Wahana Forestra: Jurnal Kehutanan
Vol.11, No.2
Juli 2016
INOKULASI FUSARIUM sp. PADA POHON KARAS (Aquilaria malaccencis Lamk.) TERHADAP PEMBENTUKAN GAHARU Azwin Staf Pengajar Fakultas Kehutanan Universitas Lancang Kuning Jln. Yos Sudarso Km. 8 Rumbai Pekanbaru Riau Email : azwin@unilak .ac.id
ABSTRACT This study aimed to get a dose of right inoculants Fusarium sp. and accelerate the creation of aloes. This research was conducted in test models of agro forestry plots and aloes-owned Balai Penelitian dan Teknologi Serat Tanaman Hutan (BPTSTH) Kuok that located in the village of Kembang Damai Districts of Pagaran Tapah Darussalam Rokan Hulu District. Held for 3 months from July to September 2013. The research method using a randomized block design with 5 treatments, namely in drill without being given inoculant fungi Fusarium sp. (Control), (P1), inoculant 0.5 cc / hole (P2), inoculant 1 cc / hole (P3), inoculant 1.5 cc / hole (P4), inoculant 2 cc / hole (P5). Each treatment was appli.ed in three (3) blocks, the first block to the treatment of Karas trees to plant oil palm on a spacing of 2 meters, block II spacing of 3 meters and a block III at spacing of 4 meters. After 3 months of observation of the extensive infection, discoloration and changes in the level of flavor very significant effect. A symptom of the infection area formed on the aloe tree tends to spread vertically to follow the direction of the vascular tissue of the stem. To aloes ± 6 years old should use a dose of 0.5 cc / borehole inoculant Fusarium sp. Keywords: Agarwood, Inokulsi Fusarium sp., Trees Karas
PENDAHULUAN Pohon malaccensis komoditas
dengan kandungan resin sesuiterpenoid Karas
(Aquilaria
Lamk.)
merupakan
hasil
bukan
tahan lama.
kayu
Gaharu dihasilkan dari pohon -
(HHBK) yang bernilai ekonomi tinggi.
pohon penghasil gaharu terinfeksi yang
Dikenal
tumbuh di daerah tropika dan memiliki
sebagai
hutan
volatile beraroma harum yang khas dan
aloeswood
eaglewood yang mengandung
atau damar
marga
Aquilaria yang
,Gyrinops
dan
wangi (aromatic resin dan sesquiterpen).
Gonystilus
keseluruhannya
Dari segi bentuk, gaharu merupakan
termasuk dalam family Thymelaeaceae.
jaringan dari pohon penghasil gaharu
Marga Aquilaria terdiri dari 15 spesies,
60
Wahana Forestra: Jurnal Kehutanan
tersebar
di
daerah
Vol.11, No.2
tropis.
Enam
Juli 2016
terbentuk berwarna hitam, hitam coklat
diantaranya ditemukan di Indonesia yaitu
atau
A. malaccensis, A. microcarpa, A. hirta,
keharuman
A. beccariana, A. cumingiana dan A.
pengerukan menggunakan pisau tajam,
filarial. Keenam jenis tersebut terdapat
produk yang dihasilkan pada panen
hampir di seluruh kepulauan Indonesia
berkala ini berupa serpihan atau bubuk.
kecuali Jawa, Bali dan Nusa Tenggara.
coklat
kemerahan. dilakukan
Pengujian
dengan
cara
Sistem pemungutan gaharu yang
Jaringan yang mengandung resin
dilakukan ini menyebabkan potensi jenis
wangi gaharu hanya dapat ditemukan
pohon penghasil gaharu semakin langka
pada bagian pohon yang mengalami
di habitat alaminya. Kekhawatiran akan
proses tertentu, seperti pelukaan yang
musnahnya
disertai
infeksi
gaharu tersebut, sehingga dalam sidang
inokulasi
atau proses lainnya,
pathogen,
melalui
spesies pohon penghasil
yang
CITES
kayu
Trade in Endangered Species of Wild
tersebut memiliki warna. Pengembangan
Fauna and Flora) ke IX di Florida bulan
gaharu
dengan
November 1994 disepakati bahwa jenis
pengembangan tanaman pertanian yang
A. malaccensis masuk dalam Appendik II
tidak akan berproduksi bila pohonnya
yang
tumbuh
keberadaannya
selanjutnya
membuat
tidak
baik
jaringan
sama
dan
tidak
terganggu
(Convention
berarti
sedikitpun. Saat ini pemungutan gaharu
setiap
masih dilakukan secara tradisional yang
quotanya.
lebih
banyak
mengandalkan
pengalaman.
bahwa
Negara
on
International
jenis
tersebut
semakin langka harus
dan
membatasi
Jenis pohon penghasil gaharu yang akan dijadikan sebagai objek penelitian
Menurut Sumarna (2009) sistem
adalah dari genus Aquilaria, spesies A.
pemanenan dapat dilakukan dalam 2
malaccensis karena jenis ini memiliki
cara yaitu panen berkala dan panen total.
kualitas gaharu terbaik dibandingkan
Panen berkala dilakukan pada pohon
jenis
yang
kondisi
pengembangan gaharu hasil budidaya
kematian yaitu daun dan tajuknya masih
dan inokulasi dapat jauh lebih efisien
subur. Teknik panen berkala dilakukan
dibandingkan
dengan
mengandalkan gaharu bentukan alam.
belum
cara
menunjukkan
pengerukan
atau
lain.
