IMPLEMENTASI STRATEGI PEMBELAJARAN KOOPERATIF PADA MATA PELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SEKOLAH (Studi Kasus di SMP Islam Al-Azhar 4 Kemandoran)
SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)
Oleh:
SANTI NIM: 106011000171
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2011 M/ 1432 H
LEMBAR PERNYATAAN KARYA SENDIRI
Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama
: Santi
NIM
: 106011000171
Jurusan
: Pendidikan Agama Islam
Judul Skripsi
: Efektivitas Strategi Pembelajaran Kooperatif pada Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam di Sekolah (Studi Kasus SMP Islam Al-Azhar 4 Kemandoran)
Dosen Pembimbing
: Yudhi Munadi, M.Ag
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang saya buat benar-benar hasil karya sendiri dan saya bertanggung jawab secara akademis atas apa yang saya tulis. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya saya, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Pernyataan ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk menempuh Ujian Munaqasah.
Jakarta, 21 April 2011 Yang Menyatakan
SANTI NIM: 106011000171
ABSTRAK
Nama NIM Jurusan
: Santi : 106011000171 : Pendidikan Agama Islam
Judul Skripsi
: Implementasi Strategi Pembelajaran Kooperatif pada Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam di Sekolah (Studi Kasus SMP Islam Al-Azhar 4 Kemandoran)
Pelajaran Agama Islam di sekolah-sekolah umum dan madrasah sudah ada sejak berdirinya lembaga-lembaga pendidikan di Indonesia. Berbagai metode yang sering digunakan pada tiap pembelajaran seperti metode ceramah, diskusi, tanya jawab, demonstrasi dan lain-lain, akan tetapi tujuan pendidikan yang diinginkan belum tercapai secara maksimal. Siswa-siswi kurang berminat pada pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI). Padahal mata pelajaran agama menjadi salah satu mata pelajaran wajib tiap jenjang pendidikan. Untuk mengubah keadaan tersebut perlu perencanaan yang matang dalam menentukan strategi pembelajaran yang tepat. Salah satu strategi pembelajaran yang dapat membangkitkan gairah belajar siswa yaitu dengan menggunakan strategi pembelajaran kooperatif. Karena pembelajaran kooperatif membawa siswa kepada pembelajaran yang aktif sehingga mampu mengembangkan kemampuannya dalam memecahkan masalah atas materi yang diberikan guru secara bekerja sama. Guru tidak lagi sebagai pusat belajar, akan tetapi siswa lah yang menjadi pusat belajar. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana implementasi strategi pembelajaran kooperatif pada mata pelajaran pendidikan agama Islam di sekolah. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif untuk menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Data dikumpulkan melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi. Hasil penelitian ini menemukan bahwa penerapan atau penggunaan strategi pembelajaran kooperatif pada mata pelajaran pendidikan agama Islam di sekolah adalah efektif. Hal tersebut dapat diketahui setelah siswa belajar dengan menggunakan strategi pembelajaran kooperatif, semua unsur-unsur dasar dari pembelajaran kooperatif telah tercapai. Kemudian adanya efek atau akibat dari proses pembelajaran, memberikan hasil yang memuaskan pada perolehan nilai, terlaksananya semua tugas pokok, tercapainya tujuan/ indikator, terbentuknya kompetensi, dan adanya partisipasi aktif dari anggota kelompok.
i
KATA PENGANTAR Alhamdulillah, segala puji bagi Allah swt. Tuhan seluruh alam yang senantiasa memberikan rahmat dan karunia yang tak terhingga kepada hambanya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Implementasi Strategi Pembelajaran Kooperatif pada Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam di Sekolah (Studi Kasus SMP Islam Al-Azhar 4 Kemandoran)”. Salawat dan salam semoga tetap tercurahkan ke hadirat Rasulullah Muhammad saw, beserta keluarga, sahabat, dan seluruh umatnya yang telah membawa umat manusia dari zaman kegelapan ke zaman yang terang benderang. Skripsi ini penulis susun dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I) pada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK), Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dan berjasa dalam pembuatan skripsi ini sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Ucapan terima kasih penulis persembahkan kepada: 1. Prof. Dr. Dede Rosyada, M.A, Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Bahrissalim, M.Ag, Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Semoga kebijakan yang dibuat selalu mengarah pada kemajuan yang signifikan. 3. Drs. Sapiudin Shidiq, M.Ag, Sekretaris Jurusan Pendidikan Agama Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 4. Yudhi Munadi, M.Ag, Dosen pembimbing. Terima kasih tak terkira atas kesediaannya
berbagi
ilmu
serta
meluangkan
waktunya
untuk
membimbing, memberi saran dan nasihat demi keberhasilan penulis dalam penyusunan skripsi ini.
ii
5. Bapak dan Ibu dosen yang telah memberikan ilmunya selama penulis mengikuti perkuliahan, semoga ilmu yang diberikan dapat bermanfaat di dunia dan akhirat. 6. Kepala Sekolah dan segenap dewan guru di SMP Islam Al-Azhar 4 Kemandoran, khususnya kepada Bapak Khozin, S.Ag (Guru PAI) yang telah meluangkan waktu dan bantuannya selama proses penelitian. 7. Orang tua tercinta Bapak Sarmubi dan Ibu Hamnah beserta keluarga, yang selalu setia memberikan dukungan kepada penulis. Dengan segala perhatian, doa, dorongan, dan cinta kasih sayangnya dalam mendidik dan mengasuh penulis sehingga dapat menempuh jenjang pendidikan dasar sampai perguruan tinggi dengan baik dan penuh pengorbanan. 8. Aa Tyo yang selalu memberikan perhatian, motivasi, doa, dan bantuannya kepada penulis. 9. Sahabat-sahabatku BGP Girl’s (Rara, Isma, Dlah, Nadya, Pitty, Vda, Ndah, Farah, dan Yayah) untuk kebersamaan, doa dan support kepada penulis. Anak-anak Adem Ayem (Irma, Zee, Ma’a, dan Uphi) semoga ukhuwah kita selalu terjaga. 10. Teman-teman seperjuangan mahasiswa FITK angkatan 2006 (Fathia, Ning, Ana, Emi, Wati, Yuli, dll) semoga komunikasi kita tetap terjaga.
Penulis berdoa semoga segala bantuan yang telah mereka berikan menjadi amal ibadah yang mendapat balasan dari Allah swt. Setelah penulis berusaha dan berdoa, tiada yang lebih berarti selain menjadi pribadi yang berguna bagi orang lain. ”Khoirunnas anfa’uhum linnas”.
Jakarta, April 2011
Santi
iii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN LEMBAR PERNYATAAN ABSTRAK………………………………………………………………………..i KATA PENGANTAR…………………………………………………………...ii DAFTAR ISI……………………………………………………………………..iv
BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah…………………………………….……1 B. Identifikasi Masalah………………………………………….…...6 C. Pembatasan Masalah……….……...………………………………7 D. Perumusan Masalah.………………………………………………7 E. Tujuan dan Manfaat Penelitian…………………………………....7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA A. Pembelajaran Kooperatif………………………………………....9 1. Pengertian Pembelajaran Kooperatif………………….……...9 2. Unsur-unsur Dasar Pembelajaran Kooperatif……………….12 3. Tujuan Pembelajaran Kooperatif…………………………….13 4. Jenis-jenis Pembelajaran Kooperatif………………………...15 B. Pendidikan Agama Islam………………………………………..17 1. Pengertian Pendidikan Agama Islam………………………...17 2. Tujuan Pendidikan Agama Islam…………………………….23 3. Ruang Lingkup Pendidikan Agama Islam…………………...25 C. Kerangka Berpikir………………………………………………..26
iv
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian…………………………………....28 B. Populasi dan Sampel…………………………………………….28 C. Metode Penelitian……………………………………………….29 D. Teknik Pengumpulan Data……………………………………….29 E. Instrumen Penelitian……………………………………………..30 F. Teknik Analisis Data………………………………………….….30 G. Triangulasi Data………………………………………………….31
BAB IV HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum SMP Islam Al-Azhar 4 Kemandoran………....32 B. Deskripsi Data……………………………………………………34 1.
Hasil Observasi Perencanaan Tertulis (RPP)………………..35
2.
Hasil Observasi Proses Pembelajaran Kooperatif…………...40
3.
Implementasi Strategi Pembelajaran Kooperatif pada Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam…………………..49
C. Interpretasi Data……………………………………………….....52
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan………………………………………………………56 B. Saran…………………………………………………………..…58
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………59 LAMPIRAN
v
vi
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan proses yang amat penting di dalam kehidupan individu dan masyarakat. Pemahaman terhadap hakikatnya memerlukan pemahaman terhadap segala dimensinya. Sebagian ahli pendidikan berpendapat bahwa sekolah merupakan satu-satunya pusat pendidikan, karena sekolah merupakan lembaga yang diperuntukkan secara khusus bagi pendidikan. Pada kenyataannya, terdapat banyak pusat pendidikan, seperti keluarga, tetangga, kampung halaman, lingkungan, dan sekolah. Di samping masjid, tempat-tempat pertemuan, media massa (seperti surat kabar, radio, dan televisi), dan lain-lain yang berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung terhadap pendidikan dan pembentukan kepribadian individu.1 Untuk mengembangkan kompetensi pendidikan yang mampu menjawab tantangan dunia global, maka pemerintah harus melakukan berbagai kebijakan, dan selama ini kita selalu mencontoh kepada kebijakan pendidikan dunia maju. Satu hal yang perlu kita lakukan segera mungkin adalah mengangkat mutu sumber daya lulusan pendidikan.2 Tidak hanya itu, kreativitas dan kompetensi para guru di lembaga pendidikan juga harus ditingkatkan. Karena peran guru di sekolah sangat berpengaruh sekali terhadap perkembangan siswa.
1
Hery Noer Aly dan Munzier S., Watak Pendidikan Islam, (Jakarta: Friska Agung Insani, 2008), h.197 2 Isjoni, Saatnya Pendidikan Kita Bangkit, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), h.78
2
Dalam membangun dan membentuk generasi yang berkualitas, diperlukan adanya semangat dan motivasi yang kuat dalam diri manusia itu sendiri agar terciptanya suatu tujuan yang diinginkan. Karena menuntut ilmu merupakan kewajiban setiap Muslim. Sesungguhnya Nabi Muhammad saw telah bersabda:
ّن الْمَال ءِكَة َ ِ ا.ٍّل مُسْلِم ِ ى ُك َ ب اْلعِلْ ِم َفرِيْضَةٌعَل َ َّن طَل َ اُطْلُبُىا اْلعِلْ َم وَلَ ْى باِلّصِيْنِ فِِإ )ب اْلعِلْ ِم رِضَا ًء ِبمَا يَطْلُبُ (رواه ابن عبد البر ِ َِتَضَ ُع اَجْنِحَتَهَا لِطَا ل “Carilah pengetahuan itu, biarpun sampai ke negeri Cina, karena mencari pengetahuan itu adalah kewajiban setiap Muslim. Sesungguhnya malaikat mengembangkan sayapnya kepada penuntut ilmu, merasa senang kepada ilmu yang dituntutnya.” (Diriwayatkan oleh Ibnu Abdul Barri).3 Pada hadits di atas sangat jelas sekali dianjurkan oleh Nabi Muhammad saw untuk menuntut ilmu. Baik itu melalui pendidikan formal maupun nonformal, yang manfaatnya untuk diri sendiri dan juga orang lain apabila diamalkan secara baik dan penuh keikhlasan. Pendidikan Agama Islam (PAI) hingga saat ini masih berhadapan dengan kritik-kritik internal. Dikatakan bahwa PAI kurang mempunyai relevansi terhadap perubahan sosial yang terjadi di masyarakat atau kurang ilustrasi konteks sosial budaya, dan bersifat statis akontekstual, dan lepas dari sejarah, sehingga peserta didik kurang menghayati nilai-nilai agama sebagai nilai yang hidup dalam keseharian.4 Hal tersebut sangat disayangkan, karena Pendidikan Agama Islam merupakan salah satu mata pelajaran yang penting untuk membangun moral dan akhlak para siswa guna meningkatkan keimanan kepada Allah swt dan meneladani sifat Nabi Muhammad saw serta menjadi bekal hidup di kehidupan sehari-hari. Akan tetapi apabila sejak usia remaja saja para siswa/ pelajar kurang berminat dalam pelajaran PAI di sekolah, maka dampak negatif yang terjadi sudah sering ditemukan dan kita ketahui bersama, diantaranya; maraknya kenakalan-kenakalan remaja 3
Fachruddin HS & Irfan Fachruddin, Pilihan Sabda Rasul, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), cet. I, h. 67 4 Muhaimin, Rekonstruksi Pendidikan Islam, (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), h. 56
3
sekarang ini seperti tawuran, pergaulan bebas/ penyimpangan seksual, minimminuman keras, merokok, bahkan sampai terjerumus pada narkoba. Kasus-kasus tersebut sudah banyak dialami oleh para pelajar usia remaja sampai saat ini. Belum lagi masalah-masalah yang terjadi di lingkunag keluarga, seperti membantah dan melawan orang tua, komunikasi yang kurang baik antara anak dan orang tua dan masih banyak lagi. Apabila hal ini dibiarkan terus-menerus, mau jadi apa generasi penerus bangsa ini? Oleh karena itu, perlu adanya tindakan dan jalan keluar yang baik yang harus segera dilakukan oleh berbagai pihak baik di lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat, agar hal-hal negatif tersebut tidak dibiarkan berlarut-larut. Seorang guru hendaknya mampu menguasai dan memahami keadaan siswasiswanya dalam belajar agar siswa tidak merasa bosan karena penyampaian materi yang bersifat monoton. Oleh karena itu, untuk mengajar dengan baik diperlukan keterangan yang selengkap-lengkapnya tentang murid. Oleh sebab itu sekolah modern dengan sengaja mengumpulkan keterangan-keterangan itu sejak anak itu masuk sekolah. Keterangan itu senantiasa dilengkapi selama anak itu belajar di sekolah dan agar dapat sedalam-dalamnya mengenal latar belakang murid.5 Dengan hal seperti itu, seorang guru dapat mengetahui kondisi para siswanya dengan baik, serta dapat pula disesuaikan gaya belajar yang seperti apa yang akan diterapkan oleh seorang guru. Sebab masing-masing siswa memiliki gaya belajar yang berbeda-beda seperti visual, audio, dan audiovisual. Memang disayangkan para siswa saat ini kurang menghayati pada pelajaran PAI yang manfaatnya itu sangat penting bagi setiap individu dalam menjalani kehidupannya. Kita tidak bisa menyalahkan sepenuhnya atas kenakalan-kenakalan serta kurangnya motivasi belajar para siswa tersebut, sebab pelajaran PAI menjadi tidak menarik bisa disebabkan karena penggunaan metode atau strategi yang kurang tepat dalam pembelajaran. Karena pemakaian metode yang kurang tepat sangat membawa pengaruh bagi kelangsungan proses belajar mengajar, dan hal itu akan berdampak bagi pemahaman siswa dalam memahami suatu materi pelajaran. Oleh karena itu, menjadi tugas besar bagi para guru untuk meningkatkan strategi 5
S. Nasution, Didaktik Asas-asas Mengajar, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), cet. I, h.25
4
dan penggunaan metode yang tepat agar dapat meningkatkan motivasi para siswa agar bisa mencerna dan memahami pelajaran yang telah diberikan secara optimal. Oleh karena itu, perlu adanya konsep dalam merencanakan serta menerapkan metode dan strategi apa saja yang harus diterapkan agar suasana kelas menjadi fokus dan menarik bagi para peserta didik. Dengan harapan bahwa tidak hanya pembelajaran PAI tersebut dapat dipahami siswa di sekolah, tetapi agar dapat diterapkan pula dalam kehidupan sehari-hari. Sejak dahulu sampai sekarang metode yang sering digunakan dalam proses pembelajaran adalah metode ceramah, karena metode ceramah memang mesti digunakan sebagai pengantar dalam suatu pembelajaran. Untuk menciptakan suasana yang dinamis di dalam kelas, penggunaan metode ceramah harus dikombinasikan dengan metode-metode pembelajaran yang lain agar proses pembelajaran menjadi lebih . Dalam Undang-undang No. 2 Tahun 2003 telah dijelaskan tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab II pasal 3 yang berbunyi: “Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa, yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.6 Perumusan Undang-undang tentang pendidikan yang telah dipaparkan di atas, menjadi pemicu bagi guru dan lembaga-lembaga pendidikan di Indonesia untuk lebih memperhatikan mutu pendidikan yang lebih baik lagi dari sebelumnya. Oleh karena itu, salah satu faktor penting dalam keberhasilan suatu pembelajaran di sekolah tergantung pada penggunaan strategi yang diterapkan oleh guru. Hampir tidak mungkin menggunakan satu strategi mengajar dalam satu pelajaran. Bahan pelajaran bahkan sering memasukkan beberapa pertanyaan. Diskusi-diskusi dipenuhi dengan pertanyaan-pertanyaan. Ketika para siswa bekerja bersama dalam kelompok-kelompok, mereka saling berbagi informasi, 6
Undang-undang dan Peraturan Pemerintah RI tentang Pendidikan, (Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Islam, Departemen Agama, 2006), h.8
5
bartanya dan menjalankan diskusi.7 Strategi pembelajaran yang tepat akan membina peserta didik untuk berpikir mandiri, kreatif, dan sekaligus adaptif terhadap berbagai situasi yang terjadi dan yang mungkin terjadi. Penerapan strategi yang tidak tepat dapat berakibat fatal.8 Begitu pentingnya suatu penggunaan strategi dan metode dalam proses pembelajaran, maka sebagai guru harus benar-benar memikirkan suatu strategi pembelajaran yang tepat agar esensi dari materi ajar dapat dimengerti dan dipahami oleh seluruh siswa. Dengan begitu, indikator-indikator pembelajaran yang diinginkan dapat tercapai. Salah satu strategi pembelajaran yang efektif digunakan dalam suatu pembelajaran yaitu strategi pembelajaran kooperatif. Di antara metode-metode pembelajaran kooperatif antara lain; jigsaw, Student Teams Achievement Division (STAD), Numbered Head Together (NHT), Teams Games Tournaments (TGT), Think Pair Share (TPS) dan lain-lain. Dengan pembelajaran kooperatif akan memaksimalkan waktu belajar siswa secara tepat guna. Sebab dalam pembelajaran kooperatif itu sangat diutamakan kerja sama dalam kelompok belajar di kelas, sehingga masalah-masalah yang dihadapi dapat dipecahkan bersama oleh anggota kelompoknya sehingga akan menimbulkan sikap saling membantu dan saling memberikan motivasi sehingga terjadi interaksi yang baik sesama anggota kelompok. Belajar dengan cara berkelompok akan memudahkan siswa dalam memahami suatu pelajaran dibandingkan dengan belajar secara individu. Peran guru di kelas hanya sebagai fasilitator dan mengawasi proses pembelajaran antar kelompok. Pembelajaran
kooperatif
menuntut
siswa
agar
belajar
mandiri
dalam
mengungkapkan ide-ide serta mnyelesaikan masalah yang diberikan oleh guru secara berkelompok dan bertanggung jawab. Untuk membangun semangat siswa dalam mempelajari Pendidikan Agama Islam agar tidak menjadi mata pelajaran yang membosankan maka hal itu sangat dipengaruhi oleh pemakaian strategi pembelajaran yang tepat. Oleh karena itu 7
Gene E. Hall, dkk., Mengajar dengan Senang, (PT Indeks, 2008), cet. II, h.382 Hisyam Zaini, dkk., Desain Pembelajaran di Perguruan Tinggi, (Yogyakarta: CTSD IAIN Sunan Kalijaga, 2002), h. 96 8
6
penulis ingin mengadakan penelitian mengenai penggunaan strategi pembelajaran kooperatif pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam di.sekolah. karena pembelajaran kooperatif disusun dalam sebuah usaha untuk meningkatkan partisipasi siswa, mamfasilitasi siswa dengan pengalaman sikap kepemimpinan dan membuat keputusan dalam kelompok, serta memberikan kesempatan pada siswa untuk berinteraksi dan belajar bersama-sama siswa yang berbeda latar belakangnya.9 Berdasarkan permasalahan di atas, mendorong penulis untuk mengkaji dan meneliti lebih lanjut mengenai penerapan strategi pembelajaran kooperatif pada mata pelajaran PAI, apakah efektif diterapkan di SMP Islam Al-Azhar 4 Kemandoran. Berdasarkan deskripsi yang telah diuraikan di atas, penulis tertarik untuk mengkaji dan meneliti lebih dalam permasalahan tersebut dalam bentuk skripsi dengan judul: “IMPLEMENTASI STRATEGI PEMBELAJARAN KOOPERATIF PADA MATA PELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SEKOLAH” (Studi Kasus di SMP Islam Al-Azhar 4 Kemandoran)
B. Identifikasi Masalah Berdasarkan
latar
belakang
masalah
di
atas,
maka
penulis
mengidentifikasikan masalah sebagai berikut: 1. Sekolah masih menggunakan metode pembelajaran yang bersifat tradisional. 2. Kurangnya kesadaran anak didik dalam mempelajari Pendidikan Agama Islam. 3. Tujuan pembelajaran yang diinginkan belum tercapai secara maksimal. 4. Pentingnya kemampuan dalam merencanakan suatu strategi pembelajaran 5. Pentingnya implementasi strategi pembelajaran pada Pendidikan Agama Islam 9
Trianto, Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik, (Jakarta:Prestasi Pustaka, 2007), h.42
7
C. Pembatasan Masalah Untuk dapat memperjelas dan memberi arah yang tepat dalam penulisan skripsi ini, penulis membatasi masalah sebagai berikut: 1. Penerapan strategi pembelajaran kooperatif pada mata pelajaran PAI di sekolah tersebut, dibatasi pada materi yang sesuai dengan model pembelajaran kooperatif yang digunakan. 2. Metode pembelajaran kooperatif yang digunakan yaitu jigsaw, pada materi infaq.
