I PERBANYAKAN CEPAT PADA UBI KAYU

Download 80 – 100 %). Umur bahan setek 3 BST merupakan umur yang paling tepat dalam penerapan teknik perbanyakan cepat pada ubi kayu dengan setek mu...

0 downloads 591 Views 15MB Size
i

PERBANYAKAN CEPAT PADA UBI KAYU ( Manihot esculenta Crantz. ) DENGAN SETEK MUDA

AYU PUSPITANINGRUM A24100076

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

iii

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Perbanyakan Cepat pada Ubi Kayu (Manihot esculenta Crantz.) dengan Setek Muda adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, September 2014 Ayu Puspitaningrum NIM A24100076

iii

ABSTRAK AYU PUSPITANINGRUM. Perbanyakan Cepat pada Ubi Kayu (Manihot esculenta Crantz.) dengan Setek Muda. Dibimbing oleh SUWARTO Perbanyakan cepat ubi kayu dengan setek muda dilakukan untuk mempercepat dan menghemat pemakaian setek ubi kayu sehingga dapat mencukupi kebutuhan bibit di areal yang lebih luas. Tujuan penelitian ini terdiri atas beberapa jenis percobaan. Percobaan pertama dan kedua memiliki 2 faktor perlakuan yaitu umur bahan setek (M) dan varietas (V). Faktor perlakuan umur bahan setek terdiri dari dua taraf yaitu 2 bulan (M1), dan 3 bulan (M2). Sedangkan faktor perlakuan varietas terdiri dari 3 taraf yaitu Mangu (V1), Gajah (V2), dan Adira 1 (V3). Percobaan pertama dilakukan untuk mengetahui pengaruh umur bahan setek dan varietas terhadap produksi setek muda. Percobaan kedua dilakukan untuk mengetahui pengaruh umur bahan setek dan varietas terhadap pertumbuhan setek di persemaian. Percobaan ketiga memiliki 3 faktor perlakuan yaitu umur bahan setek (M), varietas (V), dan bagian bahan setek (P) dengan tujuan mengetahui pengaruh umur bahan setek, varietas dan bagian setek dan interaksinya terhadap daya tumbuh setek di persemaian. Faktor perlakuan bagian bahan setek terdiri dari 3 taraf yaitu pangkal (P1), tengah (P2), dan pucuk (P3). Percobaan keempat untuk mengetahui daya tumbuh bibit dan pertumbuhan bibit ubi kayu di lapangan Hasil analisis data menunjukkan bahwa varietas Adira 1 pada umur panen bahan setek 3 bulan setelah tanam (BST) mempunyai produksi setek paling banyak (33.60 setek/tanaman). Varietas Gajah umur 3 BST mampu meningkatkan pertumbuhan tinggi tunas (6.56 cm), jumlah daun (9.07 helai/tanaman), diameter setek (10.89 mm), jumlah tunas (1.53 tunas/tanaman) dan daya tumbuh setek di persemaian (72.22%). Bagian bahan setek pangkal memberikan persentase setek tumbuh lebih tinggi dibandingkan tengah dan pucuk. Persentase daya tumbuh bibit tinggi selama di lapangan berdasarkan asal bibit dan varietas yang berbeda ( 80 – 100 %). Umur bahan setek 3 BST merupakan umur yang paling tepat dalam penerapan teknik perbanyakan cepat pada ubi kayu dengan setek muda 4 mata tunas. Semakin bertambahanya umur bahan setek maka produksi bibit semakin bertambah. Kata kunci: persemaian, pindah tanam, ubi kayu, umur bahan setek

ABSTRACT AYU PUSPITANINGRUM. Rapid Multiplication of Cassava (Manihot esculenta Crantz.) with Young Cutting. Supervised by SUWARTO Cassava rapid multiplication by young cutting has been done to accelerate and economize the using of cassava cuttings so that can fulfill the young plant demand on larger areas. This research of the aim of some of experiment. The first and second experiment have two treatment factors, which is cutting ages (M) and variety (V). Cuting ages factor has two degrees, which is two months (M1) and three months (M2). Meanwhile the variety factor has three degrees, which is Mangu (V1), Gajah (V2), and Adira 1 (V3). The first experiment was aimed to know the effects of cutting ages and variety toward young cutting production. The second experiment is aimed to know the effects of cutting ages and variety toward cutting growth on nursery. The third experiment has three treatment factors, which is cutting ages (M), variety (V), and part of cutting (P) that is aimed to know the effects of cutting ages, variety, part of cutting, and their interactions toward the growth percentage of cutting on nursery . Part of cutting factor has three degrees, which is bottom (P1), middle (P2), and top (P3). The fourth experiment was aimed to know growth young plant percentage and growth in cassava field. Result showed that Adira 1 variety incutting age 3 month has production cuttings most numerous (33.60 cutting/plant). Gajah variety is 3 BST to increase height growth buds (6.56 cm), number of leaves (9.07 strands/plant), diameter of cuttings (10.89 mm), the number of buds (1.53 shoots/plant) growth cutting percentage in the nursery (72,22%). When the cuttings age is increases so the percentage of young plant growth is increases too. The most percentage of young plant in the field is come from bottom stem with 80% – 100% young plant grown in the field. Age of cuttings 3 BST is age appropriate in applying the techniques of rapid multiplication on young cassava cuttings with 4 eyes shoots. The more an unavoidable increase in age of cuttings then the growing seedling production. Key word : cassava, cutting age, nursery, transplanting

v

PERBANYAKAN CEPAT PADA UBI KAYU ( Manihot esculenta Crantz. ) DENGAN SETEK MUDA

AYU PUSPITANINGRUM A24100076 Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Agronomi dan Hortikultura

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

vii

ix

PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Topik yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Desember 2013 sampai Juni 2014 ini adalah perbanyakan cepat pada ubi kayu yang bermanfaat dalam penghematan pemakaian setek sehingga dapat mencukupi untuk areal yang lebih luas, dengan judul Perbanyakan Cepat pada Ubi Kayu (Manihot esculenta Crantz) dengan Setek Muda. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Suwarto, MSi selaku pembimbing yang telah banyak memberi arahan, saran dan nasihat. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Bapak Ashariyanto (alm), Ibu Suwati Rahayu, kakak Asri Purdianti, ST dan Ponco Prastyo, ST, Farrel Afzaal Ghaisan Prastyo, Listya Pramudita, SP serta keluarga besar Edelwaiss 47 atas segala doa dan dukungannya. Terima kasih juga kepada Direktorat Pendidikan Tinggi (DIKTI) atas beasiswa penelitian yang penulis peroleh. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2014 Ayu Puspitaningrum

xi

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL

ix

DAFTAR GAMBAR

ix

DAFTAR LAMPIRAN

x

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

2

TINJAUAN PUSTAKA

2

Teknologi Budidaya

2

Perbanyakan dengan Setek

2

Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Setek

3

METODE PENELITIAN

3

Tempat dan Waktu

4

Bahan dan Alat

5

Pelaksanaan Penelitian

5

HASIL DAN PEMBAHASAN

11

Kondisi Umum

11

Percobaan 1. Pengaruh Umur Panen Bahan Setek dan Varietas terhadap Produksi Setek Muda

11

Percobaan 2. Pertumbuhan Setek di Persemaian

16

Percobaan 3. Pengaruh Umur Bahan Setek, Varietas, dan Bagian Setek terhadap Persentase Setek Tumbuh Ubi Kayu di Persemaian 24 Percobaan 4. Pertumbuhan Bibit di Lapangan SIMPULAN DAN SARAN

27 30

Simpulan

31

Saran

31

DAFTAR PUSTAKA

32

LAMPIRAN

35

RIWAYAT HIDUP

36

DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16

Iklim mikro di persemaian Pertumbuhan tinggi batang ubi kayu di kebun bibit Jumlah batang pada tanaman ubi kayu di kebun sumber bahan setek Produksi setek beberapa varietas ubi kayu pada umur yang berbeda Interaksi varietas dan umur bahan setek terhadap persentase setek tumbuh di persemaian Diameter setek pada ubi kayu di persemaian Jumlah tunas pada ubi kayu di persemaian Interaksi varietas dan umur bahan setek terhadap pertumbuhan tinggi tunas pada setek ubi kayu di persemaian Jumlah daun pada setek ubi kayu di persemaian Rekapitulasi hasil analisis ragam pengaruh umur bahan setek, varietas dan bagian setek pada peubah daya tumbuh setek Interaksi umur bahan setek dan bagian setek terhadap daya tumbuh setek di persemaian Interaksi varietas dan bagian setek terhadap daya tumbuh setek di persemaian Persentase bibit tumbuh ubi kayu di lapangan Jumlah batang ubi kayu dengan metode perbanyakan cepat Pertumbuhan panjang batang ubi kayu dengan metode perbanyakan cepat Produksi bibit ubi kayu di lapangan

11 13 14 15 17 19 20 21 23 24 25 27 27 29 30 30

DAFTAR GAMBAR 1 Diagram alir pelaksanaan penelitian 2 Pertumbuhan tinggi tanaman ubi kayu pada umur 1 MST sampai 12 MST 3 Jumlah batang tanaman ubi kayu pada umur 1 MST sampai 12 MST (m 4 Produksi setek 3 varietas ubi kayu pada umur yang berbeda 5 Persentase setek tumbuh beberapa varietas ubi kayu di persemaian pada umur bahan setek yang berbeda 6 Gejala serangan siput dan cendawan yang menyerang pada penyetekan 7 Diameter setek beberapa varietas ubi kayu di persemaian pada umur bahan setek yang berbeda 8 Pertumbuhan tinggi tunas beberapa varietas ubi kayu di persemaian pada umur bahan setek yang berbeda 9 Pertumbuhan setek antara umur bahan setek dan varietas yang berbeda pada 4 MST di persemaian 10 Jumlah daun beberapa varietas ubi kayu di persemaian pada umur bahan setek yang berbeda 11 Bahan setek berdasarkan umur dan varietas untuk ditumbuhkan di persemaian

10 12 15 16 17 18 19 22 22 24 26

xiii

12 Pertumbuhan bibit antara metode persemaian (P) dan metode konvensional (K) pada 3 MST dan 7 MST

29

DAFTAR LAMPIRAN 1 Denah rancangan percobaan

35

1

PENDAHULUAN Latar Belakang Pertambahan jumlah penduduk menyebabkan peningkatan permintaan kebutuhan pangan. Oleh karena itu, perlu adanya peningkatan bahan pangan agar tidak terjadi krisis pangan khususnya di negara berkembang termasuk Indonesia. Askurrahman (2010) menyatakan bahwa ubi kayu merupakan salah satu bahan pangan utama di Indonesia. Produksi ubi kayu di Indonesia tahun 2012 berkisar pada 22.6 juta ton umbi segar dengan produktivitas rata-rata 18.34 ton umbi ha/tahun (BPS 2012a). Pada saat ini, produksi dalam negeri tidak memenuhi kebutuhan secara menyeluruh. Indonesia masih mengimpor kebutuhan ubi kayu dalam bentuk olahan sebanyak 194 ribu ton pada tahun 2012 (BPS 2012b). Potensi ubi kayu sebagai bahan baku industri, pangan, dan energi harus didukung dengan peningkatan dan kontinuitas produksi. Hal tersebut dapat dilakukan dengan penanaman di lahan yang sesuai, penggunaan varietas yang tepat dalam jumlah yang memadai secara kontinyu dan waktu tanam yang tepat.Varietas dan bahan tanam (bibit) merupakan salah satu faktor yang harus diperhatikan dalam usaha pengembangan ubi kayu. Pemilihan varietas ubi kayu yang dikembangkan harus mempunyai produktivitas dan kualitas yang tinggi. Harsono et al. (2008) menyatakan bahwa terbatasnya penyebaran dan adaptasi varietas unggul baru disebabkan oleh kelemahan dalam diseminasi dan penyedian bibit. Petani umumnya mendapatkan setek ubi kayu dari pertanaman musim sebelumnya. Kualitas setek tersebut seringkali kurang baik dan kemurnian varietasnya tidak bisa dijamin. Menurut Wargiono (2006), pengembangan varietas unggul baru merupakan salah satu komponen teknologi yang sangat diperlukan. Selain varietas, aspek penyediaan bibit juga merupakan hal penting dalam budidaya ubi kayu. Ubi kayu yang diperbanyak dengan setek batang secara konvensional mempunyai tingkat perbanyakan (multiplication rate) yang rendah. Balitkabi (2005) menyatakan bahwa kebutuhan bibit untuk areal luas tidak terpenuhi dan dibutuhan bibit per hektar sekitar 10 000 – 15 000 setek. Dengan demikian, penyediaan bibit secara konvensional sering menjadi kendala dalam pengembangan ubi kayu skala luas. Teknologi perbanyakan setek yang cepat dan efisien melalui teknik persemaian vegetatif diharapkan dapat menjadi salah satu cara untuk mengatasi kendala tersebut. Penggunaan setek batang muda dengan 4 mata tunas dimaksudkan untuk mempercepat dan meningkatkan rasio perbanyakan. Selain itu, setek batang muda dengan 4 mata tunas dapat menghemat pemakaian bahan setek sehingga dapat mencukupi kebutuhan bibit di areal yang lebih luas. Teknik perbanyakan melalui persemaian diharapkan mampu memproduksi bibit secara kontinyu dan pengadaan bibit tidak bergantung pada musim dengan kualitas baik. Teknologi perbanyakan cepat juga dapat mengurangi umur bahan setek ubi kayu sehingga waktu pengadaan bibit lebih cepat daripada perbanyakan secara konvensional yang secara umum pada umur 8 – 10 bulan, setelah ubi kayu dapat dipanen.

