ABDIMAS TALENTA 1 (1) 2016: 13-19
http://jurnal.usu.ac.id/abdimas
Lubis, R.R. et al. Identifikasi Kelainan Mata dan Koreksi Tajam Penglihatan Presbiopia.
IDENTIFIKASI KELAINAN MATA DAN KOREKSI TAJAM PENGLIHATAN PRESBIOPIA Rodiah Rahmawaty Lubis1) Eka Roina Megawati2) Lokot Donna Lubis3) 1,2,3 Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara email:
[email protected] 1)
[email protected])
[email protected])
Abstrak Mata merupakan salah satu indera yang penting bagi manusia. Melalui mata manusia menyerap informasi visual yang digunakan untuk melaksanakan berbagai kegiatan. Namun gangguan terhadap penglihatan banyak terjadi, mulai dari gangguan ringan hingga gangguan berat yang dapat mengakibatkan kebutaan. Upaya mencegah dan menanggulangi gangguan penglihatan dan kebutaan perlu mendapatkan perhatian. Sekitar 80% gangguan penglihatan dan kebutaan di dunia dapat dicegah. Dua penyebab terbanyak adalah gangguan refraksi dan katarak, yang keduanya dapat ditangani dengan hasil dan cost-effective di berbagai negara termasuk Indonesia. Kesulitan untuk mendapatkan kacamata bagi penderita disebabkan oleh kurangnya dokter spesialis mata yang merupakan tenaga kesehatan yang kompeten, sedikitnya kesediaan kacamata yang mampu dibeli, dan kurangnya dukungan struktur kesehatan masyarakat dalam penyediaan bantuan kacamata menyebabkan banyak penderita tidak dapat berkerja dengan optimal. Gangguan penglihatan bukan hanya masalah kesehatan. Tetapi memiliki efek terhadap faktor ekonomi, pendidikan dan keselamatan umum. Sepasang kacamata dapat meningkatkan kualitas hidup sesorang dengan meningkatkan kemampuannya mencari nafkah, dan kemampuan melaksanakan tugas sehari-hari. Keywords: Kelainan mata, gangguan refraksi, kacamata Abstract The eyes are an important visual sense. Through the eye, a person can absors visual information to carry out various daily activities. Visual impairment is still a common condition among population and varied from mild to blindness. Visual impairment prevention and detection must have bigger attention. Approximately 80% of visual impairment and blindness in the world are correctable. In developing countries such as Indonesia, reftractive errors and cataracts are the major cause of visual impairment which can be correted by simple and cost effective method. Limited access to corrective treatment by an opthalmologist, economics limitations and minimal support from the goverment health provider related to visually impaired people to live below their full potential. Visual impairment is more than just a health problem. It has economic, educational, and public safety implications. A pair of eyeglasses could dramaticallyimprove the lives of a person, by increasing earning power and occupational and public safety, improving educational opportunities, and fostering the ability to perform everyday tasks. Keywords: Visual Impairment, refractive error, eyeglasses
kebutaan di dunia dapat dicegah. Dua penyebab terbanyak adalah gangguan refraksi dan katarak, yang keduanya dapat ditangani dengan hasil dan cost-effective di berbagai negara termasuk Indonesia (Kementerian Kesehatan RI, 2015). Estimasi jumlah orang dengan gangguan penglihatan di seluruh dunia pada tahun 2010 adalah 285 juta orang atau 4,24% populasi, sebesar 0,58% atau 39 juta orang menderita kebutaan dan 3,65% atau 246 juta orang mengalami low vision. Sekitar 65% orang
1. PENDAHULUAN Mata merupakan salah satu indera yang penting bagi manusia, melalui mata manusia menyerap informasi visual yang digunakan untuk melaksanakan berbagai kegiatan. Namun gangguan terhadap penglihatan banyak terjadi, mulai dari gangguan ringan hingga gangguan berat yang dapat mengakibatkan kebutaan. Upaya mencegah dan menanggulangi gangguan penglihatan dan kebutaan perlu mendapatkan perhatian. Sekitar 80% gangguan penglihatan dan 13
ABDIMAS TALENTA 1 (1) 2016: 13-19
http://jurnal.usu.ac.id/abdimas
Lubis, R.R. et al. Identifikasi Kelainan Mata dan Koreksi Tajam Penglihatan Presbiopia.
