HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN ORIENTASI MASA DEPAN

Download tingkat religiusitas yang dimiliki subjek. ... Kata kunci:orientasi masa depan, religiusitas, mahasiswa ... Jurnal Psikologi , Volume 9 Nom...

0 downloads 496 Views 947KB Size
Jurnal Psikologi , Volume 9 Nomor 2, Desember 2013

Hubungan Antara Religiusitas Dengan Orientasi Masa Depan Bidang Pekerjaan Pada Mahasiswa Tingkat Akhir Rosleny Marliani Fakultas Psikologi UIN Sunan Gunung Djati Bandung Abstrak Peneliti mencoba menghubungkan fenomena orientasi masa depan bidang pekerjaan dengan tingkat religiusitas yang dimiliki subjek. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan desain penelitian korelasional, dengan melibatkan 63 orang responden. Adapun uji statistik yang akan digunakan untuk menguji hipotesis yang diajukan adalah Rank Spearman. Berdasarkan hasil perhitungan yang diperoleh dengan derajat kepercayaan sebesar 95% (á = 0,05) diketahui bahwa koefisien korelasi sebesar 0,308 dengan Pv sebesar 0,014. Hal ini memiliki arti bahwa Ho ditolak dan H1 diterima, sehingga dapat dikatakan bahwa terdapat hubungan antara religiusitas dengan orientasi masa depan bidang pekerjaan. Kata kunci: orientasi masa depan, religiusitas, mahasiswa Abstract Researcher tries to link future orientation phenomenon in work area with proprietary religious. This research is done by use of correlations research design, by involves 63 respondents. There is statistical testing who will be utilized to test hypothesis that is proposed is `Rank Spearman`. Base acquired statistic result with trusty degree as big as 95% (á = 0, 05) known that correlation coefficient as big as 0,308 by Pv as big as 0,014. It has that mean rejected Ho and H1 accepted, so gets to be said that available relationship among religious commitment level by future orientation in work area Key word: future orientation, religius, college student Pendahuluan Ketika seseorang ingin mempunyai kualitas diri yang memadai atau kompeten dalam suatu bidang, maka hendaknya ia membekali diri dengan pendidikan yang memadai, antara lain dengan memasuki jenjang pendidikan tinggi, seperti akademi, pendidikan tinggi profesional (seperti politeknik), universitas, institut dan pendidikan profesi atau spesialis. Semakin tinggi jenjang pendidikan, maka semakin tinggi pula muatan keahliannya. Pada jenjang pendidikan tinggi proses pendidikan diarahkan pada dua kemampuan, yaitu kemampuan “akademik” dan “profesional” (Asshiddiqie, 1997: 67). Kemampuan akademik menekankan pada kemampuan penguasaan dan pengembangan ilmu, dan kemampuan profesional menekankan pada kemampuan dan keterampilan kerja. Secara umum, pendidikan tertinggi yang memiliki banyak

peminat adalah perguruan tinggi. Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar, dalam Workshop Meeting of Heads of Asian Productivity Organization di Sanur (2012) menyatakan bahwa lulusan Perguruan Tinggi (PT) hingga saat ini belum memiliki orientasi yang jelas, untuk itu banyak sarjana yang tidak mampu bersaing dalam persaingan global. Minimnya daya saing lulusan PT ini karena kampus dianggap belum memiliki orienasi tentang kelulusan yang terarah. Indikator lemahnya daya saing lulusan PT ini kemudian dia lengkapi dengan data yang dikutip dari World Economic Forum tahun 2012. Dalam data itu, menempatkan Indonesia pada peringkat 50 dari 144 negara dalam hal produktivitas warganya. Orientasi pekerjaan yang tidak jelas, serta daya saing yang rendah di kalangan lulusan Perguruan Tinggi mampu memunculkan permasalahan baru yaitu

Hubungan Antara Religiusitas....Rosleny Marliani

pengangguran. Berdasarkan data yang diperoleh dari badan pusat statistik diketahui bahwa jumlah pengangguran terbuka di

Indonesia cukup tinggi, seperti yang disajikan dalam tabel berikut:

Tabel 1. Pengangguran Terbuka Berdasarkan Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan

Sumber: www.bps.go.id Berdasarkan tabel tersebut diketahui bahwa jumlah pengangguran terbuka yang berasal dari universitas memiliki jumlah yang cukup tinggi tiap tahunnya. Meskipun pada tahun 2011 menunjukkan penurunan secara statistik, namun tidak menutup kemungkinan akan kembali mengalami peningkatan jika tidak disikapi secara serius. Individu yang akan segera memasuki dunia kerja pada umumnya adalah mahasiswa perguruan tinggi tingkat akhir. Oleh karena itu, dari sejak saat itu mereka hendaknya mulai memikirkan secara serius mengenai rencana dan tujuan pekerjaannya, diantaranya meliputi: menentukan jenis pekerjaan yang diminati dan menentukan tujuan melakukan pekerjaan tersebut, menentukan lembaga atau perusahaan yang akan dimasuki, membuat rencana-rencana agar minat dan tujuannya terwujud, dan kemudian meng-evaluasi realisasi rencana-rencana yang telah dibuat serta memikirkan kemungkinan terwujudnya tujuan yang telah ditetapkan. Pada saat mahasiswa akan menyelesaikan studinya, mereka rata-rata berada pada usia antara 22 sampai 24 tahun, dan menurut Hurlock (1999: 246) usia tersebut merupakan usia dewasa awal. Adapun tugas perkembangan pada usia ini yaitu individu sudah harus mempunyai pemikiran dan perencanaan untuk kehidupannya di masa depan, misalnya sudah mempunyai minat yang jelas berkaitan dengan bidang pendidikan atau karir yang akan ditekuninya. Masa dewasa awal merupakan periode

penyesuaian diri terhadap pola-pola kehidupan dan harapan-harapan sosial baru. Orang dewasa awal diharapkan memainkan peran baru, seperti peran suami/istri, orang tua, dan pencari nafkah dan juga mengembangkan sikap-sikap baru, ke-inginan-keinginan dan nilai-nilai baru sesuai dengan tugas-tugas baru ini. Oleh karena itu, periode ini merupakan periode penting di mana keputusan mengenai pendidikan dan karir harus dibuat. Namun pada kenyataannya, tidak semua mahasiswa tingkat akhir sudah mempunyai pemikiran dan perencanaan yang jelas untuk kehidupannya di masa depan, misalnya mengenai bidang pendidikan atau karir yang akan ditekuninya. Hal ini seperti yang terjadi pada sebagian mahasiswa tingkat akhir di Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Gunung Djati Bandung. Berdasarkan studi pendahuluan melalui wawancara kepada 8 orang mahasiswa tingkat akhir di Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Gunung Djati Bandung, 3 orang (37,5%) diantaranya mengindikasikan mereka sudah mempunyai pemikiran dan perencanaan yang jelas berkaitan dengan pekerjaannya di masa depan. Yakni, sudah mempunyai pilihan instansi yang ingin dimasukinya, beserta tujuan yang ingin dicapainya dengan memasuki instansi tersebut, kemudian mempunyai alternatif pekerjaan jika mereka gagal dalam satu pilihan. Selain itu, agar rencana pekerjaannya tersebut bisa terwujud, mahasiswa tersebut mencari informasi mengenai pekerjaan yang diminati kepada dosen, keluarga, alumni 131