2

Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini terdiri atas beberapa jenis percobaan. Percobaan pertama untuk mengetahui pengaruh umur bahan setek dan varietas terhadap produksi setek muda. Percobaan kedua untuk mengetahui pengaruh umur bahan setek dan varietas terhadap pertumbuhan setek di persemaian. Percobaan ketiga untuk mengetahui pengaruh umur bahan setek, varietas dan bagian setek dan interaksinya terhadap daya tumbuh setek di persemaian. Percobaan keempat untuk mengetahui daya tumbuh bibit dan pertumbuhan bibit ubi kayu di lapangan.

TINJAUAN PUSTAKA Teknologi Budidaya Penanaman ubi kayu secara kovensional, membutuhkan bibit per hektar 10 000 – 15 000 setek. Setek diambil dari batang tengah tanaman ubi kayu yang berumur 8 – 12 bulan (Balitkabi 2005). Menurut Roja (2009) bibit yang dianjurkan untuk ditanam secara konvensional mempunyai diameter batang 2 – 3 cm, panjang 15 – 20 cm dan tanpa penyimpanan. Menurut Waluya (2011) penggunaan setek 4 mata tunas sangat efektif, sehingga dapat menghemat penggunaan bibit ubi kayu dan meningkatkan rasio perbanyakan ubi kayu serta efisiensi penggunaan tenaga kerja untuk penunasan. Menurut Roja (2009) setek ditanam di guludan dengan jarak tanam 1 m 1 m. Pupuk anorganik diberikan sebanyak 3 tahap dengan dosis Urea 200 kg, SP-36 100 kg dan KCl 100 kg per hektar. Periode kritis ubi kayu antara 5 – 10 minggu setelah tanam sehingga perlu pengendalian gulma. Waktu panen pada saat ubi kayu berumur 8 – 10 bulan, pada saat kadar karbohidrat mencapai tingkat maksimal. Menurut Sundari (2010), ubi kayu merupakan tanaman tropis, untuk menumbuhkan dan menghasilkan umbi dengan baik menghendaki persyaratan iklim tertentu yaitu suhu antara 18 – 35 oC. Kelembaban udara yang dibutuhkan saat penanam ubi kayu secara konvensional adalah 65%. Curah hujan optimum berkisar antara 760 – 1 015 mm per tahun. Curah hujan terlalu tinggi mengakibatkan terjadinya serangan jamur dan bakteri pada batang, daun dan umbi apabila drainase kurang. Saat ini kebutuhan bibit semakin meningkat sehingga memerlukan teknik perbanyakan tanaman yang bersifat cepat dan berproduksi tinggi, teknik perbanyakan ubi kayu konvensional belum cukup efisien. Perbanyakan dengan Setek Peningkatan mutu tanaman diawali dengan proses persemaian. Untuk itu diperlukan usaha untuk mendapatkan bibit yang bermutu. Bibit dapat diperoleh dari perbanyakan vegetatif salah satunya dapat melalui setek (Suprapto 2004). Melalui perbanyakan dengan setek dapat dihasilkan bibit secara efisien dan efektif dalam skala besar, waktu yang cepat, biaya murah dan mudah dilakukan. Selain itu pembiakan vegetatif dengan setek mudah dalam pemeliharaan dan pengadaan

3

seleksi sampai bibit siap dipindahkan ke lapangan. Menurut Waluyo (2000) setek dikatakan berhasil jika sudah mempunyai daun, batang dan akar seperti tanaman normal. Bahan setek yang mempengaruhi keberhasilan setek berakar dan tumbuh baik adalah sumber bahan setek dan perlakuan terhadap bahan setek. Faktor bahan setek meliputi nutrisi yang terkandung dalam bahan setek, ketersediaan air, kandungan hormon endogen dalam jaringan setek, tipe bahan setek, kehadiran hama dan penyakit serta umur pohon induk dan umur bahan setek itu sendiri (Danu dan Nurhasybi 2003). Menurut Hartmann dan Kester (1983) ketersediaan makanan yang terdapat di dalam setek berupa karbohidrat dan senyawa-senyawa nitrogen diperlukan bagi pembentukan akar dan pertumbuhan tunas. Setek yang kandungan nitrogennya tinggi dan karbohidratnya rendah tidak menghasilkan akar yang baik karena pertumbuhannya berlebihan, sukulen dan lunak. Setek tersebut memiliki warna batang hijau, lunak dan lentur. Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Setek Faktor Bahan Tanam Keberhasilan setek tumbuh dipengaruhi oleh interaksi faktor genetik dan faktor lingkungan. Faktor genetik meliputi cadangan makanan dalam setek, ketersediaan air dalam bahan setek, umur tanaman induk, hormon endogen dalam jaringan setek, jenis tanaman dan adanya tunas pada setek (Danu et al. 2011). Adanya tunas pada setek berperan penting dalam perakaran, hal tersebut disebabkan tunas berfungsi sebagai auksin yang mendorong pembentukan akar (Hartmann dan Kester 1983). Keberhasilan setek bergantung jenis tanaman yang mudah atau sulit berakar. Selain itu keberhasilan setek ditandai dengan mudahnya setek berakar dan bertunas. Menurut Suprapto (2004) faktor bahan setek mempengaruhi kesuburan dan banyaknya akar yang dihasilkan. Keseimbangan karbohidrat (C) dan nitrogen (N) di dalam tanaman diperlukan untuk pembentukan akar setek agar lebih cepat. Menurut Kastono et al. (2005) pertumbuhan akar pada setek dipengaruhi oleh adanya karbohidrat dalam setek, dimana karbohidrat merupakan sumber energi dan sumber karbon (C) terbesar selama proses perakaran. Hal ini mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan setek di persemaian maupun saat dipindahkan ke lapangan. Faktor Lingkungan Faktor lingkungan yang mempengaruhi keberhasilan perbanyakan dengan setek meliputi suhu, media perakaran, kelembaban udara dan intensitas cahaya (Hartmann dan Kester 1983). Menurut Widodo dan Sudradjat (1983), faktor lingkungan dan kesuburan tanah sangat berperan terhadap pembiakan vegetatif saat persemaian. Tanpa naungan dan intensitas cahaya matahari yang kuat menyebabkan setek layu bahkan terbakar, terutama setek muda. Cahaya dibutuhkan tanaman sebagai salah satu komponen dalam proses fotosintesis, sehingga intensitas cahaya yang sesuai untuk tanaman akan menentukan keberhasilan setek. Prastowo et al. (2006) menyatakan bahwa melalui pengaturan naungan, sinar matahari yang masuk di persemaian hanya berkisar antara 30% – 60%. Selain itu dapat menurunkan suhu tanah di siang hari, memelihara

4

kelembaban tanah, mengurangi derasnya curahan air hujan dan menghemat penyiraman air. Menurut Hartmann dan Kester (1983) kriteria media perakaran yang baik adalah media cukup kuat dan kompak sebagai pemegang setek selama perkecambahan atau pertumbuhan serta mampu mempertahankan kelembaban dan memiliki drainase yang baik. Media tanam setek harus bebas dari benih tumbuhan liar, nematoda dan berbagai organisme penyakit serta tidak memiliki salinitas yang tinggi. Media tanam setek dapat disterilkan dengan menggunakan panas. Selain jenis media, temperatur media juga mempunyai pengaruh dalam pembentukan akar. Prawoto et al. (2007) menyatakan bahwa kondisi iklim mikro untuk menghasilkan setek berakar memerlukan suhu udara maksimum 27 oC dan kelembaban udara sekitar 80%. Bila kelembaban rendah, setek akan cepat mati karena kandungan air dalam setek pada umumnya sangat rendah sehingga setek menjadi kering sebelum membentuk akar (Rochiman dan Harjadi 1973). Penyiraman pada media setek dilakukan untuk menjaga kelembaban media. Kelembaban yang rendah akan meningkatkan laju evapotranspirasi setek sehingga mengalami kekeringan dan kematian. Akan tetapi kelembaban setek dan lingkungan yang terlalu tinggi akan memacu perkembangan mikroba pengganggu yang dapat menyebabkan kegagalan setek bertunas. Faktor Pelaksanaan Pelaksanaan penanaman setek mulai dari pemotongan bahan setek, dilanjutkan penanaman sampai pemeliharaan yang tepat merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan setek. Pada saat penyetekan dibutuhkan peralatan yang bersih dan steril sehingga memperkecil kemungkinan terserang hama dan penyakit. Pemotongan bahan setek dilakukan pada pagi hari. Menurut Wudianto (1993), saat pemotongan setek yang baik yaitu pada saat kelembaban udara tinggi dan tanaman sedang tidak mengalami pertumbuhan. Agar jaringan pembuluh pada setek yang baru dipotong terisi oleh air untuk memudahkan penyerapan zat makanan. Penanaman setek di persemaian membutuhkan kelembaban yang tinggi untuk mendukung keberhasilan setek. Pembuatan sungkup plastik digunakan untuk memanipulasi iklim mikro di persemaian. Menurut Prawoto et al. (2007), menjaga kelembaban yang tinggi merupakan peranan penting untuk menurunkan transpirasi pada setek.

METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2013 – Juni 2014.