D. Perumusan Masalah Berdasarkan batasan masalah yang diuraikan di atas, maka penulis merumuskan masalah dalam bentuk pertanyaan yang dituangkan dalam Major Research Question sebagai berikut: “Bagaimanakah implementasi strategi pembelajaran kooperatif pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam di SMP Islam Al-Azhar 4 Kemandoran?”. Untuk memudahkan dalam menjawab pertanyaan major tersebut di bawah ini dibuat Minor Research Questions sebagai berikut: 1. Bagaimana perencanaan dalam mempersiapkan kegiatan pembelajaran? 2. Bagaimana pelaksanaan proses pembelajaran yang diterapkan oleh guru di sekolah? 3. Bagaimana hasil akhir dari kegiatan pembelajaran dengan menggunakan strategi pembelajaran kooperatif?
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.
Tujuan Penelitian: a. Untuk
memperoleh
informasi
mengenai
perencanaan,
proses
pembelajaran, dan hasil akhir dari penerapan strategi pembelajaran kooperatif di SMP Islam Al-Azhar 4 Kemandoran. b. Untuk mengetahui bagaimana implementasi strategi pembelajaran kooperatif pada mata pelajaran PAI di SMP Islam Al-Azhar 4 Kemandoran.
8
2.
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi: a. Siswa Memperkenalkan metode pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning) kepada siswa dalam proses pembelajaran dan sebagai pengalaman belajar yang berkesan bagi siswa. b. Guru Sebagai bahan masukan dalam meningkatkan mutu pendidikan dalam suatu pembelajaran oleh guru-guru dalam berbagai bidang ilmu. khususnya pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) dengan menggunakan strategi pembelajaran kooperatif. c. Penulis Menambah wawasan kependidikan serta sebagai bekal pengetahuan mengenai strategi pembelajaran kooperatif sebagai metode yang tepat dalam meningkatkan pembelajaran pada mata pelajaran PAI. d. Pembaca Memberikan gambaran pentingnya penerapan suatu strategi yang tepat dalam proses pembelajaran agar suasana belajar menjadi efektif dan menyenangkan.
9
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Pembelajaran Kooperatif 1.
Pengertian Pembelajaran Kooperatif Pembelajaran kooperatif muncul dari konsep bahwa siswa akan lebih mudah
menemukan dan memahami konsep yang sulit jika mereka saling berdiskusi dengan temannya. Siswa secara rutin bekerja dalam kelompok untuk saling membantu memegahkan masalah-masalah yang kompleks. Jadi, hakikat sosial dan penggunaan kelompok sejawat menjadi aspek utama dalam pembelajaran kooperatif.1 Pada dasarnya cooperative learning mengandung pengertian sebagai suatu sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu diantara sesama dalam struktur kerja sama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri dari dua orang atau lebih di mana keberhasilan kerja sangat dipengaruhi oleh keterlibatan dari setiap anggota kelompok itu sendiri. Cooperative learning juga dapat diartikan sebagai suatu struktur tugas bersama dalam suasana kebersamaan diantara sesama anggota kelompok.2 Pembelajaran kooperatif adalah konsep yang lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok termasuk bentuk-bentuk yang lebih dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru. Secara umum pembelajaran kooperatif dianggap lebih
1
Trianto, Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik, (Jakarta:Prestasi Pustaka, 2007), h. 41 2 Etin Solihatin & Raharjo, Cooperative Learning Analisis Model Pembelajaran IPS (Jakarta: Bumi Aksara, 2007), cet. 1, h. 4
10
diarahkan oleh guru, di mana guru menetapkan tugas dan pertanyaan-pertanyaan serta menyediakan bahan-bahan dan informasi yang dirancang untuk membentuk peserta didik menyelesaikan masalah yang dimaksud. Guru biasanya menetapkan bentuk ujian tertentu pada akhir tugas.3 Pembelajaran
kooperatif
merupakan
model
pembelajaran
yang
mengutamakan kerjasama diantara siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. Pembelajaran kooperatif dapat menciptakan saling ketergantungan antar siswa, sehingga sumber belajar bagi siswa bukan hanya guru dan buku ajar tetapi juga sesama siswa.4 Menurut Effandi Zakaria (2001), pembelajaran kooperatif dirangka bagi tujuan melibatkan pelajar secara aktif dalam proses pembelajaran menerusi perbincangan dengan rekan-rekan dalam kumpulan kecil. Ia memerlukan pelajar berkongsi pendapat, memberi maklum balas serta mewujudkan dan membina proses penyelesaian kepada seluruh masalah. Kajian eksperimental dan deskriptif yang dijalankan menyokong pendapat yang mengatakan pembelajaran kooperatif boleh memberikan hasil yang positif kepada pelajar-pelajar.5 Slavin (1995) menyebutkan cooperative learning merupakan model pembelajaran yang telah dikenal sejak lama, di mana pada saat itu guru mendorong para siswa untuk melakukan kerja sama dalam kegiatan-kegiatan tertentu seperti diskusi atau pengajaran oleh teman sebaya (peer teaching). Dalam melakukan proses belajar-mengajar guru tidak lagi mendominasi seperti lazimnya pada saat ini, sehingga siswa dituntut untuk berbagi informasi dengan siswa yang lainnya dan saling belajar-mengajar sesama mereka.6 Jadi, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang dilakukan secara bersama-sama atau kelompok, antara siswa denga siswa lainnya saling membantu dalam memecahkan suatu permasalahan atas materi
3
Agus Suprijono, Cooperative Learning; Teori dan Aplikasi PAIKEM, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), cet.1, h. 54-55 4 Martinis Yamin & Bansu I. Ansari, Taktik Mengembangkan Kemampuan Individual siswa, (Jakarta: Gaung Persada Press, 2008), cet. 1, h. 74 5 Isjoni dkk., Pembelajaran Visioner, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), h. 30 6 Isjoni, Cooperative Learning, (Bandung: Alfabeta, 2010), h. 17
11
yang telah disajikan oleh guru agar mencapai ketuntasan dalam memahami pelajaran. Adapun tiga konsep sentral yang menjadi karakteristik pembelajaran kooperatif yaitu penghargaan kelompok, pertanggung jawaban individu, dan kesempatan yang sama untuk berhasil: a. Penghargaan kelompok. Kelompok dalam kooperatif dapat memperoleh penghargaan apabila mereka mencapai atau di atas kriteria yang ditetapkan.
Kelompok
tersebut
tidak
dalam
berkompetisi
untuk
mendapatkan penghargaaan. Penghargaan ditujukan bila mereka dapat mencapai kriteria yang ditetapkan dalam suatu minggu tertentu. b. Tanggung jawab individu. Keberhasilan kelompok bergantung dari pembelajaran individu dari seluruh anggota kelompok. Hal ini mendorong anggota kelompok untuk saling membantu satu sama lain dan memastikan setiap anggota kelompok siap untuk menghadapi tes dan tugas lainnya. c. Kesempatan yang sama untuk berhasil. Setiap siswa menyumbang kepada kelompok mereka dengan perbaikan di atas kinerja mereka yang lalu. Dengan metode setiap siswa baik berprestasi rendah, sedang atau tinggi memperoleh
kesempatan
untuk
melakukan
yang
terbaik
bagi
kelompoknya.7 Ciri-ciri pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut: 1. Siswa belajar dalam kelompok kecil, untuk mencapai ketuntasan belajar 2. Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah 3. Diupayakan agar dalam setiap kelompok siswa terdiri dari suku, ras, budaya, dan jenis kelamin yang berbeda 4. Penghargaan lebih diutamakan pada kerja kelompok dari pada individual.8
7 8
Mohamad Nur, Pembelajaran Kooperatif, (Surabaya: LPMP, 2005), h. 5 Martinis Yamin & Bansu I. Ansari, Taktik Mengembangkan…, h. 74-75
12
2.
Unsur-unsur Dasar Pembelajaran Kooperatif Pembelajaran kooperatif adalah suatu sistem yang di dalamnya terdapat
elemen-elemen yang saling terkait. Adapun berbagai elemen dalam pembelajaran kooperatif adalah adanya: “(1) saling ketergantungan positif; (2) interaksi tatap muka; (3) akuntabilitas individual, dan (4) keterampilan untuk menjalin hubungan antar pribadi atau keterampilan sosial yang secara sengaja diajarkan” (Abdurrahman & Bintoro, 2000: 78-79). a. Saling ketergantungan positif Dalam pembelajaran kooperatif, guru menciptakan suasana yang mendorong agar siswa merasa saling membutuhkan. Hubungan yang saling membutuhkan inilah yang dimaksud dengan saling ketergantungan positif. b. Interaksi tatap muka Interaksi tatap muka menuntut para siswa dalam kelompok dapat saling bertatap muka sehingga mereka dapat melakukan dialog, tidak hanya dengan guru, tetapi juga dengan sesama siswa. c. Akuntabilitas individual Pembelajaran kooperatif menampilkan wujudnya dalam belajar kelompok. Meskipun demikian, penilaian ditujukan untuk mengetahui penguasaan siswa terhadap materi pelajaran secara individual. d. Keterampilan menjalin hubungan antar pribadi Dalam pembelajaran kooperatif keterampilan sosial seperti tenggang rasa, sikap sopan terhadap teman, mengkritik ide dan bukan mengkritik teman, berani mempertahankan pikiran logis, tidak mendomonasi orang lain, mandiri dan berbagai sifat lain yang bermanfaat dalam menjalin hubungan antar pribadi (interpersonal relationship) tidak hanya diasumsikan tetapi secara sengaja diajarkan. Siswa yang tidak dapat menjalin hubungan antar pribadi tidak hanya memperoleh teguran dari guru tetapi juga dari sesama siswa.9
9
Nurhadi dkk., Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning/ CTL) dan Penerapannya dalam KBK, (Malang: Universitas Negeri Malang, 2004), h. 61-62
13
Unsur-unsur dasar pembelajaran cooperative learning adalah sebagai berikut: 1. Siswa dalam kelompok haruslah beranggapan bahwa mereka “sehidup sepenanggungan bersama” 2. Siswa bertanggung jawab atas segala sesuatu di dalam kelompoknya seperti mereka sendiri 3. Siswa harus melihat bahwa semua anggota dalam kelompok memiliki tujuan yang sama 4. Siswa haruslah membagi tugas dan tanggung jawab yang sama diantara anggota kelompoknya 5. Siswa akan dikenakan evaluasi dan juga akan dikenakan untuk semua anggota kelompoknya 6. Siswa
dapat
berbagi
kepemimpinan
dan
mereka
membutuhkan
keterampilan untuk belajar bersama selama proses belajarnya 7. Siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara individu materi yang ditangani dalam kelompok cooperative.10 Roger dan David Johnson mengatakan bahwa tidak semua kerja kelompok bisa dianggap cooperative learning. Untuk mencapai hasil yang maksimal. Lima unsur model pembelajaran gotong royong harus diterapkan. a. Saling Ketergantungan Positif b. Tanggung Jawab Perseorangan c. Tatap Muka d. Komunikasi Antar Anggota e. Evaluasi Proses Kelompok.11 3.
Tujuan Pembelajaran Kooperatif Pembelajaran kooperatif merupakan sebuah kelompok strategi pengajaran
yang melibatkan siswa bekerja secara berkolaborasi untuk mencapai tujuan bersama (Eggen and Kauchak, 1996:279). Pembelajan kooperatif disusun dalam sebuah usaha untuk meningkatkan partisipasi siswa, memfasilitasi siswa dengan 10
Muslimin Ibrahim, dkk., Pembelajaran Kooperatif, (Surabaya: UNESA Press, 2001), h.
6 11
Anita Lie, Cooperative Learning; Mempraktikkan Cooperative Learning Di Ruangruang Kelas, (Jakarta: PT. Grasindo, 2002), h. 30
14
pengalaman sikap kepemimpinan dan membuat keputusan dalam kelompok, serta memberikan kesempatan pada siswa untuk berinteraksi dan belajar bersama-sama siswa yang berbeda latar belakangnya, jadi dalam pembelajaran kooperatif siswa berperan ganda yaitu sebagai siswa ataupun sebagai guru. Dengan berkerja secara kolaboratif untuk mencapai sebuah tujuan bersama, maka siswa akan mengembangkan keterampilan hubungan dengan sesama manusia yang akan sangat bermanfaat bagi kehidupan di luar sekolah.12 Pentingnya tujuan kelompok dan tanggung jawab individu adalah dalam memberikan insentif kepada siswa untuk saling membantu satu sama lain dan untuk saling mendorong untuk melakukan usaha yang maksimal (Slavin, 1993). Jika nilai siswa cukup baik sebagai kelompok, dan kelompok hanya akan berhasil dengan memastikan bahwa semua anggotanya telah mempelajari materinya, maka anggota kelompok akan termotivasi untuk saling mengajar.13 Pembelajaran kooperatif dapat menjadi metode pembelajaran yang efektif akan tetapi jika metode ini tidak dikonstruksikan dengan baik akan menimbulkan efek “free rider”. Efek free rider yaitu suatu kondisi di mana beberapa anggota kelompok mengerjakan semua atau sebagian pekerjaan dalam pembelajaran sedangkan yang lainnya jalan terus, tidak melakukan aktifitas.14 Artinya aktifitas belajar hanya dilakukan oleh sebagian anggota kelompok saja. Kondisi ini dapat mengurangi hasil maksimal dari pembelajaran kooperatif. Akan tetapi, kondisi tersebut dapat diminimalisir jika guru dapat meyakinkan siswa bahwa mereka yang telah dikelompokkan itu memiliki tanggung jawab individu selama pembelajaran berlangsung. Berdasarkan uraian di atas dapat penulis simpulkan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang menekankan pada penghargaan kelompok, tanggung jawab individu dan kesempatan yang sama untuk berhasil. Pembelajaran kooperatif juga dapat membawa siswa agar saling ketergantungan
12
Trianto, Model-model Pembelajaran…, h. 42 Robert E. Slavin, Cooperative Learning; Teori, Riset dan Praktik, (Bandung: Nusa Media, 2010), h. 81-82 14 Paulina Pannen, Konstruktivisme dalam Pembelajaran, (Jakarta: Universitas Terbuka), h. 70 13
15
positif serta interaksi tatap muka terhadap teman kelompoknya, sehingga suasana pembelajaran di kelas menjadi efektif dan menyenangkan. 4.