Jurnal Psikologi , Volume 9 Nomor 2, Desember 2013

bahkan melalui internet. Kemudian, sebanyak 5 orang (62, 5%) dari 8 mahasiswa yang menjadi responden dalam studi pendahuluan, mereka mengindikasikan belum mempunyai pemikiran dan perencanaan yang jelas berkaitan dengan pekerjaannya di masa depan. Yakni, belum mempunyai pilihan pekerjaan yang ingin dimasukinya nanti, serta masih bingung menentukan jenis pekerjaan yang akan dipilihnya. Selain itu, sekarang pun mahasiswa tersebut tidak mempunyai informasi yang cukup banyak mengenai jenis pekerjaan yang sesuai dengan jurusan yang dipilihnya sekarang. Pemikiran dan perencanaan yang dimiliki oleh mahasiswa tingkat akhir di Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Gunung Djati Bandung di atas mengenai pekerjaannya di masa depan disebut sebagai orientasi masa depan dalam bidang pekerjaan. Jadi orientasi masa depan dalam bidang pekerjaan adalah gambaran yang dimiliki oleh seseorang mengenai dirinya dalam konteks masa depan di bidang pekerjaan. Karena menurut Nurmi (1991a) orientasi masa depan adalah gambaran yang dimiliki oleh seseorang mengenai dirinya dalam konteks masa depan. Gambaran tersebut meliputi harapan-harapan, tujuan-tujuan, standar-standar, perhatian, rencana-rencana dan strategi-strategi yang dimiliki oleh individu untuk mencapai tujuannya. Kemudian dalam hal ini melibatkan tiga proses yang saling berkesinambungan, yaitu menentukan minat dan tujuan yang ingin direalisasikan di masa depan, menyusun sejumlah rencana dan strategi untuk mewujudkan minat dan tujuan tersebut, serta mengevaluasi kemungkinan-kemungkinan terwujudnya rencana dan tujuan yang telah disusun. Agar dapat merealisasikan orientasi pekerjaannya di masa depan, dalam hal ini agar di terima di instansi atau perusahaan yang diinginkannya, tentunya para mahasiswa harus mempunyai sejumlah persiapan atau perencanaan, termasuk di dalamnya adalah membuat strategi, memiliki keyakinan bahwa rencana itu mampu tercapai serta memiliki kepasrahan yang tinggi pada ketentuan Tuhan apabila rencana itu gagal. Keyakinan serta kepercayaan pada ketetapan Tuhan merupakan salah satu indikator dari religiusitas. Menurut Glock dan 132

Stark, agama adalah sistem simbol, sistem keyakinan, sistem nilai dan sistem perilaku yang terlembagakan yang semuanya itu berpusat pada persoalan-persoalan yang dihayati sebagai sesuatu yang paling makna. Keagamaan (religiusitas) itu sendiri adalah kemampuan seseorang dalam menerapkan dan menginternalisasikan nilainilai keagamaan ke dalam kehidupannya dan tercermin dalam sikap dan perilakunya. Menurut Hasan M.T (2004:114), ketika manusia memiliki tingkat religiusitas yang sangat kuat idealnya manusia itu mampu menjalankan semua yang terkandung dalam ajaran agama itu. Agama hendaknya akan menjadi sebuah paradigma moral yang sangat efektif dan menjadi kendali diri bagi manusia atas semua keyakinan, pembicaraan, sikap, perilaku, bahkan apa yang terlintas dalam benak pikirannya. Religiusitas Religiusitas diwujudkan dalam berbagai sisi kehidupan manusia. Aktifitas beragama bukan hanya terjadi ketika seseorang melakukan perilaku ritual (beribadah), tetapi juga ketika melakukan aktifitas lain yang didorong oleh kekuatan supranatural. Bukan hanya akan berkaitan dengan aktifitas yang tampak dan dilihat oleh mata, tapi juga aktifitas yang tak tampak dan terjadi dalam hati seseorang. karena itu, keberagamaan seseorang akan meliputi berbagai macam sisi atau dimensi. Dengan demikian agama adalah sebuah sistem yang berdimensi banyak. Agama menurut Glock dan Stark (dalam Jamaludin Ancok, 1994: 76) adalah sistem simbol, sistem keyakinan, sistem perilaku yang terlembagakan yang semuanya itu berpusat pada persoalanpersoalan yang dihayati sebagai sesuatu yang paling maknawi. Glock & Stark mengemukakan bahwa terdapat lima macam dimensi religiusitas, yaitu : a. Dimensi keyakinan. Dimensi ini berisi pengharapan-pengharapan dimana orang religius berpegang teguh pada pandangan teologis tertentu dan mengakui kebenaran doktrin-doktrin tersebut. Setiap agama mempertahankan seperangkat kepercayaan dimana para penganut diharap-kan akan taat. Walaupun demikian isi dan ruang lingkup keyakinan itu bervariasi tidak hanya