5

Bahan dan Alat Bahan tanam yang digunakan adalah setek ubi kayu varietas Mangu, Gajah, dan Adira 1 masing-masing sebanyak 120 setek, total 360 setek. Percobaan dilakukan pada lahan seluas 360 m2. Bahan lain yang digunakan adalah pupuk Urea, SP-36, KCl, zat pengatur tumbuh IBA, polybag ukuran 5 cm 15 cm, kompos, fungisida Dithane M-45, plastik UV, tanah, bambu, paranet dengan persen naungan sebesar 70% dan 45%. Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi jangka sorong, cangkul, gembor, gergaji, mistar, gunting setek, termometer, hygrometer, luxmeter, handsprayer dan timbangan. Pelaksanaan Penelitian Penelitian terdiri atas empat percobaan yang dilaksanakan secara bertahap. Percobaan pertama adalah pengaruh umur panen bahan setek dan varietas terhadap produksi setek muda. Percobaan kedua adalah pertumbuhan setek di persemaian. Percobaan ketiga adalah umur, varietas dan bagian bahan setek dan interaksinya terhadap persentase setek tumbuh ubi kayu di persemaian. Percobaan keempat adalah daya tumbuh bibit dan pertumbuhan bibit di lapangan. Percobaan 1. Pengaruh Umur Panen Bahan Setek dan Varietas terhadap Produksi Setek Muda Rancangan Percobaan Percobaan dilaksanakan dengan rancangan faktorial dengan dua faktor. Faktor pertama adalah umur bahan setek dan faktor kedua adalah varietas. Rancangan kelompok lengkap teracak (RKLT) digunakan sebagai rancangan lingkungan. Terdapat 3 taraf pada perlakuan varietas yang digunakan yaitu varietas Mangu (V1), Gajah (V2), Adira 1 (V3). Perlakuan umur bahan setek dengan dua taraf yaitu 2 (M1) dan 3 (M2) bulan setelah tanam (BST). Kombinasi perlakuan yang terbentuk sebanyak 6 kombinasi perlakuan. Setiap kombinasi perlakuan diulang sebanyak 3 kali sehingga diperoleh 18 unit percobaan. Setiap unit percobaan terdiri atas 20 setek sehingga membutuhkan 360 setek ubi kayu. Model linear analisis ragam RKLT faktorial dua faktor: (i= 1, 2, 3, j=1, 2 dan k= 1, 2, 3) Keterangan : : respon varietas ke-i , umur bahan setek ke-j, dan kelompok ke-k : nilai tengah populasi : pengaruh varietas ke-i : pengaruh umur bahan setek ke-j : pengaruh kelompok ke-k : pengaruh interaksi antara varietas dan umur bahan setek : galat percobaan dari varietas ke-i, umur bahan setek ke-j, dan kelompok ke-k

6

Data hasil pengamatan dianalisis ragamnya (uji F) pada taraf 5%. Perlakuan yang menunjukkan pengaruh nyata terhadap variabel yang diamati diuji lanjut menggunakan Duncan Multipe Range Test (DMRT) pada selang kepercayaan 95%. Pelaksanaan Percobaan Pembuatan kebun sumber bahan setek bertujuan memproduksi bahan setek kemudian dipindahkan sebagai bahan perbanyakan cepat. Bahan setek ubi kayu adalah varietas Mangu, Gajah dan Adira 1 yang disiapkan dengan menanam setek berukuran 20 – 25 cm seperti halnya penanaman ubi kayu konvensional. Setek ubi kayu ditanam di bedengen dengan lebar 80 cm dan jarak antar bedeng 20 cm. Jarak tanam yang digunakan antar setek yaitu 1 m 1 m. Pupuk anorganik diberikan pada awal tanam dengan dosis pupuk 50 kg ha-1 Urea, 100 kg ha-1 SP-36 dan 50 kg ha-1 KCl. Pupuk anorganik tahap dua diberikan pada umur 6 MST dengan dosis pupuk 75 kg ha-1 Urea dan 75 kg ha-1 KCl. Penyiangan dilaksanakan secara intensif dengan cara mencabut gulma-gulma yang berada disekitar tanaman pada saat 3, 6, 9 minggu setelah tanam (MST) bersamaan dengan pembumbunan. Seluruh luas petakan adalah 360 m2 berisi 360 setek. Panen bahan setek dilakukan setelah ubi kayu berumur 2 BST dan 3 BST. Penggunaan setek dilakukan dengan 4 mata tunas menggunakan gunting setek. Bahan setek diambil sebanyak 40 setek untuk ditumbuhkan di persemaian. Setek yang sudah dipotong dimasukkan ke ember yang berisi air, bertujuan agar jaringan yang baru dipotong terisi air sehingga akan memudahkan penyerapan zat makanan. Pengamatan Tanaman di kebun sumber bahan setek diamati dengan parameter tinggi batang, jumlah batang, produksi bahan setek. Tinggi batang diukur dari pangkal batang sampai pucuk titik tertinggi batang. Jumlah batang dengan cara menghitung jumlah batang yang dihasilkan setiap contoh percobaan. Pengamatan tinggi batang dan jumlah batang dilakuan setiap minggu mulai 1 MST sampai tanaman berumur 12 MST. Produksi bahan setek dihitung dari jumlah setek 4 mata tunas yang dihasilkan pada 5 tanaman contoh ubi kayu. Panen bahan setek dilakukan pada saat setek berumur 2 BST dan 3 BST. Percobaan 2. Pertumbuhan Setek di Persemaian Rancangan Percobaan Percobaan dilaksanakan dengan rancangan faktorial dengan dua faktor. Faktor pertama adalah umur bahan setek dan faktor kedua adalah varietas. Rancangan kelompok lengkap teracak (RKLT) digunakan sebagai rancangan lingkungan. Terdapat 3 taraf pada perlakuan varietas yang digunakan yaitu varietas Mangu (V1), Gajah (V2), Adira 1 (V3). Perlakuan umur bahan setek dengan dua taraf yaitu 2 (M1) dan 3 (M2) bulan setelah tanam (BST). Kombinasi perlakuan yang terbentuk sebanyak 6 kombinasi perlakuan. Setiap kombinasi perlakuan diulang sebanyak 3 kali sehingga diperoleh 18 unit percobaan. Setiap unit percobaan terdiri atas 40 bahan setek dengan 4 mata tunas. Model linear analisis ragam RKLT faktorial dua faktor: (i=1, 2, 3, j=1, 2 dan k= 1, 2, 3)

7

Keterangan : : respon varietas ke-i , umur bahan setek ke-j, dan kelompok ke-k : nilai tengah populasi : pengaruh varietas ke-i : pengaruh umur bahan setek ke-j : pengaruh kelompok ke-k : pengaruh interaksi antara varietas dan umur bahan setek : galat percobaan dari varietas ke-i, umur bahan setek ke-j, dan kelompok ke-k Data hasil pengamatan dianalisis ragamnya (uji F) pada taraf 5%. Perlakuan yang menunjukkan pengaruh nyata terhadap variabel yang diamati diuji lanjut menggunakan Duncan Multipe Range Test (DMRT) pada selang kepercayaan 95%. Pelaksanaan Percobaan Setek muda dengan 4 mata tunas ditumbuhkan dalam polybag berukuran 5 cm 15 cm untuk tahap persemaian. Persemaian dilakukan dalam sungkup yang terbuat dari kerangka bambu dan plastik UV sebagai bahan atap. Sungkup setek berukuran panjang 5 m, lebar 1.25 m dan tinggi 1.25 m. Antara kerangka bambu dan plastik UV terdapat paranet dengan persen naungan 70%. Tahap aklimatisasi menggunakan paranet dengan persen naungan 45%. Pada kedua bagian sisi panjang sungkup dibuat masing-masing 2 jendela yang dapat dibuka dan ditutup dengan ukuran 1.25 m. Hal ini digunakan untuk memudahkan dalam pemeliharaan dan pengamatan. Peletakan media tanam dalam sungkup diatur sesuai dengan rancangan percobaan. Setek ditumbuhkan di persemaian sebanyak 40 setek setiap perlakuan. Media yang digunakan adalah campuran tanah dan kompos dengan perbandingan (1:1). Media disterilkan dengan penyemprotan fungisida. Hal ini dilakukan agar tanah bebas dari cendawan dan patogen. Setek yang sudah ditanam dalam polybag, ditumbuhkan dalam sungkup dengan persen naungan 70% selama 4 MST. Pemberian biofungisida dilakukan pada minggu kedua, hal ini untuk menekan penyakit tanaman tular tanah di persemaian. Setek hidup di persemaian selanjutnya ditumbuhkan dalam sungkup dengan persen naungan 45% selama satu minggu untuk tahap aklimatisasi setek. Pemeliharaan yang dilakukan berupa penyemprotan setek dan media dengan fungisida Dithane M-45 dengan konsentrasi 2 g l-1 secara merata menggunakan handsprayer. Pengaturan suhu dan kelembaban di dalam sungkup dengan membuka sungkup setiap pagi selama 30 menit. Hal ini dilakukan untuk penyesuaian kondisi iklim saat dipindahkan ke lapangan. Penyiangan dilakukan apabila media ditumbuhi gulma serta penyiraman untuk menjaga agar media tumbuh bibit tetap lembab. Persemaian setek dilakukan untuk mengetahui persentase daya tumbuh. Pengamatan Parameter yang diamati selama persemaian adalah persentase setek tumbuh, tinggi tunas, jumlah tunas, diameter tunas, dan jumlah daun. Persentase setek tumbuh diamati dengan cara menghitung jumlah setek yang tumbuh dibagi dengan jumlah setek yang ditanam, tinggi tunas diukur dari pangkal tunas sampai pucuk titik tumbuh tunas, jumlah tunas diamati dengan menghitung jumlah tunas

8

yang muncul/tumbuh pada tiap setek, diameter batang diamati dengan mengukur lingkar batang setek, jumlah daun diamati dengan menghitung daun yang membuka sempurna. Pengamatan dilakukan setiap minggu mulai 1 MST sampai 4 MST. Pengamtan diameter setek dilakukan setiap minggu dari umur 0 MST sampai 4 MST. Data penunjang penelitian berupa pengukuran suhu, kelembaban udara dan intensitas cahaya dalam sungkup yang dilakukan setiap hari selama persemaian. Pengamatan Suhu diukur dengan menggunakan termometer, kelembaban diukur dengan hygrometer dan intensitas cahaya mengunakan luxmeter. Persentase setek tumbuh (%) =

100

Percobaan 3. Pengaruh Umur, Varietas dan Bagian Bahan Setek terhadap Persentase Setek Tumbuh Ubi Kayu di Persemaian Rancangan Percobaan Percobaan dilaksanakan dengan rancangan faktorial dengan tiga faktor. Faktor pertama adalah umur bahan setek, faktor kedua adalah varietas dan faktor ketiga adalah bagian setek. Rancangan kelompok lengkap teracak (RKLT) digunakan sebagai rancangan lingkungan. Terdapat 3 taraf pada perlakuan varietas yang digunakan yaitu varietas Mangu (V1), Gajah (V2), Adira 1 (V3). Perlakuan umur bahan setek dengan dua taraf yaitu 2 (M1) dan 3 (M2) bulan setelah tanam (BST). Perlakuan bagian setek dengan tiga taraf yaitu pangkal (P1), tengah (P2), pucuk (P3). Kombinasi perlakuan yang terbentuk sebanyak 18 kombinasi perlakuan. Setiap kombinasi perlakuan diulang sebanyak 3 kali sehingga diperoleh 54 unit percobaan. Model linear analisis ragam RKLT faktorial tiga faktor: (i= 1, 2, 3; j= 1, 2; k= 1, 2, 3; l= 1, 2, 3) Keterangan : : respon varietas ke-i , umur bahan setek ke-j, bagian setek ke-k, kelompok ke-l : nilai tengah populasi : pengaruh varietas ke-i : pengaruh umur bahan setek ke-j : pengaruh bahan setek ke-k : pengaruh kelompok ke-l : pengaruh interaksi antara varietas dan umur bahan setek : pengaruh interaksi antara varietas dan bahan setek : pengaruh interaksi antara umur bahan setek dan bagian setek : pengaruh interaksi varietas, umur bahan setek dan bagian setek : galat percobaan dari varietas ke-i, umur bahan setek ke-j, dan bahan setek ke-k, kelompok ke-l Data hasil pengamatan dianalisis ragamnya (uji F) pada taraf 5%. Perlakuan yang menunjukkan pengaruh nyata terhadap variabel yang diamati diuji lanjut menggunakan Duncan Multipe Range Test (DMRT) pada selang kepercayaan 95%.

