HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG OSTEOPOROSIS DENGAN PENCEGAHAN

Download JURNAL AKP. No. 2, 1 Juli – 31 Desember 2010. 31. HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG OSTEOPOROSIS DENGAN. PENCEGAHAN OSTEOPOROSIS PADA LANJUT U...

0 downloads 349 Views 72KB Size
HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG OSTEOPOROSIS DENGAN PENCEGAHAN OSTEOPOROSIS PADA LANJUT USIA DI DUSUN PUHREJO DESA TULUNGREJO KECAMATAN PARE KABUPATEN KEDIRI Anas Tamsuri 1, Risti Dwi Hareni 2 Dosen Akademi Keperawatan Pamenang 2 Perawat RS HVA Tulungrejo Kecamatan Pare 1

ABSTRACT Osteoporosis is a chronic disease and attact especially for elderly. Because of the impact of its disease, people which affect by this problem may suffer for whole of his or herl life. To avoid from this disease, people should perform health life style to prevent or to cure this problem getting worse. The objective of this research was to infestigate are there any relationship between the knowledge of the elderly to their behavior in prevent the osteoporosis at Puhrejo hamlet, Tulungrejo village Pare Subdistrict Kediri. The research design was analytic by crossectional approach. The population of the study was all elderly in Puhrejo Tulungrejo village Pare Subdistrict Kediri Region as many as 39 elderly.The samples was taken by simple random sampling and the data collection held by questioner. Then data analyzed with descriptive statistic and followed by Contingency coefficient test as inferential statistics. Result of the study was : the level of knowledge of respondents on osteoporosis are 27 respondent (77,1%) was good, 6 respondent (17,1%) were fair and only 3 persons (5,7%) were poor While the preventive behavior of the respondents were: 25 (71,4%) perform preventive behavior and the others did not perform preventive behavior. According to Coefficient contingency test to figure therelationship between knowledge and osteoporosis prevention-behavior of elderly, the significance value was (2-tailed) 0,006<0,005 (α), meant that there was a significant relationship between both variables. Following the result of the study, it’s important to increase the knowledge of elderly to prevent the incidence of osteoporosis by performing osteoporosis preventive behavior.

Keyword : Knowledge, osteoporosis prevention, elderly wanita 53,6%, pria 38%. Jumlah penderita osteoporosis di Indonesia jauh lebih besar dari target yang ditetapkan Depkes RI yang mematok angka sebesar 19,7% dari seluruh penduduk. Menurut data yang diperoleh dari Puskesmas Pare Kecamatan Pare selama 3 bulan terakhir didapatkan data kunjungan lansia yang sakit terdapat 100 orang. Pada buku data kependudukan yang di peroleh dari kantor Desa Tulungrejo terdapat 39 lansia di Dusun Puhrejo Desa Tulungrejo Kecamatan Pare. Terdapat 2% penderita osteoporosis dari 39 lansia ditempat penelitian. Dampak yang timbul akibat osteoporosis adalah nyeri persendian yang berakibat keterbatasan aktivitas. Berbagai kejadian dan dampak osteoporosis tersebut harus diketahui setiap orang terutama yang berusia menjelang usia tua. Tulang

LATAR BELAKANG Tulang keropos (osteoporosis) dan penuaan dini merupakan masalah kesehatan yang menakutkan bagi hampir setiap orang dewasa ini. Menurut Siti Fadilah Supari, secara keseluruhan percepatan proses penyakit tulang keropos pada wanita Indonesia sebesar 80% dan kaum pria 20% seiring berubahnya gaya hidup masyarakat Indonesia, maka bahaya penyakit itu semakin tinggi akibat kurangnya melakukan olahraga, nutrisi, merokok, dan mengkonsumsi alkohol. Menurut WHO (1994), osteoporosis diseluruh dunia mencapai 1,7 juta orang dan angka ini diperkirakan akan meningkat. Di Indonesia prevalensi osteoporosis untuk umur kurang dari 70 tahun pada wanita sebanyak 18-36%, sedangkan pria 20-27%, untuk umur diatas 70 tahun pada