Hubungan Antara Religiusitas....Rosleny Marliani

diantara agama-agama, tetapi seringkali juga diantara tradisi-tradisi dalam agamaagama yang sama. b. Dimensi ritualitas (praktek agama) Dimensi ini mencakup perilaku pemujaan, ketaatan, dan hal-hal yang dilakukan orang untuk menunjukkan komitmen terhadap agama yang dianutnya. Praktekpraktek keagamaan ini terdiri atas dua kelas penting, yaitu : Ritual. Mengacu pada seperangkat ritus, tindakan keagamaan formal dan praktekpraktek suci yang semua mengharapkan para pemeluk melaksanakan. Dalam Islam sebagian dari pengharapan ritual itu diwujudkan dalam shalat, zakat, puasa, qurban dan semacamnya. Ketaatan. Ketaatan dan ritual bagaikan ikan dan air, meski ada perbedaan penting. Apabila aspek ritual dari komitmen sangat formal dan khas publik, semua agama yang dikenal juga mempunyai perangkat tindakan persembahan dan kontemplasi personal yang relatif spontan, informal dan khas pribadi. Ketaatan dilingkungan Islam diungkapkan melalui sodaqoh, membaca qur'an dan barangkali shalat sunah. c. Dimensi pengalaman Dimensi ini berisiskan dan memperhatikan bahwa semua agama mengandung pengharapan-pengharapan tertentu, meski tidak tepat dikatakan bahwa seseorang yang beragama dengan baik pada suatu waktu akan mencapai pengetahuan subyektif dan langsung mengenai kenyataan terakhir (akan mencapai suatu kontak dengan supranatural). Seperti telah kita kemukakan dimensi ini berkaitan dengan pengalaman keagamaan, perasaan-perasaan, persepsi-persepsi dan sensasi-sensasi yang dialami seseorang atau didefinisikan oleh suatu kelompok keagamaan (atau suatu masyarakat) yang melihat komunikasi walaupun kecil dalam suatu esensi ketuhanan yaitu dengan Tuhan, kenyataan terakhir dengan otoritas transendental. d. Dimensi pengetahuan agama Dimensi ini mengacu pada harapan bahwa orang-orang yang beragama paling tidak memiliki sejumlah minimal pengetahuan

mengenai dasar-dasar keyakinan, ritusritus, kitab suci dan tradisi-tradisi. Dimensi pengetahuan dan keyakinan adalah syarat bagi penerimanya. Walaupun demikian keyakinan tidak perlu selalu bersandar pada keyakinan. Lebih jauh lagi, seseorang dapat berkeyakinan bahwa kuat tanpa benar-benar memahami agamanya atau kepercayaan bisa kuat atas dasar pengetahuan yang sedikit. e. Dimensi pengalaman atau konsekuensi. Dimensi ini mengacu pada identifikasi akibat-akibat keyakinan keagamaan, praktek, pengalaman dan pengetahuan seseorang dari hari ke hari. Walaupun agama banyak menggariskan bagaimana pemeluknya seharusnya berfikir dan bertindak dalam kehidupan seharihari, tidak sepenuhnya jelas sebatas nama konsekuensi-konsekuensi agama merupakan bagian dari komitmen keagamaan keagamaan atau semata-mata berasal dari agama. Jadi, religiusitas adalah kemampuan seseorang dalam menerapkan dan menginternalisasikan nilai-nilai keagamaan ke dalam kehidupannya dan tercermin dalam sikap dan perilakunya Orientasi Masa Depan Orientasi masa depan menggambarkan bagaimana individu memandang dirinya dalam konteks masa depan. Gambaran ini membantu individu dalam mengarahkan dirinya untuk mencapai perubahanperubahan sistematis agar dapat mencapai apa yang di inginkannya. Menurut Nurmi (1991 b: 1), Orientasi masa depan ini berkaitan dengan harapan-harapan, tujuan standar, perencanaan, dan strategi pencapaian tujuan. Orientasi menjadi penting bagi seseorang karena menyangkut kesiapan sesorang menghadapi masa depan. Adanya orientasi masa depan berarti sesorang telah melakukan antisipasi terhadap kejadiankejadian yang mungkin timbul di masa depan. a. Proses dalam Orientasi Masa Depan Orientasi masa depan digambarkan melalui tiga tahap proses yang saling berkaitan yang berinteraksi dengan skemata kognitif yang dimiliki individu mengacu pada masa depannya dan perkembangan diri yang 133