9

Pelaksanaan Percobaan Panen bahan setek dilakukan setelah ubi kayu berumur 2 BST dan 3 BST. Penggunaan setek dilakukan dengan 4 mata tunas menggunakan gunting setek. Batang ubi kayu dipotong kemudian dipisahkan antara pangkal, tengah dan puncuk. Setek muda dengan 4 mata tunas di tumbuhkan dalam polybag berukuran 5 cm 15 cm di persemaian selama 4 MST. Pemeliharaan yang dilakukan berupa penyemprotan setek dan media dengan fungisida Dithane M-45 dengan konsentrasi 2 g l-1 secara merata menggunakan handsprayer serta penyiraman untuk menjaga agar media tumbuh bibit tetap lembab. Pengamatan Parameter yang diamati selama persemaian adalah persentase setek tumbuh bagian pangkal, tengah dan ujung. Persentase setek tumbuh diamati dengan cara menghitung jumlah setek yang tumbuh dibagi dengan jumlah setek yang ditanam. Persentase setek tumbuh (%) =

100

Percobaan 4. Pertumbuhan Bibit di Lapangan Pelaksanaan Percobaan Percobaan 4 merupakan suatu percobaan tanpa menggunakan rancangan percobaan. Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui daya tumbuh bibit dan pertumbuhan bibit di lapangan. Pelaksanaan penanaman bibit ubi kayu ke lapangan dilakukan setelah tahap aklimatisasi di dalam sungkup selama satu minggu. Penanaman ke lapangan dilakukan secara berkala, bahan setek umur 2 BST ditanam dahulu, satu bulan kemudian penanaman bahan setek umur 3 BST. Bibit dipidahkan ke lapangan sebanyak 10 bibit setiap satuan percobaan. Bibit ubi kayu ditanam dengan jarak tanam 1 m x 1 m. Penanaman di lapangan bertujuan untuk memastikan bibit ubi kayu bertahan hidup di lapangan dan pertumbuhan bibit dengan teknik perbanyakan cepat. Pengamatan di lakukan selama 2 bulan setelah tanam. Bagan alir rangkaian 4 pelaksanaan percobaan disampaikan pada Gambar 1. Pengamatan Parameter yang diamati adalah jumlah batang, tinggi batang dan persentase bibit tumbuh. Jumlah batang dihitung saat bibit dipindahkan ke lapangan. Tinggi batang dari pangkal batang sampai pucuk titik tumbuh batang. Persentase setek tumbuh diamati dengan cara menghitung jumlah bibit yang masih hidup dibagi dengan jumlah bibit yang ditanam. Persentase setek hidup (%) =

100

10

Percobaan 1. Pengaruh umur panen bahan setek dan varietas terhadap produksi setek muda - Pertumbuhan tinggi batang dan jumlah batang - Panen bahan setek pada umur 2 dan 3 BST

Percobaan 2. Pertumbuhan setek di persemaian - Persemian di sungkup dengan persen naungan 70% selama 4 MST sebanyak 40 setek - Aklimatisasi di sungkup dengan persen naungan 45% selama 1 MST

Percobaan 3. Pengaruh umur, varietas dan bagian bahan setek terhadap persentase setek tumbuh ubi kayu di persemaian. - Pengamatan daya tumbuh setek

Percobaan 4. Pertumbuhan bibit di lapangan - Pindah tanam ke lapangan 10 bibit selama 2 BST - Persentase bibit tumbuh dan pertumbuhan di lapangan Gambar 1 Diagram alir pelaksanaan penelitian

11

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Pengamatan suhu, kelembaban dan intensitas cahaya di lakukan selama 30 hari di persemaian. Peranan iklim mikro dalam persemaian setek ubi kayu di sungkup sangat mendukung keberhasilan setek. Iklim mikro di persemaian belum mendukung secara optimal untuk mendukung keberhasilan dalam penumbuhan setek (Tabel 1). Tabel 1 Iklim mikro di persemaian Pengamatan Pagi (jam 07.00) Siang (jam 14.00) Sore (jam 17.00)

Suhu 27 oC 30 oC 29 oC

Kelembaban 85% 80% 78%

Intensitas Cahaya 3 141 klx 7 105 klx 1 038 klx

Kondisi iklim seperti suhu yang tidak terlalu tinggi menyebabkan respirasi rendah, Menurut Hartmann dan Kester (1983) kisaran suhu yang baik untuk pembentukan perakaran pada setek adalah 21–27 oC. Kelembaban yang cukup tinggi agar transpirasi dapat bekurang, Prawoto et al. (2007) menyatakan bahwa kelembaban udara pada penyetekan kakao (Theobromo cacao L.) terus menerus dipertahankan sekitar 80%. Intensitas cahaya yang masuk ke dalam sungkup dengan naungan 70% adalah 1 000 – 7 000 klux. Menurut Widodo dan Sudradjat (1984) tanpa naungan dan intensitas cahaya matahari yang kuat menyebabkan setek layu bahkan terbakar, terutama setek muda. Setek yang tumbuh di persemaian selama satu bulan,selanjutnya dilakukan tahap aklimatisasi dengan persen naungan 45% selama 1 minggu. Calon tanaman yang sehat dan bebas dari serangan gejala penyakit, siap untuk ditanam di lapangan. Selain itu calon tanaman sudah memiliki daun, batang dan akar seperti halnya tanaman normal. Penanaman dilakukan pada pagi hari untuk mengurangi transpirasi pada bibit muda. Bibit ditanam di lapangan selama 2 bulan dan bibit dipupuk pada awal tanam sesuai dosis pemupukan awal metode konvensional. Pupuk anorganik diberikan dengan dosis pupuk 50 kg ha-1 Urea, 100 kg ha-1 , SP36 dan 50 kg ha-1 KCl. Bibit yang patah karena angin atau kering dilakukan penyulaman pada minggu ke-1. Percobaan 1. Pengaruh Umur Panen Bahan Setek dan Varietas terhadap Produksi Setek Muda Tinggi Batang Umur bahan setek berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi batang ubi kayu. Tanaman umur 3 BST memiliki batang lebih tinggi (>100%) daripada umur 2 BST. Kodisi ini dipengaruhi oleh fase pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Pola pertumbuhan suatu tanaman dicirikan seperti halnya kurva sigmoid, pada awal pertumbuhan lambat kemudian cepat dan lambat lagi menjelang panen

12

(Gambar 2). Gardner et al. (1991) menyatakan bahwa pertumbuhan dan perkembangan berlangsung terus menerus sepanjang daur hidup, bergantung pada hasil asimilat, hormon dan lingkungan yang mendukung. Tinggi batang menunjukkan perbedaan yang nyata mulai 5 MST sampai 12 MST. Varietas Gajah dan Mangu memiliki batang lebih tinggi daripada Adira 1 (Tabel 2). Pada umur 3 BST varietas Gajah memiliki batang lebih tinggi (81.05 cm) daripada varietas Mangu (71.85 cm) dan Adira 1 (60.80 cm). Menurut Alves (2002), tinggi tanaman ubi kayu adalah antara 1.20 m – 3.70 m. Faktor genetik masing-masing varietas diduga sebagai penyebab perbedaan tinggi batang berbeda.

120

100

Tinggi (cm)

80 Mangu m1 Mangu m2

60

Gajah m1 Gajah m2

40

Adira 1 m1 Adira 1 m2

20

0 1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

12

Umur tanaman (MST)

Gambar 2 Pertumbuhan tinggi tanaman ubi kayu pada umur 1 MST sampai 12 MST (m1: umur tanaman 2 BST, m2: umur tanaman 3 BST)

13

Tabel 2 Pertumbuhan tinggi batang ubi kayu di kebun bibit

Perlakuan Umur (A) 2 BST 3 BST Analisis sidik ragam Varietas(B) Mangu Gajah Adira 1 Analisis sidik ragam Interaksi AxB KK(%)

Tinggi (cm) MST 6 7

1

2

3

4

5

0.75 0.77 tn

2.83 3.43 tn

5.19 6.32 tn

7.59 8.78 tn

14.46 16.72 tn

21.28 23.43 tn

1.20 0.46 0.61 tn tn 29.09

3.76 2.89 2.74 tn tn 26.90

6.23 5.61 5.34 tn tn 26.51

8.86 8.09 7.60 tn tn 19.80

16.49a 17.40a 12.88b * tn 18.17

23.72a 26.17a 17.17b * tn 18.58

8

9

10

11

12

34.42 32.64 tn

43.52 46.11 tn

43.52b 58.92a **

43.52b 68.63a **

43.52b 86.16a **

43.52b 98.95a **

35.06a 35.13a 30.42b * tn 17.90

48.48a 51.52a 34.44b ** tn 17.60

54.59a 59.37a 39.69b ** tn 16.95

58.74a 65.66a 43.83b ** tn 15.84

66.39a 75.09a 53.04b * tn 9.96

71.85ab 81.05a 60.80c * tn 14.31

*: Berpengaruh nyata pada taraf 5%; **: Berpengaruh sangat nyata pada taraf 1%; tn: Tidak berpengaruh nyata; BST : Bulan Setelah Tanam. Angka-angka pada kolom yang sama dengan faktor yang sama diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (DMRT)

14

Jumlah Batang Umur panen bahan setek tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah batang selama pengamatan. Umur setek 2 BST dan 3 BST memiliki jumlah batang 2.48 dan 2.46 batang/tanaman. Varietas mempengaruhi jumlah batang yang diproduksi. Varietas Adira 1 memiliki jumlah batang yang lebih banyak setiap minggu pengamatan (Tabel 3). Secara umum jumlah batang pada setiap varietas menurun mulai 5 MST sampai 12 MST (Gambar 3). Menurut Waluya (2011) hal ini karena perbedaan translokasi cadangan makanan pada setiap tunas dan daya tahan terhadap lingkungan tumbuhnya. Tunas yang memiliki daya tahan terhadap lingkungan tumbuhnya akan tumbuh baik. Tabel 3 Jumlah batang pada tanaman ubi kayu di kebun sumber bahan setek Jumlah batang Perlakuan Umur (A) 2 BST 3 BST Analisis sidik ragam Varietas(B) Mangu Gajah Adira 1 Analisis sidik ragam Interaksi AxB KK (%)

MST 4 5 6 7 ...……………………..batang/ 3.28 3.26 3.22 2.44 2.66 3.15 3.08 3.06 2.46 2.66

1

2

3

8 9 10 …………………... 2.48 2.48 2.48 2.46 2.46 2.46

11

12

2.8 2.6

3.26 3.04

2.48 2.46

2.48 2.46

tn

tn

tn

tn

tn

tn

tn

tn

tn

tn

tn

tn

3.06a 1.9b 3.3a

3.23 2.5b 3.73a

3.23b 2.53c 3.9a

3.23b 2.46c 3.89a

3.23b 2.36c 3.83a

2.36b 1.8c 3.2a

2.36b 1.8c 3.23a

2.36b 1.83c 3.23a

2.36b 1.83c 3.23a

2.36b 1.83c 3.23a

2.36b 1.83c 3.23a

2.36b 1.83c 3.23a

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

tn 17.69

tn 13.77

tn 13

tn 12.14

tn 12.98

tn 12.14

tn 11.78

tn 11.88

tn 11.88

tn 11.88

tn 11.88

tn 11.88

*: Berpengaruh nyata pada taraf 5%; tn: Tidak berpengaruh nyata; BST : Bulan Setelah Tanam. Angka–angka pada kolom yang sama dengan faktor yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (DMRT)

Varietas Mangu, Gajah dan Adira 1 mulai 6 MST sampai 12 MST menghasilkan jumlah batang yang konstan (Gambar 3). Hal tersebut diduga disebabkan kandungan asimilat pada bahan setek sudah berkurang untuk inisiasi munculnya batang. Selain itu adanya siklus pertumbuhan yang dibagi menjadi beberapa fase untuk menghindari persaingan asimilat dalam tanaman. Pada tanaman ubi kayu, batang terbentuk dicirikan dengan terbentuknya akar. Menurut Onwueme (1978) pertumbuhan tunas berlangsung sampai 6 MST yang dicirikan dengan perkembangan akar. Mulai minggu ke-6 sampai ke-10 berlangsung pertumbuhan daun dan batang.