Jenis-jenis Pembelajaran Kooperatif Walaupun prinsip dasar pembelajaran kooperatif tidak berubah, terdapat
beberapa variasi dari model tersebut. Setidaknya terdapat empat pendekatan yang seharusnya merupakan bagian dari kumpulan strategi guru dalam menerapkan model pembelajaran kooperatif. Yaitu STAD, JIGSAW, Investigasi Kelompok (Teams games Tournaments atau TGT), dan pendekatan struktural yang meliputi Think Pair Share (TPS) dan Numbered Head Together (NHT).15 a. Student Teams Achievement Division (STAD) Pembelajaran kooperatif tipe STAD ini merupakan salah satu tipe dari model pembelajaran kooperatif dengan menggunakan kelompok-kelompok kecil dengan jumlah anggota tiap kelompok 4-5 orang siswa secara heterogen. Diawali dengan penyampaian tujuan pembelajaran, penyampaian materi, kegiatan kelompok, kuis, dan penghargaan kelompok.16 Dalam STAD, pelajar-pelajar ditugaskan untuk bekerja dalam satu kumpulan kecil yang terdiri dari empat orang yang mempunyai latar belakang dan tahap pencapaian yang berbeza. Pada peringkat permulaan, guru akan menyampaikan bahan pengajaran. Ini diikuti dengan setiap pelajar yang berkumpul dalam kumpulan masing-masing dan melaksanakan tugas sebagaimana yang dipertanggungjawabkan.17 b. Jigsaw Pembelajaran dengan metode jigsaw diawali dengan pengenalan topik yang akan dibahas oleh guru. Guru bisa menuliskan topik yang akan dipelajari pada papan tulis, white board, penayangan power point dan sebagainya. Guru menanyakan kepada peserta didik apa yang mereka ketahui mengenai topik tersebut. Kegiatan sumbang saran ini dimaksudkan untuk 15
Trianto, Model-model Pembelajaran…, h. 49 Trianto, Model-model Pembelajaran…, h. 52 17 Isjoni dkk., Pembelajaran Visioner, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), h. 35 16
16
mengaktifkan skemata atau struktur kognitif peserta didik agar lebih siap menghadapi kegiatan pelajaran yang baru.18 Strategi ini merupakan strategi yang menarik untuk digunakan jika materi yang akan dipelajari dapat dibagi menjadi beberapa bagian dan materi tersebut tidak mengharuskan urutan penyampaian. Kelebihan strategi ini adalah dapat melibatkan seluruh siswa dalam belajar dan sekaligus mengajarkan kepada orang lain.19 Lebih jelasnya, para siswa tersebut diberikan tugas untuk membaca beberapa bab atau unit, dan diberikan “lembar ahli” yang terdiri atas topik-topik yang berbeda yang harus menjadi fokus perhatian masing-masing anggota tim saat mereka membaca. Setelah semua anak selesai membaca, siswa-siswa dari tim yang berbeda mempunyai fokus topik yang sama bertemu dalam “kelompok ahli” untuk mendiskusikan topik mereka sekitar tiga puluh menit. Para ahli tersebut kemudian kembali kepada tim mereka dan secara bergantian mengajari teman satu timnya mengenai topik mereka. Yang terakhir adalah, para siswa menerima penilaian yang mencakup seluruh topik, dan skor kuis akan menjadi skor tim, seperti dalam STAD.20 c. Teams games Tournaments/TGT (Investigasi Kelompok) Investigasi kelompok merupakan model pembelajaran kooperatif yang paling kompleks dan paling sulit untuk diterapkan. Model ini dikembangkan pertama kali oleh Thelan. Dalam perkembangannya model ini diperluas dan dipertajam oleh Sharan dari Universitas Tel Aviv. Berbeda dengan STAD dan jigsaw, siswa terlibat dalam perencanaan baik topik yang dipelajari dan bagaimana jalannya penyelidikan mereka. Pendekatan ini memerlukan norma dan struktur kelas yang lebih rumit daripada pendekatan yang lebih berpusat pada guru. Pendekatan ini juga memerlukan mengajar siswa keterampilan komunikasi dan proses kelompok yang baik.21 18
Agus Suprijono, Cooperative Learning; Teori dan Aplikasi PAIKEM, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), cet.1, h. 89 19 Isjoni, Saatnya Pendidikan Kita Bangkit, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), h. 124 20 Robert E. Slavin, Cooperative Learning…, h. 237 21 Trianto, Model-model Pembelajaran…, h. 59
17
d. Think Pair Share (TPS) Strategi thing-pair-share (TPS) atau berpikir berpasangan berbagi adalah merupakan
jenis
pembelajaran
kooperatif
yang
dirancang
untuk
mempengaruhi pola interaksi siswa. Strategi think-pair-share ini berkembang dari penelitian belajar kooperatif dan waktu tunggu. Pertama kali dikembangkan oleh Frang Lyman dan koleganya di Universitas Maryland sesuai yang dikutip Arends (1997), menyatakan bahwa think-pair-share merupakan suatu cara yang efektif untuk membuat variasi suasana pola diskusi kelas. Dengan asumsi bahwa semua resitasi atau diskusi membutuhkan pengaturan untuk mengendalikan kelas secara keseluruhan, dan prosedur yang digunakan dalam think-pair-share dapat memberi siswa lebih banyak waktu berpikir, untuk merespon dan saling membantu.22 e. Numbered Head Together (NHT) Numbered Haed Together (NHT) atau penomoran berpikir bersama adalah merupakan
jenis
pembelajaran
kooperatif
yang
dirancang
untuk
mempengaruhi pola interaksi siswa dan sebagai alternatif terhadap struktur kelas
tradisional.
Numbered
Head
Together
(NHT)
pertama
kali
dikembangkan oleh Spenser Kagen (1993) untuk melibatkan lebih banyak siswa dalam menelaah materi yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut.23
B. Pendidikan Agama Islam 1.
Pengertian Pendidikan Agama Islam Pendidikan secara umum dapat diartikan dari dua segi yaitu segi bahasa dan
istilah. Dalam bahasa Indonesia pendidikan berasal dari kata “didik”, lalu kata ini mendapat awalan “pe” dan akhiran “an”, artinya memelihara dan memberi latihan. Dalam memelihara dan memberi latihan diperlukan adanya ajaran, tuntutan, dan
22 23
Trianto, Model-model Pembelajaran…, h. 61 Trianto, Model-model Pembelajaran…, h. 62
18
pimpinan mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran.24 Pengertian pendidikan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan.25 Sedangkan dalam bahasa Arab, pengertian kata pendidikan sering digunakan pada beberapa istilah, antara lain, al-ta’lim, al-tarbiyah, dan al-ta’dib. Namun demikian, ketiga kata tersebut memiliki makna tersendiri dalam menunjuk pada pengertian pendidikan. Kata ta’lim merupakan masdar dari kata ‘allama yang berarti pengajaran yang bersifat pemberian atau penyampaian pengertian, pengetahuan, dan keterampilan. Penunjukkan kata al-ta’lim pada pengertian pendidikan, sesuai dengan firman Allah SWT.26
Artinya: Dan dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, Kemudian mengemukakannya kepada para malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orangorang yang benar!"27 Kata al-tarbiyah, merupakan masdar dari kata rabba yang berarti mengasuh, mendidik, dan memelihara.28 Seperti yang terdapat dalam al-Qur’an:
24
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1997), cet. III, h. 10 25 Tim Penyusun Kamus pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1988), cet. I, h. 204 26 Samsul Nizar, Pengantar Dasar-dasar Pemikiran Pendidikan, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2001), h. 85-86 27 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Bandunag: PT Syaamil Cipta Media), h. 6 28 Samsul Nizar, Pengantar Dasar-dasar…, h. 87
19
Artinya: Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua Telah mendidik Aku waktu kecil".29 Sedangkan kata al-ta’dib, merupakan masdar dari kata addaba, yang dapat diartikan kepada proses mendidik yang lebih tertuju pada pembinaan dan penyempurnaan akhlak atau budi pekerti peserta didik.30 Mengenai pengertian pendidikan menurut istilah, disampaikan oleh beberapa tokoh, antara lain sebagai berikut. Anton
Moeliono,
et-al,
mendefinisikan
pendidikan
sebagai
proses
pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan; proses, perbuatan, dan cara-cara mendidik. Ali Ashraf, melihat pendidikan merupakan sebuah aktivitas sistematis yang memiliki maksud tertentu. Di arahkan untuk mengembangkan daya kreativitas individu (anak didik) secara menyeluruh.31 William Mc Gucken, S.J. seorang tokoh pendidikan Katolik berpendapat, bahwa pendidikan diartikan oleh ahli skolastik, sebagai suatu perkembangan dan kelengkapan dari kemampuan-kemampuan manusia, baik moral, intelektual, maupun jasmaniah yang diorganisasikan, dengan atau untuk kepentingan individual atau sosial dan diarahkan kepada kegiatan-kegiatan yang bersatu dengan penciptanya sebagai tujuan akhirnya.32 Dari beberapa pengertian di atas, walaupun terdapat berbedaan dalam redaksi namun dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah suatu aktifitas yang teratur, sistematis yang dilakukan secara sadar oleh orang dewasa dan bertanggung jawab untuk meningkatkan kemampuan dan kepribadian anak dengan jalan pembinaan potensi-petensi pribadi yang dimilikinya baik jasmani maupun rohani. Setelah
menguraikan
pengertian
pendidikan
secara
umum,
penulis
selanjutnya membahas tentang pengertian pendidikan Islam dan pendidikan agama Islam. 29
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan…, h. 284 Samsul Nizar, Pengantar Dasar-dasar…, h. 90 31 Samsul Nizar, Pengantar Dasar-dasar…, h. 92 32 Muzayyin Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), h. 14 30
20
Menurut Muzayin Arifin, hakekat pendidikan Islam adalah usaha orang dewasa muslim yang bertakwa secara sadar mengarahkan dan membimbing pertumbuhan serta perkembangan fitrah (kemampuan dasar) anak didik melalui ajaran Islam ke arah titik maksimal pertumbuhan dan perkembangannya. Ahmad D. Marimba memberikan pengertian pendidikan Islam sebagai program bimbingan subyek pendidikan (guru, pendidik) kepada objek pendidikan (murid) dengan bahan materi tertentu, dalam jangka waktu tertentu, dengan metode tertentu dan dengan alat perlengkapan yang ada ke arah terciptanya pribadi tertentu disertai evaluasi sesuai ajaran Islam. Menurut Yusuf Qardhawi, pendidikan Islam adalah pendidikan manusia seutuhnya, akal dan hatinya, rohani dan jasmaninya, akhlak dan keterampilannya.33 Pendidikan agama adalah salah satu dari tiga mata pelajaran yang wajib diberikan pada setiap jenis, jalur, dan jenjang pendidikan (Pendidikan Pancasila, pendidikan agama, dan pendidikan kewarganegaraan) (UU Nomor 2 Tahun 1989 Pasal 39 ayat (2)). Dalam pasal penjelasan diterangkan pula bahwa pendidikan agama merupakan usaha untuk memperkuat iman dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama yang dianut oleh peserta didik yang bersangkutan dengan memperhatikan tuntutan untuk menghormati agama lain dalam hubungan kerukunan antar umat beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan persatuan nasional, dan merupakan salah satu hak peserta didik dan mendapat pendidikan agama, sesuai pasal 12 Bab V UU No. 20 Tahun 2003. “Setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarkan sesuai oleh pendidik yang beragama”.34 Pendidikan agama Islam adalah upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati, hingga mengimani, ajaran agama Islam, dibarengi dengan tuntunan untuk menghormati penganut agama lain dalam hubungannya dengan kerukunan antar umat beragama hingga terwujud kesatuan dan persatuan bangsa (Kurikulum PAI, 3: 2002). 33
Armai Arief, Reformulasi Pendidikan Islam, (Jakarta: CRSD PRESS, 2005), cet. I, h.
34
Haidar Putra Daulay, Pendidikan Islam, (Jakarta: Prenada Media, 2004), h. 37
20
21
Menurut Zakiah Daradjat (1987: 87) pendidikan agama Islam adalah suatu usaha untuk membina dan pengasuh peserta didik agar senantiasa dapat memahami ajaran Islam secara menyeluruh. Lalu menghayati tujuan, yang pada akhirnya dapat mengamalkan serta menjadikan Islam sebagai pandangan hidup. Tayar Yusuf (1986: 35) mengartikan pendidikan agama Islam sebagai usaha sadar generasi tua untuk mengalihkan pengalaman, pengetahuan, kecakapan dan keterampilan kepada generasi muda agar kelak menjadi manusia bertakwa kepada Allah swt. Sedangkan menurut A. Tafsir pendidikan agama Islam adalah bimbingan yang diberikan seseorang kepada seseorang agar ia berkembang secara maksimal sesuai dengan ajaran Islam.35 a. Pendidikan Agama pada Sekolah Umum Setelah anak melalui masa pertumbuhannya yang pertama dalam keluarga, di mana telah didapatnya berbagai pengalaman, yang akan menjadi bagian dari pribadinya yang mulai bertumbuh itu. Maka guru agama di sekolah umum mempunyai tugas yang tidak ringan, karena ia harus menghadapi keanekaragaman pribadi dan pengalaman agama, yang dibawa oleh anakanak dari rumahnya masing-masing. Ada anak yang mempunyai sikap positif terhadap agama karena orang tuanya tekun beragama, sering mengajaknya serta dalam ibadah dan memperlakukannya dengan penuh kasih sayang. Sudah barang tentu di dalam pribadinya telah banyak terdapat unsur-unsur keagamaan di samping pengalaman beragama juga telah cukup untuk ukuran umurnya. Maka dia mengharapkan agar guru agama dapat segera menambah pengalamannya dalam agama. Di lain pihak akan ada pula anak yang belum pernah mendapat pengalaman agama di rumahnya, karena orang tuanya tidak pernah menjalankan agama dalam hidup mereka, sikap mereka acuh tak acuh dan agama tidak pernah mereka sebut-sebut dalam kehidupan sehari-hari. Maka anak itu, juga akan mempunyai sikap acuh tak acuh terhadap agama, dia akan menghadapi pelajaran agama dengan sikap yang netral, bukan positif dan 35
Abdul Majid, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2004), h. 130
22
bukan pula negatif. Apakah nanti dia akan tertarik kepada agama atau tidak, tergantung pada guru agama dan situasi sekolah pada umumnya. Jika guru agama mempunyai kepribadian yang menarik, serta mampu membawakan pendidikan agama sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan jiwa anak dan dapat pula menyajikan pelajaran agama sedemikan rupa sehingga menarik minat anak, maka si anak tadi akan tertarik kepada agama. Dan demikianlah sebaliknya dengan guru yang tidak memenuhi syarat.36 Dalam operasionalnya pendidikan agama di sekolah-sekolah umum diatur oleh Menteri Agama dengan Menteri Pendidikan Kebudayaan (sekarang bernama Menteri Pendidikan Nasional). Di sekolah-sekolah negeri sejak dari pendidikan
dasar
sampai
pendidikan
menengah,
pendidikan
agama
dilaksanakan dua jam pelajaran setiap minggunya.37 b. Pendidikan Agama di Madrasah Suatu ciri pendidikan madrasah yang terpenting adalah pembinaan jiwa agama dan akhlak anak didik. Pembinaan jiwa agama dilakukan melalui berbagai segi kehidupan anak, mulai dari tata krama, sopan santun, cara bergaul, cara berpakaian dan cara bermain yang tidak bertentangan dengan ajaran Islam; di samping pelaksanaan ibadah yang ketat, serta pembinaan hidup yang cocok dengan ajaran Islam atau dengan kata lain bahwa pendidikan ibadah, akhlak dan kepribadian sangat menjadi perhatian madrasah. Oleh karena pendidikan di madrasah itu mempunyai identitas sendiri. Yaitu penghayatan, ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari, maka seharusnya setiap guru, apapun macam pelajaran yang diberikannya dapat memenuhi persyaratan kepribadian muslim dan keyakinan agama. Karena setiap gerak, sikap, kata dan cara hidup guru-guru madrasah itu akan mempengaruhi jiwa anak didik.38 Sebagai kesimpulan dapat dikatakan bahwa pendidikan dan pengajaran dalam madrasah itu harus diarahkan kepada pembinaan keyakinan beragama, 36
Zakiah Daradjat, Pendidikan Agama dalam Pembinaan Mental, (Jakarta: Bulan Bintang, 1975), cet. III, h. 97-98 37 Haidar Putra Daulay, Pendidikan Islam,…, h. 38 38 Zakiah Daradjat, Pendidikan Agama,…, h. 103-104
23
sehingga hidupnya akan selalu berpedoman kepada ajaran Islam. Di samping itu kita semua hendaknya dapat menyadari bahwa tujuan hidup seorang muslim adalah bahagia dunia, bahagia akhirat nanti dan terhindar dari segala dosa yang akan membawa kepada kemurkaan Allah swt. 2.
Tujuan Pendidikan Agama Islam Tujuan artinya sesuatu yang dutuju, yaitu yang akan dicapai dengan suatu
kegiatan atau usaha. Sesuatu kegiatan akan berakhir bila tujuannya sudah tercapai. Kalau tujuan itu bukan tujuan akhir, kegiatan berikutnya akan langsung dimulai untuk mencapai tujuan selanjutnya dan terus begitu sampai kepada tujuan akhir.39 Secara umum, tujuan pendidikan Islam terbagi kepada: tujuan umum, tujuan sementara, tujuan akhir dan tujuan operasional. Tujuan umum adalah tujuan yang akan dicapai dengan semua kegiatan pendidikan baik dengan pengajaran atau dengan cara lain. Tujuan sementara adalah tujuan yang akan dicapai setelah anak didik diberi sejumlah pengalaman tertentu yang direncanakan dalam sebuah kurikulum. Tujuan akhir adalah tujuan yang dikehendaki agar peserta didik menjadi manusia-manusia sempurna (insan kamil) setelah ia menghabisi sisa umurnya. Sementara tujuan operasional adalah tujuan praktis yang akan dicapai dengan sejumlah kegiatan pendidikan tertentu.40 Menurut Zakiah Daradjat, tujuan pendidikan Islam ialah kepribadian muslim, yaitu suatu kepribadian yang seluruh aspeknya dijiwai oleh ajaran Islam. Orang yang berkepribadian muslim dalam al-Qur’an disebut “Muttaqin”. Karena itu pendidikan Islam berarti juga pembentukan manusia yang bertakwa. Ini sesuai benar dengan pendidikan nasional kita yang dituangkan dalam tujuan pendidikan nasional yang akan membentuk manusia Pancasilais yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.41 Di setiap lembaga pendidikan (umum dan keagamaan), pendidikan agama merupakan bagian dari bidang studi yang disajikan kepada peserta didik. Di dalam 39
Zakiah Daradjat, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996),
cet. I, h. 72 40
Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), cet. 1, h. 18-19 41 Zakiah Daradjat, Metodologi Pengajaran…, h. 72
24
pendidikan agama sendiri diajarkan berbagai macam materi yang kesemuanya dilandaskan kepada ajaran agama. Khusus di lembaga pendidikan umum, pendidikan agama disajikan pada dataran memperkenalkan ajaran-ajaran agama yang ada di Indonesia. Namun ketika ada hal-hal yang dipandang dapat menyentuh permasalahan aqidah (keyakinan) maka diambil kebijaksanaan dengan menyajikan hal tersebut secara terpisah sesuai dengan kondisi peserta didik dilihat dari keyakinannya masingmasing. Hal terpenting yang perlu diingat adalah, pendidikan agama yang dilaksanakan di sekolah-sekolah bertujuan untuk menanamkan nilai-nilai kebaikan kepada peserta didik sesuai dengan konsep kebaikan agama masing-masing. Lebih jauh lagi diharapkan dengan mengikuti program pendidikan agama di sekolah, peserta didik mampu menerapkan ajaran agamanya di dalam kehidupan seharihari.42 Dalam rangka menanamkan nilai-nilai keislaman kepada peserta didik di lembaga pendidikan formal, maka program pendidikan agama memiliki peranan puncak, bahkan boleh dikatakan sebagai penentu dari perubahan, khususnya perubahan sikap. Nilai-nilai Islam yang ingin ditanamkan kepada peserta didik tidak hanya dibatasi kepada nilai ibadah dan moral saja. Namun perlu diingat bahwa Islam memiliki ajaran terpenting, walaupun keberadaannya harus diimbangi dengan dua hal di atas. Ajaran yang dimaksudkan adalah “tradisi intelektual” dengan landasan semangat pembuktian akan kebenaran Allah, hal ini terbukti dengan pernyataan Allah yang begitu memberikan penghargaan terhadap mereka yang berilmu pengetahuan (al-Qur’an 58: 11). Bahkan Allah secara tegas menyatakan bahwa hanya orang-orang yang berilmu sajalah yang memiliki tingkat pengabdian kepada-Nya yang paling tinggi QS. 35: 28.43
42
Armai Arief, Reformulasi Pendidikan Islam, (Jakarta: CRSD PRESS, 2005), cet. I, h.