Dengan
demikian, maka
produksi
yang
pengupasan bagian kayu yang sudah
61
Wahana Forestra: Jurnal Kehutanan
Vol.11, No.2
Pembentukan gaharu secara alami dimulai
dengan
terjadinya
pelukaan
Juli 2016
Pohon Karas Terhadap Pembentukan Gaharu (Aquilaria Malaccencis Lamk.)”.
akibat patah cabang atau terlukanya batang. Perlukaan ini mengakibatkan pohon
terjangkit
disebabkan
penyakit
oleh
diantaranya
Fusarium
Tujuan Penelitian
yang
Untuk mendapatkan dosis inokulan
mikroorganisme
Fusarium sp. yang tepat dan dapat
sp.
Penyakit
tersebut menular pada bagian batang
mempercepat
proses
pembentukan
gaharu.
pohon ditandai dengan adanya bercak warna coklat kehitaman pada jaringan
METODE PENELITIAN
kayu yang disebabkan oleh infeksi jamur.
Tempat dan Waktu
Semakin jaringan
luas
bidang
kayu,
infeksi
semakin
pada banyak
rendemen gaharu yang dihasilkan. Dengan
coba Model Agroforestry Gaharu
milik
Balai
Sawit dan
Penelitian
Teknologi
Serat
Fusarium sp. untuk aplikasi komersial
(BPTSTH)
Kuok, berlokasi di Desa
potensi
jamur
Kembang Damai, Kecamatan Pagaran
diperlukan suatu usaha produksi isolat
Tapah Darusalam Kabupaten Rokan
yang memiliki daya tahan dan daya
Hulu (Rohul) Provinsi Riau. Penelitian
infeksi tinggi. Langkah pertama dalam
dilaksanakan Juli sampai September
aplikasi isolat adalah penetapan dosis
2013.
antagonistik
sesuai,
sederhana
dari
tepat
dalam
dan
Tanaman
dan
fungi
yang
memformulasikan
Penelitian dilaksanakan di Plot Uji
Hutan
murah,
penyiapan
dan
Bahan dan Alat
aplikasinya serta ketersediaan nutrisi
Bahan
yang
tegakan
berbeda, diduga dapat mempercepat
malaccensis Lamrk.) umur ± 6 tahun, lilin,
proses terjangkitnya penyakit dan infeksi
alkohol 70%, dan inokulan fungi fusarium
dalam pembentukan gubal gaharu.
sp.
melakukan “Inokulasi
penelitian
dengan
dalam
pengembangan
karas
adalah
yang seimbang. Dosis isolat jamur yang
Berdasarkan uraian diatas, penulis
pohon
digunakan
media
(Aquilaria
cair
hasil
Laboratorium
Pusat
judul
Penelitian Pengembangan Hutan dan
Fungi Fusarium Sp Pada
Konservasi Alam (P3HKA) di Bogor. Alat yang digunakan adalah kamera, genset,
62
Wahana Forestra: Jurnal Kehutanan
Vol.11, No.2
Juli 2016
bor dan mata bor (0,5 cm), kapas, alat
dimana masing-masing pohon dilakukan
injeksi, kaliper, meteran, kapur tulis, cat
pengeboran sebanyak 10 lubang bor.
minyak/phylox,
sarung tangan plastik, Pelaksanaan Penelitian
cutter, millimeter blok dan alat tulis.
Pemilihan Pohon
. Metode Penelitian
Pohon
Penelitian
menggunakan
malaccensis
karas Lamk.)
yang
akan
inokulasi
perlakuan, setiap perlakuan terdiri dari 3
berumur ± 6 Tahun dan diberi tanda.
kelompok
Setiap pohon contoh diberi perlakuan
blok,
tiap-tiap
blok
bagian
yang
memiliki jarak tanam yang berbeda, pada
inokulasi
blok I jarak tanam gaharu
pangkal hingga ketinggian 0,5 meter.
dengan
pada
pohon-pohon
di
Rancangan Acak Kelompok dengan 5
atau
yaitu
(Aquilaria
batang
dari
tanaman sawit berjarak 2 meter, blok II jarak tanam gaharu dengan tanaman
Inokulasi Fusarium sp
sawit berjarak 3 meter dan blok III jarak
Inokulan yang digunakan berasal
tanam gaharu dengan tanaman sawit
dari Provinsi Jambi hal ini berdasarkan
berjarak 4 meter, perlakuannya meliputi
Penelitian Laboratorium Pusat Penelitian
:
Pengembangan Hutan dan Konservasi
• P1 = Di bor tanpa diberi isolat (kontrol),
Alam (P3HKA) di Bogor, bahwa daya
• P2 = Isolat jamur Fusarium sp. dalam
virulensinya
media cair dengan dosis 0,5 cc/lubang, • P3 = Isolat jamur Fusarium sp. dalam media cair dengan dosis 1 cc/lubang, • P4 = Isolat jamur Fusarium sp. dalam media cair dengan dosis 1,5 cc/lubang, • P5 = Isolat jamur Fusarium sp. dalam media cair dengan dosis 2 cc/lubang.
lebih tinggi dibandingkan
isolat asal Provinsi lain. Inokulan fungi penginfeksi sudah dilakukan
penelitian
di Laboratorium
Pusat Penelitian Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam (P3HKA) dengan hasil diperoleh dari genus Fusarium sp. fungi Fusarium sp. merupakan fungi
Model
Linear
Rancangan
Kelompok adalah: Yij =
Acak
+ τi + βi + ij
Setiap pohon sampel dibuat lubang dan diperlakukan sama yaitu di inokulasi dengan inokulan fungi Fusarium sp.
penyebab
penyakit
pada
banyak
tanaman. Klasifikasi dan nama ilmiah fungi ini adalah Kingdom: Fungi, Filum: Ascomycota, Ordo : Hypocreales, Famili : Hypocreaceaw, Genus : Fusarium.