Jumlah batag

15

4,5 4,0 3,5 3,0 2,5 2,0 1,5 1,0 0,5 0,0

Mangu m1 Mangu m2 Gajah m1 Gajah m2 Adira 1 m1 Adira 1 m2 1

2

3

4 5 6 7 8 9 Umur tanaman (MST)

10 11

Gambar 3 Jumlah batang tanaman ubi kayu pada umur 1 MST sampai 12 MST ( m1: umur tanaman 2 BST, m2: umur tanaman 3 BST) Produksi Setek Umur 3 BST pada variatas Mangu, Gajah, dan Adira 1 menghasilkan produksi bahan setek 4 mata tunas lebih banyak (>100%) dibandingkan dengan perlakuan 2 BST (Gambar 4). Kondisi ini disebabkan hasil asimilat yang dihasilkan umur bahan 3 BST lebih tinggi sehingga mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Menurut Gardner et al. (1991), perkembangan tanaman merupakan suatu kombinasi dari sejumlah proses yaitu proses pertumbuhan dan diferensiasi yang mengarah pada akumulasi ketersedian bahan kering untuk peningkatan tinggi, volume dan luas daun. Tabel 4 Produksi setek beberapa varietas ubi kayu pada umur yang berbeda Perlakuan 2 BST Mangu Gajah Adira 1 3 BST Mangu Gajah Adira 1 KK (%)

Bagian setek Pangkal Tengah Ujung ……….……..(setek/tanaman)………..….. 2.53 5.70 2.52 2.45 5.03 2.12 3.88 9.00 3.55 5.86 4.77 8.40

13.53 10.32 18.26

4.80 4.14 6.93

Jumlah 10.75d 9.60 d 16.43c 24.19b 19.23c 33.60a 8.24

BST : Bulan Setelah Tanam. Angka-angka pada kolom yang sama dengan faktor yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut pada taraf uji 5% (DMRT).

Varietas Adira 1 pada umur panen 3 BST menghasilkan setek paling banyak mencapai 33.60 setek/tanaman. (Tabel 4). Kondisi ini dipengaruhi oleh jumlah batang yang dihasilkan varietas Adira 1 umur panen 3 BST lebih banyak daripada varietas lainnya meskipun selama pengamatan tinggi batang lebih pendek. Semakin panjang tinggi batang dan banyak jumlah batang yang dihasilkan maka produksi bahan setek untuk ditumbuhkan di persemaian akan semakin banyak.

16

Menurut Cock (1992) jumlah mata tunas total tiap tanaman bergantung pada jumlah mata tunas setiap batang dan jumlah batang setiap tanaman.

40,00 33,60

35,00

Stek/tanaman

30,00 24,20

25,00

19.23

20,00 15,00 10,00

10.75

16.43

9.60

5,00 0,00 Mangu m1 Mangu m2 Gajah m1 Gajah m2

Adira 1 m1

Adira 1 m2

Gambar 4 Produksi setek 3 varietas ubi kayu pada umur yang berbeda (m1: umur tanaman 2 BST, m2: umur tanaman 3 BST) Percobaan 2. Pertumbuhan Setek di Persemaian Persentase Setek Tumbuh Persentase setek ubi kayu yang tumbuh di persemaian diamati pada umur bahan setek 2 BST dan 3 BST pada ketiga varietas. Hal ini bertujuan mengetahui daya tumbuh setek berdasarkan umur dan varietas bahan setek yang digunakan. Interaksi umur bahan setek dan verietas berpengaruh nyata terhadap persentase setek tumbuh (Tabel 5). Daya tumbuh setek tertinggi pada perlakuan umur bahan setek 3 BST dan Varietas Gajah (72.22%). Interaksi yang mempunyai daya tumbuh terendah pada perlakuan umur bahan setek 2 BST dan varietas Adira 1 (24.53%). Umur bahan setek 3 BST memiliki persentase setek tumbuh lebih tinggi dibandingkan umur bahan setek 2 BST. Hal ini diduga disebabkan oleh cadangan makanan yang terkandung pada umur bahan setek umur 3 BST lebih tinggi sehingga mempercepat tumbuhnya tunas dan akar. Secara fisik bahan setek pada umur 3 BST mempunyai diameter yang lebih besar dibandingkan 2 BST. Menurut Onwueme (1978) mudahnya setek berakar dan berdiferensiasi bergantung pada pada umur fisiologi bahan setek.

17

Tabel 5 Interaksi varietas dan umur bahan setek terhadap persentase setek tumbuh di persemaian Umur (MST)

Varietas

1

Manggu Gajah Adira 1 Manggu Gajah Adira 1 Manggu Gajah Adira 1 Manggu Gajah Adira 1

2

3

4

Umur bahan setek 2 BST 3 BST ……………………( )…………………. 87.50ab 81.66c 95.40a 97.22a 73.97b 90.00b 87.96a 77.77b 84.71a 92.77a 50.72b 77.77b 68.73a 65.74 64.68a 77.22 29.16b 62.51 52.92a 58.51 62.43a 72.22 24.53b 56.11

BST : Bulan Setelah Tanam. Angka-angka pada kolom yang sama pada umur yang sama diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (DMRT)

Varietas Mangu, Gajah, Adira 1 memiliki respon terhadap daya tumbuh setek yang bervariasi di persemaian. Hal tersebut diduga dipengaruhi oleh faktor genetik dari masing-masing varietas yang mampu bertahan hidup di persemaian. Bibit yang mampu bertahan hidup menunjukkan keadaan yang masih segar dan tidak ada gejala serangan cendawan. Tahap persemaian dengan setek mudah dalam pemeliharaan dan mudah dalam pengadaan seleksi. Menurut Waluyo (2000) menyatakan bahwa bahan setek dikatakan berhasil jika sudah mempunyai daun, batang dan akar seperti tanaman normal. Terdapat interaksi antara varietas dan umur bahan setek selama pengamtan terhadap daya tumbuh setek di persemaian. Persentase stek tumbuh

120% 100% Mangu m1

80%

Mangu m2

60%

Gajah m1

40%

Gajah m2

20%

Adira 1 m1

0%

Adira 1 m2 1

2

3

4

Umur stek (MST)

Gambar 5 Persentase setek tumbuh beberapa varietas ubi kayu di persemaian pada umur bahan setek yang berbeda (m1: umur tanaman 2 BST, m2: umur tanaman 3 BST)

18

Persentase setek tumbuh di persemaian menurun selama pengamatan (Gambar 5) . Hal tersebut disebabkan setek mengalami kematian dan busuk oleh cendawan. Salah satu cendawan yang menyerang di persemaian adalah pathogen Pythium sp. Keberhasilan setek dipengaruhi oleh faktor genetik, faktor lingkungan dan faktor pelaksanan. Media tanam dan alat pemotongan bahan setek yang tidak steril diduga penyebab setek terserang cendawan. Gejala setek terserang cendawan adalah batang berwarna hitam, terasa lembek saat ditekan. CABI (2000) menyatakan bahwa serangan dimulai dari busuk pangkal batang terutama dekat dengan permukaan tanah. Serangan Pythium sp. menyebabkan tanaman menjadi layu dan kulit akar busuk basah selain itu daun dan tunas terjangkit busuk coklat. Kematian setek di persemaian juga disebabkan oleh adanya serangan rayap dan siput (Gambar 6). Kelembaban yang tinggi (>80%) di sungkup diduga penyebab setek terserang hama rayap dan memicu adanya cendawan. Setek yang terlalu muda mempunyai tekstur yang lunak sehingga meningkatkan proses transpirasi yang mengakibatkan setek menjadi cepat kering dan akhirnya mati.

Siput Cendawan (a) (b) Gambar 6 Gejala serangan siput dan cendawan yang menyerang pada penyetekan Diameter Setek Umur bahan setek berpengaruh nyata terhadap diameter setek di persemaian. Umur bahan setek 3 BST mempunyai diameter setek (12.54 mm) lebih besar 63.92% dari umur bahan setek 2 BST pada pengamatan 4 MST. Semakin besar diameter bahan setek ubi kayu diduga cadangan makanan semakin besar, sehingga menjamin pertumbuhan dan perkembangan setek selama di persemaian. Menurut Napitulu (2006) pada setek Euphorbia milii bahwa kondisi bahan setek dengan diameter batang kecil menunjukkan bahwa jaringan pada setek belum sempurna terbentuk sehingga mempengaruhi pertumbuhan setek baru.

19

Tabel 6 Diameter setek pada ubi kayu di persemaian

0

1

Diameter (mm) MST 2

9.56b 15.01a **

9.10b 14.15a **

8.61b 13.38a **

8.26b 13.03a **

7.65b 12.54a **

13.06a 12.68b 11.12c * tn 8.68

12.60a 12.00a 10.29b ** tn 8.47

11.81a 11.61a 9.94b * tn 8.45

11.39a 11.21a 9.34b ** tn 8.49

11.11a 10.89a 8.28b ** tn 8.63

Perlakuan Umur bahan setek (A) 2 BST 3 BST Analisis sidik ragam Varietas (B) Mangu Gajah Adira 1 Analisis sidik ragam Interaksi AxB KK(%)

3

4

*: Berpengaruh nyata pada taraf 5%; **: Berpengaruh sangat nyata pada taraf 1%; tn: Tidak berpengaruh nyata; BST : Bulan Setelah Tanam ; Angka-angka pada kolom yang sama yang dengan faktor yang sama diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (DMRT)

Varietas berpengaruh nyata terhadap diameter setek di persemian selama pengamatan. Varietas Mangu memiliki diameter setek (11.11 mm) yang lebih besar 2.02 % dari varietas Gajah (10.89 mm) dan lebih besar 34.17% dari varietas Adira 1 (8.28 mm) pada 4 MST (Tabel 6). Diameter setek menurun selama minggu pengamatan seperti Gambar 7. Cadangan makanan yang tersimpan dalam setek diduga digunakan sebagai energi untuk menginisiasi munculnya akar dan tunas. Keberhasilan setek tumbuh di persemaian dicirikan dengan setek berakar dan bertunas. Menurut Wargiono (2006) diameter setek pada perbanyakan konvensional yang mempunyai daya tumbuh optimum berukuran 2 – 3 cm. 18,00 16,00 Diameter (mm)

14,00 12,00

Mangu m1

10,00

Mangu m2

8,00

Gajah m1

6,00

Gajah m2

4,00

Adira 1 m1

2,00

Adira 1 m2

0,00 0

1

2

3

4

Umur stek (MST)

Gambar 7 Diameter setek beberapa varietas ubi kayu di persemaian pada umur bahan setek yang berbeda (m1: umur tanaman 2 BST, m2: umur tanaman 3 BST)

20

Jumlah Tunas Umur bahan setek berpengaruh nyata terhadap jumlah tunas di persemaian pada minggu ke-3 dan ke-4 (Tabel 7). Jumlah tunas menurun selama 4 minggu pengamatan. Kondisi ini disebabkan tunas layu dan kering selama di persemaian. Semakin muda umur bahan setek maka jumlah tunas semakin sedikit hingga turun 29%. Hal ini didukung penelitian Napitulu (2006) pada setek Euphorbia mili yang menyatakan bahwa semakin muda setek maka kandungan karbohidrat maupun hormon endogen yang tersedia di dalam batang belum optimum untuk memicu proses diferensiasi sel. Tabel 7 Jumlah tunas pada ubi kayu di persemaian Jumlah tunas MST

Perlakuan Umur bahan Setek (A) 2 BST 3 BST Analisis sidik ragam Varietas (B) Mangu Gajah Adira 1 Analisis sidik ragam Interaksi AxB KK (%)

1 2 …………………….

