimpulkan bahwa beratnya gejala ansietas memiliki hubungan yang bermakna dengan berbagai masa klimakterium wanita, dimana gejala ansietas yang lebih berat banyak ditemukan pada masa perimenopause dibandingkan dengan masa klimakterium awal dan masa klimakterium akhir. Disamping itu beratnya gejala ansietas memiliki hubungan yang bermakna dengan tingkat pendidikan, status pekerjaan, dan status ekonomi wanita klimakterium, dimana gejala ansietas yang lebih berat banyak ditemukan pada wanita yang berpendidikan rendah, tidak bekerja, dan status ekonomi rendah. Secara keseluruhan beratnya gejala ansietas pada masa klimakterium wanita dapat dipengaruhi oleh faktor biologi dan psikososial. Untuk itu diperlukan kerjasama dari Bagian Psikiatri, Obstetri dan Ginekologi, serta Penyakit Dalam pada wanita usia pertengahan yang datang dengan keluhan sindrom klimakterium.

UCAPAN TERIMA KASIH Terima kasih kepada : dr. Theodorus Singara, Sp.KJ(K); dr. H. M. Faisal Idrus Sp.KJ(K); Dr. dr. Arifin Seweng, MPH; Dr. dr. Sonny T. Lisal, Sp.KJ, dan Prof. dr. John Rambulangi, Sp.OG(K) atas bantuan dan bimbingannya serta saran-saran yang diberikan.

9

DAFTAR PUSTAKA Angela M. C., Ruhee C., Moira K., Cynthia J., and Gail R. (2004). Perimenopausal and Postmenopausal Health. BMC Women's Health, (online) diunduh 10 Oktober 2011. Available from: http://www.biomedcentral. com/1472-6874/4/S1/S23. Bener A., Ghuloum S., Abou-Saleh M. T. (2012). Prevalence, Symptom Patterns and Comorbidity of Anxiety and Depressive Disorders in Primary Care in Qatar. Soc Psychiatry Psychiatr Epidemiol. 47 : 439–446. Bromberger J. T., et al. (2001). Psychologic Distress and Natural Menopause : a Multiethnic Community Study, in American Journal of Public Health. Vol 91, No. 9. Charmchi N., Khalatbari J. (2011). A Review on Depression and Anxiety During Women’s Menopause. International Journal of Science and Advanced Technology. Volume 1 No 6 August 2011. Chuni N., Sreeramareddy C.T. (2011). Frequency of symptoms, determinants of severe symptoms, validity of and cut-off score for Menopause Rating Scale (MRS) as a screening tool: A cross-sectional survey among midlifeNepalese women, in BMC Women Health, (online) diunduh 3 November 2011. Available from: http://www.biomedcentral.com/1472-6874/11/30. Hosking D, Chilvers CED, Christiansen C, Ravn P, Wasnich R, Ross P, et al. (1998). Prevention of bone loss with alendronate in postmenopausal women under 60 years of age. N Engl J Med 338 : 485-492. Jacoeb T. Z. (1997). Endokrinologi Reproduksi pada Wanita, dalam Ilmu Kandungan. Edisi kedua, cetakan kedua. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta. 3 : 96. Jahanfar., et al. (2006). Age of Menopause and Menopausal Symptoms Among Malaysian Women Who Referred to Health Clinic in Malaysia. Department of Internal Medicine Shiraz EMedical Malaysia, Journal Vol. 7, No. 3. Mirza I, Jenkins R. (2004). Risk factors, prevalence, and treatment of anxiety and depressive disorders in Pakistan: systematic review. BMJ Volume 328. p.1-5. Nisar N. (2010). Severity of Menopausal Symptoms and the Quality of Life at Different Status of Menopause : a community based survey from rural Sindh, Pakistan, in International Journal of Collaborative Research on Internal Medicine & Public Health. Vol. 2 No.5. 118-130. Pamungkas G. (2012). Konsep Kecemasan. Artikel teorikecemasan.blogspot.com/2011_03_01_archiv.

(online).