43
Armai Arief, ReformulasiPendidikan…, h. 82-83
80-81
25
Pendidikan Agama Islam di Sekolah Menengah Pertama (SMP) bertujuan untuk: 1. Menumbuhkembangkan akidah melalui pemberian, pemupukan, dan pengembangan pengetahuan, penghayatan, pengamalan, pembiasaan, serta pengalaman peserta didik tentang agama Islam sehingga menjadi manusia muslim yang terus berkembang keimanan dan ketakwaannya kepada Allah SWT 2. Mewujudkan manusia Indonesia yang taat beragama dan berakhlak mulia yaitu manusia yang berpengetahuan, rajin beribadah, cerdas, produktif, jujur, adil, etis, berdisiplin, bertoleransi (tasamuh), menjaga keharmonisan secara personal dan sosial serta mengembangkan budaya agama dalam komunitas sekolah.44 3.
Ruang Lingkup Pendidikan Agama Islam Ruang lingkup pendidikan Islam adalah berkaitan dengan persoalan-persoalan
yang menyeluruh dan mengandung generalisasi bagi semua jenis dan tingkat pendidikan Islam yang ada baik yang ada di masa sekarang maupun di masa yang akan datang. Dengan kata lain, pendidikan Islam adalah suatu sistem pendidikan yang memungkinkan seseorang dapat mengarahkan kehidupannya sesuai dengan ideologi (cita-cita) Islam sehingga ia dengan mudah dapat membentuk dirinya sesuai dengan ajaran Islam. Artinya, ruang lingkup pendidikan Islam telah mengalami perubahan sesuai tuntutan waktu yang berbeda-beda karena sesuai dengan tuntutan zaman dan perkembangan ilmu dan teknologi.45 Ruang lingkup Pendidikan Agama Islam meliputi aspek-aspek sebagai berikut: 1. Al-Qur’an dan Hadits 2. Aqidah 3. Akhlak 4. Fiqih 44
Standar Isi Pendidikan Agama Islam Sekolah Menengah Pertama (SMP), PERMENDIKNAS NO. 22 TAHUN 2006 45 Djumransyah & Abdul Malik Karim Amrullah, Pendidikan Islam, (Malang: UINMalang Press, 2007), cet. I, h. 25-26
26
5. Tarikh dan Kebudayaan Islam Pendidikan Agama Islam menekankan keseimbangan, keselarasan, dan keserasian antara hubungan manusia dengan Allah SWT, hubungan manusia dengan sesama manusia, hubungan manusia dengan diri sendiri, dan hubungan manusia dengan alam sekitarnya.46 C. Kerangka Berpikir Pelajaran agama Islam di sekolah-sekolah umum dan madrasah sudah ada sejak berdirinya lembaga-lembaga pendidikan di Indonesia. Berbagai metode yang sering digunakan pada tiap pembelajaran seperti metode ceramah, diskusi, tanya jawab, demonstrasi dan lain-lain akan tetapi tujuan pendidikan yang diinginkan belum tercapai secara maksimal. Pada umumnya guru hanya mentransfer ilmunya kepada anak didik dan guru lah yang menjadi pusat belajar siswa sehingga siswa bersifat pasif dan tidak dapat mengembangkan diri serta kemampuannya secara optimal. Diakui bahwa terdapat beberapa kesulitan dalam pelaksanaan Pendidikan Agama Islam, baik yang bersifat internal maupun eksternal, berasal dari sifat bidang studi PAI itu sendiri yang banyak menyentuh aspek-aspek metafisika dan bersifat abstrak, atau menyangkut hal-hal yang bersifat supra rasional. Sedangkan kesulitan eksternal berasal dari luar bidang studi PAI itu sendiri, antara lain menyangkut dedikasi guru PAI mulai menurun, lebih bersifat transaksional dalam bekerja, orang tua di rumah kurang memperhatikan pendidikan agama anaknya, orientasi tindakan semakin materialis, orang semakin bersifat rasional, orang semakin bersifat individualis, kontrol sosial semakin melemah, dan lain-lain. Kesulitan eksternal tersebut pada dasarnya bersumber pada watak budaya Barat yang sudah betul-betul mengglobal.47 Untuk mengubah keadaan tersebut perlu perencanaan yang matang untuk menentukan metode-metode pembelajaran yang efektif diberbagai bidang ilmu,
46
Standar Isi Pendidikan Agama Islam Sekolah Menengah Pertama (SMP), PERMENDIKNAS NO. 22 TAHUN 2006 47 Muhaimin, Rekonstruksi Pendidikan Islam, (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), h. 57-58
27
khususnya pada mata pelajaran PAI. Guru pun dituntut lebih kreatif dan inovatif dalam menyusun strategi dan rencana pembelajaran di kelas. Salah satu metode yang dapat membangkitkan gairah belajar siswa di kelas yaitu melalui pembelajaran kooperatif. Karena pembelajaran kooperatif membawa siswa kepada pembelajaran yang aktif sehingga mampu mengembangkan kemampuannya dalam memecahkan masalah atas materi yang diberikan guru secara bekerja sama. Guru tidak lagi sebagai pusat belajar, akan tetapi siswa lah yang menjadi pusat belajar sehingga masing-masing siswa dapat mengerti dan memahami materi pelajaran secara utuh sehingga diingat dalam jangka waktu yang lama dan dapat diimplementasikan dalam kehidupan siswa sehari-hari. Begitu pentingnya suatu penggunaan strategi dalam proses pembelajaran, maka sebagai guru harus benar-benar memikirkan suatu strategi pembelajaran yang tepat agar esensi dari materi ajar dapat dimengerti dan dipahami oleh seluruh siswa. Dengan begitu, indikator-indikator pembelajaran yang diinginkan dapat tercapai sehingga tercapai pula tujuan pendidikan yang diharapkan.
28
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian Lokasi penelitian bertempat di SMP Islam Al-Azhar 4 Kemandoran. Beralamat di jalan Kemandoran 1 No. 41, Palmerah Barat kelurahan Grogol Utara Kecamatan Kebayoran Lama Jakarta-Selatan. Waktu penelitian berlangsung pada bulan Januari - Februari 2011.
B. Populasi dan Sampel Dalam penelitian ini yang menjadi populasi target adalah seluruh siswa SMP Islam Al-Azhar 4. Adapun populasi terjangkaunya adalah seluruh siswa kelas VIII yang berjumlah 120 orang. Sedangkan sampel dalam penelitian ini yaitu kelas VIII-B sebanyak 31 orang dan sampel diambil dengan teknik Purposive Sampling yaitu metode penetapan sampel dengan didasarkan pada ciri-ciri, sifat-sifat, atau kriteria-kriteria tertentu untuk memberi informasi secara maksimal tentang suatu masalah.1 Alasan pengambilan sampel ini karena kelas VIII-B merupakan kelas bilingual atau bisa dikatakan sebagai kelas unggulan guna mempermudah dalam proses penelitian.
1
Nuraida & Halid Al-kaf, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Ciputat: Islamic Research Publishing, 2009), h.91
29
C. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian skripsi ini yaitu metode survei. Penelitian survei ini meneliti tentang kelompok besar melalui penelitian langsung dari subjek. Metode survei ini melibatkan pengukuran banyak orang dan biasanya menggunakan angket dan wawancara, biasanya meneliti tentang sikap.2 Adapun penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Poerwandari menyatakan bahwa dalam penelitian kualitatif sampel tidak diambil secara acak tetapi justru dipilih mengikuti kriteria tertentu.3 Bogdan dan Taylor (1975: 5) mendefinisikan “metodologi kualitatif” sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.4 Adapun teknik penulisan skripsi ini, penulis mengacu pada buku pedoman penulisan karya ilmiah yang diterbitkan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2007.
D. Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data merupakan proses pengadaan data untuk keperluan suatu penelitian yang merupakan langkah penting dalam metode ilmiah. Oleh karena itu pengumpulan
data
mutlak
diperlukan
dalam
suatu
penelitian.
Teknik
pengumpulan data yang digunakan penulis dalam penelitian ini meliputi: 1.
Observasi, yaitu pengamatan dan pencatatan yang sistematis terhadap gejala-gejala yang diteliti. Observasi ini dilakukan untuk mengamati keadaan pada proses kegiatan belajar mengajar di kelas terkait dengan pengamatan pembelajaran kooperatif.
2
Zikri Neni Iska, Psikologi Pengantar Pemahaman Diri & lingkungan, (Jakarta: Kizi Brother’s, 2006), cet. I, h. 37 3 Poerwandari, E.K., Penelitian Kualitatif untuk Penelitian Perilaku Manusia, (Jakarta: LPSP3 Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2005), h. 102 4 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2000), h. 3
30
2.
Wawancara, yaitu tanya jawab lisan antara dua orang atau lebih secara langsung. Pada penelitian ini penulis mengadakan wawancara dengan guru dan empat orang siswa guna mendapatkan informasi secara langsung.
3.
Dokumentasi, yaitu pengambilan data yang diperoleh melalui dokumendokumen.
E. Instrumen Penelitian Instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur fenomena alam atau sosial yang diamati. Adapun instrumen penelitian yang akan digunakan untuk memperoleh data mengenai implementasi strategi pembelajaran kooperatif pada mata pelajaran pendidikan agama Islam kali ini dibuat dalam bentuk form penelitian dan wawancara. Form penelitian diisi oleh penulis untuk mengamati segala aspek dalam kegiatan pembelajaran guna menjawab pertanyaan penelitian. Kemudian instrumen non test dalam bentuk wawancara diperuntukkan kepada guru bidang studi Pendidikan Agama Islam dan beberapa siswa, yang juga dipergunakan
untuk
mendapatkan
informasi
secara
langsung
mengenai
implementasi strategi pembelajaran kooperatif pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam di sekolah tersebut.
F. Teknik Analisis Data Penulis melakukan teknik analisis data dengan langkah-langkah sebagai berikut. Pertama, data pendukung dan data utama ditranskripkan. Kemudian, transkrip yang diperoleh dari hasil wawancara diseleksi dan disederhanakan dengan menggunakan kategorisasi atau pengkodingan agar mempermudah proses pengklasifikasian.
Selanjutnya
hasil
kategorisasi
tadi
dideskripsikan,
diterjemahkan dan dianalisa untuk memperoleh jawaban dari pertanyaan penelitian. Terakhir, berdasarkan hasil analisis data maka dirumuskan bahwa strategi pembelajaran kooperatif pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam dapat memberikan hasil yang efektif dalam kegiatan pembelajaran.
31
G. Triangulasi Data Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Teknik triangulasi yang paling banyak digunakan ialah pemeriksaan melalui sumber lainnya.5 Pada penelitian ini, penulis membandingkan data yang diperoleh dari observasi dengan hasil wawancara beberapa siswa dan guru dalam rangka membantu peneliti dalam meningkatkan derajat kepercayaan data yang diperoleh. Melalui pengecekan tersebut ternyata data yang diperoleh penulis terdapat banyak persamaan dengan pernyataan beberapa sumber yang diwawancarai.
5
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian…, h. 178
32
BAB IV HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum SMP Islam Al-Azhar 4 Kemandoran 1.
Sejarah Berdirinya SMP Islam Al-Azhar 4 SMP Islam al-azhar beralamat di jalan Kemandoran 1 No. 41, Palmerah Barat
kelurahan Grogol Utara Kecamatan Kebayoran Lama Jakarta-Selatan. Status sekolah, swasta dengan jenjang akreditasi (disamakan/ A). Nama yayasan atau pengelola SMP Islam Al-Azhar 4 ini yaitu Yayasan Ar-Ridho. Di lokasi sekolah ini juga terdapat TK/ SD/ SMP yang dikelola oleh Yayasan Ar-Ridho. 2.
Visi dan Misi Sekolah a. Visi (1) Kokoh dalam Aqidah Islam 1.1. Menjunjung kejujuran 1.2. Melaksanakan ibadah sesuai dengan ajaran Islam 1.3. Menjaga kehormatan diri dengan berbusana Islami (2) Luhur Perilaku 2.1. Membiasakan mengucapkan salam dan bersalaman 2.2. Menghargai dan melaksanakan tugas yang diembannya 2.3. Saling hormat menghormati 2.4. Senyum dan ramah untuk semua 2.5. Selalu berpenampilan yang menyenangkan
33
(3) Peningkatan Prestasi yang Berkesinambungan 3.1. Peningkatan nilai UN dari tahun sebelumnya 3.2. Peningkatan prestasi dalam setiap perlombaan baik akademik maupun non akademik 3.3. Menumbuhkan jati diri sebagai generasi muda Islam dengan segala kelebihannya. b. Misi (1) Efektivitas dalam kegiatan belajar, dengan mempertimbangkan kemampuan murid sehingga dapat meningkatkan prestasinya. (2) Menciptakan kondisi untuk selalu meningkatkan kemampuan murid. (3) Memberikan kesempatan yang seluas-luasnya bagi murid untuk mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya. (4) Selalu berpedoman pada ajaran Islam dengan segala ucapan dan perbuatan dengan menjunjung nilai-nilai luhur budaya bangsa. (5) Saling menghargai dengan bekerja sama seluruh elemen sekolah, murid, guru, jam’iyyah dan elemen lainnya. 3.
Ketenagaan
Tabel 4.1 Jumlah Guru SMP Islam Al-Azhar 4 Pendidikan Terakhir S2 S1 D3 SMA Jml Guru Jml Non Guru 4.
Guru YPI
Guru DPK
Guru DEF
Guru Honorer
Guru YAR
Jml Guru
Jml Non Guru
4
1
11
5
2
23
1 2
4
1
11
5
2
23 3
Sarana dan Prasarana Sarana dan prasarana yang terdapat di SMP Islam Al-Azhar 4 Kemandoran
adalah ruang belajar (dilengkapi dengan Laptop, LCD, Microphone, dan
34
Soundsystem/ Speaker), Laboratorium komputer, Laboratorium IPA, Masjid sekolah, perpustakaan sekoah, ruang OSIS, ruang BK, dan lapangan basket/ bola.
B. Deskripsi Data Berdasarkan penelitian melalui observasi yang dilakukan oleh penulis, didapati bahwa metode pembelajaran kooperatif yang digunakan yaitu jigsaw. Sebelum menguraikan hasil observasi dan wawancara, terlebih dahulu penulis akan menjelaskan secara singkat mengenai metode jigsaw. Metode jigsaw dikembangkan oleh Elliot Aronson dan kawan-kawannya dari universitas Texas dan kemudian diadaptasi oleh Slavin dan kawan-kawannya. Melalui metode jigsaw kelas dibagi menjadi beberapa tim yang anggotanya terdiri dari 5 atau 6 siswa dengan karakteristik yang heterogen. Bahan akademik disajikan kepada siswa dalam bentuk teks; dan tiap siswa bertanggung jawab untuk mempelajari suatu bagian dari bahan akademik tersebut. Para anggota dari berbagai tim yang berbeda memiliki tanggung jawab untuk mempelajari suatu bagian akademik yang sama dan selanjutnya berkumpul untuk saling membantu mengkaji bagian bahan tersebut. Kumpulan siswa semacam itu disebut “kelompok pakar” (expert group). Selanjutnya, para siswa yang berbeda dalam kelompok pakar kembali ke kelompok semula (home teams) untuk mengajar anggota lain mengenai materi yang telah dipelajari dalam kelompok pakar. Setelah diadakan pertemuan dan diskusi dalam “home teams”, para siswa dievaluasi secara individual mengenai bahan yang telah dipelajari. Dalam metode jigsaw versi Slavin, penskoran dilakukan seperti dalam metode STAD. Individu atau tim yang memperoleh skor tinggi diberi penghargaan oleh guru.1 Selanjutnya, untuk memudahkan dalam menjawab pertanyaan major mengenai “Bagaimanakah implementasi strategi pembelajaran kooperatif pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam di SMP Islam Al-Azhar 4?”, penulis akan menjelaskan terlebih dahulu Minor Research Questions pada penelitian ini, yaitu sebagai berikut. 1
Nurhadi dkk., Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning/ CTL) dan Penerapannya dalam KBK, (Malang: Universitas Negeri Malang, 2004), h. 65
35
1.