/

3 4 …………………

1.8 1.82 tn

1.67 1.69 tn

1.45b 1.63a *

1.40b 1.61a *

1.73b 1.94a 1.76b * tn 5.29

1.57b 1.80a 1.67ab * tn 6.55

1.42 1.61 1.59 tn tn 8.9

1.42 1.53 1.56 tn tn 8.88

*: Berpengaruh nyata pada taraf 5%; **: Berpengaruh sangat nyata pada taraf 1%; tn: Tidak berpengaruh nyata; BST : Bulan Setelah Tanam. Angka-angka pada kolom yang sama dengan faktor yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (DMRT)

Varietas berpengaruh nyata terhadap jumlah tunas pada minggu ke 1 dan 2 MST di persemaian. Varietas Gajah menghasilkan tunas yang lebih banyak dibandingkan dengan varietas Mangu dan Adira 1 (Tabel 7). Keadaan ini diduga berhubungan dengan kandungan karbohidrat dan nitrogen yang terdapat pada varietas Gajah lebih tinggi dibandingkan varietas lain sehingga jumlah tunas yang dihasilkan lebih banyak. Varietas Gajah nampak lebih berkayu terutama bagian pangkal dibanding yang lain (Gambar 11). Selain itu akumulasi karbohidrat banyak terdapat pada bagian pangkal, sehingga lebih cepat membentuk akar dan tunas. Menurut Kastono et al. (2005), karbohidrat dalam setek merupakan sumber energi dan sumber karbon (C) terbesar dalam proses perakaran. Varietas Mangu dan Adira 1 nampak masih hijau dan belum berkayu terutama bagian tengah dan ujung. Semakin berkayu bagian setek maka akumulasi karbohidrat semakin banyak sehingga proses metabolisme semakin cepat. Hal tersebut diduga salah satu penyebab diferensiasi pembentukan sel. Semakin cepatnya pembentukan tunas maka pertumbuhan tunas akan semakin baik. Menurut Waluyo (2000) menyebutkan bahwa besarnya nilai rasio karbohidrat dan nitrogen mempengaruhi kemampuan setek dalam pertumbuhan tunas dan akar. Varietas berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah tunas pada minggu ke 3 dan 4 MST (Tabel 7). Hal tersebut diduga kandungan hormon endogen pada varietas

21

Mangu, Gajah, dan Adira 1 pada minggu ke 3 dan 4 MST dalam jumlah sedikit. Varietas yang berbeda dalam persemaian tidak mempengaruhi jumlah tunas yang dihasilkan setelah minggu ke-3. Tinggi Tunas Perbanyakan tanaman secara vegetatif dengan setek batang perlu memperhatikan jumlah ruas dan buku. Hal ini digunakan sebagai titik pertumbuhan tunas dan akar, karena jumlah ruas menggambarkan seberapa banyak karbohidrat terkandung sebagai cadangan makanan untuk pertumbuhan. Penggunaan setek 4 mata tunas mampu menumbuhkan tunas dan akar secara optimum. Waluyo (2011) menyatakan bahwa penggunaan setek 4 mata tunas sangat efektif dan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan ubi kayu dibandingkan dengan setek panjang. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa perlakuan umur dan varietas bahan setek mempengaruhi pertumbuhan tinggi tunas di persemaian. Setek dengan umur bahan setek 3 BST pada varietas Gajah memiliki tinggi tunas lebih tinggi dibandingkan varietas lain 7.63 cm (Tabel 8). Edward et al. (1980) menyatakan bahwa tinggi tanaman ubi kayu dipengaruhi oleh kualitas setek, umur bahan setek, banyak tunas pada setek, diameter tunas, perbedaan varietas dan lama penyimpanan setek. Tabel 8 Interaksi varietas dan umur bahan setek terhadap pertumbuhan tinggi tunas pada setek ubi kayu di persemaian Umur (MST)

1

2

3

4

Varietas

Manggu Gajah Adira 1 Manggu Gajah Adira 1 Manggu Gajah Adira 1 Manggu Gajah Adira 1

Umur bahan setek 2 BST 3 BST ……………(c )…………. 1.10a 1.25b 1.30a 2.07a 0.58b 0.66c 1.24b 1.82b 1.70a 4.44a 0.80c 0.95c 1.73b 3.29b 3.53a 6.11a 0.89c 1.81c 2.52b 4.62b 5.48a 7.63a 1.23b 3.44b

BST : Bulan Setelah Tanam. Angka-angka pada kolom yang sama pada umur yang sama diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (DMRT)

Tinggi tunas meningkat setiap minggu pengamatan (Gambar 8). Perbedaan tinggi tunas antar varietas disebabkan oleh potensi hasil ketiga varietas secara genetik yang berbeda. Kondisi ini menyebabkan perpanjangan tunas dengan perbanyakan metode persemaian hanya terkait dengan umur bahan setek yang digunakan. Faktor cadangan makanan dan berbagai hormon pertumbuhan tersedia

22

Tinggi (cm)

untuk memenuhi kebutuhan awal pertumbuhan serta lingkungan tumbuh yang mendukung. Keberhasilan setek berakar salah satu faktornya adalah jenis tanaman. Ubi kayu merupakan tanaman berkayu sehingga menghasilkan getah. Getah dapat berfungsi sebagai cadangan makanan, sehingga membantu mempercepat tumbuhnya akar dan tunas. Menurut Gardner et al. (1991) menyatakan bahwa getah merupakan suatu kelompok kompleks karbohidrat yang merupakan subsrat terpenting dalam pertumbuhan, Gambar 9 adalah gambar bibit ubi kayu yang mampu bertahan hidup sampai minggu ke-4. 9,00 8,00 7,00 6,00 5,00 4,00 3,00 2,00 1,00 0,00

Mangu m1 Mangu m2 Gajah m1 Gajah m2 Adira 1 m1 Adira 1 m2 1

2 3 Umur stek (MST)

4

Gambar 8 Pertumbuhan tinggi tunas beberapa varietas ubi kayu di persemaian pada umur bahan setek yang berbeda (m1: umur tanaman 2 BST, m2: umur tanaman 3 BST)

1: varietas Mangu; 2: varietas Gajah; 3: varietas Adira 1; a: umur bahan setek 2 BST; b: umur bahan setek 3 BST

Gambar 9 Pertumbuhan setek antara umur bahan setek dan varietas yang berbeda pada 4 MST di persemaian

23

Jumlah Daun Umur dan varietas berpengaruh nyata terhadap jumlah daun di persemaian. Umur bahan setek 3 BST menghasilkan jumlah daun lebih banyak dibandingkan umur bahan setek 2 BST (Tabel 9). Hal ini disebabkan perkembangan jaringan meristematik pada bahan setek yang lebih dewasa lebih cepat yang menyebabkan perpanjangan ruas. Semakin dewasa bahan setek yang digunakan maka semakin besar kemampuan setek dalam memproduksi daun. Menurut Gardner et al. (1991), penambahan jumlah daun pada awal pertumbuhan setek merupakan kondisi yang baik untuk pertumbuhan tanaman karena mendukung proses fotosintesis. Tabel 9 Jumlah daun pada setek ubi kayu di persemaian Perlakuan 1 Umur bahan setek (A) 2 BST 3 BST Analisis sidik ragam Varietas (B) Mangu Gajah Adira 1 Analisis sidik ragam Interaksi AxB KK

Jumlah daun (helai) MST 2 3

4

2.46b 3.07a *

3.20b 4.87a **

4.68b 6.96a **

7.17b 8.62a *

2.31b 3.47a 2.52b ** tn 15.45

3.14b 5.34a 3.62b ** * 16.85

4.50c 7.57a 5.39b ** tn 11.33

6.76b 9.07a 7.87ab ** tn 13.03

*: Berpengaruh nyata pada taraf 5%; **: Berpengaruh sangat nyata pada taraf 1%; tn: Tidak berpengaruh nyata; BST : Bulan Setelah Tanam. Angka-angka pada kolom yang sama dengan faktor yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (DMRT)

Jumlah daun meningkat selama pengamatan (Gambar 10). Varietas Gajah mempunyai jumlah daun lebih banyak (9.07 helai/setek) dibandingkan varietas Mangu (6.76 helai/setek) dan Adira 1 (7.87 helai/setek) pada minggu ke-4 (Tabel 9). Kondisi ini disebabkan adanya korelasi positif antara pertumbuhan tinggi tunas pada varietas Gajah. Semakin banyak jumlah buku pada setek maka semakin banyak jumlah daun yang dihasilkan. Varietas Gajah mempunyai tinggi tunas lebih tinggi dari varietas lainnya (Tabel 6). Nurdin et al. (2010) menjelaskan bahwa perbedaan jumlah daun tanaman sejalan dengan pertumbuhan tinggi tanaman. Semakin dewasa tanaman maka semakin banyak jumlah ruas sehingga jumlah daun yang dihasilkan lebih banyak. Faktor genetik dan lingkungan diduga sebagai penyebab perbedaan produksi daun.

24

10,00 9,00 Jumlah daun (helai)

8,00 7,00 Mangu m1

6,00

Mangu m2

5,00

Gajah m1

4,00

Gajah m2

3,00

Adira 1 m1

2,00

Adira 1 m2

1,00 0,00 1

2

3

4

Umur stek (MST)

Gambar 10 Jumlah daun beberapa varietas ubi kayu di persemaian pada umur bahan setek yang berbeda (m1: umur tanaman 2 BST, m2: umur tanaman 3 BST) Percobaan 3. Pengaruh Umur Bahan Setek, Varietas, dan Bagian Setek terhadap Persentase Setek Tumbuh Ubi Kayu di Persemaian Rekapitulasi hasil sidik ragam (Tabel 10) menunjukkan bahwa daya tumbuh setek ubi kayu di persemaian dipengaruhi oleh varietas, umur bahan setek, bagian setek, interaksi varietas dan umur bahan setek, interaksi varietas dan bagian setek, interaksi umur bahan setek dan bagian setek pada 3 dan 4 MST. Penjelasan varietas, umur bahan setek, interaksi varietas dan umur bahan setek berpengaruh nyata terhadap daya tumbuh setek di persemaian secera lengkap dijelaskan pada percobaan 2. Tabel 10 Rekapitulasi hasil analisis ragam pengaruh umur bahan setek, varietas dan bagian setek pada peubah daya tumbuh setek Peubah Varietas (V) Umur bahan setek (M) Bagian setek (P) V*M V*P M*P V*M*P KK (%)

1 ** tn tn * * tn tn 11.78

Umur (MST) 2 3 ** ** * * tn ** ** * tn ** tn ** tn tn 17.70 23.78

4 ** ** ** * ** ** tn 26.52

*: Berpengaruh nyata pada taraf 5%; **: Berpengaruh sangat nyata pada taraf 1%; tn: Tidak berpengaruh nyata; KK : Koofisien variasi (%)

25

Bahan tanam yang ditumbuhkan di persemaian berasal dari bagian pangkal, tengah dan pucuk batang ubi kayu. Interaksi antara umur dan bagian setek, pengaruh nyata terhadap daya tumbuh setek di persemaian pada 3 dan 4 MST. Interaksi antara umur bahan setek 3 BST dan bagian pangkal memberikan persentase setek tumbuh lebih tinggi 83.33%. Secara fisik setek pangkal pada umur bahan setek 3 BST mempunyai warna batang berwarna coklat kehijauan dan mulai berkayu sehingga mempengaruhi akumulasi kandungan cadangan makanan (Gambar 11). Menurut Wudiyanto (1994) menyatakan bahwa setek batang dengan warna kehijauan memiliki kandungan karbohidrat yang masih rendah. Bagian pucuk pada umur 3 BST memberikan persentase setek tumbuh (68.57%) yang tidak berbeda nyata dengan bagian pangkal umur 3 BST (Tabel 11). Secara fisik bagian setek pucuk berwarna hijau dibandingkan dengan pangkal dan tengah, sehingga cadangan makanan pada bagian pucuk lebih rendah. Keberhasilan setek tumbuh di persemaian tidak hanya dipengaruhi oleh cadangan makanan tetapi dipengaruhi faktor endogen yang lain seperti kandungan hormon auksin untuk mendorong tumbuhnya akar. Menurut Agung (2010) bahan setek batang dengan warna kehijauan menandakan adanya kandungan auksin dan nitrogen yang tinggi. Keseimbangan karbohidrat (C) dan nitrogen (N) di dalam tanaman diperlukan untuk pembentukan akar setek agar lebih cepat. Tabel 11 Interaksi umur bahan setek dan bagian setek terhadap daya tumbuh setek di persemaian Perlakuan Umur 2 BST

3 BST

Bagian setek Pangkal Tengah Pucuk Pangkal Tengah Pucuk

Daya tumbuh setek (%) ………….………..MST……………….. 3 4 48.33bc 54.32bc 45.67c 36.27c 64.01bc 55.39bc 87.77a 83.33a 46.67c 34.62c 69.81ab 68.57ab

BST : Bulan Setelah Tanam. Angka-angka pada kolom yang sama pada umur pengamtan yang sama diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (DMRT)

26

1: varietas Mangu ; 2: varietas Gajah; 3: varietas Adira 1; a: umur bahan setek 2 BST; b: umur bahan setek 3 BST; P: Pangkal; T: Tengah; U: Pucuk

Gambar 11 Bahan setek berdasarkan umur dan varietas untuk ditumbuhkan di persemaian Persentase setek tumbuh menurun selama di persemaian. Hal ini disebabkan oleh adanya cendawan sehingga membuat setek busuk dan mati. Setek yang busuk dapat memicu serangan cendawan yang lebih besar. Setek yang ditanam berasal dari setek umur muda, secara fisik tektur setek masih lunak sehingga mengakibatkan proses trasnspirasi meningkat sehingga setek cepat kering dan layu. Daya tumbuh bagian setek di persemaian bervariasi dipengaruhi oleh faktor endogen dan faktor eksogen. Faktor endogen meliputi cadangan makanan dalam setek, ketersediaan air dalam bahan setek, umur tanaman induk, hormon endogen dalam jaringan setek, jenis tanaman dan adanya tunas pada setek (Danu et al. 2011). Faktor lingkungan yang mempengaruhi keberhasilan perbanyakan dengan setek meliputi suhu, media perakaran, kelembaban udara dan intensitas cahaya (Hartmann dan Kester 1983).