Jurnal Psikologi , Volume 9 Nomor 2, Desember 2013

ia antisipasi Nurmi (1991). Pemikiran orientasi masa depan berlangsung dalam sistem kognitif individu yang disebut sebagai skemata kognitif (cognitif schemata) atau sistem kepercayaan (belief system). Menurut Nurmi (1989: 6), skemata kognitif sangat dipengaruhi oleh lingkungan, karena skemata kognitif berdasarkan pada kepercayaankepercayaan kultural tentang suatu tahapan usia perkembangan dan aturan-aturan sosial tertentu. Kemudian, skemata kognitif berperan dalam memberikan gambaran mengenai diri dan lingkungan yang diantisipasi di masa depan, sehingga dengan begitu memungkinkan individu untuk berubah dalam konteks aktivitas di masa depan (Nurmi, 1989a: 13).

Berdasarkan action theory (Nurmi, 1989: 14) orientasi masa depan melibatkan tiga tahapan proses yang berkesinambungan, yaitu motivasi, perencanaan dan evaluasi. Kemudian ketiga tahapan proses tersebut berinteraksi dengan skemata kognitif yang terdiri atas gambaran mengenai rentang kehidupan yang diantisipasi (anticipated life-span development), pengetahuan mengenai aktivitas dalam konteks masa depan (contextual knowledge), keterampilan-keterampilan (skills), konsep diri (self concept), serta gaya atribusi (attributional style). Interaksi tahapan proses orientasi masa depan dengan skemata kognitif digambarkan dalam skema sebagai berikut:

Bagan 1: Proses Orientasi Masa depan Dari skema tersebut, dapat diuraikan penjelasan sebagai berikut: 1) Motivasi (motivation) Pada tahap ini individu menetapkan minat dan tujuan yang ingin direalisasikannya di masa depan, yaitu dengan cara membandingkan motif-motif dan nilai-nilai yang dimilikinya dengan pengetahuan yang mereka miliki mengenai perkembangan rentang kehidupan yang diantisipasi atau dengan harapan yang ingin mereka capai di masa depan. Menurut Nuttin (1974: 1984, dalam Nurmi, 1989a: 15), pengetahuan mengenai perkembangan rentang kehidupan yang diantisipasi merupakan hal penting dalam proses motivasi ini, karena pengetahuan akan hal tersebut dapat membantu individu untuk membuat minatnya menjadi

134

lebih spesifik dan membantu individu dalam merancang tujuan yang lebih realistik. Perkembangan motivasi dalam orientasi masa depan merupakan proses yang kompleks. Berdasarkan teori Marcia dan goal-setting Approach perkembangan motivasi digambarkan sebagai berikut: 2) Perencanaan (planning) Pada tahap ini individu membuat sejumlah rencana untuk merealisasikan minat dan tujuan. Berdasarkan psikologi kognitif dan action theory karakteristik perencanaan adalah proses menentukan sub-sub tujuan, menyusun rencana atau strategi, dan merealisasikan rencana-rencana yang telah dibuat. Kemudian ketiga tahap di atas dapat diaplikasikan dengan cara