dengan gangguan penglihatan dan 82% dari penyandang kebutaan berusia 50 tahun atau lebih. Penyebab gangguan penglihatan terbanyak di seluruh dunia adalah gangguan refraksi yang tidak terkoreksi, diikuti oleh katarak dan glaukoma. Sebesar 18% tidak dapat ditentukan dan 1% adalah gangguan penglihatan sejak masa kanak-kanak. Sedangkan penyebab kebutaan terbanyak di seluruh dunia adalah katarak, diikuti oleh glaukoma dan Age related Macular Degeneration (AMD). Sebesar 21% tidak dapat ditentukan penyebabnya dan 4% adalah gangguan penglihatan sejak masa kanakkanak. Prevalensi kebutaan pada usia 55-64 tahun sebesar 1,1%, usia 65-74 tahun sebesar 3,5% dan usia 75 tahun ke atas sebesar 8,4%. Meskipun pada semua kelompok umur sepertinya prevalensi kebutaan di Indonesia tidak tinggi, namun di usia lanjut masih jauh di atas 0,5% yang berarti masih menjadi masalah kesehatan masyarakat (Kementerian Kesehatan RI, 2015). Gangguan refraksi sebagai penyebab gangguan penglihatan terbanyak dapat dikoreksi dengan menggunakan kacamata atau lensa kontak. Terdapat empat jenis gangguan refraksi , yaitu hipertropia – rabun jauh, dikoreksi dengan lensa konveks, myopia – rabun dekat, dikoreksi dengan lensa bikonkaf, astigmatisma lengkungan lensa tidak seragam dikoreksi dengan lensa silindris dan presbiopia adalah rabun membaca dekat yang dikoreksi dengan lensa bikonveks (Costanzo, 2012). Kesulitan untuk mendapatkan kacamata bagi penderita disebabkan oleh kurangnya dokter spesialis mata yang merupakan tenaga kesehatan yang kompeten, sedikitnya kesediaan kacamata yang mampu dibeli, dan kurangnya dukungan struktur kesehatan masyarakat dalam penyediaan bantuan kacamata bagi penderita khususnya untuk gangguan refraksi presbiopia (Holden et al, 2008). Presbiopia disebabkan berkurangnya respon akomodatif karena hilangnya elastisitas lensa mata akibat bertambahnya usia (American Academy of Ophthalmology, 2011-2012). Gangguan refraksi presbiopia terjadi pada individu dengan usia diatas 40 tahun yang merupakan usia produktif dalam mencari nafkah ataupun aktivitas sehari-hari. Adanya gangguan penglihatan tersebut akan menghambat kemampuan individu dalam mencari nafkah dan aktivitas sehari-hari termasuk dalam mencari nafkah. Kecenderungan kepemilikan dan pemakaian alat bantu/koreksi penglihatan jauh (kaca mata atau lensa kontak) meningkat
sesuai pertambahan umur, prevalensi tertinggi pada kelompok umur 55-64 tahun, tetapi menurun kembali pada kelompok penduduk lanjut usia (65 tahun keatas). Hal ini mungkin berkaitan dengan produktivitas penduduk lanjut usia yang cenderung menurun, sehingga kebutuhan memiliki penglihatan jarak jauh yang optimal juga berkurang. Dengan kata lain, penduduk lanjut usia merasa cukup dengan kualitas penglihatan jarak jauh yang kurang baik karena mereka masih dapat melakukan aktivitas sosial harian tanpa gangguan yang bermakna (Litbangkes, 2013). Selain gangguan refraksi, gangguan penglihatan yang lain berupa kelainan permukan mata dan lensa seperti pterygium dan kekeruhan lensa. Pterygium merupakan penebalan konjungtiva (bagian putih mata) di daerah perilimbal menuju ke arah permukaan kornea (Jerome, P. 2015). Biasanya pada orang tua, tetapi bisa juga ditemukan pada dewasa muda, semakin lama semakin meluas ke arah kornea. Kekeruhan kornea adalah kelainan pada kornea berupa bercak berwarna putih keruh dan biasanya tidak berkaitan dengan faktor pertambahan usia. prevalensi pterygium dan kekeruhan kornea semakin meningkat