27

Tabel 12 Interaksi varietas dan bagian setek terhadap daya tumbuh setek di persemaian Perlakuan Varietas Mangu

Gajah

Adira 1

Bagian setek Pangkal Tengah Pucuk Pangkal Tengah Pucuk Pangkal Tengah Pucuk

Daya tumbuh setek (%) ………………….MST………………… 1 3 4 88.33abc 79.81ab 67.78ab 92.69ab 51.16cde 36.83dc 75.23dc 72.96abc 63.97abc 98.33a 86.67a 88.33a 97.64ab 61.88abcd 51.20bcd 92.96ab 64.31abcd 62.46bc 71.25d 43.33de 39.58bcd 83.04bcd 33.75e 25.56d 93.75ab 57.08bcde 50.83bcd

Angka-angka pada kolom yang sama pada umur pengamtan yang sama diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (DMRT)

Bagian setek memiliki respon keberhasilan bervariasi berdasarkan varietas dan bagian setek. Interaksi antara varietas dan bagian setek pada ubi kayu di persemaian berpengaruh nyata pada 1, 3 dan 4 MST. Pemilihan bagian setek yang tepat dalam persemaian ubi kayu mengurangi resiko setek mati lebih banyak. Setek bagian pangkal pada varietas Gajah mempunyai daya tumbuh setek di persemaian yang lebih tinggi 88.33% (Tabel 12). Daya tumbuh setek di persemaian varietas Mangu pada bagian setek pangkal (67.78%) tidak berbeda nyata dengan varietas Gajah pada umur 3 BST. Hal ini dipengaruhi oleh faktor genetik masing-masing varietas yang vigor selama di persemaian.

Percobaan 4. Pertumbuhan Bibit di Lapangan Daya Tumbuh di Lapangan Persentase daya tumbuh bibit tinggi selama di lapangan berdasarkan asal bibit dan varietas yang berbeda (Tabel 12). Kondisi ini disebabkan antara asal bibit 2 dan 3 bulan telah mampu beradaptasi dengan cepat dengan lingkungan. Bibit yang siap dipindahkan ke lapangan sudah mempunyai daun, batang dan akar setelah saat di persemaian. Kemampuan tumbuh bibit di lapangan pada ubi kayu tidak hanya bergantung pada asal bibit dengan umur bahan setek yang berbeda. Asal bibit merupakan salah satu faktor keberhasilan bibit tumbuh di lapangan. Menurut Kastono et al. (2005), tanaman telah mempunyai kemampuan untuk menghasilkan bahan kering tanpa dipengaruhi oleh asal bahan setek ketika setek tumbuh di persemaian. Bibit yang menunjukkan keadaan sehat dan tidak adanya gejala serangan penyakit merupakan kriteria bibit siap ditanam di lapangan. Selain itu mempunyai daun, batang dan akar yang kuat seperti halnya tanaman normal. Menurut Nurdin et al. (2010), perkembangan meristematik yang baik, teknologi persemaian yang dilakukan di persemaian dan faktor eksternal membuat bibit mampu bertahan di lapangan. Segi ekonomis penggunaan asal bibit 2 bulan lebih hemat dari segi waktu dan biaya untuk pemeliharaan di persemaian. Pertumbuhan

28

bibit 2 bulan di persemaian kurang mendukung dari diameter setek, jumlah tunas, tinggi tunas, jumlah daun, dan persentase setek tumbuh yang relatif lebih rendah dibandingkan dengan asal bibit umur 3 bulan. Tabel 13 Persentase bibit tumbuh ubi kayu di lapangan Persentase bibit tumbuh (%) Asal bibit

Bahan setek 2 bulan

Bahan setek 3 bulan

Varietas

…………………….MST……………………

Mangu

1 96

2 100

3 93

4 93

5 93

6 93

7 93

8 93

Gajah

100

93

86

83

83

83

83

83

Adira 1

94

94

94

94

94

94

94

94

Mangu

86

96

96

96

96

96

96

96

Gajah

96

100

100

100

100

100

100

100

Adira 1

96

100

93

93

93

93

93

93

Jumlah Batang Jumlah batang yang dihasilkan melalui teknik perbanyakan cepat dengan tahap persemaian terlebih dahulu menunjukkan bahwa varietas Adira 1 pada umur 3 BST mempunyai jumlah batang lebih banyak 2.26 batang/tanaman (Tabel 13). Hal ini diduga disebabkan oleh faktor genetik dan karakterisasi varietas Adira 1 yang menghasilkan jumlah batang dan produksi daun yang lebih banyak. Pertumbuhan jumlah batang ubi kayu di lapangan bervariasi berdasarkan umur asal bibit dan varietas. Umur asal bibit 3 BST menunjukkan jumlah batang yang lebih banyak dibandingkan 2 BST pada varietas Mangu dan Adira 1. Hal ini diduga disebabkan oleh pertumbuhan bibit umur 3 BST saat di persemaian lebih tinggi (Percobaan 3) sehingga mempengaruhi vigorasi tunas dan mampu melakukan fotosintesis secara maksimal saat dipindahkan ke lapangan. Jumlah batang meningkat selama pengamatan saat dipindahkan ke lapangan, Setelah minggu ke-6 jumlah batang yang dihasilkan konstan (Tabel 13). Hal tersebut dipengaruhi oleh siklus pertumbuhan tanaman ubi kayu yang terbagi beberapa fase fisiologi tunas. Menurut Onwueme (1978) selama minggu ke-6 berlangsung pertumbuhan tunas. Mulai minggu ke-6 sampai minggu ke-10 berlangsung pertumbuhan luas daun dan pertumbuhan batang. Kondisi tersebut untuk menghindari persaingan penggunaan asimilat antara tunas dan bagian tanaman lainnya.

29

Tabel 14 Jumlah batang ubi kayu dengan metode perbanyakan cepat Jumlah Batang

Perlakuan Mangu m1 Mangu m2 Gajah m1 Gajah m2 Adira 1 m1 Adira 1 m2

…………………………………….MST………………………………………. 1

2

3

4

5

6

7

8

1.17

1.2

1.25

1.39

1.43

1.48

1.48

1.48

1.33

1.4

1.45

1.59

1.63

1.63

1.63

1.63

1.50

1.56

1.53

1.59

1.54

1.54

1.54

1.54

1.47

1.53

1.50

1.50

1.53

1.50

1.50

1.50

1.88

1.78

1.78

1.78

1.81

1.85

1.85

1.85

2.26

2.26

2.26

2.26

1.58 1.80 1.90 2.26 m1: Bahan setek umur 2 bulan; m2: Bahan setek umur 3 bulan

a: varietas Mangu; b: varietas Gajah; c:varietas Adira 1

Gambar 12 Pertumbuhan bibit antara metode persemaian (P) dan metode konvensional (K) pada 3 MST dan 7 MST Pertumbuhan Batang Pertumbuhan tinggi tanaman ubi kayu saat dipindahkan ke lapangan menunjukkan bahwa varietas Gajah memiliki pertumbuhan batang yang lebih tinggi daripada varietas lainnya (Tabel 13). Hal ini disebabkan oleh bibit pada varietas Gajah telah beradaptasi di persemaian dengan baik. Pertumbuhan bibit di persemaian dijelaskan secara lengkap pada percobaan 3. Pada tabel 13 menunjukkan bahwa perbedaan umur asal bibit tidak mempengaruhi pertumbuhan tinggi bibit di lapangan. Asal bibit 3 BST tidak selamanya memberikan pertumbuhan batang yang lebih tinggi dibandingkan asal bibit 2 BST saat dipindahkan ke lapangan. Menurut Nurdit et al. (2010), kemampuan hidup tanaman gambir di lapangan bergantung pada bibit yang digunakan. Bibit yang sudah berumur lebih tua akan memiliki perakaran yang lebih kuat dan banyak daripada masih kecil sehingga mendukung pertumbuhan tanaman gambir yang memungkinkan terjadinya peningkatan ukuran yang lebih cepat. Hal ini tidak berlaku pada bibit ubi kayu saat dipindahkan ke lapangan. Bibit dengan asal bibit 2 BST dan 3 BST yang telah memiliki perkembangan meristematik dengan baik

30

saat di persemaian sehingga mampu bertahan dan tumbuh dengan baik di lapangan. Kandungan cadangan makanan pada bibit diduga mampu mendukung pertumbuhan awal bibit di lapangan. Varietas Gajah memiliki pertumbuhan batang lebih tinggi dibandingkan dengan varietas Mangu dan Adira 1. Hal ini terjadi karena kemampuan tanaman dalam memproduksi daun yang lebih banyak. Daun membantu dalam melalukan fotosintesis yang mendukung pertumbuhan tanaman. Selain itu faktor genetik diduga sebagai penyebab kemampuan bibit tumbuh di lapangan lebih cepat. Menurut Cock (1984) tinggi tanaman terus meningkat selama pertumbuhan tetapi laju peningkatannya berkurang bila status zat hara terbatas. Tabel 15 Pertumbuhan panjang batang ubi kayu dengan metode perbanyakan cepat Perlakuan Mangu m1 Mangu m2 Gajah m1 Gajah m2 Adira 1 m1 Adira 1 m2

Tinggi Batang (cm) …………………………………….MST………………………………… 1 2 3 4 5 6 7 8 6.01 7.32 9.1 12.86 16.98 25.09 33.02 54.72 6.09 7.01 9.58 14.58 21.54 32.2 41.42 48.42 7.95 9.56 11.60 15.68 21.86 31.7 44.46 69.59 8.88 10.18 14.05 20.30 29.09 41.7 51.18 61.2 4.02 4.98 6.66 9.69 13.08 19.97 28.06 44.39 4.75 5.79 8.54 12.48 18.07 26.62 32.57 41

m1: Bahan setek umur 2 bulan; m2: Bahan setek umur 3 bulan; MST : Minggu Setelah Tanam.

Produksi Bibit Ubi Kayu Produksi bibit dengan teknik perbanyakan cepat menunjukkan bahwa produksi bibit hanya bergantung pada umur bahan setek. Semakin bertambahnya umur bahan setek maka produksi bibit semakin bertambah. Perbedaan umur 2 dan 3 BST mempengaruhi produksi bibit ubi kayu di lapangan. Produksi bibit diperoleh dari perkalian antara produksi setek, persentase setek tumbuh di persemaian dan persentase bibit tumbuh di lapangan. Perlakuan varietas Adira 1 pada umur 3 BST memproduksi bibit ubi kayu lebih banyak (17. 98 bibit) dan tidak berbeda nyata dengan varietas Gajah (13. 67 bibit ) dan Mangu (13.54 bibit) pada umur 3 BST (Tabel 16). Tabel 16 Produksi bibit ubi kayu di lapangan

Umur 2 BST

3 BST

Varietas Mangu Gajah Adira 1 Mangu Gajah Adira 1

Produksi setek 10.75 9.6 16.43 24.19 19.23 33.6

% setek tumbuh di persemaian 52.92 62.43 24.53 58.51 72.22 56.11

% bibit tumbuh di lapangan 93 83 94 96 100 93

Produksi bibit 5.39b 5.17b 3.91b 13.54a 13.67a 17.98a

31

Umur bahan setek 3 BST merupakan umur yang paling tepat dalam penerapan teknik perbanyakan cepat pada ubi kayu dengan setek muda 4 mata tunas. Perbedaan varietas tidak mempengaruhi produksi bibit ubi kayu di lapangan.