Hubungan Antara Religiusitas....Rosleny Marliani

sebagai berikut: a) Individu membuat gambaran mengenai tujuan yang akan diwujudkan dan konteks masa depan, di mana tujuan ingin direalisasikan. Antisipasi terhadap realisasi tujuan dalam konteks aktivitas yang dilakukan di masa depan. b) Membuat perencanaan, proyek atau strategi untuk merealisasikan tujuan. Selain itu, mencari dan menentukan cara yang paling efisien dalam mewujudkan tujuan tersebut, melihat apakah tujuan yang ditetapkannya sesuai dengan kondisi nyata yang dihadapi atau tidak, dan menyiapkan berbagai solusi atau strategi apabila menemui kondisi yang tidak mendukung terealisasinya tujuan. c) Pelaksanaan rencana dan strategi yang telah dibuat, pelaksanaan perencanaan ini dikontrol dengan membandingkan refresentasi tujuan dengan kenyataan yang ada. Dengan kata lain, dalam menetapkan tahap perencanaan tersebut individu harus meninjau kembali bahwa tujuan sebenarnyaakan tercapai melalui cara yang tersusun secara sistematis. Jika tidak ketisesuaian, maka perencanaan tersebut harus diubah (Nurmi, 1991). Perencanaan yang efektif akan mempengaruhi pencapaian tujuan. 3) Evaluasi (Evaluation) Evaluasi adalah penilaian individu terhadap kemungkinan tercapai tidaknya tujuan. Evaluasi dipengaruhi oleh faktor emosi yang diikuti perasaan spesifik. Hal ini biasanya didasari oleh penghayatan individu terhadap pengalaman akan kesuksesan dan kegagalan yang pernah dialami, sehingga mempengaruhi keyakinan (optimisme) individu terhadap kemungkinan tercapainya tujuan tersebut. Hasil dari evaluasi ini akan menjadi umpan balik terhadap tujuan yang telah ditetapkan, sehingga dapat memperkuat atau melemahkan tujuan. Ketiga proses orientasi masa depan ini berinteraksi dengan skemata dirinya yang dapat mengarahkan individu terhadap perubahan dalam konteks aktivitas di masa depan. Metode Penelitian Desain penelitian yang digunakan

dalam penelitian ini adalah desain korelasional, Pada penelitian ini subjek yang akan diteliti adalah mahasiswa tingkat akhir Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Gunung Djati Bandung angkatan 2008 dan angkatan 2009. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah Propotional Random Sampling. Dari 231 orang subjek penelitian diambil sebanyak 25% (63 mahasiswa) dimana untuk setiap jurusan diambil perwakilan untuk menjadi sampel. Adapun uji statistik yang akan digunakan untuk menguji hubungan variabel yang diajukan adalah adalah dengan menggunakan formula korelasi dari Rank Spearman (Siegel. 1992), dengan alasan bahwa data dalam penelitian ini berpasangan, data berskala ordinal dan teknik statistik berbentuk non-parametrik. Hasil a. Analisis Deskriptif Tingkat Religiusitas Dengan membandingkan tiap skor yang diperoleh subjek dengan nilai median, diperoleh data 33 (52.4%) subjek yang memiliki tingkat religiusitas yang tinggi dan 30 (47.6%) subjek yang memiliki tingkat religiusitas yang rendah. b. Analisis Deskriptif Orientasi Masa Depan Bidang Pekerjaan Dengan membandingkan tiap skor yang diperoleh subjek dengan nilai median maka diperoleh data 33 (52.4%) subjek yang memiliki OMD bidang pekerjaan yang jelas dan 30 (47.6%) subjek yang memiliki tingkat OMD bidang pekerjaan yang tidak jelas. c. Analisis Inferensial Berdasarkan hasil perhitungan diketahui bahwa koefisien korelasi antara religiusitas dengan orientasi masa depan bidang pekerjaan adalah sebesar 0,308 dengan Pv sebesar 0,014 pada taraf signifikansi á= 0,05 dengan arah pengujian dua sisi. Selanjutnya, untuk mengetahui signifikansi indeks korelasi tersebut, maka dilakukan uji signifikansi dengan membandingkan harga Pv dengan harga á. Kriteria uji yang digunakan adalah tolak H0 apabila Pv sama dengan atau lebih kecil dari á. Karena harga Pv = 0,014 lebih kecil dari pada harga á sebesar 0,05, maka H0 ditolak. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara religiusitas dengan orientasi masa depan 135