Hasil Observasi Perencanaan Tertulis (RPP) Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) mutlak diperlukan dalam setiap
kegiatan pembelajaran guna mengontrol hal-hal apa saja yang ingin dicapai dan dilaksanakan pada proses pembelajaran tersebut. Dalam pembuatan RPP guru juga mempertimbangkan dari segi karakteristik siswa guna mencapai tujuan yang diinginkan. Berikut adalah pernyataannya. “Yang pertama, karakteristik dari anak-anak, kemampuan dari anak-anak juga, kemudian dari media yang dipakai, juga dari fasilitas yang ada”. Perencanaan pendidikan seharusnya dipandang sebagai suatu alat yang dapat membantu para pengelola pendidikan untuk menjadi lebih berdaya guna dalam melaksanakan tugas dan fungsinya. Perencanaan dapat menolong pencapaian suatu target atau sasaran secara lebih ekonomis, tepat waktu dan membari peluang untuk lebih mudah dikontrol dan dimonitor dalam pelaksanaannya. Karena itu perencanaan sebagai unsur dan langkah pertama dalam fungsi pengelolaan pada umumnya menempati posisi yang amat penting dan amat menentukan.2 Hasil pengamatan yang dilakukan oleh penulis mengenai RPP yang dibuat dan dijalankan oleh guru secara umum sudah cukup baik dan sudah mengacu pada indikator-indikator yang diinginkan. Adapun aspek penilaian yang diteliti oleh penulis yaitu mengenai; pengembangan indikator, pengembangan materi, pemilihan metode, pengembangan skenario, pemilihan media/ alat bantu, dan pemilihan alat evaluasi. 1.1 Pengembangan Indikator Indikator merupakan penanda pencapaian kompetensi dasar yang ditandai oleh perubahan perilaku yang dapat diukur yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Untuk memperoleh hasil belajar yang berkualitas, harus dirancang proses pembelajaran yang berkualitas dengan memperhatikan tingkat berpikir yang akan dipelajari dan dilatihkan.
2
II, h. 4
Jusuf Enoch, Dasar-dasar Perencanaan Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), cet.
36
Rancangan proses pembelajaran yang baik adalah rancangan pembelajaran yang menggunakan indikator kegiatan belajar sebagai rambu-rambu dalam pencapaian hasil. Indikator yang dirumuskan secara baik dapat digunakan untuk mendeteksi sejauh mana hasil belajar dapat dicapai.3 Dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), suatu pengembangan indikator sangat lah diperlukan, karena indikator tersebut sebagai alat ukur berhasil atau tidaknya kegiatan belajar mengajar. Pengembangan indikator yang dibuat guru sudah sesuai dengan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar serta karakteristik siswa. Materi ajar yang membahas tentang infaq dan macam-macamnya seperti, waqaf, hadiah, shadaqah dan wasiat sudah tidak asing lagi di kehidupan sehari-hari siswa. Indikator yang ingin dicapai pada pembelajaran ini yaitu agar siswa dapat memahami
dan
mengamalkannya
dalam
kehidupan
sehari-hari.
Pengembangan indikator juga memperhatikan aspek kognitif, afektif dan psikomotorik siswa. Pada pembahasan mengenai infak indikator-indikator yang dibuat oleh guru mendorong ranah kognitif dan afektif siswa, terlihat siswa mampu menjelaskan dan memahami materi ajar serta saling berbagi pengetahuan yang dimilikinya dengan cara berdiskusi kelompok. Kemudian indikator yang mengarah pada ranah psikomotorik yaitu adanya kerja sama tim/ kelompok yang saling berinteraksi dan bertanggung jawab dalam menyelesaikan suatu tugas yang diberikan kemudian mereka mampu mempresentasikan hasil yang telah didiskusikannya di depan kelas. Setelah seluruh siswa melalui rangkaian proses pembelajaran tersebut diharapkan siswa mampu menerapkan dan mempraktikkan apa yang telah dipelajarinya di dalam kehidupan sehari-hari. 1.2 Pengembangan Materi Materi pelajaran yang dikembangkan oleh guru di dalam RPP maupun dalam penyampaiannya kepada anak didik yaitu bersumber dari buku paket
3
Radno Harsanto, Pengelolaan Kelas yang Dinamis, (Yogyakarta: Kanisius, 2007), h. 94
37
yang dibuat dan diterbitkan oleh pihak sekolah, Al-Qur’an terjemah, dan beberapa buku agama pendukung. Pengembangan materi sudah sesuai dengan indikator dan relevan dengan kebutuhan siswa karena materi infaq berhubungan dengan kehidupan sehari-hari siswa. Guru mengembangkan materi ajar dengan cerita-cerita ilustrasi dan pengetahuan yang dimilikinya agar suasana pembelajaran dapat bejalan dengan baik. 1.3 Pemilihan Metode Pemilihan metode pembelajaran sudah sesuai dengan indikator dan materi ajar. Karena pembelajaran kali ini menuntut siswa agar mandiri dan aktif dalam berdiskusi serta mengerjakan tugas-tugas yang diberikan guru dalam tiap-tiap kelompok. Metode yang diterapkan sesuai dengan setting ruang kelas karena pembelajaran model jigsaw membutuhkan ruangan yang cukup luas untuk bergerak dan bertukar tempat. Pembelajaran tersebut diadakan di aula dengan pertimbangan agar proses pembelajaran berjalan sesuai rencana dan juga untuk mencari suasana baru. Penggunaan atau pemilihan suatu metode yang diterapkan guru dalam pembelajaran disesuaikan dengan karakteristik siswa dari segi kemampuan berpikir dan daya tangkap siswa terhadap suatu pelajaran. Hal tersebut terungkap dari pernyataan guru Pendidikan Agama Islam, yaitu sebagai berikut. “Yang lebih banyak sekali lagi sesuai dengan kelasnya. Kalau kelas bilingual itu lebih banyak kelompok dan diskusi. Kalau kelas reguler lebih banyak ceramah dari pada diskusi”. Berdasarkan pernyataan di atas, terdapat berbedaan dalam pemilihan metode antara kelas bilingual dan kelas reguler. Pada penelitian ini penulis mengambil sampel pada kelas VIII-B, dalam hal ini yaitu kelas bilingual. Kelas bilingual merupakan kelas unggulan karena kelas ini lebih unggul dalam bidang prestasi/akademik dibandingkan dengan kelas reguler.
38
1.4 Pengembangan Skenario Skenario pembelajaran yang dibuat guru tidak dijelaskan secara rinci di dalam RPP akan tetapi dalam pengaplikasiannya sudah sesuai dengan langkah-langkah model pembelajaran jigsaw, yaitu dengan cara membagi siswa dalam beberapa kelompok yang terdiri 4-5 orang dalam tiap kelompok, kemudian materi pelajaran diberikan kepada siswa dalam bentuk teks atau buku pelajaran yang telah dibagi-bagi menjadi beberapa sub bab, setiap anggota kelompok membaca sub bab yang ditugaskan dan bertanggung jawab untuk mempelajarinya (kelompok asal), selanjutnya anggota dari kelompok lain yang telah mempelajari sub bab yang sama bertemu dalam kelompokkelompok ahli untuk mendiskusikannya guna mencari informasi yang lebih dalam (kelompok ahli), kemudian Para ahli kembali ke dalam kelompok asal masing-masing untuk mengajari topik-topik mereka kepada teman satu timnya, Pada pertemuan dan diskusi kelompok asal, siswa-siswa dikenai tagihan berupa kuis individu ataupun presentasi kelompok. Seperti itu lah gambaran umum dari skenario pembelajaran model jigsaw yang dilakukan oleh guru di dalam aula bersama siswa-siswinya. 1.5 Pemilihan Media/ Alat Bantu Media atau alat bantu yang digunakan guru dalam pembelajaran kooperatif kali ini menggunakan microphone dan soundsystem agar perhatian siswa dalam belajar menjadi fokus serta apa-apa yang dijelaskan guru dapat diperhatikan
dengan
baik.
Pemilihan
media
dalam
suatu
rencana
pembelajaran harus dipikirkan secara baik dan tepat guna, sebab media mempunyai peran penting yaitu sebagai alat bantu dalam tercapainya suatu pembelajaran yang diinginkan. Media pembelajaran yang dipilih guru sudah cukup membantu dalam proses pembelajaran. Dengan menggunakan pengeras suara (micro phone), siswa terlihat menyimak segala sesuatu yang disampaikan oleh guru. Apabila tidak ada pengeras suara di dalam ruang belajar yang begitu luas dalam hal ini menggunakan aula, maka dalam penyampaian materi atau pun hal-hal yang
39
berkenaan dengan langkah-langkah pembelajaran yang disampaikan guru akan terjadi miss communication terhadap para pendengarnya, maka pembelajaran akan menjadi tidak efektif. Oleh karena itu, media/ alat bantu cukup berperan dalam mendukung jalannya pembelajaran. 1.6 Pemilihan Alat Evaluasi Inti pokok kegiatan evaluasi adalah upaya untuk mengetahui sejauh mana proses pembelajaran telah mencapai sasaran. Kegiatan evaluasi berorientasi pada kegiatan mengukur dan menilai sejauh mana program pembelajaran sudah tercapai. Kegiatan evaluasi yang dirancang secara sistematis dan komprehensif akan memberi gambaran sejauh mana proses pembelajaran memberi hasil belajar pada diri siswa. Oleh karena itu, perlu dirancang alat evaluasi proses pembelajaran yang valid, mendidik, berorientasi pada kompetensi, adil, terbuka, berkesinambungan, menyeluruh, dan bermakna.4 Alat evaluasi yang ditetapkan guru di dalam RPP berupa soal-soal pertanyaan berbentuk pilihan ganda, isian, dan essai untuk mengetes kemampuan siswa dalam menguasai dan memahami materi pelajaran yang telah dibahas. Adapun teknik penilaian pada saat pembelajaran berlangsung yaitu berupa penilaian kinerja/ performansi perkelompok yang masingmasing kelompok mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya di depan anggota kelompok yang lain. Pemilihan alat evaluasi sudah tepat, karena dalam mengevaluasi masingmasing siswa yang menggunakan pembelajaran kooperatif tidak hanya dapat dinilai dengan hasil kerja berupa tes tertulis saja. Akan tetapi lebih mengutamakan penilaian kerja kelompok, keikutsertaan atau tanggung jawab siswa dalam menyelesaikan tugas kelompok, dan yang lebih utama yaitu penilaian individu dari masing-masing anggota kelompok. Berdasarkan penjabaran di atas dapat penulis simpulkan bahwa pembuatan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang dirancang oleh guru sudah cukup baik. Terlihat dari pemilihan metode pembelajaran, pengembangan indikator, 4
Radno Harsanto, Pengelolaan Kelas yang…, h. 168
40
skenario, dan materi serta media dan alat evaluasi pembelajaran yang disesuaikan dengan karakteristik siswa. Dengan demikian kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan akan sesuai dengan tujuan pembelajaran yang diinginkan. 2.
Hasil Observasi Proses Pembelajaran Kooperatif Hasil penelitian mengenai proses pembelajaran yang diamati secara langsung
oleh penulis, terdapat beberapa hal yang menjadi aspek penilaian dalam proses kegiatan pembelajaran yaitu aspek penilaian terhadap guru dan aspek penilaian terhadap siswa. Adapun aspek-aspek penilaian terhadap guru yaitu mengenai; keterampilan membuka pelajaran, kualitas penguasaan materi, kualitas penjelasan materi, penggunaan variasi dan teknik pembelajaran, kualitas variasi stimulus, keterampilan bertanya, penggunaan media/ alat bantu pembelajaran, keterampilan menutup pelajaran dan evaluasi pembelajaran. Di samping itu penulis juga meneliti aspek penilaian mengenai komunikasi pembelajaran efektif dan lingkungan pembelajaran yang menyenangkan. Sedangkan aspek-aspek penilaian mengenai tingkah laku siswa saat pembelajaran berlangsung yaitu seperti; antusias siswa, keaktifan siswa, inovasi siswa, dan kreativitas siswa. a. Aspek-aspek Penilaian terhadap Guru 1) Keterampilan Membuka Pelajaran Membuka pelajaran adalah kegiatan yang dilakukan oleh guru untuk menciptakan suasana siap mental dan menimbulkan perhatian siswa agar terpusat pada hal-hal yang akan dipelajari. Kalimat-kalimat awal yang diucapkan guru merupakan penentu keberhasilan jalannya seluruh pelajaran. Tercapainya tujuan pengajaran bergantung pada metode mengajar guru di awal pelajaran. Seluruh rencana dan persiapan sebelum mengajar dapat menjadi tidak berguna jika guru gagal dalam memperkenalkan pelajaran. Dalam tahap ini, yang perlu dilakukan terlebih dahulu adalah menetapkan sikap dan minat yang benar diantara anggota kelas. Pada saat memulai dan membuka pelajaran terlebih dahulu guru mengkondisikan kesiapan siswa. Pelajaran tidak akan dimulai jika siswa
41
masih berisik/ mengobrol. Karena setiap pergantian jam pelajaran di sekolah, masih banyak siswa yang keluar masuk kelas dengan alasan ke toilet ataupun keperluan yang lainnya, karena hal tersebut guru tidak akan memulai pembelajaran selama siswa dalam keadaan tidak siap untuk belajar. Selain itu, guru pun mengkondisikan kasiapan kelas dengan mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan selama pembelajaran berlangsung,
seperti
memasang
pengeras
suara
(microphone),
mempersiapkan laptop atau pun media yang lainnya, serta memerintahkan siswa agar duduk yang tertib dan teratur. Sebelum masuk pada kegiatan inti dalam proses pembelajaran guru menjelaskan secara umum tentang materi yang akan dibahas, guna membangkitkan rasa ingin tahu siswa mengenai materi yang akan dipelajari. Guru pun menyampaikan tujuan/ indikator kepada siswa agar siswa mempunyai peran penting dalam kegiatan pembelajaran tersebut. 2) Kualitas Penguasaan Materi Materi ajar merupakan salah satu komponen penting di dalam suatu kurikulum pendidikan yang berisi pembahasan-pembahasan mengenai apa yang akan dipelajari dalam suatu proses pembelajaran antara guru dan siswa. Seorang guru harus menguasai materi yang akan diajarkan kepada anak didik dengan berbagai pengalaman dan pengetahuan yang dimilikinya agar proses pembelajaran berjalan dengan baik dan mencapai tujuan yang diinginkan. Berdasarkan hasil pengamatan yang diperoleh saat guru menjelaskan materi pelajaran, guru mengusai materi ajar dengan baik. Pada saat menjelaskan materi ajar, guru menghubungkan materi itu dengan pengetahuan yang relevan dalam kehidupan sehari-hari siswa sehingga para siswa mudah memahaminya dengan baik. Guru pun menggunakan dalil yang sesuai dengan materi yang sedang diajarkannya sebagai penguat dari materi itu.
42
3) Kualitas Penjelasan Materi Penggunaan bahasa yang diucapkan guru saat menjelaskan materi sudah cukup jelas dan dimengerti oleh seluruh siswa. Dalam pembelajaran kooperatif guru berperan sebagai fasilitator serta mengawasi jalannya pembelajaran. Guru tidak banyak menjelaskan materi dari awal sampai akhir pembelajaran akan tetapi siswa lah yang diberi tugas untuk memahami materi secara utuh dan dapat menjelaskan hasil kerja kelompoknya di depan kelas. Pada saat guru menjelaskan materi kepada siswa dilengkapi dengan cerita-cerita ilustrasi agar siswa tertarik untuk berkomentar atau pun menanggapi cerita tersebut sehingga suasana pembelajaran menjadi hidup. 4) Penggunaan Variasi Metode Pembelajaran Metode adalah salah satu alat untuk mencapai tujuan. Dengan memanfaatkan metode secara akurat, guru akan mampu mencapai tujuan pembelajaran. Dalam mengajar, guru jarang sekali menggunakan satu metode, karena mereka menyadari bahwa semua metode ada kelebihan dan
kelemahannya.
Penggunaan
satu
metode
lebih
cenderung
menghasilkan kegiatan belajar mengajar yang membosankan bagi anak didik. Jalan pengajaran pun tampak kaku. Anak didik terlihat kurang bergairah belajar. Kejenuhan dan kemalasan menyelimuti kegiatan belajar anak didik. Kondisi seperti ini sangat tidak menguntungkan bagi guru dan anak didik. Guru mendapatkan kegagalan dalam penyampaian pesan-pesan keilmuan dan anak didik dirugikan. Ini berarti metode tidak dapat difungsikan oleh guru sebagai alat motivasi ekstrinsik dalam kegiatan belajar mengajar.5 Penggunaan variasi metode pembelajaran bertujuan agar suasana belajar tidak kaku atau monoton karena suatu variasi metode akan mempengaruhi terhadap hasil pembelajaran tersebut. Guru menggunakan pembelajaran kooperatif model jigsaw, karena model pembelajaran ini 5
Syaiful Bahri & Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2006), cet. III, h. 73
43
tidak hanya mengaktifkan siswa dalam belajar saja akan tetapi siswa pun ikut terlibat secara penuh dalam kegiatan pembelajaran tersebut. Dari
hasil
pengamatan
yang
didapat,
guru
cukup
terampil
menjalankan metode yang diterapkannya pada saat pembelajaran, dalam hal ini keterampilan menggunakan metode pembelajaran kooperatif model jigsaw. Metode yang diterapkan sesuai dengan tujuan pembelajaran yang mengaharapkan siswa mampu menjelaskan dan memahami meteri yang telah dibahas. Adapun penggunaan variasi pembelajaran sudah sesuai dengan setting ruang kelas, karena metode pembelajaran diterapkan di aula sekolah yang ruangannya itu cukup luas dibandingkan di kelas agar proses pembelajaran berjalan dengan baik. 5) Kualitas Variasi Stimulus Hasil pengamatan penulis mengenai kualitas variasi stimulus yang dilakukan oleh guru cukup baik, hal itu terlihat dari keaktifan guru saat memantau tiap-tiap kelompok. Guru menghampiri tiap kelompok yang berdiskusi guna melihat jalannya diskusi dan guru memberi arahan atau penjelasan apabila ada kelompok yang kurang mengerti mengenai tugas yang diberikan. Dalam mengajar guru tidak monoton, akan tetapi guru memperhatikan semua siswa, terlebih kepada siswa yang kurang memperhatikan pelajaran. 6) Keterampilan Bertanya Pertanyaan
yang diberikan guru kepada siswa sangat jelas
substansinya yaitu mengenai materi yang sedang dibahas. Guru tidak menyimpang dalam memberikan acuan pada pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan pada siswa. Pada saat sesi tanya jawab antara siswa dengan guru ataupun antara siswa dengan siswa lainnya, guru menuntun siswa dalam bertanya atau mengungkapkan pertanyaan agar pertanyaan tersebut dimengerti semua siswa. Pada saat guru melontarkan pertanyaan, guru memberi kesempatan berpikir kepada siswa untuk menjawab pertanyaan tersebut selama satu sampai dua menit.