dengan bertambahnya umur. Prevalensi pterygium dan kekeruhan kornea yang paling tinggi (16,8% untuk pterygium dan 13,6% untuk kekeruhan kornea) ditemukan pada kelompok responden yang tidak sekolah. Petani/nelayan/buruh mempunyai prevalensi pterygium dan kekeruhan kornea tertinggi (15,8% untuk pterygium dan 9,7% untuk kekeruhan kornea) dibanding kelompok pekerja lainnya. Tingginya prevalensi pterygium pada kelompok pekerjaan tersebut mungkin berkaitan dengan tingginya paparan matahari yang mengandung sinar ultraviolet. Sinar ultraviolet merupakan salah satu faktor yang dapat meningkatkan kejadian pterygium. Prevalensi kekeruhan kornea yang tinggi pada kelompok pekerjaan petani/nelayan/buruh mungkin berkaitan dengan riwayat trauma mekanik atau kecelakaan kerja pada mata, mengingat pemakaian alat pelindung diri saat bekerja belum optimal dilaksanakan di Indonesia (Litbangkes, 2013). Pemilihan Lingkungan XXIX dan Lingkungan XXX di Kelurahan Belawan I Kecamatan Medan Belawan sebagai mitra pengabdian masyarakat didasarkan pemikiran karakteristik lokasi dan masyarakat setempat seperti letak geografis yang cukup jauh dari pusat kota, persentase penduduk usia di atas 40 tahun yang cukup tinggi dan tingkat 14
ABDIMAS TALENTA 1 (1) 2016: 13-19
http://jurnal.usu.ac.id/abdimas
Lubis, R.R. et al. Identifikasi Kelainan Mata dan Koreksi Tajam Penglihatan Presbiopia.
Tahap 1: Tim pengabdian kepada masyarakat ini melakukan peninjauan lokasi daerah mitra dan bersama kepala lingkungan mengundang masyarakat setempat untuk diedukasi dan nantinya akan menjadi ujung tombak kegiatan pencegahan sindroma metabolik dan gagngguan penglihatan Tahap 2: Edukasi tentang sindroma metabolik dan gangguan penglihatan dengan metode penyuluhan yang akan diberikan oleh Dr. dr. Rodiah Rahmawaty Lubis, M.Ked(Oph),SpM dan dr. Eka Roina Megawati MKes. Kegiatan edukasi tentang sindroma metabolik dan gangguan penglihatan, penandanya dan deteksi dininya dilaksanakan jumlah peserta 100 orang dewasa dengan rentang usia 40 – 55 tahun. Materi edukasi yang akan diberikan berisikan definisi sindroma metabolik dan gangguan penglihatan, gejala dan tanda sindroma metabolik dan gangguan penglihatan, pemeriksaan untuk deteksi sindroma metabolik dan gangguan penglihatan, komplikasi sindroma metabolik dan gangguan penglihatan, dan penatalaksanaannya. Evaluasi kegiatan edukasi dilakukan dengan cara sebelum materi diberikan, para peserta diminta untuk mengisi lembaran pertanyaan yang merupakan indikator awal pengetahuan peserta akan sindroma metabolik dan gangguan penglihatan. Pada akhir pemberian materi, peserta diminta untuk mengisi lembar pertanyaan sebagai indikator peningkatan pengetahuan tentang sindroma metabolik dan gangguan penglihatan. Tahap 3: Pemeriksaan kesehatan mata dilakukan Dr. dr. Rodiah Rahmawaty Lubis, M.Ked(Oph),SpM, sedangkan pelatihan kader dalam deteksi sindroma metabolik dilakukan oleh dr.Eka Roina Megawati, M.Kes dan dr. Lokot Donna Lubis, MKed(PA), SpPA dibantu oleh mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera. Tahap 4: Koreksi tajam penglihatan presbiopia dan follow up hasil pemeriksaan yang akan dilakukan oleh Dr. dr. Rodiah Rahmawaty Lubis, MKed(Oph), SpM dibantu dr Lokot Donna Lubis, MKed(PA), SpPA dan dr. Eka Roina Megawati, MKes. Tahap 5: Peningkatan fasilitas pelayanan kesehatan di pusat layanan terpadu pada lingkungan XXX yang bertujuan untuk promosi perubahan gaya hidup sehat dan pemberian alat pemeriksaan sindroma metabolik.