Jurnal Psikologi , Volume 9 Nomor 2, Desember 2013

bidang pekerjaan. Hasil pengujian tersebut, memiliki arti bahwa sebagian besar subjek yang memiliki tingkat religiusitas tinggi, memiliki orientasi masa depan bidang pekerjaan yang jelas. Sebaliknya, sebagian besar subjek yang memiliki tingkat religiusitas yang rendah memiliki tingkat orientasi masa depan bidang pekerjaan yang tidak jelas. Pembahasan Berdasarkan hasil perhitungan diketahui bahwa hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini diterima, artinya terdapat hubungan yang signifikan antara religiusitas dengan orientasi masa depan bidang pekerjaan. Berdasarkan hasil analisis deskriptif diketahui bahwa sebagian besar (52.54%) Fakultas Ushuluddin UIN SGD Bandung memiliki tingkat religiusitas yang tinggi, disisi lain sebagian besar mahasiswa (52.4%) juga memiliki orientasi masa depan bidang pekerjaan yang sudah jelas. Hasil tersebut menunjukkan bahwa memang terdapat hubungan antara religiusitas dengan orientasi masa depan bidang pekerjaan. Hasil tersebut menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan yang tinggi dalam berbagai bidang agama akan membuat individu memiliki perencanaan yang matang mengenai jenis pekerjaan yang akan ditekuninya, terlebih Islam mengajarkan bahwa bekerja itu merupakan ibadah dan pekerjaan duniawi itu harus dikerjakan dengan sungguh-sungguh seperti orang yang bekerja itu akan hidup selamanya. Pengetahuan yang tinggi tersebut membuat orientasi masa depan bidang pekerjaan subjek akan menjadi jelas. Sebaliknya individu yang memiliki tingkat pengetahuan tentang agama yang rendah akan memiliki orientasi masa depan yang tidak jelas. Tingkat keyakinan yang tinggi akan ketentuan dan ketetapan Tuhan, akan menyebabkan individu menyikapi dengan positif segala sesuatu yang menimpa dirinya, akibatnya orientasi masa depan bidang pekerjaannya menjadi semakin jelas. Tingkat praktek agama yang tinggi juga mampu membuat individu memiliki perencanaan yang matang, sehingga orienasi masa depan bidang pekerjaannya juga menjadi ikut jelas. Perencanaan dalam praktek agama salah satunya dapat dilihat 136

ketika seseorang akan melakukan ibadah haji. Ia harus dapat merencanakan kapan ia akan berangkat, berapa biaya yang harus disiapkan, bagaimana mewakilkan beberapa pekerjaan ketika ditinggalkan, dan sebagainya. Secara umum, mahasiswa yang memiliki tingkat religiusitas yang tinggi, dengan keyakinannya akan meniliki motivasi yang tinggi untuk dapat mewujudkan apa yang dicita-citakannya. Kebiasaan berdisiplin dalam menjalankan ritual keagamaan mampu membentuk pribadi yang memiliki perencanaan yang matang. Disisi lain kemampuan untuk melakukan evaluasi (bermuhasabah) dalam religiusitas juga membuat mahasiswa mampu mengukur kelebihan serta kekurangan yang dimiliki sehingga mampu berpikir lebih realistis untuk memperoleh pekerjaan yang diinginkannya. Penutup Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan tentang hubungan antara religiusitas dengan orientasi masa depan bidang pekerjaan pada Mahasiswa Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Gunung Djati Bandung, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: Sebanyak 52,4% (33 orang) mahasiswa memiliki tingkat religiusitas yang tinggi dan 47,6% (30 orang) mahasiswa memiliki tingkat religiusitas yang rendah. Disisi lain, sebanyak 52,4% (33 orang) mahasiswa memiliki tingkat orientasi masa depan yang jelas dan 47,6% (30 orang) mahasiswa memiliki tingkat orientasi masa depan yang tidak jelas. Hubungan antara religiusitas dengan orientasi masa depan bidang pekerjaan Mahasiswa Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Gunung Djati Bandung cukup signifikan. Hal tersebut memiliki arti bahwa semakin tinggi skor religiusitas, maka semakin tinggi pula skor orientasi masa depan bidang pekerjaan, dengan demikian semakin tinggi tingkat religiusitasnya maka semakin jelas orientasi masa depan bidang pekerjaannya, begitu pula sebaliknya. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dengan memperhatikan keterbatasan-keterbatasan dalam penelitian ini, peneliti mengajukan saran-saran agar dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi pihak-pihak yang memerlukannya sebagai berikut:

Hubungan Antara Religiusitas....Rosleny Marliani

a. Bagi para mahasiswa. Apabila belum memiliki orientasi pekerjaan yang jelas, dapat menjadikan alumni yang sukses dalam dunia kerja sebagai contoh, serta carilah pekerjaan yang sesuai dengan skill dasar yang dimiliki. b. Bagi fakultas. Karena religiusitas terbukti berhubungan secara signifikan dengan orientasi masa depan bidang pekerjaan, maka diharapkan agar Fakultas mampu mengintegrasikan mata kuliah religi dengan berbagai aspek orientasi masa depan bidang pekerjaan. Sehingga mahasiswa menjadi termotivasi, memeiliki perencanaan yang matang serta memiliki kemampuan evaluasi yang baik. c. Bagi penelitian selanjutnya, disarankan untuk mencari variabel lain yang diduga berhubungan dengan orientasi masa depan bidang pekerjaan, sehingga dapat menghasilkan referensi yang kaya. Daftar Pustaka Arikunto, Suharsimi. 2002. Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta. Asshiddiqie, Jimly. 1997. Strategi Pendidikan Nasional di Abad Ilmu Pengetahuan dan teknologi. dalam Rahardjo, Dawam R. 1997. Keluar dari Kemelut Pendidikan Nasional; Menjawab Tantangan Kualitas Sumber Daya Manusia Abad 21. Jakarta: Intermasa. Azwar, Saifuddin. 2008. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta : Pustaka Cik Hasan Bisri, dkk. 2003. Profil Alumni Fakultas Ushuluddin IAIN Tahun 1991-2000. Bandung: Lembaga Penelitian IAIN Sunan Gunung Djati Bandung Fraenkel, Jack R. & Wallen, Norman E. 1993. How to Design and Evaluate Research in Education 2ed. Singapore: McGraw-Hill Inc. Friedenberg, Lisa. 1995. Psychological Testing Design, Analysis, and Use. Massachusetts: Allyn & Bacon. Glock & Stark. 1969. Religion and society in tension. California : Rand Mc Nally Company. Hadi, Sutrisno. 2001. Metodologi Research. Yogyakarta: ANDI. Hasan, M.T. 2004. Dinamika Kehidupan Religius. Jakarta : Listarafiska Putra.

Hurlock, Elizabeth. 1980. Psikologi Perkembangan. Jakarta : Erlangga. Klaus Schwab, The Global Competitiveness Report 2012–2013, World Economic Forum Nurafifah, Fifih. 2007. Hubungan antara Orientasi Masa Depan dalam Bidang Pendidikan dengan Keteraturan Diri dalam Belajar (Self Regulated Learning). Bandung: Skripsi. Fakultas Psikologi UIN Sunan Gunung Djati Bandung Nurmi, JE,1989, Planning, Motivation, and Evaluation in Orientation to the Future: A Latent Structure Analisys Finland: University of Helsinki Department of Psychology Research Nurmi, J.E. 1991a. The Development of Future Orientation in Life Span Context. Finland: University of Helsinki Department of Psychology Research Siegel, Sidney. 1994. Nonparametric Statistics for the Behavioral Science (edisi terjemah). Jakarta: PT Gramedia. Sudjana. 1996. Metoda Statistika edisi keenam. Bandung: Tarsito. Supartini, Ucu. 2008. Hubungan antara Tingkat Komitmen Beragama dengan Intensitas Perilaku Bullying pada Santri MTs. Putra Darul Arqam Garut Angkatan 28-30. Bandung: Skripsi. Fakultas Psikologi UIN Sunan Gunung Djati Bandung Yuliani. 2008. Hubungan Antara Penyesuaian Diri dengan Orientasi Masa Depan Area Pekerjaan pada Waria yang Berada di Organisasi Pasundan Srikandi Kota Bandung. Bandung: Skripsi. Fakultas Psikologi UIN Sunan Gunung Djati Bandung http://www.analisadaily.com http://www.bps.go.id

137