JURNAL AKP

31

No. 2, 1 Juli – 31 Desember 2010

keropos dapat dipercepat prosesnya akibat pola makan yang tidak sehat, kekurangan kalsium, merokok, gemar minum alkohol, jarang berolahraga dan stress harus dimiliki secara baik. Pada wanita menurunnya hormon estrogen menjadikan pengeroposan tulang menjadi lebih cepat (Lisa, 2008). Bagaimanapun proses ini tetap terjadi pada setiap orang akan tetapi waktu terjadinya yang dapat diperlambat. Kelebihan berat badan atau obesitas juga dapat mempercepat proses terjadinya osteoporosis. Semakin banyaknya masyarakat Indonesia yang mengalami obesitas maka secara matematis juga akan meningkatkan angka kejadian osteoporosis. Pada awal terjadi osteoporosis memang tidak jelas, menjadi jelas bila sudah menyebabkan patah tulang (umumnya tulang lengan bawah dekat sendi tangan, tulang belakang di daerah pinggang dan tulang paha bagian lehernya). Untuk itu perlu kita tahu proses terjadinya osteoporosis dengan memperhatikan faktor risiko: umur, jenis kelamin. Wanita lebih mudah terkena daripada pria. Ras bangsa : kulit putih dan Asia lebih mudah terkena osteoporosis daripada ras lain. Faktor lainnya antara lain adalah kebiasaan olahraga terutama waktu pertumbuhan. Kebiasaan merokok dan mengkonsumsi alkohol, penyakit endokrin, konsumsi obat-obatan tertentu. Mengingat permasalahan ini maka untuk mencegah atau mengurangi terjadinya osteoporosis diperlukan penyuluhan guna meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai faktor resiko terjadinya osteoporosis. Hal ini dimaksudkan agar masyarakat mau dan mampu menerapkan pola hidup sehat melalui pengaturan pola makan yang sehat, memenuhi makanan yang mengandung kalsium, tidak merokok, menghindari minum alkohol, meningkatkan olah raga dan mengendalikan stress. Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Hubungan Pengetahuan tentang Osteoporosis dengan Pencegahan Osteoporosis Pada Lanjut Usia (Lansia) di Dusun Puhrejo Desa Tulungrejo Kecamatan Pare Kabupaten Kediri.

Desa Tulungrejo Kecamatan Pare Kabupaten Kediri sebanyak 39 lansia. Jumlah sampel yang ditetapkan dalam penelitian ini adalah sejumlah 35 orang responden yang dipilih secara acak. Pengambilan data penelitian dilakukan pada Bulan April 2009 dengan menggunakan kuesioner penelitian yang memuat pertanyaan tentang pengetahuan dan perilaku pencegahan osteoporosis. Penelitian dilakukan dengan mengunjungi rumah-rumah responden (door to door) dengan menggunakan sumber data dari kepala Dusun. Analisis data dilakukan dengan terlebih dahulu melakukan pengolahan kuesioner menjadi data (proses editing, coding dan tabulating) dan selanjutnya dilakukan presentasi data menggunakan tabel dan grafik. Untuk mencapai tujuan penelitian, dilakukan uji korelasi dua variabel dengan menggunakan korelasi koefisien kontingensi (contingency coefficient), yang dilakukan dengan bantuan computer. Etika penelitian yang diperhatikan untuk menyelenggarakan penelitian ini meliputi kerahasiaan (confidentiality) dan ketanpanamaan (anonymity). HASIL PENELITIAN 1. Karakteristik Responden berdasarkan Umur 6 (17,1%)

19 (54,3%) 10 (28,6%)

60 - 65 tahun 66 - 70 tahun 71 - 74 tahun

Berdasarkan diagram diatas diketahui sebagian besar umur responden adalah umur 6065 tahun yaitu ada 19 responden (54,3%) dari total 35 responden.

METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan pendekatan analitik melalui desain cross sectional. Variabel dalam penelitian ini meliputi variabel dependen yaitu perilaku pencegahan osteoporosis dan variabel independen pada penelitian ini adalah tingkat pengetahuan tentang osteoporosis. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh lanjut usia yang tinggal di Dusun Puhrejo

JURNAL AKP

32

No. 2, 1 Juli – 31 Desember 2010

2. Karakteristik Pendidikan 4 (11,4%)

Responden

berdasarkan

5. Pencegahan Osteoporosis pada Lansia 10 (28,6%)

2 (5,7%)

25 (71,4%)

29 (82,9%)

SD

Tidak dilakukan

SMP

Dilakukan

SMA

Berdasarkan diagram 4.5 diketahui sebagian besar responden tidak melakukan pencegahan osteoporosis pada lansia yaitu sebanyak 25 responden (71,4%) dari total 35 responden.

Berdasarkan diagram diatas diketahui hampir seluruh responden berpendidikan SD yaitu ada 29 responden (82,9%) dari total 35 responden. 3. Karakteristik Responden berdasarkan Pekerjaan

6. Hubungan Pengetahuan dengan Pencegahan Osteoporosis pada Lansia Berdasarkan hasil uji koefisien korelasi didapatkan nilai Approx. Sig sebesar 0,006<0,05 () maka Ho ditolak. Artinya ada hubungan pengetahuan tentang osteoporosis dengan pencegahan osteoporosis pada lansia di Dusun Puhrejo Desa Tulungrejo Kecamatan Pare Kabupaten Kediri.

5 (14,3%) 3 (8,6%)

3 (8,6%) Dagang

24 (68,6%)

PNS Swasta Tani

Berdasarkan diagram 4.3 diketahui sebagian besar responden bekerja sebagai petani yaitu ada 24 responden (68,6%) dari total 35 responden.

PEMBAHASAN 1. Pengetahuan tentang Osteoporosis Berdasarkan hasil penelitian diketahui sebagian besar responden memiliki pengetahuan tentang osteoporosis dengan kategori cukup yaitu sebanyak 26 responden (77,1%) dari total 35 responden. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap sesuatu obyek tertentu, penginderaan terjadi melalui panca indera manusia yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba (Notoatmojo, 2003). Jika didapatkan sebagian besar responden memiliki pengetahuan tentang osteoporosis dengan kategori cukup, maka hal ini juga dapat dipengaruhi oleh faktor materi, lingkungan, instrumental, faktor individual maupun usia dari responden yang berbeda-beda. Faktor lingkungan menyangkut lingkungan yang sangat luas, termasuk didalanya adalah lingkungan pendidikan responden. Ditinjau dari faktor pendidikan didapatkan hampir seluruh responden berpendidikan SD yaitu ada 29

4. Pengetahuan tentang Osteoporosis pada Lansia 2 (5,7%) 6 (17,1%)

27 (77,1%) Kurang Cukup Baik

Berdasarkan diagram diatas diketahui sebagian besar responden memiliki pengetahuan tentang osteoporosis dengan kategori cukup yaitu sebanyak 27 responden (77,1%) dari total 35 responden.

JURNAL AKP

33

No. 2, 1 Juli – 31 Desember 2010

responden (82,9%) dari total 35 responden. Secara umum pendidikan dapat meningkatkan pengetahuan seseorang karena semakin tinggi pendidikan seseorang semakin mudah menerima informasi sehingga makin banyak pula pengetahuan yang dimiliki. Dengan kondisi pendidikan responden hanya SD maka responden termasuk seseorang dengan golongan pendidikan rendah. Akibat pendidikannya ini maka responden juga mengalami kesulitan di dalam menerima dan memahami informasi tentang osteoporosis. Oleh karena itu pengetahuannya tentang osteoporosis juga hanya sampai pada kategori cukup. Atas dasar pekerjaan didapatkan sebagian besar responden bekerja sebagai petani yaitu ada 24 responden (68,6%) dari total 35 responden. Pekerjaan juga merupakan salah satu faktor lingkungan dimana seseorang bisa mendapatkan informasi sebagai sumber pengetahuan. Oleh karena itu pendidikan juga dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang karena melalui pekerjaanya seseorang terkadang mendapatkan tambahan pengetahuan sesuai bidang profesi yang ditekuninya baik melalui kursus ataupun pelatihan. Namun demikian mengingat sebagian besar responden bekerja sebagai petani maka responden kurang sekali mendapatkan kesempatan untuk memperoleh informasi tentang osteoporosis jika dikaitkan dengan pekerjaanya. 2. Pencegahan Osteoporosis pada Lansia Berdasarkan hasil penelitian diketahui hampir setengah responden skor pencegahan osteoporosis pada lansia yaitu sebanyak 25 responden (71,4%) dari total 35 responden. Pencegahan osteoporosis merupakan bentuk perilaku nyata dari seseorang untuk mencegah terjadinya osteoporosis pada dirinya. Pencegahan tersebut pada prinsipnya harus dilakukan sejak dini yang dapat dimulai dari rumah antara lain dengan cara mengkonsumsi vitamin C dan menghindari kegemukan (obesitas) (Lisa, 2008). Belum tentu semua orang melakukannya secara baik. Hal ini terjadi karena banyak faktor yang mempengaruhinya. Menurut Lawrence green meliputi faktor predisposisi (predisposing factors), pemungkin (enabling faktors). Faktor predisposisi merupakan faktor internal yang mempermudah individu berperilaku seperti pengetahuan, sikap, nilai, persepsi, dan keyakinan. Faktor pemungkin merupakan faktor yang