pendidikan yang rendah, profesi sebagain besar penduduk sebagai nelayan serta sentra pelayanan kesehatan masyarakat di Kecamatan Belawan yaitu Puskesmas Belawan tidak memiliki dokter spesialis mata. Kesadaran yang rendah terhadap masalah kesehatan, secara umum masih bisa dijumpai pada masyarakat, terutama masyarakat pinggiran perkotaan. Hal ini ditandai dengan banyaknya kasus-kasus penyakit yang baru dirujuk ke Puskesmas ataupun rumah sakit ketika sudah berada dalam stadium yang lanjut. Akhir-akhir ini angka kejadian sindroma metabolik meningkat seiring dengan perubahan gaya hidup masyarakat. Komplikasi yang ditimbulkan akibat sindroma metabolik menimbulkan gangguan penglihaan. Tingginya penduduk usia dewasa khususnya di atas 40 tahun sehingga angka kejadian presbiopia meningkat. Masih sedikitnya edukasi yang berhubungan dengan kesehatan terutama sindroma metabolik dan gangguan refraksi. Padahal di satu sisi, dengan sistem kemasyarakatan dan kekerabatan yang cukup kental di masyarakat maka bisa dimanfaatkan untuk sosialisasi pengetahuan tentang pencegahan terjadinya kebutaan. Dengan terlaksananya program pengabdian masyarakat ini diharapkan mampu memotivasi masyarakat Lingkungan XXIX dan Lingkungan XXX di Kelurahan Belawan I, Kecamatan Medan Belawan agar lebih sadar akan pentingnya pemeriksaan kelainan mata dan deteksi dini sindroma metabolik. Dengan peningkatan pengetahuan pada masyarakat maka diharapkan akan timbul kesadaran merubah gaya hidup untuk tindakan pencegahan dan segera memeriksakan diri untuk deteksi dini pada penyakit-penyakit yang apabila terlambat mengetahuinya maka akan memperburuk kondisi penyakit, memakan waktu yang lebih lama dan biaya yang lebih besar. Dengan terlaksananya pengabdian masyarakat ini diharapkan masyarakat juga bisa saling berbagi informasi tentang pencegahan sindroma metabolik dan gangguan penglihatan. 2. METODE Metode pelaksanaan yang ditawarkan dari program pengabdian masyarakat ini dengan beberapa usaha untuk sosialisasi dan realisasi pemeriksaan kesehatan fisik dan pemeriksaan kesehatan yang terbagi menjadi beberapa tahapan yakni: 15
ABDIMAS TALENTA 1 (1) 2016: 13-19
http://jurnal.usu.ac.id/abdimas
Lubis, R.R. et al. Identifikasi Kelainan Mata dan Koreksi Tajam Penglihatan Presbiopia.