44
Selanjutnya, guru memotivasi kepada semua kelompok kooperatif untuk mengembangkan ide dalam menjelaskan materi yang sedang didiskusikan bersama anggota kelompoknya masing-masing. Di akhir kegiatan diskusi kelompok, guru pun mempersilahkan perwakilan tiap kelompok untuk presentasi hasil yang telah didiskusikannya dan memberikan kesempatan bertanya bagi siswa yang ingin menanyakan hal yang tidak dipahami kepada kelompok yang mendapat giliran presentasi. Apabila ada siswa yang menjawab pertanyaan dengan sempurna mengenai hal yang dipertanyakan guru ataupun oleh siswa maka guru tersebut memberi sambutan yang baik berupa pujian ataupun tepuk tangan. 7) Penggunaan Media atau Alat Bantu Pembelajaran Media atau alat bantu yang digunakan berupa pengeras suara (microphone), guru pun terampil dalam menggunakan media yang telah disiapkan. Media yang digunakan kurang menampilkan pesan yang menarik karena hanya menggunakan pengeras suara, tidak menambahkan media yang lain. 8) Keterampilan Menutup Pelajaran Menutup pelajaran adalah kegiatan yang dilakukan oleh guru untuk mengakhiri kegiatan inti suatu pelajaran dengan maksud agar siswa memperoleh gambaran yang utuh tentang pokok-pokok materi pelajaran yang dipelajari. Jangan akhiri pelajaran dengan tiba-tiba. Penutup harus dipertimbangkan dengan sebaik mungkin agar sesuai. Guru perlu merencanakan suatu penutup yang tidak tergesa-gesa dan juga dengan doa sekitar tiga sampai lima menit.6 Sebelum pembelajaran berakhir, guru dan siswa bersama-sama merangkum materi yang telah dibahas. Guru memberikan tindak lanjut kepada siswa untuk mempelajari kembali pelajaran yang telah dibahas karena akan diadakan kuis pada pertemuan berikutnya. Kemudian guru dan siswa merumuskan kata-kata kunci terkait dengan pokok bahasan agar
6
Clarence Benson, Teknik Mengajar…, h. 85
45
siswa
mudah
mengingat
kembali
mengenai
materi
yang
telah
dipelajarinya. 9) Evaluasi Pembelajaran Evaluasi merupakan kegiatan yang terencana untuk mengetahui keadaan sesuatu obyek dengan menggunakan instrument dan hasilnya dibandingkan dengan tolok ukur untuk memperoleh kesimpulan.7 Dengan kata lain, evaluasi merupakan suatu tindakan atau proses untuk menentukan nilai atau mengukur tingkat keberhasilan belajar siswa setelah mengikuti proses pembelajaran. Ketepatan alat evaluasi sudah sesuai dengan indikator pembelajaran, adapun alat evaluasi yang dibuat guru berupa tes dan non tes. Tes yang dimaksud yaitu berupa tes tertulis sedangkan non tes berupa penilaian langsung baik secara individu maupun kelompok pada saat siswa diskusi bersama
kelompoknya.
Evaluasi
pembelajaran
kooperatif
lebih
menekankan pada penilaian proses kerja kelompok dan individu dalam kegiatan pembelajaran. 10) Komunikasi Pembelajaran Efektif Kelompok kooperatif dibuat dengan karakteristik siswa yang berbedabeda yang bertujuan agar suasana pembelajaran menjadi hidup/ aktif. Guru menunjukkan pentingnya materi yang akan disampaikan karena apabila siswa tidak sungguh-sungguh dalam belajar, maka siswa tersebut tidak akan mengerti materi secara keseluruhan. Oleh karena itu siswa harus fokus pada pembelajaran ini. Disaat suasana monoton, guru menggunakan kelucuan yang menimbulkan tawa seisi ruangan agar siswa menjadi semangat kembali. Setelah semua perwakilan kelompok selesai presentasi, kemudian guru memberikan pertanyaan menggunakan kisah ilustrasi untuk menarik perhatian siswa. Siswa pun terlihat aktif menanggapi atau menjawab pertanyaan tersebut. Di samping itu, guru pun mengajukan pertanyaan kepada presentator apabila tidak ada lagi siswa yang bertanya, 7
M. Chabib Thoha, Teknik Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1996), cet. III, h.1
46
dimaksudkan agar merangsang siswa menyangkut subjek yang sedang dibahas. Pada saat siswa mampu mempresentasikan hasil diskusinya dengan baik, maka guru memuji anak didik dengan berkata “Ok, bagus sekali”. 11) Lingkungan Pembelajaran Menyenangkan Pihak guru dan sekolah menyediakan segala fasilitas belajar yang menyenangkan seperti Laptop, LCD, Microphone dan Sound System. Dinding-dinding kelas pun dihiasi dengan berbagai poster berwarna seperti kaligrafi, poster kartun Jepang , dan foto-foto pahlawan. Di akhir pembelajaran guru menyampaikan poin-poin penting berupa kata-kata untuk diperhatikan oleh seluruh siswa. Adapun tantangan dalam pembelajaran kali ini yaitu setiap perwakilan dari masing-masing kelompok harus tampil maksimal dalam mempresentasikan hasil diskusi di depan kelas yang diperhatikan oleh guru dan anggota kelompok yang lain. Lingkungan pembelajaran kooperatif terlihat menyenangkan, karena masing-masing siswa terlibat aktif dalam diskusi dan interaksi sesama kelompoknya. Tidak ada beban individu karena mereka bekerja bersamasama. Antar siswa satu sama lain saling bertukar pikiran dan saling membantu dalam menyelesaikan tugas yang diberikan serta mengeluarkan pendapatnya masing-masing. Hal tersebut juga dirasakan oleh guru bidang studi yang menyatakan sebagai berikut. “Sangat menyenangkan sekali, mereka lebih suka kalau potensi mereka juga digali dan mereka lebih banyak mengeluarkan pendapat”. Adapun pendapat
siswa mengenai
lingkungan
atau suasana
pembelajaran yang mereka rasakan selama proses pembelajaran berlangsung, berikut sebagaimana dituturkannya: “Cukup kondusif, enak untuk menyerap pelajaran (enjoy), Tempat duduknya tidak berdesakan dan leluasa untuk bergerak” (Ricky). “Baik-baik saja, belajarnya enak, duduknya tidak berdesakan dan suasana saat diskusi ramai” (Amalia).
47
b. Aspek-aspek Penilaian terhadap Siswa (Diperoleh melalui observasi dan wawancara) 1) Antusias Siswa Antusias siswa pada saat memulai pelajaran pendidikan agama Islam terlihat bersemangat. Di awal pembukaan pelajaran, siswa ada yang sudah siap mengikuti pelajaran dan masih ada beberapa siswa yang mengobrol dengan teman sebelahnya. Semua siswa cukup bersemangat untuk memulai pelajaran di kelas. Pada kegiatan awal pembelajaran siswa terlihat memperhatikan dan menyimak pembicaraan yang disampaikan guru. 2) Keaktifan Siswa Pada saat pembelajaran berlangsung tampak adanya dialog antara siswa dengan siswa maupun antara siswa dengan guru, karena sistem pembelajaran yang dilakukan secara berdiskusi (pembelajaran kooperatif), jadi semua siswa saling berinteraksi kepada teman satu kelompoknya. Sedangkan dialog dengan guru terlihat ketika siswa menanyakan sesuatu yang belum dimengerti, misalnya menanyakan bagaimana pembagian tugas di dalam kelompok. Dalam mengerjakan tugas kelompok, siswa hanya memanfaatkan buku paket yang dimilikinya untuk belajar. Siswa aktif memberikan pendapatnya setelah anggota kelompok lain selesai mempresentasikan hasil kerja kelompoknya. Kemudian siswa pun aktif berbuat untuk kelompoknya, hal itu terlihat pada saat kerja sama kelompok semua anggota kelompok ditugaskan untuk menguasai materinya masing-masing. “Iya, karena yang diskusi yang maju satu orang mewakili, berarti semua anggotanya itu memberi tahu apa yang dia pelajari” (Alya). “Aktif, soalnya kan kita ada waktu 30 menit untuk berdiskusi dan mempunyai pendapat yang berbeda-beda, jadi gimana caranya kita untuk saling menukar pendapat” (Ricky).
48
Siswa pun aktif mencari sumber dengan memahami materi yang telah ditugaskan melalui buku paket yang ada. Keaktifan siswa dalam berkompetisi antar siswa dengan cara menampilkan presentasi yang terbaik guna mendapatkan nilai yang terbaik pula untuk kelompoknya. Kerja kelompok menuntut siswa untuk terlibat penuh dalam memahami dan menguasai materi ajar secara berasama-sama. 3) Inovasi Siswa Rasa ingin tahu siswa muncul pada saat materi yang dibahas kurang dimengerti siswa. Oleh karena itu, mereka berdialog dan berinteraksi dengan sesama anggota kelompok. Dalam pembelajaran kooperatif, kerja sama dalam kelompok sangat diperlukan agar tugas yang diberikan menjadi mudah dan masing-masing individu tidak menanggung beban yang terlalu berat. Berikut adalah kutipan langsung dari beberapa siswa: “Tentu saja, soalnya diskusi kelompok, jadi satu orang ini tidak mungkin menghafal sendirian” (Alya). “Iya, untuk saling membantu kalau ada yang belum tahu” (Adam). Kemudian tiap perwakilan dalam kelompok banyak mengajukan pertanyaan pada kelompok lain yang sedang presentasi. Siswa tidak memunculkan ide baru mengenai materi yang dibahas, hanya saja siswa menjawab atau menanggapi pertanyaan dari anggota kelompok lain, semampu yang siswa pahami dan ketahui. 4) Kreativitas Siswa Adanya keterlibatan siswa secara intelektual dan emosional dalam pembelajaran karena masing-masing siswa dituntut untuk menguasai materi yang ditugaskannya. Selain itu, siswa didorong untuk menemukan sendiri konsep yang sedang dikaji melalui diskusi kelompok, karena dengan berdiskusi siswa dapat bertukar informasi mengenai materi yang sedang dipelajarinya. Dalam kelompok diskusi siswa diberi waktu yang
49
cukup untuk menyelesaikan tugas bersama, dengan kata lain siswa diberi kesempatan untuk bertanggung jawab dalam kelompoknya. 3.
Implementasi Strategi Pembelajaran Kooperatif pada Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam Untuk
mengetahui
sejauh
mana
keberhasilan
implementasi
strategi
pembelajaran kooperatif pada mata pelajaran pendidikan agama Islam, maka penulis menggunakan pengertian efektivitas yang dihubungkan dengan unsurunsur dasar dalam pembelajaran kooperatif. Sebelum menyimpulkan apakah strategi pembelajaran kooperatif yang diterapkan pada mata pelajaran pendidikan agama Islam itu efektif atau tidak, maka terlebih dahulu penulis akan menjelaskan pengertian efektivitas dan hubungannya dengan unsur-unsur dasar dalam pembelajaran kooperatif. Menurut J.S. Badudu, efektif diartikan (1) mempunyai efek, pengaruh atau akibat, (2) memberikan hasil yang memuaskan dan (3) memanfaatkan waktu dan cara dengan sebaik-baiknya: bekerja sangat menguntungkan.8 Efektivitas berkaitan dengan terlaksananya semua tugas pokok, tercapainya tujuan, terbentuknya kompetensi, ketepatan waktu, dan adanya partisipasi aktif dari anggota.9 Adapun mengenai unsur-unsur dasar pembelajaran kooperatif yang diperoleh dari beberapa buku sumber yaitu, antara lain: a. Saling Ketergantungan Positif Keberhasilan kelompok sangat tergantung pada usaha setiap anggotanya. Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara dengan beberapa orang siswa, diketahui bahwa dalam pembelajaran kooperatif yang menggunakan model jigsaw adanya saling ketergantungan yang positif antar sesama siswa dalam menyelesaikan tugas yang diberikan.
8
J.S. Badudu, Kamus Kata-kata Serapan dalam Bahasa Indonesia, (Jakarta: Kompas, 2003), cet. 1, h. 7 9 E. Mulyasa, Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan; Kemandirian Guru dan Kepala Sekolah, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), h. 173
50
“Iya, apabila salah satu anggota tidak bekerja maka yang lainnya harus mendorong mati-matian” (Alya). “Iya pasti. Karena yang diutamakan adalah kerja sama jadi saling membutuhkan satu sama lain, tidak mengandalkan teman yang pandai. Dan itu kerja sama satu tim jadi saling mengisi satu sama lain” (Ricky). b. Tanggung Jawab Perseorangan Pembelajaran kooperatif lebih mengutamakan pada kerja sama dalam kelompok. Jadi tiap siswa dalam kelompok tersebut memiliki tanggung jawab yang sama untuk menyelesaikan tugas yang diberikan guru. Berikut pernyataannya: “Punya, kan satu orang satu item jadi gimana caranya kita untuk saling berbagi pendapat dan pengetahuan. Kita juga harus menguasai tugas yang diberikan untuk mendapat nilai yang maksimal” (Ricky). “Iya sama, kan satu kelompok. Setiap anak berusaha menyelesaikan tugas yang diberikan” (Amalia). Cooperative Learning membuat persiapan dan menyusun tugas sedemikian rupa, sehingga masing-masing anggota kelompok harus melaksanakan tanggung jawabnya sendiri agar tugas selanjutnya dalam kelompok bisa dilaksanakan.10 c. Interaksi Tatap Muka Interaksi tatap muka menuntut para siswa dalam kelompok dapat saling bertatap muka sehingga mereka dapat melakukan dialog, tidak hanya dengan guru, tetapi juga dengan sesama siswa. Interaksi semacam itu memungkinkan para siswa dapat saling menjadi sumber belajar sehingga sumber belajar lebih bervariasi. Interaksi semacam itu sangat penting karena ada siswa yang merasa lebih mudah belajar dari sesamanya.11
10
Anita Lie, Cooperative Learning; Mempraktikkan Cooperative Learning Di Ruangruang Kelas, (Jakarta: PT. Grasindo, 2002), h. 32 11 Nurhadi dkk., Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning/ CTL) dan Penerapannya dalam KBK, (Malang: Universitas Negeri Malang, 2004), h. 61
51
“Iya, untuk saling membantu kalau ada yang belum tahu” (Adam). “Kalau berdialog, saat belajar saja. Kalau yang tidak penting, jarang berdialog” (Ricky). Diskusi kelompok mengajak siswa untuk saling berinteraksi antar sesama anggota kelompok. Untuk mendapatkan hasil yang maksimal diperlukan interaksi yang baik guna memecahkan serta menyelesaikan tugas yang diberikan. d. Akuntabilitas Individual Semua anggota dalam kelompok mempunyai peran yang sama untuk mengerjakan tugas yang diberikan. Walaupun belajar secara berkelompok, akan tetapi penilaian ditujukan untuk mengetahui penguasaan siswa terhadap materi pelajaran secara individual. Oleh karena itu, dalam pembelajaran kooperatif guru lebih menitikberatkan pada penilaian individu dari masingmasing anggota kelompok. e. Komunikasi Antar Anggota Keberhasilan suatu kelompok bergantung pada kesediaan para anggotanya untuk saling mendengarkan dan kemampuan mereka untuk mengutarakan pendapat mereka. Adapun jenis komunikasi dalam pembelajaran tersebut yaitu komunikasi multi arah. Artinya, adanya komunikasi antara guru dengan siswa dan antara siswa dengan siswa selama proses pembelajaran berlangsung. f. Evaluasi Proses Kelompok. Evaluasi
diadakan
setelah
siswa
menyelesaian
pelajaran.
Guru
mengevaluasi siswa secara berkelompok dan individu. Evaluasi tertulis berupa soal kuis yang diberikan kepada seluruh siswa guna mengukur kemampuan yang dimilikinya setelah mengikuti pelajaran. Hasil nilai yang didapat dari masing-masing individu juga dapat dimasukkan pada penilaian kelompok dengan membagi nilai rata-rata pada tiap kelompok tersebut.
52
Berdasarkan perolehan nilai kuis yang diadakan guru, diketahui bahwa kelas yang menerapkan strategi pembelajaran kooperatif ternyata memperoleh nilai rata-rata yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelas/ siswa yang tidak menerapkan pembelajaran kooperatif. Berikut adalah ungkapan siswa yang mencapai nilai tertinggi. “Alhamdulillah, iya memuaskan” (Ricky). Adapun bentuk penghargaan yang diberikan guru kepada kelompok yang mencapai nilai tertinggi yaitu berupa nilai 100 pada ulangan kedua. Berdasarkan hasil analisis di atas dapat penulis simpulkan bahwa penerapan atau penggunaan strategi pembelajaran kooperatif pada mata pelajaran pendidikan agama Islam di SMP Islam Al-Azhar 4 adalah efektif. Yakni adanya efek atau akibat, memberikan hasil yang memuaskan, terlaksananya semua tugas pokok, tercapainya tujuan, terbentuknya kompetensi, dan adanya partisipasi aktif dari anggota.