JURNAL AKP

memungkinkan berperilaku meliputi sumberdaya, keterjangkauan, rujukan, dan keterampilan. Faktor penguat merupakan faktor yang menguatkan perilaku, seperti sikap dan keterampilan petugas kesehatan, teman sebaya, orang tua, dan majikan (Suliha, 2002). Jika didapatkan hampir setengah responden skor pencegahan osteoporosis pada lansia termasuk skor 4 dari skor tertinggi 6, maka hal ini berarti responden termasuk kategori cukup dalam upaya mencegah terjadinya osteoporosis. Hal ini terjadi karena pada dasarnya perilaku juga dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor mulai dari pengetahuan, sikap, nilai, persepsi, keyakinan, sikap dan keterampilan, teman sebaya atau lainnya. Asumsinya jika pengetahuan seseorang baik maka akan dapat mewujudkan dalam perilaku pencegahan osteoporosis sesuai dengan dasar pengetahuan yang dimiliki. Juga dengan sikap yang positif maka responden juga akan cenderung mewujudkannya dalam bentuk perilaku. Penilaian yang baik terhadap anjuran mencegah osteoporosis juga menajdi motivasi bagi individu untuk melakukan pencegahan osteoporosis. Persepsi atau anggapan yang baik juga menjadi dasar bagi terbentuknya perilaku pencegahan osteoporosis. Keyakinan umumnya juga mendasari terbentuknya perilaku, dengan adanya keyakinan bahwa menghindari kegemukan akan dapat mencegah osteoporosis maka reesponden akan cenderung mewujudkan dalam bentuk perilaku. Teman atau orang lain juga dapat mempengaruhi perilaku, yakni dengan cerita teeman tentang upaya menjaga tubuh sehingga tidak terlalu gemuk maka responden akan memiliki keinginan sama dengan temannya. 3. Hubungan Pengetahuan tentang Osteoporosis dengan Pencegahan Osteoporosis pada Lansia Berdasarkan hasil penelitian diketahui ada hubungan pengetahuan tentang osteoporosis dengan pencegahan osteoporosis pada lansia, hal ini ditunjukkan nilai Approx. Sig 0,006<0,05 () maka Ho ditolak), dengan semakin baik pengetahuan maka semakin baik pula pencegahan osteoporosis pada lansia (Correlation Coefficient +0,585), dan kekuatan hubungan termasuk kategori sedang (Pearson Correlationt 0,585). Secara teori dijelaskan bahwa pengetahuan mempengaruhi sikap seperti dalam konsep K-AP (knowledge-attitude-practice). Maksud dari 34