63
Wahana Forestra: Jurnal Kehutanan
Fusarium
adalah
berfilamen yang
Vol.11, No.2
fungi
saprofitik
tersebar luas
pada
tanaman dan tanah. Genus fusarium
Juli 2016
dengan nilai satuan sentimeter persegi (cm2). Perubahan Warna (bulan)
terdiri dari 20 spesies, yang paling umum
Perubahan warna kayu meliputi
adalah F. Solani, F. Oxysporum dan F.
tingkat
Chlamydosporum.
perubahan
Desain titik pengeboran dibuat pada
pohon
dengan
yang
akan
menggunakan
Pengeboran
dilakukan
diinokulasi
kapur
tulis.
warna
warna. kayu
Tingkat ditetapkan
berdasarkan sistem skor (0 = putih, 1 = putih kecoklatan, 2 = coklat, 3 = coklat kehitaman) dan dinyatakan dalam rataan
di
nilai skor dari 3 panelis. Kulit batang di
sekeliling batang pohon, jarak antar
sekitar lubang bor dikupas, kemudian
lubang
10 cm. Sebelum
keruk dengan menggunakan pisau cutter
melakukan pengeboran terlebih dahulu
untuk melihat warna batang di sekitar
alat disterilisasi dengan alkohol, lubang
lubang
pengeboran dibuat hingga mencapai 1/3
dilakukan setiap bulan setelah dilakukan
dari diameter batang. Titik pengeboran
pengeboran, selama 3 bulan berturut-
pertama dibuat 10 cm dari permukaan
turut pada setiap lubang bor.
bor yaitu
melingkar
perubahan
bor.
Pengamatan
warna
tanah. Ukuran lubang bor untuk inokulan fungi Fusarium sp. 0,5 cm. Dosis injeksi
Tingkat Aroma
inokulan fungi Fusarium sp. adalah 0,5 cc/lubang bor,
1 cc/lubang bor, 1,5
Pengamatan wangi kayu meliputi tingkat wangi dari senyawa gaharu yang
cc/lubang bor, 2 cc/lubang bor.
dihasilkan
Pengamatan
Pengamatan dilakukan di akhir penelitan
Luas infeksi (bulan)
setelah kulit batang di sekitar lubang bor
Pengukuran
sekitar
lubang
bor.
infeksi
dikupas, lalu digerus untuk mengambil
dilakukan setiap bulan di sekitar titik
sample. Kemudian jaringan kayu yang
pengeboran. Batang di sekitar titik bor
telah
dikupas kulitnya lalu diukur luas infeksi
wangi kayu dilakukan pada setiap lubang
menggunakan
bor
kertas
luas
di
kalkir.
Data
tergerus
dan
dibakar. Pengamatan
ditetapkan
melalui
uji
pengukuran luasan dengan kertas kalkir
organoleptik yang dinyatakan dengan
tersebut
kedalam
rataan skor dari 3 panelis. Pengujian
millimeter blok untuk mengetahui luas
organoleptik merupakan pengujian yang
akan
dikonversi
64
Wahana Forestra: Jurnal Kehutanan
Vol.11, No.2
Juli 2016
didasarkan pada proses pengindraan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Skala skor wangi adalah 0 = tidak wangi,
Luas Infeksi
1 = kurang wangi, 2 = wangi, 3 = wangi
Hasil
pengamatan
luas
sekali.
pembentukan
gaharu
Analisis Data
pohon
(Aquilaria malaccensis
Data yang dianalisis adalah luas
karas
pada
infeksi tegakan
Lamk.) aplikasi dosis inokulan
fungi
infeksi, perubahan warna dan tingkat
Fusarium sp. berturut-turut
aroma. Untuk
pengaruh
(tiga) bulan pengamatan terlihat luas
masing-masing
infeksi dari perlakuan, P5 (perlakuan
pengamatan
dosis 2 cc) menghasilkan rata-rata luas
dianalisis menggunakan software SPSS
infeksi terluas. Hasil uji F (sidik ragam)
Versi. 16 for windows. Apabila hasil
luas infeksi menunjukkan bahwa nilai
analisis
nilai
Signifikasi (sig) lebih rendah dari alpha (≤
Signifikasi lebih kecil dari 5 % berarti
1 %) yaitu 0,006. Artinya perbedaaan
perlakuan berpengaruh nyata terhadap
dosis inokulan fungi Fusarium sp. pada
variabel yang diamati, atau hasil uji F (Uji
pohon karas berpengaruh sangat nyata
Sidik Ragam), menunjukkan hasil yang
terhadap luas infeksi fungi Fusarium sp.