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Umur panen bahan setek berpengaruh nyata terhadap produksi setek 4 mata tunas. Umur panen bahan setek terbaik dalam penelitian adalah umur bahan setek 3 BST yang mampu memberikan produksi setek lebih banyak. Varietas berpengaruh nyata terhadap produksi setek, Varietas terbaik untuk memproduksi bahan setek adalah varietas Adira 1 pada umur bahan setek 3 BST (33.60 setek/tanaman). Umur bahan setek berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan setek di persemaian. Umur bahan setek terbaik di persemian adalah 3 BST yang mempunyai pertumbuhan tinggi tunas, jumlah daun, diameter setek, jumlah tunas dan daya tumbuh setek di persemaian lebih baik dari 2 BST. Varietas berpengaruh nyata terhadap produksi setek. Varietas terbaik untuk pertumbuhan di persemaian adalah varietas Gajah sehingga mampu menghasilkan setek yang vigor di lapangan. Daya tumbuh setek di persemaian mencapai 72,22 % , diameter setek 10.89 mm, tinggi tunas 6.56 cm, jumlah tunas 1.53 tunas/tanaman dan jumlah daun 9.07 helai/tanaman. Umur bahan setek 3 BST dan bagian pangkal memberikan persentase setek tumbuh lebih tinggi 83.33% di persemaian. Setek bagian pangkal pada varietas Gajah mempunyai daya tumbuh setek di persemaian yang lebih tinggi 88.33%. Persentase daya tumbuh bibit tinggi selama di lapangan berdasarkan asal bibit dan varietas yang berbeda (80 – 100%). Pertumbuhan bibit umur asal bibit 3 BST menunjukkan jumlah batang yang lebih banyak dibandingkan 2 BST pada varietas Mangu dan Adira 1. Varietas Gajah memiliki pertumbuhan batang lebih tinggi dibandingkan dengan varietas Mangu dan Adira 1 di lapangan. Umur bahan setek 3 BST merupakan umur yang paling tepat dalam penerapan teknik perbanyakan cepat pada ubi kayu dengan setek muda 4 mata tunas. Semakin bertambahanya umur bahan setek maka produksi bibit semakin bertambah. Saran Perlu dilakukan penelitian lanjutan terhadap umur bahan setek dan varietas terhadap parameter hasil panen. Perlu adanya perlakuan kontrol dengan menggunakan setek panjang di persemaian. Kondisi lingkungan di persemaian yaitu suhu, intensitas cahaya, kelembaban serta hama penyakit yang menyerang setek harus diperhatikan untuk mengoptimalkan keberhasilan setek dan meminimalisir kematian setek. Media tanam perlu disterilisasi dengan cara pengukusan tanah.

32

DAFTAR PUSTAKA Agung S. 2008. Kunci Sukses Memperbanyak Tanaman. Jakarta (ID). Agromedia Jakarta Alves AAC. 2002. Cassava Botany and Physiology. Di dalam: Hillocks RJ, Thresh JM, Bellotti AC, editor. Cassava: Biology, Production and UtilizationWallingford (GB). CABI Askurrahman. 2010. Isolasi dan karakterisasi linamerase hasil isolasi dari umbi singkong (Manihot esculenta Crantz.). Agrointek.4(2):138–145. Balitkabi.2005. Teknologi Produksi Kacang-kacangan dan Umbi-umbian. Malang (ID): Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian. 36 p. [BPS] Badan Pusat Statistika. 2012a. Produksi Ubi Kayu. Jakarta (ID): BPS (di unduh 18 Desember 2013 http://www.bps.go.id/tnmn_pgn.php ) [BPS] Badan Pusat Statistika. 2012b. Import Ubi Kayu. Jakarta (ID): BPS (di unduh 18 Desember 2013 http://www.bps.go.id/tnmn_pgn.php ) [CABI] Commonwealth Agricultural Bureau Internasional. 2000. Crop Protection Compendium. Global Module 2nd Edition. ISSN: 1365–9065. ISBN: 0 85199 482 2. Wallingford. Oxon OX10 8DE. United Kingdom. CD-ROM. Cock JH. 1984. Ubi Kayu. Di dalam: Goldworthy PR, Fisher NM, editor. Fisiologi Tanaman Budidaya Tropik. Tohari, penerjemah; Soedharoedijian, editor. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press. Terjemahaan dari: The Physiology of Tropical Field Crops Danu dan Nurhasybi. 2003. Potensi Benih Generatif dan Vegetatif dalam Pembangunan Hutan Tanaman. Makalah Temu Lapang dan Ekspose HasilHasil Penelitian UPT Badan. Palembang (ID) : Litbang Kehutanan Wilayah Sumatera Danu, Subiakto A, Abidin AZ. 2011. Pengaruh umur pohon induk terhadap perakaran nyamplung ( Calophyllum inophyllum L.). Jurnal Penelitian Hasil Hutan. 8(1): 41 – 49 Edward .J. Weber, Toro. J. Caesar, Graham .M. 1980. Cassava Cultural Practices. Proceding of Workshop held in Salvador. Empresa Brasileira de Pesquisa Agropecuaria (EMBRAPA). Bahia, Brazil.1:16. Harsono A, Taufiq A, Rahmianna AA, Suharsono, Adie MM, Rozi F, Wijianarko A, Wijidjono A, Soehendi R. 2008. Inovasi teknologi kacang-kacangan dan umbi-umbian mendukung kemandirian pangan dan kecukupan energi. Bogor (ID): Badan Penelitian dan pengembangan Pertanian.

33

Hartmann HT, DE Kester. 1983. Plant Propagation Principle and Practice. Fourthedition. New Jersey (US): Prentice Hall, Inc. Englewood. Gardner FP. Pearce RB. Mitchell. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Susilo H, Subyanto, penerjemah. Jakarta (ID): Gajah Mada University Press. Terjemahan dari: Physiology of Crop Plants Goldworthy PR. Fisher NM. 1992. Fisiologi Tanaman Budidaya Tropik. Tohari. Penerjemah; Soedharoedijian. Editor. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press. Terjemahaan dari: The Physiology of Tropical Field Crops Kastono D., H. Sawitri, Siswandono. 2005. Pengaruh nomor ruas setek dan dosis pupuk urea terhadap pertumbuhan dan hasil kumis kucing. Jurnal Ilmu Pertanian. Volume 12(1): 56–64. Napitulu RM. 2006. Pengaruh bahan setek dan dosis zat pengatur tumbuh rootone-f terhadap keberhasilan setek Euphorbia milii [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor Nurdin A, Djamaran A, Danil, Ferita I, Fauza H. 2010. Umur bibit pindah lapang dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan tanaman gambir (uncaria gambir (hunter) roxb.). Jerami. 3(1): 7–13 Onwueme IC. 1978. Ubi. Di dalam: Goldworthy PR, Fisher NM, editor. Fisiologi Tanaman Budidaya Tropik. Tohari, penerjemah; Soedharoedijian, editor. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press. Terjemahaan dari: The Physiology of Tropical Field Crops Prastowo N. Roshetko JM, Maurung G, Nugraha E, Tukan JM, Harum F. 2006. Tehnik Persemaian dan Perbanyakan Vegetatif Tanaman Buah. Bogor (ID). World Agroforestry Centre (ICRAF) dan Winrock Internasional; 100p. Prawoto AA, Arifin, Bachri S, Setyaningtyas KC. 2007. Peranan auksin dan iklim mikro dalam keberhasilan penyetekan kakao (Theobromo cacao L.). Jember (ID). Pelita Perkebunan. 23(1):17–37 Roja A. 2009. Penelitian Madya pada Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sumatera Barat.( 14 September 2013) Rochiman K, Harjadi SS. 1973. Pembiakan Vegetatif. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Sundari T. 2010. Pengenalan varietas unggul dan teknik budidaya ubi kayu. Malang (ID): Balai Penelitian Kacang–kacangan dan Umbi–umbian. Suprapto A. 2004. Auksin: Zat pengatur tumbuh penting meningkatkan mutu setek tanaman. (di unduh 18 April 2014 http://jurnal.utm.ac.id/index.php/jpi/article/view/ 257)

34

Waluya A. 2011. Pengaruh jumlah mata tunas setek terhadap pertumbuhan empat varietas ubi kayu (Manihot esculenta Crantz.) [Skripsi]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor; 34 p. Waluyo R. 2000. Pengaruh pelembab penyimpanan dan lama penyimpanan terhadap persentase tumbuh setek [skripsi]. Institut Pertanian Bogor; 38p Wargiono J, Hasanuddin, dan Suyamto. 2006. Teknologi Produksi Ubikayu Mendukung Industri Bioethanol. Bogor (ID): Puslitbangtan Bogor; 42 p. Widodo ES, Sudradjat. 1984. Pengaruh naungan dan pemupukan nitrogen terhadap pertumbuhan bibit coklat (Theobroma cacao L.) di persemaian. J Agronomi Indonesia. 94(4): 58–70. Wudianto R. 1993. Membuat Setek, Cangkok dan Okulasi. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.

35

LAMPIRAN Lampiran 1 Denah rancangan percobaan 20 m M2V2U1

M1V2U1

M2V3U1

M2V1U1

M1V1U1

M1VU1

M1V1U2

M2V1U2

M1V2U2

M1V3U2

M2V3U2

M2V2U2

M1V2U3

M2V3U3

M2V1U3

M2V2U3

M1V3U3

M1V1U3

Keterangan: M1 : Perlakuan umur bibit 2 BST M2 : Perlakuan umur bibit 3 BST V1 : Perlakuan varietas Mangu V2 : Perlakuan varietas Gajah V3 : Perlakuan varietas Adira 1 U1: Ulangan 1 U2: Ulangan 2 U3: Ulangan 3

18 m

36

RIWAYAT HIDUP Penulis bernama lengkap Ayu Puspitaningrum dilahirkan di Kudus pada tanggal 2 Juli 1992 dari pasangan ayah Ashariyanto (alm) dan ibu Suwati Rahayu. Penulis merupakan anak kedua dari 2 bersaudara dengan kakak Asri Purdianti, ST. Penulis telah menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP) di SMPN 1 Jekulo tahun 2007, Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMAN 1 Bae Kudus tahun 2010 dan langsung diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Masuk Mahasiswa IPB (USMI) pada program studi Agronomi dan Hortikultura (AGH). Penulis memperoleh beasiswa Bidik Misi dari Direktorat Pendidikan Tinggi (DIKTI) selama 8 semester. Kegiatan penulis di luar akademik yaitu menjadi staff departemen komunikasi dan informasi (KOMINFO) di Himpunan Mahasiswa Agronomi pada tahun 2012/2013, Sekretaris MK. Kuliah Lapang (AGH 301) pada tahun 2012, Koordinator lomba boneka horta dalam acara Festival Buah dan Bunga Nusantara (FBBN) pada tahun 2013 serta serangkaian kepanitiaan kegiatan di Fakultas Pertanian IPB. Penulis juga menjadi asisten praktikum pada mata kuliah Budidaya Tanaman Rempah dan Pemanis pada program keahlian Manajemen Teknologi Perkebunan DIPLOMA IPB tahun 2013, asisten praktikum mata kuliah Teknologi Budidaya Tanaman pada program studi Agronomi dan Hortikultura tahun 2014, asisten praktikum Dasar-dasar Agronomi pada program studi Agronomi dan Hortikultura tahun 2014, dan asisten praktikum mata kuliah Manajemen Perkebunan dan Budidaya Tanaman Rempah dan Pemanis pada program keahlian Manajemen Teknologi Perkebunan DIPLOMA IPB tahun 2014. Prestasi akademik yang diraih oleh penulis yaitu menjadi Best Paper dengan tema pemanfaatan singkong karet sebagai bahan pangan produksi di IPB tahun 2011. Prestasi non akademik yang diraih oleh penulis yaitu juara I lomba aerobik Seri A tahun 2012 dan Juara II lomba aerobik OMI tahun 2012.

28