C. Interpretasi Data Setelah menganalisa temuan hasil penelitian, penulis mengedepankan empat persoalan dalam penelitian ini. Pertama mengenai Rencana Pelaksanaan Pembelajaran yang dibuat oleh guru dalam kegiatan pembelajaran. Berbagai hal yang tercakup dalam RPP seperti pengembangan indikator, pengembangan materi, pemilihan metode, media dan alat evaluasi pembelajaran sudah cukup baik dilaksanakan oleh guru pada saat memulai pembelajaran dari awal sampai berakhirnya jam pelajaran. Meskipun pada pengembangan skenario pembelajaran yang ditulis dalam RPP tidak secara rinci dijabarkan, hal tersebut tidak menjadikan guru gagal dalam menjalankan kegiatan pembelajarannya bersama siswa. Guru sudah terampil dalam menggunakan strategi pembelajaran kooperatif dalam hal ini penggunaan model jigsaw yang diterapkan guru pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam di sekolah. Kedua, suasana tempat pembelajaran saat jam pelajaran berlangsung cukup tenang dan sesekali ramai ketika di awal-awal pembelajaran. Tempat duduk untuk
53
belajar tiap siswa memiliki satu kursi dan meja. Dengan kata lain, tiap siswa duduk sendiri-sendiri pada tempat yang telah disediakan. Jumlah siswa pun tidak terlalu banyak sehingga cukup efektif dalam menjalankan pembelajaran. Pada saat penerapan pembelajaran kooperatif model jigsaw diadakan di aula, sebab dikelas ruangannya tidak memungkinkan untuk merubah-ubah tempat duduk menjadi beberapa bagian dan proses tersebut hanya menyita waktu. Oleh karena itu, pembelajaran diadakan di aula yang tertutup dan luas, guna mencari suasana baru agar siswa tidak bosan dan rencana pembelajaran dapat berjalan lancar. Di dalam aula tersebut tidak ada kursi maupun meja hanya terdapat papan tulis, dan pengeras suara. keadaan aula yang banyak terdapat ventilasi udara membuat suasana ruangan menjadi tidak terasa panas serta terhindar dari kebisingan di luar. Ketiga, mengenai proses pelaksanaan pembelajaran yang berlangsung pada saat menggunakan pembelajaran kooperatif. Penulis melihat bahwa proses pembelajaran yang dilakukan sudah cukup efektif dan bisa dikatakan berhasil. Hal tersebut terlihat dari penerapan model jigsaw yang dilakukan sudah sesuai dengan unsur-unsur dasar dalam pembelajaran kooperatif seperti, saling ketergantungan positif, tanggung jawab perseorangan, tatap muka, komunikasi antar anggota, dan evaluasi proses kelompok.12 Pada saat diskusi kelompok siswa tidak merasa terbebani dengan tugas yang diberikan karena mereka bekerja barsama-sama dan saling berinteraksi kepada anggota kelompoknya. Antar anggota kelompok saling membantu apabila ada anggota yang belum mengerti. Kelompok kooperatif mempunyai tanggung jawab yang sama dalam menyelesaikan tugas kelompok, karena kalau salah satu bersikap cuek terhadap tugas yang diberikan maka hal tersebut sangat mempengaruhi pada anggota kelompoknya. Dengan kata lain pembagian tugas yang diberikan pada masingmasing anggota kelompok harus dikuasai guna saling bertukar informasi mengenai materi yang ia pelajari agar semua materi dapat dipahamai secara utuh oleh semua anggota kelompok, akan tetapi kalau salah satu anggota kelompok tidak menguasai materi yang ditetapkan maka kelompok tersebut tidak akan 12
Anita Lie, Cooperative Learning; Mempraktikkan Cooperative Learning Di Ruangruang Kelas, (Jakarta: PT. Grasindo, 2002), h. 30
54
mengerti dan tidak mampu mempresentasikan tugas yang diberikan dengan baik sehingga hal itu berpengaruh juga pada perolehan nilai kelompok. Siswa terlihat enjoy dan fokus saat proses pembelajaran, walaupun guru tidak ikut terlibat secara penuh pada kegiatan pembelajaran khususnya pada saat diskusi kelompok akan tetapi siswa sudah memiliki tanggung jawab atas kelompoknya itu. Dengan pembelajaran kooperatif setiap siswa menjadi lebih aktif dan berani dalam berbicara ataupun mengungkapkan pendapat kepada teman satu kelompoknya. Karena Pembelajan kooperatif disusun dalam sebuah usaha untuk meningkatkan partisipasi siswa, memfasilitasi siswa dengan pengalaman sikap kepemimpinan dan membuat keputusan dalam kelompok, serta memberikan kesempatan pada siswa untuk berinteraksi dan belajar bersama-sama siswa yang berbeda latar belakangnya, jadi dalam pembelajaran kooperatif siswa berperan ganda yaitu sebagai siswa ataupun sebagai guru. Dengan berkerja secara kolaboratif untuk mencapai sebuah tujuan bersama, maka siswa akan mengembangkan keterampilan hubungan dengan sesama manusia yang akan sangat bermanfaat bagi kehidupan di luar sekolah.13 Keempat, mengenai kesan siswa setelah mengikuti pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI). Menurut yang penulis amati, pembelajaran kooperatif yang berlangsung di kelas sudah efektif. Hal tersebut diperkuat dengan ungkapan siswa setelah mengikuti pelajaran PAI. Mereka merasa senang dan lebih memahami materi pelajaran, serta mengetahui materi agama jadi lebih dekat kepada Allah SWT. Dan mereka bangga mendapatkan hasil yang terbaik. Tetapi ada siswa yang mengatakan senang dengan pembelajaran yang dilakukan dengan metode kooperatif meskipun agak sulit sedikit. Siswa beranggapan demikian sebab ia dihadapkan pada situasi yang tidak biasanya, karena metode pembelajaran yang dilakukan sebelumnya bersifat tradisional, jadi siswa lebih banyak menerima informasi atau ilmu dari sang guru, siswa tidak mempelajari dan memahami sendiri suatu materi pelajaran. Pada pembelajaran kooperatif siswa dibimbing agar mempunyai sikap kepemimpinan dan bertanggung jawab penuh atas apa yang 13
Trianto, Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik, (Jakarta:Prestasi Pustaka, 2007), h. 42
55
ditugaskan oleh guru agar tujuan pendidikan yang diharapkan dapat tercapai dengan baik.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang dianalisis pada bab sebelumnya, maka kesimpulan ini merupakan jawaban dalam menjawab pertanyaan penelitian yang tercantum pada Bab I, yaitu; (1) Perencanaan dalam mempersiapkan kegiatan pembelajaran; (2) Pelaksanaan proses pembelajaran yang diterapkan oleh guru di sekolah; (3) Hasil akhir dari kegiatan pembelajaran dengan menggunakan strategi pembelajaran kooperatif. Berikut ini akan dijabarkan kesimpulan dari hasil penelitian yang penulis peroleh melalui data-data observasi dan wawancara. 1.
Perencanaan dalam mempersiapkan kegiatan pembelajaran Perencanaan berupa RPP yang dibuat oleh guru sudah cukup baik, karena
indikator-indikator dan semua aspek yang ada di dalam RPP sudah terlaksana menurut rencana yang diinginkan. Pemilihan metode maupun media pembelajaran disesuaikan dengan materi ajar. Pembuatan RPP juga memperhatikan karakteristik siswa yang beraneka ragam, karena siswa memiliki kemampuan tinggi sedang dan rendah. Meskipun skenario pembelajaran tidak ditulis dengan lengkap dalam RPP, hal tersebut tidak menjadi hambatan dalam pelaksanaannya di kelas. Karena guru sudah terampil dalam menerapkan metode kooperatif dalam hal ini penerapan model jigsaw.
56
2.
Pelaksanaan proses pembelajaran yang diterapkan oleh guru di sekolah Hasil pengamatan mengenai pelaksanaan proses pembelajaran dengan
menggunakan pembelajaran kooperatif, sudah berjalan secara efektif. Pernyataan tersebut diperkuat oleh hasil wawancara beberapa siswa dan guru serta ditunjang pula dari hasil pengamatan secara langsung oleh penulis, menyatakan bahwa mereka sudah melakukan hal-hal yang menjadi unsur-unsur dasar dalam pembelajaran kooperatif. Seperti, saling ketergantungan positif antar sesama anggota
tim/
kelompok,
adanya
tanggung
jawab
perseorangan
dalam
menyelesaikan tugas yang diberikan, adanya interaksi atau tatap muka antar anggota, komunikasi antar anggota, dan evaluasi pembelajaran. Pada
proses
pembelajaran
tampak
adanya
pembelajaran
PAIKEM
(Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan). Hal itu tampak pada saat kegiatan inti dan kegiatan akhir pembelajaran. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada pembahasan di Bab IV. 3.
Hasil akhir dari kegiatan pembelajaran dengan menggunakan strategi pembelajaran kooperatif Hasil akhir secara keseluruhan dari kegiatan pembelajaran PAI yang
menggunakan strategi pembelajaran kooperatif dapat memberikan hasil yang memuaskan. Perolehan nilai kuis yang dikerjakan oleh siswa yang menggunakan pembelajaran kooperatif lebih tinggi dibandingkan dengan kelas
yang
menggunakan metode tradisional. Hal ini dapat dilihat pada daftar nilai kuis yang diadakan pada kelas sampel atau kelas eksperimen yaitu kelas VIII-B dan kelas kontrol yaitu kelas VIII-A, dengan nilai rata-rata kelas VIII-A sebesar 79,92. Sedangkan nilai rata-rata untuk kelas VIII-B yaitu sebesar 90,12. Siswa merasa senang dan enjoy setelah mengikuti pelajaran PAI dengan menggunakan pembelajaran kooperatif. Karena lebih memahami dan mengerti mengenai materi yang telah dibahas serta perolehan nilainya pun sangat memuaskan. Karena tujuan dari mengikuti pelajaran agama Islam agar peserta didik senantiasa dapat memahami ajaran Islam secara menyeluruh. Lalu
57
menghayati tujuan, yang pada akhirnya dapat mengamalkan serta menjadikan Islam sebagai pandangan hidup. Berdasarkan hasil analisa dari pengertian efektivitas dan unsur-unsur dasar dalam pembelajaran kooperatif yang telah dijelaskan dalam Bab IV, dengan demikian, maka dapat disimpulkan bahwa strategi pembelajaran kooperatif pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam di SMP Islam Al-Azhar 4 Kemandoran adalah efektif.
B. Saran 1.
Dalam membuat strategi pembelajaran, hendaknya guru memperhatikan variasi metode pembelajaran yang baik agar suasana pembelajaran di kelas menjadi nyaman dan disenangi siswa dengan demikian pembelajaran pun menjadi efektif. Salah satu strategi yang tepat digunakan dalam pembelajaran yaitu dengan menggunakan strategi pembelajaran kooperatif, karena pembelajaran kooperatif tidak hanya memunculkan keaktifan siswa saja akan tetapi masih banyak hal-hal yang dapat digali dari kemampuan siswa yang mencakup ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik.
2.
Kepada pihak sekolah agar dapat menanggulangi hambatan-hambatan yang ada dari segi sarana tempat belajar, agar tiap ruang kelas yang ada dapat dipergunakan secara fleksibel untuk kegiatan belajar mengajar dengan menggunakan pembelajaran kooperatif. Karena alokasi waktu belajar yang terbatas, maka hendaknya hambatan tersebut dapat teratasi agar pembelajaran yang dilakukan lebih optimal.
3.
Hasil penelitian ini dapat dijadikan rujukan bagi sekolah dan pihak-pihak yang terkait untuk melakukan pembenahan yang berkaitan dengan penggunaan strategi pembelajaran pada saat mengajar.
58
DAFTAR PUSTAKA
Arif, Armai, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, Jakarta: Ciputat Press, 2002. ______, Reformulasi Pendidikan Islam, Jakarta: CRSD PRESS, 2005. Arifin, Muzayyin, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 2009. Badudu, J.S., Kamus Kata-kata Serapan dalam Bahasa Indonesia, Jakarta: Kompas, 2003. Daradjat, Zakiah, Metodologi Pengajaran Agama Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1996. ______, Pendidikan Agama dalam Pembinaan Mental, Jakarta: Bulan Bintang, 1975. Daulay, Haidar Putra, Pendidikan Islam, Jakarta: Prenada Media, 2004. Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Bandunag: PT Syaamil Cipta Media. Djumransyah, Abdul Malik Karim Amrullah, Pendidikan Islam, Malang: UINMalang Press, 2007. Enoch, Jusuf, Dasar-dasar Perencanaan Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara, 1995. Etin Solihatin, Raharjo, Cooperative Learning Analisis Model Pembelajaran IPS, Jakarta: Bumi Aksara, 2007. Hall, Gene E., dkk., Mengajar dengan Senang, PT Indeks, 2008. Harsanto, Radno, Pengelolaan Kelas yang Dinamis, Yogyakarta: Kanisius, 2007. Hery Noer Aly, Munzier S., Watak Pendidikan Islam, Jakarta: Friska Agung Insani, 2008. Ibrahim, Muslimin, dkk., Pembelajaran Kooperatif, Surabaya: UNESA Press, 2001. Isjoni, Cooperative Learning, .Bandung: Alfabeta, 2010. _____, Saatnya Pendidikan Kita Bangkit, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007. 59
Isjoni dkk., Pembelajaran Visioner, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007. Lie, Anita, Cooperative Learning; Mempraktikkan Cooperative Learning Di Ruang-ruang Kelas, Jakarta: PT. Grasindo, 2002. Majid, Abdul, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2004. Martinis Yamin, Bansu I. Ansari, Taktik Mengembangkan Kemampuan Individual siswa, Jakarta: Gaung Persada Press, 2008. Moleong, Lexy J., Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2000. Mulyasa, E., Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan; Kemandirian Guru dan Kepala Sekolah, Jakarta: Bumi Aksara, 2009. Muslich, Masnur, KTSP; Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara, 2009. Nasution, S., Didaktik Asas-asas Mengajar, Jakarta: Bumi Aksara, 1995. Nizar, Samsul, Pengantar Dasar-dasar Pemikiran Pendidikan, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2001. Nuraida, Halid Al-kaf, Metodologi Penelitian Pendidikan, Ciputat: Islamic Research Publishing, 2009. Nurhadi dkk., Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning/ CTL) dan Penerapannya dalam KBK, Malang: Universitas Negeri Malang, 2004. Nur, Mohamad, Pembelajaran Kooperatif, Surabaya: LPMP, 2005. Pannen, Paulina, Konstruktivisme dalam Pembelajaran, Jakarta: Universitas Terbuka. Poerwadarmita, WJS., Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1999. Poerwandari, E.K., Penelitian Kualitatif untuk Penelitian Perilaku Manusia, Jakarta: LPSP3 Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2005. Slavin, Robert E., Cooperative Learning; Teori, Riset dan Praktik, Bandung: Nusa Media, 2010.
60
Standar Isi Pendidikan Agama Islam Sekolah Menengah Pertama (SMP), PERMENDIKNAS NO. 22 TAHUN 2006. Suprijono, Agus, Cooperative Learning; Teori dan Aplikasi PAIKEM, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009. Syah, Muhibbin, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1997. Syaiful Bahri, Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2006. Thoha, M. Chabib, Teknik Evaluasi Pendidikan, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1996. Tim Penyusun Kamus pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1988. Trianto, Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik, Jakarta:Prestasi Pustaka, 2007. Undang-undang dan Peraturan Pemerintah RI tentang Pendidikan, Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Islam, Departemen Agama, 2006. Zaini, Hisyam, dkk., Desain Pembelajaran di Perguruan Tinggi, Yogyakarta: CTSD IAIN Sunan Kalijaga, 2002.
.
61
FORM OBSERVASI PERENCANAAN TERTULIS (RPP) Hari/ Tanggal: Materi Pokok: NO
ASPEK PENILAIAN Pengembangan Indikator a.Kesesuaian dengan Kompetensi Dasar
b.Kesesuaian dengan karakteristik siswa
c. Pengembangan Kognitif 1 d. Pengembangan Afektif
e. Pengembangan Psikomotorik
Pengembangan Materi a. Kesesuaian dengan indikator
b. Relevan dengan kebutuhan siswa
2
c. Materi pelajaran mengandung segisegi etik
d. Materi pelajaran bersumber dari buku sumber yang baku
Pemilihan Metode a. Kesesuaian dengan indikator
b. Kesesuaian dengan materi 3 c. Kesesuaian dengan setting ruang kelas
HASIL PENGAMATAN
Pengembangan Skenario a. Kesesuaian dengan indikator
b. Kesesuaian dengan materi 4 c. Kesesuaian dengan metode
Pemilihan Media/ Alat Bantu a. Kesesuaian dengan indikator
b. Kesesuaian dengan materi
5
c. Kesesuaian dengan kondisi/ keterbatasan yang ada
d. Media jadi/ rancangan
Pemilihan Alat Evaluasi a. Kesesuaian dengan indikator
b. Kesesuaian dengan materi
c. Penilaian tertulis
d. Penilaian kinerja/ performansi 6 e. Penilaian produk
f. Penugasan/ proyek
g. Penilaian portofolio
FORM OBSERVASI PROSES PEMBELAJARAN I Hari/Tanggal: Materi Pokok: NO
ASPEK PENILAIAN Keterampilan Membuka Pelajaran a. Mengkondisikan kesiapan siswa b. Mengkondisikan kesiapan kelas
c. Apersepsi 1 d. Membangkitkan rasa ingin tahu siswa (motivasi)
e. Menyampaikan tujuan/ indikator yang ingin dicapai
Kualitas Penguasaan Materi a. Substansi materi
2
b. Hubungan dgn pengetahuan yg relevan atau kontekstual c. Menggunakan dalil, rumus atau generalisasi
Kualitas Penjelasan Materi a. Bahasa b. Sistematika 3 c. Penggunaan contoh/ilustrasi/media (pola induktif & deduktif) Penggunaan Variasi Metode dan Teknik Pembelajaran a. Menunjukkan keterampilan dalam menggunakannya
4
b. Kesesuaian dengan tujuan pembelajaran
c. Kesesuaian dengan setting ruang kelas
Kualitas Variasi Stimulus a. Gerak b. Suara 5
HASIL PENGAMATAN
c. Isyarat (gesture)
d. Gaya interaksi
e. Pemusatan perhatian
f. Pengalihan indera
Keterampilan Bertanya a. Kejelasan substansi pertanyaan b. Pemberian acuan
c. Teknik menuntun
d. Pemberian kesempatan berpikir 6 e. Pemindahan giliran (distribusi)
f. Mengembangkan ide
g. Sambutan dan antusias terhadap jawaban siswa
Penggunaan Media/ Alat Bantu Pembelajaran a. Menunjukkan keterampilan dalam menggunakannya b. Menampilkan pesan yang menarik 7 c. Kesesuaian dengan indikator dan bahan ajar
Keterampilan Menutup Pelajaran a. Merangkum kembali bahan pelajaran yang disampaikan b. Menyuruh siswa membuat ringkasan atau memberikan kegiatan tindak lanjut lainnya 8 c. Merumuskan kata-kata kunci (keyword) terkait dengan pokok bahasan
9
Evaluasi Pembelajaran • Ketepatan alat evaluasi dan kesesuain dengan indikator
FORM OBSERVASI PROSES PEMBELAJARAN II Hari/ Tanggal: Materi Pokok: No
Aspek yang Diamati Siswa Antusias a. Siswa dalam keadaan siap ketika memulai pelajaran b. Siswa bersemangat saat pelajaran akan dimulai
1 c. Siswa menyimak materi yang disampaikan guru Siswa Belajar secara Aktif a. Adanya dialog antara siswa dengan siswa b. Adanya dialog antara siswa dengan guru
c. Siswa memanfaatkan sumber-sumber belajar yang bervariasi d. Siswa aktif memberi pendapat 2
e. Siswa ikut aktif berbuat
f. Ikut aktif mencari sumber
g. Siswa berkompetisi antar siswa
h. Siswa terlibat penuh dalam pembelajaran
Siswa Melakukan Inovasi a. Siswa tampak memiliki sikap rasa ingin tahu
b. Siswa banyak mengajukan pertanyaan 3 c. Siswa mampu memunculkan ide yang baru
Siswa Melakukan Hal yang Kreatif a. Keterlibatan siswa secara intelektual dan emosional dalam pembelajaran
4
b. Siswa didorong untuk menemukan sendiri konsep yang sedang dikaji melalui observasi, diskusi atau percobaan c. Siswa diberi kesempatan untuk bertanggung jawab menyelesaikan tugas bersama
Ya
Tidak
Keterangan
Komunikasi Pembelajaran Efektif a. Guru mengenali karakteristik peserta didik
b. Guru menunjukkan pentingnya materi yang akan disampaikan
c. Guru menggunakan kelucuan atau entertainment
d. Guru menceritakan sebuah kisah ilustrasi 5
e. Guru membuat sebuah pernyataan yang ringkas dan tajam serta merangsang menyangkut subjek yang akan dibahas
f. Guru memuji anak didik
Lingkungan Pembelajaran Menyenangkan a. Menyediakan segala fasilitas belajar yang menyenangkan
b. Menghiasi dinding-dinding dengan berbagai poster berwarna
6
c. Menyugukan seluruh poin penting yang harus dipelajari dalam bentuk kata-kata, musik maupun gambar
d. Adanya variasi, kejutan, imajinasi dan tantangan dalam pembelajaran
PEDOMAN WAWANCARA (SISWA)
Nama Responden
:
Jabatan
:
Hari/ Tanggal Wawancara
:
Pokok Pembicaraan: 1. Bagaimana suasana tempat belajar selama jam pelajaran berlangsung? 2. Apakah setiap siswa ikut aktif memberikan pendapat saat belajar Pendidikan Agama Islam (PAI) di kelas? 3. Apakah dalam satu kelompok belajar siswa saling berinteraksi/ berdialog antar sesama anggota? 4. Apakah setiap siswa dalam kelompok memiliki tanggung jawab yang sama terhadap kelompoknya? 5. Apakah setiap anggota kelompok merasa dirinya saling membutuhkan dalam menyelesaikan suatu tugas? 6. Bagaimana bentuk penghargaan yang diberikan guru kepada kelompok yang mencapai nilai tertinggi? 7. Apakah pembelajaran PAI yang diajarkan oleh guru dapat memberikan hasil/ nilai yang memuaskan? 8. Bagaimana kesan kamu setelah mengikuti pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI)?