berpengaruh nyata, maka dilakukan uji
sehingga dilakukan uji lanjut DMRT dan
DMRT pada taraf 5%.
hasilnya seperti pada Tabel 1.
perlakuan variabel,
mengetahui
terhadap maka
SPSS
data
menunjukkan
selama 3
Tabel 1. Luas Infeksi (cm2) Akibat Aplikasi Dosis Inokulan Fungi Fusarium sp. Pada Pohon Karas (Aquilaria malaccensis Lamk.) Perlakuan P1 (Kontrol) P2 (Dosis 0,5 cc/lubang bor) P3 (Dosis 1 cc/lubang bor) P4 (Dosis 1,5 cc/lubang bor) P5 (Dosis 2 cc/lubang bor)
Rata-rata 4,523 a 11,775 b 11,668 b 12,152 b 16,228 b
Keterangan : Angka-angka pada lajur/kolom yang diikuti oleh huruf kecil yang sama berbeda tidak nyata setelah uji lanjut DNMRT pada taraf 5 %
Tabel 1 menunjukkan bahwa luas infeksi
pada
pengamatan
dengan luas infeksi 4,523 cm2, P2 (dosis
bulan
0,5 cc/lubang bor) dengan luas infeksi
September 2013 dengan menggunakan
11,775 cm2, P3 (dosis 1 cc/lubang bor)
inokulan fungi Fusarium sp. tiap-tiap
dengan luas infeksi 11,665 cm2, P4
perlakuan memiliki luas infeksi yang
(dosis 1,5 cc/lubang bor) dengan luas
berbeda-beda. Dimana, P1
infeksi 12,152 cm2, P5 (dosis 2 cc/lubang
(kontrol)
65
Wahana Forestra: Jurnal Kehutanan
Vol.11, No.2
Juli 2016
bor) dengan luas infeksi 16,228 cm2. Hal
melaksanakan
ini
fisiologisnya.
dapat
oleh
pada
populasi
fungi
Perlakuan yang dilakukan pada blok
fusarium sp cukup tinggi. Sesuai dengan
tanam yang berbeda-beda terdapat luas
pernyataan Agustini dkk (2006) bahwa
infeksi yang tidak sama pada tiap-tiap
pada 1 cc isolat cair dihuni oleh 106
blok, dimana pada blok I rata-rata luas
propagul jamur Fusarium sp. konsentrasi
infeksinya
jamur yang efektif untuk menimbulkan
dibandingkan pada blok II yang luas
gejala sakit berbeda dari setiap jamur
infeksi 12,367 cm2 , blok II juga lebih kecil
dan bentuk propagulnya. Pada fungi
luas infeksinya dengan blok III dengan
Fusarium sp.. Propagul yang
efektif
rata-rata luas infeksi 13,685 cm2, ini
klamidospora/gr
diakibatkan pengaruh jarak tanam yang
Hal ini juga berkaitan
berbeda-beda terhadap tanaman sawit,
perlakuan
adalah
disebabkan
fungsi-fungsi
tersebut
250-1000
(Rahayu, 2004). erat
dengan
terhadap
laju
resistensi
infeksi tanaman.
7,756
cm2
lebih
kecil
inokulan
peta plot dapat dilihat seperti pada
Infeksi
Gambar 3. Ini dapat dilihat dari luas
yang diakibatkan oleh fungi Fusarium
infeksi
sp.Terjadi pada pembuluh kayu yang
September
dapat
menurunya
dikonversikan ke dalam kertas millimeter
kemampuan sel dan jaringan dalam
blok, yang terdapat pada masing-masing
menyebabkan
pada
pengamatan 2013
yang
dibulan telah
blok, seperti pada Gambar 1.
Blok
Blok
Blok
Gambar 1. Luas Infeksi Aplikasi Dosis Fungi Fusarium sp. Terhadap Pembentukan Gaharu pada Pohon Karas (Aquilaria malaccensis Lamk.) yang Sudah Dikonversi Dalam Millimeter Blok.
66
Wahana Forestra: Jurnal Kehutanan
Vol.11, No.2
Juli 2016
Dari perlakuan yang berbeda dosis
infeksi yang lebih kecil. Pada lubang bor
inokulan fungi Fusarium sp. dengan
yang lebih kecil akan terjadi infeksi yang
melakukan 3 (tiga) ulangan menyatakan
lebih
P1 (kontrol) berbeda nyata dengan P2
luasan infeksinya.
cepatdan
berkorelasi
(dosis 0,5cc), P3 (dosis 1 cc), P4 (dosis
Pada
1,5 cc), dan P5 (dosis 2 cc). Hal ini dapat
pembentukan
disebabkan oleh banyaknya
populasi
pengamatan dibulan September 2013
fungi yang terdapat isolat Fusarium sp.
dengan dosis inokulan fungi Fusarium
pada perlakuan tersebut.
sp. yang berbeda dosis, bahwa P5
Penurunan kemampuan fisiologis ini dapat
mengganggu
pertumbuhan
bahkan menimbulkan kematian. Sebulan setelah
dilaksanakan
inokulasi
Tabel
1.
dengan
gubal
dapat
dilihat
gaharu
pada
dengan dosis 2 cc/lubang bor memiliki luas infeksi tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Pola perkembangan luas infeksi
merupakan tahap awal infeksi dimana
pembentukan
perkembangan infeksi menunjukan laju
diinokulasi
relatif
(2009)
inokulan fungi Fusarium sp. dengan
menyatakan bahwa besarnya lubang bor
pengamatan yang dilakukan di bulan Juli
menyebabkan
sampai dengan September 2013, dapat
sama.