masyarakat dan beberapa hal teknis berkaitan dengan metode/teknis pelaksanaan. Kegiatan ini dilakukan pada tanggal 15 September 2016. (3) Penyusunan program pelatihan. Berdasarkan hasil identifikasi, hasil analisis permasalahan yang ada, hasil analisis kebutuhan, dan hasil analisis potensi mitra, selanjutnya disusun program pemeriksaan kelainan mata , program kaderisasi dan pemeriksaan penanda sindroma metabolik. Pelaksanaan keseluruhan kegiatan dilakukan selama 1 hari tatap muka berupa kaderisasi pelatihan dengan mengundang 5 orang kader sedangkan pelaksanaan pemeriksaan kelainan mata, penanda sindroma metabolik dan koreksi tajam penglihatan presbiopia yang dilakukan terhadap 60 orang pasien pada masingmasing mitra yang dilakukan pada hari yang berbeda. Pelatihan yang diberikan berupa cara melakukan pemeriksaan penanda sindroma metabolik pada pasien. Penyuluhan yang diberikan berupa pengenalan kelainan mata dan tanda-tanda sindroma metabolik dan bagaimana pencegahannya. Pemeriksaan yang dilakukan berupa pengukuran tinggi badan, berat badan, lingkar pinggang, lingkar panggul, tekanan darah, kadar gula darah dan kadar kolesterol darah, pemeriksaan visus (tajam penglihatan) dan pemeriksaan status opthalmikus.
Diagram 1. Tahapan Pelaksanaan Pengabdian Masyarakat
3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Kegiatan-kegiatan yang dilakukan pada tahap perencanaan adalah sebagai berikut: (1) Sosialisasi program pengabdian kepada masyarakat pada kedua mitra. Setelah proposal pengabdian kepada masyarakat dinyatakan disetujui pada tanggal 31 Agustus 2016 dan dana pengabdian masyarakat 70% sudah dicairkan pada tanggal 6 September 2016, maka pada tanggal 8 September 2016, tim pelaksana mengadakan sosialisasi pada mitra 2 yaitu kepala lingkungan XXX dan Kepala lingkungan XXIX Kelurahan Belawan I tentang pelaksanaan pengabdian masyarakat yang akan dilakukan, dan pemilihan kader dari lingkungan XXX yang akan dilatih dari mitra serta melihat ketersediaan sarana dan prasarana yang ada di masing-masing mitra untuk pelaksanaan kegiatan. (2) Pembentukan dan pembekalan panitia pelaksana kegiatan pengabdian kepada masyarakat. Pelaksanaan tahap ini berupa persiapan pelaksanaan kegiatan pengabdian kepada masyarakat dengan mengikutsertakan staf pengajar dan pegawai Fakultas Kedokteran USU sebagai tim pelaksana untuk mengadakan pertemuan persiapan pelaksanaan kegiatan pengabdian kepada masyarakat. Tim pelaksana diberikan pembekalan mengenai maksud, tujuan, rancangan mekanisme program pengabdian kepada
Tindakan dalam kegiatan ini berupa implementasi program pengabdian kepada masyarakat. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam implementasi program adalah sebagai berikut: a) Pembentukan panitia pelaksana kegiatan pengabdian masyarakat, kegiatan ini dilakukan pada tanggal 10 September 2016. Berdasarkan kebutuhan mitra, dibentuk 10 orang panitia pada masingmasing mitra puskesmas, yang terdiri atas tiga orang tim pelaksana, satu orang staf pengajar dan dua orang tenaga pegawai FK USU, dua dokter peserta program pendidikan spesialis (PPDS) Ilmu Kesehatan Mata FK USU dan dua orang sarjana kedokteran (Koas) FK USU. b) Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan para kader tentang pemeriksaan penanda sindroma 16
ABDIMAS TALENTA 1 (1) 2016: 13-19
http://jurnal.usu.ac.id/abdimas
Lubis, R.R. et al. Identifikasi Kelainan Mata dan Koreksi Tajam Penglihatan Presbiopia.
metabolik. Kegiatan ini dilakukan melalui pemberian pelatihan tentang cara pemeriksaan penanda sindroma metabolik pada para kader. Kegiatan ini didahului dengan pemberian materi tentang sindroma metabolik yang disampaikan oleh tim pelaksana dan diikuti dengan praktek langsung terhadap pasien dimana satu orang kader melakukan praktek terhadap 12-13 orang pasien di bawah pengawasan narasumber dan tim pelaksana. Luaran pada kegiatan ini berupa peningkatan pengetahuan para kader yang dapat dilihat dari peningkatan nilai posttest dan kemampuan kader dalam pemeriksaan penanda sindroma metabolik. c) Meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat tentang kelainan mata dan sindroma metabolik dan pencegahannya. Kegiatan ini berupa penyampaian materi penyuluhan yang disampaikan oleh dua orang tim pelaksana yaitu Dr.dr.Rodiah Rahmawaty Lubis, M.Ked(Oph),SpM dan dr. Eka Roina Megawati,M.Kes. Luaran pada kegiatan ini berupa peningkatan nilai post test dan kesediaan masyarakat untuk mengikuti pemeriksaan kelaianan mata dan pemeriksaan penanda sindroma metabolik. Kegiatan kaderisasi dan pemeriksaan kelainan mata dan penanda sindroma metabolik ini dilakukan pada tanggal 12 November 2016 di lingkungan XXIX kelurahan Belawan I.