PEDOMAN WAWANCARA (GURU)
Nama Responden
:
Jabatan
:
Hari/ Tanggal Wawancara
:
Pokok Pembicaraan: 1. Apakah RPP itu dibuat setiap satu kali pertemuan atau untuk satu tahun ajaran? 2. Apa saja yang menjadi pertimbangan Bapak dalam pembuatan RPP? 3. Dalam proses pembelajaran, pendekatan/ strategi pembelajaran apa yang Bapak gunakan? 4. Metode apa yang sering Bapak gunakan dalam proses pembelajaran? 5. Terkait dengan penggunaan strategi kooperatif dalam proses pembelajaran, pada materi seperti apa yang sering Bapak gunakan? (yang dimaksud adalah karakteristik materi yang seperti apa) 6. Bagaimana pendapat Bapak terhadap penggunaan strategi pembelajaran kooperatif pada mata pelajaran PAI? 7. Apakah guru dan siswa merasa nyaman saat mengikuti pelajaran agama Islam? 8. Apakah
pembelajaran
PAI
dengan
menggunakan
strategi
kooperatif
itu
menyenangkan? 9. Apakah setiap kelompok kooperatif dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah? 10. Menurut Bapak apa hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan pembelajaran kooperatif pada mata pelajaran PAI? 11. Bagaimana cara Bapak dalam menanggulangi hambatan-hambatan dalam proses pembelajaran kooperatif? 12. Sejauh mana efektivitas strategi pembelajaran kooperatif pada mata pelajaran PAI bagi siswa-siswi SMP Islam Al-Azhar 4?
Hasil Wawancara dengan Siswa/ siswi SMP Islam Al-Azhar 4 Kemandoran Jakarta 1. Bagaimana suasana tempat belajar selama jam pelajaran berlangsung? Jawab: Lumayan tenang, tapi karena ada diskusi antar kelompok jadi sedikit berisik juga. Tempatnya tidak panas karena waktu diskusi di aula ruangannya terbuka. 2. Apakah setiap siswa ikut aktif memberikan pendapat saat belajar Pendidikan Agama Islam (PAI) di kelas? Jawab: Iya, karena yang diskusi yang maju satu orang mewakili, berarti semua anggotanya itu memberi tahu apa yang dia pelajari. 3. Apakah dalam satu kelompok belajar siswa saling berinteraksi/ berdialog antar sesama anggota? Jawab: Tentu saja, soalnya diskusi kelompok, jadi satu orang ini tidak mungkin menghafal sendirian. 4. Apakah setiap siswa dalam kelompok memiliki tanggung jawab yang sama terhadap kelompoknya? Jawab: Ada yah, karena ini yang maju satu orang, jadi ada yang tanggung jawabnya lebih besar. Tapi karena ini harus dibantu oleh keempat temannya ini, jadi kita harus bisa hapal dulu. 5. Apakah setiap anggota kelompok merasa dirinya saling membutuhkan dalam menyelesaikan suatu tugas? Jawab: Iya, apabila salah satu anggota tidak bekerja maka yang lainnya harus mendorong matimatian. Kalau tidak pemimpinnya itu tidak mengerti semua berarti nilainya bisa jelek. 6. Bagaimana bentuk penghargaan yang diberikan guru kepada kelompok yang mencapai nilai tertinggi? Jawab: Nilai 100 pada ulangan kedua. 7. Apakah pembelajaran PAI yang diajarkan oleh guru dapat memberikan hasil/ nilai yang memuaskan? Jawab: Kalau saya pribadi sih iya. 8. Bagaimana kesan kamu setelah mengikuti pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI)? Jawab: Saya seneng, tapi susah karena saya yang ditunjuk. Kerjasamanya bagus juara II sih. Jakarta, 25 Februari 2011 Interviewer
Santi
Siswi SMP Al-Azhar 4
Alya Nur Ibrahim
Hasil Wawancara dengan Siswa/ siswi SMP Islam Al-Azhar 4 Kemandoran Jakarta 1. Bagaimana suasana tempat belajar selama jam pelajaran berlangsung? Jawab: Suasana belajarnya kadang berisik kadang tidak. 2. Apakah setiap siswa ikut aktif memberikan pendapat saat belajar Pendidikan Agama Islam (PAI) di kelas? Jawab: Iya, jadi suasananya itu menjadi hidup. 3. Apakah dalam satu kelompok belajar siswa saling berinteraksi/ berdialog antar sesama anggota? Jawab: Iya, untuk saling membantu kalau ada yang belum tahu. 4. Apakah setiap siswa dalam kelompok memiliki tanggung jawab yang sama terhadap kelompoknya? Jawab: Iya, setiap anak memberikan pendapat dan ada yang mampu menguasai tugas ada yang tidak. Kalau ada yang tidak mampu menguasai tugas, dibantu. 5. Apakah setiap anggota kelompok merasa dirinya saling membutuhkan dalam menyelesaikan suatu tugas? Jawab: Iya, dan tidak mengandalkan teman yang lebih pandai. 6. Bagaimana bentuk penghargaan yang diberikan guru kepada kelompok yang mencapai nilai tertinggi? Jawab: Ulangan kedua tidak usah ikut langsung dapat nilai 100. 7. Apakah pembelajaran PAI yang diajarkan oleh guru dapat memberikan hasil/ nilai yang memuaskan? Jawab: Iya, jadi lebih tahu dan nilainya memuaskan. 8. Bagaimana kesan kamu setelah mengikuti pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI)? Jawab: Jadi lebih paham walaupun sulit sedikit.
Jakarta, 25 Februari 2011 Interviewer
Santi
Siswa SMP Al-Azhar 4
Adam Muftie
Hasil Wawancara dengan Siswa/ siswi SMP Islam Al-Azhar 4 Kemandoran Jakarta 1. Bagaimana suasana tempat belajar selama jam pelajaran berlangsung? Jawab: Cukup kondusif, enak untuk menyerap pelajaran (enjoy), nikmatin apa yang ada dipelajaran itu. Tempat duduknya tidak berdesakan dan leluasa untuk bergerak 2. Apakah setiap siswa ikut aktif memberikan pendapat saat belajar Pendidikan Agama Islam (PAI) di kelas? Jawab: Aktif, soalnya kan kita ada waktu 30 menit untuk berdiskusi dan mempunyai pendapat yang berbeda-beda jadi gimana caranya kita untuk saling menukar pendapat. 3. Apakah dalam satu kelompok belajar siswa saling berinteraksi/ berdialog antar sesama anggota? Jawab: Kalau berdialog, saat belajar saja. Kalau yang tidak penting, jarang berdialog. 4. Apakah setiap siswa dalam kelompok memiliki tanggung jawab yang sama terhadap kelompoknya? Jawab: Punya, kan satu orang satu item jadi gimana caranya kita untuk saling berbagi pendapat dan pengetahuan. Kita juga harus menguasai tugas yang diberikan untuk mendapat nilai yang maksimal. 5. Apakah setiap anggota kelompok merasa dirinya saling membutuhkan dalam menyelesaikan suatu tugas? Jawab: Iya pasti. Karena yang diutamakan adalah kerja sama jadi saling membutuhkan satu sama lain, tidak mengandalkan teman yang pandai. Dan itu kerja sama satu tim jadi saling mengisi satu sama lain. 6. Bagaimana bentuk penghargaan yang diberikan guru kepada kelompok yang mencapai nilai tertinggi? Jawab: Nilai ulangan berikutnya 100, tanpa ulangan. 7. Apakah pembelajaran PAI yang diajarkan oleh guru dapat memberikan hasil/ nilai yang memuaskan? Jawab: Alhamdulillah, iya. 8. Bagaimana kesan kamu setelah mengikuti pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI)? Jawab: (1) Mengetahui materi agama, lebih dekat kepada Allah SWT. (2) Kerja sama tim/ kelompok, gimana kita saling mengisi. (3) Senang atau bangga mendapatkan hasil yang terbaik. Jakarta, 25 Februari 2011 Interviewer
Santi
Siswa SMP Al-Azhar 4
Ricky
Hasil Wawancara dengan Siswa/ siswi SMP Islam Al-Azhar 4 Kemandoran Jakarta 1. Bagaimana suasana tempat belajar selama jam pelajaran berlangsung? Jawab: Baik-baik saja, belajarnya enak, duduknya tidak berdesakan dan suasana saat diskusi ramai. 2. Apakah setiap siswa ikut aktif memberikan pendapat saat belajar Pendidikan Agama Islam (PAI) di kelas? Jawab: Tidak semua aktif sih, ada beberapa yang diam terus juga ada beberapa yang aktif. 3. Apakah dalam satu kelompok belajar siswa saling berinteraksi/ berdialog antar sesama anggota? Jawab: Iya berdialog. 4. Apakah setiap siswa dalam kelompok memiliki tanggung jawab yang sama terhadap kelompoknya? Jawab: Iya sama, kan satu kelompok. Setiap anak berusaha menyelesaikan tugas yang diberikan. 5. Apakah setiap anggota kelompok merasa dirinya saling membutuhkan dalam menyelesaikan suatu tugas? Jawab: Iya membutuhkan. Kan manusia makhluk sosial. 6. Bagaimana bentuk penghargaan yang diberikan guru kepada kelompok yang mencapai nilai tertinggi? Jawab: Mendapat 100 di ulangan kedua tanpa ulangan. 7. Apakah pembelajaran PAI yang diajarkan oleh guru dapat memberikan hasil/ nilai yang memuaskan? Jawab: Iya memuaskan. 8. Bagaimana kesan kamu setelah mengikuti pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI)? Jawab: Baik-baik saja, pelajarannya menyenangkan dan mudah dipahami.
Jakarta, 25 Februari 2011 Interviewer
Santi
Siswi SMP Al-Azhar 4
Amalia Mabrina
Hasil Wawancara dengan Guru PAI SMP Islam Al-Azhar 4 Kemandoran Jakarta 1. Apakah RPP itu dibuat setiap satu kali pertemuan atau untuk satu tahun ajaran? Jawab: Untuk Pelajaran Agama ini baik kelas VII, VIII, IX saya buatnya dalam satu tahun pelajaran, tidak setiap kali pertemuan biar lebih praktis. 2. Apa saja yang menjadi pertimbangan Bapak dalam pembuatan RPP? Jawab: Yang pertama, karakteristik dari anak-anak, kemampuan dari anak-anak juga, kemudian dari media yang dipakai, juga dari fasilitas yang ada. 3. Dalam proses pembelajaran, pendekatan/ strategi pembelajaran apa yang Bapak gunakan? Jawab: Itu bervariasi. Kalau untuk kelas bilingual itu lebih banyak pendekatannya kepada diskusi karena kemampuan untuk kelas bilingual beda dengan kelas reguler. Tapi untuk kelas reguler lebih banyak ceramah dibandingkan dengan diskusi. 4. Metode apa yang sering Bapak gunakan dalam proses pembelajaran? Jawab: Yang lebih banyak sekali lagi sesuai dengan kelasnya. Kalau kelas bilingual itu lebih banyak kelompok dan diskusi. Kalau kelas reguler lebih banyak ceramah dari pada diskusi. 5. Terkait dengan penggunaan strategi kooperatif dalam proses pembelajaran, pada materi seperti apa yang sering Bapak gunakan? Jawab: Materi yang digunakan untuk strategi pembelajaran kooperatif, materi yang sub-nya itu banyak, seperti infaq kemarin itu ada beberapa sub yaitu shadaqah, wasiat, hibah, hadiah dan wakaf. Jadi kalau untuk materi yang kurang sub-nya lebih banyak menggunakan diskusi dari pada dengan cara jigsaw. 6. Bagaimana pendapat Bapak terhadap penggunaan strategi pembelajaran kooperatif pada mata pelajaran PAI? Jawab: Kelebihannya, lebih mengoptimalkan kemampuan siswa terutama dalam kerja kelompok. Kemudian dari segi negatifnya adalah dalam satu kali pertemuan itu tidak cukup. Dengan kata lain memerlukan waktu yang cukup banyak dibandingkan dengan metode caramah. 7. Apakah guru dan siswa merasa nyaman saat mengikuti pelajaran agama Islam? Jawab: Dari yang kemarin kita lakukan dengan metode jigsaw itu untuk saya pribadi sebagai pengajarnya merasa nyaman, kemudian setelah saya perhatikan siswa juga merasa nyaman dengan cara seperti itu. 8. Apakah pembelajaran PAI dengan menggunakan strategi kooperatif itu menyenangkan? Jawab: Sangat menyenangkan sekali, karena dari tipe anak-anaknya itu khususnya kelas bilingual yang menjadi sampel, mereka agak sedikit kurang suka kalau metode pembelajarannya seperti ceramah atau lebih banyak guru yang lebih berperan/ aktif. Tapi mereka lebih suka kalau potensi mereka juga digali dan mereka lebih banyak mengeluarkan pendapat.
9. Apakah setiap kelompok kooperatif dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah? Jawab: Iya betul, itu bervariasi agar suasana kelompok itu hidup. 10. Menurut Bapak apa hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan pembelajaran kooperatif pada mata pelajaran PAI? Jawab: Yang pertama memerlukan ruangan yang cukup luas, kalau di dalam kelas tidak cukup memungkinkan karena disitu banyak bangku dan meja, Cuma kendalanya kalau kita memakai aula, aula itu sudah dipakai duluan oleh guru yang lain. Atau ketika kita akan memakai ruang Affa yang juga luas itu juga sudah dipakai oleh guru lain. Itulah salah satu yang menjadi kendala. 11. Bagaimana cara Bapak dalam menanggulangi hambatan-hambatan dalam proses pembelajaran kooperatif? Jawab: Karena terkait dengan pemakaian ruang yang luas, maka cara mengatasinya adalah ruang itu akan dipesan seminggu sebelumnya agar bisa dimanfaatkan dalam rangka menjalankan metode tadi. 12. Sejauh mana efektivitas strategi pembelajaran kooperatif pada mata pelajaran PAI bagi siswasiswi SMP Islam Al-Azhar 4? Jawab: Dari segi efektivitas, pertama kalau dari segi waktu memang memerlukan waktu yang cukup lama/ banyak. Kemudian dari pemahaman siswa itu lebih dalam karena mereka menggali sendiri dan itu lebih berkesan dari pada harus diceramahi oleh gurunya.
Jakarta, 25 Februari 2011 Interviewer
Santi
Guru SMP Al-Azhar 4
Khozin, S.Ag
DAFTAR NILAI KUIS (BAB INFAQ) MATA PELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM KELAS VIII-A
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26
Nama Siswa Ratih Nur Baiti M. Faturahman Abyan Faisal Abdul Aziz Muslim Rizka Nurul Hanifah Fikry Ramadani Irsyad Barran Lubis Rizky Ramadhan M. Rafi Nabila Khoirunnisa Winda Dwi Putri Marsya Fanny M. Rizal Anandri F.M Shinta M.D Ananda P M. Reza Zahidah Zulfailah Andita Nur Oktavira Siti Nurwahida Athiyya M M. Titan Kevin Iqbal Rivaldy Hilman Khairul Rahman Jumlah
Nilai Rata-rata Kelas 2078 : 26 = 79,92
Nilai 100 73 94 91 73 82 88 94 94 88 73 79 82 82 64 82 67 88 82 70 76 70 52 82 73 79 2078
DAFTAR NILAI KUIS (BAB INFAQ) MATA PELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM KELAS VIII-B
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31
Nama Siswa Claudia M. Setyo A Fajri Anugrah Dzaki Putra Fariz Rachimawan Risa Ramandha Ashila Ashara Ricky M. Satrio Budi M. Raihan Reynaldi Setiasa Asri Lestari Shiva Shavira Amalia Mabrina Syifa Shafina Reza Ariq Andhika M. Oktariawan Fauzan Adam Muftie Arini Safitri M. Fithratu Rahman M. Rachmadi Ahya R.K Alya Nur Ibrahim Dhiyaa Nada Shafa M. Aya Addina Makarim Famadhika Aby Pratama Raka Permana Amyra Rizqia Nisryna Nabyla Shofi Syahira Jumlah Nilai Rata-rata Kelas 2794 : 31 = 90,12
Nilai 91 91 82 88 88 94 91 100 94 82 88 88 88 61 88 88 94 100 67 100 100 94 94 100 82 91 94 88 94 94 100 2794