Novriyanti
proses
pembentukan
gaharu yang terjadi berlangsung relatif
gubal dosis
gaharu berbeda
setelah dengan
dilihat seperti pada Gambar 2.
Luas Infeksi (dalam cm2 )
lebih lambat, yang ditunjukkan oleh luas
Gambar 2. Tingkat Perkembangan Luas Infeksi Aplikasi Dosis Inokulan Fungi Fusarium sp. pada Pohon Karas (Aquilaria malaccensis Lamk.)
67
Wahana Forestra: Jurnal Kehutanan
Pada proses
Gambar
2.
terbentuknya
Vol.11, No.2
menunjukkan
awal
infeksi
dimana
perkembangan
akibat
infeksi menunjukkan laju yang hampir
gaharu
relatif sama. Perbedaan perkembangan
terhadap banyak faktor, yaitu fisiologi
infeksi dijumpai pengamatan kedua yaitu
tanaman dan infeksi fungi Fusarium sp.
pada bulan kedua setelah diinokulasi.
pembentukan
oleh
Pada bulan kedua ini diperkirakan isolat
proses pencoklatan jaringan batang pada
beradaptasi lebih baik dari sebelumnya
area terinfeksi akibat akumulasi resin,
sehingga
lebih
efektif
menginfeksi
yaitu
jaringan.
Atas
dasar
ini
adanya
respon
gaharu
Juli 2016
penghasil
gaharu
metabolit
ditandai
sekunder
yang
dapat
merupakan senyawa penentu kualitas
diperkirakan bahwa semakin lama waktu
gaharu.
infeksi maka hasil juga akan semakin
Seiring
mengeras
waktu,
disudut-sudut
resin
itu
pembuluh
xylem dan floem organ pohon yang mendistribusikan
sehingga
berwarna
baik. Menurut
Sumarna
menyatakan
bahwa
(2002)
infeksi
yang
kecoklatan, serta harum bila dibakar.
disebabkan oleh fungi
Gaharu merupakan substansi aromatik
mengakibatkan
berupa gumpalan atau padatan berwarna
saluran tanaman sehingga menghasilkan
cokelat muda sampai cokelat kehitaman
senyawa phytalyosin sebagai reaksi dari
yang terbentuk pada lapisan dalam dari
resistensi
kayu tertentu. Substansi aromatik yang
phytalyosin yang dihasilkan berfungsi
terkandung
sebagai pertahanan terhadap penyakit
dalam gubal gaharu
ini
penyumbatan
dari
jaringan.
Senyawa
atau
(Atmojo, 2003).
tersebut dapat berupa resin berwarna coklat
dan
Senyawa
pada
termasuk dalam golongan sesquiterpena
Infeksi yang diakibatkan oleh fungi
patogen.
Fusarium sp.
beraroma
phytalyosin
harum,
serta
Fusarium sp. terjadi pada pembuluh kayu
menumpuk pada pembuluh xylem dan
yang dapat menurunnya kemampuan sel
floem untuk mencegah meluasnya luka
dan
ke jaringan lain. Akibat dari infeksi
jaringan
dalam
melaksanakan
fungsi-fungsi
fisiologisnya. Penurunan
tersebut,
kemampuan
fisiologisnya
dapat
menjadi terganggu dan secara visual
bahkan
dapat terlihat pada bagian yang terinfeksi
mengganggu
pertumbuhan
ini
sistem
coklat
fisiologi
sampai
tanaman
menimbulkan kematian. Sebulan setelah
berwarna
dengan
dilaksanakan inokulasi merupakan tahap
kehitaman dan memiliki aroma wangi.
68
Wahana Forestra: Jurnal Kehutanan
Vol.11, No.2
Namun,
yang
karena
dapat
sebagai
apabila
menginfeksi
patogen
tanaman
mengalahkan
tidak
sistem
pertahanan
Juli 2016
pembentukan respon
terhadap
gaharu
terjadi
pertahanan
pohon
pelukaan/infeksi
yang
tanaman maka gaharu tidak terbentuk
berasosiasi dengan adanya perubahan
dan bagian tanaman yang luka dapat
sitologi pada sel parenkima hidup pada
membusuk.
kayu setelah dilukai.
Perlakuan
terjadi
Keberhasilan psoses inokulasi juga
peningkatan luas infeksi dari 1 (satu)
erat hubungannya dengan kemampuan
bulan setelah di inokulasi hanya saja
antibodi
terlihat lambat dan fluktuatif.