Gambar 2. Pengisian lembar pretest dan post test yang dilakukan masyarakat
Gambar 3. Kegiatan Pemeriksaan Penanda Sindroma Metabolik oleh kader
Gambar 4. Kegiatan Pelatihan Pemeriksaan Penanda Sindroma Metabolik Kepada Kader d) Pemeriksaan kelainan mata. Kegiatan ini diawali dengan pemeriksaan tajam penglihatan diikuti oleh pemeriksaan status opthalmikus yang diakhiri dengan koreksi tajam penglihatan denga pemberian kaca mata dengan lensa plus. Pemeriksaan ini dilakukan oleh Dr.dr.Rodiah Rahmawaty Lubis, M.Ked(Oph),SpM, dibantu oleh dua orang PPDS Mata dan dua orang Koas. Luaran dari kegiatan ini berupa hasil pemeriksaan kelainan mata pada ke 60 pasien dan koreksi tajam penglihatan sebagian besar mengalami sindroma metabolik.
Gambar 1. Tim Pelaksana Pengabdian Masyarakat di lokasi mitra 2 lingkungan XXIX pada tanggal 12 Nopember 2016
17
ABDIMAS TALENTA 1 (1) 2016: 13-19
http://jurnal.usu.ac.id/abdimas
Lubis, R.R. et al. Identifikasi Kelainan Mata dan Koreksi Tajam Penglihatan Presbiopia.
e) Pemeriksaan penanda sindroma metabolik. Kegiatan ini diawali dengan pengukuran tinggi badan, berat badan, lingkar pinggang, lingkar panggul, tekanan darah, kadar gula darah dan kadar kolesterol darah yang dilakukan oleh kader dan diawasi oleh panitia pelaksana. Luaran dari kegiatan ini berupa hasil pemeriksaan penanda sindroma metabolik pada ke 60 pasien sebagian besar mengalami sindroma metabolik.
Gambar
7. Koreksi Tajam Penglihatan Dengan Kacamata Plus
Gambar 5. Pemeriksaan Tajam Penglihatan (Visus) Gambar 8. Tim Monitoring dan Evaluasi LPPM bersama dengan tim pelaksana di lokasi mitra 1 lingkungan XXX kelurahan Belawan I tanggal 11 Nopember 2016 3.2 Pembahasan Kegiatan pengabdian kepada masyarakat mono tahun NON PNBP yang dilaksanakan pada para kader maupun masyarakat di mitra telah berlangsung dengan baik. Hal ini terlihat dari animo tenaga medis untuk mengikuti kegiatan pelatihan sangat tinggi, terbukti dengan kehadiran para kader untuk mengikuti kegiatan mencapai 100%. Begitu juga dengan animo masyarakat yang mengikuti kegiatan pemeriksaan kelainan mata dan penanda
Gambar 6. Pemeriksaan Status Opthalmikus
18
ABDIMAS TALENTA 1 (1) 2016: 13-19
http://jurnal.usu.ac.id/abdimas
Lubis, R.R. et al. Identifikasi Kelainan Mata dan Koreksi Tajam Penglihatan Presbiopia.