Available

from:

Rahman S., Salehin F., Iqbal A. (2011). Menopausal Symptoms Assessment among Middle Age Women in Kushtia, Bangladesh. Biomed Central (online) diunduh 23 Oktober 2011. Available from: http://www.biomedcentral.com/1756-0500/4/188. Seana R. (2010). Estrogen & Anxiety, Article reviewed by Victoria Dugger (online) diunduh 17 April 2012. Available from: http://www.livestrong.com/article/199533-estrogenanxiety/#ixzz23rz81qfP.

10

Unal A., Ozgul O., Ozlem O., Arslan G., Dursun F. E. (2010). Menopause status and attitudes in a Turkish midlife female population: an epidemiological study. BMC Women’s Health, (online) diunduh 5 November 2011. Available from: http://www.biomedcentral.com/1472-6874/10/1. Wicaksana I. (2010). Aspek Mental dan Perilaku pada Klimakterium. Smart Mind Centre (Kesehatan Jiwa). Pusat Studi Kesehatan Jiwa dan Gangguan Jiwa di Indonesia. Zhou B., et al. (2012). The symptomatology of climacteric syndrome: whether associated with the physical factors or psychological disorder in perimenopausal/postmenopausal patients with anxiety–depression disorder. Jurnal (online) diunduh 18 September 2012. Available from: www.ncbi.nlm.nih.gov › Journal List › Springer Open Choice.

11

Lampiran Tabel 1. Hubungan karakteristik sampel dengan beratnya gejala ansietas Gejala Ansietas Karakteristik Sampel

Nilai p Tidak ada

Pendidikan  SD

Ringan

Sedang

Berat

n %

0 0,0%

2 8,0%

19 76,0%

4 16,0%



SMP

n %

0 0,0%

2 18,2%

9 81,8%

0 0,0%



SMA

n %

2 3,0%

39 58,2%

23 34,3%

3 4,5%



Diploma

n %

9 56,3%

6 37,5%

1 6,3%

0 0,0%



Sarjana

n % n %

11 29,7% 22 14,1%

21 56,8% 70 44,9%

4 10,8% 56 35,9%

1 2,7% 8 5,1%

n % n %

21 23,1% 1 1,5%

51 56,0% 19 29,2%

17 18,7% 39 60,0%

2 2,2% 6 9,2%

n %

22 14,1%

70 44,9%

56 35,9%

8 5,1%

n % n % n % n %

19 16,7% 1 10% 0 0,0% 2 22,2%

48 42,1% 5 50,0% 12 52,2% 5 55,6%

42 36,8% 2 20,0% 10 43,5% 2 22,2%

5 4,4% 2 20,0% 1 4,3% 0 0,0%

n %

22 14,1%

70 44,9%

56 35,9%

8 5,1%

n % n % n % n %

0 0,0% 3 5,0% 19 31,7% 22 14,1%

8 22,2% 28 46,7% 34 56,7% 70 44,9%

25 69,4% 26 43,3% 5 8,3% 56 35,9%

3 8,3% 3 5,0% 2 3,3% 8 5,1%

Total n=156 (100%) Pekerjaan  Bekerja 

Tidak Bekerja

Total n=156 (100%) Status Perkawinan  Kawin 

Cerai Hidup



Cerai Mati



Tidak Kawin

Total n=156 (100%) Penghasilan Perbulan  < 1 juta 

1 – 2 juta



> 2 juta

Total n=156 (100%)

0,000

0,000

0,141

0,000

12

Tabel 2. Hubungan beratnya gejala ansietas dengan kelompok usia klimakterium Usia Klimakterium Perimenopause Klimakterium Awal Akhir (46-55 tahun) (35-45 tahun) (56-65 tahun) Ansietas

tidak n ansietas % ansietas n ringan % ansietas n sedang % ansietas n berat % n

Total

13

4

5

22

25,0%

7,7%

9,6%

14,1%

26

17

27

70

50,0%

32,7%

51,9%

44,9%

10

27

19

56

19,2%

51,9%

36,5%

35,9%

3

4

1

8

5,8%

7,7%

1,9%

5,1%

52

52

52

156

100,0%

100,0%

100,0%

100,0%

Total % p=0,005

13