Hal ini
mendapat gangguan biologis penyakit.
sistem
Bila phenol sebagai antibodi berhasil
terjadi
lainnya
dikarenakan
adanya
yang
dibentuk
melawan
patogen.
pembentukan gaharu akan terhambat
biasanya
penghasil
mensintesis
mengakumulasi
senyawa
gaharu dan
phytalyosin
atau
bahkan
gaharu,
maka
bila
pertahanan tumbuhan terhadap infeksi Pohon
penyakit,
pohon
tidak
sebaliknya
akan
proses
terbentuk
bila penyakit itu
dan sesquiterpenoid sebagai respon
berhasil melawan antibodi pohon, maka
terhadap
phenol akan dirubah
infeksi
oleh
gen
tertentu,
menjadi
resin
rangsangan fisiologis maupun keadaan
gaharu yang berisikan komponen kimia
cekaman.
berupa
Selain asal isolat yang harus sama dengan
daerah
sebaran
tumbuh,
alpha-betha
agarofurol
(Sumarna, 2003) Santoso (2007) menyatakan bahwa,
menurut Suharti (2009) faktor lain yang
sangat
sangat
pembentuk gaharu, karena walaupun
mempengaruhi
keberhasilan
pentingnya
inokulasi adalah sifat genetis pohon dan
spesiesnya
lingkungan tempat tumbuh. Sifat genetis
kemungkinan
pohon merupakan kemampuan pohon
kemampuan
untuk membentuk struktur-struktur yang
mengakumulasi gaharu berbeda.
tidak
Perubahan Warna
menguntungkan
perkembangan
patogen pada pohon tersebut, sehingga patogen
mati
berkembang menyebabkan
sebelum
lebih lanjut penyakit
sama,
seleksi
tetapi
berbeda untuk
jamur
strainnya sehingga
menginfeksi
dan
Hasil pengamatan perubahan warna
dapat
aplikasi dosis inokulan fungi Fusarium
dan gagal
sp. berturut-turut selama 3 (tiga) bulan
pada pohon,
pengamatan terlihat perubahan warna
69
Wahana Forestra: Jurnal Kehutanan
Vol.11, No.2
Juli 2016
dari perlakuan, P5 (perlakuan dosis 2 cc)
perbedaaan
menghasilkan
Fusarium
rata-rata
perubahan
dosis sp.
inokulan
fungi
pohon
karas
pada
warna terluas. Hasil uji F (sidik ragam)
berpengaruh
perubahan warna menunjukkan bahwa
perubahan warna fungi Fusarium sp.
nilai Signifikasi (sig) lebih rendah dari
sehingga dilakukan uji lanjut DMRT dan
alpha (≤ 1 %)
hasilnya seperti pada Tabel 2.
yaitu 0,006. Artinya
sangat
nyata
terhadap
Tabel 2. Perubahan Tingkat Warna (Sistem skoring) Aplikasi Dosis Inokulan Fungi Fusarium sp. pada Pohon Karas (Aquilaria malaccensis Lamk.) Perlakuan
Rata-rata
P1 (Kontrol) P2 (Dosis 0,5 cc/lubang bor) P3 (Dosis 1 cc/lubang bor) P4 (Dosis 1,5 cc/lubang bor) P5 (Dosis 2 cc/lubang bor)
0,733 1,333 1,666 1,733 1,867
a b b b b
Keterangan : angka-angka pada lajur/kolom yang diikuti oleh huruf kecil yang sama berbeda tidak nyata setelah uji lanjut DNMRT pada taraf 5 %
Tabel
2
menunjukkan
terjadinya
tanaman sawit memilik jarak tanam yang
perubahan warna pada bulan terakhir
berbeda-beda.
(September 2013) pengamatan. Dari
Untuk
mengetahui
parameter
pemberian inokulan fungi Fusarium sp.
perubahan tingkat warna berbeda dosis
sebanyak
bor,
inokulan fungi Fusarium sp. terhadap
tertinggi
pembentukan gaharu pada pohon karas
pemberian
(Aquilaria malaccensis Lamk.). dengan
inokulan lainnya. Sejauh ini perubahan
melakukan 3 (tiga) ulangan menyatakan
warna terjadi baru sampai pada tahap
P1 (kontrol) berbeda nyata dengan P2
berwarna coklat saja. Berdasarkan hasil
(dosis 0,5cc), P3 (dosis 1 cc), P4 (dosis
penilaian dilapangan yang dilakukan oleh
1,5 cc), dan P5 (dosis 2 cc).
3
kulit
Walker etal. dalam Rahayu dkk. (2009)
batang disekitar lubang bor, kemudian
menyatakan bahwa perubahan warna
digerus untuk
kayu menjadi warna coklat (browning)
2
cc/lubang
memperlihatkan
perubahan
dibandingkan
panelis
dengan
dengan
mengkupas
melihat warna batang
disekitar lubang
bor lalu ditetapkan
dapat
disebabkan
oleh
Menurut
serangan
melalui sistem skoring. Dilakukan pada 3
patogen (cendawan) dan kerusakan fisik.
blok dimana tiap blok pohon gaharu dan
Perubahan warna kayu ini mungkin dapat mengindikasikan
adanya
senyawa
70
Wahana Forestra: Jurnal Kehutanan
Vol.11, No.2
gaharu. Hal ini didukung oleh pernyataan Novriyanti warna
(2009), bahwa
dari
kehitaman
putih
perubahan
menjadi
merupakan
gejala
terbentuknya senyawa gaharu. tingkat
pengamatan
Juli 2016
Indikasi
keberhasilan
rekayasa
pembentukan gaharu melalui inokulasi
coklat
ditandai dengan terjadinya perubahan
awal
fisiologis yang disebabkan oleh faktor-
Hasil
faktor penyebab penyakit sehingga jelas
dilapangan
ditunjukan
perubahan
berubahnya
warna akibat pemberian isolat yang
kekuningan
berbeda dosis untuk
kehitaman dan perubahan warna atau
menunjukkan
terjadinya
pengamatan
(bulan
3 (tiga) bulan Juli
sampai
September 2013), seperti pada Gambar
adanya
gejala
yaitu
warna batang dari putih (pucat)
menjadi
coklat
bentuk daun yang menguning atau kerdil (Yunasfi, 2008).