sindroma metabolik sangat tinggi, terbukti dengan kehadiran masyarakat untuk mengikuti kegiatan mencapai 100%. Hal ini mengindikasikan bahwa para kader maupun masyarakat menyambut positif kegiatan yang telah dilakukan. Sesuai dengan harapan kepala lingkungan XXX dan XXIX, yang sangat mengharapkan adanya kegiatankegiatan yang sifatnya memberikan penyegaran bagi para kader pada mitra dalam meningkatkan kemampuan pelayanan mereka kepada masyarakat. Kepala lingkungan menyambut antusias terkait kegiatan pelaksanaan pengabdian kepada masyarakat ini, dan berharap agar dilakukan kegiatan secara berkesinambungan untuk materi-materi yang lain. Begitu juga dengan masyarakat yang menjadi peserta pada kegiatan ini merasa sangat terbantu dengan kegiatan ini terutama untuk deteksi kelainan mata, deteksi dini sindroma metabolik dan koreksi tajam penglihatan presbiopia. Dalam kegiatan pelatihan, para kader sangat antusias dalam bertanya pada saat materi disampaikan maupun dalam mempraktekkan alat-alat yang digunakan pada pelatihan ini. Para kader terlihat bergantian melakukan pemeriksaan yang meliputi pengukuran tinggi badan, berat badan, lingkar pinggang, lingkar panggul, tekanan darah, kadar gula darah dan kadar kolesterol darah. Mereka juga berharap untuk dapat dilakukan pemeriksaan yang lain. Dalam kegiatan pemeriksaan penanda sindroma metabolik terhadap masyarakat yang menjadi pasien pada kegiatan ini, mereka tampak antusias dalam menanyakan materi penyuluhan khususnya jenis-jenis kelainan mata dan tanda-tanda sindroma metabolik dan pencegahannya. Hal ini terlihat dari kesediaan mereka yang mengikuti kegiatan penyuluhan untuk dilakukan pemeriksaan kelainan mata dan pemeriksaan penanda sindroma metabolik. Dalam kegiatan pemeriksaan kelainan mata didapatkan sebagian besar pasien mengalami menderita kelainan mata berupa gangguan refraksi tanpa mereka menyadarinya. Sebagian besar peserta memang mengalami penurunan tajam penglihatan yang disebabkan oleh peningkatan usia. Sebagian peserta yang mengalami penurunan tajam
penglihatan dapat dikoreksi dengan pemberian kaca mata berlensa plus. Dalam kegiatan pemeriksaan kelainan mata penanda sindroma metabolik, didapatkan sebagian besar pasien mengalami sindroma metabolik tanpa mereka menyadarinya. Para kader merasa terbantu dengan adanya program ini sehingga bisa mem follow up para masyarakat dan bisa mendapatkan pengobatan yang lebih baik sesuai prosedur yang ada. 4. KESIMPULAN Kegiatan pengabdian masyarakat yang terlaksana selama 8 minggu ini telah berhasil meningkatkan keterampilan 10 orang kader dalam pemeriksaan penanda sindroma metabolik, meningkatkan pengetahuan masyarakat, sejumlah 120 masyarakat telah menjalani pemeriksaan kelainan mata dan sindroma metabolik, mengkoreksi tajam penglihatan presbiopia sejumlah 75 orang dan mempublikasikan kegiatan ini pada media cetak.
5. REFERENSI American Academy of Ophthalmology. 2011 – 2012. Basic and Clinical Sciences CourseSection 3. Clinical Optics. 142-143 Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2013). Riset Kesehatan Dasar. Riskesdas 2013. 1 Desember 2013. http://labmandat.litbang.depkes.go.id Costanzo, L.S. (2012). Essential Fisiologi Kedokteran. Edisi Kelima. Binarupa Aksara. 73. Holden, B.A., Fricke, T.R., May Ho, S., Wong, R., Schlenther, G., Cronje, S. et. al. (2008). Global Vision Impairment Due To Uncorrected Presbyopia. Arch Ophthalmol. 126(12):1731-1739. www.archophthalmol.com. Jerome, P. 2015. Pterygium. Available at: http//www.emedicine.medscape.com (accessed 20 July 2016) Kementerian Kesehatan RI. (2015). Infodatin Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI. Situasi Gangguan Penglihatan dan Kebutaan. Jakarta Selatan.
19