No. 2, 1 Juli – 31 Desember 2010

teori ini adalah perilaku baru dapat terwujud mengikuti tahap-tahap mulai pengetahuan (knowledge) - sikap (attitude) - praktek (practice) atau “KAP”. Dalam hal ini berarti bahwa perilaku dapat terwujud jika seseorang sudah memiliki sikap positif (favorable) terhadap perilaku dimaksud. Hal ini dapat terjadi jika didahului oleh pengetahuan yang baik mengenai hal yang akan dilakukan. Namun beberapa penelitian membuktikan bahwa proses tersebut tidak selalu K-A-P, bahkan di dalam praktek sehari-hari terjadi sebaliknya. Artinya, seseorang telah berperilaku positif, meskipun pengetahuan dan sikapnya masih negatif (Notoatmodjo, 2003; h.131). Sama halnya dengan ada hubungan pengetahuan tentang osteoporosis dengan pencegahan osteoporosis pada lansia. Dengan memiliki pengetahuan tentang osteoporosis secara baik maka direspon secara positif oleh responden sebelum diwujudkan dalam bentuk perilaku (practice). Dengan demikian pengetahuan tentang osteoporosis menjadi dasar bagi terbentuknya sikap dan perilaku pencegahan osteoporosis pada lansia. Melalui pengetahuan yang dimilikinya maka responden cenderung berfikir bahwa segala sesuatu yang baik harus dilakukan agar terhindar dari osteoporosis. Pemikiran ini cenderung timbul karena jika sampai tidak berperilaku secara baik dalam hal pengaturan pola makan, maka jika terjadi kegemukan orang akan memiliki resiko lebih tinggi untuk timbulnya osteoporosis.

DAFTAR PUSTAKA

Dr. Lisa. 2008.Cegah Tulang Keropos & Penuaan Dini dengan Rosella. http://www.lizaherbal.com/main/index.php? option=com-content&task =view &id = 43&Itemid=36 Nasir, Moh. 2005. Metode Penelitian. Cetakan keenam. Ciawi : Ghalia Indonesia. Hal : 123

Notoatmodjo, S. (2002).Metodologi Penelitian Kesehatan. Edisi ketiga. Jakarta : Rineka Cipta. Hal : 48 Notoatmodjo, S. (2003). Pendidikan dan Perilaku Kesehatan.Jakarta : Rineka Cipta. Hal : 49

Notoatmodjo, S. (2005).Metodologi Penelitian Kesehatan. Edisi ketiga. Jakarta : Rineka Cipta. Hal : 70 Notoatmodjo, S. (2005). Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi. Jakarta : Rineka Cipta. Hal : 50 Nursalam (2003). Konsep & Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan (Pedoman Skripsi, Tesis dan Instrumen Penelitian Keperawatan). Surabaya : Salemba Medika. Hal : 31, 79, 97, 106, 115, 212 Sedarmayanti dan Hidayat. 2002. Metode Penelitian. Bandung : Mandar Maju. Hal : 121 Sudarso. (2007). Membuat Karya Tulis Ilmiah Bidang Kesehatan. Surabaya : Duatujuh.

Sugiono. 2007. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung : Alfa Beta. Sukardi. 2008. Metode Penelitian Pendidikan Kompetensi dan Praktiknya. Cetakan kelima. Jakarta : PT Bumi Aksara. Hal : 157 Suliha, U. dkk. 2002. Pendidikan Kesehatan dalam

Keperawatan. Jakarta : EGC. Dokter RS Mediros. 2008. Konsultasi Osteoporosis, Kenapa Takut?. http://www.sinarharapan.co.id/iptek/kesehat an/2004/1015/kes2.html Umar, Husein. (2003). Metode Penelitian untuk Skripsi dan Tesis Bisnis. Jakarta : PT Raja Gravindo Persada.

SIMPULAN 1. Sebagian besar responden memiliki pengetahuan tentang osteoporosis dengan kategori cukup yaitu sebanyak 26 responden dari total 35 responden. 2. Hampir setengah responden skor pencegahan osteoporosis pada lansia yaitu sebanyak 25 responden dari total 35 responden. 3. Ada hubungan pengetahuan tentang osteoporosis dengan pencegahan osteoporosis pada lansia Approx. Sig 0,006<0,05 () maka Ho ditolak. dengan semakin baik pengetahuan maka semakin baik pula pencegahan osteoporosis pada lansia (Correlation Coefficient +0,585), dan kekuatan hubungan termasuk kategori sedang (Contingency Correlationt 0,585).

JURNAL AKP

Tim

35

No. 2, 1 Juli – 31 Desember 2010