Nilai perubahan warna (sistem skoring)
3.
Gambar 3. Tingkat Perubahan Warna Berbeda Dosis Inokulan Fungi Fusarium sp Pada Pohon Karas (Aquilaria malaccensis Lamk.)
Pemberian isolat melalui inokulasi kedalam
batang
pohon
karas
dengan
memacu
metabolismenya
kearah metabolisme sekunder metabolit
untuk
mengakibatkan perubahan warna kayu
menghasilkan
disekitar lubang bor dengan variasi antar
harum.
perlakuannya.
Pohon karas berusaha
pengamatan menunjukkan bahwa gejala
merespon pengaruh inokulan tersebut
pembentukan gaharu berupa perubahan
Sampai
beraroma
dengan
akhir
71
Wahana Forestra: Jurnal Kehutanan
warna
yang
lebih
dibandingkan
Vol.11, No.2
mudah
dengan
Juli 2016
diamati
parameter
deskriptif lainnya.
Tingkat Aroma Hasil pengamatan perubahan tingkat
Fungi menyebabkan gejala lokal
aroma
pembentukan
tegakan
gejala tersebut mungkin terjadi secara
malaccensis
terpisah pada inang-inang yang berbeda,
inokulan fungi Fusarium sp. berturut-tur ut
secara bersamaan pada inang yang
selama
sama atau yang satu mengikuti yang lain
terlihat perubahan tingkat aroma dari
pada
perlakuan, P5 (perlakuan dosis 2 cc)
yang
sama.
Gejala
3
karas
pada
atau gejala sistemik pada inangnya dan
inang
pohon
gaharu
Lamk.)
(Aquilaria
aplikasi
(tiga) bulan
pengamatan
pencoklatan pada batang pohon karas
menghasilkan
(Aquilaria malaccensis Lamk.) sebagai
tingkat aroma terluas, dan hasil uji F
akibat serangan fungi Fusarium sp.
(sidik ragam) perubahan tingkat aroma
Hasil bahwa
pengamatan gejala
menunjukkan
pencoklatan
yang
rata-rata
dosis
perubahan
menunjukkan bahwa nilai Signifikasi (sig) lebih rendah dari alpha (≤ 1 %) yaitu
terbentuk bervariasi, tetapi cenderung
0,002.
menyebar
secara vertikal
(ke
inokulan fungi Fusarium sp. pada pohon
mengikuti
arah
pembuluh
jaringan
atas)
karas
Artinya
perbedaaan
berpengaruh
sangat
dosis
nyata
batang tanaman yang juga dibangun atas
terhadap luas infeksi fungi Fusarium sp,
sel-sel yang tersusun secara vertikal
sehingga dilakukan uji lanjut DMRT dan
dengan warna gejala yang hampir sama.
hasilnya seperti pada Tabel 3.
Tabel 3. Perubahan Tingkat Aroma (Sistem skoring) Berbeda Dosis Inokulan Fungi Fusarium sp. pada Pohon Karas (Aquilaria malaccensis Lamk.) Perlakuan P1 (Kontrol) P2 (Dosis 0,5 cc/lubang bor) P3 (Dosis 1 cc/lubang bor) P4 (Dosis 1,5 cc/lubang bor) P5 (Dosis 2 cc/lubang bor)
Rata-rata 0,000 a 0,267 b 0,267 b 0,400 bc 0,467 c
Keterangan : angka-angka pada lajur/kolom yang diikuti oleh huruf kecil yang sama berbeda tidak nyata setelah uji lanjut DNMRT pada taraf 5 %
Berdasarkan
skoring
perlakuan
berpotensi
munculnya
aroma.
semua
pengamatan semua perlakuan hanya
merangsang
sampai kategori kurang wangi. Aroma
Sampai
akhir
wangi yang terbentuk merupakan bagian
72
Wahana Forestra: Jurnal Kehutanan
Vol.11, No.2
Juli 2016
dari komponen senyawa gaharu yang
(dosis 0,5 cc)dan P3 (dosis 1 cc), namun
terbentuk.
P5 (dosis 2 cc) berbeda nyata dengan
Perubahan
tingkat
aroma
pada
semua
perlakuan
tersebut
dan
itu
gaharu yang terbentuk relatif tidak stabil.
memberikan perubahan tingkat aroma
Yunasfi (2008) menyatakan bahwa ada
yang tinggi.
peranan genetik dalam hal tersebut.
Menurut
Rahayu
dkk.
(2009)
Mengingat susunan gen karena berbagai
peningkatan aroma wangi tidak selalu
proses dapat berubah, maka demikian
dibarengi
pula virulensi pada suatu jenis patogen
kayu. Peningkatan aroma kayu diduga
dapat berubah dari waktu ke waktu.
disebabkan oleh
Perubahan
itu
hibridisasi,
bisa
terjadi
karena
heterokariosis
dan
paraseksualisme.
Itulah
dengan
perubahan
bertambahnya sesquiterpen
warna
senyawa
begitu
juga
penurunan
sebabnya
tingkat wangi yang diakibatkan oleh
mengapa suatu jenis patogen yang sama
hilangnya senyawa sesquiterpen, karena
dan yang memiliki bentuk serta cara
senyawa ini mudah menguap. Produksi
perkembangbiakan yang sama, tetapi
suatu metabolit sekunder tergantung
apabila berada didaerah dan berbagai
pada diferensiasi morfologi, enzim yang
jenis pohon yang berbeda maka dapat
berperan dalam biosintesis produk dan
berlainan infeksinya.
media produksi. Biosintesis terpenoid
Selain pengamatan lapangan, hasil
pada sejumlah tanaman distimulasi oleh
penelitian juga dilakukan melalui uji lanjut
infeksi mikroba atau pemberian elisitor
DNMRT
yang didahului oleh aktifitas enzim-enzim
pada
menggunakan mengetahui
taraf
5
%
dengan
aplikasi SPSS. Untuk parameter
yang
terlibat
dalam
jalur
asetat
perubahan
mevalonat seperti enzim 3-Hydroxy-3-
tingkat aroma berbeda dosis inokulasi
methylglutaryl-CoA reductase (HMGR),
fungi
mevalonic acid kinase, mevalonic acid
fusarium
sp.
terhadap
pembentukan gaharu pada pohon karas (Aquilaria malccensis Lamk.). dengan
pyrophosphate decarboxyylase . Pada
akhir
pengamatan
terjadi
melakukan 3 (tiga) ulangan menyatakan
peningkatan aroma. Perlakuan inokulan
P1 (kontrol) berbeda nyata dengan P2
fungi
(dosis 0,5 cc)dan P3 (dosis 1 cc), P4
perlubang
(dosis 1,5 cc) berbeda tidak nyata P2
aroma dengan sistem skoring rata-rata,
Fusarium sp. sebanyak bor menghasilkan
2 cc tingkat
73
Wahana Forestra: Jurnal Kehutanan
Vol.11, No.2
Juli 2016
bahwa laju tingkat aroma yang dirasakan
dengan
cutter
lalu
dibakar dengan
dengan aroma kurang wangi pada bulan
menggunakan korek api setelah itu bisa
ke-3 atau diakhir penelitian
setelah
dirasakan aroma yang terdapat pada
dilakukan dengan sistem skoring melalui
pohon gaharu yang telah terinokulasi
3 orang panelis. Tingkat aroma yang
dengan fungi Fusarium sp. tersebut.
dilakukan panelis dengan mengkeruk KESIMPULAN 1. Aplikasi
2. Aplikasi dosis fungi Fusarium sp. dosis
inokulan
fungi
pada
pohon
karas
(Aquilaria
Fusarium sp. berpengaruh nyata
malaccensis Lamk.), yang paling
terhadap luas infeksi, perubahan
besar
warna kayu dan tingkat wangi
pembentukan
dalam pembentukan gaharu pada
penggunaan dosis 2 cc/lubang
pohon
bor.
karas
(Aquilaria
pengaruhnya
terhadap
gaharu
adalah
malaccensis Lamk.) DAFTAR PUSTAKA
Agustini L., Dono W., Erdy S.. 2006. Keanekaragaman Jenis Jamur yang Potensial Dalam Pembentukan Gaharu Dari Batang Aquilaria spp. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam. Vol III Nomor 5 Tahun 2006 : 555-564 Badan Litbang Kehutanan. Atmojo K. 2003. Budidaya Gaharu dan Masalahnya. Sudah Gaharu Super pula. Jakarta. Pustaka Sinar Harapan. Novriyanti E. 2009. Kajian Kimia Gaharu Hasil Inokulasi Fusarium sp pada Aquilaria microcarpa, Workshop Pengembangan Teknologi Produksi Gaharu Berbasis pada Pemberdayaan Masyarakat di sekitar Hutan. Pusat Litbang
Hutan dan Konservasi Bogor, 29 April 2009.
Alam
Rahayu,G. 2009. Status Penelitian dan Pengembangan Gaharu di Indonesia, Seminar Nasional Menuju Produksi Gaharu Secara Lestari di Indonesia. Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam Bogor, 12 Nopember 2009. Santoso E, Agustini L, Irnayuli R, Turjaman M. 2007. Efektifitas Pembentukan Gaharu dan Komposisi Senyawa Resin Gaharu pada Aquilaria spp. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam. Vol IV Nomor 6 Tahun 2007 : 543-551 Badan Litbang Kehutanan. Suharti S.2009. Prospek Pengusahaan Gaharu Melalui Pola Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (PHBM), Workshop Pengembangan Teknologi 74
Wahana Forestra: Jurnal Kehutanan
Vol.11, No.2
Produksi Gaharu Berbasis pada Pemberdayaan Masyarakat di sekitar Hutan. Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam Bogor, 29 April 2009. Sumarna Y. 2009. Budidaya dan Produksi Tumbuhan Penghasil gaharu. Surili Vol. 50/2009:3035.Jawa Barat.
Juli 2016
Sumarna Y. 2002. Budidaya Gaharu. Seri agribisnis. Jakarta. Penebar Swadaya Yunasfi.2008.Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Penyakit danpenyakit yang Disebabkan oleh Jamur. Http://library.usu.ac.id/download/ fp/hutan-Yunasfi.pdf. [diakses tanggal 10 Juni 2009].
75